Kecenderungan Masyarakat Desa Tertinggal Terhadap… Hendrawati
69
KECENDERUNGAN MASYARAKAT DESA TERTINGGAL TERHADAP KEBUTUHAN
INFORMASI
THE TENDENCY OF SOCIETY TOWARDS THE INFORMATION NEEDS OF
UNDERDEVELOPED VILLAGES
Hendrawati
Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Banjarmasin
Jl. Yos Sudarso No.29 Banjarmasin 70119, Kalimantan Selatan, Indonesia. Telp. 05113353849
Email: [email protected]
diterima tanggal : 3 Mei 2016 | direvisi tanggal 1 Agustus 2016 | disetujui tanggal 23 Agustus 2016
ABSRACT
The aims of society on underdeveloped villages research is to know the tendency about information needed
and information seeking in underdeveloped area. The research location was on underdeveloped area in South
Borneo which are Barito Kuala and Hulu Sungai Utara purposely selected. Respondents amount on each
county defined as many as 120 individuals with proportional random sampling area method. The result shows
that base information has tendency interesting and needed most on underdeveloped respondents are health,
education, and food information that related with real needed by underdeveloped villages society. Generally
the income of people was below the poverty line, so it hard to get a new media because just to fulfill daily need
was difficult. Meanwhile the information search behavior generally through television, family members and
friends with limited time maximum 2 hours every day for television, because the profession which are farmer
on field, garden and labor outside house that time consume. Its expected that government will fix facilities and
infrastructure of school, health, and road and bridge so can be pass by ambulance and taxi to uptown also the
agriculture supply like seed, pesticide fertilizer and agriculture tools.
Keywords : tendency, underdeveloped village, information needed
ABSTRAK
Penelitian masyarakat didesa tertinggal bertujuan untuk mengetahui kecenderungan tentang kebutuhan
informasi dan perilaku pencarian informasi di daerah tertinggal. Lokasi penelitian didaerah tertinggal
Kalimantan selatan yaitu desa tertinggal Barito Kuala dan Hulu Sungai Utara dipilih secara purposive.
Jumlah responden setiap kabupaten ditetapkan sebanyak 120 orang dengan sampling area random sampling
secara proposional. Hasil menunjukkan bahwa informasi dasar cenderung menarik perhatian dan paling
dibutuhkan responden di daerah tertinggal adalah informasi kesehatan, pendidikan dan pangan yang sesuai
dengan kebutuhan nyata didaerah penduduk desa tertinggal. Pendapatan penduduk umumnya masih berada
dibawah garis kemiskinan, maka untuk memiliki media baru sulit untuk dijangkaunya sebab untuk
kehidupan sehari-hari saja tidak bisa tercukupi. Sementara perilaku pencarian informasi umumnya melalui
saluran televisi, melalui anggota keluarga dan teman dengan waktu yang terbatas paling bisa 2 jam setiap
hari menonton tv, karena profesi sebagai petani disawah, kebun dan buruh diluar rumah menghabiskan
waktu seharian. Dengan demikian diharapkan pemerintah perlu perbaikan sarana dan prasarana sekolah,
kesehatan dan infrastruktur jalan setapak dan jembatan agar bisa dilalui mobil ambulan dan taxi menuju kota
serta penyediaan kebutuhan bidang pertanian seperti bibit, pupuk pestisida dan alat-alat pertanian.
Kata kunci : kecenderungan, desa tertinggal, kebutuhan informasi
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 20 No.1 Oktober 2016: 69-86
70
I. PENDAHULUAN
Prioritas pembangunan pemerintahan saat ini
menuju Indonesia yang berdaulat secara politik,
mandiri, dalam bidang ekonomi, berkepribadian,
kebudayaan, dalam pemerintah kedepan disebut
dengan “Nawa Cita.” Sementara pembangunan
nasional tahun 2015-2019 pada RPJMN 2015-2019,
diarahkan untuk mencapai sasaran utama yang
mencakup antara lain, sasaran dimensi pemerataan
dan sasaran pembangunan wilayah dan antar wilayah
Pembangunan wilayah nasional saat ini
menjadi isu utama, yaitu masih besarna kesenjangan
antar wilayah, khususnya kesenjangan pembangunan
antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dengan
Kawasan Timur Indonesia (KTI). Indikator tersebut
antara lain dilihat dari kontribusi PDRB terhadap
PDB, dimana selama 30 tahun (1983-2013),
kontribusi PDRB KBI sangat dominan dan tidak
pernah berkurang dari 80% terhadap PDB. Karena
itulah, dalam pemerintahan Jokowi-JK, arah
kebijakan utama pembangunan wilayah nasional
difokuskan untuk mempercepat pengurangan
kesenjangan pembangunan antar wilayah.
Transformasi dan akselerasi pembangunan wilayah
tersebut bertumpu pada peningkatan kapasitas
sumber daya manusia, peningkatan efisiensi dan nilai
tumbuh sumber daya alam, penguatan kapasitas ilmu
pengetahuan dan teknologi, penyediaan infrastruktur
yang terpadu dan merata serta penyelenggaraan tata
kelola pemerintahan yang baik. Kerangka
pengembangan wilayah secara diagramatis dapat
dilihat pada gambar 1. Agenda pembangunan
wilayah dipahami dalam perspektif sebagai afirmasi
untuk mendorong kegiatan ekonomi yang selama ini
kurang diprioritaskan. Yaitu kegiatan ekonomi
dalam wujud antara lain wilayah perdesaan/daerah
tertinggal. Pengembangan daerah tertinggal lebih
ditujukan untuk nmeningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pemerataan pembangunan dan
mengurangi kesenjangan pembangunan antara
daerah tertinggal dengan daerah maju.
Gambar 1. Kerangka Pengembangan Wilayah
Kecenderungan Masyarakat Desa Tertinggal Terhadap… Hendrawati
71
Dalam mendukung pembangunan wilayah
dalam pengembangan daerah tertinggal, informasi
pada saat ini memiliki arti yang penting bagi
masyarakat, karena menjadi dasar bagi tercapainya
kehidupan yang lebih baik dan bermanfaat. UUD
1945 bahkan menempatkan makna penting informasi
ini dalam pasal 28F, bahwa negara hadir dalam
pemenuhan hak warga untuk memperoleh dan
memanfaatkan informasi. Hal tersebut dituangkan
dalam sasaran RPJMN 2015-2019, yaitu
“Terwujudnya keterbukaan informasi publik dan
meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi
publik dalam mendorong partisipasi masyarakat
dalam penyusunan dan pengawasan kebijakan
publik.”
Kondisi masyarakat yang melek informasi, akan
mendorong terciptanya pondasi yang kokoh, untuk
mengembangkan potensi daerah mereka berkembang
dengan baik. Untuk mencapai kejenjang ini, tentu
perlu ada langkah yang dilakukan. Sebagai salah satu
negara berkembang, Indonesia perlu melakukan
pembenahan di berbagai sektor dalam upaya
mewujudkan kesejahteraan masyarakat, tidak hanya
ekonomi. Tetapi juga di bidang informasi. Akses
terhadap informasi sejatinya merupakan Hak Asasi
setiap anggota masyarakat. Hak memperoleh
informasi merupakan hak setiap warga negara.
Penelitian tentang pola kebutuhan informasi
masyarakat sangat perlu dilakukan oleh instansi
pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang
pelayanan informasi. Hal ini penting terutama untuk
kebutuhan penyusunan perencanaan komunikasi
pada masyarakat yang memiliki karakteristik khusus
antara lain masyarakat di daerah tertinggal.
Kementerian Kominfo dalam melaksanakan tugas
dan fungsi meningkatkan melek informasi, telah
menggulirkan banyak program seperti antara lain
pembinaan lembaga-lembaga komunikasi di daerah,
pembangunan sarana prasarana pelayanan informasi
masyarakat seperti media center, PLIK, M-PLIK,
dan lain-lain. Namun sejauh ini program-program
tersebut belum dirancang secara spesifik dengan
sasaran masyarakat ber-karakteristik khas, seperti
masyarakat daerah tertinggal. Kajian masyarakat
daerah tertinggal dalam konteks kebutuhan informasi
dipandang penting untuk dilakukan. Secara praktis
penelitian ini dapat membantu kementerian
Kominfo, khususnya Ditjen IKP dalam menyusun
perencanaan komunikasi bagi masyarakat daerah
tertinggal. Adapun secara akademis, penelitian ini
dilakukan dalam melaksanakan pengukuran konsep
teoretik kebutuhan informasi dan perilaku informasi
dalam konteks masyarakat daerah tertinggal.
Penelitian terus-menerus tentang pola-pola
kebutuhan informasi sangat perlu dilakukanh oleh
instansi pemerintah yang tugas dan fungsinya di
bidang pelayanan informasi. Upaya menumbuhkan
dan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat memerlukan dukungan data hasil
penelitian tentang kebutuhan informasi dan opini
masyarakat.
Berdasarkan latar belakang permasalahan
tersebut, merasa perlu melakukan penelitian
mengenai kebutuhan informasi masyarakat dibidang
Sosial, Ekonomi, Budaya, di daerah-daerah
tertinggal. Dengan rumusan penelitian ini adalah;
sejauhmana kebutuhan informasi dan perilaku
pencarian informasi masyarakat di daerah tertinggal?
Sedang penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan deskripsi tentang kebutuhan informasi
dan perilaku pencarian informasi di daerah
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 20 No.1 Oktober 2016: 69-86
72
Gambar 2. Ruang Lingkup Perilaku Informasi Sumber: Godbold, N. 2006. Beyond Information Seeking: towards a general model of information behavior
tertinggal, sementara secara teoritis hasil
peneliti diharapkan bermanfaat dapat menambah
Ilmu pengetahuan dibidang kebutuhan informasi dan
secara praktis juga sebagai bahan pertimbangan bagi
Kominfo dalam menyediakan data penting yang
diperlukan dalam penyusunan perencanaan dan
strategi komunikasi publik dalam konteks
pembangunan di daerah tertinggal.
Teori yang digunakan berupa list and
gratifications yang mengasumsikan tentang khalayak
yang aktif dalam menggunakan media yang
berorientasi pada tujuan.
Kebutuhan informasi baru; perlu untuk
menjelaskan informasi yang dimiliki. Kebutuhan
informasi dapat dikategorikan ke dalam kebutuhan
kognitif dan untuk menjelaskan keyakinan dan nilai-
nilai yang dimiliki, karena informasi mungkin
diperlukan untuk mencapai hal-hal ini.
Di sisi lain, Chowdhury (1999),
mengungkapkan kebutuhan informasi merupakan
suatu konsep yang samar. Kebutuhan informasi
muncul ketika seseorang menyadari pengetahuan
yang ada padanya tidak cukup untuk mengatasi
permasalahan tentang subjek tertentu. Dalam
beberapa pengertian tentang perilaku informasi,
Wilson mengungkapkan, bahwa perilaku pengguna
informasi meliputi perilaku informasi (information
behavior), perilaku penemuan informasi
(information seeking behavior). Bila digambarkan
Ruang Lingkup Perilaku Informasi tersebut adalah
sebagai berikut: (Godbold, 2006).
Profesor TD Wilson, dalam mempelajari
perilaku informasi (information behavior), Wilson
menggambarkan inti pendapatnya tentang teori
perilaku informasi sebagai berikut;
Model dalam Gambar 3 Diatas memperlihatkan
terdapat 3 faktor yang dianggap penting untuk
menjelaskan fenomena kebiasaan menemukan
informasi (information seeking), yaitu konteks
pencarian informasi, sistem informasi yang
digunakannya, dan sumber daya informasi yang
mengandung berbagai informasi yang diperlukan.
Ketiga aspek ini berada di dalam apa yang
dinamakan Wilson “sementara pengetahuan” Wilson
juga menekankan bahwa “sistem” dalam model
tersebut dapat berupa sistem yang sepenuhnya
hastawi (manual), atau yang sepenuhnya berbantuan
mesin (komputer), atau sistem yang digunakan
sendiri secara mandiri oleh pencari, atau dapat pula
berupa sistem yang menyediakan bantuan perantara
alias mediator.
Kecenderungan Masyarakat Desa Tertinggal Terhadap… Hendrawati
73
Gambar 3. Perilaku Informasi Sumber: On User Studies and Information Needs”, Journal of Documentation Vol. 35 No. Tahun 1981
II. METODE PENELITIAN
Penelitian Survei Kebutuhan Informasi Masyarakat-
Masyarakat di Bidang Sosial, Ekonimi, Budaya di
Daerah-Daerah Tertinggal, bertujuan dapat
menemukan pola perilaku pencarian informasi yang
dilakukan di bidang Sosial, Ekonomi, Budaya di
daerah tertinggal.
Penelitian ini menggunakan pendekatan
paradigm positivis. Paradigma positivis melihat ilmu
sosial sebagai metode yang terorganisir untuk
mengkombinasikan antara logika deduktif dengan
observasi yang dilakukan secara empiris dari
perilaku manusia, sehingga dapat memprediksi pola
umum dari aktivitas manusia (Neuman, 2003) dalam
Shirley Agostinho. 2005.
Dengan paradigma tersebut, peneliti dapat
menemukan atau mengkonfirmasi tentang hubungan
sebab akibat yang biasa dipergunakan untuk
memprediksi pola-pola umum mengenai suatu gejala
sosial atau aktivitas yang dilakukan manusia
(Neuman, 2003). Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu dilakukan melalui metode survei,
untuk tujuan mendapatkan deskripsi pola pencarian
informasi yang dilakukan masyarakat-masyarakat di
Bidang Sosial, Ekonomi, Budaya di daerah
tertinggal. Dalam penelitian survei, data
dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang
digunakan sebagai pedoman wawancara dengan
responden. Metode survei secara deskriptif
digunakan untuk mendapatkan gambaran secara
sistematis tentang karakteristik populasi tertentu atau
bidang tertentu secara faktual dan cermat (Isaac dan
Michael dalam Rakhmat, 2007)
Teknik penelitian survei menggunakan
instrumen wawancara berpedoman pada kuesioner,
yakni berupa daftar pertanyaan yang akan dijawab
oleh responden. Kuesioner dibangun dari sejumlah
pertanyaan tertutup yang dibagi ke dalam beberapa
struktur, yang meliputi: A). Konteks Kebutuhan
Informasi, dan B). Perilaku Pencarian Informasi.
Target populasi dari penelitian ini adalah
Masyarakat di Daerah Tertinggal Lokasi penelitian di
1 provinsi yaitu Kalimantan Selatan, dipilih secara
purposive. Jumlah responden setiap Kabupaten/ Kota
ditetapkan sebanyak 120 orang dengan sampling
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 20 No.1 Oktober 2016: 69-86
74
Gambar 4. Kerangka Analisis
error 10%. Dalam penelitian ini, sampel lokasi
ditentukan dengan teknik multistage area random
sampling secara proposional.
Sementara untuk kategori Daerah Tertinggal
diambil dari Data yang dikeluarkan oleh Bappenas
pada tahun 2014. Untuk data Penduduk Berdasarkan
Tingkat Pendidikan diambil dari data Penduduk
menurut Kabupaten di seluruh Indonesia
Berdasarkan Tingkat Pendidikan pada Tahun 2014
yang dikeluarkan oleh BPS 2014.
Dalam penetapan lokasi dan responden
penelitian, proses pengambilan sampel dilakukan
melalui beberapa tahapan sebagai berikut; Penetapan
lokasi penelitian untuk tingkat provinsi ditentukan
secara purposif dengan kriteria provinsi merupakan
wilayah yang memiliki kabupaten/ kota Daerah
tertinggal. Jumlah Responden kabupaten masing-
masing ditetapkan sebanyak 120 responden.
Tahap berikutnya, sampling kabupaten/ kota di
provinsi terpilih ditetapkan secara acak proporsional
menjadi lokasi penelitian. Tahap berikutnya untuk
penetapan lokasi di tingkat kecamatan dilakukan
dengan langkah serupa. Jumlah responden
ditentukan secara acak proporsional berdasarkan
populasi masyarakat berdasarkan tingkat pendidikan
di setiap kabupaten/ kota dan kecamatan terpilih.
Teknik analisis yang digunakan dalam survei ini
adalah teknik statistik deskriptif, yaitu dengan
menggambarkan kebutuhan informasi masyarakat
dibidang sosial, ekonomi, budaya dan kemaritiman
secara sistematis dan menyeluruh (komprehensif)
sesuai dengan kerangka analisis. Teknik analisis
yang digunakan adalah Analisis perbandingan antara
kelompok sampel. Kerangka analisis sebagai berikut:
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Mulai Repelita VI dilaksanakan program khusus
yang didasarkan pada infers nomor 5 tahun 1993
tentang peningkatan penanggulangan kemiskinan.
Program ini dimaksudkan untuk mempercepat dan
memperluas upaya penanggulangan kemiskinan di
desa-desa tertinggal melalui arah informasi.
Adapun data yang ditemukan adalah melalui
penelitian/survey tentang kebutuhan informasi dan
prilaku pencarian informasi di daerah tertinggal,
adalah sebagai berikut dibawah ini
KEBUTUHAN INFORMASI MASYARAKAT DI BIDANG SOSIAL, EKONOMI, BUDAYA, DAN KEMARITIMAN
KEBUTUHAN INFORMASI DASAR PERILAKU PENCARIAN INFORMASI
Kecenderungan Masyarakat Desa Tertinggal Terhadap… Hendrawati
75
A. Kebutuhan Infomasi Masyarakat di
Daerah Tertinggal
Data informasi kemiskinan akan menjadi
landasan untuk memperkecil ketimpangan ekonomi
dan kesenjangan social di desa tertinggal. Hal ini
gambarannya dapat diketahui melalui kebutuhan
informasi di desa tertinggal Kabupaten Barito Kuala
dan Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan
Selatan, kecendurungan informasi masyarakat di
desa tertinggal Kabupaten Barito Kuala yang
menjadi perhatian dan dominan bagi warganya
berupa informasi pangan, informasi kesehatan, dan
informasi pendidikan.
1. Informasi Pangan
a. Harga Sembako. Pada umumnya harga sembako
tidak terlepas dari kehidupan manusia sehari-
hari, oleh sebab itu informasi tentang harga
sembako, responden dominan membutuhkannya
sebanyak 110 orang, sangat butuh 5 orang,
kurang butuh 5 orang, dari jumlah 120 orang.
b. Ketersediaan Bahan Pokok. Berapapun banyak
atau sedikitnya ketersediaan bahan pokok
dominan pasti butuh sebagai bekal kehidupan
keluarganya hingga mencapai 110 orang, sangat
butuh 5 orang, kurang butuh 5 orang, dari jumlah
120 orang.
c. Pasar Tempat Memperoleh Sembako. Berapapun
jauhnya pasar penjual sembako dari desa
tertinggal responden, sampai mencapai puluhan
Km, jalan setapak, menuruni gunung terjal,
menyeberangi sungai, mencapai 110 orang,
sangat butuh 5 orang, kurang butuh 5 orang, dari
jumlah 120 orang.
d. Standar Gizi Pangan. Saat ini di desa tertinggal
masyarakatnya sudah mengerti pentingnya
kesehatan, melalui sosialisasi aparat puskesmas
pembantu, posyandu, sehingga responden
dominan butuh gizi pangan sebanyak 111 orang,
sangat butuh 5 orang, kuran butuh 4 orang, dari
jumlah 120 orang.
e. Cara dan Kebiasaan Konsumsi Pangan. Pada
dasarnya cara dan kebiasaan konsumsi pangan
kurang diperhatikan, oleh sebab itu responden
butuh informasi tentang cara dan kebiasaan
konsumsi pangan yang bersih jauh dari endapan
kuman yang menyebabkan/mendatangkan
penyakit seperti terjadi muntaber, tipes, dll.
Maka responden butuh cara dan kebiasaan
konsumsi pangan sebanyak 111 orang, sangat
butuh 5 orang, kuran butuh 4 orang, dari jumlah
120 orang.
f. Kualitas yang Aman dan Baik Bagi Pangan.
Responden yang sadar akan pentingnya
kesehatan sekalipun jauh dari rumah sakit,
puskesmas, dan dokter, maka responden butuh di
desa teringgal informasi tentang kualitas dari
penyakit, hingga mencapai 109 orang, sangat
butuh 6 orang, dan kurang butuh 5 orang, dari
jumlah 120 orang.
g. Kebijakan Pemerintah Terkait Pangan. Apapun
kebijakan pemerintah terkait pangan responden
butuh informasinya sebanyak 107 orang, sangat
butuh 6 orang, dan kurang butuh sebanyak 7
orang, dari jumlah 120 orang.
h. Lainnya Tentang Informasi Pangan. Sementara
ini responden tidak butuh terkait informasi
pangan hingga mencapai 119 orang, dan kurang
butuh sebanyak 1 orang, dari jumlah 120 orang.
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 20 No.1 Oktober 2016: 69-86
76
Sedang responden Kabupaten Hulu Sungai
Utara Kalimantan Selatan dalam variabel informasi
pangan juga bervariasi adalah:
a. Harga Sembako. Informasi tentang harga
sembako, responden yang membutuhkan
sebanyak 18 orang, kurang butuh 1 orang, dan
responden yang tidak menjawab sebanyak 103
orang, dari jumlah 120 orang.
b. Ketersediaan Bahan Pokok. Tentu saja
ketersediaan bahan pokok di desa tertinggal
diharapkan bisa mencukupi masyarakatnya,
maka responden yang butuh ketersediaan di
desanya sebanyak 11 orang, kurang butuh 5
orang, tidak butuh 1 orang, dan responden yang
tidak menjawab 103 orang.
c. Pasar Tempat Memperoleh Sembako. Pasar
merupakan sentral responden di desa tertinggal,
tidak saja tempat memperoleh sembako tapi juga
untuk memperoleh keperluan lainnya keluarga,
biasanya pasar buka seminggu sekali pada hari
pekan tertentu misalnya tiap hari kamis atau tiap
hari minggu sekali, tepat sekali responden yang
butuh 9 orang, dan tidak butuh 3 orang, dan yang
tidak menjawab 103 orang, dari jumlah 120
orang.
d. Standar Gizi Pangan. Maraknya sosialisasi gizi
pangan melalui posyandu sampai ke desa-desa
terpencil, hanya ada saja warga masyarakat yang
kurang memperhatikan standar masyarakat yang
kurang memperhatikan standar gizi pangan yang
tepat bagi masyarakat dewasa dan anak-anak,
sehingga responden yang membutuhkan standar
gizi pangan hanya sebanyak 5 orang, sangat
butuh 1 orang, kurang butuh 8 orang, tidak butuh
3 orang, dan tidak menjawab 103 orang.
e. Cara dan Kebiasaan Mengkonsumsi Pangan.
Pada dasarnya responden yang membutuhkan
cara dan kebiasaan konsumsi pangan sebanyak 4
orang, sangat butuh 1 orang, kurang butuh 8
orang, tidak butuh 4 orang, dan yang tidak
menjawab 103 orang, dari jumlah 120 orang.
f. Kualitas yang Aman dan Baik Bagi Pangan.
Memang kualitas yang aman dan baik bagi
pangan sangat penting sebab terkait dengan
keamanan bagi tubuh si pengguna, sehngga
responden yang butuh sebanyak 8 orang, sangat
butuh 1 orang, kurang butuh 4 orang, tidak butuh
4 orang, dan tidak menjawab 103 orang, dari
jumlah 120 orang.
g. Kebijakan Pemerintah Terkait Pangan. Biasanya
warga masyarakat kurang memperdulikan
kebijakan pemerintah terkait pangan, maka
responden yang butuh kebijakan tersebut diatas
hanya sekitar 8 orang, sangat butuh 2 orang,
kurang butuh 1 orang, tidak butuh sebanyak 8
orang, dan responden yang tidak menjawab
sebanyak 103 orang, dari jumlah 120 orang.
h. Lainnya Tentang Informasi Pangan. Apapun
informasi pangan untuk kepentingan warga desa,
namun responden tidak butuh informasi pangan
sebanyak 17 orang dan yang tidak menjawab 103
orang
Kecenderungan Masyarakat Desa Tertinggal Terhadap… Hendrawati
77
2. Informasi Kesehatan
Gambar 3. Jumlah Informati Kesehatan
Dari Gambar 3 menunjukan masyarakat
Kabupaten Barito Kuala Kalimantan
Selatan terhadap informasi kesehatan
sangat bervariasi adalah:
a. Pola Prilaku Hidup Sehat Sebagian besar
responden membutuhkan pola prilaku hidup
sehat hingga mencapai 115 orang, sangat butuh
sebanyak 4 orang, dan kurang butuh 1 orang,
dari jumlah 120 orang.
b. Obat dan Pengobatan Tradisional. Umumnya
responden di desa tertinggal membutuhkan obat
dan pengobatan tradisional sebanyak 115 orang,
sangat butuh banyak 4 orang, kurang butuh
sebanyak 1 orang, dari jumlah 120 orang.
c. Kebijakan Pemerintah Mengenai Kesehatan.
Apapun kebijakan pemerintah sehubungan
dengan kesehatan, responden yang
membutuhkan sebanyak 113 orang, yang butuh
sebanyak 5 orang, kurang butuh sebanyak 2
orang, dari jumlah 120 orang.
d. Lainnya Tentang Informasi Kesehatan Pada
dasarnya responden terhadap informasi
kesehatan lainnya, yang membutuhkan hanya 1
orang, justru yang tidak membutuhkan sebanyak
119 orang, dari jumlah 120 orang.
Sedang responden Kabupaten Hulu Sungai
Utara Kalimantan terkait informasi kesehatan
sekalian variabel adalah:
a. Pola Prilaku Hidup Sehat. Responden yang
membutuhkan pola prilaku hidup sehat
sebanyak 45 orang, dan yang tidak
membutuhkan sebanyak 3 orang, sedang yang
tidak menjawab sebanyak 72 orang, dari jumlah
120 orang.
0
1
115
4
0
0
2
115
4
0
0
2
113
5
0
119
0
1
0
0
3
0
45
0
72
3
10
34
1
71
1
2
44
1
72
46
0
1
1
72
0 20 40 60 80 100 120
TB
KB
B
SB
TM
TB
KB
B
SB
TM
TB
KB
B
SB
TM
TB
KB
B
SB
TM
Per
ilaku
Hid
up
Seh
at
Ob
at d
anP
engo
bat
anTr
adis
ion
alK
ebija
kan
Pem
erin
tah
Lain
nya
HSU Barito Kuala
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 20 No.1 Oktober 2016: 69-86
78
Gambar 4. Jumlah Informati Pendidikan
b. Obat dan Pengobatan Tradisional. Umumnya
responden di desa tertinggal cenderung
membutuhkan obat dan pengobatan tradisional
sebanyak 34 orang, sangat butuh 1 orang,
kurang butuh 10 orang, tidak butuh 3 orang, dan
yang tidak menjawab sebanyak 72 orang, dari
jumlah 120 orang.
c. Kebijakan Pemerintah Mengenai Kesehatan.
Biasanya kebijakan pemerintah mengenai
kesehatan di desa tertinggal misalnya klinik
desa, posyandu selalu mensosialkan kesehatan
untuk warga desa, maka responden mengenai
kesehatan ini membutuhkannya sebanyak 44
orang, sangat butuh 1 orang, kurang butuh 2
orang, dan tidak butuh 1 orang, sedang yang
tidak menjawab sebanyak 72 orang, dari jumlah
120 orang.
Lainnya Tentang Informasi Kesehatan. Responden
yang membutuhkan informasi kesehatan lainnya
hanya 1 orang, sangat butuh 1 orang, dan yang tidak
membutuhkan sebanyak 46 orang, sedang yang tidak
menjawab sebanyak 72 orang, dari jumlah 120 orang.
3. Informasi Pendidikan
Data di atas menunjukkan bahwa pernyataan
responden Kabupaten Barito Kuala terkait informasi
pendidikan dalam variabel:
a. Biaya pendidikan responden membutuhkan
sebanyak 110 orang.
b. Informasi beasiswa responden yang
membutuhkan sebanyak 106 orang dan tidak
butuh sebanyak 1 orang.
0 20 40 60 80 100 120
TB
B
TM
KB
SB
TB
B
TM
KB
SB
TB
B
TM
KB
SBB
iaya
Pen
did
ikan
Info
rmas
iB
easi
swa
Ku
alit
asP
end
idik
an
Keb
iasa
anP
end
idik
anP
enga
jara
n
Keb
ijaka
nP
emer
inta
hM
enge
nai
Pen
did
ikan
Lain
nya
HSU Barito Kuala
Kecenderungan Masyarakat Desa Tertinggal Terhadap… Hendrawati
79
c. Kualitas pendidikan akreditasi program dan
lembaga pendidikan, responden membutuhkan
sebanyak 105 orang.
d. Kebiasaan pendidikan pengajaran, responden
yang membutuhkan sebanyak 109 orang.
e. Kebijakan pemerintah mengenai pendidikan,
responden yang membutuhkan sebanyak 110
orang.
f. Lainnya kaitan dengan informasi pendidikan,
responden yang tidak membutuhkan sebanyak
116 orang, yang membutuhkan sebanyak 2
orang.
Sementara informasi pendidikan yang
dibutuhkan responden Kabupaten Hulu Sungai Utara
terlihat dalam variabel:
a. Tentang biaya pendidikan, responden yang
membutukan sebanyak 28 orang, tidak
menjawab 90 orang responden.
b. Informasi beasiswa, responden yang
membutuhkan sebanyak 24 orang dan tidak
menjawab 20 orang.
c. Kualitas pendidikan/agreditasi program dan
lembaga, responden membutuhkan sebanyak 23
orang dan tidak menjawab 90 orang.
d. Kebiasaan pendidikan pengajaran, responden
yang membutuhkan 20 orang dan tidak
menjawab 90 orang.
e. Kebijakan pemerintah mengenai pendidikan,
responden yang membutuhkan 27 orang dan
tidak menjawab 90 orang.
f. Lainnya kaitan dengan informasi pendidikan,
responden yang tidak membutuhkan 30 orang
dan yang tidak menjawab sebanyak 90 orang
responden.
B. Prilaku Pencarian Informasi Di Daerah
Tertinggal
Data informasi masyarakat terasing atau
tertinggal yang menggunakan saluran informasi
dalam hasil penelitian, bahwa prilaku pencarian
informasi pangan dari responden Kabupaten Barito
Kuala dan Hulu Sungai Utara Kalimantas Selatan,
yaitu:
1. Prilaku Pencarian Informasi Pangan
(Dari Responden Kabupaten Barito Kuala)
Responden Kabupaten Barito Kuala, dalam
pencarian informasi pangan berupa, harga sembako,
ketersediaan bahan pokok, pasar tempat memperoleh
sembako, cara dan kebiasaan konsumsi pangan,
kualitas yang aman dan baik bagi pangan, dan
kebijakan pemerintah terkait pangan, maka saluran
informasi terbanyak digunakan responden dalam
media konvensional adalah televisi. Masing-masing
sebanyak 114 responden, hanya standar gizi pangan
yang memulai saluran informasi media konvensional
televisi sebanyak 112 orang, sedang yang melalui
non media lewat media teman masing-masing mulai
sebanyak 36 orang, sedang melalui keluarga mulai 15
orang responden.
Sedang prilaku pencarian informasi dari
responden Kabupaten Hulu Sungai Utara terlihat
dalam variabel:
Berupa harga sembako cenderung melalui saluran
informasi media konvensional yaitu televisi
sebanyak 11 orang, ketersediaan bahan pokok dan
standar gizi pangan juga melalui televise masing-
masing sebanyak 4 orang, cara dan kebiasaan
konsumsi pangan dan kualitas yang aman dan bagi
pangan sama melalui televise masing-masing
sebanyak 5 orang, sedang kebijakan pemerintah
terkait pangan melalui televisi juga sebanyak 6 orang
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 20 No.1 Oktober 2016: 69-86
80
dan pasar tempat memperoleh sembako hanya
melalui informasi dari teman sebanyak 5 orang.
2. Prilaku Pencarian Informasi Kesehatan,
Responden Kabupaten Barito Kuala
Bahwa data prilaku pencarian informasi
kesehatan terlihat dalam variabel antara lain:Pola
prilaku hidup segat, obat dan pengobatan tradisional,
dan kebijakan pemerintah mengenai kesehatan, maka
kecenderungan responden tentang informasi
kesehatan ini paling banyak melalui saluran televisi
masing-masing 112 orang.
Sementara prilaku pencarian informasi
responden Kabupaten Hulu Sungai Utara terlihat
dalam variabel antara lain: informasi pola prilaku
hidup sehat cenderung melalui non media yaitu
melalui lembaga pemerintah sebanyak 30 orang,
selanjutnya dalam informasi obat dan pengobatan
tradisional melalui anggota keluarga sebanyak 27
orang.
3. Prilaku Pencarian Informasi Pendidikan
Responden Kabupaten Barito Kuala
Data prilaku pencarian informasi pendidikan
terlihat dalam variabel antara lain: tentang biaya
pendidikan, informasi beasiswa, kualitas
pendidikan/akreditasi program dan lembaga
pendidikan, kebiasaan pendidikan pengajaran,
kebijakan pemerintah mengenai pendidikan, maka
kecenderungan responden tentang informasi
pendidikan paling banyak melalui saluran televise
masing-masing 112 orang, kecuali informasi
masalah biaya pendidikan hanya 12 orang, melalui
teman 75 orang dan anggota keluarga 10
orang.Sementara prilaku pencarian informasi
pendidikan bagi responden Kabupaten Hulu Sungai
Utara terlihat dalam variabel antara lain: informasi
beasiswa melalui lembaga pemerintah cenderung
sebanyak 26 orang, sedang melalui media
konvensional televisi sebanyak 21 orang.
C. Pembahasan
Pembangunan nasional dalam RPJMN III 2015-
2019 diarahkan untuk mencapai pemerataan
pembangunan dalam rangka untuk mewujudkan
wilayah Indonesia yang berdaya guna, dengan
agenda prioritas disebut dengan nawacita, terutama
agenda pembangunan wilayah yang diprioritaskan
untuk mendorong kegiatan ekonomi antara lain
wilayah pedesaan/daerah tertinggal.
Pengembangan daerah tertinggal ditujukan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
pemerataan pembangunan dan mengurangi
kesenjangan pembangunan antara daerah tertinggal
dengan daerah maju, menghadapi masyarakat di
daerah tertinggal, perlu ada layak yang dilakukan.
Indonesia perlu melakukan pembenahan di berbagai
sektor dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat, tidak hanya ekonomi, tetapi juga di
bidang informasi. Informasi pada saat ini memiliki
arti yang penting bagi masyarakat untuk mengetahui
situasi dan kondisi desa tertinggal dan apa saja dan
apa saja yang dibutuhkannya, maka dilakukan
penelitian tentang kebutuhan informasi dan prilaku
pencarian informasi.
1. Identitas Responden
Ketika peneliti bergerak menuju desa tertinggal
maka penuh liku-liku, sebab tidak gampang,
kawasannya terpencil, terpencar, berjauhan,
umumnya hidup di daerah-daerah pedalaman,
khususnya di sekitar daerah aliran sungai, pantai,
Kecenderungan Masyarakat Desa Tertinggal Terhadap… Hendrawati
81
pegunungan, hutan rimba, dan di atas sampan, jalan
setapak dan tidak bisa dijangkau dengan sarana
transportasi umum.
Sebenarnya rendahnya pendapatan penduduk
miskin mengakibatkan rendahnya pendidikan dan
kesehatan karena umumnya penduduk desa
tertinggal yang diteliti masih berada di bawah garis
kemiskinan mencakup mereka yang berpendapatan
sangat rendah, tidak berpendapatan tetap, atau tetap,
atau tidak berpendapatan sama sekali.
Wajarlah responden di desa tertinggal sangat
minim sekali memiliki media baru (internet) dan
akun, jangankan memiliki media baru, untuk
mencukupi kehidupannya sehari-hari saja sulit bagi
penduduk di desa tertinggal.
Dalam hal afiliansi responden dominan adalah
kelompok tani/nelayan hingga mencapai 150 orang,
sebab kecenderungan responden desa tertinggal
adalah pekerjaannya sebagai petani, sedang
responden yang aktif pada kelompok masyarakat
seperti Karang Taruna, PKK, KIM sedikit sekali
kaitanya tidak ada waktu, karena organisasi desa
digerakkan oleh Kepala Desa langsung seperti
posyandu, namun di atas pernyataan
penduduk/warga sendiri bahwa sistem sosial
responden dominan datangnya dan dilakukan oleh
warga desa tertinggal sendiri, sekalipun ada pula
datangnya dari tokoh masyarakat dan kepala desa.
Sementara lingkungan sosial di desa tertinggal
dipenuhi oleh petani pemilik sekitar dan buruh tani,
sebab di desa tertinggal dan pedalaman umumnya
yang paling mudah dikerjakan adalah bertani,
sekalipun ditemui pula wilayah nelayan dan sebagai
buruh untuk luar desa dalam arti untuk menghidupi
keluarganya sehari-hari.
2. Kebutuhan Informasi
Tidak bisa dibayangkan, 65 tahun Indonesia
sudah merdeka namun masih banyak rakyat
Indonesia yang mengalami kemiskinan, ketika
dilakukan penelitian di lapangan maka rakyat
Indonesia yang miskin ditemukan di desa tertinggal.
“kemiskinan adalah situasi serba kekurangan dari
penduduk yang terwujud dalam dan disebabkan oleh
terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya
pengetahuan dan keterampilan, rendahnya
produktivitas, rendahnya pendapatan, lemahnya nilai
tukar hasil produksi orang miskin, dan terbatasnya
kesempatan berperan serta dalam pembangunan,
(Bappenas, 1997).
Sementara pengertian daerah tertinggal adalah
suatu daerah yang masyarakat dan wilayahnya relatif
kurang berkembang dibandingkan dengan daerah
lain dalam skala nasional, oleh sebab itu pokok
pikiran yang mendasari Infras Desa Tertinggal (IDT)
adalah upaya peningkatan penanggulangan
kemiskinan merupakan gerakan nasional dengan
mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk
meningkatkan kepedulian pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat miskin. Keberhasilan
menanggulangi kemiskinan akan menjadi landasan
untuk memperkecil ketimpangan ekonomi dan
kesenjangan sosial.
Berpijak dari realita di atas, maka perlu
diketahui data dan analisis atau pembahasan hasil
penelitian di desa tertinggal tentang kebutuhan
informasi dasar yaitu dengan variabel informasi
sandang, pangan, papan, kesehatan, sanitasi,
pendidikan. Sekalipun informasi yang cenderung
dibutuhkan di desa tertinggal adalah tentang pangan,
kesehatan, dan pendidikan.
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 20 No.1 Oktober 2016: 69-86
82
Namun dari sekian pernyataan tentang
informasi dasar yang ditawarkan kepada responden
di desa tertinggal, maka yang dominan dibutuhkan
bagi masyarakat tertinggal peringkat pertama adalah
informasi kesehatan.
Dari ketiga peringkat di atas yang terbanyak
dibutuhkan responden di desa tertinggal, terasing,
dan jauh di pedalaman adalah informasi kesehtan.
Sementara saran dan prasarana kesehatan di desa
tertinggal sangat minim sekali seperti dokter, apotek,
dan ambulance tidak ada, yang ada hanya puskesmas
pembantu di desa tertinggal sekiranya ada puskesmas
itupun jarang sekali ada. Oleh sebab itu informasi
kesehatan menjadi prioritas yang dibutuhkan warga
melebihi dari informasi lainnya, sebab kesehatan ada
hubungannya dengan nyawa seseorang.
Sementara penduduk desa tertinggal yang
bertempat di rawa-rawa, di lingkungan sungai, di
bawah pegunungan atau di atas pegunungan , sulit
mendisiplinkan penduduk yang sudah punya
kebiasaan sejak nenek moyang, prilaku hidup yang
tidak sehat seperti membuang sampah sembarangan,
mencuci tangan ketika mengambil makanan, buang
air besar atau kecil dimana saja, mencuci atau mandi
dengan air yang kurang bersih merupakan prilaku
yang dapat mengundang berjangkitnya berbagai jenis
penyakit, sebab “lingkungan yang tidak sehat
menjadi penunjang terjangkitnya penyakit seperti air
minum yang tidak bersih akan mengundang adanya
bakteri atau virus dan akan mempengaruhi perjalanan
penyakit.” (Maharani, 2015).
Jadi yang dibutuhkan penduduk desa tertinggal
janganlah hanya merupakan informasi kesehatan saja
tapi dalam bentuk nyata sarana dan prasarana
kesehatan, ada klinik kesehatan, puskesmas
pembantu atau puskesmas yang ada dokternya, ada
ambulance dan ada apotiknya.
3. Prilaku Pencarian Informasi
Dari sekian pencarian informasi di lingkungan
media, melalui saluran yang digunakan responden
Kabupaten Barito Kuala dan Hulu Sungai Utara
Kalimantan Selatan adalah saluran televisi, baik
sikap atau dorongan responden dalam pencarian
informasi sandang, pangan, papan. Kesehatan,
sanitasi, pendidikan, dan kemaritiman.
Hanya saja dorongan responden untuk mencari
informasi dasar melalui TV merupakan pilihan
terbanyak responden adalah berupa pangan,
kesehatan, dan pendidikan yaitu didominasi oleh
responden Kabupaten Barito Kuala karena ada
hubungannya dengan kehidupan sehari-hari.
Sementara dorongan responden untuk mencari
informasi kemaritiman melalui TV, sekalipun desa
tertinggalnya berdekatan dengan laut dan pantai
namun responden kabupaten ini sangat minim sekali
untuk mencari informasi kemaritiman melalui TV.
Hal ini bersesuaian dengan teori pengurangan
ketidak pastian yaitu teori yang dikemukakan oleh
Charles Barger dan Richard Calabrese
mengungkapkan “tingkat ketidak pastian yang tinggi
menyebabkan meningkatnya prilaku pencarian
informasi, ketika tingkat ketidak pastian menurun,
prilaku pencarian informasi juga menurun, aksioma
ini menunjukkan hubungan yang positif antara dua
konsep tersebut. Makin sedikit ketidak pastian yang
ada, maka makin sedikit pencarian informasi yang
dilakukan, begitupun sebaliknya.
Dengan demikian sehubungan dengan
kebutuhan informasi dasar sebaiknya semacam
gayung bersambut dimana informasi yang
Kecenderungan Masyarakat Desa Tertinggal Terhadap… Hendrawati
83
ditawarkan atau ditanyakan sesuai dengan kebutuhan
warga desa tertinggal. Sebab kelompok-kelompok
masyarakat di desa tertinggal secara geografis
terpencil, terisolir dan secara sosial budaya terasing
dan masih terbelakang. Istilah terbelakang ditandai
dengan rendahnya kondisi kehidupan dan
penghidupan mereka baik di bidang kesehatan,
pendidikan, perumahan, sandang, pangan, pekerjaan
dan sebagainya.
Begitu juga indikator atau ciri-ciri umum dari
masyarakat terbelakang ditandai dengan:
1. Sumber penghidupan tergantung pada alam.
2. Prilaku hidup sehat dan kesehatan
lingkungan masih sangat rendah.
3. Busana yang dipakai masih sangat
sederhana dan seadanya.
4. Kondisi pemukiman tidak layak huni.
5. Tingkat pengetahuan dan teknologi yang
terbatas.
6. Keterikatan pada sistem nilai dan adat
istiadat yang masih sangat tinggi, sehingga
cenderung bersikap tertutup.
Mengentaskan masyarakat desa
tertinggal/terbelakang, baik fisik, sosial budaya,
kehidupan dan penghidupan, maupun lingkungannya
agar mencapai taraf kesejahteraan sosial dan
pemerataan pembangunan, maka untuk pencapaian
sasaran tersebut dilakukan dengan menggunakan
pendekatan kholistik integratif, adaptif, persuasif,
dan terencana melalui Sistem Pemukiman Sosial
(SPS) dengan mendaya gunakan sumber dan potensi
yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian, dalam pencarian
informasi oleh masyarakat untuk pemenuhan
kebutuhannya, diketahui bahwa informasi yang
disampaikan melalui media sebagian besar kurang
sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dikarenakan
sebagian besar masyarakat yang berprofesi sebagai
petani lebih membutuhkan informasi terkait
pertanian seperti misalnya informasi tentang bibit,
pupuk, obat pembasmi hama, dan alat-alat pertanian.
Selain itu masyarakat lebih membutuhkan bantuan
berupa fisik dari bibit, pupuk, obat pembasmi hama,
alat-alat pertanian tersebut, sementara itu ada pula
yang membutuhkan pekerjaan, rumah dan bantuan
modal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya lebih
dari sekedar kebutuhan informasi tentang hal-hal
tersebut. Di samping itu informasi yang diterima
adalah informasi-informasi bersifat umum, sehingga
kurang sesuai dengan realita yang dialami oleh
masyarakat di masing-masing desa. Sekalipun
sebagian lainnya yang menjawab bahwa informasi
yang disampaikan sesuai dengan kebutuhan antara
lain terkait pangan, sandang, sanitasi, kesehatan, dan
pendidikan, sedangkan informasi yang terkait
kelautan justru sesuai dengan kebutuhan masyarakat
yang tinggal di pesisir pantai dan berprofesi sebagai
nelayan.
Hasil penelitian ini bersesuaian dengan teori
hirarki kebutuhan maslow bahwa kebutuhan
masyarakat terdiri dari 5 hirarki kebutuhan yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan,
kebutuhan sosial, kebutuhan esteem/harga diri dan
kebutuhan aktualisasi diri. Menurut hasil penelitian
diketahui bahwa kecenderungan kebutuhan
masyarakat desa berada pada hirarki kebutuhan
paling dasar yaitu kebutuhan fisiologis perwujudan
paling nyata dari kebutuhan fisiologis ialah
kebutuhan-kebutuhan pokok manusia seperti
sandang, pangan, dan perumahan, dan juga
kebutuhan-kebutuhan terkait dengan pekerjaan yang
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 20 No.1 Oktober 2016: 69-86
84
digelutinya untuk memenuhi kebutuhan pokoknya
tersebut.
Informasi yang tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat turut mempengaruhi tujuan dari
masyarakat dalam mengakses informasi, di samping
itu menurut sebagian masyarakat bahwa informasi
yang disampaikan juga kurang lengkap. Hal tersebut
dapat dimaklumi saat sebagian masyarakat
mengakses informasi dengan tujuan untuk
meningkatkan pengetahuan atau menambah
pengetahuan baru, karena lebih banyak tidak
sesuainya antara informasi yang diterima
masyarakat, maka hanya sedikit sekali informasi
yang dapat digunakan untuk mengambil keputusan,
untuk pekerjaan dan menambah penghasilan
masyarakat. Sesuai dengan teori Use and
Gratifications mengasumsikan tentang khalayak
yang aktif dalam menggunakan media yang
berorientasi pada tujuan. Selain itu menurut Wilson,
dalam mempelajari prilaku informasi (information
behavior), meletakkan prilaku informasi sebagai
bentuk komunikasi yang lebih spesifik, berbeda dari
komunikasi pada umumnya, untuk tujuan-tujuan
tertentu. Hasil akhir dari proses kemudian
menimbulkan nilai kemampuan atau kegunaan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
sebagian besar masyarakat melakukan pencarian
informasi di rumah, meskipun adapula sebagian kecil
lainnya yang mencari informasi melalui pusat
layanan informasi dan warung internet.
Kecenderungan masyarakat memperoleh informasi
di rumah, dikarenakan sebagian besar masyarakat
lebih dominan memperoleh informasi melalui media
televise daripada media-media lainnya. Sebagian
masyarakat menggunakan antena parabola untuk bisa
menonton televisi, namun sebagian lainnya
berlangganan TV kabel, sehingga masyarakat
membutuhkan biaya untuk berlangganan setiap bulan
agar dapat menonton televisi di rumah.
Hanya saja yang menjadi hambatan bagi
responden Kabupaten Barito Kuala dan Responden
Hulu Sungai Utara adalah waktu yang terbatas, hal
tersebut dapat dimaklumi karena sebagian besar
masyarakat berprofesi sebagai petani lebih banyak
menghabiskan waktu sehari-hari untuk bekerja di
sawah dan kebun di luar rumah, sedangkan waktu
untuk menonton televisi terbatas setelah pulang kerja
pada sore hari atau pada malam hari dengan durasi <
2 jam setiap harinya. Di samping itu masyarakat juga
kesulitan untuk memperoleh informasi melalui
media-media tertentu seperti koran, majalah, dan
media cetak lainnya, media tersebut sulit didapatkan
karena lokasi desa-desa yang cukup jauh dari
perkotaan. Hal tersebut sesuai dengan apa yang
pernah disampaikan oleh Wilson bahwa dalam usaha
menemukan informasi, pencari informasi
menghadapi hambatan (barriers) sebagai variabel
perantara (intervening variable), hambatan tersebut
kemungkinan akan mempengaruhi pandangan
seseorang terhadap resiko dan imbalan yang akan
diperoleh jika ia benar-benar melakukan pencarian
informasi. Resiko yang dimaksudkan yang dihadapi
untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
diantaranya biaya, kemudahan akses, waktu, untuk
memperoleh informasi yang dibutuhkan.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Informasi dasar yang paling menarik perhatian
dan yang paling dibutuhkan responden di daerah
tertinggal Kabupaten Barito Kuala dan Hulu Sungai
Utara Kalimantan Selatan adalah informasi
Kecenderungan Masyarakat Desa Tertinggal Terhadap… Hendrawati
85
kesehatan, pendidikan, dan pangan yang sesuai
dengan kebutuhan nyata di daerah penduduk desa
tertinggal ini. Umumnya pendapatan penduduk di
desa tertinggal yang diteliti masih berada di bawah
garis kemiskinan, jangankan untuk memiliki media
baru, untuk mencukupi kehidupan sehari-hari saja
sulit bagi penduduk di desa tertinggal.
Perilaku pencarian informasi oleh responden di
daerah tertinggal Kabupaten Barito Kuala dan
Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan
umumnya melalui saluran televisi, melalui anggota
keluarga dan teman. Sekalipun dengan waktu yang
terbatas dengan durasi 2 jam setiap hari menonton
TV, karena profesi sebagai petani di sawah dan
kebun di luar rumah menghabiskan waktu seharian.
B. Saran
1. Kepada pemerintah, masyarakat desa tertinggal
mengharapkan sosialisasi langsung dan
pembinaan dalam bentuk nyata.
2. Kepada pemerintah daerah setempat perlu
perbaikan sarana dan prasarana sekolah,
kesehatan infrastruktur jalan setapak agar bisa
dilalui mobil ambulance dan taxi menuju kota.
3. Kepada pemerintah daerah setempat atau stake
holder dan dinas-dinas terkait yang
berkompeten agar menyediakan kebutuhan
masyarakat di bidang pertanian seperti bibit,
pupuk, pestisida dan alat-alat pertanian.
Sedangkan untuk kebutuhan informasi perlu
adanya siaran di televisi yang memuat
informasi-informasi pertanian.
DAFTAR PUSTAKA
Maharani, A.. (2015). Penyakit Kulit.
Yogyakarta: Pustaka Baru.
Bappenas. (1994). Masyarakat Terasing.
Jakarta: Aditya Media
Fiske, J. (1990). Cultural & Communication
Studies. Bandung: Jalasutra
Godbold, N. (2006). Beyond Information
Seeking: Towards A General Model Of
Information Behavior. <available at>
http://informationr.net/ir/11-
4/paper269.html. <accessed> 3 maret
2015
Griffin, E. (1991). A First Look at
Communication Theory. Sixth Edition.
New York: McGraw- Hill International
Edition
Koentjaraningrat. (1990). Metode-Metode
Penelitian Masyarakat. Jakarta : Pustaka
Jaya
Rakhmat, J. (2005). Metode Penelitian
Komunikasi. Cetakan keduabelas.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Rakhmat, J. (2005). Psikologi Komunikasi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sastrawidjaya. (2002). Nelayan Nusantara.
Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk
Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.
Satria. (2002). Pengantar Sosiologi Masyarakat
Pesisir, Jakarta: Cidesindo
Saverin, W.J. & Tankard, J.W. (2007). Teori
Komunikasi: Sejarah, Metode, dan
Jurnal Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan Vol. 20 No.1 Oktober 2016: 69-86
86
Terapan di Dalam Media Massa. Jakarta:
Kencana
Tan, A. (1981). Mass Communication: Theories
and Research. Grid Publishing, Inc.
Wilson. T. D. & Wanghsh. (1981). On User
Studies And Information Needs. Journal
of Documentation, Vol. 37 No. 1, pp. 3-15.