1
ANALISIS PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN PENDERITA DIARE DENGAN KERANGKA HEALTH BELIEF MODEL
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LANRISANG KABUPATEN PINRANG TAHUN 2011
Treatment Search Behavior Analysis on Diarrhea Patients with Health
Belief Model Frame in Public Health Center (Puskesmas) Lanrisang Won\Area Year 2011)
KASMAWATI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
2
ANALISIS PERILAKU PENCARIAN PENGOBATAN PENDERITA DIARE DENGAN KERANGKA HEALTH BELIEF MODEL
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LANRISANG KABUPATEN PINRANG TAHUN 2011
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
KASMAWATI
NO.STAMBUK : P 180 52 09 514
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
3
4
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini
Nama : Kasmawati
NomorPokok : P1805209514
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain.
Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian
atau keseluruhan tesis ini karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Juli 2011
Yang menyatakan
Kasmawati
5
ABSTRAK
KASMAWATI. Analisis Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Diare dengan Kerangka Health Belief Model di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang Kabupaten Pinrang Tahun 2011 (dibimbing oleh Ridwan Thaha dan Muh. Syafar)
Penelitian ini bertujuan menemukan perilaku pencarian pengobatan penderita diare dengan menggunakan kerangka health belief model di wilayah kerja Puskesmas Lanrisang.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan rancangan studi kasus. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah pasien yang menderita diare dan ibu balita yang menderita diare. Informan kunci adalah petugas kesehatan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, dan kajian pustaka. Data dianalisis dengan analisis kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang pencegahan dan penanggulangan diare masih terbatas penyebutan dan diare dianggap hanya gejala penyakit. Masyarakat menganggap penyakit diare disebabkan lingkungan yang kotor, makanan yang kotor, minum air yang tidak dimasak. Persepsi penderita diare berdasarkan faktor demografi dan struktur sosial bahwa semua orang mempunyai resiko yang sama yaitu tertular penyakit diare. Persepsi tentang mudahnya tubuh terserang penyakit diare menunjukkan bahwa penyakit diare merupakan penyakit yang sifatnya menular dan penyakit diare mengakibatkan aktivitas sehari-hari tidak dapat dilakukan. Ancaman yang dirasakan oleh penderita diare seringkali membawa gangguan psikis pada penderita dan tidak menonjolkan masalah medisnya. Tindakan pertama yang dilakukan oleh penderita diare adalah menentukan dirinya merasa sakit dan dilanjutkan dengan melakukan pengobatan terhadap dirinya sendiri (self treatment) baru berobat ke Puskesmas (pengobatan modern).
Kata kunci pelaku pencarian pengobatan, diare, health belief model
6
ABSTRACT
KASMAWATI. Treatment Search Behavior Analysis on Diarrhea Patients with Health Belief Model Frame in Public Health Center (Puskesman) Lanrisang Won\Area (supervised by Ridwan Thaha and Muh. Syafar).
The purpose of the study is to find out the treatment search behavior for diarrhea patients using frame of health belief model in Public Health Center (puskesmas) Lanrisang work area.
The type of the research was qualitative. Regular informants were patients suffering from diarrhea, the mothers of toddlers. Key informants were the healthcare workers.
The results reveal that the public still thinks the prevention and control of diarrhea is only a symptom of diseases. The attitude and effort to prevent diarrhea is believed to be caused by dirty environment, dirty food, non-boiled drinking water. Perception of diarrhea based on demography factor and social structure indicates that diarrhea is infectious disease so all people have the same risk to be infected by diarrhea; while the diarrhea is considered to be serious illness due to diarrhea can bring about people cannot do their daily activities. The threat felt by the diarrhea patients often causes psychological problem and this more influential than the medical problem; The first stage to do when patients get the disease is self treatment and then go to puskesmas to get modem treatment.
Keywords : treatment search behavior, diarrhea, model belief health frame
7
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan taufik-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
sebagai tugas akhir yang merupakan salah satu persyaratan untuk dapat
dapat menyelesaikan Program Magister pada Program Pascasarjana
Unrversrtas Hasanuddin, Makassar.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari semua pihak
baik langsung maupun tidak langsung maka tesiss ini tidak akan
terselesaiakan sebagaimana adanya saat ini, Penyusunan tesis ini tidak akan
dapat selesai .dengan baik tanpa arahan dan bimbingan dari penasehat kami
oiehnya rtu pada kesempatan ini kami megucapkan terimah kasih yang
sedalam-dalamnya kepada Bapak Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc selaku
pembimbing I dan Bapak Prof.Dr.dr H.Muh.Syafar, MS selaku pembimbing II
atas bantuan dan bimbingan yang telah dicurahkan mulai dari pengembangan
ide awal sampai selesainya penulisan tesis ini.
Pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga kepada:
1. Bapak Prof.Dr.dr. Idrus Paturusi, SP.B selaku Rektor UNHAS Makassar
yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk meianjutkan
pendidikan pada Pasca sarjana.
8
2. Direktur Pasca Sarjana UNHAS yang telah memberikan kesempatan
mengikuti program Magister Kesehatan pada konsentrasi Promosi
Kesehatan.
3. Bapak Dr.Ridwan Thaha, M.Sc selaku ketua konsentrasi Promosi
kesehatan yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi
perbaikan tesis ini.
4. Bapak Prof.Dr.dr.H.M Rusli Ngatimin.MPH dan Bapak selaku penguji I , Dr.
Anwar Daud, SKM, M.Kes selaku penguji II, dan Dr. dr. Hj. Syamsiar
S.Russeng.MS selaku penguji III yang telah banyak memberikan arahan
dan masukan demi perbaikan tesis ini.
5. Teman-Teman se angkatan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
namanya
6. Akhirnya ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada suamiku tercinta
Drs. H. Abdu.M.Si dan anak-anakku Fahyuni Farawati Abma , Fajrin
Ardiansyah Abma atas kebersamaan, kesabaran, keihlasan, kesetiaan
.pengertian dan dukungan selama ini baik materi maupun in materi
sehingga saya bisa menyelesaikan tesis ini semoga pengorbanan selama
ini Allah SWT yang membalasnya.
9
Penulis rnenyadarj tesis ini jauh dari sempuma oleh sebab "itu penulis
mengharapkan masukan dan saran dari berbagai pihak sangat diharapkan
dapat menambah kualitas penelitian ini dan dapat menambah khasanah ilmu
pengetahuan dan bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, Juli 2011
Penulis
10
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL i
PERNYATAAN PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS iii
ABSTRAK iv
ABSTRACT v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR LAMPIRAN viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 6
C. Tujuan Penelitian 6
D. Manfaat Penelitian 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9
A. Tinjauan Umum Tentang Diare 9
B. Tinjauan Umum Tentang Perilaku 25
C. Domain Perilaku 26
D. Perilaku Pencarian Pengobatan 32
11
BAB III KERANGKA PIKIR, DEFINISI KONSEP DAN PROPOSISI
PENELITIAN
A. Kerangka Pikir 37
B. Defenisi Konsep 38
C. Proposisi Penelitian 39
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 41
B. Waktu dan Lokasi Penelitian 41
C. Instrumen Penelitian 41
D. Pengumpulan dan Analisis Data 42
BAB IV HASH DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 45
B. Karakteristik Informan 49
C. Konsep Masyarakat Tentang Penyakit Diare 50
D. Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan dan 61
Penanggulangan Diare
E. Tindakan Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan dan 67
Penaggulangan
F. Upaya Pencarian Pengobatan 72
G. Strategi Penanggulangan 79
12
BAB V KESIMPULAN
A. Kesimpulan 91
B. Saran-saran 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut undang-undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan pasal 1
dijelaskan bahwa Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental,
spritual maupun sosia! yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif
secara sosial dan ekonomis. Untuk mengoptimalkan pembangunan di bidang
kesehatan maka Departeman Kesehatan Rl telah menetapkan visi
pembangunan kesehatan yaitu " Masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan". Visi tersebut diharapkan dapat terwujud terselenggaranya
pembangunan kesehatan secara berhasil guna dan berdaya-guna dalam
rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
termasuk didalamnya program lingkungan sehat.
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang diiakukan secara terpadu, terintregasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat (UU Kesehatan No 36 2009)
14
Program lingkungan sehat dan hygiene kesehatan bertujuan
mewujudkan mutu lingkungan hidup yang sehat serta melindungi masyarakat
dari ancaman bahaya yang berasal dari lingkungan atau penyakit berbasis
lingkungan seperti malaria, DBD, diare dan Iain-Iain.
Kejadian Diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa)
seperti halnya kolera dengan jumlah penderita yang banyak dalam waktu yang
singkat. Namun dengan tatalaksana diare yang cepat, tepat dan bermutu.
kematian dapat ditekan seminimal mungkin. Pada bulan Oktober 1992
ditemukan strain baru yaitu Vibrio Cholera 0139 yang kemudian digantikan
Vibrio Cholera strain El Tor ditahun 1993 dan kemudian menghilang dalam
tahun 1995-1996, kecuali di India dan Bangladesh yang masih ditemukan.
Sedangkan E. Coli 0157 sebagai penyebab diare berdarah dan HUS
(Haemolytic Uremia Syndrome). KLB pernah terjadi di USA, Jepang, Afrika
Selatan dan Australia. Dan untuk Indonesia sendiri kedua strain diatas belum
pernah terdeksi (Ahmadi, 2005).
Penyakit diare sampai kini masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat, walaupun secara umum angka kesakitan masih berfluktuasi, dan
kematian diare yang dilaporkan oleh sarana pelayanan dan kader kesehatan
mengalami penurunan namun penyakit diare ini masih sering menimbulkan
KLB yang cukup banyak bahkan menimbulkan kematian.
15
Di Indonesia, hasil survei yang dilakukan oleh program, diperoleh
angka kesakitan Diare untuk tahun 2000 sebesar 301 per 1.000 penduduk,
angka ini meningkat bila dibandingkan dengan hasil survei yang sama pada
tahun 1996 sebesar 280 per 1.000 penduduk. Sedangkan berdasarkan
laporan kabupaten/ kota pada tahun 2008 diperoleh angka kesakitan diare
sebesar 27,97 per 1000 penduduk. Sedangkan angka kesakitan diare pada
tahun 2009 sebesar 27,25 per 1000 penduduk. Jauh menurun jika
dibandingkan 12 tahun sebelumnya.
Di Sulawesi Selatan, Kabupaten/kota dengan angka kesakitan diare
tertinggi pada tahun 2009 (36,87-55,13 per 1000 penduduk) yaitu Kab.
Takalar, Enrekang, Tanatoraja, Palopo, Luwu Utara, dan Luwu Timur (merah).
Sedangkan terendah (1,16-19,40 per 1000 penduduk) yaitu Kab. Selayar,
Bulukumba, Jeneponto, Sinjai, Maros, Bone, Sidrap, dan Parepare.
(www.Dinkes Sul-Se.go.id, diakses Februari 2011).
Kejadian diare di Kabupaten Pinrang pada tahun 2009 terdapat 7312
kasus diare. Dibandingkan pada tahun 2010 sebanyak 8330 kasus. Dari data
tersebut menunjukkan diare dari tahun 2009-2010 mengalami peningkatan
(Laporan P2M Kanbupaten Pinrang. 2009, 2010). Hal tersebut dapat
dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas sanitasi dasar yang tidak memenuhi
syarat di Kabupaten Pinrang sehingga dapat memberikan dampak bagi
kesehatan lingkungan serta rendahnya perilaku hyigene perseorangan.
16
Berdasarkan laporan Puskesmas Lanrisang pada tahun 2009, penyakit
diare termasuk 10 penyakit terbesar yaitu urutan ke 6 dengan jumlah kasus
sebanyak 510, pada tahun 2010 penyakit diare masih termasuk 10 penyakit
terbesar yaitu urutan ke 6 dengan jumlah kasus 590. Kasus penyakit diare
yang terjadi di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang Kabupaten Pinrang
merupakan kejadian penyakit yang paling sering dialami masyarakat di
Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang.
Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang merupakan pemukiman yang
berada di Kecamatan Lanrisang Kabupaten Pinrang. Sebagian penduduk di
Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang menjadikan sungai Saddang sebagi
sumber air bersih.
Masyarakat yang mendapat penyakit diare, dan tidak merasakan sakit
sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya,
namun bila mereka diserang penyakit diare dan juga merasakan sakit, baru
akan timbul berbagai perilaku dan usaha untuk mencari pengobatan.
Konsep sehat-sakit seringkali tidak sejalan bahkan bertentangan
dengan konsep biomedis. Hal itu terjadi karena persepsi sakit yang berbeda
antara masyarakat dan kita sebagai provider. Dengan kata lain adanya
perbedaan yang berkisar antara penyakit (disease) dengan rasa sakit (illness).
(Soekidjo, 2003)
17
Masyarakat yang mendapat penyakit dan tidak merasakan sakit
(disease but not illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa
terhadap penyakit tersebut, tapi bila mereka diserang penyakit dan juga
merasakan sakit maka barulah akan timbul berbagai macam perilaku dan
usaha. Salah satu model pencarian pengobatan yang dikembangkan adalah
model kepercayaan kesehatan Anderson (1974) atau Kerangka Health Belief
Model.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini ditujukan untuk
mengetahui pola pencarian pengobatan penyakit diare dengan menggunakan
teori pendekatan health belief model yang studi kasusnya dilakukan di Wilayah
Kerja Puskesmas Lanrisang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya,
maka dapat dirumuskan masalah yang ada adalah masih tingginya angka
kejadian penyakit diare di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang.
Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk menemukan perilaku
pencarian pengobatan penderita diare dengan menggunakan teori
pendekatan health belief model yang studi kasusnya dilakukan di Wilayah
Kerja Puskesmas Lanrisang.
18
C. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Menemukan perilaku pencarian pengobatan penderita diare dengan
menggunakan kerangka health belief model di Wilayah Kerja Puskesmas
Lanrisang.
1. Menggambarkan pengetahuan dan kepercayaan masyarakat mengenai
penyebab, gejala, pencegahan dan pengobatan serta persepsi mengenai
parah atau ringannya penyakit diare.
2. Menggambarkan proses dan mekanisme pengambilan keputusan dalam
setting individu dan keluarga dalam mendayagunakan sumber pelayanan
kesehatan yang tersedia saat mengalami gangguan kesehatan yang
bersangkut paut dengan penyakit diare.
3. Menggambarkan hirarki perawatan dan pengobatan yang dimanfaatkan
oleh individu dan keluarga yang mengalami gangguan penyakit malaria.
Menganalisis strategi penanggulangan penyakit malaria di Kabupaten
Halmahera Tengah.
b. Tujuan Khusus
1. Untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang persepsi
pencarian pengobatan berkaitan dengan demografi dan sosial.
2. Menggambarkan proses dan mekanisme pengambilan
19
keputusan/Tindakan dalam setting individu dan keluarga dalam
mendayagunakan sumber pelayanan kesehatan yang tersedia saat
mengalami gangguan kesehatan yang bersangkut paut dengan penyakit
malaria.
3. Untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang modifikasi
kerentanan dan kegawatan yang dirasakan oleh penderita diare dalam
pencarian pengobatan;
4. Untuk memperoleh informasi secara mendalam tentang perilaku pencarian
pengobatan penderita diare.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Program
Hasil penelitian ini akan menjadi informasi yang berguna
untuk menyusun strategi promosi kesehatan dalam upaya meningkatkan
pelayanan kesehatan dalam rangka pemberantasan penyakit diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang.
2. Manfaat secara umum
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang konstruktif
bagi petugas program penyakit diare di Puskesmas dan
Dinas Kesehatan, serta bagi pemerintah dalam menyusun dan
mengembangkan strategi pemberantasan penyakit diare.
20
3. Manfaat secara khusus
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi peneliti
selanjutnya, khususnya yang terkait dengan pembahasan tentang pola
pencarian pengobatan untuk penderita diare.
21
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Urn urn tentang Diare
Program penanggulangan diare mulai ditingkatkan dan dilakukan
secara nasional sejak tahun 1974. Seminar Rehidrasi Nasional I, yang
diselenggarakan di Bagian llmu Kesehatan Anak, Fakultas Kesehatan
Universitas Indonesia, Jakarta tahun 1974, dengan jumlah penduduk
Indonesia sebesar 135 juta dan kejadian diare sebanyak 50 episode, angka
kematian Karena diare berjumlah antara 60C.000-900.000 orang per tahun,
ditahun 1984 dengan jumlah penduduk sekitar 160 juta orang dengan 60 juta
episode diare, kematian karena diare telah dapat ditekan menjadi sekitar
200.000 orang saja. Hal ini disebabkan karena berbagai faktor, dan
diantaranya peningkatan pengetahuan tentang diare, baik mengenai masalah
ataupun penanganannya (Suharyono, 1991).
Berdasarkan profil kesehatan kabupaten/ kota pada tahun 2008, kasus
diare kembali mengalami penurunan yaitu 209.153 kasus, tertinggi masih di
Kota Makassar (45.929 kasus) dan terendah di Kab.Enrekang (400
kasus).Sedangkan pada tahun 2009 sebanyak 226,961 kasus, tertinngi di Kota
Makassar (45.014 kasus) dan terendah di Kab. Selayar.
Pada tahun 2002 jumlah penderita pada KLB diare tersebar pada 2
22
kabupaten/kota dengan 4 kecamatan dan 4 desa dengan jumlah penderita
sebanyak 54 penderita tanpa kematian. Sedangkan tahun 2003, jumlah
penderita pada KLB diare tersebar pada 13 kabupaten/kota dengan 21
kecamatan dan 27 desa dengan jumlah penderita sebanyak 1.156 penderita
dengan 45 kematian. Dan untuk jumlah kejadian, penderita dan kematian
akibat diare cenderung menurun pada tahun 2004. Adapun jumlah kejadian
luar biasa diare periode Januari-Desember 2004 sebanyak 21 kejadian,
dengan jumlah penderita sebanyak 1.145 orang dan jumlah kematian
sebanyak 25 penderita (CFR=2,18%), tersebar pada 10 kabupaten, 15
kecamatan dan 24 desa. Untuk tahun 2005, jumlah kejadian luar biasa diare
periode Januari - Desember sebanyak 8 kejadian, 8 kab./kota dengan jumlah
penderita sebanyak 443 orang, dengan kematian sebanyak 9 orang
(CFR=2,03%). Sementara di tahun 2006 tercatat jumlah KLB diare sebanyak
14 kejadian, dengan jumlah penderita 465 orang dan CFR sebesar 2,15%.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi atau berhubungan dengan
terjadinya penyakit diare adalah belum meningkatnya kualitas kebiasaan hidup
bersih dan sehat masyarakat pada umumnya dan khususnya hygiene
perorangan, dan penggunaan sarana SAMIJAGA yang memenuhi syarat
kesehatan belum membudaya pada masyarakat di pedesaan.
Sementara itu, jumlah kasus/penderita diare yang dapat dihimpun
melalui laporan dari 23 kabupaten/kota selama tahun 2003 adalah sebesar
23
172.742 penderita (IR=2,070/00), meninggal 73 orang (CFR=0,04%).
Kabupaten/Kota yang terlihat menunjukkan cakupan penemuan penderita
tertinggi dalam tahun 2003 ini adalah Kota Palopo 146,74%, Kota Makassar
115,04%, Kab. Soppeng 112,63% dan Kab. Enrekang 111,67%. Untuk tahun
2004, kasus diare yang dilaporkan sebanyak 177.409 kasus (cakupan
68,70%) dengan kematian sebanyak 66 orang (CFR=0,04%). Jumlah kasus
tertinggi pada kelompok umur > 5 tahun (91.379 kasus) kematian 29 orang dan
kelompok umur 1 - 4 tahun (57.087 kasus) kematian 17 orang sedang jumlah
kasus terendah pada kelompok umur < 1 tahun (28.946 kasus) kematian 20
orang. Kab./kota yang terlihat menunjukkan cakupan penemuan penderita
tertinggi pada tahun 2004 masih tetap Kota Palopo (152,42%) dan Kota
Makassar (128,62%). Sedangkan untuk kasus diare selama tahun 2005
tercatat sebanyak 188.168 kasus (72,87%) dengan kematian sebanyak 57
orang (CFR=0,03%). Jumlah kasus tertinggi pada kelompok umur > 5 tahun
(100.347 kasus) dengan kematian 19 orang dan kelompok umur 1-4 tahun
(60.794 kasus) kematian 13 orang sedang jumlah kasus terendah pada
kelompok umur < 1 tahun (27.029 kasus) dengan kematian 25 orang. Situasi
pemberantasan penyakit diare pada tahun 2006 tercatat sebanyak 173.359
kasus dengan cakupan tertinggi di Kab. Enrekang (179,46%), Kota Palopo
(154,50%), Kota Makassar (142,86%) dan Kab. Soppeng (109,10%). Bila
dikelompokkan ke dalam kelompok umur maka jumlah kasus yang tertinggi
24
berada pada kelompok umur > 5 tahun (92.241 orang) dengan kematian
terbanyak pada kelompok umur 1-4 tahun sebanyak 17 orang, pada tahun
2007 penyakit diare tercatat mengalami penurunan yaitu sebanyak 209.435
kasus dengan jumlah kasus tertinggi di Kab. Gowa (12.089 kasus). Bila di
kelompokkan ke dalam kelompok umur maka jumlah kasus yang tertinggi
berada pada kelompok umur < 5 tahun sebanyak 93.560
kasus.(www.dinkes.go.id, diakses Februari 2011).
Menurut HI. Blum (1974) kesehatan manusia dipengaruhi oleh
lingkungan, perilaku, keturunan, dan pelayanan kesehatan. Namun, menurut
Blum, lingkungan merupakan faktor yang memiliki pengaruh terbesar. Medium
lingkungan yang paling tercemar berat adalah udara (pencemaran udara ) dan
medium air (pencemaran air). Konsep Blum itu diperkuat oleh teori Gordon
(1974) bahwa perubahan lingkungan dapat menyebabkan semakin tingginya
penyebaran penyakit serta peningkatan kepekaan manusia terhadap penyakit.
Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan
bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekwensi berak lebih dari biasanya. (3 kali atau lebih dalam 1
hari).
Diare di Indonesia sampai saat ini masih merupakan salah satu penyakit
endemis dan masih sering menimbulkan KLB di masyarakat. Oleh karena
senngnya terjadi peningkatan kasus pada saat atau musim tertentu yaitu pada
25
musim kemarau dan pada puncak musim hujan. Faktor ini menunjukkan
kemungkinan penyebabnya adalah terkait air minum jamban keluarga,
kebersihan perorangan, lingkungan yang jelek, penyiapan dan penyimpanan
makanan yang tidak semestinya, gizi kurang dan kurang kekebalan atau
menurunnya daya tahan tubuh.
Pada kelompok Balita, pola penyebab kematian lebih tinggi. Peringkat
pertama diduduki oleh ISPA yang menyumbangkan 33% kematian. Peringkat
kedua diduduki oleh diare yang menyumbangkan 15,3% kematian. Sedang
infeksi parasit menduduki peringkat keempat yang menyumbangkan 6,3%.
Secara total, penyakit-penyakit berbasis lingkungan menyumbangkan 52,4%
atau lebih dari separuh dari total kematian balita. Penyakit berbasis lingkungan
masih tetap menjadi pola utama kesakitan (morbiditas) masyarakat Indonesia.
Sanitasi lingkungan biasanya sangat erat kaitannya dengan kondisi
permukiman. Menurut Kusnoputranto (1983) mendifinisikan sanitasi
lingkungan sebagai usaha-usaha pengendalian dari semua faktor-faktor
lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat
menimbulkan hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan
daya tahan hidup manusia.
Sedangkan menurut Entjang (1993) sanitasi lingkungan adalah
pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial, dan ekonomi yang
mempengaruhi kesehatan manusia dimana lingkungan yang berguna
26
ditingkatkan dan diperbanyak, sedangkan yang merugikan diperbaiki atau
dihilangkan. Dari kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa sanitasi
lingkungan selalu membicarakan tentang bagaimana mengelola berbagai
faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia.
Berorientasi pada konsep kesehatan moderen, meialui penelusuran
epidemiologis, hidup sehat dapat dicapai meialui kemampuan manusia untuk
hidup seimbang dengan alam sekitamya. Melalui keseimbangan ekologi,
budaya dan pengamalan perilaku , hidup sehat dapat diwujudkan
dimana-mana melalui proses yang berbeda-beda tetapi tetap dalam mutu
yang sama sepanjang pencapaian itu merujuk pada evaluasi dan indikator
yang sama (Ngatimin, 2007)
Pengelolaan sanitasi lingkungan terutama meliputi faktor-faktor (1)
penyediaan air rumah tangga yang baik, (2) pengaturan pembuangan kotoran
manusia, (3) pengaturan pembuangan sampah, (4) pengaturan pembuangan
air limbah, (5) pengaturan rumah sehat, (6) pembasmian binatang-binatang
penyebar penyakit seperti lalat dan nyamuk.
Penyediaan air dapat dilakukan dengan membuat sumur yang tidak
tercemar oleh air dari pembuangan air limbah. Sistem perpipaan tidak bocor
sehingga tidak tersedotnya air dari luar pipa dan tercemar oleh air dari tempat
lain.
27
Penyediaan jamban saniter sangat efektif memutuskan kontaminasi dan
perkembangbiakan bakteri penyebab diare terhadap sumber air atau
makanan. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun cukup efektif
memutuskan mata rantai infeksi bakteri. Demikian pula klorinasi air minum
dapat mengurangi pemajanan kuman patogen.
Beberapa studi yang dilakukan oleh Esrey dkk. (1985--1991)
melaporkan bahwa intervensi air bersih dapat menurunkan insiden kejadian
diare sekitar 17-27%. Sedangkan studi yang dilakukan Esrey dan Daniei
(1990) tentang dampak penyediaan jamban terhadap penurunan
prevalensi penyakit diare menghasilkan angka yang konsisten, yaitu 22-24%.
Demikian pula kajian oleh Esrey dkk. (1985-1991) tentang intervensi
kebiasaan mencuci tangan dapat menurunkan prevalensi penyakit diare
sebesar 33%.
Perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan
meningkatkan resiko terjadinya diare antara lain, tidak memberikan ASI secara
penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan, menggunakan botol susu,
menyimpan makanan masak pada suhu kamar, menggunakan air minum yang
tercemar oleh bakteri yang berasal dari tinja, tidak mencuci tangan sesudah
buang air besar.
Salah satu perilaku yang erat kaitannya dengan diare adalah kebiasaan
mencuci tangan .Mencuci tangan adalah salah satu tindakan pencegahan
28
yang menjadi perilaku sehat dan baru dikenal pada akhir abad ke 19. Perilaku
sehat dan pelayanan jasa sanitasi menjadi penyebab penurunan tajam angka
kematian dari penyakit menular yang terdapat pada negara-negara kaya
(maju) pada akhir abad 19 ini.
Pada lingkungan pemukiman yang padat dan kumuh, kebiasaan
mencuci tangan dengan sabun dengan benar dapat menurunkan separuh dari
penderita diare. Penelitian di Karachi Pakistan dengan intervensi pencegahan
penyakit dengan melakukan kampanye mencuci tangan dengan sabun secara
benar yang intensif pada komunitas secara /angsung. Komunitas yang
mendapatkan intervensi dan komunitas pembanding yang mirip yang
tidak mendapatkan intervensi menunjukkan bahwa jumlah penderita diare
berkurang separuhnya.
Keterkaitan perilaku mencuci tangan dengan sabun dan penyakit diare,
penelitian intervensi, kontrol kasus, dan lintas sektor dilakukan menggunakan
data elektronik dan data yang terkumpul menunjukkan bahwa resiko relatif
yang didapat dari tidak mencuci tangan dari percobaan intervensi adalah 95
persen menderita diare, dan mencuci tangan degan sabun dapat mengurangi
resiko diare hingga 47 persen .
Diare umumnya terjadi di daerah dengan kondisi sanitasi dan hygiene
lingkungan buruk, penyediaan air yang tidak memadai, kemiskinan, serta
pendidikan yang masih terbatas (Suryawidjaya, J, E. 2004).
29
Diare merupakan keadaan dimana seseorang menderita buang air
berkali-kali, tinjanya encer dan kadang-kadang muntah, badan lesu atau
lemah, disertai demam, dan tidak nafsu makan. Diare juga biasa disebut
muntaber (muntah berak), muntah mencret atau muntah bocor.
Kadang-kadang tinjanya juga mengandung darah atau lendir,
Diare sebenarnya merupakan salah satu gejala dari penyakit pada
system gastrointestinalis atau penyakit lain di luar saiuran pencernaan
(Depkes,2002.).
Diare dapat menyebabkan kematian pada seseorang bila penderita
banyak mengeluarkan cairan karena berak encer (4x atau lebih dalam sehari)
sebab kekurangan cairan dapat menyebabkan dehidrasi lemas pada
penderita.
1. Batasan
Secara operasional, diare akut adalah buang air besar lembek? Cair bahkan
dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3
kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari.
2. Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat di kelompokkan dalam golongan 6 besar,
tetapi yang sering ditemukan dilapangan adalah diare yang
30
disebabkan infeksi dan keracunan.( Depkes,2002)
Secara lebih terinci penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor
yaitu:
1) Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak misalnya : Vibrio cholera, shigella,
disentri, bakteri-bakteri lain, virus dsb.
2) Karena kekurangan gizi misalnya : kelaparan, kekurangan zat putih telur,
terutama pada anak yang gizi buruk.
3) Karena keracunan makanan
4) Alergi terhadap makanan dan obat tertentu
5) Infeksi oleh bakteri atau virus yang menyertai penyakit lain seperti :
campak, infeksi telinga, infeksi tenggorokan atau malaria (Hassan,
Rusepno,2002)
3. Epidemiologi
1) Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara
lain melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung
dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran
kuman enteric dan meningkatkan risiko terjadinya diare, perilaku tersebut
adalah :
31
a) Tidak memberikan selain ASI secara penuh pada bayi (4-6 bulan) pada
pertama kehidupannya.
b) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran
oleh kuman, karena botol susah dibersihkan
c) Menyimpan makan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan
beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan
berkembang biak.
d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan dirumah. Pencemaran di rumah dapat
disebabkan tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.
e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang
tinja anak sebelum makan atau sebelum menyuapi anak.
f) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering
beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal
sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.
Sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
(Depkes,2002)
2) Faktor pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.
Beberapa faktor pejamu dapat meningkatkan insiden , beberapa
32
penyakit dan lamanya diare , faktor-faktor tersebut adalah :
a. Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang
dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti:
Shigella dan Vibrio Cholerae
b. Kurang Gizi. Beratnya penyakit lama dan risiko kematian karena diare
meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada
penderita gizi buruk.
c. Campak. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat pada anak -anak
yang sedang manderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini sebagai
akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.
d. Imunodefesiensi/lmunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung
sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti Campak atau mungkin
yang berlangsung lama seperti pada penderia AIDS). Pada anak
imunosuprensi berat, diare dapat juga terjadi karena kuman yang tidak
patogen dan mungkin juga berlangsung lama.(Depkes 2002)
3) Faktor Lingkungan dan perilaku.
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis
lingkungan. Faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan
tinja,kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui
33
makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
Diare terjadi karena ditularkan oleh kuman yang mengandung kuman
penyebab diare, kemudian tinja tersebut dikeluarkan oleh orang sakit atau
pembawa kuman yang berak di sembarang tempat, tinja tersebut juga
mencemari lingkungan, pencemaran makanan oleh serangga seperti lalat,
kecoa atau melalui tangan yang kotor seperti tanah, sungai, air sumur yang
digunakan oleh orang sehat dan akhirnya menderita diare.
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui mulut antara lain
melalui makanan/minuman yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan
tinja penderita diare.
4. Pencegahan dan Penanggulangan Diare
Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa, cara pencegahan dan
penanggulangan yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah: a)
Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap
secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan
sampai umur 4-6 bulan.Tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama itu.
ASI steril berbeda dengan susu yang lain, susu formula atau cairan lain
disiapkan dengan air atau bahan - bahan yang terkontaminasi dalam botol
34
yang kotor. Pemberian ASI saja tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa
menggunakan botol, menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme
lain yang akan menyebabkan diare, keadaan ini disebut disusui penuh.
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya
antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara
penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada
pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi-bayi
yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare.
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh pada 6 bulan pertama
kehidupan, resiko mendapat diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu
formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botcl susu formula,
biasanya mengakibatkan resiko tinggi terkena diare sehingga mengakibatkan
terjadinya gizi buruk. b) Makanan Pendamping ASI
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap
mulai di biasakan dengan makanan orang dewasa. Pada masa tersebut
merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian
makanan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya resiko
terjadinya diare ataupun panyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku
pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian terhadap
kapan, apa dan bagaimana pendamping ASI di berikan c) Menggunakan air
35
bersih yang cukup.
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularKan melalui
jalur fecal oral. Mereka dapat ditularkan dengan memasukkan ke dalam
mulut.cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum,
jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang di cuci dengan air
tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar
bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil di banding dengan
masyarakat tidak mendapatkan air bersih. Hal-hal yang harus diperhatikan
oleh keluarga adalah:
1. Ambil air dari sumber yang bersih
2. Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan
gayung khusus untuk mengambil air
3. Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk
mandi anak-anak
4. Gunakan air yang direbus
5. Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup
d) Menquci tangan
Kebiasasan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang
penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan.
36
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air. sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi
makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
e) Menggunakan jamban
Upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam
menurunkan angka kejadian diare, untuk itu yang perlu di perhatikan oleh
keluarga adalah:
1. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat
dipakai oleh seluruh anggota keluarga
2. Bersihkan jamban secara teratur
3. Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang
air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh dari rumah, jalan
setapak dan tempat anak-anak bermain serta kurang lebih 10 meter dari
sumber air, hindari buang air besar tanpa alas kaki.
f) membuang tinja bayi yang benar
Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh keluarga dalam pembuangan tinja :
kumpulkan segera tinja bayi atau anak kecil dan buang ke jamban
1. Bantu anak-anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah
dijangkau olehnya
2. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja anak seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun.
37
3. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangannya
dengan sabun
g) Pemberian imunisasi Campak
Djare senng tirnbul menyertai campak, sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu
beri anak imunisasj campak segera setelah berumur 9 bulan.
h) Pemberian Oralit
Meminum oralit untuk mencegah terjadinya kekurangan cairan tubuh
sebagai akibat diare, merupakan salah satu cara mencegah dehidrasi pada
penderita.
Oralit yang di anjurkan oleh WHO adalah Formula oralit ukuran 200 ml
yaitu;
- NaCI (garam biasa) 0,7 gram
- Trisodium sitrat hidrat 0,6 gram
- Kalium klorida 0,3 gram
- Glukosa (anhidrat) 4,0 gram
Kalau oralit tidak ada dapat dibuat larutan gula garam yang terdiri dari
gula pasir dan garam dapur. Bila tidak berhenti juga dalam sehari atau
penderita lemas maka segera di bawa ke Puskesmas.( Depkes ,2002) 5.
Komplikasi
Djare dapat berakibat kehilangan cairan dan elektrolit secara
38
mendadak selain itu dapat juga terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut:
1. Dehidrasi( ringan sedang, berat, isotonik atau hipertonik)
2. Renjatan hipovolemik
3. Hipokalemia
4. Hipogklemia
5. Kejang
6. Mainutrisi energi protein.( Hassan Rusepno,2002)
B. Tinjauan Umum Tentang Perilaku
1. Pengertian
Perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas manusia itu
sendiri, yang meliputi apa yang dikerjakan oleh organisme baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung
(Notoatmodjo,2003)
Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat
diamati atau dipelajari. Di dalam proses pembentukan dan perubahan
perilaku oleh beberapa faktor dari dalam dan dari luar individu itu sendiri.
Faktor intern mencakup pengetahuan, kecerdasan, persepsi, emosi, motivasi
dan sebagainya yang berfungsi untuk mengelola rangsangan dari luar.
Sedangkan faktor ekstern meliputi lingkungan sekitar baik fisik maupun non
fisik seperti iklim, manusia, sosial, ekonomi, kebudayaan dan sebagainya.
39
Perilaku itu di bentuk meialui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi
manusia dan lingkungannya.(Notoatmodjo,1996)
2. Bentuk Perilaku
Secara operasional perilaku dapat diartikan sebagai suatu respon
seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari subjek tertentu.
Respon yang timbul dapat dibedakan dalam dua macam, yaitu:
a. Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri
manqsia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain,
misalnya berfikir, tanggapan (sikap batin) dan pengetahuan.
Pengetahuan dan sikap merupakan perilaku yang terselubung ( covert
behavior)
b. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara
langsung. Perilaku ini sudah tampak dalam bentuk tindakan nyata (over
behavior)
C. Domain perilaku
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang
melakukan penginderaan terhadap sesuatu objek tertentu. Dengan demikian,
pengertian pengetahuan disini adalah apa yang telah diketahui oleh setiap
40
individu setelah melihat, mengalami sejak lahir sampai dewasa (Notoatmojo,
2003). Pengetahuan atau kognitif marupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).
Mengukur pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur
dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan tersebut di atas.
Lebih jauh lagi dalam domain kognitif mempunyai tingkatan yaitu :
1) Knowledge (Pengetahuan)
Seseorang jika hanya menjelaskan secara garis besar apa yang telah
dipelajari, misalnya istilah-istilah saja.
2) Comprehensive (Memahami)
Seseorang pada tingkat pengetahuan dasar, ia merenungkan kembali
secara mendasar i!mu yang telah dipelajarinya.
3) Aplication (Aplikasi)
Seseorang telah ada kemampuan untuk menggunakan apa yang telah
dipelajarinya dari satu situasi ke situasi lain.
4) Analysis (Analisa)
Seseorang telah mampu untuk menerangkan bagian-bagian yang
menyusun bentuk pengetahuan tertentu dan menganalisis
hubungan satu dengan yang lainnya.
41
5) Synthesis (Sintesis)
Seseorang mampu untuk menyusun kembali pengetahuan yang
diperolehnya kepada bentuk semula maupun kebentuk lain.
6) Evaluation (Evaluasi)
Seseorang telah mampu malakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau obyek. Ini merupakan tingkat pengetahuan
yang paling tinggi.
b. Sikap.
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap secara nyata menunjukkan
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam
kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap
stimulus sosial (Notoatmojo,1993)
Newcomb, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksana motif tertentu. Sikap
belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi adalah
predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu merupakan suatu reaksi
tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapan
untuk beraeaksi terhadap obyek diiingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap obyek.
42
"Affective Domain"terdiri dari lima angkatan yaitu :
1. Receiving dapat diartikan bahwa orang (subyek) telah mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).
2. Responding, berarti bahwa rangsangan telah mampu merubah
seseorang untuk memberi perhatian dan ikut serta.
3. Valuing, ditandai dengan sadarnya seseorang akan adanya nilai baru
dalam masyarakat tetapi nilai itu belum merupakan nilai khas bagi
masyarakat bersangkutan.
4. Organization, berupa kemampuan seseorang menyadari bahwa nilai
yang baru itu telah terorganisasi dan menjadi milik masyarakat.
5. Characterzition, by a value complex, dimana masyarakat telah memiliki
nilai khusus dan khas bagi mereka.
Allport (1995) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai
tiga komponen pokok yakni:
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek.
3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave).
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang
utuh (total attitude).
Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecendrungan untuk
merespon (secara positif maupun negatif) terhadap orang, obyek atau
43
situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional / efektif
(senang, benci, sedih, dan sebagainya) disamping komponen kognitif
(pengetahuan tentang obyek ini) serta aspek kognitif (kecendrungan
bertindak), sedangkan pengetahuan lebih bersifat pengenalan sesuatu
benda/hal secara obyektif. Selain bersifat positif atau negatif, sikap juga
memiliki tingkatan kedalaman yang berbeda-beda.
Bila perubahan sikap terjadi dapatlah diharapkan terjadinya perubahan
perilaku atau perubahan sikap merupakan predisposisi perubahan perilaku.
Jadi dengan perubahan sikap dan perubahan perilaku merupakan dasar
terjadinya peran serta masyarakat, dan peran serta masyarakat ini
merupakan modal utama guna mendukung keberhasilan upaya
peningkatan kesehatan.
Rpbert Kwick (1974) mengatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau
perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan dipelajari.
Skinner (1938) seorang ahli perilaku, mengatakan bahwa perilaku
merupakan hasil hubungan antara perangsang stimulasi dan respon
(Notoatmojo 2003).
Benyamin Bloom (1908), membagi perilaku atas pertimbangan
kepentingan tujuan pendidikan menjadi tiga domain, yaitu pengetahuan
(knowledge), sikap (attitude) dan praktek atau tindakan (practice).
Lawrence Green mencoba menganalisa perilaku manusia berangkat
44
dari tingkat kesehatan. Bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat
dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior couses)
dan faktor dari luar perilaku (non behavior couses).
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor,
yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor pendukung (enabling
factors) dan faktor pendorong (reinforcing factors). Perilaku seseorang atau
masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap,
kepercayaan tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat
bersangkutan (Notoatmojo 2003).
Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat
ditentukan oleh fungsi dari pemikiran dan perasaan seseorang, adanya
orang lain yang dijadikan referensi, dan sumber-sumber atau
fasiiitas-fasiiitas yang dapat mendukung perilaku dan kebudayaan
masyarakat (Notoatmojo,2003)
c. Tindakan
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behavior). Agar sikap dapat terwujud dalam suatu tindakan/perbuatan
nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain fasilitas.
45
Adapun tingkatan-tingkatan praktek/tindakan adalah sebagai
berikut (Notoatmodjo,2003)
a. Persepsi {perception)
Mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat
pertama.
b. Respon terpimpin {guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai
dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua.
c. Mekanisme {mechanism)
Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka
itu sudah mencapai praktek tingkat tiga.
d. Adaptasi {adaptation)
Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang
dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi
kebenaran tindakan tersebut.
D. Perilaku Pencarian Pengobatan
Masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit
sudah barang tentu tidak akan bertindak apa-apa terhadap penyakitnya,
46
namun bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, baru akan
timbul berbagai perilaku dan usaha.
Ada 6 (enam) perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan
(Notoatmodjo, 1993), yaitu:
1. Tidak bertindak apa-apa (no action). Alasannya antara lain bahwa
kondisi yang demikian tidak mengganggu kegiatan atau kerja mereka
sehari-hari. Mungkin mereka beranggapan bahwa tanpa bertindak
apapun gejala yang dideritanya akan lenyap dengan sendirinya.
2. Bertindak mengobati sendiri {self treatment), alasannya karena orang
tersebut sudah percaya kepada diri sendiri, dan sudah merasa bahwa
berdasar pengalaman-pengalaman yang lalu usaha-usaha pengobatan
sendiri sudah mendatangkan kesembuhan, sehingga pencarian
pengobatan keluar tidak diperlukan.
3. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan tradisional
(tradisional remedy). Pada masyarakat yang masih sederhana,
masalah sehat-sakit adalah lebih bersifat budaya dari
gangguan-gangguan fisik. Identik dengan itu pencarian pengobatanpun
lebih berorientasi kepada sosial budaya masyarakat dari pada hal-hal
yang dianggapnya masih asing.
4. Mencari pengobatan dengan membeli obat-obat ke warung-warung
obat dan sejenisnya, termasuk ke tukang-tukang obat.
47
5. Mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas pengobatan moderen yang
diadakan oleh pemerintah atau lembaga-lembaga kesehatan swasta,
yang dikategorikan ke dalam Balai Pengobatan, Puskesmas dan
Rumah Sakit.
6. Mencari pengobatannya ke fasilitas pengobatannya moderen yang
diselenggarakan oleh dokter praktek swasta.
Dari uraian tersebut di atas tampak jelas bahwa persepsi
masyarakat terhadap sehat-sakit adalah berbeda dengan konsep
sehat-sakit dari pelayanan kesehatan. Demikian juga persepsi sehat sakit
antara kelompok-kelompok masyarakatpun akan berbeda-beda pula.
Persepsi masyarakat terhadap sehat-sakit erat hubungannya dengan
perilaku pencarian pengobatan.
a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian
pengobatan
Apabila individu bertindak unutk mengobati penyakitnya, ada empat
variabel yang terlibat di dalam tindakan tersebut yaitu:
1. Kerentanan yang dirasakan {perceived susceptibility)
Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah
penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan (sucebtibie)
terhadap penyakit tersebut. Dengan perkataan lain suatu tindakan
pencegahan terhadap suatu penyakit akan timbul bila seseorang
48
telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan terhadap
penyakit tersebut.
2. Keseriusan yang dirasakan {perceived seriousness) Tindakan
individu untuk mencari pengobatan dan pencegahan
penyakit akan didorong pula oleh keseriusan penyakit tersebut
terhadap individu.
3. Manfaat dan rintangan yang dirasakan {perceived benefits and
barriers)
Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit
yang dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan
tertentu. Tindakan ini akan tergantung pada manfaat yang
dirasakan dan rintangan yang ditemukan dalam mengambil
tindakan tersebut. Pada umumnya manfaat tindakan lebih
menentukan dari pada rintangan yang mungkin ditemukan didalam
melakukan tindakan tersebut.
4. Isyarat atau tanda-tanda (cues)
Untuk mendapatkan tingkat penerimaan yang benar tentang
kerentanan, kegawatan dan keuntungan bertindak, maka
diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor-faktor ekstemal,
misalnya pesan-pesan pada media massa, nasehat atau anjuran
kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari si sakit dan
49
sebagainya. Mode! kepercayaan kesehatan ini diilustrasikan
seperti bagan 1, dibawah ini.
Bagan 1. Health Belief Model
Individual Perception Modifying factors Likelihood of action
(Sumber: Rosentock, The Health Belief Model And Personal Health Behavior Dalam Woliantara, Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Kusta Menggunakan Health Belief Model)
Perceived susceptibility to diseases “X”. Perceived Seriousness (severity) of diseases “x”
Cues to action mass media compaings, advice from other, reminder, postcard from physician or dentist. Illness of family member of friend
Likelihood of taking recommended preventive health action
Perceived b enefits of preventive action minus perceived barriers to preventive action
Demographic variables (age, sex, race, ethnicity, etc) sosiopsychological variables (personality, social class, etc)
Perceived threat of Diseases “X”
50
BAB III
KERANGKA PIKIR, DEFENISI KONSEP DAN
PROPOSISI PENELITIAN
A. Kerangka Pikir
Keberhasilan penangguiangan Diare tidak hanya tergantung pada
mutu layanan, tetapi tergantung pula pada faktor manusianya terutama
perilaku kesehatan dan perilaku pencarian pengobatan. Perilaku
pencegahan yang dilakukan oleh seseorang merupakan
tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan,
sanitasi dan lain sebagainya. Demikian juga halnya dalam pencarian
pengobatan apakah ada kemauan dari penderita diare untuk segera
mencari pengobatan. Untuk itu dalam penelitian ini ingin diperoleh
gambaran bagaimana tindakan pencarian pengobatan yang pertama
kali dilakukan oleh penderita diare.
Perilaku pencarian pengobatan yang pertama dilakukan oleh
penderita diare tersebut, diteliti apakah ia akan berprilaku tidak mencari
atau mencari pengobatan, dan jika ia mencari pengobatan apakah akan
melakukan pengobatan sendiri atau ke pelayanan kesehatan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka alur pikir penelitian ini
digambarkan sebagai berikut:
51
Gambar Kerangka Pikir Penelitian
B. Definisi Konsep
1. Faktor demografi adalah karakteristik umur dan jenis kelamin
sedangkan faktor struktur sosial adalah status perkawinan,
tingkat pendidikan, dan pekerjaan;
2. Kerentanan yang dirasakan adalah pandangan/persepsi yang
dirasakan oleh penderita tentang mudahnya tubuh terserang
penyakit diare, sedangkan kegawatan yang dirasakan
adalah pandangan/persepsi dari penderita diare tentang
ancaman akibat penyakit diare yang dirasakan oleh responden;
3. Keterancaman penyakit diare yang dirasakan adalah
Kerentanan yang dirasakan Kegawatan yang dirasakan
Faktor Isyarat
Perilaku pencarian pengobatan penderita diare
Keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dalam pengobatan
Faktor demografi (umur, jenis kelamin) faktor struktur sosial (Status perkawinan, tingkat pendidikan, dan pekerjaan)
Keterangan penyakit diare yang dirasakan
52
pandangan/persepsi dari penderita diare tentang adanya
gangguan akibat penyakit diare yang dirasakan oleh responden
4. Faktor isyarat adalah anjuran orang lain kepada responden
dalam melakukan pencarian pengobatan;
5. Keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dalam
pengobatan adalah pandangan/persepsi dari responden
terhadap tindakan pengobatan yang menguntungkan maupun
yang merugikan penderita diare;
6. Perilaku pencarian pengobatan penderita diare adalah setiap
tindakan pertama yang dilakukan oleh individu (responden) yang
merasa dirinya sakit dan menentukan dirinya sakit dilanjutkan
dengan mencari pengobatan.
C. Proposisi Penelitian
1. Terdapat keterkaitan faktor demografi dan faktor struktur sosial
dengan kerentanan dan kegawatan yang dirasakan penderita
penyakit diare;
2. Kerentanan dan keparahan yang dirasakan oleh penderita diare
dapat diakibatkan oleh faktor demografi dan faktor struktur sosial
yang dimiliki oleh penderita diare;
3. Keterancaman yang dirasakan oleh penderita diare dapat
diakibatkan oleh karena adanya kerentanan dan keparahan yang
53
dirasakan oleh penderita diare;
4. Faktor isyarat mendorong penderita diare untuk melakukan tindakan
pencarian pengobatan;
5. Keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh dalam pengobatan
akan mempengaruhi perilaku penderita diare dalam mencari
pengobatan;
6. Perilaku pencarian pengobatan penderita diare merupakan tindakan
yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya.
54
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi
kasus dengan menggunakan nalar induktif, yaitu mendeskripsikan
suatu situasi atau area tertentu yang bersifat faktual secara
sistematik dan akurat atau dapat pula diartikan sebagai penelitian
yang memotret fenomena, situasi atau kelompok tertentu yang
terjadi sekarang.
Desain yang digunakan studi kasus dimana melalui desain
tersebut diperoleh Informasi tentang pola pencarian pengobatan
penderita diare
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian direncanakan bulan Mei 2010. Lokasi yang
dijadikan sebagai setting penelitian adalah Wilayah Kerja
Puskeswmas Lanrisang Kabupaten Pinrang
C. Instrumen Penelitian dan Informan
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, dimana
dalam melaksanakan peneltian, peneliti melengkapi diri dengan:
55
1. Tape recorder yang berfungsi merekam proses wawancara
dalam antara peneliti dan informasi;
1. Pedoman wawancara;
2. Catatan harian yang berfungsi mencatat fakta yang ada;
3. Matriks wawancara. Informan:
1. Penderita Daiare
2. Orang Tua Balita Penderita Diare
3. Kepala Puskesmas Lanrisang
4. Petugas Diare Puskesmas Lanrisang
5. Petugas Diare Dinas Kesehatan Kabupaten Pinrang
D. Pengumpulan dan Analisis Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam
dengan maksud memperoleh informasi sebanyak-banyaknya
sehingga mampu menjawab tujuan penelitian. Tipe wawancara yang
digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam
(indepth interview) terhadap informan yang dipilih. Wawancara juga
direkam dengan tape recorder yang bertujuan mempermudah
peneliti untuk mengingat semua nasi! wawancara, tentunya setelah
mendapat persetujuan dari informan tersebut. Selain itu, ada catatan
wawancara yang selanjutnya akan menjadi catatan lapangan.
56
2. Analisis Data
Analisis data dimulai sejak di lapangan pada setiap akhir
wawancara dengan maksud untuk menemukan makna yang
mendalam dan mengecek kelengkapan informasi yang
memperkuat makna dalam menjawab tujuan penelitian.
Analisis pada tahap berikutnya dilakukan setelah kegiatan
lapangan. Analisis data dimulai dengan mengumpulkan dan
memilah-milah data untuk dikelompokkan/diklasifikasikan dan
dideskripsikan dalam bentuk matriks data, selanjutnya dianalisis
dengan pendekatan analisis secara content analysis.
Data yang dikumpulkan baik melalui wawancara mendalam,
pengamatan dan pencatatan dokumen dikumpulkan dan dianalisis
dengan membuat interpretasi antara hasil penelitian dengan
berbagai teori dan hasil penelitian yang terkait mengacu pada
teknik analisis mengikuti petunjuk dari Miles dan Huberman (1992)
dilakukan melalui tiga alur sebagai berikut:
a. Reduksidata
Analisis pada tahap ini, merupakan proses pemilihan,
pemusatan, penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi
data kasar yang ditemukan di lapangan. Dengan kata lain, pada
tahap ini dilakukan analisis untuk menggolongkanr membuang
data yang tidak perlu, mengarahkan dan mengorganisasi data.
57
b. Penyajian data
Alur anallsjs yang kedua ini adalah menyajikan data yang
telah dianalisa pada alur pertama dan kemudian disajikan
dalam bentuk teks narasi.
c. Penarikan kesimpulan
Analisis pada alur ini adalah mencapai makna
benda-benda dan peristiwa pola-pola dan alur sebab akibat
untuk membangun proposisi.
58
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Gambaran Umum Kabupaten Pinrang
Kabupaten Pinrang merupakan salah satu daerah subur dan
makmur di Sulawesi Selatan. Nama Pin-rang sendiri berasal dari
bahasa Bugis, "Pinra", yang dalam perkembangannya dipengaruhi
oleh intonasi dan dialek bahasa Bugis sehingga menjadi "Pin-rang".
Secara etimologis, "Pin-rang" berarti "Perubahan". Artinya, adanya
dinamika sosial dari masyarakat Pinrang sepanjang sejarahnya, baik
dari segi fisik maupun tata nilainya. Kabupaten yang berjarak 183
kilometer utara Kota Makassar ini dipadati 310.308 jiwa. Sebagian
besar penduduknya hidup dari mengandalkan sektor pertanian.
Sektor pertanian tanaman pangan dengan komoditas utamanya padi,
merupakan sektor terbesar andilnya dalam kegiatan perekonomian
Pinrang. Dari tahun ke tahun sektor ini selalu menjadi penyumbang
terbesar kegiatan ekonomi Pin-rang. Tahun 2000 saja kontribusinya
bagi kegiatan ekonomi Pinrang mencapai 69,58 persen, atau sekitar
Rp 909,29 milyar. Tahun 2000 daerah ini menghasilkan 358.702 ton
padj dari 80.436 hektar luas arear panennya.
Setain padi, juga ditingkatkan produksi palawija dan
hortikultura, seperti, jagung, ubi kayu, kacang tanah, kacang kedelai,
kacang hijau, nanas, dan salak. Yang sudah kentara hasilnya adalah
59
tanaman perkebunan, yakni kakao. Kabupaten seluas 1.961,77 kilometer
persegi ini memang dikenal sebagai penghasil utama kakao di Sulawesi
Selatan. Sekitar 70 persen produksi kakao nasional yang mencapai sekitar
330.000 ton per tahun dihasilkan oleh dua provinsi di Sulawesi, yakni
Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Jumlah penduduk Kabupaten
Pinrang sebanyak 342. 852 Jiwa
2. Gambaran Umum Puskesmas Lanrisang
Gambaran umum puskesmas Lanrisang sebagai berikut:
a. Geografi
Puskesmas Lanrisang merupakan salah satu puskesmas di
wilayah kabupaten pinrang yang terletak di Kecamatan Lanrisang.
Luas wilayah 58,97 km2 dengan jumlah penduduk tahun 2007,
43.243 jiwa, 7.818 KK, kepadatan penduduk rata-rata 716 jiwa/ km2
dari jumlah penduduk tersebut termasuk di dalamnya 7.448 jiwa
penduduk miskin. Puskesmas Lanrisang mengwilayahi 7
desa/kelurahan sebagai berikut:
1. Kelurahan Lanrisang
2. Desa Lerang
3. Desa Samaulue
4.. Desa Barang Palie
5. Desa Mallongi-Longi
6. DesaWaitoe
7. Desa Amassahgang
60
Puskesmas Lanrisang yang terletak di wilayah kecamatan
Lanrisang Kabupaten Pinrang dengan batas wilayah kerja sebagai
berikut:
- Sebelah Utara dan Timur : Puskesmas Mattiro Bulu
- Sebelah Selatan : Puskesmas Suppa
- Sebelah Barat : Puskesmas Mattombong
- Sebelah Utara : Puskesmas Salo
b. Sumber daya manusia ( ketenagaan)
No Status Kepegawaian Jumlah
1 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS 2
2 Pegawai Negeri Sipil 39
3 Pegawai Tidak Tetap (PTT) 2
4 Tenaga Magang 7
No Jenis Ketenagaan Jumlah
1 Dokter Umum 2
2 Dokter Gigi 2
3 Bidan 9
4 Perawat Gigi 2
5 Tehnik Gigi 1
6 Perawat 12
7 Sanitasi 1
8 Laboratorium 4
9 Farmasi 2
10 Penyuluh 1
11 Perekam. Medik 1
12 AdminLstrasi 4
61
13 Gizi 4
14 Cleaning servis 2
15 Sopir - . . 1
c. Upaya pengembangan bersumber daya masyarakat
Upaya pengembangan Bersumber Daya Masyarakat sebagai berikut:
- Jumlah Posyandu : 34 buah
- Jumlah Pos lansia : 8 buah
- Jumlah pos UKK : 1 buah
d. Data 10 Penyakit Tertinggi
Data 10 penyakit tertinggi 2006:
1. Penyakit ISPA : 45,2 %
2. Penyakit pada sistem otot :13,8%
3. Tekanan Darah Tinggi : 9,2 %
4. Penyakit Pulpa :7J%
5. Penyakit Kulit alergi : 7,3 %
6. Penyakit Diare : 4,5 %
7. Penyakit Mata : 4,1 %
8. Penyakit gingivitas :.3,6%
9. Penyakit Gigi : 3.0 %
10. Penyakit tonsilitas :1,6%
e. Data Infdrmasi Tentang Pelayanan TAHUN
Data informasi tentang pelayanan tahun 2006 : kunjungan Rawat Jalan:
62
- Kunjungan Umum :45,4%
- Kunjungan Askes : 32,5 %
- Kunjungan JPS : 22,1 %
Jumlah penduduk Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang sebanyak
44. 783 Jjwa
B. Karakteristik Informan
Untuk mendapatkan informasi mengenai perilaku pencarian
pengobatan penyakit Diare pada masyarakat di Wilayah Kerja
Puskesmas Lanrisang, peneliti mewawancarai 12 orang informan, yang
terdiri dari 10 informan biasa dan 2 informan kunci dengan
menggunakan teknik pengambilan informasi melalui wawancara
mendalam (indept interview). Umur informan yang diwawancarai
berkisar antara 20 sampai 55 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata
SD dan SMA. Jenis pekerjaan umumnya adalah petanL Penelitian - ini
dilaksanakan di Kecamatan Lanrisang Kabupaten Pinrang.
C. Konsep Masyarakat Tentang Penyakit Diare
1. Pengetahuan tentang penyakit Diare
Pengetahuan mengenai gejala, penyebab dan pola
penularan serta persepsi akan risiko penyakit akan ikut dap bahkan
63
amat menentukan bagi tindakan pencegahan dan pengobatan yang
didayagunakan oleh penderita dalam menanggulangi
penyakit yang ia derita. Jika pengetahuannya cukup
memadai dilihat dari perspektif biomedis berkenaan dengan gejala,
penyebab, pola penularan dan risiko penyakit tertentu, maka ia akan
cenderung melakukan upaya-upaya pencegahan yang kondusif bagi
mereka untuk terbebas dari penyakit. Demikian halnya dengan upaya
pengobatan, dimana pelaku akan mendayagunakan pelayanan
kesehatan yang adekuat saat mengalami gangguan kesehatan.
Sebaliknya apabila pengetahuannya tentang penyakit tertentu kurang
memadai, maka selain tidak melakukan tindakan pencegahan yang tepat
juga tidak mendayagunakan pelayanan kesehatan yang adekuat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang
pengetahuannya terhadap Diare maka menurut informan, sakit Diare
diartikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan buang-buang air
lebih dari 3 kali dibarengi dengan muntah atau muntah berak (Muntaber).
Seperti yang diutarakan informan berikut ini:
"Jambang-jambang (buang-buang air), muntah,. bisa sampai 2-3 kaii
sehari.."(Ysf)
" Jolijoli... (buang buangair) dalam sehari berak-berak bisa sampai
5-7kaiL"(ST) '
64
" Tainya encer seperti air dan seialu keluar masuk di WC.. "(UM) 11
Bera-bera dan muntah (muntaber) " (Isn)
Hasil ini menunjukkan bahwa pengertian masyarakat tentang
penyakit diare hampir sama . Semua mengartikan bahwa diare itu bila
buang-buang air lebih dari 3-4 kali , muntah dan tinjanya encer, mereka
juga mengartikannya sebagai muntaber.
Masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang menyebut
diare sebagai berak-berak yang secara fisik dapat terlihat pada, anak
yang buang air secara berulang -ulang bisa mencapai 2-3 kali disertai
mencret dalam waktu singkat (1 sampai 2 jam).
Namun diare sebenarnya rnerupakan salah satu gejala penyakit
dari pada system gastointestinalis atau penyakit lain di luar saluran
pencernaan, yang dapat menyebabkan kematian pada seseorang karena
dehidrasi lemas yang disebabkan pengeluarkan cairan yang banyak,
berak ehcer (4x atau lebih dalam sehari)(Depkes,2002)
Penyakit diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
keracunan makanan, dan alergi makanan. Penularan diare karena infeksi
bakteri dan virus biasa melalui air minum dan makanan yang
terkontaminasi, sedangkan jamban keluarga, SPAL, keadaan
pemukiman yang tidak saniter rnerupakan factor tidak langsung kejadian
diare. Berikut pengetahuan informan tentang penyakit diare:
65
"...Muntaber (diare) adalah suatu penyakit dengan rasa kram dibetis serta buang air encer, memang sering terjadi kalau baru hujan..."
HAR.
"...Diare tidak tahu tetapi berak - berak tahu dan penyebabnya sayajuga tidak tehu..."
... JUM. "...Diare saya tidak tahu tetapi muntaber saya tahu .peneyebabnya saya tidak tahu...".
.. RAB. "...Diare saya tidak tahu tetapi muntaber saya tahu .peneyebabnya saya tidak tahu...."
... SEM.
Hasil wawancara dan observasi menunjukkan bahwa
pengetahuan informan belum memadai tentang penyakit diare dan
sebagian sudah dapat mengidentifikas penyebab diare yaitu air
yang tidak bersih .(mengandun E.coli) sebagimana diunkapkan
oleh informan MAR, RAH dan DAR sebagAi berikut:
"...Diare tidak tahu tetapi saya tahu Muntaber yang disebabkan ofeh air yang tidak dimasak. Saya tahu ada kuman karena ada warna kuning -kuningpada air...."
.. MAR. "...Diare saya tidak tahu tetapi mencret saya tahu yaitu sakit perut karena minum air yang tidak dimasak...."
.. RAH. Pada analisis kualitatif menunjukkan bahwa Informan yang
memiliki pengetahuan baik tentang kejadian diare lebih besar
kemungkinan memiliki sikap yang baik tentang kejadian diare,
dibanding yang memiliki sikap kurang baik. Sedangkan Informan
memiliki pengetahuan kurang baik tentang kejadian diare lebih kecil
66
kemungkinan memiliki sikap yang baik teratang kejadian diare,
dibanding memiliki sikap kurang baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat atau teory dari
Lawrence Green faktor-faktor yang mempermudah atau
mempredisposisikan terjadinya perilaku seseorang antara lain
pengetahuan dan sikap. Seseorang akan mau berbuat atau mau
berubah sikap tentunya harus ditunjang dengan pengetahuan yang
cukup.
Pada penelitian ini, pengetahuan masyarakat yang baik
tentang penyakit diare dikarenakan masyarakat proaktif dalam
mengikuti penyuluhan baik yang dilakukan oleh tenaga puskesmas
maupun melalui media massa atau elektronik dan menerapkan
prinsip PHBS dalam tatanan rumah tangganya sehingga mereka
dengan mudah mengetahui proses penularan dan bagaimana cara
pengobatan serta penanggulangan penyakit diare apabila ada
anggota keluarganya yang terserang.
Penyakit diare sudah umum diketahui masih menjadi
masalah utama di Indonesia karena angka kesakitan masih cukup
tinggi yaitu antara 100-300 per 1000 penduduk/tahun. Penyakit
diare dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, keracunana
67
makanan dan allergi makanan. Diare akut disebabkan oleh infeksi
(vibrio cholera, Escherichia coli, Salmonella sp, Shigella sp, dan
non phatogenic bacteria bila jumiahnya berlebihan, infeksi virus
(Enterocytophotogenic orphan type 18/ECHO, poliomyLitis,
Coxackie, dan Orbivirus) (Atmasukarto, 1994)
Penularan penyakit diare karena Infeksi bakteri dan virus
umumnya melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi. Kualitas
air sangat menentukan terjadinya pola penularan penyakit diare karena
kualitas air yang tidak terjamin maka dengan mudah mikroorganisme
penyebab diare dapat berkembang baik di dalam air.
Pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara sarana
dan fasiltas terhadap kejadian diare sedangkan kualitas fisik tidak
mempunyai hubungan yang bermakna. Kualitas fisik memang bukan
faktor langsung yang dapat menyebabkan diare tetapi merupakan faktor
inderect (tidak langsung). Lain halnya dengan kualitas kimia, karena ada
beberapa zat kimia yang dapat menyebabakan diare terutama
kimia-kimia beracun seperti nitrat yang salah satu fokus dalam penelitian
ini. Nitrat dapat menyebabkan berbagai penyakit diantaranya diare,
Gastro Intestilan (Gl), convulasi, shock, koma kemudian yang kronis
seperti sakit kepal, gagguan mental, methemoglobinamia terutama pada
bayi (Achmadi, U .F, 2001).
68
Kalau melihat kejadian diare di Lokasi Transmigrasi sangat
beragam penyebab dari segi mikroorganisme, faktor lain penyebab diare,
seperti stress dan allergi makanan tidak diungkapkan karena sulitnya
untuk menjustifikasi penyebabnya.
Penyakit diare yang diteliti bukan merupakan penyakit diare yang
spesifik karena kami tidak melihat kuman atau mikroorganisme
penyebabnya.
Diare merupan penyakit multi causa sehingga sulit untuk
mengjustifikasi penyebabnya. Perlu diketahui bahwa penyebab dari
golongan mikroorganisme saja, penyebabnya sangat banyak
diataranya dari golongan virus yaltu hepatitis virus, enterivirus,
rotavirus, adenovirus. Dari golongan bakterl E.coli, Salmonella spp,
Shigella spp, Vibrio cholerae, dan Iain-Iain. Sedangkan dari
golongan protozoa diantaranya Balantidium coli, Giardia lamblia
daan Entamuba histolilitica serta beberapa jenis cacing seperti
Angckylostoma duodenale, Ascaris lumbricoides, Trichuris
trichiura, Tenia solium, dan Tenia saginata (Pudjarwoto, 1993).
2. Faktor Penyebab Terjadinya Diare
Diare atau berak-berak menurut informan disebabkan oleh
beberapa hal, untuk jelasnya dapat dilihat dari hasil di bawah ini.
69
Diare disebabkan oleh makanan yang tidak bersih, minum air
yang tidak dimasak , tidak mencuci tangan sebelum makan dan
lingkungan kotor dimana terdapat lalat yang dapat hinggap di
makanan.
".. .kalo diare itu disebabkan salah makan (makan makanan yang tidak bersih), atau minum air yang tidak mendidih (dimasak sampai 100°Q..."
YSF
"...Makan sembarangtempat..."(lsn)
"... Makan Makanan yang tidak di iutup, makanan yang dihinggapi lalat ..."(St)
"...Anak-anak bermain kotor (memegang barang yang tidak seteril) dan tangannya ikut kotor..." (Urn)
Hasil ini menunjukkan bahwa masyarakat mengetahui penyBbab
tlmbulnya penyakit dlare karena memakan makanan yang tidak bersih
dimana lalat telah hinggap pada makanan tersebut, anak-anak yang sering
bermain kotor dan tidak mencuci tangan sebelum makan juga merupakan
penyebab timbulnya penyakit diare. Selain itu menurut mereka kebersihan
lingkungan juga berpengaruh terhadap terjadinya diare.
Penyebab diare bila dikelompakkan sesuai yang biasa ditemukan di
lapangan bisa disebabkan oleh infeksi dan keracunan, namun yang terjadi
di di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang Kabupaten Pinrang disebabkan
perilaku yang dapat menyebarkan kuman enterik seperti penggunaan air
yang tidak bersih dan mungkin telah tercemar, tidak mencuci tangan
sesudah buang air besar.
70
3. Upaya Pencegahan Penyakit Diare
Sedangkan untuk pencegahannya, informan memberikan hasil
wawancara seperti di bawah ini;
".. .menjaga kesehatan, dan cuci tangan sebelum makan.. '(St,)
'.. Jaga makan dan minum, tidak keluar malam." (Am,)
"...Kebanyakari anak-anak tidak paham tentang penyakit diare biasanya berak sembarang tempat, seperti di belakang rumah (kebun, biasa juga kalo mencret lansung saja disitu (sembarang tempat)biasa juga dipematang sawah dan airnya biasa dipakai cuci tangan.."(M.S,) –
"...Penyakit diare ini sering menyerang masyarakat yang sering menggunakan air yang tidak bersih,seperti air sungai yang biasanya dipakai mandi dan "bera" juga disitu kalo air sumur biasanya lebih bersih) jadi penyakit diare itu sering menyerang anak-anak ,terutama yang sudah bisa merangkak atau baru belajar jalan, apa yang didapat itu yang dimakan (dimasukka dimulut).." (Art,)
Pada upaya pencegahan seperti kutipan yang telah di uraikan di
atas, ada 2 hal yang perlu diperhatikan dalam upaya tersebut yaitu,
1. Masyarakat paham bahwa untuk upaya pencegahan diare yang perlu
dilakukan adalah mehjaga kesehatan dengan makan yang banyak dan
sesering mungkin demikian pula dengan minum
2. Masyarakat juga memahami bahwa upaya pencegahan diare adalah
dengan menggunakan air bersih untuk minum dan cuci. Dan air yang
bersih menurut merlka adalah air sumur.
Sebagjan masyarakat Lanrisang mengetahui upaya pencegahan
penyakit diare, namun yang menjadi kendala adalah sulitnya sarana air
bersih yang rnerupakan faktor yang penting dalam pencegahan diare.
71
Air bersih merupakan salah satu penentu resiko terjadinya diare,
masyarakat yang terjangkau penyediaan air bersih mempunyai risiko
menderita lebih kecil dibanding masyarakat yang sulit mendapatkan air
bersih. Dan ini terjadi pada masyarakat Lanrisang yang memiliki sumber air
bersih pada umumnya dari Sungai yang melintas di Wilayah Kerja
Puskesmas Lanrisang.
Selain persoalan air bersih , sebagian besar penyakit ini juga
disebabkan penularannya melalui jalur fecal oral, cara penularahnya
dengan memasukkan benda atau tangan yang tercemar kedalam mulut,
misalnya makanan dan minuman dari sinilah kuraan masuk dan dapat
menyebabkan diare. Untuk itu perlunya menjaga kebersihan diri dan
lingkungan agar terhindar dari penularan penyakit diare.
Hasil penelitian terungkap bahwa semua informan
menggunakan jamban keluarga untuk membuang air kecuali
informan MS yang membuang air disemberang tempat atau kebun.
Jamban keluarga merupakan bagian penting dalam kesehatan
lingkungan. Jamban keluarga yang tidak saniter berperan dalam
kontaminasi air tanah dan sumber air bersih lainnya.
Dari hasil wawancara/observasi, penggunaan sarana
pembuangan tinja Informan dapat di lihat semua informan
mempunyai jamban keluarga yang telah dibuat oleh informan, hanya
72
penggunaan jamban keluarga yang tidak memenuhi syarat
kesehatan dan hal ini dapat mencemari sumur gali melalui rembesan
air tanah masuk ke sumur karena kurangnya perhatian masyarakat
atau keluarga untuk memperbaikinya.
Demikian pula jamban yang digunakan kurang perhatian untuk
membersihkannya, sehingga dapat menjadi sarang serangga (lalat)
maupun binatang lainnya. Dengan melalui binatang atau serangga
dapat mencemari makanan yang pada akhirnya dapat menimbulkan
diare.
Hal ini menggambarkan upaya masyarakat untuk mengisolasi
tinja, agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya serangga
terutama lalat yang dapat bertindak sebagai vector dari agen penyakit
kepada manusia tidak dilakukan dengah baik._ Tetapi ada
kencederungan, periiaku masyarakat tentang hidup bersih dan sehat
semakin baikkarena fasilitas telah disiapkan oleh pemerintah (proyek
teransmigrasi
Hasil observasi tentang kepemilikan jamban dan pernah
menderita diare menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara
kepemilikan jamban keluarga dengan kejadjan diare sebab meskipun
memiliki jamban keluarga tetap informan mengaku pernah menderita
73
diare. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya faktor lain yang
dapat menyebakan jamban keluarga meskipun telah memanfaatkan
fasilitas jamban keluarga yang ada baik milik sendiri maupun yang
digunakan secara bersama dengan tetangga yang ada disekitar
lingkungan rumah. Penelitian yang dilakukan oleh Kusnindar (1996)
menunjukkan bahwa tingginya taraf penggunaan jamban keluarga
makin rendah taraf morbiditas diare.
Badan Amerika Serikat untuk bantuan pembangunan
intemasional (U.SAID) telah merangkum hasil dari berbagai
penelitian mengenai dampak perbaikan keadaan air bersih dan
sanitasi dasar dinegara-negara sedang berkembang, yang
menyatakan bahwa perbaikan kualitas dan kuantitas jamban
keluarga dapat menurunkan angka kesakitan diare sebesar 22 %
(lrianti,S.2000)
Achmadi (2001) mengemukakan hasil penelitian Lembaga
Penelitian Ul (1998) yang dilakukan di daerah proyek Water Supply
and Sanitation for Low Income Community (WSSLIC), yang
mengungkapkan bahwa dengan menggunakan jamban keluarga
yang memenuhi syarat kesehatan dapat mencegah penyakit diare
sebesar 28,0 %.
74
4. Upaya Penanggulangannya Penyakit Diare
Berbeda dengan jawaban pada pencegahan diare, pada
penanggulangan diare, ada 2 cara yang dapat digunakan oleh
masyarakat dalam penanggulangan diare yaitu secara medis dan
secara tradisional seperti kutipan di bawah ini:
Secara medis mereka membuat larutan gula garam atau
minum oralit dalam rangka penanggulangannya /
"...minum oralit, larutan gula garam, menurut suster, biasa juga dokter bilangbegitu..."(Sr,)
"... Untuk anak-anak dikasi minum yang banyak atau di kasi tete (diberi ASI)terusterus..."
Sedangkan cara lain mereka menggunakan cara tradisional
seperti kutipandi bawah ini
"...Kasi apa itu... "colli jampu" (daun jambu biji) yang sudah
dimasak, trus kasi minum. perutnya dikasi minyak gosok (minyak gosok cap tawon)'.."(UM,)
'...Biasa dikasi teh pekat, dipijit urat kakinya (tendo diatas tumit/achilles) kalo tidak sembuh baru dibawa ke Puskesmas.."(Am,)
Secara tradisional mereka paham bahwa dalam
penanggulangan penyakit diare, dapat digunakan daun jambu batu
muda, menurut etnis bugis dapat menyembuhkan diare
(buang-buang air) terus-menerus, seiain daun jambu ada juga yang
menggunakan teh pekat untuk mengurangi fekuensi buang air dan
bila sakit perut secara tradisional mereka menggunakan minyak
gosok cap tawon untuk mengurangi rasa sakit diperut.
75
Dari hasil kutipan di atas dapat dilihat bahwa bila terjadi diare
masyarakat tidak segera membawa ke Puskesmas untuk segera di
beri obat dan mendapatkan pertolongan, tetapi terlebih dahulu
memberikan pertolongan dengan memberikan minyakgosok sebagai
penghilang rasa sakit perut sebelum dibawa ke Puskesmas, ada juga
yang memberi obat-obat tradisional berupa daun jambu batu sebelum
melakukan pertolongan lain dan sebagian lagi tidak melakukan
apa-apa kecuali memberi larutan gula garam di rumah.
D. Sikap Masyarakat Terhadap Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan Diare
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus atau obyek (Notoatmodjo,1993)
artinya reaksi sikap merupakan reaksi tertutup dan bukan reaksi terbuka
dan salah satunya adaiah kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep
terhadap suatu objek(Allport,1995)
Untuk penyakit diare , sikap masyarakat dapat dilihat dalam
kutipan di bawah ini,
"...saya tidak khawatir kalo anak sakit panas atau diare, menurut orang tua kalo sakit berarti mau tamba besar (bertumbuh) kalo tidak sembuh dan trus-trus berak baru baw kei Puskesmas...' (Ars,)
Ini menunjukkan mereka percaya bahwa diare timbul karena
76
anak-anak akan tumbuh besar atau mau pintar. Sedangkan pada orang
dewasa diare disebabkan karena makan buah-buahan yang banyak
pada musim buah.
"...Bera-bera biasajuga terjadi kalau musim buah...'(Art)
Sikap mereka terhadap pencegahan dan pehanggulangannya
adalah sama dengan pengetahuan mereka terhadap
pencegahan dan penanggulangan diare yaitu untuk
pencegahan mereka menyebutkan disebabkan oleh lingkungan
kotor, kebersihan makanan, minum air yang bersih, perlu makan yang
banyak dan menjaga kesehatan seperti salah satu kutipan di bawah ini,
" Kalau bera-bera itu kebanyakan dari salah makan, kurang bersih terutamadari air yang tidakdimasak.."(Ysf)
Dan pada upaya penanggulangannya sikap mereka juga sama
dengan pengetahuan mereka terhadap penanggulangan diare, yaitu ada
secara tradisional dan ada secara medis, secara medis dengan
menggunakan larutan gula garam dan secara tradisional yaitu dengan
meminum air rebusan jambu jambu biji dan minum teh pekat serta
menggunakan minyak gosok yang dioles pada perut bila terasa sakit.
"...Kasi colli jampu (daun jambu biji) yang sudah dimasak, trus kasi minum. perutnya dikasi minyak gosok (minyak gosok cap tawony.."(UM,)
Di atas merupakan cara tadisional sedangkan kutipan di bawah ini
adalah cara medis,
77
".. .minum oralit, larutan gula garam..." (SR)
Pemberian oralit merupakan salah satu cara mencegah terjadinya
kekurangan cairan didalam tubuh sebagai akibat diare. Dan bila oralit
tidak ada , dapat dibuat larutan gula garam yang terdiri dari gula pasir
dan garam dapur. Ini dilakukan oleh masyarakat namun berapa banyak
perbandingan antara gula garam masyarakat tidak mengetahuinya
dengan jelas.
Dari hash wawancara/observasi, menggambarkan bahwa sikap
informan telah memenuhi syarat hygiene perorangan dan mengetahui
akibat apa bila tidak melakukan hygene perorangan yaitu menderita
diare. Hasil tersebut mengungkapkan bahwa semua responden
mengaku memasak air telabih dahulu air bersih sebelum dikomsumsi
karena dapat menyebakan sakit perut atau diare dan mencuci tangan
sebelum makan atau setelah buang air besar, hal dilakukan sebagai
usaha mencegah diri dari penyakit. Hygiene perorangan merupakan
pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perorangan untuk
memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai
kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit.
Hygiene. perorangan dinilai dari segi kebiasaan mencuci tangan
dengan menggunakan air bersih sebelum mengkonsumsi makanan dan
setelah buang air besar. Hal ini disebabkan karena hygiene
78
perorangan sangat berpengaruh timbulnya penyakit diare karena
hygiene perorangan merupakan tindakan pencegahan terutama yang
menyangkut tanggung jawab perorangan untuk memelihara kesehatan
dan mencegah penyakit-penyakit menular langsung. Hal ini dapat
berupa mandi, memotong kuku, serta kebiasaan mencuci tangan dan
kaki dengan sabun dan air bersih setelah buang air besar, sebelum
makan dan setiap akan mengolah makanan. Perilaku ini dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan seseorang untuk melakukan kebiasaan tersebut.
Dengan tingkat pendidikan rendah berarti seseorang jg memiliki
pengetahuan yang rendah sehingga kebiasaan untuk melakukan cuci
tangan dan kaki serta potong kuku tidak mendapat perhatian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan bekerja di luar
rumah setiap hari akan terkontaminasi dengan patogen penyakit yang
dapat menyebabkan menderita diare. Dari hasil ini diperoleh bahwa
dengan pengetahuan rendah maka seseorang akan rentan untuk
terserang penyakit diare karena kurangnya pengetahuan yang dimiliki
sesorang sehingga hygiene perorangan tidak mendapat perhatian.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aulia dkk, (1989) di daerah
rawa dataran rendah Sumatera Seiatan disimpulkan bahwa
terbentuknya perilaku hygiene di tengah masyarakat dilandasi oleh
persepsi masyarakat tentang bersih / kotor, tentang penyebab diare,
79
selain adanya pengaruh lingkungan fisik dan social ekonomi masyarakat
setempat.
Pada penelitian ini sikap hygiene perorangan dinilai dari
kebiasaan mencuci tangan, kaki dengan sabun dan memotong kuku
Informan namun hal tersebut sebagian dari Informan belum menjadi
kebiasaan mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil ini sesuai dengan teori mengenai peranan tangan dalam
menularkan penyakit diare, yakni penyakit diare ditularkan melalui faecal
oral dengan perantaraan tangan (Depkes Rl, 1993).
Hasil ini dapat dilihat bahwa dari segi resiko untuk terserang
penyakit diare bagi laki-laki lebih tinggi dari perempuan karena mereka
setiap harinya rutin bekerja dan makan siang di kebun atau di sawah
sehingga kurang memperhatikan hygiene perorangan terutama
kebiasaan untuk mencuci tangan sebelum mengkonsumsi makanan.
Selain itu makanan yang dikonsumsi juga perlu mendapat
perhatian dari segi pengolahan dan penyajiannya, sehingga layak dan
memenuhi syarat kesehatan untuk dikonsumsi.
Penelitian yang mirip dilakukan oleh Krisnawan dan Suharyanto
(1996) mengemukakan bahwa terdapat hubungan bermakna secara
statistik dan menyatakan bahwa kebiasaan tidak mencuci tangan
dengan sabun sebelum makan mempunyai resiko diatas 3 kali dibanding
80
yang selalu mencuci tangan.
Sedangkan menurut penelitian Kirana, N., (2005) cara praktis
untuk mencegah penyakit diare adalah dengan mencuci tangan dengan
sabun. Kebiasaan ini akan mengurangi risiko terjadinya diare 40 persen
Kebiasaan mencuci tangan juga mempunyai daya ungkit yang besar
terhadap penurunan angka kejadian penyakit diare.
Di lihat dari aspek kesehatan, masalah kebiasaan mencuci tangan
sangat berarti dan dampaknya akan berpengaruh terhadap derajat
kesehatan masyarakat, misalnya: mencuci tangan sesudah BAB (buang
air besar) dan mencuci tangan sebelum makan/minum. Hygiene
perorangan dan perilaku hygienis menurut Hafid, E.M (2006) merupakan
faktor paling penting dalam mencegah penularan penyakit.
Hygiene perorangan menurut Adam, S, (1992) merupakan
pengetahuan tentang usaha-usaha kesehatan perorangan untuk
memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan mempertinggi nilai
kesehatan, serta mencegah timbulnya penyakit.
E. Tindakan Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan Diare
Dalam tindakan atau praktek ada tingkatan yang disebut persepsi
81
artinya masyarakat memilih dan mengenal berbagai obyek sehubungan
dengan tindakan yang akan diambil dan ini merupakan praktek tingkat
pertama. Tindakan dalam tingkatan persepsi masyarakat sebagai upaya
pencegahan dan penanggulangan diare adaiah seperti kutipan di bawah
ini,
"....Kalo bera bera terus (berulang ulang), langsung dibawa saja ke Puskesmas..."(AM)
Ini juga di benarkan oleh informan kunci dalam wawancara mendalam
"... Pada dasarnya mereka sudah tau tentang penyakit diare, apafagi karena sering diderita , cuma masyarakat disini biasanya mengkategorikan diare yang datangnya tengah malam disebut dengan
"Cika" tapi kalo datangnya(diare) siang hari mereka sebut "Joli-Joli"
kalu disertai dengan muntah mereka sebut sebagi "Joli Tallua" (Muntaber) mereka sudah tahu cara mengobati dan mencegahnya meskipun secara tradisional...bahkan mereka sudah tahu larutan gula garam kalo tidak sembuh, baru di bawa ke Puskesmas..." (TPK,5 OKt,20O4)
"...Masalah diare mereka tau, hanya terkadang pengobatannya, sering terlambat dibawa ke Puskesmas. Ada pemahaman mereka bahwa kalau diare, khususnya untuk anak-anak atau bayi, kalau dia mencret karena mau besar, mau tumbuh giginya, maujalhn atau mau lancar bicara, sehingga mereka menganggap tidak perlu berobat cukup diberi air daun jambu biji, terkadang disuruh makan buahnya yang masih mentah, terkadang juga diberi teh kenial, ada juga yang memberi larutan gula garam dan kalau masih berlanjut baru dibawa kesini (PuskesmasJ.."(LKM,5Okt,2004)
Persepsi mereka terhadap pencegahan dan penanggulangan
82
diare sama dengan pengetahuan dan sikap mereka dalam pencegahan
dan penanggulangan, namun dalam tindakan peneliti lebih
menitikberatkan pada pehcariah pelayanan kesehatan dan hasilnya
adafah adanya persepsi yang sama dengan pengetahuan dan
sikap terhadap pencegahan dan penanggulangan yang
menunjukkan bahwa pertolohgan dilakukan setelah mereka
menggunakan pengobatan tradisional lebih dahulu atau sebagian
dengan menggunakan larutan gula garam sebelum dibawa ke
Puskesmas. Secara umum hasil penelitian yang telah dluraikan
sebelumnya terlihat bahwa dlare bagi masyarakat adalah suatu gejala
yang akan timbul bila seorang anak akan tumbuh besar, gigi akan
tumbuh, mau lancar berbicara. Dan pada orang dewasa diare
disebabkan karena salah makan, serta makan buah - buahan terlalu
banyak.
Untuk pencegahannya , seperti yang telah mereka sebutkan
bahwa diare ini muncul karena pertumbuhan anak , maka yang mereka
lakukan supaya tidak terkena diare adalah tidak bermain di tempat kotor,
mencuci tangan sebelum makan, tidak minum air yang mentah. Berbeda
dengan penanggulangannya, sebagian telah memahaminya dengan
pertolongan pertama yaitu memberikan larutan gula garam sebelum
dibawa ke Puskesmas, tap! sebagian lagi karena persepsi tentang diare
83
yang berbeda, menyebabkan penanggulangannya juga dengan cara
tradisional yaitu dengan memberikan rebusan daun jambu biji (colli
jampu) yang disebut dapat menghentikan diare, ada juga yang
menggunakan obat oles pada perut dengan minyak gosok untuk
menghentikan rasa sakit di perut yang memang sering timbul pada saat
diare.
Dari hasil wawancara/observasi yang dilakukan pada informan
ternyata sumber air bersih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari
dari sungai dan sumur gali.
Karakteristik air bersih dari sungai dan sumur gali yang digunakan
keluarga dari segi kualitas fisik air sumur tersebut dapat dilihat dari bau,
rasa, jernih atau keruh. Sehingga hasil pengamatan diperoleh bahwa
kejadian diare dapat diakibatkan oleh kualitas fisik air. Dengan demikian
diperoleh bahwa terdapat kejadian diare pada keluarga yang kualitas
fisik airnya memenuhi syarat, Dari hasil wawancara bahwa air minum
sebelum mereka konsumsi dimasak terlebih dahulu.Hal ini mungkin
disebabkan oleh cara pengolahan air yang digunakan sebagai sumber
air minum. Kemungkinan air yang dimasak tidak sampai mendidih
sehingga bakteri atau kuman yang terdapat dalam air belum
sepenuhnya mati terutama E.coli, sehingga dapat menimbulkan penyakit
84
khususnya penyakit diare
Air tersebut sebelum dikonsumsi perlu dimasak terlebih dahulu
karena adanya kemampuan dari air untuk melarutkan bahan-bahan
padat, mengabsorbsi gas-gas dan bahan cair lainnya sehingga semua
air alam mengandung mineral dan zat-zat lain dalam larutannya yang
diperoleh dari udara, tanah, dan bukit-bukit yang dilaluinya. Selain itu air
sebagai factor yang utama dalam penularan berbagai penyakit infeksi
bakteri-bakteri usus tertentu khususnya penyakit diare, sehingga air
dapat .menimbulkan berbagai akibat gangguan kesehatan (SutrisnOj
CT. 2002).
Badan Amerika Serikat untuk bantuan pembangunan
internasional (U.S.AID) telah merangkum hasil dan berbagai penelitian
mengenai dampak perbaikan keadaan air bersih dan sanitasi dasar
dinegara-negara sedang berkembang, yang menyatakan bahwa
perbaikan kualitas dan kuantitas air bersih dapat menurunkan angka
kesakitan diare sebesar 37 % (Irianti, S. 2000)
Kejadian ini berbanding lurus antara kualitas air sungai dan sumur
gali yang memenuhi syarat yang digunakan keluarga dengan kejadian
diare karena semakin baik kualitas air sungai dan sumur gali akan
menurunkan angka kejadian diare. Penggunaan air bersih yang
85
memenuhi syarat pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas
Lanrisang temyata didapatkan kejadian diare, hal ini kemungkinan
disebabkan oleh factor lain yang ada hubungannya dengan diare, seperti
pendidikan, keadaan gizi, dan kepadatan penduduk pada masyarakat di
wilayah Puskesmas Lanrisang.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan di Indonesia oleh (Tjitra
dkk, 1994 dan Kusnidar dkk, 1994) menunjukkan adanya hubungan
antara penyakit diare dengan pemanfaatan sumber air bersih,
sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Krisnawan dan Suharyanto
(1996) mengemukakan bahwa keluarga yang tidak mempunyai sarana
air bersih mempunyai resiko 2,38 kali untuk terserang diare berdarah
dibandihgkan dengan mefeka yang tidak memiliklsarana air bersih.
Achmadi (2001) mengemukakan hasil penelitian Lembaga
Penelitian Ul (1998) yang dilakukan di daerah proyek Water Supply and
Sanitation for Low Income Community (WSSLIC), yang mengungkapkan
bahwa dengan menggunakan air bersih yang memenuhi syarat
kesehatan dapat mencegah penyakit diare sebesar 35,0 %, demikian
pula penelitian yang dilakukan oleh Djoehari (1997), dimana
menunjukkan bahwa air bersih berperan penting dalam penanggulangan
diare.
86
Dari hasil penelitian ini berbeda karena sesuai observasi di
lapangan sebagian besar responden menggunakan sumur yang telah
memenuhi syarat meskipun sumur tersebut digunakan secara bersama
sehingga pemeliharaan sumur juga dilakukan secara bersama, sehingga
sumur yang rusak atau bocor dapat dengan mudah diperbaiki.
Dengan demikian kondisi sumur yang mereka gunakan dapat
memenuhi syarat dengan 1) lokasi jarak sumur gali dengan sumber
pencemaran antara lain: (lubang pembuangan kotoran manusia,
lubang/resapan air limbah minimal 10 meter, 2) Lantai tidak rembes air,
lebar minimal 1 meter dari sumur, tidak retak/bocor, mudah dibersihkan,
dan lantai sedikit miring keluar sehingga air limbah langsung ke saluran
pembuangan, 3) Tinggi bibir sumur 80. cm dari lantai, terbuat dari bahan
yang kuat den tidak rembes air, 4) Dinding sumur minimal sedaiam 3
meter dari lantai, dibuat dari bahan yang kuat dan tidak rembes air serta
dilengkapi dengan saluran pembuangan air limbah
(Htlp://www.iptek.net.id/ind/warintek/ penqeiolaan dan sanitasi idx.pp)
F. Upaya Pencarian Pengobatan
a. Faktor demografi, faktor struktur sosial penderita Diare
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan
tentang faktor demografi dan struktur sosial menurut pandangan
87
budaya bugis menunjukkan bahwa semua orang mempunyai resiko
yang sama tertular penyakit Diare, seperti petikan hasil wawancara
berikut ini:
"...semua orang dirumah pernah terserang penyakit bera bera (diare) baik anak-anak maupun orang dewasa. penyakit ini gampang menjangkit... "
(AR,37Thn)
"... kalo orang besar bera bera, saya puny a apa itu cucu itu saya bilang jangan dekat.. jangan dekat saya karena saya pikir aduhh nanti tertular, apa lagi anak anak lebih gampang terkena (terjangkiti) bera bera..."
(BS,62Thn)
“…OH ketularan dengan makanan...anak dan orang besar barangkali...iya menular..."
(SM, 47 Thn)
Pandangan masyarakat bahwa penyakit Diare merupakan
penyakit yang dapat menyerang siapa saja tanpa membedakan usia,
jenis kelamin, mereka menyebutkan bahwa yang mungkin saja
tertular dalam rumah tangga adalah ayah, saudara, dan cucu.
b. Kerentanan dan kegawatan yang dirasakan oleh penderita Diare
Persepsi tentang mudahnya tubuh terserang penyakit Diare
dapat dilihat dari kutipan hasil wawancara mendalam yang
dilakukan kepada informan sebagai berikut:
".. .penyakit ini berbahaya.. .berbahayanya bisa mematikan..."
BS
"... penyakit ini menular...."
88
SM
"... penyakit ini menjangkit to......bisa menular
kalau selalu makan makanan yang bersih..." -
AR,
Disimpulkan dari Hasil wawancara mendalam yang
dilakukan kepada informan, penyakit Diare merupakan penyakit
yang sifatnya menular, tetapi dari seorang informan membuat
pernyataan yang sedikit berbeda dengan memberikan informasi
bahwa penyakit tersebut dapat mematikan dengan berbagai
pertimbangan empirik informan yang dikutip sebagai berikut:
". Z karena kita lama satu rumah nanti menikah baru berpisah penyakititu selalu ada ..."
AR,
Kesimpulan berdasarkan pengalaman empirik
informan bahwa penyakit Diare merupakan penyakit yang
endemis dan pada kondisi tertentu dapat menjakiti siapa saja,
karena dari semua yang tinggal serumah ada beberapa orang
yang tidak menderita penyakit Diare. Pada konsep ini juga
menyebutkan bahwa dalam rumah tangga tersebut semuanya
pernah menderita penyakit Diare.
"... perut melilit dan rasanya perut ditusuk tusuk ..."
89
AR,
Informan menyebutkan bahwa kondisi orang yang
menderita akan membuat lemas dan rperut melilit bahkan bila
diare yang disertai dengan darah informan beranggapan bahwa itu
karena mahluk jahat atau dikena "parakang" padahal dalam medis
diare yang yang diserta dengan darah itu disebut disentri .Pada
tingkat yang lebih lanjut disadari akan mengakibatkan kematian.
c. Keterancaman yang dirasakan oleh penderita Diare
Fenomena yang terjadi menunjukkan bahwa penyakit Diare
seringkali membawa gangguan frisik dan psikologis sebagai
komorbiditas (penyerta) dan kecenderungan psikis lebih menonjol
jika dibandlngkan dengan masalah medisnya apa bila informan
menderita diare dimalam hari.
Seperti yang terungkap pada kutipan wawancara dengan
informan berikut ini:
" "... Kalo datangnya dimalam hah saya merasa ketakutan apa lagi keluar masuk wc jam 2 jam 3 malam. saya berpikir jangan samapai terjadi sesuatu... yangdibilang orang tua 'na cidda"(kematian mendadak)......."
BS,
u.. .Saya tidak bisa kemana-mana jangan sampai diperjalanan mo bera, jadi tinggal terus dirumah sampai dirasa sembuh..."
SM,
".. .Perasaan saya penyakit penyakit diare biasa juga panas badan
90
..."
"... Kaio datangnya dimalam hari saya merasa ketakutan apa lagi keluar masuk wc jam 2 jam 3 malam. saya berpikir jangan samapai terjadi sesuatu... yang dibilang orang tua 'na cidda" (kematian mendadak) "
BS,
".. .Saya tidak bisa kemana-mana jangan sampai diperjalanan mo bera, jadi tinggal terus dirumah sampai dirasa sembuh.."
SM,
".. Perasaan saya penyakit penyakit diare biasa jug a panas badan ..."
(AR,
Pandangan penderita jika terkena penyakit diare maka mereka
tidak bisa beraktifitas di siang hari karena penyakit diare merupakan
penyakit yang mengharuskan dekat dengan wc bahkan menakutkan
apa bila datangnya malam hari, mereka menganggap bahwa diare yang
datangnya maiam hari itu sangat berbahaya karena bisa menyebakan
mati mendadak (cika) sementara dalam pandangan medis mati
mendadak mungkin saja karena ada penyakit lain yang menyertai si
penderita misalnya penyakit jantung yang dapat menyebabkan mati
mendadak..
Faktor isyarat dalam melakukan pencarian pengobatan Dalam
mencari pengobatan penderita diare belum mendapatkan dukungan
dari lingkungan ekternal keluarga, penderita melakukan
pengobatan berdasarkan keinginan diri sendiri dan keluarga terdekat,
91
hal ini terungkap secara jelas pada hasil kutipan wawancara yang
dilakukan sebagai berikut:
"...saya sendiri...berpikirdimaha saya bisa berobat..."
BS,
keluarganya yang menurut mereka dianggap paling
berpengalaman terhadap penyakit yang dideritanya.
d. Keuntungan dan kerugian yang didapatkan pada saat pengobatan
Hasil wawancara yang dilakukan kepada Informan
menunjukkan bahwa tindakan pengobatan yang dilakukan oleh
penderita diare tidak mengakibatkan kesembuhan terhadap
penyakit diare yang diderita, sebagaimana kutipan berikut ini:
"... Waktu saya anu minum-minum itu obat tidak lansung sembuh bahkan itu berulang..."
BS,
"...Kasi apa itu... "colli jampu" (daun jambu biji) yang sudah dimasak, trus kasi minum. perutnya dikasi minyak gosok (minyakgosok cap tawon)'.."
(UM,)
'...Biasa dikasiteh pekat, dipijit urat kakinya (tendo diatas tumit/achilles) kalo tidak sembuh barudibawa ke Puskesmas.."(Am,)
SM, "... biasa beli sendiri obat yaitu biasanya "super tetra" (tetraciclin)..."
AR,
Pengobatan yang dilakukan berdasarkan pengalaman secara
turun temurun yaitu dengan ramuan daun jambu yang
92
tumbuh disekitar lingkungan mereka dan diyakini pula
secara minyak gosok dapat mengobati penyakit yang
dideritanya, selain itu juga melakukan pengobatan sendiri
dengan membeli dan meminum obat tetraciclin yang banyak ditemui di
pasar-pasar dengan merek super tetra. Namunpun demikian usaha
penyembuhan dengan resep tradisional tersebut belum mampu
memberikan efek kesembuhan bagi penyakit yang dideritanya.
Dalam konsep budaya masyarakat bugis berdasarkan hasil
wawancara untuk pengobatan penyakit diare masih melakukan
trial and error, hal ini terlihat jelas ketika melakukan pengobatan
sendiri penyakit tersebut hilang sementara tetapi beberapa saat
kemudian akan muncul kembali.
e. Perilaku Pencarian Pengobatan penderita Diare
Tindakan pertama yang dilakukan ketika penderita merasa
dirinya sakit dan menentukan dirinya sakit dilanjutkan dengan
pengobatan adalah dengan melakukan pengobatan terhadap
dirinya sendiri (self treatment) dan ke puskesmas (pengobatan
moderen). Hal ini tertuang dalam kutipan wawancara sebagai
berikut:
"…..Kasiapaitu... "colli jampu" (daunjambu biji) yang sudah dimasak, trus kasi minum. perutnya dikasi minyak gosok (minyak
93
gosok cap tawon)'.."(UM,)
“'...Biasa dikasi teh pekat, dipijit urat kakinya (tendo diatas tumit/achilies) kalotidak sembuh baru dibawa ke Puskesmas."(Am,) "...Pada awalnya saya ke dukun..."
SM, Begitu merasakan sakit maka penderita melakukan:
pencarian pengobatan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya
ataupun dengan melakukah komunikasi terhadap keluarga
terdekat yang dianggap paling mampu dan tahu terhadap penyakit
yang dideritanya untuk melakukan pengobatan dalam rangka
menyembuhkan penyakit yang dideritanya. Pada kasus ini
puskemas menjadi salah satu pilihan alternatif pengobatan karena
puskemas dipandang masih memiliki kemampuan diatas rata-rata
mengobati penyakit diare.
Penderita Diare melakukan pengobatan sendiri ketika
pertama merasakan adanya perubahan fisik berupa sakit perut
pada saat menderita penyakit diare sebagaimana yang
disampaikan pada hasil wawancara inforaman.
Perubahan pada warna kulit akibat dari penyakit Diare
membuat penderita melakukan pencegahan dan pengobatan
berdasarkan pengalaman mereka terhadap penyakit sebagai
akibat dari alergi makanan dan dipadukan dengan ramuan obat
94
kampung untuk mengurangi warna kemerahan pada kulit.
D. Strategi Penanggulangan
Pencegahan penyakit diare sebenarnya sederhana, kasus diare
terjadi di Indonesia karena masyarakatnya kurang sadar akan
pentingnya menjaga kesehatan terutama Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS). Mereka tidak peduli dengan hygene perorangan dan
sanitasi lingkungannya. Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk
mencegah munculnya segala macam penyakit, termasuk diare, yaitu
mempromosikan kesehatan secara umum, artinya usaha pencegahan
yang dilakukan tidak hanya untuk satu penyakit tertentu, tapi kesehatan
secara umum. Cara kedua adalah dengan proteksi khusus, yaitu
melakukan pencegahan terhadap penyakit tertentu saja. Langkah ketiga
dengan melakukan diagnosa secara dini, artinya terlebih dahulu
memahami gejala-gejala yang mengikuti suatu penyakit.
Dalam upaya penerapan promosi kesehatan dilakukan tiga
strategi yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
(sinergis), yaitu sebagai berikut (Depkes Rl, 2001):
1. Advokasi Kesehatan (Health Advocacy),
Kegiatan yang ditujukan kepda pembuat keputusan (decission
95
makers) atau penentu kebijakan (policy makers) baik di bidang
kesehatan maupun sektor lain diluar kesehatan, yang mempunyai
pengaruh terhadap publik. Tujuannya adalah agar para pembuat
keputusan ini mengeluarkan kebijakan-kebijakan, antara lain dalam
bentuk peraturan, undang-undang, instruksi, dan sebagainya yang
menguntungkan kesehatan publik. Bentuk kegiatan advokasi ini
antara lain : lobying, pendekatan atau pembicaraan-pembicaraan
formal atau informal terhadap para pembuat keputusan, penyajian
isu-isu atau masalah-masalah kesehatan atau yang mempengaruhi
kesehatan masyarakat setempat, seminar-seminar masalah
kesehatan, dan sebagainya. Output kegiatan advokasi adalah
undang-gndang, peraturan-peraturan daerah, instruksi-instruksi
yang mengikat masyarakat dan instansi-instasni yang terkait dengan
masalah kesehatan (Soekidjo, 2003).
Advokasi kesehatan lebih diarahkan pada sasaran tersier yang
menghasilkan kebijakan sehat. Dalam penanggulangan penyakit diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang diperlukan Advokasi untuk dukungan
politik, kebijakan termasuk dukungan dana ke Pemerintah Daerah dan
DPRD serta sumber lain yang tidak mengikat.
Dalam advokasi ini diharapkan lahirnya kesepakatan intensifikasi
96
pemberantasan diare secara maksimal, komitmen anggaran pusat
bertambah, Proporsi anggaran untuk kegiatan Pencegahan dan
penanggulangan penyakit diare dari pemerintah daerah lebih ditingkatkan,
adanya dukungan politik, kebijakan dan peraturan daerah yang mengikat
seluruh masyarakat dalam bekerjasama memberantas diare.
2. Bina Suasana (Social Support)
Kegiatan yang ditujukan kepada para tokoh masyarakat, baik formal
maupun informal yang mempunyai pengaruh di masyarakat. Tujuan
kegiatan ini adalah agar kegiatan atau program kesehatan yang dilakukan
memperoleh dukungan dari para tokoh masyarakat. Sasaran yang dituju
adalah sasaran sekunder yang menghasilkan kemitraan dan opini.
Selanjutnya tokoh masyarakat ini dapat menjembatani antara pengelola
program kesehatan dengan masyarakat. Pada masyarakat yang masih
patemalistik seperti di Indonesia tokoh masyarakat merupakan panutan
perilaku masyarakat yang sangat signifikan. Oleh sebab itu apablla
tokoh masyarakat sudah mempunyai perilaku sehat, akan mudah
ditiru oleh anggota masyarakat yang lain. Bentuk kegiatan mencari
dukungan sosial ini antara lain : pelatihan-pelatihan para tokoh
masyarakat, seminar, lokakakarya, penyuluhan dan sebagainya
(Soekidjo, 2003).
Keberhasilan pemberantasan diare turut ditentukan oleh
97
adanya jalinan kemitraan yang solid antara petugas kesehatan
dengan masyarakat dalam rangka penemuan penderita, pengobatan,
pemberantasan vektor, penyuluhan dan survey. Dengan kata lain,
apabila -masyarakat tidak ikut mendukung pelaksanaan
pemberantasan diare, maka selain kinerja program tidak akan
maksimal, juga tujuan yang diemban oleh program tidak akan
terealisasi secara maksimal.
Masyarakat yang seyogyanya bermitra dengan petugas
kesehatan dalam pelaksanaan program pemberantasan diare adalah
kader, tokoh masyarakat, Kepala Desa/Kelurahan, PKK, anggota
LKMD, anggota masyarakat, Karang Taruna.
Jaringan kemitraan antara petugas kesehatan dengan
masyarakat seperti kader, Kepala Desa/Kelurahan, tokoh
masyarakat, PKK* LKMD, Karang Taruna dan anggota masyarakat
dalam pemberantasan diare di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang
belum dilaksanakan atau dikembangkan sebagaimana diharapkan.
Sementara oleh Ditjen PPM dan PLP Depkes Rl. bahwa kemitraan
dalam upaya pemberantasan penyakit diare perlu melibatkan
berbagai institusi, lintas program, lintas sektor, Lembaga Swadaya
Masyarakat, swasta, organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi,
98
dan institusi masyarakat seperti organisasi wanita, organisasi sosial,
organisasi pemuda, organisasi agama, dan Iain-Iain, termasuk tokoh
masyarakat setempat (Depkes, Rl, 2000).
Untuk masa yang akan datang program pemberantasan diare
di institusi tersebut di atas sudah saatnya untuk dilibatkan jika
program diare ini akan diberantas dengan tuntas, karena jika tidak
demikian maka program pemberantasan diare tidak akan
terselesaikan.
Tujuannya kemitraan dalam penanggulangan diare yaitu untuk
melakukan mobilisasi sumber daya yang ada melaiui kegiatan
sebagai berikut:
a. Melakukan pendekatan kepada pengambil keputusan dengan
menggunakan informasi yang benar. Tujuannya untuk
memperoleh dukungan dan komitmen baik berupa dukungan
kebijakan, sarana, tenaga, bahkan dana serta fasilitas dan para
pengambil keputusan di jajaran pemerintahan maupun di setiap
tatanan masyarakat dalam penanggulangan diare.
b. Menyelenggarakan KIE program diare melaiui kelompok
masyarakat, menyelenggarakan social marketing program diare
untuk perhuka masyarakat melaiui berbagai metode dan media,
99
menyebarluaskan produk kemitraan yang dapat memotivasi,
mendorong mitra kerja dalam upaya mencapai tujuan bersama,
dan mengembangkan slstem penghargaan dalam penggerakan
program diare.
c. Dukungan sosial melalui pendekatan kepada petugas kesehatan,
petugas lintas sektor, organisasi kemasyarakatan, para pembuat
opini di masyarakat dan media masa. Tujuan agar mereka siap
menyebarluaskan informasi dan menciptakan iklim atau suasana
yang mendukung kegiatan program penanggulangan diare. Cara
yang dapat dilakukan antara lain melalui penyuluhan kelompok,
lokakarya tentang pemberantasan diare, seminar, studi banding,
pelatihan, dan Iain-Iain.
d. Penggalangan kemitraan yaitu melakukan identifikasi stakeholder
(mitra dan pelaku potensiil), membangun jaringan kerja sama
antara sesama mitra dalam upaya mencapai tujuan bersama,
memadukan sumber daya yang tersedia di masing-masing mitra
kerja untuk intensifikasi program diare, melaksanakan kegiatan
terpadu dalam intensifikasi program diare sesuai peran dan
potensi masing-masing, menyelenggarakan pertemuan berkala
100
untuk perencanaan, pemantauan, penilaian, dan pertukaran
informasi dan intensifikasi program diare. Tujuan diperolehnya
berbagai pencipta opini yang ada di masyarakat sehingga dapat
menciptakan opini publik yang jujur, terbuka sesuai dengan
norma, situasi dan kondisi di masyarakat yang mendukung
terciptanya upaya penanggulangan diare.
e. Profesjonalisasi adalah usaha-usaha atau kegiatan untuk
meningkatkan kemampuan semua penyelenggara promosi diare
baik sektor kesehatan maupun organisasi kemasyarakatan.
f. Meningkatkan kemampuan perencanaan dan pengambilan
keputusan para pelaksana institusi di tingkat kabupaten/kota
dengan memobilisasi sumber daya setempat dan meningkatkan
alokasi biaya intensifikasi pemberantasan penyakit diare,
mengembangkan dan melaksanakan strategi operasional
kemitraan spesifik daerah dan menetapkan/ mendelegasikan
kewenangan pemberantasan diare yang sesuai kepada tenaga
dan institusi lain dalam kesehatan
3. Gerakan Masyarakat (Empowerment),
Yaitu upaya memandirikan masyarakat agar secara proaktif
101
mempraktikkan hidup bersih dan sehat secara mandiri. Sehingga
upaya ini lebih diarahkan pada sasaran primer yang menghasilkan
kegiatan gerakan masyarakat mandiri.
Pemberdayaan ditujukan kepada masyarakat langsung,
sebagai sasaran primer atau utama promosi kesehatan. Tujuannya
adalah agar masyarakat. Memiliki kemampuan dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Pemberdayaan
masyarakat dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan antara lain :
penyuluhan kesehatan, pengorganisasian, dan pembangunan
masyarakat. Melalui kegiatan tersebut djharapkan masyarakat
memiliki kemampuan untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri. Oleh karena itu bentuk kegiatan
pemberdayaan masyarakat ini lebih pada kegiatan penggerakan
masyarakat untuk kesehatan (Soekidjo, 2003).
Kegiatan pemberdayaan yang dapat dilakukan dalam
penangggulangan penyakit diare adalah :
a. Pemberdayaan masyarakat dalam pengobatan penderita secara
dini
Upaya yang dapat dilakukan sampai saat ini adalah upaya
ketepatan dan kecepatan dalam menegakkan diagnosis dan
102
pengobatan diare secara cepat dan tepat dosis yang diberikan
sehingga mencegah terjadinya diare berat/komplikasi dan
diharapkan mengurangi sumber-sumber penularan diare dan
mortalitas diare.
Masyarakat dibekali pengetahuan tentang gejala-gejala
awal penyakit diare, dan cara pencegahan yang dapat dilakukan
serta tindakan untuk segera memeriksakan diri pada petugas
kesehatan. Setiap orang sakit diare diberikan oralit dan diberi
pengobatan yang adekuat. Pemantauan kasus per desa/dusun
per minggu per puskesmas.
b. Pemberdayaan masyarakat dalam pemanfaatan pelayanan
kesehatan modern.
Pengetahuan tentang penyakit diare dan fungsi
puskesmas berdasarkan hasil analisa dari wawancara mendalam
yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan belum memadai.
Karena hal tersebut, maka sikap dan perilaku penderita diare
dalam hal pemanfaatan puskesmas belum seperti yang
diharapkan. Hal tersebut berdampak pula pada permintaan
informan sehubungan dengan keberadaan puskesmas dalam
melaksanakan fungsinya. Untuk mengatasi kesenjangan yang
103
terjadi, maka diperlukan peningkatan pengetahuan tentang
kesehatan dan fungsi puskesmas, sehingga akan mempunyai
sikap positif terhadap keberadaan puskesmas yang pada
gilirannya akan memanfaatkan puskesmas.
Adanya peningkatan pengetahuan dan sikap positif dan
mau mempratekkan untuk memanfaatkan puskesmas adalah
suatu perubahan prilaku sebelumnya yang belum mau
memanfaatkan puskesmas yang kemudian mau memanfaatkan
puskesmas.
Peningkatan pengetahuan ini dapat dilakukan dengan
banyak cara, salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan
melalui suatu Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE). Dalam
komunikasi ini akan diberikan tentang pentingnya kesehatan yang
dalam hal ini tentang mencegah penyakit diare dengan cara
persuasi, bujukan, himbauan dan ajakan sehingga akan muncul
kesadaran kemauan dan kemampuan untuk berbuat atau
berprilaku baik, yang dalam hal ini memanfaatkan puskesmas
dalam rangka untuk mengetahui masalah kesehatan.
Informasi tentang fungsi puskesmas yang diperoleh melaui
petugas kesehatan dari berbagai media dan orang lain
104
disekitarnya menunjukkan bahwa informasi yang diperoleh
tersebut dapat memberikan informasi yang lengkap. Hal ini karena
pemberian informasi tentang fungsi puskesmas belum dilakukan
melalui suatu perencanaan.
Dalam merencanakan suatu KIE tentang pemanfaatan
puskesmas bagi penderita diare, maka ada 4 hal yang harus
diperhatikan, yaitu sumber atau komunikasi pesan, media dan
penerima (receiver)
a. Sumber
Sumber atau pemberi informasi (source) agar
mempunyai kompetensi dalam penyampaian pesan.
Kompetensi tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan dan
sikap. Selain dari pada itu sumber agar memperhatikan aspek
social budaya masyarakat setempat.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
1) Metode komunikasi yang akan digunakan
2) Penggunaan bahasa dalam komunikasi. Untuk hal ini agar
memperhatikan berkata dan sasaran, misalnya penggunaan
istila-istilah yang lazim digunakan dan bahasa yang mudah
dimengerti atau dipahami.
105
b. Pesan
Isi pesan atau materi yang diberikan tidak hanya dapat
dimengerti atau diterima akan tetapi agar memberikan respon
kepada penerima secara positif dan aktif berupa tindakan atau
perilaku.
c. Media
Media atau saluran komunikasi yang digunakan oleh
komunikasi sangat bervariasi mulai dari yang tradsional sampai
dengan yang modern, seperti video atau film. Hal ini tentunya
disesuaikan dengan kondisi setempat dan memperhatikan
aspek budaya setempat.
d. Penerima
Penerima atau komunikan adalah pihak yang menerima
stimulus dari komunikator. Pada komunikan ini diharapkan
dapat memahami atau mengerti stimulus diberikan, sehingga
akan memberikan respon. Respon ini dapat dalambentuk:
1). Pasif yaitu, stimulus yang diberikan baru pada tingkat
dipahami dan dimengerti.
2) Aktif yaitu, reaksi stimulus yang diberikan dalam bentuk
ungkapan bahasa, baik lisan atau tulisan (verbal) ataupun
106
dengan menggunakan simbol-simbol (non verbal)
Komunikasi dikatakan berhasil apabila informasi atau stimulus
yang diberikan oleh komunikator telah dapat dimengerti dan
dipahami oleh komunikan sehingga akan meningkatkan
pengetahuannya yang kemudian akan memberikan respon yang
positif, baik da|am bentuk sikap dan tindakan atau praktek sebagai
wujud dari perubahan perilaku yang baru.
107
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan pada Bab IV maka dapat diambil
kesimpulan, sebagai berikut:
1. a. Pengetahuan masyarakat tentang pencegahan dan
penanggulangan diare, masih menyebut bahwa diare adalah suatu
gejala pertumbuhan pada anak, sedangkan pada orang dewasa
diare timbul karena salah memakan makanan dan makan
buah-buahan banyak pada musim buah.
b. Pada sikap, upaya pencegahan dan penanggulangan
diare dipercaya disebabkan oleh lingkungan yang koter ,
makanan yang kotor, tidak minum air yang dimasak.
c. Tindakan dalam pencegahan dan penanggulangan diare ada 2
cara yang dilakukan oleh masyarakat yaitu secara medis dan
secara tradisional.
2. Persepsi penderita diare berdasarkan faktor demografi dan struktur
sosia) menunjukkan bahwa semua orang mempunyai resiko yang sama
tertular penyakit diare, sedangkan kegawatan akibat penyakit diare
dapat mengakibatkan aktifitas sehari-hari terganggu, Keterancaman
108
yang dirasakan oleh penderita diare seringkali membawa gangguan
psikis sebagai penyerta dan kecenderungan ini lebih menonjol jika
dibandingkan dengan masalah medisnya;
3. Dalam pencariah pengobatan penderita diare belum mendapatkan
dukungan dari lingkungan eksternal keluarga, penderita melakukan
pengobatan berdasafkan keinginan sendiri dan keluarga terdekat;
4. Tindakan pengobatan yang dilakukan oleh penderita diare tidak
mengakibatkan kesembuhan terhadap penyakit diare yang dideritanya;
5. Tindakan pertama yang dilakukan ketika penderita merasa dirinya sakit
dan menentukan dirinya sakit dilanjutkan dengan pengobatan dengan
melakukan pengobatan terhadap dirinya sendiri (self treatment) dan ke
Puskesmas (pengobatan moderen).
B. Saran-saran
Berdasarkan temuan yang diperoleh dari penelitian ini maka
saran-saran yang dapat diberikan adalah:
1. Perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penggulangan
penyakit diare diare di Wilayah Kerja Puskesmas Lanrisang dengan
melakukan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)
2. Perlunya dilakukan strategi advokasi dan komunikasi kepada
109
masyarakat untuk mendukung penderita diare sehingga penderita
diare merasa dipahami dan diterima baik keadaannya maupun
keberadaannya;
3. Melakukan strategi promosi kesehatan yang tepat yaitu dengan
melibatkan semua stakeholder seperti kader posyandu, PKK, tokoh
masyarakat dan tokoh Agama.
110
DAFTAR PUSTAKA
1. Achmadi, U. F., 2001. Peranan Air Dalam Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.
2. Achmadi, U. F., 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.
3. Bungin, Burhan, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif, Airiangga
University Press Surabaya
4. 2010MttpJwww.ug.netide/tipsAipsdiare.html
5. …………..2QA1Mp'Jwww.Depkes.go.id
6. ………….. 2011 ,httpybww.Dinkes-sulsel.go.id
7. Depkes Rl, 2002, Keputusan Mentari Kesehatan Rl, Nomor 1215/Menkes/Sk/XI/2001, Tentang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare, Departemen Kes. Rl Direktorat Jenderal PPM & PL, Jakarta
8. Depkes RI.2009, Profil Kesehatan Indonesia, Departemen Kesehatan Jakarta.
9. Ewles, Linda, Dkk 1994, Promosi Kesehatan Petunjuk Praktis. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
10. Graeff, Judith .A, Dkk, 1996. Komunikasi Untuk Kesehatan Dan Perubahan Perilaku, Cetakan Pertama, Gajah Mada University Press.
11. Kalangi, Nico,S, 1994, Kahudayaan Dan Kesehatan, Universitas Indonesia, Jakarta.
12. Kotler, P., 2000. Marketing Management, The Millenium Edition, Prentice Hall International, Inc.,New Jersey.
13. Kusnoputranto, H., 1998. Aspek Kesehatan Mastarakat Dmri Pemukiman Di Wilayah Perkotaan Dalam Sejumlah Masalah
111
Pemukiman Kola. Cetakan ke-3. PTJMumni. Bandung.
14. Kusnoputranto, H., dkk. 2002. Kesehatan Lingkungan. Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat, Jurusan Kesehatan Lingkungan. Depok.
15. Levine, B. H., 2006. Sehat Berawal Dari Pikiran, Buana llmu Populer, Jakarta.
16. Lexy, J.Mplong, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
17. Miles, B.Mattew And A.Michel Hubemun, 1992, Analisis Data Kualitatif, Terjemahan Cecep Rohidi, Ul. Press, Jakarta.
18. Machfoedz I. & Suryani E., 2005, Pendidikan Kesehatan Bagian Bad pmmosi Kesehatan, Fitramajaya, Yogyakarta.
19. Malaka, AR Mu'tasima, 2006. Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita TB Paru di Kecamatan Maritenggae Oesa Pangkajene Kabupaten Sidenreng Rappang, Tests, Univetsfias Hasanuddin, Makassar.
20. Mantra. I.B.1997, Strategi Penyuluhan Kesehatan, Oepkes R! Pusat Penyuluhan Kesehatan. Masyarakal, Jakarta.
21. Notoadmojo, Dkk,1985, Pengantar llmu Perilaku, Badan Penerbit Kesehatan Masyarakat, FKM4JI, Jakarta.
22. Notoadmojo, Soekidjo,1993, Pengantar Pendidikan Kesehatan dan llmu Perilaku Kesehatan, Andi Offest,Yogyakarta
23. Ngatimin, H.M. Rusli, 2005. "DOA" Disability Oriented Approach. Yayasan PK3. Makassar.
24. Ngatimin, H.M. Rusli,. 2005. Dari Hipocrates sampai Winslow dan Pengembangan llmu Kesehatan Selanjutnya. Yayasan PK3, Makassar.
25. Ngatimin, H.M. Rusli 2005. Sari dan Aplikasi llmu Perilaku Kesehatan. Yayasan PK3, Makassar.
112
26. Ngatimin, H.M. Rusli 2007. Community Medicine. Yayasan PK3, Makassar.
27. Ngatimin, H.M. Rusli 2005. Komhmen Doktar dan SKM Mewujudkan Hidup Sehat Yayasan PK3, Makassar.
28. Notoatmodjo, 3. 2003. llmu Kesehatan Masyarakal Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
29. Notoatmodjo, S. 2002. Metadologi Penelitian Kesehatan. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
30. PedomanPenulisan Tests dan Disertasi 2005.. Edisi 4. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar
31. Kement&rian Kesehatan Rl, 2010. Undang-Undang Kesehatan No 36 Tahun 2009,
32. Woliantara GD 2008. Perilaku Pencarian Pengobatan Penderita Kusta Menggunakan Health Belief Model Tesis, Universitas Hasanuddin, Makassar.
113
114
115
116