Date post: | 28-Nov-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | deadcorpses |
View: | 17 times |
Download: | 0 times |
Journal ReadingLeprosy:
An Overview of PathophysiologyRamesh Barne Bhat and Chaitra Prakash
Departement of Dermatology, Father Muller Medical College, Kaarnataka, Mangalore, India25 July 2012
Pembimbing: dr. Vitalis Pribadi,MKes, SpKK
Presentan:
Maulana Aziz (1210.221.056)
Yandra Wijaya(1010.221.057)
Introduction
• Dikenal dengan Morbus Hansen atau Hansen disease
• Ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen di Norwegia tahun 1873
• Endemik di negara Brazil, Congo, Madagascar, Mozambique, Nepal, dan Tanzania
• Populasi sekitar 1: 100.000 di daerah-daerah endemik
Mycobacterium leprae
• Adalah bakteri tahan asam yang patogen terhadap manusia
• Dapat dibiakkan di laboratorium dengan menginjeksikannya ke telapak kaki tikus
• Karena pertumbuhannya sangat lambat, bila dikultur secara in vitro, sampai 2x14 hari pun masih belum sempurna terlihat perkembangannya
Penentu Genetik dari Respon Induk
• Faktor genetik manusia cukup berperan dalam penerimaan lepra dan gambaran klinis penyakit
• Rendahnya produksi alel limphotoxin alpha(LTA) sebagai risiko genetik mayor pada lepra di onset awal
Transmisi
• Ada 2 exit route dari lepra:– Kulit– Mukosa Nasal
• M.Leprae banyak berkumpul di dalam dermis, tetapi apakah mereka bisa mencapai permukaan kulit dalam jumlah yang cukup masih diragukan.
• BTA paling banyak ditemukan pada mukosa nasal (±10.000-10.000.000/lapang pandang)
• Tempat masuk bakteri masih belum diketahui, kemungkinan besar melalui kulit atau saluran pernapasan
Masa Inkubasi
• Menentukan waktu yang pasti pada lepra sangat sulit.
• Berdasarkan laporan, masa inkubasi minimum penyakit lepra adalah beberapa minggu(ditemukan pada bayi)
• Masa inkubasi maksimum bisa sampai 30 tahun atau lebih
• Rata-rata masa inkubasi sekitar 3-10 tahun.
Faktor Risiko
• Lingkungan yang kumuh• Air yang terkontaminasi• Malnutrisi• Penyakit imuno compromise(terutama HIV)
Interaksi dengan Sel Schwann dan Makrofag
• Target sel utama pada Lepra adalah Sel schwann kerusakan sel saraf&demielinasi
• Sel schwann akhirnya mati dan pecah dikenal oleh imunitas tubuh difagosit oleh makrofag
Interaksi dengan Sel Schwann
Klasifikasi
Klasifikasi Zona Spektrum Kusta
Ridley&Jopling TT BT BB BL LL
Madrid Tuberkuloid Borderline Lepromatosa
WHO Pausibasilar Multibasilar
Gambaran Klinis
Karakteristik Tuberkuloid Borderline Tuberkuloid
Indeterminate
Lesi
Tipe Macula atau macula dibatasi infiltrate
Macula dibatasi infiltrat
Macula
Jumlah Satu atau beberapa Satu dengan lesi satelit Satu atau beberapa
Distribusi Terlokasi dan asimetris
asimetris Bervariasi
Permukaan Kering,skuama Kering,skuama Dapat halus agak berkilat
Sensibilitas hilang hilang Agak terganggu
BTA
Pada lesi kulit negatif Negatif, atau 1+ Biasanya negatif
Tes Lepromin* Positif kuat (3+) Positif (2+) Meragukan
Karakteristik Lepromatosa Borderline Lepromatosa
Mid-borderline
LesiTipe Macula, infiltrate difus,
papul, nodusMacula, plak, papul Plak, lesi bentuk kubah, lesi
punched outJumlah Banyak distribusi luas,
praktis tidak ada kulit sehatBanyak tapi kulit sehat
masih adaBeberapa, kulit sehat (+)
Distribusi Simetris Cenderung simetris Asimetris Permukaan Halus dan berkilap Halus dan berkilap Sedikit berkilap, beberapa lesi
kering Sensibilitas Tidak terganggu Sedikit berkurang Berkurang
BTAPada lesi kulit Banyak Banyak Agak banyak
Pada hembusan
hidung
Banyak Biasanya tidak ada Tidak ada
Tes Lepromin*
Negatif Negatif Biasanya negatif
Gambaran Histopatologi
Tuberculoid– sel radang yang mengandung granuloma dengan
makrofag yang terdiferensiasi– epithelioid dan giant cell– predominan CD4 T cell pada daerah lesi– (+) pada skin test
Lepromatous– Granuloma tidak ada– Jumlah BTA banyak(sampai 1012/gr)– Epidermis tipis– CD4:CD8 1:2 predominan Th2– (-) pada skin test
Reaksi Lepra
• Tipe I(reverse reaction)– BT,BB,BL– Edema dan eritem pada lesi– Neuritis, gangguan sensoris dan motoris– Predileksi pada wajah, tangan, dan kaki– Jarang sistemik
• Tipe II(Erythema Nodosum Leprosum)– BL dan LL– Nodul subkutan dan eritema– Disertai gangguan sistemik– Gangguan pada organ