e-ISSN : 2715-9000 p-ISSN : 2721-5423
Jurnal Al-Tsaman
117
KONSEP KESEJAHTERAAN PADA MASA ISLAM KLASIK DAN MASA
MODERN
Ifa Afida
IAI Al-Falah As-sunniyyah Kencong
ABSTRACT
The problem faced by developing countries is the welfare of their citizens. Welfare has become an important part of a country. Even the establishment or formation of a country is in order to realize the welfare of its people. Various ways, methods, rules, tools, approaches or policies have been chosen and carried out by a country in order to achieve these goals. Islam has a much better welfare concept than western economic concepts. The concept has also been implemented well from the time of the Prophet to the successor caliphs. Welfare in the view of Islam is not only assessed by material measures, but also by non-material measures such as the fulfillment of spiritual needs, maintenance of moral values and the realization of social harmony. In this article, the author tries to describe the concept of well-being in the classical Islamic era and well-being in the modern period, whether in practice it has suffered a setback or progress, or both are running the same and balanced based on their particular characteristics.
Keywords: welfare, classical Islam, modern Islam
ABSTRAK
Permasalahan yang dihadapi negara-negara yang sedang berkembang adalah kesejahteraan
warga negaranya. Kesejahteraan telah menjadi bagian penting dari sebuah negara. Bahkan
didirikannya atau dibentuknya sebuah negara adalah dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan masyarakatnya. Berbagai cara, metode, aturan, alat, pendekatan ataupun
kebijakan telah dipilih dan dilakukan oleh sebuah negara dalam rangka untuk mencapai
tujuan tersebut. Islam mempunyai konsep kesejahteraan yang jauh lebih baik dibanding
konsep-konsep ekonomi barat. Konsepnya pun telah diterapkan dengan baik mulai dari
zaman Rasulullah sampai para khalifah penggantinya. Kesejahteraan dalam pandangan
Islam bukan hanya dinilai dengan ukuran material saja, melainkan juga dengan ukuran non
material seperti terpenuhinya kebutuhan spiritual, terpeliharanya nilai moral dan
terwujudnya keharmonisan sosial. Dalam artikel ini, penulis mencoba mendeskripsikan
konsep kesejahteraan pada masa Islam klasik dan kesejahteraan pada masa modern, apakah
Ifa Afida
118
dalam pelaksanaannya mengalami kemunduran ataukah kemajuan, atau kedua-keduanya
berjalan sama dan seimbang berdasarkan dengan kekhasannya masing-masing.
Kata Kunci : kesejahteraan, islam klasik, islam modern
PENDAHULUAN
Al-Qur’an dan Hadist merupakan dua sumber utama yang menjadi pedoman
bagaimana sejarah peradaban ekonomi dimulai. Di dalam Al-Qur’an dan Hadist terdapat
banyak firman-firman Allah dan juga penjelasan tentang hukum-hukum yang mana telah
menjadi prinsip-prinsip dalam ilmu ekonomi Islam. Al-Qur’an dan Hadist merupakan dua
sumber utama yang menuntun dan membimbing pemikiran manusia dalam
mengaplikasikan pemikiran manusia termasuk dalam hal ekonomi. Para tokoh cendekiawan
muslim menggunakan dua sumber utama yaitu Al-Qur’an dan Hadist untuk memecahakan
beberapa masalah perekonomian yang mulai muncul setelah wafat Rasul.1
Kontribusi kaum muslimin yang sangat besar terhadap kelangsungan dan
perkembangan pemikiran ekonomi pada khususnya dan peradaban dunia pada umumnya,
telah diabaikan oleh para ilmuwan Barat. Buku-buku teks ekonomi Barat hampir tidak
pernah tidak menyebutkan peranan kaum muslimin ini. Menurut Chapra, meskipun
sebagian kesalahan terletak di tangan umat Islam karena tidak mengartikulasikan secara
memadai kontribusi kaum muslimin namun barat memiliki andil dalam hal ini, karena tidak
memberikan penghargaan yang layak atas kontribusi peradaban lain bagi kemajuan
pengetahuan manusia.2
Dalam pandangan Islam masyarakat dikatakan sejahtera apabila terpenuhi
kebutuhan pokok setiap individu rakyat, baik pangan, sandang, papan, pendidikan maupun
kesehatan. Serta terjaga dan terlindungi agama, harta, jiwa, akal dan kehormatan manusia.
Salah satu bentuk keagungan khilafah yang tidak dimiliki peradaban lainnya adalah
kesempurnaan dan jaminan kehidupan terbaik bagi rakyatnya. Sejarah membuktikan secara
1 M.Akmansyah, Al-Qur’an dan Al-Sunnah Sebagai Dasar Ideal Pendidikan Islam, Jurnal
Pengembangan Masyarakat Islam, Vol. 8, No. 2, Agustus 2015, hlm. 128 2 M. Umer Chapra, The Future of Economics : An Islamic Perspective, (Jakarta: Shariah Economics and
Banking Institute, 2001), hlm. 261
e-ISSN : 2715-9000 p-ISSN : 2721-5423
Jurnal Al-Tsaman
119
jelas akan hal ini yang bertahan hingga seribu empat ratus tahun lebih dan pada akhirnya
diruntuhkan pada 03 Mei 1924 M.3
Allah sendiri telah menjamin kesejahteraan bagi hambanya dan makhluk yang
bernyawa sebagaimana yang tersebut dalam Surat Hud ayat 6 “Dan tidak ada suatu binatang
melata-pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya” namun jaminan itu tidak
diberikan dengan tanpa usaha, sebagaimana yang telah dijelaskan Allah dalam Surat Ar Ra’d
ayat 11 “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan
yang ada pada diri mereka sendiri”.
Selain itu manusia juga membutuhkan lembaga atau institusi yang memfasilitasi,
melindungi dan mengatur berbagai norma-norma dan aturan-aturan yang memudahkan
bagi mereka untuk memenuhi kebutuhannya, dalam istilah modern lembaga tersebut
dikenal dengan “Pemerintah”, Para pencetus kemerdekaan bangsa Indonesia telah
merumuskan kesejahteraan sebagai tujuan bangsa dalam batang tubuh UUD 1945 dan telah
menjabarkannya dalam Bab perekonomian nasional dan kesejahteraan social dalam pasal 33
UUD 1945 dengan menegaskan bahwa Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara, sayangnya harapan dan cita-cita tersebut masih jauh dari kenyataan.
Bagi pemerintah kesejahteraan seringkali diukur dengan nilai GNP perkapita, yang
merupakan rasio perbandingan antara nilai GNP dengan jumlah penduduk, namun
demikian jika melihat realita di tengah masyarakat, maka kita akan menyimpulkan bahwa
pengukuran kesejahteraan dengan menggunakan GNP perkapita belum tepat, karena di
kalangan masyarakat pedesaan masih sangat banyak orang-orang yang hidup di bawah
standar kelayakan hidup.4
Tampaknya kemiskinan yang akan menjadi ukuran kesejahteraan masyarakat, pada
Maret 2015 BPS menyatakan bahwa angka kemiskinan di Indonesia telah mencapai 28,59
juta penduduk atau 10-11% dari jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan,
dibandingkan dengan September 2014 dimana angka kemiskinan mencapai 27,7 juta
penduduk, ternyata tahun 2015 jumlah kemiskinan di Indonesia semakin bertambah,
3 https://www.google.com/amp/s/umroh.com/blog/kesejahteraan-umat-islam diakses tanggal 05 januari
2020 4 Amirus Sodiq, Konsep Kesejahteraan Dalam Islam dalam Jurnal Equilibrium Vol.3 No 2 Desember
2015. 382
Ifa Afida
120
berpijak pada data tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa kebijakan yeng dilakukan
pemerintah di berbagai bidang tampaknya semakin menjauhkan masyarakat dari apa yang
menjadi cita-cita masyarakat dan para pencetus kemerdekaan yaitu kesejahteraan sosial.5
Alat yang sering digunakan untuk mengukur kesejahteraan adalah pendapatan dan
konsumsi, jika kita mengukur kesejahteraan dengan pendekatan pendapatan maka kita akan
menemukan problem dalam hal data untuk sektor informal, di negara Indonesia pekerjaan
di sektor informal lebih banyak daripada pekerjaan di sektor formal dan data untuk sektor
informal secara keseluruhan sulit ditemukan.
Selain itu masyarakat merasa keberatan untuk menjawab pertanyaan yang
ditanyakan kepadanya tentang berapa besarnya pendapatan yang dia peroleh, apakah orang
Indonesia lupa jika ditanya berapa pendapatan yang diperolehnya setahun yang lalu atau
mereka tidak mau dibebani pajak yang lebih tinggi, atau mereka juga merasa malu jika
penghasilannya yang berasal dari kegiatan ilegal diketahui oleh orang lain.
Sedangkan jika kita mengukur kesejahteraan masyarakat dengan pendekatan
konsumsi, maka kita juga menemukan problem ketidaksesuaian dengan kenyataan, misalnya
orang mempunyai kecenderungan untuk tidak memberitahukan berapa besarnya
pengeluaran yang telah dilakukan jika menyangkut barang mewah maupun barang illegal,
selain itu antara satu rumah tangga dengan rumah tangga lainnya cenderung memiliki
perbedaan karakteristik.
Namun sebagai orang Islam, tentu kita mempunyai pandangan yang berbeda
dengan orang-orang yang berpegang pada ekonomi konvensional dalam hal kesejahteraan,
karena itu sangatlah menarik untuk membahas dan mengkaji konsep kesejahteraan dalam
Islam khususnya mengkaitkan konsep kesejahteraan masa Islam klasik dengan masa
modern.
METODE
Untuk mengkaji penelitian ini maka digunakan metode kualitatif dengan melakukan
pendekatan metode studi literatur (library research). Metode yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu dengan menggunakan penelitian yang bersumber dari studi pustaka, hal tersebut
dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari berbagai literatur. Literatur disini
5 Ibid.
e-ISSN : 2715-9000 p-ISSN : 2721-5423
Jurnal Al-Tsaman
121
tentunya yang memiliki hubungan atau keterkaitan dengan permasalahan yang menjadi
obyek dalam penelitian yang telah ditentukan. Penelitian ini dilakukan dengan membaca
serta melakukan berbagai hal terutama mempelajari berbagai literature-literatur yang ada,
yang didapat melalui metode dokumenter, yang bersumber dari buku, jurnal, internet, dan
makalah. Penelitian ini lebih diarahkan pada Konsep Kesejahteraan Masa Islam Klasik dan
pada masa Modern. Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif. Oleh karena itu, penelitian
ini memiliki tujuan membuat deskripsi mengenai berbagai kejadian atau situasi-situasi yang
terjadi saat itu.6
PEMBAHASAN
PENGERTIAN KESEJAHTERAAN
Pengertian kesejahteraan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata
sejahtera yang mempunyai makna aman, sentosa, makmur dan selamat (terlepas dari segala
macam gangguan, kesukaran dan sebagainya.7 Kata sejahtera mengandung pengertian dari
bahasa Sansekerta “catera” yang berarti payung. Dalam konsep kesejahteraan “catera”
adalah orang yang sejahtera, yakni orang yang dalam hidupnya bebas dari kemiskinan,
kebodohan, ketakutan dan kekhawatiran sehingga hidupnya aman dan tenteram, baik lahir
maupun bathin.8
Dalam UU no.11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial dijelaskan bahwa
kesejahteraan sosial adalah kondisi terepenuhinya kebutuhan material, spiritual dan sosial
warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya. Sedangkan penyelenggaraan Kesejahteraan sosial adalah
upaya yang terarah, terpadu dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar
setiap warga Negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial,
dan perlindungan sosial.
Di antara tujuan diselenggarakannya kesejahteraan sosial adalah Pertama,
meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kelangsungan hidup. Kedua, memulihkan
fungsi sosial dalam rangka mencapai kemandirian. Ketiga, meningkatkan ketahanan sosial
masyarakat dalam mencegah dan menangani masalah kesejahteraan social. Keempat,
6 Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi Bisnis (Yogyakarta:UII Pres, 2005), 87
7 W.J.S. Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 887.
8 Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial (Bandung: Refika Aditama, 2012), 8
Ifa Afida
122
meningkatkan kemampuan, kepedulian dan tanggungjawab sosial dunia usaha dalam
penyelenggaraan kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan. Kelima,
meningkatkan kemampuan dan kepedulian masyarakat dalam penyelenggaraan
kesejahteraan sosial secara melembaga dan berkelanjutan. Keenam, meningkatkan kualitas
manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial.
Konsep kesejahteraan yang dijadikan tujuan dalam ekonomi konvensional ternyata
sebuah terminologi yang kontroversial, karena dapat didefinisikan dengan banyak
pengertian. Salah satunya dengan pengertian murni materialis yang sama sekali menafikan
keterkaitan spiritual, atau mungkin dengan sedikit singgungan aspek spiritual. Jika
kesejahteraan didefinisikan dengan konsep materialis dan hedonis, maka ilmu ekonomi
memberikan porsi keunggulan pada pemenuhan kepentingan pribadi (self interest) dan
memaksimalkan kekayaan, kenikmatan fisik, dan kepuasan hawa nafsu.9
Teori nilai guna konvensional memiliki kekurangan dalam syarat rasional dan
konveks yang menjadikan manusia sebagai mesin konsumsi yang dengan daya dan upayanya
harus memberdayakan sumber dayanya untuk meningkatkan kepuasan lahirnya (kebendaan)
dengan ukuran uang.10 Sementara dalam perspektif Islam, semua kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh manusia, baik individu maupun sebagai masyarakat haruslah didasarkan
pada tujuan untuk kemaslahatan, kebaikan umat manusia. Tujuan hidup bukanlah untuk
mengkonsumsi, tapi konsumsi merupakan konsekuensi dari hidup. Kegiatan konsumsi baik
karena keinginan maupun kebutuhan harus didasarkan pada kemampuan, baik jiwa, raga
maupun keuangan.11
Pandangan Ekonomi Islam tentang kesejahteraan didasarkan atas keseluruhan
ajaran Islam tentang kehidupan ini. Konsep ini sangat berbeda dengan konsep
kesejahteraan dalam ekonomi konvensional, sebab ia adalah konsep yang holistic. Secara
singkat kesejahteraan yang dinginkan oleh ajaran Islam adalah:
1. Kesejahteraan holistik dan seimbang, yaitu mencakup dimensi material maupun
spiritual serta mencakup individu maupun sosial.
9 Umer Chapra, The Future of Ekonomics an Islamic Perspective, diterjemahkan oleh: Amdiar Amir, dkk
(Jakarta: Shari ah Economics and Banking Institute, 2001), 121 10
Iskandar Putong, Ekonomics: Pengantar Mikro dan Makro (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2007), 173 11
Ibid.172
e-ISSN : 2715-9000 p-ISSN : 2721-5423
Jurnal Al-Tsaman
123
2. Kesejahteraan didunia maupun diakhirat, sebab manusia tidak hanya hidup dialam
dunia saja tetapi juga dialam akhirat. Jika kondisi ideal ini tidak dapat dicapai maka
kesejahteraan diakherat tentu lebih diutamakan.
KESEJAHTERAAN PADA MASA PERADABAN ISLAM KLASIK
Ajaran Islam telah menjelaskan bahwa sesungguhnya tujuan dasar Islam adalah
terwujudnya kesejahteraan baik didunia maupun di akhirat. Dalam prakteknya Rosulullah
Saw. Membangun suatu perekonomian yang dulunya dari titik nol menjadi suatu
perekonomian raksasa yang mampu menembus keluar dari jazirah Arab. Pemerintahan
yang dibangun Rasulullah Saw di Madinah mampu menciptakan suatu aktivitas
perekonomian yang membawa kemakmuran dan keluasan pengaruh pada masa itu.12
Kegiatan ekonomi telah menjadi sarana pencapaian kesejahteraan atau
kemakmuran. Nabi Muhammad Saw memperkenalkan sistem ekonomi Islam. Hal ini
berawal dari kerjasama antara kaum Muhajirin dan Anshar. Sistem Ekonomi Islam yang
diperkenalkan antara lain Syirkah, Qirad, dan Khiyar dalam perdagangan. Selain itu juga
diperkenalkan system musaqah, mukhabarah, dan Muzaraah dalam bidang pertanian dan
perkebunan. Para sahabat juga melakukan perdagangan dengan penuh kejujuran. Mereka
tidak mengurangi timbangan dalam berdagang.13
Salah satu bentuk nyata pelaksanaan ekonomi Islam dalam rangka kesejahteraan
umat atau masyarakat, pada masa Rasulullah Saw maupun Abu Bakar RA pengumpulan dan
pendistribusian zakat serta pungutan- pungutan lainnya dilakukan secara serentak, yang
artinya pendistribusian dana tersebut diakukan setelah pengumpulan. Sehingga para petugas
baitul mal setelah selesai melaksanakan tugasnya tidak lagi membawa sisa dana untuk
disimpan. Namun setlah pemerintahan digantikan oleh Umar bin Khattab, pendistribusian
tidak lagi dilakukan secara serentak. Harta baitul mal dilakukan secara bertahap sesuai
dengan kebutuhan yang ada, bahkan diantaranya disediakan dana cadangan.14
12
Muhammad Sholahuddin, World Revolution With Muhammad (Sidoarjo: Mahsun, 2009). 46 13
Agung Eko Purwana, Kesejahteraan dalam Perspektif Islam dalam Jurnal Justitia Islamica,
Vol.11/No.1/Jan-Jun 2014. 34 14
Mohammad Hidayat, The Sharia Economic Pengantar Ekonomi Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim,
2010). hlm. 186.
Ifa Afida
124
Adanya kebijakan mengenai dana cadangan yang disimpan untuk keperluan darurat
mengindikasikan adanya praktik manajemen dari seorang khalifah (pemimpin) tentang
perencanaan pengelolaan dana yang ada pada Baitul mal, mengingat ekspansi pada masa
khalifah Umar semakin meluas dan semakin banyak harta yang mengalir ke Baitul mal kota
Madinah sebagai kas negara. Sudah menjadi suatu keharusan seorang pemimpin
mempunyai manajemen yang baik dalam kepemimpinan dengan segala kebijakannya. Sudah
menjadi tanggung jawab bahwa khalifah mempunyai kewajiban untuk mensejahterakan
rakyatnya. Menurut Taqyuddin An-Nabhani Baitul mal juga menjadi supplier bagi seluruh
rakyat dan sarana pemelihara keseimbangan ekonomi (economi equilibrium).15
Umar bin Khattab dalam kepemimpinannya, memiliki peranan yang sangat penting
dalam kesejahteraan masyarakatnya, diantaranya yang terkenal adalah lewat kebijakannya
dalam pengelolaan baitul mal. Dalam bidang ekonomi Umar melembagakan Biatul mal
secara permanen, yang artinya Baitul mal ini bersifat independen. Pendirian Baitul mal ini
dilengkapi dengan sistem administrasi yang tertata baik dengan membentuk diwan. Dalam
pengelolaan Baitul mal khalifah Umar dan amilnya sebagai pemegang amanah. Pengelolaan
Baitul mal ditingkat cabang dilakukan oleh pejabat setempat dan tidak bertanggung jawab
pada gubernur. Pejabat-pejabat Baitul mal di cabang/provinsi mempunyai otoritas penuh
dan bertanggung jawab pada pemerintahan pusat (khalifah).
Umar juga mencetuskan pembuatan kalender atau tahun hijiriyah yang di mulai dari
hijrah Rasul,16 menempa mata uang, membentuk tentara, mengatur gaji, mengangkat
hakim-hakim, dan mengadakan hisbah (pengawasan pasar, pengontrolan timbangan dan
takaran, penjagaan terhadap tata tertib dan susila, dan pengawasan terhadap kebersihan
jalan),17 jawatan pajak, kepolisian dan lainnya. Umar bin Khatab dicatat dalam sejarah
sebagai orang pertama kali yang mendirikan kamp-kamp militer yang permanen. Khalifah
Umar juga orang yang pertama kali memerintahkan panglima perang untuk menyerahkan
laporan secara terperinci mengenai keadaan prajurit. Beliau juga membuat buku dan
15
Taqyudin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Prespektif Islam. Judul asli An-Nidhan
al-Iqtisadi fil Islam, penerjemah Moh. Maghfur Wachid cet ke 5, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000). hlm.
264-275. 16
Taufiqurohman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam, (Surabaya: Pustaka Islamika Press, 2003)
h.67 17
A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 1 (Jakarta: PT Al-Husna Zikra, 1997). hlm. 263.
e-ISSN : 2715-9000 p-ISSN : 2721-5423
Jurnal Al-Tsaman
125
mencatat para prajurit dan mengatur secara tertib gaji, mengikut sertakan dokter,
penerjemah dan penasehat yang khusus menyertai pasukan.18
KESEJAHTERAAN PADA MASA MODERN
Kesejahteraan oleh sebagian masyarakat selalu dikaitkan dengan kualitas hidup.
Konsep kualitas hidup merupakan gambaran tentang keadaan kehidupan yang baik. World
Health Organization mengartikan kualitas hidup sebagai sebuah persepsi individu terhadap
kehidupannya di masyarakat dalam konteks budaya dan system nilai yang ada terkait dengan
tujuan, harapan, standar dan juga perhatian terhadap kehidupan. Konsep ini memberikan
makna yang lebih luas karena dipengaruhi oleh kondisi fisik individu, psikologis, tingkat
kemandirian, dan hubungan sosial individu dengan lingkungannya.19
Undang- Undang No 13 tahun 1998 menjelaskan juga tentang arti kesejahteraan.
Kesejahteraan didefinisikan sebagai suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial baik
material maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan dan ketenteraman lahir
bathin yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan pemenuhan
jasmani, rohani dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga dan masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak dan kewajiban asasi manusia sesuai dengan pancasila.
Dalam konteks kenegaraan, kesejahteraan digunakan dalam rangka menunjukkan
bahwa pemerintahannya menyediakan pelayanan- pelayanan sosial secara luas kepada warga
negaranya. negara kesejahteraan diartikan sebagai sebuah proyek sosialis demokrat yang
dihasilkan oleh perjuangan orang- orang kelas pekerja untuk menciptakan masyarakat yang
adil. Ide Negara kesejahteraan barat ini dianggap sebagai perubahan yang dilakukan oleh
system kapitalis menuju kepada aspirasi yang dibawa dalam sistem sosialis.20
Negara kesejahteraan merupakan bentuk negara yang memposisikan negara sebagai
lembaga yang mampu memenuhi hak- hak sosial warganya. Kebijakan- kebijakan politik
negara yang bertujuan untuk menghadirkan kebahagiaan dan kesejahteraan merupakan
komitmen politik sistem negara kesejahteraan. Dalam hal ini negara kesejahteraan lebih
18
Amru Khalid, Jejak Para Khalifah, terjemahan Farur Mu’is judul asli “Khulafaur Rasul”,
(Solo:Aqwam, 2007). hlm. 117-118. 19
Adi Fahrudin, Pengantar…44 20
Adi Fahrudin, Pengantar…85
Ifa Afida
126
diidentikkan dengan kumpulan- kumpulan kebijakan sosial. Kebijakan sosial digunakan
sebagai alat untuk mendefinisikan hubungan negara dengan warganya.
Kebijakan- kebijakan sosial dalam negara kesejahteraan bukanlah suatu entitas yang
memiliki wajah tunggal. Pada prakteknya, kebijakan- kebijakan sosial yang diterapkan disatu
negara kesejahteraan dengan negara lain akan bervariasi. Perbedaan kebijakan sosial
disebabkan oleh perbedaan sistem pemerintahan dan masalah- masalah yang dihadapi oleh
negara. Namun ada beberapa pokok yang harus ada dalam sistem negara kesejahteraan
modern (modern welfare state), yaitu:
a. Kebijakan ketenagakerjaan
Kebijakan ketenagakerjaan merupakan kebijakan yang paling utama
dalam negara kesejahteraan. Disini, negara harus mampu menyediakan akses
lapangan pekerjaan bagi warganya. Tujuan dari kebijakan ketenagakerjaan tidak lain
adalah untuk menciptakan daya beli masyarakat dan mengurangi ketergantungan
warga negara atas tunjangan- tunjangan sosial yang disediakan oleh negara.
Kebijakan ketenagakerjaa dibagi kedalam dua kebijakan pokok, yaitu:
Outset kebijakan dan kebijakan active employment (kebijakan tenaga kerja aktif).
Mengenai Outsite kebijakan, negara memiliki beberapa kewajiban: Pertama, negara
harus membuat sebuah kebijakan dan upaya untuk memberikan bentuk- bentuk
asuransi pengangguran, sebagai peranan Negara dalam mensiasati kompetisi yang
tidak sempurna dalam dunia lapangan kerja. Kedua, Negara harus membuat
kebijakan dan upaya agar tidak tercipta tingginya angka pengangguran, karena hal
itu akan menimbulkan konflik masyarakat dan meningkatnya angka kemiskinan.
Ketiga, negara membuat kebijakan dan upaya untuk mengaitkan antara kebijakan
pendidikan dengan kebijakan ketenagakerjaan dengan tujuan untuk merespon
tantangan sosial ekonomi yang dihadapi oleh negara.21
Sedangkan kebijakan Active Employment yaitu kebijakan yang akan
menjawab segala permasalahan dalam ketenagakerjaan, terutama pasar tenaga kerja.
Pasar tenaga kerja merupakan penjelasan mengenai kondisi dan status dari warga
Negara yang berkaitan dengan kerja: Seperti lapangan pekerjaan, usia kerja, jenis
21
Tim Peneliti PSIK, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi; Pengembangan Kebijakan dan
Perbandingan Pengalaman (Jakarta: PSIK Universitas Paramadina, 2008), 70-71
e-ISSN : 2715-9000 p-ISSN : 2721-5423
Jurnal Al-Tsaman
127
pekerjaan dan output kerja. Ketika suatu lembaga statistic memberikan data
mengenai pasar tenaga kerja, kewajiban pemerintah, para ahli dan politisi adalah
mampu menafsirkan data pasar tenaga kerja secara benar dan kemudian
merekomendasikan kepada warga negara. Jika mereka gagal menafsirkan data pasar
tenaga kerja, maka warga negara akan menuai kualitas kehidupan yang buruk.
Pemerintah tidak hanya berkewajiban untuk menyediakan lapangan pekerjaan bagi
warga negara disatu sisi, disisi lain lapangan pekerjaan yang disediakan pemerintah
harus mampu mensejahterakan.22
b. Layanan Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang terpenting dan mendasar yang harus
didapatkan oleh setiap warga negara. Karena proses ekonomi dan politik suatu
negara tidak terlepas dari layanan pendidikan yang didapatkan warga negara.
negara- negara yang penduduknya memiliki kualitas pendidikan rendah, maka
negara tersebut akan berada pada posisi negara miskin dan terbelakang. Hal ini
disebabkan karena ketidakmampuan warga negaranya dalam mengakses segala
informasi penting. Sedangkan negara-negara yang penduduknya memiliki kualitas
pendidikan yang tinggi, maka negara tersebut akan berada pada posisi negara kaya
dan maju. Ini disebabkan karena warga negaranya memiliki bekal pendidikan yang
tinggi, sehingga mereka mampu mengakses segala informasi yang dibutuhkan untuk
mencapai kualitas hidup yang lebih baik.
Layanan pendidikan memiliki posisi yang penting dalam mewujudkan
sebuah negara yang adil, makmur dan sejahtera. Dalam hal ini pendidikan adalah
bagian penting dari pemberdayaan masyarakat untuk turut serta dalam menciptakan
kemakmuran negara. Jadi tugas negara agar bisa menjadi negara yang kehidupan
rakyatnya sejahtera adalah menyediakan sistem pendidikan dan pengembangan
pendidikan.23
Pendidikan akan menciptakan kemampuan orang perorangan dan
masyarakat mengakses sumberdaya dan tata kebijakan, dan mengorganisasikannya
untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran mereka sendiri. Pendidikan yang
22
Ibid.71 23
Ibid.101
Ifa Afida
128
didapatkan oleh warga negara akan menciptakan kemampuan efektif dalam
menghadapi situasi dimana orang atau masyarakat terejebak dalam struktur sosial-
kemasyarakatan yang bisa menciptakan kemiskinan dan kemunduran atau deprivasi
sosial. Terutama dalam era globalisasi, kemampuan dan layanan pendidikan yang
didapatkan warga negara akan menentukan seberapa jauh kehidupan sosial-ekonomi
dapat terus berkembang, seiring berkembangnya negara- negara lain.
c. Layanan Kesehatan
Di negara- negara berkembang atau negara-negara yang memiliki
penduduk miskin yang relatif tinggi, layanan kesehatan sesuatu yang sulit
didapatkan. Dalam hal ini pelayanan kesehatan gratisyang disediakan oleh negara.
Dalam model negara kesejahteraan, layanan kesehatan merupakan salah satu pilar
penting yang harus disediakan oleh negara. Contohnya Inggris dan Swedia
merupakan model negara kesejahteraan yang memiliki skema layanan kesehatan
yang paling dikagumi oleh negara-negara di dunia.
d. Jaminan Sosial
Secara definisi, jaminan sosial adalah system penyimpanan dan
pengelolaan dana negara yang dipakai untuk membiayai berbagai layanan sosial
publik. Dana jaminan sosial merupakan dana yang dikumpulkan oleh negara melalui
beberapa sumber pendapatan negara, seperti: melalui perpajakan (terutama pajak
penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan pajak bisnis), dan melalui pungutan non
pajak (misalnya potongan gaji untuk asuransi).
Jaminan sosial atau (Social Security) memiliki beberapa tujuan penting,
yaitu:
1. Untuk memenuhi kebutuhan finansial terhadap kejadian-kejadian yang tidak
dapat diduga, seperti meninggalnya pelaku nafkah keluarga, berhenti bekerja
atau kecelakaan kerja.
2. Untuk menjawab kebutuhan yang masih dibutuhkan yang berehubungan
dengan cacat atau perawatan. Contohnya tunjangan hidup kaum cacat atau
orang- orang yang menderita cacat berat.
e-ISSN : 2715-9000 p-ISSN : 2721-5423
Jurnal Al-Tsaman
129
3. Untuk mendukung keluarga sebagai unit sosial, yaitu layanan yang
diperuntukkan untuk tunjangan anak dan tunjangan orang tua tunggal.
4. Untuk mencegah atau mengentaskan kemiskinan, yaitu: jaminan sosial yang
diberikan untuk individu atau keluarga yang tidak mempunyai nafkah yang jelas
disaat sosial-ekonomi mereka yang parah.
5. Menjadi instrument redistribusi, yaitu: jaminan sosial dengan sendirinya menjadi
mekanisme pengumpulan pajak dari setiap golongan masyarakat yang kemudian
diarahkan ke orang-orang atau masyarakat yang memang layak mendapatkan
dan membutuhkannya.24
Bila salah mengolah jaminan sosial atau salah menggunakan system
yang diterapkan oleh Negara, hal ini akan menimbulkan keuangan Negara yang
tidak stabil, karena habis digunakan untuk membuat skema jaminan sosial.
e. Perumahan
Masyarakat miskin identik dengan tempat tinggal yang tidak layak atau
kumuh. Dalam kebijakan negara kesejahteraan, masalah kemiskinan menjadi
perhatian utama. Kebijakan itu meliputi masalah perumahan atau tempat tinggal.
Permasalahan naiknya model dan tingkat konsumsi menjadi justifikasi bagi naiknya
harga dan model fasilitas perumahan. Ini menjadi penyebab nilai properti naik,
harga sewa naik dan sekaligus menyingkirkan kemampuan orang- orang yang
berpendapatan rendah untuk membeli rumah.
Warga negara yang memiliki pendapatan rendah akan semakin kesulitan
untuk memiliki tempat tinggal yang layak akibat daya beli mereka menurun dan
mereka akan semakin menjadi warga negara yang terpuruk. Fenomena seperti ini
akan melahirkan sebuah kawasan kumuh dengan fasilitas yang amat rendah dan
tanah-tanah sengketa yang tidak jelas. Jika permasalahan mengenai perumahan tidak
segera diatasi oleh negara, maka akan menyebabkan naiknya angka kemiskinan,
keterbelakangan, dan potensi timbulnya kriminal.
Ada beberapa alasan pokok, kenapa kebijakan mengenai layanan
perumahan menjadi tanggungjawab negara dalam model negara kesejahteraan:
24
Ibid.122
Ifa Afida
130
1. Perumahan adalah bagian dari pasar aset yang amat rentan terhadap spekulasi.
Sektor perumahan mampu menimbulkan krisis ekonomi apabila tidak
dikendalikan dengan baik. Jadi sektor perumahan harus ditangani secara serius
oleh negara.
2. Perumahan secara langsung melibatkan tata ruang tata wilayah. Tata ruang tata
wilayah merupakan pintu masuk terhadap kepentingan ekonomi dan politik,
sehingga membutuhkan pengaturan yang akuntabel.
3. Berekembangnya kota-kota kecil menjadi mega cities. Apabila pengelolaan sektor
perumahan gagal ditangani secara baik, masalah perumahan menjadi embrio
bagi kriminal.25
Untuk mengatasi permasalahan diatas, negara harus melakukan
beberapa kebijakan:
1. Negara menyediakan fasilitas tanah sekaligus bangunan untuk layanan
perumahan bagi warganya. Layanan perumahan ini bisa berupa penyediaan
rumah sederehana atau rumah susun oleh negara.
2. Negara menyediakan model-model kredit bagi warga negara sesuai dengan jenis
dan kelas perumahan, dengan tujuan agar warga negara bisa memiliki kualitas
hidup yang layak dengan tempat tinggal yang layak dan dengan angsuran jangka
panjang. Pola kredit dengan model subsidi. Dalam hal ini negara membeli
perumahan melalui kerjasama dengan pengembang. Kemudian warga negara
membelinya dengan harga yang jauh berkurang.26
Penjelasan diatas mengenai konsep kesejahteraan dalam era modern,
bukan bermaksud untuk menjadikan konsep kesejahteraan yang dipraktekkan
dibarat sebagai ukuran standar bagi terwujudnya kesejahteraan. Tetapi tujuannya
adalah menjelaskan konteks kesejahteraan yang dipraktekkan dinegara-negara
modern saat ini, karena secara perangkat kesejahtereaan mungkin hampir sama,
yaitu adanya peranan negara yang besar dalam memberikan jaminan sosial dan
pelayanan sosial.
25
Ibid.128-129 26
Ibid.131-132
e-ISSN : 2715-9000 p-ISSN : 2721-5423
Jurnal Al-Tsaman
131
KESEJAHTERAAN MASA ISLAM KLASIK DAN MASA MODERN
Kesejahteraan adalah suatu perkara asasi yang senantiasa diidamkan. Kesejahteraan
paling tidak dapat diketahui dari kemampuan dan kemudahan rakyat memenuhi hak
dasarnya dan pelayanan yang diberikan kepada mereka. Salah satu indikator mengukur
kesejahteraan adalah dari mengetahui tingkat kemiskinan rakyat, sebab berkaitan dengan
kemampuan mereka dalam memenuhi berbagai kebutuhan.
Data bps.go.id (15/07/2019), tercatat jumlah penduduk miskin pada maret 2019
sebesar 25,14 juta orang. Menurun dari tahun sebelumnya. Namun masih ada penduduk
yang harus bergelut dengan masalah kelaparan. Menurut katadata.co.id (2301/2019),
kelaparan menjadi salah satu isu yang masih menghantui Indonesia. Sedangkan terkait
urusan papan, Tribunnews.com (19/06/2019), menulis headline “ Kementerian PUPR: 81
juta milenial masih belum punya rumah.” Sedangkan dalam masalah kesehatan dan
pendidikan, tidak semua beruntung mendapatkan akses yang prima. Terlebih ketika
sejumlah item yang berkaitan mengalami kenaikan tarif.
Dari pemberitaan diatas, dapat diperkirakan bagaimana kondisi kesejahteraan saat
ini. Jika kita telisik ke belakang Islam pernah mengukir peristiwa luar biasa dalam tinta
sejarah. Sejak Rasulullah Saw memimpin daulah Madinah hingga runtuhnya kekhilafahan
Islam pada tahun 1924 di Tuerki, kegemilangan hidup mampu terpancar dari berhasilnya
penerapan Islam.Sebagai bukti kesejahteraan Islam jejak peninggalan Islam yang terserak
dibeberapa wilayah hingga saat ini adalah bukti yang masih menjadi saksi bisunya. Untuk
mewakili kesejahteraan yang pernah diraih, beberapa bukti dalam bidang pangan, sandang,
papan, kesehatan dan pendidikan disebutkan sebagai berikut:
Terkait pangan, dibawah kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Zaid bin
Khattab menceritakan kemakmuran sedemikian makmurnya hingga menjelang kematian
khalifah Agung ini, ada orang yang kesusahan mencari mustahiq zakat. Ia pun berkomentar
(Berkat Allah melalui tangan) Umar bin Abdul Aziz banyak penduduk yang hidup
berkecukupan. Untuk urusan sandang, perhatian pemerintah saat itu ditunjukkan ada
banyaknya industri terkait pakaian dalam sebuah kota yaitu Sevilla, terdapat 6000 alat tenun
untuk sutera. Dalam urusan papan, konsep penyediaan hunian dipadukan dengan fasilitas
kelengkapan penunjang lainnya. Cordoba yang saat itu menjadi ibu kota Andalusia Muslim,
Ifa Afida
132
penduduknya lebih dari satu juta jiwa. Rumah- rumah penduduknya berjumlah 283ribu
buah, ditunjang tempat-tempat mandi sebanyak 900 buah. Gedung- gedung sebanyak
80ribu buah, dan masjid 600 buah.27
Dalam hal kesehatan, pada kurun abad 9-10 M, Qusta Ibn Luqa, Ar- Razi, Ibn al-
Jazzar dan al-masihi membangun sistem pengelolaan sampah perkotaan. Pada saat itu juga
tenaga kesehatan secara teratur diuji kompetensinya. Dalam hal pendidikan, selain 80
sekolah umum di Cordoba yang didirikan Khalifah al- Hakam II pada 965 M, masih ada 27
sekolah khusus anak-anak miskin. Di Kairo, al- Mansur Qalaun mendirikan sekolah anak
yatim. Bahkan untuk orang- orang badui yang berpindah-pindah, dikirim guru yang juga
siap berpindah- pindah mengikuti tempat tinggal muridnya. Semua pelayanan disediakan
gratis dan dibiayai oleh negara.28 Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada
manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan kerja keras mereka. Para
Khalifah ini juga telah menyediakan berbagai peluang untuk siapapun yang memerlukan
dan memberikan kesejahteraan selama berabad-abad dalam wilayah yang sangat luas.
KESIMPULAN
Kegiatan ekonomi telah menjadi sarana pencapaian kesejahteraan atau kemakmuran. Nabi
Muhammad Saw memperkenalkan sistem ekonomi Islam yang diperkenalkan antara lain
Syirkah, Qirad, dan Khiyar dalam perdagangan. Selain itu juga diperkenalkan system musaqah,
mukhabarah, dan Muzaraah dalam bidang pertanian dan perkebunan. Pelaksanaan
kesejateraan lainnya adalah pengumpulan dan pendistribusian zakat serta pungutan-
pungutan lainnya dilakukan secara serentak,selanjutnya masa Umar bin Khattab dalam
kesejahteraan masyarakatnya, diantaranya yang terkenal adalah lewat kebijakannya dalam
pengelolaan baitul mal. Selanjutnya pada kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul
Aziz,dalam bidang pangan, sampai kesusahan mencari mustahiq zakat, karena masyarakatnya
cukup sejahtera pada masa itu. Untuk urusan sandang, perhatian pemerintah ditunjukkan
ada banyaknya industri terkait pakaian. Dalam urusan papan, konsep penyediaan hunian
dipadukan dengan fasilitas kelengkapan penunjang lainnya. Dalam hal kesehatan, pada
kurun abad 9-10 M, Qusta Ibn Luqa, Ar- Razi, Ibn al- Jazzar dan al-masihi membangun
sistem pengelolaan sampah perkotaan. Sedangkan pada masa modern ada beberapa pokok
yang harus ada dalam sistem negara kesejahteraan modern: kebijakan ketenagakerjaan,
27
https://www.kompasiana.com/berecermin-pada-kesejahteraan-dimasa-Islam diakses 05 Januari 2020 28
Ibid.
e-ISSN : 2715-9000 p-ISSN : 2721-5423
Jurnal Al-Tsaman
133
layanan pendidikan, layanan kesehatan, jaminan sosial dan perumahan. Demikianlah konsep
kesejahteraan masa Islam klasik dan modern.
DAFTAR PUSTAKA
Akmansyah, M., Al-Qur’an dan Al-Sunnah Sebagai Dasar Ideal Pendidikan Islam, Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam, Vol. 8, No. 2, Agustus 2015
an-Nabhani , Taqyudin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Prespektif Islam. Judul
asli An-Nidhan al-Iqtisadi fil Islam, penerjemah Moh. Maghfur Wachid cet ke 5, (Surabaya: Risalah Gusti, 2000)
Chapra, Umer, The Future of Ekonomics an Islamic Perspective, diterjemahkan oleh:
Amdiar Amir, dkk (Jakarta: Shari ah Economics and Banking Institute, 2001) Fahrudin, Adi, Pengantar Kesejahteraan Sosial (Bandung: Refika Aditama, 2012) Hidayat, Mohammad, The Sharia Economic Pengantar Ekonomi Syariah, (Jakart: Zikrul
Hakim, 2010) Khalid, Amru, Jejak Para Khalifah, terjemahan Farur Mu’is judul asli “Khulafaur
Rasul”, (Solo:Aqwam, 2007) Poerwadarminto, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1999) Purwana, Agung Eko, Kesejahteraan dalam Perspektif Islam dalam Jurnal Justitia
Islamica, Vol.11/No.1/Jan-Jun 2014 Putong, Iskandar, Ekonomics: Pengantar Mikro dan Makro (Jakarta: Mitra Wacana
Media, 2007) Sholahuddin, Muhammad, World Revolution With Muhammad (Sidoarjo: Mahsun,
2009) Sodiq, Amirus, Konsep Kesejahteraan Dalam Islam dalam Jurnal Equilibrium Vol.3
No 2 Desember 2015
Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi Bisnis (Yogyakarta:UII Pres, 2005)
Syalabi, A., Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid 1 (Jakarta: PT Al-Husna Zikra, 1997). Taufiqurohman, Sejarah Sosial Politik Masyarakat Islam, (Surabaya: Pustaka Islamika
Press, 2003) Tim Peneliti PSIK, Negara Kesejahteraan dan Globalisasi; Pengembangan Kebijakan dan
Perbandingan Pengalaman (Jakarta: PSIK Universitas Paramadina, 2008)
Ifa Afida
134
https://www.google.com/amp/s/umroh.com/blog/kesejahteraan-umat-islam diakses tanggal 05 januari 2020
https://www.kompasiana.com/berecermin-pada-kesejahteraan-dimasa-Islam
diakses 05 Januari 2020