+ All Categories
Home > Documents > LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan...

LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan...

Date post: 06-Feb-2018
Category:
Upload: vuongthuan
View: 230 times
Download: 3 times
Share this document with a friend
95
LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI Development and Upgrading of Seven Universities in Improving the Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia BIO-EKOLOGI LARVA IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch) DI BERBAGAI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN DAN UPAYA UNTUK PEMELIHARAAN TIM PENELITI Dr. Ir. Hj. Rukmini, MP. NIDN. 0007046506 (Ketua) Dr. Slamat, SPi., MSi. NIDN 0001067608 (Anggota) Siti Aisiah, SPi. MP. NIDN. 0010107303 (Anggota) FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNLAM NOPEMBER 2014
Transcript
Page 1: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN TINGGI

Development and Upgrading of Seven Universities in Improving theQuality and Relevance of Higher Education in Indonesia

BIO-EKOLOGI LARVA IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch)

DI BERBAGAI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN

DAN UPAYA UNTUK PEMELIHARAAN

TIM PENELITI

Dr. Ir. Hj. Rukmini, MP. NIDN. 0007046506 (Ketua)

Dr. Slamat, SPi., MSi. NIDN 0001067608 (Anggota)

Siti Aisiah, SPi. MP. NIDN. 0010107303 (Anggota)

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNLAM

NOPEMBER 2014

Page 2: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

1

RINGKASAN

Potensi ekosistem rawa yang luas terdapat di wilayah Indonesia pada umumnya danKalimantan Selatan pada khususnya, sangat memungkinkan tumbuh dan berkembangnyaberbagai jenis biota tumbuhan dan hewan yang hidup didalamnya. Salah satu jenis biotafauna yang mendominasi kehidupan di ekosistem perairan rawa adalah ikan, diantaranyaikan betok Anabantidae. Ikan betok sebagai penghuni berbagai perairan rawa . DiKalimantan Selatan ikan ini termasuk salah satu ikan ekonomis penting, digemari dansangat laku di pasaran. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan ikan betok masihmengharapkan dari penangkapan di alam.

Pada kegiatan budidaya, ikan betok termasuk ikan yang mudah bereproduksi secaraalami ataupun buatan, tetapi kendalanya pada saat fase larva mortalitasnya sangat tinggi.Sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan benih untuk kegiatan pembesaran. Dari hal itusangat diperlukan kajian yang lebih intensif untuk menemukan bio-ekologi larva ikanbetok di habitatnya di berbagai perairan rawa (perairan rawa monoton, tadah hujan danpasang surut).

Tujuan jangka panjang penelitian ini adalah upaya pelestarian dan penyediaanbenih betok yang intensif dengan cara meningkatkan kelangsungan hidup larva ikan betok.Target khusus yang ingin dicapai adalah (1) mengetahui parameter fisika, kimia, danbiologi berbagai perairan rawa sebagai habitat larva ikan betok (2) mengetahui jenisplankton yang dimakan oleh larva ikan betok di berbagai perairan rawa (3) mengetahuijenis tanaman air yang disukai sebagai habitat larva ikan betok di berbagai perairan rawa.(4) mengetahui ukuran bukaan mulut larva (5) mengetahui kecepatan pertumbuhan larvaikan betok (6) mengetahui kelangsungan hidup larva ikan betok.

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah secara deskriptif.Hasil analisis dan perhitungan data semua parameter yang didapatkan selanjutnyaditabulasi. Interpretasi hasil tabulasi tersebut dituangkan kedalam bentuk tabel, grafik dandibandingkan dengan pendapat para ahli.

Rencana kegiatan penelitian tahun I adalah (1) mengetahui parameter fisika, kimia,dan biologi berbagai perairan rawa sebagai habitat larva ikan betok (2) mengetahui jenisplankton yang dimakan oleh larva ikan betok di berbagai perairan rawa (3) mengetahuijenis tanaman air yang disukai sebagai habitat larva ikan betok di berbagai perairan rawa.Penelitian tahun II adalah uji coba pemeliharaan larva ikan betok di bak-bak semen denganbio-ekologi yang sesuai dengan habitatnya di alam dan pemberian jenis pakan alami yangsesuai di alam (perlakuan sesuai hasil yang didapat pada tahun I). Pengamatan yangdilakukan pada tahun II adalah (1) mengetahui ukuran bukaan mulut larva ikan betok (2)mengetahui kecepatan pertumbuhan larva ikan betok (3) mengetahui kelangsungan hiduplarva ikan betok. Dengan ditemukannya informasi paket teknologi tersebut, makadiharapkan dapat dilakukan upaya pemeliharaan ikan betok yang lebih baik dan intensif.

Hasil analisa parameter kualitas air masing-masing pada perairan rawa monotonDanau Bangkau, rawa pasang surut Anjir, dan rawa tadah hujan Kurau adalah : suhu 27-29 °C, 28-29,7 °C, 27-28 °C, kecerahan 31-33 cm, 56-67 cm, 55-58 cm, kekeruhan 9,12-9,20 NTU, 1,84- 2,41 NTU, 2,41-2,84 NTU, oksigen 1,5-1,8 mg/l, 2,6-2,8 mg/l, 2,8-3,7mg/l, karbondioksida 10,45-11,55 mg/l, 10,33-10,56 mg/l, 8,10-9,18 mg/l, pH 6,35-6,45,3,77-3,94, 4,65-4,89, dan amoniak 0,3-0,4 mg/l. 0,65-0,9 mg/l, 0,1-0,2 mg/l.

Page 3: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

2

Jenis plankton dominan yang didapat dari hasil analisa sampel air yang di ambildari habitat larva ikan betok mulai dari telur menetas sampai larva berumur 31 hari padasemua titik pengamatan yaitu : pada perairan rawa monoton di Danau Bangkau 12 jenis,rawa pasang surut di Anjir 10 jenis, dan rawa tadah hujan di Kurau 9 jenis.

Dari data kelimpahan plankton pada ketiga tipe perairan rawa dimana kesuburanperairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang sama yaitu kesuburan sedangdengan nilai kelimpahan plankton 0,1 – 40 x 106 sel/m3.

Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok diperairan rawa monoton Danau Bangkau dan perairan rawa tadah hujan Kurau, maka indekskeanekaragaman plankton pada semua umur larva ikan betok dapat dimasukkan dalamkategori 1,67-2,33 yaitu keadaan struktur komunitas stabil dan masuk ke dalam kategoriperairan sedang. Sedangkan indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikanbetok di perairan rawa pasang surut Anjir dimasukkan dalam kategori 1,00-1,66 yaitukeadaan struktur komunitas cukup stabil dan masuk ke dalam kategori perairan buruk.

Hasil analisa saluran pencernaan (lambung) larva ikan betok berumur 3 sampai 31hari pada perairan rawa monoton Danau Bangkau, rawa pasang surut Anjir, dan rawatadah hujan Kurau yaitu seluruh lambung berisi plankton sebagai pakan alami yang sesuaidengan umur dan ukuran larva ikan. Pakan alami yang dimakan mulai dari fitoplanktonkemudian beralih ke zooplankton.

Jenis tumbuhan air yang banyak ditemukan populasi larva ikan betok sebagaihabitatnya di perairan rawa monoton Danau Bangkau : Eceng gondok (Eichornia crassipes(Mart) Solms), rawa pasang surut di Anjir : Kiapu (Pistia stratiotes), dan rawa pasangsurut di Kurau : gulma itik (Lemna perpusilla).

Page 4: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

3

PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas selesainya laporan akhir

kegiatan penelitian ini yang berjudul “Bio-Ekologi Larva Ikan Betok (Anabas testudineus

Bloch) Di Berbagai Perairan Rawa Kalimantan Selatan dan Upaya untuk Pemeliharaan”.

Kami ucapkan terima kasih kepada :

1. DP3M Dikti

2. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat

3. Kepala Desa Kurau, Anjir, dan Danau Bangkau

4. Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Lambung Mangkurat

5. Semua pihak yang membantu

Sehingga kegiatan penelitian ini dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan berjalan

lancar.

Banjarbaru, Nopember 2014

Tim Peneliti

Page 5: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

4

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa ini upaya konservasi lingkungan perairan dan pemanfaatannya sedang

gencar–gencarnya digalakkan oleh pemerintah. Perlindungan serta pemanfaatannya diatur

dalam Undang–Undang Perikanan No. 45 Tahun 2009 seperti tertera pada pasal 7 yang

mengatur semua aktivitas kegiatan perikanan secara umum. Sedangkan pemanfaatan lahan

basah secara rinci diatur dalam Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pengelolaan Lahan

Basah Indonesia. Secara umum luas lahan basah yang potensial diseluruh Indonesia

mencapai 40,5 juta hektar (Konvensi Ramsar 1971) yang terbagi di lima kepulauan

terbesar yaitu Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Papua dan Jawa.

Salah satu jenis ekosistem perairan lahan basah yang cukup luas yang berada di

kepulauan Kalimantan adalah perairan rawa yang luasnya mencapai +12 juta hektar yang

salah satunya terdapat di Kalimantan Selatan. Menurut Balai Rawa (2010), secara khusus

luas perairan rawa yang ada di Kalimantan Selatan mencapai +1 juta hektar atau sekitar

27% dari luas Propinsi Kalimantan Selatan yang luasnya 36.974,50 km2. Perairan rawa

tersebar diseluruh Kabupaten yang ada di Kalimantan Selatan yang dapat dikelompokkan

menjadi perairan rawa monoton terdapat di wilayah Kabupaten Hulu Sungai dengan luas

±452.704 ha, rawa tadah hujan terdapat di wilayah Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah

Laut, dan Kabupaten Pulau Laut dengan luas ±169.094 ha, dan rawa pasang surut terdapat

di Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Tanah Laut, dan Kota Baru dengan luas 372.637

ha. Rawa monoton dapat diartikan sebagai suatu perairan luas dan terbuka yang terus

menerus terendam air sepanjang tahun dengan kedalaman maksimal ≥5 meter. Rawa tadah

hujan dapat diartikan sebagai suatu perairan rawa yang terendam oleh air pada musim

penghujan, sedangkan pada musim kemarau lahan perairan ini akan kering, dan dengan

kedalaman maksimal ≥ 1 meter. Sedangkan perairan rawa pasang surut dapat diartikan

sebagai suatu perairan yang sangat terpengaruh oleh keadaan pasang dan surut yang masuk

dalam perairan rawa baik pasang tunggal (purnama) maupun pasang ganda (perbani)

dengan kedalaman maksimal > 4 meter. Tiga tipe perairan rawa terluas tersebut terdapat

di wilayah Kabupaten Hulu Sungai, Kabupaten Banjar dan Kabupaten Barito Kuala.

Page 6: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

5

Luasnya ekosistem rawa yang terdapat di wilayah Indonesia pada umumnya dan

Kalimantan Selatan pada khususnya, sangat memungkinkan tumbuh dan berkembangnya

berbagai jenis biota tumbuhan dan hewan yang hidup didalamnya. Salah satu jenis biota

fauna yang mendominasi kehidupan di ekosistem rawa adalah ikan. Diperkirakan + 143

spesies ikan yang teridentifikasi mendominasi perairan tawar, 18 spesies diantaranya

merupakan jenis ikan yang sering tertangkap oleh para nelayan antara lain seperti

Cyprinidae, Siluridae, Bagridae, Anabantidae, Palaemonidae, Nandidae, Pangasidae,

Schibidae, Belontidae, Ambasidae, Notopteridae, Mastocebalidae, Hemi, Eleotridae,

Tetradontidae, Cobilidae, Trigonidae dan Synbranchydae

Pengertian ekosistem perairan rawa adalah ekosistem kawasan sepanjang pantai,

aliran sungai, danau atau lebak yang menjorok masuk (intake) pedalaman sampai sekitar

+100 km, atau sejauh dirasakannya pengaruh gerakan pasang (lahan perairan yang

terpengaruh arus pasang dan surut). Rawa mempunyai beberapa istilah padanan

diantaranya yaitu swamp, bog dan marsh, sedangkan tanah rawa sering disebut flooded

soils, waterlogged soils dan submerged soils.

Salah satu jenis ikan lokal yang banyak di jumpai di perairan rawa adalah ikan

betok. Ikan betok merupakan jenis ikan yang mendiami ekosistem perairan rawa yang

tergenang, atau perairan dengan aliran air yang tidak begitu deras. Ikan betok secara

khusus mendiami daerah perairan rawa dengan karakter perairan berwarna kecoklatan, tapi

secara umum dia mampu hidup di wilayah perairan yang sorf, hard, alkaline, acidic dan

brackish water, yang umumnya ditemukan di rawa, danau, sawah, sungai kecil dan parit,

juga pada kolam yang mendapatkan air banjir atau berhubungan dengan saluran air

terbuka.

Menurut Uttam et al, (2005), karena populasi ikan betok sudah berkurang maka

ikan ini termasuk pada kategori vulnerable atau mudah punah dan termasuk pada kreteria

International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN). Dari hal

itulah maka diperlukan upaya konservasi dan pemeliharaan ikan betok yang intensif.

Perairan rawa mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi kehidupan dan

penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya, harus dilindungi dan dilestarikan.

Perairan rawa merupakan ekosistem yang rapuh (fragile), sehingga pemanfaatannya harus

Page 7: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

6

secara bijak (a wise landuse) dan didasarkan pada karakteristik lahan (Balai Besar

Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, 2008).

Perairan rawa sebagai salah satu bentuk ekosistem air tawar pada umumnya banyak

sekali ditumbuhi oleh tanaman air yang merupakan salah satu komponen ekosistem rawa.

Tanaman air ini berperan sebagai produsen dalam jaring-jaring makanan dan berperan

dalam siklus energi, dalam hal tersebut dapat dikatakan sebagai rantai penghubung antara

energi dan nutrien sebagai faktor abiotik dengan pengguna dari faktor tersebut yaitu

konsumer penghuni ekosistem perairan rawa. Selain berperan sebagai produsen, pada

dasarnya keberadaan tanaman air pada perairan rawa memberikan nilai tambah terhadap

perairan itu sendiri. Adanya tanaman air pada suatu perairan dapat berpengaruh positif

ataupun negatif tergantung dari komposisi jenis dan jumlah tanaman air tersebut (Achmad

dan Ondara, 1969).

Mulyanto (1992) menyatakan bahwa pada perairan terbuka seperti perairan rawa,

keberadaan tanaman air akan sangat berguna bagi kehidupan organisme air seperti ikan.

Tapi apabila terjadi peledakan populasi tanaman air yang berlebih akan menimbulkan

pengaruh yang merugikan. Pada kondisi normal di alam, tanaman air mempunyai manfaat

terhadap produktifitas perairan itu.

Dari hal-hal tersebut di atas, maka fokus penelitian ini direncanakan mengenai bio-

ekologi larva ikan betok (Anabas testudineus Bloch) di berbagai tipe perairan rawa

Kalimantan Selatan dan upaya untuk pemeliharaan. Alasan meneliti ikan betok pada

berbagai tipe perairan rawa (rawa monoton, tadah hujan, dan pasang surut) adalah karena

ikan betok termasuk jenis ikan perairan rawa. Menurut hasil penelitian yang dilakukan

oleh Slamat (2009), ikan betok yang berasal dari perairan rawa monoton tingkat

keragaman genetik mt-DNA D Loop intrapopulasi lebih tinggi (sebanyak 5) haplotipenya

dibandingkan dengan populasi ikan betok dari rawa pasang surut (sebanyak 3) dan rawa

tadah hujan (sebanyak 2). Keragaman genetik ikan betok dari perairan rawa monoton

lebih tinggi dibandingkan dengan ikan betok dari perairan rawa lainnya. Hal ini terjadi

karena adanya aliran gen yang kearah perairan rawa monoton yang berasal dari perairan

rawa pasang surut dan rawa tadah hujan. Sedangkan populasi dari perairan rawa pasang

surut cenderung menjadi populasi yang terisolir, dikarenakan kondisi lingkungan perairan

Page 8: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

7

yang mendapat intrusi air laut yang mencapai 10–15 ppt. Heterozigositas tertinggi terdapat

pada perairan rawa monoton, kemudian tadah hujan dan pasang surut. Demikian juga dari

segi produktivitas ikan betok dari perairan rawa monoton lebih tinggi dibandingkan dengan

perairan rawa pasang surut dan rawa tadah hujan. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa ikan

betok dari perairan rawa monoton, yang memiliki ciri warna tubuh biru kekuningan dan

sedikit gelap, ukuran panjang maksimal dapat mencapai +25 cm dengan berat maksimal

300 g per ekor (ukuran maksimal lebih besar), pertumbuhannya lebih cepat, dan rasa

dagingnya lebih enak dibandingkan dengan ikan betok dari perairan rawa tadah hujan dan

pasang surut.

Di Kalimantan Selatan ikan betok dijadikan sebagai jenis menu seperti, ikan betok

bakar, goreng, bekasam, wadi dan ada juga yang dibuat ikan asin. Produksi ikan betok

biasa melimpah ketika musim kemarau tiba, sebab pada waktu itu lahan rawa mulai

menyempit sehingga ikan terkumpul dalam suatu lobang (lebak) yang lebih dalam. Lebak

atau beji sengaja dibuat di perairan rawa oleh masyarakat, bila musim penghujan

seluruhnya tenggelam, dan pada musim kemarau, lebak-lebak tersebut menjadi tempat

terdalam, dan didiami ikan betok dan ikan lainnya yang masuk kedalam lebak tersebut.

1.2. Permasalahan yang Diteliti

Di Kalimantan Selatan, ikan betok adalah salah satu jenis ikan perairan rawa yang

bernilai ekonomis penting. Sampai saat ini umumnya permintaan ikan betok dipenuhi dari

hasil penangkapan di alam. Seiring dengan meningkatnya permintaan, ketersediaan ikan

betok semakin berkurang dan ukurannya tidak sesuai dengan permintaan pasar. Hasil

tangkapan ikan betok di perairan rawa Kalimantan Selatan dari tahun ke tahun terjadi

penurunan yang sangat signifikan. Data produksi ikan betok 5 tahun terakhir menunjukkan

bahwa terjadi penurunan hasil tangkap. Pada tahun 2006 produksi ikan betok sebesar

6.055,5 ton, tahun 2008 sebesar 5.045,7 ton, tahun 2009 sebesar 4.290,0 ton, tahun 2010

sebesar 3.408,5 dan tahun 2011 sebesar 3.011,2 ton (Dinas Perikanan dan Kelautan

Propinsi Kalimantan Selatan, 2011). Menghadapi penomena tersebut, budi daya ikan

betok telah masuk dalam rencana strategi pengembangan budidaya ikan air tawar Propinsi

Kalimantan Selatan.

Page 9: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

8

Pada sisi lain, usaha pengembangan budidaya ikan betok menghadapi kendala

dalam penyediaan benih. Ketersediaan benih bersifat musiman, yaitu melimpah pada

musim pemijahan alami di awal musim penghujan dan langka pada musim lainnya. Oleh

karena itu, penyediaan benih ikan betok secara kontinu perlu dikembangkan.

Usaha pembenihan merupakan alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi

kesenjangan antara ketersediaan dan kebutuhan benih. Meskipun demikian, kelangsungan

usaha ini dibatasi oleh tingkat kelangsungan hidup larva ikan betok yang sangat rendah

(Marlida, 2001). Hal ini disebabkan oleh periode larva merupakan periode kritis dalam

daur kehidupan ikan. Kondisi ini berhubungan dengan kemampuan larva dalam menerima

pakan dari luar pada saat peralihan dan masa endogenous feeding ke masa exogenous

feeding. Masa peralihan ini berkaitan dengan kemampuan larva untuk mengambil pakan

dan kesesuaian pakan dengan ukuran bukaan mulut serta ekosistem yang sesuai (Kamler,

1992).

Pakan alami yang diberikan pada fase larva harus sesuai dengan ukuran bukaan

mulut dan disenangi larva. Jenis-jenis pakan alami yang sering dimakan dan disenangi

larva betok banyak terdapat pada ekosistem atau habitat alami larva betok. Ekosistem yang

optimal juga sangat mempengaruhi kelangsungan hidup larva betok.

Ikan betok merupakan jenis ikan yang mendiami ekosistem perairan tawar yang

tergenang, atau perairan dengan aliran air yang tidak begitu deras. Ikan betok secara

khusus mendiami daerah perairan rawa dengan karakter perairan berwarna kecoklatan.

Perairan rawa adalah lahan genangan secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau

musiman akibat yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara, kimiawi dan

biologis (Anonim, 2010). Namun demikian, informasi tentang ekosistem rawa tempat

hidup dan jenis pakan alami larva ikan betok belum pernah diteliti sehingga belum ada

informasi. Penelitian ikan betok yang dilakukan oleh beberapa peneliti hanya mengarah ke

usaha pembesaran dengan sumber benih yang berasal dari alam, seperti dilaporkan oleh

Muhammad (1987), Normalinda (2002), dan Robianti (2006).

Ikan betok termasuk ikan yang mudah bereproduksi secara alami ataupun buatan,

tetapi mortalitas larvanya sangat tinggi sehingga memerlukan kajian yang lebih intensif

untuk menemukan bio-ekologi larva ikan betok di habitatnya dimana ia hidup. Dengan

Page 10: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

9

ditemukannya informasi tersebut, maka diharapkan dapat dilakukan upaya

pemeliharaannya agar lebih baik. Tidak adanya informasi mengenai bio-ekologi larva ikan

betok, menyebabkan budidaya ikan betok ini relatif tertinggal dibandingkan dengan jenis

ikan lainnya.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Ikan Betok

Ada beberapa nama sinonim spesies ikan betok diantaranya yaitu : A. Scandens,

Amphiprion scansor, Amphiprion testudineus, A. elongatus, A. macrocephalus, A.

microcephalus, A. spinosus, A. trifoliatus, A. variegatus, Anthias testudineus (Hoedeman

1969), Dalam bahasa sehari–hari ikan betok dikenal dengan nama ikan betik (Jawa), ikan

puyu (Malaysia) dan ikan papuyu (Kalimantan), puyo – puyo (Bintan), geteh – geteh

(Manado), dan kusang (Danau Matuna). Menurut Saanin (1986), ikan betok

diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Labyrinthici

Famili : Anabantidae

Genus : Anabas

Spesies : Anabas testudineus Bloch

Nama Umum : Walking fish atau Clambing Perch

Spesies : Anabas testudineus Bloch (1792)

Di Kalimantan Selatan pada umumnya ikan betok mendiami 3 habitat perairan

rawa yaitu perairan rawa monoton, rawa tadah hujan, dan rawa pasang surut. Menurut

Slamat (2009), berdasarkan pengamatan morfologi secara langsung, ketiga populasi ikan

betok yang mendiami ketiga habitat perairan rawa tersebut mempunyai ciri-ciri yang

berbeda pula. Untuk lebih jelasnya perbedaan morfologi ikan betok tersebut dapat dilihat

pada Gambar 1.

Page 11: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

10

BETOK RAWA MONOTON

BETOK RAWA PASUT

BETOK RAWA TADAH HUJAN

Gambar 1. Varitas ikan betok dari tiga tipe perairan rawa Kalimantan Selatan(Sumber : Slamat, 2009)

Secara morfologi ikan betok dari perairan rawa monoton, memiliki warna tubuh

biru kekuningan dan sedikit gelap, ukuran panjang total maksimal dapat mencapai + 25 cm

dengan berat 300 gr per ekor, rasa daging lebih enak dibandingkan dengan ikan betok dari

perairan rawa tadah hujan dan pasang surut, pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan

dengan ikan betok lainnya, tetapi mortalitas benihnya cukup tinggi. Ikan betok dari

perairan rawa tadah hujan, warna tubuh kuning kehijauan dan agak kebiruan, ukuran

panjang total maksimal dapat mencapai + 17 cm dengan berat 150 gr per ekor, rasa

dagingnya sedikit berbau lumpur dan pertumbuhan lebih lambat tetapi relatif lebih tahan

terhadap goncangan kualitas air yang ekstrim. Ikan betok dari perairan rawa pasang surut,

warna tubuh hijau kebiruan dan agak kekuningan, ukuran panjang total maksimal dapat

mencapai + 22 cm dengan berat 300 gr per ekor, rasa daging sedikit lebih hambar dan

pertumbuhan lambat, akan tetapi pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dengan ikan

betok yang berasal dari perairan rawa tadah hujan dan relatif lebih tahan terhadap air yang

bersalinitas (+ 10 – 15 ppt).

2.2. Bio-Ekologi Ikan Betok

Ikan betok keberadaannya di perairan umum seperti danau, sungai, rawa – rawa

dan genangan air tawar maupun payau. Ikan betok biasanya memijah pada awal musim

penghujan yaitu daerah –daerah yang kering pada musim kemarau dan berair pada musim

Page 12: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

11

penghujan. Jika daerah itu sedang digenangi air maka ikan betok akan pergi ke daerah itu

untuk memijah (Suhaili, 1984).

Dalam keadaan normal sebagaimana ikan pada umumnya, ikan betok bernafas

dalam air dengan insang. Akan tetapi seperti ikan gabus dan lele, ikan betok juga memiliki

kemampuan untuk mengambil oksigen langsung dari udara. Ikan ini memiliki organ labirin

(labyrinth organ) di kepalanya, yang memungkinkannya hidup di wilayah yang kurang

oksigen. Alat ini sangat berguna pada saat ikan mengalami kekeringan dan harus berpindah

ke tempat lain yang masih berair. Ikan Betok mampu merayap naik dan berjalan di daratan

dengan menggunakan tutup insang yang dapat dimekarkan, dan berlaku sebagai semacam

kaki depan. Namun ikan ini tidak dapat terlalu lama bertahan di daratan, dan harus

mendapatkan air dalam beberapa jam atau ia akan mati.

Ditambahkan oleh Djuhanda (1981), ikan betok (Anabas testudineus Bloch) pada

umumnya ditutupi oleh sisik yang berwarna hijau kehitaman pada bagian punggung dan

putih mengkilat/putih kehijau-hijauan dibagian perut. Ikan ini dikenal sebagai ikan labirin

karena di dalam rongga insang bagian atas insang tersebut terdapat alat pernapasan

berbentuk labirin setiap ruang pada labirin tersebut terdapat pembuluh-pembuluh darah

yang dapat (mengekstrasi) oksigen dari udara yang masuk ke dalam labirin. Tahan

terhadap keadaan kering kadang-kadang kuat hidup sampai satu minggu tanpa air/tinggal

dalam lumpur yang masih mengandung air antara 1-2 bulan.

Menurut Binoy , V. and Thomas, K., (2008), pada ekosistem di alam tersedianya

makanan bervariasi sesuai dengan habitat dan waktu. Distribusi makanan alami juga

bervariasi sesuai dengan musim. Ditambahkan oleh Schram. E. et al, (2009), bahwa

pertumbuhan dan kelangsungan hidup binatang tergantung pada genetik, lingkungan dan

faktor nutrisi. Untuk vertebrata poikiloterm faktor lingkungan yang paling penting.

Di alam ikan betok memangsa beraneka serangga dan hewan-hewan air yang

berukuran kecil. Ikan ini jarang dipelihara orang, dan lebih sering ditangkap sebagai ikan

liar. Larva ikan betok sensitif, sehingga sering terjadi mortalitas yang tinggi pada periode

larva. Terutama pada waktu larva berubah makanannya dari kuning telur yang

dikandungnya (endogenous food) ke makanan yang berasal dari luar (exogeneous food).

Page 13: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

12

Kesempatan untuk tetap hidup (survival rate) dan mencapai juvenil di lingkungan alam

bebas umumnya kurang dari 10%. (Agus, 1998)

2.3. Keragaman Genetik Ikan Betok

Menurut hasil penelitian Slamat (2009), keragaman genetik mt-DNA D Loop

intrapopulasi ikan betok menjelaskan bahwa populasi ikan betok dari perairan rawa

monoton lebih tinggi (sebanyak 5) haplotipenya dibandingkan dengan populasi dari rawa

tadah hujan (sebanyak 3) dan pasang surut (sebanyak 2). Untuk lengkapnya dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1 . Pola Restriksi mt-DNA D Loop Ikan Betok Pada Tiga Perairan Rawa

Komposit Haplotipe Total Mtn Tdh PstAAAAA 3 0,17 0,2AAABA 8 0,17 0,4 0,5AAACA 5 0,17 0,4BAAAA 2 0,32BABDB 1 0,17BAACA 3 0,5∑ Sampel 22 6 10 6∑ Haplotipe 5 3 2Keragaman Haplotipe 0,9384 0,7111 0,6(Sumber : Slamat, 2009).

Keterangan : Mtn = perairan rawa monoton Tdh = perairan rawa tadah hujanPst = perairan rawa pasang surut

Keragaman genetik ikan betok dari perairan rawa monoton lebih tinggi

dibandingkan dengan kedua perairan rawa lainnya, hal ini karena adanya aliran gen yang

kearah perairan rawa monoton yang berasal dari perairan rawa pasang surut dan rawa tadah

hujan (Gambar 2). Sedangkan populasi ikan betok dari perairan rawa pasang surut

cenderung menjadi populasi yang terisolir, ini dikarenakan kondisi lingkungan perairan

yang mendapat intrusi air laut yang mencapai 10 – 15 ppt.

Page 14: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

13

R aw a m o n o to n

R aw a pasan g su ru t

R aw a tad ah h u jan

S ung ai B arito

Pa s a n g s u ru t

A A A BA 0,5

BA A CA 0,5

T adah hujan

A A A A A 0,2

A A A BA 0,4

A A A CA 0,4

Rawa M onoton

A A A A A 0,17A A A BA 0,17A A A CA 0,17BA A A A 0,32BA BDB 0,17

K al-T eng

K al-T im

L a u t Jaw a

Fe notip me ristik dorsal fin

Raw a monoton (4 )

Tadah hu jan (5 )

Pas ang s uru t (3 )

ge n otip e

ge n otip e

ge n otip e

Gambar 2. Distribusi genotipe dan fenotipe populasi ikan betok yang berasal dari tigatipe ekosistem perairan rawa Kalimantan Selatan (Sumber : Slamat, 2009).

2.4. Pemijahan Ikan Betok

Ikan betok di alamnya bersifat omnivor dan matang gonad setiap tahun. Survival

larva ikan betok berumur 1 hari setelah menetas bervariasi antara 50-60 % dan

menunjukkan behavior bergerombol. Setelah berumur 2–3 hari, mulut mulai membuka

dan mulai memakan makanan dari lingkungan luar. Cadangan kuning telur (yolk sac)

complete dan akan terserap setelah berumur 3–4 hari. Larva betok berumur 5 hari

mempunyai panjang sekitar 7,2 mm dan biasanya berlindung di bawah makrofita yang

berada di permukaan perairan (Uttam, S. et al, 2005).

Ikan betok biasanya memijah pada awal musim hujan yaitu, pada kawasan yang

kering pada musim kemarau dan berair pada musim hujan. Jika kawasan itu sudah

digenangi air, maka ikan betok akan pergi ke daerah itu untuk memijah. Selama musim

penghujan dapat 3 kali proses pemijahan (Anonim, 2003).

Telur ikan betok akan menetas dalam waktu 20 – 24 jam pada suhu 26,66°C

dengan perkiraan banyaknya telur yang dibuahi sekitar 6.000 butir dan jumlah larva yang

menetas berjumlah sekitar 5.700 ekor atau hatching rate 95%. Telur yang dibuahi

berwarna bening sedangkan yang tidak dibuahi berwarna putih susu. Telur ikan bersifat

mengapung (Anonim, 1997). Ditambahkan Marlida (2001), telur ikan betok yang telah

Page 15: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

14

dibuahi berbentuk bulat, transparan dan menyebar di dalam dan permukaan air dengan

diameter 0,75 ± 0,05 mm (rata-rata ± SD).

2.5. Perkembangan Embrio dan Penetasan Ikan Betok

Hasil penelitian yang dilakukan Marlida (2001), terhadap perkembangan embrio

telur ikan betok yaitu : proses perkembangan embrio dan penetasan telur ikan betok terjadi

21 jam 11 menit setelah pembuahan, dengan tahapan stadia sebagai berikut : stadia

cleavage, blastula, gastrula, dan organogenesis.

Pergerakan embrio semakin aktif menjelang penetasan dengan cara berputar dan

menggerakkan ekornya ke kiri dan ke kanan. Tubuh embrio di dalam cangkang berada

dalam posisi melengkung pada kuning telur yang terlihat bulat dan besar. Penetasan

terjadi 21 jam 11 menit setelah pembuahan.

Penetasan terjadi karena adanya kerja mekanik yaitu pergerakan embrio yang terus

mendesak cangkang dengan bagian ekor memukul dinding cangkang sehingga rusak, dan

kerja enzimatik yang disebut chorionase. Chorionase kerjanya bersifat mereduksi chorion

yang terdiri dari pseudokeratine menjadi lembek. Embrio yang telah keluar dari cangkang

dan masih memiliki kuning telur disebut yolk sac larvae (Kamler, 1992).

2.6. Kelangsungan Hidup Ikan Betok

Menurut Effendi (1997), daya kelangsungan hidup adalah peluang untuk hidup

dalam satu saat tertentu, yaitu jumlah ikan yang hidup dalam jangka waktu pemeliharaan

dibagi dengan jumlah penebaran, sedangkan kelangsungan hidup dari populasi ikan

tergantung dari banyak faktor yaitu temperatur, kepadatan, predator dan makanan.

Kelangsungan hidup dinyatakan sebagai persentase dari semua jumlah ikan yang

hidup selama jangka waktu pemeliharaan. Menurut Hadi dan Fadna (1998) pada penebaran

(faktor lain tidak mendukung dengan baik), maka akan semakin tinggi pula kematian dan

produksi akan menurun. Penyebab turunnya kemampuan ikan untuk dapat bertahan hidup

dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni : kompetisi antara jenis yang sama, meningkatnya

predator, parasit, kekurangan makanan, penanganan dan penangkapan oleh manusia

(Asiah, 1987).

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terhadap kelangsungan

hidup larva ikan betok, diantaranya oleh Setiawan dan Rukmini (2007) berkisar antara 0,1

Page 16: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

15

– 1,72 %, Fahrujaini dan Rukmini (2008) berkisar antara 25,64 – 44,73 %. Adapun

penelitian yang dilakukan Marlida (2001), didapatkan hasil bahwa tingkat kelangsungan

larva terjadi penurunan yang sangat drastis pada hari ke 5 pemeliharaan, terutama pada

larva tanpa pemberian pakan dan larva diberi pakan buatan. Pada larva tanpa pemberian

pakan terjadi penurunan sebesar 54,08 %, yaitu dari 89,60 ± 6,35 % (rata-rata ± SD) pada

hari ke 4 menjadi 35,52 ± 3,80 % (rata-rata ± SD) pada hari ke 5. Pada larva yang diberi

pakan buatan juga terjadi penurunan sebesar 17,40 % dari 70,48 ± 2,44 % (rata-rata ± SD)

pada hari ke 4 menjadi 53,08 ± 4,72 % (rata-rata ± SD) pada hari ke 5. Tingkat

kelangsungan hidup larva untuk semua perlakuan terus menurun hingga akhir penelitian,

masing-masing mencapai titik 0 % pada hari ke 9 dan 13 untuk larva tanpa pemberian

pakan dan larva yang diberi pakan buatan. Adapun larva yang diberi pakan naupli artemia

dapat bertahan hidup sampai hari ke 15 sebesar 33,04 ± 1,86 % (rata-rata ± SD).

BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

3.1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui parameter fisika, kimia, dan biologi di berbagai perairan rawa sebagai

habitat larva ikan betok.

b. Mengetahui ukuran bukaan mulut larva ikan betok.

c. Mengetahui jenis plankton yang dimakan oleh larva ikan betok di berbagai perairan

rawa.

d. Mengetahui jenis tanaman air yang disukai sebagai habitat larva ikan betok di

berbagai perairan rawa.

3.2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk pembenihan ikan betok,

sehingga dapat mensuplai benih betok untuk kegiatan pembesaran ikan secara terus

menerus.

Page 17: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

16

BAB 4. METODE PENELITIAN

4.1. Bagan Alir Penelitian

Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram bagan alir penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian bio-ekologi larva ikan betok di berbagai perairan

rawa Kalimantan Selatan dan upaya untuk pemeliharaan tersebut, maka penelitian ini

dirancang secara jelas dan terperinci seperti bagan pada Tabel 2.

Tabel 2. Bagan penelitian secara terperinci

No.

1.

Tahapan PelaksanaanPenelitian

Penelitian bio-ekologi larva ikanbetok (Tahun I) :a. Sampling air habitat larva betok- Analisa parameter

fisika seperti suhu kecerahan,dan kekeruhan.

- Analisa parameter kimia sepertikadar O2, CO2, dan amoniak.

- Analisa parameter biologiseperti jenis, kelimpahan, dan

Indikator Capaian

Menemukan data bio-ekologi larva ikan betokdi berbagai perairan rawaKalimantan Selatanyang optimal bagikehidupannya

Luarannya

* Artikel ilmiah* Buku ajar

Penelitian yang telah dilakukan

PERTANIAN DANLAHAN BASAH

Usulan Proposal Penelitian UnggulanPerguruan Tinggi

Upaya Pelestarian dan Pemeliharaan Ikan Betok yang Intensif

Bio-Ekologi Larva Ikan Betok(Anabas testudineus Bloch)

di Berbagai Perairan Rawa Kalimantan Selatan danUpaya untuk Pemeliharaan

UNGGULANRIP UNLAM

Ikan betok :• Pemijahan (lab)• Ekologi habitat di perairan rawa DanauBangkau• Variasi genetik (3 perairan rawa)• Konservasi (3 perairan rawa)

Page 18: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

17

2.

indeks keanekaragamanplankton

b. Sampling tanaman air yangdisukai larva betok :

- Jenis tanaman- Besar rumpun,- Morfologi dan sifat tanaman airc. Sampling larva ikan betok- Analisa saluran pencernaan larva- Analisa histologi jaringan

saluran pencernaan larva betok

Penelitian uji coba pemeliharaanlarva ikan betok (Tahun II) :a. Pemijahan induk ikan betokb. Penetasan telurc. Pemeliharaan- Kecepatan pertumbuhan- Ukuran bukaan mulut- Kelangsungan hidup larva ikan

betok

Berhasil > 50 % memijah

Berhasil > 50 % menetas

> 100 %< 1 mm> 50 % larva ikan betokhidup selamapemeliharaan 31 hari

* Artikel ilmiah* Buku ajar

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan di lapangan dan di laboratorium. Untuk penelitian di

lapangan akan dilaksanakan di tiga ekosistem perairan rawa Kalimantan Selatan yaitu

perairan rawa monoton (di perairan Danau Bangkau), perairan pasang surut (di perairan

Anjir), dan perairan rawa tadah hujan (di perairan Kurau). Untuk penelitian di

laboratorium akan dilaksanakan di Laboratorium Kualitas Air dan Biologi Perairan, serta

Balai Budidaya Air Tawar Mandiangin.

Analisa parameter fisika, kimia, dan biologi air sampel dilaksanakan di lapangan,

juga di Laboratorium Kualitas Air dan Laboratorium Basah Fakultas Perikanan Unlam

Banjarbaru. Penelitian direncanakan selama 8 bulan yang mencakup : persiapan,

pengumpulan data di lapangan, analisa di laboratorium, pengolahan data, penyusunan

laporan, dan seminar.

Page 19: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

18

4.3. Metode Penelitian

Pelaksanaan Penelitian Di Lapangan :

4.3.1. Metode Pengambilan, Pengukuran Sampel Air dan Plankton

4.3.1.1. Pemilihan dan Penetapan Lokasi

Pemilihan lokasi stasiun dilakukan secara “Purposive” yaitu tempat-tempat tertentu

yang dianggap penting dan dapat menggambarkan keadaan perairan secara keseluruhan.

Pemilihan lokasi pengambilan sampel di dasarkan kepada pertimbangan bahwa lokasi

perairan rawa tersebut merupakan tempat hidup larva ikan betok. Sehingga selanjutnya

ditetapkan 2 (dua) titik stasiun yaitu bagian kanan dan bagian kiri disekitar populasi larva.

4.3.1.2. Metode Pengambilan Sampel Air :

Pengambilan sampel air pada masing-masing stasiun pengamatan dilaksanakan,

yaitu 1 kali pada saat telur ikan betok menetas menjadi larva, kemudian selang 3 hari

selama 1 bulan. Water sampler dimasukkan ke dalam perairan rawa. Air yang diperoleh

dituangkan ke dalam water container, kemudian ke dalam botol sampel, diberikan bahan

preservatif untuk keperluan beberapa parameter tertentu. Botol sampel diberi label (kode)

sesuai dengan lokasi stasiun. Pengukuran di lapangan pada perairan rawa dilakukan

dengan menggunakan spektrofotometer, pH meter, DO meter, secchi dish dan sebagainya.

Variabel fisika yang di ukur adalah suhu, kecerahan, dan kekeruhan. Variabel kimia yang

di ukur adalah oksigen, karbondioksida, pH, dan amoniak.

4.3.1.3. Pengambilan Sampel Plankton :

Pengambilan sampel plankton dilakukan tahapan sebagai berikut :

1. Ambil air sebanyak 40 liter dari setiap stasiun yang terdiri dari masing-masing 20

liter di dua titik yang berbeda. Cara ini dilakukan pada semua stasiun pengambilan

sampel.

2. Saring sampel air dengan menggunakan plankton net yang telah diberi botol sampel

pada bagian bawah.

3. Tambahkan larutan Formalin 4 % pada sampel yang telah ada dalam botol.

4. Beri label pada botol sampel.

Page 20: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

19

Untuk menganalisa jenis dan jumlah plankton, setelah sampel air diambil di

lapangan dengan langkah –langkah sebagai berkut :

1. Ambil setetes air sampel yang telah dikocok secara homogen dengan menggunakan

pipet, teteskan pada objek glass dan ditutup dengan cover glass.

2. Mengamati sampel air dibawah mikroskop dengan beberapa macam pembesaran.

3. Mencatat nama dan jumlah individu (kelimpahan) untuk setiap jenis plankton yang

ditemukan dalam setiap tetesan

4. Identififikasi jenis plankton mengacu pada Davis (1955) dan Edmunsond (1984).

4.3.2. Metode Pengukuran Bukaan Mulut Larva Betok

Caranya dengan mengukur panjang rahang atas (PRA) dari larva ikan betok di

mikroskop kemudian dimasukkan dalam rumus UBM = panjang rahang atas x √2. Atau

dengan cara lain yaitu pada saat mulut ikan terbuka lebar, pada ujung terminal diukur dari

atas ke bawah. Cara pengukuran panjang rahang atas (PRA) ikan seperti terlihat pada

Gambar 4.

Gambar 4. Pengukuran Bukaan Mulut Larva Betok (Affandi dkk. 2005)

Menurut Affandi dkk (2005), umumnya larva ikan : memakan pakan < 50 %

ukuran bukaan mulutnya yang maksimum.

4.3.3. Metode Pengambilan dan Pengamatan Saluran Pencernaan Larva

Cara pengambilan sampel larva ikan betok diperairan rawa sebagai berikut :

1. Mengambil sampel larva ikan betok sebanyak 10 ekor, diambil 3 hari setelah telur

menetas, kemudian selang 3 hari sekali selama 30 hari, panjang larva diukur.

2. Sampel larva dibedah perutnya dan dikeluarkan saluran pencernaannya, dimasukkan

ke dalam botol sampel dan diberi bahan pengawet formalin 4 %

3. Pengamatan pakan alami yang terdapat dalam lambung larva dengan menggunakan

mikroskop elektrik dan diidentifikasi pakan alami yang ditemukan.

Page 21: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

20

Apabila pakan alami tidak terlihat didalam lambung larva dengan cara pembedahan

larva maka dilakukan dengan histologi.

4.3.4. Metode Pengambilan dan Pengamatan Tanaman Air

Untuk melakukan pengambilan dan pengamatan sampel tanaman air ditetapkan di

lokasi perairan rawa yang banyak terdapat populasi larva ikan betok. Tanaman air yang

diidentifikasi adalah tanaman air yang disukai dan paling banyak populasi larva ikan

betok. Metode pengambilan contoh dari koleksi bebas efektif dilakukan untuk

menginventarisasi jenis tanaman air yang terdapat dalam suatu ekosistem (Soegianto,

1994). Pada perairan sekitar populasi larva dibuat garis transek menggunakan roll meter,

dengan panjang dan lebar masing-masing 2 meter, dibuat tegak lurus perairan. Populasi

larva berada pada posisi tengah dari luas wilayah yang ditransek. Tanaman air yang

banyak populasi larva ikan betoknya diidentifikasi :

1. Identifikasi tanaman air, caranya adalah dengan mengamati bentuk tubuh tanaman

berupa batang, bunga, buah, akar dan terutama daun. Selanjutnya disesuaikan dengan

gambar dan buku identifikasi Fassett (1975) dan Steenis (1987).

2. Besar rumpun tanaman air

3. Morfologi dan sifat tanaman air

4.3.5. Metode Pemijahan Ikan Betok

1. Pemijahan dilakukan didalam akuarium yang berukuran 60 x 50 x 50 cm secara semi

buatan dengan penyuntikan hormon ovaprim dengan dosis 0,5 mL/kg berat induk.

2. Penyuntikan induk jantan dan betina dilakukan sebanyak satu kali secara intramuscular

atau di bagian punggung. Penyuntikan dilakukan pada sore hari jam 18.00.

3. Induk betok jantan dan betina yang sudah disuntik kemudian dicampur dalam satu

akuarium dengan perbandingan jumlah jantan : betina adalah

4 : 1. Tambahkan aerator untuk oksigenasi. Bagian atas akuarium ditutup dengan

hapa/jaring agar induk tidak meloncat keluar.

4. Pemijahan/ovulasi akan terjadi pada malam hari (jam 24.00), dan pada pagi harinya

setelah selesai ovulasi induk ikan betok diambil, dipisahkan dari telur dan

dikembalikan ke kolam induk

Page 22: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

21

4.4. Analisa Data

4.4.1. Kelimpahan Plankton

Untuk menghitung kelimpahan phytoplankton dan zooplankton dilakukan dengan

menggunakan metode Hardy (1970) di dalam Hisbi (1989) yaitu dengan rumus :

Keterangan :N = Jumlah individu per liter (sel atau individu/L)n = Jumlah individu yang ditemukan (sel atau individu)m = Jumlah tetes sampel yang diperiksas = Volume sampel dengan pengawetnya (mL)a = Volume tiap tetes sampel (mL)v = Volume air yang disaring (L)

4.4.2. Indeks Keanekaragaman Plankton

Untuk menghitung keanekaragaman plankton menggunakan indeks

keanekaragaman Shannon Wiener (Krebs, 1989), dengan rumus :

Keterangan :H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-WienerPi = ni/N = Fungsi probabilitas untuk masing-masing jenis secara keseluruhanni = Jumlah individu pada spesies ke-iN = Total nilai penting (total individu)

4.4.3. Ukuran Bukaan Mulut Larva Ikan Betok

Menurut Affandi dkk. (2005), ukuran bukaan mulut ikan dihitung dengan

menggunakan rumus sebagai berikut :

UBM = PRA x √2

Keterangan :UBM = Ukuran bukaan mulut ikanPRA = Panjang rahang atas ikan

N = n x s x 1m a v

H’ = - Σ (Pi. lnPi)

Page 23: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

22

4.4.4. Saluran Pencernaan Larva Betok

Untuk menemukan keberadaan pakan alami yang dikonsumsi larva digunakan

metode frekuensi kejadian. Metode frekuensi kejadian dilakukan dengan mencatat

masing-masing pakan alami yang terdapat pada tiap isi lambung, begitu juga saluran yang

sama sekali kosong. Masing-masing pakan alami yang terdapat di dalam sejumlah

lambung yang berisi dinyatakan dalam persen dari seluruh lambung larva yang diteliti,

namun tidak meliputi lambung yang tidak berisi. Dengan metode ini didapatkan macam

pakan yang dimakan, tetapi tidak memperlihatkan kuantitas atau jumlah pakan alami yang

dimakan dan tidak memperhitungkan pakan yang dicerna. Metode frekuensi kejadian

didapatkan dengan menggunakan rumus Effendie, 1997 :

Oi = Fk/ln x 100 %

Keterangan :Oi = Persentasi frekuensi keberadaan satu jenis pakan (%)Fk = Frekuensi keberadaan satu jenis pakanln = Jumlah lambung larva ikan yang berisi

Hasil dari perhitungan kelimpahan dan indeks keanekaragaman plankton di

perairan rawa monoton, serta persentasi frekuensi keberadaan jenis pakan pada saluran

pencernaan larva ikan betok selanjutnya ditabulasi. Interpretasi hasil tabulasi tersebut

dituangkan kedalam bentuk grafik dan dibandingkan dengan pendapat para ahli. Data

kelimpahan dan indeks keanekaragaman plankton yang diperoleh juga untuk menentukan

kreteria perairan berdasarkan struktur komunitas plankton sebagai berikut :

- Kelimpahan Plankton

Menurut Lund di dalam Hisbi (1989), kelimpahan plankton merupakan petunjuk

dari kesuburan suatu perairan. Beberapa kreteria perairan berdasarkan kelimpahan

plankton dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 24: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

23

Tabel 3. Beberapa kreteria perairan berdasarkan kelimpahan plankton

Kelimpahan Plankton Kreteria Perairan> 40 x 106 sel/m3

0,1 – 40 x 106 sel/m3

< 0,1 x 10 6 sel/ m3

SuburKesuburan sedangKurang subur

Sumber : Lund di dalam Hisbi (1989)

- Indeks Keanekaragaman Plankton

Nilai indeks keanekaragaman plankton dapat digunakan sebagai indikator

pencemaran dari suatu perairan. Indikator pencemaran tersebut diketahui melalui kriteria

dari kualitas air berdasarkan nilai indeks keanekaragaman plankton berdasarkan kreteria

Shannon dan Wiener di dalam Poole (1974), dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Beberapa Kriteria Penyebaran Jenis Biota dalam Komunitas Berdasarkan IndeksKeanekaragaman

IndeksKeanekaragaman

Keadaan StrukturKomunitas

Kategori

< 1,001,00 – 1,661,67 – 2,332,34 – 3,00> 3,00

Tidak stabilCukup stabilStabilLebih stabilSangat stabil

Sangat burukBurukSedangBaikSangat baik

Sumber : Shannon dan Wiener di dalam Poole (1974)

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil

5.1.1. Perairan Rawa Monoton (di Danau Bangkau)

5.1.1.1. Parameter Kualitas Air Secara Fisika dan Kimia

Hasil analisa parameter kualitas air pada lokasi I dan lokasi II, titik A maupun titik B

adalah parameter fisika : suhu 27-29 °C. kecerahan 31-33 cm, dan kekeruhan 9,12-9,20

NTU dan parameter kimia : oksigen 1,5-1,8 mg/l, karbondioksida 10,45-11,55 mg/l, pH

6,35-6,45, dan amoniak 0,3-0,4 mg/l.

Page 25: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

24

5.1.1.2. Parameter Kualitas Air Secara Biologi

5.1.1.2.1. Jenis Plankton

Ada 12 jenis plankton dominan yang didapat dari hasil analisa sampel air yang di

ambil dari habitat larva ikan betok mulai dari telur menetas sampai larva berumur 31 hari

pada semua titik pengamatan yaitu : Chlorella sp, Coconeis sp, Mougeotia sp,

Chlorococcum sp, Spirogyra sp, Binuclera sp, Pediastrum sp, Nitzschia sp ,Navicula sp,

Diatoma sp, Brachionus sp, dan Keratella sp.

5.1.1.2.2. Kelimpahan Plankton

Kelimpahan plankton dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan perairan. Dari

hasil perhitungan kelimpahan plankton dapat diketahui nilai rata-rata plankton pada lokasi

I titik A, B dan lokasi II titik A dan B.

a. Lokasi I titik A

Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 12 jenis plankton yang tersaring

pada habitat larva ikan betok di lokasi I titik A dapat dilihat pada Tabel 5. Pada Tabel

tersebut menunjukkan bahwa terdapat lima kelimpahan plankton yang tertinggi selama 31

hari.

Selanjutnya hasil analisa kelimpahan plankton pada habitat larva ikan betok pada

setiap umur larva di lokasi I titik A dapat dilihat pada Tabel 6. Nilai kelimpahan plankton

rata-rata yang paling tinggi berdasarkan umur larva yaitu pada saat larva baru menetas

sebesar 1086 sel/l dan nilai terendah pada saat umur larva 27 hari sebesar 1000 sel/l.

Page 26: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

25

Tabel 5. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 12 jenis plankton yang tersaringpada habitat larva ikan betok

Jenis Plankton KelimpahanPlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)Chlorella sp 32,7Coconeis sp 247,1Mougeotia sp 259,3Chlorococcum sp 115,6Spirogyra sp 18,63Binuclera sp 11,63Pediastrum sp 9,38Nitzschia sp 9,11Navicula sp 37,2Diatoma sp 27,7Brachionus sp 95,5Keratella sp 193,7

Tabel 6. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata pada habitat larva ikan betok padasetiap umur larva di lokasi I titik A

Umur Larva KelimpahanPlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)

KelimpahanPlankton Rata-rata Dikonversi

sel/m3

Baru menetas 1086 0,1086 x106

1 hari 1029 0,1029 x106

3 hari 1055 0,1055 x106

7 hari 1071 0,1071 x106

11 hari 1100 0,1100 x106

15 hari 1070 0,1070 x106

19 hari 1016 0,1016 x106

23 hari 1067 0,1067 x106

27 hari 1000 0,1000 x106

31 hari 1023 0,1023 x106

Page 27: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

26

Untuk melihat kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan plankton dapat

dikategorikan menurut Lund et al. (1958), data kelimpahan plankton harus dikonversikan

menjadi sel/m3. Setelah nilainya dikonversikan seperti pada Tabel 6 di atas, maka dapat

diketahui bahwa kesuburan perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang

sama yaitu kesuburan sedang yaitu nilai kelimpahan plankton 0,1 – 40 x 106 sel/m3.

b. Lokasi I titik B

Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 12 jenis plankton yang tersaring

pada habitat larva ikan betok di perairan rawa monoton Danau Bangkau dapat dilihat pada

Tabel 7. Berdasarkan Tabel tersebut menunjukkan bahwa terdapat lima kelimpahan

plankton yang tertinggi yaitu Mougeotia sp sebesar 265,5 sel/l, Coconeis sp sebesar 246,3

sel/l, Keratella sp sebesar 174,3 sel/l, dan Chlorococcum sp sebesar 110,11 sel/l.

Tabel 7. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 12 jenis plankton yang tersaringpada habitat larva ikan betok

Jenis Plankton KelimpahanPlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)Chlorella sp 38,5Coconeis sp 246,3Mougeotia sp 265,5Chlorococcum sp 110,11Spirogyra sp 27,33Binuclera sp 13,33Pediastrum sp 11,11Nitzschia sp 13,1Navicula sp 47,44Diatoma sp 38,8Brachionus sp 98Keratella sp 174,3

Page 28: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

27

Nilai kelimpahan plankton rata-rata yang paling tinggi berdasarkan umur larva

yaitu pada saat umur larva 23 hari sebesar 1097 sel/l dan nilai terendah pada saat larva

baru menetas sebesar 1017 sel/l. Untuk melihat kesuburan perairan berdasarkan

kelimpahan plankton dapat dikategorikan menurut Lund et al. (1958), data kelimpahan

plankton harus dikonversikan menjadi sel/m3.

Tabel 8. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata pada habitat larva ikan betok padasetiap umur larva di lokasi I titik B

Umur Larva Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)

KelimpahanPlanktonRata-rata

Dikonversi sel/m3

Baru menetas 1017 0,1017 x106

1 hari 1087 0,1087 x106

3 hari 1042 0,1042 x106

7 hari 1047 0,1047 x106

11 hari 1010 0,1010 x106

15 hari 1090 0,1090 x106

19 hari 1018 0,1018 x106

23 hari 1097 0,1097 x106

27 hari 1055 0,1055 x106

31 hari 1089 0,1089 x106

Setelah nilainya dikonversikan seperti pada Tabel 8 di atas, maka dapat diketahui

bahwa kesuburan perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang sama yaitu

kesuburan sedang yaitu nilai kelimpahan plankton 0,1 – 40 x 106 sel/m3.

c. Lokasi II titik A

Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 12 jenis plankton yang tersaring

pada habitat larva ikan betok di perairan rawa monoton Danau Bangkau dapat dilihat pada

Tabel 9.

Page 29: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

28

Tabel 9. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 12 jenis plankton yang tersaringpada habitat larva ikan betok

Jenis Plankton Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)Chlorella sp 32,63Coconeis sp 253,9Mougeotia sp 245,5Chlorococcum sp 84,33Spirogyra sp 23,22Binuclera sp 12,56Pediastrum sp 11,22Nitzschia sp 11,4Navicula sp 54,57Diatoma sp 43,2Brachionus sp 99,56Keratella sp 207,3

Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat lima kelimpahan plankton yang

tertinggi yaitu Coconeis sp sebesar 253,9 sel/l, Mougeotia sp sebesar 245,5 sel/l, Keratella

sp sebesar 207,3 sel/l, dan Brachionus sp sebesar 99,56 sel/l. Selanjutnya hasil analisa

kelimpahan plankton pada habitat larva ikan betok pada setiap umur larva di lokasi II titik

A dapat dilihat pada Tabel 10. Nilai kelimpahan plankton rata-rata yang paling tinggi

berdasarkan umur larva yaitu pada saat umur larva 11 hari sebesar 1050 sel/l dan nilai

terendah pada saat larva baru menetas sebesar 1010 sel/l.

Untuk melihat kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan plankton dapat

dikategorikan menurut Lund et al. (1958), data kelimpahan plankton harus dikonversikan

menjadi sel/m3. Setelah nilainya dikonversikan seperti pada Tabel 10, maka dapat

diketahui bahwa kesuburan perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang

sama yaitu kesuburan sedang yaitu nilai kelimpahan plankton 0,1 – 40 x 106 sel/m3.

Page 30: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

29

Tabel 10. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata pada habitat larva ikan betok padasetiap umur larva di lokasi II titik A

Umur Larva Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)

KelimpahanPlankton Rata-rataDikonversi sel/m3

Baru menetas 1010 0,1010 x106

1 hari 1017 0,1017 x106

3 hari 1044 0,1044 x106

7 hari 1029 0,1029 x106

11 hari 1050 0,1050 x106

15 hari 1029 0,1029 x106

19 hari 1023 0,1023 x106

23 hari 1044 0,1044 x106

27 hari 1048 0,1048 x106

31 hari 1040 0,1040 x106

d. Lokasi II titik B

Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 12 jenis plankton yang tersaring

pada habitat larva ikan betok di perairan rawa monoton Danau Bangkau dapat dilihat pada

Tabel 11. Tabel ini menunjukkan bahwa terdapat lima kelimpahan plankton yang

tertinggi yaitu Mougeotia sp sebesar 245,8 sel/l, Coconeis sp sebesar 231,3 sel/l, Keratella

sp sebesar 193,8 sel/l, dan Brachionus sp sebesar 96,5 sel/l.

Selanjutnya hasil analisa kelimpahan plankton pada habitat larva ikan betok pada

setiap umur larva di lokasi II titik B di perairan rawa monoton Danau Bangkau dapat

dilihat pada Tabel 12. Nilai kelimpahan plankton rata-rata yang paling tinggi berdasarkan

umur larva yaitu pada saat umur larva 19 hari sebesar 1055 sel/l dan nilai terendah pada

saat umur larva 7 hari sebesar 1003 sel/l.

Page 31: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

30

Tabel 12. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 12 jenis plankton yang tersaringpada habitat larva ikan betok

Jenis Plankton Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)Chlorella sp 36,44Coconeis sp 231,3Mougeotia sp 245,8Chlorococcum sp 94,44Spirogyra sp 26,11Binuclera sp 13,5Pediastrum sp 10,22Nitzschia sp 15,2Navicula sp 47,77Diatoma sp 37,3Brachionus sp 96,5Keratella sp 193,8

Tabel 13. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata pada habitat larva ikan betok padasetiap umur larva di lokasi II titik B

Umur Larva Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)

Kelimpahan PlanktonRata-rata

Dikonversi sel/m3

Baru menetas 1021 0,1021 x106

1 hari 1007 0,1007 x106

3 hari 1027 0,1027 x106

7 hari 1003 0,1003 x106

11 hari 1028 0,1028 x106

15 hari 1039 0,1039 x106

19 hari 1055 0,1055 x106

23 hari 1025 0,1025 x106

27 hari 1027 0,1027 x106

31 hari 1010 0,1010 x106

Untuk melihat kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan plankton dapat

dikategorikan menurut Lund et al. (1958), data kelimpahan plankton harus dikonversikan

menjadi sel/m3. Setelah nilainya dikonversikan seperti pada Tabel 13, maka dapat

Page 32: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

31

diketahui bahwa kesuburan perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang

sama yaitu kesuburan sedang yaitu nilai kelimpahan plankton 0,1–40 x 106 sel/m3.

5.1.1.2.3. Indeks Keanekaragaman Plankton

Nilai keanekaragaman plankton merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui

distribusi jumlah individu pada masing-masing biota yang hidup dalam sebuah komunitas.

Nilai keanekaragaman dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi kualitas lingkungan

atau habitat plankton, jadi lingkungan tempat pengamatan dapat diindikasikan berdasarkan

nilai keanekaragaman.

a. Lokasi I titik A

Nilai indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok yang memiliki

nilai tertinggi yaitu pada saat larva ikan betok berumur 19 hari sebesar 2,0797 dan nilai

yang terendah pada saat larva berumur 3 hari sebesar 1,7736. Untuk lebih jelasnya nilai

yang didapat dari hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan

betok di Lokasi I titik A perairan rawa monoton Danau Bangkau dapat dilihat pada Tabel

14.

Jika melihat kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman plankton

menurut Shannon dan Wiener (1949), maka indeks keanekaragaman plankton pada semua

umur larva ikan betok dapat dimasukkan dalam kategori 1,67-2,33 yaitu keadaan struktur

komunitas stabil dan masuk ke dalam kategori perairan sedang.

Page 33: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

32

Tabel 14. Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok diLokasi I titik A

Umur Larva IkanBetok

IndeksKeanekaragaman

PlanktonBaru menetas 1,88011 hari 1,85003 hari 1,77367 hari 1,777311 hari 1,914615 hari 1,953419 hari 2,079723 hari 1,869627 hari 1,965331 hari 1,9133

b. Lokasi I titik B

Nilai indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok yang memiliki

nilai tertinggi yaitu pada saat larva ikan betok berumur 19 hari sebesar 2,1571 dan nilai

yang terendah pada saat larva baru menetas sebesar 1,7894. Untuk lebih jelasnya nilai

yang didapat dari hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan

betok di Lokasi I titik B perairan rawa monoton Danau Bangkau dapat dilihat pada Tabel

15. Jika melihat kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman plankton, maka

indeks keanekaragaman plankton pada semua umur larva ikan betok dapat dimasukkan

dalam kategori 1,67-2,33 yaitu keadaan struktur komunitas stabil dan masuk ke dalam

kategori perairan sedang.

Page 34: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

33

Tabel 15. Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok diLokasi I titik B

Umur Larva IkanBetok

IndeksKeanekaragaman

PlanktonBaru menetas 1,78941 hari 1,87613 hari 1,83637 hari 1,899011 hari 1,934715 hari 1,945319 hari 2,157123 hari 1,903627 hari 2,062731 hari 2,0941

c. Lokasi II titik A

Nilai indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok yang memiliki

nilai tertinggi yaitu pada saat larva ikan betok berumur 31 hari sebesar 2,0492 dan nilai

yang terendah pada saat larva baru menetas sebesar 1,7850. Hasil analisa indeks

keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok di Lokasi II titik A pada Tabel 16.

Tabel 16. Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betokdi Lokasi II titik A

Umur Larva IkanBetok

IndeksKeanekaragaman

PlanktonBaru menetas 1,78501 hari 1,82493 hari 1,82767 hari 1,800411 hari 1,904415 hari 1,954619 hari 2,023923 hari 1,891927 hari 2,013331 hari 2,0492

Page 35: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

34

Jika melihat kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman plankton,

maka indeks keanekaragaman plankton pada semua umur larva ikan betok dapat

dimasukkan dalam kategori 1,67-2,33 yaitu keadaan struktur komunitas stabil dan masuk

ke dalam kategori perairan sedang.

d. Lokasi II titik B

Nilai indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok yang memiliki

nilai tertinggi yaitu pada saat larva ikan betok berumur 15 hari sebesar 2,1191 dan nilai

yang terendah pada saat larva berumur 7 hari sebesar 1,8252. Untuk lebih jelasnya nilai

yang didapat dari hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan

betok di Lokasi II titik B perairan rawa monoton Danau Bangkau dapat dilihat pada Tabel

17. Jika melihat kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman plankton, indeks

keanekaragaman plankton pada semua umur larva ikan betok dapat dimasukkan dalam

kategori 1,67-2,33 yaitu keadaan struktur komunitas stabil dan masuk ke dalam kategori

perairan sedang.

Tabel 17. Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok diLokasi II titik B

Umur Larva IkanBetok

IndeksKeanekaragaman

PlanktonBaru menetas 1,85991 hari 1,94563 hari 1,84197 hari 1,825211 hari 1,931515 hari 2,119119 hari 2,059223 hari 2,081527 hari 1,957331 hari 1,9785

Page 36: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

35

5.1.1.3. Analisa Saluran Pencernaan Larva Ikan Betok

Hasil analisa saluran pencernaan (lambung) larva ikan betok berumur 3 sampai 31

hari didapatkan bahwa seluruh lambung berisi plankton sebagai pakan alami, yaitu :

- Larva umur 3-7 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Chlorella sp 0-20 %, Coconeis sp 80-100 %, Mougeotia sp 40-60 %, Spirogyra sp 0-20

%, dan Nitzshia sp 0-20 %.

- Larva umur 7-11 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Chlorella sp 0-20 %, Coconeis sp 80-100 %, Mougeotia sp 20-40 %, Chlorococcum sp

0-20 %, Spirogyra sp 0-20 %, dan Binuclera sp 0-20 %.

- Larva umur 11-15 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 20-100 %, Mougeotia sp 0-20 %, Chlorococcum sp 0-20 %, Binuclera sp

0-20 %. Navicula sp 0-20 %, Diatoma sp 0-40 %, Brachionus sp 0-60 %, dan Keratella

sp 0-80 %.

- Larva umur 15-19 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan

: Coconeis sp 0-20 %, dan Mougeotia sp 0-20 %, Spirogyra sp 0-20 %, Navicula sp 20-

60 %, Diatoma sp 0-40 %, Brachionus sp 0-60 %, dan Keratella sp 80-100 %.

- Larva umur 19-23 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-20 %, Mougeotia sp 0-20 %, Spirogyra sp 0-20 %, Navicula sp 20-60 %,

Diatoma sp 0-20 %, Brachionus sp 40-60 %, Keratella sp 0-100 %.

- Larva umur 23-27 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-20 %, Mougeotia sp 0-20 %, Navicula sp 0-20 %, Diatoma sp 0-20 %,

Brachionus sp 40-60 %, dan Keratella sp 80-100 %.

Page 37: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

36

- Larva umur 27-31 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-20 %, Chlorococcum sp 0-20 %, Navicula sp 0-40 %, Diatoma sp 0-20

%, Brachionus sp 0-60 %, dan Keratella sp 80-100 %.

5.1.1.4. Tumbuhan Air

Jenis tumbuhan air yang banyak ditemukan populasi larva ikan betok sebagai

habitatnya di perairan rawa monoton Danau Bangkau, yaitu : Eceng gondok (Eichornia

crassipes (Mart) Solms). Menurut Pancho dan Soerjani, 1978 klasifikasi dari tumbuhan

Eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms) adalah :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae

Suku : Pontederiaceae

Genus : Eichhornia

Spesies : Eichornia crassipes (Mart) Solms.

Gambar 7. Eceng gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms)

Page 38: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

37

5.1.2. Perairan Rawa Pasang Surut (di Anjir)

5.1.2.1. Parameter Kualitas Air Secara Fisika dan Kimia

Hasil analisa parameter kualitas air pada lokasi I dan lokasi II, titik A maupun titik B

adalah paramter fisika : suhu 28-29,7 °C. kecerahan 56-67 cm, dan kekeruhan 1,84- 2,41

NTU dan parameter kimia : oksigen 2,6-2,8 mg/l, karbondioksida 10,33-10,56 mg/l, pH

3,77-3,94, dan amoniak 0,65-0,9 mg/l.

5.1.2.2. Parameter Kualitas Air Secara Biologi

5.1.2.2.1. Jenis Plankton

Ada 10 jenis plankton dominan yang didapat dari hasil analisa sampel air yang di

ambil dari habitat larva ikan betok mulai dari telur menetas sampai larva berumur 31 hari

pada semua titik pengamatan yaitu : Polycystis sp, Diatoma sp, Coconeis sp, Chara sp,

Hormidium sp, Spirogyra sp, Amphipleura sp ,Navicula sp, Brachionus sp, dan Filina sp.

5.1.2.2.2. Kelimpahan Plankton

Kelimpahan plankton dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan perairan. Dari

hasil perhitungan kelimpahan plankton dapat diketahui nilai rata-rata plankton pada lokasi

I titik A, B dan lokasi II titik A dan B.

a. Lokasi I titik A

Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 10 jenis plankton yang tersaring

pada habitat larva ikan betok di lokasi I titik A dapat dilihat pada Tabel 18.

Page 39: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

38

Tabel 18. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 10 jenis plankton yang tersaringpada habitat larva ikan betok

Jenis Plankton KelimpahanPlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)Polycystis sp 150,7Coconeis sp 270,2Hormidium sp 259,3Chara sp 100,2Spirogyra sp 15,0Amphipleura sp 30,2Navicula sp 18,2Diatoma sp 66,8Brachionus spFilina sp

90,760.8

Selanjutnya hasil analisa kelimpahan plankton pada habitat larva ikan betok pada

setiap umur larva di lokasi I titik A dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata pada habitat larva ikan betok padasetiap umur larva di lokasi I titik A

Umur Larva KelimpahanPlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)

KelimpahanPlankton Rata-rata Dikonversi

sel/m3

Baru menetas 2960 0,2960 x106

1 hari 1807 0,1807x106

3 hari 1033 0,1033 x106

7 hari 1045 0,1045 x106

11 hari 1670 0,1670 x106

15 hari 1854 0,1854 x106

19 hari 1032 0,1032 x106

23 hari 1012 0,1012 x106

27 hari 1076 0,1076 x106

31 hari 1012 0,1012 x106

Page 40: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

39

Untuk melihat kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan plankton dapat

dikategorikan menurut Lund et al. (1958), data kelimpahan plankton harus dikonversikan

menjadi sel/m3. Setelah nilainya dikonversikan seperti pada Tabel di atas, maka dapat

diketahui bahwa kesuburan perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang

sama yaitu kesuburan sedang yaitu nilai kelimpahan plankton 0,1 – 40 x 106 sel/m3.

b. Lokasi I titik B

Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 10 jenis plankton yang tersaring

pada habitat larva ikan betok dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 10 jenis plankton yangtersaring pada habitat larva ikan betok

Jenis Plankton KelimpahanPlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)Polycystis sp 359,1Coconeis sp 353,6Hormidium sp 245,2Chara sp 198,7Spirogyra sp 55,3Amphipleura sp 80,1Navicula sp 187,9Diatoma sp 136,2Brachionus spFilina sp

176,4248,.2

Nilai kelimpahan plankton rata-rata yang paling tinggi berdasarkan umur larva

yaitu pada saat larva baru menetas sebesar 2010 sel/l dan nilai terendah pada saat larva

.umur 31 hari sebesar 1006 sel/l.

Page 41: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

40

Tabel 21. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata pada habitat larva ikan betok padasetiap umur larva di lokasi I titik B

Umur Larva Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)

KelimpahanPlanktonRata-rata

Dikonversi sel/m3

Baru menetas 2010 0,2010 x106

1 hari 1557 0,1557x106

3 hari 1853 0,1853 x106

7 hari 1075 0,1075 x106

11 hari 1867 0,1867 x106

15 hari 1231 0,1231 x106

19 hari 1056 0,1056 x106

23 hari 1766 0,1766 x106

27 hari 1214 0,1214 x106

31 hari 1006 0,1006 x106

Untuk melihat kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan plankton dapat

dikategorikan menurut Lund et al. (1958), data kelimpahan plankton harus dikonversikan

menjadi sel/m3. Setelah nilainya dikonversikan seperti pada Tabel di atas, maka dapat

diketahui bahwa kesuburan perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang

sama yaitu kesuburan sedang yaitu nilai kelimpahan plankton 0,1 – 40 x 106 sel/m3.

c. Lokasi II titik A

Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 10 jenis plankton yang tersaring

pada habitat larva ikan betok dapat dilihat pada Tabel 22. Selanjutnya hasil analisa

kelimpahan plankton pada habitat larva ikan betok pada setiap umur larva di lokasi II titik

A dapat dilihat pada Tabel 23. Nilai kelimpahan plankton rata-rata yang paling tinggi

berdasarkan umur larva yaitu pada saat umur larva 19 hari sebesar 1994 sel/l dan nilai

terendah pada saat larva umur 1 hari sebesar 1076 sel/l.

Page 42: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

41

Tabel 22. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 10 jenis plankton yang tersaringpada habitat larva ikan betok

Jenis Plankton Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)Polycystis sp 478,2Coconeis sp 333,0Hormidium sp 234,9Chara sp 198,4Spirogyra sp 76,0Amphipleura sp 65,8Navicula sp 190,9Diatoma sp 201,5Brachionus spFilina sp

198,0128,0

Tabel 23. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata pada habitat larva ikan betok padasetiap umur larva di lokasi II titik A

Umur Larva Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)

KelimpahanPlankton Rata-rataDikonversi sel/m3

Baru menetas 1397 0,1397 x106

1 hari 1076 0,1076 x106

3 hari 1178 0,1178 x106

7 hari 1129 0,1129 x106

11 hari 1098 0,1098 x106

15 hari 1250 0,1250 x106

19 hari 1994 0,1994 x106

23 hari 1389 0,1389 x106

27 hari 1876 0,1876 x106

31 hari 1112 0,1112 x106

Untuk melihat kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan plankton dapat

dikategorikan menurut Lund et al. (1958), data kelimpahan plankton harus dikonversikan

menjadi sel/m3. Setelah nilainya dikonversikan seperti pada Tabel di atas, maka dapat

Page 43: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

42

diketahui bahwa kesuburan perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang

sama yaitu kesuburan sedang yaitu nilai kelimpahan plankton 0,1 – 40 x 106 sel/m3.

d. Lokasi II titik B

Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 10 jenis plankton yang tersaring

pada habitat larva ikan betok dapat dilihat pada Tabel 24. Selanjutnya hasil analisa

kelimpahan plankton pada habitat larva ikan betok pada setiap umur larva di lokasi II titik

B dapat dilihat pada Tabel 25. Nilai kelimpahan plankton rata-rata yang paling tinggi

berdasarkan umur larva yaitu pada saat larva baru menetas sebesar 1882 sel/l dan nilai

terendah pada saat umur larva 27 hari sebesar 1012 sel/l.

Tabel 25. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 10 jenis plankton yang tersaringpada habitat larva ikan betok

Jenis Plankton Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)Polycystis sp 152,4Coconeis sp 288,9Hormidium sp 234,2Chara sp 195,5Spirogyra sp 75,0Amphipleura sp 88,8Navicula sp 32,1Diatoma sp 65,8Brachionus spFilina sp

190,617,9

Untuk melihat kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan plankton dapat

dikategorikan menurut Lund et al. (1958), data kelimpahan plankton harus dikonversikan

menjadi sel/m3. Setelah nilainya dikonversikan seperti pada Tabel 26, maka dapat

diketahui bahwa kesuburan perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang

sama yaitu kesuburan sedang yaitu nilai kelimpahan plankton 0,1–40 x 106 sel/m3.

Page 44: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

43

Tabel 26. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata pada habitat larva ikan betok padasetiap umur larva di lokasi II titik B

Umur Larva Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)

Kelimpahan PlanktonRata-rata

Dikonversi sel/m3

Baru menetas 1882 0,1882 x106

1 hari 1065 0,1065 x106

3 hari 1432 0,1432 x106

7 hari 1420 0,1420 x106

11 hari 1078 0,1078 x106

15 hari 1099 0,1099x106

19 hari 1155 0,1155 x106

23 hari 1365 0,1365 x106

27 hari 1012 0,1012 x106

31 hari 1114 0,1114 x106

5.1.2.2.3. Indeks Keanekaragaman Plankton

Nilai keanekaragaman plankton merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui

distribusi jumlah individu pada masing-masing biota yang hidup dalam sebuah komunitas.

Nilai keanekaragaman dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi kualitas lingkungan

atau habitat plankton, jadi lingkungan tempat pengamatan dapat diindikasikan berdasarkan

nilai keanekaragaman.

a. Lokasi I titik A

Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok di

Lokasi I titik A dapat dilihat pada Tabel 27. Jika melihat kriteria kualitas air berdasarkan

indeks keanekaragaman plankton menurut Shannon dan Wiener (1949), maka indeks

keanekaragaman plankton pada semua umur larva ikan betok dapat dimasukkan dalam

kategori 1,00-1,66 yaitu keadaan struktur komunitas cukup stabil dan masuk ke dalam

kategori perairan buruk.

Page 45: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

44

Tabel 27. Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok diLokasi I titik A

Umur Larva IkanBetok

IndeksKeanekaragaman

PlanktonBaru menetas 1,65321 hari 1,53103 hari 1,64517 hari 1,289511 hari 1,423815 hari 1,643919 hari 1,043923 hari 1,589927 hari 1,013831 hari 1,2761

b. Lokasi I titik B

Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok di

Lokasi I titik B dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok diLokasi I titik B

Umur Larva IkanBetok

IndeksKeanekaragaman

PlanktonBaru menetas 1,63411 hari 1,45973 hari 1,05627 hari 1,635911 hari 1,299715 hari 1,554819 hari 1,157123 hari 1,446727 hari 1,587931 hari 1,0788

Page 46: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

45

Jika melihat kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman plankton,

maka indeks keanekaragaman plankton pada semua umur larva ikan betok dapat

dimasukkan dalam kategori 1,00-1,66 yaitu keadaan struktur komunitas cukup stabil dan

masuk ke dalam kategori perairan buruk.

c. Lokasi II titik A

Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok di

Lokasi II titik A dapat dilihat pada Tabel 29.

Tabel 29. Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok diLokasi II titik A

Umur Larva IkanBetok

IndeksKeanekaragaman

PlanktonBaru menetas 1,56311 hari 1,40453 hari 1,65447 hari 1,649011 hari 1,250315 hari 1,029619 hari 1,067523 hari 1,597127 hari 1,653131 hari 1,0299

Jika melihat kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman plankton,

maka indeks keanekaragaman plankton pada semua umur larva ikan betok dapat

dimasukkan dalam kategori 1,00-1,66 yaitu keadaan struktur komunitas cukup stabil dan

masuk ke dalam kategori perairan buruk.

Page 47: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

46

d. Lokasi II titik B

Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok di

Lokasi II titik B dapat dilihat pada Tabel 30. Jika melihat kriteria kualitas air berdasarkan

indeks keanekaragaman plankton, maka indeks keanekaragaman plankton pada semua

umur larva ikan betok dapat dimasukkan dalam kategori 1,00-1,66 yaitu keadaan struktur

komunitas cukup stabil dan masuk ke dalam kategori perairan buruk.

Tabel 30. Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok diLokasi II titik B

Umur Larva IkanBetok

IndeksKeanekaragaman

PlanktonBaru menetas 1,07851 hari 1,56213 hari 1,64437 hari 1,338711 hari 1,651215 hari 1,118019 hari 1,058923 hari 1,490127 hari 1,570331 hari 1,5781

5.1.2.3. Analisa Saluran Pencernaan Larva Betok

Hasil analisa saluran pencernaan (lambung) larva ikan betok berumur 3 sampai 31

hari didapatkan bahwa seluruh lambung berisi plankton sebagai pakan alami, yaitu :

- Larva umur 3-7 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Polycystis sp 0-10 %, Coconeis sp 60-80 %, , Chara sp 30-40 %, Spirogyra sp 0-10 %,

dan Hormidium sp 0-10 %.

Page 48: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

47

- Larva umur 7-11 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Polycystis sp 0-20 %, Coconeis sp 90-100 %, Chara sp 20-40 %, Spirogyra sp 10-30 %,

dan Amphipleura sp 0-10 %.

- Larva umur 11-15 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 20-100 %, Chara sp 0-10 %, Amphipleura sp 0-30 %, Navicula sp 0-20 %,

Diatoma sp 0-60 %, Brachionus sp 0-50 %, dan Filina sp 0-20 %.

- Larva umur 15-19 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan

: Coconeis sp 0-20 %, dan Chara sp 0-20 %, Spirogyra sp 0-20 %, Navicula sp 20-40 %,

Diatoma sp 0-50 %, dan Brachionus sp 0-60 %.

- Larva umur 19-23 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-20 %, Chara sp 0-20 %, Spirogyra sp 0-20 %, Navicula sp 20-60 %,

Diatoma sp 0-50 %, Brachionus sp 10-60 %, dan Filina sp 0-20 %.

- Larva umur 23-27 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-30 %, Chara sp 0-10 %, Navicula sp 0-10 %, Diatoma sp 10-50 %,

Brachionus sp 40-60 %, dan Filina sp 10-20 %.

- Larva umur 27-31 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-10 %, Navicula sp 0-40 %, Diatoma sp 0-60 %, Brachionus sp 0-90 %,

dan Filina sp 0-10 %.

5.1.2.4. Tumbuhan Air

Jenis tumbuhan air yang banyak ditemukan populasi larva ikan betok sebagai

habitatnya di perairan rawa pasang surut di Anjir adalah Kiapu (Pistia stratiotes). Menurut

Page 49: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

48

Pancho dan Soerjani (1978), klasifikasi tumbuhan air Kiapu (Pistia stratiotes) adalah

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

SuperDivisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

SubKelas : Arecidae

Ordo : Arales

Famili : Araceae

Genus : Pistia

Spesies : Pistia stratiotes L.

Gambar 8. Kiapu (Pistia stratiotes)

Page 50: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

49

5.1.3. Perairan Rawa Tadah Hujan (di Kurau)

5.1.3.1. Parameter Kualitas Air Secara Fisika dan Kimia

Hasil analisa parameter kualitas air pada lokasi I dan lokasi II, titik A maupun titik B

adalah : suhu 27-28 °C. kecerahan 55-58 cm, dan kekeruhan 2,41-2,84 NTU dan

parameter kimia : oksigen 2,8-3,7 mg/l, karbondioksida 8,10-9,18 mg/l, pH 4,65-4,89, dan

amoniak 0,1-0,2 mg/l.

5.1.3.2. Parameter Kualitas Air Secara Biologi

5.1.3.2.1. Jenis Plankton

Ada 9 jenis plankton dominan yang didapat dari hasil analisa sampel air yang di

ambil dari habitat larva ikan betok mulai dari telur menetas sampai larva berumur 31 hari

pada semua titik pengamatan yaitu : Cosmarium sp, Coconeis sp, Chlorococcum sp,

Spirogyra sp, Eunotia sp, Epithemia sp , Navicula sp, Diatoma sp, dan Brachionus sp,

5.1.3.2.2. Kelimpahan Plankton

Kelimpahan plankton dapat dijadikan sebagai indikator kesuburan perairan. Dari

hasil perhitungan kelimpahan plankton dapat diketahui nilai rata-rata plankton pada lokasi

I titik A, B dan lokasi II titik A dan B.

a. Lokasi I titik A

Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 9 jenis plankton yang tersaring

pada habitat larva ikan betok di lokasi I titik A dapat dilihat pada Tabel 31.

Page 51: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

50

Tabel 31. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 9 jenis plankton yang tersaringpada habitat larva ikan betok

Jenis Plankton KelimpahanPlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)Cosmarium sp 54,5Coconeis sp 219,4Chlorococcum sp 108,5Spirogyra sp 14,7Eunotia sp 10,8Epithemia sp 19,6Navicula sp 25,9Diatoma sp 34,7Brachionus sp 127,4

Selanjutnya hasil analisa kelimpahan plankton pada habitat larva ikan betok pada

setiap umur larva di lokasi I titik A dapat dilihat pada Tabel 32. Nilai kelimpahan plankton

rata-rata yang paling tinggi berdasarkan umur larva yaitu pada saat larva umur 31 hari

sebesar 1495 sel/l dan nilai terendah pada saat umur larva 27 hari sebesar 1002 sel/l.

Tabel 32. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata pada habitat larva ikan betok padasetiap umur larva di lokasi I titik A

Umur Larva KelimpahanPlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)

KelimpahanPlankton Rata-rata Dikonversi

sel/m3

Baru menetas 1114 0,1114 x106

1 hari 1016 0,1016 x106

3 hari 1068 0,1068 x106

7 hari 1133 0,1133 x106

11 hari 1170 0,1170 x106

15 hari 1056 0,1056 x106

19 hari 1009 0,1009 x106

23 hari 1182 0,1182 x106

27 hari 975 0,1002 x106

31 hari 1495 0,1495 x106

Page 52: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

51

Untuk melihat kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan plankton dapat

dikategorikan menurut Lund et al. (1958), data kelimpahan plankton harus dikonversikan

menjadi sel/m3. Setelah nilainya dikonversikan seperti pada Tabel di atas, maka dapat

diketahui bahwa kesuburan perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang

sama yaitu kesuburan sedang yaitu nilai kelimpahan plankton 0,1 – 40 x 106 sel/m3.

b. Lokasi I titik B

Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 9 jenis plankton yang tersaring

pada habitat larva ikan betok dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 9 jenis plankton yang tersaringpada habitat larva ikan betok

Jenis Plankton KelimpahanPlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)Cosmarium sp 43,9Coconeis sp 289,6Chlorococcum sp 103,7Spirogyra sp 23,8Eunotia sp 21,9Epithemia sp 19,8Navicula sp 46,6Diatoma sp 54,3Brachionus sp 132,4

Pada Tabel 34 di bawah ini memperlihatkan nilai kelimpahan plankton rata-rata

yang paling tinggi berdasarkan umur larva yaitu pada saat umur larva 11 hari sebesar 1116

sel/l dan nilai terendah pada saat larva baru menetas sebesar 1006 sel/l.

Page 53: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

52

Tabel 34. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata pada habitat larva ikan betok padasetiap umur larva di lokasi I titik B

Umur Larva Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)

KelimpahanPlanktonRata-rata

Dikonversi sel/m3

Baru menetas 1024 0,1024 x106

1 hari 1058 0,1058 x106

3 hari 1067 0,1067 x106

7 hari 1079 0,1079 x106

11 hari 1116 0,1116 x106

15 hari 1076 0,1076 x106

19 hari 1023 0,1023 x106

23 hari 1094 0,1094 x106

27 hari 1087 0,1087 x106

31 hari 1006 0,1006 x106

Untuk melihat kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan plankton dapat

dikategorikan menurut Lund et al. (1958), data kelimpahan plankton harus dikonversikan

menjadi sel/m3. Setelah nilainya dikonversikan seperti pada Tabel di atas, maka dapat

diketahui bahwa kesuburan perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang

sama yaitu kesuburan sedang yaitu nilai kelimpahan plankton 0,1 – 40 x 106 sel/m3.

c. Lokasi II titik A

Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 9 jenis plankton yang tersaring

pada habitat larva ikan betok dapat dilihat pada Tabel 35. Pada Tabel 35 menunjukkan

bahwa terdapat lima kelimpahan plankton yang tertinggi. Selanjutnya hasil analisa

kelimpahan plankton pada habitat larva ikan betok pada setiap umur larva di lokasi II titik

A dilihat pada Tabel 36. Nilai kelimpahan plankton rata-rata yang paling tinggi

berdasarkan umur larva yaitu pada saat umur larva 3 hari sebesar 1129 sel/l dan nilai

terendah pada saat larva umur 23 hari sebesar 1006 sel/l.

Page 54: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

53

Tabel 35. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 9 jenis plankton yang tersaringpada habitat larva ikan betok

Jenis Plankton Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)Cosmarium sp 45,8Coconeis sp 229,9Chlorococcum sp 267,4Spirogyra sp 92,1Eunotia sp 74,5Epithemia sp 24,8Navicula sp 17,1Diatoma sp 19,3Brachionus sp 76,9

Tabel 36. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata pada habitat larva ikan betok padasetiap umur larva di lokasi II titik A

Umur Larva Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)

KelimpahanPlankton Rata-rataDikonversi sel/m3

Baru menetas 1009 0,1009 x106

1 hari 1023 0,1017 x106

3 hari 1129 0,1044 x106

7 hari 1007 0,1029 x106

11 hari 1045 0,1050 x106

15 hari 1038 0,1029 x106

19 hari 1122 0,1023 x106

23 hari 1006 0,1044 x106

27 hari 1012 0,1048 x106

31 hari 1029 0,1040 x106

Untuk melihat kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan plankton dapat

dikategorikan menurut Lund et al. (1958), data kelimpahan plankton harus dikonversikan

menjadi sel/m3. Setelah nilainya dikonversikan seperti pada Tabel di atas, maka dapat

Page 55: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

54

diketahui bahwa kesuburan perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang

sama yaitu kesuburan sedang yaitu nilai kelimpahan plankton 0,1 – 40 x 106 sel/m3.

d. Lokasi II titik B

Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 9 jenis plankton yang tersaring

pada habitat larva ikan betok dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel ini menunjukkan bahwa

terdapat lima kelimpahan plankton yang tertinggi.

Tabel 37. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata dari 9 jenis plankton yang tersaringpada habitat larva ikan betok

Jenis Plankton Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)Cosmarium sp 45,2Coconeis sp 321,5Chlorococcum sp 275,4Spirogyra sp 76,2Eunotia sp 59,6Epithemia sp 24,3Navicula sp 13,7Diatoma sp 74,6Brachionus sp 56,2

Selanjutnya hasil analisa kelimpahan plankton pada habitat larva ikan betok pada

setiap umur larva di lokasi II titik B dapat dilihat pada Tabel 38. Nilai kelimpahan

plankton rata-rata yang paling tinggi berdasarkan umur larva yaitu pada saat umur larva 1

hari sebesar 1182 sel/l dan nilai terendah pada saat umur larva 31 hari sebesar 1001 sel/l.

Untuk melihat kesuburan perairan berdasarkan kelimpahan plankton dapat

dikategorikan menurut Lund et al. (1958), data kelimpahan plankton harus dikonversikan

menjadi sel/m3. Setelah nilainya dikonversikan seperti pada Tabel 38, maka dapat

Page 56: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

55

diketahui bahwa kesuburan perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang

sama yaitu kesuburan sedang yaitu nilai kelimpahan plankton 0,1–40 x 106 sel/m3.

Tabel 38. Hasil analisa kelimpahan plankton rata-rata pada habitat larva ikan betok padasetiap umur larva di lokasi II titik B

Umur Larva Kelimpahan PlanktonRata-Rata

(Jumlah sel/l)

Kelimpahan PlanktonRata-rata

Dikonversi sel/m3

Baru menetas 1009 0,1009 x106

1 hari 1182 0,1182 x106

3 hari 1145 0,1145 x106

7 hari 1007 0,1007 x106

11 hari 1014 0,1014 x106

15 hari 1059 0,1059 x106

19 hari 1129 0,1129 x106

23 hari 1038 0,1038 x106

27 hari 1084 0,1084 x106

31 hari 1001 0,1001 x106

5.1.3.2.3. Indeks Keanekaragaman Plankton

Nilai keanekaragaman plankton merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui

distribusi jumlah individu pada masing-masing biota yang hidup dalam sebuah komunitas.

Nilai keanekaragaman dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi kualitas lingkungan

atau habitat plankton, jadi lingkungan tempat pengamatan dapat diindikasikan berdasarkan

nilai keanekaragaman.

a. Lokasi I titik A

Nilai indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok yang memiliki

nilai tertinggi yaitu pada saat larva ikan betok berumur 23 hari sebesar 2,2190 dan nilai

yang terendah pada saat larva berumur 11 hari sebesar 1,3956. Untuk lebih jelasnya nilai

Page 57: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

56

yang didapat dari hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan

betok di Lokasi I titik A dapat dilihat pada Tabel 39.

Jika melihat kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman plankton

menurut Shannon dan Wiener (1949), maka indeks keanekaragaman plankton pada semua

umur larva ikan betok dapat dimasukkan dalam kategori 1,67-2,33 yaitu keadaan struktur

komunitas stabil dan masuk ke dalam kategori perairan sedang.

Tabel 39. Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok diLokasi I titik A

Umur Larva IkanBetok

IndeksKeanekaragaman

PlanktonBaru menetas 1,76121 hari 1,59723 hari 1,97107 hari 1,649211 hari 1,395615 hari 1,939619 hari 1,897323 hari 2,219027 hari 1,849231 hari 1,7964

b. Lokasi I titik B

Nilai indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok yang memiliki

nilai tertinggi yaitu pada saat larva ikan betok berumur 19 hari sebesar 2,1963 dan nilai

yang terendah pada saat larva umur 27 hari sebesar1,2960. Untuk lebih jelasnya nilai

yang didapat dari hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan

betok di Lokasi I titik B dapat dilihat pada Tabel 40. Jika melihat kriteria kualitas air

berdasarkan indeks keanekaragaman plankton, maka indeks keanekaragaman plankton

Page 58: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

57

pada semua umur larva ikan betok dapat dimasukkan dalam kategori 1,67-2,33 yaitu

keadaan struktur komunitas stabil dan masuk ke dalam kategori perairan sedang.

Tabel 40. Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok diLokasi I titik B

Umur Larva IkanBetok

IndeksKeanekaragaman

PlanktonBaru menetas 1,66641 hari 1,97543 hari 1,34297 hari 1,983111 hari 2,167215 hari 1,975419 hari 2,196323 hari 1,590327 hari 1,296031 hari 1,8650

c. Lokasi II titik A

Nilai indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok yang memiliki

nilai tertinggi yaitu pada saat larva ikan betok berumur 19 hari sebesar 2,1296 dan nilai

yang terendah pada saat larva umur 11 hari sebesar 1,2396. Untuk lebih jelasnya nilai

yang didapat dari hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan

betok di Lokasi II titik A dapat dilihat pada Tabel 41.

Jika melihat kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman plankton,

maka indeks keanekaragaman plankton pada semua umur larva ikan betok dapat

dimasukkan dalam kategori 1,67-2,33 yaitu keadaan struktur komunitas stabil dan masuk

ke dalam kategori perairan sedang.

Page 59: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

58

Tabel 41. Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok diLokasi II titik A

Umur Larva IkanBetok

IndeksKeanekaragaman

PlanktonBaru menetas 1,76611 hari 1,82973 hari 1,78327 hari 1,769011 hari 1,239615 hari 1,954319 hari 2,129623 hari 1,549627 hari 2,064831 hari 1,9805

d. Lokasi II titik B

Indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok di Lokasi II titik B

dapat dilihat pada Tabel 42.

Tabel 42. Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok diLokasi II titik B

Umur Larva IkanBetok

IndeksKeanekaragaman

PlanktonBaru menetas 1,32981 hari 1,76503 hari 1,28937 hari 1,833311 hari 1,949715 hari 2,076219 hari 2,193423 hari 2,059227 hari 1,932931 hari 1,6571

Page 60: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

59

Nilai indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok yang memiliki

nilai tertinggi yaitu pada saat larva ikan betok berumur 19 hari sebesar 2,1934 dan nilai

yang terendah pada saat larva berumur 3 hari sebesar 2,1296. Jika melihat kriteria kualitas

air berdasarkan indeks keanekaragaman plankton, maka indeks keanekaragaman plankton

pada semua umur larva ikan betok dapat dimasukkan dalam kategori 1,67-2,33 yaitu

keadaan struktur komunitas stabil dan masuk ke dalam kategori perairan sedang.

5.1.3.3. Analisa Saluran Pencernaan Larva Betok

Hasil analisa saluran pencernaan (lambung) larva ikan betok berumur 3 sampai 31

hari didapatkan bahwa :

- Larva umur 3-7 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Cosmarium sp 0-20 %, Coconeis sp 30-60 %, Chlorococcum sp 10-30 %, Spirogyra sp

0-20 %, dan Eunotia sp 0-20 %.

- Larva umur 7-11 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Cosmarium sp 0-20 %, Coconeis sp 20-60 %, Chlorococcum sp 0-20 %, Chlorococcum

sp 0-10 %, Spirogyra sp 0-20 %, dan Epithemia sp 0-20 %.

- Larva umur 11-15 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 30-60 %, Eunotia sp 0-20 %, Chlorococcum sp 0-10 %, Epithemia sp 0-20

%. Navicula sp 0-10 %, Diatoma sp 0-50 %, Brachionus sp 0-90 %

- Larva umur 15-19 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan

: Coconeis sp 0-40 %, dan Eunotia sp 0-10 %, Spirogyra sp 10-20 %, Navicula sp 0-20

%, Diatoma sp 0-30 %, dan Brachionus sp 0-20 %

Page 61: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

60

- Larva umur 19-23 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-20 %, Eunotia sp 0-20 %, Spirogyra sp 0-20 %, Navicula sp 10-30 %,

Diatoma sp 0-40 %, dan Brachionus sp 0-80 %.

- Larva umur 23-27 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-40 %, Eunotia sp 0-10 %, Navicula sp 0-30 %, Diatoma sp 0-50 %, dan

Brachionus sp 0-80 %.

- Larva umur 27-31 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-20 %, Chlorococcum sp 0-20 %, Navicula sp 0-40 %, Diatoma sp 0-20

%, dan Brachionus sp 60-80 %.

5.1.3.4. Tumbuhan Air

Jenis tumbuhan air yang banyak ditemukan populasi larva ikan betok sebagai

habitatnya di perairan rawa pasang surut di Kurau adalah gulma itik (Lemna perpusilla).

Menurut Armstrong (1996), klasifikasi tumbuhan air gulma itik (Lemna perpusilla) adalah

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monokotil

Bangsa : Arecales

Suku : Lemnaceae

Genus : Lemna

Spesies : Lemna perpusilla

Page 62: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

61

Gambar 9. Gulma itik (Lemna perpusilla)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Suhu Air

Suhu perairan mempunyai pengaruh besar terhadap pertukaran zat atau

metabolisme dari makhluk hidup, selain itu juga berpengaruh terhadap kadar oksigen

terlarut dalam air. Semakin tinggi suhu perairan, semakin cepat pula perairan tersebut

mengalami kejenuhan akan oksigen. Menurut Cholik et al. (1986), suhu air lebih dari

37°C proses fotosintesis akan turun dengan cepat dan berhenti pada suhu 43°C,

sedangkan secara umum suhu yang layak bagi perkembangan phytoplankton adalah pada

suhu 20-30°C. Pescod (1973) menyatakan bahwa kisaran suhu perairan yang layak bagi

organisme perairan adalah 25-32°C.

Suhu juga sangat berpengaruh pada proses kimia dan biologis, kaidah umum

menunjukkan bahwa reaksi kimia dan biologi meningkat dua kali lipat untuk setiap

kenaikan suhu sebesar 10°C (Suhaili, 1986). Menurut Schwoerbel (1987) suhu air

Page 63: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

62

merupakan faktor abiotik yang memegang peranan penting bagi hidup dan kehidupan

organisme perairan. Berdasarkan hasil penelitian Goldman (1983) menunjukkan bahwa

terjadi penurunan biomassa dan keanekaragaman ikan ketika suhu air meningkat lebih dari

32°C .

Menurut Sarma et al. (2010) Anabas testudineus mempunyai mekanisme dua

adaptasi yang spesifik yaitu keseimbangan tingkah laku (behavior) dan fisiologi untuk

merespon perubahan suhu. Konsumsi oksigen dari Anabas testudineus (17,03 ± 1,2 g)

setelah aklimasi pada tiga suhu berbeda (25, 30, dan 35°C) selama 30 hari. Konsumsi

oksigen rata-rata (masing-masing 117,03 ; 125,70 ; 198,48 mg O2 kg−1 jam−1) meningkat

secara nyata dengan meningkatnya perubahan suhu. Secara keseluruhan hasilnya

menunjukkan bahwa konsumsi oksigen A. testudineus memerlukan aklimasi (penyesuaian)

suhu.

Hasil analisa suhu air pada habitat larva ikan betok di perairan rawa monoton

Danau Bangkau berkisar 27-29 °C, di perairan rawa pasang surut Anjir berkisar 28-29,7

°C, dan di perairan rawa tadah hujan berkisar 27-28 °C. Kisaran ini termasuk baik karena

merupakan suhu yang layak bagi perkembangan phytoplankton yang berkisar 20-30°C

(Cholik et al. 1986). Secara otomatis perkembangan zooplankton juga akan optimal.

Dengan adanya phytoplankton dan zooplankton berkembang baik di perairan, maka pakan

alami bagi larva ikan betok kelimpahannya cukup tinggi.

5.2.1. Kecerahan Air

Hasil pengukuran kecerahan air pada perairan rawa monoton Danau Bangkau 31-

33 cm, perairan rawa pasang surut Anjir 56-67 cm, dan perairan rawa tadah hujan Kurau

55-58 cm. Menurut Henderson dan Morkland (1987) bahwa suatu perairan yang

Page 64: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

63

mempunyai nilai kecerahan keping secchi <3 m adalah tipe perairan yang subur

(eutropik), sehingga dapat dikategorikan bahwa habitat larva ikan betok di perairan rawa

Danau Bangkau, Anjir, dan Kurau termasuk subur.

Kecerahan adalah kemampuan cahaya matahari untuk menembus perairan. Hal ini

penting untuk mengetahui sampai dimana dapat terjadi peristiwa asimilasi tumbuhan

didalam air yang kemudian akan berhubungan dengan produktivitas perairan. Kecerahan

di dalam air sangat bervariasi tergantung kekuatan cahaya, refleksi, absorbsi, dispersi

cahaya dan faktor-faktor lainnya. Henderson dan Morkland (1987) menyatakan bahwa

suatu perairan yang mempunyai nilai kecerahan keping secchi <3 m adalah tipe perairan

yang subur (eutropik), antara 3-6 m kesuburan sedang (mesotrofik) dan >6 m digolongkan

pada tipe perairan kurang subur (oligotrofik).

Tingkat kecerahan pada habitat larva ikan betok di perairan Danau Bangkau

berkisar 31-33 cm, karena warna air di perairan coklat kehitaman (kondisi perairan

“bangai”). Kalau dibandingkan dengan pendapat Henderson dan Morkland (1987)

tersebut di atas, maka nilai kecerahan ini masih layak untuk kelangsungan hidup ikan dan

organisme lainnya dan termasuk tipe perairan yang subur (eutropik).

Peristiwa „bangai” di perairan rawa merupakan peristiwa alamiah yang terjadi

karena adanya musim kemarau yang biasanya terjadi antara bulan September–Nopember

yang menyebabkan keringnya sebagian kawasan perairan dan sebagian lagi masih

digenangi air meskipun relatif dangkal. Pada lahan yang masih digenangi air meskipun

dangkal kandungan oksigen terlarutnya rendah (sekitar 1-2 mg/l), karena arus dari sungai

(inlet) berkurang dan terjadi pendangkalan. Sedangkan pada lahan yang kering lahan

tersebut banyak ditumbuhi berbagai macam tumbuhan tanah kering seperti kumpai atau

Page 65: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

64

rerumputan (Potamogeton malaianus (L.f) Royle) dan oleh masyarakat setempat dijadikan

sebagai lahan perkebunan. Pada saat datang hujan biasanya pada bulan September–Januari

untuk sementara waktu perairan menjadi subur karena masuknya unsur hara yang terlarut

beserta arus air sungai. Pada saat itu ikan-ikan berdatangan untuk melakukan pemijahan

yang oleh masyarakat setempat disebut dengan „layap‟ dan seluruh lahan tergenang air.

Tumbuhan kering yang tadinya hidup lambat laun akan mati karena terendam air

beserta jerami tanaman kebun masyarakat dan pada tahap berikutnya terjadilah proses

penguraian atau perombakan oleh bakteri atau organisme pengurai (dekomposer). Dalam

proses tersebut bakteri maupun organisme pengurai memerlukan energi yang besar dengan

cara mengkonsumsi oksigen yang besar pula, hal ini mengakibatkan oksigen yang terlarut

dalam air menjadi berkurang. Besarnya energi yang dikeluarkan menyebabkan

peningkatan hasil respirasi yang diikuti oleh peningkatan ekskresi seperti suhu,

karbondioksida dan kadar amoniak dalam air sehingga pH menurun yang mengakibatkan

air menjadi asam dan terbentuk senyawa H2S yang menimbulkan bau busuk (Hasymi,

1986 dalam Yunita, 2012).

5.2.2. Kekeruhan Air

Hasil analisa kekeruhan air rata-rata di perairan rawa monoton Danau Bangkau

9,12-9,20 NTU, di perairan rawa pasang surut Anjir 1,84-2,41 NTU, di perairan rawa tadah

hujan Kurau 2,41-2,84 NTU. Menurut Krebs (1978), kekeruhan perairan salah satunya

juga diduga disebabkan oleh turunnya air hujan, run-off dari nutrien lahan pertanian yang

meningkat dan ditambahkan oleh Zar (1996), juga karena beberapa partikel dan debu

terbawa angin ke perairan.

Page 66: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

65

Menurut Cholik et al. (1986), kekeruhan menunjukkan kadar bahan padat yang

melayang-layang di perairan yang mengganggu masuknya sinar matahari. Kekeruhan

yang baik karena plankton, adapun kekeruhan karena pelumpuran tidak baik. Kekeruhan

karena lumpur dapat menimbulkan gangguan terhadap telur dan plankton. Butir-butir

lumpur yang melayang dalam air juga mengurangi masuknya cahaya matahari ke perairan,

sehingga mengganggu masuknya proses fotosintesis.

Menurut Davis dan Cornwell (1991), kekeruhan juga menggambarkan sifat optik

air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh

bahan-bahan yang terdapat di dalam perairan. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan

organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus),

maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain.

Nilai kekeruhan/turbiditas pada perairan dangkal sebesar 25 NTU dapat

mengurangi 13 %- 50 % produktivitas primer. Nilai turbiditas sebesar 5 NTU di perairan

danau dan sungai dapat mengurangi produktivitas primer berturut-turut sebesar 75 % dan 3

% -13 % (Lloyd, 1985).

Kekeruhan pada perairan yang tergenang (lentik), misalnya danau lebih banyak

disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan partikel-partikel halus, sedangkan

kekeruhan pada sungai yang sedang banjir lebih banyak disebabkan oleh bahan-bahan

tersuspensi yang berukuran lebih besar, yang berupa lapisan permukaan tanah yang

terbawa oleh aliran air pada saat hujan. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan

terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat organisme akuatik,

serta dapat menghambat penetrasi cahaya ke dalam perairan.

Page 67: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

66

Hasil analisa kekeruhan di perairan rawa monoton Danau Bangkau berkisar 9,12–

9,20 NTU kalau dibandingkan dengan pendapat Lloyd (1985) tersebut di atas, maka nilai

tersebut lebih besar dari 5 NTU, yang berarti produktivitas primer perairan sudah

berkurang/terpengaruh dan dikategorikan kurang layak Adapun tingkat kekeruhan di

perairan rawa pasang surut Anjir (1,84-2,41 NTU) dan di perairan rawa tadah hujan Kurau

(2,41-2,84 NTU), maka nilai tersebut lebih kecil dari 5 NTU, yang berarti produktivitas

primer perairan tidak berkurang/terpengaruh dan dapat dikategorikan cukup layak untuk

kehidupan ikan dan organisme perairan lainnya.

5.2.3. Oksigen Terlarut

Hasil analisa oksigen terlarut rata-rata di perairan rawa monoton Danau Bangkau

1,5-1,8 mg/l, di perairan rawa pasang surut Anjir 2,6-2,8 mg/l, dan di perairan rawa tadah

hujan Kurau 2,8-3,7 mg/l. Pescod (1973) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut

>2 mg/l dalam perairan sudah cukup untuk mendukung kehidupan biota akuatik, asalkan

perairan tersebut tidak mengandung bahan-bahan yang bersifat racun. Sumber oksigen

terlarut dapat berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35 %) dan

aktivitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novotny dan Olem, 1994).

Difusi oksigen dari atmosfer ke dalam perairan dapat terjadi secara langsung pada kondisi

air diam (stagnant). Difusi juga dapat terjadi karena agitasi atau pergolakan massa air

akibat adanya gelombang atau ombak dan air terjun.

Hasil analisa kadar oksigen terlarut rata-rata di perairan rawa monoton Danau

Bangkau 1,55-1,8 mg/l, nilai ini termasuk kategori rendah dan kurang layak untuk

kehidupan organisme perairan. Sedangkan di perairan rawa pasang surut Anjir 2,6-2,8

mg/l, dan di perairan rawa tadah hujan Kurau 2,8-3,7 mg/l, nilai ini termasuk sedang dan

Page 68: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

67

cukup layak. Hal ini dikemukakan oleh Pescod (1973) bahwa kandungan oksigen terlarut

>2 mg/l dalam perairan sehingga dapat mendukung kehidupan biota akuatik. Kondisi

perairan rawa Danau Bangkau pada saat penelitian ini dalam kondisi “bangai” ditandai

dengan warna air coklat kehitaman dan berbau busuk. “Bangai” terjadi setiap tahun pada

awal musim hujan, karena adanya proses penguraian dan perombakan bahan organik yang

memerlukan banyak oksigen (Grossman dan Freeman, 1987), ditambah dengan respirasi

biota air yang terdapat pada perairan, sehingga kadar oksigen terlarut yang tersisa pada

perairan sangat rendah (Hasymi, 1986 dalam Yunita, 2012). Akan tetapi kenyataannya di

perairan rawa Danau Bangkau, justru pada saat ini induk ikan betok melakukan pemijahan

dan populasi larva ikan betok sangat melimpah.

Ikan betok dapat bertahan hidup pada kondisi kadar oksigen yang rendah, karena

mempunyai alat pernapasan “labirin” yang letaknya diatas insangnya. Menurut Morioka et

al. (2009) pada Anabas testudineus organ labirin sudah mulai terbentuk dan aktif pada

larva berumur 16 hari dan bentuk organ labirin hampir sempurna pada larva berumur 35

hari. Selain adanya organ labirin tersebut, pada umumnya induk ikan betok melakukan

pemijahan di perairan rawa monoton Danau Bangkau pada saat awal musim hujan, dimana

dari data hasil penelitian Hasymi (1986) dalam Yunita (2012) jumlah ikan predator seperti

ikan gabus yang masuk ke perairan rawa pada saat perairan “bangai” sangat sedikit.

Ikan betok (Anabas testudineus Bloch) dikenal sebagai ikan labirin karena di

dalam rongga bagian atas insang terdapat alat pernapasan berbentuk labirin, setiap ruang

pada labirin terdapat pembuluh-pembuluh darah yang dapat mengekstrasi oksigen dari

udara yang masuk ke dalam labirin, sehingga memungkinkan ikan ini hidup di wilayah

yang kurang oksigen untuk mengambil oksigen langsung dari udara atau tahan terhadap

Page 69: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

68

keadaan kering kadang-kadang kuat hidup sampai satu minggu tanpa air/tinggal dalam

lumpur yang masih mengandung air antara 1-2 bulan (Djuhanda, 1981).

5.2.4. Karbondioksida

Hasil analisa karbondioksida rata-rata di perairan rawa monoton Danau Bangkau

adalah 10,45-11,55 mg/l, di perairan rawa pasang surut Anjir 10,33-10,56 mg/l, dan di

perairan rawa tadah hujan Kurau 8,10-9,8 mg/l.

Kadar karbondioksida di perairan dapat mengalami pengurangan bahkan hilang

akibat proses fotosintesis dan evaporasi. Perairan yang diperuntukkan bagi kepentingan

perikanan sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas <5 mg/l. Kadar

karbondioksida bebas 10 mg/l masih dapat ditolerir oleh organisme akuatik, asal disertai

dengan kadar oksigen yang cukup. Sebagian besar organisme akuatik masih dapat

bertahan hidup hingga kadar karbondioksida bebas mencapai sebesar 60 mg/l (Boyd,

1988). Akan tetapi menurut Pescod (1973), kandungan karbondioksida pada perairan <12

mg/l merupakan kriteria kualitas air yang masih layak untuk kehidupan ikan dan

organisme air.

Hasil analisa karbondioksida di habitat larva ikan betok di perairan rawa Danau

Bangkau berkisar 10,45–11,55 mg/l, di perairan rawa pasang surut Anjir 10,33-10,56

mg/l, dan di perairan rawa tadah hujan Kurau 8,10-9,8 mg/l. Tingginya nilai

karbondioksida tersebut adalah hasil dari respirasi biota akuatik secara aerob dan an aerob

serta dekomposisi bahan organik. Warna perairan yang gelap pada perairan rawa monoton

Danau Bangkau berdasarkan hasil penelitian mengindikasikan aktivitas biological lebih

banyak (Boyd dan Lichtkoppler, 1979). Kalau nilai analisa tersebut dibandingkan dengan

pendapat Pescod (1973) tersebut diatas, maka hasil analisa karbondioksida di tiga lokasi di

Page 70: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

69

atas masih layak untuk kehidupan ikan betok dan organisme air yang hidup di habitat

tersebut.

5.2.5. pH

Hasil analisa pH rata-rata di perairan rawa monoton Danau Bangkau 6,35-6,45, di

perairan rawa pasang surut Anjir 3,77-3,94, dan di perairan rawa tadah hujan Kurau 4,65-

4,89. Menurut Pescod (1973) kisaran parameter kualitas air pH pada suatu perairan yang

layak untuk ikan dan organisme air lainnya berkisar antara 6,5-8,5. Berdasarkan pendapat

tersebut, maka kisaran pH hasil analisa pada habitat larva ikan betok di perairan rawa

monoton Danau Bangkau dengan kisaran 6,35-6,45 masih layak untuk kehidupan

organisme perairan. Adapun nilai pH di perairan rawa pasang surut Anjir 3,77-3,94 dan di

perairan rawa tadah hujan Kurau 4,65-4,89 kurang layak.

Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH

sekitar 7–8,5, nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses

nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan

pada pH rendah (Novotny dan Olem, 1994). Pengaruh nilai pH terhadap komunitas

biologi perairan ditunjukkan pada Tabel 43.

Menurut Ditjen Perikanan (1986), perairan yang mempunyai nilai keasaman pada

pH 4 dan kebasaan pada pH 11 merupakan titik kematian bagi ikan. Meskipun ikan akan

bertahan untuk hidup pada pH 4–6 dan pH 9–10 (Gambar 5) tetapi produksi yang

dihasilkan sangat rendah.

Page 71: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

70

Tabel 43. Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan

Nilai pH Pengaruh Umum

6,0 – 6,5 1. Keanekaragaman plankton dan benthos sedikit menurun2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas tidak mengalami perubahan

5,5 – 6,0 1. Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan benthos semakin tampak2. Kelimpahan total, biomassa, dan produktivitas masih belum mengalami

perubahan yang berarti.3. Alga hijau berfilamen mulai tampak pada zona litoral.

5,0 – 5,5 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, danbenthos semakin besar.

2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton danbenthos.

3. Alga hijau berfilamen semakin banyak.4. Proses nitrifikasi semakin terhambat.

4,5 – 5,0 1. Penurunan keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton, danbenthos semakin besar.

2. Terjadi penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton danbenthos.

3. Alga hijau berfilamen semakin banyak.4. Proses nitrifikasi semakin terhambat

Sumber : modifikasi Baker dkk (1990) dalam Novotny dan Olem (1994).

Gambar 6. Pengaruh pH pada kehidupan ikan (Sumber : Ditjen Perikanan, 1986.

4

5

6

7

8

9

10

11

Tingkat keasamanyang mematikantidak ada reproduksi Pertumbuhan lambat

Kisaran kondisi yangbaik untuk produksi

Tingkat alkalinitasmematikan

Page 72: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

71

5.2.6. Amoniak

Amoniak yang terdapat pada perairan merupakan produk hasil metabolisme ikan

dan pembusukan senyawa organik oleh bakteria. Di perairan ammonia nitrogen

mempunyai dua bentuk yaitu bentuk ammonia (NH3) bukan ion dan ion ammonium (NH4).

NH3 bukan ion adalah racun untuk ikan sedangkan ion NH4 tidak berbahaya kecuali bila

konsentrasinya sangat tinggi. Hasil analisa amoniak rata-rata di perairan rawa monoton

Danau Bangkau 0,30-0,40 mg/l, di perairan rawa pasang surut Anjir 0,65-0,90 mg/l, dan di

perairan rawa tadah hujan Kurau 0,10-0,20 mg/l. Menurut Cholik et al. (1986), bahwa

daya racun ammonia (NH3) bukan ion dalam perairan kontak dengan organisme yang

berlangsung singkat adalah antara 0,6 – 2,0 mg/l. Batas pengaruh yang mematikan terjadi

bila konsentrasi NH3 bukan ion pada perairan sekitar 0,1– 0,3 mg/l. Akan tetapi Pescod

(1973) menyatakan bahwa kadar amoniak dalam perairan <1 mg/l masih layak untuk

kehidupan ikan dan organisme perairan lainnya.

Hasil analisa kadar amoniak rata-rata pada habitat larva ikan betok di perairan rawa

monoton Danau Bangkau adalah 0,3-0,4 mg/l, di perairan rawa pasang surut Anjir 0,65-

0,90 mg/l, dan di perairan rawa tadah hujan Kurau 0,10-0,20 mg/l. Kalau dibandingkan

dengan pendapat Pescod (1973) , kisaran konsentrasi amoniak pada tiga tipe perairan rawa

adalah <1 mg/l, berarti masih layak untuk kehidupan larva ikan betok dan organisme air.

Pada Tabel 44 memperlihatkan perbandingan hasil analisis parameter fisika, kimia, dan

biologi di tiga tipe perairan rawa yaitu perairan rawa monoton Danau Bangkau, perairan

rawa pasang surut Anjir, dan perairan rawa tadah hujan Kurau dibandingkan literatur.

Untuk mengetahui apakah nilai tersebut termasuk kriteria kualitas air yang layak/sesuai

untuk kehidupan ikan dan organisme perairan lainnya.

Page 73: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

72

Tabel 44. Hasil analisa parameter fisika, kimia, dan biologi dibandingkan dengan kriteriakualitas air yang layak untuk kehidupan ikan/organisme perairan lainnya

Paramater Hasil Analisis Batas OptimumMenurut Para Peneliti

Kriteria KualitasAir

Fisika :Suhu (°C)

Kecerahan(cm)

Kekeruhan(NTU)

Kimia :Oksigen Terlarut(mg/l)

Karbondioksida(mg/l)

pH

Amoniak (mg/l)

Biologi :Kelimpahan Plankton(sel/m3)

IndeksKeanekaragamanPlankton

Bngk 27-29,Anj 28-29,Kr 27-28

Bngk 31-33,Anj 56-67,Kr 55-58

Bngk 9,12- 9,20,Anj 1,84-2,41,Kr 2,41-2,84

Bngk 1,5-1,8,Anj 2,6-2,8Kr 2,8-3,7

Bngk 10,45-11,55Anj 10,33-10,56

Kr 8,10-9,18

Bngk 6,35-6,45,Anj 3,77-3,94,Kr 4,65-4,89

Bngk 0,30-0,40,Anj 0,65-0,90,Kr 0,10-0,20

Bngk, Anjr, danKr 0,1-40x106

Bngk dan Kr1,67-2,33

Anj 1,00-1,66

25-32(Pescod,1973)

<300(Henderson

dan Morkland, 1987)

5(Lloyd, 1985)

>2(Pescod,1973)

<12(Pescod,1973)

6,5-8,5(Pescod,1973)

<1(Pescod,1973)

Kesuburan Sedang(Lund et al. 1958)

Struktur Komunitas StabilStruktur Komunitas Cukup

Stabil (Shannon dan Wiener,1949)

LayakLayakLayak

LayakLayakLayak

Kurang LayakLayakLayak

Kurang LayakLayakLayak

LayakLayakLayak

LayakLayakLayak

LayakLayakLayak

Layak

LayakLayak

Keterangan : Bngk = Bangkau, Anj = Anjir, dan Kr = Kurau

Page 74: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

73

Hasil analisa parameter kualitas air di perairan rawa monoton Danau Bangkau,

terdapat 7 parameter yang layak dan 2 parameter yang kurang layak untuk kehidupan

organisme perairan. Dua parameter yang kurang layak tersebut yaitu kekeruhan dan

oksigen terlarut. Sedangkan di perairan rawa pasang surut Anjir dan di perairan rawa tadah

hujan Kurau semua parameter kualitas air yang dianalisa layak untuk kehidupan ikan dan

organisme perairan lainnya. Maka dapat disimpulkan bahwa ketiga tipe perairan rawa

sebagai habitat larva ikan betok masih cukup layak atau sesuai untuk kehidupan ikan dan

organisme perairan lainnya.

5.2.7. Analisa Saluran Pencernaan Larva Betok

Tidak semua jenis plankton pada ketiga tipe perairan rawa sebagai habitatnya

menjadi pakan alami larva ikan betok mulai umur 3 hari sampai umur 31 hari, tetapi hanya

jenis-jenis plankton tertentu saja. Jenis-jenis plankton sebagai pakan alaminya pun

berubah sesuai dengan bertambahnya umur ikan.

Larva ikan betok mulai memakan plankton di perairan pada umur 3 hari, karena

cadangan kuning telurnya (yolk) sudah hampir terserap habis dan mulutnya sudah mulai

terbuka. Menurut Waynarovich dan Horvart (1980), larva ikan dengan kuning telur besar

dapat hidup lebih lama tanpa pakan dari luar. Seiring dengan berkurangnya kuning telur,

maka bukaan mulut dan saluran pencernaan juga semakin berkembang. Larva ikan mulai

mencari pakan dari luar pada saat kuning telur masih tersisa 20 %-30%. Hasil analisa

terhadap saluran pencernaan (lambung) larva ikan betok berumur 3 sampai 31 hari

didapatkan bahwa seluruh lambung berisi plankton sebagai pakan alami

Plankton diperairan sebagai pakan alami yang dimakan oleh larva ikan betok

mengalami perubahan sesuai dengan ukuran larva, hal itu dapat dilihat dari persentasi

Page 75: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

74

keberadaan plankton yang dimakan oleh larva ikan betok. Pada larva ikan betok juga

terlihat selektivitas dalam mencari pakan, baik dari segi jenis maupun banyaknya

kelimpahan sumber pakan yang tersedia di perairan. Hal ini dapat dilihat dari plankton

sebagai pakan yang dimakan sesuai dengan banyaknya kelimpahan (densitas) plankton

yang terdapat pada perairan sebagai habitat hidup larva, sebagian besar dimakan larva ikan

betok. Densitas plankton/pakan alami yang tinggi di perairan akan memperbesar peluang

larva termakan, sehingga jumlah yang termakan merupakan fungsi dari densitas pakan.

Menurut Wootton (1994), faktor yang menentukan seleksi mangsa (pakan alami)

adalah tersedianya mangsa, dimana pengambilan akan meningkat dengan meningkatnya

densitas, karakteristik mangsa dan predator, mudah tidaknya mangsa dimakan serta

pengalaman predator terhadap mangsa. Berkaitan dengan mudah tidaknya pakan alami

dimakan, pada larva ikan betok memakan dalam jumlah yang sedikit Chlorella sp dan

Spirogyra sp. Hal ini diduga karena Chlorella sp mempunyai dinding sel yang tersusun

atas selulosa dan beberapa spesies chlorella mempunyai dinding sel yang juga tersusun

atas sporopollenin (Reich, 1985) dan mempunyai dinding sel yang keras (Belcher dan

Swale, 1978). Adapun Spirogyra sp karena mempunyai filamen yang berlendir (Belcher

dan Swale, 1978). Pakan yang dimakan ikan biasanya juga berubah sesuai dengan

pertumbuhan dan perubahan morfologinya. Ditambahkan Narwani dan Mazumder (2012),

ada hubungan antara diversitas, stabilitas, dan fungsi ekosistem. Dimana jumlah populasi

konsumer akan meningkat dengan meningkatnya densitas organisme yang dapat dimakan,

sehingga ekosistem akan stabil.

Menurut Nikolsky (1963), bahwa selama proses pertumbuhan ikan, terjadi

perubahan dalam pakannya, sehubungan dengan perubahan struktur dari ikan tersebut.

Page 76: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

75

Apabila ikan yang mengawali hidupnya berhasil mendapatkan pakan ysng sesuai, maka

setelah dewasa atau bertambah besar ikan itu akan berubah pakan baik dalam ukuran

maupun kualitasnya, apabila telah dewasa ikan akan mengikuti pola kebiasaan induknya

(Effendie, 1978). Menurut Moss (1980) pakan ikan sering berubah secara menyolok sesuai

dengan bertambahnya ukuran ikan.

5.2.8. Tumbuhan Air

Jenis tumbuhan air yang banyak ditemukan populasi larva ikan betok sebagai

habitatnya di perairan rawa monoton Danau Bangkau adalah eceng gondok (Eichornia

crassipes (Mart) Solms), di perairan rawa pasang surut Anjir adalah kiapu (Pistia

stratiotes), dan di perairan rawa tadah hujan Kurau adalah gulma itik (Lemna perpusilla).

5.2.8.1. Eceng Gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms)

Menurut Rienner, 1984 eceng gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms) memiliki

kecepatan tumbuh yang tinggi. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air

ke badan air lainnya, sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma karena dapat merusak

lingkungan perairan.

Eceng gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms) hidup mengapung bebas di air

dan kadang-kadang berakar dalam tanah jika airnya dangkal. Akar tumbuhan ini berambut

dan menggantung pada pangkal batang. Panjang akar rata-rata 30-60 cm bahkan lebih.

Tinggi tanaman sekitar 0,4-0,8 m. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan

pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Bentuk daun bundar

berwarna hijau cerah dengan garis-garis tipis berwarna kehijauan di permukaannya.

Permukaan daunnya licin sebab diselimuti lapisan lilin. Bunganya termasuk bunga

majemuk berwarna ungu muda, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bunga

Page 77: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

76

tersebut terdiri dari 4-6 kuntum tiap tangkainya dan tersusun pada sebuah malai. Bijinya

berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau.

Akarnya merupakan akar serabut. Ciri khas dari eceng gondok (Eichornia crassipes (Mart)

Solms) yaitu batang dan tangkai daun bagian dalam penuh dengan bilik udara, yaitu

rongga-rongga dengan dinding penyekat berupa selaput tipis berwarna putih. Tangkai-

tangkai daun yang menggelembung menyerupai gondok tersebut akan semakin membulat

bila hidupnya tidak bisa bergerombol sebaliknya akan memanjang bila bergerombol.

Dengan bantuan pangkal batang yang menggelembung tersebut maka eceng gondok

(Eichornia crassipes (Mart) Solms) dapat mengapung di permukaan air. Tangkai pada

eksemplar yang dewasa panjang sedangkan pada yang muda pendek (Rienner, 1984).

Eceng gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms) tumbuh di kolam-kolam

dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan

sungai. Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang

mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium

(Rienner, 1984).

5.2.8.2. Kiapu (Pistia stratiotes)

Kiapu dengan nama populer “water lettyce atau shell flower” merupakan jenis

herba terapung dengan akar yang menggantung dalam air. Mempunyai banyak akar

tambahan yang penuh dengan bulu-bulu akar halus, panjang dan lebat. Berkembang biak

dengan tunas menjalar atau selantar dan dengan bijinya, dimana buahnya bila telah masak

pecah sendiri serta berbiji banyak sekali, sehingga dapat berkembang biak dengan sangat

cepat. Batang tebal tegak lurus, sangat pendek bahkan kadang-kadang tidak tampak sama

sekali, mempunyai tinggi 5-19 cm. Daun berjejal rapat membentuk rozet atau bertumpuk-

Page 78: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

77

tumpuk dan berdiri serong. Bentuk dan ukuran daun sangat berubah, bisa menyerupai

sendok, lidah atau rompong dengan ujung melebar, pangkal daun berambut, kerap kali

keriting; tulang daun berpangkal semua pada baris daun. Tongkol diketiak daun, panjang

tangkai 1 cm, seludang dengan pangkal yang menggulung berbentuk tabung putih hijau, di

luar berambut, bagian atas dengan suatu penyempitan melintang terbagi menjadi dua

bagian. Sumbu tongkol pada pangkalnya melekat dengan seludang, ujung bebas, pada

pangkal dari bagian yang bebas dengan pembalut yang berbentuk cawan, berhadapan

dengan kepala putik dengan alat tambahan berbentuk ginjal, pada pangkal dengan sebuah

bunga betina, pada ujungnya dengan bunga jantan yang tersusun menjadi karangan bunga

masing-masing terdiri dari hanya 1 benang sari saja. Tangkai seri berbentuk kerucut;

pendek; dan kepala putik lebar (Rienner, 1984). Kiapu banyak ditemukan pada daerah

dengan ketinggian antara 1-700 m di atas permukaan laut, yaitu pada air tawar yang

mengenang atau mengalir lambat seperti perairan rawa, selokan sawah dan telaga (Steenis,

1992).

Pada tumbuhan air eceng gondok (Eichornia crassipes (Mart) Solms) dan kiapu

(Pistia stratiotes) di perairan rawa monoton Danau Bangkau banyak terdapat populasi

larva ikan betok (Anabas testudineus Bloch), karena morfologi dari kedua jenis tumbuhan

ini perakaran lembut yang banyak dan juga mempunyai daun yang cukup lebar sebagai

tempat memijah, tempat mencari makan, nursery ground, tempat berlindung dan naungan

bagi larva ikan betok yang ukuran masih sangat kecil.

5.2.8.3. Gulma Itik (Lemna perpusilla)

Lemnaceae atau gulma itik merupakan famili yang mempunyai ciri-ciri yaitu:

kecil, mengapung atau tenggelam, tanpa batas yang nyata antara batang dan daun-daunnya,

Page 79: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

78

mempunyai akar atau tanpa akar, yang kesemuannya merupakan tanda adanya adaptasi

yang sangat jauh terhadap kehidupan air sebagai habitatnya, serta adanya reduksi alat-alat

vegetatif yang tidak ditemukan pada tumbuhan lainnya. Tubuh tumbuhan berbentuk

lonjong, memanjang atau bulat pipih, tanpa diferensiasi morfologi, sehingga mempunyai

talus, di sebelah atas kelihatan hijau, sebelah bawah sering kali berwarna lembayung,

berkembang biak vegetatif dengan perantara kuncup-kuncup yang pada pangkal

bergandengan dengan induknya kemudian dapat terpisah-pisah menjadi individu-individu

yang baru. Lemnaceae yang hidup di daerah-daerah iklim sedang dapat menghasilkan

kuncup-kuncup yang tenggelam sampai ke dasar untuk mempertahankan diri selama

musim dingin. Warga suku ini merupakan penghuni lingkungan berair tawar di seluruh

dunia (Tjitrosoepomo, 2002).

Karakteristik dari masing-masing genus gulma itik berbeda. Daun dari Spirodela

dan Lemna datar, oval seperti daun pada umumnya. Spirodela mempunyai beberapa akar

(Weaver & Clements, 1980), bagian bawah dari daunnya berwarna ungu kemerah-

merahan, permukaan luarnya dengan 3–11 urat daun (Crow & Hellquist, 2000). Lemna

hanya mempunyai 1 akar (Leng, 1995), berwarna hijau sampai ungu terang di bagian

permukaan bawahnya, dengan 1-3 urat daun (Crow & Hellquist, 2000). Wolffiella dan

Wolfia tidak mempunyai akar, dan tidak mempunyai ukuran yang lebih kecil di

bandingkan dengan Spirodela ataupun Lemna. Wolfia disebut juga dengan salah satu

tumbuhan berbunga yang terkecil di dunia dan disebut terkecil karena ukurannya yang

kurang dari 1,5 mm. Daun Wolfia biasanya berbentuk sabit (Leng, 1995) dengan ukuran

1,5 mm atau kurang (Crow & Hellquist, 2000), sebaliknya Wolffiella berbentuk seperti

Page 80: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

79

perahu dan tidak mempunyai akar pula (Leng et al, 1995), dengan panjang 6-8 mm (Crow

& Hellquist, 2000).

Lemna pada dasarnya mempunyai struktur permukaan daun yang rata dan

mempunyai 1 akar pada tiap-tiap daunnya (Armstrong, 1996a), terdapat 1-3 urat pada

daunnya, panjang dari 1-5 mm, warna hijau muda/transparan sampai dengan hijau tua,

seringkali pada beberapa spesies ditutupi oleh pigmen kemerah-merahan, mengapung

secara berkelompok yang terhimpun dalam kelompok dalam 2-8 daun (Armstrong, 1996b),

dengan bunga atau tanpa bunga/dalam bentuk benih vegetatif (Durand, 2006). Masing-

masing daun dari gulma itik mengandung meristem utama/pusat yang merupakan tunas-

tunas dari daun yang asli.

Gulma itik tumbuh baik di air yang mengalami eutrofikasi atau peningkatan

kandungan fosfat, nitrogen, dan nutrisi lainnya yang diperlukan oleh tumbuhan (Cross,

2001a). Masing-masing spesies gulma itik akan menunjukkan perbedaan pada kondisi

yang sama dari cahaya, temperatur atau suhu, dan ketersediaan nutrisi. Masing-masing

spesies akan tumbuh dalam jumlah yang berbeda dari pengaruh ketiga faktor tersebut

(Parker, dkk., 2005). Di bawah kondisi yang sesuai untuk pertumbuhannya seperti

tingginya kandungan nitrogen dan fosfat di dalam air, daerah perairan akan tertutupi oleh

gulma itik yang dapat mengganda dalam beberapa hari.

Penelitian tentang gulma itik terkait dengan banyaknya manfaat yang dapat

diberikannya antara lain : sebagai makanan bagi ikan, makanan ternak (Skilicorn, 2001),

diet babi yang berlemak (Van, dkk., 1996) makanan unggas (Rodriguez, 1999), digunakan

sebagai sayuran yang dimakan oleh orang Burma (Burnese) dan orang-orang Laos (Leng,

1995), mempunyai kandungan protein yang tinggi sampai dengan 45 % (Anh, 1997),

Page 81: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

80

mengurangi dan mengontrol pertumbuhan alga (Tan, 2001), sebagai obat (Cross, 2005b)

terutama sekali jenis lemna dan spirodela yang digunakan sebagai vaksin (Freyssinet, dkk.,

2003), penyerap nutrien dan mineral air, membantu proses pemurnian air tercemar dan

menggunakan nitrogen dalam limbah padatan yang dari biodigester untuk memperkaya

kandungan proteinnya (Khang, 2000).

BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Hasil analisa parameter kualitas air masing-masing pada perairan rawa monoton

Danau Bangkau, rawa pasang surut Anjir, dan rawa tadah hujan Kurau adalah :

1. Suhu 27-29 °C, 28-29,7 °C, 27-28 °C

2. Kecerahan 31-33 cm, 56-67 cm, 55-58 cm

3. Kekeruhan 9,12-9,20 NTU, 1,84- 2,41 NTU, 2,41-2,84 NTU

4. Oksigen 1,5-1,8 mg/l, 2,6-2,8 mg/l, 2,8-3,7 mg/l

5. Karbondioksida 10,45-11,55 mg/l, 10,33-10,56 mg/l, 8,10-9,18 mg/l

6. pH 6,35-6,45, 3,77-3,94, 4,65-4,89

7. Amoniak 0,3-0,4 mg/l. 0,65-0,9 mg/l, 0,1-0,2 mg/l.

Jenis plankton dominan yang didapat dari hasil analisa sampel air yang di ambil

dari habitat larva ikan betok mulai dari telur menetas sampai larva berumur 31 hari pada

semua titik pengamatan yaitu :

1. Pada perairan rawa monoton di Danau Bangkau ada 12 jenis : Chlorella sp,

Coconeis sp, Mougeotia sp, Chlorococcum sp, Spirogyra sp, Binuclera sp,

Page 82: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

81

Pediastrum sp, Nitzschia sp ,Navicula sp, Diatoma sp, Brachionus sp, dan

Keratella sp.

2. Pada perairan rawa pasang surut di Anjir ada 10 jenis : Polycystis sp, Diatoma

sp, Coconeis sp, Chara sp, Hormidium sp, Spirogyra sp, Amphipleura sp ,Navicula

sp, Brachionus sp, dan Filina sp.

3. Pada perairan rawa tadah hujan di Kurau ada 9 jenis : Cosmarium sp, Coconeis sp,

Chlorococcum sp, Spirogyra sp, Eunotia sp, Epithemia sp , Navicula sp, Diatoma

sp, dan Brachionus sp.

Dari data kelimpahan plankton pada ketiga tipe perairan rawa dimana kesuburan

perairan dari setiap umur larva mempunyai tingkatan yang sama yaitu kesuburan sedang

dengan nilai kelimpahan plankton 0,1 – 40 x 106 sel/m3.

Hasil analisa indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan betok di

perairan rawa monoton Danau Bangkau dan perairan rawa tadah hujan Kurau, maka indeks

keanekaragaman plankton pada semua umur larva ikan betok dapat dimasukkan dalam

kategori 1,67-2,33 yaitu keadaan struktur komunitas stabil dan masuk ke dalam kategori

perairan sedang. Sedangkan indeks keanekaragaman plankton pada habitat larva ikan

betok di perairan rawa pasang surut Anjir dimasukkan dalam kategori 1,00-1,66 yaitu

keadaan struktur komunitas cukup stabil dan masuk ke dalam kategori perairan buruk.

Hasil analisa saluran pencernaan (lambung) larva ikan betok berumur 3 sampai 31

hari pada perairan rawa monoton Danau Bangkau dimana seluruh lambung berisi plankton

sebagai pakan alami yaitu :

Page 83: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

82

- Larva umur 3-7 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Chlorella sp 0-20 %, Coconeis sp 80-100 %, Mougeotia sp 40-60 %, Spirogyra sp 0-20

%, dan Nitzshia sp 0-20 %.

- Larva umur 7-11 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Chlorella sp 0-20 %, Coconeis sp 80-100 %, Mougeotia sp 20-40 %, Chlorococcum sp

0-20 %, Spirogyra sp 0-20 %, dan Binuclera sp 0-20 %.

- Larva umur 11-15 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 20-100 %, Mougeotia sp 0-20 %, Chlorococcum sp 0-20 %, Binuclera sp

0-20 %. Navicula sp 0-20 %, Diatoma sp 0-40 %, Brachionus sp 0-60 %, dan Keratella

sp 0-80 %.

- Larva umur 15-19 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan

: Coconeis sp 0-20 %, dan Mougeotia sp 0-20 %, Spirogyra sp 0-20 %, Navicula sp 20-

60 %, Diatoma sp 0-40 %, Brachionus sp 0-60 %, dan Keratella sp 80-100 %.

- Larva umur 19-23 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-20 %, Mougeotia sp 0-20 %, Spirogyra sp 0-20 %, Navicula sp 20-60 %,

Diatoma sp 0-20 %, Brachionus sp 40-60 %, Keratella sp 0-100 %.

- Larva umur 23-27 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-20 %, Mougeotia sp 0-20 %, Navicula sp 0-20 %, Diatoma sp 0-20 %,

Brachionus sp 40-60 %, dan Keratella sp 80-100 %.

- Larva umur 27-31 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-20 %, Chlorococcum sp 0-20 %, Navicula sp 0-40 %, Diatoma sp 0-20

%, Brachionus sp 0-60 %, dan Keratella sp 80-100 %.

Page 84: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

83

Hasil analisa saluran pencernaan (lambung) larva ikan betok berumur 3 sampai 31

hari pada perairan rawa pasang surut Anjir yaitu :

- Larva umur 3-7 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Polycystis sp 0-10 %, Coconeis sp 60-80 %, , Chara sp 30-40 %, Spirogyra sp 0-10 %,

dan Hormidium sp 0-10 %.

- Larva umur 7-11 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Polycystis sp 0-20 %, Coconeis sp 90-100 %, Chara sp 20-40 %, Spirogyra sp 10-30 %,

dan Amphipleura sp 0-10 %.

- Larva umur 11-15 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 20-100 %, Chara sp 0-10 %, Amphipleura sp 0-30 %, Navicula sp 0-20 %,

Diatoma sp 0-60 %, Brachionus sp 0-50 %, dan Filina sp 0-20 %.

- Larva umur 15-19 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan

: Coconeis sp 0-20 %, dan Chara sp 0-20 %, Spirogyra sp 0-20 %, Navicula sp 20-40 %,

Diatoma sp 0-50 %, dan Brachionus sp 0-60 %.

- Larva umur 19-23 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-20 %, Chara sp 0-20 %, Spirogyra sp 0-20 %, Navicula sp 20-60 %,

Diatoma sp 0-50 %, Brachionus sp 10-60 %, dan Filina sp 0-20 %.

- Larva umur 23-27 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-30 %, Chara sp 0-10 %, Navicula sp 0-10 %, Diatoma sp 10-50 %,

Brachionus sp 40-60 %, dan Filina sp 10-20 %.

- Larva umur 27-31 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-10 %, Navicula sp 0-40 %, Diatoma sp 0-60 %, Brachionus sp 0-90 %,

dan Filina sp 0-10 %.

Page 85: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

84

Hasil analisa saluran pencernaan (lambung) larva ikan betok berumur 3 sampai 31

hari pada perairan rawa tadah hujan Kurau yaitu :

- Larva umur 3-7 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Cosmarium sp 0-20 %, Coconeis sp 30-60 %, Chlorococcum sp 10-30 %, Spirogyra sp

0-20 %, dan Eunotia sp 0-20 %.

- Larva umur 7-11 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Cosmarium sp 0-20 %, Coconeis sp 20-60 %, Chlorococcum sp 0-20 %, Chlorococcum

sp 0-10 %, Spirogyra sp 0-20 %, dan Epithemia sp 0-20 %.

- Larva umur 11-15 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 30-60 %, Eunotia sp 0-20 %, Chlorococcum sp 0-10 %, Epithemia sp 0-20

%. Navicula sp 0-10 %, Diatoma sp 0-50 %, Brachionus sp 0-90 %

- Larva umur 15-19 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan

: Coconeis sp 0-40 %, dan Eunotia sp 0-10 %, Spirogyra sp 10-20 %, Navicula sp 0-20

%, Diatoma sp 0-30 %, dan Brachionus sp 0-20 %

- Larva umur 19-23 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-20 %, Eunotia sp 0-20 %, Spirogyra sp 0-20 %, Navicula sp 10-30 %,

Diatoma sp 0-40 %, dan Brachionus sp 0-80 %.

- Larva umur 23-27 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-40 %, Eunotia sp 0-10 %, Navicula sp 0-30 %, Diatoma sp 0-50 %, dan

Brachionus sp 0-80 %.

- Larva umur 27-31 hari memakan jenis plankton dengan persentase frekuensi keberadaan :

Coconeis sp 0-20 %, Chlorococcum sp 0-20 %, Navicula sp 0-40 %, Diatoma sp 0-20

%, dan Brachionus sp 60-80 %.

Page 86: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

85

Jenis tumbuhan air yang banyak ditemukan populasi larva ikan betok sebagai

habitatnya di perairan rawa monoton Danau Bangkau : Eceng gondok (Eichornia crassipes

(Mart) Solms). .di perairan rawa pasang surut di Anjir : Kiapu (Pistia stratiotes), dan di

perairan rawa pasang surut di Kurau : gulma itik (Lemna perpusilla).

7.2. Saran

Untuk pemeliharaan larva ikan betok diusahakan meniru ekosistem habitat hidupnya

di alam dan pemberian pakan alami yang sesuai dengan umur dan ukuran larva ikan.

DAFTAR PUSTAKA

Andrew L. Rhyne, Cortney L. Ohs, dan Erik Stenn. 2009. Effects Of Temperature OnReproduction And Survival Of The Calanoid Copepod Pseudodiaptomus Pelagicus.J. Aquaculture 292 : 53–59.

Asha, P.S. dan Muthiah,P. 2005. Effect of Temperatur, Salinitas, dan pH on LarvalGrowth, Survival and Development of The Cucumber Holothuria spinifera Theel. J.Aquaculture 250 : 823–829.

Ahmad, S. Dan Ondara. 1969. Limnologi dan Perikanan Rawa Djabangmangi Semandadan Ragragan Serta Sawah di Lamongan. Lembaga Penelitian dan PerikananDarat, Bogor. 22 halaman.

Afrianto, E., dan Evi liviawaty, 1994. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. PenerbitKanisius. Yogyakarta . 89 halaman.

Artinah, 1994. Penggunaan Gulma Sebagai Sumber Makanan Dengan Persentase YangBerbeda Terhadap Pertumbuhan Ikan Betok Yang Di Pelihara Dalam Bak Plastik.Skripisi Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.92halaman.

Agus, M., 1998. Biologi Ikan Betok. Laboratorium Kualitas Air. Fakultas PerikananUNLAM. Banjarbaru. 18 hal.

Akrimi dan Gatot S., 2002. Teknik Pengamatan Kualitas Air dan Plankton di ReservatDanau Arang – Arang. Buletin Teknik Pertanian. Jambi. Vol. 7 No. 2 Jambi.

Anonim, 1997. Pembenihan Ikan Papuyu (Anabas Tetudineus Bloch). DepartemenKelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai BudidayaAir Tawar Mandiangin, Kalimantan Selatan. 14 halaman.

Page 87: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

86

, 2003. Pembenihan Ikan Spesifik Lokal Baung dan Papuyu. Departemen Kelautandan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai Budidaya AirTawar Mandiangin, Kalimantan Selatan. 12 halaman.

______. 2006. Effects of Aquatic Plants.http://www.fish.washington.edu.naturemapping/water/1qualplt.html di aksestanggal 24 Februari 2010.

, 2007. Teknologi Pembenihan dan Pembesaran Ikan Papuyu. DepartemenKelautan dan Perikanan. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Balai BudidayaAir Tawar Mandiangin, Kalimantan Selatan. 6 halaman., 2010. Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Kalimantan Selatan. LaporanTahunan Statistik Perikanan dan Kelautan Kalimantan Selatan, Sub BagianProgram. 123 halaman., 2011. Pemda PU Amuntai Hulu Sungai Utara. Laporan Tahunan Data StatistikPekerjaan Umum.

Affandie, R.D.S, Syafie, M.F. Rahardjo, Sulistiono. 2005. Fisiologi Ikan, Pencernaan danPenyerapan Makanan. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan. IPB Bogor. 158 halaman.

Alihamsyah, T. dan Ar-Riza, I. 2006. Teknologi Pemanfaatan Lahan Rawa Lebak. DalamKarakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian danPengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian danPengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor. 297 halaman.

Aisiah,M, 1987. Pengaruh Pemberian Beberapa Jenis Makanan Ikan TerhadapPertumbuhan Dan Mortalitas Burayak Ikan Mas. FI. Unlam. Banjarbaru. 102Halaman.

Bakhtiar F., 1996. Pengaruh Rasio Seks Yang Berbeda Terhadap Prosentase Yang BerbedaTerhadap Pertumbuhan Ikan Betok Dengan Pemijahan Buatan Dalam Baskom.Skripsi Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru. 51halaman.

Binoy , V. V. And Thomas, K. J.. 2008. The Influence of Hunger on Food-StockingBehaviour of Climbing perch Anabas testudineus. J. Fish Biology 73 : 1053–1057.

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2008.Pemanfaatan dan Konservasi Ekosistem Lahan Rawa Gambut Di Kalimantan.Pengembangan Inovasi Pertanian 1 (2) : 149-156

Chairuddin, T. 1989. Keberadaan dan Konservasi Lahan Basah Kalimantan Selatan :Peranannya sebagai “Feeding Ground” dan Keanekaan Jenis Ikan. WorkshopConservation of Sungai Negara Wetlands. Barito Basin, South KalimantanKerjasama UNLAM, Kompas Borneo, Ditjen PHPA, dan Asian Wetland Bureau,Banjarbaru, 6-8 March 1989.

Cholik, F., dan Rahmat,A., 1986. Manjemen kualitas Air Pada Kolam Budidaya Ikan.Direktorat Jenderal Perikanan Research Centre. Jakarta. 51 halaman.

Crassostrea Gigas B. Rico-Villa, S. Pouvreau, R. Robert. 2009 . Influence Of FoodDensity And Temperature On Ingestion, Growth And Settlement Of Pacific OysterLarvae, J. Aquaculture 287 : 395–401.

Page 88: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

87

Curnow, J., King, J., Bosmans, J. dan Kolkovski, S. The Effect of Reduced Artemia andRotifer Use Facilitated By a New Microdiet in The Rearing of BarramundiLates Calcarifer (BLOCH) Larvae. J. Aquaculture 257 : 204–213.

Chairuddin. 1994. Kualitas Air dan Pertumbuhan Eceng Gondok (Eiuchornia crassipes,Mart.J.Solms) dalam Limbah Karet. Pasca Sarjana IPB, Bogor. 142 halaman.

Davis, C.C. 1955. The Marine and Fresh Water Plankton. Michigan States UniversityPress. Terjemahan Usman Tanujaya tahun 1986. ITB Bandung. 362 halaman.

Djuhanda, 1981. Dunia Ikan. Penerbit Armico. Bandung. 191 halaman.

Effendie, M. I, 1993. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 155halaman.

Effendie, M. I, 1997. Biologi Perikanan Bagian I Fakultas Perikanan. IPB Bogor. 102halaman.

Davis, Charles, C. 1955. The Marine and Freshwater Plankton. Michigan State Univ.Press. USA. 562 p. Terjemahan Usman Tanujaya Tahun 1986. ITB Bandung.362 halaman.

Edmunsond, W.T. 1984. Fresh Water Biologi. Pp.1247.

Fernandez, E.M., Salmón, H.A.,. Southgate, P.C. 2006. The Nutritional Value of SevenSpecies of Tropical Microalgae for Black-Lip Pearl Oyster (PinctadaMargaritifera, L.) Larvae. J. Aquaculture 257 : 491-503.

Faridah, S., 1985. Pengaruh Padat Penebaran Yang Berbeda Terhadap Mortalitas BurayakIkan Betok (Anabas testudineus Bloch) Yang Di Pelihara Dalam AkuariumDengan Sistem Sirkulasi. Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat.Banjarbaru. 53 halaman.

Fassett, N.C. 1975. A Manual of Aquatic Plants. The University of Wisconsin Press.United States of America. 405 halaman.

Fahroji. 1985. Sebaran Plankton Diatom di Perairan Muara Sungai Barito dan BeberapaFaktor yang Mempengaruhinya. Fakultas Perikanan Universitas LambungMangkurat. Banjarbaru. 54 halaman.

Fahrujaini dan Rukmini, 2008. Variasi Seks Rasio untuk Pemijahan Ikan Betok (Anabastestudineus Bloch) dengan Menggunakan Ovaprim dan Hipofisa Ikan Mas (Cyprinuscarpio). Fakultas Perikanan Unlam Banjarbaru, 114 halaman.

Hawkins, L.E., Hutchinson, S. dan Laing, I. 2005. The Efffect of Temperature and FoodRation on Metanolit Concentrations in Newly Settled King Scallop (Pectenmaximus) Spat. J. Aquaculture 250 : 841-848..

Hisbi, Dj. 1989. Penelitian dan Monitoring Kualitas Air Sungai Barito yang TermasukKawasan Industri Perkayuan Jelapat Kotamadya Banjarmasin/Kabupaten BaritoKuala Kalimantan Selatan. Bagian I Kerjasama KPSL Unlam dengan PemdaTingkat I Kalimantan Selatan (Biro BKLH) Banjarmasin. 58 halaman.

Page 89: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

88

----------. 1993. Kerapatan Genetik Gulma yang Mengapung Bebas Pada Permukaan AirTawar di Kalimantan Selatan. Pasca Sarjana. Fakultas Biologi. Universitas GadjahMada. Yogyakarta. 78 halaman.

Hadi dan Fadna. 1998. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumberdaya LingkunganPerairan. Kanisius. 258 hal.

Iriadenta. E., 1999. Teknis Sample Kimia. Perairan Singkat Dasar-Dasar Analisis KualitasAir. Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat.

Ismail, I.G.,T. Alihamsyah, I.P.G.Widjaja-Adhi, Suwarno,H. Tati,R. Tahir, dan D.E.Sianturi. 1993. Sewindu Penelitian Pertanian di Lahan Rawa (1985-1993).Kontribusi dan Proyek Pengembangan. Proyek Penelitian Pertanian Lahan PasangSurut dan Rawa Swamps II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan,Bogor.

Ismail, A. Dan Mohamad, 1992. Ekologi Air Tawar. Fakultas Sains Hayat UniversityKebangsaan Malaysia. Kuala Lumpur. 265 halaman.

Jangkaru, Z., 1984. Pemeliharaan Ikan Dalam Kolam Air Deras. Jayaguna. Bogor. 29halaman.

Kamler,E.1992. Early Life History of Fish. Chapman and Hall, London. 267 p.Krebs, L.J. 1989. Ecological Methodology. Harper Collins Publisher. New York. 754

page.Kehmier, K.J. 2004. Controlling Aquatic Vegetation. Former Colorado State University

research associate, fishery and wildlife biology.http://www.ext.colostate.edu/pubs/netres/06402.html di akses tanggal 24 Februari2010.

Katersky, Robin dan Carter, Chris, G. 2005. Growth Effeciency of Juvenile BarramundiLates calcarifer at High Temperatures. J. Aquaculture 250 : 775–780.

Krischik, V. A., R.M. Newman, & J. F. Khyl. 1999. Managing Aquatic Plants inMinnesota Lakes. College of Agricultural, Food, and Environmental SciencesUniversity of Minnesota. di akses tanggal 5 April 2010.

Loveless, A.R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 408 halaman.

Milione, M. dan Zeng, C. 2008. The Effects of Temperature and Salinity on PopulationGrowth and Egg Hatching Success of The Tropical Calanoid Copepod, AcartiaSinjiensis. J. Aquaculture 275 : 116-123..

Mulyanto, 1992. Lingkungan Hidup Untuk Ikan. Departemen Pendidikan danKebudayaan. Penerbit Pustaka Perbukuan, Jakarta. 102 halaman.

Marlida, Rini., 2001. Kajian Fisiologi Pencernaan Dan Kelangsungan Hidup Larva IkanBetok (Anabas Testudineus Bloch) Yang Diberi Pakan Berbeda Program PascaSarjana Universitas Hasanuddin. Makasar. 59 halaman.

Muhammad, 1987. Pengaruh Sumber Makanan Yang Berbeda Terhadap Pertumbuhan IkanBetok (Anabas testudineus Bloch) yang Di Pelihara Dalam Kolam. FakultasPerikanan Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.63 halaman.

Page 90: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

89

Muhammad,. 2001. Pengaruh Donor dan Dosis Kelenjar Hipofisa terhadap Ovulasi danDaya Tetas Telur Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch). Jurnal Sains danTeknologi. Makassar. Vol 2 No. 2.

Maiju, L. 2003. Baltic Sea Portal. FIMR, Virginia Institute of Marine Science. 2 pages.Monkhouse, F,J., dan J. Small. 1978. A Dictionary of the Natural Environment. A

Haisted Press Book. John Willey and Sons, New York.Marianto, L. A. 2002. Tanaman Air. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Nedeco/Euroconsult-Biec. 1984. Final Report. Nationwide Study of Coastal and NearCoastal Swamp land in Sumatra, Kalimantan, and Irian Jaya. Volume 3 Maps.August 1984. Govemm of the Republic of Indonesia. Ministry of Public Works.Direct. Gen. of Water Resources Development.

Nirarita, E.CH. 1996. Ekosistem Lahan Basah Indonesia. Buku Panduan untuk Guru danPraktisi Pendidikan. Wetlands International Indonesian. Bogor. 116 halaman.

Nontji, A. 1986. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. 367 halaman.Norland, E. R. 2006. Chemical Control of Aquatic Weeds. Ohio State University

Extension Fact Sheet. http://ohioline.osu.edu/a-fact/0004.html di akses tanggal 24Februari 2010.

Pace, D. A. dan Manahan, D. T. 2007. Efficiencies and Costs of Larval Growth InDifferent Food Environments (Asteroidea: Asterina Miniata). J. ExperimentalMarine Biology and Ecology 353 : 89–106

Peterson, D.E. & C.D Lee. 2005. Aquatic Plants and Their Control. Kansas StateUniversity Agricultural Experiment Station and Cooperative Extension Service.http://www.oznet.ksu.edu/library/crpsl2/c667.pdf di akses tgl 24 Pebruari 2010

Rifa’I, S.A. dan K. Pertagunawan. 1982. Biologi Perikanan. Departemen Pendidikan danKebudayaan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Jakarta. 143 halaman.

Rienner, Donald. N. 1984. Introduction to Freshwater Vegetation. Departemen of Soils andCrops Rutgers University. AVI Publishing Company INC. Westport Connecticut.

Raymount. 1963. Planktonologi. Universitas Gajah Mada Press Yogyakarta. 45 halaman.Rukmini, 1997. Pengaruh Dosis Pemberian Kelenjar Hipofisa Ayam Pedaging yang

Berbeda terhadap Pemijahan Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch). FakultasPerikanan Unlam Banjarbaru, 87 halaman.

Rukmini, 2004. Efektifitas perendaman dengan hipofisa ikan berbeda untuk pemijahanikan betok (Anabas testudineus Bloch). Fakultas Perikanan Unlam Banjarbaru, 99halaman.

Rukmini, Marsoedi, Arfiati, D dan Mursyid, A. 2013. Karakteristik Ekologi Habitat LarvaIkan Betok (Anabas testudineus Bloch) di Perairan Rawa Monoton Danau BangkauKalimantan Selatan. J. Limnotek ,19 : 1. 16-21.

Setiawan, B. dan Rukmini, 2007. Pemijahan Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch)Menggunakan Ovaprim dengan Dosis dan Perbandingan Induk Jantan dan IndukBetina yang Berbeda. Fakultas Perikanan Unlam Banjarbaru, 135 halaman.

Slamat, Marsoedi, Mursyid, A. dan Arfiati, D. 2012. Konservasi Genetik Ikan Betok DiPerairan Rawa Kalimantan Selatan. J. Penelitian Perikanan Indonesia, 18 : 1, 9-15.

Page 91: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

90

Singh, Nirmal dan Gupta, P.K. 2010. Food and Feeding Habits of An IntroducedMosquitofish, Gambusia holbrooki (Girard) (Poeciliidae) in a Subtropik Lake, LakeNainital, India. J. Asian Fisheries Science (23) : 270-282.

Saanin, H., 1986. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Penerbit Bina Cipta. Bogor.

Suhaili, A., 1984. Pemeliharaan Ikan Pada Keramba. Gramedia. Jakarta. 82 halaman.

Susanto, H., 1986. Budidaya Ikan Di Pekarangan. Penebar Swadaya. Jakarta. 152 halaman.Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta. 102 halaman.Sujatmiko, D.A. 2008. Variasi Pemberian Maggot Black Soldier Fly (Hermetia

iIllucens) Dan Dedak Untuk Pertumbuhan Ikan Betok (Anabas testudineusBloch) Di Kolam. Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat.Banjarbaru.

Schram, E., M.C.J. Verdegem , R.T.O.B.H. Widjaja , C.J. Kloet , A. Foss , R. Schelvis-Smit , B. Roth f, A.K. Imsland. 2009. Impact Of Increased Flow Rate On SpecificGrowth Rate Of Juvenile Turbot (Scophthalmus maximus, Rafinesque 1810). J.Aquaculture 292 : 46–52.

Slamat, 2009. Keanekaragaman Genetic Ikan Betok (Anabas testudinius) Pada TigaEkosistem Perairan Rawa Di Provinsi Kalimantan Selatan. IPB Bogor.

Sugiarti, J. 2009. Pemeliharan Benih Ikan Betok (Anabas Testudenius Bloch) DenganPenambahan Probiotik Pada Pakan Dengan Dosis Dan Padat Penebaran YangBerbeda Untuk Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup. Fakultas PerikananUnlam Banjarbaru.

Steenis, V. 1987 Flora. Untuk Sekolah di Indonesia. Jenderal Perikanan. Bogor. PT.Pradya Paramita. Jakarta. 135 halaman.

Sugianto, S. 1994. Ekologi Kuantitatif. Metode Analisis Populasi dan Komunitas. UsahaNasional. Surabaya. 103 halaman.

SSSA (Soil Science Society of America). 1984. Glossary of Soil Science Terms. SSSA,Madison, Wisconsin, USA. August 1984.

Subagyo, H. 2006a. Klasifikasi dan Penyebaran Lahan Rawa. Dalam Karakteristik danPengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan SumberdayaLahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. DepartemenPertanian. Bogor. 297 halaman.

Subagyo, H. 2006b. Lahan Rawa Monoton/Rawa Lebak. Dalam Karakteristik danPengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan SumberdayaLahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. DepartemenPertanian. Bogor. 297 halaman.

Uttam, Sarkar ; Deepak, Prashant Kumar ; Kapoor, Dhurendra ; Singh, Raje Negi ;Kumar, Samir Paul & Singh, Sreeprakash. 2005. Captive Breeding Of ClimbingPerch Anabas Testudineus (Bloch, 1792) With Wova-FH For Conservation AndAquaculture. J. Aquaculture Research,, 36 : 941- 945.

Wibowo, P. Dan N. Suyanto. 1997. An Overview of Indonesia Wetland Sites Included inWetland Database. Wetlands International-Indonesia Programme, PHPA. Bogor.

Wibisono, 1990. Pengantar Geografi Tumbuhan dan Beberapa Ilmu Serumpun. GadjahMada University Press. 797 halaman.

Page 92: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

91

Zonneveld, N.H., Husman, E.A., dan Boon, J.H., 1991. Prinsip Budidaya Ikan. GramediaPustaka Utama. Jakarta. Halaman 71-124 halaman.

Page 93: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

92

LAMPIRAN

1. Foto Kegiatan Penelitian

Induk betok jantan dan betina Penyuntikan induk betok

Analisa kualitas air Analisa saluran pencernaan larva

Larva betok baru menetas Larva betok umur 31 hari

Page 94: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

93

Chlorella sp

Binuclera sp

Navicula sp

Coconeis sp

Chlorococcum sp

Diatoma sp

Nitzshia sp

Pediastrum sp

Keratella sp173

2. Jenis-jenis plankton hasil analisa

Page 95: LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN …eprints.ulm.ac.id/336/1/Bio-Ekologi Larva Betok di Perairan Rawa.pdf · LAPORAN AKHIR PENELITIAN UNGGULAN PERGURUAN ... berbagai jenis biota tumbuhan

94

Nitzshia sp

Pediastrum sp

Keratella sp

Mougeotia sp

Spirogyra sp

Brachionus sp


Recommended