IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL (BUGIS) DI SDN 283 LAUTANG
KECAMATAN BELAWA KABUPATEN WAJO
IMPLEMENTATION OF CHARACTER EDUCATION BASED ON LOCAL WISDOM (BUGIS) AT SDN 283 LAUTANG SUB
DISTRIC BELAWA WAJO
TESIS
Oleh :
ANDI EKA REZKIANAH
Nomor Induk Mahasiswa : 105.06.02.048.17
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
i
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS
KEARIFAN LOKAL (BUGIS) DI SDN 283 LAUTANG KECAMATAN BELAWA KABUPATEN WAJO
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Magister
Program Studi Magister Pendidikan Dasar
Disusun dan Diajukan oleh
ANDI EKA REZKIANAH Nomor Induk Mahasiswa : 105.06.02.048.17
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis : IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER
BERBASIS KEARIFAN LOKAL (BUGIS) DI
SDN 283 LA UTANG KECAMATAN BELAWA
KABUPATEN WAJO
NAMA : ANDI EKA REZKIANAH
NIM : 105060204817
Program Studi : Magister Pendidikan Dasar
Telah diuji dan dipertahankan di depan Panitia Ujian Hasil pada
tanggal 19 Desember 2019, sudah memenuhi syarat dan layak untuk
diseminarkan pada Ujian Tutup sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Pendidikan Dasar (M.Pd.) pada Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dr. Hj. Rosleny Babo, M.Si
(Pembimbing I)
Dr. H. Muhlis Madani, M.Si
(Pembimbing II)
Dr. H. Muhammad Basri, M.Si
(Penguji)
Sulfasyah, S.Pd., M.A., Ph.D
(Penguji)
Mengetahui :
Direktur Program Pascasarjana Ketua Program Studi
Unismuh Makassar Magister Pendidikan Dasar
Dr. H. Darwis Muhdina, M.Ag Sulfasyah, S.Pd., M.A., Ph.D.
NBM. 483 523 NBM. 970 635
iii
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI
Judul Tesis : IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER
BERBASIS KEARIFAN LOKAL (BUGIS) DI
SDN 283 LAUTANG KECAMATAN BELAWA
KABUPATEN WAJO
NAMA : ANDI EKA REZKIANAH
NIM : 105060204817
Program Studi : Magister Pendidikan Dasar
Telah diuji dan dipertahankan di depan panitia penguji tesis pada
tanggal 19 Desember 2019 dan dinyatakan telah dapat diterima sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Dasar
(M.Pd.) pada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Makassar, Januari 2020
Tim Penguji
Dr. Hj. Rosleny Babo, M.Si
(Pembimbing I)
Dr. H. Muhlis Madani, M.Si
(Pembimbing II)
Dr. H. Muhammad Basri, M.Si
(Penguji)
Sulfasyah, S.Pd., M.A., Ph.D
(Penguji)
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama : ANDI EKA REZKIANAH
NIM : 105060204817
Program Studi : Magister Pendidikan Dasar
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari
terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini
hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan
tersebut.
Makassar, Januari 2020
Andi Eka Rezkianah
v
ABSTRAK Andi Eka Rezkianah, 2020. Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Bugis) di SDN Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo. Pembimbing Rosleny Babo dan Muhlis Madani Pendidikan karakter bukan merupakan hal baru dalam dunia pendidikan saat ini. Pendidikan karakter menuntut para pendidik untuk berkontribusi penuh dalam penanaman nilai-nilai karakter dalam rangka mewujudkan bangsa yang berbudaya dengan mempertahankan kearifan lokal masing-masing dalam setiap daerah yang mulai terkikis akibat pergeseran zaman. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal (bugis) di Sekolah Dasar SDN 283 Lautang Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi karakter berbasis kearifan lokal yang terdiri dari patuh pada tuhan yang maha esa (mapatoh ri dewatae), jujur (ma lempu), disiplin (ma patoh), kerja keras (ma reso temangingi), bertanggung jawab (Soppo:renge), cinta tanah air (ma poji ri wanuata), cinta damai (siamaseang), Riolo Mappatiroang, Ritengnga Mapparaga-raga, Rimunri Mangampiri, Rebba Sipatokkong, Mali Siparappe, Siruik Menre Tessiruik Nok masih kurang terlaksana dan masih perlu di evaluasi lagi. Faktor yang mendukung adalah motivasi orangtua, kerja sama pihak sekolah, dan faktor yang menghambat adalah fasilitas, aturan, latar belakang peserta didik, kurangnya kesadaran peserta didik, dan lingkungan pergaulan peserta didik. Keywords : Pendidikan Karakter, Kearifan lokal, Bugis
vi
vii
KATA PENGANTAR
بســــــم اللـه الرحـمن الرحيــــم
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Ilahi Rabbi, oleh
karena rahmat dan hidayah-Nya jualah sehingga penulis masih diberikan
kekuatan dan kesehatan untuk menjalankan aktivitas dalam menyusun
proposal ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada sang
revolusioner sejati Baginda Al-Mustafa Nabiullah Muhammad saw, beliau
adalah sosok teladan pemimpin yang terpercaya, jujur dan berakhlakul
karimah, yang telah besusah payah mengeluarkan manusia dari lingkungan
kebiadaban, suatu zaman yang betul-betul primitif, ortodoks, tak beretika,
tak beradab dan tak bermoral, menuju suatu zaman perubahan yang
beradab dengan lebih mengedepankan konsep, etika, hidup beragama,
berbudaya, berbangsa dan beragama, sehingga sampai saat ini manusia
mampu memposisikan diri sebagai warga negara yang senantiasa beriman
dan bertakwa di jalan Allah swt.
Dengan segala keterbatasan dan kekurangan penulis, tesis ini lahir
dan tampil sebagai manifestasi dari suatu usaha yang tak mengenal lelah
dan pantang menyerah, mulai dari tahap awal observasi sampai selesainya
penyusunan tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya, bahwa mulai dari
kegiatan awal observasi, menyusun dan bimbingan sehingga selesainya
tesis ini ditulis, tidak sedikit hambatan dan tantangan yang dialami oleh
penulis. Namun, hambatan dan tantangan tersebut dapat diatasi berkat
adanya bantuan dari berbagai pihak.
viii
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati, penulis senantiasa
mengharapkan kritikan dan saran dari berbagai pihak, selama saran dan
kritikan tersebut sifatnya konstruktif demi kesempurnaan tesis ini, karena
penulis yakin bahwa suatu persoalan tidak akan berarti sama sekali tanpa
adanya kritikan
Nun Walkalami Wama Yas’urun,
Billahi Fii Sabilil Haq, Fastabikul Khaerat.
Makassar, Januari 2020
Penulis
Andi Eka Rezkianah
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. ii
HALAMAN PENERIMAAN PENGUJI ............................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TESIS ................................. iv
ABSTRAK ......................................................................................... v
ABSTRACT ...................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ............................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................ xiv
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN ....................................................... xv
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ........................................................ 1
B. Fokus dan Deskripsi Fokus ..................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ................................................................... 7
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Hasil Penelitian ......................................................... 8
B. Tinjauan Teori dan Konsep ..................................................... 10
1. Implementasi ...................................................................... 10
2. Pendidikan Karakter ........................................................... 11
3. Kearifan Lokal .................................................................... 24
C. Kerangka Pikir ......................................................................... 29
x
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ............................................................ 32
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 32
C. Unit Analisis dan Penentuan Informan .................................... 33
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 33
E. Teknik Analisis Data ................................................................ 34
F. Pengecekan Keabsahan Temuan ........................................... 36
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kakteristik Objek Penelitian ..................................... 37
1. Deskripsi Sekolah ............................................................... 37
2. Sejarah Berdirinya SDN 283 Lautang ................................. 38
3. Visi, Misi dan Tujuan ........................................................... 39
4. Data Guru dan Karyawan .................................................... 40
5. Data Peserta Didik .............................................................. 41
6. Sarana dan Prasarana ........................................................ 42
B. Paparan Dimensi Penelitian .................................................... 42
1. Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal
(Bugis) ............................................................................... 43
a. Religius (ma Patoh ri Dewatae) .................................... 44
b. Jujur (Lempu’) ............................................................... 47
c. Disiplin (ma Patoh) ....................................................... 50
d. Bekerja keras (ma Reso’ Matinulu) ............................... 53
e. Tanggung Jawab (Soppo:renge) .................................. 56
f. Cinta Tanah Air (Mappoji ri Wanuatta) .......................... 60
xi
g. Cinta Damai (Siamaseang) ........................................... 62
h. Riolo Mappatiroang, Ritengnga Mapparaga-raga, Rimunri
Mangampiri ................................................................... 64
i. Rebba Sipatokkong, Mali Siparappe, Siruik Menre Tassiruik
Nok ............................................................................... 64
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Karakter
Berbasis Kearifan Lokal (Bugis) ........................................ 65
a. Faktor Pendukung ........................................................ 66
b. Faktor Penghambat ...................................................... 69
C. Pembahasan ........................................................................... 74
1. Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal
(Bugis) ............................................................................... 75
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Karakter
Berbasis Kearifan Lokal (Bugis) ........................................ 88
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN ................................................................................ 96
B. SARAN ...................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 100
RIWAYAT HIDUP .............................................................................. 103
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. INSTRUMEN PENELITIAN
2. WAWANCARA
3. MATRIKS TEMUAN
4. IZIN PENELITIAN
5. FOTO KEGIATAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Data Nama Guru dan Jabatan ........................................... 41
Tabel 4.2 Data Nama Peserta Didik ................................................... 42
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir .................................................... 31
Gambar 3.1 Flow Chart Model Analisis Interaktif ............................... 34
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Instrumen Penelitian
Lampiran 2 : Hasil Wawancara
Lampiran 3 : Matriks Temuan Peneliti
Lampiran 4 : Izin Penelitian
Lampiran 5 : Foto Kegiatan
xv
DAFTAR ISTILAH
Bugis : Salah satu suku yang ada di Sulawesi Selatan
Ma Patoh ri Dewatae : Beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa
Lempu’ : Berbicara sesuai dengan kenyataan
Ma Reso Matinulu : Bekerja keras dalam melakukan sesuatu
Soppo:renge : Bertanggung jawab saat melakukan kewajiban.
Ma Poji Riwanua : Mencintai tanah air atau tanah kelahiran
Siamaseang : Saling peduli, saling menyayangi, cinta damai
Pappaseng : Kearifan Lokal di daerah masing-masing.
Sipakatau : Memanusiakan manusia/saling memanusiakan
Sipakalebbi : Saling menghormati
Sipakainge : Saling mengingatkan.
Reso Temangingi Namalomo Nalettei Pammase Dewata: yang berarti
hanya dengan kerja keras dan ketekunan maka
akan mudah mendapatkan ridho oleh Tuhan
Yang Maha Esa.
Riolo Mappatiroang : Di depan memberi contoh
Ritengnga Mapparaga-raga : Di tengah kerja sama/memotivasi
Rimunri Mangampiri : Di belakang memberi arahan
Lele Bulu Te Lele Abiasang : Kebiasaan tidak berubah jika terus di tempat.
Taro Ada Taro Gau : Senada antara pebuatan dan ucapan
Rebba Sipatokkong : Rebah saling menegakkan
Mali Siparappe : Hanyut saling mendamparkan
Siruik Menre Tassiruik Nok : Menarik ke atas bukan menarik ke bawah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan karakter bukan merupakan yang hal baru di dunia
pendidikan sekarang ini pasalnya pendidikan karakter sudah di terapkan
dalam kurikulum 2013 yang menuntut para pendidik dalam hal ini guru
untuk berkontribusi penuh dalam penanaman nilai-nilai karakter dalam
rangka menciptakan bangsa yang berbudaya melalui penguatan dengan
pertimbangan Presiden Joko Widodo yang telah menandatangani
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2017 Pasal 3 Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) berbunyi:
“PPK pelaksanaannya dengan menerapkan berbagai nilai Pancasila
dalam pendidikan karakter yang meliputi nilai-nilai religius, jujur,
toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli
sosial, dan bertanggung jawab”.
Penekanan pendidikan karakter sejak dari dulu memang telah
memiliki landasan yang jelas baik secara filosofi atau juga aturan formal.
Oleh karena itu, Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) memiliki
program utama tentang pendidikan karakter yang disebut
“Pengarusutamaan Pendidikan Karakter”. Artinya, selama ini Pendidikan
Karakter sudah ada, tapi kurang mendapatkan perhatian, dan karena itu
1
2
diberikan penekanan/penguatan. Koesoema (2010) mengungkapkan
karakter bisa menjadi sarana untuk membudayakan dan memanusiakan.
Peran pendidikan karakter tidak hanya bersifat integrative atau berarti
mengukuhkan moral intelektual namun bersifat kuratif, baik secara personal
maupun sosial yang bisa menjadi salah satu sarana penyembuh sosial.
Para remaja yang akan memegang masa depan bangsa harus
memiliki perangai yang baik, cita-cita bangsa akan mengalami kehancuran
dan meleset jauh dari impiannya, sebagaimana firman Allah swt pada QS.
al-Rum 30:41
ظہر الفساد ف ی البر و البحر ب ما کسبت اید ی الناس
ع ون ل وا لعلہ م یرج ی عم یقہ م بعض الذ ی ذ ل Terjemahannya :
Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena
perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka
merasakan sebagian (akibat) perbuatan mereka, agar mereka
kembali (ke jalan yang benar).
Dalil tersebut seharusnya jadi inspirasi para pendidik supaya dapat
membina juga mendidik secara intensif agar terciptalah perangai yang baik,
ramah, kuat, bertanggung jawab, memiliki akhlak yang mulia sehingga bisa
mengendalikan dirinya dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti yang dikemukakan Suyanto (2009) karakter sebagai cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup
bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun
negara. Sedangkan Lickona (1991), Kertajaya (2010) dan Musfiroh (2008)
3
karakter adalah pembentukan karakter dengan berbagai cara dengan
tujuan memberi pemahaman tentang bagaimana seseorang
mengaplikasikan nilai kebaikan dalam artian berperilaku baik dan memiliki
etika yang bisa di sosialisasikan dalam lingkungan sekitarnya.
Sebaliknya jika memiliki etika kurang baik menimbulkan perilaku
menyimpang memicu terjadinya krisis moralitas di Indonesia yang masih
menjadi permasalahan serius bisa terlihat dari maraknya perkelahian yang
terjadi dalam golongan masyarakat misalnya saja tawuran antar pelajar
atau mahasiswa sudah membudaya dan susah dihilangkan. Selain tawuran
trend pergaulan bebas bagi sebagian anak bangsa sudah dianggap biasa
dan terjadi diberbagai tingkatan pendidikan baik dalam level di Sekolah
Dasar khususnya sampai ke tingkat perguruan tinggi. Berdasar dari data
dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI, 2019) yang menerima
laporan sebanyak 24 kasus pada ranah pendidikan dengan korban dan
pelaku anak pada bulan Januari sampai Februari, tercatat jumlahnya 17
kasus yang terkait kekerasan. Kasus lain juga berdasa dari data Badan
Narkotika Nasional (BNN) banyak muncul jenis narkotika baru yang telah
beredar di Indonesia. Merujuk dari data Badan Narkotika Nasional (BNN)
tahun 2018 prevalensi angka penyalahgunaan narkoba kalangan pelajar di
13 Ibu Kota Provinsi mencapai 3,2% atau setara 2,29% juta orang.
Hal tersebut terjadi tidak hanya berasal dari anak didik tetapi juga
dari lingkungan sekitar mereka peserta didik yang jadi korban seperti akhir-
akhir ini diberitakan sering terjadi. Ironisnya, hal tersebut terjadi di tempat
4
yang begitu dekat dengan mereka bahkan menjadi rumah kedua yaitu
sekolah yang mestinya menjadi tempat anak didik menjalani proses tumbuh
kembang untuk meningkatkan potensi mereka dan orang tua tanpa merasa
khawatir menitipkan anak mereka. Alih-alih menjadi tempat bagi proses
pendidikan yang membuat menjadi dewasa dan dapat membentuk
karakaternya, sebagian justru menjadi tempat dalam eksekusi dan
mengambil keceriaan mereka. Dari penyampaian Wibowo (2017), hal
tersebut tidak menjadi masalah yang sepele karena peserta didik tidak lagi
memiliki karakter bahkan hilang yang berujung hilangnya moral mereka.
Meskipun begitu tak dapat dipungkiri bahwa semua sekolah
mendambakan situasi yang tentram dan damai dalam arti guru dan peserta
didik memiliki kerja sama yang baik untuk membentuk karakter sesuai
dengan kehidupan sehari-hari namun hal tersebut cenderung tidak
ditemukan pada beberapa sekolah. Oleh karena itu, Wibowo (2015)
berpendapat sudah waktunya budaya menjadi dasar dalam menyusun
kurikulum yang ada di sekolah di sesuaikan dengan kearifan lokal setiap
daerah sehingga peserta didik tidak merasa ada dalam budaya asing dan
sadar akan budaya juga bangsanya.
Senada dengan Latif, penulis beranggapan bahwa pendidikan
karakter semestinya berbasis budaya sendiri. Seperti pengetahuan kita
bahwa setiap daerah mempunyai budaya atau nilai kearifan lokal tersendiri.
Maka sebaiknya nilai-nilai karakter diintegrasikan melalui nilai luhur dari
setiap daerah masing-masing peserta didik. Penggalian nilai kearifan lokal
5
ini sejalan dengan rekomendasi UNESCO (2016) menggali nilai kearifan
lokal agar menjadi dasar untuk mendorong munculnya perilaku saling
menghormati antar suku, budaya, agama, bangsa dan juga etnis sehingga
keberagaman di Indonesia terjalin dan terjaga.
Merujuk dari hal tersebut setalah melakukan observasi salah satu
Sekolah Dasar yang ada di Kecamatan Belawa Kab Wajo dan mempunyai
peserta didik terbanyak dan dominan masyarakatnya Suku Bugis memiliki
beberapa karakter kuat dan bermacam-macam yang mendorong
terciptanya karakter baik tetapi seiring perkembangan zaman terlihat
adanya pergeseran nilai yang terjadi dalam kehidupan sosio-kultural seperti
ma patoh ri Dewata’e artinya patuh kepada Tuhan YME, ma lempu’ artinya
jujur, ma patoh artinya disiplin, ma reso’ temangingi artinya bekerja keras,
sopporenge artinya bertanggung jawab kurang dapat di pertahankan
secara pelan-pelan atau sedikit demi sedikit ditinggalkan oleh pemiliknya.
Beberapa perilaku yang terjadi di sekolah seperti tidak sering terlihat
adanya aktivitas salat berjamaah antar guru dan siswa, jarang dilakukan
tadarrus bersama setiap pagi, banyak siswa yang tidak mengakui
kesalahan saat berdebat dengan temannya, tidak disiplin dalam berpakaian
ke sekolah, sering tidak mengumpulkan pekerjaan rumah (PR), serta
banyak yang tidak rajin saat dilakukan gotong royong atau kegiatan
membersihkan sekolah. Sehingga perlu adanya upaya dalam merevitalisasi
nilai-nilai karakter yang mulai ditinggalkan.
6
Berdasarkan hal tersebut sehingga penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Implementasi Pendidikan Karakter berbasis
Kearifan Lokal (Bugis) di SDN 283 Lautang Kecamatan Belawa Kabupaten
Wajo”.
B. Fokus dan Deskripsi Fokus
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, peneliti tertarik untuk
mengangkat fokus dan deskripsi penelitian tentang :
1. Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal di SDN
283 Lautang Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo
2. Faktor yang mendukung dan menghambat dalam pelaksanaan
pendidikan karakter di SDN 283 Lautang Kecamatan Belawa
Kabupaten Wajo.
Berdasarkan fokus penelitian adapun deskripsi fokus penelitian :
1. Pendidikan Karakter adalah cara yang digunakan seorang pendidik
dalam proses perubahan sikap dan Kearifan Lokal adalah warisan
leluhur dalam setiap daerah untuk merubah cara berpikir seseorang
di SDN 283 Lautang Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo.
2. Faktor pendukung dan menghambat dalam menerapkan nilai
karakter bugis di SDN 283 Lautang Kecamatan Belawa Kabupaten
Wajo.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah tersebut tujuan penelitian ini
yaitu :
7
1. Untuk mengetahui implementasi pendidikan karakter berbasis
kearifan lokal (Bugis) di SDN 283 Lautang Kecamatan Belawa
Kabupaten Wajo.
2. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat dalam
melaksanakan pendidikan karakter di SDN 283 Lautang Kecamatan
Belawa Kabupaten Wajo.
D. Manfaat Penelitian
Bila tujuan penelitian tercapai, hasil penelitian dapat memberikan
manfaat kepada beberapa pihak, seperti:
1. Bagi Peserta Didik
Peserta didik memiliki karakter lebih baik lagi dalam
lingkungannya sekolah.
2. Bagi Guru
Lebih memaksimalkan cara mengajar dan mendidik agar bisa
melahirkan peserta didik memiliki karakter baik.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian bisa digunakan menjadi bahan pertimbangan
dan masukan agar mendidik sesuai dengan alur dan yang
seharusnya dilakukan guna merubah karakter peserta didik.
4. Bagi Peneliti
Menambah wawasan serta pengalaman cara mendidik yang
tepat agar peserta didik memiliki karakter baik tidak hanya di
lingkungan sekolah tetapi juga di lingkungan masyarakat.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Hasil Penelitian
Berdasarkan beberapa pendapat hasil penelitian sebelumnya ada
banyak persamaan dengan penelitian yang akan penulis lakukan karena
ketiganya membahas tentang pendidikan karakter berbasis kearifan lokal
yang di terapkan di sekolah. Namun yang membedakannya terletak pada
fokus masalah yang akan di teliti seperti penelitian pertama fokus ke konsep
seorang tokoh dan pengaruhnya terhadap pendidikan nasional, penelitian
kedua lebih memfokuskan pada analisis dan usaha membentuk karakter
peserta didik, sedangkan yang ketiga fokus pada pelaksanaan dan
perencanaan mendidik karakter melalui metode membiasakan.
Berikut penelitian yang relevan dengan judul penelitian yang akan
dilakukan, sebagai berikut:
1. Dr. Yadi Ruyadi, M.Si (2010) MODEL PENDIDIKAN KARAKTER
BERBASIS KEARIFAN BUDAYA LOKAL (Penelitian terhadap Adat
Kampung Benda Kerep Cirebon Provinsi Jawa Barat untuk
Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah). Fokus penelitiannya
untuk menemukan model pendidikan karakter untuk di terapkan di
sekolah dengan metode RnD, studi lapangan menggunkan kualitatif uji
coba menggunakan Quasi Eksperimen dengan One Group Pre Test
dan Post Test. Adapun hasil penelitiannya yakni memiliki pola efektif
8
9
dalam pewarisan budayanya dan telah memberi pengaruh positif, dan
akan lebih efektif jika semakin dimaksimalkan.
2. Putri Rachmadyanti, (2017) “PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER
BAGI SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI KEARIFAN LOKAL”.
Penelitian ini fokus dalam mengembangkan kemampuan guru dalam
menciptakan pembelajaran yang menarik untuk menumbuhkan sikap
toleransi, kerjasama dan peduli siswa. Sehingga hasilnya yaitu guru
memberikan ide kreatif dalam membuat materi pendidikan karakter
yang akan berdampak juga pada orangtua siswa serta masyarakat
sekitar untuk menjadi manusia cerdas dan dalam pelestarian budaya
lebih dikenal.
3. Dwi Susongko Hery Wibisno, (2015) “Implementasi Pendidikan
Karakter Berbasis Kearifan Lokal di SMP Negeri 1 Tambakromo Pati”
yang berfokus bagian perencanaan dan pelaksanannya, pendidikan
karakter sesuai kearifan lokal dengan metode penelitian kualitatif
deskriptif model interaktif. Adapun hasil penelitiannya tentang
perencanaan implementasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal
ini terencana dan teradministrasikan dengan jelas sesuai jadwal
kegiatan, penerapan pendidikan karakter yang termuat nilai-nilai
religius, jujur, disiplin, peduli lingkungan, tanggung jawab dilakukan
dengan pembiasaan dan terintegrasi kedalam seluruh mata pelajaran.
Jadi berdasarkan beberapa penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa penelitian telah banyak dilakukan sebelumnya memiliki beberapa
10
persamaan yaitu untuk menumbuhkan karakter peserta didik yang
membedakan dari segi jenis penelitian, cara menerapkan dan kearifan lokal
yang masing-masing setiap daerah punya. Penelitian tersebut banyak
membantu penulis dalam penelitian yang akan dilakukan karena memiliki
arah dan tujuan sama.
B. Tinjauan Teori dan Konsep
1. Implementasi
Implementasi menurut bahasa adalah “melaksanakan atau
menerapkan”. Implementasi sama halnya dengan penanaman ide atau
inovasi untuk sebuah perlakuan hingga memberikan dampak positif baik itu
dalam hal pengetahuan, skill bisa juga sikap. Pendapat di oxford advance
learner’s dictionary diartikan juga penerapan “put something into effect”
(menerapkan ide yang memiliki efek atau pengaruh).
Usman (2002) mengemukakan implementasi berarti aktifitas yang
tertuju pada aksi, perlakuan serta mekanisme. Implementasi tidak hanya
kegiatan belaka melainkan aktivitas yang tersusun rapi dalam rangka
mencapai tujuan. Sedangkan Susilo (2007) berpendapat Implementasi
adalah penerapan-penerapan yang telah di rancang dari berbagai inovasi
agar lebih praktis. Jadi, implementasi merupakan penerapan baik program
atau aktivitas baru dalam berbagai kegiatan yang telah tersusun dan telah
direncanakan untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di sekolah.
11
2. Pendidikan Karakter
a. Arti Pendidikan
Pendidikan di dasari dengan kata didik yang artinya menjaga
dan selalu memberi arahan tentang imtaq yang baik dan
berpengaruh pada kecerdasan berpikir. Tambahan awalan “pe” dan
akhiran “an” artinya merujuk pada perilaku tentang cara mendidik.
Pendidikan merupakan usaha yang telah terencana sebelumnya
melalui berbagai proses membimbing dan mengajarkan seorang
individu agar berkembang jadi manusia yang mampu bertanggung
jawab, berkreasi, memiliki ilmu pengetahuan, kesehatan, juga
berakhlak mulia.
Pendapat Mahmud (2004) bahwa pendidikan sebenarnya
melalui berbagai proses panjang seperti memperbaiki, merawat
juga mengurus peserta didik dengan menggabungkan berbagai
bagian-bagian penting pendidikan guna memasuki jiwa agar
menjadi anak yang matang dalam karakter yang sempurna
menyesuaikan dengan tingkat kemampuan.
Ki Hajar Dewantara dikutip oleh Ahmadi dan Nur (2001)
mengartikan bahwa “memberikan didikan sama halnya dengan
menjadikan manusia kuat dalam hal ini peserta didik guna di akui
dalam masyarakat dan menjadikan mereka bahagia. Sedangkan
Tafsir (2001) mengemukakan bahwa pendidikan diartikan
12
mengusahakan agar peserta didik berkembang secara maksimal
dan memberikan dampak positif.
Dari beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya
tentang pendidikan mengartikan bahwa sebenarnya arti pendidikan
mempunyai pernapan yang sama yakni yang berarti berusaha
dalam mempersiapkan peserta didik menjelang mereka dewasa
baik itu secara jasmani maupun rohani.
b. Arti Karakter
Secara etimologi, karakter dalam (Inggris: character) asalnya
dari Yunani (Greek), yaitu charassein yang artinya “to engrave” di
ukir, di lukis, di pahat serta di goreskan. Secara terminologis dari
Kementerian Pendidikan, khususnya Direktorat Pendidikan Tinggi
dijelaskan secara umum bahwa karakter artinya mempublikasikan
sikap atau nilai dari diri sendiri yang baik demi eksistensi yang
membangun untuk orang lain.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karakter
berarti sifat yang berasal dari dalam diri yang berkaitan dengan
akhlak dan budi pekerti baik yang menjadikan orang berbeda dari
yang lainnya. Suyadi mengemukakan bahwa karakter berkaitan
dengan nilai dari perilaku manusia sendiri terdiri atas semua
kegiatan yang berhubungan dengan Allah, sesama manusia dan
lingkungan yang diwujudkan dalam pikiran, perasaan, perlakuan
13
bentuk aplikasi dalam adat istiadat, etnis, budaya hukum, tata
krama.
Zuhdi (2015) menemukan karakter bentuk sifat yang baik
serta di agungkan atau dikagumi karena berarti kebaikan, kekuatan,
kemandirian, kedisiplinan dan moral individu.
Dari banyaknya arti tentang karakter tersebut maka penulis
menyimpulkan bahwa karakter adalah penanda seseorang dalam
bersikap dan beringkah laku dalam kehidupannya baik itu dengan
Allah, sesama manusia ataupun dengan lingkungan. Sesuai
dengan banyaknya arti karakter maka secara lebih sederhana
karakter di sebut semua yang berkaitan dengan hal positif yang
dilakukan baik itu guru sehingga memberi pengaruh pada peserta
didik.
Pendidikan karakter di beri arti sebagai ranah pengembangan
sikap atau karakter yang baik mulai dari peserta didik yang
menerapkan dan mengaplikasikan baik itu nilai moral sehingga bisa
memilih solusi yang berguna untuk menjaga hubungan sesama
makhluk Allah.
Kesuma (2011) mengartikan nilai karakter dalam lembaga
sekolah yang terarah khususnya dalam pembelajaran pada
kekuatan dan mengembangkan sikap peserta didik sesuai dengan
standar yang ditetapkan masing-masing pihak sekolah itu sendiri.
Hal tersebut berisi makna:
14
1) Karakter salah satu pembelajaran yang di integrasikan ke
dalam seluruh mata pelajaran.
2) Hal tersebut mengarah pada kekuatan dan perkembangan
tingkah laku peserta didik. Artinya peserta didik merupakan
merupakan subjek yang berpeluang untuk diberi kekuatan agar
lebih berkembang.
3) Arahan sekolah yang berdasar dalam membentuk kekuatan
dan mengembangkan yang telah di rencana.
Pelajaran karakter bukan hanya melalui pembelajaran namun
di bentuk melalui sikap teladan, baik dari luar ataupun dalam
sekolah tersebut.
Berdasarkan dari beberapa bahasan di atas ditekankan jika
mendidik dengan karakter adalah usaha yang terencana dan
pelaksanaannya sesuaiu runtutan guna memberikan pemahaman
peserta didik mengartikan nilai yang berkaitan dengan Allah swt,
lingkungan yang dapat diciptakan ke bentuk berpikir, bersikap,
perasaan, bertutur, berbuat sesuai dengan aturan agama, hukum
budaya dan adat.
c. Fungsi Pendidikan Karakter
Umumnya fungsi pendidikan karakter yang disesuaikan
dengan pendidikan nasional, pendidikan dengan karakter berguna
untuk pengembangan dan pembentuk sikap peserta didik
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
15
jiwa cinta bangsa. Sesuai hal itu, Zubaedi (2011) berpendapat ada
tiga kegunaan diadakanya pendidikan karakter.
1) Dibentuk dan dikembangkan dorongan yang membentuk
karakter berguna untuk menjadikan peserta didik lebih baik
sesuai Pancasila. Maka dari itu karakter sangat berguna untuk
membangun bakat terpendam dari peserta didik namun tetap
menyesuaikan hukum atau norma yang berlaku.
2) Memperbaiki juga memberikan kekuatan guna memperbaiki
sikap karakter negatif peserta didik sehingga dapat
menggunakan pengaruh keluarga, sekolah dan pengaruh
lingkungan sekitar tidak lupa dukungan dari pemerintah yang
memiliki tanggung jawab untuk menjadikan anak generasi
muda dalam menjadikan bangsa maju, sejahtra dan
berkembang serta berkarakter.
3) Sebagai cara dalam memilah dan memilih nilai yang tepat
dalam budaya Indonesia maupun dari bangsa asing. Artinya
menyaring nilai positif dalam membangun karakter Indonesia
yang tangguh dan mandiri. Senada dengan pendapat ahli
sebelumnya, sesuai kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa, karakter seyogyanya memiliki tiga fungsi atau
manfaat, yaitu Narwanti (2011):
a) Fungsi dalam membentuk dan mengembangkan
keterampilan. Warga negara Indonesia di bentuk untuk
16
mengembangkan kemampuan diri mereka agar berdampak
pada karakter diri dan juga pikiran individu sehingga sesuai
dengan Pancasila.
b) Fungsi untuk memperbaiki dan menguatkan. Dalam
memperbaiki dan menjaga erat hubungan kekeluargaan,
hubungan dengan masyarakat, serta ikut menyumbangkan
pikiran dan amanah dalam mengembangkan kemampuan
dirinya sehingga tercipta bangsa yang di cita-citakan.
c) Fungsi dalam menyaring. Dalam membangun pribadi
bangsa berguna dalam memfilter budaya negara sendiri
atapun juga negara asing, serta di pilih yang sesuai dengan
falsafah bangsa Indonesia yang mandiri.
Sedangkan karakter intinya berguna untuk membentuk
budaya bangsa yang memiliki imtaq baik, kuat, toleransi, bekerja
sama, jiwa pancasila, mampu dalam ilmu teknologi dan
pengetahuan didasari iman dan bertaqwa pada Allah swt dan juga
ideologi Pancasila.
d. Tujuan Pendidikan Karakter
Tujuan pendidikan karakter yang di cita-citakan Kementerian
Pendidikan Nasional adalah:
1) Membangun kemampuan hati, sikap pikiran peserta didik untuk
menjadi manusia dan menjadi warga negara baik sesuai
dengan etika budaya dan sikap bangsa Indonesia.
17
2) Membangun dan melatih sikap juga membiasakan peserta didik
agar mempuyai nilai baik yang sesuai dengan nilai pokok dan
juga adat istiadat bangsa Indonesia yang agamis.
3) Membiasakan dan melatih sikap dan jiwa pemimpin dan
amanah peserta didik sebagai anak muda generasi bangsa
sebagai penerus cita-cita bangsa Indonesia.
4) Membangun keterampilan peserta didik untuk menjadikannya
individu yang kuat, cerdas kreatif, berwawasan luas serta cinta
kebangsaan; dan
5) Membangun lingkungan sekolah agar nyaman dalam proses
belajar mengajar sehingga tercipta pembelajaran yang
nyaman, bebas berkreasi, membangun pertemanan, juga
membangun jiwa kebangsaan sehingga tercipta kemandirian.
Pendidikan karakter bertujuan untuk membangun
kompetensi dalam melaksanakan dan menyusun agar tercipta hasil
karakter yang baik di sekolah dan juga terbangun akhlak yang baik
dalam mencapai standar lulusan di sekolah. Membangun karakter
pada tingkat sekolah dasar di khususkan dalam membentuk
karakter sekolah yang berlandaskan sikap, adat istiadat, perilaku,
dan sesuatu yang di praktikkan seluruh pihak sekolah dan juga
masyarakat yang ada di sekitar. Adat istiadat, aturan dan etika
dalam sekolah adalah ciri-ciri kebaikan yang di tunjukkan pada
masyarakat sekitar dan masyarakat luas.
18
Tujuan pendidikan karakter yaitu mendorong agar tercipta
peserta didik yang tumbuh dengan karakter yang baik dengan
berbagai cita-cita untuk membangun dan melahirkan sesuatu yang
special namun dilakukan dengan cara yang tepat karena memiliki
capaian tujuan tertentu dengan menjadikan dan menyusun rangka
karakter untuk membentuk manusia dalam hal ini pendidik dan
peserta didik dengan berbagai harapan salah satunya sadar akan
pentingnya karakter atau perilaku. Sehingga manfaat yang
didapatkan terciptanya sosok teladan untuk peserta didik dan
memberikan ruang rasa aman, nyaman dalam pertumbuhan dan
perkembangan mereka seperti pengetahuan, sikap, tingkahlaku,
keindahan dan religius.
e. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter
Proses pembelajaran khususnya di sekolah akan berjalan
dengan baik dan lancar, ketika pada saat melaksanakannya
memperhatikan berbagai prinsip pendidikan karakter. Suwartini
dalam Kemendiknas memberikan beberapa saran dan masukan
prinsip untuk menciptakan pendidikan karakter yang begitu efektif
sebagai berikut;
1) Mempublikasikan prinsip tata krama sebagai dasar karakter.
2) Menggabungkan karakter seperti pikiran, rasa dan sikap secara
kompren agar menakup keseluruhan nilai tersebut.
19
3) Berbagai metode dipakai dalam pendekatan gunanya
membentuk karakter.
4) Menghasilkan Lembaga atau komunitas dalam sekolah dan
masyarakat yang berwujud kepedulian.
5) Membiarkan peserta didik untuk berkembang dengan
memberikan kebebasan dalam mewujudkan sikap karakter
yang baik.
6) Melengkapi dokumen seperti kurikulum yang bermanfaat untuk
peserta didik dalam menciptakan makna untuk menghargai
sesama manusia sehingga tercipta karakter baik dan berguna
dalam masa depan mereka agar bisa sukses.
7) Berusaha membangun dan memancing terpacunya motivasi
dalam diri peserta didik.
8) Membangun sikap kekeluargaan dalam hal ini bekerja sama
seluruh pihak sekolah yang di bentuk dalam suatu organisasi
guna memumbuhkan jiwa moral dan amanah agar terciptanya
nilai karakter yang baik.
9) Bekerjasama dalam membagi diri untuk mendidik setiap
kelompok peserta didik dalam membangun jiwa kepemimpinan
yang didukung agar tercipta pendidikan karakter yang inovatif.
10) Membangun kerjasama yang baik antar keluarga peserta didik
dan pihak sekolah untuk membentuk karakter peserta didik.
20
11) Melakukan evaluasi baik itu dalam pihak sekolah dalam rangka
mengetahui yang seharusnya dirubah dalam mengatasi
kekurangan yang terjadi sebagai pelajaran agar dapat
membentuk karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
Didasari dengan prinsip-prinsip yang disarankan oleh
kemendiknas, Suwartini (2017) dalam Budimanyah (2010)
berpendapat bahwa rencana pendidikan karakter disekolah
sebaiknya lebih dikembangkan dengan landasan prinsip-prinsip
sebagai berikut;
1) Mendidik dengan karakter disekolah sebaiknya dilakukan secara
berkala atau dalam artian selalu berlanjut dengan adanya
evaluasi. Hal tersebut berarti dalam mengembangkan proses
karakter butuh waktu yang panjang dimulai dari saat peserta
didik masuk sekolah dasar sampai dengan lulus sekolah dalam
suatu lembaga pendidikan.
2) Mendidik dengan karakter seharusnya di intergrasikan kedalam
seluruh mata pelajaran seperti pengembangan diri dan kearifan
lokal dalam Lembaga sekolah tersebut. Membina karakter
sebenarnya dapat dilakukan dengan menggabungkan kegiatan
ekstrakulikuler atau pembelajaran non formal yang bisa di
arahkan pada karakter. Membangun karakter peserta didik bisa
dilakukan dengan banyak cara seperti mengikut sertakan dalam
21
kegiatan sosial diluar pembelajaran formal yang ada di sekolah
contohnya kegitan pramuka atau pelatihan olahraga.
3) Sebenarnya karakter tidak berwujud dalam proses belajar
mengajar di sekolah, artinya karakter tidak di intergrasikan dalam
pembelajaran terkecuali pendidikan agama Islam yang memang
terkandung di dalamnya proses pelajaran yang memuat ajaran
makanya tetap di belajarkan dengan pengetahuan dilanjutkan
melakukan lalu diakhiri dengan kebiasaan. Pembelajaran
tersebut dilakukan dengan rutin dan dengan cara yang
menyenangkan peserta didik dengan melakukan hal tersebut
membuktikan bahwa pendidikannya dilakukan oleh peserta didik
bukan dengan guru lalu sikap guru selanjutnya melakukan
penerapan dengan metode guru yang memberikan arahan dan
motivasi pada peserta didik dari belakang yang dikaitkan dengan
agama.
f. Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Nilai-nilai yang berkembang dalam penerapan karakter
sebaiknya dan seharusnya merujuk pada nilai agama, budaya, etika,
tata krama, Pancasila dan pentingnya dengan tujuan pendidikan
nasional. Adapun beberapa nilai dalam pendidikan budaya dan juga
karakter bangsa yang dikemukakan oleh Kemendinas (2010)
sebagai berikut ini:
22
1) Religius berarti nilai pikiran, ucapan, rasa, tindakan manusia yang
harus berlandasakan nilai-nilai Ketuhanan yang sesuai ajaran
agama.
2) Jujur berarti sikap yang harus selalu menjadikan diri seseorang
yang dapat dipercaya dimanapun dan kapanpun itu situasi dan
kondisinya seperti dalam lingkungan kerja, sekolah dalam
tindakan berucap dan berperilaku terhadap orang lain.
3) Toleransi artinya ajaran perilaku menghargai dan menghormati
seseorang yang berbeda agama, suku, etnis, adat istiadar dan
perbedaan pendapat yang berbeda dengan diri kita sendiri.
4) Disiplin berarti perilaku manusia yang taat akan aturan dan patuh
terhadap tata tertib ketentuan misalnya dalam sekolah.
5) Kerja keras berarti sikap yang memperlihatkan kesungguhan dan
sikap pantang menyerah dalam melakukan sesuatu atau
mengerjakan sesuatu misalnya saja tugas dari guru untuk di
pelajari sebaik-baiknya.
6) Kreatif artinya menciptakan hasil atau kreatifitas yang baru
dengan ide yang lain daripada yang lain, sesuatu yang baru yang
belum ada atau belum terpikir dalam benak orang lain.
7) Mandiri artinya menunjukkan aktivitas yang baik dalam artian tidak
dengan mudah bergantung pada orang lain, mampu berdiri
sendiri, Tangguh dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya.
23
8) Demokratis artinya berperilaku dan menerapkan sikap adil dalam
menentukan yang menjadi hak dan kewajiban diri sendiri dan
kepentingan orang lain.
9) Ingin tahu artinya semangat yang ditunjukkan melalui penerapan
atau bertindak dengan usaha yang lebih agar dapat tau lebih
dalam atau dapat menggali informasi yang meluas dari apa yang
dilihat dan didengar.
10) Nilai kebangsaan artinya menambah pengetahuan wawasan
yang berkaitan dengan bangsa dan negara yang didahulukan
dibandingkan dengan keperluan diri sendiri dan kelompok dalam
artian tidak egois.
11) Nasionalis berarti ditunjukkan dengan cara memikirkan,
menyikapi dan memperdulikan segala pemberian dukungan
dengan tinggi dalam hal lingkungan budaya, ekonomi, sosial dan
system demokrasi bangsa.
12) Menunjukkan sikap antusias terhadap hasil karya dan prestasi
orang lain. Hasil karya tersebut bisa dijadikan motivasi dan
dorongan untuk menciptakan hasil karya lain yang dapat berguna
bagi diri sendiri dan masyarakat sehingga bisa berguna untuk
orang lain dan juga belajar menghargai orang lain serta karyanya.
13) Bersahabat dan komunikatif berarti perilaku yang menunjukkan
sikap atau perasaan senang dapat bergaul dan menemukan
teman baru yang menjadi pengisi kekosongan.
24
14) Cinta Damai berarti perilaku yang diwujudkan melalui perasaan
nyaman seseorang untuk bercerita dan bergaul serta merasa
aman dan senang.
15) Gemar Membaca berarti membiasakan diri untuk membagi waktu
khusus dalam diri untuk belajar dan membaca berbagai buku yang
berguna untuk diri sendiri.s
16) Peduli Lingkungan artinya aktifitas cinta alam dengan selalu
berusaha menjaga lingkungan dan selalu berupaya menjalankan
sesuatu untuk memperbaiki segala kerusakan alam yang terjadi.
17) Peduli Sosial, artinya berusaha dalam perilakunya untuk selalu
membantu orang lain yang sedang dalam kesusahan.
18) Tanggung-jawab berarti aktifitas seseorang dalam melakukan
sesuatu atau tugas sesuai dengan apa yang telah diamanahkan
atau menjadi tanggung jawab orang tersebut yang bisa di
terapkan dalam diri sendiri dan orang lain yang berwujud ke alam,
budaya dan sosial
3. Kearifan Lokal
a. Pengertian kearifan lokal
Kearifan lokal menurut Wibowo dan Gunawan (2015) dalam
Ayatrohaedi (1986), merupakan identitas budaya yang berpengaruh
dalam bangsa guna membentuk ataupun juga membentuk
kebudayaan sendiri agar dapat disaring dan dikaitkan denganbudaya
asing sehingga tercipta perilaku dan kemampuan diri. Karena
25
sejatinya kearifan lokal bersatu dengan masyarakat sekitarnya
sehingga selalu dilakukan secara efektif agar tetap terjaga.
Rahyono (2009) mengemukakan bahwa kearifan lokal ciri
khas yang dimiliki oleh suku tertentu yang didapatkan melalui
pembelajaran di suku tersebut lalu di kaitkan dengan lingkungan
sehari-harinya.
Suhartini (2009) mengartikan bahwa kearifan lokal salah satu
warisan terdahulu yang dititipkan oleh orangtua dahulu yang
berhubungan dengan tata krama kehidupan saat ini dan tata krama
tersebut menyatu dalam nilai karakter religi, etnis, budaya serta adat
istiadat yang memberikan pengaruh baik.
Menurut Moendardjito dalam Ayatrohaedi (1986) kearifan
lokal tersebut bisa digali dan menjadi dasar dalam mendidik karakter.
Itu karena kearifan lokal tersebut memilki sebagai berikut:
1) Bisa tetap berdiri dan tahan dengan banyak budaya asing dari
luar.
2) Mampu menggabungkan seluruh dasar budaya dengan budaya
asing yang berasal dari luar.
3) Memiliki keberanian dalam mengaitkan nilai budaya asinng
kedalam budaya Indonesia.
4) Memiliki keberanian dalam berkhendak dan
5) Dapat dipercaya untukl menunjukkan arah dalam
mengembangkan budaya Indonesia.
26
Widiyanto (t.t) bependapat dengan mengetahui lebih dalam
kearifan lokal yang digunakan sebagai dasar pendidikan yang akan
diintegrasikan dalam pelajaran muatan lokal agar memiliki makna
yang baru untuk dipahami peserta didik sehingga lebih di hayati
karena sesungguhnya hal tersebut tidak dapat di jauhkan dari
budaya mereka.
Datangnya era gobalisasi ternyata beriringan dengan budaya
global, sikap hedonis dan kapitalis seharusnya lebih diminimalisir
mulai saat ini karena jika tidak diperhatikan akan lebih menggeser
budaya yang asli seperti budaya (Bugis).
b. Kearifan Lokal Manusia Bugis (Pappaseng)
Menurut Kemendiknas (2010) ada 18 nilai karakter yang
merujuk pada nilai-nilai kearifan lokal setiap daerah khususnya
masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan Kabupaten Wajo. Ada
beberapa nilai karakter di temukan pada saat observasi yang
berwujud pada kearifan lokal Bugis Wajo yang terkikis zaman karena
adanya sikap pembiaran. Nilai-nilai tersebut diantaranya :
1. Patuh kepada Tuhan YME (ma patoh ri Dewata’e) berarti sikap
patuh terhadap ajaran agama misal salat, toleransi, hidup yang
rukun dengan orang lain.
2. Jujur (ma Lempu) berarti bisa dipercaya baik itu dalam perilaku,
tindakan dan juga dari pekerjaan..
27
3. Tanggungjawab (Soppo:renge) artinya dapat melaksanakan
tugas untuk diri sendiri, lingkungan dan juga msyarakat sekitar.
4. Disiplin (ma patoh) berarti tertib, patuh atau rajin pada peraturan
5. Bekerja keras (ma reso’ temangingi) berarti sungguh-sungguh
menyelesaikan tugas dengan baik dan mengatasi hambatan
belajar.
Seharusnya nilai-nilai tersebut yang mampu menjadikan
peserta didik tidak meninggalkan budayanya sejak dini. Namun tidak
menutup kemungkinan nilai karakter akan bertambah setelah
dilakukan penelitian. Secara umum kearifan lokal di artikan sebagai
adat istiadat setempat atau di daerah tersebut yang menjadi ciri
tersendiri yang muncul dari peninggalan nenek moyang. Istilah
dalam local genius ucapkan pertama oleh Quatritch Wales yang
mengatakan bahwa the sum of the cultural characteristics which the
vast mayority of a people have in common as a result of their
experiences in early life Poespowardojo (1986).
Wales memperlihatkan arti dari kecerdasan setempat atau
kecerdasan masyarakat setempat yang memperlihatkan ke dalam
budaya yang menjadi kekayaan bersama dan dimiliki oleh semua
dalam satu daerah yang ditunjukkan pada masyarakat karena
berdasarkan dari pengalaman yang telah dia lewati sebelumnya.
Ketika didefinisikan kearifan lokal setempat atau setiap daerah
memiliki nilai-nilai yang sarat akan makna seperti kebijaksanaan,
28
betutur dan bersikap baik, lemah lembut yang akan di ikuti oleh
masyarakat di daerah tersebut.
Terkikisnya nilai berbasis kearifan lokal (local genius) dapat
mengandung banyak arti salah satunya menghilangnya kepribadian
dalam masyarakat tersebut. Sehingga menjadi pelajaran adalah
usaha dalam mengembangkan, membina nilai budaya karakter
tersebut yang berguna dalam masyarakat sekitarnya seperti gaya
berpikir, rentetan atau perilaku hidup, pendapat dan penerapannya
di masyarakat Ayatrohaedi (1986). Di Makassar khususnya Sulawesi
Selatan, kearifan lokalnya tercantum dalam beberapa pertunjukan
seni drama ataupun dalam sebuah tulisan. Selanjutnya tulisan
tersebut yang dituangkan dalam lontara’. Dalam buku tersebut nilai-
nilai kearifan lokal begitu kental dengan banyaknya kebudayaannya
yang tersimpan.
Adapun makna yang ada dalam buku tersebut perlu adanya
perkenalan ulang terkhusus pada masyarkat Bugis yang ada di
Makassar. Sebagai generasi penerus dengan cara setiap anak muda
dikenalkan kembali melalui berbagai proses seperti di
internalisaiskan sehingga para orang tua berkewajiban mewariskan
kearifan lokal dengan cara di didik secara dini. Sesuai yang
dikemukakan Iswary (2012) bahwa berbagai pesan yang berasal dari
kearifan lokal yang sangat kaya dengan dalam naungan pendidikan
lebih khususnya pada karakter.
29
C. Kerangka Pikir
Pendidikan karakter dewasa ini selalu di dengung-dengungkan
pemerintah perihal kurangnya moral yang baik pada peserta didik zaman
sekarang dikarenakan munculnya sikap hedonisme dan pengaruh global
yang merenggut masa muda mereka contohnya saja penggunaan sosial
media sehingga melupakan lingkungan bermain bahkan berimbas pada
pendidikan dan karakter parahnya sampai melupakan budaya mereka
terkhusunya masyarakat di pedesaan suku tertentu (bugis).
Oleh karena hal mendasar tersebut sangat penting untuk
mengingatkan dan mengarahkan mereka untuk memperbaiki karakter atau
watak mereka tanpa melupakan kearifan lokal budaya mereka yang hampir
punah tergeser zaman. Pendidikan karakter sesuai dengan Kemendiknas
(2010), ada 18 nilai-nilai terdahulu yang dijadikan benteng dalam
mewujudkan karakter ciri khas bangsa yang masing-masing dimiliki oleh
setiap suku daerah di Indonesia ini.
Kendati demikian dalam setiap suku terkhusus Bugis karakter yang
mulai terkikis dalam lingkup SDN 283 Lautang contohnya seperti Patuh
kepada Tuhan YME (ma patoh ri Dewata’e), Jujur (ma Lempu),
Tanggungjawab (Soppo:renge), Disiplin (ma patoh), bekerja keras (ma
reso’ temangingi). Meskipun ada beberapa hal yang bisa menghambat
diantaranya lingkungan keluaraga murid, lingkungan masyarakat dan era
globalisasi seperti bermain gadget tetapi selalu ada faktor yang bisa
mendukung hal tersebut sehingga berjalan sesuai dengan harapan seperti
30
dukungan dari guru, lingkungan sekolah dan dilakukan setiap saat seperti
metode pembiasaan.
Sehingga apa yang diharapkan bukan hanya dari seorang guru tetapi
terkhusus orangtua peserta didik bisa merubah karakter yang hampir hilang
terkhusus pada suku Bugis di SDN 283 Lautang Kecamatan Belawa,
Kabupaten Wajo tersebut.
Berdasarkan uraian sebelumnya, bagan kerangka pikir digambarkan
sebagai berikut :
31
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir
Implementasi Kearifan Lokal Bugis di Wajo:
1. Patuh kepada Tuhan YME (ma patoh ri Dewata’e),
2. Jujur (ma Lempu),
3. Tanggungjawab (Soppo:renge),
4. Disiplin (ma patoh),
5. Bekerja keras (ma reso’ temmangingi), dan seterusnya.
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Bugis di Wajo
Faktor yang menghambat
diantaranya latar belakang peserta
didik, aturan, fasilitas,
lingkungan masyarakat dan era globalisasi
Nilai Karakter berbasis Kearifan Lokal pada Suku Bugis di SDN 283 Lautang Kecamatan
Belawa, Kabupaten Wajo.
Faktor pendukung dukungan dari
guru, lingkungan sekolah dan
dilakukan setiap saat seperti
metode pembiasaan.
32
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Sesuai dengan masalah yang ada dalam penelitian ini lebih
menekankan pada proses atau penerapan, maka dari itu jenis penelitian
yang paling sesuai yakni deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Jenis
penelitian tersebut dapat merangkul berbagai informasi berupa data
kualitatif sesuai dengan deskripsi yang berbeda dari hanya menuliskan
jumlah atau hasil berupa angka-angka. Cara yang digunakan dalam
penelitian ini adalah studi kasus (case study) yang berarti peneliti mencari
dengan cermat baik itu berupa peristiwa, aktifitas, proses, kasus yang
dibatasi oleh waktu sehingga menggunakan berbagai prosedur sesuai
dengan waktu yang ditulis sebelumnya.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN 283 Lautang Kecamatan Belawa
Kabupaten Wajo dengan pertimbangan bahwa sekolah tersebut satu-
satunya yang memiliki peserta didik terbanyak di Kecamatan Belawa dan
secara otomatis memiliki banyak murid karakter yang berbeda-beda serta
lingkungan mumpuni bisa dijadikan acuan perubahan untuk lebih baik tetapi
tidak melupakan budaya yang ada. Waktu penelitian dilaksanakan pada
bulan September 2019.
32
33
C. Unit Analisis dan Penentuan Informan
Unit analisis dalam penelitian ini adalah seluruh pihak yang terlibat
dalam sekolah seperti Guru Kelas 6 orang, Kepala Sekolah, Guru Agama
dan Peserta didik sesuai kebutuhan peneliti, Penjaga Kantin SDN 283
Lautang dan Orang Tua Peserta didik. Adapun subjek dipilih setelah
melakukan observasi dan wawancara sebelumnya dengan pihak terkait di
sekolah.
D. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan penelitian kualitatif dan informan. Maka teknik dalam
mengumpulkan data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Observasi Langsung
Observasi di lakukan di SDN 283 Lautang dan obsevasi yang
dilakukan dengan melihat kegiatan dan keseharian yang dilakukan
peserta didik sehari-hari serta perilaku yang ditunjukkan peserta didik
baik itu dalam proses belajar maupun dalam luar kelas sehingga
ditemukan beberapa nilai karakter yang terkikis untuk sementara.
2. Wawancara
Wawancara yang dilakukan di SDN 283 Lautang dengan
mengajukan pertanyaan pada guru tentang sikap peserta didik dan
kebijakan yang ada di sekolah tentang pendidikan karakter dan
wawancara kepada peserta didik tentang guru dan sikap teman
sebayanya melalui berbagai pendekatan untuk mencari apa yang
peneliti ingin dapatkan tanpa terlepas dari berbagai teknik wawancara
34
mendalam untuk menggali semua informasi lebih banyak tentang
sekolah tersebut.
3. Dokumen
Dokumen yang dimaksudkan dalam sekolah berupa kebijakan yang
di atur sekolah, data-data profil sekolah, data guru, data peserta didik
atau data hasil deskripsi laporan hasil belajar peserta didik.
E. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data temuan cara pertama yang dilakukan
peneliti adalah dengan teknik analisis interaktif, yaitu ada tiga komponen
analisis: data reduction (reduksi data), data display (penyajian data) dan
conclusion drawing (penarikan kesimpulan/verifikasi). Terkadang ketika
data telah sampai pada tahap verifikasi tidak menutup kemungkinan akan
kembali pada tahap awal yakni mereduksi data sehingga proses triangulasi
selalu masuk atau tepat dalam proses penelitian kualitatif. Berikut
gambaran model analisis interaktif sebagai berikut :
Gambar 3.1 Flow Chart Model Analisis Interaktif (Sutopo,
2002:96)
35
1. Reduksi Data
Direduksi artinya merangkum atau memilah dan memilih semua
yang dianggap utama sehingga fokus dengan hal yang penting dan
mencari intinya serta menghilangkan yang tidak digunakan. Sehingga
seluruh data yang akan direduksi lebih jelas dan diperjelas
gambarannya lebih memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data
yang akan dicari jika diperlukan nantinya.
2. Penyajian Data
Dalam penelitian kualitatif, menyajikan data kualitatif bisa dengan
membuat uraian singkat, gambar yang berhubungan antar setiap
kategori, flowchart, dan lainnya. Penyajian tersebut dapat
mempermudah dalam memberikan pemamahaman tentang apa yang
sebenarnya terjadi. Sehingga langkah selanjutnya lebih terencana
sesuai dengan apa yang telah dipahami sebelumnya.
3. Menyimpulkan Data
Pada saat memulai menyimpulkan data awal yang masih sementara
namun akan dirubah ketika tidak ditemukan bukti yang mendukung
untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya. Namun apabila hasil yang di
dapatkan pada tahap awal terdukung dengan berbagai hasil yang jelas
dan bukti yang tetap, konsisten tidak berubah-ubah ketika peneliti
kembali ke tempat tersebut saat pengumpulan data maka saat menarik
kesimpulan dapat dikatakan menyimpulkan secara rinci atau kredibel.
36
F. Pengecekan Keabsahan Temuan
Dalam pengembangan data untuk di validasi yang di kumpulkan
terlebih dahulu dalam proses meneliti, pada jenis peneitian kualitatif Teknik
yang biasa digunakan adalah triangulasi. Sutopo (2002) mengemukakan
ada empat macam triangulasi data namun dalam penelitian ini hanya
menggunkan dua yang di anggap paling sesuai yakni:
1. Triangulasi sumber berarti data yang sama dikumpulkan dari
beberapa sumber yang tidak sama atau berbeda, contohnya pada
saat mengadakan lomba di cari informasi sesuai dengan arsip atau
kejadian serta yang terlibat serta datanya. dan
2. Trianggulasi metode berarti melakukan dengan mencari informasi
dari informan tetapi dengan cara yang berbeda, contohnya observasi
yang dilakukan lalu dikaitkan dengan wawancara yang dilakukan.
Tidak hanya itu hasil tersebut akan dijadikan arsip dan akan
dikembangkan jika diperlukan sewaktu-waktu namun tetap melalui
verifikasi.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Karakteristik Objek Penelitian
Berdasarkan hasil dari dokumen yang dapatkan pada peneliti pada
saat melakukan penelitian, maka hasil data yang diperoleh dapat
dipaparkan sebagai berikut:
1. Deskripsi Sekolah
Letak dan posisi sekolah yang lumayan jauh pusat kecamatan
sehingga jauh untuk di jangkau terlebih jalanannya yang berbatu dan ketika
musim hujan sangat licin serta rawan banjir. Menjadikan sekolah tersebut
hanya di isi oleh penduduk setempat. Sehingga membuat pesert didik
merasa memiliki dan ada merasa berkuasa. Hubungan sosial antar pihak
sekolah dan masyarakat terjalin dengan begitu baik terkhusus dengan
orang tua peserta didik yang menjadikan mereka merasa bebas melakukan
apa saja karena tidak diikat dengan berbagai aturan yang ada dalam
sekolah. Meskipun dengan posisi SDN 283 Lautang yang lumayan jauh dari
jangkauan tidak membuat sekolah menjadi terlupakan buktinya terkenal
dengan bisa meraih berbagai prestasi sampai tingkat provinsi.
37
38
Data Sekolah Dasar Negert 283 Lautang
Nama Sekolah : SDN 283 Lautang
Alamat : Jl. Lautang Desa Lautang Kec. Belawa
Kab. Wajo Sulawesi Selatan
Npsn : 40303104
Akreditasi : Nomor: 106/SK/BAP-SM/X/2015\
(Terak. B)
Luas : 2124 m2
Akte Pendirian : No. 36, 12-1-1988
2. Sejarah Berdirinya SDN 283 Lautang
Perkembangan dunia pendidikan saat ini membuat para pelaku
mendidikan berupaya untuk meningkatkan sekolah menjadi lebih baik lagi.
Sama halnya dengan SDN 283 Lautanga yang selalu berupaya untuk
mengembangkan peserta didiknya untuk meraih prestasi yang lebih
gemilang lagi.
Awal mula terbentuk SDN tersebut dengan nama SDN 286 yang
terbentuk pada tahun 1979 dengan kepala sekolah pertama Andi Paliweng
dan pada tahun 2002 berganti nama menjadi SDN 283 Lautang dengan
nomor 320/KPTS/VI/2002 pada tanggal 11 Juni 2002. Selanjutnya pada
tahun 2004 Kepala Sekolah pertama pensiun dan di ganti oleh Ibu Ratna,
S.Pd selanjutnya berganti lagi menjadi RIdwanto dan terakhir atau saat ini
Abunawas, S.Pd. Dengan beberapa pergantian kepala sekolah tidak
menyurutkan eksistensi sekolah tersebut justru semakin meningkatkan
sekolah di kenal di kabupaten khususnya.
39
3. Visi, Misi, dan Tujuan
Dalam suatu lembaga tentu memiliki sebuah visi dan misi serta
tujuan yang ingin digapai. Berikut visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai
SDN 283 Lautang, sebagai berikut:
a. Visi
Mewujudkan sekolah yang unggul dalam prestasi ,
berwawasan IPTEK berdasarkan IMTAQ yang dijiwai oleh nilai-nilai
budaya dan karakter dalam mencerdaskan bangsa.
b. Misi
1) Menyiapkan anak agar mempunyai potensi dasar dalam bidak
IPTEK dan IMTAQ.
2) Melaksanakan pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, dan
menyenangkan.
3) Menciptakan suasana pembelajaran yang menantang, dan
menggembirakan, komunikatif tanpa takut salah yang
terwujud demokratis.
4) Tercipta lingkungan sekolah yang aman, rapi, bersih dan
nyaman.
5) Melakukan dan membina olahraga dan seni.
6) Mengupayakan pemanfaatan waktu belajar dan sumber daya
manusia untuk tumbuh dan kembang peserta didik.
7) Menanamkan kepedulian sosial dan lingkungan, semangat
dan lingkungan, semangat kebaangsaan, hidup demokratis.
40
c. Tujuan
1) Peserta didik beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa serta berakhlak mulia.
2) Mengembangkan berbagai kegiatan dalam proses belajar di
kelas berbasis pendidikan budaya dan karakter bangsa
3) Siswa memiliki dasar-dasar pengetahuan, kemampuan dan
keterampilan untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi
4) Menyelenggarakan berbagai kegiatan sosial yang menjadi
bagian dari pendidikan budaya dan karakter bangsa
5) Menjalin kerja sama Lembaga pendidikan pengembangan
sekolah.
4. Data Guru dan Karyawan
Jumlah tenaga pendidik/guru di SDN 283 Lautang, terdiri dari 8
orang sedangkan 1 orang sebagai tenaga kependidikan (operator). Semua
tenaga pendidik tidak terkecuali operator sekolah memiliki kemampuan
untuk mengajar. Dari 9 guru di sekolah hanya 4 yang berstatus PNS dan
telah sertifikasi sedangkan 5 lainnya Non PNS atau berstatus guru honorer.
Berikut nama guru beserta jabatannya di SDN 283 Lautang:
41
Tabel 4.1 Nama Guru dan Jabatan
No. Nama Guru/Staf Jabatan
1. Abunawas, S.Pd Kepala Sekolah
2. Roswati, S.Pd Guru Kelas VI
3. Arafah, S.Pd Guru Kelas V
4. Asriyani, S.Pd Guru Kelas IV/Guru Olahraga
5. Marhamah, S.Pd Guru Kelas III
6. Fatmawati, S.Pd Guru Kelas II
7. Andi Fatimah, S.Sos., S.Pd Guru Kelas I/Bendahara
8. Sudirman Said, S.Pd.I Guru Agama
9. Sulhang Najib, S.Pd Operator
Sumber Data: SDN 283 Lautang (2018)
5. Data Peserta Didik
Pada SDN 283 Lautang termasuk sekolah yang masih dalam proses
untuk lebih berkembang, karena sekolah tersebut satu-satunya di
Kecamatan Belawa yang mempunyai peserta didik terbanyak dan dari
tahun ke tahun terus berbenah dan bertambah peserta didiknya. Jumlah
pesera didik secara keseluruhan adalah 156. Adapun rinciannya yakni:
42
Tabel 4.2 Jumlah Peserta Didik
Kelas Jumlah Peserta Didik
I 31
II 17
III 31
IV 28
V 27
VI 22
Jumlah 156
Sumber Data: SDN 283 Lautang (2018)
6. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang ada di SDN 283 Lautang bisa dikatakan
tidak terlalu memadai terutama dalam membina karakter peserta didik
berbasis kearifan lokal karena sarana juga prasarana yang telah ada di
sekolah tersebut yaitu ruang kepala sekolah yang terbut dari rumah kayu,
ruang guru yang tidak tersedia seperti meja dan kursi untuk rapat juga,
ruang kelas kosong untuk pelaksanaan ekstrakulikuler seperti menari,
kantin yang berada di bawah rumah kosong yang di siapkan untuk sarana
belajar saat banjir datang, wc, 6 ruang kelas dan lapangan olahraga.
B. Paparan Dimensi Penelitian
Pada penelitian ini peneliti khususnya lebih mengutamakan
mengumpulkan data dengan teknik observasi dan wawancara di dukung
dengan dokumentasi. Observasi dilakukan untuk mengamati dan melihat
43
langsung perilaku atau karakter yang terjadi pada proses pembelajaran baik
itu perilakunya di dalam kelas dan perilakunya di luar kelas, tentang cara
pendidik menerapkan karakter yang bernilai kearifan lokal di daerah
tersebut serta kondisi peserta didik saat penerapan karakter berbasis
kearifan lokal secara tidak langsung dilakukan baik itu dilihat ketika proses
pembelajaran dan juga di lingkungan sekolah.
Wawancara tersebut teknik menyusunnya berdasar dengan
masalah. Wawancara yang dilakukan pun kepada guru-guru di sekolah
terkait penerapan dan penanaman nilai karakter berbasis kearifan lokal,
begitu kental dan terkikis zaman yang dilakukan di dalam proses belajar
kelas dan proses bermain di luar kelas. Selanjutnya wawancara di lakukan
pada peserta didik yang menerima pelajaran juga melakukan penilaian
secara tidak duga atau tidak langsung pada peserta didik tersebut tentang
karakternya yang mulai terkikis dan bisa di bina sejak dini. Meskipun ada
beberapa peneliti mengumpulkan berbagai data kondisi keadaan di
sekolah, letak sekolah, sarana prasarananya, dan hasil tentang nilai
karakter peserta didik. Setelah mendapatkan hasil observasi, melakukan
wawancara yang di dukung dokumentasi sehingga hasil data temuan di
lapangan lebih banyak daripada saat observasi, sebagai berikut :
1. Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal
(Bugis) di SDN 283 Lautang
Karakter merupakan sikap yang dimiliki setiap manusia yang
mengakar dalam diri seseorang yang berfungsi sebagai pendorong
44
bagaimana orang tersebut bertindak, berperilaku dan bersikap tentang
yang harus mereka pertanggungjawabkan. Implementasi pendidikan
karakter tidak hanya di bebankan pada satu pihak saja seperti kepala
sekolah tetapi semua pihak yang ada dalam sekolah dan diluar sekolah
seperti guru, peserta didik dan orangtua peserta didik. Bahkan nilai-nilai
yang mulai terkikis oleh zaman harus di kembalikan seperti sediakala
dengan memfilter segala sesuatu yang negatif dan positif namun tetap
mengindahkan perubahan yang terjadi di era globalisasi. Hasil temuan nilai-
nilai karakter yang mulai memudar di daerah tersebut dihubungkan dalam
sekolah yang di dapatkan melalui observasi, wawancara yang didukung
dengan dokumentasi, yaitu:
a. Patuh kepada Tuhan YME (ma Patoh ri Dewata’e)
1. Data Temuan Observasi Guru
Kegiatan observasi yang dilakukan untuk mendeskripsikan
karakter kearifan lokal (bugis) guru terhadap peserta didik di sekolah
yang dilakukan di bulan September 2019. Dari hasil penelitian dapat
disajikan penerapan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal
(bugis) yang dilakukan guru yakni;
a) Melatih mandiri peserta didik untuk berdoa sebelum dan
setelah jam pelajaran dalam menanamkan karakter religius.
Dalam memulai pembelajaran guru mengajak peserta didik
berdoa dimulai dengan membaca surah 3 QUL Al-Ikhlas, Al-Falaq,
An-Naas dilanjutkan dengan membaca doa sebelum belajar
45
kadang guru mengajak peserta didik kelas tinggi memimpin
temannya membaca beberapa ayat. Untuk mengakhiri
pembelajaran guru mengajar peserta didik membaca 3 QUL dan
doa penutup majelis
b) Kurang melatih peserta didik untuk melakukan salat duha dan
salat dhuhur.
Salat dhuha dan dhuhur yang kurang mendapat perhatian
dalam lingkungan sekolah. Contohnya saja guru jarang mengajak
peserta didik untuk salat berjamaan, itupun salat dhuhur dilakukan
tergantung jadwal masing-masing kelas bahkan biasa juga tidak
dilaksanakan.
2. Data Temuan Observasi Peserta Didik
Kegiatan observasi peserta didik berguna dalam menggali
informasi sejauh mana dalam menanamkan karakter dalam jiwa
peserta didik seperti yang di ajarkan oleh guru-guru yang dilakukan
juga pada awal oktober atau minggu kedua. Dari hasil penelitian
disajikan jika menerapkan pendidikan karakter berbasis kearifan
lokal (bugis) yang dipahami, melekat dan dilakukan peserta didik
yakni;
a) Berdoa saat memulai dan mengakhiri pelajaran
Berdoa rutin dilakukan saat memulai dan mengakhiri proses
pembelajaran. Ada beberapa kelas yang peka saat bel masuk
karena mengaji mandiri tanpa guru dan ada juga beberapa kelas
46
yang saat tidak ada guru yang mendampingi tidak mulai membaca
doa sebelum memulai pelajaran.
b) Pelaksanaan salat dhuha dan dhuhur
Tidak adanya pelaksanaan salat dhuha dalam melatih
pembiasaan peserta didik. Pelaksanaan salat dhuhur yang hanya
dilakukan sekali setiap hari dan mengikuti hanya pada saat
pelajaran agama itupun bergantian setiap kelas menjadikan kurang
efektif dalam meningkatkan nilai religius peserta didik. Pada saat
dilaksanakan salat dhuhur hanya guru agama yang ikut terlibat dan
banyaknya peserta didik yang bermain-main ketika berlangsungnya
salat.
3. Temuan Hasil Wawancara
Sikap religius peserta didik bisa terbentuk berdasarkan
kebiasaan yang di alirkan melalui keluarga dan di kembangkan oleh
pendidik di sekolah. Sesuai dengan hasil wawancara yang di lakukan
oleh peneliti sebagai berikut;
Salah satu Guru di sekolah tersebut dalam hal ini SS
berpendapat bahwa :
“…dominan sikap peserta didik di setiap kelas rata-rata sama susah di atur dan tidak ingin mendengar. Terlebih saat pelaksanaan salat dhuhur banyak main dan bercerita sesama teman. Ada beberapa peserta didik di kelas tinggi yang membuat ampun untuk di beritahu. Merekapun terlihat malas juga menerima pelajaran”.
47
Seperti yang di kemukakan AP salah satu peserta didik kelas
VI saat di tanya tentang beberapa karakter teman sebayanya di kelas
bahwa :
“…iya, tidak pernah dilaksanakan salat duha dan salat dhuhur hanya pada saat belajar agama salah satu alasannya karena tempat salat tidak cukup.
Berdasarkan wawancara tersebut yang diperkuat dengan
simpulan hasil data observasi yang ditemukan peneliti, sebagai
berikut:
Pada bulan April sampai dengan penelitian, mengamati
bahwa peserta didik saat memulai pembelajaran seharusnya di awali
dengan berdoa begitupun saat mengakhiri pembelajaran namun
kenyataannya di dalam kelas ada beberapa peserta didik yang tidak
ikut mengaji bersama meskipun ada guru, begitupun saat jam
pelajaran selesai peserta didik seperti terburu-buru baca doa karena
ingin cepat pulang.
b. Jujur (ma Lempu’)
Kejujuran pesera didik bisa dibentuk berdasarkan lingkungan
keluarga dan selanjutnya dibimbing pihak sekolah. Beberapa data
hasil observasi dan wawancara yaitu:
1. Data Temuan Observasi Guru
a) Mengajarkan peseta didik bertutur sesuai dengan kenyataan.
Pada saat pembelajaran di kelas guru selalu menekankan
agar berucap sesuai dengan kenyataan dan pada saat melakukan
48
apersepsi dan tidak melupakan untuk menyisipkan pesan moral yang
berisi jika ada yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah harus
berkata jujur dan tidak boleh asal menuduh orang sembarangan
karena itu dosa.
b) Mengajarkan mengerjakan soal-soal secara jujur
Guru mengajarkan untuk mengerjakan soal secara jujur
dimulai dari hal yang paling sederhana yaitu memberikan motivasi
pada peserta didik untuk mengerjakan tugas semampunya, jika ada
kesulitan bisa bertanya pada guru atau pada teman yang mengerti.
Selain itu peserta didik diberitahu bahwa mengerjakan sendiri
hasilnya pasti lebih baik.
2. Data Temuan Observasi Peserta Didik
a) Tidak berkata sesuai kenyataan
Guru selalu melatih peserta didik untuk berkata yang
sejujurnya saat melanggar di dalam kelas misalnya bermain
kelereng. Namun kenyataannya saat peserta didik di tanya siapa
yang bermain kelereng mereka hanya saling menunjuk sesama
temannya.
b) Tidak mengerjakan soal-soal hasil pekerjaan sendiri
Ada dominan peserta didik yang tidak jujur dalam
mengerjakan hasil pekerjaannya karena menyontek pada teman
sebayanya yang lebih mampu.
49
3. Temuan Hasil Wawancara
Dari hasil wawancara berbagai informan dalam sekolah
tentang kejujuran peserta didik terutama dalam belajar mengajar
ataupun di luar jam pelajaran adalah sebagai berikut:
Terkait dengan pendapat tentang karakter kejujuran peserta
didik, penjaga kantin dalam hal ini HM berpendapat bahwa :
“…anana akkoe narekko jokka mabalanca maega dui na bawa engka to anana parellu ijampangi ero makurangnge kasi’ tomatoanna. Tapi rata-rata makessing maneng anana narekko ma dui I makurang makalasi”.
…”ada beberapa peserta didik di sekolah ini ketika ke kantin dan belanja membawa uang lebih dan ada juga yang membawa uang sedikit bagi yang orangtuanya kurang mampu. Namun rata-rata peserta didik yang membawa uang lebih hampir tidak ada yang curang atau mencuri”. Senada dengan hal tersebut peserta didik kelas VI AP
mengungkapkan beberapa karakter temannya bahwa:
…”ada juga uang teman yang pernah hilang dan kami mengetahui siapa yang mengambil cuma guru pesan untuk diam saja dan banyak teman yang malas kerja tugas beberapa teman suka menyontek.” Sependapat dengan hal tersebut peserta didik kelas IV dalam
hal ini DW menuturkan:
”…Akko ujiangki si kumpulu maneng sibawa gengna apana de ipasserang mejang nge, nita mokki guru tapi de nampareng laddeki, terri narekko yappisengeng ma bawa hape nasaba ma tiktok mi sibawa ma like,”. …" Saat ujian pun mereka berkumpul bersama gengnya karena meja tidak dipisahkan dan guru pun tidak terlalu keras dalam memberi teguran, saat ingin di laporkan pada guru karena membawa handphone yang digunakan untuk bermain tiktok dan like”.
50
Senada dengan temannya RN peserta didik kelas VI juga
mengatakan :
“…banyak teman sebayanya yang membawa handphone baik itu laki-laki ataupun perempuan. Rata-rata mereka hanya bermain game online namun menurut penuturannya sendiri ia tidak pernah membawa karena menuruti perintah guru.
Menurut penuturan Guru dalam hal ini RW bahwa:
“…Maega ladde anana akko yaleng tugas maccule-culemi, narekko meloni ikumpulu sibu’ manenni matturu. Biasa iya ugaretta makkada akko detajama tugasta dega nilaita”. …”banyak sekali peserta didik apabila diberikan tugas hanya bermain-main, ketika tugas waktunya di kumpulkan baru mereka sibuk mencari jawaban ke temannya.Terkadang sebagai guru saya ancam jika mengerjakan tugas tidak ada nilai”. Beberapa hasil wawancara yang dikemukakan beberapa
informan dan observasi yang telah dilakukan sebelumnya
memperkuat argumentasi peneliti bahwa:
Rata-rata dari peserta didik ternyata masih ada yang kurang
bersikap jujur dalam kondisi yang rumit misalnya saat ujian masih
ada yang menyontek, masih sering membawa alat komunikasi
secara diam-diam membuktikan bahwa peserta didik harusnya
mendapatkan gemblengan lebih keras untuk membentuk karakter
mereka untuk lebih jujur agar tetap mempertahankan kearifan lokal
yang dikenal pantang untuk tidak bersikap jujur.
c. Disiplin (ma Patoh)
Sikap disiplin paling di dambakan semua sekolah manapun
itu. Sikap disiplin menunjukkan keteraturan pihak sekolah dalam
51
membentuk karakter peserta didik menjadi lebih patuh di
lingkungannya. Adapun hasil observasi dan wawancara sebagai
berikut:
1. Temuan Data Observasi Guru
a) Keterlambatan datang ke sekolah
Guru kurang memberikan contoh untuk terbiasa tiba di
sekolah lebih cepat sebelum bel tanda masuk belajar bergema.
Guru datang saat bel masuk terkadang ada juga yang datang
setelah satu jam pelajaran terlewatkan yang berakibat kelas
kosong.
b) Memberi teladan memakai seragam sesuai ketentuan
Guru selalu berusaha memberikan contoh cara berpakaian
yang rapi, bersih dan tidak kusut yang digunakan sesuai aturannya.
Terlihat pakaian seragam yang rapi, jilbab yang digunakan tidak
bergambar aneh serta disesuaikan dengan baju, kemudian guru
memakai sepatu pantofel.
2. Temuan Data Observasi Peserta Didik
a) Terlambat datang ke sekolah
Peserta didik di SDN 283 Lautang tergolong sekolah yang
memiliki peserta didik terbanyak namun terkait masalah
kedisiplinan salah satu yang terparah menurut peneliti. Beberapa
peserta didik terlambat datang ke sekolah, di antar orangtua masuk
52
kelas dan tidak ada efek jera atau ganjaran hukuman dari pihak
sekolah.
b) Kurang disiplin dalam seragam
Hampir rata-rata dominan peserta didik setiap harinya tidak
patuh terhadap kepatuhan seragam yang ditetapkan kecuali pada
saat hari senin yang mulai berkurang. Ada peserta didik memakai
batik di hari selasa, ada yang memakai baju olahraga pada hari
jumat.
3. Temuan Hasil Wawancara
Dari hasil wawancara informan tentang disiplin muncul
beragam pendapat sebagai berikut:
Menurut penuturan AW bahwa:
“…ero guru akkoe tergantung keadaan biasa engka terlamba’ engka mato tepat waktu, masussa akko melo engka ceklok akkoe apa biasa denamakanja jaringan’e.” …”rata-rata guru di sekolah ini menyesuaikan jadwal mereka terkadang ada terambat terkadang cepat, sebab di sekolah ini pernah ada perencaan pemerintah untuk ceklok kami kurang setuju bukan karena ingin terlambat tetapi jaringan di kampung ini susah” Hal tersebut di benarkan oleh Guru kelas dalam hal ini AF
bahwa:
“…narekko engka terlambat saling pahang bawammi, idi na pada sisulle mapaaguru lettu engka guru kelasna”. …”ketika beberapa guru lambat datang ke sekolah kami saling mengerti satu sama lain, kami yang mengisi kelas mereka untuk sementara”.
53
Senada dengan hal tersebut saat peneliti bertanya pada
beberapa peserta didik tentang mengapa mereka sering terlambat
dan menggunakan seragam yang berbeda dari peserta didik yang
lain, dengan hasil sebagai berikut :
“…terlambaka moto iya bu”.
…”saya terlambat bangun bu”.
Ada juga yang berpendapat bahwa:
“…isessa iya wajukku bu”.
…”baju saya di cuci mamaku”.
Berdasarkan data wawancara tersebut peneliti berpendapat bahwa
keterlambatan datang ke sekolah baik itu guru atupun peserta didik karena
tidak mengikatnya aturan yang ada di sekolah sama halnya dengan kurang
disiplinnya peserta didik dalam menggunakan seragam karena tidak
adanya penerapan efek jera dalam melanggar aturan yang seharusnya
dipatuhi, makanya mereka seenaknya saja.
d. Kerja keras (ma Reso’Temangingi)
Pihak sekolah dengan berbagai upaya melatih karakter
peserta didik agar mampu bekerja keras baik itu di lingkungan
ataupun dalam proses belajar mengajar. Seperti yang data observasi
dan wawancara yang ditemukan peneliti, sebagai berikut:
54
1. Temuan Data Observasi Guru
a) Selalu membiasakan jiwa kerja keras dan kuat guru pada
peserta didik ketika mengerjakan soal-soal latihan atau saat
mencatat
Guru memberikan motivasi ataupun dorongan pada peserta
didik untuk tetap semangat dalam mengerjakan tugas bagi yang
belum bisa diselesaikan untuk tetap semangat atau saat
ketinggalan catatan serta bersikap mendiri saat ujian dan
mengajarkan jangan berkecil hati saat mendapat nilai rendah.
b) Menanamkan sikap kerjasama antar peserta didik
Guru selalu mengingatkan peserta didik untuk bekerja sama
dan kerja keras misalnya membersihkan lingkungan sekolah di luar
dan di dalam pekarangan sekolah.
2. Temuan Data Observasi Peserta Didik
a) Kurang memiliki sikap kerja keras dan percaya diri yang baik
Peserta didik selalu merasa malas mengerjakan tugas jika
sudah tidak mampu mengerjakannya, mereka merasa kalah
sebelum bertanding dan cepat menyerah dan memang sebagian
peserta didik yang merasa tidak mampu dikucilkan sehingga
merasa tidak mampu dengan dirinya sendiri jadi tidak percaya diri
juga dengan kemampuannya.
55
b) Melatih untuk bekerja sama
Ada sebagian peserta didik yang sadar dan lebih peka untuk
bergotong royong baik di luar sekolah maupun di lingkungan
sekolah. Namun memang hanya sebagian kecil laki-laki yang ikut,
ada yang bergabung tetapi hanya menganggu temannya terkecuali
saat guru menegur.
3. Temuan Hasil Wawancara
Berdasarkan temuan data wawancara tentang kerja keras
baik itu guru dan peserta didik sebagai berikut:
AR selaku guru kelas menilai bahwa guru di sekolah telah
menjalankan tugasnya dengan bagus dan baik, dengan penuturan:
“…akko tamaki kelas e tuli iperingerrangi anana makkada aja mu mitau salah narekko yalekko tugas dega tau maceriko”. …”setiap guru masuk di kelas manapun itu selalu mengingatkan peserta didik agar jangan takut salah ketika mengerjakan sesuatu misalnya tugas karena kami tidak akan memarahi”. Senada dengan hal tersebut AF selaku Guru kelas
berpendapat bahwa:
“…mappamula kelas siddi ananae ipagguru memenni aja na mitau akko yolona tau ega e”. …”mulai sejak dini peserta didik di ajarkan untuk percaya diri minimal berdiri memimpin temannya berdoa atau menyanyi”. Lain hal yang di ungkapkan oleh AW bahwa:
“…iya biasa makereng-kereng mitai anana e sirennu-rennuang ako isuroi mapaccing kelas atau sikolae, purani ipodang. Gurunna pa naita na jokka maneng”.
56
…”saya terkadang jengkel karena saling mengharapkan ketika diminta membersihkan ruang kelas dan pekarangan sekolah, meskipun telah diberitahu namun mereka baru akan ikut ketika gurunya duluan membersihkan”. Selanjutnyaa saat peneliti bertanya kepada peserta didik di
kelas tinggi tentang kerja keras, percaya diri, dan kerja samanya,
berikut simpulan wawancaranya:
“…masiriki idi bu’ akko isuroki menre, nacawaiki sibawatta akko salah i”. …”saya malu ketika di suruh tampil di depan teman-teman pasti diketawai ketika salah”. Hasil wawancara selanjutnya: “…aii mega sibawatta makalasi bu’ jadi detto idi ijamai”. …”banyak teman kami yang curang jadi saya tidak ikut juga bekerja.”
Beberapa hasil wawancara tersebut peneliti berargumen sebenarnya
guru telah berusaha menjadi pendidik yang baik dengan mengajarkan
sedini mungkin untuk tidak menyerah dan berani tampil di depan teman-
temannya. Peserta didik juga akan mencontoh ketika guru yang lebih dulu
melakukan dibandingkan hanya menyuruh saja tanpa melakukan apa-apa.
e. Tanggung Jawab (Soppo:renge)
Setiap manusia yang hidup di bumi memiliki tanggung jawab.
Sama halnya guru di beri amanah untuk membimbing dan peserta
didik di tuntut untuk menerima ilmu untuk di pertanggungjawabkan
juga nantinya. Adapun data observasi juga wawancara yang di
dapatkan sebagai berikut:
57
1. Temuan Observasi Guru
a) Mengajarkan mengakui kesalahan
Guru mengingatkan peserta didik apabila melakukan
kesalahan mesti meminta maaf dan memberi motivasi disertai
teguran langsung ketika ada peserta didik yang berdebat atau
bertengkar. Hal tersebut terlihat saat salah satu peserta didik
melakukan kesalahan dan diminta untuk mengakui kesalahannya
dan minta maaf pada temannya.
b) Mengajarkan untuk bersikap amanah
Guru selalu mengingatkan peserta didik untuk melakukan
tugas sesuai dengan apa yang diberikan misalnya saat jadwal
membersihkan. Peserta didik harus selalu di ingatkan oleh guru
untuk membersihkan ruang kelas dan pekarangan kelas.
c) Mengajarkan untuk bersikap sopan
Sopan adalah hal yang berikatan erat dengan etika. Hal
tersebut untuk menuntut guru dalam mengajarkan peserta didik
serta selalu memberi sumbangsih motivasi agar tidak seenaknya
pada orang lain, menghormati siapapun tidak hanya guru selalu
lemah lembut dalam bertutur. Ketika ada peserta didik yang tidak
sopan tugas guru segara menegur dan menasehati.
2. Temuan Observasi Peserta Didik
a) Belajar membiasakan diri mengakui kesalahan
58
Ada beberapa peserta didik dalam setiap kelas maupun
berbeda kelas saat bertengkar masing-masing merasa benar dan
tidak bersalah sehingga tidak mau meminta maaf dan mengakui
kesalahan dan mementingkan ego masing-masing misalnya saat
mengejek teman sebaya dan membuatnya menangis.
b) Peserta didik kurang dalam penerapan amanah
Amanah yang diberikan berarti tanggung jawab yang harus di
lakukan oleh peserta didik yang di latih secara tidak langsung oleh
guru namun beberapa peserta didik malas dan kurang peka ketika
giliran membersihkan kelas hanya acuh tak acuh. Meskipun guru
menyuruh namun banyak yang melakukannya setengah-setengah.
c) Peserta didik kurang berperilaku sopan
Perilaku kesopanan kurang dimiliki oleh beberapa peserta
didik dalam beberapa kelas baik itu di kelas rendah ataupun kelas
tinggi. Meskipun hanya beberapa guru yang di takuti ketika di tegur
hanya berhenti sebentar lalu melanjutkan yang mengganggu
ketertiban kelas, misalnya duduk di meja, berbicara dengan nada
tinggi, saling memukul dengan teman sebayanya.
3. Temuan Hasil Wawancara
Dari hasil data guru dan peserta didik yang di temukan melalui
observasi dan wawancara sebagai berikut:
Senada dengan hasil observasi tersebut Guru dalam hal ini
RW mengungkapkan, bahwa :
59
“…anana akkoe sikolae dewedding yaeleng ati apana na cobi- cobi mi, dega naseng tau. Yampareng siseng cinampe napiagausi. Akko isuroi majama-jama sikola maega moi culena”.
…”peserta didik di sekolah ini tidak bisa di kasi hati karena akan minta jantung dan seenaknya atau tidak menghargai kita. Ketika di tegur sekali sebentar dilakukan lagi. Jika di beri tanggung jawab untuk membersihkan sekolah atau lingkungan sekolah lebih banyak main daripada mengerjakannya”. Adapula salah perserta didik dari kelas IV dan kelas VI yang
mengemukakan bahwa:
“…jika saya diamanahkan untuk jaga teman ketika guru keluar saya selalu melarang taman untuk main-main di kelas hanya saja teman tidak mendengar dan keras kepala”.
“…mega sibatta macca tapi maccule-cule akko kelas e narekko messu I icatat asenna barena de nessu kelas’e,
…”banyak teman di kelas yang pintar hanya saja selalu main-main di dalam kelas ketika ingin keluar kelas dengan alasan tidak jelas namanya akan di catat dan dilaporkan ke guru hanya saja ada yang tidak mendengar”. Senada dengan wawancara tersebut peneliti yang masuk ke
beberapa kelas yang peserta didiknya bertengkar menemukan
bahwa:
Peserta didik yang saat itu bermasalah dengan teman
sebayanya karena masalah sepele saat di tanya penyebab
utamanya mereka justru menyalahkan satu sama lain dan tidak ada
yang mau kalah dan merasa tidak bersalah saat di suruh saling
memafkan pun tidak ada yang mau memulai. Hal itu membuktikan
60
bahwa ego peserta didik tinggi dan harus sejak dini di ajarkan untuk
meminta maaf dan memaafkan juga mengakui kesalahannya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut peneliti menilai bahwa
guru menegur peserta didik namun menganggap bahwa tergurannya di
acuhkan sehingga tidak menegur lagi yang artinya tanggung jawab sebagai
seorang guru harus lebih di tingkatkan sampai peserta didik sadar akan hal
tersebut karena dari beberapa ungkapan peserta didik yang di beri
tanggung jawab untuk menjaga temannya berusaha dilakukan dengan baik
namun ujung tombaknya kembali pada pendidik.
f. Cinta Tanah Air (ma Poji ri Wanuatta)
Setiap manusia terkhusus peserta didik dalam negara
khususnya Indonesia memiliki kewajiban untuk menjaga Negara
tercinta dari berbagai pengaruh negatif dunia luar yang bisa di mulai
dari hal-hal kecil seoerti mengamalkan UUD 1945, Pancasila dengan
baik dalam pelaksanaan upacara hari Senin. Adapun data observasi
juga wawancara yang di dapatkan sebagai berikut:
1. Temuan Observasi Guru
a) Kurang terlihat melatih peserta didik sebelum upacara hari
senin
Guru kurang melatih peserta didik pada hari sabtu misalnya
cara menaikkan sang merah putih dengan baik, sikap dan cara
membaca UUD dengan baik, menjadi pemimpin upacara yang baik.
61
2. Temuan Observasi Peserta Didik
a) Peserta didik tidak melakukan latihan upacara
Ada beberapa peserta didik yang selalu dipercayakan untuk
menjadi pelaksana upacara namun tidak terlihat adanya latihan
pada hari sabtu sebelum upacara dilaksanakan pada hari senin.
b) Peserta didik kurang dibiasakan terlibat
Beberapa peserta didik tidak dibiasakan ikut terlibat dalam
pelaksana upacara sehingga banyak yang kurang paham dan tidak
percaya diri ketika ingin dilibatkan.
3. Temuan Hasil Wawancara
Dari hasil data guru dan peserta didik yang di temukan melalui
observasi dan wawancara sebagai berikut:
Berdasarkan hasil observasi tersebut Guru dalam hal ini RW
mengungkapkan, bahwa:
”...iya kami hanya mempercayakan beberapa peserta didik untuk menjadi pelaksana upacara bukan karena tidak percaya kepada yang lain tetapi itu yang sudah terlatih”. Sesuai dengan hal tersebut salah satu pelaksana upacara AP
selaku peserta didik kelas VI bahwa:
“…iye, hanya kami terus, contohnya saya selalu sebagai protokol terus”.
Berdasarkan pendapat tersebut peneliti menilai bahwa guru kurang
berhasil dalam melatih peserta didik untuk mencintai negaranya sendiri
terlihat dari kurang mempercayakan perserta didik lain untuk menjadi
pelaksana upacara dan yang terlibat tidak dibiasakan untuk beralih menjadi
62
misalnya pemimpin upacara, membaca UUD 1945 atau bergabung dalam
regu menyanyi. Seharusnya hal tersebut mulai dilatih sejak dini agar bisa
membantu membangun percaya diri peserta didik.
g. Cinta Damai (Siamaseang)
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak bisa
dipisahkan dari bantuan orang lain khususnya dalam lingkup sekolah
yang memang dasarnya menuntut seluruh pihak yang ada di
lingkungannya saling mengasihi, menyayangi antar pihak sehingga
berwujud dalam karakter cinta damai. Adapun data observasi juga
wawancara yang di dapatkan sebagai berikut:
1. Temuan Observasi Guru
a) Berusaha menciptakan suasana aman dan tentram
Seorang pendidik patut memiliki usaha lebih dalam
memberikan suasana aman dan nyaman untuk peserta didik
misalnya saja dalam proses belajar mengajar guru berusaha
menenangkan ketika terjadi keributan.
b) Guru menanamkan sikap perdamaian antar peserta didik.
Guru selalu memberikan contoh dalam kelas misalnya untuk
selalu menyayangi dan mengasihi satu sama lain antar teman
misalnya pada saat ada yang berkelahi berusaha menjadi
penengah dalam penyelesaian masalah yang bisa saja terjadi
dalam atau luar kelas.
63
2. Temuan Observasi Peserta Didik
a) Peserta didik berusaha menjadi orang yang baik
Ada beberapa peserta didik yang ada di dalam kelas berusaha
melerai ketika teman sebayanya berdebat dan ada juga beberapa
peserta didik yang menghiraukan hal tersebut.
3. Temuan Hasil Wawancara
Dari hasil data guru dan peserta didik yang di temukan melalui
observasi dan wawancara sebagai berikut:
Adapun hasil dari wawancara Guru dalam hal ini AR
mengungkapkan, bahwa:
”…sitongeng-tongengna masussa ladde ipodang ada ananae akkoe tpi narekko engka mallaga di usahakan mato pasiaddampengengngi”. …”sesungguhnya kami sebagai pendidik ketika ada beberapa peserta didik yang terkenal selalu membuat kericuhan berusaha untuk menjadi penengah meskipun sangat susah untuk diberi tahu”. Hasil wawancara dengan peserta didik yang menjadi saksi
saat temannya bertengkar dalam hal ini RN:
”…awal mulanya saling mengejek, saling memukul dan akhirnya menangis, kami berusaha memisahkan namun ikut di dorong juga sehingga guru yang selesaikan”.
Berdasarkan pendapat tersebut peneliti menganggap guru telah
menjadi penengah yang baik dalam masalah peserta didik di dalam kelas
meskipun letak kekurangannya sangat jelas kepada peserta didik yang
kurang sadar dan masih perlu adanya perlakuan atau pendekatan lebih
untuk memberikan efek jera sehingga tidak mengulangi.
64
h. “Riolo Mappatiroang, Ritengnga Mapparaga-raga, Rimunri
Sikabirimpiri”
Adapun wawancara peneliti dengan AR di Sekolah tersebut sebagai
berikut :
“…tuli iparingerrangi sa ananae pakanjaki ampena”.
…”peserta didik selalu di ingatkan untuk menjaga sikap atau
memperbaiki sikapnya”.
Berikut wawancara dari AF selaku Guru kelas, sebagai berikut:
“…Sejak kelas rendah peserta didik sudah di ajarkan untuk percaya
diri agar tidak malu-malu di depan umum”.
Berdasakan hasil wawancara dari kedua guru peneliti menyimpulkan
bahwa guru berusaha sejak dini dalam mengiplementasi pendidikan
karakter terkhusus merubah sikap peserta didik ke arah yang lebih baik.
i. “Rebba Sipatokkong, Mali Siparappe, Siruik Menre Tassiruik
Nok”
Adapun wawancara peneliti dengan AF di Sekolah tersebut sebagai
berikut :
“...Iya, selalu di ajarkan untuk menanamkan sikap tolong menolong
antar sesama temannya”.
Sedangkan wawancara dengan RW, sebagai berikut :
…”denengka ipau pappaseng ogi e langsung akko ananae tapi
yappaguruang mua, makkada narekko engka sibawatta masessa-
sessa ibantu’I”.
65
…”kearifan lokal secara langsung tidak katakana pepatahnya namun
secara tidak langsung saat proses belajar mengar mengalir bahwa
jika ada teman dalam masalah silakan di bantu”.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Guru peneliti menyimpulkan
bahwa pappaseng/kearifan lokal tersebut telah tercapai dan
terimplementasi secara lisan kepada peserta didik.
Sebagai pelengkap wawancara tambahan dilakukan dengan
beberapa guru yang sekiranya mengimplementasikan nilai kearifan lokal
(pappaseng bugis) seperti “Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge”, “Reso
Temangingi Namalomo Nalettei Pammase Dewata”, “Riolo Mappatiroang,
Ritengnga Mapparaga-raga, Rimunri Mangampiri”, “Rebba Sipatokkong,
Mali Siparappe, Siruik Menre Tassiruik Nok”, “Lele Bulu Te Lele Abiasang”,
“Taro Ada Taro Gau” sehingga berdasarkan hal tersebut menghasilkan
minimal sedikit perubahan sikap peserta didik. (hasil wawancara terdapat
pada lampiran 2 hal 116)
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Karakter Berbasis
Kearifan Lokal (Bugis) di SDN 283 Lautang
Setelah dilakukan pengamatan yang ada di dalam sekolah dan di
luar sekolah terkait karakter berbasis kearifan lokalnya yang berada pada
taraf hati-hati sebab dalam lingkungan sekolah banyak hal yang
mendukung adanya perilaku negatif yang dilakukan peserta didik. Terlalu
banyak masalah yang timbul di sekolah tersebut baik itu dari guru, peserta
didik dan orangtua. Berbagai upaya telah dilakukan untuk merubah hal
66
negatif yang muncul namun sampai saat ini belum ada solusi akan hal
tersebut. Peneliti dalam melihat hal itu apatahlagi saat mengaitkan dengan
kearifan lokal di daerah tersebut yang begitu kental dari segi religius,
kejujuran, tanggung jawab, kedisiplinan dan kerja keras yang dahulu di
junjung tinggi karena orangtua zaman dahulu yang belum terkena dampak
globalisai seperti pada anak milenial saat ini.
Bercerita tentang orangtua zaman dahulu terkhusus di Kecamatan
Belawa yang begitu tinggi adat istiadatnya sehingga karakter dari segi
perilakunya sangat kuat dengan harapan bisa ditularkan pada anak dan
cucunya kelak seperti keuletan dalam menanam padi terkandung sikap
kerja keras namun itu berbanding terbalik dengan cita-cita orangtua
terdahulu. Tidak ada yang dapat dilakukan selain usaha dan kerja sama
yang baik dari berbagai steakholder dalam dan luar lingkungan
sekolah.Dalam pembentukan karakter peserta didik tentunya tidak lepas
dari adanya faktor pendukung dan penghambat.
a. Faktor Pendukung
Beberapa faktor pendukung terlaksananya Implementasi
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Bugis) sebagai
berikut:
1. Motivasi dan Dukungan Orangtua
Semua peserta didik sejak masih dalam kandungan orangtua
yang pertama jadi pendidik, sekolah menjadi rumah kedua bagi anak
67
nantinya. Seperti pendapat dari salah satu Guru dalam hal ini RW
mengungkapkan bahwa:
“…ero ananae pamullang tomatoanna mi nonroi, mareppe akko keluargana. Jadi anana’e manyameng magguru akko bolana. Dega ullena guru narekko messuni pole pallana sikolae. Keluargana mi napolai sipa’ mamulanna ananae”.
…”pendidikan pertama yang paling berpengaruh adalah keluarga peserta didik, mereka yang memiliki hubungan yang sangat dekat sehingga peseta didik merasa nyaman untuk belajar di rumahnya. Pengawasan guru hanya terbatas ketika berada di luar pagar sekolah. Keluarga yang menjadi pengajar pertama untuk peserta didik”.
Hal senada juga diungkapkan oleh AW selaku Guru bahwa:
“…nasaba iyewe sikola monro I ri kampong iyero marissengeng makkada makanja monro akko kampong paddare na paggalungnge’ jadi tomatoanna ananae maggalung na paddare maneng jadi engka mato maupe engka to siladde mappagenne’. Iye manerro padare na pagalungnge tomatoanna semanga’ meto pasikola anana denappikkiri masalah dui sikolana anana”. …”karena sekolah ini berada di kampung yang terkenal sebagai daerah dengan petani dan hasil panennya, jadi orangtua peserta didik ada yang bekerja sebagai petani dan ada juga beberapa yang beruntung dan kurang beruntung. Para petani selalu semangat untuk menyekolahkan anak mereka tanpa memikirkan biayanya pendidikan anaknya. Salah satu orangtua peserta didik kelas IV dalam hal ini SM
mengatakan bahwa :
“…iya anaku mega nacceri kegiatan, anana e akoe idukung maneng akko tomatoanna akko mace kegiatan engka mato ananak de ijampangi akko macce anana lomba”. …”anak saya banyak mengikuti kegiatan lomba yang di pilih oleh guru dan peserta didik di sini rata-rata di dukung orangtua mereka namun masih ada beberapa orangtua yang acuh tak acuh saat anaknya ikut lomba.
68
2. Komitmen Bersama
Segala sesuatu yang dilakukan akan berjalan dengan baik
apabila ada kerjasama antar pihak sekolah dan orangtua peserta
didik.
Seperti yang di kemukakan oleh AF selaku Guru sebagai
berikut:
“…Sekolah itu tempat menimba ilmu terdapat berbagai penanaman nilai-nilai karakter peserta didik. Serta demi mendukung terciptanya kelancaran demi mendukung nilai-nilai tersebut maka pihak sekolah menyediakan sebagian kecil sumber belajar seperti perpustakaan, mushola serta alat untuk kegiatan ekstrakulikuler misalnya dalam bidang seni”.
Berbagai faktor pendukung yang dikemukakan oleh Guru
tersebut, yang diperkuat dengan berbagai hasil data observasi yang
tentunya dilakukan peneliti sebelumnya yaitu:
Pada bulan September 2019, peneliti mengamati bahwa guru
sedang melatih peserta didik menari dalam rangka lomba yang akan
mewakili kabupaten yang di bimbing langsung oleh Guru yang di
percayakan di sekolah tersebut. Ada juga beberapa peserta didik
yang latihan pantomim.
Hal ini senada dengan pendapat AF bahwa :
“…iyewe sikola nisseng tauwe makkada narekko macce lomba manessa engka nala juara”. …”semua orang tau jika sekolah ini ikut lomba pasti selalu mendapatkan juara”
Dari banyaknya data hasil wawancara dengan guru yang telah
dituliskan serta observasi yang telah dilakukan peneliti, maka dapat di
69
simpulkan bahwa faktor yang berpengaruh untuk mendukung yang bisa
mempengaruhi pembentukan karakter peserta didik yaitu motivasi,
dorongan, dukungan orangtua, komitmen bersama.
b. Faktor Penghambat
Ketika melakukan sesuatu tidak dapat di pungkiri bahwa pasti
selalu ada tantangan agar bisa berhasil menjalankan hal tersebut.
Sama halnya dengan implementasi pendidikan karakter berbasis
kearifan lokal (bugis). Berikut beberapa faktor penghambat:
1. Fasilitas
Setiap pembelajaran dalam sekolah atau lembaga pendidikan
di yakini akan berjalan dengan baik ketika fasilitas lengkap.
Seperti penuturan dari AP, salah satu peserta didik kelas V
bahwa:
“…iya kami bergantian dalam pelaksanaan salat karena mushola tidak cukup menampung kami”. Senada dengan hal tersebut MH selaku Guru kelas
mengungkapkan bahwa:
“…siddi bawang kasi laptop sikola ipake dega lain, pekkogi meloki macca, engka pelatihan yero bawang siddi tuli ibawa”. …”hanya satu laptop sekolah yang digunkan bergantian, ketika ada pelatihan hanya itu yang digunakan”.
2. Latar Belakang Peserta Didik
Peserta didik selayaknya lahir dalam keluarga yang baik dan
bisa membimbing agar menjadi anak yang baik. Hal serupa juga di
70
ungkapkan oleh Guru dalam hal ini AF, kepada peneliti juga
mengungkapkan, yaitu sebagai berikut:
“…mapammula kelas siddi anana engka’e parissengengna matanrang sibawa anana makurang parissengengna. Indona napolai siddie anana, engka indo makurang sara napolai maneng sipana anana makanjae ipaguru. Engka manenni sipana ananae akkoe sikolae. Engka anana cia metto ipangajari”.
…”mulai dari kelas satu peserta didik yang memiliki kemampuan lebih dan yang kurang sangat kelihatan. Hal tersebut di mulai dari didikan dasar orangtua mereka karena ada sebagian yang malas mengurusi anaknya semua berdampak saat peserta didik di berikan pelajaran. Di sekolah ini peserta didik memiliki watak yang bermacam-macam, ada beberapa anak yang memang sangat susah untuk di beri teguran baik pun itu hukuman”.
Seperti yang di ungkapkan AW bahwa:
“…engka anana akkoe mateni kasi tomatoanna, engka to sibu tomatoanna majjama jadi de kasi gaga jampangi parengngerrangi ero anana’e”.
…”ada beberapa peserta didik yatim piatu dan tinggal Bersama neneknya yang tua, ada juga yang orang tuanya sibuk bekerja jadi tidak ada yang memperdulikan anak tersebut”.
3. Aturan
Ada pendapat yang mengungapakan bahwa aturan di buat
untuk dilanggar dan sepertinya dampak dari kata itu terlihat di SD
tersebut, berdasarkan wawancara dari informan sebagai berikut:
Kepala Sekolah dalam hal ini Bapak AW beranggapan:
“…engka anana de nulle yampareng iyami naseng tau akkoe, de nullai magguru jadi na ganggu maneng sibawanna. Segala rupana napigau guru dega magunna. Apalagi anana ero maega masalana akko bolana dena na jampangi akko sikolae manessa wedding mo madeceng ro kasi”.
71
…”memang ada peserta didik sangat susah di atur tidak ada yang mereka takuti kecuali saya, mereka malas belajar sehingga strategi yang digunakan guru menjadi tidak efektif. Apatahlagi peserta didik yang memiliki banyak masalah di rumahnya sangat berpengaruh ketika menerima pelajaran di kelas. Semua itu akan berdampak negatif pada peserta didik padahal mereka masih bisa berubah jadi lebih baik”. Senada dengan hal tersebut SS mengatakan: “…anak-anak terutama lelaki di kelas tinggi sangat susah di atur karena semau-maunya dan tidak takut. Mulai dari bajunya yang tidak rapi, terlambat ke sekolah siklusnya selalu seperti itu”.
4. Kurang Kesadaran Peserta Didik
Melakukan hal yang sama meskipun telah di larang adalah
lumrah dalam dunia pendidikan apatahlagi di Sekolah Dasar. Seperti
data wawancara yang didapatakan sebagai berikut:
Hal yang di ungkapkan oleh Ibu MH bahwa :
“…dena makanja maneng engka meto anana mabetta ladde sibawa mawatang ladde ipodang ada. Pura ipodang napigau sih. Nulle apana makurang agamana tomatoanna, didikanna tomatoanna masala. …”tidak semua peserta didik dalam kelas memiliki sikap yang baik ada yang sangat nakal dan sangat susah dinasehati. Setelah di tegur dilakukan lagi bergitu terus berulang-ulang. Kemungkinan karena kurangnya didikan karakter sejak dini dari keluarga”.
Sesuai dengan hasil wawancara informan memperkuat hasil
observasi peneliti sebagai berikut :
Kesan pertama terlihat biasa saja namun pada saat mulai
masuk jam pelajaran masih ada peserta didik yang ada di luar kelas
dan saat pembelajaran di kelas berlangsung berbagai tingkah
72
peserta didik misalnya naik di atas meja, senaknya keluar ke kantin
tanpa minta izin, ribut di kelas, saling bullying bahkan terkadang main
bola dalam keadaan jam pelajaran”.
Berikut pernyataan salah satu peserta didik kelas VI AC saat
di tanya oleh peneliti mengapa senang bermain bola dan membuat
bising di kelas atau saling mengejek temannya bahwa :
“…upoji iya maccule bu”. …”saya senang main bu”.
5. Lingkungan atau Pergaulan Peserta Didik
Lingkungan bagi peneliti adalah hal yang paling berpengaruh
tentang kelakuan dan tata krama peserta didik di sekolah. Beberapa
pendapat informan tentang hal tersebut, yaitu:
Seperti yang di ungkapkan oleh Bapak AW dalam wawancara
yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2019, bahwa:
“…iyye sikolae na siissengi tauwe makessing. Riolo akko kampongnge matedde ladde ade’na, agamana tapi makkokoe maegani masolang gara-gara pergaulang. Jadi ana sikolae akkoe engka mato madeceng engka to melo ipadecengi”. …”Sekolah ini di kenal dengan nama yang baik. Dulu di kampung ini kental dengan adat dan agamanya yang kuat namun sekarang banyak yang terpengaruh dengan lingkungan yang kurang baik. Jadi anak sekolah di sini ada yang bagus sifatnya ada yang harus di didik”.
Hal lain di ungkapkan oleh Ibu AN, selaku Guru kelas bahwa:
“…pergaulanna anana akko saliweng sikolae si hubungeng sibawa sipana anana, maega pengaruh maja akko ananae. Sipana pa kampong e napolei apana abiasanna anana e.
73
maega pengaruh napapole nasaba sikola denulle jampangi maneng”. …”Pergaulan peserta didik di luar sekolah sangat berpengaruh terhadap karakter mereka, karena pengaruh dalam bergaul itu begitu cepat melebar, oleh karenanya ketika banyak hal negatif maka berdampak pada perserta didik. Sangat besar pengaruh masyarakat tidak lepas dari kebiasaan yang sering dilakukan, contohnya jika ada kebiasaan positif maka akan berpengaruh baik begitupun jika pengaruh negatif akan berdampak buruk dalam mengembangkan perasaan peserta didik, besarnya pengaruh negatif yang muncul juga terlepas karena tidak ada pengawasan dari sekolah”. Seperti yang di ucapkan oleh peserta didik kelas VI SF bahwa:
“…dewisseng iya bu maccema maccuule, akko na cobi ki makkunrai i balas’i apane alena mato yolo makkadai kadaiki”.
…”saya juga tidak tau bu, saya hanya di ajak bermain, kalau kami di ejek teman perempuan kami akan membalasa karena mereka yang duluan memulai”.
Hal senada diungkapkan oleh RW selaku Guru kelas sebagai
berikut:
“…iyero wettu macculena anana e, wettu sipulungna maegang i akko masarakae, maega naggurui akko masarakae. Apalagi ananae ipengaruhi budaya pakkampong jadi magaya maneng”. …”Sebagian besar waktu bermain peserta didik dan interaksinya ada dalam lingkungan masyarakat. Peserta didik mulai belajar banyak hal dari orang baru yang ditemuinya berdasarkan dengan sosialisasi di masyarakat. Apatahlagi lingkungan peserta didik sudah bersifat hedonisme tentunya banyak pengaruh yang berdampak ke peserta didik”.
Berdasarkan hasil wawancara dari sebagian guru dan peserta didik
juga berdasarkan observasi yang telah peneliti lakukan maka dapat di
simpulkan bahwa faktor-faktor penghambat yang mempengaruhi
74
pembentukan karakter peserta didik di SDN 283 Lautang yaitu latar
belakang peserta didik yang berbeda, kurangnya kesadaran peserta didik
akan peraturan sekolah dan lingkungan atau pergaulan peserta didik yang
di pengaruhi zaman.
C. Pembahasan
Uraian bahasan berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan
menjadi inti dari bab ini. Pada bab pembahasan khususnya peneliti
mendeskripsikan hasil data penelitian yang diperoleh di lapangan dan di
kaitkan dengan pendapat para ahli yang sesuai. Seperti yang dijabarkan
dalam analisis data kualitatif berdasarkan data yang diperoleh melalui
observasi, wawancara yang di dukung oleh dokumentasi yang dihubungkan
agar sinkron dengan tujuan yang ingin dicapai. Dari data hasil penelitiannya
akan di kaitkan teori yang ada nantinya dibahas, tentang Implementasi
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Bugis) Di Sekolah Dasar.
Berdasarkan nilai-nilai dari pendidikan karakter itu sendiri tentu akan
menjadi cita khusus dalam lingkungan sekolah yang dimuat dalam karakter
yang mulai terkikis di daerah tersebut. Oleh karena itu dari pihak sekolah
mengupayakan untuk lebih intens dalam membentuk karakter peserta didik
karena itu merupakan suatu keharusan dalam mempertahankan nilai
karakter yang mulai terkikis. Nilai tersebut akan di deskripsikan sebagai
berikut.
75
1. Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal
(Bugis)
Pendidikan karakter harus menjadi basis pendidikan di sekolah
dasar karena hal tersebut universal dan menjadi tali penghubung bagi
seluruh anggota masyarakat meskipun sebenarnya memiliki latar belakang
yang secara umum sangat berbeda mulai dari budaya, suku dan agama.
Kementrian Pendidikan Nasional menyebut ada 18 nilai-nilai untuk
pendidikan budaya dan karakter bangsa namun peneliti temukan
dilapangan yang paling menonjol ada 7 tanpa mengsampingkan nilai
karakter lainnya, sebagai berikut:
1. Patuh kepada Tuhan Yang Maha Esa (ma Patoh ri Dewata’e)
Religius memiliki tingkat pencapaian yang tinggi dalam
karakter sebab nilai tersebut berasal dari dalam diri manusia yang
dapat dipercaya dan diyakini. Sesuai hal tersebut Asmani (2011)
mengungkapkan bahwa religius memiliki arti berhubungan dengan
sang penciptanya yang memiliki arti cara berpikir, cara berucap yang
harus sesuai dengan tindakan yang baik dan tetap berasal dari nilai
agama. Sejalan dengan ayat Al-Qur’an:
قت ا وح ه ب ر نت ل ذ أ و
Terjemahannya:
Dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh (QS Al-Insyiqaq-2)
76
Religius sebenarnya berarti mempunyai ikatan yang lebih
dalam pada sang pencipta terkait keyakinan dan kepercayaan yang
berasal dari manusia. Berdasarkan penjelasan di atas tidak relevan
dengan hasil penelitian karena peserta didik di SDN 283 Lautang
kurang menerapkan sikap religius terbukti dengan tidak serius dalam
membaca doa sebelum dan setelah pembelajaran berakhir dan baik
itu salat duha dan duhur jarang dilaksanakan.
Sehingga mengukur nilai religius peserta didik terlihat dari
cara bersikap patuh khususnya dalam melaksanakan ajaran agama
Islam, cara berperilaku, cara bersikap, cara berucap dan cara
bertindak dalam keseharian peserta didik di sekolah.
2. Jujur (Ma Lempu’)
Kejujuran berarti mempunyai atau yakin bahwa memiliki
kesamaan dengan dunia nyata atau dengan berbagai kebenaran
yang ada. Antonim kata kejujuran yaitu dusta sedangkan dusta itu
tentang apa yang utarakan dan dilakukan yang kurang sesuai
dengan yang ada di hatinya dalam artian melakukan sesuatu diluar
apa yang hatinya yakini.
Kusuma (2011) mengatakan bahwa mengungkapkan sesuatu
sesuai dengan kenyataan sebenarnya tanpa ada manipulasi yang
dapat menguntungkan diri pribadi.
Kejujuran bisa menunjukkan jalan bagi seseorang menuntun
seseorang untuk berbuat dan melakukan kebaikan yang bisa
77
membawa ke jalan yang benar Kejujuran adalah salah satu buah
nyata dari keimanan. Al-Qur’an yang mengarahkan untuk berbuat
jujur seperti Firman Allah SWT tentang kejujuran di antaranya:
قين اد وكونوا مع الص قوا الل نوا ات ين آم ا الذ يه ا أ ي
Terjemahannya:
Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama-sama orang-orang yang benar (QS At-Taubah-199).
Berkaitan dengan hal tersebut sebagai makhluk ciptaan Allah
seharusnya kita berupaya untuk selalu berbicara sesuai dengan kenyataan
yang ada. Rasulullah saw sebaiknya dijadikan teladan dalam menjalani
setiap lini kehidupan dengan perilaku yang baik. Sebagai seorang muslim
yang baik dan harus taat pada ajaran Allah swt dan taat dengan Rasul yang
menunjukkan jalan mulia ke depannya yang di jadikan teladan.
Tetapi berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa peserta didik tidak jujur dimulai dari mengambil barang
milik teman sebaya atau membawa barang yang di larang oleh sekolah. Hal
tersebut terjadi tidak secara sengaja melainkan karena tidak ada aturan
yang mengikat. Jadi sikap ketidakjujuran peserta didik terjadi salah satunya
akibat pengaruh lingkungan.
3. Disiplin (ma Patoh)
Disiplin berarti harus taat dan mengikuti segala hal yang
dianggap baik dalam melakukan pekerjaan yang menjadi tanggung
jawab yang harus dikerjakan. Asmani (2011) mengatakan jika disiplin
78
adalah perilaku yang berarti melakukan sesuatu sesuai dengan
peraturan yang telah ada. Hal yang diharapkan dalam membentuk
kedisiplinan adalah terbentuknya jiwa disiplin untuk diri sendiri
seperti peserta didik memiliki kekuatan dan semangat dalam
menyelesaikan segala pekerjaan tanpa di suruh oleh orang lain.
Al-Qur’an mengarahkan untuk selalu disiplin dan menghargai
waktu, sesuai dengan firman Allah dalam Surah Al-Asr:
ر ناسان ا ن وال عص سا لف يا الا ر خ یان ا ل ا الذ ل وا امن وا وعم
ل حت ا الص وتواصوا ا ە ب الاحق بار وتواصوا ب الص
Terjemahannya:
Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran. (QS Al-Asr 103) Berdasarkan ayat tersebut dapat dipetik hikmah bahwa setiap
manusia sebaiknya menghargai waktu. Sesuai dengan hasil yang di peroleh
ditemukan peserta didik yang terbiasa terlambat dipengaruhi oleh guru yang
kurang memberikan contoh terkait datang tepat waktu setiap harinya dan
masalah berpakaian.
Sehingga berdasarkan pendapat ahli dan ayat al-qur’an kurang
relevan dengan hasil penlitian karena kedisiplinan seorang peserta didik
dipengaruhi oleh guru sebagai pemberi contoh awal dan aturan yang ada
di sekolah yang seharusnya mengikat sehingga tidak memberikan ruang
untuk tidak tepat waktu.
79
4. Kerja keras (ma Reso Temangingi)
Kerja keras merupakan suatu tindakan atas kesadaran diri
yang bersumber dari dorongan dan motivasi oleh orang
sekelilingnya. Kerja keras peserta didik yang di bentuk sejak dini oleh
guru mulai dari melatih dan mengajarkan untuk tidak menyerah
dalam mengerjakan tugas tanpa memperdulikan hasil awal karena
pada dasarnya saat memulai tetapi mendapat nilai rendah tidak
masalah. Manfaat kerja keras pada kenyataannya akan membuat
yakin bahwa suatu saat akan di dapati keberhasilan dari berkali-kali
jatuh atas kesalahan.
Kesuma (2011) mengartikan bahwa usaha yang terus
dilakukan tanpa ada rasa menyerah untuk menyelesaikan tugas
sampai selesai.
Sejalan dengan hal tersebut sesuai dengan surah At-Taubah
ayat 105 yang berbunyi:
نون م ؤ م ال وله و رس م و لك م ع يرى الل لوا فس م قل اع و
م ت ن ا ك م م ب ك ئ ب ن ي ة ف اد ه الش ي ب و غ م ال ال لى ع ون إ د ر ت وس
لون م ع ت
Terjemahannya:
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
80
Berdasarkan pendapat ahli dan surah tersebut dan dikaitkan
dengan hasil penelitian kurang sesuai dengan keadaan dilapangan
karena peserta didik merasa bahwa tidak mampu dan tidak percaya
diri untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.
Sehingga kerja keras dapat dibentuk dimulai dari sejak dini
dengan membangun jiwa percaya diri peserta didik dimulai dari
bergantian menjadi ketua kelas setiap pagi atau memimpin doa
setiap pagi sebelum dan setelah pembelajaran berakhir.
5. Tanggung jawab (Soppo:renge)
Tanggung jawab dapat diartikan tingkat kesadaran manusia
atas segala perbuatan yang dilakukan baik itu secara sengaja
ataupun tidak sengaja oleh setiap manusia. Tanggung jawab adalah
suatu wujud sikap sadar dengan amanah yang jadi kewajiban
sebagai peserta didik yang harus menaati segala aturan yang ada di
sekolah.
Lickona, Thomas (1991) mengartikan bahwa tanggung jawab
bagian dari rasa hormat kepada orang lain dan menghargai orang
lain. Ketika menghormati orang lain artinya kita mengukur rasa
tanggung jawab untuk memberikan penghormatan pada
kesejahtraan hidup orang lain.
Sesuai dengan surah Al-Muddatstsir Ayat 38 yang berbunyi:
ك ل نف س بما كسبت رهينة
81
Terjemahannya:
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. (QS Al-Muddatstsir 38) Sesuai dengan ayat dan pendapat ahli tersebut kurang
sejalan meskipun pendidik berusaha untuk melatih mulai dari hal
kecil dengan memberikan amanah pada peserta didik meskipun
tidak berjalan secara maksimal. Jadi nilai tanggung jawab peserta
didik dapat terbentuk mulai dari melakukan pembiasaan kecil yang
mulai diterapkan pendidik di beberapa kelas.
6. Cinta Tanah Air (Ma Poji Ri Wanuatta)
Mengesampingkan kepentingan pribadi dan mengutamakan
kepentingan bangsa dan negara. Seperti yang dikemukakan oleh
Wibowo (2017) cinta tanah air berarti cara berpikir, bersikap, dan
melakukan sesuatu yang berwujud kesetiaan, peduli dan
penghargaan tinggi kepada bangsa dan negara.
Sejalan dengan pendapat ahli surah Al-Qashash ayat 85 yang
berkaitan dengan cinta tanah air menurut ahli tafsir, berbunyi:
آن لرادك إلى معاد إن الذي فرض علي ك ال قر
Terjemahannya: “Sesungguhnya (Allah) yang mewajibkan atasmu (melaksanakan
hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu
ke tempat kembali.” (QS. Al Qashash: 85)
Sesuai dengan pendapat ahli dan ayat tentang cinta damai tersebut
setelah melakukan penelitian ditemukan bahwa kurang adanya
82
keselarasan antara teori, ayat Al-Qur’an dan hasil penelitian bahwa di SDN
283 Lautang kurang berusaha untuk memberikan pelatihan sejak dini dalam
melaksanan atau membawa bendera merah putih dengan baik.
Sehingga sejak dini peserta didik dengan upaya yang kuat bisa
dibentuk dan di didik untuk menjadi generasi yang mencintai, menghormati
dan menghargai bangsa dan negara nantinya.
7. Cinta Damai (Siamaseang)
Terbentuk perasaan nyaman sehingga timbul rasa senang dan
aman. Cinta damai menurut Kemendiknas (2010) mengartikan bahwa
perilaku yang ditunjukkan atas dasar perasaan nyaman seseorang untuk
bercrita atau berbagi keluh kesah serta merasa aman dan senang.
Sesuai dengan hal tersebut sejalan dengan Al-Qur’an surah Al-Anfal
ayat 61 berbunyi:
إنه هو السميع نح لها وتوك ل على الل وإن جنحوا للسل م فاج
ال عليم
Terjemahannya: Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Al-Anfal 61)
Berdasarkan pendapat ahli yang saling berkaitan dengan ayat Al-
Qur’an sehingga melihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan di
temukan bahwa nilai cinta damai peserta didik sangat minim terlihat di
sekolah sesuai dengan yang diharapkan. Karena banyak peserta didik yang
bersikap egois jika terlibat dalam suatu masalah.
83
Sehingga dapat dikatakan bahwa peserta didik hanya butuh
kesadaran dengan tulus untuk menerima segala konsekuensi yang telah
dilakukan. Oleh karena itu, dapat dikatakan perubahan pola atur dan sikap
peserta didik dapat di rubah dengan membiasakan diri pesera didik yang
tidak pernah terlibat langsung dalam latihan upacara di sekolah.
8. “Riolo Mappatiroang, Ritengnga Mapparaga-raga, Rimunri
Sikabirimpiri”
Seorang Guru yang seharusnya menjadi garda terdepan untuk
contoh yang baik, menjadi seorang motivator yang handal dan menjadi
pendorong dalam mewujudkan segala cita-cita peserta didik. Kearifan lokal
ini sejalan dengan “Tut Wuri Handayani” yang biasa dijadikan pedoman
dalam membentuk atau mengarahkan peserta didik dalam peningkatan
prestasinya.
9. “Rebba Sipatokkong, Mali Siparappe, Siruik Menre Tassiruik
Nok”
Ketika sedang berjuang atau saat dalam masalah sesama manusia
harus memiliki jiwa sosial yang tinggi ketika jatuh atau menyerah saling
menyemangati, saat hanyut dalam masalah saling mendamparkan ke atas
bukan menciptakan suasana menyedihkan atau membuat seseorang down.
Ketika di sekolah Guru berkewajiban dalam melatih jiwa kepedulian sesama
peserta didik dalam keadaan apapun agar menjadi kebiasaan yang baik.
Berdasarkan menyampaian di atas, peneliti beranggapan bahwa
karakter kearifan lokal yang terkikis tersebut harus melekat pada diri
84
peserta didik. Karakter tersebut harus semakin digali dan berusaha
dijadikan berkembang agar para peserta didik mempunyai kebiasaan hidup
teratur dan yang baik di kedupan sehari-hari, tidak membangkan, sikap
kurang sopan tidak disiplin, karena karakter yang di dalamnya termuat
kearifan lokal daerahnya berperan penting seperti dalam kehidupan sehari-
hari dan kehidupan bermasyarakat yang mereka lalui.
Dari perjelasan tersebut di sesuaikan dengan penelitian yang telah
dilakukan di SDN 283 Lautang secara baik itu dalam proses yang dilakukan
dalam kelas ataupun pada saat keluar kelas di jam istirahat atau di
lingkungan sekolah tentang karakter yang berbasis kearifan lokal (bugis)
kurang terdapat adanya keselaran antara pendapat ahli dengan data yang
di dapatkan oleh peneliti.
Pada saat sebelum dan setelah proses pelaksanaan pembelajaran
kurang selaras dengan visi, misi, dan tujuan sekolah yang dicontoh atau
diikuti, yakni menyiapkan peserta didik memiliki imtaq atau akhlak baik serta
memiliki jiwa nilai-nilai budaya dan karakter yang bermanfaat untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertaqwa pada Allah swt dan
penanaman kepedulian sosial di lingkungan masyarakat. Hal tersebut
memperjelas bahwa ada beberapa tujuan, visi dan misi sekolah yang tidak
sejalan dengan kenyataannya dan perwujudannya yang begitu terkendala
akibat guru dan peserta didik sangat kurang memiliki kerja sama yang baik
serta di dukung oleh faktor lingkungan yang tidak mumpuni.
85
Nilai-nilai pendidikan karakter di sekolah seharusnya 18 yang di
terapkan dan ada di sekolah namun dari semua nilai karakter. ada beberapa
yang paling menonjol sehingga dengan pertimbangan dilakukan
wawancara lanjutan dengan guru terkait kearifan lokal untuk mendukung
beberapa nilai karakter lain muncul.
Adapun nilai-nilai kearifan lokal sebagai berikut:
a. “Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge” yang berarti memanusiakan
manusia, saling menghormati, saling mengingatkan.
b. “Reso Temangingi Namalomo Nalettei Pammase Dewata” yang
berarti hanya dengan kerja keras dan ketekunan maka akan mudah
mendapatkan ridho oleh Tuhan Yang Maha Esa.
c. “Riolo Mappatiroang, Ritengnga Mapparaga-raga, Rimunri
Mangampiri” yang artinya di depan memberi contoh, di tengah guru
dan peserta didik saling menciptkan ide, di belakang memberikan
arahan atau dorongan. Sehingga sama dengan semboyan “Tut Wuri
Handayani”.
d. “Rebba Sipatokkong, Mali Siparappe, Siruik Menre Tassiruik Nok”
yang berarti rebah saling menegakkan, hanyut saling
mendamparkan, tarik menarik ke atas bukan saling menarik ke
bawah.
e. “Lele Bulu Te Lele Abiasang” yang artinya jika bukan kita yang
berubah sendiri kita tidak akan berubah.
86
f. “Taro Ada Taro Gau” yang artinya seirama antara kata dan
perbuatan
Berdasarkan 6 nilai kearifan lokal (pappaseng) yang berusaha untuk
di aplikasikan oleh guru secara tidak langsung baik dalam proses belajar
ataupun di luar kelas meskipun belum maksimal dan masih perlu lebih di
biasakan agar peserta didik lebih mengenal nilai kearifan lokal yang terkait
dengan beberapa nilai karakter seperti religius, jujur, kerja keras, peduli
sosial, disiplin dan lain yang bisa di lihat dalam matriks (lampiran 3 hal 118)
Sesuai dengan penjelasan tersebut maka dapat diartikan bahwa
dengan menciptakan lingkungan yang memiliki karakter yang baik yang
kaitakan dengan kearifan lokal di mulai dengan diri sendiri dengan cara
menanamkan dari sejak dini nilai karakter agar menjadi dinding terciptanya
generasi milenial bangsa yang mampu bersikap mandiri dan menjadi
manusia berkualitas yang memiliki prinsip kehidupan yang sesungguhnya
dapat dipertahankan.
Implementasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal (bugis) di
SDN 283 Lautang berarti dalam memproses terciptanya karakter yang baik
tidak hanya dalam kegiatan belajar dan mengajar dalam kelas melainkan
juga dalam keseharian di lingkungan sekolah untuk mengembangkan sikap
religius, jujur, sopan santun, kerja keras, disiplin, tanggung jawab.
Sesuai dengan pendapat Majid (2011) bahwa dalam
mengembangkan karakter peserta didik dapat dilakukan dengan empat
cara seperti pembelajaran dalam kelas, melakukan kegiatan rutin misalnya
87
mengenal budaya daerah dan cara mempertahankannya kegiatan
pendukung lainnya seperti ekstrakulikuler.
Sejalan dengan hal di atas disesuaikan dengan hasil dan data yang
peneliti dapatkan bahwa tidak semudah membalikkan telapak tangan
dengan membentuk karakter peserta didik yang berbasis kearifan lokal
karena harus melalui beberapa langkah-langkah yang belum di jalankan
oleh sekolah tersebut. Seperti dengan pemikiran Asmani (2011) yang
menyusun tahapan cara dalam Implementasi Sekolah Berbasis Kearifan
Lokal yaitu:
1. Tahap Inventarisasi Keunggulan Lokal
Tahap pertama yang dilakukan adalah dengan
mengidentifikasi semua keunggulan lokal yang ada di daerah.
2. Tahap Analisis Kesiapan Satuan Pendidikan
Pendidik yang diberikan tugas untuk menganalisis seluruh
kelebihan dan kekurangan dalam dan diluar yang di kelompokkan
dan saling berkesinambungan satu sama lain.
3. Tahap Menentukan Tema dan Jenis Keunggulan Lokal
Tahapan ini melakukan tiga hal yaitu:
a. Hasil dari proses yang bernilai keunggulan lokal dapat di pilih
berdasarkan keunggulan lokal yang bernilai komparatif dan
kompetitif.
b. Hasil dari menganalisis yang di dapatkan secara internal dan
eksternal dalam sekolah.
88
c. Memacu Minat juga kemampuan peserta didik.
4. Tahap Implementasi Lapangan
Tahapan terakhir ini menyesuaikan dengan tingkat
kemampuan dalam setiap sekolah. Mereka lebih mengutamakan
memilih keunggulan lokal yang mendominasi pada bagian
keterampilan khususnya.
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Karakter Berbasis
Kearifan Lokal (Bugis)
Segala usaha yang dilakukan tidak akan berarti apa-apa atau akan
bernilai sia-sia jika tidak memiliki tujuan yang ingin dicapai sehingga hasil
yang didapatkan akan terarah. Ketika pendidikan dianggap sebagai suatu
cara yang memiliki rentetan proses maka nantinya akan berujung pada
tujuan akhir yang ingin dicapai. Semua pendidikan memiliki tujuan yang
akan dicapai dan diwujudkan dalam nilai yang akan berpengaruh pada
membentuk karakter peserta didik yang tentunya akan berdampak pada
tingkah lakunya di masyarakat.
Ada beberapa faktor yang mendukung dan yang menghambat
pembelajaran pendidikan karakter di sekolah yang berarti ada dua faktor
yang dapat berpengaruh dalam karakter seseorang seperti internal yang
berasal dari dalam diri seseorang dan eksternal yang berasal dari luar diri
seseorang. Oleh sebab itu, setiap menjalankan seseuatu tidak jauh dari hal
yang mendukung dan menjadi penghalang dalam membentuk karakter
peserta didik.
89
Sesuai dengan hasil observasi dan data penelitian yang di dapatkan
dalam mengimplementasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal
(bugis) mendapati adanya faktor yang dapat mendukung dan yang menjadi
penghambat yang dapat mempengaruhi pembentukan karakter peserta
didik yaitu:
1) Faktor Pendukung
a) Motivasi dan Dukungan Orang Tua
Motivasi dalam kehidupan di dunia sebenarnya tidak hanya
diberikan oleh warga sekolah melainkan dari lingkungan
pertama yakni orangtua dan keluarga khususnya karena mereka
sering bertemu dan di didik langsung dalam berperilaku dan
bersikap dalam lingkungannya. Mereka yang sekolah di Sekolah
Dasar Negeri 283 Lautang akan merasa paling nyaman dalam
belajar dan tentunya memiliki motivasi yang tinggi bersekolah
dan selalu berusaha menaati peraturan di sekolah.
Seperti yang diungkapkan oleh informan pada saat di
wawancarai yang terdiri atas kepala sekolah, guru dan orang tua
peserta didik bahwa siapapun peserta didik yang selalu
mendapat dukungan dan motivasi dari orangtua mereka baik
baik secara finansial ataupun tidak dan selalu memiliki usaha
dalam menaati segala peraturan juga berusaha menjadi yang
baik, sehingga secara penuh orang tua memiliki bertanggung
jawab dalam mengembangkan sikap keagamaan anak.
90
Dari arti tersebut, disimpulkan bahwa secara umum
keluarga menjadi tolok ukur yang paling berpengaruh dalam
proses pengembangan karakter peserta didik yang artinya ketika
lingkungan keluarga baik yang mendukung maka akan tercipta
pula kebaikan yang terbentuk itu menjadi alat penunjang dalam
membentuk karakter peserta didik.
b) Komitmen Bersama dalam Pihak Sekolah
Begitu sulit dalam mengubah dan melakukan sesuatu hal
yang baru dalam suatu organisasi jika tidak ada janji atau
komitmen bersama yang berawal dari saling mengerti, memiliki
ilmu pengetahuan dan yakin dari semua steakholder sekolah di
Sekolah Dasar Negeri 283 Lautang dengan memiliki hal yang
ingin dicapai bersama. Bersatu dalam membentuk arah yang di
tuju, membina dan mengembangkan dirinya, ilmunya, dan
seluruh tugas-tugasnya. Mewujudkan karakter yang berbasis
kearifan lokal (bugis) dan memiliki peran yang aktif dalam
membentuk kehidupan dan menjalankan sebuah tugas dan
kewajiban sebagai seorang pendidik.
2) Faktor Penghambat
a) Fasilitas
SDN 283 Lautang yang sudah berdiri sejak lama belum
juga memiliki fasilitas yang mumpuni dalam mewujudkan
pendidikan karakter peserta didik dalam sarana dan prasana
91
yang tidak bisa membuat peserta didik menyalurkan bakatnya.
Senada dengan yang di ungkapkan pesera didik bahwa Mushola
tidak cukup dalam menampung seluruh pesera didik,
perpustakaan yang hampir tidak digunakan atau di kunjungi,
tidak adanya laboratorium yang digunakan untuk praktikum.
Bangunan di sekolah tersebut memang sebagiannya terbuat dari
rumah kayu karena di daerah tersebut sering terjadi banjir yang
bisa menghambat proses belajar mengajar maka dari itu rumah
panggung tersebut nantinya akan digunakan.
b) Latar Belakang Peserta Didik
Semua peserta didik meskipun berada dalam suatu daerah
tetapi tetap memiliki latar belakang berbeda. Oleh karena itu,
tingkat keimanannya atau kerajinan beragama juga berbeda-
beda. Lingkungan keluarga mereka merupakan salah satu yang
sangat berpengaruh terhadap hasil yang didapatkan dalam
membentuk karakter peserta didik di sekolah. Istilahnya anak
yang berasal atau lahir dari latar belakang keluarga yang agamis
maka akhlaknya atau karakternya juga akan baik, tetapi
kebalikannya ketika latar belakang anak jelek maka akhlak atau
karakter peserta didik juga kurang baik.
Seperti keadaan yang ada di sekolah tersebut menurut
observasi peneliti dari gurunya peserta didik yang memiliki
orangtua yang baik dari tutur bicaranya menghasilkan peserta
92
didik yang juga baik tuturnya, sebaliknya orangtua cerewet
biasanya anaknya juga akan cerewet dan tuturnya tidak bisa di
jaga.
c) Aturan
Setelah melakukan penelitian data yang di dapatkan salah
satu penghambat utama dalam membentuk kepribadian peserta
didik adalah aturan yang tidak mengikat atau dalam hal ini aturan
untuk dilanggar. Seperti pada saat dilaksanakannya upacara
beberapa orang tua yang terlambat mengantar anaknya tidak
takut untuk masuk dalam lingkungan sekolah duduk dengan
santainya menyaksikan upacara berlangsung dan pada saat
peneliti memasuki kelas jam pelajaran terakhir orangtua yang
akan menjemput anaknya masuk dalam ruang kelas dan ikut
mengatur peserta didik lainnya. Hal tersebut berlangsung hampir
tiap hari.
d) Kurang kesadaran peserta didik
Semua pihak sekolah sebenarnya berusaha dalam
merencanakan berbagai penanaman melalui metode
pembiasaan baik setiap hari namun meskipun memang masih
banyak peserta didik yang belum sadar akan kewajibannya
untuk melaksanakan semua sesuai aturan dan apa yang tidak
diperbolehkan. Contohnya dalam penanaman nilai religius saat
93
bel berbunyi dan masuk kelas seharusnya sudah mulai
membaca doa tetapi ada saja beberapa peserta didik yang tidak
mendengar. Saat di tanya oleh peneliti mengapa ada sebagian
yang tidak berdoa atau mengapa ada yang jarang atau malas
mengerjakan tugas jawaban peserta didik bervariasi mulai dari
malas, tidak tau atau bahkan tidak ada alat tulis.
Dari penjelasan beberapa peserta didik peneliti
menganalisis hal tersebut terjadi karena tingkatan umur peserta
didik. Anak kecil hanya akan mengerti jika diberitahu berulang-
ulang tanpa sadar atau menyerap yang telah diberitahu bahkan
senang dalam menyangkal atas nasehat yang diberikan karena
ego atau merasa dirinya paling benar, lebih banyak cerwet
dibandingkan berpikir sebelum berucap. Berbeda dengan orang
dewasa yang lebih sabar dan berpikir seribu kali sebelum
melakukan sesutau, bertindak dan berucap dan selalu berhati-
hati agar tidak menyinggung orang sekelilingnya.
Hal tersebut karena orang dewasa memiliki kematangan
bertindak, berbeda dengan anak kecil di bawah umur yang masih
labil. Oleh karena itu, karakter setiap seseorang berdampak dari
tingkat umurnya yang berbeda atau bertambah.
e) Lingkungan atau Pergaulan Peserta Didik
Menurut peneliti meskipun di daerah tersebut kearifan
lokalnya begitu kental tapi mulai terkikis dan terlupakan karena
94
generasi muda yang bersikap hedonisme. Keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan di pengaruhi oleh faktor sekitarnya.
Artinya jika keadaan di lingkungan memberikan pengaruh positif
khususnya dalam proses pembelajaran, maka akan mampu
memberikan kontribusi yang tentunya baik untuk pelaksanaan di
dunia pendidikan. Sebaliknya jika lingkungan tidak memberikan
pengaruh positif, maka juga akan mempengaruhi proses
pembelajaran dalam pendidikan karakter dengan kearifan lokal.
Lingkungan pergaulan sama dengan lingkungan keluarga,
lingkungan ekonomi dan lingkungan pergaulan yang bebas.
Sesuai dengan data di atas memperlihatkan bahwa
lingkungan dalam masyarakat di Sekolah Dasar Negeri 283
Lautang sesuai dengan keadaan masyarakat dan pergaulan
peserta didiknya yang terlalu leluasa dengan masyarakat sekitar
meskipun tidak membatasi dengan masyarakat dan suasana
sekolah yang kurang tenang karena terletaknya berada di
wilayah perkebunan. Jadi bisa disimpulkan faktor dalam hal ini
lingkungan dapat mempengaruhi pembentukan karakter peserta
didik dan membuat semakin jauh dari kearifan lokal di
daerahnya.
Dari data yang di dapatkan lingkungan dalam masyarakat
sebenarnya tidak terlalu bisa dikatakan bertanggung jawab
merubah karakter peserta didik melainkan hanya sebagai
95
pengaruh, tetapi norma yang ada bisa saja lebih mengikat dan
pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan positif atau
negative. Misalnya, ada beberapa lingkungan masyarkat yang
sebenarnya mempunyai tradisi khusus keagamaan yang begitu
kuat dan bisa berpengaruh positif ke anak dan ada juga
beberapa lingkungan masyarakat yang kurang menerapkan
tradisi maka dampaknya akan memberikan pengaruh negatif
lebih kepada perkembangan peserta didik.
96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kualitatif dengan teknik observasi,
wawancara dan dokumentasi yang dilakukan di SDN 283 Lautang dalam
implementasi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal (bugis) dapat
ditarik beberapa kesimpulan. Kesimpulan yang dapat dipaparkan sebagai
berikut:
1. Sesuai dengan data yang diperoleh peneliti dalam implementasi
pendidikan karakter berbasis kearifan lokal (bugis) bahwa dalam
implementasinya baik itu dalam dan luar sekolah, guru telah
berusaha menerapkan dengan mengaitkan nilai-nilai kearifan lokal
hanya saja hal tersebut kurang efektif sebab implementasinya tidak
maksimal karena ada beberapa guru dan peserta didik yang kurang
peduli dengan hal tersebut. Patuh kepada Tuhan Yang Maha Esa
(Ma Patoh ri Dewatae) tidak ada aturan tentang pelaksanaan salat
duha, pelaksanaan salat dhuhur hanya saat belajar agama, ada
beberapa peserta didik dalam kelas yang malas ikut berdoa saat
pelajaran akan dimulai. Jujur (Ma Lempu) tidak berkata jujur atau
diam saja saat di minta pertnyataan mengapa bermain dalam kelas,
tidak jujur dalam mengerjakan soal-soal dari guru. Disiplin (Ma
Patoh) terlambat ke sekolah, tidak disiplin dalam menggunakan
96
97
seragam, Kerja Keras (Ma reso temmangingi) merasa kurang
mampu dan tidak percaya diri dengan apa yang dikerjakan,
Bertanggung Jawab (Soppo;renge) kurang bisa menjalankan
amanah dengan baik, Cinta Tanah Air (Mappoji ri Wanuatta) kurang
berjiwa nasionalis, Cinta Damai (Siamaseang) kurang mencintai
perdamaian antar sesama teman karena jiwa sosial tidak kuat, “Riolo
Mappatiroang, Ritengnga Mapparaga-raga, Rimunri Mangampiri”
guru menjadi contoh, memotivasi dan dari belakang menjadi
pendorong, “Rebba Sipatokkong, Mali Siparappe, Siruik Menre
Tassiruik Nok” saling menguatkan, hanyut saling mendamparkan ke
atas bukan menarik turun.
2. Sesuai dengan hasil yang di dapatkan ada 2 faktor yang bisa
mempengaruhi pendidikan karakter berbasis kearifan lokal (bugis)
yaitu faktor pendukung yang berasal dari dukungan kerjasama pihak
sekolah, dukungan dari orang tua peserta didik yang peka dan
paham akan hal tersebut. Faktor penghambat pendidikan karakter
berbasis kearifan lokal (bugis) yaitu latar belakang peserta didik,
kurangnya kesadaran peserta didik, fasilitas sekolah, aturan yang
kurang mengikat, lingkungan masyarakat atau pergaulan peserta
didik.
98
B. Saran
Untuk melengkapi hasil penelitian, peneliti memberikan beberapa
solusi atau saran dalam implementasi pendidikan karakter berbasis
kearifan lokal (bugis) diantaranya adalah
1. Guru dan Peserta Didik SDN 283 Lautang
a. Sebagai seorang guru, peserta didik khususnya sangat
memerlukan adanya perhatian khusus untuk mereka sehingga
agar lebih terbuka. Hal tersebut sebenarnya telah dilakukan
beberapa guru di sekolah tersebut, namun masih ada beberapa
guru yang kurang perhatian dan dengan peserta didik.
b. Guru sebaiknya diberi arahan khusus setiap bulan atau diadakan
rapat khusus evaluasi terhadap peserta didiknya dalam setiap
kelas tentang apa yang harus dirubah dan dipertahankan
sehingga guru lebih berperan aktif.
c. Lebih memperbanyak untuk menggali informasi budaya yang
ada di daerahnya sehingga dapat di intergrasikan dalam ilmu
pengetahuan agar tidak tergerus dengan perkembangan zaman
dan budaya asing yang tidak mampu untuk di saring.
2. Guru dan Peserta didik SDN 283 Lautang dalam mengatasi faktor
penghambat.
a. Pihak sekolah membangun komunikasi aktif dengan orang tua
peserta didik agar metode misal pembiasaan di sekolah,
99
lingkungan keluarga serta masyarakat berjalan dan bisa sejalan
dan jadi pengawasan,
b. Pihak sekolah lebih mengusahakan tersedianya sarana dan
prasarana seperti mushola, laptop yang memadai untuk
menunjang karakter peserta didik..
c. Pihak sekolah memperketat aturan tentang berpakaian dan
peserta didik yang terlambat ke sekolah.
d. Peserta Didik di gembleng atau diadakannya pengkaderan untuk
membentuk karakter.
100
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. 2001. Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta. Asmani, Jamal Ma’mur. 2011. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan
Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Diva Press Ayatrohaedi. 1986. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta:
Pustaka Jaya. Budimanyah, Dasim., Yadi Ruyadi., Nandang Rusmana. 2010. Model
Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi: Penguatan PKn, Layanan Bimbingan Konseling dan KKN Tematik di Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung, Indonesia.
Dwi Susongko Hery Wibisno. 2015. Implementasi Pendidikan Karakter
Berbasis Kearifan Lokal di SMP Negeri 1 Tambakromo Pati. Tesis. Program Studi Ilmu Pengetahuan Sosial: Semarang.
Humas (Hubungan Masyarakat). 2017. “Penguatan Pendidikan Karakter”.
http://setkab.go.id/inilah-materi-perpres-no-87-tahun-2017-tentang-penguatan-pendidikan-karakter/ di akses 6 Januari 2019
Iswary, Ery. 2012. Orientasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal
Makassar: Penguatan Peran Bahasa Ibu Menuju Good Society dalam Suardiana, I Wayan & Astawan, Nyoman. Kearifan Lokal dan Pendidikan Karakter Prosiding Konferensi Internasional Budaya Daerah ke-2 (KIBD II). Bali: Denpasar, 22-23 Februari.
Kementrian Pendidikan Nasional. 2010. Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum.
Kertajaya, Hermawan. 2010. Grow with Character: The Model Marketing.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Kusuma, Dharma. 2011. Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di
Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya Koesoema A Doni . 2010. Pendidikan Karakter; Strategi Mendidik Anak di
Zaman Global. Jakarta: Grasindo. Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character: How Our School Can
Teach Respect and Responsibilty. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland: Bantam books.
100
101
Mahmud, Ali Abdul Halim. 2004. Akhlak Mulia, Gema Insani. Jakarta. Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2011. Pendidikan Karakter Persfektif
Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhammad Fadlillah dan Lilif Mualifatu Khorida. Op.Cit.hal.40-41 Jurnal Al-
Ta’dib Vol. 8 No. 2, Juli-Desember 2015 57 2015 Vol. 8 No. 2, Juli-Desember Jurnal Al-Ta’dib 50 Pendidikan Karakter Pada Anak Usia Dini. La Hadisi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Kendari.
Musfiroh, Tadkiroatun. 2008. Cerdas Melalui Bermain. Jakarta: Grasindo. Narwanti, Sri. 2011. Pendidikan Karakter Pengintegrasian 18 Nilai
Pembentukan Karakter Dalam Mata Pelajaran. Yogyakarta: Familia. Poespowardojo, Soerjanto. 1986. Pengertian Local Genius dan
Relevasinya dalam Modernisasi, dalam Ayatrohaedi. Kepribadian Budaya Bangsa (Local Genius). Jakarta: Pustaka Jaya.
Rahyono, F.X. 2009. Kearifan Budaya dalam kata. Jakarta: Penerbit
Kompas. Rachmadyanti, Putri. 2017. “PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER
BAGI SISWA SEKOLAH DASAR MELALUI KEARIFAN LOKAL”. JPSD Vol 3 No. 2, September 2017, ISSN 2540-9093
Ruyadi, Dr. Yadi. 2010. MODEL PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS
KEARIFAN BUDAYA LOKAL (Penelitian terhadap Adat Kampung Benda Kerep Cirebon Provinsi Jawa Barat untuk Pengembangan Pendidikan Karakter di Sekolah). Proceding of the 4th International Conference Teacher Education;Join Conference UPI & UPSI Bandung, Indonesia:8-10 November 2010.
Sutopo, H. B. 2002. Memahami Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas
Maret University Press Susilo, Joko. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Manajemen
Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat dalam Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan. http://staff.uny.ac.id diakses 6 Januari 2019
Suyanto. 2009. Urgensi Pendidikan Karakter Guru dan Dosen. Direktorat
Jendral Pendidikan Dasar Kementrian Pendidikan.
102
Suwartini, Sri. 2017. Pendidikan Karakter dan Pembangunan SDM Keberlanjutan.
Tafsir, Ahmad. 2001. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung:
Remaja Rosda Karya. Usman, Nurdin. 2002. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta:
Raja Grafindo Persada. UNESCO. 2016. Indigeneous Knowledge & Sustainability.
http://www.unesco.org/education/tlsf/mods/theme_c/mod11.html. diakses tanggal 6 January 2019
Wibowo, Agus. 2017. Pendidikan Karakter: Strategi Membangun
Pendidikan Karakter Bangsa Berperadaban. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Wibowo, Agus dan Gunawan. 2015. Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan
Lokal di Sekolah (Konsep, Strategi, dan Implementasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widiyanto, Hidayat. (t.t). Kearifan Lokal Budaya Jawa sebagai Bahan Ajar
Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA). www.adjisaka.com/bj5/index.php/07-makalah pengombyong/728-25-kearifan-lokal-budaya-jawa-sebagai-bahan-ajarbahasa-indonesia-bagi-penutur-asing-bipa, diakses 6 Januari 2019.
Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya
dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana.
103
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Andi Eka Rezkianah, lahir di
Kecamatan Belawa Kabupaten Wajo 13 Mei 1994 yang
merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari
pasangan Andi Muntasing dan Hj I Mahira, S.Pd
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 278
Menge Kec. Belawa Kab. Wajo dan lulus pada tahun 2006, kemudian lanjut
di SMP Negeri 1 Belawa dan lulus pada tahun 2009, SMA Negeri 1 Belawa
lulus pada tahun 2012, S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)
Universitas Muhammadiyah Makassar lulus tahun 2016, S2 Pendidikan
Dasar tahun 2017 sampai dengan tesis ini di tulis penulis masih terdaftar
sebagai mahasiswi S2 Pendidikan Dasar Universitas Muhammadiyah
Makassar (Unismuh).
L
A
M
P
I
R
A
N
VALIDITAS ISI
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL (BUGIS)
DI SDN 283 LAUTANG KEC. BELAWA KAB. WAJO
ANDI EKA REZKIANAH
Kepada Yth.
Bapak/Ibu......
Dalam rangka penyelesaian tugas akhir, saya sangat mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu dan memberi saran terhadap instrumen penilaian
yang saya kembangkan dalam rangka penelitian “Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Bugis) di SDN 283
Lautang Kec. Belawa Kab. Wajo“.
➢ Hasil penilaian dari Bapak/Ibu merupakan bantuan yang tak terhingga nilainya dalam rangka penulisan tugas akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-Nya kepada Bapak/Ibu beserta keluarga.
➢ Atas partisipasi Bapak/Ibu saya ucapkan banyak terima kasih.
PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN DASAR
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
FORMAT VALIDITAS ISI SOAL
A. Petunjuk
Dalam rangka penyusunan tesis untuk penyelesaian program magister (S2), peneliti akan melakukan penelitian Implementasi
Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Bugis) di SDN 283 Lautang Kec. Belawa Kab. Wajo.
Mohon kiranya Bapak/Ibu dapat memberikan:
1. Penilaian dengan meninjau beberapa aspek dan saran-saran utuk memenuhi Instrumen Pedoman wawancara dalam penelitian
Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal (Bugis) yang telah disusun.
2. Penilaian dengan meninjau beberapa aspek dengan memberi tanda cek (√) pada kolom nilai yang telah tersedia dengan melihat
relevansi antara dimensi/indikator dengan butir pernyataan berdasarkan skala penilaian sebagai berikut:
1 : Tidak Relevan
2 : Kurang Relevan
3 : Relevan
4 : Sangat Relevan
3. Untuk revisi-revisi, Bapak/Ibu dapat langsung menuliskan pada naskah yang perlu untuk direvisi atau menuliskannya pada bagian
saran yang telah disediakan.
Terima kasih atas kesediaan Bapak/Ibu untuk memberikan penilaian secara objektif
B. Lembar Penilaian
KISI – KISI PEDOMAN WAWANCARA
Fokus Masalah Indikator
Sumber Data
Nomor
Butir
Informasi yang Dijaring
Guru Peserta Didik
Implementasi Pendidikan
Karakter berbasis Kearifan
Lokal (Bugis)
Religius
√ √ 1, 2, 15,
17, 18
Penanaman sikap dan perilaku guru
terhadap siswa tentang Tuhan Yang
Maha Esa.
Jujur √ √ 3, 4, 19,
20, 21
Menganalisa sejauh mana sikap jujur
dalam diri peserta didik.
Disiplin √ √ 5, 22, 23,
24, 25
Penanaman sikap disiplin dalam diri
peserta didik.
Tanggung Jawab √ √ 6, 7, 26,
27
Sikap tanggung jawab yang dimiliki
setiap peserta didik di sekolah
Kerjasama √ √ 8 ,9, 28,
29
Sikap kerjasama peserta didik dalam
kelompok dan dalam lingkungan
sekolah.
Faktor pendukung dan
penghambat dalam
penerapan Pendidikan
Karakter berbasis Kearifan
Lokal (Bugis)
Faktor Pendukung √ √ 10,11,12,
30,31,32
Faktor pendukung dalam pelaksanaan
Pendidikan Karakter
Faktor Penghambat √ √ 13,14,15,
33,34,35
Faktor penghambat dalam pelaksanaan
Pendidikan Karakter
PEDOMAN WAWANCARA GURU KELAS
Komponen Indikator No.
butir Pertanyaan
Skala
Penilaian Ket.
1 2 3 4
Implementasi Pendidikan
Karakter berbasis
Kearifan Lokal (Bugis)
Religius 1. Apakah Bapak/Ibu ikut saat pelaksanaan salat
dhuha dan dzuhur?
2. Apakah Bapak/Ibu mengintegrasikan nilai
religius pada peserta didik akan memulai
pelajaran?
Saran:
Jujur 3. Apakah Bapak/Ibu membiasakan peserta didik
agar tidak meniru pekerjaan temannya?
4. Apakah Bapak/Ibu melatih peserta didik untuk
bersikap jujur dalam melakukan apapun?
Saran:
Disiplin 5. Apakah Bapak/ibu memiliki strategi untuk
mengurangi ketidakpatuhan atau disiplin dalam
lingkungan sekolah?
Saran:
Tanggung Jawab 6. Strategi apa yang Bapak/Ibu lakukan dalam
melatih peserta didik bersikap amanah?
7. Bagaimana Bapak/Ibu mengintegrasikannya
dalam proses pembelajaran dan di luar kelas?
Saran:
Kerjasama 8. Apakah Bapak/Ibu mengintegrasi kerjasama
peserta didik di luar kelas?
9. Bagaimana cara Bapak/Ibu melatih dan
membangun mindset perserta didik untuk
Faktor pendukung dan
penghambat dalam
penerapan Pendidikan
Karakter berbasis
Kearifan Lokal (Bugis)
membangun kerjasama baik?
Saran:
Faktor Pendukung 10. Apakah Bapak/Ibu melibatkan rata-rata
keseluruhan peserta didik dalam setiap
kegiatan yang dilaksanakan sekolah misalnya
pramuka?
11. Apakah Bapak/Ibu melakuan berbagai metode
dalam membiasakan agar terbentuk sikap
dalam peserta didik?
12. Apakah Bapak/Ibu mendukung setiap kegiatan
yang di ikuti peserta didik?
Saran:
Faktor Penghambat 13. Apakah Bapak/Ibu memberikan kebebasan
orangtua peserta didik dalam menggunakan
handphone?
14. Apakah Bapak/Ibu membiarkan masyarakat
sekitar untuk masuk dalam lingkungan sekolah
dan berbaur dengan peserta didik?
15. Apakah Bapak/Ibu memperhatikan dengan
seksama perilaku peserta didik yang membawa
handphone dan yang tidak membawa
handphone?
Saran:
PEDOMAN WAWANCARA PESERTA DIDIK
Komponen Indikator No.
butir Pertanyaan
Skala
Penilaian Ket.
1 2 3 4
Implementasi Pendidikan
Karakter berbasis
Kearifan Lokal (Bugis)
Relegius 16. Apakah Guru kamu rutin ikut pelaksanaan salat
dhuha dan dzuhur?
17. Apakah Guru kamu membiasakan membaca
Al-Qur’an sebelum memulai pembelajaran?
18. Apakah di sekolah kamu selalu rutin mengaji
setiap hari Jumat?
Saran:
Jujur 19. Apakah kamu selalu di awasi Guru ketika
ulangan harian?
20. Apakah kamu melapor ke Guru ketika
menemukan uang terjatuh?
21. Ketika kamu melakukan kesalahan apa yang
kamu lakukan?
Saran:
Disiplin 22. Apakah kamu selalu mengumpulkan tugas
tepat waktu?
23. Apakah kamu selalu terlambat ke sekolah?
24. Apakah kamu selalu taat peraturan sekolah
misalnya dalam menggunakan seragam?
25. Apakah kamu selalu membersihkan kelas
sesuai dengan jadwal?
Saran:
Tanggung Jawab 26. Apakah kamu selalu mengerjakan tugas yang di
berikan Guru?
27. Ketika di amanahkan untuk menjaga teman
kelas agar tidak rebut apa yang kamu lakukan?
Saran:
Kerjasama 28. Apakah kamu senang ketika dibentuk
kelompok belajar di kelas?
Mengapa?
29. Apakah kamu senang ikut bergotong royong
membersihkan sekolah?
Saran:
Faktor pendukung dan
penghambat dalam
penerapan Pendidikan
Karakter berbasis
Kearifan Lokal (Bugis)
Faktor Pendukung 30. Apakah kamu senang dan ikut terlibat dalam
kegiatan ekstrakulikuler?
31. Apakah Guru kamu selalu membuat
pembelajaran yang menyenangkan?
32. Apakah Guru mendukung dan terlibat aktif
ketika kamu mengikuti lomba?
Saran:
Faktor Penghambat 33. Apakah kamu bebas menggunakan handphone
dalam lingkungan sekolah?
34. Apakah kamu sering ditemani orangtua saat di
sekolah?
35. Apakah rata-rata teman sekelas kamu
membawa handphone?
Apa yang kamu lakukan pada handphone yang
kamu bawa?
Saran:
Berdasarkan hasil penilaian yang dilakukan, maka dapat ditetapkan:
Instrumen dapat digunakan dengan sedikit revisi
C. Saran
1. Sebelum tanda tanya tidak perlu spasi
2. Perhatikan kaidah penulisan katayang sesuai (duha/dhuha duhur/dzuhur)
3. Perhatikan penggunaan huruf kapital (Al-Qur’an bukan al-qur’an)
4. Kata serapan asing seperti handphone ditulis miring handphone
Makassar, 12 September 2019
Validator
( DR. Ernawati, M.Pd)
INSTRUMEN
PEDOMAN OBSERVASI
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL (BUGIS)
DI SDN 283 LAUTANG KEC. BELAWA KAB. WAJO
Hari/Tanggal : Waktu :
Tempat : Sumber :
NO
FOKUS PENELITIAN
KOMPONEN
ASPEK YANG DIOBSERVASI
DESKRIPSI
Ya Tidak
1. Implementasi Pendidikan
Karakter berbasis Kearifan
Lokal (Bugis)
Implementasi
Pendidikan
Karakter
Faktor
Pendukung
Guru menerapkan nilai religious dalam lingkungan
sekolah dan ruang kelas.
Guru menerapkan nilai jujur dalam lingkungan
sekolah dan ruang kelas.
Guru menerapkan nilai disiplin dalam lingkungan
sekolah dan ruang kelas.
Guru menerapkan nilai tanggung jawab dalam
lingkungan sekolah dan ruang kelas.
Guru menerapkan nilai kerjasama dalam lingkungan
sekolah dan ruang kelas.
2.
Faktor pendukung dan
penghambat dalam
penerapan Pendidikan
Karakter berbasis Kearifan
Lokal (Bugis)
Faktor
Pendukung
Mendukung semua aktifitas positif peserta didik,
seperti kegiatan ekstrakulikuler
Guru melakukan pembiasaan dengan menciptakan
membelajaran kreatif
Guru mendukung setiap lomba yang di ikuti peserta
didik
Faktor
Penghambat
Pembiaran membawa alat komunikasi handphone ke
sekolah.
Melibatkan orangtua untuk masuk dalam lingkungan
sekolah dan menemani peserta didik.
Pembiaran munculnya sikap hedonisme dan apatis
akibat pengaruh handphone dalam lingkungan dan
ruang kelas.
PEDOMAN DOKUMENTASI
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL (BUGIS)
DI SDN 283 LAUTANG KEC. BELAWA KAB. WAJO
A. Petunjuk Pelaksanaan
1. Data yang diambil dari dokumen disesuaikan dengan kebutuhan penelitian
2. Dokumen yang menjadi rahasia instansi/lembaga tidak dipaksa untuk meminjamataumemperolehnya.
3. Berilah tanda cek (√) pada kolom “Ada” apabila aspek yang diamati muncul dan berilah tanda cek (√) pada kolom “Tidak” apabila
aspek yang diamati tidak muncul serta tuliskan deskripsi mengenai aspek yang diamati jika diperlukan.
B. Data Yang Diperlukan
NO DOKUMEN YANG DIBUTUHKAN JENIS DOKUMEN KETERANGAN
ADA TIDAK
1 Profil Sekolah
2 Tata tertib sekolah
3 Daftar guru kelas
4 Data peserta didik
5 Kegiatan pembelajaran dan ekstrakulikuler
6 Laporan hasil kegiatan tentang menumbuhkan
nilai-nilai karakter peserta didik.
7 Laporan hasil belajar peseta didik untuk
mengetahui sejauh mana nilai-nilai karakter
peserta didik.
118
Lampiran 2. Hasil Wawancara
Data Wawancara Implementasi Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal
(Bugis) di SDN 283 Lautang Kec Belawa Kab Wajo
Informan/Narasumber:
1. AW selaku Kepala Sekolah hari Jumat, 20 Desember 2019 pukul
19.00
2. SS selaku Guru Agama hari Jumat, 20 Desember 2019 pukul 19.00
3. AF, RW, MH, AR, AN selaku Guru Kelas hari Sabtu, Ahad, 21, 22
Desember 2019 pukul 13.00-18.00
No Hasil Wawancara Koding
1. P: Apakah pappaseng “Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge” diterapkan di sekolah ? AW: Sebenarnya secara tidak langsung ipagguruang anana e nasaba akko ipodang pappaseng denapahang tetapi biasa mua nangkalinga. AF: mappamula kelas siddi ipagguru memeng ni ananae, biasa mua irampengeng ta siseng, narekko mappaguruki.
Terintergrasi namun belum maksimal
2. P: Apakah pepatah “Reso temangingi namalomo nalettei pammase dewata” diimplementasi dalam pembelajaran ? SS: Tidak pernah diberitahu secara langsung kepada peserta didik. P: Mengapa, padahal hal tersebut salah satu pepatah yang menunjang karakter peserta didik SS: Karena rata-rata peserta didik tidak paham dan tidak mau mendengar kebanyakan hanya bermain-main
Kurang terimplementasi dengan baik
3. P: Pepatah “Riolo Mappatiroang, Ritengnga Mapparaga-raga, Rimunri Mangampiri” apakah disampaikan pada peserta didik saat proses belajar mengajar. AR: Tuli iparingerangi sa ananae pakanjaki ampena. AF: Sejak kelas rendah peserta didik sudah diajarkan untuk percaya diri
Sejak dini mulai di implementasi
119
misalnya agar tidak malu-malu lagi.
4. P: Apakah pepatah “Rebba Sipatokkong, Mali Siparappe, Siruik Menre Tassiruik Nok” diajarkan pada peserta didik ? RW: denengka ipau i itu tapi yappagruang mua, narekko engka sibawatta parellu, ibantui. AF: iye selalu di ajarkan saling tolong menolong antar sesama teman.
Terimplementasi secara lisan.
5. P: Apakah petuah “Lele Buluu Te Lele Abiasang” terimplementasi dalam karakter setiap steakholder di sekolah ? MH: pekko carana anana ipagguru na idi biasa meto terlamba’ AN: iye ilatih mua ananak e aja namasala kedona.
Kurang terlaksana dengan baik.
6. P: Apakah pepatah bugis “Taro Ada Taro Gau” diketahui dan di terapkan kepada peserta didik ? AW: tuli upodang ananae makkada pakanjaki ampemu nasaba guru laingnge dega nangkalinga adanna. RW: iya anak selalu di ajarkan untuk baik dalam berucap dan bertindak selalu menjaga nama baik sekolahnya.
Belum terimplementasi dengan baik.
120
Lampiran 3. Matriks temuan penelitian
Temuan Peneliti/Kearifan Lokal (Pappaseng) Kemendiknas (2010) 18 Nilai Karakter
1. Patuh kepada Tuhan yang Maha Esa (Ma Patoh
Ri Dewata’e) setara dengan “Sipakatau, Sipakalebbi,
Sipakainge”, “Reso temangingi namalomo nalettei
pammase dewata”,
2. Jujur (Ma Lempu) “Taro Ada Taro Gau”,
“Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge”
3. Disiplin (Ma Patoh) setara dengan “Lele Buluu Te
Lele Abiasang”
4. Kerja Keras (Ma Reso Temangingi) setara dengan
“Reso temangingi namalomo nalettei pammase
dewata”, “Taro Ada Taro Gau”
5. Bertanggung Jawab (Soppo:Renge) setara
dengan “Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge”, “Taro
Ada Taro Gau”,
6. Cinta Tanah Air (Mappoji Ri Wanuatta) setara
dengan “Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge”
7. Cinta Damai (Siamaseang) setara dengan
“Sipakatau, Sipakalebbi, Sipakainge”
8. “Riolo Mappatiroang, Ritengnga Mapparaga-raga,
Rimunri Mangampiri”
9. “Rebba Sipatokkong, Mali Siparappe, Siruik Menre
Tassiruik nok”
1. Religius
2. Jujur
3. Toleransi
4. Disiplin
5. Kerja Keras
6. Kreatif
7. Mandiri
8. Demokratis
9. Rasa Ingin Tahu
10. Semangat Kebangsaan
11. Cinta Tanah Air
12. Menghargai Prestasi
13. Komunikatif
14. Cinta Damai
15. Gemar Membaca
16. Peduli Lingkungan
17. Peduli Sosial
18. Bertanggung Jawab
121
Lampiran 4. Izin Penelitian
122
123
Lampiran 5. Foto Kegiatan
Tampak Depan SDN 283 Belawa
Suasana Upacara Hari Senin
124
Suasana Upacara dan Orang Tua Bebas Masuk Lingkungan Sekolah
Suasana Sebelum Bel Masuk dan Saat Istirahat
125
Suasana Proses Belajar Mengajar
Proses Belajar Mengajar Kelas Tinggi
126
Foto Bersama Peserta Didik Kelas Rendah
Foto Bersama Peserta Didik Kelas Tinggi
127
Foto Bersama Guru