+ All Categories
Home > Documents > KAJIAN BENTUK MITIGASI BENCANA LONGSOR DAN TINGKAT ...

KAJIAN BENTUK MITIGASI BENCANA LONGSOR DAN TINGKAT ...

Date post: 01-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 7 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
7
1 Jurnal Hutan Tropis Volume 4 No. 1 ISSN 2337-7771 E-ISSN 2337-7992 Maret 2015 KAJIAN BENTUK MITIGASI BENCANA LONGSOR DAN TINGKAT PENERIMAANNYA OLEH MASYARAKAT LOKAL Study on Landslide Disaster Mitigation Forms and the Level of People Acceptance by Local Communities Heru Setiawan Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar Jl. P. Kemerdekaan Km 16,5 Makassar, 90243 ABSTRACT. Landslide in Tawangmangu Sub-district in 2007 resulted in dozens of houses were damaged and dozens loss of lives. Government with other stakeholders undertakes mitigation measures to landslides to prevent similar incidents in the future. To obtain maximum results, landslide mitigation efforts should be done by involving the local community. This study aims to determine the forms of landslide mitigation and the level of acceptance by the local community. The study was conducted using a survey method approach, with random sampling techniques. Total respondents 93 spread proportionally in five hamlets comprise Plalar, Guyon, Sodong, Salere and Ngledoksari. Data were collected by interview and questionnaire method.The results showed that government with other stakeholders conductedseveral landslide mitigation programs that can be grouped into two, namely structural mitigation and non-structural mitigation. In general, the level of local people acceptance to landslide mitigation programs categorized in the medium categorywith percentage 38%, followed by low category with 33% respondents and high category with 29% respondents.Factors affecting the level of public acceptance of landslide mitigation program are age, gender and experience to landslide. Keywords: Landslide; mitigation; level of acceptance; local people ABSTRAK. Longsor di Kecamatan Tawangmangu pada tahun 2007 mengakibatkan puluhan rumah rusak dan puluhan nyawa melayang. Pemerintah dengan stakeholder yang lain segera melakukan langkah-langkah mitigasi bencana longsor agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, usaha mitigasi bencana longsor harus dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk mitigasi longsor dan tingkat penerimaannya oleh masyarakat lokal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode survey, dengan teknik random sampling. Jumlah responden sebanyak 93 yang tersebar secara proporsional di lima dusun yang meliputi Plalar, Guyon, Sodong, Salere dan Ngledoksari. Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara dan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan, pemerintah dengan stakeholder yang lain melalukan berbagai program mitigasi bencana longsor yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural. Secara umum, tingkat penerimaan masyarakat terhadap program mitigasi bencana longsor dikategorikan dalam kelas sedang dengan persentase 38%, diikuti oleh kategori rendah dengan 33% responden dan kategori tinggi dengan 29% responden. Faktor yang mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat terhadap program mitigasi longsor adalah umur, jenis kelamin dan pengalaman terhadap longsor. Kata Kunci : Longsor, mitigasi bencana, tingkat penerimaan, masyarakat lokal Penulis untuk korespondensi, surel: [email protected]
Transcript
Page 1: KAJIAN BENTUK MITIGASI BENCANA LONGSOR DAN TINGKAT ...

1

Jurnal Hutan Tropis Volume 4 No. 1 ISSN 2337-7771E-ISSN 2337-7992

Maret 2015

KAJIAN BENTUK MITIGASI BENCANA LONGSOR DAN TINGKAT PENERIMAANNYA OLEH MASYARAKAT LOKAL

Study on Landslide Disaster Mitigation Forms and the Level of People Acceptance by Local Communities

Heru Setiawan Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar

Jl. P. Kemerdekaan Km 16,5 Makassar, 90243

ABSTRACT. Landslide in Tawangmangu Sub-district in 2007 resulted in dozens of houses were damaged and dozens loss of lives. Government with other stakeholders undertakes mitigation measures to landslides to prevent similar incidents in the future. To obtain maximum results, landslide mitigation efforts should be done by involving the local community. This study aims to determine the forms of landslide mitigation and the level of acceptance by the local community. The study was conducted using a survey method approach, with random sampling techniques. Total respondents 93 spread proportionally in five hamlets comprise Plalar, Guyon, Sodong, Salere and Ngledoksari. Data were collected by interview and questionnaire method.The results showed that government with other stakeholders conductedseveral landslide mitigation programs that can be grouped into two, namely structural mitigation and non-structural mitigation. In general, the level of local people acceptance to landslide mitigation programs categorized in the medium categorywith percentage 38%, followed by low category with 33% respondents and high category with 29% respondents.Factors affecting the level of public acceptance of landslide mitigation program are age, gender and experience to landslide.

Keywords: Landslide; mitigation; level of acceptance; local people

ABSTRAK. Longsor di Kecamatan Tawangmangu pada tahun 2007 mengakibatkan puluhan rumah rusak dan puluhan nyawa melayang. Pemerintah dengan stakeholder yang lain segera melakukan langkah-langkah mitigasi bencana longsor agar kejadian serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, usaha mitigasi bencana longsor harus dilakukan dengan melibatkan masyarakat setempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk mitigasi longsor dan tingkat penerimaannya oleh masyarakat lokal. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode survey, dengan teknik random sampling. Jumlah responden sebanyak 93 yang tersebar secara proporsional di lima dusun yang meliputi Plalar, Guyon, Sodong, Salere dan Ngledoksari. Pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara dan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan, pemerintah dengan stakeholder yang lain melalukan berbagai program mitigasi bencana longsor yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural. Secara umum, tingkat penerimaan masyarakat terhadap program mitigasi bencana longsor dikategorikan dalam kelas sedang dengan persentase 38%, diikuti oleh kategori rendah dengan 33% responden dan kategori tinggi dengan 29% responden. Faktor yang mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat terhadap program mitigasi longsor adalah umur, jenis kelamin dan pengalaman terhadap longsor.

Kata Kunci : Longsor, mitigasi bencana, tingkat penerimaan, masyarakat lokal

Penulis untuk korespondensi, surel: [email protected]

Page 2: KAJIAN BENTUK MITIGASI BENCANA LONGSOR DAN TINGKAT ...

2

Jurnal Hutan Tropis Volume 4 No. 1, Edisi Maret 2016

33 rumah roboh dan longsor di Desa Tawangmangu mengakibatkan 34 orang meninggal dunia. Penyebab kejadian longsor di Tawangamangu adalah intensitas curah hujan yang tinggi, kondisi morfologi, kemiringan lahan dan alih fungsi lahan (Prawiradisastra, 2008). Untuk mengurangi dampak negatif dari bencana longsor, pemerintah dengan stakeholder yang lain melaksanakan program mitigasi bencana longsor. Selain pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat, masyarakat lokal secara individu dan kelompok juga mempunyai strategi dalam menghadapi bencana longsor. Program pengurangan resiko bencana yang dilakukan pemerintah seringkali tidak sejalan dengan keinginan masyarakat sehingga program tidak dapat berjalan dengan efektif. Untuk memadukan program yang dilakukan pemerintah dengan program yang dilakukan oleh msyarakat diperlukan penelitian mengenail analisis tingkat penerimaan masyarakat terhadap program pengurangan resiko bencana yang dilakukan pemerintah dan stakeholder yang lain. Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk mitigasi bencana longsor; Mengetahui tingkat penerimaan masyarakat lokal terhadap program mitigasi bencana longsor dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat terhadap program mitigasi bencana longsor.

METODE PENELITIAN

Pengambilan data primer pada penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Agustus sampai dengan Oktober 2012, sedangkan untuk pengolahan data dan analisis data dilaksanakan pada Bulan November 2012. Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Kecamatan Tawangmangu terletak di lereng Gunung Lawu dengan sebagian besar wilayahnya (65%) merupakan daerah yang curam dengan tingkat kelerengan lebih dari 35%.

Secara administrasi, Kecamatan Tawangmangu dibatasi oleh Kecamatan Ngargoyoso di sebelah utara, Kecamatan Jatiyoso di sebelah selatan, sebelah barat di batasi oleh Kecamatan

PENDAHULUAN

Bencana tanah longsor merupakan salah satu jenis bencana yang sering terjadi di Indonesia terutama pada musim hujan yaitu pada Bulan Desember sampai Februari. Selama kurun waktu 15 tahun yaitu dari tahun 1990 sampai dengan 2005, jumlah kejadian longsor di Pulau Jawa 1.500 kejadian (Hadmoko et al, 2010). Bencana longsor menempati peringkat ke-lima dari keseluruhan jumlah kejadian bencana yang sering terjadi di Indonesia dengan rata-rata jumlah kejadian 92 kali per tahun, sementara itu banjir menempati peringkat pertama dengan frekuensi 297 kejadian/th, selanjutnya kekeringan dengan 156 kejadian/th, kebakaran dengan 147 kejadian/th dan angin puting beliung dengan frekuensi kejadian 110 kali/th (Karnawati et al, 2012).

Berdasarkan data dari BNPB (2015), selama Januari sampai April tahun 2015 terjadi 759 kali bencana. Jumlah kejadian bencana selama Bulan April 2015 tercatat 155 kali kejadian, puting beliung menempati urutan pertama dengan 60 kali kejadian, kemudian banjir 53 kali dan longsor 35 kali kejadian. Bencana tanah longsor tidak hanya mengakibatkan kerugian dari segi social ekonomi tetapi juga kematian. Data yang diterbitkan oleh BNPB (2015) menyatakan bahwa jumlah korban meninggal dan hilang akibat bencana dalam kurun waktu Januari sampai April akibat bencana mencapai 96 jiwa. Pada Bulan April tahun 2015 jumlah korban jiwa akibat bencana longsor mencapai 16 orang dari 23 jiwa yang meninggal akibat bencana alam.

Karanganyar adalah salah satu kabupaten di Indonesia yang sering mengalami bencana longsor. Data yang diterbitkan oleh BPBD Karanganyar (2011) menyatakan bahwa selama tahun 2011 tercatat kejadian bencana longsor 34 kejadian, angin puting beliung 15 kejadian, banjir 3 kejadian dan kebakaran 29 kali. Salah satu kecamatan di Karanganyar yang rawan terhadap bencana longsor adalah Kecamatan Tawangmangu. Kejadian longsor terbesar di Kecamatan Tawangmangu terjadi Tahun 2007 di Desa Tengklik dan Desa Tawangmangu. Longsor yang terjadi di Desa Tengklik mengakibatkan

Page 3: KAJIAN BENTUK MITIGASI BENCANA LONGSOR DAN TINGKAT ...

3

Heru Setiawan: Kajian Bentuk Mitigasi………..(3): 1-7

Karangpandan dan Matesih dan sebelah timur berbatasan langsung dengan Kabupaten Magetan, Propinsi Jawa Timur. Berdasarkan data BPS (2011), Tawangmangu terbagi menjadi 10 desa/kelurahan, 41 dusun, 86 dukuh, 99 RW dan 345 RT.

Berdasarkan peta tingkat kerawanan longsor (Wati et al, 2010), sebagian besar daerah Tawangmangu termasuk dalam kategori kerawanan tingkat sedang dengan luas area 2.674,888 Ha (42,7%), kelas kerawanan tingkat tinggi dengan luas area 2.332,051 Ha (37,3%), kelas kerawanan tingkat rendah dengan luasan 909,222 Ha (14,5%), tingkat kerawanan sangat tinggi seluas 321,839 (5.1%) dan tingkat kerawanan sangat rendah seluas 21,02 Ha (0.3%). Menurut Soeters dan Westen (1996), lima faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya longsor yaitu faktor geomorfologi, topografi, geologi, penggunaan lahan dan hidrologi.

Alat yang digunakan dalam pengmbilan data primer di lapangan meliputi Global Positioning System (GPS), alat perekam, kamera digital, lembar quesioner, panduan wawancara, alat tulis dan buku catatan. Alat yang digunakan dalam proses pengolahan data adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak Microsoft Office 2007 (Word, Excel) and SPSS 19 untuk analisis statistik. Bahan pendukung penelitian diantaranya adalah peta tematik Kecamatan Tawangmangu, Citra satelit resolusi tinggi dan data-data sekunder yang diperoleh di beberapa instansi di Kabupaten Karanganyar.

Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling, dengan unit analisis yang digunakan adalah rumah tangga. Kepala rumah tangga dipilih sebagai responden. Pengambilan sampel dilakukan di empat dusun di Desa Tengklik yaitu Plalar, Guyon, Sodong dan Salere ditambah satu dusun di Desa Tawangmangu yaitu Dusun Ngledoksari. Desa Tengklik dan Desa Tawangmangu dipilih sebagai lokasi pengambilan sampel karena longsor terbesar terjadi di desa tersebut sehingga responden yang diambil akan memberikan gambaran hasil yang sesuai dengan tujuan penelitian. Jumlah keluarga di lokasi

penelitian adalah adalah 1.411 keluarga. Penentuan jumlah responden dilakukan berdasarkan formula Sugiyono (2007).

( )2

2 2N.P.Q.S

d N 1 P.Q.λ

=− + λ

Keterangan:λ2 = Standar eror = 1P = Q = Nilai probability = 0,5N = Populasi d = Standar deviasi = 0.05S = Jumlah sampel

Berdasarkan formula Sugiyono (2007), jumlah responden minimum yang harus diambil adalah 93 responden. Responden terdistribusi secara proporsional pada tiap dusun sesuai dengan jumlah keluarga di masing-masing dusun. Jumlah responden di Dusun Plalar 14 responden, 16 responden di Dusun Guyon, 25 responden di Dusun Sodong, 22 responden di Dusun Salere dan 16 responden di Dusun Ngledoksari.

Pengambilan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan depth interview dengan responden kunci. Kuesioner terdiri dari 11 pertanyaan tertutup dan terbuka serta 11 pertanyaan tentang karakteristik responden. Dalam pertanyaan tertutup terdapat lima pilihan jawaban, dari sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju, sedangkan pertanyaan terbuka dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada responden untuk berpendapat. Jawaban pada pertanyaan tertutup dianalisis menggunakan Linkert scale dengan memberikan skor 5 jika jawaban pertanyaannya “sangat setuju” sampai dengan 1 jika jawaban pertanyaannya “sangat tidak setuju” (Albaum, 1997).

Data primer dari lapangan selanjutnya ditabulasikan dengan menggunakan Microsoft Excel. Untuk memudahkan proses analisis statistik, sebelum proses pengolahan data terlebih dahulu dilakukan pemberian skor pada parameter karakteristik responden. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Software SPSS 19. Metode

Page 4: KAJIAN BENTUK MITIGASI BENCANA LONGSOR DAN TINGKAT ...

4

Jurnal Hutan Tropis Volume 4 No. 1, Edisi Maret 2016

analisis yang digunakan adalah analisis statistik diskriptif, regresi linear ganda, tabulasi silang (cross tabulation) dan analisis chi-square.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik RespondenJumlah responden secara keseluruhan adalah

93 orang yang terdiri atas 69% laki-laki dan 31% perempuan. Umur responden berkisar antara 23 tahun sampai dengan 82 tahun, 41% responden berumur antara 23 sampai 39 tahun, 45 % berumur 40 tahun sampai 59 tahun dan 13% responden berumur lebih dari 60 tahun. Berdasarkan penghasilan per bulan, 48% responden berpenghasilan kurang dari Rp 846,000.00/bulan, sedangkan 52% berpenghasilan lebih dari Rp 846,000.00/bulan. Besaran penghasilan tersebut berdasarkan upah minimum regional untuk Kabupaten Karanganyar Tahun 2012 adalah Rp 846,000.00/bulan.

Berdasarkan tingkat pendidikannya, 55% responden mengenyam pendidikan hanya sampai sekolah dasar atau dibawah sekolah dasar, 23% responden lulus sekolah menengah pertama, 17% responden lulus sekolah menengah atas dan 5% responden adalah lulusan perguruan tinggi. Terkait dengan jenis mata pencaharian, 46% dari responden adalah petani, 11% responden adalah pedagang, 4% responden pegawai negeri sipil, 20% pegawai perusahaan/swasta dan 18% responden tidak mempunyai pekerjaan tetap. Responden yang tidak mempunyai pekerjaan tetap biasanya bersifat musiman yaitu jika musim menggarap kebun berprofesi sebagai petani, jika tidak sedang menggarap kebun berprofesi sebagai tukang batu.

Berdasarkan jumlah anggota keluarga, sebagian besar keluarga terdiri dari 3 sampai 4 orang (58%), diikuti oleh jumlah anggota keluarga 5 sampai 6 orang (24%), 14% keluarga terdiri dari 1 sampai 2 orang dan sisanya (4%) terdiri lebih dari 6 orang. Sebagian besar responden (70%) mempunyai rumah tipe permanen, 17% mempunyai rumah semi permanen dan 13% responden mempunyai rumah non permanen. Dilihat dengan indikator jumlah

rumah permanen menunjukkan bahwa tingkat ekonomi masyarakat tergolong mampu. Masyarakat secara gotong royong membangun rumah secara permanen agar jika terjadi longsor lebih kuat menahan material longsor.

Sebanyak 50% responden pernah mempunyai pengalaman terhadap longsor sebanyak lebih dari dua kali, 24% respondent pernah mengalami longsor sebanyak dua kali dan 26% responden berpengalaman terhadap longsor sebanyak satu kali. Dengan banyaknya responden yang pernah mengalami kejadian longsor lebih dua kali menyatakan bahwa kesadaran masyarakat akan program mitigasi sangat tinggi. Masyarakat dengan pengetahuan lokal yang diwariskan secara turun temurun dapat mengantisipasi kejadian bencana longsor dengan berbagai jenis teknik baik yang bersifat struktural (fisik) maupun non-struktural (non-fisik).

Program Mitigasi LongsorPemerintah bersama-sama dengan stakeholder

yang lain melaksanakan berbagai program untuk mencegah terjadinya bencana longsor di Kecamatan Tawangmangu. Mitigasi secara umum diartikan sebagai segala tindakan yang dilakukan sebelum terjadinya bencana yang bertujuan untuk meminimalisir terjadinya bencana. Carter dan Nick (1991) membagi kegiatan mitigasi bencana menjadi dua yaitu struktural dan non-struktural. Hasil pengamatan di lapangan terhadap program mitigasi bencana adalah sebagai berikut :

Mitigasi secara non-struktural1. Melakukan diseminasi tentang bencana tanah

longsor dengan media poster atau film. Secara berkala BPBD melakukan pemutaran film tentang bahaya longsor dan cara-cara untuk mencegah terjadinya longsor. Poster tentang peringatan bahaya longsor di pasang pada titik-strategis di Kecamatan Tawangmangu misalnya di kantor desa dan kantor kecamatan.

2. Melakukan simulasi bencana dengan melibatkan stakeholder lain yang terlibat dalam kegiatan

Page 5: KAJIAN BENTUK MITIGASI BENCANA LONGSOR DAN TINGKAT ...

5

Heru Setiawan: Kajian Bentuk Mitigasi………..(3): 1-7

kebencanaa, contohnya polisi, tentara, SAR, PMI dan LSM yang lain. Kegiatan silmulasi bencana dilakukan mendekati musim hujan.

3. Melakukan pemetaan secara sederhana dan identifikasi terhadap masyarakat dan rumah yang termasuk dalam tingkat kerawanan yang tinggi. Pembuatan peta sederhana (sketsa) dilakukan untuk mengidentifikasi kondisi masyarakat yang tinggal di kawasan longsor dan mempercepat proses evakuasi jika terjadi bencana dan mempercepat distribusi bantuan jika terjadi bencana.

4. Melakukan penanaman pohon pada area yang gundul dan berlereng curam. Penanaman pohon dilakukan secara bersama-sama (gotong royong) dengan bantuan bibit dari pemerintah.

Mitigasi secara struktural 1. Membangun sistem peringatan dini bencana

longsor (EWS) dan memasang alat pemantau gerakan tanah. Pemasangan EWS dilakukan oleh pemerintah daerah bekerja sama dengan Universitas Gadjahmada. Sedangkan alat pemantau gerakan tanah dipasang oleh Badan Geologi. Pemasangan kedua alat tersebut dimksudkan untuk meminimalisir korban jika terjadi bencana tanah longsor.

2. Membangun jalan dengan kontruksi beton, bronjong kawat, membangun saluran air dan memperkuat lereng di sisi kanan kiri jalan dengan material beton. Pembangunan fasilitas umum tersebut dilakukan secara bergotong royong. Pembiayaan dilakukan secara swadaya dan dengan bantuan pemerintah setempat. Membantu masyarakat membangun pos kesehatan permanen pada area yang rawan terhadap longsor. Pembangunan pos kesehatan terdapat di Dusun Guyon yang merupakan area yang sangat rawan terhadap longsor.

3. Pembagunan pos kesehatan di lokasi rawan longsor sangat penting agar korban longsor dapat segera tertolong.

4. Memasang papan peringatan longsor di jalan dan didaerah yang rawan terhadap longsor. Pemasangan papan peringatan longsor di tepi jalan dilakukan oleh Dinas Perhubungan bekerjasama dengan kepolisian. Sedangkan pemasangan papan peringatan rawan longsor di kawasan hutan dilakukan oleh PT. Perhutani.

5. Membangun tempat-tempat evakuasi. Masyarakat memanfaatkan masjid, balai desa dan sekolah sebagai tempat evakuasi sementara. Jika terjadi bencana pemerintah bekerja sama dengan stakeholder yang lain membagun tenda-tenda darurat dan dapur umum.

Tingkat Penerimaan MasyarakatTingkat penerimaan masyarakat terhadap

program mitigasi bencana yang dilakukan pemerintah dan stakeholder lainnya didapatkan dengan menghitung skor berdasarkan jawaban responden terhadap pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner. Berdasarkan hasil perhitungan terhadap akumulasi jawaban responden, diketahui bahwa nilai minimum yang didapat adalah 27, nilai maksimum 55 dan rata-rata 44. Nilai yang didapat dari hasil perhitungan selanjutnya di kelompokkan menjadi tiga tingkatan, tingkatan rendah mempunyai nilai 27 sampai 34, tingkat sedang mempunyai nilai 35 sampai 45 dan tingkat tinggi mempunyai nilai 46 sampai 55.

Secara umum tingkat penerimaan masyarakat terhadap program mitigasi bencana longsor dikategorikan dalam tingkat sedang dengan persentase 38%, kemudian diikuti oleh tingkat rendah dengan 33% dan tingkat tinggi dengan 29%. Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dijelaskan bahwa pada tingkat penerimaan tinggi, persentase terbesar terdapat di Dusun Ngledoksari dengan 88% responden dan terendah di Dusun Guyon dengan 6%. Pada tingkat sedang, persentase tertinggi di Dusun Sodong dengan 52% dan terendah di Dusun Ngledoksari dengan 6%. Pada tingkat penerimaan rendah, persentase tertinggi

Page 6: KAJIAN BENTUK MITIGASI BENCANA LONGSOR DAN TINGKAT ...

6

Jurnal Hutan Tropis Volume 4 No. 1, Edisi Maret 2016

terdapat di Dusun Guyon dengan 56% dan terendah di Dusun Ngledoksari dengan 6% responden. Untuk mengetahui derajat perbedaan tingkat penerimaan masyarakat pada masing-masing dusun digunakan analisis chi-square. Pada analisis chi-square, hipostesis awal (H0) menyatakan bahwa tidak ada perbedaan tingkat penerimaan masyarakat pada masing-masing dusun.

Hasil analisis chi-square menunjukkan bahwa nilai chi-square hitung adalah 37,119, sedangkan nilai chi-square tabel dengan taraf signifikansi (= ( 5% dan derajat bebas (df) = 8 adalah 15,507. Nilai chi-square hitung lebih besar dari pada chi-square tabel, hal ini menunjukkan H0 ditolak yang berarti terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat penerimaan masyarakat di masing-masing dusun terhadap program mitigasi bencana.

Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penerimaan Masyarakat

Beberapa faktor yang diasumsikan berpengaruh terhadap tingkat penerimaan masyarakat terhadap program mitigasi bencana yaitu umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, jumlah anggota keluarga, tipe rumah dan pengalaman terhadap kejadian longsor. Faktor-faktor tersebut disebut dengan variable bebas, sedangkat tingkat penerimaan masyarakat disebut variable terikat. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan tingkat penerimaan masyarakat dapat dilakukan dengan analisis korelasi. Analisis korelasi merupakan salah satu teknik analisis dalam statistik yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variable atau lebih.

Hipotesis awal (H0) menyatakan bahwa variabel bebas tidak mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Pengambilan keputusan didasarkan pada perbandingan antara nilai Sig. (1-tailed) dan nilai probabilitas (0.05). Jika Nilai Sig. (1-tailed) lebih kecil dari 0.05 maka H0 ditolak artinya terdapat hubungan yang erat antara variable bebas dan variable terikat. Dari table 3 dapat dilihat bahwa terdapat empat variabel yang mempunyai nilai Sig. (1-tailed)

kurang dari 0.05 yaitu umur, tingkat pendidikan, penghasilan dan pengalaman terhadap longsor. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor umur, tingkat pendidikan, penghasilan dan pengalaman terhadap longsor mempunyai hubungan yang signifikan terhadap tingkat penerimaan masyarakat terhadap program mitigasi longsor. Analisis regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap tingkat penerimaan masyarakat terhadap program mitigasi bencana. Hipotesis awal yang digunakan adalah variable bebas tidak berpengaruh terhadap variable terikat.

Pengambilan keputusan menggunakan T-test dengan nilai probabilitas (0.05) menyatakan bahwa jika nilai signifikasinsi (Sig) lebih kecil dari 0.05 maka H0 ditolak artinya terdapat pengaruh yang nyata antara variable bebas dan variable terikat. Dari table 4, dapat dilihat bahwa terdapat tiga variabel yang mempunyai nilai signifikasinsi kurang dari 0.05 yaitu umur, jenis kelamin dan pengalaman terhadap longsor. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor umur, jenis kelamin dan pengalaman terhadap longsor berpengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan masyarakat terhadap program mitigasi longsor.

SIMPULAN DAN SARAN

SimpulanPemerintah dan stakeholder yang lain melalukan

berbagai upaya mitigasi bencana untuk miminimalisir terjadinya bencana di Kecamatan Tawangmangu. Terdapat dua bentuk mitigasi yang dilakukan yaitu mitigasi secara structural dan non-struktural. Secara umum tingkat penerimaan masyarakat terhadap program mitigasi bencana longsor dikategorikan dalam tingkat sedang dengan persentase 38%, kemudian diikuti oleh tingkat rendah dengan 33% dan tingkat tinggi dengan 29%. Faktor yang mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat terhadap program mitigasi longsor adalah umur, jenis kelamin dan pengalaman terhadap longsor.

Page 7: KAJIAN BENTUK MITIGASI BENCANA LONGSOR DAN TINGKAT ...

7

Heru Setiawan: Kajian Bentuk Mitigasi………..(3): 1-7

SaranTingkat penerimaan masyarakat terhadap

program mitigasi bencana di Kecamatan Tawangmangu yang termasuk dalam kategori sedang dapat dijadikan sarana evaluasi untuk merancang program yang sesuai dengan keinginan masyarakat lokal. Hasil wawancara dengan beberapa key respondent, menyatakan beberapa program mitigasi bencana longsor yang diinginkan adalah pemasangan kawat bronjong, penanaman tanaman kehutanan dan bantuan terhadap kontruksi jalan dan saluran air. Pemasangan Early Warning System (EWS) perlu diperbanyak mengingat luasnya wilayah rawan longsor. Pemasangan EWS hendaknya juga diikuti dengan pemeliharaan dan pelatihan kepada masyarakat sekitar agar alat dapat berfungsi dan bertahan lama.

DAFTAR PUSTAKAHadmoko DS, Lavigne F, Sartohadi J, Hadi P,

Winaryo (2010) Landslide Hazard and risk assessment and their application in risk management and landuse planning in eastern flank of Menoreh Mountains, Yogyakarta Province, Indonesia. Natural Hazards 54(3): 623 – 642

Karnawati, D. Syamsul, M. Teuku, F. Wahyu, W. 2012. Development of Socio-Technical Approach for Landslide Mitigation and Risk Reduction Program in Indonesia. www.seed-net.org/download/C1-1_Paper3.pdf. Accessed on 24 January 2013

BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana). 2015. Info Bencana. Edisi April 2015.

BPBD (Regional Disaster Mitigation Agency). 2011. Recapitulation of Disasters in Karanganyar District in 2011. Karanganyar. Central Java

Prawiradisastra, S. 2008. Analisis morphologi dan geologi bencana tanah longsor di Desa Ledoksari Kabupaten Karanganyar. Jurnal sains dan teknologi Indonesia Vol. 10 No. 2 Agustus 2008 Hlm.84-89

BPS (Centre of Statistic Bureau) of Karanganyar Regency. 2011. Karanganyar dalam angka 2011 dalam angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar

Wati, S.E. T, Hastuta. S, Widjojo. F, Pinem. 2010. Landslide Susceptibility Mapping with Heuristic Approach in Mountainous Area; A Case Study in Tawangmangu Sub District, Central Java, Indonesia. International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Science, Volume XXXVIII, Part 8, Kyoto Japan

Soeters, R. and Van Westen, C.J.2006. Slope instability recognition, analysis and zonation. In: Turner AK, Schuster RL (eds) Landslide, invertigation and mitigation. transportation Research Board, National Research Council, Special Report 247, National Academy Press, Washington, USA (129-177)

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif-Kualitatif dan Research Development. Alfabeta, Bandung

Albaum, G. 1997. The Linkert Scale Revisited: An Alternate Version. Journal of the Market Research Society; Apr 1997; 39, 2; ABI/INFORM Global pg. 331

Carter, Nick W. (1991) Disaster Management: A Disaster Manager’s Handbook, ADB Manila


Recommended