+ All Categories
Home > Documents > Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu ...

Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu ...

Date post: 29-Nov-2021
Category:
Upload: others
View: 3 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
7
355 Jurnal Biologi Indonesia 5 (3):355-361 (2009) Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu-Majalengka- Kuningan (Ciayu Majakuning) Dodo Gunawan Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta email : [email protected] ABSTRACT Case Study of Hidro-Climatology at Cirebon-Indramayu, Majalengka- Kuningan (Ciayu Majakuning). Case Study Water balance calculation has been conducted in the region of Cirebon, Indramayu, Majalengka and Kuningan or abbreviated nicely as the Ciayu-MajaKuning region. The hidro-climatological component such as evapotranspiration and precipitation were calculated using the NOAH Land-Surface Model (LSM). Model output of monthly data used in the calculation span in the period of 2001-2007. The model has grid box or model resolution of 25 km x 25 km. From the calculation, it is obtained that the average of evapotranspiration in this region is 3.1 mm/day or 90 m/month. The maximum value of 3.8 mm/day is occurred in May whereas the minimum value of 2.8 mm/day is occurred in December. The highest monthly precipitation occurred in the mountain region (Kuningan) of 450-500 mm/month. In this study area, the period of August-November is the water deficit while the period of December-July is the water surplus period in term of water balance. From district division point of view, Indramayu is the driest area, and gradually following the topography height, Kuningan district is the wettest area. Implication of these results to water management aspect is that the dry Area such as Indramayu needs more water supplies by irrigation for agriculture. The sustainable of hydrology cycle path way from Kuningan and Majalengka as the water resources because of highly precipitation to the downstream area (Indramayu and Cirebon) where the precipitation are less is very important in this region. Key words: Water balance, evapotranspiration, hydrology cycle, NOAH-Land-Surface Model PENDAHULUAN Berbagai jenis kegiatan seperti pertanian, pariwisata, perikanan, energi dll sangat tergantung pada iklim maupun berbagai hal yang berkaitan dengan air termasuk neraca air. Untuk itu peran perencanaan pengembangan wilayah sedapat mungkin disesuaikan dengan potensi alam yang dimilikinya termasuk potensi hidro-klimatologinya. Namun, dalam pengkajian potensi iklim dan hidrologi suatu daerah, data iklim dan hidrologi seringkali menjadi kendala karena data yang diperlukan biasanya sulit diperoleh sebab tidak terdapat stasiun pengamatan iklim. Padahal untuk menentukan kajian hidrologi hanya diperlukan data sederhana yang meliputi data penguapan dan curah hujan. Menggunakan minimal dua data dasar tersebut sistem neraca air di suatu kawasan dapat dengan mudah diketahui. Kondisi tidak adanya data evapo- transporasi telah diperkirakan oleh badan pangan dan pertanian dunia (Food and
Transcript
Page 1: Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu ...

355

Jurnal Biologi Indonesia 5 (3):355-361 (2009)

Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu-Majalengka-Kuningan (Ciayu Majakuning)

Dodo GunawanPusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta

email : [email protected]

ABSTRACT

Case Study of Hidro-Climatology at Cirebon-Indramayu, Majalengka-Kuningan (Ciayu Majakuning). Case Study Water balance calculation has beenconducted in the region of Cirebon, Indramayu, Majalengka and Kuningan or abbreviatednicely as the Ciayu-MajaKuning region. The hidro-climatological component such asevapotranspiration and precipitation were calculated using the NOAH Land-Surface Model(LSM). Model output of monthly data used in the calculation span in the period of 2001-2007.The model has grid box or model resolution of 25 km x 25 km. From the calculation, it is obtainedthat the average of evapotranspiration in this region is 3.1 mm/day or 90 m/month. The maximumvalue of 3.8 mm/day is occurred in May whereas the minimum value of 2.8 mm/day is occurredin December. The highest monthly precipitation occurred in the mountain region (Kuningan)of 450-500 mm/month. In this study area, the period of August-November is the water deficitwhile the period of December-July is the water surplus period in term of water balance. Fromdistrict division point of view, Indramayu is the driest area, and gradually following thetopography height, Kuningan district is the wettest area. Implication of these results to watermanagement aspect is that the dry Area such as Indramayu needs more water supplies byirrigation for agriculture. The sustainable of hydrology cycle path way from Kuningan andMajalengka as the water resources because of highly precipitation to the downstream area(Indramayu and Cirebon) where the precipitation are less is very important in this region.

Key words: Water balance, evapotranspiration, hydrology cycle, NOAH-Land-Surface Model

PENDAHULUAN

Berbagai jenis kegiatan sepertipertanian, pariwisata, perikanan, energidll sangat tergantung pada iklim maupunberbagai hal yang berkaitan dengan airtermasuk neraca air. Untuk itu peranperencanaan pengembangan wilayahsedapat mungkin disesuaikan denganpotensi alam yang dimilikinya termasukpotensi hidro-klimatologinya.

Namun, dalam pengkajian potensiiklim dan hidrologi suatu daerah, data iklim

dan hidrologi seringkali menjadi kendalakarena data yang diperlukan biasanyasulit diperoleh sebab tidak terdapatstasiun pengamatan iklim. Padahal untukmenentukan kajian hidrologi hanyadiperlukan data sederhana yang meliputidata penguapan dan curah hujan.Menggunakan minimal dua data dasartersebut sistem neraca air di suatukawasan dapat dengan mudah diketahui.

Kondisi tidak adanya data evapo-transporasi telah diperkirakan oleh badanpangan dan pertanian dunia (Food and

Page 2: Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu ...

356

Dodo Gunawan

Agriculture Organization, FAO)sehingga mereka merekomendasikancara lain untuk memperoleh nilaievapotranspirasi dengan menghitung dariunsur iklim yang tersedia dari hasil pengu-kuran suhu udara, kecepatan angin,radiasi matahari, kelembaban udara.

Air di permukaan tanah dan tanamanyang basah dapat meninggalkanpermukaan tersebut melalui prosesevaporasi (E). Hilangnya air daripermukaan disebabkan karena peruba-han molekul air dari fase cair menjadifase uap. Proses tersebut dipengaruhioleh banyak faktor antara lain radiasimatahari, suhu, kelembaban udara dankecepatan angin. Proses lain adalahtraspirasi (T) yaitu air yang hilang darijaringan tanaman melalui celah yangsangat kecil pada daun yang dikenaldengan stomata atau mulut daun. Trans-pirasi seperti halnya juga evaporasitergantung pada ketersediaan energiuntuk merubah fase cair menjadi fase uapdan dipengaruhi oleh parameter iklim.Gabungan antara kedua proses yangterpisah tersebut dinamakan evapo-transpirasi (ET). Evaporasi dan tans-pirasi terjadi secara simultan dan tidakada cara yang mudah untuk memisahkankedua proses tersebut (Savva & Frenken2002).

Untuk melakukan penghitunganevapotranspirasi, tanaman dapatdilakukan dengan menggunakan metodePenman-Monteith yaitu salah satumetode yang direkomendasi FAO untukmenghitung evapotranspirasi acuan(ETo). Pengukuran ETo secara tidaklangsung dilakukan dengan menggunakanpanci penguapan dengan mempertim-

bangkan faktor tanaman sebagaikoefisien untuk transpirasi. Sementarametode pengukuran langsung yangmendekati keadaan proses sebenarnyadari evapotranspirasi hanya mengguna-kan alat yang disebut lysimeter. Namunkarena pengukuran evapotranspirasisecara langsung dengan lysimetermaupun melalui pengukuran penguapanair dari panci kelas A tidak selalu tersediadi setiap stasiun pengamatan iklim, makaFAO merekomendasikan formula untukmenduga evapotranspirasi dan neraca airdengan menggunakan parameter iklimyang tersedia mudah diamati di setiapstasiun iklim dan melakukan pendugaanmenggunakan sebuah persamaanpendugaan evapotranspirasi melaluimetode Penman-Monteith (FAO 1984)

Melalui evapotransiprasi dan neracaair maka pada penelitian ini dicoba untukmengetahui kondisi hidro-klimatologikawasan yang berada di daerah JawaBarat bagian timur yaitu Cirebon,Indramayu, Majalengka dan Kuningandan berbatasan dengan Jawa Tengah.

BAHAN DAN CARA KERJA

Bahan yang digunakan untukpenelitian ini adalah data sekunder yangberasal dari keluaran model permukaanNOAH (Mitchell 2005) dan tersediasecara online pada URL berikut: http://a g d i s c . g s f c . n a s a . g o v : 8 0 / d o d s /GLDAS_NOAH025_M. Periode datayang digunakan adalah bulanan dariJanuari 2001-Desember 2007. Pengo-lahan data dilakukan dengan metodearitmatik untuk perhitungan rata-ratabulanan setiap parameter iklim. Neracaair diperoleh dari pengurangan curah

Page 3: Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu ...

357

Tinjauan Kondisi Hidro-Klimatologi Daerah

hujan dengan evapotoranspirasi. Untukmelihat pola distribusi neraca air diwilayah kajian, data disajikan secaraspasial, sedangkan untuk melihat polapenyebaran musiman,perhitungan neracaair disajikan secara temporal (bulanan).

HASIL

Hasil analisa data untuk menggam-barkan kondisi hidro-klimatologi daerahIndramayu-Cirebon-Majalengka-Kuningan disajikan sebagai berikut :

Curah HujanCurah hujan rata-rata bulanan

periode 2001-2007 dapat dilihat padaGambar 1. Dari gambar tersebut tampakbahwa distribusi curah hujan bulananmeningkat secara spasial dari daratanrendah di Cirebon dan Indramayu kepegunungan di daerah Kuningan danMajalengka. Curah hujan antara 450-500mm/bulan terdapat di daerah Kuningandimana terdapat Gunung Ciremai. Polapenyebaran curah hujan secara temporalmenunjukkan bahwa pada periodeDesember-Juni curah hujan bulanan lebihtinggi dibandingkan periode Juli-November.

Fluks Panas LatenNilai rata-rata bulanan panas laten

dapat dilihat pada Gambar 2. Dari Gambar3 tersebut terlihat bahwa jumlah panaslaten yang tinggi terjadi pada periodeApril-Oktober berkisar dari 60–160 Wattm-2. Sementara pada bulan November–Maret, jumlah panas laten lebih rendahyaitu berkisar dari 20-90 Watt m-2.Distribusi secara spasial menunjukkan

bahwa pada periode penguapan tinggi(periode April-Oktober) panas laten lebihbesar di daerah dataran rendah dibandingpegungungan. Untuk periode jumlahpanas laten rendah (November – Maret)jumlah panas laten rendah terdapat didaerah dataran rendah.

EvapotranspirasiJumlah air yang menguap dari

permukaan tanah dan tanaman(evapotranspirasi) rata-rata bulanandapat dilihat pada Gambar 3. Dari gambartersebut tampak bahwa evapotranspirasipada periode bulan Maret–Oktoberberkisar antara 60-135 mm/bulan,sementara pada periode November–Februari rata-rata evapotranspirasiberkisar 30-120 mm/bulan. Penyebaransecara spasial menunjukkan bahwa jum-lah penguapan terbalik dengan jumlahcurah hujan, dimana di wilayah pegunu-ngan jumlah evapotranspirasi lebih sedikitdibanding dengan dataran rendah.

Selain dihitung dalam jumlah bulanan,data evapotranspirasi juga disajikandalam jumlah penguapan harian. Rata-rata evapotranspirasi harian adalah 3.1mm/hari, dengan nilai maksimum 3.8 mm/hari terjadi pada bulan Mei dan nilaiminimum 2.8 mm/hari terjadi pada bulanDesember

Neraca AirDari jumlah curah hujan dan

evapotranspirasi sebagaimana yangdisajikan pada Gambar 1 dan 3, makadapat ditentukan nilai neraca air yangmerupakan selisih antara curah hujansebagai masukan dan evapotranspirasisebagai air yang meninggalkan sistem.

Page 4: Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu ...

358

Dodo Gunawan

Neraca air yang disajikan adalahkeseimbangan secara meteorologikarena tidak mempertimbangkan jumlahair dalam bentuk irigasi. Nilai dari neracaair bulanan tersebut dapat dilihat padaGambar 4 yaitu terdapat nilai neraca airsurplus (curah hujan lebih besar darievapotranspirasi) dan nilai neraca airdefisit. Nilai neraca air defisit terdapatpada bulan Agustus-Oktober, sementaranilai neraca air surplus terjadi pada bulanDesember-Juli. Tingkat surplus airberfluktuasi secara spasial yangmenunjukkan semakin ke arah datarantinggi (Kuningan dan Majalengka),surplus air semakin besar. Sementara itudistribusi nilai neraca air defisit beradadi daerah Cirebon dan Indramayusebagai daerah dataran rendah.

PEMBAHASAN

Pola distribusi curah hujan di daerahkajian menunjukan spasial curah hujanmakin tinggi sesuai ketinggian tempat.Hal ini dikarenakan proses pembentukanhujan yang salah satu faktornya adalahadanya pegunungan yang dikenal dengantipe hujan orografi. Di daerah Ciayu-Maja-Kuning hal ini dapat terjadi karenaterdapat Gunung Ciremai di daerahKuningan, yang memungkinkan uap airyang terangkat ke udara mengikutiketinggian permukaan dan berkondensasimembentuk awan sehingga terjadi curahhujan dengan jumlah yang lebih besar didaerah pegunungan dibandingkandataran rendah.

Bila dilihat dari pola sebaran secaratemporal, tampak bahwa penyebaranpola hujan bulanan dipengaruhi oleh

sirkulasi monsun Asia dan Australia.Monsun Asia terjadi pada periodeOktober-Maret yang membawa banyakuap air sehingga periode munson Asia didaerah Jawa dikenal sebagai periodemusim hujan Keadaan sebaliknya adalahperiode monsun Australia. Di daerahkajian, curah hujan bulanan di atas 150mm/bulan sebagai batas musim hujan dankemarau (BMG 2007) terjadi di bulanDesember-Juni. Sementara pada periodeJuli-November, curah hujan di sebagianbesar kurang dari 150 mm/bulan yangmenandakan periode musim kemarau.

Pola penyebaran secara spasialuntuk evapotranspirasi menunjukkan polasesuai dengan ketinggian, dimanapenguapan lebih tinggi terjadi di daerahdataran rendah sedangkan di daerahpegunungan penguapan lebih rendah.Rendahnya evapotranspirasi di daerahpegunungan adalah sesuai dengan lebihrendahnya nilai panas laten di daerahpegunungan dibandingkan dataranrendah. Distribusi jumlah penguapansecara temporal menunjukkan pola yangsama dengan curah hujan, dimana padabulan April-Oktober penguapan lebihbesar dibanding periode November-Maret. Periode tersebut sesuai denganperiode musim kemarau dan musim hujanwalaupun tidak kongruen dengan periodedistribusi temporal curah hujan.

Dari kedua parameter hidro-klimatologi yang telah dibahas tersebutdi atas, telah dihitung nilai neraca air yangmerupakan selisih curah hujan danpenguapan (Gambar 4). Pola distribusispasial nilai neraca air di daerah CiayuMaja Kuning sesuai dengan poladistribusi spasial curah hujan, yaitu pada

Page 5: Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu ...

359

Tinjauan Kondisi Hidro-Klimatologi Daerah

Gambar 1 . Curah hujan bulanan (mm/bulan) rata-rata periode 2001-2007.

Gambar 2. Fluks Panas Laten (Watt m-2) bulanan rata-rata periode 2001-2007

Page 6: Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu ...

360

Dodo Gunawan

Gambar 3. Evapotranspirasi bulanan (mm/bulan) rata-rata periode 2001-2007

Gambar 4. Neraca Air Bulanan (mm/bulan) rata-rata periode 2001-2007.

Page 7: Kajian Hidro-Klimatologi Daerah Cirebon-Indramayu ...

361

Tinjauan Kondisi Hidro-Klimatologi Daerah

saat periode surplus lebih banyak air didaerah pegunungan dibandingkandataran rendah, demikian pula pada saatdefisit, nilainya dipegunungan lebih kecildibanding daratan rendah. Pola distribusineraca air antara surplus dan defisit initerkait sekali dengan pola disitribusitemporal yaitu periode defisit pada saatmusim kemarau dan periode surplus padasaat musim hujan, tepatnya periodesurplus di bulan Desember-Juni dan pe-riode defisit terjadi pada Juli-November.

KESIMPULAN

Kondisi hidro-klimatologi daerahCiayu Maja Kuning menunjukkan bahwacurah hujan berdistribusi secara spasialdari daerah Cirebon dan Indramayusebagai daerah dataran rendah denganjumlah curah hujan bulanan yang rendahdibandingkan dengan daerah Maja-lengka dan Kuningan sebagai daerahpegunungan dengan curah hujan bulananyang lebih tinggi. Distribusi secaratemporal menunjukkan bahwa daerahCiayu Maja Kuning memiliki pola musimhujan dan kemarau yang jelas yangdipengaurhi oleh pola sirkulasi monsun.

Pola distribusi temporal evapotrans-pirasi sesuai dengan pola monsun, sehing-ga neraca air sebagai selisih antara curahhujan dan evapotranspirasi menunjukkankondisi surplus di musim hujan dankondisi defisit pada musim kemarau.Secara spasial kondisi surplus lebih tinggidi daerah Majalengka dan Kuningan dibanding Cirebon dan Indramayu.Demikian pula saat kondisi defisit, nilaidefisit jauh lebih banyak di Cirebon dan

Indramayu dibanding daerahMajalengka dan Kuningan.

Implikasi terhadap siklus hidrologi,hasil penelitian ini menyimpulkanpentingnya jalur siklus hidrologi di daerahMajalengka dan Kuningan sebagaisumber mata air karena curah hujanlebih tinggi untuk mengalirkan air hujanmelalui sungai ke daerah Cirebon danIndramayu karena memiliki curah hujanyang lebih rendah dan demikianberpotensi defisit air yang tinggi.

Model permukaan NOAH mampumensimulasi parameter hidro-klimatologidengan indikator pola distribusi spasialdan terutama temporal berupa distribusimonsunal yang sesuai dengan kondisiyang terjadi di wilayah Cirebon,-Indramayu-Majalengka-Kuningan.

DAFTAR PUSTAKA

BMG. 2007. Prakiraan Musim Kemarau2007 di Indonesia. BadanMeterologi dan Geofisika. Jakarta.

FAO. 1984. Crop water requirements.By: J. Doorenbos and W.O. Pruitt.FAO Irrigation and DrainagePaper 24. Rome, Italy.

Mitchell,K. 2005.The CommunityNOAH Land-Surface Model(LSM). User’s Guide Public Relea-se Version 2.7.1. Available online atftp://ftp.emc.ncep.noaa.gov/mmb/gcp/ldas/noahlsm/ver_2.7.1

Savva, A.P.& K.Frenken. 2002. CropWater Requirements and IrrigationScheduling. Water ResourcesDevelopment and ManagementOfficers FAO Sub-Regional Officefor East and Southern Africa.


Recommended