ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK
SPONGE SERTA UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI TERHADAP E. coli
RESISTEN KLORAMFENIKOL
Skripsi
Oleh
ARIK IRAWAN
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
ISOLATION AND CHARACTERIZATION OF ALKLAOID FROM SPONGE EXTRACT
AND ANTIBACTERIAL ACTIVITY TEST AGAINST E. coli RESISTANT
CHLORAMPHENICOL
By
Arik Irawan
Antibacterial activity test of six samples of sponge extract MO2C17, MO2C21, MO2C32,
MO2C34, MO4C70, and 0901A06 against E. coli resistant chloramphenicol resulting inhibition
zones 12 mm on MO2C21, 8 mm on 0901A06, 6 mm on MO2C32 and MO2C34, not observed
on MO2C17 and MO4C70. Considering the test results and the stock of samples, 0901A06
choosed for doing isolation and characterization. 2 grams of 0901A06 was fractionated by
preparative MPLC and five fractions F1 (950 mg), F2 (90 mg), F3 (163 mg), F4 (180 mg) , and
F5 (82 mg) was obtanained and collected. The chromatogram of F4 exhibits symmetrical curve
shaped, then the F4 fraction was purification by recrystallization. The greenish needle form crystal
was obtained with 6 mg of weight (0.3% of crude sample). The crystal formed F4 was tested by
TLC test with Dragendorf and UV 254 nm as visualization show one circural shaped spot with Rf
0,1 (Hexane:Ipa 9:1) and Rf 0,5 (Hexane:Ipa 7:3), UHPLC tes results one symmetrical shaped
curve of chromatogram, the tests indicates the crystal of F4 is a single compound. Characterization
by ESIMS results 338,2 m/z, weak IR spectrum peak on 1267 cm-1, strong and wide peak on 3295
cm-1, sharp and medium peak on 1654 cm-1.
Keywords : isolatiom, characterization, antibacterial alkaloid, alkaloid, E. coli, resistant
ABSTRAK
ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK SPONGE
SERTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI TERHADAP E. coli RESISTEN
KLORAMFENIKOL
Oleh
Arik Irawan
Telah dilakukan uji aktivitas antibakteri terhadap enam sampel sponge MO2C17, MO2C21,
MO2C32, MO2C34, MO4C70, dan 0901A06 terhadap E. coli dihasilkan zona hambat sebesar 12
mm pada MO2C21, 8 mm pada 0901A06, 6 mm pada MO2C32 dan MO2C34, sedangkan tidak
teramati pada MO2C17 dan MO2C70. Mempertimbangkan hasil uji dan ketersediaan stok sampel,
isolasi dan pemurnian lebih lanjut pada sampel 0901A06. Fraksinasi terhadap 2 gram sampel
ekstrak sponge 0901A06 dilakukan menggunakan MPLC preparatif diperoleh lima fraksi sampel
F1 (950 mg), F2 (90 mg), F3 (163 mg), F4 (180 mg) , dan F5 (82 mg). Kromatogram dari F4
menunjukkan bentuk yang simetris, selanjutnya dilakukan pemurnian lebih lanjut menggunakan
metode kristalisasi, kristal yang dihasilkan berbentuk jarum berwarna putih kehijauan sebanyak 6
mg (0,3 %). Uji KLT dengan visualisasi Dragendorff dan UV 254 nm menunjukkan satu noda
yang membulat pada Rf 0,1 (Heksana:Ipa 9:1) dan Rf 0,5 (Heksana:Ipa 7:3), uji lebih lanjut
menggunakan UHPLC menunjukkan satu puncak kromatogram yang simetris pada waktu retensi
2 menit. Karakterisasi MS didapatkan berat molekul sebesar 338,2 m/z, spektrum IR yang lemah
pada daerah 1267 cm-1, kuat dan melebar 3295 cm-1, tajam dan menengah pada 1654 cm-1.
Kata kunci : isolasi, karakterisasi, alkaloid antibakteri, alkaloid, E. coli, resisten
ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKALOID DARI EKSTRAK
SPONGE SERTA UJI AKTIFITAS ANTIBAKTERI TERHADAP E. coli
RESISTEN KLORAMFENIKOL
Oleh
ARIK IRAWAN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Arik Irawan, lahir di
Trenggalek pada 18 Maret 1993 sebagai anak kedua
dari pasangan Bapak Imam Muryanto dan Ibu
Daryati. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah
Dasar di SDN 1 Labuhan Dalam, Bandar Lampung
pada 2005, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 29
Bandar Lampung pada 2008, dan Sekolah Menengah
Atas di SMA Gajah Mada, Bandar Lampung pada 2011. Penulis, pada tahun yang
sama, melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Jurusan Kimia melalui jalur Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi Himpunan
Mahasiswa Kimia (HIMAKI) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung sebagai Kader Muda Himaki (KAMI) periode 2011-2012
dan anggota Biro Usaha Mandiri Himaki periode 2012-2013, anggota Biro
Penerbitan periode 2013-2014. Selain itu, Penulis juga aktif dalam organisasi
Pers Mahasiswa Kepala Biro Usaha UKMF Natural FMIPA periode 2013-2014.
Selain menjadi mahasiswa, penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum Kimia
Organik untuk mahasiswa jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Pada tahun 2014, penulis menyelesaikan Kerja Praktik
dengan judul ”Skrinning Antibakteri Ekstrak Sponge terhadap S. aureus”.
Jadilah seperti pohon yang memiliki manfaat untuk makhluk hidup
lain di muka bumi. Ilmu diibaratkan seperti air, pohon merubahnya
menjadi udara yang sejuk dan buah yang manis.
–Arik Irawan–
Sujud syukur kusembahkan pada-Mu, yang utama dari segalanya, Allah SWT yang
selalu memberiku banyak kebaikan, berkah, rahmat, dan cinta yang tiada dua.
Kupersembahkan karya sederhanaku ini untuk:
Orang tuaku tercinta Bapak Imam Muryanto dan Ibu Daryati yang senantiasa memberikan kasih sayang,
cinta, motivasi, dukungan, dan doa untukku. Karya ini tak sebanding dengan apa yang
aku terima selama ini, maka jika ada ungkapan syukur dan terima kasih yang terindah
dari yang terindah, terbaik dari yang paling baik, dengan segenap hati dan jiwa kan
kupersembahkan untuk kalian.
Pembimbing penelitianku Andi Setiawan, Ph.D. yang tak terperi keikhlasan dan kesabarannya dalam
membimbing, memotivasi, dan mendukungku hingga menyelesaikan pendidikan.
Almamater Tercinta Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamiin, segala puji bagi Rabb semesta alam, Allah SWT
yang selalu melimpahkan berkah, rahmat, hidayah, dan cinta kasih-Nya kepada
penulis. Engkau senantiasa memberi ilmu pengetahuan sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya sederhana yang berjudul:
ISOLASI DAN KARAKTERISASI SENYAWA ALKLAOID DARI
EKSTRAK SPONGE SERTA UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI
TERHADAP E. coli RESISTAN KLORAMFENIKOL
Sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada suri tauladan umat, Nabi
Muhammad Saw beserta keluarga, sahabat, dan umatnya yang senantiasa
istiqomah di jalan Allah.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari
bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, izinkan
penulis dengan penuh kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada :
1. Andi Setiawan, Ph. D. sebagai Pembimbing I atas bimbingan, bantuan,
nasihat, motivasi dan keikhlasannya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
2. Prof. Dr. Yandri A.S., M.S. sebagai Penguji dan Pembimbing Akademik atas
saran, kritik membangun, selalu membimbing, memberi nasihat, motivasi, dan
kesabaran yang diberikan kepada penulis.
3. Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T. selaku Ketua Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung dan sebagai
Penguji II saya atas kritik dan saran yang membangun.
4. Prof. Warsito, D.E.A., Ph. D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
5. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.
6. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Imam Muryanto dan Ibu Daryati yang telah
membesarkan, merawat, dan mendidik serta memberikan semangat dan cinta
kasih yang tiada hentinya kepada penulis.
7. Saudara penulis, Almh. Yanti Sahertian dan Sulisdyo Muhayana yang selalu
memberikan dukungan dan semangat.
8. Sahabat penulis Akbar yang telah memberikan support moril kepada penulis.
9. Sahabat tercinta Meong Gede : Yusry, Rio, Nico, Juned, Yudha dan Kak
Slamet yang tidak pernah lelah mengingatkan, mendukung, dan memberikan
semangat serta doa kepada penulis.
10. Partner penelitian penulis, Mbak Fafai, Mbak Shifa, Miftah, Wagiran, Tri
Marital, Dewi, Intan, Gita, Citra, Celli, Riska, Uut, Fendi, Dira, Beber,
Rahma, Erien, Oci, Jevi, Oklis, Pinu, dan Miko atas kerjasama, dukungan,
motivasi, dan yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan
skripsi.
11. Keluarga Cheven untuk persaudaraan, keceriaan, dan kenangan selama
menempuh pendidikan : Ajeng, Ana, Andri, Anggino, Ari, Asti, Ayu, Ay-ay,
Azies, Cindy, Daniar, Dewi, Tamara, Eva, Mila, Fatma, Fany, Irkham, Ivan,
Jeje, Lewi, Lili, Mirfat, Mardian, Mega, Melli, Melly, Nira, Nopi, Gani,
Ramos, Ridho, Rina, Rio W., Uswah, Umi, Yudha, Yulia, Almh. Yunia,.
12. Rekan-rekan Laboratorium Polimer angkatan 2011 Gegek, Vevi, Tata dan
Windy atas bantuan, motivasi, dan dukungannya.
13. Keluarga besar penulis di UKMF Natural FMIPA, baik staf ahli, alumni,
pengurus dan magang atas keceriaan, semangat, dan doa untuk penulis.
14. Keluarga besar KKN Kebangsaan 2014 Desa Sotok Kabupaten Sanggau,
Kalimantan Barat atas kebersamaannya selama ini.
15. Pak Gani, Paman, dan Mas Nomo atas seluruh bantuan yang diberikan selama
penulis menempuh pendidikan di Jurusan Kimia.
16. Kakak dan adik tingkat penulis Angkatan 2009, 2010, 2012, 2013, 2014, dan
2015.
17. Almamater tercinta, Universitas Lampung.
Semoga Allah senantiasa membalas bantuan dan dukungan yang diberikan kepada
penulis dengan kebaikan dan pahala yang berlipat ganda, aamiin. Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan
kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan penelitian di masa datang. Semoga bermanfaat.
Bandar Lampung, Januari 2018
Penulis
Arik Irawan
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5
Sponge ..................................................................................................... 5
Alkaloid ................................................................................................... 7
1. Alkaloid Imidazol.................................................................. 7
2. Alkaloid Bromopirol ............................................................. 9
3. Alkaloid β-karbolin ............................................................... 10
4. Alkaloid Aaptamin ................................................................ 12
5. Alkaloid Alkilpiperidin ......................................................... 14
6. Alkaloid Piridoakridin ........................................................... 14
7. Alkaloid Steroidal dan Terpenoid ......................................... 15
Isolasi Senyawa Alkaloid ........................................................................ 17
Preparasi Sampel ............................................................................... 17
Kromatografi Lapis Tipis Alkaloid ..................................................... 19
Metode Pemisahan KLT................................................................ 20
Adsopsi pada Kromatografi .......................................................... 20
Pendeteksian Alkaloid ................................................................... 22
iv
Fraksinasi dan Pemurnian Menggunakan Medium Pressure Liquid
Chromatography (MPLC) .................................................................. 23
Instrumentasi ................................................................................ 25
Pemilihan Pelarut .......................................................................... 25
Karakterisasi Senyawa Alkaloid .............................................................. 27
Spectrometry Infrared (IR)................................................................ 27
Electrospray Ionization Mass Spectrometry (ESIMS) ...................... 28
Escherichia coli Resistan Terhadap Antibiotik ......................................... 31
Kloramfenikol ............................................................................................ 32
METODE PENELITIAN ................................................................................. 33
Waktu dan Tempat .................................................................................. 33
Alat dan Bahan ........................................................................................ 32
Prosedur Penelitian.................................................................................. 34
1. Biomaterial ........................................................................................ 39
2. Uji Pendahuluan Menggunakan Metode Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) ....................................................................................... 34
3. Uji Antibakteri Enam Sampel Ekstrak Kasar Sponge terhadap E. coli ..
.............................................................................................................. 34
4. Fraksinasi Ekstrak Sponge Menggunakan Medium Pressure Liquid
Chromatography (MPLC) .................................................................. 35
5. Uji Aktivitas Antibakteri dari senyawa hasil fraksinasi dan pemurnian
terhadap E. coli Resistan .................................................................... 35
6. Pemurnian dan Analisis Kemurnian Senyawa Alkaloid .................... 35
7. Karakterisasi Senyawa Bioaktif Hasil Isolasi dan Pemurnian
Spektrometri Inframerah (IR)...................................................... 36
Spektrometri Massa (MS) ........................................................... 36
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 37
Uji KLT Ekstrak Kasar Sponge.................................................................. 37
Uji Aktivitas Antibakeri Ekstrak Kasar Sponge......................................... 38
Fraksinasi Sampel Ekstrak Sponge Menggunakan MPLC ........................ 40
v
Pemurnian dan Analisis Kemurnian Senyawa Alkaloid ............................ 42
Analisis Spektrometri IR ............................................................................ 44
Analisis MS ................................................................................................ 46
Uji Antibakteri pada F4 dan F4C terhadap E. coli resistan kloramfenikol ....
.................................................................................................................... 49
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 53
LAMPIRAN ......................................................................................................... 59
Skema Penelitian ....................................................................................... 60
v
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Deskripsi komparatif dari berbagai teknik kromatografi kolom preparatif. ... 24
2. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kasar sponge ......................................... 38
3. Hasil aktivitas antibakteri F4 dan F4C terhadap E. coli resistan ..................... 50
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Alkaloid imidazol dari sponge Leucetta chanonensis : naamin F (1) ; naamin
G (2) (Hassan et al., 2004 dan Tsukamoto et al., 2007) ............................... 8
2. Alkaloid bromopirol dari Stylissa sp. 12-N-metil-stevensin (3) dan 12-N-
metil-2-debromostevensin (4) (Fouad et al., 20012) .................................... 10
3. Alkaloid β-karbolin hyrtiosulawesin (Salmoun et al., 2002) ........................ 11
4. Alkaloid manzamin dari sponge Pachipellina sp., 8 hydroxymanzamine J
(Ichiba et al., 1994) ....................................................................................... 12
5. Alkaloid aaptamin 5-benzoildemetilaaptamina (Pham et al., 2013) ............. 13
6. Alkaloid alkilpiperidin Tetradehidrohaliklonasiklamin A (Mudianta et al.,
2010) ............................................................................................................. 14
7. Alkaloid piridoakridin Labuanin A (Aoki et al., 2003) ................................ 15
8. Alkaloid diterpen (-) - agelasine D (Hertiani et al., 2010) ............................ 15
9. Alkaloid steroidal kortistatin J (Aoki et al., 2007)........................................ 16
10. Instrumentasi yang umum pada MPLC (Hostettmann dan Terreaux, 2000) 25
11. Ilustrasi skematik (a) dan gambar (b) dari sebuah mass analyzer (Gross, 2004)
....................................................................................................................... 30
12. Quadropole Ion Trap (March 2000) .............................................................. 30
13. KLT Sampel ekstrak kasar sponge pada plat silika n-Hex:EtOH 1:4 dengan
visualisasi (1a) Dragendorff, (1b) UV 254, dan (1c) serium sulfat. ............. 37
14. Uji aktivitas antibakteri enam sampel sponge ............................................... 40
15. Kromatogram dan pembagian fraksi sampel 0901A06 ................................. 41
vii
16. Visualisasi UV (3a) dan Dragendorf (3b) fraksi F1-F5 hasil MPLC ............ 42
17. Kristal F3C Terbentuk Setelah Evaporasi ..................................................... 44
18. Visualisasi UV (5a) dan pereaksi Dragendorff (5b) dari F4C dengan eluen 9:1
(Rf = 0,1) dan 7:3 (Rf = 0,5) Heksana:Ipa .................................................... 44
19. Kromatogram UHPLC dari senyawa F4C menggunakan kolom C18 dengan
eluen metanol:air 9:1 ..................................................................................... 45
20. Spektrum spectrometer IR dari methanol P.A. ............................................. 46
21. Spektrum spektrometer inframerah dari senyawa F4C dalam methanol ...... 46
22. Spektrum MS dari senyawa F4C .................................................................. 47
23. Struktur senyawa F4C berdasarkan database antimarin ............................... 47
24. Analisis fragmentasi senyawa F4C menggunakan ChemBiodraw Ultra 11
bagian 1 ......................................................................................................... 48
25. Analisis fragmentasi senyawa F4C menggunakan ChemBiodraw Ultra 11
bagian 2 ......................................................................................................... 49
26. Perbandingan sruktur senyawa (a) F4C dengan (b) spongothymidine ......... 50
27. Hasil uji aktivitas antibakteri F4 dan F4C terhadap E. coli resistan ............. 51
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dahuri et al. (1996) mengemukakan bahwa Indonesia merupakan negara maritim
dengan gugus kepulauan yang jumlah pulaunya mencapai ± 17.508 membentang
dari ujung barat hingga ujung timur dengan panjang garis pantainya lebih dari
81.000 km dan luas lautannya sektar 5,8 juta km2 yang terdiri dari 3,1 juta km2
perairan Nusantara dan 2,7 juta km2 perairan Zona Ekonomi Eksklusif. Dengan
didukung oleh bentangan wilayah pesisir dan lautan yang luas serta ekosistem
pesisir seperti terumbu karang (coral reef), padang lamun (sea grass) dan bakau
membuat Indonesia menjadi negara dengan keanekaragaman hayati (biodiversity)
yang terbesar di dunia.
Secara geografis, Indonesia berada pada posisi yang strategis. Terletak di antara
Benua Asia dan Australia, serta diapit oleh Samudra Hindia dan Pasifik (Bengen,
2001) ditambah dengan iklim tropis-nya membuat Indonesia menjadi negara
dengan potensi sumber daya laut yang beraneka ragam, salah satu diantaranya
adalah sponge (porifera). Perairan Indonesia diketahui memiliki lebih dari 1500
spesies sponge yang telah teridentifikasi. Keanekaragaman biota laut Indonesia
juga menjadi indikasi adanya keanekaragaman struktur senyawa (Harsono, 2001).
Sponge merupakan biota laut yang potensial untuk menghasilkan metabolit
sekunder yang memiliki sifat bioaktif. Hal ini terbukti dari 6000 substansi bioaktif
2
(lead compound) yang diisolasi dari biota laut dalam dekade terakhir, 40%
diantaranya berasal dari sponge (Ireland et al., 1993; Kobayashi dan Rachmaniar,
1999; Proksch, 1999). Produksi metabolit sekunder pada sponge memungkinkan
memberikan kemampuan untuk menghidar dari predator atau organisme yang
mengganggu lainnya. Senyawa tersebut disintesis berdasarkan interaksi ekologis,
contohnya pada interaksi perlindungan diri (Host Defense Interaction). Sponge
tidak hanya kaya akan metabolit sekunder, tapi juga memiliki kemampuan untuk
menyintesis berbagai macam senyawa, seperti poliketida, alkaloid, peptide, dan
terpenoid. Senyawa-senyawa tersebut dilaporkan memiliki aktifitas sebagai
antitumor, antijamur, antibakteri, dan juga sebagai antioksidan (Ichiba et al.,
1994; Hasan et al., 2004; Arai et al., 2014).
Kajian secara intensif dari senyawa metabolit sekunder pada sponge banyak
difokuskan pada senyawa alkaloid. Beberapa senyawa yang telah diisolasi
menunjukkan aktifitas antibakteri. Sebagai contoh, Chelossi et al. (2006) berhasil
mengisolasi garam polimer 3-alkilpridinium dari sponge Reniera sarai yang
menunjukkan aktifitas antibakteri terhadap biofilm bakteri. Selain itu Arai et al.
(2009) mempublikasikan senyawa tetrasiklik alkilpiperidin alkaloid, 22-
hidroksihaliklonasiklamin B, bersama dengan dua jenis alkaloid lainnya, yaitu
halisiklonasiklamin A dan B dari sponge laut Haliclona sp., dari perairan
Indonesia. Hasil kajian lebih lanjut menunjukkan isolat halisiklonasiklamin A dan
B memiliki aktifitas antidorman mikrobakteri Mycrobacterium smegmatis dan M.
bovis Hasil penelitian terbaru dilaporkan bahwa agelas D yang berasal dari
Agelas juga diketahui sebagai antibakteri (Arai et al., 2014). N-metilnifatin A,
sebuah senyawa golongan 3-alkil piridin baru yang diperoleh dari sponge
3
Indonesia Xestospongia sp, menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel PANC-
1 dalam kondisi kekurangan glukosa dengan nilai IC50 sebesar 16 µM, sedangkan
tidak ada penghambatan pertumbuhan yang teramati hingga 100 µM di bawah
kondisi kultur yang umum (Arai et al., 2016).
Diare, salah satu penyakit yang disebabkan oleh adanya infeksi bakteri E. coli,
telah menjadi penyebab kematian anak dibawah usia 5 tahun terbesar kedua di
dunia, dan bertanggung jawab atas kematian sekitar 525.000 anak setiap tahunnya.
Diare dapat bertahan beberapa hari dan dapat mengurangi air dan garam yang
dibutuhkan tubuh untuk bertahan hidup. Akhirnya, tubuh menjadi dehidrasi dan
kehilangan cairan yang menjadi penyebab utama kematian dikarenakan oleh diare
(WHO, 2017).
E. coli yang merupakan bakteri penyebab utama diare dapat diatasi dengan
penggunaan antibiotik seperti kloramfenikol. Namun, dalam dekade terakhir
penggunaan antibiotik tersebut tidak lagi menjadi efektif. Resistensi antibiotik
dari bakteri menjadi penyebab utama infeksi sukar untuk ditangani (Davies dan
Davies, 2010).
Resistensi antibiotik biasanya hanya terjadi pada senyawa obat yang sering
digunakan, namun tidak dengan senyawa baru yang belum pernah digunakan
sebelumnya untuk mengatasi infeksi bakteri. Hal ini menjadi acuan dilakukannya
penelitian untuk menemukan senyawa baru untuk menangani infeksi bakteri
terhadap antibiotik yang tidak lagi efektif.
4
Difusi agar sumur (agar well diffusion) menjadi metode baku yang digunakan
untuk menguji aktivitas antibakteri pada senyawa yang didapatkan dari isolasi
hewan dan tumbuhan, contohnya senyawa alkaloid (Balouiri et al., 2016).
Dalam penelitian ini akan dilakukan uji aktivitas antibakteri dari senyawa alkaloid
sponge terhadap bakteri E. coli resisten kloramfenikol menggunakan metode
difusi agar sumur serta karakterisasi senyawa alkaloid hasil isolasi menggunakan
spektrometri IR, MS dan NMR.
Tujuan Penelitian
Penelititan ini dilakukan bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi
senyawa bioaktif alkaloid dari sponge sebagai antibakteri terhadap bakteri E. coli
resisten kloramfenikol.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang potensi
senyawa antibakteri yang terkandung dalam sponge untuk dapat digunakan dalam
pengembangan di bidang ilmu kimia organik bahan alam, farmasi, dan
kedokteran.
TINJAUAN PUSTAKA
Sponge
Porifera atau yang juga biasa disebut dengan sponge merupakan hewan
multiseluler yang telah ada sejak 700-800 juta tahun yang lalu. Terdapat sebanyak
15.000 spesies sponge di seluruh dunia, kebanyakan diantaranya hidup di laut dan
hanya 1% dari total sponge hidup di perairan air tawar (Belarbi et al., 2003).
Sponge memproduksi toksin dan senyawa lainnya untuk mengusir dan
menghalangi predator (Uriz et al., 1996; Pawlik et al., 2002), bersaing wilayah
dengan hewan spesies sessile lainnya (Porter and Targett, 1988; Davis et al.,
1991; Beccerro et al.,1997), untuk berkomunikasi dan perlindungan terhadap
infeksi. Dari seluruh spesies sponge yang telah diinvestigasi, lebih dari 10%
menunjukkan aktivitas sitotoksik (Zhang et al., 2003) sebagai acuan untuk
produksi obat-obatan. Potensi senyawa terapeutic meliputi antikanker dan
immunomodulator. Beberapa sponge terlihat juga memproduksi agen antifouling
yang potensial (Armstrong et al., 1999).
Meskipun sudah banyak senyawa bioaktif yang telah ditemukan dalam sponge
(Garson, 1994; Uriz et al., 1996b; Osinga et al., 1998; Munro et al., 1999;
Pomponi, 1999; Faulkner, 2000; Sepcic, 2000; Richelle-Maurer et al., 2003; Arai
et al., 2014) hanya beberapa diantara senyawa tersebut dijual secara komersil.
6
Konsentrasi dari senyawa bioaktif pada sponge umumnya rendah, contohnya
hanya 0,4 % dari berat kering sponge, tetapi konsentrasi setinggi 12% pernah
tercatat pada beberapa metabolit (Unson et al., 1994). Lebih dari 5.300 senyawa
bahan alam yang telah diketahui berasal dari sponge, dan setiap tahunnya
dilaporkan 200 senyawa metabolit baru dari sponge.
Senyawa bioaktif dari sponge telah dikelompokkan sebagai anti inflamasi,
antitumor, imun atau neurorepresif, sitotoksik atau sifat kardiovaskuler, inhibitor
enzim, dan inhibitor-divisi sel (cell division-inhibitors). Sponge merupakan rumah
bagi berbagai jenis mikroorganisme simbiotik seperti archaea, bakteri,
sianobakteri, dan mikroalga. Mikroorganisme simbiotik menjadi sumber dari
berbagai macam senyawa bahan alam, karena senyawa metabolit yang terbentuk
merupakan hasil biosintesis dari simbion (Perdicaris, Vlachogianni, Valavanidis,
2013).
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan
81.000 Km garis pantai menjadikan keanekaragaman organisme laut Indonesia
paling kaya di dunia. Senyawa bioaktif yang memiliki kemampuan biomedical
yang tinggi seperti antikanker, antibiotik, antioksidan, anti-AIDS, anti-TBC, dan
anti-Alzheimer telah dilaporkan dari invertebrata laut Indonesia bersamaan
dengan mikroorganisme yang berasosiasi dengan mereka. Penelitian terhadap
senyawa bioaktif dari sponge sendiri lebih difokuskan pada senyawa alkaloid
(Putra dan Jaswir, 2014).
7
Alkaloid
Berdasarkan review Putra dan Jaswir berikut ini merupakan jenis-jenis alkaloid
yang telah diidentifikasi di perairan Indonesia :
1. Alkaloid Imidazol
Kelompok alkaloid imidazol dilaporkan sebagai metabolit biologis aktif dari
sponge genera Leucetta, Chlatrina, Leucosolenia, dan Hyrtios. Beberapa dari
alkaloid tersebut menunjukkan aktivitas biologis yang sangat penting seperti
sitotoksik, antimikroba, antikriptokokal, aktivitas penghambat enzim nitrat oksida
sintase, dan aktivitas antitumor. Sejumlah alkaloid imidazol baru yang diberi
nama naamin F, naamin G, kealinin A, kealinin B, kealinin C, metildorimidazol,
dan preklatridin B diisolasi pada tahun 2004 dari sponge Leucetta chagosensis
yang didapatkan dari Sulawesi Selatan, Indonesia oleh Hassan et al.. Setelah itu,
dilaporkan juga oleh Tsukamoto et al., dua alkaloid imidazol dari jenis sponge
yang sama Leucetta cagosensis yang diperoleh dari lokasi geografis yang berbeda,
Sulawei Utara, Indonesia pada 2007.
Struktur kimia pada cincin B dari naamidin H dan naamidine I sama dengan
naamin G, dan struktur dari naamidin H dan naamidin I terdapat penambahan
pada cincin D dibandingkan dengan naamin G, hal ini mengindikasikan dua jenis
sponge dari Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara secara umum memiliki enzim
untuk memproduksi naamin G, dan lebih lanjut sponge dari Sulawesi Utara
memiliki enzim tambahan untuk keberhasilan pembentukan senyawa naamidin H
dan naamidin I.
8
Gambar 1. Alkaloid imidazol dari sponge Leucetta chanonensis : naamin F (1) ;
naamin G (2) (Hassan et al., 2004 dan Tsukamoto et al., 2007)
Sejumlah alkaloid imidazol telah diisolasi, beberapa diantaranya membentuk sifat
antimikroba dan/atau antitumor. Berdasarkan uji bioassay yang dilakukan oleh
Hasan et al. naamin G menunjukkan aktivitas antifungal yang kuat terhadap jamur
pitopatogen Cladosporium herbarum juga memperlihatkan sitotoksisitas yang
rendah terhadap limpoma tikus (L5178Y) dan kultur sel human cervix carcinoma
(HeLa). Uji pada udang galah yang dilakukan oleh Tsukamoto et al., Leucetta
chagosensis dari Sulawesi Utara, kealiinin A lebih aktif dari pada naamin G.
Naamidin H dan naamidin I sitotoksik terhadap sel HeLa pada rentang IC50 5.6
dan 15 µg/L.
9
2. Alkaloid Bromopirol
Sesuai denngan namanya, alkaloid bromopirol memiliki gugus pirol yang
terbrominasi. Senyawa ini merupakan golongan yang paling banyak ditemukan
pada sponge.
Alkaloid bromopirol juga memiliki aktivitas farmakologi yang menarik meliputi
sitotoksisitas, antimikroba, dan aktivitas imunosupresif yang menarik perhatian
para kimiawan kimia bahan alam sebagai total sintesis terutama dalam dekade
terakhir. Empat senyawa pirol terbrominasi meliputi 12-N-metil stevensin, 12-N-
metil-2-debromostevensin, 3-debromolatonduin B metil ester, dan 3-
debromolatonduin A telah diisolasi dari sponge Stylissa species yang berasal
dari,Kepulauan Derawan, Berau, Kalimantan Timur, Indonesia. 12-N-metil
stevensin menunjukkan aktivitas in vitro sitotoksik yang signifikan terhadap
kultur sel limpoma tikus L5187Y dengan nilai EC50 sebesar 3,5 µg/mL (Fouad et
al. 2012).
Dua sampel sponge Stylissa carteri yang dikumpulkan pada tahun 1997 di Ambon
dan Sulawesi, diperoleh dua alkaloid bromopirol, debromostevensin dan
debromohimenin (Eder et al. 1999).
Sponge Indonesia Agelas linnaei yang didapatkan dari Kepulauan Seribu
mengandung 11 turunan senyawa pirol-terbrominasi baru, diberi nama
dibromohidroksifakellin, asam 4-(4,5-dibromo-1-metilpirol-2-karboksamido)-
butanoat, agelanin A, agelanin B, agelanesin A, agelanesin B, agelanesin C,
agelanesin D, mauritamida B, mauritamida C dan mauritamida D. Agelanesin A-
D terbukti menjadi tiramin baru yang mengandung haloderivates, yang sejauh ini
10
hanya terlihat dari Agelas oroides. Kehadiran subtituen iodida pada bagian tiramin
hanya ditemukan pada agelanesin B dan agelanesin D yang membuat senyawa
dari kelompok ini menjadi lebih atraktif. Agelanesin menunjukkan aktivitas yang
menonjol pada sitotoksisitas terhadap kultur sel lipoma tikus L1578Y. Nilai IC50
dari senyawa-senyawa agelasin tersebut masing-masing 9,55, 9,25, 16,67, dan
13,06 μM. Agelanesin A dan B memiliki nilaik IC50 yang paling rendah. Hal
tersebut menyiratkan bahwa sitotoksisitas dari agelasenin berhubungan dengan
derajat brominasi pada cincin pirol (Hertiani et al.2010).
Gambar 2. Alkaloid bromopirol dari Stylissa sp. 12-N-metil-stevensin (3) dan 12-
N- metil-2-debromostevensin (4) (Fouad et al., 20012)
3. Alkaloid β-karbolin
Sponge Hyrtios erectus yang dikumpulkan dari Sulawesi Barat Daya, diperoleh
sebuah alkaloid β-karolin yang diberi nama hyrtiosulawesin (Salmoun et al.,
11
2002). Dua alkaloid β-karolin, variabin A dan variabin B merupakan β-karolin
pertama yang mengandung gugus sulfat.
Gambar 3. Alkaloid β-karbolin hyrtiosulawesin (Salmoun et al., 2002)
Manzamin pertama kali diperkenalkan pada tahun 1986 (Sakai et al. 1986),
merupakan golongan alkaloid menarik, ditandai dengan β-karolin yang disatukan
dan dihubungkan oleh system cincin tetra- atau pentasiklik. Golongan alkaloid ini
dilaporkan menunjukkan aktivitas biologis yang signifikan seperti sitotosik(Sakai
et al. 1986), insektisida(Edrada et al.1996), antibakteri(Nakamura et al. 1987),
anti-infeksi(Watanabe et al. 1998), dan aktivitas antiparasit(Tsuda et al. 1996),
juga memiliki potensi luar biasa untuk digunakan pada aplikasi klinis dengan
mengontrol bakteri Plasmodium falciparum dan Mycobacterium tuberculosis
(Ang et al.2000). Empat alkaloid manzamin telah diisolasi dari
Acanthostrongylophora sp. yang diambil di Teluk Manado.dinamai 12,34-
12
oxamanzamine E (35), 8-hydroxymanzamine J (36), 6-hydroxymanzamine E (37),
12,28-oxamanzamine E (38), (Hu et al. 2003).
Gambar 4. Alkaloid manzamin dari sponge Pachipellina sp., 8
hydroxymanzamine J (Ichiba et al., 1994)
4. Alkaloid Aaptamin
Sponge dari genus Aaptos telah ditemukan mengandung banyak kelompok
alkaloid 1H-benzo [d,e]-[1,6] naftiridin yang juga dikenal dengan nama aaptamin.
Senyawa mirip aaptamin juga ditemukan pada genus sponge lain Xestospongia,
Suberites, Hymeniacidon, dan Luffarriella. (Larghi et al. 2009). Pada bagiannya,
genus Aaptos terus menjadi sumber penemuan alkaloid aaptamin baru yang masih
menarik untuk digunakan pada pencarian metabolit bioaktif baru. Golongan
13
alkaloid ini dilaporkan memiliki aktivitas biologis yang signifikan meliputi
sitotoksik, antivirus, antimikroba, antijamur, antiparasitik, α-adrenergik
antagonistic, pemecahan molekul radikal, dan aktivitas antifouling (Larghi et al.
2009).
Dari Aaptos suberiotides yang diambil di Ambon dihasilkan empat turunan
aaptamin, 11-metoksi-3H-[1,6] naftiridino [6,5,4-def] quinoksalin-3-on, 2,11-
dimetoksi-3H-[1,6] naftiridino [6,5,4-[def]-quinoksalin-3-on, 5-
benzoildemetilaaptamina, dan 3-amino demetil (oksi)-aaptamin.
Gambar 5. Alkaloid aaptamin 5-benzoildemetilaaptamina (Pham et al., 2013)
5-benzoildemetilaaptamin menghambat pertumbuhan sel L5178Y, dengan nilai
IC50 5,5µM. kelompok alkaloid lain yang diberi nama 2-methoksi-3-
oksoaaptamina diisolasi dari Aaptos sp. dari Kupang pada tahun 2009. Senyawa
tersebut memiliki kemampuan antimikobakteri terhadap Mycobacterium
smegmatis yang ditumbuhkan dan dengan konsentrasi minimum hambatan
(Minimum Inhibitory Concentration) sebesar 1,5-6,25 µg/ml (Arai et al., 2014).
14
5. Alkaloid Alkilpiperidin
Di Indonesia sendiri telah diisolasi Tetradehidrohaliklonasiklami A,
Tetradehidrohaliklonasiklamin A mono-N-oksida, dan 2-epi-
Tetradehidrohaliklonamin dari sponge Halichondria sp, yang diambil dari Teluk
Tulamben, Bali (Mudianta et al. 2010).
Gambar 6. Alkaloid alkilpiperidin Tetradehidrohaliklonasiklamin A (Mudianta et
al., 2010)
6. Alkaloid Piridoakridin
Marine sponge Indonesia Biemma fortis diambil di Labuanbajo, Flores Barat,
Nusa Tenggara Timur, pada tahun 2001 menghasilkan sebuah piridoakridin yang
diberi nama Labuanina A (Aoki et al.2003).
15
Gambar 7. Alkaloid piridoakridin Labuanin A (Aoki et al., 2003)
7. Alkaloid Terpenoid dan Steroidal
Agelas nakamurai alkaloid diterpen yang diberi nama (-) - agelasine D dan (-) -
ageloxime D, (Hertianti et al. 2010).
Gambar 8. Alkaloid diterpen (-) - agelasine D (Hertiani et al., 2010)
16
Senyawa (-) - agelasine D dan (-) - ageloxime D menunjukkan sitotoksisitas
terhadap sel limfoma tikus L5178Y (masing-masing IC50 4.03 dan 12,5 μM).
Selanjutnya, (-) - agelasine D dan (-) - ageloxime D menghambat pengendapan
larva impuls Balanus dalam bioassay anti-fouling dan terbukti beracun bagi larva.
(-) - Agelasine D menghambat pertumbuhan bentuk plankton dari bakteri
pembentuk biofilm S. epidermidis (MIC <0,0877 μM) namun tidak sampai
menghambat pembentukan biofilm, sedangkan turunan (-) - ageloxime D
menunjukkan profil aktivitas yang berlawanan dan hanya menghambat
pembentukan biofilm tapi tidak dengan pertumbuhan bakteri.
Sebuah sponge Indonesia Corticium simplex menghasilkan empat alkaloid steroid,
kortistatin J, kortistatin K, dan kortistatin L Gambar 12.
Gambar 9. Alkaloid steroidal kortistatin J (Aoki et al., 2007).
Struktur kimia ditentukan oleh analisis 2D-NMR menjadi unik abeo-9 (10- 19)
alkaloid steroida tipe-steroida yang masing-masing memiliki unit isoquinolin
bukan pada bagian rantai samping (Aoki et al. 2007). Cortistatin J menunjukkan
aktivitas anti-proliferasi sitostatik terhadap HUVECs (IC50 = 8 nM), di mana
indeks selektif 300-1100 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan fibroblast
17
dermal manusia normal (NHDF) dan beberapa sel tumor [ Sel karsinoma
epidermoid KB (KB3-1), sel leukemia myelogenous kronis manusia (K562), dan
sel neuroblastoma murine (Neuro2A)].
Isolasi Senyawa Alkaloid
1. Preparasi Sampel
Berbagai prosedur preparasi sampel telah dikembangkan untuk formulasi farmasi,
bahan tanaman dan biologi. Karena pada sebagian besar dari alkaloid berada
dalam bentuk garam bersama dengan campuran kompleks senyawa nonalkaloid
seperti garam anorganik atau zat yang bersifat lipofilik, diperlukan pra-pemisahan
dengan prosedur ekstraksi yang sesuai.
Sementara dalam kasus analisis larutan, sampel basa (atau asam) dan ekstraksi
dengan pelarut organik seperti kloroform atau dietil eter sudah cukup, untuk
mengisolasi alkaloid dari bahan tanaman diperlukan beberapa proses dan mungkin
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode.
Isolasi yang paling sering dilakukan adalah dengan ekstraksi cair-cair. Bahan
tanaman dengan kandungan cairan tinggi harus diekstraksi terlebih dahulu dengan
minyak ringan atau air yang mengandung asam klorida encer untuk
menghilangkan lemak. Pelepasan basa alkaloid terjadi di bawah pengaruh
penambahan basa nonmineral, umumnya amonia. Kemudian diekstraksi dengan
pelarut organik yang bebas air atau campuran alkohol-air.
18
Untuk ekstraksi yang efisien pada kasus di atas, alkaloid harus berada dalam
bentuk yang dapat diekstraksi paling sedikit 95%, jadi penyesuaian pH sampel
sampai pH = pKa + 2 tercukupi.
Pemurnian lebih lanjut dicapai dengan mengekstraksi kembali alkaloid dari
pelarut organik ke dalam fase berair dari pH yang berlawanan, di mana alkaloid
hadir sebagai garam.
Teknik ekstraksi cairan yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan
selektivitas ekstraksi adalah ekstraksi pasangan ion yang awalnya digunakan
untuk mengekstrak strychnine dari sirup.
Pemurnian ekstrak kasar tanaman dari senyawa non-alkaloid dapat dilakukan
dengan mengendapkan alkaloid dengan asam pikrat, garam Reinecke, reagen
Mayer, atau dengan menggunakan pertukaran ion atau kolom adsorpsi kecil.
Ekstraksi fase padat (ESP) semakin populer. Kondisi penyerapan khusus dimana
alkaloid ditahan dengan kuat menyebabkan prekonsentrasi basa bebas (pada
aluminium oksida), garamnya (pada silika yang diresapi asam fosfat) atau sebagai
bentuk ion (pada pengubah ion).
Harus ditekankan bahwa, dalam kasus silika gel, alkaloid kuarterner lebih kuat
ditahan daripada yang terner dengan fase metanol. Perbedaan tersebut juga
menciptakan kemungkinan memisahkan kedua kelompok alkaloid ini.
19
Salah satu metode terakhir untuk mengisolasi kelompok alkaloid dari sampel
padat adalah supercritical fluid extraction (SFE). Metode ini meningkatkan
efisiensi ekstraksi dan memperpendek waktu analisis.
Sambil mempertimbangkan masalah ekstraksi, isolasi dan pemurnian alkaloid,
kita harus berhati-hati dengan kemungkinan reaksi dan pembentukan senyawa
artefak yang tidak diinginkan. Salah satu alasannya adalah adanya kotoran di
dalam pelarut yang digunakan. Dengan demikian, peroksida (dalam eter)
menyebabkan oksidasi, etil kloroformat (dalam kloroform) membentuk
etilkarbamat alkaloid; senyawa yang mengandung halogen; bromoklorometana
dan diklorometana (dalam kloroform) menyebabkan kuadranisasi alkaloid tersier,
sedangkan sianogen klorida (dalam diklorometana) merupakan penyebab nitrilasi
amina primer dan sekunder. Dekomposisi juga mungkin disebabkan oleh reaksi
fotokimia, terutama pada larutan kloroform.
Terakhir mungkin ada reaksi dengan pelarut itu sendiri, terutama dengan
kloroform, keton, atau alkali kuat. Fakta bahwa kloroform yang digunakan
sebagai komponen fase gerak dapat menimbulkan efek pendinginan juga harus
ditekankan (Flieger, 2000).
2. Kromatografi Lapis Tipis Senyawa Alkaloid
Dari sudut pandang kimia, alkaloid membentuk kelompok senyawa organik yang
sangat beragam dengan karakter basa (kecuali beberapa turunan dari purin dan
kolik). Alkaloid memiliki gugus amino tersier atau kuartener dalam molekulnya
dan hanya sedikit yang mengandung gugus amino sekunder. Mengingat fakta
20
bahwa masalah analitis yang berhubungan dengan alkaloid sebagian besar
berkaitan dengan sifat fisikokimianya, umumnya dibagi menurut jenis struktur
kimia menjadi tropan, quinolin, indol, diterpen dan lain-lain. Klasifikasi lain yang
berguna didasarkan pada kelompok botani (misalnya tembakau, lupin, ergot,
strychnos, vinca dan alkaloid catharanthus), dan ini sangat berguna bagi
perkembangan studi kemotaksik.
3. Metode Pemisahan KLT
Jenis komposisi sistem adsorpsi dan pelarut yang digunakan menentukan
mekanisme pemisahan yang terjadi dalam proses kromatografi. Adsorben juga
menentukan metode preparasi sampel. Jadi, untuk kromatografi adsorpsi dan
partisi, alkaloid umumnya berada dalam bentuk basa pada pelarut organik polar;
sedangkan untuk penyerap pada kromatografi pertukaran ion, alkaloid berada
dalam bentuk garam dalam larutan berair.
Memilih sifat kimia yang optimal dari fase diam dan gerak sangat penting dalam
kasus alkaloid karena kemampuan ionisasi molekulnya.
4. Adsorpsi pada Kromatografi
Silika gel adalah fase diam yang paling sering digunakan dalam kromatografi
adsorpsi. Sifat asam lemah dari permukaannya mungkin menjadi alasan untuk
penyerapan kimia senyawa alkaloid, terutama bila pelarut nonpolar netral
digunakan.
21
Bercak berekor (tailing spot) mungkin terjadi dan bahaya dari penggunakan fase
gerak netral adalah pembentukan bercak ganda (double spot), yang diakibatkan
oleh deprotonasi parsial molekul jika alkaloid diaplikasikan sebagai garam. Inilah
sebabnya mengapa silika gel paling sering digunakan dalam kombinasi dengan
fase gerak basa atau gel diimpregnasi dengan buffer basa atau senyawa basa
(KOH, NaOH, NaHCO3). Colchicine adalah pengecualian dari aturan tersebut
dan, karena sifatnya yang netral, dapat dianalisis dalam sistem pelarut netral yang
dikombinasikan dengan pelat silika gel.
Aplikasi menggunakan alumina lebih sedikit dari silika gel. Basa alumina paling
sering digunakan. Sifat basa yang lemah di permukaan memungkinkan
penggunaan sistem pelarut netral sebagai fase gerak. Penggunaan alumina netral
atau asam terkadang lebih sesuai, bergantung pada sifat alkaloid yang diperiksa,
Sistem pelarut yang digunakan dalam kromatografi ad. sorpsi adalah campuran
biner atau terner dari kloroform, benzena, etil asetat dan lainnya. Alkalifikasi fase
gerak dicapai dengan penambahan amonia, dietilamina, trietilamina atau
trietanolamina. Metode yang sangat menarik untuk memilih pelarut yang sesuai
diusulkan pada akhir 1960an, dan didasarkan pada nilai rata-rata tertimbang
konstanta dielektrik, dan dengan diperkenalkannya campuran azeotropik homogen
(metanol-kloroform-metil asetat, metanol-aseton-kloroform, metanol -benzena).
Pemilihan kekuatan pelarut yang tepat, terutama pada campuran eluen kompleks
yang digunakan untuk analisis alkaloid, parameter xe, xd, dan xn yang
dikembangkan oleh Snyder sangatlah berguna. Cara tersebut mengacu pada
22
kemungkinan pelarut yang bertindak sebagai akseptor proton, donor proton, atau
yang menunjukkan interaksi dipol yang kuat. Semua kemungkinan komposisi
campuran pelarut kuartener, terner dan biner telah dijelaskan oleh model Prisma.
Hal tersebut dapat diterapkan baik dalam sistem fase normal atau terbalik dengan
tujuan untuk mengoptimalkan kondisi pemisahan.
5. Pendeteksian Alkaloid
Hanya sedikit alkaloid yang terlihat langsung pada kromatogram sebagai bintik
berwarna dan metode visualisasi harus diterapkan untuk mendeteksinya. Untuk
mendeteksi senyawa di bawah sinar UV, indikator fluoresensi ditambahkan ke
adsorben.
Alkaloid menjadi terlihat dibawah sinar UV dengan panjang gelombang pendek (λ
= 254 nm), di mana muncul sebagai zona gelap pada latar belakang fluoresen. Ini
dianggap sebagai metode pendeteksian nonselektif karena, pada lapisan yang
berisi indikator fluoresen, emisi menggelapkan di daerah saat semua senyawa
organik aromatik menyerap sinar UV bersama dengan pelat yang terpapar.
Reagen paling populer yang bereaksi dengan atom nitrogen tersier dan kuartener
yang ada dalam molekul alkaloid adalah reagen Dragendorff dan kalium
iodoplatinat. Alkaloid yang mengandung gugus amino primer dan sekunder yang
mendapat perlakuan dengan dimetil sulfat memberikan atom nitrogen kuarterner,
yang memungkinkan deteksi efektif dengan reagen ini juga.
23
Reagen Dragendorff dan iodoplatinat ada dalam berbagai modifikasi. Penggantian
air dalam reagen ini oleh asam asetat atau etil asetat, dietil eter-metanol atau asam
hidroklorida meningkatkan sensitivitas reaksi dan secara signifikan memperbaiki
ketajaman bercak (spot). Penyemprotan larutan natrium nitrat 10% setelah
penggunaan pereaksi Dragendorff menyebabkan warna zona alkaloid
diintensifkan atau distabilkan dan meningkatkan sensitivitas menjadi 0,01-0,1 μg.
Modifikasi, dimana kromatogram disemprotkan dengan asam sulfat 10% setelah
penggunaan reagen Dragendorff, juga menyebabkan peningkatan sensitivitas
reaksi. Reagen potensium iodoplatinate memberikan identifikasi awal, karena
warna berbeda diperoleh dengan alkaloid berbeda (Flieger, 2000).
6. Fraksinasi dan Pemurnian Menggunakan Medium Pressure Liquid
Chromatography (MPLC)
MPLC merupakan salah satu dari berbagai macam teknik kromatografi kolom
preparatif. Pemisahan di bawah tekanan membuat penggunaan ukuran partikel
dari fase diam yang lebih kecil menjadi memungkinkan dan juga dapat
meningkatkan keragaman fase geraknya. MPLC diperkenalkan pada 1970-an
sebagai sebuah teknik efisien untuk pemisahan senyawa organik preparatif.
MPLC mengatasi satu kelemahan utama dari Low Pressure Liquid
Chromatography (LPLC), yaitu keterbatasan muatan sampel. Metode pemisahan
ini sekarang secara rutin digunakan secara bersamaan/dikombinasikan dengan alat
preparatif umum lainnya: kromatografi kolom terbuka, flash chromatography,
LPLC atau High Pressure Liquid Chromatography (HPLC). Perbedaan antara LC
24
tekanan rendah, medium Tekanan dan tekanan tinggi didasarkan pada rentang
tekanan yang diterapkan pada teknik ini dan tumpang tindih masih sering terjadi.
MPLC memungkinkan pemurnian senyawa dalam jumlah yang besar dan, tidak
seperti kromatografi kolom terbuka dan flash chromatography pemisahan pada
MPLC lebih cepat dan hasil yang lebih baik. Pengemasan material dengan ukuran
partikel lebih rendah dibawah tekanan meningkatkan kualitas pemisahan dan
terlebih lagi fase diam dapat digunakan kembali.
Tabel 1. Deskripsi komparatif dari berbagai teknik kromatografi kolom
preparative (Hostettmann dan Terreaux, 2000). Teknik Ukuran
partikel
fase diam
(m)
Tekanan
(bar)
Kecepatan
alir
(mL/menit)
Jumlah
sampel
(g)
Pelarut
Kolom kromatografi
terbuka
63-200 Atomosfir 1-5 0.01-100 Menggunakan
pelarut yang
umum
Flash
chromatography
40-63 1-2 2-10 0.01-100 Menggunakan
pelarut yang
umum
LPLC 40-63 1-5 1-4 1-5 Membutuhkan
banyak pelarut
Preparatif MPLC 15-40 ≤50 ≤35 0.05-100 Membutuhkan
banyak pelarut
Preparatif HPLC 5-30 >20 2-20 0.01-1 Membutuhkan
pelarut dengan
kemurnian tinggi
Tabel 1 memberikan deskripsi komparatif dari metode kromatografi preparative
yang berbeda. Kesederhanaan dan ketersediaan instrumentasi, bersamaan dengan
daur ulang bahan kemasan dan biaya perawatan yang rendah, berkontribusi pada
daya tarik teknik ini.
25
7. Instrumentasi
Gambaran skematis dari pengaturan MPLC sederhana ditunjukkan pada Gambar
14. Instrumentasi terdiri dari sebuah pompa untuk pengiriman pelarut, sistem
injeksi sampel, dan kolom yang dikemas sendiri. Pemisahan produk dapat diikuti
secara manual dengan melakukan pemantauan dengan kromatografi lapis tipis
(KLT) atau secara otomatis dengan detektor dan perekam yang terhubung ke stop
kontak kolom. Senyawa yang telah terpisah dikumpulkan dengan kolektor fraksi.
Gambar 10. Instrumentasi yang umum pada MPLC (Hostettmann dan Terreaux,
2000).
8. Pemilihan Pelarut
Pemilihan sistem eluen juga merupakan titik penting dalam pengembangan dan
optimalisasi pemisahan MPLC. Kasus ideal akan menjadi pengujian langsung
berturut-turut dari berbagai campuran pelarut pada kolom MPLC. Namun, dalam
praktik rutin, pendekatan semacam itu jelas tidak mungkin karena pemborosan
waktu karena ekuilibrium kolom, bersamaan dengan hilangnya sampel, dan lain-
26
lain. Dua metode terutama digunakan untuk pemilihan pelarut: optimasi dengan
KLT atau transposisi kondisi HPLC analitik pada MPLC .
KLT Awal memungkinkan skrining yang cepat dari banyak pelarut yang mungkin
terjadi dan sekarang sudah mapan bagaimana hasil KLT pada pelat silika gel
dapat dialihkan ke kolom gel silika. Pengujian pelarut pada pelat KLT sililasi
dapat digunakan untuk kolom fase terbalik. Salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan adalah bahwa luas permukaan silika gel yang digunakan dalam KLT
adalah dua kali lipat dari bahan pengemas kolom. Oleh karena itu, disarankan agar
konstituen sampel menampilkan faktor retensi (RF) lebih rendah dari 0,5 pada
pelat KLT. Kelemahan utama metode ini adalah pemisahan dan resolusi yang
lebih rendah yang diamati saat mengurangi kekuatan pelarut untuk memperoleh
RF ≤ 0,5. Sebuah alternatif telah disarankan untuk menghindari masalah ini:
penggunaan kromatografi lapis bertekanan tinggi (OPLC) sebagai metode
percontohan untuk MPLC. Pada tahap pertama, eluen multikomponen yang sesuai
dengan selektivitas yang baik dicari dengan cara KLT. Penyesuaian kekuatan
pelarut dan fine tuning dilakukan dengan OPLC. Tidak seperti KLT, OPLC
adalah sistem yang tertutup dan seimbang dan dapat dipandang sebagai 'kolom
planar'. Karena sifat-sifat ini, transposisi langsung dari OPLC ke MPLC adalah
metode yang akurat dan efisien. Pendekatan semacam ini juga berlaku untuk
teknik kromatografi tekanan preparatif lainnya menggunakan gel silika normal
sebagai fase diam.
Setelah dipilih kondisi ideal, kompromi harus ditemukan antara kecepatan
pemisahan dan pemuatan sampel: mengurangi kekuatan pelarut (misalnya dengan
menambahkan air ke sistem pelarut dalam separasi fase terbalik) akan
27
meningkatkan pemisahan antara perbedaan Komponen dan mampu memuat
sampel yang lebih tinggi, namun akan membutuhkan waktu pemisahan yang
cukup lama. Pengaruh kekuatan pelarut pada resolusi campuran standar telah
dipelajari dan penurunan resolusi linier diamati saat meningkatkan kekuatan
pelarut. Menjalankan gradien juga dimungkinkan dengan MPLC, asalkan sistem
pengiriman pelarut yang sesuai digunakan. Penajaman puncak dapat diperoleh
dengan perubahan fase mobile yang sederhana. Penguapan dalam jumlah besar
pelarut terjadi setelah pengumpulan fraksi untuk memusatkan senyawa yang
dimurnikan. Prosedur ini dapat menyebabkan akumulasi sejumlah besar kotoran
tidak beracun dari pelarut. Karena pelarut dengan kemurnian tinggi sangat mahal,
distilasi awal pelarut kelas biasa untuk mempersiapkan eluen bisa menjadi
kompromi yang baik antara kemurnian pelarut dan kuantitas yang digunakan.
Penggunaan pelarut kelas rendah tersebut seringkali menyiratkan suatu tahap
pemurnian tambahan dengan filtrasi gel, misalnya (Hostettmann dan Terreaux,
2000).
Karakterisasi Senyawa Alkaloid
1. Analsis Spektroskopi IR
Pada analisis untuk senyawa alkaloid sponge menggunakan FTIR sudah banyak
dilakukan. N-Methylniphatyne A yang diisolasi dari sponge indonesia
Xetospongia sp. pada analisis spektroskopi FTIR memberikan spektrum yang kuat
pada daerah panjang gelombang 1570 cm-1 dan 2930 cm-1 (Arai, 2016).
28
Senyawa aaptamin, 2-Metoksi-3-oksoaaptamin yang diisolasi dari sponge
Indonesia Aaptos sp. spektrum terbaca pada daerah 2926, 1870, 1487, 1282, dan
1086 (Arai, 2014).
2. Analisis Electrospray Ionization Mass Spectrometry (ESI-MS)
Spektrometri massa (MS) merupakan suatu metode analisis menggunakan
spektrometer massa, MS terdiri dari bagian utama yaitu pengion, pemisah ion, dan
detector. Ionisasi yang umum digunakan untuk sampel yang tidak mudah
menguap saat ini adalah dengan cara semprot (spray), metode tersebut terdiri dari
atmospheric pressure chemical ionization (APCI) dan electrospray ionization
(ESI) kedua metode terebut memiliki keunggulan pada sensitivitas dan
produktivitas, namun ESI memliki keunggulan pada pengerjaan sampel yang
rentan terhadap suhu tinggi, sehingga metode tersebut lebih banyak digunakan
(Vestal, 1963).
Pada pengerjaan menggunakan metode ESI, sampel dilarutkan dalam pelarut polar
seperti H2O, MeOH, i-PrOH, CH3CN, atau CH2Cl2 yang mengandung pelarut
volatile seperti HCOOH, CH3COOH, TFA, NH4OAc, atau Et3N. Sebuah
tegangan tinggi (biasanya 3-4 kV) diterapkan pada larutan berion yang terbentuk
sebelumnya, dan muncul dari pipa kapiler tipis pada kecepatan alir sekitar 0,5-500
L/menit. Daerah elektrik menyebabkan pelarut keluar dalam bentuk membulat
yang kemudian terpecah menjadi butiran-butiran (tetesan) kecil (Gambar ). Ion
quasi-molekular dihasilkan dari berbagai variasi proses ionisasi (Cole, 1997).
29
ESI-MS difokuskan untuk menginvestigasi molekul polar berukuran kecil.
Metode tersebut menjadi penting saat kelompok peneliti Fenn pada tahun 1988
menunjukkan ion multi-muatan dapat dihasilkan dari protein melalui ESI (Fenn et
al., 1990). Hal tersebut memungkinkan analisis molekul dengan berat molecular
lebih dari 100.000 menggunakan mass analyzer konvensional (contohnya
quadropole dan ion trap) dengan range massa mulai dari 100 hingga 3000 m/z.
Electrospray merupakan metode yang paling lembut dari semua metode ionisasi
yang ada memungkinkan analisis melokul labil termal, kompleks logam, atau
studi tentang interaksi non kovalen. Metode tersebut juga dapat dihubungkan
dengan kromatografi cair untuk analisis campuran kompleks seperti cairan
biologis atau protein konsumsi.
Pengelompokan dari MS didasarkan pada metode yang digunakan (ionisasi dan
pemisahan ion). Ada berbagai macam metode ionisasi yang digunakan pada MS
namun, yang paling sering digunakan dan paling efisien untuk menangani sampel
alkaloid adalah electrospray ionization (ESI) yang dapat dikombinasikan dengan
liniear quadrupole analyzer, quadrupole terdiri dari 4 batang logam pararel.
Sebuah arus listrik searah (DC) dialirkan pada sepasang batang yang berlawanan
tersebut dan sebuah tegangan radiofrekuensi (RF) dialirkan pada pasangan batang
logam lainnya ilustrasi dapat terlihat pada Gambar 11.
30
Gambar 11. Ilustrasi skematik (a) dan gambar (b) dari sebuah mass analyzer
(Gross, 2004)
untuk menganalisis senyawa dengan berat molekul yang besar serta memiliki
sensitifitas yang tinggi. QIT terdiri dari sebuah cincin dengan celah dan penutup
elektroda yang diisi dengan gas inert, biasanya gas helium pada tekanan 3-5.10-5
yang digunakan sebagai pendingin ion saat memasuki penangkap.
Gambar 12. Quadropole Ion Trap (March 2000)
31
Dengan instrumentasi seperti itu, dibutuhkan beberapa langkah untuk merekam
spektrum massa. Setelah trap dikosongkan, partikel bermuatan dikumpulkan
secara spesifik berdasarkan voltase DC dan RF, kemudian dikumpulkan ke
tengah-tengah analyzer. Lalu, ion dikeluarkan secara selektif massa (mass
selective) menuju detektor.
Dikarenakan range massa mulai dari 40 hingga 3000, ESI sebagai metode ionisasi
sangat cocok jika dipasangkan dengan QIT mass analyzer.
Escherichia coli Resisten Terhadap Antibiotik
Escherichia coli merupakan bakteri yang umum menghuni saluran pencernaan
masusia dan hewan, bakteri tersebut merupakan penyebab nosokomial dan infeksi
yang diderita sebagian besar masyarakat (von Baum dan Marre, 2005). Di dalam
saluran pencernaan, E. coli komensal dapat mentransfer gen resisten antibiotik
kepada berbagai macam mikroorganisme, seperti bakteri patogen, terutama saat
terkena antibiotik (Smith et al., 2007). Transfer gen resisten antibiotik pertama
kali dijelaskan oleh Smith (1969) yang mengisolasi strain E. coli dari saluran
pencernaan manusia dan hewan. Selama bertahun-tahun, penemuan ini
dikonfirmasi pada banyak penelitian (Aaerestrup dan Wegener, 1999; Winokur et
al., 2001; Angulo et al., 2004; Wang et al., 2006). Manusia terjangkit dan/atau
terinfeksi melalui kontak fisik.
Makanan yang terutama berasal dari hewan merupakan sarana bagi patogen
resisten antibiotik (von Baum dan Marre, 2005; Riaño et al., 2006). Beberapa
32
penelitian memperlihatkan hubungan epidemiologis pada strain E. coli berbeda
yang diisolasi dari manusia, makanan, dan peningkatan jumlah isolat resisten
(Voltattoni et al., 2002 Ramchandani et al., 2005; Manges et al., 2007; Johnson et
al., 2007; Thorsteinsdottir et al., 2010).
Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotik yang berguna untuk menangani infeksi
bakteri, antibiotik ini termasuk dalam golongan fenikol dengan spectrum bakteri
yang luas mulai dari bakteri gram positif : Streptococcus spp., Staphylococcus
spp., Enterococcus spp., Bacillus anthracis dan Listeria monocytogenes, juga
pada bakteri gram negative : Hemophilus influenzae, M. catarrhalis, N.
meningitides, E. coli, P. mirabilis, Salmonella spp., Shigella spp., dan
Stenotrophomonas maltophilia.
Kloramfenikol mengikat subunit kromosom 50S dan menghambat enzim
peptidiltransferase. Penghambatan ini berakibat pada pencegahan transfer asam
amino ke rantai petida yang baru, yang pada akhirnya menyebabkan
penghambatan pembentukan protein (Mc Kane dan Kandel, 1986).
Berdasarkan review Davies dan Davies (2010), mekanisme resistensi
kloramfenikol dari bakteri adalah dengan melakukan elaborasi dengan enzim
kloramfenikol asetiltransferase, atau dikenal juga dengan sebutan asetilasi,
mengurangi permeabilitas membran dan mutasi pada subunit ribosom 50S yang
menjadi target kloramfenikol.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada Agustus-November 2017 di Unit Pelaksana Teknis
Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi (UPT-LTSIT), Universitas
Lampung. Analisis spektroskopi infrared (IR) di UPT-LTSIT, sedangkan analisis
spektrometri massa dilakukan di Balai Pengawasan Obat dan Makanan Lampung.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat-alat gelas (Pyrex), satu set
perlengkapan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan plat aluminium silica gel
60 F254 (Merck) dan plat kaca C18, satu set perlengkapan kromatografi kolom,
lampu ultraviolet (UV, Kohler), Spektrofotometer UV-Vis (Agilent Cary 100),
dan Medium Pressure Liquid Chromatography (MPLC, Buchi),Ultra High
Performance Liquid Chromatography (UHPLC, Simadzu), Infrared Spectrometry
(Agilent Cary 630), Mass Spectrometry (Sciex Qtrap 4500).
Bahan biomaterial terdiri dari spesimen sponge dan bakteri. Pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi dan kromatografi berkualitas teknis yang didestilasi,
sedangkan untuk analisis spektrofotometer berkualitas pro-analisis (p.a). Bahan
kimia yang digunakan meliputi etil asetat (EtOAc), Metanol (MeOH), etanol
34
(EtOH), Isopropil alcohol (Ipa), diklorometana (DCM), n-heksana, akuades
(H2O), asam sulfat, (H2SO4), barium klorida (BaCl2), media nutrien agar (NA),
kloramfenikol, kalium iodide (KI), pereaksi Dragendorff, dan serium (IV) sulfat.
Prosedur Penelitian
1. Biomaterial
Pada penelitian ini digunakan sponge dan E. coli yang diperoleh dari koleksi Unit
Pelaksana Teknis Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi (UPT-
LTSIT), Universitas Lampung.
2. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Enam Ektrak Kasar Sponge
Enam sampel ekstrak kasar sponge yang telah diketahui sediaannya, dilakukan Uji
KLT menggunakan plat silika dan dielusi dengan heksana:etanol 4:1, visualisasi
terhadap uji KLT dilakukan menggunakan UV, serium sulfat, dan Dragendorff
(Dragendorff, 1884).
3. Uji Antibakteri Enam Sampel Ekstrak Kasar Sponge terhadap E. coli
Uji dilakukan menggunakan metode difusi agar (Bauer, 1966), inokulum bakteri
yang digunakan sudah distandarisasi dengan Mc. Farland 0,5.
35
4. Fraksinasi Ekstrak Sponge Menggunakan Medium Pressure Liquid
Chromatography (MPLC)
Dengan mempertimbangkan hasil KLT dan uji aktivitas dari enam sampel
dilakukan fraksinasi menggunakan MPLC, kolom yang digunakan merupakan
kolom C18 dengan diameter 21 mm dan panjang 129 mm,kecepatan alir yang
digunakan sebesar 20 mL/menit. Perbandingan pelarut metanol:air yang
digunakan dilakukan secara gradient.
5. Pemurnian dan Analisis Kemurnian Senyawa Alkaloid.
Pemurnian senyawa dilakukan dengan metode slow evaporation dalam pelarut
yang sesuai. Setelah didapatkan kristal, diuji kemurniannya menggunakan KLT
dengan perbandingan pelarut yang berbeda dan HPLC kuantitatif kolom c18
(ukuran kolom), H2O:MeOH 1:9 (isokratik) dengan kecepatan aliran 1mL/menit.
Kemurnian senyawa ditandai dengan adanya noda membulat yang simetris pada
plat KLT dan satu puncak spektrum yang simetris pada HPLC.
6. Uji Aktivitas Antibakteri dari senyawa hasil fraksinasi dan pemurnian
terhadap E. coli Resisten
Uji aktivitas antibakteri terhadap fraksi hasil MPLC dan pemurnian terhadap E.
coli resisten dilakukan menggunakan metode yang sama dengan metode yang
digunakan oleh Bauer et al., pada tahun 1966, namun standar E. coli yang
digunakan berbeda yaitu 3.0 Mc Farland.
36
Karakterisasi Senyawa Bioaktif Hasil Isolasi dan Pemurnian
1. Spektroskopi IR
Untuk analisis spektrometri IR digunakan spektroskopi IR yang ada pada UPT-
LTSIT Universitas Lampung.
2. Analisis MS
Analisis MS berdasarkan metode yang digunakan oleh Dudley 2013.
KESIMPULAN
Sponge 0901A06 mengandung senyawa (F4C) yang bersifat sebagai
antibakteri. Senyawa aktif mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli
resistan kloramfenikol pada konsentrasi 30 g dengan diameter hambatan 6
mm. Hasil analisis IR menunjukkan vibrasi ulur C-N glikosidik pada serapan
1267,3 cm-1, vibrasi ulur gugus amida sekunder dan vibrasi ulur C=C pada
daerah serapan 1654,9 cm-1, dan vibrasi ulur O-H pada daerah serapan 3295,0
cm-1. Dari hasil analisis spektometri massa didapatkan m/z sebesar 338.2,
analisis struktur berdasarkan data MS dan database antimarin didapatkan
struktur spongotimidine tersubtitusi oleh gugus fosfat yang merupakan
alkaloid turunan dari asam nukleat.
SARAN
Dibutuhkan konfirmasi lebih lanjut struktur dari molekul senyawa bioaktif
menggunakan spektrometri proton dan karbon NMR. Perlu dilakukan analisis
yang spesifik terhadap gugus fosfat yang ada dalam senyawa bioaktif.
52
Aktivitas dari senyawa murni F4C terlihat lebih rendah dibandingkan dengan
kontrol positif, diperlukan uji bioaktif lebih lanjut seperti uji antibakteri pada
bakteri lain, konsentrasi hambatan minimum (MIC), dan lain sebagainya
untuk melihat potensi dari senyawa.
DAFTAR PUSTAKA
Aarestrup FM, Wegener HC. 1999. The effect of antibiotic usage in food animals on the
development of antimicrobial resistance of importance for human in Campylobacter
and Escherichia coli. Microb Infect. 1:639-644.
Ang KKH, Holmes MJ, Higa T, Hamann MT, Kara UA (2000) In vivo antimalarial activity
of the beta-carboline alkaloid manzamine A. Antimicrob Agents Chemother 44: 1645-
1649.
Angulo FJ, Nargund VN, Chiller TC. 2004. Evidence of an Association Between use of Anti-
microbial Agents in Food Animals and Anti-microbial Resistance Among Bacteria
Isolated from Humans and the Human Health Consequences of Such Resistance. J Vet
Med Series B. 51:374-379.
Aoki S, Watanabe Y, Tanabe D, Setiawan A, Araia M, et al. (2007) Cortistatins J,K,L, novel
abeo-9(10-19)-androstane-type steroidal alkaloids with isoquinoline unit, from marine
sponge Corticium simplex. Tetrahedron Letters 48, 4485-4488.
Aoki S, Wei H, Matsui K, Rachmat R, Kobayashi M (2003) Pyridoacridine alkaloids
inducing neuronal differentiation in a neuroblastoma cell line, from marine sponge
Biemna fortis. Bioorg Med Chem. 11: 1969-1973.
Aoki, S., A. Setiawan, Y. Yoshioka, K. Higuchi, R. Fudetani, Z. Chen, T.Sumizawa, S.
Akiyama, and M. Kobayashi. 1999. Reversal of Multidrug Resistance in Human
Carcinoma Cell Line by Agosterol, Marine Spongean Sterols. Tetrahedron Lett. 55.
13965-13972.
Arai M, Chisu H, Yoshi Y, A Setiawan, Motomasa K. 2014. Aaptamines, Marine Spongean
Alkaloids, as Anti-Dormant Mycobacterial Substances. J. Nat Med. 68:372–376
Arai M, K Kamiya, D Shin, H Matsumoto, T Hisa, A Setiawan, N Kotoku, M Kobayashi.
2016. N-Methylniphatyne A, a New 3-Alkylpyridine Alkaloid as an Inhibitor of the
Cancer Cells Adapted to Nutrient Starvation, from an Indonesian Marine Sponge of
Xestospongia sp. Chem. Pharm. Bull. 64:7
Arai, M. Y. Yamano, and M. Kobayashi. 2014. Identification of the Target Protein of
Agelasine D, a Marine Sponge Diterpen Alkaloid, as an Anti-Dorpmant Mycobacterial
Substance. Journal ChemBioChem. 15. 177.
54
Armstrong E, McKenzie JD, Goldsworthy GT. 1999. Aquaculture of sponges on scallops for
natural products research and antifouling. J Biotechnol. 70:163–74.
Balouiri M., M. Sadiki,S. K. Ibnsouda. 2016. Methods for in vitro evaluating antimicrobial
activity:A review. Journal of Pharmaceutical Analysis.71-79.
Bauer A.W., Kirby M.M., Sheris J.C., Turck M. 1966. Antibiotic Susceptibility Testing by a
Standard Single Disk Method. The Williams and Wilkins Co. Vol 45, No.4
Becerro MA, Turon X, Uriz MJ. 1997. Multiple functions for secondary metabolites in
encrusting marine invertebrates. J Chem Ecol. 23:1527– 47.
Belarbi E. H., Gomez A.C., Chisti Y., Camacho F.G., Grima E.M. 2003. Producing Drugs
from Marine Sponges. Journal of Biotechnology Advances 21:585-598
Bengen. D. G. 2001. Makalah Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat
Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor.
Bergmann W. dan Feeney R.J. 1951. Contributions to The Study of Marine Products. XXXII.
The Nucleotides of Sponges. I. J. Am. Chem Soc. Vol. 16:, Issue 6: Pages 981-987
Carmona P, Molina M. 1991. Conformation-Sensitive Infrared Bands of Uridine-5’-
Monophosphate. Journal of Molecular Structure, 243:297-306.
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting, dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Davies J. and D. Davies. 2010. Origins and Evolution of Antibiotic Resistance. Microbiol.
Mol. Biol. Rev.
Davis AR, Butler AJ, van Altena I. 1991. Settlement behaviour of ascidian larvae:
preliminary evidence for inhibition by sponge allelochemicals. Mar Ecol, Prog
Ser.72:117–23.
Dragendorff C, 1884. Plant Analysis: Qualilalive and Quantitative. Bailliere, Tindall. and
Cox, .London pp.55-56.
Dudley E. dan Bond L. 2013. Mass Spectrometry Analysis of Nucleosides and Nucleotides.
Wiley Periodicals, Inc. DOI 10.1002/mas.21388
Dzidic S., J.Suskovic, B. Kos. 2008. Antibiotic resistance mechanisms in bacteria:
biochemical and genetic aspects. Food Technol Biotechnol. 46(1), 11-21.
Eder C, P. Proksch, V. Wray, K Steube, G. Bringmann, et al. (1999) New Alkaloids from the
Indopacific Sponge Stylissa carteri. J Nat Prod 62: 184-187.
Edrada RA, Proksch P, Wray V, Witte L, Müller WEG (1996) Four new bioactive
manzamine-type alkaloids from the Philippine marine sponge, Xestospongia
ashmorica. J Nat Prod 59: 1056- 1060.
55
Edwards JC, PJ. Giammatteo. 2010. Process Analytical Technology: Spectroscopic Tools and
Implementation Strategies for the Chemical and Pharmaceutical Industries, Second
Edition. John Wiley and sons, Ltd.
Faulkner DJ. 2000. Marine pharmacology. Antonie Van Leeuwenhoek Int J Gen Mol
Microbiol 77:135–45.
Flieger J. 2000. Thin-Layer (Planar) Chromatography. Academic Press. Medical Academy,
Lublin, Poland.
Fouad MA, Debbab A, Wray V, Muller WEG, Proksch P (2012) New bioactive alkaloids
from the marine sponge Stylissa sp. Tetrahedron 68: 10176-10179.
Garson M. 1994. The biosynthesis of sponge secondary metabolites: why it is important. In:
van Soest RWM, van Kempen TMG, Braekman JC, editors. Sponges in time and
space. Rotterdam: AA Balkema;. p. 427– 40.
Harsono, B. 2001. Makalah Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional: dalam
Hubungannya dengan TAP MPR RI IX/MPR/2001. Universitas Trisakti. Jakarta.
Hasan, W., Edrada R., Ebel R., Wray V., Berg A., van Soest R., Wiryowidagdo S., and
Proksch P. 2004. New imidazole alkaloids from the Indonesian sponge Leucetta
chagosensis. Journal of Natural Products. 67: 817-22.
Hertiani T, Edrada-Ebel RA, Ortlepp S, van Soest RWM, de Voogd NJ, et al. (2010) From
anti-fouling to biofilm inhibition: New cytotoxic secondary metabolites from two
Indonesian Agelas sponges. Bioorganic Med Chem 18: 1297-1311.
Hoffmann E.d. dan Stroobant V. 2007. Mass Spectrometry Principles and Aplications 3rd
Edition. John Wiley and Sons Ltd. United States
Hostettmann K and C Terreaux. 2000. Medium Pressure Liquid Chromatography. Academic
Press. University of Lausanne, Lausanne, Switzerland
Hu JF, Kazi AB, Li Z, Avery M, Peraud O, et al. (2003) Manadomanzamines A and B: A
Novel Alkaloid Ring System with Potent Activity against Mycobacteria and HIV-1. J
Am Chem Soc 125: 13382-13386.
Ichiba, T., Corgiat J. M., Scheuer P.J., and Kelly-Borges M. 1994. 8-Hydroxymanzamine A, a
beta-carboline alkaloid from a sponge, Pachypellina sp. Journal of Natural Products.
571: 168-70.
Ireland, C.M., B.R. Copp., M.P. Foster., L.A. Mc Donald, D.C. Radisky, and J.C. Swersey
1993. Biomedical potential of marine natural products. In: D. H. Attaway & O.R.
Zaborsky (eds). Marine Biotechnology volume 1 Pharmaceutical and Bioactive
Natural Products: 1-43.
Johnson JR, Sannes MR, Croy C et al. 2007. Antimicrobial Drug-Resistant Escherichia coli
from Humans and Poultry Products, Minnesota and Wisconsin, 2002-2004. Emerg
Infect Dis 13:838-846.
56
Kobayashi, M and R. Rachmaniar 1999. Overview of marine natural products chemistry. In:
S. Soemodihardjo, R. Rachmaniar, S. Saono (eds). Prosidings Seminar Bioteknologi
Kelautan I’98. LIPI, Jakarta: 23-32.
Kurnianda V, A Setiawan. 2014. Bioactivity a Poly Hydroxyl Isocopalane from Callyspongia
sp. as an Antibacterial Resistant Escherichia coli
Larghi EL, Bohn ML, Kaufman TS (2009) Aaptamine and related products. Their isolation,
chemical syntheses, and biological activity. Tetrahedron 65: 4257-4282.
Manges AM, Smith SP, Lau BJ et al. 2007. Retail Meat Consumption and the Acquisition of
Antimicrobial Resistant Escherichia coli Causing Urinary Tract Infections: A Case-
Control Study. Foodborne Pathogs Dis. 4:419-431.
March, R. E., 2000. "Quadrupole Ion Trap Mass Spectrometry: a View at the Turn of the
Century." Int. J. Mass Spectrom. 200: 285-312.
McKane L., Kandel J. 1986. Microbiology: Essential and Applications. McGraw-Hill Book
Co. Singapore.
Meyerson S, Kuhn ES, Remirez F, MArecek JF, Okazaki H. 1980. Mass Spectrometry of
Phosphate Esters. Phosphoacetoin and Its Methyl Esters. Journal of American Society.
102:7.
Mudianta IW, Katavic PL, Lambert LK, Hayes PY, Banwell MG (2010) Structure and
absolute configuration of 3-alkylpiperidine alkaloids froman Indonesian sponge of the
genus Halichondria, Tetrahedron 66: 2752-2760.
Munro MHG, Blunt JW, Dumdei EJ, Hickford SJH, Lill RE, Li S. 1999. The discovery and
development of marine compounds with pharmaceutical potential. J Biotechnol.
70:15– 25.
Nakamura H, Deng S, Kobayashi J, Ohizumi Y, Tomotake Y, et al. (1987) Keramamine-A
and -B, novel antimicrobial alkaloids from the Okinawan marine sponge Pellina sp.
Tetrahedron Lett 28: 621-624.
Osinga R, Tramper J, Wijffels RH. 1998. Cultivation of marine sponges for metabolite
production: applications for biotechnology. Trends Biotechnol. 16:130– 4.
Pawlik JR, McFall G, Zea S. 2002. Does the odor from sponges of the genus Ircinia protect
them from fish predators?. J Chem Ecol. 28:1103–15.
Pomponi SA. 1999.The bioprocess—technological potential of the sea. J Biotechnol 70:5–13.
Porter JM, Targett WM. 1988. Allelochemical interactions between sponges and corals. Biol
Bull.175:230– 9.
Proksch, P. 1999. Pharmacologically active natural products from marine invertebrates and
associated microorganisms. In: S. Soemodihardjo, R. Rachmaniar, S. Saono (eds).
Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan I’98. LIPI, Jakarta: 33-40.
57
Putra MY, Jaswir I. 2014. The Alkaloids from Indonesian Marine Sponges. Oceanography.
2:123.
Ramchandani M, Manges AR, DebRoy C et al. 2005. Possible animal origin of human-
associated multidrugresistant, uropathogenic Escherichia coli. Clinic Infect Dis.
40:251-257.
Riaño I, Moreno MA, Teshager T et al. 2006. Detection and characterization of extended-
spectrum b-lactamases in Salmonella enterica strains of healthy food animals in Spain.
J Antimicrob Chemother. 58:844-847.
Richelle-Maurer E, Gomez R, Braekman J-C, van de Vyver G, van Soest RWM, Devijver C.
2003. Primary cultures from the marine sponge Xestospongia muta (Petrosiidae,
Haplosclerida). J Biotechnol. 100:169–76.
Sadrarani L., Mignon P., Chermette H., 2015. Fragmentation Mechanisms of Cytosine,
Adenine, Guanine Ioanized Bases. Royal Society of Chemistry. DOI:
10.1039/C5CP00104H
Sakai R, Higa T, Jefford CW, Bemardinelli G (1986) Manzamine A, a novel antitumor
alkaloid from a sponge. J Am Chem Soc 108: 6404-6405.
Sepcic K. 2000. Bioactive alkylpyridinium compounds from marine sponges. J Toxicol,
Toxin Rev 19:139– 60.
Silverstein RM, Webster FX, Kiemle DJ. 2005. Spectrometric Identification of Organic
Compound. John Wiley & sons, LTD. United States.
Smith JL, Drum DJV, Daí Y et al. 2007. Impact of antimicrobial usage on antimicrobial
resistance in commensal Escherichia coli strains colonizing broiler chickens. Appl
Environ Microbiol. 73:1404-1414.
Stuart B. 2004. Infrared Spectroscopy: Fundamentals and Applications. John Wiley & sons,
Ltd. United States
Thorsteinsdottir TR, Haraldsson G, Fridriksdottir V et al. 2010. Prevalence and genetic
relatedness of antimicrobialresistant Escherichia coli isolated from animals, foods and
humans in Iceland. Zoonoses Public Hlth. 57:189-196.
Tsuda M, Inaba K, Kawasaki N, Honma K, Kobayashi J (1996) Chiral resolution of (±)-
keramaphidin B and isolation of manzamine L, a new β-carboline alkaloid from a
sponge Amphimedon sp. Tetrahedron 52: 2319-2314.
Unson M.D., Holland N.D., Faulkner D.J. 1994. A brominated secondary metabolite
synthesized by cyanobacterial symbiont of a marine sponge and accumulation of the
crystalline metabolite in the sponge tissue. Mar Biol. 119:1– 11.
Uriz MJ, Becerro MA, Tur JM, Turon X. 1996b. Location of toxicity within the
Mediterranean sponge Crambe crambe (Demospongiae: Poecilosclerida). Mar Biol.
124:583– 90.
58
Uriz MJ, Turon X, Becerro MA, Galera J. 1996a. Feeding deterrence in sponges. The role of
toxicity, physical defenses, energetic contents, and life-history stage. J Exp Mar Biol
Ecol.205:187– 204.
Voltattoni P, Hofer C, Redolfi AL. 2002. Identificación de virotipos de Escherichia coli
aislados de alimentos listos para el consumo. Rev Invest Salud. 5:75-83.
Von-Baum H, Marre R. 2005. Antimicrobial resistance of Escherichia coli and therapeutic
implications. Int J Med Microbiol. 295:503-511.
Watanabe D, Tsuda M, Kobayashi M. 1998. Three new manzamine congeners from
amphimedon sponge. J Nat Prod 61: 689-692.
Winokur PL, Vonstein DL, Hoffman LJ. 2001. Evidence for transfer of CMY-2 AmpC beta-
lactamase plasmids between Escherichia coli and Salmonella isolates from food
animals and humans. Antimicrob Agents Chemother. 45:2716-2722.
Zhang W., Zhang X., Cao X., Xu J., Zhao Q., Yu X. 2003. Optimizing the formation of in
vitro sponge primmorphs from the Chinese sponge Stylotella agminata (Ridley). J
Biotechnol. 100:161–8.