+ All Categories
Home > Documents > Jurnal Tihi 2

Jurnal Tihi 2

Date post: 16-Nov-2015
Category:
Upload: luthfi-ghifariz-walther
View: 9 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Description:
JURNAL TEORI HI
27
PERANG TELUK ANTARA IRAQ DAN KUWAIT LUTHFI GHIFARIZ 1 6211131055 Abstrak: With the Iraqi invasion of Kuwait, it was a blow to the United States where these actions have threatened national interests of the United States in the Persian Gulf region to ensure the continued flow of oil to the great powers. Activities undertaken Iraqi invasion of Kuwait has forced the government of Saudi Arabia asked for help from the 1 Mahasiswa semester 4 jurusan Hubungan Internasional 2013, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Polirik Universitas Jenderal Achmad Yani 1
Transcript

PERANG TELUK ANTARA IRAQ DAN KUWAITLUTHFI GHIFARIZ[footnoteRef:1] [1: Mahasiswa semester 4 jurusan Hubungan Internasional 2013, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Polirik Universitas Jenderal Achmad Yani]

6211131055Abstrak:With the Iraqi invasion of Kuwait, it was a blow to the United States where these actions have threatened national interests of the United States in the Persian Gulf region to ensure the continued flow of oil to the great powers. Activities undertaken Iraqi invasion of Kuwait has forced the government of Saudi Arabia asked for help from the Government of the United States on August 7, 1990.

Kata Kunci:Invasi irak kek kuwait merupakan ancaman bagi Amerika dan negara-negara Arab .

PENDAHULUANPerang Teluk Persia I atau Gulf War disebabkan atas invasi Irak atas Kuwait 2 Agustus 1990 dengan strategi gerak cepat yang langsung menguasai Kuwait. Emir Kuwait Syeikh Jaber Al AhmedAl Sabah segera meninggalkan negaranya dan Kuwait dijadikan provinsi ke-19 Irak dengan nama Saddamiyat Al-Mitla` pada tanggal 28 Agustus 1990, sekalipun Kuwait membalasnya dengan serangan udara kecil terhadap posisi-posisi Irak pada tanggal 3 Agustus 1991 dari pangkalan yang dirahasiakan.Invasi Irak ke Kuwait disebabkan oleh kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. LANDASAN KOSPETUALNeorealismeRealisme mengalami perkembangan yang sangat signifikan dalam fondasi filsafat yang kemudian memunculkan varian baru dengan munculnya neo-realisme. Neo-realisme muncul untuk menantang realisme klasik terkait dengan asumsi-asumsi mengenai kondisi serta perilaku negara yang berfokus kepada level individual negara-negara tersebut[footnoteRef:2]. Dalam teori neo-realisme menurut Kenneth Waltz, pemikiran ini melihat negara dari sudut pandang bahwa politik internasional dapat dilihat sebagai sebuah system dengan struktur yang jelas. Neo-realisme masih mendasarkan beberapa asumsi kepada Realisme Klasik, analisis utama Teori Neo-Realisme adalah Balance Of Power. [2: Neorealisme dalam Studi Hubungan Internasional. Melalui : Bahan slide pertemuan mata kuliah Teori Hubungan Internasional 2]

Balance of PowerPemikiran Waltz yang berkaitan dengan Balance of Power adalah bahwa negara-negara yang berkekuatan besar akan selalu cenderung menyeimbangkan satu sama lain. Sedangkan negara-negara berkekuatan kecil dan lemah akan memiliki kecenderungan mengaliansikan dirinya dirinya dengan negara-negara berkekuatan besar agar dapat mempertahankan otonomi maksimumnya.PEMBAHASANPerang Teluk PersiaPerang Teluk Persia atau dalam Bahasa inggris disebut dengan Gulf War merupakan perang yang terjadi antara Irak melawan Kuwait. Perang akibat adanya invasi Irak atas sebuah negara kecil yang kaya minyak di Timur tengah, Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990[footnoteRef:3]. Invasi ini di tandai dengan penyerangan yang dilakukan dua brigade pasukan khusus Republik Irak menguasai istana Amir dan Bank Sentral Kuwait. Penyerangan dilakukan dengan dalil bahwa Presiden Saddam Hussein akan menemukan emas Kuwait di tempat tersebut. Namun, setelah menguasai kedua tempat tersebut, Saddam Hussein tidak menemukan emas sebagaimana yang diharapkan. Warga Kuwait lebih senang melakukan investasi ke luar dari negaranya dibandingkan dengan berinvestasi di Bank Sentral Kuwait sendiri.[footnoteRef:4] [3: Kurnia N.M, Erwin. 2014. Analisa Perang Teluk Iraq vs Kuwait. Asymmetric Warfare Study Programe, Faculty of Defense Strategy, Indonesia Defense University.Hal:1] [4: Cigar, Norman. 1992. Iraqs Strategic Mindset and the Gulf War, Journal of StrategicStudies, hal. 9-11]

Selain daripada itu, perang dipicu oleh karena terjadinya pelanggaran kuota minyak yang dilakukan oleh pemerintah Kuwait, Arab, dan Uni Emirat Arab dalam memproduksi minyak secara melimpah sehingga harga minyak menjadi turun secara drastis. Akibatnya, Irak yang hanya mengandalkan minyak mentah sebagai masukan devisa negaranya mengalami kemerosotan yang sangat hebat setelah Inggris menemukan sumur minyak baru di Alaska, Laut Utara, dan negara bekas jajahan Uni Sovyet. Selain dari pada itu juga, keinginan kuat Presiden Saddam Hussein menjadi orang nomor satu di dunia Arab juga merupakan dampak dari Irak ingin menguasai Kuwait secepatnya. Keinginan kuat ini dilatarbelakangi karena para penasehat Saddam Hussein percaya bahwa negara Arab tidak mendukung keberadaan Amerika Serikat atas Israel yang bersifat imperialis di wilayah Timur Tengah[footnoteRef:5]. Presiden Saddam Hussen memiliki keyakinan bahwa Amerika Serikat tidak akan melakukan penyerangan terhadap negaranya sehingga Irak melakukan percepatan penyerangan ke wilayah Kuwait. Tentunya dengan serangan Iraq atas Kuwait membuka mata dunia bahwa kejadian ini sudah merupakan pukulan telak bagi Amerika Serikat dimana tindakan ini telah mengancam kepentingan nasional Amerika Serikat di wilayah Teluk Persia untuk menjamin minyak terus mengalir ke negara adikuasa tersebut. Kegiatan Invasi yang dilakukan Irak terhadap Kuwait telah memaksa pemerintah Arab Saudi meminta bantuan dari Pemerintah Amerika Serikat pada tanggal 7 Agustus 1990. Setelah misi diplomatik yang dilakukan antara James Baker dengan Menteri Luar Negeri Irak Tareq Aziz pada tanggal 9 Januari 1991 mengalami kegagalan. Dimana, Irak dengan tegas menolak permintaan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) untuk melakukan penarikan mundur pasukannya dari Kuwait tanggal 15 Januari 1991. Dengan kata lain, bahwa Presiden Amerika Serikat saat itu George W. Bush diizinkan mengeluarkan maklumat perang terhadap Irak setelah pada tanggal 12 Januari 1991 mendapat persetujuan dari Kongres Amerika Serikat. [5: Al-Radi, Nuha. 1998. Baghdad Diaries. London: Saqi Books, hal. 51.]

Koalisi Menentang IraqAkibat invasi ini, Emir Kuwait pada saat itu Syeikh Jaber Al Ahmed Al Sabah meninggalkan Kuwait dan meminta perlindungan kepada raja Arab Saudi bersamaan dengan itu Kuwait dijadikan provinsi ke-19 Iraq dengan nama Saddamiyat Al-Mitla, kemudian Arab Saudi meminta bantuan Amerika Serikat tanggal 7 Agustus 1990.Sebelumnya Dewan Keamanan PBB menjatuhkan embargo ekonomi pada 6 Agustus 1990 Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul negara-negara lain baik negara-negara Arab kecuali Syria, Libya danYordania serta Palestina. Kemudian datang pula bantuan militer Eropa khususnya Eropa Barat (Inggris,Perancis dan Jerman Barat), serta beberapa negara di kawasanAsia.Pasukan Amerika Serikat dan Eropa di bawah komando gabungan yang dipimpin Jenderal Norman Schwarzkopf serta Jenderal Collin Powell. Pasukan negara-negara Arab dipimpin oleh Letjen. Khalid bin Sultan.Misi diplomatik antara James Baker dengan menteri luar negeri Irak Tareq Aziz gagal (9 Januari 1991). Irak menolak permintaan PBB agar Irak menarik pasukannya dari Kuwait 15 Januari 1991. Akhirnya Presiden Amerika Serikat George H. Bush diizinkan menyatakan perang oleh Kongres Amerika Serikat tanggal 12 Januari 1991.Kedua belah pihak pimpinan, baik Irak maupun pasukan koalisi mencoba membuat strategi guna memenangkan peperangan ini. Saddam Hussein membangun pertahanan militernya di Kuwait untuk menahan pasukan koalisi berdasarkan pada model Sovyet dengan didukung oleh insinyur perang Irak yang terlatih. Sementara, Jenderal Norman Schwarzkopf menggunakan strategis seni perang Sun Tzu dalam bukunya Art of War, mengemukakan bahwa strategi perang adakah suatu seni yang merupakan ramalan atau tujuan intelijensia manusia, dibandingkan hanya informasi teknikal.4 Kemudian teori Sun Tzu ini dipadukan dengan konsep strategi OODA Loop, John Boyd yaitu mesin tidak dapat berperang, namun harus masuk dalam pemikiran manusia, maka peperangan dapat di menangkan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam perang Irak-Kuwait, Amerika Serikat tidak hanya mengandalkan kemampuan alat utama sistem senjata yang mutahir, akan tetapi harus mempertimbangkan kekuatan musuh dan faktor-faktor lainnya seperti medan tempur, budaya, tabiat, dan kebiasaan lawan. Dengan kata lain, Know your enemy and your self.Menghadapi pasukan koalisi, Irak menyiapkan pertahanan berupa gundukan pasir atau disebut dengan Burm, dibelakang Burm terdapat ladang ranjau yang dilengkapi dengan kawat berduri untuk pertahanan infanteri Irak. Selain itu, senjata anti tank dan lubang-lubang berisi tank ada di pertahanan paling belakang. Infanteri Irak menggunakan kendaraan buatan Sovyet seperti BMP-1, di dukung dengan kendaraan lapis baja berupa tank sebanyak 55.000 unit terdiri dari tank kuno jenis T-55 dan T-62 Sovyet. Sementara itu, penjaga republican dilengkapi dengan tank yang lebih modern T-72 buatan Sovyet dengan caliber 125 mili meter. Pada bagian belakang pertahanan utama disiapkan penembak jitu dengan dukungan arteleri semua jenis dan caliber. Irak juga menggunakan ratusan peluncur roket bergerak, BM-21 yang merupakan senjata paling efektif digunakan untuk perang daerah terbuka. Selain itu, salah satu asset terbesar Saddam Hussein dalam pertahanan melawan pasukan koalisi adalah misil permukaan ke permukaan, Rudal Scud B buatan Sovyet. Rudal ini kemudian diketahui dapat membawa kepala misil kimia dengan jarak tempuh 175 mil. Pesawat tempur yang digunakan adalah Mig-23 Flogger dan Mig 29 Fulcrum buatan Sovyet. Kesiapan peralatan tempur dan moral tinggi pasukan Irak inilah kemudian digunakan Saddam menghadapi pasukan koalisi pimpinan Jenderal Norman Schwarzkopf. Disisi lain, pasukan koalisi pimpinan Jenderal Norman Schwarzkopf secara persenjataan jauh diatas kemampuan senjata Irak. Namun, pertimbangan kepentingan multinasional perlu dikaji lebih jauh dalam menghadapi pasukan pasukan statis Irak. Pada Desember 1990 pasukan koalisi setuju penyerangan Irak harus dilanjutkan akan tetapi korban jiwa harus diminimkan. Pemerintah Amerika Serikat tidak mau mengulangi penderitaan di masa perang Vietnam yang telah memakan banyak korban warga Amerika. Resolusi 678 PBB mengeluarkan deadline kepada Saddam Hussein agar menarik mundur pasukannya dari Kuwait atau menghadapi konsekuensi militer. Hal ini kemudian menjadi pedoman bagi jenderal Norman Schwarzkopf membentuk pasukan koalisi yang lebih besar untuk memastikan bahwa serangan koalisi ke Irak harus cepat,tanggap, dan tepat sasaran. Jenderal Norman mengirimkan 200 tank Amerika terbaru, Jenderal Norman Schwardzkopf membatalkan pendaratan amphibi karena pertahanan pantai musuh yang kuat. Namun demikian, marinir melakukan latihan pendaratan secara besar-besaran sesuai rencana. Tahap akhir adalah menyerang perbatasan Kuwait oleh marinir AS dan pasukan Arab untuk memerdekaan Kuwait City. Amerika Serikat mengirimkan bantuan pasukannya ke Arab Saudi yang disusul negara-negara lain baik negara-negara Arab dan AfrikaUtara kecuali Syria, Libya dan Yordania serta Palestina. Kemudian datang pula bantuan militer Eropa khususnya Eropa Barat (Inggris, Perancis dan Jerman Barat, ditambah negara-negara Eropa Utara dan Eropa Timur), serta 2 negara Asia - Bangladesh dan Korea Selatan. Sementara, dari Afrika, Niger turut bergabung dalam koalisi. Pasukan Amerika Serikat dan Eropa di bawah komando gabungan yang dipimpin Jenderal Norman Schwarzkopf serta Jenderal Collin Powell. Pasukan negara-negara Arab dipimpin oleh Letjen. Khalid bin Sultan. Misi diplomatik antara James Baker dengan menteri luar negeri Irak Tareq Aziz gagal (9 Januari 1991). Irak menolak permintaan PBB agar Irak menarik pasukannya dari Kuwait 15 Januari 1991. Akhirnya Presiden Amerika Serikat George H. Bush diizinkan menyatakan perang oleh Kongres Amerika Serikat tanggal 12 Januari 1991. Operasi Badai Gurun dimulai tanggal 17 Januari 1991 pukul 03:00 waktu Baghdad yang diawali serangan serangan udara masif atas Baghdad dan beberapa wilayah Irak lainnya.Target utama koalisi adalah untuk menghancurkan kekuatan Angkatan Udara Irak dan pertahanan udara, yang diluncurkan dari Arab Saudi dan kekuatan kapal induk koalisi di Laut Merah dan Teluk Persia. Target berikutnya adalah pusat komando dan komunikasi. Saddam Hussein merupakan titik sentral komando Irak, dan inisiatif di level bawah tidak diperbolehkan. Koalisi berharap jika pusat komando rusak, semangat dan koordinasi tempur Irak akan langsung kacau dan lenyap. Target ketiga dan yang paling utama adalah instalasi rudal jelajah, terutama rudal Scud. Irak melakukan serangan balasan dengan memprovokasi Israel dengan menghujani Israel terutama Tel Aviv dan Haifa, Arab Saudi di Dhahran dengan serangan rudal Scud B buatan Sovyet rakitan Irak, yang bernama Al Hussein. Sempat terjadi tawar-menawar perdamaian antara Uni Sovyet dengan Irak yang dilakukan atas diplomasi Yevgeny Primakov dan Presiden Uni Sovyet Mikhail Gorbachev namun ditolak Presiden Bush pada tanggal 19 Februari 1991. Sementara Sovyet akhirnya tidak melakukan tindakan apa pun di Dewan Keamanan PBB semisal mengambil hak veto, meskipun Uni Sovyet pada saat itu dikenal sebagai sekutu Irak, terutama dalam hal suplai persenjataan. Israel diminta Amerika Serikat untuk tidak mengambil serangan balasan atas Irak untuk menghindari berbaliknya kekuatan militer Negara Negara Arab yang dikhawatirkan akan mengubah jalannya peperangan.Dan akhirnya pada tanggal 27 Februari 1991 pasukan Koalisi berhasil membebaskan Kuwait dan Presiden Bush menyatakan perang selesai.KesimpulanDilihat dari kasus ini, apabila ditinjau dari teori neorealisme, dengan konsep balance of power sebagai dasar utama dari keteraturan dalam sebuah system yang menjadi analisis utama neorealisme. Dapat dilihat bahwa Negara Kuwait yang dalam posisi tertekan oleh Negara Iraq meminta bantuan dari negara-negara arab dan juga PBB khususnya Amerika Serikat yang sangat berperan penting/ sebagai suatu negara yang paling menonjol dalam menghentikan dan usaha untuk memukul mundur militer Iraq dari Kuwait, Kuwait dalam hal ini mendapatkan perlindungan dari serangan militer Iraq. Iraq sendiri lantas tidak tinggal diam atas tekanan yang dilakukan negara-negara koalisi penentang Iraq. Sehingga Iraq pun mengeluarkan sejumlah ancaman akan membakar semua lading-ladang minyak Kuwait, dan ancaman ini terbukti dengan dilakukannya pembakaran lading-ladang minyak Kuwait oleh Iraq.Neo-realisme mengungkap berbagai sudut pandang mengenai Negara-negara dalam isu internasional. Yang melibatkan struktur pemerintahan dalam dunia internasional. Tetapi teori ini pun mengangkat dari teori realis yang mengatakan bahwa Negara sebagai Aktor. Dalam hal ini neo-realis melihat bahwa balance of power hanya dapat tercapai dalam sistem yang bipolar dibandingkan multipolar, karena dalam kondisi tersebut hanya ada dua kekuatan dominan. Negara-negara kecil yang kemudian ada dalam sistem tersebut akan berupaya untuk berada dibelakang (beraliansi) negara-negara besar tersebut untuk menghindarkan mereka dari eksploitasi negara-negara besar tersebut atau mereka membentuk aliansi diantara mereka sendiri dalam menghadapi negara besar dalam sistem tersebut. Dalam hal ini mereka lebih memilih untuk menjadi pengikut dibandingkan harus menghadapi mereka dengan resiko kekalahan yang lebih besar.SARANMendamaikan peperangan tidak harus dengan jalur kekerasan/pengerahan kekuatan militer,akan tetapi dengan jalur diplomasi pasti akan jauh lebih baik sehingga akan menghasilkan suatu kondisi damai yang positif, tidak aka nada satu pihak pun yang tertekan.DAFTAR PUSTAKA1. Kurnia N.M, Erwin. 2014. Analisa Perang Teluk Iraq vs Kuwait. Asymmetric Warfare Study Programe, Faculty of Defense Strategy, Indonesia Defense University. Jakarta2. Al-Radi, Nuha. 1998. Baghdad Diaries. London: Saqi Books, hal. 513. Wikipedia. Perang Iraq. Melalui : http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Irak.4. Cigar, Norman. 1992. Iraqs Strategic Mindset and the Gulf War, Journal of StrategicStudies, hal. 9-115. Neorealisme dalam Studi Hubungan Internasional. Melalui : Bahan slide pertemuan mata kuliah Teori Hubungan Internasional 217


Recommended