+ All Categories
Home > Documents > in kunci: publik,

in kunci: publik,

Date post: 26-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 0 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
13
Jurnal IImu Sosial & Ilmu Politik ISSN 1410_4946 Volume 4, Nomor L, fuli 2000 REFORMASI BIROKRASI PUBLIK PASCA ORDE BARU: Perubahan tanpa Grand Design Miftah Thohar Abstract Normatively speaking, bureaucratic reform is bound to be sensitive to the need for democratization, plurality and the advancement of information trchnology and global competition. Examination through several cases in this article leads us to conclude that the ongoing process of the attempted reform is missing its critical element: the grand design. Kata-kata kunci: reformasi birokrasi, birokrasi publik, pemeri n ta han demokra tis Pengantar Ada tiga hal yang cukup mewarnai berbagai perubahan kelembagaan yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Tiga hal tersebut menggambarkan kondisi yang melatarbelakangi proses perubahan dari tata pemerintahan lama (Orde Baru) ke tata pemerintahan baru (Pemerintahan Reformasi). Pertama, keineinan untuk menegakkan demokrasi secara baik; kedua perubahan sistem politik dari single majority ke multi partai; dan yang ketiga, terjadinya proses perkembangan teknologi informasi dan persaingan ekonomi global. t G.rr,., Besar dalam bidang Administrasi Negara, staf pengajar pada Fakultas IImu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. 79
Transcript

Jurnal IImu Sosial & Ilmu Politik ISSN 1410_4946

Volume 4, Nomor L, fuli 2000

REFORMASI BIROKRASI PUBLIK PASCA ORDE BARU:Perubahan tanpa Grand Design

Miftah Thohar

Abstract

Normatively speaking, bureaucratic reform is bound to besensitive to the need for democratization, plurality and theadvancement of information trchnology and global competition.Examination through several cases in this article leads us toconclude that the ongoing process of the attempted reform ismissing its critical element: the grand design.

Kata-kata kunci: reformasi birokrasi, birokrasi publik,pemeri n ta han demokra tis

Pengantar

Ada tiga hal yang cukup mewarnai berbagai perubahankelembagaan yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini. Tiga hal tersebutmenggambarkan kondisi yang melatarbelakangi proses perubahan daritata pemerintahan lama (Orde Baru) ke tata pemerintahan baru(Pemerintahan Reformasi). Pertama, keineinan untuk menegakkandemokrasi secara baik; kedua perubahan sistem politik dari singlemajority ke multi partai; dan yang ketiga, terjadinya prosesperkembangan teknologi informasi dan persaingan ekonomi global.

t G.rr,., Besar dalam bidang Administrasi Negara, staf pengajar pada Fakultas IImu Sosialdan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

79

lumal llmu Sosial & Ilmu Politik, Vol. 4 Nomor I, Juli 20d)

Pada saat ini kita sedang melakukan demokrasi di segala bidangtermasuk di bidang pemerintahan. Asas demokrasi mengajarkan bahwakekuasaan dan kewenangan ada di tangan rakyat, bukan di tangan

Penguasa. Rakyat selama ini kedudukannya berada di luar hierarkipemerintahan (beyond the hierarchy).Oleh karena itu selama ini rakyattidak berdaya Qzowerless). Jika asas demokrasi akan dilaksanakan didalam pemerintahan maka kekuasaan dan kewenangan dikembalikankepada rakyat. Dalam kaitan ini, rakyat mempunyai kemerdekaanuntuk memperjuangkan aspirasinya ke dalam partai politik tertentu.Kekuasaan rakyat dalam demokrasi diwujudkan dengan pelbagai partaipolitik yang

"d". Jika asas demokrasi dan desentralisasi menjadi tekad

kita untuk pemerintahan yang akan datang, maka dalam restrukturisasibirokrasi publik harus diperhitungkan kehadiran partai politik.

Berkatian dengan asas demokrasi di atas hal lain yang perlumemperoleh perhatian untuk mendasari justifikasi restrukturisasibirokrasi publik ialah perubahan sistem politik yang terjadi setelahadanya reformasi. Sistem politik kita telah berubah dari sistem tigapartai dan adanya single majority menjadi banyak partai dan tidakmungkin terjadi single majorityluF. Sistem sentralisasi kekuasaan telahberubah menjadi sistem check and balance. Rakyat tidakmenginginkannya lagi adanya kekuasaan yang menurnpuk danmemusat di satu tangan. Selain itu keterlibatan rakyat untuk melakukankontrol pada birokrasi pemerintah menjadi faktor yang harusdiperhitungkan dalam rangka restrukturisasi birokrasi publik.

Selain demokrasi dan perubahan sistem politik, hal lain yangperlu memperoleh perhatian ialah tuntutan perkembangan teknologidan persaingan global. Pengaruh perkembangan teknologi danpersaingan global mengakibatkan tingkat pendidikan dan pengetahuanmasyarakat semakin maju. Pencerahan rakyat menjadi sesuatu yangtidak bisa lagi dihindari. Keadaan seperti ini mengakibatkan asasdemokrasi dan sistem desentralisasi merupakan tuntutan yang segeraharus dipenuhi.

Birokrasi Publik yang Demokratis

Working and schooling in democratic statemerupakan cita-citasemua orang yang mau hidup di negara yang demokratis. Selama ini

80

Miftah Thoha, Reformasi Birokrasi Publik Pasca Orde Baru:

kita belum merasakan hal seperti itu. Sekarang pemerintah berkeinginanmengamalkan prinsip-prinsip dernokrasi di segala bidang. Prinsipdemokrasi yang paling esensial meletakkan kekuasa€u:t di tangan rakyat,bukannya di tangan penguasa. Sementara itu, kini tidak ada rasa takutuntuk memasukisuitu serikat atau perkumpulan yang sesuai dengan

hati nurani dan kebutuhannya. Selaras dengan tidak adanya rasa takutini, juga dikembangkan adanya kenyataan dihargainya perbedaan

pendapat.Dalam kelembagaan pemerintahan demokratis dapat

dikembangkan prinsip-prinsip demokrasi seperti itu. Strukturkelembaguir, pemerintah Jeharusnya tidak bisa dilepaskan dari kontrolrakyat. Peranin rakyat dalam pemerintahan yang demokratis dilakukan

tetika bentuk pemerintahan baik pusat mauPun daerah akan disusun.

Wujud dari peianan ini ialah bahwa setiap bentuk dan susunan lembaga

pemerintah itu harus didasarkan pada undang_-undang. Dalam undang-

undang inilah rakyat terlibat dalam mendesain dan menetapkan

lembaga pemerintahan baik di pusat mauPun di daerah.-Dalam

lembaga pemerintatr pusat terdapat lembaga kepresidenan,

terdapat pula lembaga kabinet atau kementriary demikian pula didapatiadanya lembaga pemerintah non-departemen. Selama ini, selama kita

*"-p*yai peherintahan setelah merdeka, rakyat atauDPR tidak terlibat

menggagas apalagi ikut menyusunnya. Semua ditentukan oleh Presiden

melalui S.rtuf K"putusan (SK) Presiden atau Peraturan Pemerintah (PP)

Hal seperti ini menunjukkan kekuasaan berada di tangan Penguasabukannya di tangan rakyat. Dengan demikian selama ini prinsipdemokrasi tidak dijalankan secara baik-

Oleh karena susunan dan bentuk lembaga Pemerintah pusat

seperti disebutkan di atas didasarkan atas keputusan presiden maka

timbul tenggelaurnya, bubar dan munculnya sebuah departemen sangat

tergantung pada selera dan kemauan presiden. Maka tidak heran kalau

r"tLp kaliida susunan kabinet baru ada departemen baru, ada pulayang dibubarkan, demikian pula yang digabungkan.

Jika pembentukannya didasarkan atas undang-undangr rakyat

atau DPR ikut berperan dan mengontrolnya. Tidak bisa presiden

seenaknya membubarkan suatu departemen atau membuat departemen

baru. Prlsiden yang sekarang ini rnasih menggunakan cara-cara lama

karena belum ada undang-undangnya.

8l

/urnal IImu Sosial & IImu Politik Vol. 4 Nomor l,Juli 20M

|ika prinsip demokrasi ini dijalankan nanti, karena kemauan

Pemerintah sudah bulat mau dijalankan demokrasi, maka di bidangpemerintahan ini harus dimulai keterlibatan rakyat atau DPR untukmeranc€u:tg dan mengontrolnya. Cara semacam ini selain sesuai denganprinsip demokrasu juga sesuai dengan paradigma yang diikuti sekarangdalam birokrasi publik.

Perubahan Sistem Politik ke Arah yang Pluralistik

Sistem politik yang dianut sekarang ini berbeda dengan sistempolitik pada jaman pemerintahan Orde Baru. Sistem politik sekarangseperti kita ketahui bersama terdiri dari banyak partai politik.Pemerintah yang dihasilkan oleh sistem politik multi partai ini sulitdibayangkan adanya single majority yang menguasai pemerintahan.Paling tidak akan terjadi adanya koalisi dalam pemerintahan antarabeberapa partai politik.

Selama ini yang berkuasa dalam pemerintahan adalah partaipemenang pemilu. Adapun pemenangnya dari pemilu ke pemilu tetapGolkar. Semua posisi jabatan dalam organisasi departemen ditempatioleh kader-kader Golkar. Sehingga sulit dibedakan manakah yangbirokrat tulen manapula yang birokrat partisan. Struktur organisasitumbuh antara pejabat politik dan pejabat birokrasi. Suasana sepertiini berlangsung cukup larna, sehingga mengakibatkan terbentuknyasikap, perilaku, dan opini para pimpinan partai politik yang baru yangmenjabat menteri mau melestarikan atau mewarisi cara-cara Golkarwaktu dahulu memerintah. Semua organisasi pemerintah dikaburkanantara jabatan karier dan non karier, antara jabatan birokrasi dan jabatanpolitik. Kalau sekarang kita akan mengubahnya, kondisi mental, sikapdan perilaku politik kita belum berubah, maka akan mengulang-ulangwarisan dari pemerintahan yang lama.

Perkembangan Teknologi Informasi

Salah satu tanda kemajuan jaman dan perubahan global ialahdiberlakukannya cara kerja dalam suatu birokrasi denganmempergunakan teknologi informasi. Cara keria semacam ini akan

82

.

Miftah Thoha, Reformasi Birokrasi Publik Pasca Orde Baru:

menjadikan birokrasi tanpa batas (bou ndatyl ess organiza ti on Ashkenasdkk, 1995). Selain itu birokrasi semacam ini akan banyak mengenalpaperless orga niza ti on (Lucas, Jr, 1996) .

|ika birokrasi tanpa batas dan tanpa kertas itu diberlakukanmaka tatanan organisasi yang vertically operated,akan berubah menjadilebih pendek, ramping, dan permeated. Dengan demikian sesuaidengan asas demokrasi kewenangan birokrasi itu tidak hanya beradadi hierarki atas (penguasa) melainkan ada dimana-mana(drcentralizedl.

Birokrasi tanpa batas memberikan wajah baru dari birokrasiyang tidak lagi secara tegas mengikuti garis hierarki. Struktur organisasiyang bersifat ad-hoc, committee, dan matrik menjadi model dariorganisasi birokrasi yang akan datang. Stiuktur semacam itu biasanyadisebut struktur yang logis (Iogical structure, Lucas, Jr,1996). Selamaini organisasi birokrasi disusun berdasarkan struktur fisik yangmengetengahkan pembagian kerja (division of labofl seperti yangdiuraikan oleh teori organisasi konvensional. Susunan organisasi yanglogis ini didasarkan atas perpaduan yang sinergik antara kebutuhandan keinginan masyarakat atau customerdengan keinginan penguasaatau owner. Dengan demikian susunan, bentuk dan macam organisasipublik (pemerintah) itu tidak lagi hanya ditentukan oleh kebutuhanelit penguasa pemerintah saja, melainkan harus ditentukan bersamaantara rakyat atau masyarakat dengan pemerintah. Seperti diketahuirakyat dalam suatu negara yang demokratis selalu ditandai denganmenyatunya mereka ke dalam suatu partai politik atau kelompok-kelompok kepentingan lainnya. OIeh karena itu peranan partai politikyang berada di lembaga legislatif sangat menentukan.

Menurut perubahan paradigma birokrasi pemerintahan bahwateknologi informasi itu sekarang menjadi sesuatu hal yang sulit untukbisa dihindari. Artinya dalam pemerintahan itu teknologi informasiharus menjadi aktivitas sehari-hari dalam setiap proses danpenyelesaian.

Jika di suatu kantor pemerintah segala macam informasidiproses dengan mempergunakan teknologi, maka keharusan sepertiini merupakan salah satu kompetensi yang harus dipenuhi olehkaryawan, pejabat, dan semua pelaku birokrasi pemerintahan. Informasimerupakan ingredient pokok dalam proses kehidupan organisasi

83

lumal IImu Sosial & Ilmu Politik, Vol.4, Nomor 1, Juli 2000

birokrasi baik pemerintah maupun non pemerintah. Tanpa informasikiranya organisasi birokrasi tidak bisa melakukan aPa-aPa.

Iiki informasi seperti itu diolah berdasarkan teknologi, maka

bentuk organisasi itu menjadi ramping. Teknologi informasi seperti

telah disinggung di atas akan membuat boundaryless organizalion(Ashkenus at b iees;. Organisasi yang ramping akan diharapkan bisa

melakukan kerja yang cekatan, cepat dan responsif.

Perubahan Pemerintahan Baru

Setelah melakukan telaah konseptual di atas, kita perlumelakukan pengamatan terhadap kondisi di lapangan. Apa yang

sebenamya ielati berlangsung selama ini? Ada beberapa perubahan

pemerintahan baru yang cukup menarik untuk disimak, hanya saja

apabila dikaitkan dengan konteks demokrasi dan tehnologi seperti yang

diungkapkan di atas, tampaknya perubahan tersebut belumme.,tt ittitan adanya pertimbangan dengan konteks tersebut.

Tidak ada grand design

Awal April yang lalu Presiden Abdurrahman wahidmemisahkan Bulog dari Departemen Pemerintah (Deperindag).Kepalanya tidak lagi dirangkap oleh menteri yang memimpin suatu

departemen. Dahulu sekitar bulan Februari 1995, Presiden Soeharto

me*isuhkan Bulog dari Menteri Negara Urusan Pangan, dan jabatan

kabulog tidak lagi dirangkap seorang menteri.Presiden juga mengganti Sekretaris Negara dari Alirahman

kepada pejabat sementara Bondan Gunawan. Kepada Bondan Presiden

meminta merampingkan Sekretariat Negara, dan diberi jatah waktupaling lama 6 bulan harus sudah ramPung dan ramping.

Beberapa bulan sebelumnya isu kenaikan gaji disampaikan oleh

Presiden Abdurrahman Wahid. Isu itu kemudian diikuti denganpenielasan dan dikeluarkannya Surat Keputusan Dirjen Anggaranbahwa gaji pejabat struktural naik berlipat-lipat, dan gaji pegawai negeri

dinaikkan , tetapi tetap dalam kondisi terjepit.

84

Miftah Thoha, Reforntasi Birokrasi Publik Pasca Orcle Baru:

Jauh sebelum hal-hal tersebut terjadi, beberapa saat setelahterpilih sebagai presiden, Gus Dur menyusun kabinei yang maunyar-amping akan tetapi kenyataannya kedodoran. Dua departemendibubarkan, beberapa departemen diturunkan tingkatnyi menjadiMenteri Negara. Selain itu ada pula departemen dan menteri negarabaru. Setelah itu diikuti oleh Sekretaris Negara Alirahman dan MenpanPak Freddy Numberi yang meminta menteri-menteri baru menyusunorganisasi departemennya masing-masing. Permintaan kedua pejabatyang satu bukan menteri tetapi sederajat, yang satunya berstatusmenteri negara itu kemudian melahirkan Surat Keputusan (SK)Presiden No 134, 1.35, dan 136 tentang susunan organisasi Menko,Menneg, dan departemen yang tidak ada bedanya denganpemerintahan sebelumnya.

Kejadian-kejadian yang diceritakan di atas, menurut tafsiransaya mengindikasikan bahwa Presiden Gus Dur mempunyai keinginanmelakukan restrukturisasi atau mereformasi administrasi negara kita.Sayangnya keinginan itu tidak didesain secara holistik, sehingga adakesan parsialistik yang tidak nyambungsatu sama lain. Grand Designreformasi administrasi negara sesuai dengan keinginan dan barangkaliitga konsepsi Presiden itu tidak diikuti oleh pembantunya denganrancangan perbaikan secara matang dan menyeluruh. Visi administrasinegara yang akan datang nampaknya tidak digambarkan olehpembantu Presiden dalam kejadian-kejadian di atas. Strategi dandomain administrasi negara dalam kerangka sistem politik dandemokrasi kita yang baru sama sekali tidak bisa dibaca. Kualitas dankompetensi personil pelaku dan pendukung birokrasi pemerintah tidakpula bisa diuraikan. Jika semuanya tidak tergambar secara jelas,bagaimana restrukturisasi dan reformasi administrasi negara itu bisaterarah. Demikian pula bagaimana modal organisasi dari lembagapemerintah pusat dan daerah itu seharusnya diciptakan. Nampaknyabanyak hal Iain yang perlu dijabarkan oleh pembantunya dalamkerangka pembaharuan administrasi negara y ang baru.

Barangkali, pembantu Presiden merasa tahu keinginan Presiden,x tetapi kurang bisa merealisasikan dalam dunia nyata. Atau karenapembantu-pembantunya orang-orang baru yang selama ini melihatpemerintahan itu dari seberang jalan saja, maka yang nampak hanyasatu-satu yang tidak ada sambungannya dengan yang lain.

85

/umal llmu Sosial & Ilmu Politik Vol. 4, Nomor 1, Juli 2W

Merampingkan Setneg, menaikkan gaii PNS dan memisahkanjabatan menteri (departemen dan negara) dari rangkapan sebagai kepalayang memimpin organisasi pemerintah non departemen itu tidakberdiri sendiri-sendiri. |aman Presiden Soeharto hal tersebut telahdilakukan, demikian pula masa Presiden Habibie. Kalau sekarang jamanGus Dur b"gttu lagi, pertanyaan kita apa bedanya Gus Dur denganPresiden sebelumnya? Pertanyaan yang lebih mendasar apakah iniwujud dari cita-cita melakukan reformasi itu? Karena rakyat tahu GusDur tokoh reformasi dari Ciganjur bersama Pak Amien Rais dan BuMega, mestinya harus ada reformasi administrasi negara yangmereformasi perubahan politik dan demokrasi di tanah air ini.

Kasus I: Departemen dan Non Departemen

Mengamati kinerja departemen selama beberapa bulan di bawahkabinet Gus Dur ini ternyata masih sama dengan kinerja kabinetsebelumnya. Para menteri masih berpikir dan bertindak sektoral,berorientasi dan mementingkan departemen masing-masing. Kinerjadesentralisasi belum ada, masih nampak kental sentralisasi danmengulang cara kerja dan kinerja Suharto dan BJ. Habibie. Satu-satunyaperbedaan yang ada barangkali karena seringnya pergantian menteri-menteri yang membantu Gus Dur. Pak Harto jarang sekali kalau bolehdikatakan tidak pernah melakukan reshuftIekabinet. Sebagai bukti daripengamatan ini mari kita lihat isue-isue kebijakan pemerintah sepertiyang diungkapkan di atas.

Lembaga organisasi dibawah Presiden itu ada 2 macam, yaknidepartemen yang dipimpin oleh menteri dan non departemen yangdipimpin bukan menteri- Di Amerika Serikat lembaga pemerintah yangnon departemen itu disebut Exrcutive Agency(Mainzer,1973). Lembagaini esensinya sama dengan departeman yang dipimpin oleh menteri ,

tetapi tidak diberi label departemen.Bedanya kedua macam lembaga itu antara lain, organisasi

departemen dipimpin oleh pejabat politik yang disebut menteri.Adapun lembaga non dep dipimpin bukan pejabat politik, melainkanoleh pejabatyangprofesional di bidangnya. Lembaga non dep ini tidakboleh dipimpin atau dirangkap oleh menteri. Kedua-duanyamempunyai hubungan vertikal langsung kepada Presiden. Ketika

86

Miftah Thoha, Reformasi Birokrasi pubrik pao,a orcle Baru:

jaman Pak Harto, keduanya dikaburkan. Organisasi non departemendirangkap oleh menteri dan ada pula yang dikoordinasikan olehmenteri koordinator. Pelantikan kepala non dep yang tidak dirangkapmenteri dilantik oleh rnenteri Sesneg. Sistem politik saat itu memangyang berkuasa hanya satu partai yakni Golkar. Dengan demikian tidaiada bedanya antara jabatan politik dan jabatan karier non politik. Semuadisamakan dan yang sama itu ialah pejabat-pejabat Golkar.

Pada saat Gus Dur terpilih sebagai presiden, jaman dan sistempolitik telah berubah. Oleh karena itu mlstinya jabatan politik dan nonpolitik, dan lembaga departemen dan norr dep tidak rurr,u denganpemerintahan sebelumffya, baik pada masa pemerintahan Suhartomaupun pada masa Habibie

Departemen pemerintah merupakan suatu lembaga yangdipimpin melalui jalur politik yang berasal dari partai politik. Sebabpartai politik merupakan pengejawantahan dari demokrasi yangberintikan kekuasaan pada rakyat. Hanya pada departemen inilah partaipolitik mempunyai jalur untuk mewujudkan kebiiakan politiknyadalam memimpin pemerintahan. Akan tetapi kesempatan itu hanyadibatasi pada pimpinan departemen bukan seluruh apirat departementersebut. Dalam birokrasi departemen tidak bisa hanya didominasi olehbirokrat profesisonal saja tanpa memberikan tempat bagi pejabat politik(Carino,'1,994). Dengan demikian suatu departemen pemerintahkomposisinya harus terdiri dari jabatan teknikal atau kompetensiprofesional dari para birokrat untuk melangsungkan kontinuitasadministrasi negara, dan jabatan politik yang memimpin jabatanbirokrasi tersebut.

selain organisasi departemen, Presiden dibantu pula olehIembaga non dep yang dipimpin oleh pejabat karier profesional vangbukan partisan partai politik. Proses administrasi negara itu ditandaioleh Peran yang besar yang dilakukan oleh para birokrat kompetenyang profesional yang mempunyai keahlian tertentu (specialknowledge)yang diperoleh melalui pengalaman di dalam birokrasi itusendiri (Weber dalam Mainzer, 1973).Pejabat politik merupakan pejabatyang datang dan pergi sewaktu-waktu sehingga kontinuitaspemahaman dan pengalaman tentang keahlian tertentu itu kurangdiperolehnya. oleh karena itu jabatan pimpinan non dep sebaiknyatidak dijabat atau dirangkap oleh jabatan politik.

87

/umal IImu Sosial & IImu Politik, Vol. 4 Nomor 1,IuIi 20N

Berdasarkan konsep pemahaman seperti itu, maka lepasnyaBulog sebagai organisasi pemerintah non dep dan Menperindag kitatunggu kelanjutannya. Di hari-hari yang akan datang kita semestinyaakan mendengar keluamya SK Presiden tentang lepasnya Kepala BPPTdari Menristek, BKKBN dan Menneg Pemberdayaan Perempuan,Bappedal dari Meneg LH. Sebaiknya upaya reformasi itu tidak berhentisampai di Bulog saja, melainkan harus dirancang dalam grand designreformasi administrasi negara yang komplit. Demikian pula pelantikankepala yang memimpin organisasi non dep harus dilakukan olehPresiden bukan oleh Sesneg.

Kasus II: The Executive Office of The President

Perampingan Sesneg, nampaknya juga tidak bisa dilakukansendirian terpisah dari design besar reformasi administrasi negara.Sekretariat negara merupakan General Administration System dalamkantor eksekutif Presid en (The Executive Office of The President).Presiden Indonesia tidak mempunyai sebutan lembaga yang dikenaldengan nama kantor eksekutif presiden ini. Oleh karena itu sampaisekarang bagaimana susunan dan gambaran kerja orang-orang disekitar presiden ini tidak bisa diketahui oleh rakyat.

Kantor Eksekutif Presiden dalam sistem politik baru yangsekarang dianut di Indonesia, mestinya bisa diciptakan agar supayarakyat tahu siapa dan bagaimana kinerjanya. Rancang bangunorganisasinya terdiri dari dua macam jabatan, yakni jabatan politik danjabatan karier non politik. jabatan politik ini diisi oleh orang-orangpresiden yang mendukungnya mengantarkan dia memenangkanpemilihan presiden. Orang-orang presiden (aII the President's men)diberi jabatan non struktural, mulai dari juru bicara, sekretaris pribadi,sekretaris Presiden. Orang-orang ini jika Presidennya selesai masajabatannya atau mengundurkan drl, maka selesai pula jabatan mereka.

Sekretaris negara merupakan pejabat karier non politik. Adapunorganisasinya sejajar dengan organisasi non dep yang profesional.Sebenarnya lembaga non dep yang bisa berada di kantor eksekutifPresiden ini selain Sekneg, dapat pula antara lain LAN, BKN, GabunganBappenas, dan Ditjen Anggaran. Masing-masing berada langsung dibawah Presiden bukan dikoordinasikan oleh Sekneg. Adapun Sekkab

88

Miftah Thoha, Reformasi Birokrasi Publik Pasca Orde Baru:

dan Sekmil semuanya dikoordinasikan oleh Sekneg. SekretarisPengendalian Pemerintahan sebaiknya tidak diperlukan lagi jika tugasSekneg dan Sekkab tertata dengan baik.

Kasus III: GajiPN,S

urusan gaji PNS selama ini menjadi urusan anggaran. olehkarena itu rancangan dan pembahasannya hanya berada di departemenkeuangan dan direktorat jenderal anggaran saja. Gaji bukan semata-mata masalah keuangan saja banyak hal yang terlibat terutama hal-halyang berkaitan dengan martabat sumber daya manusia. Di jaman PakHarto gaji dipandang hanya merupakan urusan anggaran pemerintahsaja. Dengan demikian gaji baru akan dinaikkan jika dalam anggaranpemerintah tersedia pos pemasukan anggaran. Menurut kebiasaan PakHarto dahulu, pos pemasukan anggaran itu bukannya memperbaikidan menata manajemen pajak yang bersih, melainkan menaikkan hargaBBM. Jika harga BBM dinaikkan, maka rentetan gerbong yang naikadalah tarif angkutan. Jika tarif angkutan naik lalu menarik kenaikanharga-harga bahan pokok yang dibutuhkan rakyat. Sementara kenaikangaji belum sempat dinikmati PNS harga-harga di luar sudah berlombanaik. Itu yang dilakukan Menteri Keuangan jaman Pak Harto. Sekarangjaman Gus Dur mengulangi hal serupa.

sebenarnya jika kita bersungguh-sungguh memperbaiki danmenata manajemen pajak secara bersih dan taat kepada hukum, makagaji PNS tidak sejelek seperti saat ini. Pegawai negeri yangpengadaannya tidak direncanakan dengan baik, membawa akibatjumlah pegawai negeri sipil sekarang membesar dengan gaji yang tidakimbang. Pengadaan pegawai dahulu hanya didasarkan padapertimbangan agar PNS lebih banyak jumlahnya yang nantinyamendukung memenangkan Golkar dalam Pemilu. Setelahmemenangkan Golkar, nasib PNS ditelantarkan karena setiap adakenaikan gaji tidak bisa dipergunakan mensejahterakan kehidupanPNS. ]adi nasib jelek PNS dengan gaji sangat tidak mencukupi inisebenarnya merupakan kebijakan pemerintah Golkar yang kurangbertanggung jawab.

Jika manajemen pajak ditata dengan baik maka banyak uangpajak yang bisa masuk ke kas negara. Selama ini banyak uang pajak

Jumal IImu Sosial & Ilmu Politik, Vol. 4, Nomor 1, Juli 2000

yang masuk ke kantong pejabat, pegawai, dan penarik pajak. Indikatoryang bisa dikenali ialah tidak ada pegawai di kantor pajak yang miskin.Padahal mereka juga PNS. Penetapan besaran pajak seringkaliditentukan secara informal bukan formal berdasarkan Undang-undang.Dari penetapan informal ini besarannya bisa ditentukan berdua antarawajib pajak dan penarik pajak. Negara dirugikan oleh penentuan sepertiini. Betapapun pintarnya Menteri Keuangan dan Dirjen Pajak, jikamental pegawai-pegawainya rusak seperti itu yang selalu merana PNSdan rakyat.

Perbaikan manajemen pajak tidak bisa dilepaskan darirancangan besar reformasi administrasi negara. Oleh karena ituperbaikan gaji jangan hanya sebelah mata, yakni hanya dari persoalananggaran saja melainkan harus dilihat secara holistik dari sistemadministrasi negara yang perlu direformasi.

Penutup

Kasus lepasnya bulog dari Menperidag, perampingan Seknegdan kenaikan gaji PNS hendaknya bisa dipergunakan sebagai GrandDesign reformasi adrninistrasi negara kita secara komprehensif. Dengandemikian restrukturisasi dan reposisi administrasi negara baru dapatdiwujudkan dalam rangka menyongsong Indonesia Baru yangdemokratis. Sekali lagi kita bisa merasa betapa bahagia kita yang bisamenyuarakan bahn'a kita sekarang working, schooling, Iearning,playing in the democratic state.***

90

Miftah rhoha, Reformasi Birokrasi pubrik pasa orde Baru:

Daftar Pustaka

Ashkenas , Ron; Ulrich, Dave; fick, Dave; dan Kerr, Steve; (1995), TheBoundaryless Organization, Breaking The Chains of Argani-zation Structure, San Francisco, CA: Jossey-Bass Publisher.

Carino, Ledinina V., (1994), Bureaucracy for Democracy: the Dynamicsof Execu ti ve- B u rea u cra cy In teraction During Govermen ta ITra n s i ti o n s, Manil a : Col lege of Public Administratioru Univer-sity of Philiphines.

Lucas, Henry C., (1996), T- Form Organizatior+ Using Technology toDesign Organization for the 2f' Centurf,, San Fransisco, CA:

Jossey-Bass Publishers.

Mainzer, Lewis C., (1973), Political Bureaucracy, Glenview, Illinois:Scott, Foreman and Co.

Bacaan Anjuran:

Guruber, |udith E., (1988), Controlling Bureaucracies, Dilemmas inDemocratic Governance, Barkeley, CA: University of Califor-nia Press.

Hecksher, Charles dan Donnellon, Anne, (1994), The Post BureaucraticOrganization, New Perspectives on Organization Change,Thousand Oaks, CA: Sage Publication.

Thoha, Miftah, (1995), Birokrasi Indonesia dalam Era Globalisasi,Jakarta: Batang Gadis, Pusdiklat Depdikbud.

Thoha, Miftah, (1999), Demokrasi dalam Birokrasi Pemerintah: PeranKontrol Rakyat dan Netralitas Birokrasi, Pidato Pengukuhan|abatan Gurubesar pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu PolitikUniversitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

9l


Recommended