+ All Categories
Home > Documents > JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

Date post: 16-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 5 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
21
JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH PENGAJAR DALAM KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN SISWA PENYANDANG AUTISMA (Studi Kasus pada SLB Mitra Ananda Autism Center Surakarta Tahun 2018) Oleh: Mutiara Sopia Noeranny D1216043 Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Program Studi Komunikasi PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2019
Transcript
Page 1: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

JURNAL

STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH PENGAJAR

DALAM KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN SISWA

PENYANDANG AUTISMA

(Studi Kasus pada SLB Mitra Ananda

Autism Center Surakarta Tahun 2018)

Oleh:

Mutiara Sopia Noeranny

D1216043

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi

Program Studi Komunikasi

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019

Page 2: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

1

STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH PENGAJAR

DALAM KOMUNIKASI INTERPERSONAL DENGAN ANAK

PENYANDANG AUTISMA

(Studi Kasus pada Sekolah Luar Biasa Mitra Ananda

Autism Center Surakarta Tahun 2018)

Mutiara Sopia Noeranny

Sri Hastjarjo

Program Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sebelas Maret

Abstract

Autism is one of the mental disabilities caused by the mutation of rare

genes in the human body. Along with the times, cases of autism around the world

have increased, including in Indonesia. Autism is a pervasive disorder, namely

psychiatric disorders that cause difficulties in language skills, social abilities and

behavioral development that are not as expected. Basically, people with autism

cannot be cured but can be educated and trained to maximize their abilities.

Mitra Ananda’s School for disable children is one of the schools where the

majority of autistic students are in the moderate to severe category. In these

conditions autistic students have not been able to communicate, and interact well.

Characteristics of autistic students differ from one another, this is a certain

uncertainty for teachers in establishing relationships with them

This research uses qualitative methods with a type of case study research.

While the data collection technique uses in-depth interviews with the selection of

informants through purposive sampling techniques. Therefore, the selected

informants were instructors who understood the condition of autistic students and

taught at the same place for a minimum of 2 years. In addition to using in-depth

interviews, researchers also use data collection techniques in the form of

document studies and literature studies.

In this study, the shadows refers to the theory of uncertainty reduction

initiated by Berger and Calabrese. The two figures mentioned that when two

foreigners meet they tend to experience communication uncertainty, therefore a

strategy is needed to reduce uncertainty so that communication can run more

effectively. The strategies used are information retrieval, planning and limiting.

The results of this research obtained by the researcher is that the

uncertainty reduction strategy carried out by instructors in interpersonal

communication with autistic students is information retrieval through three ways,

namely passive, active and interactive, making planning in the form of preventive

actions to reduce communication uncertainty and restrict communication content

to be understood by students autism.

Keywords: People with autism, uncertainty reduction theory, interpersonal

communication

Page 3: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

2

Pendahuluan

Autism merupakan salah satu gangguan disabilitas mental yang

mempengaruhi perkembangan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku.

Gangguan ini dapat dideteksi sebelum anak berusia tiga tahun. Sejalah munculnya

terminologi autistik pertama kali dicetuskan oleh Eugen Bleuler seorang Pskiatrik

Swiss pada tahun 1911, terminologi ini digunakan pada penderita schizophrenia

anak remaja. Selanjutnya pada tahun 1943 seorang Psikiater dari Johns Hopkins

University bernama Leo Kanner mendeskripsikan tentang “early infantile

autism” atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai autisme dalam masa

kanak-kanak, yaitu syndrome yang terjadi sejak bayi dilahirkan atau sejak 30 hari

dari awal kelahirannya. Hal ini digunakan untuk membedakan gejala autisme

yang terjadi pada orang dewasa.

Anak penyandang autisme biasanya memiliki gangguan dalam test

kemampuan berbahasa, mereka tidak mempunyai deskrepansi atau perbedaan skor

antara kemampuan reseptif (pemahaman) dan ekspresif (penyampaian berbicara),

bahkan bisa terjadi kemampuan reseptifnya berada di bawah kemampuan rata-rata

anak seusianya. Anak-anak ini juga mempunyai kesulitan dalam bahasa non

verbal (bahasa simbolis dan bahasa mimik).

Gangguan autisme menyebabkan anak memiliki perilaku tidak peduli

dengan lingkungan sosialnya sehingga dapat mempengaruhi perkembangan

bahasa atau kerap disebut dengan delay speech. Gejala ini harus dikenali oleh

orangtua, guru, atau terapis karena berhubungan dengan interaksi sosial,

komunikasi serta perilaku dan cara bermain yang berbeda. Oleh karena itu,

komunikasi pada anak autis menjadi hal yang sangat penting dan seharusnya

dibangun secara harmonis dengan tujuan membangun pendidikan yang baik

dalam keluarga maupun masyarakat.

Mengajar anak penyandang autis tentunya lebih sulit dilakukan sehingga

dibutuhkan sekolah khusus sebagai bentuk penanganan yang serius bagi

penyandang disabilitas mental. Autism Center Mitra Ananda merupakan SLB-S

yang dulunya merupakan sebuah klinik terapi. Para peserta didik di sekolah ini

tidak hanya berasal dari kategori autis saja, melainkan juga dari penyandang

Page 4: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

3

disabilitas lainnya seperti cerebral palsy, down syndrome, dan mental

retradation. Mayoritas siswa Mitra Ananda yang menyandang syndrome autis

memiliki kategori derajat level sedang hingga berat.

Meskipun memiliki background pendidikan sebagai terapis, tidak mudah

bagi para pengajar untuk melaksanakan tugasnya sebagai shadow1. Ada berbagai

ketidakpastian yang dirasakan oleh pengajar dalam berinteraksi dengan siswa

autis yang berhubungan dengan perasaan pengajar tentnag bagaimana harus

bersikap misalnya, bagaimana harus berbicara, bagaimana gejala tantrum yang

ditunjukkan oleh siswa serta bagaimana cara mengatasinya. Hal-hal tersebut terus

melingkupi pikiran dan perasaan mereka. Ketidakpastian yang pengajar rasakan

pada umumnya dilandasi akibat ketidaktahuan (belum tahu) tentang karakteristik

siswa yang akan menjadi peserta didik di sekolah tersebut.

Apabila ketidakpastian ini terus dibiarkan maka akan menghambat proses

pengembangan hubungan interpersonal antara pengajar dan siswa. Selain itu,

ketidakpastiak dalam diri pengajar terhadap anak didiknya dapat membuat tujuan

atau program pembelajaran tidak dapat tercapai. Menurut Berger dan Calabrese

(dalam West dan Turner, 2013:174) komunikasi merupakan alat untuk

mengurangi ketidakpastian seseorang.

Lebih lanjut berger dan Calabrese (dalam West dan Turner, 2013:184)

juga mengemukakan bahwa untuk mengurangi ketidakpastian yang menimbulkan

prediksi-prediksi dalam diri seseorang, memerlukan berbagai strategi. Strategi-

strategi tersebut bertujuan agar seseorang memperoleh informasi tentang orang

yang baru dikenal. Sebab, dengan memperoleh informasi seseorang dapat

menemukan jawaban atau kepastian atas berbagai prediksi yang sebelumnya

muncul terhadap orang yang baru dikenalnya.

Perilaku serta kemampuan pemahanan anak autis tentu berbeda dengan

anak yang normal. Waktu respon yang lebih lama serta timbal balik yang kurang

tepat menghadapkan pengajar pada keadaan ambiguitas. Dari pemaparan di atas,

rumusan masalah yang coba peneliti jawab dari penelitian ini adalah “bagaimana

1 Istilah untuk menyebut guru pendamping bagi anak berkebutuhan khusus

Page 5: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

4

strategi pengurangan ketidakpastian yang dilakukan oleh pengajar dalam

komunikasi interpersonal dengan siswa penyandang autis pada SLB-S Mitra

Ananda?”

Tinjauan Pustaka

1. Komunikasi Interpersonal

Setiap makhluk hidup pasti melakukan komunikasi dengan sesamanya.

Begitupun dengan manusia, komunikasi merupakan jembatan yang digunakan

untuk memahami pesan atau maksud dari orang lain. Menurut Deddy Mulyana

(2001:59) komunikasi mengacu pada tindakan oleh satu orang atau lebih yang

mengirim dan menerima pesan yang terdistorsi oleh gangguan (noise) terjadi

dalam suatu konteks tertentu, mempunyai pengaruh tertentu dan ada kesempatan

untuk melakukan umpan balik.

Komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi yang paling ampuh

dalam mempersuasi orang lain untuk mengubah sikap, opini, perilaku komunikan

dan jika dilakukan secara tatap muka langsung akan lebih intensif karena terjadi

kontak pribadi yaitu antara pribadi komunikator dengan pribadi komunikan.

Kathleen S Verdeber et all (2007) (dalam Budayatna & Ganiem, 2011: 14-

15), komunikasi antarpribadi merupakan proses melalui mana orang menciptakan

dan mengelola hubungan mereka, melaksanakan tanggung jawab secara timbal

balik dalam menciptakan makna. Lebih lanjut ia menjelaskan sebagai berikut:

Pertama, komunikasi antarpribadi sebagai proses yang berlangsung lama dari

waktu ke waktu. Kedua, komunikasi antarpribadi bergantung pada makna yang

diciptakan oleh pihak yang terlibat. Ketiga, melalui komunikasi kita menciptakan

dan mengelola hubungan kita. Tanpa komunikasi hubungan tidak mungkin terjadi.

2. Teori Pengurangan Ketidakpastian

Saat kita bertemu dengan orang asing atau dengan orang yang belum kita

kenal, biasanya kita akan mempunyai berbagai pertanyaan terhadap orang

tersebut. Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu sudah tentu tidak pasti karena

kita belum mengenal orang tersebut dengan baik. Saat itulah kita mengalami

ketidakpastian seingga kita mulai berpikir untuk menafsirkan beberapa alternatif

Page 6: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

5

jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kepada orang tersebut. Oleh sebab itu, kita

perlu berkomunikasi untuk mengurangi ketidakpastian yang kita alami. Dalam

rangka mengurangi ketidakpastian antara shadow dengan siswa autis, maka

dibutuhkan strategi yang tepat sehingga komunikasi yang dilakukan bermanfaat.

Berger dan Calabrese (dalam West & Turner, 2011:175) menyatakan

bahwa ketidakpastian berhubungan dengan 7 (tujuh) konsep lain yang berakar

pada komunikasi dan pengembangan hubungan, yaitu output verbal, kegiatan

nonverbal (seperti nada suara yang menyenangkan dan mencondongkan tubuh ke

arah depan), pencarian informasi (bertanya), pembukaan diri, resiprositas

pembukaan diri, kesamaan dan kesukaan. Tiap konsep ini bekerja bersama dengan

konsep yang lainnya sehingga para partisipan dapat mengurangi sebagian dari

ketidakpastian mereka.

Berger dan koleganya (1989) (dalam Budayatna & Ganiem, 2015;144)

menyatakan bahwa untuk mengurangi ketidakpastian, seseorang dapat

menggunakan tiga strategi pengurangan ketidakpastian yang ada. Ketiga strategi

pengurangan ketidakpastian tersebut Pertama, pencarian informasi yang

dilakukan dengan tiga strategi pencarian yaitu 1) strategi pasif yaitu strategi

dimana pihak yang hendak mereduksi ketidakpastian mengumpulkan informasi

tentang target melalui observasi, tanpa harus berhubungan langsung dengan target

(unobtrusive obervation), 2) strategi aktif yaitu observasi mengenai target tanpa

adanya interaksi langsung antara pihak yang melakukan observasi dengan target.

Termasuk dalam kategori ini adalah perolehan informasi mengenai target melalui

pihak ketiga, dan 3) strategi interaktif yaitu kita berkomunikasi secara langsung

pada target dengan cara tetap melakukan kontak tatap muka.

Kedua, membuat perencanaan. Sebuah “rencana” merupakan sebuah

gambaran kognitif mengenai tindakan-tindakan yang orang dapat gunakan.

Supaya berhasil, individu-individu harus merencanakan pada tingkat yang optimal

untuk kompleksitas. Individu-individu paling berhasil dalam lingkungan-

lingkungan yang ambigu (tidak pasti) apabila mereka dapat menghasilkan,

membuat, dan mengubah rencana-rencana untuk membicarakan kemungkinan-

kemungkinan yang mungkin terjadi.

Page 7: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

6

Ketiga, membatasi teradap hasil-hasil negatif yang dapat terjadi apabila

pembuatan pesan-pesan dalam kondisi-kondisi ketidakpastian. Dalam hal ini

individu dapar menyusun pesan-pesan dengan cara yang memperkecil penampilan

yang menjengkelkan, contohnya dengan menggunakan humor untuk memperhalus

permintaan mereka, atau mereka akan mengalihkan arah pesan mereka jika

mereka perlu menarik diri.

3. Gangguan Autis

Autisme merupakan salah satu kelompok dari gangguan pada anak yang

ditandai munculnya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,

komunikasi, ketertarikan pada interkasi sosial dan perilakunya. Autisme berasal

dari bahasa Yunani kata “Autos” yang berarti “aku”. Dalam pengertian non ilmiah

dapat diinterpretasikan bahwa semua anak yang mengarah pada dirinya sendiri

disebut autistik. Arti kata ini ditujukan pada seseorang penyandang autisme yang

seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Autistik merupakan gangguan

perkembangan yang memperngaruhi beberapa aspek bagaimana anak melihat

dunia dan belajar dari pengalamannya.

Seperti yang diungkapkan oleh Karyn (2004: 366) yang menjelaskan

bahwa gangguan perkembangan perpasif adalah kategori yang diciptakan oleh

American Psychiatric Association untuk mengelompokkan anak-anak dengan

hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan sosial, bahasa, dan kognitif

mereka. Perilaku autisme biasanya ditandai dengan rendahnya berkomunikasi

verbal maupun nonverbal, interaksi sosial yang terkesan aneh, emosi yang tidak

stabil, berubah-ubah dan persepsi sensorik yang tidak optimal.

Gangguan pada anak autis juga disebutkan dalam Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorder 4th

Edition (DSM-VI) bawa ganguan

kualitatif komunikasi terlihat paling tidak 1 dari gejala-gejala seperti:

keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-kata berbicara, tanpa disertai

usaha kompensasi dengan cara lain misalnya mimik wajah dan bahasa tubuh, bila

dapat berbicara, terlihat gangguan kesanggupan memulai atau mempertahankan

komunikasi dengan orang lain, penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang

Page 8: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

7

atau bahasa yang tidak dapat dimengerti, serta cara bermain yang kurang

bervariasi atau monoton ( Maharani, 2008:126).

Kesulitan berkomunikasi pada anak autis membuat mereka tampak seperti

anak nakal yang sulit diatur. Hal tersebut bukan terjadi karena mereka sengaja

tidak patuh namun lebih karena mereka tidak paham apa perilaku yang diharapkan

oleh orang lain atas diri mereka serta bagaimana merespon orang-orang di

sekitarnya. Oleh sebab itu mereka perlu dibantu agar dapat memahami proses

komunikasi yang terjadi misalnya dengan menggunakan bantuan peraga visual.

Metodologi Penelitian

Metode penelitian adalah suatu cara yang dilakukan seorang peneliti untuk

mengumpulkan, mengklasifikasi dan menganalisis fakta-fakta yang ada di tempat

penelitian menggunakan ukuran pengetahuan. Ini dilakukan untuk menentukan

suatu kebenaran (Hamidi, 1994:206). Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode kualitatif karena peneliti ingin menjelaskan strategi yang

digunakan oleh pengajar dalam mereduksi ketidakpastian dalam komunikasi

interpersonal terhadap siwa autis. Penelitian kualitatf menurut Bogdan dan Taylor

(1975) (dalam Moleong, 2015:4) yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan

data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku

yang dapat diamati.

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus menurut

Yin (2013:18) adalah suatu inquiry empiris yang menyelidiki fenomena dalam

konteks kehidupan nyata, bilamana batas-batas antar fenomena dan konteks tak

tampak dengan tegas dan dimana multi sumber bukti dimanfaatkan. Sebagai suatu

inquiry studi kasus tidak harus dilakukan dalam waktu yang lama dan tidak pula

harus tergantung pada data etnografi atau observasi partisipan. Pada penelitian ini,

peneliti mengangkat topik tentang strategi pengurangan ketidakpastian oleh

pengajar dalam komunikasi interpersonal dengan anak penyandang autisma di

SLB-S Mitra Ananda. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat tiga

strtategi pengurangan ketidakpastian yang dilakukan oleh pengajar dalam

berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa penyandang autis.

Page 9: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

8

Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara mendalam untuk

mengumpulkan data primer dari para informan. Menurut Kriyantono (2012:100)

wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data dan informasi

dengan langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap

dan mendalam. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang bersifat semi

terstruktur, yaitu dalam melakukan wawancara peneliti memiliki pedoman

wawancara agar tidak jauh dari pembahasan namun pertanyaan tersebut tetap

dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan (Moleong, 2004:186).

Sedangkan data sekunder peneliti peroleh dari studi pustaka dalam bentuk

literatur buku yang mendukung tentang topik penelitian serta penelitian terdahulu

dengan topik yang sama sehingga dapat dijadikan bahan rujukan dalam penulisan

penelitian ini. Selain studi pustaka peneliti juga melakukan studi dokumen yaitu

mencari data mengenai hal-hal berupa catatan, transkrip, prasasti, notulen dan

sebagainya (Hadi, 1987:193). Dalam penelitian ini, peneliti mempelajari data

yang sifatnya tertulis mengenai Yayasan Pembinaan Anak Cacat khususnya SLB

Mitra Ananda baik yang melalui pihak sekolah langsung maupun data yang telah

tersedia di internet (website).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling. Adapun informan yang dipilih peneliti merupakan pengajar dan orang

tua. Para pengajar yang diwawancarai terdiri dari 7 orang pengajar, tiga orang

diantaranya merupakan pengajar senior yang sekaligus berperan sebagai tim

assesment yang bertugas untuk memberikan assesment test saat penerimaan siswa

baru. Ketiga guru senior tersebut adalah Drs. Pardiyo, Dra. Sriwarjanti dan Juliana

Trisusilowati,Amd.OT. Sedangkan empat orang guru lainnya merupakan pengajar

muda yang memiliki ketertarikan dengan dunia autis yaitu Pak Dimas, Bu Santi,

Bu Ningrum dan Pak Hermawan. Selain dari pihak pengajar, peneliti juga

mewawancarai 3 orang wali murid untuk melakukan verifikasi data. Ketiga wali

murid yang tidak ingin disebutkan identitasnya itu merupakan orangtua atau

kerabat yang memiliki kedekatan dengan anak penyandang autis.

Kegiatan analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga alur yang

terjadi secara bersamaan (Miles & Huberman 1984 (dalam Sutopo, 2002: 91-92),

Page 10: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

9

yaitu reduksi data, penyajian data dan verifikasi data. Sedangkan untuk uji

validitas datanya, peneliti menggunakan teknik triangulasi data. Triangulasi

adalah teknik pemerikasaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain

di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data tersebut. Triangulasi data yang dipilih oleh peneliti adalah

triangulasi sumber yaitu suatu cara yang mengarahkan peneliti agar di dalam

pengumpulan data peneliti wajib menggunakan sumber data yang tersedia (Patton

(1984) dalam Sutopo, (2002: 78)).

Sajian dan Analisis Data

1. Ketidakpastian Pengajar dalam Berkomunikasi dengan Siswa Autis

Ketika pertama kali mengajar siswa autis, rata-rata para shadow

merasakan ketidakpastian dalam bentuk kebingungan dalam menghadapi siswa

autis. Hal ini tentu sangat maklum karena kondisi siswa autis yang berbeda dari

anak yang tidak menyandang kebutuhan khusus. Secara umum peneliti

menggolongkan kecemasan atau kekhawatiran yang pengajar rasakan dalam 4

kelompok besar yaitu:

a. Ketidakpastian dalam segi kemampuan berkomunikasi siswa autis yang

mayoritas belum mampu berkomunikasi secara verbal (lisan maupun

tulisan) serta komunikasi non verbal yang mash terbatas.

b. Ketidakpastian dalam segi perilaku siswa di kelas khususnya yang

berhubungan dengan kepatuhan atas intruksi yang diberikan pengajar serta

gelaja tantrum yang lekat dengan siswa autis

c. Ketidakpastian dalam diri pribadi pengajar yang berhubungan dengan

adanya keraguan akan kemampuan yang miliki oleh guru dalam mengajar

siswa autis

d. Ketidakpastian eksternal yang berhubungan dengan sikap orangtua yang

tidak terbuka mengenai kondisi putra putrinya.

Berikut peneliti jabarkan lebih lanjut atas bentuk ketidakpastian pengajar

pada siswa autis. Pertama, ketidakpastian dalam segi kemampuan berkomunikasi

siswa yang mayoritas belum mampu berbicara bahkan menulis, serta komunikasi

Page 11: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

10

non verbal yang masih terbatas. Kemampuan komunikasi siswa yang terbatas

meliputi, membeo, merengek, serta meracau tidak jelas. Karakteristik dan

kemampuan siswa yang berbeda antara satu dengan yang lainnya menjadi salah

satu point penting yang harus diketahui oleh setiap pengajar sehingga para guru

mengetahui langkah yang tepat untuk mengatasi ketidakpastian tersebut.

Kedua, ketidakpastian dalam segi perilaku siswa khususnya yang

berhubungan dengan kepatuhan atas intruksi yang diberikan oleh pengajar serta

gejala tantrum yang lekat dengan siswa autis. Perilaku penolakan yang biasanya

dilakukan oleh siswa autis misalnya berupa amukan, marah, berlari-lari, berjalan-

jalan dan berujung tantrum. Manifestasi tantrum siswa autis berbeda satu dengan

yang lainnya, ada yang tantrum menyakiti dirinya sendiri dengan memukul

kepalanya, melempar barang, hingga menyakiti orang lain seperti menyerang dan

menggigit orang-orang di sekitar.

Ketiga, ketidakpastian dalam diri pribadi pengajar yang berhubungan

dengan adanya keraguan akan kemampuan yang dimiliki oleh guru dalam

mengajar siswa autis. Keraguan ini terkait dengan ketidakpastian dalam

menyampaikan materi di kelas dan perkembangan pemahaman siswa yang sulit

memahami pelajaran misalnya siswa tidak paham dengan materi yang diberikan

dan perkembangan kemampuan siswa yang tidak seusuai dengan harapan

pengajar.

Keempat, ketidakpastian eksternal yang berhubungan dengan sikap

orangtua yang tidak terbuka mengenai kondisi putra-putri mereka. Kekhawatiran

ini diawali dari ketidakcocokan antara keterangan yang disampaikan oleh

orangtua mengenai karakteristik, kondisi serta kemampuan siswa dengan aktivitas

proses belajar mengajar yang dilakukan guru di kelas. Hal ini juga menjadi tugas

para pengajar untuk menyampaikan serta memberikan pengertian kepada wali

murid agar mau menerima kenyataan tentang kondisi kebutuhan khusus yang

dimiliki oleh putra-putrinya.

Peneliti sependapat dengan pemikiran Berger & Bradac, 1982 dalam West

& Turner (2011:184) dan Budayatna & Ganiem (2015:141) yang menjabarkan

dua bentuk ketidakpastian yang dialami oleh seseorang dalam berinteraksi dengan

Page 12: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

11

orang lain. Dalam penelitain ini ditemukan bahwa terdapat juga dua buah bentuk

ketidakpastian yang dialami pengajar selama berinteraksi dengan siswa autis

yaitu:

1) Ketidakpastian Kognitif

Ketidakpastian kognitif (cognitive uncertainly) yaitu ketidakpastian yang

merujuk pada keyakinan dan sikap yang dianut oleh seseorang. Ketidakpastian

kognitif yang dimiliki pengajar terhadap siswa autis berupa pemikiran

pengajar terhadap kemampuan siswa autis.

2) Ketidakpastian Perilaku

Ketidakpastian perilaku (behavioral uncertainly) merupakan

ketidakpastian yang merujuk pada batasan sampai mana perilaku dapat

diprediksi dalam sebuah situasi tertentu.

2. Strategi Pengurangan Ketidakpastian yang Dilakukan Oleh Pengajar

Demi terciptanya suasana yang kondusif di dalam kelas serta tercapainya

tujuan pembelajaran, pengajar melakukan berbagai strategi pengurangan

ketidakpastian dalam berkomunikasi interpersonal dengan siswa autis. Dorongan

pengajar untuk mengurangi ketidakpastian dalam berinteraksi dengan siswa autis

disebabkan oleh tuntutan tanggungjawab sebagai guru dalam mendidik siswa

berkebutuhan khusus dalam memaksimalkan kemampuannya.

a. Pencarian Informasi Kondisi Siswa Autis oleh Pengajar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh pengajar perlu mengetahui

informasi mengenai kondisi siswa autis yang menjadi peserta didiknya. Hal ini

bertujuan agar pengajar dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan

kebutuhan siswa. Pengajar harus mengetahui karakteristik, kondisi, latar belakang

serta potensi kemampuan siswa autis. Oleh sebab itu untuk memenuhi hal tersebut

pengajar melakukan berbagai cara untuk dapat memperoleh informasi yang

kredibel. Adapun informasi yang perlu diketahui pengajar selain dari profil umum

siswa, antara lain mulai dari riwayat kelahiran anak, riwayat perkembangan anak,

kondisi kesehatan anak, kebiasaan anak di rumah, kesukaan anak, kemampuan

serta riwayat pendidikannya jika sebelumnya pernah bersekolah atau terapi.

Page 13: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

12

Dalam penelitian ini, peneliti menemukan bahwa untuk memusatkan

komunikasi sebagai sarana perolehan pengetahuan dalam mencari informasi

tentang kondisi siswa autis, shadow melakukan dengan tiga cara yaitu

menggunakan strategi pasif, strategi aktif dan strategi interaktif.

1) Pencarian Informasi Menggunakan Strategi Pasif

Strategi pasif yang dilakukan pengajar untuk mengurangi ketidakpastian

dengan siswa autis yaitu melakukan pengamatan pada satu minggu awal siswa

masuk di kelas masing-masing. Dalam situasi di ruang kelas yang tidak

didampingi oleh orangtua dari masing-masing siswa, pengamatan yang dilakukan

adalah untuk melihat bagaimana reaksi serta respon siswa saat berada dalam

situasi atau lingkungan yang baru. Respon dari siswa autis bervariasi mulai yang

tidak terganggu karena sudah asyik sendiri, lari-lari, jalan-jalan, hingga

menunjukkan sikap memegang tangan pengajar sebagai ungkapan untuk meminta

bantuan atau meminta suatu benda yang menarik perhatian siswa.

Setiap pengajar akan melakukan pengamatan kepada anak didiknya di

kelas masing-masing. Pengamatan pada satu minggu pertama ini dilakukan untuk

membentuk kedekatan antara pengajar kelas dengan peserta didiknya. Biasanya

satu minggu pertama siswa tidak mendapatkan materi pelajaran, tapi dibebaskan

bermain. Hal ini diungkapkan oleh Ibu Ningrum, yang membiarkan anak didiknya

untuk mengamati dan beradaptasi dengan suasanya serta lingkungan kelas yang

baru. Beliau juga melihat reaksi siswa terhadap suasanya tersebut.

“Satu minggu awal biasanya kita biarkan dia dulu, kita lihat bagaimana

responnya, apakah pas masuk itu dia marah-marah, lari-lari, kita coba

suruh duduk mau apa nggak kayak pengenalan sama siswa. Kita amati

maunya dia apa dulu, baru selanjutnya kita bisa menentukan harus

ngapain.”(Wawancara dengan Ningrum, pada tanggal 25/10/2018)

Proses memahami karakteristik siswa autis pada dasarnya tidak hanya

pada satu minggu awal saja, namun juga berlangsung selama proses belajar

mengajar. Hal ini disebabkan perilaku siswa yang cenderung berubah-ubah, dan

menunjukkan respon yang tidak sama pula. Sama halnya dengan siswa lain di

sekolah umum yang butuh orientasi untuk mengenal guru dan lingkungan

Page 14: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

13

sekolahnya pada awal mereka menimba ilmu di tempat tersebut, demikian juga

berlaku untuk siswa autis.

2) Pencarian Informasi Menggunakan Strategi Aktif

Strategi aktif yang dilakukan pengajar untuk mengurangi ketidakpastian

dengan siswa autis yaitu dengan melakukan wawancara kepada pihak keluarga,

misalnya dengan orangtua atau kerabat siswa. Interview awal dengan orangtua

siswa dilakukan secara tatap muka pada saat masa pendaftaran siswa baru di

sekolah. Adapaun informasi yang perlu diketahui oleh pengajar tentang siswa dari

interview tersebut adalah tentang kondisi siswa, karakteristik siswa, kebiasaan

siswa di rumah, riwayat pendidikan sebelumnya jika ada, riwayat terapi, kondisi

kesehatan siswa hingga hal yang disukai maupun tidak disukai oleh siswa.

Informasi-informasi tersebut dibutuhkan oleh pengajar untuk mendukung proses

belajar mengajar di kelas. Selain itu, informasi tersebut juga berguna saat siswa

mengalami tantrum atau menunjukkan sikap tidak suka dan sikap menolak

terhadap intruksi yang diberikan oleh pengajar.

Biasanya ketika siswa melakukan penolakan terhadap intruksi yang

diberikan oleh pengajar, mereka akan memberikan reward yang diantaranya

terdiri dari suatu benda yang menjadi kesukaan dari siswa tersebut. Tidak hanya

dengan orangtua, pengajar juga melakuan tanya jawab dengan tim assesment atau

guru sebelumnya untuk mencari informasi tentang siswa yang bersangkutan. Dari

hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, semua informan sepakat bahwa

cara untuk mengetahui kondisi siswa autis, hal pertama yang dilakukan adalah

bertanya kepada orangtua siswa mengenai kondisi putra putri mereka.

“Informasi tentang kondisi anak itu kan bisa dengan tanya ke orangtua,

informasi dari pengasuh, atau assesment. Kebetulan saya salah satu

anggota dari tim assesment, sama Bu Yuli juga.” (Wawancara dengan

Sriwarjanti, 14/12/2018)

Assesment awal dibutuhkan untuk mengetahui kemampuan siswa, jenis

kebutuhan khususnya serta untuk menentukan kelas mana yang cocok atau hampir

mendekati dengan kemampuan anak tersebut. Tidak semua siswa berkebutuhan

khusus yang memiliki kategori sama ditempatkan dalam satu kelas karena

penentuan kelas dilakukan berdasarkan kemampuan siswa bukan dilihat dari jenis

Page 15: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

14

kebutuhan khususnya. Adakalanya siswa yang sudah pernah bersekolah atau

menyenyam pendidikan tidak perlu mendapatkan assesment lagi, namun cukup

dengan menunjukkan dokumen pendukung yang bisa membuktikan kebenaran

tentang kondisi siswa dan hanya tinggal melengkapi kebutuhan yang dirasa masih

kurang, seperti halnya Risa dan Jojo yang tidak memerlukan assesment ulang.

3) Pencarian Informasi Menggunakan Strategi Interaktif

Strategi interaktif yang dilakukan oleh pengajar untuk mengurangi

kecemasaan saat menghadapi siswa autis yaitu dengan berinteraksi dengan siswa

autis yang telah dicari tahu informasinya. Komunikasi yang terjadi antara

pengajar dengan siswa autis yaitu berbentuk pemberian materi pelajaran atau

intruksi sederhana untuk melatih kemandirian dan kepatuhan siswa serta pada saat

siswa melakukan penolakan hingga yang paling berat adalah ketika tantrum.

Intruksi yang diberikan oleh pengajar dapat dilakukan dalam bentuk bahasa

campuran antara bahasa verbal dan non verbal terkecuali siswa tersebut sudah

mampu berkomunikasi secara lisan, maka intruksi yang diberikan juga dalam

bentuk lisan. Pemberian intruksi biasanya dilakukan secara berulang-ulang

dengan diiringi bahasa tubuh yang menyerupai gerakan dalam melakukan sesuatu

yang diperintahkan dalam intruksi tersebut.

Pengajar berusaha untuk terus melakukan komunikasi yang kontinyu

meskipun siswa paham atau tidak terhadap maksud yang diberikan pengajar. Hal

tersebut bertujuan agar siswa merasa diperhatikan oleh pengajar. Bentuk

komunikasi pengajar dalam menarik perhatian siswa dapat berupa “ocehan”

pengajar mengenai suatu benda di sekitarnya, dengan harapan agar siswa mau

meresponnya. Seletah respon yang diharapkan diterima oleh pengajar, maka

pengajar akan melakukan kontak fisik sebagai bentuk komunikasi nonverbal

untuk menenangkan siswa dari gejala tantrum atau penolakannya. Kontak fisik

dapat meliputi sentuhan, pelukan, gerakan, maupun ekspresi yang menunjukan

kepedulian terhadap siswa.

“Pokoknya saya tetap berusaha berkomunikasi meskipun dia respon atau

nggak melakukan apa-apa.” (Wawancara dengan Sriwarjanti, pada tanggal

14/12/2018)

Page 16: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

15

Interaksi yang terjadi dalam strategi pencarian informasi secara interaktif

berada dalam proses kegiatan belajar mengajar. Strategi ini erat kaitannya dengan

berbagai upaya yang dilakukan oleh pengajar dalam membuat perencanaan dan

membatasi pesan untuk berinteraksi dengan siswa autis. Selain dengan siswa

berkebutuhan khusus, strategi interaktif juga dilakukan pengajar kepada kedua

orangtua siswa dalam upaya mengurangi ketidakpastian. Penyampaian kondisi

siswa merupakan bentuk tanggungjawab pengajar kepada orangtua untuk

memberikan pengertian mengenai kondisi anak yang sebenarnya dapat dilakukan

dengan berbagai media misalnya foto atau video kegiatan di sekolah. Selain itu,

dengan memberikan edukasi atau sesi sharing kepada wali murid pada saat

pertemuan POSMA sebagai bentuk pengurangan ketidakapastian atas

ketidakpastian dan ketidakjujuran wali murid mengenai kondisi siswa.

b. Membuat Perencanaan

Adapun beberapa strategi membuat perencanaan yang dilakukan oleh

pengajar antara lain:

1) Menyampaikan Materi Secara Bergantian dengan Partner Kelas

Sebagian pengajar juga sudah mulai memiliki kepercayaan diri dalam hal

cara penyampaian materi terhadap siswa autis. Namun, perbedaan latar belakang

dan kategori kondisi siswa serta perubahan perilaku siwa yang tidak mau

menerima pelajaran akan tetap memunculkan ketidakpastian pada diri pengajar.

Tak jarang pengajar merasa ragu lagi akan kemampuannya, kondisi ini biasanya

di atasi dengan melakukan switch atau penggantian dengan partner pengajar lain.

2) Terus Belajar Lebih Dalam Tentang Autis

Dalam wawancaranya dengan narasumber, belajar dapat dilakukan dengan

membaca buku atau mengamati cara handling guru senior yang telah

berpengalaman dalam menangani siswa autis. Proses belajar ini dilakukan sambil

jalan saja dan tidak memiliki waktu khusus.

3) Memberikan Intruksi Sederhana pada Siswa

Upaya untuk mengatasi kecemasan dalam memberikan materi kepada

siswa autis adalah dengan cara memberikan intruksi sederhana. Siswa autis

memiliki pemahaman yang lambat dari siswa lainnya penggunaan intruksi yang

Page 17: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

16

sederhana akan mempermudah mereka untuk mengerti apa yang dimakasudkan

oleh pengajar. Intruksi sederhana yang diberikan dapat berhubungan dengan

materi pelajaran atau mengajarkan kepatuhan kepada siswa. Pemberian intruksi

dapat dilakukan dengan cara berkomunikasi verbal secara lisan dan

berkomunikasi nonverbal dengan cara menunjuk, memperagakan dan

mengungkapkan ekspresi yang tepat. Intruksi juga dilakukan secara berulang dan

berkesinambungan sampai anak terbiasa dan mampu merespon dengan baik.

4) Reward untuk Meminimalisir Penolakan Siswa

Upaya untuk meminimalisir penolakan yang dilakukan oleh siswa salah

satunya adalah dengan memberikan reward atau penghargaan saat siswa telah

berhasil dalam menyelesaikan tugas atau intruksi yang diberikan. Reward bisa

berupa sesuatu yang disukai oleh siswa, bisa berupa tepuk tangan, acungan jempol

atau juga bisa berbentuk pujian yang ekspresif untuk menyenangkan hatinya.

5) Mengendalikan Tantrum pada Siswa Autis

Dalam arti sempit tantrum bisa didefinisikan sebagai amukan atau marah

dengan heboh. Upaya pengendalian tantrum yang dilakukan oleh pengajar pada

dasarnya bertujuan untuk meredakan emosi siswa yang meledak, di mulai dari

mendiamkan siswa sejenak dengan tidak merespon apa yang dia lakukan hingga

membawanya ke ruangan lain untuk dipisahkan dari siswa lainnya. Selain kedua

hal tersebut, untuk meredakan tantrum dapat dilakukan dengan bernyanyi, atau

membangun trust antara pengajar dengan siswa autis.

6) Pengaturan Kelas untuk Meningkatkan Konsentrasi Belajar Siswa

Siswa autis yang mengalami gangguan konsentrasi akan sulit beradaptasi

jika ruang kelas dipenuhi oleh ornamen atau hiasan yang ada di dinding kelas.

Selain itu, untuk membuat siswa nyaman, pihak sekolah menyediakan ruang kelas

yang dilegkapi oleh AC. Dalam satu kelas, hanya terdiri dari 4-5 orang siswa saja

dengan jumlah pengajar 2-3 orang per kelasnya. Jumlah ini dirasa sudah sangat

ideal, karena proses pembelajaran siswa autis membutuhkan tenaga ekstra dan

kesabaran yang ekstra sehingga pengajar kelas tidak cukup hanya satu orang saja.

Rotasi pengajar dilakukan satu tahun sekali, bersamaan dengan rotasi

siswa. Hal tersebut dilakukan dengan harapan dapat melatih siswa untuk

Page 18: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

17

bersosialisasi dengan siswa maupun guru lainnya, namun tetap dalam menentukan

kelas bagi para siswa disesuaikan dengan perkembangan kemampuan para peserta

didik berdasarkan hasil evaluasi.

7) Memberikan Pengertian Kepada Orangtua Siswa

Upaya pihak sekolah dalam mengurangi ketidakpastian saat berhadapan

dengan orangtua yakni dengan mendorong terbentuknya susatu wadah

perkumpulan untuk sharing atau berbagi unek-unek diantara orangtua yaitu

POSMA. Dalam kegiatannya, POSMA memiliki pertemuan rutin yaitu selama

tiga bulan sekali. Pertemuan tersebut biasanya berisi tentang seminar atau sharing

pengalaman tentang cara menangani siswa autis atas kerja sama dengan sekolah

untuk mengundang pembicara yang ahli dibidangnya, tergantung dengan

permintaan materi anggota POSMA itu sendiri. Harapannya dengan adanya

POSMA, para orangtua dapat lebih mengerti serta menerima kondisi buah

hatinya, sehingga pihak sekolah dapat lebih mudah melakukan kerjasama untuk

membantu memaksimalkan kemampuan siswa.

c. Membatasi

Dalam berkomunikasi dengan siswa autis perlu adanya pembatasan-

pembatasan dalam pengemasan pesan serta cara menyampaikannya agar maksud

pengajar dapat mudah dimengerti oleh peserta didik. Pesan yang disampaikan

kepada siswa penyandang autis harus berupa intruksi yang sederhana dan singkat.

Kata-kata yang digunakan tidak boleh mengandung imbuhan, melainkan harus

menggunakan kata dasar. Dalam menyusun kalimat, tidak boleh lebih dari dua

kata. Hal ini disebabkan siswa autis memiliki respon serta pemahaman yang

lambat, jika kata yang digunakan untuk berbicara terlalu panjang maka akan

membuat siswa kebingungan dan tidak akan merespon pesan yang diberikan.

Siswa autis memiliki gangguan penerimaan pesan di otaknya sehingga jika

pesan yang diberikan terlalu panjang akan membutuhkan waktu yang lama bagi

siswa autis dalam memberikan respon. Selain itu, pesan yang diberikan harus

konsisten dan tidak berubah-ubah agar siswa juga terbiasa melakukannya.

”Kalau untuk anak autis itu prinsipnya kata-katanya singkat, satu sampai

dua kata saja, terus tegas intonasinya, yang ketiga itu harus konsisten”

(Wawancara dengan Pardiyo, pada tanggal 03/12/2018)

Page 19: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

18

Selain dari perangkaian pesannya, pesan yang disampaikan juga harus

dalam intonasi yang tegas, jelas, serta singkat. Pengulangan intruksi perlu

dilakukan untuk melatih kepatuhan serta daya ingat siswa pada suatu kalimat atau

intruksi yang diberikan. Kemampuan siswa autis dalam kategori berat memiliki

daya ingat yang kurang sehingga penyampaian pesan harus dilakukan secara

kontinyu dan konsisten agar kelak ketika siswa diberikan intruksi yang sama di

lain waktu, responnya akan sedikit menjadi lebih cepat.

Bentuk membatasi pesan tidak hanya dilakukan pada saat ucapan lisan

saja, namun juga dilakukan pada saat penyampaian pesan yang menggunakan

gerakan non verbal. Semisal pengajar ingin memberikan intruksi “ambil piring”,

jika diucapkan secara lisan sudah cukup sederhana dan terdiri dari dua kata dasar,

pengajar hanya tinggal mengatur intonasi serta penekanan dalam pelafalannya.

Namun, ketika ingin dikombinasikan dengan gerakan non verbal untuk

memfokuskan anak, maka kata yang digunakan adalah “ambil” sambil menunjuk

pada gambar atau wujud asli sebuah piring. Dalam berkomunikasi secara non

verbal (menggunakan gerakan) juga tidak boleh melakukan banyak gerakan lain

sampai siswa melakukan intruksi tersebut. Jika pengajar ingin siswa melakukan

lebih dari satu intruksi, pesan yang diberikan tidak diucapkan segaligus, tapi siswa

harus mampu melakukan intruksi pada pesan sebelumnya, barulah dilanjutkan

pada pesan atau intruksi kedua.

Kesimpulan

Proses pencarian informasi siswa autis yang dilakukan dengan tiga strategi

yaitu strategi pasif, digunakan pengajar pada saat pengamatan perilaku dan respon

siswa di kelas. Strategi aktif digunakan pengajar sebagai proses tanya jawab

mengenai kondisi siswa, karakteristik serta kebiasaannya. Proses tanya jawab

tersebut dapat dilakukan dengan keluarga atau kerabat terdekat, tim assesmen,

maupun guru sebelunya yang pernah mengajar siswa tersebut. Strategi interaktif

dilakukan pengajar dengan berinteraksi langsung dengan siswa autis, interaksi

yang dilakukan berupa komunikasi verbal berupa pengucapan pesan secara lisan.

Page 20: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

19

Pelafalan pesan lisan ini dikombinasikan dengan bahasa tubuh berupa gerakan,

sentuhan, kontak mata dan ekspresi pengajar. Strategi interaktif juga berlaku

untuk memberikan pemahaman dan pengertian kepada orangtua agar mau terbuka

serta menerima kondisi dari buah hati mereka.

Pengajar membuat berbagai perencanaan untuk mengurangi ketidakpastian

yang dialaminya, baik yang berasal dari dalam diri pengajar, siswa maupun dari

orang lain. Upaya pengurangan ketidakpastian dalam diri pengajar dilakukan

dengan pergantian shadow, sedangkan ketidakpastian dengan orangtua dapat

diatasi dengan membuat paguyuban POSMA sebagai wadah untuk sharing

mengenai keluhan wali murid. Dalam berkomunikasi dengan siswa autis, para

pengajar memanfaatkan sesuatu yang menjadi kesukaan siswa untuk memulai

berinteraksi atau sebagai cara untuk mengatasi penolakan dan menenangkan

gejala tantrum yang muncul. Sikap “cuek” atau “membiarkan sejenak” ketika

tantrum memberikan jeda kepada siswa untuk menurunkan emosinya sehingga

ketika pengajar mulai menjalin komunikasi kembali kepada siswa, siswa dapat

menerima stimuli yang diberikan oleh pengajar.

Para pengajar juga membatasi pesan yang diberikan kepada siswa autis

agar lebih cepat direspon oleh siswa. Pesan yang diberikan memiliki kriteria

singkat, jelas dan tegas. Selain itu pesan harus bersifat konsisten untuk melatih

kepatuhan siswa. Pesan yang diberikan akan dikombinasikan dengan gerakan

untuk mempermudah siswa dalam memahaminya. Selain pembatasan pada pesan

yang akan disampaikan, pengajar juga melakukan pembatasan ornamen di ruang

kelas agar tidak mengganggu konsentrasi siswa dengan cara tidak banyak

memasang hiasan-hiasan di dinding agar konsentrasi siswa tidak mudah pecah.

Daftar Pustaka

Budyatna, M. & Ganiem, L. M. (2011). Teori Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta:

Prenada Media Grup

Budyatna, M. (2015). Teori Komunikasi Antar Pribadi. Jakarta: Prenada Media

Grup

Hadi, S. (1987). Metode Riset. Yogyakarta:YPF Psikologi UGM

Hamidi. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif. Malang: UMM Press

Page 21: JURNAL STRATEGI PENGURANGAN KETIDAKPASTIAN OLEH …

20

Karyn, S. (2004). Untukmu Segalanya: Perjuangan Ibunda Seorang Anak Autistik

Mengungkap Misteri Autisme dan Gangguan Perkembangan

Perpasif.(Lala, Herawati. Terjemahan). Bandung:Qanita

Maharani, S. (2008). Mengenali dan Memahami berbagai Gangguan Kesehatan

Anak. Jogjakarta: Katahati

Moleong, L. J.(2014). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda

Mulyana, D. (2001). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosda

Sutopo, H.B. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press

West, Richard & Turner L.H. (2013). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan

Aplikasi 3th

.ed ( Marswendy. B Terjemahan). Jakarta: Salemba Humanika

Yin, R. K.(2013). Studi Kasus Desain & Metode. Jakarta: Rajawali Press


Recommended