27
KONSEP DAN TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Oleh:
Nida Fatmah Wahidah1 dan Munawwaroh
2
[email protected], [email protected]
Abstract
This research is motivated by many kinds of education in the world, with
various ideological styles that each one believes. Different ideologies, of
course, will have different concepts and goals to be achieved. As for Islam, as
a religion that also has a perspective on education.
Islamic education research results guide, direct, and educate someone to
understand and study the teachings of Islam. It is expected that they have
intelligence (IQ), intelligence intelligence (EQ) and have Spiritual intelligence
(SQ) to provide life for the success of the world and the hereafter, so that they
can return to Him as a complete human being.
Abstrak
Penelitian ini dilatarbelakangi banyak ragam pendidikan di dunia, dengan
berbagai corak ideologi yang diyakinya masing-masing. Berbeda ideologi tentu
akan berbeda konsep dan tujuan yang hendak dicapai. Adapun Islam, sebagai
suatu agama yang juga memiliki cara pandang tersendiri mengenai pendidikan.
Hasil Penelitian pendidikan Islam membimbing, mengarahkan, dan
mendidik seseorang untuk memahami dan mempelajari ajaran agama Islam.
Diharapkan mereka memiliki kecerdasan berpikir (IQ), kecerdasan emosional
(EQ) dan memiliki kecerdasan Spiritual (SQ) untuk bekal hidup menuju
kesuksesan dunia dan akherat, sehingga dapat kembali ke pada-Nya sebagai
insan yang paripurna.
A. PENDAHULUAN
Islam merupakan sebuah sistem yang memberikan solusi terhadap pelbagai
masalah yang dihadapi manusia. Setiap solusi yang disajikan Islam secara pasti selaras
dengan fitrah manusia. Dalam konteks pendidikan, Islam telah menentukan bahwa
pemimpinlahdalam hal ini dieksekusi oleh kebijakan negara yang berkewajiban untuk
mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan dan
1 Mahasiswa Pasca UIN SGD Bandung 2 Mahasiswa Pasca UIN SGD Bandung
28
mengupayakan agar pendidikan tersebut dapat diakses oleh seluruh kalangan
masyarakat.
Berbicara mengenai Islam tentu tidak dapat terlepas dari sumber sakralnya
Alquran dan hadist di mana keduanya merupakan pedoman bagi umat Islam yang jika
kita ingin berada di jalan lurus maka tidak boleh untuk meninggalkannya. Alquran dan
hadis merupakan dua hal yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw., untuk umat manusia
yang mana kita tidak bisa berpegang pada hanya salah satu di antara keduanya.
Sebagaimana sabda Rasulullah: Kutinggalkan untukmu dua perkara, tidaklah kamu
sesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada kedunya, yaitu
Kitabullah (Alquran) dan sunnah Rasulnya (hadis).” (H.R Al-Hakim).
Hari ini kita dapat menyaksikan betapa banyak ragam pendidikan di dunia,
dengan berbagai corak ideologi yang diyakinya masing-masing. Berbeda ideologi tentu
akan berbeda konsep dan tujuan yang hendak dicapai. Pendidikan modern di negara-
negara Barat misalnya, begitu mengedepankan rasionalitas dan empiris sebab mereka
hanya mengakui segala hal yang dapat dipikir/diolah oleh otak sekaligus dapat dicerna
oleh indra. Memang, dengan hal tersebut mereka akhirnya dapat menghasilkan
kemajuan yang begitu pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun di sisi lain,
karena mengabaikan hal yang gaib, sesuatu yang diakui eksistensinya oleh Islam yang
dalam bentuk tertingginya adalah pengakuan kepada Yang Esa, maka seringkali hasil
ilmu pengetahuannya malah berdampak negatif terhadap umat manusia. Kita dapat
melihatnya hari ini, seperti banyak manusia yang mengalami kekosongan batin yang
menyebabkan dirinya stres sehingga melakukan tindakan kriminal, terciptanya
teknologi pemusnah masal, hingga soal krisis alam.
Adapun Islam, sebagai suatu agama yang juga memiliki cara pandang tersendiri
mengenai pendidikan, sedikit banyak memiliki perbedaan dengan konsep pendidikan
yang dimiliki oleh negara-negara Barat modern hari ini. Alquran dan hadis, dua sumber
sakral dalam Islam, dijadikan sebagai panduan utama para ulama dan cendekiawan
dalam merumuskan sistem pendidikan Islam.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji soal
pendidikan Islam dengan judul “Pengertian dan Tujuan Pendidikan Islam.”
29
B. PEMBAHASAN
Pengertian Pendidikan
Secara bahasa pendidikan berasal dari kata didik, yang artinya bina. Kata tersebut
kemudian mendapat awalan pen- dan akhiran –an yang maknanya sifat dari perbuatan
membina atau melatih, atau mengajar dan mendidik itu sendiri. Oleh karena itu,
pendidikan merupakan pembinaan, pelatihan, pengajaran, dan semua hal yang
merupakan bagian dari usaha manusia untuk meningkatkan kecerdasan keterampilannya
(Hasan, 2009 : 53).
Masih secara bahasa namun ditelusuri secara historis, Teguh (2011: 62)
mengutarakan bahwa kata pendidikan yang sering kita gunakan ini awalnya berasal dari
kata pedagogi (Paedagogie, Bahasa Latin) yang berarti pendidikan. Kata pedagogia
(Paedagogik) berarti ilmu pendidikan yang berasal dari bahasa Yunani. Pedagogia
terdiri dari dua kata, yaitu paedos (anak) dan agoge berarti “saya membimbing”,
“memimpin anak”. Sedangkan, paedagogos ialah seorang pelayan atau pemuda pada
zaman Yunani Kuno yang pekerjaanya mengantar dan menjmput anak-anak (siswa) ke
dan dari sekolah.
Adapun secara istilah, beragam pandangan akan disampaikan di sini. Hasan
(2009: 53) misalnya, mengungkapkan bahwa pendidikan adalah segala perbuatan atau
usaha pembinaan, pembentukan, pengarahan, pencerdasan, pelatihan yang ditujukan
kepada semua anak didik secara formal maupun non formal dengan tujuan membentuk
anak didik yang cerdas, berkepribadian, memiliki keterampilan atau keahlian tertentu
sebagai bekal kehidupannya di masyarakat.
Agak mirip dengan pendapat di atas, Ensiklopedia Pendidikan memaparkan
bahwa pendidikan adalah segala upaya dari generasi tua untuk memberikan
pengetahuan, pengalamannya, kecakapan, dan keterampilannya kepada generasi di
bawahnya dalam rangka menyiapkan mereka agar dapat memenuhi fungsi hidupnya,
baik dari segi jasmaniah maupun ruhaninya (Teguh, 2011:62).
Pendapat lain, dengan bentuknya yang lebih luas, diutarakan oleh Tafsir (2010:
33). Dia menyebutkan bahwa pendidikan ialah usaha membantu manusia menjadi
manusia. Maksudnya, manusia perlu dibantu agar ia berhasil menjadi manusia.
30
Seseorang dapat dikatakan telah menjadi manusia bila telah memiliki nilai (sifat)
kemanusiaan.
Senada dengan pandangan di atas, Zuhairini (2008: 149) menyatakan bahwa
pendidikan adalah suatu aktivitas untuk mengembangkan seluruh aspek kehidupan
manusia yang berjalan seumur hidup. Dengan kata lain, pendidikan tidak hanya
berlangsung di dalam kelas, tetapi berlangsung pula di luar kelas. Selain itu pendidikan
bukan hanya bersifat formal, tetapi juga informal dan non formal. Secara substansial,
Pendidikan tidak sebatas pengembangan intelektual manusia, artinya tidak hanya
meningkatkan kecerdasan, melainkan mengemban seluruh aspek kepribadian manusia.
Pendidikan merupakan sarana utama untuk mengembangkan seluruh kepribadian
manusia.
Berdasarkan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
merupakan usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terencana (bertahap)
dalam meningkatkan kualitas diri peserta didik dalam segala aspek menuju terbentuknya
kepribadian yang paripurna dengan menggunakan media dan metode yang tepat guna
sehingga mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.
Pendidikan Islam dalam Alquran
Dalam Alquran, terdapat beberapa istilah yang biasanya dikaitkan dengan arti
pendidikan, salah satunya adalah tarbiyah, kata ini sering dipakai untuk istilah
pendidikan dalam Bahasa Arab.
Hasan Langgulung (2000: 3), seorang pakar pendidikan dan psikologi
mengungkapkan bahwa dalam Bahasa Arab ada beberapa istilah yang biasa
dipergunakan dalam pengertian pendidikan, biasa dipergunakan yang pertama adalah
ta‟lim seperti dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 31. Kemudian ada juga kata
tarbiyah dipergunakan untuk pendidikan yang terdapat dalam surat Bani Israil ayat 24.
Dan yang selanjutnya adalah ta‟dib yang dipakai seperti pada hadis-hadis Rasulullah.
Demikian juga halnya, menurut Nata dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam (2010: 7)
dijelaskan bahwa selama ini buku-buku ilmu pendidikan Islam telah memperkenalkan
paling kurang tiga kata yang berhubungan dengan Pendidikan Islam, yaitu al-tarbiyah,
al-ta‟lim, dan al-ta‟dib.
31
Sedangkan Zuhairini dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam (2008)
menjelaskan bahwa kata “pendidikan”, dengan kata kerja: “rabba”. Kata “pengajaran”
dalam Bahasa Arabnya adalah “ta‟lim” dengan kata kerjanya “allama”. Pendidikan dan
pengajaran dalam Bahasa Arabnya: tarbiyah wa ta‟lim sedangkan “Pendidikan Islam”
dalam bahasa Arabnya adalah “Tarbiyah Islamiyah”.
Pada bagian berikutnya akan dipaparkan apa saja istilah-istilah pendidikan dalam
Alquran serta bagaimana nanti kesimpulan yang dapat ditarik dari beberapa istilah
tersebut menjadi satu kesatuan yang menyeluruh.
a. Tarbiyyah
Tarbiyah berasal dari kata rabaa, yarbu, tarbiyatan, yang memiliki makna tambah
(zad) dan berkembang (numu). Selanjutnya, kata tarbiyah menurut Nata (2010: 7)
berasal dari kata rabba, yarubbu, rabban yang berarti mengasuh, memimpin, mengasuh
(anak). Pengertian ini misalnya terdapat dalam surat ar-Rum (30) ayat 39. Berdasarkan
ayat tersebut, maka al-tarbiyah dapat berarti proses menumbuhkan danmengembangkan
apa yang ada pada diri peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.
Setidaknya terdapat beberapa ayat Alquran yang menggunakan kata rabb sebagai
akar kata dari tarbiyah, seperti al-Fatihah ayat 2. Kata rabbi dalam ayat ini menurut al-
Maragi (1993: 36) dalam tafsir al-Maragi diartikan sebagai yang memelihara. Pendapat
yang serupa juga diungkapkan oleh as-Sa‟di yang mengatakan bahwa arti dari rabbi al-
„alamin adalah sang pemelihara alam. Sedangkan Sayyid Al-Quthb (2000: 27) seorang
mufasir besar asal Mesir mengemukakan bahwa arti rabb berarti yang berkuasa, yang
memberlakukan/yang bertindak.
Benarlah pendapat Syed Naquib Al-Atas jika berpedoman pada ayat di atas, ia
mengatakan bahwa jika pendidikan menggunakan kata tarbiyah yang dalam hal ini
diwakili oleh rabb. Maka cakupan objek atau yang dipelihara akan sangat luas. Tidak
hanya mencakup manusia, namun juga termasuk hewan dan makhluk selain manusia.
Hal ini terwakili dengan al-„alamin, yang artinya alam semesta dan tidak menggunakan
redaksi hanya manusia. Namun, nanti pada surat berikutnya akan terlihat bahwa kata
rabb juga disandarkan kepada manusia, artinya tidak semua kata rabb disandarkan
kepada al-„alamin (alam semesta) sehingga hemat penulis masih dapat dipertahankan
kata tarbiyah sebagai istilah pendidikan dalam Islam.
32
Jadi kata rabbi di atas menurut penulis arti rabbi lebih mengarah kepada Yang
Memelihara dan Membina. Kemudian, diperjelas dengan surat lain, yakni ayat yang
berbunyi sebagai berikut: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku (rabbi), kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku (rabbayāni) waktu kecil.”
(QS. Al-Isra [17]: 24)
Sebelumnya, ayat 23 pada surat yang sama membahas mengenai akhlak seorang
anak terhadap kedua orang tua. Yang intinya adalah jangan sekali-kali mengatakan ah
apalagi sampai membentak kedua orang tua. Quraish Shihab mengartikan kata rabba
diartikan sebagai mendidikku diwaktu kecil. Inti dari ayat diatas menurut kebanyakan
mufasir adalah anjuran untuk mendoakan kedua orang tua karena keduanya telah
mendidik, membina dan mengasihi sang anak di waktu kecil.
Kemudian, mufasir lain mengatakan bahwa kasih sayang dan kelelahan orang tua
adalah mendidik (Al-Qurthubi, 2008: 608). Untuk itu sang anak akan senantiasa tahu
dan untuk kemudian mendoakannya disebabkan pendidikan yang telah ia dapatkan dari
kedua orang tua. Pada intinya Pendapat Al-Qurthubi dan Quraish Shihab sepakat
mengenai do‟a kebaikan kedua orang tua dan ayat ini menuntun agar anak mendo‟akan
kedua orang tuanya.
Kesimpulannya, ayat di atas membicarakan mengenai pendidikan yang seorang
dapatkan di waktu kecil. Kata rabba yang diartikan sebagai pendidikan yang
dianalogikan sebagai pendidikan yang orang tua berikan kepada anaknya. Sehingga
dapat diambil suatu penjelasan bahwa pendidikan yang dilakukan oleh orang tua tidak
hanya bersifat transfer ilmu, tapi lebih dari itu mencakup semua aspek, dari mulai
aqidah, akhlak dan sebagainya akan didapatkan oleh sang anak.
Selanjutnya, pengertian tarbiyah diungkapkan oleh Jalal (1988: 28) yang
mengatakan bahwa tarbiyah adalah proses persiapan dan pengasuhan pada fase pertama
pertumbuhan manusia, pada masa bayi dan kanak-kanak. Kemudian dilengkapi oleh
Wajidi Sayadi (2009: 11) mengatakan bahwa tarbiyah adalah pertumbuhan agar menjadi
besar (lebih maju) sehingga dapat memperbaiki memelihara dan menuntut ke arah yang
lebih baik dan sukses.
33
Setali dengan pandangan di atas, Dedeng Rosidin (2003) dalam bukunya Akar
Pendidikan dalam Alquran dan Hadis menjelaskan beberapa definisi tentang tarbiyah,
namun di sini penulis hanya memaparkan mengenai tarbiyah yang membahas mengenai
pengertiannya saja. Di antara pendapatnya adalah sebagai berikut: (a) tarbiyah adalah
proses pengembangan dan bimbingan. Jasad, akal dan jiwa yang dilakukan secara
berkelanjutan sehingga anak didik bisa dewasa dan mandiri untuk hidup di tengah
masyarakat, (b) tarbiyah adalah kegiatan yang disertai dengan penuh kasih sayang,
kelembutan hati, perhatian, bijak dan menyenangkan, (c) tarbiyah yaitu mendidik anak
melalui penyampaian ilmu, menggunakan metode yang mudah diterima sehingga ia
dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, (d) tarbiyah adalah suatu kegiatan
yang mencakup pengembangan, pemeliharaan, penjagaan, pengurusan, penyampaian
ilmu, pemberian petunjuk, pemberian bimbingan, penyempurnaan dan perasaan
memiliki terhadap anak.
b. Ta’lim
Ayat-ayat yang membicarakan ta‟lim diantaranya adalah surat Al-Alaq ayat 4-5,
al-Kahfi ayat 65, al-Baqarah ayat 31 dan 151.
Berikut untuk surat al-Alaq yang artinya: “Dia mengajar kepada (allama)
manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-alaq [96]:5). Dalam hal ini, al-Maragi
(1986: 347) dalam tafsirnya berpendapat bahwa sesungguhnya Allah mengajarkan
berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia, sehingga manusia berbeda dengan
makhluk ciptaan lainnya. Sedangkan Quraish Shihab (2002: 464) menjelaskan bahwa
ayat 4 dan 5 surat al-Alaq terdapat dua cara yang ditempuh Allah dalam mengajar
manusia. Pertama melalui pena (tulisan) yang harus dikaji dan dibaca oleh manusia dan
yang kedua adalah melalui pengajaran secara langsung tanpa alat atau dikenal dengan
istilah ilmu laduni.
Sedangkan, dalam ayat lain, Allah berfirman yang artinya: “Sebagaimana (kami
telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul
di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu
dan mengajarkan kepadamu (yu‟allikum) Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan
kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah [2[: 151).
34
Allah mengajarkan bagaimana cara membaca Alquran, nabi juga menjelaskan
kepada kalian masalah yang masih samar di dalam Alquran (al-Maragi, 1992: 29). Pada
intinya, ayat-ayat yang berhubungan dengan ta‟lim bercerita tentang pengajaran akan
suatu ilmu. Allah terhadap nabi-Nya melalui ta‟lim, sehingga dari yang asalnya tidak
mengetahui menjadi tahu. Hal ini bermanfaat untuk menjalani kehidupan di dunia
karena manusia sebagai khalifah di bumi yang dituntut untuk bisa merawat, dan
memimpin di muka bumi.
Ta‟lim secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari „alama-yu‟alimu-ta‟liman).
Salah satu arti dari masdar tersebut adalah pencapaian pengetahuan yang sebenarnya
dan menjadikan orang yang tidak tahu menjadi tahu (Sayadi, 2009: 12).
Seperti halnya tarbiyah, Dedeng Rosidin (2003: 109) juga menjelaskan mengenai
makna ta‟lim diantaranya adalah sebagai berikut: (a) ta‟lim adalah proses
pemberitahuan sesuatu dengan berulang-ulang dan sering sehingga muta‟alim (siswa)
dapat mempersepsikan maknanya dan berbekas pada dirinya, (b) ta‟lim merupakan
kegiatan yang dilakukkan oleh mu‟allim tidak hanya sekedar penyampaian materi,
melainkan disertai dengan penjelasan isi, makna dan maksudnya sehingga muta‟allim
menjadi paham, terjaga dan terhindar dari kekeliruan, kesalahan, dan kebodohan, (c)
ta‟lim adalah pembinaan intelektual, pemberian ilmu yang mendorong amal yang
bermanfaat sehingga muta‟allim jadi suri tauladan dalam perkataan dan perbuatan.
c. Tazkiyah
Menurut Ismail (2010: 21-23) secara etimologi tazkiyaħ merupakan fi‟il tsulatsi
“zakaa – yazkuu” yang bermakna sekitar: “tumbuh, bertambah, berkah, suci, patut dan
pujian baik.” Tazkiyah berasal dari kata zakkā yang berarti suci, bersih, tumbuh dan
berkembang berdasarkan berkah dari Allah.
Kata Syaikh Muhammad al- Ghazali, kata tazkiyah maknanya dekat dan
menunjukkan tarbiyah. Bahkan keduanya hampir sama dalam memperbaiki nafs (diri),
mendidik tabiat, dan menguatkan manusia kepada derajat yang tertinggi (Sayadi:2009,
13). Berkaitan dengan tazkiyah, banyak ayat yang membicarakannya. Beberapa ayat
yang membicarakan tazkiyah adalah surat an-Nur ayat 21, surat at-Taubah ayat 103,
serta asy-Syams ayat 9. Makna yang terkandung dalam beberapa ayat tersebut adalah
35
penyucian, perbaikan dan segala perbuatan yang membawa kepada keberkahan,
pertambahan dalam segala hal dan pujian baik.
Pertama adalah kata zakkāhā dalam surat as-Syams ayat 9 diartikan sebagai “yang
mensucikan diri dari noda dosa” di mana disebutkan bahwa orang yang dapat
mensucikan diri tergolong orang yang beruntung (Shihab, 2002: 347). Kemudian,
tazkiyah juga diungkapkan dalam surat al-Baqarah ayat 129 yang berkisah, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Quraish Shihab (2002: 390), tentang doa nabi Ibrahim dan
Ismail di pinggir kota Ka‟bah untuk memohon utusan-Nya dari keturunannya, tepatnya
keturunan Nabi Ismail. Doa ini beliau mulai dengan kehadiran rasul yang
menyampaikan tuntunan Allah, yakni membacakan Alquran, selanjutnya mengajarkan
makna dan pesan-pesannya, untuk kemudian pengetahuan tersebut melahirkan kesucian
jiwa. Oleh karena ini, dalam ayat tersebut ditekankan bahwa tujuan dari semuanya
adalah untuk menghasilkan kesucian jiwa, berakhlak mulia dan jauh dari sifat-sifat
tercela.
Kedua adalah kata yuzakkīhim dalam surat al-Baqarah 129 berkaitan erat dengan
kebersihan atau kesucian jiwa. Bahkan istilah tazkiyah sendiri lebih akrab di dunia
tasawuf tazkiyatun an-nafs daripada di wilayah pendidikan. Dari beberapa ayat di atas
dan masih banyak lagi ayat yang berbicara mengenai tazkiyah, semuanya membicarakan
mengenai kesucian jiwa yang sebagiannya lagi sebagai tujuan dari proses pendidikan
atau pembelajaran.
d. Tadris
Menurut Dedeng Rosidin (2003: 125), Kata at-tadris adalah bentuk mashdar dari
darrasa yang menunjukkan makna bacaan yang dibacakan dengan sering, berulang-
ulang sehingga dihafal. Dalam pemakaian selanjutnya diartikan pengajaran. Ism fā‟il
dari darrasa adalah mudarrisun orang yang membacakan tulisan, kitab, atau sesuatu
dengan berulang-kali sehingga berbekas pada diri siswa. Dalam Alquran, terdapat
bentul fi‟il mujarrad dari darrasa (masdar dari at-tadris) yaitu darasa. Disebut sebanyak
6 kali dalam 6 ayat di 5 surat (Dedeng, 2003: 125). Di antaranya yaitu terdapat dalam
surat al-An‟am ayat 105, al-a‟raf ayat 169, ali-Imran ayat 79, al-Qalam ayat 37, Saba‟
ayat 44 dan al-An‟am ayat 156.
36
Surat al-An‟am ayat 105 mengatakan bahwa maksud tadris pada ayat tersebut
adalah mengulang-ulang, sedangkan pada surat al-A‟raf ayat 169 mengandung arti
bahwa tadris berkaitan dengan bahan ajar (materi), dalam ayat tersebut dikatakan materi
dalam kitab taurat yang mereka pelajari. Kemudian, surat Ali Imran ayat 79 masih sama
dengan sebelumnya, yakni mengandung arti mempelajari suatu materi atau isi
kandungan. Seperti halnya surat selanjutnya, surat al-Qalam ayat 37 mengandung arti
membaca atau mempelajari. Sampai surat ke-5, surat Saba‟ ayat 44 dan yang ke-6, surat
al-An‟am ayat 156 yang dapat diartikan sebagai membaca/mempelajari sesuatu.
Dedeng Rosidin (2003: 144) yang memberikan pengertian tadris. Di antaranya
adalah sebagai berikut: (a) suatu bentuk kegiatan yang dilaksanakan oleh mudarris
untuk membacakan dan menyebutkan sesuatu kepada mutadarris (murid) dengan
berulang-ulang dan sering, (b) suatu upaya menjadikan atau membelajarkan murid
supaya mau membaca, mempelajari dan mengkaji sendiri.
Pendidikan Islam Menurut Pakar
Berdasarkan analisis beberapa penggunaan kata pendidikan di dalam Alquran,
seperti yang diuraikan sebelumnya, maka beberapa pakar kemudian merumuskan apa
itu pendidikan Islam. Salah satu dari mereka adalah Zakiah Darajat. Dia mengatakan
bahwa pendidikan Islam dapat didefinisikan sebagai suatu usaha untuk membina dan
mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara
menyeluruh. Lalu menghayati tujuan dan yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta
menjadikan Islam sebagai pandangan hidup (Umiarso & Zamrani, 2011: 90).
Sejalan dengan pendapat di atas, Yusuf Qardhawi menyatakan bahwa pendidikan
Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal, dan hatinya, ruhani dan jasmaninya
serta akhlak dan keterampilannya. Pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup,
baik dalam keadaan aman maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapi
masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya (Umiarso & Zamrani, 2011: 90).
Mirip dengan pandangan Qardhawi dan Darajat, Endang Saifudin Anshari
memberikan definisi pendidikan Islam sebagai proses bimbingan (pimpinan, tuntunan,
dan usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan,
dan intuisi) dan raga objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat
37
perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai
dengan ajaran Islam (Umiarso & Zamrani, 2011: 90).
Adapun Arifin mendeskripsikan bahwa pendidikan Islam adalah suatu proses
sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh
hamba Allah (peserta didik) dengan berpedoman pada ajaran Islam (Umiarso &
Zamrani, 2011: 92).
Pandangan terakhir diungkapkan oleh Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf.
Mereka melihat bahwa pendidikan Isam adalah suatu pendidikan yang melatih perasaan
peserta didik dengan cara begitu rupa sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan,
dan pendekatan mereka terhadap segala jenis pemberitahuan mereka dipengaruhi sekali
oleh nilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam (Umiarso & Zamrani, 2011:92).
Dari perlbagai pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai definisi
pendidikan Islam dapat disimpulkan bahwa pendidikan Islam adalah suatu sistem
pembelajaran di mana bukan akal fikiran kita saja yang diberikan ilmu pengetahuan
akan tetapi hati kita juga diberikan pembelajaran sehingga menghasilkan pribadi yang
paripurna (insan kamil).
Tujuan Pendidikan Islam
Darajat (2000: 29) membagi tujuan pendidikan Islam menjadi dua ruang lingkup,
tujuan umum dan akhir. Berkenaan dengan tujuan umum pendidikan Islam, Darajat
mengutarakan bahwa tujuan tersebut perlu dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional
di suatu negara tempat pendidikan Islam tersebut dilaksanakan dan harus dikaitkan pula
dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tersebut.
Adapun mengenai tujuan akhir dari pendidikan Islam berlangsung selama manusia
hidup dengan output penyeraan diri kepada Allah.
Mengenai tujuan akhir ini, Arifin (2009: 115) menyebutkan bahwa tujuan akhir
pendidikan Islam mengandung nilai-nilai islami dalam segala aspeknya, yaitu dalam
aspek normatif, fungsional, dan operasional maka upaya pencapaiannya pun tidak
mudah, bahkan sangat kompleks dan mengandung resiko mental-spiritual yang secara
psikologis memerlukan sistem pengarahan yang konsisten dan berkesinambungan.
Maksud dari normatif di sini ialah suatu tujuan harus dicapai berdasarkan kaidah-kaidah
yang mampu mengkristalisasikan nilai-nilai yang hendak diinternalisasikan. Adapun
38
fungsional, tujuan bersasaran pada kemampuan anak didik untuk memfungsikan daya
kognitif, afektif, dan psikomotor dari hasil pendidikan yang diperoleh sesuai yang
ditetapkan. Terakhir, aspek tujuan operasional mempunyai sasaran teknis manajerial
yang meliputi tujuan umum yang bersasaran pada pencapaian kemampuan secara
optimal yang menyeluruh sesuai nilai ideal yang diinginkan.
Tujuan pendidikan Islam, tidak sekedar aspek duniawi (konkrit) saja tetapi juga
aspek ukhrawi (abstrak) dan fungsional, maka dalam kajian ini penulis membagi
menjadi dua bagian, yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan Islam yang
masing-masing saling terkait dan fungsional.
Pakar-pakar pendidikan Islam, seperti Al-Abrasy mengelompokkan tujuan umum
pendidikan Islam menjadi lima bagian, yaitu:
a. Membentuk akhlak yang mulia. Tujuan ini telah disepakati oleh orang-orang
Islam bahwa inti dari pendidikan Islam adalah mencapai akhlak yang mulia,
sebagaimana
misi kerasulan Muhammad SAW;
b. Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan dunia dan akhirat;
c. Mempersiapkan peserta didik dalam dunia usaha (mencari rizki) yang
profesional;
d. Menumbuhkan semangat ilmiah kepada peserta didik untuk selalu belajar dan
mengkaji ilmu;
e. Mempersiapkan peserta didik yang profesional dalam bidang teknik dan
pertukangan. (al-Abrasy, 1969)
Al-Jammali, merumuskan tujuan umum pendidikan Islam dari Al-Qur`an kedalam
empat bagian, yaitu:
a) Mengenalkan peserta didik posisinya diantara makhluk ciptaan Tuhan serta
tanggungjawabnya dalam hidup ini;
b) Mengenalkan kepada peserta didik sebagai makhluk sosial serta
tanggungjawabnya
terhadap masyarakat dalam kondisi dan sistem yang berlaku;
39
c) Mengenalkan kepada peserta didik tentang alam semesta dan segala isinya.
Memberikan pemahaman akan penciptaanya serta bagaimana cara mengolah
dan memanfaatkan alam tersebut;
d) Mengenalkan kepada peserta didik tentang keberadaan alam maya
(ghaib).(Al-jammali,1967).
Bashori Muchsin dan Moh. Sultthon, menegaskan lagi bahwa tujuan-tujuan umum
pendidikan Islam itu harus sejajar dengan pandangan manusia, yaitu makhluk Allah
yang mulia dengan akalnya, perasaannya, lmunya dan kebudayaannya, pantas menjadi
khalifah di bumi. Tujuan umum ini meliputi pengertian, pemahaman, penghayatan, dan
ketrampilan berbuat. Karena itu ada tujuan umum untuk tingkat sekolah permulaan,
sekolah menengah,
sekolah lanjutan, dan dan perguruan tinggi,; dan ada juga untuk sekolah umum, sekolah
kejuruan, lembaga-lembaga pendidikan dan sebagainya. (Muchsin, 2010:13-14).
Di samping tujuan-tujuan tersebut, ada delapan macam tujuan khas/khusus dalam
pendidikan Islam, yaitu:
1) Memperkenalkan kepada peserta didik tentang aqidah Islam, dasar-dasar
agama, tatacara beribadat dengan benar ysng bersumber dari syari‟at islam.
2) Menumbuhkan kesadaran yang benar kepada peserta didik terhadap agama
termasuk prinsip-prinsiup dan dasar-dasar akhlak yang mulia.;
3) Menanamkan keimanan kepada Allah pencipta Alam, malaikat, rasul, dan
kitab kitabnhya;
4) Menumbuhkan minat peserta didik untuk menambah ilmu pengetahuan
tentang adab,
pengetahuan keagamaan, dan hukum-hukum Islam dan upaya untuk
mengamalkan dengan penuh suka rela;
5) Menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada Al-Qur`an; membaca,
memahami,
dan mengamalkannya;
6) Menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan Islam;
7) Menumbuhkan rasa rela, optimis, percaya diri, dan bertanggung jawab;
40
8) Mendidik naluri, motivasi, dan keinginan generasi muda dan membentenginya
dengan aqidah dan nilai-nilai kesopanan.
Dari beberpa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa tujan pendidikan islam
adalah salah satu usaha untuk membimbing manusia supaya menjadi hamba Allah yang
taat sebagai makhluk kepada kholiq-Nya, dan menjadi manusia yang berakhlaq mulia
diantara sesamanya yang berguna untuk diri dan alam sekitarnya, sehinga dapat kembali
ke pada-Nya sebagai insan yang paripurna.
Komponen Pendidikan Islam
Komponen merupakan bagian dari suatu sistem yang memiliki peran dalam
keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem. Komponen
pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang menentukan
berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan dapat diakatan
bahwa untuk berlangsungnya proses pendidikan diperlukan keberadaan komponen-
komponen tersebut. berbagai komponen atau aspek tersebut antara lain:
a. Pendidik
Dalam kamus bahasa indonesia dinyatakan bahwa pendidik adalah orang yang
mendidik. Dalam pengertian yang lazim digunakan, pendidik adalah orang dewasa yang
bertanggung jawab memberikan pertolongan kepada peserta didiknya dalam
perkembangan jasmani dan rohani, agar mencapai tingkat kedewasaan mampu mandiri
dalam melakukan tugas sebagai hamba dan kholifah Allah SWT.
Guru dalam konteks pendidikan Islam “pendidik” sering disebut dengan murabbi,
mu‟allim, mu‟addib, mudarris, dan mursyid. menurut peristilahan yang dipakai dalam
pendidikan dalam konteks Islam, Kelima istilah ini mempunyai tempat tersendiri dan
mempunyai tugas masing-masing.
Murabbi adalah: orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu
berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak
menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya.
Mu‟allim adalah: orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya
serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis dan
praktisnya, sekaligus melakukan transfer ilmu pengetahuan, internalisasi serta
implementasi.
41
Mu‟addib adalah: orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggungjawab dalam membangun peradaban yang berkualitas di masa depan.
Mudarris adalah: orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta
memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha
mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan mereka, serta melatih
keterampilan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.
Mursyid adalah: orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri
atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta didiknya.
Nabi Muhammad SAW juga memposisikan pendidik di tempat yang mulia dan
terhormat. Beliau menegaskan bahwa ulama adalah pewaris para nabi, sementara makna
ulama adalah orang yang berilmu. Dalam perspektif pendidikan Islam, pendidik
termasuk ulama. Tegasnya, pendidik adalah pewaris para nabi. Hal ini beralasan
mengingat peran pendidik sangat menentukan dalam mendidik manusia untuk tetap
konsisten dan komitmen dalam menjalankan risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
Kemudian ada pula hadits yang menjelaskan bahwa kedudukan orang „alim itu lebih
unggul dibanding „abid. Juga hadits tentang pujian Nabi SAW terhadap orang yang
belajar ilmu Al-Qur‟an dan mengajarkannya kepada orang lain.
b. Peserta Didik
Peserta didik dalam pendidikan islam adalah individu yang sedang tumbuh dan
berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial dan religius. Peserta didik tidak hanya
melibatkan anak-anak tetapi juga orang dewasa. Sementara istilah anak didik hanya
dikhususkan bagi individu yang berusia kanak-kanak. Didalam ajaran islam terdapatt
berbagai istilah yang berkaitan dengan peserta didik antara lain tilmidz, thalib dan
muta‟allim. Perkembangan konsep pendidikan yang tidak hanya terbatas pada usia
sekolah saja memberikan konsekuensi pada pengertian peserta didik. Kalau dulu orang
mengasumsikan peserta didik terdiri dari anak-anak pada usia sekolah, maka sekarang
peserta didik dimungkinkan termasuk juga didalamnya orang dewasa.
Dilihat dari segi usia, peserta didik dapat dibagi menjadi lima tahapan antara lain:
a) Tahap Asuhan (Usia 0-2 Tahun) Atau Neonatus. Tahap ini dimulai dari
sejak kelahiran sampai kira-kira dua tahun. Pada tahap ini individu belum
42
mempunyai kesadaran dan daya intelektual. Ia hanya mampu menerima
rangsangan yang bersifat biologis dan psikoklogis melalui air susu ibunya.
b) Tahap Jasmani (Usia 2-12 Tahun). Tahap ini disebut sebagai tahap kanak-
kanak. Pada tahap ini anak mulai memiliki potensi biologis dan psikologis,
sehingga anak sudah mulai dapat dibina, dilatih, dibimbing, diberikan
pelajaran dan pendidikan yang disesuaikan dengan bakat, minat dan
kemampuannya.
c) Tahap Psikologis (Usia 12-20 Tahun). Tahap ini disebut juga fase tamyiz,
yaitu fase dimana anak mulai mampu membedakan antara yang baik dan yang
buruk, benar dan salah. Pada tahap ini seorang anak sudah dapat dibina,
dibimbing dan dididik untuk melaksanakan tugas-tugas dan tanggung jawab.
d) Tahap Dewasa (20-30 Tahun). Pada tahap ini seseorang tidak lagi disebut
anak-anak atau remaja, melainkan sudah disebut dewasa dalam arti yang
sesungguhnya, yakni kedewasaan secara biologis, sosial, psikologis religius
dan lain sebagainya. Pada fase ini mereka sudah memiliki kematangan dalam
bertindak, bersikap dan mengambil keputusan untuk menentukan masa
depannya.
e) Tahap Bijaksana (30 Sampai Akhir Hayat). Pada fase ini manusia telah
menemukan jati dirinya. Sehingga tindakannya sudah memiliki makna dan
mengandung kebijaksanaan yang mampu member naungan dan perlindungan
bagi orang lain. Pendidikan pada tahap ini dilakukan dengan cara mengajak
mereka agar maumengamalkan ilmu, ketrampilan, pengalaman dan harta
benda untuk kepentingan masyarakat.
c. Lingkungan Pendidikan
Lingkungan pendidikan meliputi segala segi kehidupan atau kebudayaan. Hal ini
didasarkan pada pendapat bahwa pendidikan sebagai gejala kebudayaan, yang tidak
membatasi pendidikan pada sekolah saja.
Lingkungan pendidikan merupakan lingkungan tempat berlangsungnya proses
pendidikan yang merupakan bagian dari lingkungan sosial. Lingkungan pendidikan
dibagi menjadi tiga yaitu: Lingkungan keluarga; Lingkungan sekolah Lingkungan
masyarakat.
43
d. Materi Pembelajaran
Materi pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan tujuan pendidikan. Isi
pendidikan berkaitan dengan tujuan pendidikan dan berkaitan dengan manusia ideal
yang dicita-citakan. Untuk mencapai manusia yang ideal yang berkembang keseluruhan
sosial, susila dan individu sebagai hakikat manusia perlu diisi dengan bahan pendidikan.
Dalam menentukan materi pembelajaran atau bahan ajar tidak lepas dari filsafat
dan teori pendidikan dikembangkan.
Dalam hal ini, materi pembelajaran disusun secara logis dan sistematis dalam
bentuk :
1) Teori; seperangkat konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling
berhubungan, yang menyajikan pendapat sistematik tentang gejala dengan
menspesifikasi hubungan – hubungan antara variabel-variabel dengan maksud
menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
2) Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh organisasi dari kekhususan-
kekhususan, merupakan definisi singkat dari sekelompok fakta atau gejala.
3) Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan hal-hal yang khusus, bersumber
dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam penelitian.
4) Prinsip; yaitu ide utama, pola skema yang ada dalam materi yang
mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
5) Prosedur; yaitu seri langkah-langkah yang berurutan dalam materi pelajaran
yang harus dilakukan peserta didik.
6) Fakta; sejumlah informasi khusus dalam materi yang dianggap penting, terdiri
dari terminologi, orang dan tempat serta kejadian.
7) Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru dan khusus yang diperkenalkan
dalam materi.
8) Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau proses yang bertujuan untuk
memperjelas suatu uraian atau pendapat.
9) Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau pengertian tentang suatu hal/kata
dalam garis besarnya.
10) Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran
dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
44
Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat progresivisme lebih
memperhatikan tentang kebutuhan, minat, dan kehidupan peserta didik. Oleh karena itu,
materi pembelajaran harus diambil dari dunia peserta didik dan oleh peserta didik itu
sendiri. Materi pembelajaran yang didasarkan pada filsafat konstruktivisme, materi
pembelajaran dikemas sedemikian rupa dalam bentuk tema-tema dan topik-topik yang
diangkat dari masalah-masalah sosial yang krusial, misalnya tentang ekonomi, sosial
bahkan tentang alam. Materi pembelajaran yang berlandaskan pada teknologi
pendidikan banyak diambil dari disiplin ilmu, tetapi telah diramu sedemikian rupa dan
diambil hal-hal yang esensialnya saja untuk mendukung penguasaan suatu kompetensi.
Materi pembelajaran atau kompetensi yang lebih luas dirinci menjadi bagian-bagian
atau sub-sub kompetensi yang lebih kecil dan obyektif.
e. Metode Pendidikan
Pendidikan Islam dalam pelaksanaannya membutuhkan metode yang tepat untuk
menghantarkan kegiatan kependidikannya kearah tujuan yang dicita-citakan. bagaimana
baik dan sempurnanya kurikulum pendidikan Islam, ia tidak akan berarti apa-apa,
manakala tidak memiliki metode atau cara yang tepat dalam mentransformasikannya
kepada peserta didik.
Adapun Metode yang digunakan oleh Dra. Hj. Nur Uhbiyati yang mengutip dari
Muhammad Qutb di dalam bukunya Minhajut Tarbiyah Islamiyah menyatakan bahwa
teknik metode pendidikan islam itu ada delapan macam yaitu:
1) Pendidikan Melalui Teladan yaitu: merupakan salah satu teknik pedidikan
yang efektif dan sukses.
2) Pendidikan Melalui Nasihat. Didalam jiwa terdapat pembawaan untuk
terpengaruh oleh kata-kata yang didengar, pembawaan itu biasanya tidak
tetap dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulang.
3) Pendidikan Melalui Hukuman. Apabila teladan dan nasehat tdak mempan,
maka letakanlah persoalan di tempat yang benar, tindakan tegas itu adalah
hikuman, hukuman sebenarnya tidak mutlak diperlukan , ada juga orang-
orang yang cukup dengan teladan dan nasehat saja.
45
4) Pendidikan Melalui Cerita. Cerita mempunyai daya tarik yang mennyentuh
perasaan manusia, sebab bagaimanapun cerita sudah merajut hati manusia
dan akan mempengaruh kehidupan mereka.
5) Pendidikan Melalui kebiasaan. Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam
kehidupan manusia karena itu menghemat banyak sekali kekuatan manusia
karena sudah kebiasaan yang mudah melekat dan spontan agar kekuatan itu
dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatn yang bermanfaat.
6) Menyalurkan Kekuatan. Teknik islam dalam membina manusia dan juga
dalam meperbaikinya adalah mengaktifkan kekuatan-kekuatan yang
tersimpan di dalam jiwa.
7) Mengisi Kekosongan. Apabila islam menyalurkan kekuatan tubuh dan jiwa
ketka sudah menumpuk dan tidak menyimpanya karena penuh resiko maka
islam sekaligus juga tidak senang kepada kekosongan .
8) Pendidikan Melalui Peristiwa-peristiwa. Hidup ini penuh perjuangan daan
merupakan pengalaman-pengalaman dengan berbagai peristiwa, baik yang
timbul karena tindakanya sendiri, maupun karena sebab-sebab diluar
kemampuanya, Guru yang baik tidak akan membiarkan peristiwa peristiwa
itu berlalu begitu saja tanpa di ambil menjadi pengalaman yang berharga, ia
mesti menggunakanya untuk membina, mengasuh dan mendidik jiwa, oleh
karena itu pengaruhnya tidak boleh hanya sebentar itu saja.
f. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum merupakan salah satu komponen yang sangat menentukan dalam suatu
sistem pendidikan, karena itu kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan
pendidikan dan sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pengajaran pada semua
jenis dan tingkat pendidikan.Setiap pendidik harus memahami perkembangan
kurikulum, karena merupakan suatu formulasi pedagogis yang paling penting dalam
konteks pendidikan, dalam kurikulum akan tergambar bagaimana usaha yang dilakukan
membantu siswa dalam mengembangkan potensinya berupa fisik, intelektual,
emosional, dan sosial keagamaan dan lain sebagainya.
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata manhaj yang berarti
jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk
46
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka. Selain itu, kurikulum
juga dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan
dilaksanakan untuk mencapai pendidikan. Ciri-ciri umum kurikulum pendidikan Islam
adalah sebagai berikut :
a) Agama dan akhlak merupakan tujuan utama. Segala yang diajarkan dan di
amalkan harus berdasarkan pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah serta ijtihad para
ulama.
b) Mempertahankan pengembangan dan bimbingan terhadap semua aspek
pribadi siswa dari segi intelektual, psikologi, sosial, dan spiritual.
c) Adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman serta
kegiatan pengajaran.
Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa sebagai inti dari ciri-ciri kurikulum
pendidikan Islam adalah kurikulum yang dapat memotivasi siswa untuk berakhlak atau
berbudi pekerti luhur, baik terhadap Tuhan, terhadap diri dan lingkungan sekitarnya.
C. KESIMPULAN
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut.
Pendidikan islam adalah usaha yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan terencana
(bertahap) dalam meningkatkan kualitas diri peserta didik dalam segala aspek menuju
terbentuknya kepribadian yang paripurna dengan menggunakan media dan metode yang
tepat guna sehingga mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang
setinggi-tingginya.
Sedangkan tujuan dari pendidikan Islam membimbing, mengarahkan, dan
mendidik seseorang untuk memahami dan mempelajari ajaran agama Islam. Diharapkan
mereka memiliki kecerdasan berpikir (IQ), kecerdasan emosional (EQ) dan memiliki
kecerdasan Spiritual (SQ) untuk bekal hidup menuju kesuksesan dunia dan akherat,
sehingga dapat kembali ke pada-Nya sebagai insan yang paripurna.
Adapun komponen dari pendidikan Islam bagian dari suatu sistem yang memiliki
peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai tujuan sistem.
Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang
menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan. Bahkan
47
dapat diakatan bahwa untuk berlangsungnya proses pendidikan diperlukan keberadaan
komponen-komponen tersebut. berbagai komponen atau aspek tersebut antara lain : a).
Pendidik b). Peserta didik c).Lingkungan pendidikan d). Materi pembelajaran e).
Metode pendidikan dan f).Kurikulum pendidikan.
48
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qurthubi, S. I. (2008). Tafsir Al-Qurthubi (Vol. 10). Jakarta: Pustaka Azzam.
Al-Maragi, A. M. (1992). Tafsir Al-Maragi Juz 1 (Cetakan Kedua ed.). (d. K. Anshori
Umar Sitanggal, Trans.) Semarang: PT Karya Toha Putra.
Al-Maragi, A. M. (1993). Terjemah tafsir Al-Maraghi (Vol. 16). Semarang: Pt. Karya
Toha.
Arifin, M. (2009). Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta : Media Grafika.
Basri, Hasan. (2009). Filsafat Pendidikan Islam. Pustaka Setia: Bandung.
Daradjat, Z. (2004). ILMU PENDIDIKAN ISLAM. Jakarta: BUMI AKSARA.
Ismail, A. S. (2010). Tazkiyatun Nafs: Solusi Problematika Hidup. Jakarta Selatan:
Pustaka Ikada.
Jalal, A. F. (1988). Azas-azas pendidikan islam. Bandung: CV. Diponegoro.
Langgulung, H. (2000). Asas-Asas Pendidikan Islam. Jakarta: PT. al-Husna Zikra.
Nata, A. (2010). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana.
Rosidin, D. (2003). Akar-akar Pendidikan dalam al-Quran dan al-HAdits. Bandung:
Pustaka Umat.
Sayadi, W. (2009). Hadis Tarbawi. Jakarta: PT. PustakA Firdaus.
Shihab, M. Q. (2002). Tafsir Al-Misbah (Vol. 7). Jakarta: Lentera Hati.
Tafsir, Ahmad. (2010). Filsafat Pendidikan Islam. Remaja Rosdakarya: Bandung.
Umiarso & Zamrani. (2011). Pendidikan Pembebsan dalam Perspektif Barat dan
Timur. Ar-Ruzz Media: Jogjakarta.
Zuharaini, dkk. (2008). Sejarah Pendidikan Islam. Bumi Aksara : Jakarta.