39
Kaleidoskop 2010 Bulletin
Kaleidoskop 2010
Bulle
tin
Cover Photo: Alain Compost
Publication Manager Dita Ramadhani ([email protected])
Writer Dita Ramadhani ([email protected]) Elisabeth Diana Supit ([email protected])
Articles Contributor Dyah Eka Rini ([email protected]) Joko Sarjito ([email protected])
Layouter Madha Dewanto ([email protected])
Kaleidoskop 2010
Bulle
tin
halo!Keluarnya undang-undang
legalitas kayu di Amerika
Serikat (melalui Lacey Act)
dan Eropa menandakan kerja
sertifikasi di Indonesia
sebagai negara produsen
perlu terus ditingkatkan. Global Forest & Trade Network (GFTN) Indonesia mendukung penuh upaya pengelolaan hutan lestari yang dilakukan perusahaan pengolah kayu, HPH, hutan rakyat dan pihak-pihak lain
yang terkait tanpa melupakan
semangat konservasi. Mana-
jemen spesies yang mampu
berjalan harmonis dengan
bisnis kehutanan menjadi
highlight di tahun 2010. Sela-
mat membaca dan menikmati
film dokumenter pendek dari kami.
Salam Lestari,Tim GFTN-Indonesia
FOREST PARTICIPANT HIGHLIGHTS
BERITA GFTN INDONESIA
BERITA GFTN INTERNASIONAL
REGULATIONS
KAMPANYEGFTN
PT Ratah Timber Bergabung dengan GFTN
PT. Ratah Timber Joins GFTN
Konservasi Orangutan di Hutan Produksi PT Suka Jaya Makmur
Orangutan Conservation in PT. Suka Jaya Makmur Production Forest
Wartawan Mengenal Sertifikasi Hutan Lebih Dekat
Journalists Took a Closer Look at Forest Certification
07 09
05 06
19
23 26
31
Penghargaan Bagi Perusahaan - Perusahaan Anggota GFTN Untuk Pengembangan Pengelolaan Hutan yang Bertanggung Jawab
GFTN Participating Companies Recognized for Advancing Responsible Forestry
Respon Amerika Serikat terhadap Illegal Logging
United States Response to Illegal Logging
1514
Contents
Berbagi Cerita Kisah Hutan Indonesia di Jerman
Sharing Indonesia's Forests Stories in Germany
Annual GFTN Meeting di Kota Kinabalu Serawak Malaysia
GFTN Kota Kinabalu Serawak Malaysia
Annual Meeting in
Daftar isi
03
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
Memahami Dialektika Sosial Budaya Komunitas
Understanding Community's Cultural And Social Dialectic
Legalitas Kayu Uni Eropa
European Union Timber Legality
Kampanye Tahun Harimau 2010
Year of the Tiger Campaign 2010
Tentang GFTN - Indonesia
About GFTN - Indonesia
35
Penurunan Emisi Karbon Hutan Melalui Implementasi Sertifikasi Hutan
Reduce Forest Carbon Emissions through the Implementation of Forest Certification
Workshop Pelatihan Identifikasi Kesesuaian Lahan sawit dengan mempergunakan Kaidah Kawasan Bernilai Konservasi Tinggi (HCV/High Conservasion Value) dan RSPO
Training Workshop on Palm Oil Land Suitability Identification by using a High Conservation Value Area Toolkit (HCV / High Conservasion Value) and Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)
Dampak Sosial Pembalakan Liar dan Sertifikasi Hutan Sebagai Sebuah Jawaban
Social Impact of Illegal Logging and Forest Certification as an Answer
11
20 21
Avon Bergabung Dengan GFTN-Amerika Utara
Avon Products, Inc. Joins GFTN-North America
SIG Combibloc Meluncurkan Kemasan Karton Pertama yang Bersertifikat FSC di Cina
SIG Combibloc Launches China's First FSC-certified Carton Packs
Workshop Sertifikasi Hutan di Kalimantan Tengah
Forest Certification Workshop in Central Kalimantan
10
16
04
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
31Independensi Auditor Komponen Penting Sistem Sertifikasi
Auditor Independency as an Important Component for the Certification System
14
27
17
29
Letter Of Intent (loi) Redd+ Antara Indonesia Dan Norwegia
Letter of Intent (LoI) Redd+ Between Indonesia And Norway
17
29 23
FOREST PARTICIPANT HIGHLIGHTSG
FTN
- I
ndon
esia
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
05
PT Ratah Timber located in West Kutai, East Kalimantan,
officially became a GFTN member on February 2010. This
Roda Mas Group-owned company has an area of 97.690
hectares and is located in the corridor between the Betung
Kerihun and Kayan Mentarang National Park.
All of PT Ratah Timber wood logs are being processed in
Samarinda, East Kalimantan, through PT Tirta Mahakam
Resources Tbk., before being exported to Japan and the
United States. Currently, with the facilitation from GFTN,
PT. Ratah Timber committed to obtain the sustainable
forest management certificate from the Forest
Stewardship Council (FSC). In terms of conservation,
cooperation between PT Ratah Timber and WWF not only
help the preservation of two national parks, but also the
survival of Wild Bull (Bos Javanicus Lowi). Wild Bull
populations continue to be threatened due to deforestation
in East Kalimantan for various industries.
PT Ratah Timber yang berlokasi di Kabupaten Kutai Barat,
Kalimantan Timur, resmi bergabung menjadi anggota GFTN pada
tanggal 11 Februari 2010. Perusahaan milik Grup Roda Mas ini
memiliki luas 97,690 hektar dan terletak di koridor antara Taman
Nasional Betung Kerihun dan Kayan Mentarang.
Seluruh kayu log hasil PT Ratah Timber diproses di Samarinda,
Kalimantan Timur, melalui PT Tirta Mahakam Resources Tbk.,
sebelum diekspor ke Jepang dan Amerika Serikat. Saat ini PT
Ratah Timber dengan fasilitasi dari GFTN berkomitmen
memperoleh sertifikat pengelolaan hutan lestari dari Forest
Stewardship Council (FSC). Dari segi konservasi, kerjasama
antara PT Ratah Timber dan WWF tidak hanya membantu
pelestarian dua taman nasional, namun juga kelangsungan hidup
banteng (Bos Javanicus Lowi). Populasi banteng terus terancam
akibat pembabatan hutan di Kalimantan Timur untuk berbagai
macam industri.
PT RATAH TIMBER BERGABUNG DENGAN GFTN
PT. RATAH TIMBER JOINS GFTN
Photo by: WWF-Indonesia/ Saipul Siagian
PT Suka Jaya Makmur yang terletak di
Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat,
menjadi rumah bagi lebih dari 500
Orangutan (Pongo Pygmaeus Wurmbii) di
hutan produksi mereka. Konsesi seluas
171.340 hektar ini bersama - sama
dengan WWF melakukan survey terhadap
populasi Orangutan pada bulan Januari
dan Juni 2010. Survey bertujuan
memetakan pohon makanan, sarang serta
jalur edar mamalia yang hampir punah
tersebut.
PT. Suka Jaya Makmur located in
Ketapang, West Kalimantan, are
home to more than 500 orangutans
(Pongo pygmaeus Wurmbii) in their
production forest. This 171,340
hectares concession area, together
with WWF conducted a survey of
orangutan populations in January
and June 2010. The survey aims to
map the tree of food, nest and track
the paths of this endangered
mammal.
The map will be used by company in
determining the location of felling
KONSERVASI ORANGUTAN DI HUTAN PRODUKSI PT SUKA JAYA MAKMUR
ORANGUTAN CONSERVATION IN PT. SUKA JAYA MAKMUR PRODUCTION FOREST
06
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
FOREST PARTICIPANT HIGHLIGHTS
GFT
N -
Ind
ones
ia
Peta itu nantinya digunakan oleh
perusahaan dalam menentukan lokasi
tebangan pohon sehingga populasi
Orangutan tidak terganggu. PT SJM
sebagai pengelola hutan alam akan
mejaga Orangutan yang hidup di konsesi
mereka. Hal ini membuktikan bahwa hutan
produksi dan konservasi bisa berjalan
secara harmonis.
Pongo Pygmaeus Wurmbii merupakan
sub species orangutan terbanyak di
Kalimantan. Kebanyakan populasi ini
tersebar di Kalimantan Tengah dimana
populasi terbesarnya berada di Taman
Nasional Sebangau, Taman Nasional
Tanjung Puting dan wilayah Arut
Belantikan yang mencapai 6.000 individu
orangutan. Di Kalimantan Barat populasi
jenis ini tersebar di Taman Nasional
Gunung Palung, Bukit Baka dan area
Rongga-Perai. Hutan lindung Perai
terletak di konsesi PT Suka Jaya Makmur.
Ditambah area Rongga, di Bukit Rongga-
Perai area diperkirakan terdapat 1.000
individu orangutan.
Untuk info dan video mengenai konservasi
orangutan di PT SJM, silakan kunjungi
www.wwf.or.id/gftn
trees so that the Orangutan
population is not disturbed. PT SJM
as natural forest manager will keep
track of the orangutans living in their
concessions. This proves that forest
production and conservation can run
in harmony.
Pongo Pygmaeus Wurmbii is the
most numerous Orangutan sub
species in Borneo. Most of these
population spread in Central
Kalimantan and represented by the
largest populations such as those in
Sebangau National Park, Tanjung
Puting National Park and Arut
Belantikan areas which all support
6,000 individuals. In West
Kalimantan the population occurs in
Gunung Palung National Park, Bukit
Baka and Rongga-Perai areas. Perai
protected forest is located within PT
Suka Jaya Makmur concession.
Together with Rongga areas, Bukit
Rongga-Perai areas estimated has
1,000 individuals Orangutan.
For more information and video about
Orangutan Conservation in PT SJM, please
visit www.wwf.or.id/gftn
Photo by: WWF-Indonesia/ Saipul Siagian
BERITA GFTN INDONESIA
07
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
GFT
N -
Ind
ones
ia
Tanggal 1 – 4 Maret 2010, WWF melalui program GFTN
mengadakan workshop bagi para wartawan bertajuk “Reformasi
Sektor”. Intervensi WWF dalam kegitan reformasi sektoral
berarti mendorong reformasi pada sektor-sektor yang berbasis
sumberdaya alam (misalnya sektor kehutanan, kelapa sawit,
serta pulp dan kertas) agar dapat mengembangkan dan
menerapkan praktik-praktik pengelolaan yang lestari/ Best
Management Practice, bisnis yang ramah lingkungan serta
bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya.
From 1 to 4 March 2010, WWF GFTN program
organizes workshops for journalists titled "Sector
Reform". WWF intervention in the activity of sectored
reforms meant to encourage reforms in the natural
resource-based sectors (such as forestry, oil palm, and
pulp and paper), in order to develop and implement the
Sustainable Management Practice / Best Management
Practice, a business-friendly environment and
beneficial to the surrounding community.
WARTAWAN MENGENAL
SERTIFIKASI HUTAN
LEBIH DEKAT
JOURNALISTS TOOK A CLOSER LOOK
AT FOREST CERTIFICATION
08
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
GFT
N -
Ind
ones
ia
WWF berbagi pengalaman dan cerita
mengenai kerja reformasi sektor lewat
GFTN, FCP (palm oil) dan Heart of
Borneo. Workshop ini bertujuan
meminimalisasi gap informasi
mengenai sertifikasi hutan di kalangan
wartawan. Selain berbagi cerita soal
program WWF, para wartawan diajak
berkunjung ke industri/ pabrik milik PT
Jaya Raya Trasindo (JRT) dan KPH
Perhutani Madiun untuk melihat
langsung bagaimana sertifikasi CoC,
FSC, dan pengelolaan hutan lestari
berperan penting demi menjaga
kelestarian hutan.
Kunjungan tersebut memberi perspektif
baru bagi para wartawan dalam
memahami kerja konservasi melalui
reformasi sektor. Wartawan yang hadir
pada workshop dan kunjungan
lapangan ini di antaranya berasal dari
Antara, Tabloid Rumah, Sinar Harapan,
Vivanews, Jurnal Nasional biro
Kalimantan Barat dan KalTeng Post.
Keragaman asal media para wartawan
dimaksudkan agar mereka dapat
berbagi pengalaman mengenai sektor
kehutanan di pulau Jawa dan
Kalimantan.
WWF share experiences and stories
about the labor sector reforms through
GFTN, FCP (palm oil) and the Heart of
Borneo. The workshop aims to
minimize the gap of information about
forest certification among journalists.
In addition to sharing stories about the
WWF programs, journalists are invited
to visit the industrial / factory owned
by PT Jaya Raya Trasindo (JRT) and
Perhutani KPH Madiun to see firsthand
how the CoC certification, FSC, and
sustainable forest management plays
an important role in order to maintain
forest sustainability.
The visit gave a new perspective for
journalists in understanding the
conservation work through sector
reforms. Journalists who attended the
workshops and field trips came from
Antara, Tabloid Rumah, Sinar Harapan,
VIVA news, Journal of the National
Bureau of West Kalimantan and Central
Kalimantan Post. The diversity of the
journalist scheme meant so they can
share their experiences regarding the
forestry sector on the island of Java
and Kalimantan.
Selain berbagi cerita
soal program WWF,
para wartawan diajak
berkunjung ke industri/
pabrik milik PT Jaya
Raya Trasindo dan KPH
Perhutani Madiun
In addition to sharing
stories about the WWF
programs, journalists are
invited to visit the
industrial / factory
owned by PT Jaya Raya
Trasindo (JRT) and
Perhutani KPH Madiun
Photo by: WWF-Indonesia/ Nancy Ariaini
Annual GFTN Meeting (AGM) tahun 2010 dilakukan di Kota
Kinabalu Malaysia pada tanggal 11-15 April. Kegiatan ini
dilanjutkan dengan pelatihan HCV di Deramakot Forest Reserve
16-20 April 2010, diikuti oleh seluruh perwakilan GFTN di dunia
(Asia: Indonesia, Malaysia, India, Vietnam; Eropa: Prancis,
Jerman, Rusia, Inggris, Spanyol; Australia; Amerika: Canada,
USA; Amerika Latin: Peru, Bolivia, Brasil; Afrika: Kongo).
Dalam AGM kali ini dibicarakan tentang strategi membangun
komunikasi dengan mitra, kesatuan visi dan suara dalam meng-
goal-kan tujuan GFTN di masing-masing negara, database GFTN
internasional dan analisa kondisi finansial GFTN di masing-
masing negara dalam melakukan seluruh kegiatan dalam rangka
mendukung mitra menuju implementasi pengelolaan hutan yang
bertanggungjawab (sertifikasi SFM). (Joko Sarjito)
2010 Annual GFTN Meeting (AGM) was conducted in Kota
Kinabalu, Malaysia from 11 - 15 April. This event
continued with the HCV training in the Deramakot Forest
Reserve from 16 - 20 April 2010, attended by all
representatives of GFTN (Asia: Indonesia, Malaysia, India,
Vietnam; Europe: France, Germany, Russia, Britain, Spain;
Australia; America: Canada, USA; Latin America: Peru,
Bolivia, Brazil; Africa: Congo).
This time, AGM talk about the strategy of developing
communication with partners, unity of voice and vision in
pushing through GFTN goals in each countries,
international GFTN database and analysis of financial
condition or budgeting in each GFTN countries, to conduct
all activities in order to support GFTN partners through the
implementation of responsible forest management (SFM
certification). (Joko Sarjito)
ANNUAL GFTN MEETING DI KOTA KINABALU SERAWAK MALAYSIA
GFTN ANNUAL MEETING IN KOTA KINABALU SERAWAK MALAYSIA
BERITA GFTN INDONESIABERITA GFTN INDONESIA
09
Photo by: WWF-Indonesia/ Aditya Bayunanda
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
Photo by: Dita Ramadhani (above), Syahirsyah/ Jimmy (background)
Tanggal 23 Juni 2010, WWF Indonesia melalui program GFTN
dengan bekerjasama dengan Asosiasi Pengusahaan Hutan
Indonesia (APHI) Pusat, APHI Komda Kalimantan Tengah dan
Dinas Kehutanan menyelenggarakan Workshop Sosialisasi
Program Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari. Tujuan
dari workshop ini adalah mensosialisasikan serta mempromosikan
program pengelolaan hutan lestari dan sertifikasi skema FSC,
memperkenalkan dan mensosialisasikan program Heart of Borneo
(HoB) dimana kawasan Pengunungan Muller Schwaner berada di
dalamnya, serta membangun sinergi antara GFTN-Indonesia
dengan perusahaan konsesi hutan anggota APHI yang berlokasi di
propinsi Kalimantan Tengah.
Peserta yang hadir berasal dari HPH di Kalimantan Tengah, Dinas
Kehutanan Tingkat I dan II, universitas dan APHI kantor pusat serta
APHI Komda Kalimantan Tengah. Workshop serupa pernah
diselenggarakan sebelumnya di Pontianak, Pekanbaru dan
Palangkaraya.
On June 23th, 2010, WWF Indonesia through GFTN
program in cooperation with the National Association of
Indonesian Forest Concession (APHI), Central
Kalimantan APHI and Forestry Department held a
workshop on the Socialization of Sustainable Forest
Management Certification Program. The purpose of this
workshop is to socialize and promote the sustainable
forest management program and FSC certification
schemes, the Heart of Borneo (HoB) program which
contain the Muller Schwaner mountain range, and build
synergy between GFTN-Indonesia with forest concession
companies (members of APHI) that located in Central
Kalimantan province.
Participants who attend come from the concessions in
Central Kalimantan, Level I and II of the Forestry Service,
Universities and APHI, both National and Central
Kalimantan branch. The same workshop previously held
in Pontianak, Pekanbaru and Palangkaraya.
FOREST CERTIFICATION WORKSHOP IN CENTRAL KALIMANTAN
WORKSHOP SERTIFIKASI HUTAN DI KALIMANTAN TENGAH
10
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
BERITA GFTN INDONESIA
Photo by: Dok WWF
11
DAMPAK SOSIAL PEMBALAKAN LIAR DAN SERTIFIKASI HUTAN SEBAGAI SEBUAH JAWABAN
SOCIAL IMPACT OF ILLEGAL LOGGING AND FOREST CERTIFICATION AS AN ANSWER
Pada tanggal 8 – 17 Oktober 2010, WWF menjadi host kunjungan
media ke Kalimantan Barat. Kerjasama antara WWF Indonesia,
WWF Jerman dan WWF UK ini memfasilitasi enam wartawan yang
berasal dari Jerman dan Inggris. Kunjungan dimulai dengan
dialog bersama Bapak Hadi Daryanto (Direktur Jenderal Bina
Produksi Kehutanan) di Manggala Wanabhakti, Jakarta sebelum
akhirnya rombongan bertolak ke Pontianak.
Tujuan dari kunjungan ini memperkenalkan dampak sosial akibat
masa kejayaan pembalakan liar pada tahun 2000 – 2005 di
Kabupaten Kapuas Hulu. Jerman dan United Kingdom sebagai dua
negara besar konsumen produk kayu di dunia merasa
bertanggungjawab dalam membeli produk-produk impor yang
On 8 to 17 October 2010, WWF became the host of a
media visit to West Kalimantan. This cooperation between
WWF Indonesia, WWF Germany and WWF UK is
facilitating six journalists from Germany and UK. Visit
begins with a dialogue with Mr. Hadi Daryanto (Director
General of Forestry Production Development) in Manggala
Wanabhakti, before finally departed from Jakarta to
Pontianak.
The purpose of this visit is to introduce the social impact
of illegal logging heyday in the year 2000 - 2005 in Kapuas
Hulu. Germany and the United Kingdom as two major
wood product consumer countries of the world feel
BERITA GFTN INDONESIA
Photo by: WWF Indonesia/ SJimmy yahirsyah
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
BERITA GFTN INDONESIA
masuk ke negara mereka, ditambah lagi dengan regulasi legalitas
kayu untuk negara-negara Uni Eropa. Oleh karena itu, melihat
langsung kondisi alam Indonesia dan bagaimana produk-produk
yang didapat dari kegiatan illegal menimbulkan kerugian sosial
dan ekonomi bagi negara merupakan satu rangkaian pengalaman
dan informasi penting. Para wartawan berkesempatan
mengunjungi Lanjak, kota yang pernah menjadi pelabuhan dan
akses utama kayu-kayu illegal. Di sana mereka berdiskusi dengan
masyarakat lokal seputar kisah hidup mereka pada masa kejayaan
pembalakan liar serta hidup mereka kini. Isu-isu yang
didiskusikan selama perjalanan di Kapuas Hulu terkait dengan
pembalakan liar pada awal tahun 2000-an, pendapatan alternatif,
perubahan alam dan orangutan. Selain Lanjak, mereka
menghabiskan waktu untuk bediskusi dengan para petani lebah
serta masyarakat melayu yang tinggal di dalam Taman Nasional
Danau Sentarum. Wartawan-wartawan lokal asal kota Pontianak
hadir pula berpartisipasi selama kunjungan.
Setelah Kapuas Hulu, rombongan melanjutkan perjalanan ke
Ketapang menuju PT Suka Jaya Makmur (SJM). Para wartawan
responsible for the purchase of imported products into
their country, coupled with the regulation of timber legality
for European Union countries. Therefore, looking through
Indonesia's natural conditions and how the products
derived from illegal activities generate social and
economic losses for the country is a series of experiences
and important infor-mation. Journalists got the
opportunity to visit Lanjak, the city that had become the
main access of timber smuggling port. They discuss with
local people about their life story on the heyday of illegal
logging and their lives now. Issues discuss during the trip
in Kapuas Hulu are associated with illegal logging in the
early 2000s, alternative income, changes in nature and
orangutans. Aside from Lanjak, they spend their time to
have a discussion with bee farmers and Malay
communities living within the Lake Sentarum National
Park. Local journalist from Pontianak was also present to
participate during the visit.
After Kapuas Hulu, the group continued on to Ketapang for
PT Suka Jaya Makmur (SJM). Reporters learn the system
12
Photo by: WWF Indonesia/ Sugeng Hendratno
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
GFT
N -
Ind
ones
ia
BERITA GFTN INDONESIABERITA GFTN INDONESIA
mempelajari sistem lacak balak dan barcode kayu, bagaimana
kayu bisa ditelusuri mulai dari tunggak sampai gerbang
pengiriman. Dialog dengan masyarakat yang tinggal di dalam
konsesi menjadi salah satu aktivitas. Para pekerja, wanita dan
anak-anak yang tinggal dan bersekolah di dalam konsesi
menceritakan kisah hidup mereka serta harapan-harapan terhadap
pengelolaan hutan lestari.
SJM merupakan salah satu Forest Participant GFTN-Indonesia
yang memiliki komitmen mencapai sertifikat FSC. Bergabung
dengan GFTN-Indonesia tahun 2009, saat ini PT SJM bekerja
intensif dengan WWF untuk Orangutan Management Plan, yang
intinya menjalankan pengelolaan hutan produksi sekaligus
menjaga konservasi orangutan jenis Pongo Pygmaeus Wurmbii di
dalam wilayah konsesi di saat bersamaan.
Informasi lebih lanjut kunjungi www.wwf.or.id/gftn
and barcode tracking of wood, how wood can be traced
starting from the stump to the delivery process. One of
their activities includes having a dialogue with communi-
ties that live within the concession. The workers, local
women and children who live and attend school in the
concession tell their life stories and hopes towards sus-
tainable forest management.
SJM is one of GFTN Indonesia Forest Participant's that
has a commitment to achieve FSC certification. Join the
GFTN-Indonesia in 2009, currently PT. SJM work inten-
sively with the WWF on Orangutan Management Plan, that
essentially runs forest production while conserving orang-
utan Pongo pygmaeus Wurmbii species within the
concession area at the same time.
Informasi lebih lanjut kunjungi www.wwf.or.id/gftn
13
Photo by: WWF Indonesia/ Sugeng Hendratno
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
14
WWF bekerjasama dengan LEI menyelenggarakan training bagi
auditor di Surabaya pada tanggal 15 – 17 Juli 2010. Dalam tiga
hari workshop tersebut, para auditor mendapatkan penyegaran
mengenai pemahaman sertifikasi lacak balak (Chain of Custody),
alur proses tata usaha kayu beserta dokumen-dokumennya,
proses industri kehutanan untuk penelusuran asal kayu dan
baseline appraisal. Para peserta diberi tugas membuat laporan
audit berdasarkan materi training dan kunjungan.
Auditor merupakan komponen penting dalam sistem sertifikasi
pengelolaan hutan lestari. Perkembangan sistem sertifikasi di
Indonesia yang selalu dinamis berimplikasi pada perlunya
penyegaran kembali para auditor agar tetap sesuai konteks. WWF
melalui program GFTN-Indonesia memfasilitasi jaringan pasar
produk-produk hutan. Oleh karena itu, training ini bertujuan
melatih tenaga-tenaga penilai lapangan agar sesuai dengan
standar kompetensi penilai lapangan untuk melakukan verifikasi
GFTN dalam skema pendampingan GFTN.
INDEPENDENSI AUDITOR KOMPONEN PENTING SISTEM SERTIFIKASI
WWF is working with LEI to organize training for auditors
in Surabaya on 15 to 17 July 2010. In the three-day
workshop, the auditors get a fresh understanding of chain
of custody certification (Chain of Custody), wood
administrative flow process and documents, the forestry
industry process for tracking the origin of timber and the
baseline appraisal. Participants were given the task of
making audit reports based on training materials and visit.
Auditor is an important component of sustainable forest
management certification system. The dynamic
development of certification system in Indonesia imply for
the need of refreshment for the auditors in order to stay in
context. WWF-Indonesia GFTN program facilitates market
network of forest products. Therefore, this training aims to
train experts on field assessor in accordance with the
standards of competence to verify GFTN in GFTN
mentoring scheme.
AUDITOR INDEPENDENCY AS AN IMPORTANT COMPONENT FOR THE CERTIFICATION SYSTEM
GFTN-Indonesia dan Wana Aksara bekerjasama menggelar
Pelatihan Implementasi dan Monitoring HCVF Bidang Sosial bagi
praktisi lapangan di unit manajemen HPH/HTI anggota dan calon
anggota GFTN sebagai peningkatan kompetensi pengetahuan dan
ketrampilan dalam mengimplementasikan dan mengevaluasi
keberadaan HCVF di areal konsesi IUPHHK hutan alam, IUPHHK
hutan tanaman maupun IUPHHK restorasi ekosistem. Pelatihan
diadakan di Yogyakarta pada tanggal 20 – 23 Desember 2010.
Pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutan adalah
pengelolaan yang mempertimbangkan aspek masa depan secara
lintas generasi sehingga selain mampu mewujudkan keberlanjutan
fungsi ekosistem juga mampu memenuhi kebutuhan sosial,
ekonomi dan budaya komunitas saat ini maupun generasi
mendatang. Di masa lalu dialektika sosial budaya komunitas
sering terabaikan sebagai desain awal pengusahaan hutan
berbasis IUPHHK Hutan Alam dan IUPHHK Hutan Tanaman. Jika
diabaikan, timbulnya potensi konflik sosial, klaim tenurial dan
permasalahan sosial lain bisa mengancam keberlanjutan kegiatan
operasional perusahaan.
GFTN-Indonesia and Wana Aksara collaborated to conduct
Training for HCVF's Social Aspect Implementation and
Monitoring for forest managers and potential GFTN
members to improve competency, knowledge and skill in
implementing and evaluating HCVF context in natural
forests, plantations and ecosystem restoration. The
training held in Yogyakarta on December 20 – 23, 2010.
Sustainable natural resources management is a
management that put high attention on future's aspect and
cross generation so that the sustainability could create
sustainable ecosystem to answer social, economy and
community culture needs for present and future
generations. In the past, community's cultural and social
dialectic are often forgotten as the basis for forest
management. If those aspects are neglected, the social
conflict potential, tenurial claim and other social matters
could threat company's operational activities.
MEMAHAMI DIALEKTIKA SOSIALBUDAYA KOMUNITAS
UNDERSTANDING COMMUNITY'S CULTURAL AND SOCIAL DIALECTIC
BERITA GFTN INDONESIA
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
GFT
N -
Ind
ones
ia
German societies were enthusiastic to hear the story of
Indonesia's forests. With the facilitation of WWF
Germany, four people set forth on the Forest Witness
Tour that held in three cities: Hamburg, Berlin and
Munich. This tour runs for a period of 25 to 30 October
2010. Joseph Unja, a local villager of West Kalimantan,
tells his story as a former illegal loggers and life after
illegal logging was abolished by the government in
2004. Nursamsu talked about the activities of pulp and
paper industry in Sumatra, the condition of forests in
Sumatra (Riau province in particular) and NGO efforts
in overcoming the problems related with pulp and
paper. Syahirsyah (Jimmy) tells his story as an
environmental activist for large - scale illegal logging
that occurred in West Kalimantan. While GFTN-
Indonesia was represented by Dita Ramadhani, who
talked about the efforts of sustainable forest
management in Indonesia.
Forest Witness Tour gives a new perspective for the
Germans in how they see Indonesia and how poor
forest management could influence many aspects such
as economic, social and cultural. This event was
attended by representatives from the goverment
agencies, NGOs, auditors, representatives of FSC
certification bodies, journalists and private companies.
15
BERBAGI CERITA KISAH
HUTAN INDONESIA DI JERMAN
Masyarakat Jerman antusias mendengar cerita kisah hutan
Indonesia. Dengan fasilitasi WWF Jerman, empat orang
diberangkatkan dalam rangka Forest Witness Tour yang digelar
di tiga kota, yaitu Hamburg, Berlin dan Munich. Tour ini
berjalan selama periode tanggal 25 – 30 Oktober 2010. Yosep
Unja, satu masyarakat lokal dari Kalimantan Barat, bercerita
mengenai kisah dia sebagai mantan pembalak liar dan
kehidupan masyarakatnya setelah pembalakan liar dihentikan
secara tegas oleh pemerintah pada tahun 2004. Nursamsu
bercerita mengenai aktivitas industry pulp dan kertas di
Sumatra, kondisi hutan di Sumatra (terutama propinsi Riau)
dan upaya LSM dalam mengatasi masalah terkait pulp dan
kertas. Syahirsyah (Jimmy) menuturkan kisahnya sebagai
aktivis lingkungan selama pembalakan liar besar-besaran
terjadi di Kalimantan Barat. Sementara GFTN-Indonesia
diwakilkan oleh Dita Ramadhani yang bercerita soal upaya
pengelolaan hutan lestari di Indonesia.
Forest Witness Tour membuka pandangan baru bagi orang-
orang Jerman dalam melihat Indonesia dan bagaimana
pengelolaan hutan yang buruk berdampak pada banyak aspek
seperti ekonomi, sosial dan budaya. Rangkaian acara tour
dihadiri oleh wakil dari pemerintah, LSM, auditor, wakil dari
badan sertifikasi FSC, wartawan dan perusahaan swasta.
BERITA GFTN INDONESIA
SHARING INDONESIA'S FORESTS STORIES IN GERMANY
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
16
GFT
N -
Ind
ones
ia
BERITA GFTN INDONESIA
Pada tanggal 23-25 November 2010,
WWF Papua bekerjasama dengan Forest
Conversion Program dan GFTN
melakukan pelatihan tentang identifikasi
kesesuaian penggunaan lahan dengan
mempertimbangkan kaidah kawasan
bernilai konservasi tinggi/HCV. Pelatihan
dilaksanakan di Jayapura dengan peserta
dari instansi pemda Propinsi Papua dan
Kabupaten Merauke dan Jayapura, praktisi
lapangan dari perkebunan, akademisi,
LSM lokal setempat dan staff WWF di
Jayapura. Dalam pelatihan tersebut
disampaikan tentang bagaimana membuat
sebuah pertimbangan sebelum suatu
kawasan digunakan untuk kepentingan
On 23-25 November 2010, WWF
Papua together with the Forest
Conversion Program and GFTN
conduct training on the identification
of land use by considering the
suitability rule of high conservation
value areas/HCV. Training held in
Jayapura with participants from
government agencies in Papua
province, from Merauke and
Jayapura district, estate practitioners,
academics, local NGOs and local
WWF staff in Jayapura. The training
was delivered on how to make a
review of an area before it was used
WORKSHOP PELATIHAN IDENTIFIKASI KESESUAIAN LAHAN SAWIT DENGAN
MEMPERGUNAKAN KAIDAH KAWASAN BERNILAI KONSERVASI TINGGI
(HCV/HIGH CONSERVASION VALUE) DAN RSPO
TRAINING WORKSHOP ON PALM OIL LAND SUITABILITY IDENTIFICATION
BY USING A HIGH CONSERVATION VALUE AREA TOOLKIT (HCV / HIGH
CONSERVASION VALUE) AND ROUNDTABLE ON SUSTAINABLE PALM OIL (RSPO)
pembangunan (misalnya pembukaan
kebun sawit) dengan menggunakan
pertimbangan kesesuaian lahan,
pertimbangan nilai-nilai HCV yang ada
dan analisa spasial dengan menggunakan
metode GIS. Sehingga sebuah keputusan
yang diambil dapat dipertanggungjawab-
kan untuk kepentingan konservasi,
ekonomi dan masyarakat di sekitar hutan
tersebut.
Dalam pelatihan tersebut peserta
melakukan praktek di kebun sawit untuk
melaksanakan tahapan-tahapan analisa
identifikasi penggunaan lahan, analisa
identifikasi HCV dan analisa spasial
terhadap situasi kawasan secara global.
Selain itu para peserta juga diberikan
pengalaman bagaimana suatu analisa
HCV dilakukan peer review oleh auditor
ketika proses analisa HCV sudah selesai
dilakukan oleh pihak unit manajemen. Hal
ini dimaksudkan agar para peserta
mengetahui bahwa suatu keputusan
pengelolaan sumber daya alam hutan
dengan menggunakan analisa HCV
sebagai dasarnya akan menjadi perhatian
semua pihak sehingga tidak boleh dibuat
asal-asalan/tidak profesional (Joko
Sarjito).
for development interest (like
opening oil palm plantations) by
using the specific land
considerations, consideration of the
values of existing HCV and spatial
analysis using GIS. Thus, the
decision that being made is
accountable to the benefit of
conservation, economic and local
community around the forest.
On training, the participants got the
change to practice in the oil palm
plantations to implement the stages
of identification of land-use analysis,
HCV identification analysis and
spatial analysis of the global situation
of the region. In addition, the
participants were also given the
change to watch the auditor conduct
HCV peer review analysis when the
HCV analysis conducted by the
management unit is complete. This
aims to give awareness to the
participants about the forest
management decisions by using HCV
analysis as a base are a serious
matters that should not be made
carelessly / unprofessionally (Joko
Sarjito). WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
PENURUNAN
EMISI KARBON HUTAN
MELALUI IMPLEMENTASI
SERTIFIKASI HUTAN
Dalam COP 13 telah disepakati bahwa
pengelolaan hutan lestari berperan
penting untuk pengurangan emisi karbon
melalui skema REDD+. Dalam
kesepakatan tersebut, dengan skema
REDD+, pengelola hutan yang telah
mendapatkan sertifikasi pengelolaan hutan
lestari (PHL) dimungkinkan mendapat
tambahan insentif jasa lingkunagn berupa
kredit karbon. Indonesia mendukung
kesepakatan global ini dengan
mentargetkan pengurangan emisi karbon
sebesar 26% pada tahun 2010 dimana
14%-nya diharapkan berasal dari sektor
kehutanan yang dikelola secara lestari.
Bertempat di Hotel Park Lane tanggal 26
– 27 April 2010, GFTN bekerjasama
dengan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI)
mengadakan Workshop Peran Sertifikasi
Pengelolaan Hutan Lestari dalam
Perdagangan Global Produk Hasil Hutan
dan Pengurangan Emisi Karbon Melalui
Mekanisme REDD+. Workshop ini turut
mengundang Bapak Hadi Daryanto,
Sekjen BPK, dan Andre de Freitas dari
FSC Internasional sebagai pembicara.
Workshop dihadiri perusahaan-
perusahaan HPH, HTI, APHI, Pustanling,
LSM serta wartawan.
BERITA GFTN INDONESIA
17
Photo by: WWF Indonesia/ Tantyo Bangun
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
In COP 13 agreed that sustainable
forest management plays an
important role for carbon emission
reductions through REDD +. In the
agreement, with REDD schemes +,
forest managers who have obtained
certification of sustainable forest
management (SFM) may get
additional incentives for
environmental services in the form of
carbon credits. Indonesia supports
this global agreement with the aims
to reduce carbon emissions by 26%
in 2010 in which 14% of it's
expected to come from sustainably
managed forestry sector.
Taking place in the Park Lane Hotel
on 26 to 27 April 2010, GFTN in
cooperation with the Indonesian
Ecolabelling Institute (LEI) held a
Workshop on Sustainable Forest
Management Certification Role in the
Global Trade of Forest Products and
Carbon Emission Reduction through
REDD+ mechanism. This workshop
invites Mr. Daryanto, Secretary
General of BPK, and Andre de Freitas
of the FSC International as a speaker.
The workshop was attended by the
HPH companies (companies who
hold the forest management rights),
HTI (Industrial Plantation Forest),
APHI (the Association of Indonesian
Forest Concession), Pustanling,
NGOs and journalists.
REDUCE FOREST CARBON
EMISSIONS THROUGH
THE IMPLEMENTATION
OF FOREST CERTIFICATION
BERITA GFTN INDONESIA
18
GFT
N -
Ind
ones
ia
Photo by: WWF Canon/ R. Isotti, A Cambone - Homo Ambiens
Pada Jumat malam perayaan hari jadi FEC (Forest Stewardship
Council) , satu hari yang didedikasikan untuk merayakan
keberhasilan promosi manajemen hutan yang bertanggung jawab
sedunia, para anggota-anggota GFTN dihargai untuk
keberhasilannya yang luar biasa dalam mengembangkan
pengelolaan hutan yang bertanggung jawab. Penghargaan tersebut
diberikan kemarin pada acara penghargaan FSC Global Patner
oleh Direktur Utama FSC, André de Freitas, menurut bidang
keahliannya masing-masing.
Bovis Lend Lease merupakan salah satu perusahaan yang diakui
keberhasilannya di sektor konstruksi. SIG Combibloc dan Tetra
Pak mendapatkan penghargaan untuk prestasi mereka dalam
industri kemasan. Dalam kategori pulp and paper dan penerbitan,
SCA dan BBC Worldwide mendapatkan pengakuan atas upaya
mereka dalam mempromosikan pengelolaan hutan yang
bertanggung jawab.
Terakhir, para anggota GFTN memimpin dalam perolehan
penghargaan di sektor ritel, dengan pengakuan yang diberikan
kepada Migros, Castorama, Coop, Kingfisher Group, Hornbach
Baumarkt dan Marks & Spencer.
Untuk informasi lebih lengkap, kunjungi situs www.gftn.panda.org
PENGHARGAAN BAGI PERUSAHAAN-
PERUSAHAA ANGGOTA GFTN UNTUK
PENGEMBANGAN PENGELOLAAN HUTAN
YANG BERTANGGUNG JAWAB
On the eve of FSC Friday, a day dedicated to the
celebration of forests and the promotion of responsible
forest management worldwide, GFTN Participants were
recognized for their outstanding achievements in
advancing responsible forestry. The awards were
presented yesterday at the FSC Global Partner Awards by
FSC Director General André de Freitas, according to their
field of work.
Bovis Lend Lease was among the group of companies
recognized for exemplary achievements in the
construction sector. SIG Combibloc and Tetra Pak were
awarded for their achievements in the packaging industry.
In the pulp and paper and publishing categories, SCA and
BBC Worldwide were respectively awarded recognition for
their efforts in promoting responsible forestry.
Lastly, GFTN Participants led the retail sector awards, with
recognition given to Migros, Castorama, COOP, Kingfisher
Group, Hornbach Baumarkt and Marks & Spencer.
For further information, please visit www.gftn.panda.org
GFTN PARTICIPATING
COMPANIES RECOGNIZED
FOR ADVANCING
RESPONSIBLE FORESTRY
BERITA GFTN INTERNASIONAL
19
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
AVON PRODUCTS, INC.
JOINS GFTN-NORTH
AMERICA
Avon Products, a leading global beauty company, has joined the Global Forest
& Trade Network (GFTN) in North America, formalizing a commitment to
responsible forestry and trade. Specifically, Avon has committed to purchase
100% of its paper from independently certified or post-consumer, recycled
content sources by 2020, with a preference for Forest Stewardship Council
(FSC) certified paper.
"Avon is very pleased to join the Global Forest & Trade Network and partner
with World Wildlife Fund," stated Tod Arbogast, Vice President, Sustainability
and Corporate Responsibility for Avon. "Because Avon is a significant consumer
of paper products, we are in a position to influence supply and demand, and
contribute to the development of environmental solutions that conserve,
protect and restore forests, protect biodiversity and ecosystem integrity, and
result in long-term social and economic benefits to communities."
"As one of world's largest catalogue producers and consumers of paper
products, Avon can drive sustainable solutions throughout the pulp and paper
supply chain," said Suzanne Apple, WWF's VP for Business & Industry.
For further information, please visit www.gftn.panda.org
Avon, sebuah perusahaan kecantikan global terkemuka, telah bergabung dengan Global
Forest & Trade Network (GFTN) di Amerika Utara, meresmikan komitmennya kepada
pengelolaan hutan dan perdagangan yang bertanggung jawab. Secara khusus, Avon
telah berkomitmen bahwa pada tahun 2020 akan membeli 100% bahan baku kertasnya
dari sumber independen yang bersertifikat atau sumber konten daur ulang (post-
consumer), terutama kertas yang bersertifikat FSC (Forest Stewardship Council).
"Avon sangat senang bisa bergabung dengan Global Forest & Trade Network dan
bermitra dengan World Wildlife Fund," ujar Tod Arbogast, Wakil Presiden bidang
Corporate Responsibility and Sustainability untuk Avon. "Karena Avon adalah
konsumen signifikan dari produk-produk kertas, kita berada dalam posisi untuk
mempengaruhi penawaran dan permintaan, dan berkontribusi pada pengembangan
solusi-solusi lingkungan yang melestarikan, melindungi dan memulihkan hutan-hutan,
melindungi keanekaragaman hayati dan integritas ekosistem, dan memberikan manfaat-
manfaat sosial dan ekonomi kepada masyarakat dalam jangka panjangnya. "
"Sebagai salah satu perusahan terbesar dunia yang membuat catalog dan merupakan
konsumen produk-produk kertas, Avon bisa menggerakkan solusi berkelanjutan dalam
rantai suplai pulp and paper" kata Suzanne Apple, Wakil Direktur WWF untuk bagian
Bisnis dan Industri.
Untuk informasi lebih lengkap, kunjungi situs www.gftn.panda.org
AVON BERGABUNG
DENGAN GFTN-AMERIKA
UTARA
20
BERITA GFTN INTERNASIONAL
Photo by: www.google.com
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
GFT
N -
Ind
ones
ia
BERITA GFTN INTERNASIONAL
21
SIG Combibloc telah meluncurkan label
karton pertama China yang bersertifikat
Forest Stewardship Council (FSC),
mengangkat masalah-masalah kelestarian
di negara yang memiliki signifikansi
ekonomi kuat secara global ini.
Meresmikan komitmennya untuk
pembelian yang bertanggung jawab
dengan bergabung dalam GFTN-Jerman
akhir tahun lalu, salah satu pemasok
terkemuka sistem kemasan karton dan
filling machines untuk minuman dan
makanan ini melihatnya sebagai peran
unik yang dapat dimainkannya dalam
memajukan kehutanan yang bertanggung
jawab di pasar yang tengah berkembang
ini.
"Dengan perekonomian Cina yang
berkembang pesat, makin meningkat pula
pentingnya perlindungan lingkungan dan
iklim global," kata Karl Eagle, CEO SIG
Combibloc Asia-Pasifik. "Peluncuran
karton minuman yang menyandang label
FSC akan membuat konsumen dan
perusahaan lain dan industri-industri
lebih sadar mengenai asal kemasan.
Pengelolaan hutan yang bertanggung
jawab memainkan peran penting di sini ".
Kemasan karton dengan sumber yang
bertanggung jawab ini telah dimulai di
Shanghai World Expo pada bulan Mei,
saat tiga jenis kemasan minuman yogurt
milik Grup Inner Mongolia Yili yang
berlabel FSC, yang dikeluarkan oleh
bungkus karton combiblocMini dari SIG
Combibloc, dijual ke seluruh penjuru
Cina.
SIG COMBIBLOC MELUNCURKAN KEMASAN
KARTON PERTAMA YANG BERSERTIFIKAT FSC DI CINA
Peluncuran ini dibangun atas dasar yang
diletakkan pada tahun 2009 ketika SIG
Combibloc menjadi produsen pertama
dari kemasan karton yang menjelaskan
rantai sistem lacak balak (CoC) untuk
lokasi-lokasi produksinya di seluruh
dunia, sesuai dengan kriteria FSC. Setelah
pertama-tama membuat sertifikasi untuk
situs-situs produksinya di Eropa dan
kemudian mendapatkan sertifikasi CoC
untuk perusahaan-perusahaan
tanamannya di Cina, Thailand dan Arab
Saudi Desember lalu, perusahaan ini
sekarang dapat menawarkan kemasan
karton yang memiliki tanda pengelolaan
hutan yang bertanggung jawab kepada
pelanggan di seluruh dunia.
Kemasan karton SIG Combibloc
mengandung serat kayu sampai dengan
75 persen. Memastikan bahwa bahan baku
utamanya berasal dari hutan yang dikelola
secara bertanggung jawab adalah elemen
inti dari strategi perusahaan. Label FSC
pada kemasan karton minuman
memberikan jaminan bagi konsumen
bahwa semua serat kayu yang digunakan
dalam kemasan, dapat dilacak sepanjang
seluruh rantai penyediaan dari kemasan
karton berlabel hingga ke hutan asalnya.
"Kami memuji kemajuan SIG Combibloc
dalam memastikan penelusuran sumber-
sumber serat dari hutan yang dikelola
secara bertanggung jawab melalui
sertifikasi dari seluruh situs-situs
produksinya," kata Johannes Zahnen,
Manager GFTN-Jerman. "Komitmen untuk
bertanggung jawab terhadap sumber-
sumbernya ini adalah kunci untuk
memastikan masa depan hutan-hutan
dunia yang berharga namun terancam.
Untuk informasi lebih lengkap, kunjungi
situs www.gftn.panda.org atau
www.sig.biz
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
22
Photo by: www.sig.biz
BERITA GFTN INTERNASIONAL
Pacific. "The launch of beverage
cartons carrying the FSC label will
make consumers and other
companies and industries more
aware of where the packaging
comes from. Responsible forest
management has an important role to
play here".
The responsibly sourced carton has
started at Shanghai's World Expo in
May, when three varieties of Inner
Mongolia Yili Group's premium
yoghurt drinks are on sale
throughout China in the FSC-
labelled, combiblocMini carton
pack from SIG Combibloc.
This launch builds upon the
foundation laid in 2009 when SIG
Combibloc became the first
manufacturer of carton packs to
certify a continuous chain of custody
(CoC) for all of its production sites
worldwide, in accordance with the
criteria of the FSC. First certifying
SIG COMBIBLOC LAUNCHES CHINA'S
FIRST FSC-CERTIFIED CARTON PACKS
SIG Combibloc has launched China's
first Forest Stewardship Council
(FSC)-labelled cartons, raising the
profile of sustainability issues in this
powerful and globally significant
economy. Formalizing its
commitment to responsible
purchasing by joining GFTN-Germany
late last year, one of the leading
system suppliers of carton
packaging and filling machines for
beverages and food recognizes the
unique role it can play in advancing
responsible forestry in this emerging
market.
"With China's fast-growing economy,
its importance in respect to global
environmental and climate
protection also rises," said Karl
Eagle, CEO of SIG Combibloc Asia-
its European production sites and
then achieving CoC certification for
the company's plants in China,
Thailand and Saudi Arabia last
December, the company can now
offer carton packs that bear the
mark of responsible forest
management to its customers
throughout the world.
SIG Combibloc's carton packs are
composed of up to 75 per cent of
wood fibre. Ensuring that this
principal raw material originates
from responsibly managed forests is
a core element of the company's
corporate strategy. The FSC label
on the beverage cartons provides
assurance to consumers that all
of the wood fibres used in the
packaging, are traceable along the
entire supply chain-from the labelled
carton pack all the way back to the
forest of origin.
"We commend SIG Combibloc's
progress in ensuring the
traceability of fibre sources from
responsibly managed forests
through the certification of all its
production sites," said Johannes
Zahnen, Manager of GFTN-Germany.
"This commitment to responsible
sourcing is key to ensuring the future
of the world's valuable and
threatened forests.
For further information, please visit
www.gftn.panda.org or www.sig.biz
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
GFT
N -
Ind
ones
ia
REGULATION
RESPON AMERIKA SERIKAT TERHADAP ILLEGAL LOGGING
UNITED STATES RESPONSE TO ILLEGAL LOGGING
23
Photo by: WWF Indonesia/ Sugeng Hendratno
WWF Indonesia bersama TRAFFIC mengundang perusahaan
pengelola hutan dan perusahaan pengelola produk hutan di tiga
kota, yaitu Jakarta, Surabaya dan Samarinda pada bulan Juli dan
Agustus 2010. Rangkaian workshop mempertemukan perwakilan
dari pemerintah, industri dan komunitas lingkungan, untuk
memba-has beberapa topik mengenai informasi Lacey Act, apa
yang importer AS butuhkan dari pemasok di Indonesia, bagaimana
membantu konsumen-konsumen AS untuk mendemonstrasikan
due care, kaitannya dengan hukum di Indonesia, informasi
mengenai perdagangan yang legal dan bertanggungjawab serta
training materi untuk personil yang terlibat dalam perdagangan
kayu.
Indonesia sebagai salah satu produsen kayu terbesar di dunia
merupakan negara dengan keanekaragaman hayati tinggi. Namun,
illegal logging, kayu serta produk kayu illegal menjadi ancaman
WWF Indonesia and TRAFFIC invited the company to
manage the forest and forest product management
company in the three cities: Jakarta, Surabaya and
Samarinda, in July and August of 2010. The series of
workshops bring together representatives from
government, industry and environmental communities, to
discuss several topics concerning information on the
Lacey Act: what is the U.S. importer need from suppliers
in Indonesia, how to help consumers - the U.S. consumer
to demonstrate due care, concerned with the law in
Indonesia, information about legal and responsible trading
and training materials for personnel involved in timber
trade.
Indonesia as one of the largest timber manufacturer in the
world is a country with high biodiversity. However, illegal
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
REGULATION
Photo by: Dita Ramadhani
24
bagi mereka yang hidup bergantung pada hutan. Oleh karena itu
industri kehutanan yang sehat memegang peranan penting dalam
hal ini. Selama bertahun - tahun Indonesia dan Amerika Serikat
(AS) menjalin hubungan baik melalui perdagangan kayu. Namun
legalitas produk kayu yang masuk ke AS rentan terhadap
pelanggaran hukum. Undang - Undang Lacey (Lacey Act) yang
dikeluarkan pemerintah AS menjadi sebuah respon terhadap
illegal logging dan isu - isu perdagangan satwa dan tumbuhan liar
yang terjadi di negara lain. Sebagai konsumen kayu terbesar di
dunia AS merasa bertanggungjawab terhadap isu kritis ini.
Lacey Act
Pada tanggal 22 Mei 2008, Kongres Amerika Serikat
mengesahkan sebuah undang-undang baru yang melarang
perdagangan tumbuhan dan produk dari tumbuhan yang berasal
logging, illegal timber and illegal timber products become
a threat to the life depended on forests. Therefore, a
healthy forest industry plays an important role in this case.
For many years, Indonesia and the United States (US)
establish good relations through the timber trade. But the
legality of timber products that enter the United States is
vulnerable to violations of the law. The Lacey Law (Lacey
Act) issued by the U.S. government become a response to
illegal logging and the illegal trade in wild animals and
plants that occur in other countries. As the largest wood
consumer in the world, US feel responsible for this critical
issue.
Lacey Act
On 22 May 2008, the United States Congress passed a
new law that prohibits trade in plants and plant
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
GFT
N -
Ind
ones
ia
25
dari sumber ilegal - termasuk kayu dan produk kayu. Pengaturan
baru ini merupakan hasil amandemen atas ketentuan hukum yang
berusia 100 tahun. Walau Lacey Act tersebut telah lama menjadi
salah satu alat paling ampuh bagi berbagai institusi AS dalam
penegakkan atas kejahatan terhadap satwa liar, potensinya untuk
memerangi illegal logging barulah tergali saat ini. Lacey Act kini
menjadi preseden (model untuk pertama kalinya) dalam
perdagangan global untuk tumbuhan dan produk dari tumbuhan,
yang mengakui dan mendukung upaya negara-negara lain dalam
mengatur sumberdaya alamnya sendiri dan memberikan dorongan
yang kuat bagi perusahaan-perusahaan yang memperdagangkan
komoditas-komoditas dari tumbuhan untuk melakukan hal yang
sama.
Lacey Act adalah peraturan pertama dari peraturan - peraturan
sejenis lainnya yang melarang kegiatan impor, penjualan atau
perdagangan produk-produk kayu dan kayu yang ditebang secara
ilegal masuk ke Amerika Serikat (AS). Perusahaan-perusahaan
pengimpor produk-produk kayu ke AS akan membutuhkan
pemasok, seperti mill dan manufaktur-manufaktur dari Asia
Tenggara, untuk memahami peran mereka dalam memastikan
kesesuaian dengan peraturan tersebut. Karena deklarasi produk
baru di bawah Lacey Act diberlakukan bulan September 2010,
sejumlah besar importer-importer produk kayu yang bertempat di
AS akan mencari jaminan dari pemasok-pemasok produk, bahwa
produk yang mereka beli telah diproduksi secara legal. Artinya
mereka harus mendemonstrasikan kayu yang ditebang, dimiliki,
diperdagangkan, dijual atau diekspor tanpa melanggar peraturan -
peraturan di negara asal pohon tersebut tumbuh, walaupun
kayunya kemudian diproses di negara lain.
products derived from illegal sources - including log and
wood products. This new arrangement is the result of
amendments to the provisions of 100-year-old law. While
the Lacey Act has long been one of the most powerful
tools for a variety of U.S. institutions in the enforcement
of crimes against wildlife, it's potential to combat
illegal logging just being excavated recently. Lacey Act is
now a precedent (the first model) in global trade for plants
and plant products, which recognizes and supports the
efforts of other countries in managing their own natural
resources and provide a strong incentive for company's
plant commodities to do the same.
Lacey Act is the first law among others similar regulations
that prohibit the import, sale or trade of wood products
and illegally harvested wood to enter the United States
(US). The companies importing wood products to the
United States will require suppliers, such as mill and
manufacture from the Southeast Asia, to understand their
role in ensuring compliance with these regulations. Since
the declaration of new products under the Lacey Act
enacted in September 2010, many importer of wood
products located in the US will seek assurances from the
supplier of the products, that the product that they buy
have been produced legally. It means they have to
demonstrate the timber harvested, possessed, traded, sold
or exported without breaking the rules in the country of
origin where the tree grow, although the wood is then
processed in another country.
REGULATION
Photo by: Dok. WWF
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
26
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
REGULATION
LEGALITAS KAYU UNI EROPA
EUROPEAN UNION TIMBER LEGALITY
Indonesia diharapkan akan menjadi negara Asia pertama yang
memiliki perjanjian perdagangan kayu legal dengan Uni Eropa
melalui apa yang disebut dengan Forest Law Enforcement,
Governance and Trade-Voluntary Partnership Agreement (FLEGT-
VPA). Para perunding Indonesia dan Uni Eropa baru-baru ini
mencapai langkah maju - setelah melalui perundingan intensif
selama 2 hari di Jakarta - mereka bersepakat untuk menyelesaikan
perundingan dalam waktu 2-3 bulan mendatang. Ketika FLEGT-
VPA sudah dalam tahap implementasi penuh, maka akan terdapat
instrumen perdagangan yang memungkinkan hanya kayu dan
produk perkayuan yang terverifikasi legal saja yang bisa diekspor
ke pasar Uni Eropa.
"Perundingan perjanjian mengenai VPA sudah hampir tuntas" kata
Iman Santoso, Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan
Kementerian Kehutanan, Jum'at, 18 Februari 2011. "Perjanjian ini
sangat perlu bagi Indonesia karena akan memungkinkan eksportir
produk perkayuan Indonesia memperluas pasarnya di Uni Eropa.
Ini sangat penting, karena Uni Eropa baru-baru ini telah
mengeluarkan aturan Timber Regulation yang melarang
perdagangan kayu-kayu yang dipanen secara illegal di pasar Uni
Eropa mulai Maret 2013." Perdagangan produk perkayuan
Indonesia ke Uni Eropa bernilai sekitar 1 milyar USD per-tahun.
Dalam rangka menanggulangi pembalakan liar, mendorong
perdagangan kayu-kayu legal dan memenuhi tuntutan pasar, sejak
Indonesia is expected to become the first Asian country to
conclude a legal timber trade agreement with the
European Union, through a Forest Law Enforcement,
Governance and Trade-Voluntary Partnership Agreement
(FLEGT-VPA). Indonesian and EU negotiators took a big
step forward when - following 2 days of intensive talks in
Jakarta - they agreed to conclude the agreement within the
next 2-3 months. When a FLEGT-VPA is in full
implementation, there will be a credible trade instrument
that allows only legally verified timber and timber products
from partner countries to be supplied to the EU market.
"We're nearly there" said Indonesian Ministry of Forestry
Director General Iman Santoso on Wednesday, February
23rd, 2011. "This agreement is crucial for Indonesia as it
enables Indonesian timber exporters to expand their
market for timber and timber products in the European
Union. This is especially important because the EU has
just enacted a Timber Regulation which prohibits the sale
of illegally harvested timber on the EU market by March
2013." The value of Indonesia's timber trade with the EU
stands at an estimated USD 1 billion per year.
Since September 2009 Indonesia has been rolling out a
timber legality assurance system designed to tackle illegal
logging and to meet new market demands. Already in
September 2009 Indonesia telah mengimplementasikan sistem
verifikasi legalitas kayu. Pada tahun 2008, Amerika Serikat telah
meng-amandemen Lacey Act yang mewajibkan importir di
Amerika Serikat memastikan bahwa kayu-kayu yang mereka impor
adalah legal. Timber Regulation Uni Eropa juga melarang
perdagangan kayu illegal. Ketika perjanjian perdagangan antara
Uni Eropa dan Indonesia sudah dalam tahap implementasi penuh,
maka kayu-kayu Indonesia akan terverifikasi legal sehingga
mendapatkan posisi menguntungkan di pasar Uni Eropa.
Julian Wilson, Duta Besar/Kepala Perwakilan Komisi Eropa untuk
Indonesia, menyambut baik perkembangan ini dan menyampaikan
"Ini merupakan langkah maju yang luar biasa dalam hubungan
perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa. Ketika perjanjian
dan sistem verifikasi legalitas kayu ini diimplementasikan, maka
akan meningkatkan kesempatan bagi kayu-kayu Indonesia di Uni
Eropa. Produk-produk perkayuan Indonesia yang bernilai tinggi
seperti mebel, bahan-bahan bangunan dan pulp & kertas
memberikan sumbangan besar bagi pembangunan ekonomi baik
2008 the USA amended the Lacey Act requiring US
importers to make sure their timber imports are legal. The
new EU Timber Regulation also seeks to ensure imports of
legal timber only. When the trade agreement with
Indonesia is fully operational, Indonesian timber will be
verified legal and therefore have an advantageous position
on the EU market.
Julian Wilson, EU Ambassador to Indonesia, welcomed
this development saying "This is a big step forward for
trade relations between Indonesia and the EU. This
agreement demonstrates Indonesia and the EU's
commitment to address the problem of illegal logging and
associated trade. It will be the first of its kind in Asia, and
it will enhance Indonesia's reputation both in the timber
market and in the climate change community. The next
step will be the implementation of the Agreement. For
Indonesia this means reducing illegal timber production.
For the EU this means assuring it will only import legal
27
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
REGULATION
28
REGULATION
di lingkungan pedesaan maupun di kawasan industri. Perjanjian
ini akan merupakan yang pertama di Asia, dan akan meningkatkan
reputasi Indonesia baik dalam pemasaran produk perkayuan
maupun dalam isyu perubahan iklim." Dukungan bagi proses
perundingan multi-pihak dan peningkatan kapasitas bagi
pelaksanaan sistem audit legalitas kayu diberikan, terutama, oleh
Multi-stakeholder Forestry Programme, suatu kerjasama
kemitraan antara Kementerian Kehutanan Indonesia dan
Department for International Development (Pemerintah Inggris)
yang dilaksanakan oleh Yayasan Keanekaragaman Hayati
Indonesia (Yayasan KEHATI).
Disadur dari Joint Press Release Kementrian Kehutanan Republik
Indonesia dan Uni Eropa, Groundbreaking (FLEGT) timber trade
agreement with the EU nears completion
timber". Support for this multi-stakeholder negotiation
process and capacity building for the underlying timber
auditing system, has been provided mainly by the Multi-
stakeholder Forestry Programme, a partnership between
the Indonesian Ministry of Forestry and the UK
Department for International Development, implemented
on their behalf by KEHATI, the Indonesian Biodiversity
Foundation.
Adapted from Joint Press Release Ministry of Forestry
Republic of Indonesia and the European Union,
Groundbreaking (FLEGT) timber trade agreement with the
EU nears completion
Photo by: WWF Indonesia/ Sugeng Hendratno
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
GFT
N -
Ind
ones
ia
29
Pemerintah Indonesia dan Norwegia
menandatangani kerjasama konservasi
kehutanan untuk mengurangi emisi
karbon senilai 1 miliar dolar AS, sebagai
bagian dari komitmen bersama untuk
mengatasi perubahan iklim.
Penandatangan kesepakatan yang
berbentuk Letter of Intent (LoI) REDD+
pengurangan emisi dari deforestasi dan
degradasi hutan itu dilakukan oleh
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa
dan Menteri Lingkungan Hidup dan
Pembangunan Internasional Norwegia Erik
Solheim di Government Guest House,
Oslo, Rabu, 26 Mei 2010, sore waktu
setempat.
"Indonesia akan melaksanakan kewajiban
kami, apa yang ada di LoI karena
Indonesia sangat berkepentingan untuk
menyelamatkan hutan kami, lingkungan
kami, untuk rakyat kami dan untuk masa
depan kami," kata Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono yang menyaksikan
penandatanganan itu. Oleh karena itulah,
menurut Presiden, Indonesia telah
menetapkan pengurangan emisi 26 persen
sebelum tahun 2020, semata-mata untuk
kepentingan bangsa kami dan juga untuk
manusia sejagad yang ada di bumi ini. Ia
menegaskan, bahwa komitmen Indonesia
untuk menyelamatkan lingkungan sangat
kuat. Sehingga sekalipun tanpa bantuan
luar negeri Indonesia, tetap akan
memenuhi target ambisiusnya untuk
mengurangi emisi karbon sebesar 26
persen pada 2020.
Namun, bantuan negara-negara maju
dapat membuat upaya tersebut lebih
efektif, apalagi semua pihak akan
mendapat manfaat yang sama jika hutan
hujan tropis Indonesia lestari. Menurut
LETTER OF INTENT (LOI) REDD+ ANTARA INDONESIA DAN NORWEGIA
Presiden berdasarkan LoI itu, maka
pemerintah Norwegia akan memberikan
bantuan 1 miliar dolar AS jika Pemerintah
Indonesia mampu memenuhi tiga tahap
yang tercantum dalam LoI itu dengan
sesuai.
Tahap pertama adalah proses persiapan
atau pembangunan kapasitas yang antara
lain dilakukan melalui pembentukan
lembaga yang memiliki kewenangan
dalam pelaksanaan program tersebut.
Tahap kedua adalah penerapan atau
proyek percontohan.
Menurut Perdana Menteri Norwegia, Jens
Stoltenberg pada tahap kedua itu kedua
pemerintah akan menyetujui sebuah lokasi
untuk proyek percontohan. Sedangkan
yang ketiga, kata Stoltenberg adalah
penerapan secara menyeluruh atau
nasional. Pada tahap ketiga itu, akan
REGULATION
berlaku prinsip pembayaran atas dasar
performa atau hasil atau dengan kata lain
bantuan tersebut akan diberikan jika
Indonesia benar-benar terbukti mampu
mencegah deforestasi dan degradasi
hutan. "Pada awalnya, kita membantu
untuk pembangunan kapasitas tapi
kemudian kita membayar berdasarkan
hasil," katanya.
Pemerintah Norwegia telah melakukan
metode yang serupa di Brazil. "Kontribusi
ini akan didasarkan pada pengurangan
penebangan hutan. Oleh karena itu,
menurut saya monitoring dan verifikasi
adalah kunci untuk memastikan bahwa
benar-benar terjadi kemajuan dalam
mengurangi penebangan hutan," ujarnya.
Sumber: www.indonesia.go.id
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
30
Government of Indonesia and
Norway signed an agreement on
forest conservation to reduce carbon
emissions worth 1 billion US dollars,
as part of a joint commitment to tacle
climate change. Signing the
agreement in the form of Letter of
Intent (LoI) REDD+ reducing
emissions from deforestation and
forest degradation were carried out
by the Ministry of Foreign Affairs,
Marty Natalegawa and Minister for
the Environment and International
Development of Norway, Erik
Solheim at the Government Guest
House, Oslo, Wednesday, May 26,
2010, after noon local time.
"Indonesia will carry out our
obligations according on the LoI
because Indonesia is very concerned
LETTER OF INTENT (LOI) REDD+ BETWEEN INDONESIA AND NORWAY
to save our forests, our environment,
for our people and for our future,"
said President Susilo Bambang
Yudhoyono who witnessed the
signing. Therefore, according to the
President, Indonesia has set 26
percent reduction in emissions by
affirmed that Indonesia's
commitment to saving the
environment is very strong. So even
without foreign aid, Indonesia
expects to meet ambitious targets to
reduce carbon emissions by 26
percent in 2020.
However, the assistance of developed
countries can make these efforts
more effective, let alone all parties
will receive the same benefits if
Indonesia's tropical rain forests
REGULATION
sustainable. According to the
President, based on the LoI, the
Norwegian government will grant US
$ 1 billion if the government of
Indonesia is able to meet the three
stages of the LoI stated in it
accordingly.
The first stage is preparation or
capacity building, among others,
done through the establishment of
institutions that have authority in the
implementation of the program. The
second stage is the implementation
or pilot projects. According to the
Prime Minister of Norway, Jens
Stoltenberg, at the second stages the
two governments will approve a
location for a pilot project. The third
stage is the application of overall
implementation on the national level.
In the third phase, it will apply the
principle of payment on the basis of
performance or results if Indonesia
really proven to prevent deforestation
and forest degradation. "Initially, we
helped to build the capacity but then
we pay based on the results," he said.
The Norwegian government has
made a similar method in Brazil.
"This contribution will be based on
the reduction of deforestation.
Therefore, in my opinion the key is
monitoring and verification, to ensure
that true progress in reducing
deforestation," he said.
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
GFT
N -
Ind
ones
ia
Photo by: Laporan Publikasi Greenpeace Indonesia, Uang Perlindungan
Photo by: WWF Indonesia/ Ahmad Moetaba
WWF CAMPAIGN
31
KAMPANYE TAHUN HARIMAU 2010
YEAR OF THE TIGER CAMPAIGN 2010
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
32
WWF CAMPAIGN
Tahun 2010 merupakan tahun yang sangat penting untuk konser-
vasi harimau. Selain dinyatakan sebagai tahun Keanekaragaman
Hayati oleh PBB, tahun 2010 juga merupakan tahun harimau
dalam kalender Cina yang dirayakan besar-besaran setiap
tahunnya. Untuk itu WWF memandang tahun 2010 sebagai tahun
konservasi harimau di mana beberapa kegiatan penting akan
dilakukan pada tahun ini yang bertujuan menggandakan jumlah
populasi harimau dunia pada tahun 2020 mendatang atau tahun
harimau berikutnya dalam kalender Cina.
WWF-Indonesia juga mengambil bagian dalam kampanye konser-
vasi harimau pada tahun 2010 ini. Harimau sumatera (Panthera
tigris sumatrae) merupakan sub-spesies harimau terakhir yang
hidup di Indonesia. Dua sub-spesies lainnya, yaitu harimau jawa
(Panthera tigris javanica) dan harimau bali (Panthera tigris balica)
telah punah pada pertengahan abad 20 lalu. Jumlah harimau
sumatera saat ini kurang dari 400 individu di alam liar dan
populasinya tersebar di hutan-hutan dataran rendah dan lahan
The year 2010 is a crucial year for tiger conservation.
Besides declared as the year of Biological Diversity by the
UN, 2010 is also the year of the tiger in the Chinese
calendar which is massively celebrated every year. To that
regard WWF sees 2010 as the year of tiger conservation,
in which some important activities will be conducted this
year aimed at doubling the number of the world's tiger
population by 2020, or in the next year of tiger in Chinese
calendar.
WWF-Indonesia also took part in the 2010's tiger
conservation campaign. Sumatran tiger (Panthera tigris
sumatrae) is the last tiger sub-species that live in
Indonesia. Two other sub-species, namely Java tiger
(Panthera tigris javanica) and the Bali tiger (Panthera tigris
balica) has been extinct in the mid-20th century. The
number of Sumatran tigers is currently less than 400
individuals in the wild and the population is scattered in
lowland forests and peat lands from Aceh to Lampung.
With that population number, Indonesia has 12% of the
world's tiger population, which are 3.200 individuals.
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
GFT
N -
Ind
ones
ia
gambut dari Aceh sampai Lampung. Dengan jumlah populasi
tersebut, Indonesia mempunyai 12% dari jumlah populasi
harimau dunia yaitu 3,200 individu.
Sejak tahun 2004, WWF-Indonesia telah memulai riset di kawasan
habitat harimau serta bekerja bersama pemerintah serta
masyarakat lokal untuk mengurangi perburuan liar dan
perdagangan ilegal serta konflik manusia-harimau terutama di
daerah Tesso Nilo dan Rimbang Baling, kawasan habitat penting
harimau sumatera. Pada tahun 2010, unit patroli harimau WWF-
Indonesia bersama Balai Taman Nasional menemukan dan menyita
79 jerat harimau berupa sling dan nilon. Pada akhir kampanye
Tahun Harimau 2010, WWF-Indonesia mengadakan lokalatih
bersama dengan Dirjen KKH Kementerian Kehutanan mengenai
pemberantasan perdagangan ilegal satwa liar di Provinsi Riau
yang diikuti oleh 47 peserta yang sebagian besar adalah aparat
penegak hukum.
Di samping itu, WWF-Indonesia juga bekerja bersama masyarakat
dalam mengurangi dampak ilegal logging, pengawasan terhadap
kejahatan kehutanan, bekerja bersama perusahaan untuk
pengelolaan perkebunan yang lebih baik, serta bekerja bersama
pemerintah untuk rencana dan pelaksanaan penataan ruang
berbasis ekosistem.
33
Since 2004, WWF-Indonesia has started research in the
area of tiger habitat and working with government and
local communities to reduce poaching, illegal trade and
human-tiger conflicts, especially in the Tesso Nilo and
Rimbang Baling, the important habitat for Sumatran tigers.
In 2010, tiger patrol units together with WWF-Indonesia's
and National Park Authority discovered and seized 79 tiger
snares of slings and nylon. At the end of the 2010 Year of
the Tiger campaign, WWF-Indonesia together with
Director General KKH of the Ministry of Forestry held
training about fighting illegal trade in wildlife in Riau
Province which was attended by 47 participants, mostly
law enforcement officers.
In addition, WWF-Indonesia is also working with
communities in reducing the impact of illegal logging and
monitoring of forest crime, working with the company for
better management of plantations, as well as working with
governments to plan and implement ecosystem-based
spatial planning.
In 2008, 10 Governors from Sumatra and four Ministries :
Ministry of the Interior, Ministry of Environment, Ministry
of Forestry and the Ministry of Public Works announced
their commitment to save Sumatra's remaining forests
and begin to design Sumatran ecosystem-based spatial.
This commitment is resembled to a document of
Ecosystem-Based Spatial Rescue Road Map, which was
launched in 2010. This Road Map deliver the RIMBA area
of integrated ecosystem (an abbreviation of Riau, Jambi
and West Sumatra), which covers 19 districts in the
province of Riau, Jambi and West Sumatra. RIMBA
Integrated Ecosystem Wilderness Area covers lowland
forest areas and high in 19 provinces including
three important landscapes of Sumatran
tiger habitat, as well as three important
watersheds that support an
area of 1 million
hectares. This area is
a pilot model of the
region practice of
ecosystem-based
spatial
WWF CAMPAIGN
Photo by: WWF Indonesia/ Irza Rinaldi
GFT
N -
Ind
ones
iaW
WF G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
34
planning. With this ecosystem-based spatial planning, it
is hoped that all parties will improve the protection of
the Sumatran tiger habitats so that populations of
Sumatran tigers can grow and meet the target amount
to double by the year 2020.
In addition to campaigning on local government and
community level, WWF-Indonesia also conducts public
awareness campaigns and fundraising for the Sumatran
tiger. During the year 2010, as many as 1.769 people
have donated through the Friends of Tiger, a one-time
donation activity released by WWF-Indonesia in the
early campaign Year of the Tiger 2010. In addition,
various activities such as WWF-Indonesia Panda
Mobile, photo exhibitions, visits the school has
collected more than 230 thousand people; WWF-
Indonesia online campaign through social media like
Facebook, Twitter and website on the Year of the Tiger
2010 also has embraced more than 430 thousand
visitors.
Tiger is one indicator species for a healthy forest. Year
of the Tiger 2010 has ended, but the works relating to
the conservation of tigers continue to be supported in
2011 which also declared as the Year of Forests by the
United Nations. In closing this Year of the Tiger, WWF-
Indonesia will continue to multiply their efforts and
ensure that this charismatic species will continue to
survive until the next generation.
Pada tahun 2008, 10 Gubernur se-Sumatera dan empat
Kementerian yaitu Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Lingkungan Hidup, Kementerian Kehutanan dan Kementerian
Pekerjaan Umum mengumumkan komitmen mereka untuk
menyelamatkan hutan Sumatera yang tersisa serta memulai untuk
merancang tata ruang Sumatera berbasis ekosistem. Komitmen ini
diturunkan menjadi sebuah dokumen Peta Jalan Penyelamatan
Tata Ruang Berbasis Ekosistem yang diluncurkan pada tahun
2010. Dari Peta Jalan ini, lahirlah area ekosistem terpadu RIMBA
(singkatan dari Riau, Jambi dan Sumatera Barat) yang meliputi 19
Kabupaten di Provinsi Riau, Jambi dan Sumatera Barat. Area
Ekosistem Terpadu RIMBA ini meliputi kawasan hutan dataran
rendah dan tinggi di 19 provinsi termasuk di dalamnya 3 lansekap
penting habitat harimau sumatera serta tiga daerah aliran sungai
penting yang menghidupi kawasan seluas 1 juta hektar. Kawasan
ini menjadi kawasan model demonstrasi praktek perencanaan tata
ruang berbasis ekosistem. Dengan penataan ruang berbasis
ekosistem tersebut, diharapkan seluruh pihak dapat meningkatkan
perlindungan habitat harimau sumatera sehingga populasi
harimau sumatera dapat berkembang dan memenuhi target
berjumlah dua kali lipat pada tahun 2020.
Selain melakukan kampanye di tataran pemerintah dan masyarakat
lokal, WWF-Indonesia juga melakukan kampanye publik dan juga
fundraising untuk konservasi harimau sumatera. Sepanjang tahun
2010, sebanyak 1,769 orang telah menyumbang melalui Sahabat
Harimau, sebuah kegiatan donasi satu kali (one time donation)
yang dirilis oleh WWF-Indonesia pada awal kampanye Tahun
Harimau 2010. Selain itu, berbagai kegiatan WWF-Indonesia
seperti Panda Mobile, pameran foto, kunjungan sekolah telah
mengumpulkan lebih dari 230 ribu orang; kampanye online WWF-
Indonesia lewat social media seperti Facebook, Twitter dan website
pada Tahun Harimau 2010 juga telah merangkul lebih dari 430
ribu pengunjung.
Harimau merupakan salah satu spesies indikator untuk hutan yang
sehat. Tahun Harimau 2010 telah berakhir, namun kerja-kerja yang
berkaitan dengan konservasi harimau terus didukung pada tahun
2011 ini yang juga dinyatakan sebagai Tahun Hutan oleh
Perserikatan Bangsa-bangsa. Dalam penutupan Tahun Harimau
ini, WWF-Indonesia akan terus menggandakan upaya dan
memastikan bahwa spesies yang kharismatik ini akan terus
bertahan hingga generasi selanjutnya.
WWF CAMPAIGN
Photo by: WWF Indonesia/ Irza Rinaldi
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
GFT
N -
Ind
ones
ia
Global Forest & Trade Network (GFTN) adalah salah satu inisiatif
WWF dalam mencapai pengelolaan hutan berkelanjutan melalui
proses sertifikasi. GFTN Indonesia diluncurkan di Jakarta pada 16
Oktober 2003 dengan nama lokal “Nusa Hijau”.
Program GFTN Indonesia bertujuan untuk:
1. Mempromosikan pengelolaan hutan berkelanjutan.
2. Usaha memenuhi permintaan kayu lestari dari Indonesia.
3. Memediasi kesempatan kerjasama produsen dan buyer yang
berkomitmen tinggi dalam mencapai dan mendukung kegiatan
kehutanan yang bertanggung jawab dalam jaringan pasar
global.
4. Memfasilitasi tercapainya lebih banyak produsen dan
manufaktur hasil hutan tersertifikasi di Indonesia.
GFTN menciptakan kondisi pasar untuk membantu pelestarian
hutan-hutan dunia sekaligus menyediakan keuntungan ekonomi
sosial bagi kalangan bisnis serta masyarakat yang bergantung
pada hutan. GFTN juga mempromosikan kerjasama antara
organisasi non-pemerintah (NGO) dengan para perusahaan untuk
meningkatkan kualitas pengelolaan hutan.
GFTN memiliki 18 Forest and Trade Networks (FTN) lokal di 36
negara, terdiri dari kurang lebih 800 anggota, terutama di Eropa
dan Amerika Utara. Sedangkan GFTN Indonesia tercatat
mempunyai 36 anggota (24 perusahaan/trade participants dan 12
HPH/forest participants). Keanggotaan GFTN terbuka bagi para
forest managers, produsen serta pemilik/pengelola hutan rakyat
yang ingin memperbaiki dan mengembangkan pengelolaan areal
hutannya. Keanggotaan ditentukan melalui persyaratan GFTN dan
menandatangani nota kesepahaman (MoU) atau Participant
Agreement (PA) dengan WWF-Indonesia.
Kantor Taman A9, Unit A-1
Jl. Mega Kuningan Lot 8-9/A9
Kawasan Mega Kuningan - Jakarta 12950, Indonesia
Phone: +62 21 576 1070, Fax: +62 21 576 1080
WWF Indonesia
Global Forest & Trade Network (GFTN) is one of the
initiatives from WWF to achieve sustainable forest
management through certification process. GFTN
Indonesia was launched in Jakarta on 16 October 2003
under the local name of “Nusa Hijau”.
The objectives of GFTN Indonesia program are:
1. Promoting sustainable forest management.
2. Fulfilling sustainable wood demand from Indonesia.
3. Mediating partnership opportunities between producer
and buyer that are highly committed to achieve and
support responsible forestry activities in a global
market network.
4. Facilitating more certified forest product producers and
manufacturers in Indonesia.
GFTN creates a market condition that helps the world’s
forests conservation, and at the same time provides social
economic benefits for businesses and communities that
are dependent on the forest. GFTN also promotes
partnerships between non-government organizations
(NGO) with companies to increase forest management
qualities.
GFTN has 18 local Forest and Trade Networks (FTN) in 36
countries, with around 800 members, especially in Europe
and North America. GFTN Indonesia has 36 members (24
companies/trade participants and 12 HPH/ forest
participants). GFTN membership is open for forest
managers, producers and community forest owner/
manager, who wanted to improve and develop their
forest’s management. Membership is defined under
GFTN’s requirements and through a signing of a Memo-
randum of Understanding (MoU) or Participant Agreement
(PA) with WWF-Indonesia.
36
TENTANG GFTN-INDONESIAG
FTN
- I
ndon
esia
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
Trade Participant
Forest Participant
UPDATE KEANGGOTAAN GFTN - INDONESIA
No Company Date of Join Species Status
PLANTATION
1. Perhutani North Banyuwangi 24 Februari 2006 Teak Sp Ongoing Process To Certification
2. Perhutani Saradan 24 Februari 2006 Teak Sp Ongoing Process To Certification
3. Perhutani Madiun 24 Februari 2006 Teak Sp Ongoing Process To Certification
4. Perhutani Jatinegoro 24 Februari 2006 Teak Sp Ongoing Process To Certification
5. Perhutani Bojonegoro 24 Februari 2006 Teak Sp Ongoing Process To Certification
6. PT Inhutani II 11 May 2006 Acacia Mangium Ongoing Process To Certification
NATURAL
7. PT Sumalindo Lestari Jaya II 15 February 2006 Dipterocarp Sp CERTIFIED
8. PT Sari Bumi Kusuma 26 Juni 2006 Dipterocarp Sp CERTIFIED
9. PT Sarang Sapta Putra 25 September 2007 Dipterocarp Sp Ongoing Process To Certification
10. PT Suka Jaya Makmur 18 May 2009 Dipterocarp Sp Ongoing Process to Certification
11. PT Inhutani I Simendurut Site 18 May 2009 Dipterocarp Sp Ongoing Process to Certification
12. PT Ratah Timber 11 Februari 2010 Dipterocarp Sp Ongoing Process to Certification
37
TENTANG GFTN-INDONESIA
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
GFT
N -
Ind
ones
ia
No Company Date of Join Product Status
1. PT Bangun Sarana Wreksa 24 January 2005 Garden Furniture Ongoing Process To Certification
2. PT Falak Jaya Furnitama 8 December 2005 Garden Furniture CERTIFIED
3. PT Diraja Surya 20 January 2006 Garden Furniture Ongoing Process To Certification
4. PT Masterwood Indonesia 22 March 2006 Garden Furniture CERTIFIED
5. CV Kwas 11 May 2006 Garden Furniture Ongoing Process To Certification
6. PT Kayu Permata 26 June 2006 Door, Mouldings CERTIFIED
7. PT Harjohn Timber 26 June 2006 Plywood CERTIFIED
8. PT Bangkit Jaya Semesta 26 June 2006 Outdoor Furniture CERTIFIED
9. PT Rimba Mutiara Kusuma 7 August 2006 Garden Furniture CERTIFIED
10. PT Marcelindo Jaya Pratama 7 August 2006 Garden Furniture Ongoing Process To Certification
11. PT Inatai Golden Furniture Industries 11 September 2006 Garden Furniture CERTIFIED
12. PT Seng Fong Moulding Perkasa 18 September 2006 Factory/Manufacturer Ongoing Process To Certification
13. PT Intertrend Utama 21 November 2006 Garden Furniture CERTIFIED
14. CV Rimba Sentosa 22 November 2006 Furniture Woodworking Ongoing Process To Certification
15. PT Indo Furnitama Raya 4 January 2007 Furniture Ongoing Process To Certification
16. PT Trimitra Mebelindo 15 February 2007 Garden Furniture CERTIFIED
17. PT Redtroindo Nusantara 15 February 2007 Manufacturer Ongoing Process To Certification
18. CV Citra Indomebel 24 Agustus 2007 Garden Furniture Ongoing Process To Certification
19. CV Hanse Garden 28 September 2007 Garden Furniture CERTIFIED
20. PT Kayu Lapis Asli Murni 8 November 2007 Plywood Ongoing Process To Certification
21. PT Jaya Raya Trasindo 11 September 2008 Decking, Anti Slip CERTIFIED
22. PT Indo Bagus Slat April 2009 Pencil Slat CERTIFIED
23. PT Intregra Indocabinet 11 February 2009 Indoor/Garden Furniture, Plywood Ongoing Process to Certification
24. PT. Inhutani I UM Gresik 10 December 2009 Ongoing Process to Certification
Aditya Bayunanda (Dito)
GFTN-Indonesia Coordinator
Sebelum bergabung dengan
GFTN pada bulan Maret 2009,
Dito menjabat sebagai Deputi
Direktur di Lembaga Ekolabel
Indonesia (LEI). Dito mewakili
Indonesia di beberapa konfe-
rensi lingkungan internasional
seperti ITTO, konferensi ASEAN
dan AFP (Asia Forest Partner-
ship). Latar belakang Dito
adalah sertifikasi hutan, CoC,
hutan tanaman dan manajemen
hutan berbasis komunitas.
Prior joining GFTN on
March 2009, Dito was
working as Deputy Director
in Indonesia Ecolable Insti-
tute. Dito participated in
several international envi-
ronmental conferences such
as ITTO, ASEAN conferen-
ces and AFP (Asia Forest
Partnership) as member of
the Indonesian delegation.
Dito has background know-
ledge on forest certification,
CoC, forest plantation and
CBFM (Community Based
Forest Management).
Joko Sarjito
Responsible Forest Officer
Joko bergabung dengan GFTN
sebagai Resposible Forest
Officer sejak akhir November
2009. Sebelumnya ia bekerja di
bidang praktisi kehutanan
(HPH) bersertifikasi FSC sejak
tahun 1998. Di GFTN, Joko
bertugas untuk memfasilitasi
anggota GFTN dalam mengim-
plementasikan pengelolaan
hutan yang bertanggungjawab
(SFM).
Joko joins GFTN-Indonesia
as Responsible Forest
Officer in late November
2009. Previously, he
worked in FSC certified
Forest Concession since
1998. In GFTN-Indonesia,
Joko facilitates GFTN
Forest Participants in
implementing sustainable
forest management
scheme through stepwise
approach.
Nur Maliki Arifiandi (Okky)
Trade Participant Officer
Bergabung dengan program
GFTN pada tahun 2006, Okky
pertama kali menjabat sebagai
Communication, Networking &
Administration Officer. Namun
sejak tahun 2007, fokusnya
lebih ke trade issue. Saat ini
Okky menjembatani GFTN dan
perusahaan-perusahaan
pengolah kayu.
Okky joined the GFTN
program in 2006 as
Communication, Networking
and Administration Officer.
However, since 2007, she
handles Trade issues.
Today, Okky manages
GFTN’s relationship with
manufactures and wood
working companies.
Dita Ramadhani
Communication Officer
Dita Ramadhani terjun di
bidang kehutanan pada bulan
Januari 2008. Sebelum di WWF,
Dita bekerja sebagai wartawan
di MRA Printed Media dan
Indo-Pacific Reputation
Management Consultant.
Berbekal pengalaman tersebut,
saat ini Dita menjabat sebagai
Communication Officer untuk
program GFTN.
Dita Ramadhani joined the
forestry field in January
2008. Prior to this, she
worked as a journalist in
MRA Printed Media (Hearst
Corporation Indonesia) and
as a consultant in Indo
Pacific Reputation
Management Consultant.
With experiences from
these past positions, Dita is
now the Communication
Officer for GFTN.
37
GFTN - Indonesia TeamG
FTN
- I
ndon
esia
WW
F G
lob
al F
ore
st &
Tra
de N
etw
ork
Bulle
tin K
ale
idosk
op 2
010
Why We Need the GFTN and How it Works
Every year, more than 30 million acres of natural forest are destroyed to meet the
growing global demand for wood and agricultural products.
The Global Forest & Trade Network (GFTN) recognizes that an effective response to
such devastation is to turn the global marketplace into a positive force to save the
world’s most valuable and threatened forests. Increasingly, consumers want to know
where their wood comes from and to be assured that today’s forests will be here
tomorrow for their children and grandchildren.
The GFTN—a WWF-led partnership—links more than 360 companies, communities,
NGOs, and entrepreneurs in more than 30 countries around the world. The goal is to
create a new market for environmentally responsible forest products. Since 1991,
market-driven demands from GFTN participants have increased the economic
incentives for responsible forest management. This is helping to ensure that millions of
acres of forests are independently and credibly certified, a guarantee that the forests are
well managed and that their products come from legal and sustainable timber harvests.
But despite this solid progress, reliable supplies of credibly certified “good wood” are
still limited. And trade in wood and pulp from illegal or controversial sources is
continuing.
A growing number of forest owners and managers, manufacturers of wood and paper
products, retailers, distributors, and investors support sustainable forest management.
But there are complex obstacles to achieving this goal. A major problem is uncertainty
about how to achieve “good wood” certification and benefit from it.
The GFTN exists to support and facilitate greater coordination of national and regional
efforts to expand responsible and credibly certified forest management, including
technical assistance throughout the certification process and enhanced marketing
opportunities.
GFTN participants are committed to increasing the availability of forest products from
well managed forests, helping each other benefit and profit from sustainable forest
management, and ending the purchase of forest products from illegal and controversial
sources. This is the GFTN mandate.
AB
OU
T G
FTN
Kantor Taman A9, Unit A-1
Jl. Mega Kuningan Lot 8-9/A9
Kawasan Mega Kuningan - Jakarta 12950, Indonesia
Phone: +62 21 576 1070, Fax: +62 21 576 1080
www.wwf.or.id/gftn
WWF Indonesia
WWF is one of the world's largest and most experienced independent conservation organizations, with almost 5 million
supporters and global network action in more than 100 countries.
WWF's mission is to stop the degradation of the planet's natural environment and to build a future in which humans live in
harmony with nature, by:
�conserving the world's biological diversity.
�ensuring that the use of renewable natural resources is sustainable.
�promoting the reduction of pollution and wasteful consumption.
www.panda.org/gftnPrinted on recycle paper
