+ All Categories
Home > Documents > KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

Date post: 16-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 4 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
15
KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA MENGAPA KAU CULIK ANAK KAMI? KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA*) (Criticisms of The Government During The New Order Era In Mengapa Kau Culik Anak Kami? Script By Seno Gumira Ajidarma) Bawon Wiji Dia Prasasti 1 dan Purwati Anggraini 2 Universitas Muhammadiyah Malang Jalan Raya Tlogomas 246 Malang, Indonesia Telepon Penulis: +6282229057654 1 pos-el: [email protected] 2 pos-el: [email protected] *) Diterima: 8 Januari 2020, Disetujui: 12 April 2020 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kritik tokoh terhadap pemerintah Orde Baru dalam naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? Penelitian ini memfokuskan pada kritik tokoh terhadap pemerintahOrde Baru. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui pandangan pengarang terhadap masa Orde Baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Data penelitian berupa cuplikan dialog dan monolog dalam naskah Mengapa Kau Culik Anak Kami? yang memiliki relevansi dengan tujuan penelitian serta informasi-informasi penting yang diperoleh dari penelitian. Sumber data penelitian yaitu naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? diterbitkan oleh Galang Press tahun 2001. Hasil penelitian ini, yaitu Pertama, kritik terhadap pemerintah dalam bidang ekonomi berupa kemiskinan. Kedua, konflik sosial yang dialami dan diamati pengamatan tokoh utama terhadap pemerintah yaitu dari pengalaman masa lalu hingga sekarang berupa yaitu, kekerasan, pembunuhan, dan penculikan. Ketiga, kritik terhadap pemerintah berupa masalah politik penyalahgunaan kekuasaan. Kata kunci: kritik, pemerintah, Orde Baru ABSTRACT This study aimed at describing the characters’ criticism to the New Order government in Mengapa Kau Culik Anak Kami? drama script. This study focused on the characters’ criticism toward the New Order government to discover the author’s view on the New Order era. The method used was descriptive. The data of study were dialogue and monolog quotes of Mengapa Kau Culik Anak Kami? script, which had relevance to the purpose of study and important information obtained from the study. The data sources were Mengapa Kau Culik Anak Kami script published by Galang Press in 2001. The study results are first, criticism of government in the economic sector involves of poverty. Second, social conflicts experienced and observed by the main character toward the government are past experiences to present i.e. violence, murder, and kidnapping. Third, criticism of the government is in the form of political problems including of abuse of power. Keywords: criticisms, government, the new order
Transcript
Page 1: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU

DALAM NASKAH DRAMA MENGAPA KAU CULIK ANAK KAMI?

KARYA SENO GUMIRA AJIDARMA*)

(Criticisms of The Government During The New Order Era In Mengapa Kau Culik

Anak Kami? Script By Seno Gumira Ajidarma)

Bawon Wiji Dia Prasasti1

dan Purwati Anggraini2

Universitas Muhammadiyah Malang

Jalan Raya Tlogomas 246 Malang, Indonesia

Telepon Penulis: +6282229057654 1pos-el: [email protected]

2pos-el: [email protected]

*) Diterima: 8 Januari 2020, Disetujui: 12 April 2020

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kritik tokoh terhadap pemerintah Orde Baru dalam naskah

drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? Penelitian ini memfokuskan pada kritik tokoh terhadap

pemerintahOrde Baru. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui pandangan pengarang

terhadap masa Orde Baru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Data

penelitian berupa cuplikan dialog dan monolog dalam naskah Mengapa Kau Culik Anak Kami? yang

memiliki relevansi dengan tujuan penelitian serta informasi-informasi penting yang diperoleh dari

penelitian. Sumber data penelitian yaitu naskah drama Mengapa Kau Culik Anak Kami? diterbitkan

oleh Galang Press tahun 2001. Hasil penelitian ini, yaitu Pertama, kritik terhadap pemerintah dalam

bidang ekonomi berupa kemiskinan. Kedua, konflik sosial yang dialami dan diamati pengamatan tokoh

utama terhadap pemerintah yaitu dari pengalaman masa lalu hingga sekarang berupa yaitu, kekerasan,

pembunuhan, dan penculikan. Ketiga, kritik terhadap pemerintah berupa masalah politik

penyalahgunaan kekuasaan.

Kata kunci: kritik, pemerintah, Orde Baru

ABSTRACT

This study aimed at describing the characters’ criticism to the New Order government in Mengapa Kau Culik

Anak Kami? drama script. This study focused on the characters’ criticism toward the New Order

government to discover the author’s view on the New Order era. The method used was descriptive. The

data of study were dialogue and monolog quotes of Mengapa Kau Culik Anak Kami? script, which had

relevance to the purpose of study and important information obtained from the study. The data sources

were Mengapa Kau Culik Anak Kami script published by Galang Press in 2001. The study results are

first, criticism of government in the economic sector involves of poverty. Second, social conflicts

experienced and observed by the main character toward the government are past experiences to

present i.e. violence, murder, and kidnapping. Third, criticism of the government is in the form of

political problems including of abuse of power.

Keywords: criticisms, government, the new order

Page 2: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

202 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

PENDAHULUAN

Karya sastra pada dasarnya merupakan

hasil refleksi kehidupan sosial

manusia, sebagai rekaman fenomena

yang terjadi pada kelompok

masyarakat pada masa tertentu. Hal ini

sejalan dengan apa yang dikatakan oleh

(Kurnia, I. N & Anggraeni, 2018:93)

bahwa karya sastra merupakan hasil

representasi pengalaman manusia

dalam kehidupan sosial. Dalam hal ini,

karya sastra dapat dihubungkan dengan

kejadian yang terjadi saat menciptakan

karya sastra atau kejadian sebelum

karya sastra dibuat.

Sastra merupakan cermin dari

aspek sosial yang berkaitan dengan

permasalahan-permasalahan dalam

kehidupan sosial ( Diana Laurenson

dan Alan Swingewood dalam Putra,

2018:13). Hal tersebut membuktikan

bahwa karya sastra menjadi suatu

media untuk memaparkan peristiwa

atau masalah-masalah sosial dalam

kehidupan. Adanya masalah sosial

memicu munculnya kritik masyarakat.

Kritik yang diungkapkan pengarang

dalam karya sastra bertujuan untuk

mengungkapkan ketimpangan yang

telah terjadi pada masa tertentu

(Jaiyudin, 2016:02).

Kritik pengarang terhadap

pemerintah menjadi ujung tombak

terciptanya ide-ide kreatif dalam

kehidupan bersosial masyarakat, meski

dalam ruang dan rentang waktu yang

berbeda yaitu masa lampau dan masa

kini. kritik menjadi bentuk penilaian

seseorang kritikus sastra yang

diekspresikan dengan perkataan, gaya

bahasa, dan tingkah laku tertentu

terhadap objek yang dikritisi (Pradopo

dalam Biantoro, 2012:1)

Manusia dalam kehidupannya

memiliki cara berbeda dalam

menyampaikan kritik terhadap

masalah sosial yang terjadi dalam

lingkungan sekitarnya. Kritik

bertujuan menjadi kontrol terhadap

segala peristiwa sosial atau proses

sosial yang terjadi dalam masyarakat

serta menjadi salah satu cara

menyampaikan ketidaksetujuan

terhadap peristiwa yang ada (Akhmad

Zaini Aliyah, 2010:20). Kritik dan

sindiranmerupakan wujud kritik sosial,

misalnya, seorang sastrawan akan

menyampaikan kritik terhadap

kekejaman pemerintah pada masa orde

baru atau pasca orde baru melalui

penciptaan karya sastra.

Kritik penting dalam sastra

untuk meningkatkan pemahaman

manusia dalam menghargai peristiwa

sosial yang terjadi serta sebagai

pemelihara wujud sosio-budaya

masyarakat. Hardjana mengatakan

kritik sastra penting dilakukan sebagai

penyokong pengalaman manusia

menjadi suatu struktur yang bermakna

dalam karya sastra (Hardjana,

1985:24).

Karya sastra menjadi salah satu

warisan budaya yang harus dijaga dan

tetap dinikmati oleh pembaca yang di

dalamnya terdapat sebuah teks yang

memiliki makna dan tujuan tertentu

(Anam, 2019:72). Dalam

perkembangannya, salah satu bentuk

karya sastra yang masih diminati

masyarakat adalah naskah drama.

Naskah drama merupakan gambaran

kehidupan manusia sehari-hari yang

Page 3: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

Kritik Terhadap Pemerintah Orde Baru... (Prasasti dan Anggraini) 203

berupa kekerasan, kebutuhan individu

yang satu dengan individu yang lain,

politik, budaya, dan lain-lain. Cerita

dalam naskah drama dapat berupa

dialog maupun monolog antartokoh

yang dapat dipertunjukkan dalam

suatu pementasan maupun berbentuk

teks, yaitu naskah drama. Tokoh

dalam cerita digunakan sebagai alat

menyampaikan suatu informasi, pesan,

dan amanat moral untuk pembaca

(Naratungga, 2014:111). Naskah

drama dinikmati sebagai karya sastra

tulis berwujud naskah, mampu

membebaskan imajinasi pembaca

melalui situsi tokoh, alur, dan lain-lain

yang digambarkan dalam bentuk

naskah ( Harymawan dalam Rina,

2010:187).

Salah satu naskah drama yang

menarik diteliti dari aspek kritik

pemerintah dalam kajian sosiologi

sastra adalah naskah drama Mengapa

Kau Culik Anak Kami? karya Seno

Gumira Ajidarma yang diterbitkan

oleh Galang Press tahun 2001. Naskah

ini membuka tabir sepasang orang tua

yang telah mengalami berbagai

macam konflik sosial kehidupan.

Dalam naskah drama ini, kritik

terhadap pemerintah dihadirkan

melalui latar dan alur dengan gaya

bahasa yang estetik untuk

mengungkapkan keadaan

pemerintahan pada masa orde baru.

Pengarang berhasil memberi sugesti

atas kritiknya terhadap pemerintahan

orde baru yang meliputi masalah

ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

Keadaan dan peristiwa yang terjadi

ditonjolkan dalam suasana dan watak

tokoh penimbul konflik. Hal ini

sejalan dengan pendapat Pradopoyang

mengemukakan bahwa karya sastra

lahir dari pengarang yang

mengungkapkan hasil refleksinya

terhadap permasalahan sosial

(Pradopo, 2001:61).

Beberapa Penelitian yang

dilakukan sebelumnya, antara lain

penelitian dari Khusna (2015) yang

berjudul ―Kekerasan Politik Masa

Orde Baru dalam Naskah Drama

Mengapa Kau Culik Anak Kami?

Karya Seno Gumira Ajidarma:

Tinjauan Strukturalisme Genetik‖

skripsi tersebut meneliti pandangan

dunia pengarang yang berkaitan

dengan kekerasan politik pada masa

Orde Baru, serta hubungan antara

pandangan dunia pengarang dengan

kekerasan politik masa orde Baru

dalam naskah drama Mengapa Kau

Culik Anak Kami? Penelitian

berikutnya yang dilakukan oleh

Oksinata (2010) berupa skripsi

berjudul Kritik Sosial dalam

Kumpulan Puisi Aku Ingin Jadi Peluru

Karya Wiji Thukul (Kajian Resepsi

Sastra). Skripsi tersebut meneliti unsur

batin dan kritik sosial yang terdapat

dalam kumpulan puisi Aku Ingin Jadi

Peluru karya Wiji Thukul dan resepsi

pembaca dalam kumpulan puisi Aku

Ingin Jadi Peluru.

Fokus penelitian ini berupa

kritik terhadap pemerintah masa Orde

Baru yang diterbitkan pasca Orde

Baru. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pendekatan

sosiologi sastra. Pendekatan sosiologi

sastra dipilih karena sastra tidak dapat

lepas dari kehidupan masyarakat yang

membentuknya. Pradopo menjelaskan

Page 4: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

204 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

bahwa dasar pendekatan sosiologi erat

dengan kritik mimetik, yaitu karya

sastra menjadi suatu cerminan atau

tiruan masyarakat. Sosiologi sastra

dipilih karena suatu karya sastra

memiliki hubungan timbal balik antara

pengarang, karya sastra, dan

lingkungan social (Pradopo, 2002; 23).

Kajian sosiologi ini berfokus pada

peristiwa-peristiwa yang terjadi pada

masa dulu atau flashback dan masa

kini (ruang dan waktu).

Tujuan penelitian ini ntuk

mendeskripsikan kritik terhadap

pemerintah pada masa Orde Baru.

Penelitian ini penting dilakukan guna

mengetahui bagaimana kehidupan

masyarakat di masa Orde Baru.

Apakah ada perkembangan atau rakyat

justru tidak mendapatkan hak-haknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Naskah karya Seno Gumira Ajidarma

menyajikan cerita unik mengenai

kekejaman pemerintahan pada masa

Orde Baru. Kekejaman Pemerintah

serta kegegeran penduduk pada masa

tersebut diungkap oleh tokoh Ibu yang

menceritakan kilas balik masa

kecilnya. Masa Orde Baru berjalan

dengan sistem yang menyulitkan

penduduknya, tidak hanya dalam

bidang ekonomi, melainkan juga pada

bidang politik dan sosial kehidupan

masyarakat Indonesia. Pengarang

menggambarkannya melalui tokoh

Satria yang ruang gerak dan sikap

kritisnya sebagai pemuda dibatasi.

Kekejaman pemerintah juga dirasakan

oleh Ibu dan Bapak ketika harus

kehilangan putranya, Satria. Satria

diculik hanya karena faktor kecurigaan

dan dianggap membahayakan

pemerintah.

Naskah drama menekankan pada

latar (suasana) yang sedikit

menggerakkan penikmat sastranya

pada sisi psikologis dan menjadi

tambahan wawasan bagi kehidupan.

Alur naskah drama adalah kilas balik

(flashback). Peristiwa bagian pertama

dimulai dengan flashback yang

memberikan kesan menarik. Dengan

flashback, bentuk kehidupan

masyarakat secara eksplisit tergambar

dari peristiwa-peristiwa tragis masa

lalu tokoh Bapak dan Ibu pada

pemerintahan Orde Baru.

Ditinjau dari flashback naskah

drama Mengapa Kau Culik Anak

Kami? tergambarkan konteks masalah

yang ada, digambarkan masalah itu

ada sejak perkenalan (cerita mulai

bergerak) hingga muncul konflik yang

semakin kompleks. Adapun penelitian

ini akan memaparkan kritik-kritik

tersebut meliputi: bidang ekonomi,

bidang politik, dan bidang sosial.

Kritik terhadap Pemerintah dalam

Bidang Ekonomi

Ekonomi menjadi bagian yang tidak

dapat dipisahkan dari manusia dan

material menjadi perjuangan dalam

memenuhi kebutuhan. Perjuangan itu

mengantarkan manusia berhadapan

dengan sumber daya alam dan sumber

daya sosial sebagai strategi

penghidupan yang dilakukan oleh

manusia untuk pemertahanan

kelangsungan hidup (Firdiyanti,

2016:14). Masalah ekonomi dapat

Page 5: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

Kritik Terhadap Pemerintah Orde Baru... (Prasasti dan Anggraini) 205

terjadi ketika ketidakmampuan

manusia untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari karena sumber daya yang

kurang memadai. Masalah ekonomi di

masa Orde Baru cenderung bersifat

propaganda (Soesastro, 2005: 69). Hal

tersebut tidak menutup kemungkinan

manusia menjadi rendah moral yang

akhirnya menghalalkan segala cara

untuk mencapai keinginannya. Dalam

naskah Mengapa Kau Culik Anak

Kami? masalah ekonomi tergambar

dalam bentuk kegiatan masyarakat,

salah satunya menjarah. Hal tersebut

dibuktikan dengan perilaku

masyarakat pada masa pemerintahan

Orde Baru dengan menggaet mayat-

mayat yang hanyut di sungai karena

mati terbunuh oleh pemerintah. Seperti

terlihat dalam kutipan sebagai berikut.

―Penduduk pinggir kali, kere-kere

itu, menunggu mayat-mayat yang

lewat. Mereka menggaet mayat-

mayat dengan bambu yang diberi

pengait di ujungnya. Mereka geret

mayat-mayat itu ke tepian, lantas

mereka jarah. Penduduk mengambil

arloji, ikat pinggang, cincin dan

akhirnya menjebol gigi emas dari

mayat-mayat itu.‖ (Ajidarma,

2001:96)

Aspek permasalahan dalam bidang

ekonomi muncul ketika status

ekonomi masyarakat pinggir kali

tergolong rendah. Hal tersebut

diungkapkan oleh tokoh Ibu dengan

flashback pada masa kecilnya.

Suasana masa lalu tokoh pada masa itu

berupa rekaman kehidupan masyarakat

yang harus menjarah mayat-mayat

yang hanyut disungai, mengambil

harta benda yang tersisa di badan

mayat yang mengambang.

Pemerintah dalam peranannya tidak

mencerminkan memiliki sikap

mengayomi masyarakat. Hal tersebut

terlihat dari kerentanan sosial yang

dialami keluarga maupun kelompok

masyarakat yang secara sadar

melanggar norma. Pemerintah sebagai

pengatur negara harusnya melayani

masyarakat untuk memperbaiki

perekonomian masyarakat.

Seno Gumira Ajidarma

menggambarkan kehidupan

masyarakat dalam naskah sebagai

golongan miskin, mengalami

penderitaan dalam hal ekonomi. Krisis

ekonomi dalam naskah merupakan

hasil representasi dari Seno berdasar

kondisi masyarakat masa Orde Baru

ketika pada tahun 1966 masyarakat

Indonesia mengalami kelangkaan,

krisis ekonomi terparah (Krissandi,

2014:28). Keadaan tersebut

menyebabkan masyarakat miskin

menggaet mayat-mayat yang

mengapung di sungai untuk dijarah,

hal tersebut hasil representasi yang

sesuai dengan peristiwa masa Orde

Baru. Tidak hanya sebatas itu, konflik

ekonomi yang diungkap Seno juga

sepadan dengan kasus masa Orde Baru

yang diungkap oleh Marzuki , krisis

aspek ekonomi pada era Orde Baru

menyebabkan terjadinya perburuan

harta benda dengan menghalalkan

segala cara untuk memenuhi

kebutuhan, berbeda sekali dengan

mereka yang kaya atau sebagai aparat

Negara (Marzuki, 2006:323). Hal

tersebut menunjukkan adanya

kesenjangan sosial antara orang

Page 6: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

206 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

miskin dan orang kaya pada masa itu.

Padahal pemerintah harusnya

memberikan jaminan sosial kepada

rakyat agar terpenuhi kebutuhan

dasarnya bukan memperburuknya Jika

tindakan acuh pemerintah tersebut

terus berlangsung maka masyarakat

akan terus menghalalkan segala cara

agar kebutuhan mereka terpenuhi

meskipun dengan menjarah mayat-

mayat yang hanyut di sungai.

Kritik terhadap Pemerintah dalam

Bidang Politik

Dalam kehidupan manusia, politik

menjadi senjata untuk menumpas hal-

hal yang menghancurkan rakyat

namun juga mampu menghancurkan

rakyat itu sendiri. Politik dalam

kenyataannya tidak terlepas dari

seseorang dalam memperoleh suatu

kekuasaan, memakainya, dan cara

untuk mempertahankannya (Maliki,

2018:04). Kritik terhadap masalah

politik dibuktikan dengan adanya

penyalahgunaan kekuasaan,

ketidakadilan, korupsi, dan hidup

sewenang-wenang tanpa

memperhatikan aturan. Manusia yang

tinggi jabatannya dapat dengan mudah

menyalahgunakan kekuasaan yang

diemban. Dalam tindakannya tersebut,

rakyat menjadi sasaran kekejaman

politikus. Fakta itu dapat dicermati

melalui data berikut.

―Orang-orang diciduk, orang-orang

disembelih, orang-orang dipenjara

dan dibuang tanpa pengadilan. Aku

masih ingat semua kisah sedih yang

tidak bisa diucapkan itu. Keluarga

yang kehilangan bapaknya, anak

yang kehilangan ibunya, istri yang

kehilangan suaminya. Mereka tidak

bisa mengucapkan apa-apa.

Tertindas. Keplenet. Tidak pernah

ngomong karena takut salah.

Padahal tentu saja tidak ada yang

lebih terluka, tersayat dan teriris

selain kehilangan orang-orang yang

tercinta dalam pembantaian.‖

(Ajidarma, 2001:110).

Peristiwa-peristiwa kekerasan fisik

yang dilakukan pemerintah yaitu

dengan cara menciduk atau membantai

rakyatnya. Akibatnya, banyak

keluarga yang tidak bersalah

kehilangan salah satu anggota

keluarganya. Penyalahgunaan

kekuasan menjadi faktor kekejaman

yang dilakukan pemerintah ketika

diamanahkan menjadi seorang

pemimpin. Dampaknya, masyarakat

yang seharusnya mendapatkan

perlindungan dan rasa aman justru

menderita karena pemimpinnya

sendiri.

Masyarakat dilukiskan dengan

berbagai macam penderitaan-

penderitaan seperti penculikan,

pembunuhan, penjara, dan lain-lain.

Kondisi masyarakat tersebut adalah

gambaran penindasan yang dialami

masyarakat pada masa Orde Baru di

era kepemimpinan Soeharto. Sebuah

kritik dari Seno Gumira Ajidarma

terhadap peristiwa kekerasan

pemerintah masa Orde Baru tahun

1977, dalam peristiwa tersebut warga

suku Amungme ditangkap dan

diinterogasi dalam penjara oleh pihak

militer karena protes kehadiran

freeport di Indonesia. Peristiwa

tersebut banyak memakan korban

Page 7: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

Kritik Terhadap Pemerintah Orde Baru... (Prasasti dan Anggraini) 207

warga suku Amungme, banyak terjadi

penyiksaan yang dilakukan oleh

tentara dan polisi kepada masyarakat

lemah yang menolak adanya Freeport

(Nugroho, 2007:109). Pemerintah

sejatinya memiliki tugas utama yaitu

memelihara keamanan dan

menciptakan kesejahteraan

penduduknya. Tindakan kekerasan

yang dilakukan pemerintah jika tidak

dihentikan akan berdampak pada

kesejahteraan anggota masyarakat dan

mempengaruhi psikis masyarakat

tersebut.

Kekuasaan sejatinya digunakan

untuk membela masyarakat lemah

bukan sebagai alat penindas kaum

lemah. Demi sebuah politik, manusia

dapat kehilangan akal sehatnya

terhadap lingkungan sekitar hingga

rela saling menjatuhkan, menyakiti,

bahkan menindas perempuan yang

seharusnya dihormati. Fathorrahman

mengatakan bahwa manusia pada

dasarnya tidak mungkin lepas dari

permasalahan politik yang ada, hal

tersebut dapat dilihat dari sikap

pemerintah kepada masyarakat

(Fathorrohman, 2017:26). Bentuk-

bentuk kekerasan tersebut terdapat

dalam kutipan kalimat sebagai berikut.

Orang-orang diperkosa demi

politik, orang-orang dibakar, harta

bendanya dijarah, bagaimana orang

bisa hidup dengan tenang? Hanya

politik yang bisa membuat orang

membunuh atas nama agama. Mana

ada agama membenarkan

pembunuhan. Apakah ini tidak

terlalu berbahaya? Politik hanya

peduli dengan manusia. Apalagi

hati manusia. Apakah kamu bisa

membayangkan Pak, luka di setiap

keluarga itu?‖ (Ajidarma, 2001:

111).

Protes tokoh diwujudkan dengan

pengungkapan moral yang harus

dimiliki manusia. Tokoh Ibu

menyampaikan protesnya terhadap

keresahan masyarakat dengan kasus

pemerkosaan, pembunuhan,

pembakaran, dan penjarahan. Kasus

dalam naskah tersebut menjadi kasus

nyata yang diungkap Seno Gumira

Ajidarma pada rezim Orde Baru

terhadap kejadian pada bulan Mei

1998 tentang kerusuhan anti-

Tionghoa. Dalam peristiwa tersebut,

etnis Tionghoa diserang, harta benda

mereka dijarah, dan banyak

pemerkosaan yang dialami oleh

perempuan-perempuan Tionghoa

untuk meneror dan menghukum

Tionghoa (Fittrya, 2013:164). Hal

tersebut menggambarkan politik pada

rezim Orde Baru sangat rendah dalam

etika dan mengerti akan sesama

makhluk sosial. Pemimpin dalam

suatu kelompok seharusnya

membangun kesatuan dan persatuan

rakyatnya bukan menciptakan

kerusakan antarsosial. Kesalahan yang

dilakukan pemerintah tersebut jika

terjadi terus-menerus maka akan

berdampak negatif tidak hanya bagi

individu itu sendiri, melainkan

kesatuan negara.

Persepsi negatif orang tua hadir

setelah orang tua menghadapi banyak

peristiwa masa lalu yang suram.

Hingga gambaran, bagaimana

pemerintah sangat dikritisi oleh

seorang Ibu dan Bapak yang

kehilangan putranya. Penculikan

Page 8: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

208 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

Satria pertama kali disebabkan atas

dasar kecurigaan pemerintah terhadap

Satria yang dianggap memberi

pengaruh besar pemberontakan

terhadap pemerintahan Orde Baru.

Pemerintah mampu melakukan segala

cara untuk kekuasaan dan keinginan

pribadinya. Fakta tersebut dapat

dicermati melalui data sebaga berikut.

―Untuk apa Satria dibunuh, untuk

apa? Dia tidak melakukan kejahatan

apa-apa. Dia tidak bisa memimpin

pemberontakan. Anak sekurus itu.‖

(Ajidarma, 2001: 109).

Kecurigaan yang dialami tokoh Ibu

disebabkan oleh tindakan pemerintah

yang menggunakan kekerasan. Akibat

peristiwa tersebut terjadi

ketidakseimbangan dan konflik. Jika

hal tersebut terus terjadi maka akan

menumbuhkan kebencian dan

kesengsaraan setiap keluarga anggota.

Pemerintah melakukan hal tersebut

untuk menjamin kelanggengan

kekuasaannya.

Dalam naskah, Ibu

digambarkan sebagai tokoh yang

merasa resah karena tidak mendapat

alasan mengapa Satria dibunuh. Hal

tersebut diungkapkan Seno berdasar

representasi dari kasus nyata masa

Orde Baru tahun 1980-an di mana

pada saat itu orang-orang banyak

menjadi korban pembunuhan tanpa

diketahui alasan yang jelas, tidak

diketahui pula siapa pelaku

pembunuhan tersebut, yang dikenal

dengan sebutan petrus atau

pembunuhan misterius (Putra,

2012:10). Kasus tersebut sama dengan

tokoh Ibu yang digambarkan dalam

naskah sebagai sosok ibu yang tidak

mengetahui alasan Satria dibunuh.

Tindakan kekerasan merupakan

suatu tindakan yang secara sadar

maupun tidak sadar dilakukan oleh

manusia kepada binatang bahkan

sesama manusia. Kekerasan dilakukan

karena beberapa faktor seperti amarah,

pemikiran yang menimbulkan emosi,

bahkan untuk memperoleh suatu

informasi. Hal tersebut diungkapkan

oleh Ibu, terhadap pemerintah yang

pada saat itu menculik Satria.

―Mereka bertanya sambil

mengemplang. Bertanya sambil

menyetrum. Mereka menginginkan

jawaban seperti yang mereka

kehendaki. Interogasi kok seperti

itu. Maksa! Dan Satria itu orangnya

ngeyelan. Mana mau dia ngaku

meski disakiti.‖ (Ajidarma,

2001:110).

Dalam cuplikan di atas, tokoh ibu

menceritakan penyiksaan yang

dilakukan olehpemerintah .

Penyiksaan dilakukan pemerintah

untuk memperoleh informasi, bahkan

untuk mengintimidasi seorang anak

bernama Satria. Kritik terhadap

pemerintah diungkapkan dengan

pemikiran negatif tokoh Ibu kepada

pemerintah, yaitu ringan tangan

terhadap rakyat kecil. Mereka diadili

tanpa dasar yang kuat. Apa yang

dilakukan pemerintah dalam kutipan

kalimat tersebut membuat anggota

keluarga merasa kehilangan yang

teramat dalam terutama seorang tokoh

Ibu. Pemerintah yang seharusnya

melindungi penerus bangsa justru

menyakiti secara fisik.

Page 9: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

Kritik Terhadap Pemerintah Orde Baru... (Prasasti dan Anggraini) 209

Seno Gumira Ajidarma dalam

naskah drama Mengapa Kau Culik

Anak Kami? ingin melukiskan

kejadian nyata pemerintahan Indonesia

pada masa Orde Baru. Selain itu,

melalui naskah drama ini Seno ingin

mengungkap kasus pelanggaran HAM

di Indonesia era Orde Baru yang

dibiarkan menguap begitu saja. Dalam

naskah drama, tokoh Satria

digambarkan sebagai tokoh tahanan

yang tidak berdaya karena kekejaman

masa Orde Baru. Satria adalah

representasi dari seorang tahanan

bernama Effendi. Melalui tokoh

Satria, Seno menggambarkan

penderitaan akibat penculikan dan

penyiksaan pada era Orde Baru.

Seno Gumira Ajidarma

melukiskan peristiwa penculikan dan

penganiayaan 30 September 1965

dalam naskah dramanya (Margiyono,

2007:15). Kekejaman pemerintah

digambarkan melalui kehidupan Satria

dan kedua orang tuanya. Satria

merupakan representasi kekerasan

yang dilakukan pemerintah melalui

penahanan, penyiksaan dengan cara

diestrum, dipukul, ditempeleng atas

dasar kecurigaan dan demi tercapainya

tujuan pemerintah memperoleh

informasi. Kondisi penantian tokoh

Satria adalah gambaran atas ketakutan

dan ketidakberdayaan keluarga yang

disebabkan oleh ketidakharmonisan

pemerintahan Orde Baru sehingga

orang tua Satria merasa tidak tenang

dengan kondisi yang terjadi. Hal

serupa juga terjadi pada masa Orde

Baru, jika dikaitkan dengan kritis.

Banyak kesadisan kepada Efendi pada

masa itu. Salah satunya disiksa,

dipukul, disetrum, dan disabet oleh

tentara Indonesia. Padahal negara

Indonesia merupakan negara yang

berlandaskan kemanusiaan dalam

Pancasila. Pancasila menjadi dasar dan

mengatur masyarakat Indonesia

namun tragedi September 1965 tidak

menunjukkan nilai yang ada dalam sila

kedua dari Pancasila. Aparat negara

yang harusnya melindungi rakyat

justru menindas rakyat karena alasan

kecurigaan terhadap Efendi yang

masuk dalam golongan PKI. Padahal,

sifat kemanusiaan harusnya dimiliki

antarsesama untuk menjalin

keharmonisan satu sama lain.

Kritik terhadap Pemerintah dalam

Bidang Sosial

Pada dasarnya manusia merupakan

mahkluk sosial, rasa untuk saling

membutuhkan satu sama lain.

Makhluk sosial merupakan suatu sikap

sosial yang menciptakan suatu

interaksi sosial dalam kehidupan

sehari-hari (Musfhi, 2017:212).

Rendahnya rasa empati pada diri

manusia memberi pengaruh negatif

terhadap kehidupan sosial seseorang

dalam lingkungannya. Rendahnya rasa

empati dari pihak keluarga yang

dialami Ibu, menjadi bentuk

bagaimana ketakutan orang lain

terhadap pemerintah yang mampu

melancarkan strategi penculikan

secara halus.

―Aku cuma ingat bagaimana orang-

orang menjauh ketika semua itu

menimpa kita. Orang yang malang

malah dijauhi. Ada yang bilang.

―Sorry aku baru menelpon

Page 10: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

210 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

sekarang, ini pun dari telepon

umum, karena aku takut teleponku

disadap, aku harap semuanya baik-

baik saja. Sorry, aku takut, aku

punya anak kecil soalnya‖ hmmmh.

Saudara-saudara menjauhi

semuanya. Takut, seperti kita ini

punya penyakit sampar.‖

(Ajidarma, 2001:93).

Teror atau penyadapan yang dilakukan

pemerintah mampu mengurangi

kepedulian individu yang satu dengan

individu yang lain. Tindakan tersebut

dilakukan pemerintah terhadap tokoh

Satria guna melancarkan rencana dan

menjatuhkan mereka yang berbeda

ideologi politiknya. Melalui

penyadapan tersebut menimbulkan

kekhawatiran tokoh Ibu dan Bapak,

melainkan juga dialami lingkungan

sekitar. Kekhawatiran lingkungan

terjadi karena takut diketahui memiliki

hubungan keluarga dengan kedua

orang tua korban. Wujud ketakutan

dan kekhawatiran tersebut adalah

gambaran kehidupan nyata era Orde

Baru tahun 1965. Pada masa itu ribuan

bahkan jutaan orang disangka sebagai

komunis sehingga banyak korban jiwa

berjatuhan, akibatnya kebebasan

masyarakat satu sama lain sangat

dibatasi dan menimbulkan ketakutan

dalam kehidupan sehari-hari (Manik,

2003:8). Pemerintah dalam

kenyataannya memiliki tugas

memasyarakatkan dan anti

diskriminasi bukan merusak

kehidupan keharmonisan sosial yang

berakibat terputusnya memutuskan tali

rasa saling peduli antarsesama.

Konflik sosial masyarakat pada

masa pemerintahan Orde Baru tidak

berhenti begitu saja. Tidak hanya

individu yang dibantai hingga mati

seperti binatang, melainkan

sekolompok kesenian yang berkiprah

dalam dunia ludrukpun di bunuh dan

mayatnya dibuang ke sungai oleh

pemimpin negara. Bentuk konflik

tersebut dapat ditelisik melalui data

sebagai berikut.

―Ketika semua pemain ludruk

dibantai, tinggal dia sendirian yang

tersisa. Di kali itulah, yang suatu

ketika bisa betul-betul merah

karena darah, mayat-mayat

mengalir seperti sampah. Di kali

itulah mayat teman-temannya

pemain ludruk mengapung.‖

(Ajidarma, 2001:95).

Pembantaian yang dilakukan

pemerintah Orde Baru dirasakan tokoh

Ibu, pada masa kecilnya, disebabkan

perbedaan pendapat antara masyarakat

dengan pemerintah. Pemerintah

khawatir jika pertunjukkan kesenian

seperti ludruk mampu memperburuk

posisi pemerintah pada masa itu

sehingga pemerintah melakukan

pembantaian anggota kesenian yang

menelan korban jiwa. Kesenian ludruk

merupakan budaya yang harus dijaga

bukan dibantai. Kesenian tersebut

harusnya diapresiasi oleh pemerintah

untuk menjaga kearifan lokal daerah

Jawa Timur karena kesenian daerah

merupakan aset budaya nasional. Jika

hal tersebut terus berlanjut tidak hanya

kesenian khas daerah yang terkena

dampaknya, perekonomian para

anggota kesenian ludrukpun menurun.

Bila dikaitkan dengan masa

Orde Baru, Seno Gumira Ajidarma

Page 11: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

Kritik Terhadap Pemerintah Orde Baru... (Prasasti dan Anggraini) 211

ingin menggambarkan peristiwa tragis

pada tahun 1965, pemain ludruk

dibunuh karena dicurigai sebagai PKI.

Kesenian ludruk dianggap berikatan

dengan PKI karena berada di bawah

Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra).

Pemain ludruk pada masa itu berperan

sebagai kesenian yang mengkritik

sosial dan politik, pemain ludruk juga

sering membawakan kidung-kidung

yang mengkritik pemerintah (Safi’i,

2018: 12—13).

Manusia dalam hidup seharusnya

memiliki kepedulian sosial yang tinggi

untuk keseimbangan hidupnya.

Kehidupan masa Orde Baru dalam

naskah menunjukkan rendahnya

kepedulian pemerintah terhadap

masyarakat. Penyiksaan kepada orang

yang dianggap berpengaruh seakan

menjadi hal yang biasa dilakukan.

―Jadi mereka dengan sadar

melakukan pemaksaan. Menculik.

Menanyai sambil menempeleng dan

menyetrum. Atau menyuruhnya

tidur di atas balok es. Orang-orang

yang dilepaskan bercerita seperti itu

kan?‖ (Ajidarma, 2001: 111).

Bagi mereka yang tidak sepemikiran

dan memberi pengaruh bagi anggota

masyarakat yang lain, maka kekerasan

dijadikan alat oleh pemerintah agar

mereka mengakui apa yang sudah

direncanakan. Perlakuan tersebut

dilakukan karena pemerintah

mementingkan kekuasaannya, tidak

mau menerima aspirasi masyarakat,

sedangkan perilaku yang mendasari

jiwa seorang pemimpin adalah terbuka,

demokratis, dan berkedaulatan rakyat.

Bentuk kekerasan fisik berupa

penculikan, menempeleng,

menyetrum, dan tidur di atas balok es

adalah gambaran kehidupan nyata

yang dilakukan pemerintah rezim Orde

Baru. Dalam naskah Seno

mengungkap kasus penyiksaan fisik

berdasar peristiwa Tri Sakti tahun

1998, kekerasan tersebut berupa

penghilangan paksa, penyetruman,

penyiksaan, pembunuhan, dan

kekejaman-kekejaman lainnya yang

dilakukan rezim Orde Baru (Fatimah,

2007: 7—8). Konflik dan peperangan

dalam negara akan terjadi jika

pemerintah terus melakukan hal

tersebut.

Pendidikan pada hakikatnya

untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran dan untuk kemajuan

pendidikan itu sendiri. Pendidikan

membentuk tenaga kerja yang terlatih

(Suti, 2011: 2). Pendidikan sebagai

solusi dari setiap segi permasalahan

yang harus dipecahkan dengan teori

atau pengetahuan (Nofrion, 2016: 44).

Dalam naskah drama Mengapa Kau

Culik Anak Kami? pendidikan

dijadikan sebagai objek tindak

kejahatan. Anak yang harusnya

nyaman dalam dunia pendidikan

menjadi terganggu proses belajarnya

dan orang berpendidikan yang

seharusnya memiliki moral yang baik

malah sebaliknya menjadi orang yang

bermental jahat (menindas, korup, dan

sebagainya). Kritik pemerintah terlihat

dalam masalah pendidikan yang

timpang pada fungsi pendidikan itu

sendiri. Fakta dapat dicermati dalam

kutipan sebagai berikut.

Page 12: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

212 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

―Justru pendidikan itu digunakan

untuk mengibuli orang. Pendidikan

terror saja ada. Bukan untuk

meneror sorang saja, tapi juga

untuk masyarakat. Itu juga hasil

pendidikan lho. Pendidikan luar

negeri malah. Dan tidak sembarang

orang bisa mengendalikan

masyarakat sesuai dengan tujuan

terornya. Jadi pendidikan bukan

jaminan, pak.‖ (Ajidarma,

2001:117).

Pendidikan pada masa itu hanya untuk

mengibuli dan memberikan terror,

bukan saja untuk individu melainkan

untuk masyarakat luas. Terlebih bagi

mereka yang lulus pendidikan luar

negeri, yang notabenenya memiliki

kualitas lebih tinggi dari negara

sendiri. Kutipan data tersebut menjadi

bukti bahwa pendidikan pada masa itu

tidak lagi digunakan sebagaimana

semestinya.

Kasus pendidikan ini adalah

gambaran kehidupan nyata yang

diceritakan Seno Gumira Ajidarma

melalui naskahnya. Peristiwa tentang

seseorang yang memiliki pendidikan

pada masa Orde Baru, tidak untuk

menuntaskan permasalahan yang ada

di masa Orde Baru. Dari kutipan di

atas, Seno mengungkapkan

keresahannya terhadap pendidikan

yang disalahgunakan, terlebih

pendidikan luar negeri. Hal itu

sepadan dengan kasus pendidikan

pada masa Orde aru. Menurut Geertz

tentang superkultural metropolitan

Indonesia, mengenai pendidikan orang

barat yang memiliki kemampuan

berbahasa asing, akan tetapi kehadiran

intelektual itu justru menjadi

bumerang untuk negara (Geertz dalam

Husain, 2007: 69).

SIMPULAN

Berdasar hasil analisis mengenai

krtitik terhadap pemerintah pada

naskah Mengapa Kau Culik Anak

Kami? dapat disimpulkan sebagai

berikut.

Kritik pengarang diungkapkan

dalam bentuk sastra tulis berupa

naskah drama ketika pasca Orde Baru.

Melalui cerminan peristiwa kehidupan

masyarakat di masa tersebut, berupa

kritik terhadap pemerintah dalam

bidang ekonomi merupakan suatu

gambaran yang diungkapkan

pengarang pada masa Orde Baru

dengan menghadirkan berbagai

konflik masyarakat seperti rendahnya

moral masyarakat dengan

menghalalkan berbagai macam cara

untuk keberlangsungan hidup pada

keadaan tertentu di masa Orde Baru

tersebut. Konflik sosial diungkapkan

pengarang melalui tokoh Ibu dengan

peristiwa masa lalu (flashback)

seperti; pembantaian, pembunuhan

terhadap masyarakat, dan penculikan

terhadap Satria yang didasarkan atas

kecurigaan pemerintah. . Tidak hanya

kritik terhadap masalah bidang

ekonomi dan sosial masyarakat saja

yang diungkapkan oleh pengarang,

kritik dalam bidang politikpun

diungkapkan pengarang melalui

karakter-karakter pemimpin pada masa

Orde Baru dengan penyalahgunaan

kekuasaan yang dikemas dengan

konflik dalam alur sampai pada

klimaks cerita.

Page 13: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

Kritik Terhadap Pemerintah Orde Baru... (Prasasti dan Anggraini) 213

Masalah dalam bidang ekonomi,

sosial, dan politik tersebut merupakan

gambaran penyiksaan terhadap

masyarakat di masa Orde Baru.

Penyiksaan yang terjadi dalam naskah

drama tersebut karena faktor

kecurigaan pemerintah, kecurigaan

tersebut dapat merusak tatanan

kehidupan tokoh. Melalui cara

tersebut, pengarang juga

memperlihatkan tujuan utama

pemerintah mengintimidasi yaitu

untuk memperoleh informasi.

Pengungkapan rekaman

permasalahan masa Orde Baru dalam

naskah membuat pembaca mengetahui

cerminan peristiwa pada masa tersebut

yang dikemas oleh pengarang melalui

watak tokoh dan alur dalam cerita.

Selain itu, pembaca juga dapat

mengetahui bagaimana konflik-konflik

di masa Orde Baru, yang dibuat lebih

hidup dalam bentuk naskah drama

oleh pengarang.

DAFTAR PUSTAKA

Ajidarma, S. G. (2001). Mengapa Kau

Culik Anak Kami. In

Alayasastra. Galang Press.

Aliyah, L. N. (2010). Kritik Sosial

dalam Kumpulan Sajak

Terkenang Topeng Cirebon

Karya Ajib Rosidi: Tinjauan

Sosiologi Sastra. Skripsi

diterbitkan. FKIP Universitas

Muhammadiyah Surakarta.

Anam, C. (2018). Citra Perempuan

dalam Novel Cerita Tentang Rani

Karya Herry Santoso; Tinjauan

Kritik Sastra Feminis. Tesis

diterbitkan. FIB Universitas

Diponegoro Semarang.

Biantoro, B. A. (2012). Kritik Sosial

dalam Novel Kalatidha Karya

Seno Gumira Ajidarma: Tinjauan

Sosiologi Sastra. FKIP

Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Fathorrohman. (2017). Tipologi

Politik Pencitraan dalam Novel

Negeri di Ujung Tanduk Karya

Tere Liye. Lingua Franca, 5 (2),

25—35.

Fatimah, S. (2007). Perempuan dan

Kekerasan Pada Masa Orde Baru.

Demokrasi, vi (2), 1—12.

Firdiyanti, B. (2016). Strategi

Bertahan Hidup Pengrajin

Gerabah sebagai Upaya

Pemenuhan Kebutuhan di Desa

Kademangan Kecamatan

Mojoagung Kabupaten Jombang.

Swara Bhumi, 1 (2), 13–19.

Fittrya, L. (2013). Tionghoa dalam

Diskriminasi Orde Baru Tahun

1967—2000. AVATARA, 1 (2),

159—166.

Hardjana, A. (1985). Kritik Sastra

Sebuah Pengantar. Gramedia.

Husain, S. B. (2007). Referensi Buku

Keroncong Cinta: Antara Cara

Pemahaman, Cara Perhubungan

dan Cara Penciptaan. MOZAIK, 1

(1), 67—74.

Jaiyudin, L. O. M. (2016). Kritik

Sosial dalam Novel Merajut

Harkat Karya Putu Oka Sukanta.

Basastra (Bahasa Dam Sastra), 2

(1), 1—17.

Khusna, M. (2015). Kekerasan Politik

Masa Orde Baru dalam Naskah

Drama Mengapa Kau Culik Anak

Kami Karya Seno Gumira

Page 14: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

214 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

Ajidarma: Tinjauan

Strukturalisme Genetik.

Universitas Negeri Yogyakarta.

Krissandi, A. D. S. (2014). Cerpen-

Cerpen Kompas 1970—1980

dalam Hegemoni Negara Negara

Orde Baru (Analisis Wacana

Kritis). Poetika, II (1), 21—30.

Kurnia, I. N & Anggraeni, N. (2018).

Nilai-Nilai Sosial yang

Terefleksikan Melalui Tokoh-

Tokoh Perempuan dalam Drama

Trifles Karya Susan Glaspell:

Tinjauan Sosiologi Sastra. Diksi,

26 (2). 93—103.

Maliki, Z. (2018). Sosiologi Politik:

Makna Kekuasan dan

Tranformasi Politik. Gadjah

Mada University Press.

Manik, V. (2003). Reproduksi

Kekerasan Tanpa Akhir: Sebuah

Pandangan terhadap

Ketidakmampuan Negara

Mengelola Kekerasan.

Kriminologi Indonesia, 3 (1), 1—

12.

Margiyono, Y. (2007). Neraka Rezim

Orde Baru Tempat-Tempat

penyiksaan Orde Baru. Medio.

Marzuki, S. (2006). Kekerasan dan

Ketakutan pada Kekerasan.

UNISIA, XX (III), 317—330.

Musfhi, M. (2017). Model Interaksi

Sosial dalam Mengelaborasi

Keterampilan Sosial.

PEDAGOGIK, 4 (2), 212.

Naratungga, I. (2014). Kepribadian

Tokoh Utama dalam Novel

Nyanyian Batanghari Karya

Harry B. Kori’un. Ilmiah

Kebahasaan Dan Kesastraan, ii

(2), 111—120.

Nofrion. (2016). Komunikasi

Pendidikan. Prenadamedia

Group.

Nugroho. (2007). Kekuatan Modal

dan Perilaku Kekerasan Negara

pada Masa Orde Baru: Studi

Kasus Freeport. UKSW.

Oksinata, H. (2010). Kritik Sosial

dalam Kumpulan Puisi Aku Ingin

Jadi Peluru Karya Wiji Thukul

(kajian resepsi sastra). Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Universitas Sebelas Maret.

Pradopo, R. D. (2001). Kritik sastra

Modern. Gama Media.

Pradopo, R. D. (2002). Kritik Sastra

Indonesia Modern. Gama Media.

Putra, C. R. w. (2018). Cerminan

Zaman dalam Puisi (Tanpa Judul)

Karya Wiji Thukul: Kajian

Sosiologi Sastra. KEMBARA, 4

(1), 12–20.

Putra, E. (2012). Kekerasan Negara

dalam Kumpulan Cerpen

Penembak Misterius Karya Seno

Gumira Ajidarma. Program Studi

Sastra Indonesia Fakultas Ilmu

Budaya Jatinangor.

Rina M.F. Harun Joko Prayitno, dkk.

(2010). Nafron Hasyim, dan

Harun Joko Prayitno. 2010.

Pembinaan dan Pementasan

Teater Sekolah serta Fungsinya

dalam Pembelajaran Apresiasi

Drama di Kelas XI SMA

Pangudiluhur Surakarta.

Humaniora, 11 (2), 187.

Safi’i, I. & T. (2018). Sejarah

Menjamurnya Masjid dan

Langgar Pasca-65 di Kecamatan

Tanggung Gunung, Tulung

Agung. Kontemplasi, 6 (2),

Page 15: KRITIK TERHADAP PEMERINTAH ORDE BARU DALAM NASKAH DRAMA ...

Kritik Terhadap Pemerintah Orde Baru... (Prasasti dan Anggraini) 215

291—308.

Soesastro, H. (2005). Pemikiran dan

Permasalahan Ekonomi di

Indonesia dalam Setengah Abad

Terakhir. Kanisiu.

Suti, M. (2011). Strategi Peningkatan

Mutu di Era Otonomi Pendidikan.

MEDTEK, 3 (2), 1—6.


Recommended