1
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI YANG TERANCAM HUKUMAN MATI DI SAUDI ARABIA
TAHUN 2010-2013
CHASTITI MEDIAFIRA WULOLO
NIM D0412013
ABSTRACT
Foreign Policy of Susilo Bambang Yudhoyono towards the Indonesian Workers who
endangered the capital punishment at Saudi Arabia becomes the main topic examined in
this research. Foreign Policy of Indonesian Government towards Indonesian workers is being
analyzed from the aspects of policy evaluation.
This research uses a qualitative approach with literature study and interview as the
technique of the data collection. Data analysis draws on qualitative analysis consisted of
multiple steps such as data collection, data reduction, data displays, and conclusion
drawing. Data validation uses the triangulation of source and technique. The framework of
this research departs from the foundations of the current policy and policy evaluation
towards Indonesian workers problematic cases.
The results of this research shows that the Indonesian government policy which is
named moratorium is the relatively the effective way to prevent the increasing of of
Indonesian workers’ cases in Saudi Arabia. This policy is used to postpone the consigment of
Indonesian workers to Saudi Arabia until the signing of a Memorandum of Understanding
(MoU) between Indonesian government with the government of Saudi Arabia about the
protection of Indonesian workers in Saudi Arabia. Indonesian government is also doing
diplomacy by negotiating with the government of Saudi Arabia to absolve Indonesian
workers towards the capital punishment in Saudi Arabia. Diplomacy by negotiating
becomes the mainstay of President Susilo Bambang Yudhoyono to solve the problem of
Indonesian workers and release them who endangered the capital punishment by paying
diyat. Nevertheless, the Indonesian government policies deemed not fully effective for cases
of troubled migrant workers in Saudi Arabia has not been solved completely. Nevertheless,
the Indonesian government policy is still not fully effective for solving the cases of troubled
2
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
Indonesian workers in Saudi Arabia. Researcher forms that the immature of Indonesian
workers’ management to organize migrant workers before and after sent becomes the
main factors which causing the increasing of Indonesian workers cases. For solving this
problem the Indonesian government must have a strict policy and really ripe to organize the
Indonesian workers before and after consigment.
Keywords: Policy Analysis, Foreign Policy, Indonesian Workers, Moratorium, Negotiation.
3
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
PENDAHULUAN
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau yang sering disebut sebagai pahlawan devisa
bagi negara Indonesia sering kali tidak mendapatkan hak-haknya sebagai seorang
pahlawan; seperti hak-hak mereka untuk diberi perlindungan, gaji yang layak, perlakuan
yang semestinya bahkan kesempatan untuk cuti pulang ke negara asalnya. Meskipun
demikian usaha mereka untuk memperoleh pekerjaan yang layak dengan cara pergi ke
luar negeri, tentu harus mengorbankan banyak hal termasuk waktu bersama keluarga di
tanah air.
Dewasa ini media justru menayangkan hanya berita-berita yang bernada negatif
terkait TKI di luar negeri. Misalnya tentang banyaknya kekerasan yang dilakukan majikan
terhadap TKI, dan juga kasus lain seperti TKI yang terancam hukuman mati. Hal tersebut
membentuk pola pikir masyarakat Indonesia bahwa TKI hanyalah pekerja kasar yang
mengadu nasib di luar negeri dengan mempertaruhkan nyawanya, karena belum tentu
mereka dapat kembali ke tanah air dalam keadaan “utuh”.
Fakta seputar TKI yang terancam hukuman mati di negara lain tentu sangat
mengawatirkan sejumlah pihak terutama keluarga yang bersangkutan, pasalnya
terpidana mati baru bisa dibebaskan dari hukuman mati apabila ada uang tebusan yang
dibayarkan sebagai ganti rugi bagi pihak korban.
Salah satu contohnya adalah kekecewaan pemerintah dan masyarakat Indonesia
atas eksekusi hukuman mati yang diberikan kepada Siti Zaenab pada Selasa, (14/4/2015)
siang waktu Indonesia, tanpa ada pemberitahuan sebelumnya. Siti dijatuhi hukuman mati
sejak tahun 2001, karena menjambak dan menusuk perut majikannya. Menurut
pengakuannya ia hanya berusaha untuk membela diri dari usaha pemerkosaan yang
hendak dilakukan majikannya. Protes keras dari pemerintah Indonesia juga telah
ditujukan kepada pemerintah Saudi Arabia yang terlambat memberikan informasi
sebelum dilaksanakannya eksekusi mati.
Berita yang ditayangkan di stasiun televisi lokal Indonesia seolah tidak berpihak
kepada usaha pemerintah untuk menangani kasus TKI. Asumsi tersebut diutarakan
peneliti karena berita-berita yang disiarkan tentang TKI, mayoritas adalah berita-berita
4
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
negatif. Namun faktanya tidak semua TKI yang bekerja di luar negeri mengalami masalah
yang serupa.
Selain media, asumsi bahwa hukum Indonesia tidak cocok dengan norma dan
hukum yang berlaku di Saudi Arabia juga menjadi alasan mengapa banyak TKI Indonesia
yang terancam hukuman mati. Berangkat dari fakta dan opini peneliti tersebut, penelitian
mengenai Kebijakan Pemerintah terhadap TKI yang akan dihukum Mati di Saudi Arabia
pada Masa Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, menjadi kajian yang menarik
untuk diteliti lebih lanjut. Terlebih sampai pada masa pemerintahan Presiden yang baru
yakni Joko Widodo, permasalahan TKI masih terus bermunculan.
Fokus penelitian dikhususkan pada TKI yang ada di Saudi Arabia karena berdasarkan
data Pengaduan TKI tahun 2010-2013 Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), negara Saudi Arabia lah yang menempati tempat
teratas dengan jumlah kasus yang diadukan sebesar 31.676 kasus pada tahun 2010,
seperti yang dapat dilihat pada tabel tersebut :
Tabel 1.1 PELAYANAN TKI BERMASALAH MENURUT NEGARA
di Badan Pemeriksa Keuangan-TKI (BPK-TKI) Selapajang Tangerang (Tahun
2010-2013) Sumber data : PUSAT PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN INFORMASI (PUSLITFO BNP2TKI)
5
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
Penelitian akan fokus pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono pada
periode kedua, dimana kredibilitas Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden
dipertaruhkan. Skripsi ini ditulis dengan data Pengaduan TKI tahun 2010-2013 BNP2TKI
yang terdiri dari berbagai jenis permasalahan, ditunjukkan penurunan angka yang
signifikan. Hal tersebut membuat peneliti berasumsi bahwa kebijakan pemerintah efektif
untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Pembahasan topik ini dimulai dari periode pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono periode ke 2 dengan cakupan tahun 2010-2013. Bahasan penelitian ini meliputi
Kebijakan Luar Negeri pemerintah Indonesia terhadap TKI, selain itu peneliti juga akan
meneliti bagaimana manajemen sebelum dan sesudah TKI dikirim ke luar negeri, dan
perlindungan seperti apa yang diberikan pemerintah Indonesia kepada TKI yang bekerja
di luar negeri. Selain membahas kebijakan pemerintah Indonesia, penelitian ini juga akan
membahas bagaimana pengaruh positif maupun negatif bagi kebijakan moratorium yang
dibentuk pemerintah Indonesia terhadap TKI yang hendak ke Saudi Arabia.
PEMBAHASAN
Undang-Undang Perlindungan TKI
Setelah membahas tentang dasar-dasar mengapa suatu negara perlu melindungi
rakyatnya, pada sub bab kali ini akan dibahas mengenai perlindungan yang diberikan
suatu pemerintah terhadap rakyatnya khususnya TKI yang terwujud dalam ratifikasi
Konvensi PBB oleh pemerintah Indonesia dan undang-undang yang menjamin
perlindungan TKI.
1) Ratifikasi Konvensi Migran 1990
Konvensi yang biasa disebut dengan Konvensi Migran 1990 meurupakan
Konvensi yang dideklarasikan di New York, Amerika Serikat dan disahkan melalui
resolusi PBB 45/158 pada tanggal 18 Desember tahun 1990. International Convention
on The Protection of The Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families
tersebut merupakan konvensi yang fokus terhadap perlindungan hak buruh migran
beserta keluarga. Konvensi ini mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Juli 2003 dan telah
diratifikasi oleh 20 negara pada bulan Maret 2003, serta menjadi konvensi dengan
kekuatan hukum yang mengikat. Konvensi Migran 1990 ini telah diratifikasi oleh 42
5
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
negara hingga tahun 2010. Indonesia merupakan salah satu negara pengirim buruh
migran terbesar, namun Indonesia juga tergolong memerlukan waktu yang lama
dalam meratifikasi konvensi ini, yakni delapan tahun terhitung setelah proses
penandatanganan yang dilakukan pada tanggal 22 September 2004 di New York.
Ratifikasi yang dilakukan negara Indonesia dilakukan karena timbulnya banyak
tekanan dari dalam negeri baik lembaga sosial masyarakat maupun organisasi-
organisasi lain yang memperjuangkan nasib tenaga kerja. Maka pada tanggal 2 Mei
2012 Indonesia meratifikasi Konvensi Migran 1990 tersebut. i
Pemerintah Indonesia mengalami proses yang penuh dengan dinamika yang
dimulai setelah proses penandatanganan pada tahun 2004. Faktor utama
penghambat proses ratifikasi adalah ketidaksepakatan antara pemerintah dan DPR
tentang perlunya ratifikasi konvensi ini. Menurut surat Kementrian tenaga Kerja dan
Transmigrasi (Kemenakertrans) pada tahun 2005, dengan nomor surat
B.359/SJ/HK/2005 yang ditunjukan kepada Pusat Litbang Hak-Hak Ecosoc, Badan
Penelitian dan Pengembangan HAM, Kementrian Hukum dan HAM pada tanggal 12
September 2005, Kemenakertrans menyatakan keberatan untuk meratifikasi
Konvensi Migran 1990. Adapun beberapa argumentasi yang disampaikan oleh
Kemenakertrans dalam surat tersebut. Pertama, dengan meratifikasi konfensi
tersebut dapat menimbulkan sejumlah kewajiban bagi pemerintah untuk
memberikan peluang yang sama bagi tenaga kerja asing dan anggota keluarganya
untuk datang dan bekerja di Indonesia, hal ini termasuk pemberian kompensasi
berupa tunjangan pengangguran jika tenaga kerja asing tersebut mengalami
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Kedua, substansi Konvensi Migran 1990
mengatur kewajiban bagi negara peratifikasi untuk memberikan perlindungan
kepada tenaga kerja asing yang bekerja di negara tersebut, sehingga meskipun
Indonesia meratifikasi, konvensi tersebut tidak bisa memberikan perlindungan bagi
TKI yang bekerja di luar negeri, di sisi lain dengan adanya jaminan yang sama dengan
pekerja lokal, hal yang menjadi ancaman adalah semakin banyaknya tenaga kerja
asing masuk ke Indonesia yang semakin lama merebut lahan pekerjaan bagi para
pekerja lokal. Ketiga, pasal-pasal yang ada dalam konvensi tersebut antara lain
tentang hak berserikat bagi buruh migran, pengaturan tidak boleh memutus
hubungan kerja dengan buruh migran, serta akses untuk mencari dan mendapat
6
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
pekerjaan, dinilai tidak sejalan dengan substansi UU No. 13/2003 tentang
ketenagakerjaan. ii
Direktur Jendral Pembinaan Penemparan Tenaga Kerja Luar Negeri
Kemenakertrans, I Made Arka, pada tahun 2006, menyatakan bahwa Indonesia
belum siap untuk meratifikasi Konvensi Migran 1990 tersebut, karena Indonesia
belum mampu untuk memfasilitasi tenaga kerja asing sebagaimana fasilitas yang
didapatkan oleh pekerja lokal. Menanggapi hal tersebut, Wahyu Susilo, analisis
kebijakan Migrant Care, mengatakan bahwa pemerintah tidak memiliki inisiatif untuk
melindungi buruh migran dengan tidak adanya keputusan politik untuk meratifikasi
konvensi itu menjadi hukum nasional. Hingga tahun 2008, Kemenakertrans masih
tetap mengandalkan Memorandum of Understanding (MoU) yang dilakukan antara
PJTKI dengan negara-negara penempatan, namun hal ini dirasa kurang ata bahkan
tidak signifikan dalam mengatur mengenai permasalahan perlindungan TKI.
Perdebatan yang terjadi antara elit pemerintah terkait ratifikasi Konvensi Migran
1990 terjadi sampai tahun 2011. Pada tahun 2009 Kemenakertrans, Kementrian Luar
Negeri (Kemenlu), Kementrian Hukum dan HAM, beserta pakar mengadakan
pembahasan yang pada akhirnya tetap tidak mengakomodasi presepsi para
pemangku kepentingan utama tentang pentingnya ratifikasi konvesi tersebut. Lalu
pada tahun 2011,Kemenlu menyuarakan persiapan ratifikasi Konvensi Migran 1990
dengan menyusun ulang draft naskah akademik ratifikasi Konvensi Migran 1990 yang
sebelumnya telah dibahas sebanyak dua kali dalam workshop yang diadakan oleh
Kemenlu bersama dengan departemen dan masyarakat sipil pada 15-16 Juli 2011 dan
Oktober 2011, yang berisi tentang argumentasi setuju dan tidak setuju untuk
meratifikasi konvensi tersebut.
Pada tahun 2012, terbitlah Amanat Presiden (AmPres) No. R-17/Pres/02/2012
terkait ratifikasi Konvensi Migran 1990 yang telah ditandantangani oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 7 Februari 2012, yang kemudian
diserahkan kepada ketua DPR pada 9 Februari 2012. AmPres tersebut tidak
ditindaklanjuti dengan diadakannya rapat kerja antara Komisi IX DPR RI dengan
Pemerintah yang diwakili oleh Kemenlu, Kemenakertrans dan Kementran Hukum dan
HAM. Rapat tersebut menghasilkan suatu keputusan bahwa Konvensi Perlindungan
Hak Buruh Migran dan Anggota Keluarga atau yang biasa disebut Konvensi Migran
7
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
1990 perlu segera diratifikasi unutk lebih memaksimalkan perlindungan para TKI.
Setelah itu Rancangan Undang-Undang Ratifikasi Konvensi dibawa ke rapat
paripurna DPR RI pada tanggal 12 April 2012, dan menghasilkan Undang-undang
tanpa reservasi pada tanggal 2 Mei 2012. iii
Konvensi Migran 1990 memiliki arti penting yang diutarakan dalam 10 poin
sebagai berikut :
a. Konvensi tersebut berupaya membangun standar minimum perlindungan buruh
migran beserta anggota keluarga terkait hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan
budaya, selain itu konvensi tersebut juga mendorong agar negara semakin
menyelaraskan undang-undang negara dengan standar universal yang termaktub
dalam konvensi tersebut.
b. Konvensi tersebut melihat buruh migran bukan sebagai komoditas ekonomi
melainkan sebagai manusia yang memiliki hak asasi.
c. Konvensi mengakui banyaknya kontribusi yang disumbangkan oleh buruh migran
baik dalam sektor ekonomi maupun sosial masyarakat di negara penempatan serta di
negara asal buruh tersebut, sehingga perlu adanya pengakuan dan perlindungan
hukum terhadap hak asasi mereka.
d. Konvensi ini mengakui kerentanan nasib yang dialami oleh buruh migran melihat
banyaknya buruh migran yang sering mendapat perlakuan yang tidak manusiawi,
sehingga harus adanya perlindungan yang lebih baik yang menaungi nasib buruh
migran.
e. Konvensi ini dianggap paling komperhensif untuk menangani nasib buruh migran
dikarenakan berisi serangkaian standar untuk menangani berbagai aspek diantaranya
kesejahteraan dan hak-hak seluruh buruh migran beserta anggota keluarga,
kewajiban dan tanggung jawab negara terkait meliputi negara pengirim (asal),
negara penerima, maupun negara transit.
f. Konvensi ini berupaya untuk melindungi hak-hak seluruh buruh migran baik yang
berdokumen maupun yang tidak berdokumen dikarenakan konvensi ini bersifat
inklusif bagi seluruh buruh migran tanpa memandang status hukum yang dimiliki,
namun konvensi juga berusaha untuk mendorong buruh migran untuk tetap
mematuhi prosedur yang ada dengan melengkapi dokumen-dokumen yang
diperlukan.
8
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
g. Konvensi memegang teguh prinsip-prinsip non diskriminasi sehingga seluruh buruh
migran tanpa memandang status hukum yang dimiliki berhak mendapat fasilitas dan
perlakuan yang sama dengan warga lokal di negara penempatan.
h. Konvensi tersebut membuat satu definisi buruh migran dengan cakupan yang luas
dan mencakup seluruh buruh migran baik laki-laki, perempuan, yang akan, sedang,
maupun telah menjalani aktivitas di negara penempatan yang disepakati secara
universal.
i. Konvensi ini berupaya mencegah dan menghapus praktek-praktek eksploitasi buruh
migran beserta anggota keluarganya dalam seluruh proses yang dijalani baik pra,
sedang, maupun pasca migrasi, selain itu konvensi ini juga berkomitmen untuk
mengakhiri perekrutan buruh migran ilegal dan tidak berdokumen.
j. Bertujuan untuk memaksimalkan perlindungan buruh migran beserta anggota
keluarga, konvensi ini membentuk Komite Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja
Migran dan Anggota Keluarga. Komite tersebut berfungsi untuk mengkaji
pelaksanaan konvensi oleh negara peratifikasi melalui pengkajian laporan mengenai
langkah-langkah yang telah dilakukan oleh negara peratifikasi terkait
pengimplementasian konvensi tersebut (The International Steering Committee For The
Campaign For Ratification Of The Migrants Rights Convention. 2012).
Berdasarkan pemaparan di atas, peneliti menemukan beberapa alasan mengapa
terdapat rintangan yang cukup rumit untuk meratifikasi Konvensi Migran 1990
tersebut. Seperti kita ketahui bersama untuk meratifikasi sebuah konvensi
diperlukan kesepakatan antar golongan pemerintah yang terkait untuk bersama-
sama memproses menjadi sebuah kebijakan yaitu Kebijakan Luar Negeri.
Perjanjian Internasional Ratifikasi Kebijakan Luar Negeri
Gambar 3.1 Proses Terbentuknya Kebijakan Luar Negeri Setelah Ratifikasi
Perjanjian Internasional
Sumber : http://journal.unair.ac.id/filerPDF/-Jurnal.docx
9
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
Hal tersebut digambarkan dengan diagram tersebut, dimana Kebijakan Luar
Negeri Indonesia dalam bentuk UU yang terbentuk pada tanggal 2 Mei 2012 terkait
ratifikasi Konvensi Migran 1990 dilakukan setelah adanya pembahasan internal dan
kesepakatan antar pihak yang berkepentingan untuk meratifikasi kebijakan tersebut.
Proses untuk menyepakati kebijakan tersebut mengacu pada national interest yang
tidak lain merupakan fondasi terbentuknya kebijakan yang dibentuk oleh Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono. Sehingga dapat dikatakan bahwa secara teoritis
substansi suatu Politik Luar Negeri Indonesia adalah bagaimana pemerintah
Indonesia mengedepankan national interest dalam membentuk suatu kebijakan,
dimana national interest tersebut adalah untuk melindungi rakyatnya yaitu TKI.
Implikasinya pada penelitian ini adalah negara Indonesia meratifikasi Konvensi
Migran 1990 karena pemerintah Indonesia harus menlindungi rakyatnya dari
ancaman hukuman mati yang diberikan pemerintah Saudi Arabia kepada TKI yang
bermasalah di Saudi Arabia, sebagai bagian dari ancaman bagi kedaulatan
pemerintah Indonesia.
Selain itu kondisi domestik sebuah negara memiliki peranan yang penting dalam
membuat Kebijakan Luar Negeri, karena dalam proses pembuatan kebijakan negara
harus benar-benar memperhatikan dan mempertimbangkan segala saran maupun
anjuran yang datang baik dari lingkup domestik maupun internasional. iv Menurut
pengamatan peneliti, pada saat itu pemerintah Indonesia tengah dihadapkan dengan
kondisi yang bergejolak dengan adanya eksekusi hukuman mati secara mendadak
yang dilakukan oleh pemerintah Saudi Arabia. Hal ini sangat memukul pihak
Indonesia dan memunculkan banyak protes dari internal Indonesia maupun
eksternal. Pemerintah dituntut untuk mengambil langkah tegas dalam menyikapi
kasus ini. Desakan tersebut membuat Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan
moratorium untuk pengiriman TKI ke Saudi Arabia. Setelah penetapan moratorium,
pihak internal pemerintah khususnya DPR dan Presiden menjadi lebih kooperatif
untuk membahas pentingnya ratifikasi Konvensi Migran 1990. Sehingga pada tanggal
2 Mei 2012 terbentuklah kesepakatan dan pembentukan Kebijakan Luar Negeri
Indonesia yang adalah meratifikasi Konvensi PBB tersebut.
10
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
2) Undang-Undang Ketenagakerjaan Indonesia
Sub bab ini akan membahas tentang apa saja kebijakan pemerintah Indonesia
yang mengatur tentang TKI, yang tertuang dalam wujud Undang-undang atau pasal-
pasal regulasi. Undang-undang yang mengatur tentang ketenagarkerjaan di
Indonesia salah satunya adalah Undang-undang no. 13 tahun 2003. Undang-undang
ini memuat landasan, asas, dan tujuan pembangunan ketenagakerjaan; Perencanaan
tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan; Pemberian kesempatan dan perlakuan
yang sama bagi tenaga kerja dan pekerja/buruh; Pelatihan kerja yang diarahkan
untuk meningkatkan dan mengembangkan keterampilan serta keahlian tenaga kerja
guna meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan; Pelayanan
penempatan tenaga kerja dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja secara optimal
dan penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah dan masyarakat
dalam upaya perluasan kesempatan kerja; Penggunaan tenaga kerja asing yang tepat
sesuai dengan kompetensi yang diperlukan; Pembinaan hubungan industrial yang
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila diarahkan untuk menumbuhkembangkan
hubungan yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan antar para pelaku proses
produksi; Pembinaan kelembagaan dan sarana hubungan industrial, termasuk
perjanjian kerja bersama, lembaga kerja sama bipartit, lembaga kerja sama tripartit,
pemasyarakatan hubungan industrial dan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial; Perlindungan pekerja/buruh, termasuk perlindungan atas hak-hak dasar
pekerja/ buruh untuk berunding dengan pengusaha, perlindungan keselamatan, dan
kesehatan kerja, perlindungan khusus bagi pekerja/buruh perempuan, anak, dan
penyandang cacat, serta perlindungan tentang upah, kesejahteraan, dan jaminan
sosial tenaga kerja; Pengawasan ketenagakerjaan dengan maksud agar dalam
peraturan perundangundangan di bidang ketenagakerjaan ini benar-benar
dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Berdasarkan Undang-undang tersebut, pasal ke 2,3, dan 4 menjelaskan bahwa
pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan oleh Pancasila dan Undang-undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang mana dalam proses
pembangunannya diselenggarakan bersama-sama dengan berkoordinasi antara
sektoral pusat dan daerah. Tujuan dari pada pembangunan ketenagakerjaan itu
11
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
sendiri adalah memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal
dan manusiawi; mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga
kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional daerah; memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan
meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Selain itu kebijakan pemerintah Indonesia yang juga mengatur tentang TKI
tertuang dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2006,
mengenai Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Kebijakan tersebut ditandandatangani
sendiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang mencakup lima poin utama.
Pertama, instruksi untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan
tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing dalam rangka pelaksanaan Kebijakan
Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan TKI. Kedua, dalam mengambil
langkah-langkah sebagaimana yang diinstruksikan sebelumnya, harus berpedoman
kepada program-program yang tercantum dalam lampiran instruksi Presiden. Ketiga,
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bertugas untuk membentuk Tim
Koordinasi dan Pemantau Pelaksanaan Instruksi Presiden ini dan Kelompok kerja
sesuai kebutuhan, serta menetapkan keanggotaan, susunan organisasi, tugas, tata
kerja dan kesekretariatan Tim Koordinasi dan Pemantau Pelaksanaan Instruksi
Presiden ini. Keempat, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan
dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengkoordinasikan dan memantau
pelaksanaan Instruksi Presiden ini sesuai bidang tugasnya, serta melaporkan secara
berkala pelaksanaan Instruksi Presiden ini. Kelima, segala biaya sebagai akibat
dikeluarkannya Instruksi Presiden ini dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara. Keenam, melaksanakan Instruksi Presiden ini dengan penuh
tanggung jawab.
Lampiran yang tercantum dalam Instruksi Presiden ini memuat beberapa
kebijakan yang harus dilaksanakan, lengkap dengan program, tindakan, keluaran,
dan sasaran serta siapa yang menjadi penanggungjawab kegiatan tersebut.
Kebijakan pertama adalah mengenai Penempatan TKI. Program pertama adalah
penyederhanaan dan desentralisasi pelayanan penempatan TKI yang
diwujudnyatakan dalam pengesahan permitaan nyata TKI oleh KBRI/KJRI secara
12
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
online sistem, dengan penanggung jawab Menlu, Menakertrans, dan Mendagri.
Tindakan selanjutnya adalah penerbitan Surat Izin Pengerahan (SIP) yang terbit
dalam waktu 1 hari kerja dengan penanggung jawab Menakertrans. Selain itu,
tindakan berupa penyuluhan, seleksi, dan penandatanganan Perjanjian Penempatan
yang dilaksanakan dalam waktu 3 hari kerja dengan penanggung jawab
Menakertrans, BNP2TKI, Bupati/Walikota. Tindakan lainnya adalah penerbitan Paspor
TKI di Daerah dengan cara biaya pengurusan paspor menjadi murah dengan
pengamanan biometric dalam waktu 3 hari kerja dengan penanggung jawab
Menkumham. Selain itu, tindakan berupa penelitian Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri
(KTKLN) dengan cara membuat KTKLN tersebut menjadi murah dan penerbitannya 1
hari kerja saja dengan penanggung jawab Menakertrans dan BNP2TKI.
Program kedua yang masih berkaitan dengan Penempatan TKI adalah
Peningkatan Kualitas dan Kuantitas calon TKI. Tindakan pertama adalah peningkatan
fungsi market intelegence dari perwakilan Indonesia dengan kegiatan Roadshow atau
promosi jasa TKI di negara penerima TKI dengan penanggung jawab Menlu,
Menakertrans, dan BNP2TKI. Tindakan selanjutnya pemeriksaan awal kesehatan
calon TKI dengan keluaran berupa hasil pemeriksaan yang harus selesai dalam 1 hari
kerja dengan penanggung jawab Menkes, BNP2TKI, dan PPTKIS. Tindakan ke tiga
adalah peningkatan mutu penyelenggaraan pelatihan dengan harapan adanya jumlah
TKI yang meningkat dan keterampilan TKI pun juga meningkat, dengan penanggung
jawab Mankertrans, BNP2TKI, Gubernur, Bupati/Walikota. Tindakan lainnya adalah uji
kompetensi oleh Lembaga yang terakreditasi dengan keluaran pelaksanaan dan hasil
uji kompetensi hanya 1 hari kerja, penanggung jawabnya Menakertrans, BNP2TKI,
Kepala Lembaga Uji Kompetensi. Tindakan selanjutnya adalah pemeriksaan lanjutan
kesehatan dengan keluaran hasil pemeriksaan selesai tidak lebih dari 14 hari kerja,
penanggung jawab adalah Menkes, BNP2TKI, dan PPTKIS. Tindakan lainnya berupa
peningkatan perjanjian kerja sama dengan Negara Penerima TKI berketerampilan
yang mana diharapkan jumlah Manatory Counsular Notification (MCN) atau MoU
dengan negara penerima TKI meningkat dari 5 menjadi 17 buah, yang menjadi
tanggung jawab Menlu, Menakertrans dan BNP2TKI. Tindakan yang tidak kalah
pentingnya adalah optimalsiasi Bursa kerja kabupaten/kota agar calon TKI terdaftar
13
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
pada Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi ketenagakerjaan dengan penanggung
jawab Menakertrans, BNP2TKI, Gubernur dan Bupati/Walikota.
Kebijakan kedua yang penting dan berkaitan dengan penelitian ini adalah
Intruksi Presiden tentang Perlindungan TKI. Tindakan pertama adalah advokasi dan
Pembelaan TKI dengan cara memberikan fasilitas bantuan hukum bagi TKI yang
bermasalah. Fasilitiasi hukum berupa penyediaan lembaga bantuan hukum di
Provinsi sumber utama TKI, Kerjasama perwakilan Indonesia denga n law firm
setempat di 11 negara penempatan TKI, dan penugasan pejabat POLRI pada negara
penempatan TKI sesuai kebutuhan. Tugas ini menjadi tanggung jawab Menlu,
Kapolri, Menakertrans dan BNP2TKI. Tindakan kedua adalah penguatan fungsi
perwakilan Indonesia dalam perlindungan TKI dengan cara pembentukan Citizen
Service/Atase Ketenagakerjaan di negara penerimaan TKI. Harapan dari adanya
tindakan tersebut adalah terbentuknya Citizen service/Atase Ketenagakerjaan di 6
negara yaitu Korea Selatan, Brunei Darussalam, Singapura, Jordania, Syria, Qatar.
Tugas ini dipegang oleh Menlu.
Selain dua kebijakan tadi, masih terdapat beberapa kebijakan terkait tenaga
penempatan dan perlindungan kerja. Namun dua kebijakan tadi cukup mewakili
analisis peneliti tentang kebijakan Susilo Bambang Yudhoyono terkait TKI.
Berdasarkan pemaparan di atas, Susilo Bambang Yudhoyono tetap
menggunakan Undang-undang seperti yang diterapkan pada masa pemerintahannya
periode pertama, yang terwujud dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor
6 Tahun 2006. Selain itu Susilo Bambang Yudhoyono juga membentuk Undang-
undang tahun 39 tahun 2014 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar
negeri. Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga mengeluarkan
Permenakertrans No. 14 tahun 2010 yang mana setelahnya dibentuk Kebijakan Luar
Negeri terkait Ratifikasi Konvensi PBB tentang Konvensi Migran 1990.
Perlindungan yang diberikan Susilo Bambang Yudhoyono yang diwujudnyatakan
dalam bentuk undang-undang dan kebijakan di atas merupakan bukti tanggung
jawab pemerintah Indonesia untuk melindungi rakyatnya yang ada di luar negeri.
Kebijakannya terhadap TKI di periode pertama tahun pemerintahannya dinilai efisien
14
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
untuk menyelesaikan permasalahan terkait TKI-TKI yang bermasalah sehingga
sampai pemerintahannya periode kedua pun peraturan terus tetap digunakan.
TKI Indonesia merupakan bagian dari kedaulatan republik Indonesia yang wajib
untuk dipertahanakan, karena TKI merupakan bagian dari rakyat Indonesia yang juga
menjadi tanggung jawa pemerintah Indonesia untuk dilindungi. Ini merupakan wujud
dari implementasi Responsibility to Protect yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia
bagi rakyatnya. Selain menjaga TKI sebagai tanggung jawab pemerintah, di dalam
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan TKI
di Saudi Arabia, terdapat pula kepentingan negara atau National Interest yang
terkandung untuk diwujudkan setelah kebijakan itu diterapkan. National Interest
yang dimiliki oleh Indonesia akan dibahas sesuai dengan kebijakan yang dibuat.
Meratifikasi Konvensi Migran 1990 tentu menuntut pertimbangan yang amat
matang bagi pemerintah Indonesia khususnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,
karena kebijakan tersebut seperti mata uang yang memiliki dua sisi yaitu baik dan
buruk namun tidak dapat dipisahkan dampak baik maupun buruk yang ditimbulkan
setelahnya. Dampak buruk yang ditimbulkan apabila Indonesia meratifikasi Konvensi
Migran 1990 adalah datangnya pekerja asing ke Indonesia bersama keluarganya,
untuk menetap dan mengadu nasib di Indonesia. Hal ini tentu akan menjadi
tantangan bagi pemerintah Indonesia untuk mengontrol kedatangan pekerja asing,
karena selain akan menjadi pesaing bagi pekerja lokal Indonesia, pemerintah
Indonesia juga akan mengeluarkan biaya lebih yang akan diterima oleh pekerja asing
apabila ia mengalami Putus Hubungan Kerja (PHK), karena di dalam Undang -undang
ketenagakerjaan dan Konvensi Migran 1990 pemerintah negara setempat wajib
untuk menjamin hak-hak pekerja dan memberikan perlindungan. Dampak buruk ini
tentu menjadi pertimbangan khusus bagi Indonesia, karena sampai saat ini pun
pemerintah Indonesia belum mampu menyediakan pekerjaan yang cukup bagi
rakyatnya sendiri dan tingkat pekerja yang produktif beserta lapangan kerja yayng
tersedia tidak sebanding. Selain itu muncul juga desakan dari dalam negeri seperti
organisasi yang khusus memperhatikan migran, dan juga tuntutan masyarakat
Indonesia agar Indonesia segera untuk meratifikasi Konvensi PBB ini.
Namun di sisi lain konvensi ini juga akan membawa keuntungan bagi para
peratifikasi karena perlindungan TKI dapat ditingkatkan, terutama TKI yang ada di
15
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
luar negeri. Hal ini sesuai dengan tujuan dari konvensi ini yaitu untuk memaksimalkan
perlindungan buruh migran beserta anggota keluarga, konvensi ini membentuk
Komite Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarga. Komite
tersebut berfungsi untuk mengkaji pelaksanaan konvensi oleh negara peratifikasi
melalui pengkajian laporan yang membahas tentang langkah-langkah yang telah
dilakukan oleh negara peratifikasi terkait pengimplementasian konvensi tersebut.
Oleh karena itu dengan meratifikasi Konvensi Migran 1990, Indonesia memiliki
landasan hukum yang kuat untuk membentuk badan hukum yang berfungsi untuk
mengimplementasikan konvensi ini khususnya melindungi TKI yang bermasalah di
Saudi Arabia.
Selain meratifikasi Konvensi Migran 1990, pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono juga melanjutkan penerapan kebijakan yang diimplementasikan dalam
wujud Undang-undang yang berfungsi untuk melindungi TKI di luar negeri secara
khusus, seperti Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2006 yang
mana sampai saat ini masih terus dilakukan dibawah pertanggungjawaban masing-
masing aparatur negara yang ditunjuk. Selain itu untuk melengkapi kebijakan
tersebut, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga mengeluarkan
Permenakertrans No. 14 tahun 2010 yang mana setelahnya dibentuk Kebijakan Luar
Negeri terkait Ratifikasi Konvensi PBB tentang Konvensi Migran 1990. Susilo
Bambang Yudhoyono juga membentuk kebijakan lain yang fungsinya adalah untuk
mengevaluasi dan menyempurnakan kebijakan sebelumnya yaitu Undang-undang
tahun 39 tahun 2014 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di luar negeri.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
selalu mengevaluasi kebijakan yang ada sehingga dapat mencapai tingkat efisiensi
penerapan kebijakan pemerintah yang telah dibuat. Hal ini dibuktikan dengan adanya
penurunan angka permasalahan TKI di Saudi Arabia dari tahun 2010-2013.
Pembahasan lebih lengkap akan dipaparkan pada akhir dari bab ini.
Hasil dari Upaya Pemerintah Indonesia Menangani Kasus TKI di Saudi Arabia
Upaya pemerintah menangani kasus TKI yang bermasalah di Saudi Arabia dengan
memberlakukan kebijakan moratorium tentu membuahkan hasil. Data Pelayana n TKI
Bermasalah tahun 2010-2013 yang diperoleh dari website resmi BNP2TKI dapat memberi
16
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
gambaran tentang hasil dari kebijakan moratorium yang diberlakukan pemerintah tahun
2011.
Namun menurut peneliti, upaya pemerintah dengan melakukan moratorium belum
dapat menuntaskan permasalahan TKI tersebut. Hal ini ditandai dengan masih tingginya
angka-angka kasus yang diperoleh peneliti dari data BNP2TKI. Tingginya angka -angka
tersebut menunjukkan bahwa kebijakan moratorium tidaklah cukup untuk menangani
kasus-kasus TKI yang bermasalah. Oleh karena itu dibutuhkan kebijakan yang tegas dan
benar-benar matang dari Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada.
Gambar 3.3 Pelayanan TKI Bermasalah Tahun 2010-2013
Sumber data : PUSAT PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN INFORMASI (PUSLITFO BNP2TKI)
Grafik dan tabel tersebut merupakan data yang diperoleh BNP2TKI dan dapat
dijadikan acuan untuk melihat sejauh apa dampak yang muncul setelah pemberlakuan
moratorium. Pada grafik dan tabel dapat dilihat pada tahun 2o10 angka pelayanan TKI
17
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
yang bermasalah pada Debarkasi menunjukkan angka yang terbilang cukup tinggi.
Debarkasi yang memiliki angka tertinggi pelayanan TKI bermasalah adalah Debarkasi
Selapajang Tangerang dengan angka 60.399 kasus.
Lalu pada tahun 2011 angka pelayanan kasus masih tetap tinggi meski telah
diberlakukannya soft moratorium. Meskipun demikian angka yang terbilang mengalami
penurunan yang cukup signifikan. Pada Debarkasi Selapajang Tangerang menjadi 44.432
kasus TKI yang bermasalah. Penurunan juga dialami oleh Debarkasi di daerah lainnya.
Angka penurunan penanganan kasus TKI yang bermasalah menunjukkan konsistensi
dalam penurunan. Pada Debarkasi dengan angka tertinggi, menjadi 31.528 kasus TKI.
Meskipun penurunan tidak sebanyak tahun sebelumnya, hal ini menunjukkan bahwa
kebijakan moratorium perlahan-lahan pun membuahkan hasil.
Lalu pada tahun 2013 angka penurunan yang cukup signifikan kembali terjadi. Pada
Debarkasi Selapajang Tangerang angka penanganan kasus TKI turun drastis menjadi
19.741 kasus. Namun Debarkasi Tanjung Pinang justru mengalami peningkatan jumlah
penanganan kasus dengan angka sebesar 17.748 kasus.
Peneliti kembali memaparkan data untuk memperkuat argumen bahwa dengan
mengeluarkan kebijakan penundaan sementara terhadap TKI yang akan dikirim di Saudi
Arabia tidaklah cukup untuk menangani permasalahan yang ada. Manajemen yang
matang sangat dibutuhkan untuk membuat kebijakan terkait prosedur pengiriman TKI ke
Saudi Arabia.
Gambar 3.4 Rekapitulasi Fata Kedatangan TKI di BPK TKI Selapajang Berdasarkan Jenis Masalah
Tahu 2010-2013 Sumber data : PUSAT PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN INFORMASI (PUSLITFO BNP2TKI)
18
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
Tabel tersebut merupakan data jenis kasus TKI yang bermasalah di BPK TKI
Selapajang pada tahun 2010-2013. TKI Selapajang menjadi sorotan karena angka tertinggi
jumlah TKI yang bermasalah adalah di Debarkasi Selapajang Tangerang.
Jumlah kasus tertinggi adalah kasus PHK Sepihak yang dilakukan oleh mitra atau
pengguna jasa. Selain itu peringkat kedua dipegang oleh kasus Sakit Akibat Kerja. Sakit
akibat kerja dapat ditolerir apabila jenis pekerjaannya adalah buruh atau pekerja kasar
lainnya. Akan tetapi sakit akibat kerja yang muncul pada pekerja dengan profesi PRT
dapat diindikasikan sebagai kekerasan pada saat bekerja. Hal ini didukung pada peringkat
angka ketiga yaitu kasus Penganiayaan.
Berdasarkan data di atas, peneliti memiliki argumen bahwa permasalahan tidak
hanya diakibatkan karena budaya orang Saudi Arabia dalam memperlakukan pe kerjanya,
tetapi juga karena kualitas pekerja itu sendiri. Logikanya adalah sangat merugikan bagi
sebuah perusahaan atau pengguna jasa untuk memutuskan memecat karyawannya,
padahal biaya untuk mencari, merekrut dan melatih karyawan tidaklah sedikit. Hal
tersebut berarti kualitas pekerja TKI itu sendiri yang tidak memenuhi standar yang telah
ditentukan sebelumnya.
Menurut data yang diperoleh peneliti dari TKI yang bernama Dahlia melalui
wawancara, ia mengatakan bahwa orang Saudi Arabia pada dasarnya tidak berani
memukul. Semua tergantung dari kinerja pekerja itu sendiri. Peneliti menyimpulkan
bahwa pengguna jasa pun tidak akan berbuat kasar apabila perilaku dan kualitas kerja
pekerjanya tidak penuh dengan masalah.
Data selanjutnya adalah tentang Rekapitulasi Kedatangan TKI bermasalah di BPK
TKI Selapajang pada tahun 2010-2013.
19
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
Gambar 3.5 Rekapitulasi Data Kedatangan TKI di BPK-TKI Selapajang TKI Bermasalah Tahun
2010-2013 (Negara Saudi Arabia)
Sumber data : PUSAT PENELITIAN PENGEMBANGAN DAN INFORMASI (PUSLITFO BNP2TKI)
Berdasarkan data tersebut, menunjukkan bahwa terjadi penurunan angka
kedatangan jumlah TKI yang bermasalah. Pada tahun 2010 angka menunjukkan 31.676
orang. Lalu pada tahun-tahun berikutnya terus terjadi penurunan yang signifikan sampai
pada tahun 2013 dengan angka 3.769 orang.
Hal ini tentu menjadi buah yang manis bagi kebijakan moratorium pemerintah.
Namun seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kebijakan pemerintah dinilai
belum secara maksimal menuntaskan permasalaha TKI. Menurut peneliti akar
permasalah TKI yang perlu diselesaikan terlebih dahulu adalah membenahi manajemen
perekrutan calon TKI, sebelum dan sesudah penempatan TKI, khususnya penempatan
TKI yang ditangani sendiri oleh PJTKI yang terkadang hanya menjadikan proses seleksi
sebagai tahap formalitas mengingat banyaknya kasus yang sampai saat ini belum
terselesaikan. Apalagi ditemukan fakta bahwa kebijakan moratorium ini justru
menguntungkan TKI yang sudah lama berkerja di Saudi Arabia, karena harga mer eka
semakin tinggi dengan iming-iming gaji yang tinggi dari majikan agar tidak kembali ke
tanah air.
20
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
Adanya temuan fakta tersebut tentu sangat memprihatinkan, karena para calo dan
juga mafia TKI tentu akan semakin gencar mencari calon TKI yang bersedia
diberangkatkan dengan iming-iming gaji yang tinggi. Mereka akan diberangkatkan hanya
dengan berbekal visa umroh ataupun visa wisata saja. Jika sudah sedemikian rupa,
peluang untuk melakukan human trafficking akan semakin akan semakin besar, karena
perekrutan TKI terkadang berbeda tipis dengan human trafficking itu sendiri.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan dan analisis dalam bab-bab sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah Indonesia terkait Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
yang terancam hukuman mati di Saudi Arabia dibagi menjadi dua yaitu kebijakan yang
berfungsi untuk menangani kasus atau problem solving dan kebijakan yang sifatnya
preventif.
Kebijakan yang berfungsi menangani kasus merupakan kebijakan yang terdiri dari
usaha pemerintah untuk melakukan negosiasi terhadap TKI yang terancam hukuman
mati di Saudi Arabia. Pemerintah wajib memberikan fasilitas berupa pendampingan
hukum dan bernegosiasi terhadap pihak Saudi Arabia untuk membebaskan TKI yang akan
dihukum mati. Hal ini merupakan wujud dari implementasi konsep Responsibility To
Protect yang dilakukan pemerintah terhadap rakyatnya.
Sedangkan kebijakan yang bersifat preventif, meliputi manajemen sebelum dan
sesudah TKI diberangkatkan serta penetapan moratorium. Pemerintah terus
mengevaluasi prosedur seleksi calon TKI sampai TKI diberangkatkan dan terus
mengawasi manajemen TKI untuk menghindari adanya praktek human trafficking dan
mencegah timbulnya permasalahan saat TKI berada di Saudi Arabia. Penetapan
moratorium khususnya bagi TKI yang berprofesi sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT)
merupakan langkah pemerintah dalam melindungi rakyatnya. Saat ini, pemerintah
Indonesia menunggu adanya kesepakatan pasti tentang perlindungan TKI di Saudi Arabia
dengan pihak pemerintah Saudi Arabia itu sendiri.
Dampak kebijakan yang dibuat oleh pemerintah yaitu menurunnya angka kasus-
kasus TKI dalam kurun waktu 2010-2013. Selain itu Indonesia juga berhasil membebaskan
21
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
beberapa TKI dari ancaman hukuman mati. Namun kebijakan yang dibuat pemerintah
belum serta merta mampu menyelesaikan tuntas persoalan TKI di Saudi Arabia. Menurut
temuan peneliti, masih diperlukan manajemen yang lebih matang dan ketat untuk
menyeleksi calon TKI baik dari segi skill maupun admnistrasi, serta memberantas calo dan
mafia TKI yang membuat pemerintah sulit mengontrol dan memberikan perlindungan
maksimal kepada TKI di Saudi Arabia.
Salah satu faktor yang menyebabkan TKI memilih untuk bekerja di luar negeri
adalah kondisi keterbatasan lapangan pekerjaan di Indonesia. Oleh karena itu, selain
memberi perlindungan kepada TKI di Saudi Arabia, pemerintah juga wajib untuk
memenuhi kebutuhan rakyatnya atas lapangan pekerjaan, sehingga mereka tidak perlu
mencari lapangan pekerjaan di luar negeri.
Lebih dari pada itu akan lebih baik apabila pemerintah Indonesia mewajibkan
kepada seluruh mantan TKI yang sudah kembali ke Indonesia untuk mengikuti pelatihan
yang diadakan pemerintah agar mereka tetap mampu mencukupi kebutuhan sehari -hari
meski sudah kembali ke tanah air.
ii
175175
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Hasjimy, A. Kerajaan Saudi Arabia. Jakarta: Bulan Bintang, 1952.
Jusuf, Suffri. Hubungan Internasional dan Politik Luar Negeri. (Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan, 1989).
Morgenthau, Hans J.. “Politik Antar Bangsa.” (Jakarta : Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2010)
Nsson, Christer J.. “Diplomasi Tawar Menawar dan Negosiasi.”
Handbook Hubungan Internasional (Bandung : Nusa Media, 2013).
Putra, Nusa dan Hendarman. Metodologi Penelitian Kebijakan. Rosda,
Bandung, 2012.
Sugiyono. “Memahami Penelitian Kualitatif”. (Bandung : ALFABETA,
2012).
Wahab, Abdul Solichin. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang Press, 2008.
Winarno, Budi. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Jakarta: PT Buku Kita,
2008.
B. E-JOURNAL
Hidriyah, Sita. “Kasus Satinah dan Diplomasi Tenaga Kerja Indonesia.”
Info Singkat Hubungan Internasional, Pusat Pengkajian,
Pengolahan Data dan Informasi (P3DI), Vol. VI, No.
07/I/P3DI/April/2014. Diakses pada 2 April 2016, http://dpr.go.id
“Human Right Watch : As If I am Not Human (Abuses against Asian
Domestic Workers in Saudi Arabia,” Human Rights Watch (United
States of America : 2008)
“Jejak Migrasi Orang Dayak” dalam Ilmu Budaya (Yogyakarta : Jurnal
Fakultas Seni dan Sastra Universitas Gajah Mada), h. 22-24.
Diakses pada 12 Januari 2016, file:///C:/Users/User/Downloads/S2-
2015-354417-chapter1.pdf
Juandea, Nissa. “Dampak Penerapan Kebijakan Moratorium bagi TKI ke
Arab Saudi oleh Pemerintah Indonesia,” eJournal Ilmu Hubungan
Internasional, (Universitas Mulawarman : 2014)
176176
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
Neack, Laura, Jeanne A. K. Hey, Patrick J. Haney, “Foreign Policy
Analysis : Continuity and Change in Its Second Generation,”
Miamy University, Prentice Hall (New Jersey : 1995).
Rahayu, R.. Eksistensi Prinsip 'Responsibility To Protect' dalam Hukum
Internasional. Semarang : Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Diponegoro. Jilid 41 No. 1. 2012.
Subhan, Hadi. Perlindungan TKI pada Masa Pra Penempatan, Selama
Penempatan dan Purna Penempatan. Badan Pembinaan Hukum
Nasional Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta,
2009.
Sudira, I Nyoman. Modul Pelatihan National Interest Analysis Statement
(Nias). Chemonics International Inc.. Direview oleh United States
Agency for International Development, 2014.
Swastyasti, P. Definisi Kebijakan Publik. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2014.
Syahputra, Kurniawan Eka. “Penyebab Indonesia Meratifikasi Konvensi
PBB 1990 tentang Perlindungan Hak Buruh Migran Beserta
Anggota Keluarga.” (Universitas Airlangga : 2013) Diakses pada 27
Mei 2016, http://journal.unair.ac.id/filerPDF/-Jurnal.docx
C. INTERNET
Afandi, Abdurohman. “Mengenal Adat Istiadat Orang Arab Saudi.”
Diakses pada 13 Oktober 2015, http://abdurohmanafandi.com/
Al-badar.net. “Pengertian, Syarat Hukum dan Hikmah Qisash.” Diakses
pada 13 Oktober 2015, http://albadar.
net/pengertiansyarathukumdanhikmahQisash/
Andra. “9 Kebiasaan Umum Orang Arab Dimata TKI.” Dilihat 13 Oktober
2015,
http://kompasiana.com/9_Kebiasaan_Umum_Orang_Arab_Dimat
a_TKI.html/Asril, Sabrina. “16 Tahun Memohon Ampun, TKI Siti
Zaenab Dieksekusi Mati di Arab Saudi.” Kompas.com, 15 April
2015, dilihat 15 September 2015.
http://nasional.kompas.com/read/2015/04/15/00452961/16.Tahun.
Memohon.Ampun.TKI.Siti.Zaenab.Dieksekusi.Mati.di.Arab.Saudi
177177
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
“Arab Saudi Berharap Moratorium Tidak Berlangsung Lama.”
Detiknews. Selasa, 28 Juni 2011. Diakses pada 9 Juni 2016,
http://news.detik.com/berita/1670040/arabsaudiberharapmorator
iumtkitidakberlangsunglama
ARW. “Moratorium Memberi Keuntungan bagi TKI.” BNP2TKI, 14 Mei
2013. Diakses pada 4 April 2016,
http://www.bnp2tki.go.id/read/7703/Moratorium-Memberi-
Keuntungan-bagi-TKI
“Bayar Tebusan Darsem Salah Satu Bentuk Perlindungan untuk TKI,”
Detiknews, Senin, 7 Maret 2011. Diakses pada 8 Juni 2016.
news.detik.com/berita/1586051/bayar-tebusan-darsem-salah-satu-
bentuk-perlindungan-untuk-tki
Bukhori, Imam. “Kepala BNP2TKI : Moratorium Dilakukan untuk
Menekan Permasalahan TKI.” BNP2TKI, 13 Oktober 2014. Diakses
pada 4 April 2016, http://www.bnp2tki.go.id/read/9291/Kepala-
BNP2TKI-:-Moratorium-Dilakukan-untuk-Menekan-Permasalahan-
TKI
Bukhori, Imam. “Moratorium TKI Dicabut Asal Perlindungan TKI
Dijamin.” BNP2TKI, 8 November 2013. Diakses pada 4 April 2016,
http://www.bnp2tki.go.id/read/8390/Moratorium-Dicabut-Asal-
Perlindungan-TKI-Dijamin.
Dwimerdeka, Moyang.K. “Yordan Protes Moratorium TKI, Kata
BNP2TKI Wajar.” Tempo. Jumat, 8 Mei 2015. Diakses pada 9 Juni
2016,
https://m.tempo.co/read/news/2015/05/08/173664547/yordanprot
esmoratoriumtkikatabnp2tkiwajar
Kristanti, Elin Yunita. Fadila Fikriani Armadita. “Keputusan SBY Terkait
Pemancungan Ruyati.” Viva News. Kamis, 23 Juni 2011. Diakses
pada 28 Mei 2016, http://m.news.viva.co.id/news/read/228669-ini-
instruksi-sby-terkait-tewasnya-ruyati
Malau, Ita. F. “Dua Mantan Menag negosiasi Nasib Tuti di Arab.” Viva
Nasional. Senin, 24 Oktober 2011. Diakses pada 8 Juni 201,
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/258267-dua-mantan-
menag-negosiasi-nasib-tuti-di-arab
“Mengenal Kerajaan Arab Saudi.” Pusat Informasi dan Pelayanan Partai
Keadilan Sejahtera di Kerajaan Arab Saudi. Dilihat 13 Oktober
178178
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
2015. http://pks-arabsaudi.org _ CINTA, KERJA, HARMONI _
Mengenal Kerajaan Arab Saudi.html
“Mengenal Sekilas Budaya/Tradisi Masyarakat Arab.” Mihrab Qolbi Hajj
& Umrah Service. Dilihat 13 Oktober 2015, http://mihrabqolbi.com/
“Moratorium TKI, Ini Tanggapan Saudi,” VivaNews. Kamis, 1 Januari
2012. Diakses pada 9 Juni 2016,
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/228908moratoriumtkiin
itanggapansaudi
Mukhandaru, Prima. “Misteri Sejarah Berdirinya Kerajaan Arab Saudi,”
dilihat 19 Oktober 2015,
http://www.travelumroh.net/2015/02/misteri-sejarah-berdirinya-
kerajaan.html
“Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Pada Tahun 2013.”
BNP2TKI. Dilihat 18 Juni 2015.
http://www.bnp2tki.go.id/uploads/data/data_21-02-
2014_043950_fix_2013.pdf
“Peran Keluarga Saudi dan Wahabi dalam Pembentukan Negara
Israel.” dikutip dari http://www.strategic-culture.org/. Ditulis pada
6 Februari 2012. Dilihat pada 19 Oktober 2015,
http://islamitucinta.blogspot.co.id/2012/02/peran-keluarga-saudi-
dan-wahabi-dalam.html
WWW.PJTKI.NET adalah situs/web yang didalamnya juga termuat
lowongan-lowongan kerja yang bersumber dari beberapa PJTKI
resmi yang selalu patuh pada peraturan pemerintah Indonesia
maupun peraturan dari pemerintah negara tujuan penempatan.
D. SKRIPSI
Ali, H. A. Mukti. Aliran-aliran Islam Modern di Timur Tengah (Jakarta:
Djambatan, 1995). Dalam Arif Pamungkas, 4-6.
Altifah, Zuhrotul. “Peradaban Islam Modern di Negara-negara Arab.”
Dalam Kerajaan Saudi Arabia : Deskripsi Historis Tentang
Pergulatan Sosial-Politik (1902-1932M), Arif Pamungkas, 2-3.
Yogyakarta: Skripsi S.Hum, Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga, 2009.
179179
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
Esposito, John L. Islam dan Politik (Jakarta : Bulan Bintang, 1990).
Dalam Arif Pamungkas, 3-4.
Pamungkas, Arif.“Kerajaan Saudi Arabia : Deskripsi Historis Tentang
Pergulatan Sosial-Politik (1902-1932M).” Skripsi S.Hum,
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2009.
Umamah, Nur. “Peranan Gerakan Wahabiyah dalam Memabantu
Mewujudkan Pemerintahan Raja Abdul Aziz di Arab Saudi.”
Skripsi S.Hum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2011.
E. LAPORAN DAN DOKUMEN RESMI
BNP2TKI. Buku Saku TKI Formal. Diakses pada 1 Februari 2016,
http://bnp2tki.go.id
BNP2TKI. Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Pada Tahun
2013.” http://www.bnp2tki.go.id/uploads/data/data_21-02-
2014_043950_fix_2013.pdf Dilihat 18 Juni 2015, 10:04, Surakarta.
Fatoni, Ahmad. “Hubungan antara Lobi, Diplomasi dan Negosiasi
terhadap Komunikasi.”
Ismanto, Ignatius . “Sekuritisasi Pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
ke Malaysia.” Jurnal Hubungan Internasional (Tangerang :
Universitas Pelita Harapan, 2011)
Malikah, Siti Octrina. Decision Making Process Politik Luar Negeri
Indonesia. Universitas Paramadina, Artikel Hubungan Internasional
Mata Kuliah Politik Luar Negeri Indonesia, 2015.
Sadri, Muhammad. Cap Seterika di Tubuh Keni Carda Bodol. (Jakarta :
Majalah Peduli Edisi 6. Dit. Perlindungan WNI & BHI, 2015).
Saragih, Santa Marelda. Responsibility to Protect : Suatu Tanggung Jawab
dalam Kedaulatan Negara, diakses pada 06 Januari 2016,
http://pustakahpi.kemlu.go.id/app/Volume%202,%20Mei-
Agustus%202011_35_45.PDF.
Surya, M. Aji. ”Jalan Terjal Berliku Memberantas Perdagangan Manusia. ”
Dit. PWNI & BHI, Ditjen Protokol Kementrian Luar Negeri. Majalah
Peduli Edisi 2, 2 Juli 2004. (Jakarta :, 2004).
“Tingkatkan PerlindunganWNI di Arab Saudi, Pemerintah Sewa Dua
Pengacara Tetap,” Majalah KJRI Jeddah, Suara Indonesia Edisi
180180
KEBIJAKAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO TERHADAP TKI
2/Juli 2012. Hlm. 8. Diakses pada 9 Juni 2016.
http://www.kemlu.go.id/jeddah/Majalah/SI-edisi-juli-2012.pdf
F. WAWANCARA, VIDEO
Dahlia. Wawancara mantan TKI oleh Chastiti Mediafira Wulolo, 27 Januari
2016, Transkrip Wawancara 3
Maesaroh, Siti. Wawancara Mantan TKI oleh Chastiti Mediafira Wulolo,
27 Januari 2016, Transkrip Wawancara 1.
Pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kamis,23 Juni 2011.
Yatinah. Wawancara mantan TKI oleh Chastiti Mediafira Wulolo, 1
Februari 2016, Transkrip Wawancara 2