Date post: | 06-Aug-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | bayu-zeva-wirasakti |
View: | 348 times |
Download: | 0 times |
KORELASI FAKTOR-FAKTOR RISIKO STROKE DENGAN
JENIS PATOFISIOLOGI STROKE DI RSUD SLEMAN
YOGYAKARTA PERIODE 1 JANUARI – 31 DESEMBER 2011 Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Sebagian Syarat
Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran
Oleh :
Bayu Zeva Wirasakti
05711146
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2012
CORRELATION RISK FACTORS PATHOPHYSIOLOGY OF STROKE BY STROKE PATIENT IN YOGYAKARTA
SLEMAN HOSPITAL PERIOD 1 JANUARY – 31DECEMBER2011
A Scientific Paper
Submitted in Parrtial Fulfillment of Requirements for Medical Scholar Degree in
Faculty of Medicine Islamic University of Indonesia
By: Bayu Zeva Wirasakti
05711146
FACULTY OF MEDICINE ISLAMIC UNIVERSITY OF INDONESIA
YOGYAKARTA 2012
KORELA
JENIS P
ISK
YOGYAK
ASI FAKT
PATOFISI
KEMIK D
KARTA P
Tela
dr. H
TOR-FAK
IOLOGI S
DAN HEM
PERIODE
Bayu
h diseminarDan
P
dr. Abd
H. Agus Tau
Dekan F Universit
dr.Isnatin
ii
KTOR RIS
STROKE
MORAGIK
E 1 JANUA
Oleh:
Zeva Wiras
05711146
rkan tanggadisetujui ol
Pembimbing
dul Gofir Sp
Penguji
ufiqurrohma
Disahkan akultas Kedtas Islam In
n Miladiyah
SIKO STR
PADA PA
K DI RSUD
ARI – 31 D
sakti
al 14 Juni 20eh :
g
p. S (K)
an M.Kes, S
dokteran ndonesia
h, M.Kes
ROKE DE
ASIEN ST
D SLEMA
DESEMBE
012
Sp.S
ENGAN
TROKE
AN
ER 2011
iii
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini saya :
Nama : Bayu Zeva Wirasakti
NIM : 05711146
Program Studi : Pendidikan Dokter
Fakultas : Kedokteran
Judul Penelitian :KORELASI FAKTOR-FAKTOR RISIKO STROKE DENGAN JENIS
PATOFISIOLOGI STROKE DI RSUD SLEMAN YOGYAKARTA PERIODE 1 JANUARI –
31 DESEMBER 2011
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Yogyakarta, Juni 2012
Bayu Zeva Wirasakti
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
So here's the ones who have made the one years of writing this scription, miserable, exciting, challenging, and most of all, legendary:
Allah SWT, Tuhan Semesta Alam
Alhamdulillahirrobbilalamin, syukurku, sujudkuhanyapada-Muya Allah.
yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sepanjang hidupku
yang tanpa bosan selalu memunjukkan jalan yang benar dan mengingatkan akan
kewajibanku sebagai hamba-Nya serta memberikan nikmat yang sangat
berharga dan tiada terhingga
Rosullullah, Muhammad SAW
Terimakasihuntukcintamukepada kami yaRasullullah.
Kami umatmu yang selalumerindumu.
Keluarga
Terima kasih kepada Papa, Mama, Ayah,Mami, Alvin, Dek Ayu, Dek Nurul Eyank
terima kasih atas segala cinta & kasih sayang tanpa batas yang telah diberikan
untukku termasuk doa yang selalu dipanjatkan dan motivasi untuk segera
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini,
La Beneamata
Terimakasihkepada Jihan Anugrah
Terimakasih telah mau membantu saya dalam perjalanan
Menempuh pendidikan ini.
v
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Warahmatullaahi Wabarokaatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat
dan Hidayah-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI)
dengan judul “KORELASI FAKTOR-FAKTOR RISIKO STROKE DENGAN JENIS
PATOFISIOLOGI STROKE DI RSUD SLEMAN YOGYAKARTA PERIODE 1 JANUARI –
31 DESEMBER 2011”. Karya Tulis Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat
mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran di Universitas Islam Indonesia.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak bisa lepas dari
bimbingan, dorongan, dan bantuan baik material maupun non material dari berbagai pihak. Maka
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT, karena telah diberikan segala karunia-NYA sehingga proses penyusunan
Karya Tulis Ilmiah ini berjalan dengan baik.
2. dr. Isnatin Miladiyah, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Indonesia.
3. dr. Abdul Gofir Sp. S (K)selaku pembimbing utama yang ditengah-tengah kesibukannya
masih memberikan waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan semangat
dengan sabar dari awal hingga akhir penulisan.
4. dr. H. Agus Taufiqurrohman M.Kes Sp.S selaku penguji yang sangat penulis hormati,
terima kasih atas segala masukkan yang diberikan dalam menguji Karya tulis ilmiah ini.
5. dr. Utami Mulyaningrum M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang telah sabar
memberikan semangat dan motivasi yang kuat dalam menjalani proses pembelajaran dan
dorongan kuat untuk segera menyelesaikan karta tulis ilmiah ini.
6. Direktur RSUD Sleman Yogyakartadan stafnya serta pihak-pihak terkait lainnya yang
telah memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian hingga terselesaikan karya
tulis ilmiah ini.
7. Berbagai pihak yang terkait dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini
vi
Penulis menyadari pada Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak kekurangan dan
keterbatasan, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak dan
diharapkan dapat mendorong penelitian yang lebih lanjut guna kemajuan dibidang kedokteran.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan menjadi amal yang baik
disisi Allah SWT.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Yogyakarta, Juni 2012
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. . ii
PERNYATAAN……………………………………………………………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………. ..... iv
KATA PENGANTAR………………………………………………………. v
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
INTISARI ....................................................................................................... x
ABSTARCT ................................................................................................... xi
BAB I. PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Permasalahan ..................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4
1.4. Keaslian Penelitian ...................................................................... 4
1.5. Manfaat Penelitian ...................................................................... 5
1.5.1. Manfaat untuk Masyarakat................................................. 5
1.5.2. Manfaat untuk Institusi Kesehatan..................................... 5
1.5.3. Manfaat untuk Peneliti....................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 6
2.1. Stroke ........................................................................................... 6
2.1.1. Definisi Stroke .................................................................. 6
2.1.2. Faktor Resiko Stroke ......................................................... 6
2.1.3. Klasifikasi Stroke .............................................................. 11
2.1.4. Etiologi Stroke … ............................................................. 11
2.1.5. Patogenesis Stroke ……………………………………... 12
2.1.6. Gejala dan Tanda Stroke ................................................... 17
2.1.7. Diagnosis Stroke ............................................................... 19
2.1.8. Diagnosis Banding Stroke ………………. ....................... 21
2.1.9. Manajemen dan Penatalaksanaan Stroke ……………… . 22
2.1.10. Prognosis ……………………………………….. ............ 24
viii
2.1.11. Komplikasi ........................................................................ 25
2.1.12. Kerangka Teori .................................................................. 27
2.1.13. Kerangka Konsep .............................................................. 28
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................... 29
3.1. Rancangan Penelitian .................................................................... 29
3.2. Lokasi, Populasi, Sampel Penelitian ............................................. 29
3.2.1 Lokasi Penelitian…………………………………………... 29
3.2.2 Populasi Penelitian………………………………………… 29
3.2.3 Sampel Penelitian………………………………………….. 29
3.3. Variabel Penelitian ........................................................................ 30
3.3.1. Variabel Tergantung .......................................................... 30
3.3.2. Variabel Bebas ................................................................... 30
3.4. Definisi Operasional...................................................................... 30
3.5. Prosedur Penelitian........................................................................ 32
3.6. Cara Pengumpulan Data ................................................................ 33
3.7. Instrumen Penelitian ..................................................................... 33
3.8. Tahap Penelitian…………………………………………. ........... 33
3.9 Rencana Analisis Data .................................................................. 33
3.10 Etika Penelitian…………………………………………………. 34
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………... . 35
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN………………………………………... 46
DAFTAR PUSTAKA. ..................................................................................... 47
DAFTAR TABEL
TABEL 1 ................................................................................................ 17
TABEL 2 ................................................................................................ 19
TABEL 3 ................................................................................................ 20
TABEL 4 ................................................................................................ 26
TABEL 5 ................................................................................................ 33
TABEL 6 ................................................................................................ 35
TABEL 7 ................................................................................................ 35
ix
TABEL 8 ................................................................................................. 36
TABEL 9 ................................................................................................. 36
TABEL 10 .............................................................................................. 36
TABEL 11 .............................................................................................. 37
TABEL 12 .............................................................................................. 37
TABEL 13 .............................................................................................. 38
TABEL 14 .............................................................................................. 38
TABEL 15 .............................................................................................. 39
TABEL 16 .............................................................................................. 39
TABEL 17 .............................................................................................. 39
TABEL 18 .............................................................................................. 40
TABEL 19 .............................................................................................. 40
TABEL 20 .............................................................................................. 40
TABEL 21 .............................................................................................. 41
TABEL 22 .............................................................................................. 41
TABEL 23 .............................................................................................. 42
TABEL 24 .............................................................................................. 42
LAMPIRAN…………………………………………………………………. 50
x
Korelasi Faktor-Fakto Risiko Stroke Dengan Jenis Patofisiologi Stroke Pada Pasien Stroke Iskemik Dan Hemoragik Di RSUD Sleman Yogyakarta
Periode 1 Januari – 31 Desember 2011
INTISARI
LatarBelakang.Faktorrisiko stroke dibagimenjadi 2, yaitu: faktorrisikoyang tidakdapatdiubah, danfaktorrisiko yang dapatdiubah.Kombinasiantaraberbagaifaktorrisikotersebutakanmemberikanperubahanstrukturdanfungsidaripembuluhdarahotak. Padatitikkritisakanmunculgangguanperedaranotak. Gangguanperedarandarahotakakanmengganggufungsisel-selsaraf, danmunculgejala stroke.
Tujuan.Untukmengetahuikorelasi faktor-faktorresiko dengan jenis patofisiologi strokepadapasien stroke hemoragikdan non hemoragik yang dirawatinap di RumahSakitUmum Daerah Sleman Yogyakarta periode 1 Januari s/d 31 Desember 2011.
MetodePenelitian.Penelitianinimerupakanpenelitiandeskriptif non analitikmengambil data penderitamelaluicatatanrekammedik.
Hasil : Jumlahsampel yang ditelitiadalah 85 pasien. 18 pasien (21,18%) adalahpasien stroke hemoragik, dan 67 pasien (78,82%) adalahpasien stroke non hemoragik.10 pasien (55,56%) berjeniskelaminpriapada stroke hemoragik, sedangkanuntukpasien stroke non hemoragikteradapat 44pasien(65,67%) berjeniskelaminpria.Rentangusia 45 – 65 tahunstroke hemoragikterbanyakdengan 11 pasien (61,11%), non hemoragik dengan 34 pasien (50,75%).15 pasien (83,33%) stroke hemoragik yang menderitapenyakithipertensidan 51 pasien, (76,12%) stroke non hemoragik. 13 pasien (72,22%) dari 15 pasien stroke hemoragik yang menderitahipertensi grade 2. Pasien stroke hemoragikhiperglikemia14 pasien, (20,90%) pasien stroke non hemoragik.18 pasien stroke hemoragikterdapat 1 pasien (5,56%) yang menderitapenyakitjantung, non hemoragikterdapat 7 pasien (10,45%).Ada 10 pasien (55,56%) dari 18 pasien stroke hemoragikdislipidemiadan 26 pasien (38,81%) non hemoragik.Rata – rata lama perawatan stroke hemoragikadalah 1 hingga 3 hari (55,56%),stroke non hemoragikadalah 4 – 7 hari (47,76%). Sebanyak 33,33% hemoragik meninggal, non hemoragik 85,07% membaik.
Simpulan :Faktor-faktor risiko stroke yang memiliki pengaruh terhadap jenis patofisiologi stroke non hemoragik adalah usia, jenis kelamin, hiperglikemia, dislipidemia, dan penyakit jantung. Faktor-faktor risiko stroke yang memiliki pengaruh terhadap jenis patofisiologi stroke hemoragik adalah usia, jenis kelamin, dan hipertensi. Kata Kunci :Stroke, Iskemik, Hemoragik, Faktor Resiko
xi
Correlation Risk Factors Pathophysiology Of Stroke By Stroke Patient In Yogyakarta Sleman Hospital Period 1 January – 31 December 2011
ABSTRACT
BACKGROUND. Stroke risk factors were divided into two, namely: risk factors can not be changed, and modifiable risk factors. The combination of these risk factors will provide the changes in structure and function of the brain blood vessels. At the critical point will appear circulatory disorders of the brain. Circulatory disorders of the brain would disrupt the function of nerve cells, and stroke symptoms appear.
Purpose. To find out the correlation of risk factors with the type of the pathophysiology of stroke in patients with hemorrhagic and non hemorrhagic stroke admitted to the Sleman General Hospital Yogyakarta period January 1 - December 31, 2011.
Research Methods. This study is a descriptive study of non analytic extract data records of patients through medical records.
Results: The number of samples studied was 85 patients. 18 patients (21.18%) were hemorrhagic, and 67 patients (78.82%) were non-hemorrhagic stroke patients. 10 patients (55.56%) male on hemorrhagic stroke, whereas for non-hemorrhagic stroke patients teradapat 44 patients (65.67%) male. Age range 45-65 years ever hemorrhagic stroke in 11 patients (61.11%), non-hemorrhagic in 34 patients (50.75%). 15 patients (83.33%) hemorrhagic stroke who suffer from hypertension and 51 patients (76.12%) non-hemorrhagic stroke. 13 patients (72.22%) of 15 hemorrhagic stroke patients with hypertension grade 2. Hyperglycemia hemorrhagic stroke patients 14 patients (20.90%) non-hemorrhagic stroke patients. 18 hemorrhagic stroke patients there was 1 patient (5.56%) who suffered from heart disease, non-hemorrhagic there are 7 patients (10.45%). There were 10 patients (55.56%) of 18 hemorrhagic stroke patients dyslipidemia and 26 patients (38.81%) non-hemorrhagic. Average - average length of treatment of hemorrhagic stroke is 1 to 3 days (55.56%), non-hemorrhagic stroke is 4 - 7 days (47.76%). A total of 33.33% of hemorrhagic death, non-hemorrhagic improved 85.07%.
Conclusion: Risk factors for stroke that have an influence on the type of the pathophysiology of non-hemorrhagic stroke were age, gender, hyperglycemia, dyslipidemia, and cardiovascular disease. Stroke risk factors that have influence on the type of the pathophysiology of hemorrhagic stroke were age, sex, and hypertension.
Keywords: stroke, ischemic, hemorrhagic, risk Factors
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan
Dalam era pembangunan di segala bidang yang kini sedang digalakkan
pemerintah dituntut sosok manusia yang sehat jasmani maupun rohani. Kecacatan
(disabilitas, invaliditas) akibat penyakit stroke sampai saat ini masih merupakan
masalah kesehatan yang utama baik di negara maju maupun di negara
berkembang, karena disamping mengakibatkan angka kematian yang masih
tinggi, cacat jasmani maupun rohani yang diakibatkannya tentunya merupakan
suatu keadaan yang dapat menjadi faktor penghambat derap pembangunan
(Ritarwan, 2003)
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung
dan kanker secara global. Stroke merupakan penyebab kecacatan yang utama.
Laporan WSO (World Stroke Organization, 2009) memperlihatkan bahwa stroke
adalah penyebab utama hilangnya hari kerja dan kualitas hidup yang buruk.
Kecacatan akibat stroke tidak hanya berdampak bagi para penyandangnya, namun
juga bagi para anggota keluarganya. Beban ekonomi yang ditimbulkan akibat
stroke juga sedemikian beratnya. Peningkatan stroke dengan serangannya yang
akut dapat menyebabkan kematian dalam waktu singkat. Selain itu stroke juga
sebagai penyebab utama kecacatan fisik maupun mental pada usia produktif dan
usia lanjutan prevalensi stroke tidak dapat dipisahkan dari meningkatnya harapan
hidup masyarakat (Gorelick, cit. Ritarwan 2003).
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat.
Pada 2002, stroke membunuh sekitar 162.672 orang. Jumlah tersebut setara
dengan 1 di antara 15 kematian di Amerika Serikat. Mengacu pada laporan
American Heart Association, sekitar 700.000 orang di Amerika Serikat terserang
stroke setiap tahunnya. Dari jumlah ini, 500.000 di antaranya merupakan serangan
stroke pertama, sedangkan sisanya merupakan stroke yang berulang. Saat ini ada
4 juta orang di Amerika Serikat yang hidup dalam keterbatasan fisik akibat stroke,
dan 15-30% di antaranya menderita cacat menetap (Centers for Disease Control
2
and Prevention, 2009). Sebagai perbandingan, angka kejadian stroke di Amerika
Serikat adalah 3,4 per persen per 100 ribu penduduk, di Singapura 55 per 100 ribu
penduduk dan di Thailand 11 per 100 ribu penduduk.
Angka kejadian stroke di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar
(Riskesdas) tahun 2007 adalah delapan per seribu penduduk atau 0,8 persen. Data
kematian akibat penyakit tidak menular yang tadinya 41,7 persen pada tahun 1995
meningkat menjadi 59,5 persen pada 2007. Dan diantara 59,5% penyebab
kematian tertinggi di Indonesia adalah stroke sebesar 15,4 persen. Artinya, satu
dari tujuh orang yang meninggal dikarenakan stroke. Dari jumlah total penderita
stroke di Indonesia, sekitar 2,5 persen atau 250 ribu orang meninggal dunia dan
sisanya cacat ringan maupun berat. Pada 2020 mendatang diperkirakan 7,6 juta
orang akan meninggal karena stroke. Peningkatan angka stroke di Indonesia
diperkirakan berkaitan dengan peningkatan angka kejadian faktor risiko stroke.
Faktor yang ditemukan beresiko terhadap stroke adalah diabetes melitus,
gangguan kesehatan mental, hipertensi, merokok, dan obesitas abnormal.
Data Kementerian Kesehatan RI (2008) memperlihatkan bahwa stroke
merupakan penyebab kematian nomor satu pada pasien yang dirawat di Rumah
Sakit. Permasalahan yang muncul pada pelayanan stroke di Indonesia adalah
1. Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke
2. Kurang dikenalinya gejala stroke
3. Belum optimalnya pelayanan stroke
4. Ketaatan terhadap program terapi untuk pencegahan stroke berulang yang
rendah
Keempat hal tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kejadian stroke
baru dan tingginya angka kematian akibat stroke serta tingginya kejadian stroke
ulang.
Stroke adalah penyebab kematian yang utama. Pola penyebab kematian di
rumah sakit yang utama dari data Dinas Kesehatan Propinsi DIY (2007) adalah
sebagai berikut : (1) stroke tak menyebut perdarahan atau infark 11,29%, (2)
cedera intrakranial 6,37%, (3) perdarahan intrakranial 5,58%, (4) kecalakaan
angkutan darat 3,72%, dan (5) penyakit jantung lainnya 3,19%. Data diatas
3
konsisten dengan data nasional yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan
Republik Indonesia yang menyebutkan bahwa stroke menempati urutan pertama
sebagai penyebab kematian di RS. Sebagai kota besar di Indonesia, pengobatan
stroke di Yogyakarta sudah cukup memadai (dibanding banyak kota lain di
Indonesia). Hal ini terlihat dengan cukup banyaknya RS yang memiliki dokter
spesialis saraf dan fasilitas diagnosis untuk stroke. Penelitian dan kajian
terdahulu secara konsisten menyebutkan bahwa pasien yang dirawat secara
multidisiplin memiliki angka kematian yang lebih rendah, angka kecacatan yang
lebih rendah, dan status fungsional lebih baik (Bethesda, 2010).
Seseorang menderita stroke karena memiliki faktor risiko stroke. Akumulasi
berbagai faktor risiko tersebut akan mengubah struktur pembuluh darah di otak.
Pembuluh darah akan menjadi mengeras dan menyempit. Suatu kondisi yang
dikneal sebagai atherosklerotik. Atherosklerotik tidak menimbulkan gejala yang
berarti. Gejala muncul keika penyempitan sudah sedemikian parahnya. Faktor
risiko stroke dibagi menjadi 2, yaitu: faktor risiko yang tidak dapat diubah, dan
faktor risiko yang dapat diubah. Faktor risiko stroke yang tidak dapat diubah
adalah usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, dan riwayat stroke sebelumnya.
Faktor risiko stroke yang dapat diubah adalah: hipertensi, diabetes, kadara
kolesterol darah yang tinggi, kegemukan, merokok, dsb. Kombinasi antara
berbagai faktor risiko tersebut akan memberikan perubahan struktur dan fungsi
dari pembuluh darah otak. Pada titik kritis akan muncul gangguan peredaran otak.
Gangguan peredaran darah otak akan mengganggu fungsi sel-sel saraf, dan
muncul gejala stroke (Bethesda, 2009).
Hampir 15 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan akan pemahaman
patogenesis stroke sehingga mampu menghasilkan langkah penting baik berupa
peningkatan deteksi dini maupun pengembangan sistem perawatan kasus stroke.
Namun keberhasilan ini masih disertai dengan 795.000 orang menderita stroke
baru atau mengulang stroke setiap tahunnya, dan tetap menjadi penyebab
kematian ketiga tertinggi di Amerika Serikat maupun di dunia (AHA, 2010).
4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Stroke merupakan penyakit yang menimbulkan masalah serius karena
angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) yang
diakibatkan oleh stroke masih menduduki peringkat yang tinggi, serta
menjadi penyebab kecacatan fisik terbesar.
2. Pada pasien stroke yang ditemui, identifikasi faktor-faktor risiko
sangat penting karena berkaitan dengan usaha prevensi primer
3. Belum adanya penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Sleman,
mengenai korelasi faktor-faktor risiko stroke dengan jenis patofisiologi
stroke menggunakan metode deskriptif retrospektif
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi faktor-faktor risiko
stroke dengan jenis patofisiologi stroke pada pasien stroke hemoragik dan non
hemoragik yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Sleman Yogyakarta
periode 1 Januari s/d 31 Desember 2011.
1.4 Keaslian Penelitian
Terdapat penelitian yang pernah meneliti tentang gambaran faktor resiko
stroke terhadap kejadian stroke hemoragik dan non hemoragik, yaitu:
1. Karakteristik Kejadian Stroke Non Hemoragik di RSUD Pandan Arang
Boyolali Periode 1 Januari - 31 Desember 2008 oleh Ihsan (2010)
2. Gambaran Faktor Risiko Stroke Terhadap Kejadian Stroke Hemoragik
Dan Non Hemoragik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode
Januari 2008 - 30 Juni 2008 oleh Suto (2009)
Mengenai penelitian ini terdapat kesamaan dalam memfokuskan pada
pembahasan mengenai kejadian stroke berdasarkan frekuensi dan distribusi serta
faktor resiko pada pasien rawat inap. Namun perbedaan dalam tempat penelitian
di RSUD Sleman Yogyakarta belum pernah ada penelitian seperti ini sebelumnya.
5
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat untuk masyarakat
Untuk menambah wawasan mengenai stroke sehingga dapat
menghindari dan mengendalikan faktor risiko. Serta meningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penanganan
dini terhadap stroke baik hemoragik ataupun non hemoragik sehingga
angka kematian dapat ditekan.
1.5.2 Manfaat untuk institusi kesehatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi tenaga
medis, dan paramedis, untuk menetapkan suatu kebijaksanaan dalam
mengelola penderita stroke diharapkan dapat meringankan penderitaan
pasien. Dan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengmbangan
ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, di samping itu hasil penelitian ini
dapat dijadikan bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya.
1.5.3 Manfaat untuk peneliti
Peneliti dapat memperdalam pemahaman mengenai diagnosis dan
manajemen stroke, serta proses pembelajaran dalam penyusunan Karya
Tulis Ilmiah.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi stroke
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
fungsi otak fokal atau global, dengan gejala- gejala yang berlangsung selama 24
jam atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskular (PERDOSSI cit Ritarwan 2003). Menurut Sjahrir (2003)
Stroke adalah tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler.
Menurut Warlow et.al (2007) definisi yang paling banyak diterima secara
luas bahwa stroke adalah suatu sindrom yang ditandai dengan gejala atau tanda
klinis yang berkembang dengan cepat yang berupa gangguan fungsional otak
fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam (kecuali ada intervensi
bedah atau membawa kematian), yang tidak disebabkan oleh sebab lain penyebab
vaskuler. Definisi ini mencakup stroke akibat infark otak (stroke iskemik),
perdarahan intraserebral (PIS) non traumatik, perdarahan intraventrikuler dan
beberapa kasus perdarahan subarchanoid (PSA).
2.1.2 Faktor Risiko Stroke
Faktor risiko stroke meliputi faktor risiko yang dapat diubah dan faktor
risiko yang tidak dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah adalah, usia diatas
65 tahun, jenis kelamin pria, riwayat Trancient Ischemic Attack (TIA) stroke,
penyakit jantung, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria. Umur
adalah faktor resiko yang penting untuk stroke. Kejadian stroke meningkat seiring
bertambah umur. Kejadian terbanyak terjadi pada penderita di atas 65 tahun
(Italian Guidlines for Stroke, 2006 cit Sterzi & Vidale, 2006).
Menurut guidlines for the primary prevention of stroke yang dikeluarkan
oleh AHA dan ASA (Goldstein, 2011) faktor resiko stroke diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok:
7
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (Generally Non-Modifable
Risk Factors):
1. Usia
Lamsudin et al (1999) melaporkan hasil penelitian pendahuluan
tentang proporsi, pola klinis, diagnosis, dan faktor resiko stroke di
lima rumah sakit di Yogyakarta, antara 1 Juni – 31 Agustus 1998,
dengan rancangan studi pontong lintang (cross-sectional study).
Dari 89 penderita stroke didapat bahwa kelompok umur yang
terserang adalah 35-44 tahun 7%, 45-54 tahun 23%, 55-64 tahun
33%, 65-74 tahun 23%, kelompok umur 74 tahun 15%.
2. Jenis kelamin
Stroke iskemik dan stroke perdarahan lebih sering terjadi pada pria
dibanding wanita, namun perkecualian pada usia 35-44 tahun dan
usia >85 tahun. Pada wanita lebih banyak didapatkan stroke
kardioemboli, sedangkan laki-laki lebih banyak terdapat
atherotrombus dan stroke lakunar, sehingga dapat disimpulkan
bahwa jenis kelamin menentukan tipe dan gambaran klinis pada
pasien dengan serangan stroke pertama kali (Roquer et al, 2003).
3. Berat badan lahir rendah
Angka kematian stroke pada pasien dewasa di Inggris dan Wales
tinggi pada individu dengan riwayat BB lahir rendah. Menurut
Goldstein (2011) pada studi di South Carolina Medicaid
menunjukkan peningkatan resiko stroke 2x lipat pada pasien
dengan berat badan lahir <2500g dibanding pasien dengan berat
badan lahir sekitar 4000g.
4. Ras/etnik
Populasi kulit hitam lebih beresiko terkena stroke karena tingginya
prevelansi hipertensi, obesitas, dan diabetes melitus (Goldstein,
2011)
8
5. Genetik
Adanya riwayat keluarga stroke akan meningkatkan resiko stroke
30%. Etiologi stroke paling sering terkait faktor genetik adalah
stroke cardioembolic. Peningkatan resiko stroke pada pasien
dengan riwayat keluarga yang positif stroke dapat disebabkan oleh
berbagai mekanisme diantaranya adalah sifat genetik dan
kerentanan faktor resiko yang diturunkan, faktor gaya hidup,
budaya, dan lingkungan yang ada di dalam keluarga, dan interaksi
antar faktor genetik dan lingkungan. (Goldstein, 2011)
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan terdokumentasi dengam
baik:
1. Hipertensi
Penderita hipertensi tidak terdiagnosis dan hanya 50% penderita
yang mengetahui bahwa dirinya mengidap hipertensi (Taylor,
2005). Hipertensi merupakan faktor resiko terpenting pada stroke
terutama pada PIS. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa
kontrol tekanan darah dapat menurunkan insidensi infark
aterotrombik dan perdarahan intraserebral (Ropper dan Brown,
2005).
Mekanisme bagaimana hipertensi berperan dalam terjadinya stroke
berkaitan dengan pengaruh pada pembuluh darah dan terbentuknya
plak dan trombus. Peningkatan tekanan darah akan berperan dalam
terbentuknya plak akibat lapisan endotel yang rusak sehingga
memungkinkan perlekatan trombosit dan leukosit ke dalam dinding
arteri. Selain itu akan terjadi inflamasi dan migrasi monosit dan
otot polos ke lapisan intima. Proses berlanjut perlahan-lahan
dimana sel busa dan limfosit juga akan membentuk perlekatan
yang akhirnya membentuk plak aterosklerosis. Akibat aliran darah
yang tinggi maka plak ini dapat lepas dan terbentuk trombus.
Trombus ini dapat terbawa kemana saja di dalam tubuh yang
9
nantinya akan menyebabkan pembuluh darah tersumbat (Price dan
Wilson, 2006).
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak
sehingga dapat menyebabkan perdarahan intraserebral,
intraventrikular maupun subarakhnoid. Perdarahan ini apabila
menimbulkan gejala dan berlangsung lebih dari 24 jam dapat
menyebabkan stroke hemoragik (Price dan Wilson, 2006).
2. Terpapar asap rokok
Merokok dapat menyebabkan peningkatan koagulabilitas,
viskositas darah, meningkatnya kadar fibrinogen, memacu agregasi
trombosit, sehingga meningkatkan tekanan darah dan dapat
meningkatkan hematokrit. Selain itu meokok juga akan
menurunkan kolesterol HDL dan meningkatkan kolesterol LDL
(Goldstein, dkk., 2011). Studi epidemiologi menunjukkan
terdapatnya peningkatan risiko stroke pada individu yang terpapar
asap rokok, meskipun belum cukup bukti bahwa menghindari
lingkungan asap rokok dapat mengurangi insidensi stroke.
3. Diabetes
Stroke merupakan komplikasi dari diabetes mellitus namun
diabetes melitus sebagai faktor resiko pada stroke tidak
sepenuhnya dapat dijelaskan (Asfandiyarova, 2006). Namun
terdapat penelitian lain yang menyatakan bahwa diabetes melitus
secara signifikan merupakan faktor resiko stroke iskemik yang
berhubungan dengan mikroalbuminuria (Nidhinandana dan
Chaisinanunkul, 2010).
Diagnosis diabetes melitus jika kadar glukosa darah puasa ≥126
mg/dL dan kadar glukosa darah sewaktu atau 2 jam setelah puasa
≥200 mg/dL (American Diabetes Association, 2004).
4. Atrial fibrillation and certain other cardiac condition
Atrial fibrilasi (AF) disebabkan kekacuan yang menyeluruh pada
aktivitas atrial. AF dapat disebabkan karena adanya fokus pemicu
10
ektopik (Gray et al, 2002). AF meningkatkan resiko terjadinya
stroke dua kali lipat pada laki-laki dan tiga kali lipat pada
perempuan (Wolf dan Kannel, 1991).
5. Dislipidemia
Terdapat hubungan antara peningkatan kadar kolesterol dengan
risiko terjadinya stroke iskemik. Sementara, kolesterol total yang
rendah berhubungan dengan risiko stroke perdarahan. Kadar
kolesterol HDL yang tinggi berhubungan dengan penurunan risiko
stroke iskemik (Rexrode, 2010)
6. Stenosis arteri karotis
Penelitian terbaru menunjukkan angka kejadian tahunan stroke
pada pasien stenosis arteri carotis asimtomatik yang ditangani
secara medis menunjukkan penurunan mencapai 1% (Goldstein,
2011).
7. Inaktivitas Fisik
Meningkatkan aktivitas fisik akan menurunkan risiko stroke.
Physical Activity Guidelines for American tahun 2008
menganjurkan seorang dewasa muda melakukan aktivitas fisik
dengan intensitas sedang paling tidak 150 menit setiap minggu,
atau 75 menit aktivitas fisik dengan intensitas berat setiap minggu.
Penelitian yang dilakukan Harmsen (2006) menunjukan bahwa
rendahnya aktifitas fisik dapat menjadi prediktor faktor resiko
stroke iskemik. Aktifitas fisik berperan sebagai efek protektif pada
stroke dan penyakit kardiovaskular lain.
8. Obesitas dan distribusi lemak tubuh
Meningkatnya berat badan berhubungan dengan semakin
meningkatnya resiko stroke. Klasifikasi status berat badan
seseorang dapat dinilai dengan BMI (Body Mass Index). Seseorang
dengan BMI 25 – 29,9 kg / m2 dikatakan sebagai berat badan
berlebih, sedangkan seseorang dengan BMI 30 kg / m2 atau lebih
dikatakan sebagai obesitas. Pada orang-orang demikian dianjurkan
11
untuk menurunkan berat badannya hingga BMI ideal (Goldstein,
dkk., 2011
3. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan kurang
terdokumentasi:Sindroma metabolik, alcohol abuse, penggunaan
kontrasepsi oral, sleep disordered-breathing, nyeri kepala migren,
hiperhomosisteinemia, peningkatan lipoprotein (a), elevated
lipoprotein-associated phospholipase, hypercoagulability, inflamasi,
dan infeksi.
2.1.3 Klasifikasi
Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi
anatomi (lesi), stadium dan lokasi sistem pembuluh darah (Misbach, 1999).
I. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis Serebri
c. Emboli Serebri
2. Stroke hemoragik
a. Perdarahan Intraserebral
b. Perdarahan Subarakhnoid
II. Berdasarkan stadium
1. TIA
2. Stroke in evolution
3. Completed Stroke
III. Berdasarkan lokasi (sistem pembuluh darah)
1. Tipe Karotis
2. Tipe Vetebrobasiler
2.1.4 Etiologi
Brunner dan Suddarth (2008) menjelaskan stroke biasanya diakibatkan dari
salah satu empat kejadian:
12
1. Trombosis
2. Embolisme serebral
3. Iskemia
4. Hemoragi serebral
Dari empat penyebab tersebut menimbulkan masalah yang sama yaitu
penghentian suplay darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau
permanen gerakan, berfikir, memori, bicara, sensasi, atau sesuai pusat mana yang
mengalami kerusakan. Gangguan bisa diakibatkan oleh karena sumbatan atau oleh
karena perdarahan. Apapun penyebabnya apakah trombosis, emboli atau
perdarahan akan menimbulkan permasalahan yang sama yaitu iskemia serebral.
Mekanisme masing-masing etiologi berbeda tapi akibatnya sama yaitu iskemia
pada akhirnya nekrosis otak.
Berdasarkan etiologinya stroke diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke
haemoragik (perdarahan) jika arteri pecah dan stroke non haemoragik (iskhemik)
jika arteri tersumbat. Stroke non haemoragik mencakup stroke thrombotik dan
embolik (Sidharta, 2004).
2.1.5 Patogenesis
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-
fungsi dari otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat
sensibilitas, sebagai area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke
atau pusat bicara sensoris, sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang
berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang merupakan tempat jalan
serabut-serabut saraf ke target organ. Jika terjadi kerusakan gangguan otak maka
akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta
gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya
terjadi karena adanya stroke.
A. STROKE NON HEMORAGIK (ISKEMIK)
Berdasarkan patofisiologi dan etiologi, maka proses terjadinya stroke non
hemoragik terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
13
a. Aterosklerosis dan Trombosis
Trombosis otak diakibatkan dari penyakit arteri aterosklerotik yang
menyebabkan sebagian besar kasus infark otak. Aterosklerosis cenderung
mengenai arteri besar seperti di percabangan arteri di bifurkasio karotis dan
lengkungan siphon caroticum. Akibat dari aterosklerosis adalah penyempitan
lumen arteri sehingga CBF berkurang. Penyempitan hingga 75% memberikan
makna yang signifikan. Aterosklerosis juga menyebabkan trombosis yang sering
terjadi di sinus carotis dan bifurkasio. Ulserasi dari plak aterosklerosis menjadi
emboli yang dapat menyumbat sirkulasi distal (Chandrasoma & Taylor, 2006).
b. Embolisme
Emboli menyebabkan obstruksi aliran darah, yang dapat menimbulkan
hipoksia jaringan yang ada disebelah distal dan statis aliran darah, sehingga dapat
membentuk formasi rouleaux, yang akan membentuk klot pada daerah stagnasi
baik distal maupun proksimal. Gangguan fungsi neuron akan terjadi dalam
beberapa menit jika kolateral tidak segera berfungsi dan sumbatan menetap.
Emboli yang terperangkap di arteri serebri akan menyebabkan reaksi: peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, vaskulitis atau aneurisma pembuluh darah, dan
iritasi lokal, sehingga terjadi vasospame lokal. Bagian distal dari obstruksi akan
mengalami hipoksia, sedangkan metabolisme jaringan tetap berlangsung sehingga
terjadi akumulasi karbondioksida (CO2) yang akan mengakibatkan dilatasi
maksimal arteri, kapiler, dan vena regional.
Emboli dapat berasal dari jantung (emboli kardiogenik), emboli paradoksal,
dan emboli arkus aorta. Emboli jantung merupakan kemungkinan 20-25%
penyebab stroke non hemoragik. Empat puluh lima persen emboli jantung terjadi
pada penderita atrial fibrilasi non valvuer, 15% pada penderita infark miokard
akut, 10% pada gagal jantung kiri, 10 % pada penyakit jantung rematik, dan 10 %
pada penggunaan katup buatan (Anwar, 2004).
14
c. Penyebab lain
Iskemik serebral kadang terjadi akibat vaskulitis, seperti poliarteritis
nodosa dan arteritis sel raksasa yang mengenai arteri serebral. Etiologi ini jarang
ditemukan pada kasus stroke non hemoragik (Chandrasoma & Taylor, 2006).
Iskemik otak mengakibatkan perubahan sel neuron otak dalam dua tahap.
Pada tahap pertama terjadi beberapa proses yaitu : (a) Penurunan aliran darah ke
otak. Hal ini tergantung parahnya penurunan Cerebral Blood Flow ( CBF) dan
durasinya. Akibat dari penurunan CBF sesuai dengan besarnya penurunan.
Penurunan CBF sebesar 35-60 ml/100 g otak/menit masih dapat ditolerir dengan
daya cadang cerebrovaskuler. Penurunan CBF 20-35 ml/100 g otak/menit
mengakibatkan otak kehilangan fungsi neurologis. CBF pada 10-20 ml/100 g
otak/menit mengakibatkan aktifitas listrik sel otak berhenti. Keadaan CBF <10
ml/100 g otak/menit terjadi kematian sel saraf. Pengaruh dari iskemik otak juga
dipengaruhi penurunan CBF berdasarkan waktu. Penurunan CBF < 10-20 menit
tidak menimbulkan defisit. Penurunan CBF< 4 jam menimbulkan akumulasi
Na/Cl, sitotoksik edema, penumpukan radikal bebas, stimulasi reseptor glutamat,
dan pelepasan nitrit oxide. Apabila penurunan CBF>6 jam menunjukkan defisit
neurologis yang permanen. Penurunan CBF>6 jam–14 hari: perubahan penumbra
menjadi infark, vasogenik edema. (b) Pengurangan konsumsi O2 yang dalam
keadaan normal diukur sebagai Cerebral Metabolic Rate for Oxygen ( CMRO2)
dibawah 3,5 ml/100 g otak/menit. Keadaan hipoksia ini menyebabkan produksi
molekul oksigen tanpa pasangan elektron yang disebut oxygen-free radical.
Radikal bebas ini menyebabkan oksidasi asam lemak di dalam organel sel dan
plasma sel sehingga terjadi disfungsi sel. (c) Kegagalan energi terjadi akibat
ketidaktersediaan O2 dan glukosa yang normal digunakan untuk produksi ATP di
otak, akibatnya terjadi proses glikolisis anaerob yang menghasilkan asam laktat.
Penumpukan asam laktat atau lactic acidosis mengganggu fungsi metabolisme sel
saraf. (d) Kegagalan homeostasis ion yaitu perpindahan kalium ke ekstraseluluer
yang dalam keadaan normal berada di intraseluler, sedangkan kalsium bergerak ke
intraseluler.
15
Pada tahap kedua iskemik otak terjadi gangguan neurotransmiter dan respon
inflamatorik. Pada keadaan iskemik aktivitas neurotransmiter eksitatorik seperti
glutamat, aspartat, asam kainat meninggi di daerah tersebut. Peninggian pelepasan
glutamat mengakibatkan terbukanya pintu masuk reseptor di membran, sehingga
meningkatkan influk Na++ dan Ca++ ke dalam sel yang diikuti oleh Cl- dan air
sehingga mengakibatkan edema sel.
Respon inflamatorik akibat pengaruh dari mikroglia yang merupakan
makrofag serebral yang merupakan sumber sitokin yang utama di serebral.
Produksi sitokin yang berlebihan ini mengakibatkan plugging mikrovaskuler
serebral dan pelepasan mediator vasokonstriksi endotelin sehingga memperberat
penurunan aliran darah. Selain itu peningkatan sitokin megakibatkan eksaserbasi
kerusakan blood brain barrier dan parenkim melalui pelepasan enzim hidrolitik,
proteolitik, dan produksi radikal bebas yang akan menambah neuron yang mati
(Sjahrir, 2003).
B. STROKE HEMORAGIK
Stroke hemoragik atau stroke perdarahan adalah perdarahan yang tidak
terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat menggenangi dan membunuh sel-sel
otak, sekitar 20% stroke adalah stroke hemoragik, stroke hemoragik dapat dibagi
menjadi 2 subtipe, yaitu Perdarahan Intraserebral (PIS) yaitu terjadi perdarahan
langsung ke jaringan otak atau disebut juga sebagai perdarahan parenkim otak,
dan Perdarahan Subarakhnoid (PSA) yang terjadi di ruangan sub-arachoid (antara
arachnoid dan piamater). Dua subtipe stroke perdarahan ini mempunyai
perbedaan etiologi, gambaran klinis, prognosis dan strategi penanganan.
a. Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan intraserebral terjadi didalam substansi atau parenkim otak
(didalam pia mater). Penyebab utamanya adalah hipertensi, khususnya yang tidak
terkontrol. Penyebab utamanya adalah hipertensi, khususnya yang tidak
terkontrol. Penyebab lain yaitu malformasi arteriovenosa (AVM), Angioma
Cavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi anti-koagulan, dan angiopati
(Caplan, 2007).
16
Pada perdarahan jenis ini arteri yang berfungsi memvaskularisasi otak
ruptur atau pecah, sehingga akan menyebabkan kebocoran darah ke otak, dan
kadang menyebabkan otak tertekan karena adanya penambahan volume cairan.
Pada orang dengan hipertensi kronis terjadi proses degeneratif pada otot dan unsur
elastik dari dinding arteri. Perubahan degeneratif ini dan ditambah dengan beban
tekanan darah tinggi, dapat membentuk penggembungan-penggembungan kecil
setempat yang disebut aneurisma Cahrcot-Bouchard, yang merupakan suatu locus
minorus resisten (LMR). Pada lonjakan tekanan darah sistemik, misalnya sewaktu
marah, saat aktivitas yang mengeluarkan tenaga banyak, mengejan dan
sebagainya, dapat menyebabkan pecahnya LMR ini. Oleh karena itu stroke
hemoragik dikenal juga sebagai “Stress Stroke” (Warlowet.al., 2007).
b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Penyebab tersering dari perdarahan ini adalah rupturnya aneurisma arterial
yang terletak di dasar otak dan perdarahan dari malformasi vaskuler yang terletak
dekat dengan permukaan piamater. Penyebab yang lain dapat berupa perdarahan
diatesis, trauma, angiopati amiloid, dan penggunaan obat. Pecahnya aneurisma ini
menyebabkan perdarahan yang akan langsung berhubungan dengan LCS,
sehingga secara cepat dapat menyebabkan peningkatan TIK. Jika perdarahan
berlanjut dapat mengarah ke koma yang dalam maupun kematian. Perdarahan
subarakhnoid yang bukan karena aneurisma sering berkembang dalam waktu yang
lama (Caplan, 2007).
Aneurisma yang menjadi sumber PSA dan PIS mempunyai perbedaan letak
dan ukuran. Pada PIS aneurisma sering muncul pada arteri-arteri di dalam
parenkim otak dan aneurisma ini kecil. Sedangkan aneurisma pada perdarahan
subarakhnoid muncul dari arteri-arteri di luar parenkim dan aneurisma ini
mempunyai ukuran lebih besar (Warlow et.al., 2007).
Berdasarkan presentasi klinis pasien, the World Federation of Neurological
Surgeons (WFNS) (Suarez et.al., 2006) telah menyusun sistem klasifikasi PSA
karena aneurisma. Sistem yang membagi pasien PSA berdasarkan derajat
kegawatannya ini mempunyai implikasi terhadap prognosis pasien. Sistem
klasifikasi PSA WFNS ini adalah sebagai berikut (Derajat 1 prognosisnya paling
17
baik, derajat 5 terjelek; GCS = Glasgow Coma Score; defisit didefinisikan disini
sebagai hemiparesis atau afasia).
• (Derajat 1) GCS = 15, tidak ada defisit fokal
• (Derajat 2) GCS = 13-14, tidak ada defisit fokal
• (Derajat 3) GCS = 13-14, ada defisit fokal
• (derajat 4) GCS = 7-12, dengan atau tanpa defisit
• (Derajat 5) GCS ≤ 7, dengan atau tanpa defisit
Klasifikasi ini lebih baik dari skala perdarahan subarakhnoid dari Hunt dan
Hess karena didasarkan pada skor GCS, yang merupakan cara yang dipakai secara
universal untuk mengevaluasi tingkat kesadaran, dan adanya tanda-tanda defisit
neurologik fokal. Selain itu adanya darah yang terlihat di CT scan dapat dijadikan
sebagai dasar klasifikasi dan penentuan prognosis (Suarez et.al., 2006)
Tabel 1. Klasifikasi Perdarahan Subarachnoid Grade Perdarahan subarachnoid Perdarahan intraventrikuler
0 Tidak ada Tidak ada 1 Minimal Tidak ada di kedua ventrikel lateral 2 Minimal Ada di kedua ventrikel lateral 3 Tebal* Tidak ada di kedua ventrikel lateral 4 Tebal* Ada di kedua ventrikel lateral
*Perdarahan mengisi salah satu sisterna atau fisura di otak yang jumlahnya 10
Namun perlu disadari klasifikasi skala PSA yang ada masih mengandung
banyak kelemahan. Sebagian besar klasifiaksi skala disusun berdasarkan
penelitian retrospektif, dan juga variabilitas intraobserver maupun interobserver
masih kurang diteliti. Tetapi untuk penilaian di triase (UGD) dan untuk prognosis
PSA, klasifikasi skala yang ada dapat digunakan (Class II, Level of evidance C)
(Bederson et.al.,)
2.1.6 Gejala dan tanda
Karakteristik dari semua tipe stroke adalah terjadinya disfungsi neruologis
dengan onset yang relatif tiba-tiba, yang melibatkan salah satu atau seluruh tanda
berikut: kelemahan, baal, kehilangan pandangan, diplopia, disartria, kelainan gaya
18
berjalan, afasia, kepala terasas ringan, vertigo, atau derajat kesadaran yang
terganggu. Mengetahui bahwa stroke itu adalah stroke sulit pada sekitar 5-10%
kasus, dan tidak satupun kasus, berdasarkan riwayat dan pemeriksaan fisik saja,
stroke dapat diidentifikasi kapanpun. Banyak kasus menyerupai kasus stroke yang
harus diingat, seperti kejang parsial kompleks, episode hipotensi, berulangnya
gejala stroke lama pada keadaan infeksi atau kekacauan metabolik, sklerosis
multipel, disfungsi saraf kranial terisolasi, penyakit akar saraf, migren dengan
aura, infeksi SSP, dll. Penilaian yang sulit terutama pada kasus dengan gejala
yang sementara dan saat ini pasien telah memiliki pemeriksaan saraf yang normal.
Di sinilah waktu timbulnya gejala, apa yang dilaporkan pasien dan saksi mata, dan
riwayat medis pasien di masa lalu dapat membedakan TIA, misalnya, dengan
yang lain. Kita juga harus mempertimbangkan kemungkinan adanya diagnosis
ganda.pasien yang pernah mengalami PIS kortikal dapat datang dengan tanda dan
gejala perdarahan dan (karena mengiritasi kortikal) kejang (Alway et al, 2009).
Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak di wajah, lengan atau tungkai,
terutama di salah satu sisi tubuh; gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda;
kesulitan melihat pada satu atau kedua mata; bingung mendadak; tersandung
selagi berjalan; hilang keseimbangan atau koordinasi; nyeri kasus mendadak
dengan penyebab yang tidak jelas dll (Price dan Wilson, 2006).Selain itu terdapat
manifestasi stroke akut yaitu (Gofir, 2009):
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiparesis) yang timbul
mendadak
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
3. Perubahan mendadak status mentalis (somnolen, delirium, letragi,
stupor, koma)
4. Bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami ucapan
5. Bicara pelo atau cedal (disatria) dll
Perbandingan Stroke perdarahan intra serebral dengan stroke infark (Lamsudin,
1999)
19
Tabel 2. Perbandingan Stroke Intraserebral dengan Stroke Infark
2.1.7 Diagnosis
Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan dari
oklusi arteri otak. CT-Scan kepala tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku
emas untuk diagnosis stroke. Pemeriksaan ini dapat membedakan stroke iskemik
dan stroke hemoragik. Selain itu juga dapat menentukan letak infark atau
perdarahan serta menyingkirkan penyebab lain seperti tumor. Pada pemeriksaan
CT-Scan kepala kasus stroke non hemoragik tampak gambaran hipodens pada
otak (Ranakusuma, 2004). Untuk menegakkan diagnosis dan menentukan jenis
patologi stroke di RS Dr Sardjito digunakan Algoritma Stroke Gajah Mada
(ASGM) (Lamsudin, 2000). Algoritma Stroke Gadjah Mada dapat digunakan
dengan pertimbangan mudah, murah, akurat, cepat, dan aman untuk membedakan
stroke iskemik dan hemoragik. Selain itu dapat digunakan pula skor stroke siraj.
Diagnosis baku emas (gold standard) adalah dengan menggunakan CT Scan atau
MRI yang jumlahnya masih sangat terbatas di Indonesia. CT Scan merupakan
pemeriksaan baku emas untuk membedakan infark dengan perdarahan. Resonansi
magnetik (MRI) lebih sensitif dari CT Scan dalam mendeteksi infark cerebri dini
dan infark batang otak.
Stroke perdarahan intra serebral Stroke infark Tidak ada riwayat gangguan peredaran darah otak sepintas
Riwayat gangguan perdarahan otak sepintas
Serangan terjadi sewaktu melakukan kegiatan fisik
Serangan terjadi sewaktu istirahat
Nyeri kepala terjadi sewaktu melakukan aktivitas fisik
Jarang mengalami nyeri sewaktu serangan
Defisit neurologis terjadi sangat cepat Defisit neurologi fokal berkembang perlahan-lahan
Sangat sering terjadi penurunan kesadaran sesaat setelah serangan
Tidak ada gangguan kesadaran saat serangan
Cairan otak berdarah Cairan otak jernih Pemeriksaan CT scan memperlihatkan perdarahan
Pemeriksaan CT scan memperlihatkan infark
20
Tabel 3. Algoritma Stroke Gadjah Mada
Rumus Skor Stroke Siriraj:
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
diastolik) – (3 x petanda ateroma) – 12
Derajat kesadaran : 0 = kompos mentis; 1 = somnolen; 2 = sopor/koma
Vomitus : 0 = tidak ada; 1=ada
Nyeri Kepala : 0 = tidak ada; 1=ada
Ateroma : 0=tidak ada; 1= salah satu atau lebih: diabetes, angina,
penyakit pembuluh darah
Hasil skor Stroke Siriraj:
Skor > 1 : perdarahan supratentorial
Skor -1 s.d 1 : perlu CT Scan
21
Skor < -2 : infark serebri
2.1.8 Diagnosis Banding Stroke
Gejala neurologis fokal yang terjadi mendadak seperti pada stroke memiliki
diagnosis banding yang luas, seperti:
a. Penyakit sistemik, atau kejang, yang menyebabkan perburukan stroke
yang pernah dialami
b. Kejang epileptik (postical Todd’s paresis) atau kejang non konvulsif
c. Lesi struktur intrakranial; hematoma subdural, tumor otak, dan
arteriovenous malformation (AVM)
d. Ensefalopati metabolik/toksik; hipoglikemia, hiperglikemia non-ketotik,
hiponatremia, Wernickle-Korsakoff syndrome, ensefalopati hepatic,
intoksikasi obat dan alkohol, septikemia
e. Fungsional/non-neurologis (misalnya histeria)
f. Migren hemiplegik
g. Ensefalitis (misalnya virus herpes simpleks) atau abses otak
h. Cedera kepala
i. Lesi saraf perifer
j. Hypertensive enchephalopathy
k. Multiple sklerosis
l. Penyakit Creutzfedlt-Jakob
m. Penyakit Wilson’s
(Gofir, 2011)
2.1.9 Manajemen dan penatalaksanaan stroke
Menurut Ghofir (2011) tujuan penanganan umum pasien stroke adalah:
1. Memberikan life support (bantuan hidup) secara umum
Penanganan ini mutlak dilakukan semua tenaga kesehatan (dokter umum,
ataupun spesialis) yang bertujuan untuk penanganan life support (bantuan
hidup). Tindakanyang dikerjakan adalah:
a. pembebasan jalan nafas dengan suction atau intubasi
22
b. oksigenasi jika diperlukan untuk mencegah hipoksia
c. pengendalian sirkulasi darah agar tidak terjadi penurunan perfusi ke
jaringan otak
d. manajemen cairan dan elektrolit
e. mengatur posisi kepala lebih tinggi 15-300, sehingga memperbaiki
venous return
f. mengatasi kejang
g. mengatasi rasa nyeri
h. menjaga suhu tubuh normal <37,5oC
i. menghilangkan rasa cemas
2. Meminimalkan lesi stroke
3. Mencegah komplikasi akibat stroke
4. Melakukan rehabilitasi
5. Mencegah timbulnya serangan ulang stroke
Tujuan keseluruhan dari perawatan stroke adalah untuk meminimalkan
cedera otak akut dan memaksimalkan pemulihan pasien. AHA ECC
mengeluarkan pedoman penilaian dan pengelolaan pasien stroke akut yang
terfokus pada setting diluar rumah sakit dan UGD seperti yang digambarkan
dalam algoritma berikut ini (Gambar). Ilustrari di sisi kiri algoritma yang berupa
jam merupakan alokasi waktu penanganan yang direkomendasikan oleh (NINDS),
hal ini perlu diperhatikan karena didalam penanganan pasien stroke dipengaruhi
oleh alokasi waktu penanganan (AHA, 2010).
A. Manajemen Kegawatdaruratan Medis
Stroke merupakan salah satu kondisi gawat darurat yang memerlukan
penanganan yang cepat dan tepat untuk mencegah mortalitas dan morbiditas
khususnya yang terkait neurologis lebih lanjut (“Time is Brain”). Pemberian life
support (bantuan hidup) secara umum harus segera dikerjakan bahkan sejak diluar
rumah sakit, dan sedini mungkinketika pasien tiba di unit gawat darurat rumah
sakit. Tugas-tugas spesifik yang sebaiknya telah tersusun dalam satu protokol
23
khusus harus dilaksanakan secara bersamaan oleh semua anggota tim darurat
stroke yang memungkinkan langkah efisien menuju diagnosis dan terapi yang
tepat. Petugas gawat darurat atau tim darurat stroke diharapkan mampu
melakukan evaluasi awal terhadap pasien dengan kecurigaan stroke dalam waktu
10 menit sejak pasien tiba di unit gawat darurat/rumah sakit. Tujuan dari evaluasi
awal: (1) menstabilkan status respiratorik, (2) defisit fokal, (3) menilai
reversibilitas kondisi patologik, (4) mendapatkan petunjuk mengenai
kemungkinan mekanisme dan penyebab vaskuler, (5) melakukan penanganan
yang sesuai. Pemeriksaan fisik awal termasuk penilaian airway, breathing,
circulation, tanda-tanda vital, dan pemeriksaan neurologis yang singkat.
Meski hasil yang terburuk dapat terjadi karena adanya penundaan dalam
pemeriksaan stroke, hal yang tidak kalah penting adalah triase yang cepat menuju
pemeriksaan neurologis dan imaging otak dengan cara yang aman secara medis.
Pasien perlu mendapatkan pemeriksaan stabilitas hemodinamik dan respiratorik
serta distabilkan jika ada keraguan mengenai adanya cedera. Hal ini merupakan
sebuah sekenario yang tidak jarang terjadi pada pasien stroke yang jatuh.
Anamnesis dan kondisi medis yang kritis sering dilakukan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik awal, dan kesalahan biasa yang terjadi jika han ini ditunda
hingga setelah evaluasi stroke. Setelah ABC resusitasi, ada beberapa langkah yang
dapat digunakan untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial dan untuk
mengendalikannya.
B. TERAPI STROKE ISKEMIK
1) Reccombinant Tissue Plasminogen Activator (RTPA)
Menurut Gofir (2011) syarat terapi RTPA ini ketika usia >18 tahun,
terdiagnosis defisit neurologis, tidak ada stroke dan trauma kepala 3
bulan sebelumnya, tidak ada riwayat perdarahan intrakranial, tekanan
darah kurang dari 185/110mmHg, tidak terjadi bangkitan, dan tidak
menderita infark miokard. Cara pemberian dengan infus RTPA dosis
0,9mg/kg (maksimal 90mg setiap 60menit) dan 10% dosis pertama
bolus periode 1 menit
24
2) Antikoagulan
Untuk mencegah rekurensi stroke dini dan memperbaiki outcome
neurologis. Contohnya; heparin. Low-molecular weight heparin.
Namun tidak dianjurkan digunakan untuk progressing stroke
3) Anti Agregasi Platelet
Dalam penggunaannya terapi yang dipakai adalah: aspirin, dipiridam,
cloidogrel, tiklopidin, dan silostazol dalam meningkatkan kadar
cAMP.
C. TERAPI STROKE HEMORAGIK
1. Manitol, diuretik, dan balans cairan
Zat osmotik paling sering yang digunakan obat osmotik intravaskular
menarik cairan dari jaringan otak yang mengalami edema dan non
edema. Dan menurunkan tekanan intrakranial pada pasien stroke.
2. Steroid
Peran steroid dalam menangani pasien stroke mengurangi edema
vasogenik, seperti: tumor, abses, hematoma subdural.
3. Anti Perdarahan
Pembesaran hematom terjadi pada 38% pasien intraserebral dalam 24
jam pertama setelah onstet stroke. Untuk itu digunakan terapi
Reccombinat Activated Factor VII dalam mengatasi pembesaran
hematom (Gofir, 2011)
2.1.10 Prognosis
Kemungkinan perbaikan setelah serangan stroke bervariasi tergantung
sifat dan keparahan dari defisit awal. Diperkirakan 35 persen dari penderita hidup
dengan permulaan paralisis pada kaki mendapati fungsi yang tidak berguna, dan
20-25 persen dari penderita hidup tidak dapat berjalan tanpa bantuan penuh
asisten fisik enam bulan setelah stroke, sekitar 65 persen dari pasien tidak bisa
mengkoordinasi gerakan tangannya untuk melakukan kegiatan harian (Dobkin,
2005).
25
Barthel Index ( BI) digunakan untuk menilai outcome beratnya stroke.
Pada pemeriksaan ini dinilai fungsi pergerakan dan kemampuan dalam melakukan
aktifitas sehari-hari. Pemeriksaan ini terdiri dari sepuluh pertanyaan tentang
aktifitas harian yang terdiri atas: makan, berpindah dari kursi ke tempat tidur dan
sebaliknya, Kemampuan membersihkan diri, kemampuan di WC, mandi, berjalan
pada bidang datar, kemampuan naik-turun tangga, kemampuan berpakaian,
kontrol BAB, dan kontrol BAK. Beratnya stroke dipantau saat masuk rumah sakit,
7 hari masuk rumah sakit, dan 14 hari masuk rumah sakit. Penilaian berat stroke
disebut ringan bila nilai BI lebih besar dari 50 dan disebut berat bila kurang atau
sama dengan 50 (Ritarwan, 2003).
Menurut analisis multivarian disimpulkan bahwa usia, indeks massa tubuh, yang
lebih rendah, dan stroke perdarahan adalah faktor resiko yang signifikan untuk
kematian setelah stroke. Outcome fungsional tergantung pada tingkat keparahan
kerusakan awal dan juga sejumlah variabel lain termasuk usia, disfungsi kognitif,
dan kormobiditas (Gofir, 2011).
2.1.11 Komplikasi
Berbagai upaya untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan
perlu dilakukan. Penanganan komprehensif stroke mutlak dikerjakan mengingat
berbagai penyebab kematian pada pemderita stroke. Sinta dan Sutarni (cit. Gofir,
2011) melaporkan bahwa kematian akibat serangan stroke terjadi paling banyak
pada hari kedua sampai hari ketujuh yaitu sebesar 56,32% kemudian kurang dari
24 jam sebesar 29,48% dan paling sedikit adalah lebih dari 21 hari sebesar 1,05%.
Penyebab kematian terbanyak adalah herniasi tentorial baik pada stroke
perdarahan maupun stroke infark (83,68%), kemudian kelainan jantung (5,26%),
septikemia (3,68%), sudden death (2,63%), syok hipovolemik (1,58%),
respiratory arrest (1,58%), pneumonia (1,05%), serta aspirasi (0,53%).
26
Tabel 4. Barthel Index untuk Penilaian Kemampuan Pasien Stroke Dalam Melakukan Aktifitas Harian (Dobkin, 2005)
Activity Score Feeding
0 = unable 5 = needs help cutting, spreading butter, etc., or requires modified diet 10 = independent
0 5 10
Bathing 0 = dependent 5 = independent (or in shower)
0 5
Grooming 0 = needs to help with personal care 5 = independent face/hair/teeth/shaving (implements provided)
0 5
Dressing 0 = dependent 5 = needs help but can do about half unaided 10 = independent (including buttons, zips, laces, etc.)
0 5 10
Bowels 0 = incontinent (or needs to be given enemas) 5 = occasional accident 10 = continent
0 5 10
Bladder 0 = incontinent, or catheterized and unable to manage alone 5 = occasional accident 10 = continent
0 5 10
Toilet Use 0 = dependent 5 = needs some help, but can do something alone 10 = independent (on and off, dressing, wiping)
0 5 10
Transfers (bed to chair and back) 0 = unable, no sitting balance 5 = major help (one or two people, physical), can sit 10 = minor help (verbal or physical) 15 = independent
0 5 10 15
Mobility (on level surfaces) 0 = immobile or < 50 yards 5 = wheelchair independent, including corners, > 50 yards 10 = walks with help of one person (verbal or physical) > 50 yards 15 = independent (but may use any aid; for example, stick) > 50 yards
0 5 10 15
Stairs 0 = unable 5 = needs help (verbal, physical, carrying aid) 10 = independent
0 5 10
TOTAL (0 - 100)
27
2.1.12 Kerangka Teori
Tidak dapat diubah:
‐ Usia Tua
‐ Jenis kelamin
‐ Ras
‐ Genetik
Faktor Risiko
Dapat diubah
‐ Hipertensi
‐ Diabetes Melitus
‐ Penyakit jantung
‐ Hiperkolesterol
‐ Dislipidemia
‐ Inaktifitas tubuh
‐ Kebiasaan merokok
‐ Obesitas
Etiologi
Perdarahan Serebri
Emboli
Trombosis
Aliran darah menurun
Sumbatan aliran darah dan pasokan makanan
Hipoksia
Kematian sel otak
Stroke Hemoragik
Stroke Infark
28
1.1.13 Kerangka Konsep
2.
Pasien stroke di RSUD Sleman
(berdasarkan data rekam medis)
Diagnosis Pemeriksaan Klinis
Stroke Hemoragik
Faktor Resiko:
• Hiperglikemi • Dislipidemia • Penyakit jantung • Hipertensi • Usia • Jenis kelamin
Stroke Non Hemoragik
Prognosis:
• Lama perawatan • Keadaan Akhir
29
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif non analitik mengambil data
penderita melalui catatan rekam medik yang dirawat dari Januari sd/ Desember
2011 di Rumah Sakit Umum Daerah Sleman Yogyakarta dengan diagnosis stroke
hemoragik dan non hemoragik (iskemik).
3.2. Lokasi, Populasi, dan Sampel
3.2.1 Lokasi Penelitian
Pemilihan lokasi dilaksanakan di RSUD Sleman Yogyakarta, provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
3.2.2. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua pasien yang
didiagnosa sebagai stroke yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Sleman Yogyakarta selama periode Januari sd/ Desember 2011. Penentuan besar
sampel dengan menggunakan rumus jenis penelitian deskriptif, yakni:
N = Zα²×P×Q
d²
= 70,07
= 70
Zα = deviat baku alfa (1,96)
P = prevalensi dari penelitian terdahulu (76% atau 0,76)
Q = 1-P
d = presisi 10% atau 0,1
Sehingga sampel minimal dalam sampel penelitian ini adalah 70 sampel.
3.2.3. Sampel Penelitian
Besar sampel yang digunakan disesuaikan dengan jumlah data rekam medis
yang tersedia di bangsal Saraf RSUD Sleman Yogyakarta dalam rentang waktu
30
selama 1 Januari sd/ 31 Desember 2011 yang memenuhi kriteria inklusi sebagai
pasien yang berdasarkan kartu rekam medik terdiagnosis stroke dalam periode
Januari sd/ Desember 2011. Kriteria eksklusinya untuk pasien yang memiliki
riwayat rekam medik tidak lengkap.
3.3 Variabel Penelitian
3.4.1. Variabel tergantung
Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah stroke iskemik dan stroke
hemoragik.
3.4.2. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah karakteristik. Pada penelitian
ini variabel-variabel yang akan diukur adalah :
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Hipertensi
4. Diabetes Melitus
5. Penyakit Jantung
6. Dislipidemia
7. Tekanan darah saat masuk rumah sakit
8. Lama Perawatan
9. Keadaan akhir penderita
3.4. Definisi Operasional
a. Stroke non hemoragik (stroke iskemik) adalah manifestasi klinik dari
gangguan serebral, baik fokal maupun global yang berkembang dengan
cepat (dalam detik atau menit), gejala-gejalanya berlangsung lebih dari dua
puluh empat jam, atau menyebabkan kematian, tanpa ditemukannya
penyebab lain selain gangguan vaskular dan semata-mata disebabkan oleh
tersumbatnya pembuluh darah di otak yang dapat di diagnosis melalui CT-
Scan dan atau algoritma stroke Gajah Mada (Lamsudin, 1997).
31
b. Stroke hemoragik adalah keadaan dimana terjadi gangguan vaskular darah
otak akibat infark otak yang didiagnosis dengan CT-Scan dan atau
algoritma stroke Gadjah Mada (Ranakusuma, 2004).
c. Usia adalah lama waktu hidup atau ada (sejak dilahirkan atau diadakan).
Kriteria pembagian usia penderita stroke iskemik dan hemoragik
dinyatakan pada skala interval pada penelitian ini, yaitu:
1. Usia < 45 tahun
2. Usia 45- 65 tahun
3. Usia > 65 tahun
d. Jenis kelamin adalah pembagian berdasarkan fakta biologis. Dalam
penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Pria
b. Wanita
e. Hipertensi adalah kadar tekanan darah dari pengukuran menggunakan alat
sphygmomanometer yang meningkat diatas ≥140 mmHg untuk tekanan
sistolik dan ≥ 90 mmHg untuk tekanan diastolik.
f. Hiperglikemia adalah dalam penelitian ini kadar glukosa darah diukur
pada saat masuk rumah sakit. Dibedakan menjadi hiperglikemia dan tidak.
Hiperglikemia jika GDP ≥ 126 mg/dL atau GDS ≥ 200 mg/dL (American
Diabetes Association, 2010).
g. Penyakit Jantung adalah penyakit jantung koroner dengan infark miokard
dan gangguan denyut jantung (atrium fibrilasi) yang sudah didiagnosis
setelah dilakukan pemeriksaan EKG.
h. Dislipidemia adalah keadaan kolesterol total ≥ 200 mg/dl, kadar kolesterol
LDL ≥ 150 mg/dl, kadar HDL < 35mg/dl dan kadar trigliserida dikatakan
tinggi untuk pria apabila > 165mg/dl, normal jika 40-140 mg/dl.
i. Tekanan darah saat masuk rumah sakit diukur dengansphygmomanometer
dengan dua pengukuran yaitu tekanan sistole dan diastole dengan satuan
millimeter mercuri (mmHg) (AHA, 2009). Pembagian hasil pengukuran
tekanan darah berdasar JNC VII JAMA 2003:
a. Normal; sistol <120 mmHg dan diastol <80 mmHg
32
b. Prehipertensi; sistol120-139 mmHg atau diastol 80-89 mmHg
c. Hipertensi grade 1; sistol 140-159 mmHg atau diastol 90-99 mmHg
d. Hipertensi grade 2; sistol ≥160 mmHg atau diastol ≥ 100 mmHg
j. Lama Perawatan adalah waktu antara masuk pasien ke rumah sakit hingga
pulang atau dipulangkan. Kriteria pembagian lama di Rumah Sakit adalah:
a. 1-3 hari
b. 3-7 hari
c. > 7 hari
k. Keadaan Akhir Penderita adalah adalah keadaan pasien saat meninggalkan
rumah sakit. Kriteria pembagian keadaan akhir penderita adalah:
a. Sembuh
b. Membaik
c. Memburuk
d. Meninggal
3.5.Prosedur Penelitian
Prosedur Penelitian
1. Tahap Persiapan
a. Menentukan masalah
b. Memilih lokasi penelitian
c. Melakukan studi pendahuluan
d. Menyusun proposal
e. Seminar Proposal
2. Tahap Pelaksanaan
a. Izin penelitian
b. Mendapatkan rekam medik dari RS
c. Melakukan pengumpulan data
d. Melakukan pengolahan dan analisa data
3. Tahap Akhir
a. Menyusun laporan hasil penelitian
b. Seminar hasil penelitian
33
3.6. Pengumpulan Data
Data yang diambil adalah data yang tercatat pada kartu status pasien stroke
iskemik dan hemoragik di rekam medik RSUD Sleman Yogyakarta dan
memenuhi kriteria inklusi. Pengumpulan data dilakukan dengan penelusuran
retrospektif dengan mengumpulkan data sekunder terhadap kartu rekam medik
pasien balita yang didiagnosis stroke dengan menggunakan formulir terstruktur
yang mencakup informasi tentang:
i. Identitas pasien (dengan kode/anonim)
ii. Usia, jenis kelamin, status gizi, etiologi, gejala klinis, penyakit
penyerta, penatalaksanaan, dan lama pasien dirawat.
3.7. Instrumen Penelitian
Data sekunder yaitu Rekam Medis dari Rumah Sakit Umum Daerah
Sleman Yogyakarta periode 1 Januari sd/ 31 Desember 2011, yang telah
terdiagnosis stroke iskemik dan stroke hemoragik.
3.8. Tahap Penelitian
Kegiatan WaktuPelaksanaan
Pembuatan proposal penelitian Maret 2012
Seminar proposal penelitian April 2012
Pengumpulan data Mei 2012
Pengolahandananalisis data Mei 2012
Pembuatanlaporanpenelitian Mei 2012
Seminar hasilpenelitian Juni 2012
3.9 Analisis Data
Sesuai dengan rancangan penelitian deskriptif (penelitian yang hanya
menggambarkan data atau fenomena yang didapat kemudian diikuti
perkembangannya pada periode tertentu kearah belakang) terhadap penderita
Tabel 5. Tahap Penelitian
34
stroke iskemik dan hemoragik dengan rekam medik yang tercatat di Rumah Sakit
Umum Daerah Sleman Yogyakarta serta menggambarkan usia, jenis kelamin,
hipertensi, Hiperglikemi, penyakit jantung, dislipidemia, tekanan darah saat
masuk rumah sakit, lama perawatan, dan keadaan akhir penderita. analisis data
yang digunakan adalah dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan pie chart
sehingga dapat diketahui frekuensi dari setiap variabel.
3.10 Etika Penelitian
Meminta izin pada rumah sakit untuk melakukan penelitian di RSUD Sleman,
dengan tetap menghargai kerahasiaan data atau sampel yang diteliti.
35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Setelah melakukan penelitian awal melalui penelusuran data rekam medis
RSUD Sleman Yogyakarta. Diambil secara acak sebanyak 85 data rekam medis
berdasarkan besar sampel yang telah didapat. Sehingga bisa memberikan
gambaran data sesuai dengan tujuan penelitian peneliti. Dari jumlah tersebut, 67
pasien (78,82%) merupakan pasien stroke non hemoragik dan sisanya sebanyak
18 pasien (21,18%) merupakan pasien stroke hemoragik seperti yang dipaparkan
oleh tabel 1.
Tabel 6. Jenis Pasien Stroke yang Dirawat di RSUD Sleman Yogyakarta Tahun 2011.
Perbandingan antara pasien hemoragik dengan non hemoragik adalah 1 :
3,76
A. Jenis Kelamin
Tabel A.1., merupakan angka kejadian stroke hemoragik menurut jenis
kelamin. Didapatkan ada 10 pasien (55,56%) berkelamin Pria, sedangkan 8 pasien
(44,44%) berkelamin Wanita, dengan perbandingan Pria : Wanita adalah 1,25 : 1.
Tabel 7. Jumlah Penderita Stroke Hemoragik Berdasarkan Jenis Kelamin di RSUD Sleman Yogyakarta tahun 2011
Hemoragik (Jenis Kelamin) Jumlah Persentase (%) Pria 10 55,56
Wanita 8 44,44
Total 18 100
Sedangkan pada tabel A.2., menggambarkan pasien stroke non hemoragik
lebih banyak terjadi pada Laki-laki dengan jumlah 44 pasien (65,67%).
Kasus Stroke Jumlah Persentase (%)
Stroke non hemoragik 67 78,82 Stroke hemoragik 18 21,18
Total 85 100
36
Sedangkan pada wanita berjumlah 23 pasien (34,33%). Perbandingan pasien
stroke non hemoragik antara pria dan wanita adalah 1,91 : 1
Tabel 8 . Jenis Kelamin Pasien Stroke Non Hemoragik di RSUD
Sleman Yogyakarta 2011 Non Hemoragik Jumlah Persentase (%)
Pria 44 65,67
Wanita 23 34,33
Total 67 100
B. Usia
Pada tabel 9, digambarkan pasien strok hemoragik lebih banyak pada
pasien dengan usia diantara 45 - 65 tahun dengan jumlah 11 pasien (61,11%),
diikuti pasien dengan usia > 65 tahun dengan jumlah 7 pasien (38,89%).
Untuk pasien stroke non hemoragik sendiri didapatkan terbanyak adalah
usia 45 – 65 tahun dengan jumlah 34 pasien (50,75%), kemudian usia > 65 tahun
sebanyak 31 pasien (46,27%) dan terakhir umur < 45 tahun sebanyak 2 pasien
(2,99%).
Tabel 9. Umur Pasien Stroke Hemoragik di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Usia Jumlah Persentase(%) < 45 tahun 0 0 45-65 tahun 11 61,11 >65 tahun 7 38,89 Total 18 100
Tabel 10. Umur Pasien Stroke Non Hemoragik di RSUD Sleman
Yogyakarta 2011 Non-Hemoragik (Usia) Jumlah Persentase (%)
Usia < 45 2 2,99 45 - 65 34 50,75 Usia > 65 31 46,27
Total 67 100
37
C. Hipertensi
Pasien dengan riwayat hipertensi baik itu yang terkontrol maupun tidak
terkontrol pada pasien stroke hemoragik terdapat sebanyak 15 pasien (83,33%),
sedangkan yang tidak sebanyak 3 pasien (16,67%). Dengan perbandingan antara
yang memiliki hipertensi : tidak hipertensi adalah 5 : 1. Seperti yang dapat dilihat
di Tabel C.1.
Tabel 11. Pasien Stroke Hemoragik dengan Hipertensi di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Hemoragik (HT) Jumlah Persentase (%) Ya 15 83,33 Tidak 3 16,67
Total 18 100
Pada table C.2. untuk pasien stroke non hemoragik dengan hipertensi sendiri
didapatkan data sebanyak 51 pasien (76,12%) yang terdeteksi memiliki penyakit
hipertensi, sedangkan 16 pasien (23,88%) tidak mengidap hipertensi. Dengan
perbandingan antara yang mengidap hipertensi : yang tidak adalah 3,19 : 1
Tabel 12. Pasien Stroke Non Hemoragik dengan Hipertensi di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Non-Hemoragik (HT) Jumlah Persentase (%) Ya 51 76,12 Tidak 16 23,88 Total 67 100
Jika kita melihat jenis hipertensi yang ada berdasarkan JNE VIII, maka
bisa kita dapatkan data untuk pasien stroke hemoragik itu sendiri didapatkan
bahwa ada 13 (72,22%) pasien yang memiliki hipertensi grade 2, sedangkan untuk
hipertensi grade 1 ada 3 (16,67%) pasien, dan prehipertensi 2 (11,11%) pasien.
38
Tabel 13. Jenis Hipertensi Pada Pasien Stroke Hemoragik di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Hemoragik (Jenis Hipertensi) Jumlah Persentase (%) Normal 0 0,00 Prehipertensi 2 11,11 Hipertensi Grade 1 3 16,67 Hipertensi Grade 2 13 72,22
Total 18 100
Pada pasien Non Hemoragik sendiri, didapatkan bahwa sebanyak 46
pasien (68,66%) dari 67 jumlah penderita stroke mengalami hipertensi grade 2,
kemudian diikuti prehipertensi sebanyak 11 pasien (16,42%), setelah itu
Hipertensi grade 1 dengan 7 pasien (10,45%), dan yang terakhir yaitu tekanan
darah normal sebanyak 3 pasien (4,48%). Seperti yang dapat kita lihat pada table
C.4.
Tabel 14. Jenis Hipertensi Pada Pasien Stroke Non Hemoragik di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Non-Hemoragik (Jenis HT) Jumlah Persentase (%) Normal 3 4,48 Prehipertensi 11 16,42 Hipertensi Grade 1 7 10,45 Hipertensi Grade 2 46 68,66
Total 67 100
D. Hiperglikemia
Untuk hiperglikemia sendiri bisa kita ambil data bahwa dari 18 pasien
stroke hemoragik ada 10 pasien (55,56%) pasien yang memiliki hiperglikemia,
sedangkan 8 pasien (44,44%) tidak memiliki hiperglikemia. Dengan perbandingan
antara yang memiliki hiperglikemia : tidak memiliki adalah 1,25 : 1.
Tabel 15. Pasien Stroke Hemoragik dengan Hiperglikemia di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Hemoragik (Hiperglikemia) Jumlah Persentase (%)
Ya 10 55,56 Tidak 8 44,44
Total 18 100
39
Untuk pasien stroke non hemoragik sendiri didapatkan sebanyak 53 pasien
(79,10%) pasien tidak mengidap hiperglikemia, sisanya sebanyak 14 pasien
(20,90%) hiperglikemia. Perbandingan antara yang mengidap hiperglikemia :
yang tidak adalah 3,78 : 1.
Tabel 16. Pasien Stroke Non Hemoragik dengan Hiperglikemia Non-Hemoragik (hiperglikemia) Jumlah Persentase (%)
Ya 14 20,90
Tidak 53 79,10 Total 67 100
E. Penyakit Jantung
Ternyata pada pasien stroke hemoragik dengan penyakit jantung, terdapat
hanya 1 (5,56%) pasien yang diketahui memiliki penyakit jantung. Sedangkan 17
(94,44%) sisanya tidak didapatkan mempunyai penyakit jantung.
Tabel 17. Pasien Stroke Hemoragik dengan Penyakit Jantung
Koroner di RSUD Sleman Yogyakarta 2011 Hemoragik (PJ) Jumlah Persentase (%)
Ya 1 5,56 Tidak 17 94,44
Total 18 100
Perbandingan antara pasien stroke hemoragik dengan penyakit jantung
dengan yang tidak memiliki penyakit jantung koroner 1 : 17.
Pada pasien stroke non hemoragik sendiri, didapatkan ada 7 (10,45%)
pasien yang didapati memiliki penyakit jantung, sedangkan 60 (89,55%) tidak
memiliki penyakit jantung. Perbandingaantara pasien stroke non hemoragik yang
memiliki penyakit jantung berbanding dengan yang tidak memiliki penyakit
jantung adalah 1 : 8,57.
40
Tabel 18. Pasien stroke non hemoragik dengan penyakit jantung di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Non-Hemoragik (PJ) Jumlah Persentase (%) Ya 7 10,45
Tidak 60 89,55
Total 67 100
F. Dislipidemia
Terdapat 10 (55,56%) pasien stroke hemoragik yang mengalami
dilipidemia, sedangkan 8 (44,44%) pasien tidak didapati mengalami dyslipidemia.
Perbandingan antara pasien stroke hemoragik yang memiliki dyslipidemia
dibandingkan dengan yang tidak memiliki dislipidemia adalah 1,25 : 1.
Tabel 19. Pasien Stroke Hemoragik dengan Dislipidemia di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Hemoragik (Dislipidemia) Jumlah Persentase (%) Ya 10 55,56 Tidak 8 44,44
Total 18 100
Untuk stroke non hemoragik sendiri, ada terdapat 26 (38,81%) pasien
yang memiliki dyslipidemia, dan sisanya sebanyak 41 (61,19%) pasien tidak
ditemukan dyslipidemia. Dengan perbandingan antara yang memiliki dan tidak
memiliki dyslipidemia adalah 1 : 1,57
Tabel 20. Pasien Stroke non hemoragik dengan Dyslipidemia di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Non-Hemoragik (Dislipidemia) Jumlah Persentase (%) Ya 26 38,81 Tidak 41 61,19
Total 67 100
41
G. Lama Perawatan
Lama perawatan pasien stroke hemoragik didapatkan 10 (55,56%) pasien
dirawat antara 1 hingga 3 hari, 4 (22,22%) pasien dirawat antara 4 hingga 7 hari,
dan 4 (22,22%) pasien yang dirawat lebih dari 7 hari.
Tabel 21. Lama perawatan pasien stroke hemoragik di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Hemoragik (Lama Perawatan) Jumlah Persentase (%)
1 s/d 3 10 55,56 4 s/d 7 4 22,22
Hari > 7 4 22,22 Total 18 100
Pada pasien stroke non hemoragik sendiri didapatkan data ada 5 (7,46%)
pasien yang dirawat selama 1 hingga 3 hari, 32 (47,76%) pasien dirawat selama 4
hingga 7 hari, danada 30 (44,78%) pasien yang dirawat lebih dari 7 hari
Tabel 22. Lama Perawatan PAsien Stroke hemoragik di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Non-Hemoragik (Lama Perawatan) Jumlah Persentase (%)
1 s/d 3 5 7,46 4 s/d 7 32 47,76
Hari > 7 30 44,78 Total 67 100
H. Keadaan Akhir
Keadaan akhir dari pasien stroke hemoragik terdapat 5 (27,78%) pasien
yang membaik, 3 (16,67%) pasien yang belum sembuh, 6 (33,33%) pasien yang
mati kurang dari 48 jam, dan 4 (22,22%) pasien yang mati lebih dari 48 jam.
42
Tabel 23. Keadaan Akhir pasien stroke hemoragik di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Hemoragik (Keadaan Akhir) Jumlah Persentase (%) Sembuh 0 0 Membaik 5 27,78 Belum Sembuh 3 16,67 Mati < 48 Jam 6 33,33 Mati > 48 Jam 4 22,22
Total 18 100 Sedangkan untuk keadaan akhir dari pasien stroke non hemoragik, terdapat
4 (5,97%) pasien sembuh, 57 (85,07%) pasien membaik, dan 6 (8,96%) belum
sembuh.
Tabel 24. Keadaan akhir pasien stroke hemoragik di RSUD Sleman Yogyakarta 2011
Non-Hemoragik (Keadaan Akhir) Jumlah Persentase (%) Sembuh 4 5,97 Membaik 57 85,07 Belum Sembuh 6 8,96 Mati < 48 Jam 0 0 Mati > 48 Jam 0 0
Total 67 100
1.2 Pembahasan
Faktor risiko stroke yang tidak dapat diubah selain usia adalah jenis kelamin
pria. Pria memiliki risiko terkena stroke lebih tinggi dibandingkan dengan wanita.
Pada penelitian ini didapatkan bahwa kejadian stroke non hemoragik pada pria
lebih tinggi dibandingkan pada wanita. Kejadian pada pria sebanyak 44 pasien
(65,67%) sedangkan pada wanita sebanyak 23 pasien (34,33%). Hasil pada
penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Lidyawati (2007),
melaporkan penelitian di RSUD Mowewardi Surakarta periode tahun 2000-2001
bahwa kejadian stroke non hemoragik pada pria sebanyak 58 %, sedangkan pada
wanita sebanyak 41%. Penelitian ini berbeda dengan penelitian oleh (Roquer et
43
al., 2003 cit Gofir 2009) yang dalam penelitiannya melaporkan bahwa kejadian
stroke pada wanita lebih tinggi dibanding pria.
Lebih tingginya kejadian stroke non hemoragik pada pria diduga karena
jenis kelamin pria berhubungan dengan faktor risiko stroke lainnya yakni
kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol (Berger, 1999). Hasil pada penelitian
lebih banyak pasien berjenis kelamin pria dibandingkan wanita. Ada 10 pasien
(55,56%) berjenis kelamin pria pada stroke hemoragik, sedangkan untuk pasien
stroke non hemoragik teradapat 44 pasien (65,67%) berjenis kelamin pria.sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa jenis kelamin pria merupakan faktor risiko
stroke. Jenis kelamin pria merupakan faktor risiko stroke yang tidak dapat diubah
(Ranakusuma, 2002).
Pada hasil penelitian didapatkan rentang usia 45 – 65 tahun adalah rentang
usia dengan jumlah pasien stroke hemoragik terbanyak dengan 11 pasien
(61,11%), sedangkan untuk pasien stroke non hemoragik sendiri didapat data yang
serupa yaitu rentang usia 45 – 65 tahun adalah rentang usia terbanyak dengan 34
pasien (50,75%). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh
Ihsan (2010) dimana usia merupakan salah satu faktor risiko stroke yang tidak
dapat diubah. Pada pasien yang dirawat di RSUD Pandan Arang Boyolali (2010)
didapatkan kejadian stroke non hemoragik paling banyak terjadi pada usia > 65
tahun dengan jumlah 126 pasien (49%) lebih tinggi dari usia yang lebih muda.
Pasien stroke non hemoragik termuda pada usia 25 tahun dan yang tertua pada
usia 100 tahun.
Lebih tingginya angka kejadian stroke pada usia tua yang didapat pada
penelitian ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa usia merupakan faktor
risiko stroke, baik stroke non hemoragik ataupun hemoragik. Usia merupakan
faktor risiko stroke yang tidak dapat diubah. Semakin tua usia, maka risiko untuk
terjadinya stroke semakin meningkat. Usia tua juga dihubungkan sebagai faktor
risiko dari faktor risiko stroke lainnya yaitu berupa hipertensi, diabetes mellitus,
dan kelainan jantung (Lumbantobing, 2003). Penelitian Hajar et al (cit. Gofir,
44
2009) menunjukkan bahwa peningkatan usia dan penyakit serebrovasuler
sebelumnya memiliki hubungan yang independen dengan stroke infark
dibandingkan stroke perdarahan.
Delapan puluh persen pasien stroke akan mengalami peningkatan tekanan
darah selama dua puluh empat jam setelah onset. Stress pada masuk rumah sakit
mempengeruhi sistem saraf, mengaktifkan jalur adrenomedular simpatik,
meningkatakan kadar ketokolamin pada sirkulasi dan meningkatkan tekanan darah
(Tikhonoff et al, 2009). Pada penelitian terdapat 15 pasien (83,33%) stroke
hemoragik yang menderita penyakit hipertensi dan 51 pasien (76,12%) stroke non
hemoragik yang menderita penyakit hipertensi..Hipertensi merupakan faktor
resiko terpenting pada stroke terutama pada PIS. Terdapat penelitian yang
menyatakan bahwa kontrol tekanan darah dapat menurunkan insidensi infark
aterotrombik dan perdarahan intraserebral (Ropper dan Brown, 2005).
Pada stroke iskemik, respon peningkatan tekanan darah rata-rata yang dapat
menyebabkan kematian adalah 11,7 mmHg untuk tekanan sistolik, 6 mmHg untuk
tekanan diastolik dan 9 mmHg untuk mean arterial blood pressure. Hal ini sesuai
dengan penelitian bahwaSebanyak 13 pasien (72,22%) dari 15 pasien stroke
hemoragik yang menderita penyakit hipertensi merupakan penderita hipertensi
grade 2. Sedangkan untuk pasien stroke non hemoragik sendiri terdapat 46 pasien
(68,66%) dari 51 pasien dengan hipertensi merupakan penderita hipertensi grade
2. Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak sehingga
dapat menyebabkan perdarahan intraserebral, intraventrikular maupun
subarakhnoid. Perdarahan ini apabila menimbulkan gejala dan berlangsung lebih
dari 24 jam dapat menyebabkan stroke hemoragik (Price dan Wilson, 2006).
Peningkatan tekanan darah berhubungan dengan buruknya outcome yang
dihasilkan walaupun pada penelitian observasional ditemukan hasil yang berbeda-
beda (Wilmott et al, 2004).
Lebih dari setengah (55,56%) pasien stroke hemoragik hiperglikemia.
Sedangkan 14 pasien (20,90%) pasien stroke non hemoragik adalah penderita
45
hiperglikemia. Studi lain dengan prospektif dan case control juga
mengindikasikan hiperglikemia sebagai prediktor outcome pada pasien stroke.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat
keparahan stroke dengan outcome yang buruk dan hubungan antara keparahan
stroke dengan kadar gula dalam darah (Basu et al, 2007). Namun faktor lain yang
berpengaruh pada penelitian ini adalah pada stroke hemoragik didapatkan
prevalensi kematian <48 jam.
Dari 18 pasien stroke hemoragik terdapat 1 pasien (5,56%) yang menderita
penyakit jantung. Untuk pasien stroke non hemoragik sendiri terdapat 7 pasien
(10,45%) yang menderita penyakit jantung.Penyakit jantung dapat meningkatkan
terjadinya stroke. Pada stroke yang disebabkan oleh emboli, faktor yang paling
berperan adalah infark miokard, aritmia dan atrial fibrilasi (Ropper dan Brown,
2005). Stroke yang disebabkan oleh gagal jantung kronik dan atrial fibrilasi
sebagian besar akan berujung pada kematian. Adanya penyakit penyerta yaitu
penyakit jantung pada pasien stroke meningkatakan insidensi kematian
berdasarkan suatu penelitian di Polandia (Czlonkowska et al, 2000).
Didapatkan pada penelitan 10 pasien (55,56%) dari 18 pasien stroke
hemoragik menderita dislipidemia dan 26 pasien (38,81%) stroke non hemoragik
mengalami dislipidemia. Kadar kolesterol yang tinggi berhubungan dengan
terjadinya stroke minor. Begitu pula sebaliknya, kadar kolesterol yang rendah
berhubungan dengan terjadinya stroke mayor. Hiperkolesterol hanya berpengaruh
sedikit pada keparahan stroke. Kadar kolesterol berkebalikan dengan tingkat
keparahan maupun kematian pasien stroke (Olsen dan Christensen, 2007).
Stroke merupakan serangan otak akut yang terjadi 24 jam atau lebih. Pasien
stroke harus menjalani rawat inap untuk pemantauan kondisi yang dapat berubah-
ubah dengan cepat. Rata–rata lama dirawat dirumah sakit atau long of stay pada
penelitian ini adalah 7,55 hari. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya oleh Pradana & Ardiansyah (2009) di PKU Muhammadiyah
Yogyakarta yang menyebutkan bahwa rata-rata lama rawat inap pasien stroke
46
hemoragik di RS adalah 8,1 hari. Sedangkan penelitian Ihsan (2010)
menggambarkan rata-rata lama perawatan atau long of stay pasien stroke non
hemoragik di RSUD Pandan Arang Boyolali tahun 2008 adalah 7,55 hari. Hal ini
sesuai dengan penelitian bahwa rata – rata lama perawatan stroke hemoragik
adalah 1 hingga 3 hari (55,56%) dan rata – rata lama perawatan stroke non
hemoragik adalah 4 – 7 hari (47,76%) di RSUD Sleman periode Januari-
Desember 2011. Lamanya pasien stroke non hemoragik yang dirawat inap karena
keadaan otak pasien yang tidak stabil dan masih mudah berubah-ubah. Pasien
stroke non hemoragik harus menjalani perawatan akut pascastroke di rumah sakit
dan dilanjutkan dengan perawatan rehabilitatif. Lamanya waktu yang dibutuhkan
pasien stroke untuk rawat inap menjadikan stroke sebagai penyakit saraf yang
paling banyak dirawat di instalasi rawat inap di rumah sakit- rumah sakit baik
pemerintah maupun swasta (Yayasan Stroke Indonesia, 2006).
Keadaan akhir atau outcome pasien stroke tergantung tingkat keparahan
awal dari serangan stroke. Pada pemeriksaan CT-Scan, luas lesi otak yang lebih
dari 50 cm3 mempunyai hubungan yang erat dengan angka mortalitas (Sjahrir,
2003). Keadaan akhir pasien stroke juga berhubungan dengan waktu masuk
setelah serangan. Pasien yang datang dalam golden period maka akan
mendapatkan pengobatan yang efektif dengan segera sehingga outcome pasien
akan baik. Mortalitas akibat stroke adalah 30% sampai 35% dan kecacatan mayor
pada pasien yang selamat adalah 35% sampai 40%. Sekitar sepertiga pasien yang
selamat akan mengalami stroke berikutnya dalam 5 tahun dan 5%-14% akan
mengalami stroke ulangan dalam tahun pertama (Price dan Wilson, 2006).
Angka kematian stroke non hemoragik lebih kecil dibanding stroke
hemoragik. Pada penelitian ini sebanyak 33,33% keadaan akhir pasien stroke
hemoragik meninggal < 48 jam, dan 85,07% pasien stroke non hemoragik
keadaan akhirnya membaik. Pada pasien stroke non hemoragik penyebab
kematian yang sering adalah akibat herniasi tentorial (83,68%), kelainan jantung
(5,26%), septikemia (3,68%) (Sinta& Sutarni (1997) cit Gofir, 2009).
46
BAB V
SIMPULAN SARAN
1.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian data rekam medis pasien stroke non hemoragik dan
hemoragk yang dirawat inap di RSUD Sleman Yogyakarta periode 1 Januari- 31
Desember 2011 diperoleh hasil sebagai berikut di bawah ini :
1. Faktor-faktor risiko stroke yang memiliki pengaruh terhadap jenis
patofisiologi stroke non hemoragik adalah usia, jenis kelamin,
hiperglikemia, dislipidemia, dan penyakit jantung.
2. Faktor-faktor risiko stroke yang memiliki pengaruh terhadap jenis
patofisiologi stroke hemoragik adalah usia, jenis kelamin, dan
hipertensi.
3. Variabel lainnya yaitu keadaan akhir penderita stroke hemoragik
meninggal <48 jam dan pasien stroke non hemoragik membaik
sebanyak 85,07%
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian ini dapat diungkapkan beberapa saran untuk
mengembangkan penelitian, antara lain:
1. Penulis mengharapkan adanya penelitian lanjutan berupa analitik
terhadap variabel-variabel yang telah dideskriptifkan pada
penelitian ini.
2. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan data primer
yang diperoleh langsung dari pasien
3. Rekam medis sebaiknya ditulis dengan rapi agar memudahkan bagi
peneliti-peneliti lain apabila membutuhkan data sekunder.
49
DAFTAR PUSTAKA
Alway, D., Cole, JW., 2009. Essensial Stroke Untuk Primer. Penerbit EGC, Jakarta.
American Diabetes Association. 2004. Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diabetes Care, Vol. 27 (Supl 1).
Antono, E.P.2000. Suhu Tubuh Waktu Masuk Rumah Sakit Sebagai PrediktorPrognosis Stroke Di RSUP DR. Sardjito Yogyakarta (tesis): Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Anonim,. 2009. Stroke Di Yogyakarta. URL: http://www.strokebethesda.com/content/view/233/42/
Brunner., Suddarth. 2008. Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 (12th ed).Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Bowman, T. S., Sesso, H. D., Ma, J., Kurth, T., Kase, C. S., Stampfer, M. J.,Gaziano, J. M.. 2003. Cholesterol and the Risk of Ischemic Stroke. American Heart Association.
Caplan., Louis., 2009. Stroke A Clinical Approach (4th ed). Elsevier. USA.
Czlonkowska, A., Ryglewicz, D., Milewska, W., 2000. Factors Predicting Early Stroke Fatality in Poland Preliminary Report of The Polish National Stroke Registry. Neurogical Sciences vol 24.
Dobkin, BH. 2005. Rehabilitation After Stroke. NEJM. 352;1677-1684
Gofir., A., 2007. Manajemen Stroke Komprehensif. Pustaka Cendekia Press, Yogyakarta.
Gofir., A., 2011. Manajemen Stroke Evidence Based Medicine. Pustaka Cendekia Press. Yogyakarta.
Goldstein, L.B., dkk., Guidelines for the Primary Prevention of Stroke : A Guideline for Healthcare Professionals From the American Heart Association / American Stroke Association, Stroke 2011; 42:517-84.
Gray, H.H., Dawkins, K.D., Morgan, J.M., Simpson, I.A. 2002. Lectures Notes on Cardiology (4th ed). Agoes, A., Rachmawati. 2005 (Alih Bahasa). Jakarta: Erlangga.
Harmsen, P., dkk., Long-term Risk Factrors for Stroke. Stroke 2006;37:1663-1667.
50
Ihsan, R.M., 2010. Karakteristik Kejadian Stroke Non Hemoragik di RSUD Pandan Arang Boyolali Periode 1 Januari - 31 Desember 2008, Skripsi. Jurusan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran. Universitas Islam Indonesia.
Lamsudin, R.1997. Algoritma Stroke Gajah Mada(tesis): Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Lidyawati, D., 2007. Profil Tekanan Darah Pada Serangan Pertama Pasien Stroke RSUD DR Moewardi Surakarta Periode Tahun 2000-2001, Skripsi. Jurusan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran. Universitas Islam Indonesia.
Lumbantobing, S.M., 2003. Stroke: Bencana Peredaran Darah Di Otak. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.
Misbach, J. 1999. Stroke: Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. FK UI. Jakarta.
Nidhinandana, S., Chaisinanunkul, S. 2010. The Association Between Risk Factors for Ischemic Stroke and Microalbuminuria. Journal Medicine Association Thailand, 93 (Suppl. 6): S55-S59.
Olsen, T. S., Christensen, R. H. B., Kammersgaard, L. P., Andersen, K. K. 2007. Higher Total Serum Cholesterol Levels Are Associated With Less Severe Strokes and Lower All-Cause Mortality: Ten-Year Follow-Up of Ischemic Strokes in the Copenhagen Stroke Study. American Heart Association. http://stroke.ahajournals.org/cgi/content/full/38/10/2646.
Pradana, A., Ardiansyah, M., 2009. Hubungan Jenis Stroke Dengan Lama Rawat Inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Skripsi. Jurusan Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Price, S. A., Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC. 580-582, 585-588.
Ranakusuma, T. 2004.PedomanPenatalaksanaan Stroke Bagi Dokter Umum Updates In Neuroemergencies. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Rexrode, K.M., Emerging Risk Factor in Woman. Stroke 2009;41:S9-S11.
Ritarwan, K. 2003. Pengaruh Suhu Tubuh Terhadap Outcome Penderita Stroke Yang Dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan (tesis): Universitas Sumatera Utara.
Ropper, AH., Brown, RH., 2005. Adams and Victor's Principles of Neurology 8ed. McGraw-Hill Professional. Boston.
Rosjidi, C.H., 2007. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Peredaran Darah Otak Stroke., Penerbit Ardana Media. Yogyakarta.
51
Sare, G.M., Ali, M., Shuaib, A., Bath, P.M.W., 2009. Relationship Between Hyperacute Blood Pressure and Outcome After Ischemic Stroke: Data From the VISTA Collaboration. Journal of The American Heart Association. 40; 2098-2103.
Setyopranoto, I. 2003. Pedoman Tatalaksana Stroke RSUP Dr. Sardjito. Ilmu Penyakit Saraf FK UGM. Unit Stroke RSUP Dr Sardjito. Yogyakarta.
Sidharta. 2004. Stroke dalam Neurologi Klinis dalam Praktek Umum (5th ed). Dian Rakyat. Jakarta.
Sjahrir, H., 2003. Stroke Iskemik. Penerbit Yandira Agung. Medan.
Suhardjono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: FKUI.
Suto, P.K., 2009.Gambaran Faktor Risiko Stroke Terhadap Kejadian Stroke Hemoragik Dan Non Hemoragik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari 2008 - 30 Juni 2008, Skripsi, Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Indonesia.
Tikhonoff, V., Zhang, H., Richart T., 2009. Blood Pressure as a Prognostic Factor After Acute Stroke. Lancet Neurologi 2009 Oct;8(10):938-48.
Wilmot M., Bee JL., Bath P., 2004. High Blood Pressure In Acute Stroke And Subsquent Outcome Hypertension.
Wolf, P.A., Kannel, W.B. 1991. Atrial Fibrillation as an Independent Risk Factor for Stroke: Framingham Study. Journal of The American Heart Association. Vol 22, 983-988.
Yayasan Stroke Indonesia (Yastroki).,2006; Hidup Sehat Dan Cegah Stroke (ed Nov 2006). http://www.yastroki.or.id/read.php?id=218-38k
LAMPIRAN