+ All Categories
Home > Documents > Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

Date post: 15-Apr-2016
Category:
Upload: ramahnita-limanto
View: 17 times
Download: 3 times
Share this document with a friend
Description:
Yuridis Hak Imunitas
22
KAJIAN YURIDIS MENGENAI HAK IMUNITAS ADVOKAT SETIYONO, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Trisakti This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. ABSTRAK Kata Kunci : Hak Imunitas, Advokat. Dalam kedudukannya sebagai penegak hukum dan suatu profesi yang mulia atau lebih dikenal dengan istilah officium nobile maka advokat memiliki hak imunitas. Istilah imunitas tersebut apabila dikaitkan dengan hak imunitas advokat maka dapat diartikan sebagai hak atas kekebalan yang dimiliki oleh advokat dalam melakukan profesinya dalam rangka membela kepentingan kliennya. Berdasarkan hasil penelitian maka hak imunitas profesi advokat tersebut telah direkognisi dan diatur dalam berbagai ketentuan yang yang bersifat internasional maupun nasional. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan dasar legalitas terhadap berlakunya hak imunitas advokat. Selain itu, jug terdapat adanya suatu pemahaman dari beberapa ahli hukum yang berasal dari praktisi hukum bahwa hak imunitas advokat merupakan suatu hak atas kekebalan hukum yang diberikan oleh advokat sebagaimana diatur dan dijamin oleh Undang- Undang Advokat dalam rangka melaksanakan tugas profesinya untuk membela kepentingan kliennya. Terakhir bahwa ada empat tolok ukur yang dapat menjadi landasan dalam membantu memahami hak imunitas advokat. A. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menentukan secara tegas bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka Indonesia, harus memiliki beberapa karakteristik khusus untuk dapat disebut sebagai negara hukum, yaitu sebagai berikut :[1] Rekognisi dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, kultural dan pendidikan. Peradilan yang bebas dan tidak memihak (impartial) serta tidak dipengaruhi oleh kekuasaan lainnya. Prinsip negara hukum tersebut telah menimbulkan suatu konsekuensi berupa tuntutan adanya jaminan persamaan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu, maka Undang-Undang Dasar juga telah menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta adanya perlakuan yang sama dihadapan hukum.[2] Dalam usaha untuk mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara khususnya berkaitan dengan implementasi hak atas pengakuan,
Transcript
Page 1: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

KAJIAN YURIDIS MENGENAI HAK IMUNITAS ADVOKAT SETIYONO, SH, MH Fakultas Hukum Universitas Trisakti This e-mail address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it. ABSTRAK Kata Kunci : Hak Imunitas, Advokat. Dalam kedudukannya sebagai penegak hukum dan suatu profesi yang mulia atau lebih dikenal dengan istilah officium nobile maka advokat memiliki hak imunitas. Istilah imunitas tersebut apabila dikaitkan dengan hak imunitas advokat maka dapat diartikan sebagai hak atas kekebalan yang dimiliki oleh advokat dalam melakukan profesinya dalam rangka membela kepentingan kliennya. Berdasarkan hasil penelitian maka hak imunitas profesi advokat tersebut telah direkognisi dan diatur dalam berbagai ketentuan yang yang bersifat internasional maupun nasional. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan dasar legalitas terhadap berlakunya hak imunitas advokat. Selain itu, jug terdapat adanya suatu pemahaman dari beberapa ahli hukum yang berasal dari praktisi hukum bahwa hak imunitas advokat merupakan suatu hak atas kekebalan hukum yang diberikan oleh advokat sebagaimana diatur dan dijamin oleh Undang-Undang Advokat dalam rangka melaksanakan tugas profesinya untuk membela kepentingan kliennya. Terakhir bahwa ada empat tolok ukur yang dapat menjadi landasan dalam membantu memahami hak imunitas advokat. A. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menentukan secara tegas bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka Indonesia, harus memiliki beberapa karakteristik khusus untuk dapat disebut sebagai negara hukum, yaitu sebagai berikut :[1] Rekognisi dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, kultural dan pendidikan. Peradilan yang bebas dan tidak memihak (impartial) serta tidak dipengaruhi oleh kekuasaan lainnya. Prinsip negara hukum tersebut telah menimbulkan suatu konsekuensi berupa tuntutan adanya jaminan persamaan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu, maka Undang-Undang Dasar juga telah menentukan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta adanya perlakuan yang sama dihadapan hukum.[2] Dalam usaha untuk mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara khususnya berkaitan dengan implementasi hak atas pengakuan,

Page 2: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta adanya perlakuan yang sama dihadapan hukum maka peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang sangat penting selain peran dan fungsi lembaga peradilan dan instansi penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan kejaksaan. Pelaksanaan tugas profesi tersebut dilakukan oleh Advokat demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam memberikan kesadaran mengenai hak-hak fundamental mereka dihadapan hukum.[3] Oleh karena itu, maka Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia.[4] Selanjutnya, dalam kaitannya dengan negara hukum tersebut maka juga dibutuhkan pula kekuasaan kehakiman yang mandiri, bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari pihak manapun. Berkaitan dengan konsep kekuasaan kehakiman yang mandiri tersebut maka diperlukan kebutuhan mengenai profesi Advokat yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, advokat juga memiliki tanggung jawab secara moril terhadap terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan khususnya dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan Hak Asasi Manusia.[5] Peran Advokat dapat pula terlihat pada jalur profesi diluar pengadilan dalam hal mana kebutuhan terhadap jasa Advokat di luar proses pengadilan dirasakan semakin meningkat pada saat ini. Adanya peningkatan tersebut juga seiring dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat sebagai akibat adanya pola interaksi sosial yang semakin terbuka baik dalam lingkup pergaulan antar individu maupun pergaulan antara bangsa.[6] Dikarenakan peran advokat sangat penting dalam konsep nagara hukum dan juga dengan mempertimbangkan bahwa advokat merupakan profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab tersebut maka diterbitkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (Undang-Undang Advokat). Berkaitan dengan adanya Undang-Undang Advokat maka terdapat satu hal yang perlu digarisbawahi dalam hal mana adanya rekognisi terhadap Advokat sebagai penegak hukum. Rekognisi advokat sebagai penegak hukum tersebut tentunya dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan. Adapun yang dimaksud status Advokat sebagai penegak hukum adalah sebagai salah satu perangkat dalam proses peradilan yang mempunyai kedudukan yang setara atau sama dengan penegak hukum lainnya, seperti halnya Polisi, Jaksa dan Hakim, dalam menegakan hukum dan keadilan. Dalam kedudukannya sebagai penegak hukum maka advokat memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan pekerjaan lainnya, yaitu sebagai berikut :[7] a. Advokat memiliki keahlian yang dapat diamalkan dan diterapkan dalam masyarakat secara

bebas; b. Advokat dibatasi oleh kode etik dalam mengaplikasikan dan mengamalkan keahliannya

tersebut; c. Adanya kode etik yang dirumuskan dan disusun secara terbuka oleh organisasi profesi.

Page 3: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

Dalam kaitannya dengan kedudukan advokat sebagai penegak hukum maka advokat memiliki tugas-tugas tertentu yang dibebankan oleh negara dan masyarakat. Secara garis besar ada dua tugas advokat sehubungan dengan usaha penegakan hukum, yaitu tugas untuk melakukan pembelaan kepentingan kliennya di Pengadilan dengan cara memberikan kontribusi pemikirannya melalui argumentasi hukum kepada hakim dan untuk bertindak sebagai konsultan dari masyarakat.[8] Sehubungan dengan kedudukannya serta dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai penegak hukum maka Advokat perlu diberikan dan dilindungi dengan berbagai hak, seperti halnya penegak hukum lainnya. Salah satu hak yang mendasar yang telah diberikan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 adalah hak kekebalan hukum atau lebih sering dikenal dengan istilah hak imunitas. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tersebut dijelaskan lebih lanjut bahwa advokat bebas dalam melaksanakan tugas profesinya termasuk pula bebas untuk mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpedoman pada Kode Etik Profesi Advokat dan peraturan perundang-undangan. Adapun yang dimaksud bebas dalam kaitannya dengan melaksanakan tugas profesi advokat tersebut adalah tanpa adanya tekanan dan ancaman yang akan menimbulkan rasa takut atau adanya perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat profesi advokat sebagai profesi yang mulia (officium nobile). Konsekuensi dari adanya hak imunitas tersebut maka dalam melaksanakan tugas profesi baik didalam maupun diluar pengadilan, Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana. Hak imunitas tersebut juga merupakan refleksi dari wujud kebebasan dan kemandirian profesi Advokat. Namun demikian, dalam prakteknya perihal hak imunitas advokat tersebut seringkali disalahartikan dan juga seringkali tidak dipahami oleh penegak hukum lainnya. Oleh karena itu, dalam proposal ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam kerangka kajian yuridis mengenai Hak Imunitas Advokat. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai pengaturan hak imunitas profesi advokat tersebut. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai pemahaman mengenai hak imunitas advokat. Untuk mengetahui dan menjelaskan mengenai hal-hal yang menjadi tolok ukur utama dalam memahami konsepsi hak imunitas advokat tersebut. Sehubungan dengan adanya kajian yuridis mengenai hak imunitas advokat, maka muncul beberapa permasalahan yang terkait dengan perihal pengaturan, persepsi dan tolok ukur penilaian dalam menggunakan hak imunitas tersebut. Oleh karena itu, dalam penelitian ini terdapat beberapa rumusan pertanyaan, yaitu sebagai berikut : Bagaimana pengaturan tentang hak imunitas profesi Advokat ? Bagaimana pemahaman mengenai hak imunitas advokat ? Hal-hal apa saja yang menjadi tolok ukur utama dalam memahami konsepsi hak imunitas advokat ?

Page 4: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

B. KAJIAN TEORI. Dalam Undang-Undang Advokat telah dijelaskan definisi advokat. Adapun yang dimaksud dengan advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sebelum berlakunya UU Advokat tersebut maka advokat diberikan definisi sebagai pejabat negara dengan alasan bahwa advokat diangkat oleh negara. Namun sejak berlakunya UU Advokat tersebut advokat bukan laggi diberikan definisi sebagai pejabat negara karena pengangkatannya dilakukan oleh organisasi profesi.[9] Lain halnya dengan DR. Luhut M.P. Pangaribuan, SH, LLM yang menjelaskan bahwa definisi advokat adalah orang yang melakukan suatu pekerjaan berdasarkan keahlian (knowledge) untuk melayani masyakarat secara independen dengan limitasi kode etik yang ditentukan oleh komunitas profesi.[10] Dalam Black’s Law Dictionary dijelaskan bahwa definisi advokat adalah seseorang yang membantu, membela atau pengajukan tuntutan kepada pihak lainnya.[11] Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip negara hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab merupakan hal yang penting, di samping lembaga peradilan dan instansi penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan. Melalui jasa hukum yang diberikan, Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, termasuk usaha memberdayakan masyarakat dalam menyadari hak-hak fundamental mereka di depan hukum. Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia. Selain dalam proses peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan. Kebutuhan jasa hukum Advokat di luar proses peradilan pada saat sekarang semakin meningkat, sejalan dengan semakin berkembangnya kebutuhan hukum masyarakat terutama dalam memasuki kehidupan yang semakin terbuka dalam pergaulan antarbangsa. Melalui pemberian jasa konsultasi, negosiasi maupun dalam pembuatan kontrak-kontrak dagang, profesi Advokat ikut memberi sumbangan berarti bagi pemberdayaan masyarakat serta pembaharuan hukum nasional khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan, termasuk dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Walaupun keberadaan dan fungsi Advokat sudah berkembang sebagaimana dikemukakan, peraturan perundang-undangan yang mengatur institusi Advokat sampai saat dibentuknya Undang-Undang ini masih berdasarkan pada peraturan perundang-undangan peninggalan zaman kolonial, seperti ditemukan dalam Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. 1847 : 23 jo. Stb. 1848 : 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya kemudian, Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 : 8), Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 : 446 jo. Stb. 1922 : 523), dan Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 : 522).

Page 5: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

Untuk menggantikan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif dan yang sudah tidak sesuai lagi dengan sistem ketatanegaraan yang berlaku, serta sekaligus untuk memberi landasan yang kokoh pelaksanaan tugas pengabdian Advokat dalam kehidupan masyarakat, maka dibentuk Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat sebagaimana diamanatkan pula dalam Pasal 38 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999. Dalam Undang-Undang ini diatur secara komprehensif berbagai ketentuan penting yang melingkupi profesi Advokat, dengan tetap mempertahankan prinsip kebebasan dan kemandirian Advokat, seperti dalam pengangkatan, pengawasan, dan penindakan serta ketentuan bagi pengembangan organisasi Advokat yang kuat di masa mendatang. Di samping itu diatur pula berbagai prinsip dalam penyelenggaraan tugas profesi Advokat khususnya dalam peranannya dalam menegakkan keadilan serta terwujudnya prinsip-prinsip negara hukum pada umumnya. Dalam melaksanakan profesinya maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat telah ditetapkan beberapa hak dan kewajiban yang melekat pada diri advokat. Hal tersebut tentunya untuk mendukung kedudukan advokat sebagai profesi yang mulia atau officium nobile. Penyebutan profesi mulia atau officium nobile kepada profesi advokat didasarkan pada alasan bahwa faktor menguasai ilmu pengetahuan hukum bukan merupakan modal utama bagi seorang advokat namun juga harus memiliki nilai kejujuran dan panggilan nurani.[12] Secara prinsipil maka tugas dan wewenang advokat terdiri dari tiga, yaitu sebagai berikut :[13] Melakukan pembelaan terhadap kliennya dalam hal mana advokat juga merupakan salah satu komponen yang determinan dalam rangka membantu hakim untuk melakukan penemuan hukum ; Bertindak selaku konsultan masyarakat dalam hal mana advokat dituntut untuk menunjukkan sikap yang benar dan sportif ; Mengabdi kepada hukum dalam hal ini advokat dituntut untuk dapat memberikan kontribusi secara riil terhadap pembangunan hukum. Pada dasarnya, maka seorang advokat memiliki hak-hak sebagai berikut: Advokat berhak untuk bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan (Pasal 14) ; Advokat berhak bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan (pasal 15) ;

Page 6: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

Advokat berhak memperoleh informasi, data, dan dokumen lainnya, baik dari instansi Pemerintah maupun pihak lain yang berkaitan dengan kepentingan tersebut yang diperlukan untuk pembelaan kepentingan Kliennya sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 17) ; Advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan Klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik Advokat (Pasal 19 ayat 2) Sedangkan kewajiban advokat adalah sebagai berikut : Advokat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui atau diperoleh dari Kliennya karena hubungan profesinya, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang (Pasal 19 ayat 1). Advokat wajib memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma kepada pencari keadilan yang tidak mampu (Pasal 22). Secara harafiah, istilah imunitas berasal dari bahasa latin yaitu immuniteit yang memiliki arti kekebalan atau hal atau keadaan yang tidak dapat diganggu gugat.[14] Istilah imunitas tersebut apabila dikaitkan dengan hak imunitas advokat maka dapat diartikan sebagai hak atas kekebalan yang dimiliki oleh advokat dalam melakukan profesinya dalam rangka membela kepentingan kliennya. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Undang-Undang Advokat yang pada pokoknya menjelaskan bahwa Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien. Menurut DR. Todung Mulya Lubis, SH, LLM dijelaskan bahwa pemahaman mengenai hak imunitas advokat tersebut sebaiknya tidak ditafsirkan secara luas karena akan menimbulkan dampak sosial dalam hal mana advokat akan menjadi warga negara yang memiliki hak istimewa atau menjadi warga negara kelas satu. Pemahaman hak imunitas advokat tersebut hanya dapat berlaku pada saat advokat melaksankan tugasnya.[15] Hak imunitas advokat, khususnya akhir-akhir ini seringkali disalahartikan dalam hal mana diartikan seolah-olah semua tindakan yang dilakukan oleh advokat untuk kepentingan klien dilindungi Undang-Undang dan juga tidak dapat dituntut pertanggungjawabannya secara hukum. Pemahaman mengenai hak imunitas advokat, pada dasarnya terkait dengan latar belakang dari pertanyaan mendasar mengenai alasan advokat harus dilindungi dengan suatu imunitas. Alasan mendasar advokat diberikan perlindungan hak imunitas adalah karena dalam membela kliennya mereka tidak boleh dikenai hukuman pidana, perdata, dan administratif selama pembelaan yang mereka lakukan tanpa melanggar hukum. Namun demikian, hak imunitas yang dijamin dalam Undang-Undang tersebut bukan berarti menjadikan advokat sebagai profesi yang dibebaskan dari segala bentuk tuntutan hukum. Undang-undang hanya melindungi advokat yang membela kliennya secara proporsional sesuai kebutuhan pembelaan dan juga tidak bertentangan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta masih dalam batasan etika sebagaimana yang diatur dalam Kode Etik Advokat. Sebaliknya, setiap perbuatan yang bersifat melanggar hukum yang dilakukan oleh advokat tentunya tidak dilindungi oleh UU Advokat.

Page 7: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

Adanya imunitas advokat yang dijamin undang-undang karena dalam membela kepentingan klien, advokat tidak boleh dihinggapi rasa takut, merasa aman, dan dilindungi negara melalui pemerintah. Setiap advokat yang membela kepentingan klien tidak dapat dihukum secara pidana, perdata, dan administratif dalam pembelaannya, serta harus dilindungi negara melalui pemerintah. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam United Nation Convention on The Role of Lawyers dan International Convention on Civil and Political Rights. Pada dasarnya, imunitas merupakan hak asasi manusia seorang advokat. Secara historis, penerapan hak imunitas advokat pernah diuji dalam praktek peradilan Indonesia yaitu dalam perkara advokat Yap Thiam Hien. Pada saat itu, Yap Thiam Hien terpaksa mengungkapkan hubungan intim antara saksi pelapor dengan penegak hukum yang terkait dengan perkara pidana yang menimpa kliennya, demi kepentingan pembelaan bagi kliennya.[16] Pembelaan yang dilakukan dalam keadaan terpaksa (noodzakelijke verdediging) oleh advokat Yap Thiam Hien tersebut ternyata dapat dibenarkan oleh majelis hakim agung di tingkat kasasi yang dipimpin Ketua Majelis R. Soebekti, SH dalam hal mana majelis hakim tingkat kasasi telah menganulir Putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi. Merujuk pada Yurisprudensi dalam perkara Yap Thiam Hien tersebut maka digunakan sebagai dasar inspirasi untuk mengatur dan merekognisi hak imunitas advokat ke dalam Undang-Undang Advokat.[17] Imunitas advokat yang dijamin dalam Undang-Undang Advokat akhir-akhir ini sering disalahartikan bahwa semua tindakan advokat untuk membela klien dibenarkan dan tidak dapat dituntut secara hukum. Tentu saja tindakan dan ucapan advokat yang tidak proporsional dan melanggar hukum tidak masuk dalam kategori kekebalan atau imunitas dari tuntutan hukum. Perbuatan melakukan pemalsuan bukti, menghina, memfitnah dan perbuatan lain yang dilarang hukum tentu saja tidak kebal atau imun dari tuntutan hukum. Dalam menjalankan profesinya, hak imunitas juga telah dijamin oleh Undang-undang, yaitu dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-Undang Advokat,[18] yang secara tegas menyatakan, bahwa Advokat bebas untuk mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam Sidang Pengadilan. Maksud dari kata bebas dalam hal ini adalah tanpa adanya tekanan, ancaman, hambatan, tanpa adanya rasa takut, atau perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat profesi advokat. Selain itu pula Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada Kode Etik Profesi dan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, maka dalam melaksanakan profesinya tersebut perlu diatur mengenai kekebalan seorang Advokat dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela kepentingan kliennya. Oleh karena itu seorang Advokat tidak dapat dituntut baik secara Perdata maupun Pidana dalam menjalankan tugas profesinya yang didasarkan pada itikad baik untuk kepentingan pembelaan Kliennya. Maksud Itikad baik disini adalah menjalankan tugas profesi demi tegaknya

Page 8: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan Kliennya dalam setiap tingkat peradilan di semua lingkungan peradilan. Selain itu berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Advokat, bahwa Advokat tidak dapat diidentikkan dengan Kliennya dalam membela perkara Klien oleh pihak yang berwenang atau oleh masyarakat. Hal ini sebagai perwujudan dari sikap tindak seorang Advokat yang profesional dan proporsional, karena ia bertindak atas kepercayaan yang telah diberikan oleh kliennya untuk membela kepentingannya baik di dalam maupun di luar Pengadilan, sehingga sikap tindaknya itu atas dasar persetujuan dan sepengetahuan kliennya dan bukan atas kehendaknya sendiri secara berlebihan. Advokat sebagai profesi mulia atau officium nobile memiliki kebebasan dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini diartikan bahwa advokat tidak terikat pada hierarki birokrasi. Selain itu, advokat juga bukan merupakan aparat negara sehingga advokat diharapkan mampu berpihak kepada kepentingan masyarakat atau kepentingan publik. Dalam kaitannya dengan hal tersebut maka kedudukan sosial dari advokat yang demikian itu telah menimbulkan pula tanggung jawab moral bagi advokat yang bukan hanya bertindak sebagai pembela konstitusi namun juga bertindak sebagai pembela hak asasi manusia, khusunya yang berkaitan dengan hak-hak publik.[19] Akibat dari adanya tanggung jawab moral yang melekat pada pada status profesinya maka advokat memiliki lima dimensi perjuangan ideal yaitu dimensi kemanusiaan, dimensi pertanggungjawaban sosial, dimensi kebebasan, dimensi pembangunan negara hukum dan dimensi pembangunan demokrasi.[20] Berkaitan dengan tanggung jawab moral yang dimiliki oleh advokat dan dalam kedudukannya sebagai salah satu pilar atau penyangga dari pelaksanaan sistem peradilan yang adil dan berimbang (fair trial) maka peneliti setuju dengan pendapat Dr. Adnan Buyung Nasution, SH, yang menyatakan bahwa advokat memiliki peran bukan hanya sebagai penegak hukum sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang-Undang Advokat, namun juga memiliki peran sebagai pembela konstitusi (guardian of constitution) termasuk juga memiliki peran sebagai pembela hak asasi manusia. Berdasarkan perannya tersebut maka advokat juga memiliki fungsi. Perihal fungsi advokat tersebut maka secara umum advokat berfungsi untuk mengawasi proses penegakan hukum yang dilakukan secara adil dan tidak memihak. Pengawasan tersebut tentunya merupakan konsekuensi dari rekognisi peran advokat sebagai penegak hukum. Selain itu, secara khusus, advokat juga memiliki fungsi sosial sebagaiman yang diatur dalam Undang-Undang Advokat. Salah satu fungsi sosial tersebut adalah memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma khususnya bagi kaum miskin dan buta hukum sebagai bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi oleh Undang-Undang. Menurut Daniel Panjaitan, SH, LLM berpendapat bahwa pada dasarnya pelaksanaan kewajiban memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma khususnya bagi kaum miskin dan buta hukum tersebut memiliki tujuansebagai berikut :[21] Bagian dari pelaksanaan hak-hak kosntitusional sebagaimana yang diatur dan dijamin oleh UUD 1945 berikut amandemennya. Hak atas bantuan hukum merupakan salah satu dari hak asasi yang harus direkognisi dan dilindungi. Dengan mengacu kepada Pasal 27 ayat (1) UUD 1945

Page 9: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

termasuk ketentuan Pasal 28 Huruf D ayat (1) dan Pasal 28 Huruf I ayat (1) UUD 1945 yang telah diamandemen tersebut maka hak atas bantuan hukum harus dipandang sebagai suatu lembaga yang wajib dimiliki dan hanya ada di dalam sistem negara hukum. Adanya prinsip hukum yang berdaulat (supremacy of law) dan adanya jaminan terhadap setiap orang yang diduga bersalah untuk mendapatkan proses peradilan yang adil (fair trial) merupakan syarat yang harus dijamin secara absolut dalam negara hukum ; Bagian dari implementasi asas bahwa hukum berlaku bagi semua orang. Adanya keterbatasan pengertian dan pengetahuan hukum bagi individu yang buta hukum untuk memahami ketentuan yang tertulis dalam Undang-Undang maka diperlukan peran dan fungsi advokat untuk memberikan penjelasan dan bantuan hukum ; Bagian dari upaya standarisasi pelaksanaan peran dan fungsi penegakan hukum dari advokat. Dalam kaitannya dengan fungsi advokat maka menurut Prof. DR. O.C. Kaligis, SH, MH dijelaskan bahwa fungsi advokat adalah menjaga objektivitas dan prinsip persamaan dihadapan hukum (equality before the law) yang berlaku dalam sistem peradilan Indonesia.[22] C. METODE PENELITIAN. Untuk mencari dan menemukan jawaban dari rumusan permasalahan yang telah diajukan pada bab sebelumnya dalam penelitian ini, maka peneliti akan menggunakan prosedur dan teknik penelitian atau yang lebih dikenal dengan istilah metode penelitian. Pemilihan dan penggunaan prosedur dan teknik penelitian, bertujuan untuk dapat melakukan analisis terhadap data dan fakta yang telah diperoleh dengan disesuaikan pada tipe dan sifat dari penelitian yang bersangkutan. Dengan demikian, metode penelitian adalah suatu cara atau proses pemeriksaan atau penyelidikan yang menggunakan cara penalaran dan berpikir yang logis analitis (logika), berdasarkan dalil-dalil, rumusan dan teori-teori tertentu untuk mengadakan verifikasi serta menguji kebenaran dari suatu hipotesa tentang fenomena alamiah, fenomena sosial dan fenomena hukum tertentu.[23] Esensi dari metode penelitian dalam setiap penelitian hukum adalah mendeskripsikan mengenai tata cara atau teknik bagaimana suatu penelitian hukum tersebut dilakukan. Tata cara atau teknik tersebut biasanya mencakup uraian mengenai tipe atau metode penelitian, sifat penelitian, jenis data, alat pengumpulan data, analisis dan teknik pengambilan kesimpulan.[24] Pada dasarnya, penggunaan metode dalam suatu kegiatan penelitian adalah bertujuan untuk dapat mempelajari satu atau beberapa fenomena dan menganalisanya berdasarkan fakta-fakta yang tersedia, yang kemudian akan memberikan suatu solusi terhadap masalah-masalah yang ditimbulkan oleh fakta tersebut.[25] Oleh karena itu, dalam penelitian hukum ini, maka peneliti menggunakan tipe penelitian hukum normatif. Walaupun tipe penelitiannya normatif, namun peneliti juga menggunakan data primer yang diperoleh dengan cara melakukan wawancara.[26]Proses wawancara tersebut dilakukan dengan bertujuan untuk menambah informasi dan data yang bermanfaat mengenai perihal kajian mengenai hak imunitas profesi advokat. Hasil wawancara tersebut akan digunakan sebagai data pelengkap (complementary data) dalam menganalisis untuk menjawab permasalahan.

Page 10: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

Alasan digunakannya tipe penelitian hukum normatif adalah bahwa penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dengan cara melakukan studi dokumen. Pada penelitian hukum normatif, data sekunder merupakan sumber atau bahan informasi yang penting. Data sekunder tersebut dapat berbentuk buku-buku, hasil penelitian, peraturan perundang-undangan, kamus, bibliografi dan literatur-literatur lainnya yang terkait dengan profesi advokat, khususnya terkait dengan materi hak imunitas dari profesi advokat. Keseluruhan data sekunder tersebut dapat diklasifikasi kembali berdasarkan jenisnya ke dalam bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.[27] Apabila ditinjau dari sifatnya, maka penelitian ini bersifat deskriptif-analitis. Hal tersebut didasarkan pada alasan bahwa tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan atau deskripsi secara lengkap mengenai hak imunitas profesi advokat sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Selain memberikan deskripsi, maka dalam penelitian ini juga akan dilakukan analisis khususnya yang terkait dengan kesamaan pemahaman mengenai hak imunitas profesi advokat dalam prakteknya. Dalam penelitian ini, maka peneliti, selain menggunakan data primer yang berupa hasil wawancara dengan pihak berkompeten dalam menjawab rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, juga menggunakan data sekunder yang pada umumnya tersedia dalam bentuk literatur-literatur tertulis dan bersifat publik yang telah siap digunakan (ready to use). Karakteristik lain dari data sekunder tersebut bahwa selain bentuk maupun isinya telah dibentuk dan diisi oleh peneliti-peneliti terdahulu, maka data sekunder juga dapat diakses tanpa terikat atau dibatasi oleh waktu dan tempat.[28]Adapun data sekunder dalam penelitian hukum ini terdiri dari : Bahan hukum primer, yaitu berupa bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari peraturan dasar (UUD 1945), peraturan perundang-undangan khususnya yang terkait dan mengatur mengenai hak imunitas profesi advokat sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Kode Etik Advokat Indonsia, Surat Edaran Mahkamah Agung dan bahan hukum primer lainnya.[29] Bahan hukum sekunder, yaitu berupa bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian yang tersaji dalam bentuk laporan, hasil karya dari kalangan hukum yang berupa buku, majalah serta artikel atau makalah ilmiah termasuk makalah-makalah hasil seminar atau workshop yang terkait dengan pembahasan perihal hak imunitas profesi advokat dan lain-lain.[30] Bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus terminologi hukum, ensiklopedia, bibliografi dan lain-lain.[31] Perihal alat atau cara pengumpulan data maka peneliti akan melakukan wawancara (interview) sebagai cara untuk memperoleh data primer.[32] Wawancara tersebut akan dilakukan peneliti dengan pihak yang memiliki kapabilitas dan kompetensi untuk menjawab rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Peneliti telah memilih pihak yang tepat untuk diwawancarai dalam hal mana proses pemilihan tersebut didasarkan pada pertimbangan

Page 11: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

kualitas dan sifat dari masalah yang akan diteliti. Adapun pihak yang akan diwawancarai adalah praktisi hukum baik yang berasal dari profesi advokat maupun yang berasal dari para penegak hukum lainnya termasuk pula pihak yang berasal dari akademisi. Proses wawancara tersebut dilaksanakan dengan didasarkan pada pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya oleh peneliti. Dalam hal perolehan dan pengumpulan data sekunder maka peneliti menggunakan alat pengumpulan berupa studi dokumen (documentary study). Penggunaan studi dokumen tersebut dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap substansi atau isi (content analysis) dari data atau bahan-bahan tertulis yang berhasil didapat dan dikumpulkan oleh peneliti.[33] Pemilihan terhadap analisis yang tepat digunakan dalam suatu penelitian hendaknya selalu didasarkan pada tipe, tujuan dan jenis data yang terkumpul. Apabila data yang diperoleh tersebut lebih bersifat pengukuran maka analisis yang tepat digunakan adalah kuantitatif. Sebaliknya, apabila data yang diperoleh tersebut sulit untuk dilakukan pengukuran dengan angka-angka maka analisis yang digunakan adalah bersifat kualitatif. Selain itu, penggunaan analisis kualitatif juga dapat dilakukan terhadap data yang diperoleh dari proses wawancara yang dilakukan dengan berdasarkan pada pedoman wawancara.[34] Dengan demikian, pada penelitian ini, maka peneliti menggunakan analisis kualitatif terhadap data yang telah diperoleh. Peneliti juga akan menggunakan metode penarikan kesimpulan secara deduktif, yaitu dengan didasarkan pada bahan hukum yang bersifat umum untuk kemudian dibawa atau dibandingkan dengan bahan hukum yang bersifat khusus, dalam rangka mencapai kesimpulan yang diinginkan. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam kaitan dengan dianutnya konsep negara hukum sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-Undang Dasar 1945 maka menimbulkan konsekuensi logis mengenai dibutuhkannya peran dan fungsi Advokat sebagai profesi yang bebas, mandiri dan bertanggung jawab dalam rangka menegakan supremasi hukum dan keadilan termasuk hak asasi manusia. Kebutuhan terhadap peran dan fungsi advokat tersebut juga merupakan bagian dari implementasi atas rekognisi hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta adanya perlakuan yang sama dihadapan hukum (equality before the law).[35]Oleh karena itu, maka Advokat sebagai salah satu unsur sistem peradilan merupakan salah satu pilar dalam menegakkan supremasi hukum dan hak asasi manusia.[36] Advokat sebagai profesi mulia atau officium nobile memiliki kebebasan dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini diartikan bahwa advokat tidak terikat pada hierarki birokrasi. Selain itu, advokat juga bukan merupakan aparat negara sehingga advokat diharapkan mampu berpihak kepada kepentingan masyarakat atau kepentingan publik. Selain dalam kedudukannya sebagai profesi mulia maka advokat juga merupakan penegak hukum. Rekognisi terhadap hal tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Dalam kaitannya dengan status Advokat sebagai penegak hukum maka kedudukan advokat adalah

Page 12: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

sama dengan penegak hukum lainnya, seperti halnya Polisi, Jaksa dan Hakim, dalam menegakan hukum dan keadilan. Mengutip kembali pendapat dari DR. Luhut M.P. Pangaribuan, SH, LLM dijelaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai penegak hukum maka advokat memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan pekerjaan lainnya, yaitu sebagai berikut :[37] Advokat memiliki keahlian yang dapat diamalkan dan diterapkan dalam masyarakat secara bebas; Advokat dibatasi oleh kode etik dalam mengaplikasikan dan mengamalkan keahliannya tersebut; Adanya kode etik yang dirumuskan dan disusun secara terbuka oleh organisasi profesi. Dalam kaitannya dengan kedudukan advokat sebagai penegak hukum maka advokat memiliki tugas-tugas tertentu yang dibebankan oleh negara dan masyarakat. Secara garis besar ada dua tugas advokat sehubungan dengan usaha penegakan hukum, yaitu tugas untuk melakukan pembelaan kepentingan kliennya di Pengadilan dengan cara memberikan kontribusi pemikirannya melalui argumentasi hukum kepada hakim dan untuk bertindak sebagai konsultan dari masyarakat.[38] Sehubungan dengan kedudukannya serta dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai penegak hukum maka Advokat perlu diberikan dan dilindungi dengan berbagai hak, seperti halnya penegak hukum lainnya. Salah satu hak yang mendasar yang telah diberikan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 adalah hak kekebalan hukum atau lebih sering dikenal dengan istilah hak imunitas. Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tersebut dijelaskan lebih lanjut bahwa advokat bebas dalam melaksanakan tugas profesinya termasuk pula bebas untuk mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpedoman pada Kode Etik Profesi Advokat dan peraturan perundang-undangan. Adapun yang dimaksud bebas dalam kaitannya dengan melaksanakan tugas profesi advokat tersebut adalah tanpa adanya tekanan dan ancaman yang akan menimbulkan rasa takut atau adanya perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat profesi advokat sebagai profesi yang mulia (officium nobile). Konsekuensi dari adanya hak imunitas tersebut maka dalam melaksanakan tugas profesi baik didalam maupun diluar pengadilan, Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana. Hak imunitas tersebut juga merupakan refleksi dari wujud kebebasan dan kemandirian profesi Advokat. Berkaitan dengan hak imunitas profesi advokat tersebut maka hal tersebut pada dasarnya telah diatur dalam berbagai ketentuan yang yang bersifat internasional maupun nasional. Adapun peraturan tersebut sebagai berikut : Basic Principles Role of Lawyers sebagaimana yang diadopsi oleh Kongres Kedelapan Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan Terhadap Pelaku Kejahatan di Havana, Kuba, pada tahun 1990, yang pada pokoknya menjelaskan bahwa

Page 13: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

pemerintah wajib menjamin bahwa advokat dalam menjalankan profesi bebas dari segala bentuk intimidasi, intervensi, dan gangguan, termasuk didalamnya tuntutan secara hukum.[39] International Bars Association Standards For The Independence of The Legal Profession sebagaimana diadopsi pada tahun 1990, yang pada pokok menjelaskan bahwa advokat tidak hanya kebal dari tuntutan hukum secara pidana dan perdata, tetapi juga administratif, ekonomi, maupun sanksi atau intimidasi lainnya dalam pekerjaan membela dan memberi nasehat kepada kliennya secara sah.[40] Deklarasi yang dihasilkan dalam The World Conference of the Independence of Justice di Montreal, Kanada pada tahun 1983 yang menuntut adanya sistem yang adil dalam administrasi peradilan yang dapat menjamin independensi advokat. Pasal 14 Undang-Undang Advokat yang menjelaskan bahwa Advokat bebas mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 Undang-Undang Advokat yang menjelaskan bahwa Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan Klien dalam sidang pengadilan. Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 129 K/Kr/1970 tanggal 10 Januari 1973 atau yang lebih dikenal sebagai Yurisprudensi Yap Thiam Hien dalam hal mana Yap Thiam Hien dalam kapasitasnya sebagai advokat terpaksa mengungkapkan hubungan intim antara saksi pelapor dengan penegak hukum yang terkait dengan perkara pidana yang menimpa kliennya sebagai bentuk dari pembelaan kepentingan hukum kliennya. Berpedoman pada pengertian hak imunitas advokat sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya serta sebagaimana diatur pula dalam ketentuan Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 16 Undang-Undang Advokat maka pada kenyataannya masih terdapat ketidakseragaman pemahaman dalam praktek mengenai hak imunitas advokat. Ketidakseragaman pemahaman mengenai hak imunitas advokat tersebut tidak hanya muncul dari aparat penegak hukum lainnya seperti Polisi, Jaksa dan Hakim, namun juga muncul dikalangan profesi advokat itu sendiri.Ketidakseragaman mengenai pemahaman tersebut, menurut advokat senior DR. Frans Hendra Winata, SH, MH, telah menimbulkan banyak kesalahartian dalam memahami hak imunitas advokat. Menurutnya, sebelum memahami mengenai hak imunitas advokat maka terlebih dahulu harus memahami pula alasan mendasar mengenai maksud dan tujuan diperlukannya pemberian hak imunitas kepada advokat. Adapun alasan perlu diberikannya hak imunitas kepada advokat karena berkaitan dengan sifat profesi advokat sebagai suatu profesi yang bebas, mandiri dan independen sehingga dalam melaksanakan tugas profesinya maka advokat harus bebas dari tekanan, paksaan dan juga harus bebas dari rasa takut khususnya terhadap jeratan peraturan perundang-undangan yang akan membuat ketidakbebasan dalam melaksanakan profesinya. Namun demikian, walaupun terdapat adanya kebebasan untuk melakukan segala perbuatan dalam rangka membela kepentingan klien namun perbuatan yang dilakukan oleh advokat tersebut tidak boleh bertentangan melanggar hukum.

Page 14: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

Selanjutnya, advokat senior DR. Todung Mulya Lubis, SH, LLM berpendapat bahwa hak imunitas advokat tidak boleh ditafsirkan secara luas. Hal akan menimbulkan dampak arogansi dari profesi advokat itu sendiri dalam hal mana advokat akan menjadi warga negara yang memiliki keistimewaan (previlege) dari warga negara lainnya. Menurutnya, hak immunitas advokat hanya berlaku pada saat dan selama advokat tersebut menjalankan atau melaksanakan tugas profesinya di Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan khususnya dalam rangka membela kepentingan hukum kliennya. Di luar hal tersebut maka hak immunitas tidak berlaku.[41] Menurut Prof. DR. T. Gayus Lumbuun, SH, MH berpendapat bahwa status advokat sebagai penegak hukum yang mandiri dan bebas serta yang telah dilengkapi dengan berbagai macam hak yang telah diberikan oleh Undang-Undang Advokat termasuk halnya hak imunitas maka bukan berarti advokat dibolehkan untuk mengabaikan sikap integritas profesionalisme dalam menlaksankan tugas profesinya. Dalam hal ini perlu untuk ditegaskan bahwa kebebasan dalam melaksanakan profesinya tersebut harus didasarkan pada itikad baik, yaitu dilaksanakan dengan landasan kejujuran (honesty) demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum dengan tetap berpedoman pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.[42] Khusus mengenai landasan kejujuran tersebut, peneliti hanya mencoba menambahkan dan melengkapi pendapat narasumber tersebut dalam hal mana peneliti berpendapat bahwa yang dimaksud dengan landasan kejujuran tersebut adalah kejujuran profesi (profession honesty) dan kejujuran moral (moral honesty). Hal ini berkaitan dengan kedudukan advokat itu sendiri sebagai suatu profesi yang mulia (officium nobile). Melengkapi pemahaman sebagaimana yang telah dijelaskan tersebut, maka H. Imam Soebechi, SH, MH selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung Republik Indonesia berpendapat bahwatuntuan mengenai hak imunitas advokat harus dilihat sesuai dengan konteksnya. Kekebalan terhadap hukum tidak dapat diartikan bahwa profesi advokat adalah beyond the law. Imunitas tersebut harus dikaitkan dengan konteks advokat yang sedang melaksanakan tugas profesinya berdasarkan itikad baik dan bukan dalam konteks perbuatan pribadi.[43] Berdasarkan keseluruhan pendapat-pendapat yang diberikan oleh para praktisi hukum tersebut maka dapat diperoleh suatu pemahaman bahwa hak imunitas advokat merupakan suatu hak atas kekebalan hukum yang diberikan oleh advokat sebagaimana diatur dan dijamin oleh Undang-Undang Advokat dalam rangka melaksanakan tugas profesinya untuk membela kepentingan kliennya. Oleh karenanya, secara konseptual ternyata ada keseragaman pemahaman walaupun dalam beberapa hal juga masih ada ketidakseragaman mengenai pemahaman hak imunitas advokat tersebut. Oleh karenanya perlu ada tolok ukur yang dapat membantu dan menjadi landasan untuk memahami hak hak imunitas advokat itu sendiri. Sebagaimana pendapat-pendapat yang telah diuraikan dalam uraian analisis sebelumnya maka peneliti berpendapat bahwa terdapat beberapa tolok ukur utama yang digunakan sebagai landasan untuk memahami hak imunitas advokat. Tolok ukur tersebut sangat diperlukan dengan tujuan agar tidak lagi terjadi kesalahan dalam mengartikan dan memahami mengenai hak imunitas advokat. Adapun tolok ukur tersebut adalah sebagai berikut :

Page 15: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

a. Hak imunitas advokat tersebut hanya berlaku selama dan pada saat advokat melaksanakan tugas profesinya.

b. Penggunaan hak imunitas advokat tersebut tentunya harus didasarkan pada itikad baik dari advokat itu sendiri.

c. Itikad baik yang menjadi dasar hak imunitas advokat tersebut harus diartikan bahwa dalam melaksanakan tugas profesinya maka advokat wajib mematuhi dan tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

d. Selain kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku maka advokat juga harus mematuhi kode etik profesi dengan maksud untuk menjaga integritas advokat sebagai profesi yang mulia (officium nobile).

E. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya pada Huruf D, maka selanjutnya diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : Pada dasarnya, hak imunitas profesi advokat tersebut telah direkognisi dan diatur dalam berbagai ketentuan yang yang bersifat internasional maupun nasional. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan dasar legalitas terhadap berlakunya hak imunitas advokat Adanya suatu pemahaman dari beberapa ahli hukum yang berasal dari praktisi hukum bahwa hak imunitas advokat merupakan suatu hak atas kekebalan hukum yang diberikan oleh advokat sebagaimana diatur dan dijamin oleh Undang-Undang Advokat dalam rangka melaksanakan tugas profesinya untuk membela kepentingan kliennya. Adanya empat tolok ukur yang dapat menjadi landasan dalam membantu memahami hak imunitas advokat. Berdasarkan hasil konklusi sebagaimana yang telah diuraikan tersebut maka selanjutnya dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut : Untuk mendukung hasil penelitan mengenai pemahaman hak imunitas advokat maka perlu adanya penelitian lanjutan dalam bentuk melakukan terhadap kasus-kasus dalam hal mana pelakunya atau tersangka atau terdakwanya adalah advokat yang terlibat dugaan tindak pidana pada saat melaksanakan tugas profesinya. Diperlukannya adanya suatu forum bersama antara para penegak hukum termasuk organisasi-organisasi advokat untuk menyeragamkan pemahaman mengenai hak imunitas advokat.

Page 16: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

F. DAFTAR PUSTAKA. Adnan Buyung Nasution. Arus Pemikiran Konstitusionalisme : Advokat. Kata Hasta Pustaka. Jakarta. 2007. Bambang Sunggono dan Aries Hartanto. Bantuan Hukum Dan Hak asasi Manusia. Mandar Maju. Bandung. 2001. Bambang Waluyo. Penelitian Hukum Dalam Praktek. Sinar Grafika. Jakarta. 1996. Binziad Kadafi et.al. Advokat Indonesia Mencari Legitimasi : Studi tentang Tanggung Jawab Profesi Hukum di Indoensia. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan. Jakarta. 2001. C.F.G. Sunaryati Hartono. Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20 . Alumni. Bandung. 1994. Daniel Panjaitan. “Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia” dalam Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia : Pedoman Anda Memahami Dan Menyelesaikan Masalah Hukum ed. A. Patra M. Zein dan Daniel Hutagalung. YLBHI dan PSHK. Jakarta. 2007. Henry Campbel Black. Black’s Law Dictionary. West Publishing Co. St. Paul Minn. 1990. Indonesia Legal Center Publishing. Kamus Hukum. Indonesia Legal Center Publishing. Jakarta. 2006. Jeremias Lemek. Mencari Keadilan Pandangan Kritis Terhadap Penegakan Hukum Di Indonesia. Galang Press. Yogyakarta. 2007. O.C. Kaligis. Antologi Tulisan Hukum Jilid 3. Alumni. Bandung. 2007. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat. Cet-Kelima. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2001. Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat ; Basic Principles Role of Lawyers ; International Bars Association Standards For The Independence of The Legal Profession Tahun 1990 Makalah dan Artikel : Frans Hendra Winarta, “Penyalahartian Hak Imunitas Advokat,” Makalah diperoleh dari website http://www.sinarharapan.co.id/berita/0610/03/nas10.html.

Page 17: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

Luhut M.P. Pangaribuan, “Advokat Sebagai Penegak Hukum : Suatu Catatan Secara Garis Besar.” Makalah disampaikan pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat, Jakarta, 19 April 2005. T. Gayus Lumbuun. “Imunitas Advokat Dalam Proses Penegakan Hukum Di Indonesia Sebagai Profesi Yang Bebas Dan Mandiri,” Makalah disampaikan pada Seminar Sehari Hak Imunitas Advokat Sebagai Penegak Hukum Dalam Kenyataan. Jakarta. 27 April 2007. Todung Mulya Lubis, “Penyalahartian Hak Imunitas Advokat,” Artikel berita diperoleh dari website http://www.sinarharapan.co.id/berita/0610/03/nas10.html 1) Bambang Sunggono dan Aries Hartanto, Bantuan Hukum Dan Hak Asasi Manusia (Bandung :

Mandar Maju, 2001), hlm.4.

2) Binziad Kadafi et.al. Advokat Indonesia Mencari Legitimasi : Studi tentang Tanggung Jawab

Profesi Hukum di Indoensia (Jakarta : Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, 2001), hlm. 206-

207.

3) Ibid.,

4) Adnan Buyung Nasution, Arus Pemikiran Konstitusionalisme : Advokat (Jakarta : Kata Hasta

Pustaka, 2007), hlm.24.

5) Ibid., hlm.23.

6) Jeremias Lemek, Mencari Keadilan Pandangan Kritis Terhadap Penegakan Hukum Di

Indonesia (Yogyakarta : Galang Press, 2007), hlm.41.

7) Luhut M.P. Pangaribuan, “Advokat Sebagai Penegak Hukum : Suatu Catatan Secara Garis

Besar”, (Makalah disampaikan pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat, Jakarta, 19 April

2005).

8) Jeremias Lemek, Op.Cit., hlm.55-57.

9) Jeremias Lemek, Op.Cit., hlm.41.

10) Luhut M.P. Pangaribuan, “Advokat Sebagai Penegak Hukum : Suatu Catatan Secara Garis

Besar”, (Makalah disampaikan pada Pendidikan Khusus Profesi Advokat, Jakarta, 19 April

2005). Selanjutnya dijelaskan pula bahwa dinegara Inggris, istilah advokat dibagi dalam dua

jenis profesi yaitu solicitor yang tidak pernah beracara di pengadilan dan barrister yang

selalu beracara di pengadilan. Dalam kedudukannya sebagai penegak hukum maka advokat

Page 18: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan pekerjaan lainnya, yaitu pertama : advokat memiliki

keahlian yang dapat diamalkan dan diterapkan dalam masyarakat secara bebas; kedua :

advokat dibatasi oleh kode etik dalam mengaplikasikan dan mengamalkan keahliannya

tersebut; dan ketiga : adanya kode etik yang dirumuskan dan disusun secara terbuka oleh

organisasi profesi. Dalam kaitannya dengan kedudukan advokat sebagai penegak hukum

maka Jeremias lemek, SH berpendapat bahwa advokat sebagai penegak hukum memiliki

tugas-tugas tertentu yang dibebankan oleh negara dan masyarakat. Secara garis besar ada

dua tugas advokat sehubungan dengan usaha penegakan hukum, yaitu tugas untuk

melakukan pembelaan kepentingan kliennya di Pengadilan dengan cara memberikan

kontribusi pemikirannya melalui argumentasi hukum kepada hakim dan untuk bertindak

sebagai konsultan dari masyarakat. Lihat Jeremias Lemek, Op.Cit., hlm.55-57.

11) Henry Campbel Black, Black’s Law Dictionary (St. Paul Minn : West Publishing Co, 1990),

page.22. Advocate : A person who assists, defends, pleeds or prosecutes for anothet.

12) Jeremisa Lemek, Op.Cit., hlm.59.

13) Ibid., hlm.42-44.

14) Indonesia Legal Center Publishing, Kamus Hukum (Jakarta : Indonesia Legal Center

Publishing, 2006), hlm.88.

15) Todung Mulya Lubis, “Penyalahartian Hak Imunitas Advokat,” Artikel berita diperoleh dari

website http://www.sinarharapan.co.id/berita/0610/03/nas10.html.

16) Frans Hendra Winata, “Penyalahartian Hak Imunitas Advokat,” Makalah diperoleh dari

website http://www.sinarharapan.co.id/berita/0610/03/nas10.html.

17) Ibid.,

18) Adapun ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Advokat menjelaskan bahwa Advokat bebas

mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara yang menjadi tanggung

jawabnya di dalam sidang pengadilan dengan tetap berpegang pada kode etik profesi dan

peraturan perundang-undangan. Selanjutnya, ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Advokat

menjelaskan bahwa Advokat bebas dalam menjalankan tugas profesinya untuk membela

perkara yang menjadi tanggung jawabnya dengan tetap berpegang pada kode etik profesi

dan peraturan perundang-undangan. Terakhir, ketentuan Pasal 16 Undang-Undang Advokat

Page 19: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

menjelaskan bahwa Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana

dalam menjalankan tugas profesinya dengan iktikad baik untuk kepentingan pembelaan

Klien dalam sidang pengadilan.

19) Adnan Buyung Nasution, Op.Cit., hlm.1.

20) Ibid., hlm.23-27.

21) Daniel Panjaitan, “Panduan Bantuan Hukum Di Indonesia”, Panduan Bantuan Hukum Di

Indonesia : Pedoman Anda Memahami Dan Menyelesaikan Masalah Hukum ed. A. Patra M.

Zein dan Daniel Hutagalung (Jakarta : YLBHI dan PSHK, 2007), hlm. 48-49.

22) O.C. Kaligis, Antologi Tulisan Hukum Jilid 3 (Bandung : Almuni, 2007), hlm.379. Lebih lanjut

dijelaskan pula bahwa dalam kaitannya dengan fungsi advokat maka M. Trapman

berpendapat bahwa fungsi advokat sebagai ekspresi equality dalam sistem peradilan

Indonesia, khususnya peradilan pidana adalah bahwa dalam peradilan pidana, Terdakwa

memiliki pertimbangan yang subyektif dalam posisi yang subyektif; Penasihat Hukum

(advokat) memiliki pertimbangan yang obyektif dalam posisi yang subyektif; Penuntut

Umum memiliki pertimbangan yang subyektif dalam posisi yang obyektif, sedangkan Hakim

memiliki pertimbangan yang obyektif dalam posisi yang obyektif.

23) C.F.G. Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad Ke-20 (Bandung :

Alumni, 1994), hlm.105.

24) Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek (Jakarta : Sinar Grafika, 1996), hlm.17-

20.

25) Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm.2.

26) Bambang Waluyo, Op.cit., hlm.16.

27) Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat

Cet-Kelima (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hlm.13-14.

28) Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., hlm.24. Lebih lanjut dijelaskan bahwa pada

dasarnya, penggunaan data sekunder dalam suatu penelitian mempunyai kegunaan yang

berupa adanya penghematan biaya dan tenaga, adanya posibilitas untuk memperkokoh dan

memperluas dasar-dasar penarikan suatu generalisasi dan dapat menimbulkan gagasan-

gagasan yang lebih baru. Selain itu, penggunaan data sekunder juga memiliki kelemahan

Page 20: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

yang berupa kesulitan untuk mengetahui secara tepat lokasi terhimpunnya data sekunder

tersebut, perlu adanya kegiatan sistematisasi kembali sesuai dengan sistematika dan

kerangka penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti dan adanya kesulitan untuk

mengetahui secara pasti bagaimana proses pengumpulan dan pengolahan data sekunder

yang dihadapi.

29) Ibid., hlm.13.

30) Ibid.,

31) Ibid.,

32) Soerjono Soekanto, Op.Cit., hlm.25. Menurut beliau, wawancara merupakan alat

pengumpul data yang berfungsi untuk membuat suatu deskripsi dan/atau eksplorasi.

33) Ibid., hlm.21.

34) Bambang Waluyo, Op.Cit., hlm.77-78.

35) Binziad Kadafi et.al., Op.Cit., hlm.206-207.

36) Adnan Buyung Nasution, Op.Cit., hlm.24.

37) Luhut M.P. Pangaribuan, Op.Cit., hlm.2.

38) Jeremias Lemek, Op.Cit., hlm.55-57.

39) Pengaturan mengenai hak imunitas advokat ini selengkapnya diatur dalam Bagian Jaminan

Dalam Melakukan Fungsi Advokat angka 16 sampai dengan angka 22, yang menjelaskan

sebagai berikut : Guarantees for the functioning of lawyers : 16). Governments shall ensure

that lawyers (a) are able to perform all of their professional functions without intimidation,

hindrance, harassment or improper interference; (b) are able to travel and to consult with

their clients freely both within their own country and abroad; and (c) shall not suffer, or be

threatened with, prosecution or administrative, economic or other sanctions for any action

taken in accordance with recognized professional duties, standards and ethics; 17). Where

the security of lawyers is threatened as a result of discharging their functions, they shall be

adequately safeguarded by the authorities; 18). Lawyers shall not be identified with their

clients or their clients' causes as a result of discharging their functions; 19). No court or

administrative authority before whom the right to counsel is recognized shall refuse to

recognize the right of a lawyer to appear before it for his or her client unless that lawyer has

Page 21: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

been disqualified in accordance with national law and practice and in conformity with these

principles; 20). Lawyers shall enjoy civil and penal immunity for relevant statements made

in good faith in written or oral pleadings or in their professional appearances before a court,

tribunal or other legal or administrative authority; 21). It is the duty of the competent

authorities to ensure lawyers access to appropriate information, files and documents in

their possession or control in sufficient time to enable lawyers to provide effective legal

assistance to their clients. Such access should be provided at the earliest appropriate time;

22). Governments shall recognize and respect that all communications and consultations

between lawyers and their clients within their professional relationship are confidential.

40) Pengaturan mengenai hak imunitas advokat ini selengkapnya diatur dalam Bagian Hak dan

Kewajiban Advokat angka 6 sampai dengan angka 13, yang menjelaskan sebagai berikut :

Rights and Duties of Lawyers : 6). Subject to the established rules, standards and ethics of

the profession the lawyer in discharging his or her duties shall at all times act freely,

diligently and fearlessly in accordance with the legitimate interest of the client and without

any inhibition or pressure from the authorities or the public; 7). The lawyer is not to be

identified by the authorities or the public with the client or the client’s cause, however

popular or unpopular it may be; 8). No lawyer shall suffer or be threatened with penal, civil,

administrative, economic or other sanctions or harassment by reason of his or her having

legitimately advised or represented any client or client’s cause; 9). No court or

administrative authority shall refuse to recognise the right of a lawyer qualified in that

jurisdiction to appear before it for his client; 11). Save as provided in these principles, a

lawyer shall enjoy civil and penal immunity for relevant statements made in good faith in

written or oral pleadings or in his or her professional appearances before a court, tribunal

or other legal or administrative authority; 13). Lawyers shall have all such other facilities

and privileges as are necessary to fulfil their professional responsibilities effectively,

including : (a). confidentiality of the lawyer-client relationship, including protection of the

lawyer’s files and documents from seizure or inspection and protection from interception of

the lawyer’s electronic communications; (b). the right to travel and to consult with their

clients freely both within their own country and abroad;

Page 22: Kajian Yuridis Mengenai Hak Imunitas Advokat

41) Lihat kembali perkara Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi yang dijadikan Tersangka dalam

kasus dugaan korupsi perpanjangan sertifikat Hotel Hilton. Saat itu, Ali Mazi bertindak

selaku kuasa hukum PT Indobuildco (pengelola Hilton) untuk mengurus perpanjangan

sertifikat tersebut

42) Hasil diskusi dalam Seminar Sehari Hak Imunitas Advokat Sebagai Penegak Hukum Dalam

Kenyataan di Hotel Sahid Jaya Internasional pada tanggal 27 April 2007.

43) Hasil diskusi dalam Seminar Sehari Hak Imunitas Advokat Sebagai Penegak Hukum Dalam

Kenyataan di Hotel Sahid Jaya Internasional pada tanggal 27 April 2007.


Recommended