+ All Categories
Home > Documents > Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Date post: 16-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 5 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
22
Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI 78 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird PENERAPAN SANKSI DISIPLIN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG MELAKUKAN PERKAWINAN SIRI Riza Chatias Pratama 1 Dinard Fhathird 2 1 Lecturer at Law Faculty, University of Muhammadiyah Aceh 2 Student at Faculty of Law, University of Muhammadiyah Aceh Corresponding author: [email protected] . Abstract Siri marriage is a marriage between a man and woman, without permission and without the prior wife's knowledge. In Indonesia, marriage itself is a crime because it has been regulated in the law. Indonesian Criminal Code provides sentence to perpetrators of marital threats threatening a maximum of 5 years in prison. In practice, Siri marriages still occur, and are also carried out by members of the National Police. This study uses empirical normative research methods that use data in the form of primary legal materials and secondary legal materials. Data collection is done by field research (field research and library research), then the data is analyzed quantitatively. The results showed that the factors causing the occurrence of marital marriages were psychological factors, disharmony in the household, lack of legal awareness of regulations and the existence of conflicting legal procedures or discipline / discipline. The application of disciplinary sanctions is carried out after the District Court's verdict, then the Polri Professional Code of Ethics session is held. Obstacles in its remedies are due to interventions of the police independence in handling cases or human resource development and lack of complaints of negative behavior. Key words: Siri, Marriage, Police. I. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing masyarakat dan juga dengan harta kekayaan yang diperoleh diantara mereka baik sebelum maupun selamanya perkawinan berlangsung.
Transcript
Page 1: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

78 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

PENERAPAN SANKSI DISIPLIN TERHADAP ANGGOTA POLRI YANG

MELAKUKAN PERKAWINAN SIRI

Riza Chatias Pratama1

Dinard Fhathird2

1Lecturer at Law Faculty, University of Muhammadiyah Aceh

2 Student at Faculty of Law, University of Muhammadiyah Aceh

Corresponding author: [email protected].

Abstract

Siri marriage is a marriage between a man and woman, without permission and

without the prior wife's knowledge. In Indonesia, marriage itself is a crime because

it has been regulated in the law. Indonesian Criminal Code provides sentence to

perpetrators of marital threats threatening a maximum of 5 years in prison. In

practice, Siri marriages still occur, and are also carried out by members of the

National Police. This study uses empirical normative research methods that use

data in the form of primary legal materials and secondary legal materials. Data

collection is done by field research (field research and library research), then the

data is analyzed quantitatively. The results showed that the factors causing the

occurrence of marital marriages were psychological factors, disharmony in the

household, lack of legal awareness of regulations and the existence of conflicting

legal procedures or discipline / discipline. The application of disciplinary

sanctions is carried out after the District Court's verdict, then the Polri

Professional Code of Ethics session is held. Obstacles in its remedies are due to

interventions of the police independence in handling cases or human resource

development and lack of complaints of negative behavior.

Key words: Siri, Marriage, Police.

I. PENDAHULUAN

Perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan

manusia. Perkawinan yang terjadi antara seorang pria dengan seorang wanita

menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

masyarakat dan juga dengan harta kekayaan yang diperoleh diantara mereka baik

sebelum maupun selamanya perkawinan berlangsung.

Page 2: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

79 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

Setiap orang atau pasangan (pria dengan wanita) jika sudah melakukan

perkawinan maka terhadapnya ada ikatan kewajiban dan hak diantara mereka

berdua dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut. Perkawinan menurut

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut

UU Perkawinan).

Tata cara perkawinan di Indonesia tergolong beraneka ragam antara satu

dengan yang lainnya oleh karena di Indonesia mengakui adanya bermacam-macam

agama dan kepercayaan, yang tata caranya berbeda. Hal yang demikian

dimungkinkan dalam Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila yang

dengan tegas mengakui adanya prinsip kebebasan beragama. Pasangan suami-istri

yang telah melangsungkan perkawinan, pada umumnya ingin memiliki keturunan

dari perkawinan yang telah mereka lakukan, tetapi ada pula pasangan suami istri

yang hidup bersama tanpa keinginan untuk mendapatkan keturunan.

Sebelum berlakunya Undang-Undang Perkawinan (Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974), seorang pria beragama islam di Indonesia dapat kawin sampai

dengan empat orang istri, yang berarti bahwa adanya perkawinan lebih dari 4

(empat) kali itu barulah akan merupakan pelanggaran terhadap Pasal 279 ayat (1)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyebutkan bahwa :

“Diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun:

1. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa

perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi

penghalang yang sah untuk itu;

2. Barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa

perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang

untuk itu”.

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 3: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

80 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

Akan tetapi sesudah keluarnya Undang-Undang Perkawinan, di Indonesia itu

tidak diperbolehkan lagi kawin lebih dari seorang bersama-sama, kecuali jika

perkawinan itu ada izin berupa keputusan Pengadilan Negeri setempat sesuai yang

tertuang dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,

yang berbunyi :

(1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang isteri. Seorang

wanita hanya boleh memiliki seorang suami.

(2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih

dari seorang apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Perkawinan siri pada umumnya merupakan kejahatan terhadap norma-norma

hukum yang harus ditafsirkan atau patut diperhitungkan sebagai perbuatan yang

sangat merugikan bagi pihak korban (istri) yang dapat dianggap sebagai perbuatan

menelantarkan keluarga. Hal ini tidak boleh dibiarkan terus berlanjut tanpa adanya

suatu penyelesaian hukum atas tindak pidana tersebut. Oleh karenanya, setiap

tindak pidana yang dilakukan oleh siapapun harus ditindak secara tegas tanpa

memandang status, walaupun pelakunya adalah aparat hukum sendiri seperti

anggota Polri.1

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia, fungsi kepolisian sebagai salah satu fungsi

pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,

penegakan hukum, pelindung, pengayom dan pelayan kepada masyarakat.

Sedangkan lembaga kepolisian adalah organ pemerintah yang ditetapkan sebagai

1 A. Kadarmanta, 2007, Membangun Kultur Kepolisian, Forum Media Utama, Jakarta, hlm. 23

Page 4: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

81 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

suatu lembaga dan diberikan kewenangan menjalankan fungsinya berdasarkan

peraturan perundang-undangan.2

Akan tetapi karena anggota Polri sebagai suatu organisasi terikat pada hukum

disiplin, sehingga penegakan pelanggaran disiplin maupun tindak pidana yang

dilakukan oleh anggota polri akan diproses melalui sidang disiplin terlebih dahulu.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 2

Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia yang menjelaskan penjatuhan tindakan disiplin dilaksanakan seketika

dan langsung pada saat diketahuinya pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh

anggota kepolisian Republik Indonesia.3

Meskipun Undang-undang serta peraturan hukum disiplin dan kode etik

profesi yang berlaku dalam organisasi kepolisian telah melarang dan mengancam

dengan ancaman hukuman pidana bagi anggota Polri yang melakukan tindak

pidana, namun dalam kenyataannya di wilayah hukum Kepolisian Daerah Aceh

pelanggaran maupun tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Polri masih saja

terjadi bahkan dilakukan dalam perkawinan siri yang dianggap sebagai pelanggaran

menelantarkan keluarga.

Maraknya tindakan perkawinan siri yang dilakukan oleh anggota kepolisian

tersebut menjadikan masyarakat resah khususnya pihak keluarga anggota Polri itu

sendiri. Tindakan perkawinan siri telah merusak sendi kehidupan dalam keluarga,

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pemerintah memandang, perlu adanya

2 Sadjijono, 2008, Hukum Kepolisian POLRI dan Good Governance. Laksbang Mediatama.

Surabaya, hlm. 52-53 3Ibid., hlm. 19

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 5: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

82 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efisien, dan mampu

menimbulkan efek jera.4

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode empiris, melalui pendekatan kuantitatif.

Data dalam penelitian menggunakan data primer (interview) dan data sekunder

(literature review).

a. Data Primer

Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan (field research)

dilakukan untuk mendapatkan data primer dengan cara wawancara

(interview) dengan responden dan informan. Data yang didapat, diolah dan di

analisis dengan menggunakan metode deskriptif yaitu menjelaskan secara

penggambaran tentang permasalahan yang dibahas.

Dalam penelitian ini bentuk wawancara yang digunakan adalah wawancara

mendalam (indeep interview)yang dalam pelaksanaannya pewawancara sudah

membawa pedoman wawancara tentang apa-apa yang ditanyakan secara garis

besar.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (library

Research). Penelitian pustaka dilakukan dengan cara membaca dan

mempelajari literatur-literatur, peraturan perundang-undangan, majalah, surat

4 Ibid, hlm. 22

Page 6: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

83 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

kabar serta pendapat para sarjana yang relevan dengan masalah yang diangkat

dalam penelitian ini.

Dari keseluruhan data yang diperoleh baik dari penelitian kepustakaan

maupun penelitian lapangan di analisis dengan menggunakan pendekatan

kualitatif yaitu dengan menganalisa yang menghasilkan data deskriptif dan

analisa dari apa yang ditanyakan kepada responden dan informan secara

tertulis dan lisan.

III. HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

A. Pengertian Perkawinan dan Unsur-unsurnya

1. Pengertian, Tujuan dan Dasar Hukum Perkawinan

Perkawinan atau pernikahan dalam fikih berbahasa Arab disebut dengan

dua kata, yaitu nikah dan zawaj. Menurut fiqih, nikah adalah salah satu asas

pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat yang

sempurna. Menurut Hanabilah: nikah adalah akad yang menggunakan lafaz

nikah yang bermakna tajwiz dengan maksud mengambil manfaat untuk

bersenang-senang. Menurut Sajuti Thalib: perkawinan adalah suatu perjanjian

yang kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki

dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal, santun-

menyantuni, kasih-mengasihi, tentram dan bahagia.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, Perkawinan adalah ikatan

lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Oleh karena itu pengertian

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 7: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

84 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

perkawinan dalam ajaran Islam mempunyai nilai ibadah, sehingga Pasal 2

Kompilasi Hukum Islam menegaskan bahwa perkawinan adalah akad yang

sangat kuat untuk menaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan

ibadah.5

Ahmad Azhar Basyir menyatakan bahwa tujuan perkawinan dalam Islam

adalah untuk memenuhi tuntutan naluri hidup manusia, berhubungan dengan

laki-laki dan perempuan, dalam rangka mewujudkan kebahagiaan keluarga

sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya.

Wantjik Saleh mendefinisikan perkawinan sebagai suatu perjanjian yang

dilakukan oleh seorang laki-laki dan perempuan. Tentu perjanjian yang

dimaksud bukan seperti perjanjian yang di atur dalam KUHPer (adanya pihak

kreditur dan debitur) namun lebih pada menjalin suatu komitmen untuk

berjanji hidup bersama dan menjalin rumah tangga yang harmonis. Rumah

tangga yang bahagia dan kekal tergantung pada seberapa kuat suami istri

menjaga janji serta kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa seperti yang

di atur dalam Undang-Undang Perkawinan.6

Perkawinan yang dilakukan antara pasangan seorang pria dengan seorang

wanita, pada hakekatnya merupakan naluri atau fitrah manusia sebagai mahluk

sosial guna melanjutkan keturunannya. Oleh karenanya dilihat dari aspek

fitrah manusia tersebut, pengaturan perkawinan tidak hanya didasarkan pada

5 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 7

6 Soedharyo Soimin, 2004, Hukum Orang dan Keluarga, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.3.

Page 8: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

85 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

norma hukum yang dibuuat oleh manusia saja, melainkan juga bersumber dari

hukum Tuhan yang tertuang dalam hukum agama.7

Menurut ketentuan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan, pengertian perkawinan ialah “Ikatan lahir batin antara

seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan yang Yang Maha Esa”.

Selanjutnya sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Buku I tentang Hukum

Perkawinan Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah dirumuskan pengertian

perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu:

“Akad yang sangat kuat atau mitsaaqon gholidhan untuk mentaati perinta

Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”. Sementara itu Pasal 3 juga

diatur bahwa tujuan perkawinan adalah “untuk mewujudkan kehidupan rumah

tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah”.

2. Syarat Sahnya Perkawinan

Perkawinan adalah suatu perbuatan hukum, oleh karena itu mempunyai

akibat hukum. Adanya akibat hukum, penting sekali kaitannya dengan sah

tidaknya perbuatan hukum. Oleh karena itu, sah tidaknya suatu perkawinan

ditentukan oleh hukum yang berlaku (hukum Positif), yaitu berdasarkan

ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan yang berbunyi “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut

hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu”. Sedangkan

7 Mahmuda Junus, 1989, Hukum Perkawinan Islam Menurut Mazhad: Sayfi‟I, Hanafi, Maliki

dan Hambali. Pustaka Mahmudiyah, Jakarta, hlm.110

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 9: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

86 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

menurut Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam, bahwa: Perkawinan menurut hukum

Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaqoon

gholidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan

ibadah.8

Syarat-syarat perkawinan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974 tentang Perkawinan meliputi:9

a) Syarat-syarat materiil.

a. Syarat materiil secara umum adalah sebagai berikut:

1) Harus ada persetujuan dari kedua belah pihak calon mempelai.

Arti persetujuan yaitu tidak seorangpun dapat memaksa calon

mempelai perempuan dan calon mempelai laki-laki, tanpa

persetujuan kehendak yang bebas dari mereka. Persetujuan dari

kedua belah pihak calon mempelai adalah syarat yang relevan untuk

membina keluarga.

2) Usia calon mempelai pria sekurang-kurangnya harus sudah

mencapai 19 tahun dan pihak calon mempelai wanita harus sudah

berumur 16 tahun.

3) Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain.

b. Syarat materiil secara khusus yaitu:

1) Tidak melanggar larangan perkawinan yang diatur Undang Undang

Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 8, Pasal 9, Pasal

10, yaitu larangan perkawinan antara dua orang yaitu:

a) Hubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah atau

ke atas.

b) Hubungan darah garis keturunan ke samping.

c) Hubungan semenda.

d) Hubungan susuan.

e) Hubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi.

f) Mempunyai hubungan dengan agama atau peraturan yang

berlaku dilarang kawin.

8 M. Ridwan Indra, 2004, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Haji Masagung, Jakarta, hlm. 1.

9 Al Hamdany, 2002, Risalah nikah, Pustaka Amani, Jakarta, hlm.44.

Page 10: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

87 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

g) Telah bercerai untuk kedua kalinya sepanjang hukum

masing-masing agama dan kepercayaan tidak menetukan

lain.

2) Izin dari kedua orang tua bagi calon mempelai yang belum

berumur 21 tahun. Yang berhak memberi izin kawin yaitu:

a) Orang tua dari kedua belah pihak calon mempelai.

Jika kedua orang tua masih ada, maka izin diberi bersama oleh

kedua orang tua calon mempelai. Jika orang tua laki-laki telah

meninggal dunia, pemberi izin perkawinan beralih kepada

orang tua perempuan yang bertindak sebagai wali. Jika orang

tua perempuan sebagai wali, maka hal ini bertentangan dengan

perkawinan yang diatur Hukum Islam karena menurut Hukum

Islam tidak boleh orang tua perempuan bertindak sebagai wali.

b) Apabila salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal

dunia tau dalam keadaan tidak mampu menyatakan

kehendaknya disebabkan :

(1) Oleh karena misalnya berada di bawah kurutale.

(2) Berada dalam keadaan tidak waras.

(3) Tempat tinggalnya tidak diketahui.

c) Apabila kedua orang tua telah meninggal dunia atau kedua-

duanya dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya

maka izin diperoleh dari:

(1) Wali yang memelihara calon mempelai.

(2) Keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis

keturunan ke atas selama masih hidup dan dalam keadaan

dapat menyatakan kehendaknya.

d) Jika ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut

dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan Pasal 6 ayat (2), (3) dan (4) atau seseorang atau

lebih diantara orang-orang tidak ada menyatakan pendapatnya,

Pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang

hendak melangsungkan perkawinan bertindak memberi izin

perkawinan.

Pemberian izin dari Pengadilan diberikan:

(1) Atas permintaan pihak yang hendak melakukan perkawinan.

(2) Setelah lebih dulu Pengadilan mendengar sendiri orang yang

disebut dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan Pasal 6 ayat (2).(3) dan (4).

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 11: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

88 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

b) Syarat-syarat Formil.

1) Pemberitahuan kehendak akan melangsungkan perkawinan kepada

pegawai pencatatan perkawinan.

2) Pengumuman oleh pegawai pencatat perkawinan.

3) Pelaksanaan perkawinan menurut hukum agama dan kepercayaan

masing-masing.

4) Pencatatan perkawinan oleh pegawai pencatat perkawinan.10

Rukun nikah di atur dalam Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang

berbunyi :

1. Calon mempelai laki-laki dan perempuan.

2. Wali bagi calon mempelai perempuan.

3. Saksi.

4. Ijab dan Kabul.

Apabila perkawinan dilaksanakan hanya secara agama saja, dan tidak

dicatatakan pada instansi yang berwenang dalam hal ini Kantor Catatan Sipil,

maka suami dapat saja mengingkari perkawinan tersebut. Untuk itu Pasal 2

ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan sebagai

syarat sahnya suatu perkawinan.

B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Siri

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Kepala Polisi Daerah Aceh untuk

menekan atau mengarahkan anggotanya supaya tidak melakukan tindak pidana

yang mengarah kepada Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia

(PERKAP) Nomor 14 Tahun 2011 tentang kode etik kepolisian. Namun tetap

10

A. Zuhdi Muhdar, 1994, Memahami Hukum Perkawinan, AlBayan, Bandung, hlm. 24.

Page 12: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

89 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

saja, upaya yang telah dilakukan Kepala Polisi Daerah Aceh belum mampu

menunjukkan hasil yang memuaskan.

Terhadap perilaku perkawinan siri yang dilakukan oleh anggota kepolisian

menjadikan masyarakat resah khususnya pihak keluarga anggota Polri itu

sendiri. Hal ini diketahui dari hasil penelitian yang dilakukan dari tahun 2014

s/d tahun 2017 di wilayah hukum Kepolisian Daerah Aceh terdapat 10

(sepuluh) kasus tindakan perkawinan siri yang dilakukan oleh anggota Polri.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1

Tindakan Perkawinan Siri yang Dilakukan Oleh Anggota Polri di Wilayah

Hukum Kepolisian Daerah Aceh

dari Tahun 2014 s.d 2017

No. Tahun

Nama / Inisial

Pangkat

Kesatuan

Jenis

Pelanggaran

Pasal yang

Dilanggar

Putusan

Hukuman

1 2014 M. SRG

BRIGADIR

POLDA ACEH

DISIPLIN Pasal 3 huruf (g), Pasal

5 huruf j PP Nomor 2

Tahun 2003

Pembebasan dari

jabatan

2 2014 MDL

BRIPKA

POLDA ACEH

DISIPLIN Pasal 3 huruf (g), Pasal

5 huruf j PP Nomor 2

Tahun 2003

Penundaan

kenaikan pangkat

1 (satu) Tahun

3 2015 RA

AIPTU

POLRES ACEH

SINGKIL

DISIPLIN Pasal 3 huruf (g), Pasal

5 huruf j PP Nomor 2

Tahun 2003

Penundaan

kenaikan pangkat

1 (satu) Tahun

4 2016 UIS

BRIPDA

POLDA ACEH

DISIPLIN Pasal 3 huruf (g), Pasal

5 huruf j PP Nomor 2

Tahun 2003

Penempatan

dalam tempat

khusus 21 (dua

puluh) hari

5 2016 ARM

BRIGADIR

POLRES ACEH

TIMUR

DISIPLIN Pasal 3 huruf (g), Pasal

5 huruf j PP Nomor 2

Tahun 2003

Mutasi bersifat

demosi

6 2016 ZUL

BRIPTU

POLSEK

LUENG BATA

KKEP Pasal 7 ayat (1) huruf

(b) dan Pasal 11 huruf

(c) Perkap Nomor 14

Tahun 2011

Meminta maaf

secara lisan

dihadapan Sidang

KKEP dan pihak

yang dirugikan;

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 13: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

90 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

7 2016 AL

BRIPDA

POLDA ACEH

KKEP Pasal 14 ayat (1) huruf

(b) PP Nomor 1 Tahun

2003, dan

Pasal 7 ayat (1) huruf

(b) Perkap Nomor 14

Tahun 2011

Mengikuti

pembinaan mental

dan pengetahuan

profesi selama 1

(satu) Bulan

8 2016 SRH

AKP

POLRES ACEH

BARAT DAYA

KKEP Pasal 12 ayat (1) huruf

(a) dan Pasal 13 ayat

(1) PP Nomor 1 Tahun

2003, dan Pasal 21

ayat (3) dan Pasal 22

ayat (1) huruf (a)

Perkap Nomor 14

Tahun 2011

PTDH

(Pemberhentian

Tidak Dengan

Hormat)

9 2017 ES

BRIGADIR

POLSEK

BANDA SAKTI

KKEP Pasal 7 ayat (1) huruf

(b) Perkap Nomor. 14

Tahun 2011

Mengikuti

pembinaan mental

dan kejiwaan 1

(satu) Bulan

10 2017 SOF

BRIGADIR

POLDA ACEH

KKEP Pasal 7 ayat (1) huruf

(b) Perkap Nomor 14

Tahun 2011

Mutasi bersifat

demosi

Sumber: Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Aceh, Januari 2018

Dari beberapa kasus di atas, pada dasarnya terdapat beberapa faktor-faktor

yang menyebabkan terjadinya perkawaninan siri yang dilakukan anggota Polri

di wilayah hukum Kepolisan Daerah Aceh, yang mana faktor-faktor tersebut

muncul berbeda-beda setiap individunya dan berdasarkan pada kondisi yang

dialami oleh para anggota Polri itu sendiri.

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, secara garis besar

terdapat 4 (empat) faktor penyebab terjadinya terjadinya perkawaninan siri

yang dilakukan oleh anggota Polri di wilayah hukum Kepolisian Daerah Aceh,

keempat faktor tersebut yaitu :

1). Faktor psikologis (mental pelaku);

Mental seseorang sangat mempengaruhi perilaku seseorang.

Seorang yang mempunyai mental yang kuat akan mampu menahan

keinginan untuk tidak melakukan tindakan yang menyalahi aturan.

Page 14: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

91 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

Sebaliknya, jika seseorang mempunyai mental rendah tidak akan mampu

menghindari diri dari pengaruh-pengaruh lingkungan sekitar.

Berkaitan dengan faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan

siri dapat saja bermula dari seseorang yang telah menikah yang tidak

mampu mengontrol emosi dan pikirannya. Sehingga ketika terjadi masalah

dalam rumah tangganya, mereka akan merasa tertekan dan mengalami

neuritis depresi karena tidak mampu menerima keadaan orang lain

(pasangan). Sehingga tidak dapat dipungkiri mereka akan bertindak

sebelum berpikir dengan baik. 11

Berkaitan dengan hal tersebut, sesuai dengan keterangan dari hasil

pemeriksaan yang dilakukan terhadap Zul yang mengatakan bahwa

pelaku tidak dapat mengontrol emosi dalam dirinya ketika terjadi

perselisihan dalam rumah tangganya. Hal tersebut merupakan salah satu

hal yang sering terjadi sehingga menyebabkan ketidak harmonisan dalam

keluarga. 12

Menurut keterangan Nazaruddin “Seseorang dengan gangguan

kepribadian (anti sosial) ditandai dengan perasaan tidak puas terhadap

orang lain. Selain itu yang bersangkutan (Zul) pada saat terjadinya

perkawinan siri yang dilakukannya, yang bersangkutan sedang

melaksanakan dinas di Polres Aceh Timur dengan alasan yang

bersangkutan tidak didampingi oleh Istrinya hingga perkawinan siri

11

Bram Razenda, Penyidik Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Aceh, Wawancara tanggal 20 Februari 2018

12 Zul, Pelaku Perkawinan Siri, Keterangan Berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP)

tanggal 9 November 2017

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 15: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

92 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

tersebut terjadi. Dalam hal ini yang bersangkutan tidak mampu untuk

berfungsi secara wajar dan efektif dalam pergaulan di rumah atau di

tempat kerja, gangguan lain sebagai penyerta berupa rasa cemas dan

depresi. Sehingga cenderung melakukan perselingkuhan dan berujung

pada perbuatan perkawinan siri.13

2). Faktor adanya ketidakharmonisan dalam rumah tangga;

Kondisi mental pelaku dalam rumah tangga yang labil dapat

menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Suami maupun

Istri yang sering mengeluarkan kata-kata kasar ketika sedang terjadi

perselisihan dalam rumah tangga, dan selingkuh juga merupakan faktor

yang dapat menyebabkan terjadinya perkawinan siri. 14

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketidakharmonisan

dalam rumah tangga terdiri atas beragam hal. Faktor yang paling sering

menjadi penyebab adalah adanya pengaruh pihak ketiga (selingkuh),

sehingga sang istri merasa keberatan atas tingkah laku suaminya dan

berujung pada kekerasan yang dilakukan oleh suami karena tidak dapat

dibicarakan secara baik-baik.

Terkait faktor adanya ketidakharmonisan dalam rumah tangga,

Susi Farida mengatakan bahwa :

“Terkait ketidakharmonisan dalam rumah tangga berawal adanya

kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap dirinya khususnya

dalam bentuk fisik, ada banyak faktor yang menjadi penyebab

terjadinya kekerasan tersebut.” Salah satu yang paling sering terjadi

adalah ketika sang suami ketahuan sedang sedang menjalin hubungan

13

Nazaruddin, Penyidik Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Aceh, Wawancara tanggal 20 Februari 2018

14 Rasimah, Korban Perkawinan Siri, Wawancara 28 Februari 2018

Page 16: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

93 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

kedekatan dengan wanita lain (selingkuh), sehingga istri melarang

suaminya untuk tidak menghiraukan wanita tersebut, sehingga

perdebatan yang terjadi antara suami dan istri sering berujung pada

kekerasan fisik. 15

Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi seorang suami

melakukan kekerasan terhadap istri dikarenakan sang istri terkadang tidak

mengindahkan larangan si suami. Dalam hal ini dukungan orang terdekat

(keluarga) sangat dibutuhkan untuk merubah kondisi psikologi pelaku

yang menyimpang. Sehingga nantinya perlahan-lahan diharapkan pelaku

dapat merubah perilakunya yang menyimpang dan menyadari bahwa

kebahagian keluarga itu jauh lebih penting.

3). Faktor kurangnya kesadaran hukum terhadap ikatan dinas/peraturan;

Faktor kesadaran hukum, maksudnya adalah kesadaran hukum

pada pelaku memang masih kurang tinggi, salah satunya yaitu

ketidakpatuhan untuk mendapatkan putusan Pengadilan berupa izin

perkawinan sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 3 ayat (1) dan

(2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Dengan adanya hal tersebut,

tampak bahwa kesadaran hukum masih kurang, rendahnya pengetahuan,

dan hawa nafsu yang mendorong terlaksananya hal-hal atau melakukan

perbuatan yang merugikan bagi dirinya maupun orang lain.

Menurut Nazaruddin, anggota Polri yang ingin menikah lagi harus

mendapat izin istri dan atasan langsung. Atasan dari anggota Polri yang

ingin menikah lebih dari satu tentu akan bertanya apa alasan untuk

15

Susi Farida, Korban Perkawinan Siri, Wawancara 27 Februari 2018

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 17: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

94 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

menikah lagi. "Atasan itu kan bijaksana. Dia pasti tanya alasan mengapa.

Harus ada izin istri juga. Bahkan calon mertua juga bisa ditanya".16

ad. 4). Faktor adanya benturan prosedur hukum atau tata tertib/disiplin;

Nikah Siri ialah akad nikah yang dilakukan secara sah dengan

memenuhi ketentuan hokum materiil perkawinan tetapi tidak memenuhi

ketetuan hokum formil sehingga tidak tercatat dan tidak punya akta nikah

karena dilakukan diluar pengawasan PPN. Pada umumnya nikah sirri

terjadi karena adanya perbenturan antara beberapa prosedur hokum atau

tata tertib/disiplin tertentu yang bertentangan dengan kepentingan pihak-

pihak yang ingin melakukan akad nikah secara sah.

Meskipun mereka yang melakukan perkawinan siri sebenarnya

tidak mengalami hambatan untuk memenuhi syarat hukum materiil

perkawinan tetapi karena adanya prosedur hukum atau tata tertib/disiplin

organisasi tertentu yang mengikat mereka sehingga mereka mengalami

kesulitan untuk memenuhi ketentuan hukum formil yang berupa prosedur

perkawinan.17

C. Penerapan Sanksi Disiplin Terhadap Anggota Polri yang Melakukan

Perkawinan Siri

1) Tahap Peradilan Umum

Berdasarkan Berita Acara Penyidikan (BAP) dari Polda Aceh lalu di

limpahkan kejaksaan menyusun dakwaan dan melakukan penuntutan dan

pemeriksaan oleh hakim terhadap terdakwa anggota di lingkungan peradilan

16

Nazaruddin, Penyidik Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Aceh, Wawancara tanggal 20 Februari 2018

17 Nazaruddin, Penyidik Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Aceh, Wawancara

tanggal 20 Februari 2018

Page 18: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

95 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tersangka atau terdakwa anggota mendapatkan bantuan hukum pada semua

tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan Kepolisian Resort Kota Banda

Aceh menyediakan tenaga bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa

terkecuali anggota yang menunjuk pengacaranya sendiri.18

Terhadap kasus yang sudah diputus di pengadilan dan siap untuk

dilakukan sidang kode etik, rangkaian sidang kode etik diatur dan dilaksanakan

berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun

2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis

Institusional Peradilan Umum Anggota Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 14

Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian.

2) Tahap Peradilan Kode Etik

Etika polisi sesungguhnya merupakan nilai-nilai Tribrata yang

dilandasi dan dijiwai oleh pancasila serta mencerminkan jati diri setiap

anggota kepolisian meliputi etika pengabdian, kelembagaan, dan kenegaraan,

selanjutnya disusun ke dalam Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia. Hal ini bertujuan guna menjadikan seluruh anggaota Polri yang

bermartabat didalam masyarakat serta bangsa dan negara.

3) PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat)

18

Mohammad Muslim Siregar, Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah Aceh, Wawancara tanggal 22 Februari 2018

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 19: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

96 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

Anggota Polri yang terbukti melakukan tindak pidana dan telah

berkekuatan hukum tetap diberhentikan dengan tidak hormat dari

keanggotaannya sebagai anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dan diwajibkan untuk

memegang semua rahasia dinas yang menurut sifatnya harus dirahasiakan serta

tidak menyalahgunakan perlengkapan perorangan dan fasilitas dinas sesuai

ketentuan yang berlaku (Perkap Nomor 14 Tahun 2011 Pasal 21 dan PP

Nomor 1 Tahun 2003).

Sanksi administrasi disiplin anggota Polri yang diberikan didasarkan pada

peraturan di atas dimana dapat dijelaskan bahwa seseorang pada dasarnya

harus dipaksa dan dirubah perilakunya bahkan diberikan sanksi agar berhasil.

Dengan adanya sanksi administrasi tersebut diharapkan dapat merubah

perilaku pegawai yang melakukan tindakan indisipliner.19

D. Hambatan dalam Penanggulangan Terjadinya Perkawinan Siri

Berdasarkan hasil penelitian, adapun hambatan-hambatan dalam

penegakan hukum dalam penjatuhan sanksi terhadap perkawinan siri yang

dilakukan oleh anggota Polri di wilayah hukum Kepolisian Daerah Aceh

disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Adapun faktor tersebut

adalah :

19

Mohammad Muslim Siregar, Kepala Bidang Profesi dan Pengamanan Kepolisian Daerah

Aceh, Wawancara tanggal 22 Februari 2018

Page 20: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

97 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

1) Faktor intenal:

a) Masih ada di antara Pimpinan satuan selaku Ankum yang belum

sepenuhnya memberikan atensi atas pelaksanaan tugas penegakan

hukum disiplin anggota Polri termasuk kepada petugas Provost Polri;

b) Adanya intervensi terhadap indepedensi kepolisian dalam penanganan

kasus atau pembinaan SDM.

a) Tingkat disiplin, kesadaran dan kepatuhan Anggota Polri atas peraturan

disiplin yang mengikat dan berlaku baginya masih relatif rendah

sehingga pelanggaran disiplin tetap terjadi; dan

b) Penegakan hukum disiplin anggota Polri sering terkesan kurang

transparan.

2) Faktor eksternal:

a) Lambannya pemulihan ekonomi pemerintah berakibat kesejahteraan

anggota Polri belum dirasakan, memicu tumbuhnya tindakan hukum

melanggar hukum anggota Polri; dan

b) Kurangnya kepedulian masyarakat melakukan pengawasan dan

pengaduan terhadap perilaku negatif anggota Kepolisian.

IV. KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan siri

yang dilakukan oleh anggota Polri yaitu disebabkan oleh faktor psikologis (mental

pelaku), faktor adanya ketidakharmonisan dalam rumah tangga, faktor kurangnya

kesadaran hukum terhadap ikatan dinas/peraturan dan faktor adanya benturan

prosedur hukum atau tata tertib/disiplin. Penerapan sanksi disiplin terhadap

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758

Page 21: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

Jurnal Hukum dan Keadilan

MEDIASI

98 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

anggota Polri yang melakukan perkawinan siri yaitu setelah proses pidana melalui

jalur peradilan umum, maka dilakukan proses sidang Kode Etik Profesi Polri

(KEPP) dilaksanakan oleh Propam Polri bidang Pertanggungjawaban Profesi,

adapun untuk penegakan KKEP (Komisi Kode Etik Polri) dilaksanakan melalui

Pemeriksaan pendahuluan, Sidang KKEP (Komisi Kode Etik Polri), Sidang Komisi

Banding, Penetapan administrasi penjatuhan hukuman, Pengawasan pelaksanaan

putusan, serta PTDH (Pemberhentian Tidak Dengan Hormat). Adapun hambatan-

hambatan dalam penanggulangan perkawinan siri yaitu adanya intervensi terhadap

indepedensi kepolisian dalam penanganan kasus atau pembinaan SDM dan

penegakan hukum disiplin anggota Polri sering terkesan kurang transparan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Al Hamdany, 2002, Risalah nikah, Pustaka Amani, Jakarta

A. Kadarmanta, 2007, Membangun Kultur Kepolisian, Forum Media Utama,

Jakarta.

A. Zuhdi Muhdar, 1994, Memahami Hukum Perkawinan, AlBayan, Bandung

Mahmuda Junus, 1989, Hukum Perkawinan Islam Menurut Mazhad: Sayfi‟I,

Hanafi, Maliki dan Hambali. Pustaka Mahmudiyah, Jakarta.

M. Ridwan Indra, 2004, Hukum Perkawinan Di Indonesia, Haji Masagung, Jakarta

Sadjijono, 2008, Hukum Kepolisian POLRI dan Good Governance. Laksbang

Mediatama. Surabaya.

Soedharyo Soimin, 2004, Hukum Orang dan Keluarga, Sinar Grafika, Jakarta.

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.

B. Peraturan perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia

Page 22: Jurnal Hukum dan Keadilan MEDIASI PENERAPAN SANKSI ...

99 Riza Chatias Pratama & Dinard Fhathird

Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota

Kepolisian Negara Republik Indonesia

Vol. 5 No. 2 ISSN 2087-4758


Recommended