98
ii
ISSN No. 0216-2083
MEDIA FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR
Penasehat : Direktur Politeknik Kementrian Kesehatan Makassar
Penanggung Jawab : Ketua Jurusan Farmasi Poltekkes Kementrian
Kesehatan Makassar
Dewan Redaksi
Ketua : Drs. Jumain, M.Kes, Apt.
Wakil Ketua : Ronny Horax, S.Si.,M.Sc.,PhD.
Muhammad saud, SH, S.Farm, M.Kes.
Drs. H. Tahir Ahmad, Apt.
Drs. H. Ismail Ibrahim, Apt.
Drs. Rusli, Sp.FRS.,Apt.
Redaksi Pelaksana
Ketua : Rusdiaman, S.Si.,M.Si.,Apt.
Wakil Ketua : Drs. H. Asyhari Asyikin, S.Farm., M.Kes.
Sekretaris : DR. Hj. Nurisyah, M.Si.,Apt.
Bendahara : Tajuddin Abdullah, ST.,M.Kes.
Anggota : Dra. Hiany Salim, M.MKes., Apt.
Dra. Betty J.Liyono, M,MKes.,S.Si.
Djuniasti Karim, S.Si., M.Si., Apt.
Sultan, S.Farm., M.MKes.
Harbiah, ST., M.Si.
Humas : Mispari, SH., S.Farm., M.Kes.
Rusdiaman, S.Si., M.Si.,Apt.
Raimundus Chaliks, S.Si
Arisanty, S.Si.,Apt.
Sirkulasi : Ahmad Murad, S.Sos.
Hendra Stevani, S.Si., Apt
Alamat Redaksi : Jurusan Farmasi Politeknik Kementrian
Kesehatan RI Makassar
Jl. Baji Gau No. 10 Makassar
Telp. +62411-854021
Fax. +62411-830883
e-mail : [email protected]
Kode Pos 90134
iv
DAFTAR ISI
MEDIA FARMASI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MAKASSAR ............. i
EDITORIAL ...................................................................................................................... ii
.............................................................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iv
1. UJI EFEK EKSTRAK RADIKS DURIAN (Durio zibethinus L.) TERHADAP
KADAR GLUKOSA DARAH KELINCI (Orictolagus cuniculuc). Oleh
Rusdiaman, Betty YL ................................................................................................ 1
2. UJI EFEK EKSTRAK SIPUT SAWAH (Pomacea canaliculata) SEBAGAI
PEMACU HIPERURISEMIA DENGAN METODE PENGUKURAN
FARMAKOKINETIK KOFEIN TERHADAP KELINCI. Oleh Jumain, Asmawati,
Firmayana ............................................................................................................... 7
3. ANALISIS KUALITAS PELAYANAN PRIMA TERHADAP KEPUASAN
PASIEN DI APOTEK RUMAH SAKIT Dr. WAHIDIN SUDIRO HUSODO
MAKASSAR. Oleh Rusli, Hasnah Ibrahim, Hiany Salim ..................................... 12
4. UJI EFEK EKSTRAK ETANOL BUAH NAGA MERAH (Hylocereus undatus)
TERHADAP KADAR KOLESTROL TOTAL SERUM DARAH PADA TIKUS
PUTIH JANTAN. Oleh Sulaiman .......................................................................... 21
5. STUDI RETROSPEKTIF DRUG RELATED PROBLEMS ( DRPs ) PADA
PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT LABUANG BAJI MAKASSAR.
Oleh H. Tahir Ahmad, Rusli, Arisanty ................................................................... 29
6. PENGAMBILAN KEPUTUSAN IBU PASCA PERSALINAN DALAM
MEMILIH PELAYANAN KESEHATAN DI KABUPATEN SIDRAP (STUDI
KASUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MARITENGNGAE). Oleh Andi
Hasnah .................................................................................................................... 34
7. TINJAUAN BIOSENSOR BERBASIS IMMOBILISASI ENZIM
BUTIRILKOLINEESTERASE (BCHE) UNTUK KETAHANAN PANGAN DAN
PEMANTAUAN LINGKUNGAN. Oleh Thamrin Azis ....................................... 40
8. HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSLUSIF DENGAN PENGETAHUAN DAN
GANGGUAN PSIKOLOGIS PADA IBU MENYUSUI DI PUSKESMAS
BANTIMURUNG. Oleh Sumarny Mappeboki, Hj. Nureani Jalil ......................... 44
9. HUBUNGAN PERAN PERAWAT SEBAGAI PENDIDIK DENGAN TINGKAT
KEMANDIRIAN KELUARGA DALAM ANTICIPATORY GUIDANCE PADA
ANAK USIA TODDLER DI PUSKESMAS MAMAJANG KOTA MAKASSAR.
Oleh Hasriany ......................................................................................................... 51
v
10. ANALISIS PENGELOLA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN
TERHADAP PENGGUNAAN PEWARNA MAKANAN DI KOTA
MAKASSAR. Oleh Muhammad Saud, Sesilia R. Pakadang, Djuniasti Karim ..... 57
11. ANALISIS TINGKAT KETELITIAN TENAGA FARMASIS DALAM
MERENKONSTITUSI DRY SIROP PADA BEBERAPA APOTEK DI KOTA
MAKASSAR. Oleh Tajuddin Abdullah, Mispari .................................................. 68
12. SKRINING FARMAKOGNOSI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA SAPONIN
STEROID TANAMAN OBAT DARI DAERAH LUWU. Oleh Ismail Ibrahim,
Betty Yuliati Liyono ............................................................................................... 75
13. HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PENYAKIT KUSTA
DENGAN TINDAKAN KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PENULARAN
PENYAKIT KUSTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CEMPAE KOTA
PAREPARE. Oleh M. Natsir, Bahrudin ................................................................. 83
14. PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PENANGANAN
DEPRESI PADA LANSIA DI DESA WATANG SOREANG KECAMATAN
SOREANG KOTA PAREPARE. Oleh Edi Hasan, Bahrudin ............................... 91
6
57
ANALISIS KEPATUHAN PENGELOLA INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN TERHADAP
PENGGUNAAN PEWARNA MAKANAN DI KOTA MAKASSAR
*)
Muhammad Saud, *)
Sesilia R Pakadang, *)
Djuniasti Karim *)
Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan Kemenkes RI Makassar
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang Analisis Kepatuhan Pengelola Industri Rumah Tangga Pangan
Terhadap Penggunaan Pewarna Makanan di Kota Makassar dengan tujuan Menganalisis sikap dan perilaku dan
mengungkapkan kepatuhan pengelola terhadap penggunaan pewarna makanan pada industri rumah tangga pangan,
berdasarkan hasil produksi setelah memperoleh pembinaan
Jenis penelitian adalah deskriftif kualitatif, dengan mengambil 11 sampel produk Industri Rumah Tangga
Pangan (IRTP) di Kota Makassar, yang telah mengikuti penyuluhan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara
menganalisis sampel untuk menentukan sampel yang tidak memenuhi syarat pewarna makanan kemudian dilakukan
observasi dan wawancara terhadap pimpinan dan karyawan yang terlibat dalam pengolahan makanan IRTP yang
memproduksi sampel tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan 4 dari 11 sampel belum memenuhi syarat pewarna makanan. Sikap tidak
patuh disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan pengelola IRTP terhadap penggunaan pewarna makanan.
Kata kunci : Pengetahuan, Sikap, Kepatuhan, pewarna makanan.
PENDAHULUAN
Pangan dalam arti luas adalah segala sesuatu
yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang
diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan
makanan atau minuman (Depkes RI, 2009).
Bahan tambahan pangan yang dimaksud
adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan
untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, antara
lain: bahan pewarna, pemanis, pengawet, penyedap
rasa, anti gumpal dan pengental
Bahaya penggunaan bahan tambahan pangan
seperti pemanis sakarin/ siklamat; pengawet
benzoate, formalin; pewarna rhodamin B, metanil
yellow; yang tidak sesuai aturan dapat menyebabkan
penyakit yang bersifat akut dan kronik dengan
dampak local, sistemik bahkan kematian. Mulai dari
alergi, mual, muntah, gatal-gatal, pruritis, demam,
sakit kepala dan yang lebih berbahaya jika
terakumulasi dalam tubuh dapat menyebabkan
kanker.(Deperindag, 2000) ; Dirjen POM, 1997 dan
(Tan, T.H, Rahardja, 2002)
Perusahaan industrI rumah tangga pangan
adalah perusahaan yang memproduksi makanan
dalam skala terbatas dan dilakukan sebagai kegiatan
ekonomi rumah tangga. Produk yang dihasilkan
diedarkan dengan mendapatkan izin dari dinas
kesehatan Kota Makassar. Dalam hal ini industri
rumah tangga pangan yang dimaksud adalah industri
pangan yang pemiliknya telah mengikuti penyuluhan
untuk mendapatkan sertifikat penyuluhan.
Menurut Green (1980) dan Sarwono (1993),
kepatuhan adalah suatu sikap berupa perilaku patuh
(compliance) atau perilaku tidak patuh (non
compliance). Perilaku dipengaruhi oleh factor
perilaku (behavior cauces) dan bukan factor perilaku
(non behavior causes). Sedangkan perilaku itu sendiri
ditentukan oleh 3 faktor yaitu: (1). factor predisposisi
meliputi pengetahuan, sikap, kepercayaan,
keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. (2). Factor
pemungkin yang terwujud dalam lingkungan fisik
dimana tersedia atau tidak tersedianya fasilitas
pemungkin. (3). Factor penguat yang terwujud dalam
sikap dan perilaku petugas keshatan, masyarakat,
sanksi dan insentif.
Jika dikaitkan dengan kepatuhan industri
rumah tangga pangan terhadap penggunaan bahan
tambahan pangan sesuai peraturan yang berlaku,
maka kepatuhan industri rumah tangga pangan
adalah segala tindakan pengelolaan industri rumah
tangga pangan dalam memproduksi produk makanan
yang sesuai atau melanggar peraturan tersebut.
Untuk mengukur atau menilai perilaku
kepatuhan penggunaan bahan tambahan pangan oleh
industri rumah tangga pangan tersebut, diukur dengan
melihat mutu produk akhir yang diedarkan di
masyarakat berdasarkan hasil pengujian laboratorium
kemudian dibandingkan dengan ketentuan dalam
peraturan yang berlaku.
Berdasarkan hasil pengujian yang rutin
dilakukan oleh Balai Besar Pengawas Obat dan
58
Makanan di Makassar setiap tahun ditemukan
beberapa produk makanan hasil olahan industri
rumah tangga pangan yang tidak memenuhi syarat,
termasuk dalam hal ini bahan tambahan pangan.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Makassar, telah
melakukan program penyuluhan / pelatihan terhadap
Industri Rumah Tangga Pangan ( IRT-P), sejak tahun
2003 sampai tahun 2008 sebanyak 3.242 sarana
industri.( Laporan Tahunan BBPOM di Makassar
2009 )
Data hasil pengujian terhadap 1536 sample
produk makanan pada tahun 2009 yang dilakukan
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
Makassar menunjukkan bahwa sebanyak 587 sampel
hasil produksi industri rumah tangga pangan tidak
memenuhi syarat dan khusus untuk penggunaan
pewarna yang tidak memenuhi syarat sebanyak 104
sampel. (laporan Tahunan BBPOM di Makassar
2009).
Berdasarkan uraian di atas maka kepatuhan
industri rumah tangga pangan terhadap penggunaan
bahan tambahan pangan sesuai peraturan yang
berlaku merupakan hal yang penting dalam
menciptakan keamanan pangan bagi masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengelola industri rumah tangga
pangan telah patuh dalam menggunakan
pewarna makanan dalam produk yang
dihasilkan setelah memperoleh pembinaan?
2. Bagaimana kepatuhan pengelola industri
rumah tangga pangan dalam proses
pengelolaan makanan terhadap penggunaan
pewarna makanan ?
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan umum
Menganalisa kepatuhan pengelola industri rumah
tangga pangan mengenai penggunaan bahan
tambahan pewarna makanan pada industri rumah
tangga pangan di Kota Makassar.
b. Tujuan khusus
1. Menganalisis sikap dan perilaku pengelola
terhadap penggunaan pewarna makanan
pada industri rumah tangga pangan,
berdasarkan hasil produksi setelah
memperoleh pembinaan
2. Mengungkapkan kepatuhan pengelola
terhadap penggunaan pewarna sebagai
bahan tambahan makanan pada industri
rumah tangga pangan
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriftif
kualitatif yang dilakukan untuk mengetahui tingkat
kepatuhan pengelolaan makanan terhadap
penggunaan bahan tambahan pangan khususnya
bahan pewarna dalam pengelolaan makanan pada
industri rumah tangga pangan.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian telah dilaksanakan di 11 (
sebelas ) Industri Rumah Tangga Pangan dalam
wilayah Kota Makassar yang telah mengikuti
Penyuluhan sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 02912/ B / SK / IX / 86, tentang Penyuluhan bagi
Perusahaan Makanan kelompok Industri Rumah
Tangga Pangan dan di Balai Besar Pengawas Obat
dan Makanan.
Penelitian telah dilaksanakan pada bulan
Agustus sampai dengan bulan Oktober tahun 2010.
C. Informan Penelitian
Sebagai informan ( subyek ) penelitian di
Industri Rumah Tangga Pangan adalah pengelola
(pimpinan dan karyawan) yang terlibat langsung pada
proses pengolahan produk makanan industri rumah
tangga pangan sebagai informan utama dan petugas
dalam lingkup Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Makassar yang diharapkan akan
memberikan informasi tentang bagaimana
penggunaan bahan tambahan makanan khususnya
bahan pewarna makanan pada proses pengolahan
makanan di industri rumah tangga pangan sebagai
informan kunci.
Kriteria informan dilakukan secara purposive ( non
random ) dengan melihat struktur organisasi Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan di Makassar dan
Industri Rumah Tangga Pangan, serta memilih
petugas yang mempunyai pengaruh kuat terhadap
penggunaan bahan tambahan makanan pada proses
pengolahan makanan di Industri Rumah Tangga
Pangan yang dipilih sebagai tempat penelitian.
D. Variabel Penelitian dan Cara Pengukuran
1. Variabel yang diteliti adalah :
a. Pengetahuan pengelola industri rumah tangga
pangan terhadap penggunaan bahan
pewarna makanan
b. Sikap Pengelola industri rumah tangga pangan
terhadap penggunaan bahan pewarna
makanan
c. Kepatuhan pengelola industri rumah tangga
pangan terhadap penggunaan
bahan pewarna makanan.
2. Pengukuran Variabel adalah :
a. Pengukuran Variabel
Informasi data kualitatif ( penggunaan pewarna
makanan ) dilakukan dengan
59
wawancara mendalam ( indepth Interview ),
berpedoman pada pedoman wawancara.
b. Sikap dan kepatuhan Pengelola industri rumah
tangga pangan terhadap penggunaan bahan
pewarna makanan dilakukan dengan
pengujian hasil produksi setelah
memperoleh pembinaan.
E. Definisi Operasional
1. Industri Makanan Rumah Tangga
Adalah industri rumah tangga pangan
yang memiliki tempat usaha dan telah mengikuti
penyuluhan dan pelatihan tentang Cara Pembuatan
Makanan Yang Baik.
2. Pengetahuan Pengelola
Adalah segala sesuatu yang diketahui oleh
pengelola makanan pada industri rumah tangga
pangan tentang jenis-jenis pewarna, persyaratan
pewarna, pewarna yang boleh digunakan dan
pewarna yang tidak boleh digunakan, sesuai
persyaratan Cara Pembuatan Makanan Yang Baik
(CPMB).
3. Sikap Pengelola
Adalah segala sikap, perilaku, tanggapan
atau komentar pengelola makanan menganai
penggunaan bahan tambahan pewarna dalam proses
pembuatan makanan pada Industri Rumah Tangga
Pangan.
4. Peraturan Perundang-Undangan Makanan
Adalah semua peraturan perundang-
undangan yang berlaku di bidang makanan
khususnya makanan hasil produksi Industri Rumah
Tangga Pangan dan menjadi dasar hukum
pelaksanaan pengawasan.
5. Pewarna Makanan
Adalah zat pewarna yang diizinkan
digunakan dalam proses pengolahan makanan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undang di bidang
makanan yang berlaku.
6. Kepatuhan Pengelola Adalah perwujudan dari
perilaku yang dipengarui oleh faktor predisposisi
yaitu pengetahuan dan sikap dalam hal ini kepatuhan
yang baik (memenuhi syarat) dan tidak baik (tidak
memenuhi syarat)
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan laporan kegiatan bidang Sertifikasi
dan Layanan Informasi Konsumen Balai Besar
POM di Makassar Tahun 2009, telah dilakukan
kegiatan pembinaan terhadap 42 (empat puluh
dua) IRTP di dalam Wilayah Provinsi Sulawesi
Selatan sebagai berikut :
Tabel. 1. Data IRTP yang dibina di Provinsi Sulawesi Selatan Th. 2009
No
Kab/Kota
Jumlah IRTP
Jenis Produk
1 Bone 3 Bakso ikan,Roti,Kue/Kue kering
2 Wajo 3 Roti, Kopi, Kue
3 Makassar 12 Saos lombok, Saos tomat, kecap,
Markisa, soft drink
4 Palopo 3 Roti,Kue bagea
5 Luwu Utara 3 Biji mente,kue,krem soda
6 Barru 3 Jipang,kacang
7 Sidrap 3 Roti,kue,kripik pisang
8 Enrekang 3 Kripik pisang,sarabba,Jahe
9 Tana Toraja 3 Kopi,Markisa,Jipang
10 Gowa 3 Roti,Es,Snack
11 Maros 3 Roti ,Dodol
Sumber : Data Sekunder
Dari data tersebut diatas terdapat 12 IRTP dalam kota Makassar yang telah di Audit masing-masing adalah
sebagai berikut :
Tabel. 2. Data IRTP yang dibina di Kota Makassar Tahun.2009
No Nama IRTP Jenis Produk Jenis Pembinaan
Bahan Tambahan Pangan
1 SM Saus lombok Pengawet, pewarna
2 SI Saus lombok Pengawet, pewarna
3 SJ Saus tomat Pengawet,pewarna
4 AP Kecap Pengawet,pemanis
60
5 SB Saus tomat Pengawet, pewarna
6 AL Markisa Pengawet, pemanis, pewarna
7 BD Markisa Pengawet, pemanis, pewarna
8 CF Markisa Pengawet, pemanis, pewarna
9 BS Markisa Pengawet, pemanis, pewarna
10 PD Markisa Pengawet, pemanis, pewarna
11 SS Cream soda Pengawet, pemanis, pewarna
12 AM Markisa Pengawet, pemanis, pewarna
Sumber : Data Sekunder
Tabel. 3. Data IRTP yang diambil sebagai Sampel Penelitian
No Nama IRTP Jenis Produk Jenis Pemeriksaan
1 SM Saus lombok Pewarna makanan
2 SI Saus lombok Pewarna makanan
3 SJ Saus tomat Pewarna makanan
4 SB Saus tomat Pewarna makanan
5 AL Markisa Pewarna makanan
6 BD Markisa Pewarna makanan
7 CF Markisa Pewarna makanan
8 BS Markisa Pewarna makanan
9 PD Markisa Pewarna makanan
10 SS Cream soda Pewarna makanan
11 AM Markisa Pewarna makanan
Tabel. 4. Hasil Pemeriksaan sampel penelitian
No Nama
IRTP Jenis Produk
Jenis Pemeriksaan Keterangan Hasil
1 SM Saus lombok Pewarna makanan Tidak Memenuhi Syarat
2 SI Saus lombok Pewarna makanan Tidak Memenuhi Syarat
3 SJ Saus tomat Pewarna makanan Tidak Memenuhi Syarat
4 SB Saus tomat Pewarna makanan Tidak Memenuhi Syarat
5 AL Markisa Pewarna makanan Memenuhi Syarat
6 BD Markisa Pewarna makanan Memenuhi Syarat
7 CF Markisa Pewarna makanan Memenuhi Syarat
8 BS Markisa Pewarna makanan Memenuhi Syarat
9 PD Markisa Pewarna makanan Memenuhi Syarat
10 SS Cream soda Pewarna makanan Memenuhi Syarat
11 AM Markisa Pewarna makanan Memenuhi Syarat
Berdasarkan tabel 4 maka penelitian
dilanjutkan dengan melakukan wawancara dan
observasi terhadap 4 IRTP yang produknya belum
memenuhi syarat dalam hal pewarna makanan. Hasil
penelitian yang dilakukan sesuai dengan wawancara
dan observasi dilapangan sebagai berikut :
1. Pengetahuan Pengelola Industri Rumah
Tangga Pangan.
Variabel ini mencakup tentang segala sesuatu
yang diketahui oleh pengelola IRTP, yang mencakup
; Pengetahuan tentang cara produksi makanan yang
baik, khususnya penggunaan pewarna makanan pada
Industri Rumah Tangga Pangan.
Dari beberapa IRTP yang ada di Makassar
didapatkan informasi bahwa hambatan yang paling
banyak dihadapi dalam operasional produksi
terutama pengetahuan dan keterampilan karyawan
yang masih kurang, walaupun pengawasan yang
dilakukan petugas Balai Besar POM selama ini sudah
ada. Yang diperlukan ádalah bimbingan yang
intensif, terutama cara pengolahan makanan yang
benar dan secara khusus cara penggunaan pewarna
makanan yang benar.
Beberapa masalah utama dalam
pengembangan Industri Makanan Rumah Tangga
ádalah (1) kualitas produk yang belum seragam, (2)
Belum diterapkannya cara produksi makanan yang
baik khususnya penggunaan pewarna makanan, (3)
terbatasnya sumber pendanaan (modal usaha) serta
cara mendapatkannya.
Sebenarnya Balai Besar POM sudah
melakukan fungsi pengawasan yang selama ini
61
dijalankan, hanya memang menurut pengakuan
produsen banyak kendala yang menyebabkan
pelaksanaan penerapan cara produksi makanan yang
baik belum dilaksanakan secara konsekuen karena
beberapa faktor tersebut..
2. Sikap Pengelola Industri Rumah Tangga
Pangan
Variabel ini meliputi tentang tanggapan
pengelola terhadap penggunaan pewarna
makanan dalam melakukan produksi, mencakup :
Sikap terhadap Kebijakan sistem pengawasan yang
diterapkan Balai Besar POM di Makassar terhadap
penggunaan pewarna makanan pada Industri
Rumah Tangga Pangan (IRTP)
Kebijaksanaan dan strategi pengawasan
yang dilakukan pada Industri makanan umumnya
juga berlaku pada Industri Rumah Tangga Pangan
dan sudah dilaksanakan secara berkala, namun karena
adanya masalah seperti luasnya wilayah pengawasan
tersebut belum optimal.
Sebenarnya sistem pengawasan makanan
yang dilakukan pada industri makanan rumah tangga
memiliki aspek permasalahan yang kompleks terkait
dengan beberapa faktor yaitu luasnya wilayah atau
cakupan pengawasan cukup banyak sehingga
frekuensi pengawasan menjadi hambatan untuk
dilakukan secara berkesinambungan. Sistem
pengawasan yang dilakukan selama ini adalah
mengacu pada sistem pengawasan secara nasional
yang dikeluarkan oleh Badan POM di Jakarta yang
memerlukan pengkajian lebih mendalam dan
aplikasinya didaerah .
Beberapa contoh kasus yang terjadi dalam
lima tahun terakhir dan berdasarkan data hasil
pengujian Balai Besar POM di Makassar tahun 2009,
beberapa jenis produk industri makanan rumah
tangga ditemukan dipasaran tidak memenuhi syarat
termasuk untuk penggunaan pewarna
3. Kepatuhan Pengelola Industri Rumah Tangga
Pangan
Variabel ini meliputi tentang ketaatan
melakukan sesuatu yang dianjurkan atau memberi
respon terhadap situasi diluar subyek. Kepatuhan
pengelolan industri rumah tangga pangan adalah
segala tindakan yang berkaitan dengan pengelolaan
makanan pada industri makanan rumah tangga sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang produksi makanan yang berlaku serta anjuran
lain yang mendukung pelaksanaan peraturan tersebut.
Untuk mengetahui perilaku kepatuhan
pengelola industri rumah tangga pangan, dilakukan
dengan melihat mutu produk akhir yang dihasilkan.
Pengelola makanan di industri rumah tangga
pangan perlu memiliki kesadaran dan tanggung
jawab yang tinggi untuk mematuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang produksi
makanan
Kesadaran dan tanggung jawab pengelola
industri makanan rumah tangga, sangat penting untuk
dimiliki karena penerapan cara produksi makanan
yang baik pada Industri Rumah Tangga Pangan
menjadi suatu kendala karena pengawasan dari Balai
Besar POM sendiri belum efektif dan terpadu
mengingat jumlah sarana Industri Rumah Tangga
Pangan yang cukup banyak yang harus diawasi,
sedangkan jumlah tenaga pengawas terbatas. Secara
umum frekuensi pengawasan yang dilaksanakan oleh
Balai Besar POM selama ini belum maksimal.
B. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus
sampai dengan Oktober 2010. Dibuat dengan dua
tahap yaitu menganalisa sampel produk hasil olahan
IRTP dan sistem wawancara mendalam kepada
manajemen dan karyawan IRTP dan observasi pada
Industri rumah tangga pangan.
Tahap pertama dilakukan dengan
mengambil data di Balai Besar POM tentang IRTP
yang telah dibina pada tahun 2009. Pembinaan
dilakukan sehubungan dengan kwalitas produk IRTP
tersebut yang belum memenuhi syarat sebelumnya.
Pembinaan diberikan terhadap 42 (empat puluh dua)
IRTP di Propinsi Sulawesi Selatan khususnya 12
IRTP di Kota Makassar. Dalam penelitian ini diambil
dari 11 IRTP yang telah mengikuti pembinaan. Dasar
pemilihan karena penelitian ini difokuskan pada
kepatuhan IRTP terhadap penggunaan bahan
tambahan pangan pewarna makanan minuman dan
salah satu pembinaan yang diterima oleh 11 IRTP
tersebut adalah pewarna makanan.
Sebelum dilakukan pembinaan 11 IRTP
yang menjadi sampel penelitian memproduksi
makanan dan minuman yang tidak memenuhi syarat
bahan tambahan pangan pewarna baik dari segi
jumlah maupun jenis yang diperbolehkan. Setelah
memperoleh pembinaan 7 IRTP diantaranya telah
melaksanakan hasil pembinaan dengan baik dari segi
jenis bahan tambahan pangan pewarna. sedangkan 4
IRTP lainnya masih belum memenuhi syarat. (tabel
4).
Berdasarkan hasil analisa laboratorium
tersebut maka tahap kedua dari penelitian ini
dilakukan dengan wawancara dan observasi secara
langsung satu persatu kepada 4 IRTP tersebut untuk
mendapatkan gambaran mengenai penggunaan
pewarna makanan yang digunakan. (hasil
wawancara)
62
1. Pengetahuan pengolahan Industri Makanan
Rumah Tangga
Pengetahuan adalah hasil penginderaan
manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indera yang dimiliki (mata, hidung, telingan,
dan sebagainya). Sebagaian besar pengetahuan
manusia diperloeh melalui penglihatan (mata) dan
pendengaran (telinga). Pengetahuan pada hakikatnya
merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang
sesuatu yang merupakan khasanah kekayaan mental
yang secara langsung atau tidak langsung turut
memperkaya kehidupan kita.
Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Sebelum seseorang mengadopsi perilaku
baru, di dalam diri seseorang terjadi proses yaitu
pertama kesadaran, dimana seseorang tersebut
menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu
terhadap stimulus (objek) dalam hal ini pengelola
IRTP menyadari tentang ketentuan peraturan
perundang – ungangan di bidang produksi makanan
dan peraturan BTM khususnya penggunaan pewarna
makanan. Kedua interest (merasa tertarik) terhadap
stimulus atau objek tersebut. Ketiga evaluasi
terhadap bermanfaat atau tidaknya, pengelola IRTP
mematuhi ketentuan peraturan perundang – ungangan
di bidang produksi makanan dan peraturan BTM
khususnya penggunaan pewarna makanan. Keempat
trial, pengelola IRTP mencoba mematuhi ketentuan
peraturan perundang – ungangan di bidang produksi
makanan dan peraturan BTM khususnya penggunaan
pewarna makanan. Kelima adopsi, pengelola IRTP
sudah berperilaku baru sesuai dengan kesadaran dan
sikapnya terhadap ketentuan peraturan perundang –
ungangan di bidang produksi makanan dan peraturan
BTM khususnya penggunaan pewarna makanan.
Pengetahuan pengelola industri rumah
tangga pangan sesuai ketentuan peraturan
perundang–ungangan di bidang produksi makanan
dan peraturan BTM adalah semua aspek yang
berkaitan dengan cara produksi makanan yang baik,
mulai dari saranan dan prasarana IRTP, bahan yang
digunakan yang meliputi bahan utama, bahan
penambah, bahan penolong dan bahan pengemas,
tenaga kerja, proses pengolahan, prosedur dan
metode pengendalian mutu serta produk akhir.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan
ditemukan bahwa masih banyak karyawan yang
terlibat di dalam proses pengolahan makanan pada
IRTP belum memiliki pengetahuan dan keterampilan
sesuai yang dipersyaratkan dalam pedoman cara
pembuatan makanan yang baik. Hal ini disebabkan
karena faktor pendidikan para karyawan, dan
kurangnya bimbingan atau pelatihan yang diperoleh
secara langsung.
Pembinaan pada IRTP terutama dalam hal
penerapan cara produksi makanan yang baik perlu
mendapat perhatian yang lebih besar dari Pemerintah
(Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan )
mengingat pengembangan usaha IMRT kedepan
sangat diperlukan terutama dalam penyediaan
lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang lebih
besar, pembinaan terhadap cara pengolahan makanan
dapat dilakukan melalui strategi pemberdayaan
industri pangan itu sendiri agar pihak pemerintah
(Balai Besar POM) dapat mengetahui masalah dan
kebutuhan dari setiap industri tersebut baik itu
mengenai input industri makanan, proses maupun
output dari industri makanan tersebut, jadi tidak
boleh dimatikan harus diberikan pembinaan secara
teratur baik dari Balai Besar POM maupun instansi
terkait karena kelemahan utama yang dihadapi adalah
keseragaman produk termasuk khususnya kualitas
produk kadang tidak stabil, penggunaan bahan
tambahan pangan khususnya penggunaan pewarna
makanan yang kurang diperhatikan. Upaya-upaya
yang diperlukan kedepan adalah memberikan jalan
keluar secara bertahap terhadap permasalahan IRTP
tersebut dengan :
(1) .Membekali suatu keterampilan dan pelatihan
baik kepada pimpinannya maupun kepada
karyawannya khususnya kepada yang menangani
langsung proses produksi tentang cara produksi
makanan yang baik, menjaga penggunaan bahan
pewarna makanan dengan baik dan benar, (2)
memberikan pembinaan betapa pentingnya mutu,
keamanan makanan dan penggunaan bahan tambahan
pangan khususnya pewarna makanan, (3)
memberikan bimbingan tentang pentingnya
melakukan pemeriksaan penggunaan pewarma
makanan yang baik dan benar serta uji mutu produk
sebelum dipasarkan.
Masalah yang dihadapi IRTP adalah
ketidak tahuan cara produksi makanan yang baik,
minimnya pengetahuan dan keterampilan, terbatasnya
fasilitas peralatan dan dana. Padahal suatu sikap
belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan atau
perbuatan nyata sehingga diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan
seperti fasilitas (Notoadmojo, 1997).
Permasalahan IRTP tersebut dapat
dicarikan alternatif pemecahannya antara lain : (1).
Pihak Balai Besar POM lebih proaktif melakukan
pembinaan dan bimbingan secara berkesinambungan
khususnya kepada karyawan yang keberja langsung
pada proses pengolahan makanan dan minuman, (2).
Dalam rangka peningkatan pengetahuan dan
keterampilan karyawan IRTP pihak Balai Besar POM
bekerjasama dengan Instansi terkait melakukan
pelatihan tentang cara produksi makanan yang baik
secara berjenjang agar produk makanan yang
63
dihasilkan bermutu, baik dan aman dikonsumsi, (3).
Dalam rangka pengembangan IRTP kedepan dan
tetap melakukan produksi, maka perlu dukungan
dana yang difasilitasi melalui dukungan pemerintah
seperti kerjasama dengan industri makanan yang
berskala besar selaku bapak angkat atau pinjaman
lunak dari pemerintah melalui koperasi. Hal ini juga
perlu karena setiap produsen bahan makanan
seharusnya menyediakan prosedure dan fasilitas yang
tepat untuk menjamin bahwa setiap bahan tambahan
makanan yang ditambahkan kedalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk makanan, baik yang
mempunyai atau tidak mempunyai gizi seperti
misalnya bahan pewarna, harus memperhatikan
ketentuan yang mengatur bahan tambahan makanan.
Secara umum permasalahan yang dihadapi
beberapa IRTP adalah perlunya bimbingan dan
pembinaan dari Balai Besar POM untuk lebih
proaktif melakukan pemeriksaan dilapangan terutama
cara produksi makanan yang baik karena terjaminnya
mutu dan keamanan makanan tidak hanya terletak
pada akhir proses pengolahan saja, tetapi perlu
ditelusuri sejak persiapan bahan baku, pra produksi,
proses produksi sampai produk akhir.
Upaya yang dilakukan oleh Balai Besar POM
adalah dengan meningkatkan pengawasan secara
berkala dengan melakukan pemeriksaan langsung
pada IRTP, serta senantiasa melakukan sampling
diperedaran untuk dilakukan uji mutu dan keamanan
di laboratorium dan perlu ketegasan dari Balai Besar
POM bekerjasama dengan instansi terkait untuk
melakukan tindakan apakah sifatnya administratif
atau tindakan lain melalui strategi advokasi yang
diperuntukkan bagi setiap IRTP sesuai peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan dengan
pembinaan secara berjenjang dan apabila ada produk
yang terbukti melanggar ketentuan yang telah
ditetapkan oleh pemerintah, makan perlu diambil
tindakan yang tegas memerintahkan produsen untuk
menarik produknya dari peredaran, atau penutupan
sementara dan bila perlu melakukan tindakan
projustisia agar konsumen dapat terlindungi dari
bahaya produk yang tidak memenuhi syarat
kesehatan . Hal ini sesuai dengan pendapat
Wijono(1999) bahwa untuk mengukur output dari
produk IMRT diukur dari kenyataan (aktual) yaitu
ada tidaknya produk yang mengandung bahan yang
tidak diperbolehkan atau melewati batas yang
diperbolehkan sesuai standar peraturan yang berlaku.
2. Sikap Pengelola Industri Rumah Tangga
Pangan
Sikap adalah respons tertutup seseorang
terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang - tidak senang, setuju - tidak
setuju, baik - tidak baik dan sebagainya Campbell
(dalam Notoatmodjo,2005), sikap itu suatu sindrom
atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau
objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran,
perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.
Fungsi sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku
(tindakan) atau reaksi tertutup. Sikap adalah
kesadaran individu yang menentukan perbuatan nyata
dan perbuatan yang mungkin akan terjadi. Misalnya
sikap pengelola IRTP terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang produksi makanan
dan peraturan tentang BTM khususnya penggunaan
pewarna makanan dan ditentukan oleh aspek kognitif
yang berhubungan dengan gejala mengenai pikiran
(pengetahuan), aspek afektif yang berwujud dalam
proses dan aspek konotif yang berwujud
kecenderungan untuk berbuat. Dengan demikian
bahwa sikap adalah kesiapan merespon yang sifatnya
positif atau negatif terhadap sesuatu objek dalam hal
ini sikap pengelola IRTP terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang produksi
makanan dan peraturan tentang BTM khususnya
penggunaan pewarna makanan.
Apabila pengelola IRTP memiliki sikap
positif terhadap peraturan perundang-undangan di
bidang produksi makanan dan peraturan tentang
BTM khususnya penggunaan pewarna makanan, ia
akan memperhatikan, berbuat dan menggunakan
pewarna makanan sesuai peraturan yang berlaku.
Sikap negatif pengelola IRTP terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang produksi makanan
dan peraturan tentang BTM khususnya penggunaan
pewarna makanan, ia akan memperlihatkan
penolakan atau tidak menggunakan pewarna
makanan sesuai peraturan yang berlaku. Sikap positif
atau negatif ini sangat berhubungan dengan norma
atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sikap yang sudah positif, tidak selalu terwujud dalam
suatu tindakan yang nyata, hal ini disebabkan bahwa
untuk terwujud dalam suatu tindakan nyata
tergantung pada situasi pada saat itu dan juga sikap
seseorang dapat berubah dengan diperolehnya bahan
informasi. Perubahan sikap seseorang dapat
disebabkan faktor intern yang terdapat dalam pribadi
seseorang atau faktor ekstern yaitu yang terdapat
diluar pribati seseorang, dan sikap itu dapat diubah
atau dibentuk apabila terdapat hubungan timbal balik
yang langsung antara manusia dan adanya
komunikasi yaitu hubungan langsung dari satu pihak.
Menurut Allport (dalam Notoatmodjo,
2005), sikap terdiri tiga komponen pokok yaitu :.
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep
terhadap obyek, artinya, bagaimana keyakinan
dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek. Misalnya, sikap pengelola IRTP terhadap
penggunaan pewarna makanan, ini berarti bahwa
64
bagaimana pendapat atau keyakinan pengelola
IRTP terhadap penggunaan pewarna makanan.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang
terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (
terkandung di dalamnya factor emosi ) orang
tersebut terhadap objek. Seperti contoh di atas,
berarti bagaimana pengelola IRTP menilai
terhadap penggunaan pewarna makanan, apakah
penggunaan pewarna makanan yang tidak benar
dapat membahayakan kesehatan manusia.
c. Kecenderungan untuk bertindak, artinya sikap
merupakan komponen yang mendahului tindakan
atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-
ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka
(tindakan). Misalnya, tentang contoh di atas,
adalah apa yang dilakukan pengelola IRTP bila
mengetahui bahwa penggunaan pewarna
makanan yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan tentang BTM dapat membahayakan
kesehatan.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan
bahwa sikap pengelola IRTP terhadap pengelohan
makanan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku masih negatif, karena
sebagian besar karyawan yang terlibat dalam
pengelolaan makanan pada IRTP belum memiliki
kesadaran dan tanggungjawab untuk mengindahkan
beberapa aspek yang sangat penting dalam
pengelolaan makanan misalnya, tempat pengelolaan
makanan kurang memenuhi syarat hygiene dan
sanitasi, penanganan dan penyimpanan bahan bahu,
bahan pewarna dan lainnya belum tertata dengan
baik, peralatan yang digunakan kurang bersih,
menggunakan pakaian kerja yang kurang sesuai, ,
menggunakan pewarna makanan tanpa ditimbang
atau diukur (hanya dengan perkiraan), karena pada
umumnya menganggap bahwa bahan pewarna yang
digunakan pada makanan hanya untuk membuat
makanan tersebut menarik dan jumlah yang
digunakan sangat sedikit. Dalam peraturan tentang
bahan tambahan makanan termasuk pewarna
makanan, bahwa penggunaan bahan pewarna yang
salah, bukan hanya menggunakan bahan yang tidak
diizinkan, tetapi juga termasuk menggunakan bahan
yang melampaui batas maksimum penggunaan.
3. Kepatuhan Industri Rumah Tangga Pangan
Kepatuhan pengelolan IRTP adalah segala
tindakan yang berkaitan dengan pengelolaan
makanan pada IRTP sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang produksi
makanan dan peraturan BTM yang berlaku serta
anjuran lain yang mendukung pelaksanaan peraturan
tersebut.
Untuk mengetahui perilaku kepatuhan
pengelola IRTP, dilakukan dengan melihat mutu
produk akhir yang dihasilkan.
Pengelola makanan di IRTP perlu memiliki
kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi untuk
mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang produksi makanan dan peraturan BTM.
Upaya-upaya yang dilakukan untuk merubah
perilaku dapat digolongkan dalam tiga macam cara
yaitu; Pertama dengan menggunakan kekuasaan /
kekuatan , jika dikaitkan dengan pengelola IRTP
terhadap penggunaan pewarna makanan , perilaku
patuh pengelola IRTP dapat terwujud jika dipaksa,
diancam hukuman dan pemberian sanksi. Cara ini
tentunya mempunyai kekurangan karena, perilaku
sebagai hasil tekanan / kekuasaan ini memang cepat
tetapi tidak langgeng karena tidak didasari oleh
pemahaman dan kesadaran untuk apa mereka
berperilaku seperti itu. Kedua dengan memberikan
informasi mengenai peraturan tentang BTM, perilaku
patuh akan terwujud dalam diri pribadi pengelola
IRTP. Perubahan perilaku melalui pemberian
informasi ini memang memakan waktu yang lama,
sebab tidak sekedar melibatkan perubahan gerakan /
aktivitas motorik, melainkan menyangkut pula
berubahan persepsi tentang konsep-konsep dan
perubahan sikap terhadap tindakan dianjurkan,
karena perubahan perilaku ini melalui proses
pembelajaran. Ketiga diskusi dan partisipasi dalam
hal ini pengelola IRTP bukan sekedar obyek
melainkan sebagai subyek. Dengan demikian
pengelola IRTP perlu diajak serta mengidentifikasi
dan membahas tentang masalah yang menyangkut
tentang peraturan perundang-undang di bidang
produksi makanan dan peraturan tentang BTM serta
bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan pewarna
makanan yang tidak benar dan mencari alternatif
pemecahan masalah tersebut. Jadi pengelola IRTP
tidak hanya pasif menerima informasi dari petugas
(BBPOM) atau instansi terkait.
Hasil penelitian yang telah dilakukan,
masih ditemukannya produk makanan hasil IRTP
yang menggunakan pewarna makanan tidak sesuai
dengan ketentuan peraturan tentang BTM/BTP,
seperti Rhodamin B, Methanyl Yellow,
menggunakan pewarna yang tidak terukur.
Untuk meningkatkan kepatuhan IRTP
intensitas penyuluhan terus lebih ditingkatkan karena
dengan kegiatan penyuluhan yang mendapatkan
dukungan oleh industri makanan rumah tangga ini
sangat menentukan bagaimana mereka mengetahui
apa yang harus mereka kerjakan, kemudian
peningkatan sumber daya manusia Balai Besar POM
ke depan tentunya diharapkan dapat lebih
berkemampuan demikian juga pada sumber daya
manusia IRTP perlu terus dibekali dengan
pengetahuan dan keterapilan agar produk yang
dihasilkan bermutu dan keamanannya terjamin, dan
tentunya kerjasama antara produsen, masyarakat dan
65
petugas dan lintas sektor yang terkait sangat
diharapkan agar masyarakat dapat terlindungi dari
produk-produk makanan yang tidak memenuh syarat
kesehatan. Disamping itu perlu ditekankan bahwa
pengetahuan dan keterampilan tenaga kerja yang
diperoleh langsung dengan pengalaman sendiri dalam
mengikuti penyuluhan dan pembinaan akan sangat
berarti bila dibandingkan dengan keterampilan yang
diperoleh dari pengalaman orang lain (pemilik
industri makanan rumah tangga).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
petugas Balai Besar POM dalam rangka
meningkatkan kepatuhan pengelola IRTP adalah : (a).
Sebaiknya akrab dengan IRTP, jangan ditakut-takuti,
ini penting karena IRTP yang menjadi sasaran
pembinaan, (b). Mengawasi penggunaan pewarna
makanan serta memberikan penekanan terutama
pemakaian pewarna makanan yang baik dan benar
dalam proses produksi, (c). Petugas selalu mengajak
IRTP untuk menggunakan buku panduan IRTP
sebagai dasar dalam menerapkan cara produksi
makanan yang baik (CPMB), (d). Menekankan
kepada pimpinan IRTP untuk berupaya mendidik
karyawannya, agar meninggalkan kebiasaan buruk
seperti ketidak patuhan dalam pemakaian pewarna
makanan yang baik dan benar sesuai dengan standar
yang ditetapkan untuk menghasilkan produk
makanan yang bermutu dan aman dikonsumsi
masyarakat, (e). Memberi pemahaman bahwa
kontaminasi dari bahan berbahaya atau kelebihan
bahan tambahan makanan (seperti pewarna makanan)
akan merugikan IRTP sendiri karena produk
makanan menjadi tidak bermutu dan aman sehingga
tidak laku dijual. Disamping itu perlu adanya
pendekatan melalui strategi pemberdayaan
(empowerment) tenaga kerja yang ada disetiap IRTP
agar dapat bekerjasama dengan pihak pengawas dari
BBPOM, olehnya IRTP dapat melakukan cara-cara
yang tepat untuk menghindari kontaminasi bahan
dalam praktek sehari-hari dengan mematuhi
peraturan perundang-undangan dibidang produksi
makanan dan peraturan BTM, khususnya penggunaan
pewarna makanan yang baik dan benar.
Sesungguhnya penerapan cara produksi
makanan yang baik telah diatur melalui keputusan
Menteri Kesehatan RI No. 23/Menkes/SK/I/1978
tentang cara produksi makanan yang baik. Disamping
itu informasi yang berkaitan dengan CPMB adalah
tentang Bahan Tambahan Pangan yang diterbitkan
tahun 1997 oleh Direktorat Pengawasan Makanan
dan minuman . Melalui CPMB, industri makanan
rumah tangga dapat menghasilkan produk makanan
yang bermutu, layak dikonsumsi dan aman bagi
kesehatan. Dan apabila penerapan CPMB tidak
dilakukan pada setiap proses produksi maka produk
yang dihasilkan berdasarkan beberapa hasil uji
laboratorium, maka produk tersebut kurang bermutu.
Namun perlu disadari bahwa standar dan persyaratan
makanan yang beredar berupa peraturan-peraturan
yang telah ditetapkan pemerintah hanyalah
merupakan alat bantu untuk menjamin dan
memastikan bahwa makanan yang beredar tersebut
aman untuk dikonsumsi masyarakat. Hal ini menjadi
tidak ada artinya kalau Pengelola IRTP yang menjadi
sasaran utama dalam peraturan tersebut tidak
mengindahkan atau tidak patuh terhadap peraturan
tersebut.
66
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis serta pembahasan
yang telah dilakukan pada penelitian ini maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. 7 (tujuh) dari 11 (sebelas) Pengelola Industri
Rumah Tangga Pangan di Kota Makassar,
telah menunjukkan kepatuhan dalam
penggunaan bahan tambahan pangan
pewarna makanan setelah memperoleh
pembinaan Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan.
2. Rendahnya kepatuhan pengelola Industri
Rumah Tangga Pangan terhadap
penggunaan pewarna makanan, hal ini
terutama disebabkan karena terbatasnya
pengetahuan, keterampilan, sikap dan
kesadaran serta tanggungjawab pengelola
Industri Rumah Tangga Pangan untuk
menghasilkan produk yang bermutu dengan
tingkat keamanan yang tinggi.
B. Saran
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan dan
Instansi terkait perlu menyusun program
pembinaan dan pelatihan yang disesuaikan
dengan kebutuhan Industri Rumah Tangga
Pangan, sehingga dapat dilaksanakan dan
memberikan hasil yang nyata dan dapat
dievaluasi, juga pemberian informasi, pembinaan
dan pengawasan perlu ditingkatkan, dan
melaksanakan evaluasi secara berkala dan teratur
mengenai penerapan peraturan perundang-
undangan di bidang produksi makanan dan
peraturan penggunaan Bahan Tambahan
Makanan terhadap Industri Rumah Tangga
Pangan.
2. Perlu adanya kebijakan yang komprehensif untuk
mengembangkan industri rumah tangga pangan
antara lain dengan mengembangkan program
keamanan pangan, meningkatkan kemampuan
sumber daya manusia khususnya mengenai
keamanan pangan dan mengembangkan sistem
jaringan mutu pangan industri rumah tangga
pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar Asrul , (1996 ), Pengantar Administrasi
Kesehatan , Bina Rupa
Aksara , Edisi III, Jakarta
Badan POM RI, ( 2002 ), Profil of National agency
of drug and food control
republic of Indonesia
Balai Besar POM di Makassar ( 2008) , Laporan
Tahunan.
Biro Hukum Dan Organisasi Sekretariat Jenderal
Depkes RI, 2009, Jurnal
Hukum Kesehatan, Vol.2 , No.4 , Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, (1979),
Kodeks Makanan Indonesia Tentang
Bahan Tambahan Makanan, Jakarta.
--------, (2009), Undang-Undang RI., Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan, BP Cipta
Karya, Jakarta
Dirjen POM Depkes , RI , ( 1988 ) , Peraturan
Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 722/ Kenkes / Per / IX /
88 Tentang BahanTambahan
Makanan
--------, ( 1996 ) , Pedoman Cara Produksi
Makanan Yang Baik ( CPMB ), Jakarta.
--------, ( 1997 ) , Cara Produksi Makanan Yang
Baik , Bahan Pelatihan
Industri Rumah Tangga , Jakarta.
--------, ( 1998 ), Kumpulan Peraturan Perundang-
Undangan Bidang Makanan dan
Minuman, Jakarta.
Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan
Bahan Berbahaya Badan
Pengawas Obat dan Makanan ( 2003 ) ,
TOT Penyuluhan Keamanan
Pangan.
Elyawaty, 2003, Analisis Kepatuhan Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan
Beberapa Industri Rumah Tangga di
Makassar. Tesis tidak diterbitkan. Makassar
: PPs UNHAS.
Fardiaz, S, Dkk , 1987, Risalah Seminar Bahan
Tambahan Kimia ( Food Addetives ) , PATPI-GAMMI_PAU IPB, Bogor
Jujun S. Suriasumantri, (2001), Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Martini Latif, (2003), Kepatuhan Pengelola
Terhadap Kebersihan Lingkungan
67
Kerja Pada Industri Makanan Rumah
Tangga di Kota Makassar. Tesis tidak
diterbitkan. Makassar : PPs UNHAS.
Muhajir N , ( 2000 ) , Metode Penelitian Kualitatif
, edisi IV , Rake Sarasin, Yogyakarta.
Miles.B.Matthew , ( 1992 ) , Analisis data
Kualitatif , edisi III , Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Nawawi Hadari, Martini Mimi, 2005, Penelitian
Terapan, Gadjah Mada
University Press, Yogjakarta
Ngatimin HM Rusli, 1987, Upaya Menciptakan
Masyarakat Sehat di Pedesaan, Disertasi, Pascasarjana UNHAS.
Notoatmodjo Soekidjo , ( 1993 ) , Pengantar
Pendidikan Kesehatan dan Ilmu
Perilaku Kesehatan, Andi Offset ,
Yogyakarta.
-------- , (2005), Promosi Kesehatan Teori dan
Aplikasi, Rineka Cipta, Jakarta.
-------- , (2007), Promosi Kesehatan & Ilmu
Perilaku, Rineka Cipta, Jakarta.
Sugiyono, (2009), Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif Dan R & D, CV. Alfabeta,
Bandung.
Tan dan Rahardja, (2002), Obat-obat Penting,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta
Wijono. D , 1999, Manajemen Mutu Pelayanan
Kesehatan, Volume 1,
Airlangga University Press
Winarno, 1994, Bahan Tambahan Untuk Makanan
Dan Kontaminan, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta.
Media Farmasi Vol. VIII. No. 14, April 2011 98