+ All Categories
Home > Documents > Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Date post: 05-Aug-2015
Category:
Upload: fiska-praktika-widyawibowo
View: 60 times
Download: 3 times
Share this document with a friend
Popular Tags:
51
LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1 “ANAKKU SAYANG ANAKKU MALANG...” BLOK HEMATOIMMUNOLOGY (HI) KELOMPOK 4 Tutor : dr. Joko Setyono, MSc Anggota Kelompok 1. G1A011001 Iman Hakim Wicaksono 2. G1A011010 Fiska Praktika Widyawibowo 3. G1A011013 Halimah Chairunnisa 4. G1A011022 Mirzania Mahya Fathia 5. G1A011023 Reza Amorga 6. G1A011037 Mumtaz Maulana Hidayat 7. G1A011046 Aisyah Aulia Wahida 8. G1A011061 Go Ferra Marcheela 9. G1A011081 Daniel Pramandana Lumunon 10.G1A011107 Riyanda Rama Putri 11.G1A011119 Ria Pusparini
Transcript
Page 1: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 1

“ANAKKU SAYANG ANAKKU MALANG...”

BLOK HEMATOIMMUNOLOGY (HI)

KELOMPOK 4

Tutor : dr. Joko Setyono, MSc

Anggota Kelompok

1. G1A011001 Iman Hakim Wicaksono

2. G1A011010 Fiska Praktika Widyawibowo

3. G1A011013 Halimah Chairunnisa

4. G1A011022 Mirzania Mahya Fathia

5. G1A011023 Reza Amorga

6. G1A011037 Mumtaz Maulana Hidayat

7. G1A011046 Aisyah Aulia Wahida

8. G1A011061 Go Ferra Marcheela

9. G1A011081 Daniel Pramandana Lumunon

10. G1A011107 Riyanda Rama Putri

11. G1A011119 Ria Pusparini

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

2012

Page 2: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada PBL tutorial 1 dan 2 kali ini terdapat lima informasi yg diberikan secara

bertahap. Hal ini bertujuan agar mahasiswa dapat menganalisa kasus PBL dengan

sistematis. Sehingga mahasiswa dapat bersikap lebih kritis dalam menanggapi

informasi yang diberikan secara bertahap tersebut.

Anak A, 7 tahun datang bersama ibunya ke Puskesmas. Ibunya mengeluh

anaknya tampak lesu, lemas, sering pusing dan mudah lelah. Nafsu makan dan

prestasi anakkurang. Sekitar 6 bulan terakhir anak sering sakit. Riwayat kelahiran

anak lahir spontan ditolong bidan dengan berat lahir 2000g. Riwayat makan

minum sejak lahir diberikan ASI, usia 7 bulan anak tidak mau bubur susu, susu

formula dan tim saring. Ayah penderita tidak mempunyai pekerjaan tetap, ibu

sebagai penjual jajanan.

Hasil pemeriksaan fisik Anak A adalah:

– KU : tampak kurang aktif, perdarahan spontan (-) BB: 17 kg, TB:

105 cm

– Vital Signs : Tekanan darah : 100/60 mmHg; Nadi 110x/menit, regular;

RR 24x/ menit, suhu 37,0⁰ C

– Mata : konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-)

– Mulut : bibir pucat

– Leher : dalam batas normal

– Jantung : dalam batas normal

– Paru : dalam batas normal

– Abdomen : dalam batas normal

– Ekstremitas : pucat

Hasil Pemeriksaan Laboratorium adalah sebagai berikut :

1. Hb : 9 g/dL

2. Ht : 30%

Page 3: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

3. RBC : 4.000.000/ mL

4. MCV : 56 fL

5. MCHC : 22 g/dL

6. MCH : 16.5 pg

7. WBC : 7.500/mL

8. Platelet : 150.000 mL

9. Differential count : E 8/ B 0/ St 1/ Sg 60/ L 26/ M 5

Pemeriksaan tambahan berupa apusan darah tepi, didapatkan gambaran Sediaan

Apus Darah Tepi (SADT)

Gambar 1.1 Sediaan Apus Darah Tepi

Kemudian didapati pemeriksaan terakhir:

1. Serum iron 45 ug/dL (Normal value: 80-180 ug/dL)

2. TIBC 500 ug/dL (Normal value: 250-435 ug/dL)

3. Serum Ferritin 10-20 ng/L (Normal value: 20-200 ng/L)

Dengan informasi di atas, diskusi PBL pun dapat dilaksanakan.

Page 4: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

BAB II

PEMBAHASAN

A. DISKUSI

1. Informasi I

Anakku Sayang Anakku Malang...

Anak A, 7 tahun datang bersama ibunya ke Puskesmas. Ibunya mengeluh

anaknya tampak lesu, lemas, sering pusing dan mudah lelah. Nafsu makan dan

prestasi anak kurang. Sekitar 6 bulan terakhir anak sering sakit. Riwayat kelahiran

anak lahir spontan ditolong bidan dengan berat lahir 2000 gr. Riwayat makan

minum sejak lahir diberikan ASI, usia 7 bulan anak tidak mau bubur susu, susu

formula dan tim saring. Ayah penderita tidak mempunyai pekerjaan tetap, ibu

sebagai penjual jajanan.

Pertanyaan :

1. Informasi atau masalah apakah yang dapat anda simpulkan dari kasus

tersebut?

2. Buatlah kemungkinan hipotesis penyebab dari masalah tersebut!

Jawaban:

1. Informasi dan batasan masalah

a. Nama : Anak A

b. Usia : 7 tahun

c. Keluhan utama : tampak lesu, lemas, sering pusing dan

mudah lelah

d. Onset : 6 bulan terakhir, anak sering sakit

e. Riwayat kelahiran : Lahir spontan, BBLR (2000 gram)

f. Riwayat makan minum sejak lahir : - diberi ASI

- Usia 7 bulan tidak mau makanan

pendamping

Page 5: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

g. Riwayat gizi : nafsu makan kurang, prestasi turun

h. Pekerjaan orang tua : - Ayah : tidak punya pekerjaan tetap

- Ibu : penjual jajanan

2. Hipotesis awal :

a. Anemia : lesu, lemas, sering pusing dan mudah lelah

b. Thalassemia : memiliki gejala yang hampir sama dengan

anemia

c. Defisiensi gizi : nafsu makan kurang, prestasi anak turun, terjadi

karena gangguan nutrisi

d. Autoimun : sering sakit, adanya dugaan zat di dalam tubuh

yang dianggap sebagai zat asing, sehingga

justru diserang oleh sistem imun tubuh

e. Infeksi cacing : adanya infeksi oleh cacing parasit

f. Penyakit kronis (asma, aritmia, jantung iskemik, hipertensi, dan lain-lain)

g. Keganasan (kanker, dan lain-lain)

Untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan yang ada sehingga

didapatkan diagnosis yang tepat maka dibutuhkan beberapa pemeriksaan,

meliputi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

2. Informasi 2

Hasil pemeriksaan fisik Anak A adalah:

a. KU : tampak kurang aktif, perdarahan spontan (-)

BB: 17 kg, TB: 105 cm

Evaluasi :

Nilai Z-score pasien

1) Apabila pasien laki – laki

Page 6: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

2) Apabila pasien perempuan

Rentang normal nilai Z-score -2 sampai 2. Keadaan gizi normal

b. Vital Signs : Tekanan darah : 100/60 mmHg; Nadi 110x/menit,

regular; RR 24x/ menit, suhu 37,0⁰ C

Evaluasi :

1) Tekanan darah 100/60mmHg normal

2) Denyut nadi 110x/menit regular takikardi, Nilai normal: 80-

100

3) Suhu tubuh 37⁰C Normal, Nilai normal: 36-37⁰C.

c. Mata : konjungtiva anemis (+), sclera ikterik (-)

indikator anemia

d. Mulut : bibir pucat

e. Leher : dalam batas normal

f. Paru : dalam batas normal

g. Abdomen : dalam batas normal

h. Ekstremitas : pucat indikator hipoksia

Hipotesis Lanjutan

Dari data tersebut kita dapat menyisihkan beberapa hipotesis yang tidak

sesuai dengan data yang ada.

a. Defisiensi gizi, sang anak mengalami gangguan nutrisi, namun meski

begitu, ternyata berat badan sang Anak A masih dalam batas normal.

Namun, ada beberapa tanda yang lebih lanjut yang mengindikasikan

masalah lain, kemungkinan defisiensi gizi ini merupakan salah satu ciri

dari suatu penyakit tertentu. Tetapi, apabila yang dimaksud defisiensi gizi

ini adalah anak yang mengalami gizi buruk seperti marasmus, atau

Page 7: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

kwarshiorkor, maka kemungkinan ini dapat dihilangkan, karena pada

pemeriksaan fisik sang anak, abdomennya masih dalam batas normal.

b. Autoimun, perlu ada pemeriksaan laboratorium, bagaimana jumlah sel

darah untuk mengetahui apakah autoimun merupakan penyakit yang

terjadi pada anak tersebut.

c. Infeksi parasit, jika terjadi infeksi, ada kemungkinan anak tersebut

mengalami demam, namun ternyata, suhu tubuh anak A masih normal,

yaitu 37⁰ C.

d. Penyakit kronis pada anak

- Asma, ditolak karena RR anak A masih normal

- Hipertensi, ditolak karena tekanan darah anak masih normal yakni

100/60 mmHg

- Jantung iskemik, ditolak karena jantung anak masih dalam batas normal

e. Anemia, merupakan hipotesis yang memiliki kesesuaian paling banyak

dengan kondisi anak A. Antara lain, sang anak mengalami konjungtiva

anemis, yang menunjukkan adanya tanda-tanda anemia. Keluhan lesu,

mudah lelah, dan pusing juga merupakan tanda lain dari anemia. Selain

itu, ekstremitas yang tampak pucat merupakan salah satu tanda lain dari

anemia. Tetapi perlu ada pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosis

anemia ini.

f. Thalassemia memiliki ciri yang hampir sama dengan anemia, sehingga

hipotesis ini belum dapat dihilangkan, perlu ada pemeriksaan lanjutan agar

dapat memastikan apa yang terjadi pada anak A.

g. Keganasan (kanker, dan lain-lain), tidak ada keterangan yang menjelaskan

adanya kelainan yang merujuk kepada adanya keganasan yang terjadi pada

anak A.

Page 8: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

3. Informasi 3

Tabel 2.1 Hasil pemeriksaan laboratorium

Komponen Hasil Laboratorium Nilai rujukan

Hb 9 g/dL 11.5 – 13.5

Ht 30% 33 – 45 %

RBC 4.000.000/mm3 4.200.000 – 5.200.000

MCV 56 fL 69 – 93

MHC 22 g/dL 32 – 36 %

MCHC 16.5 pg 32 – 34 pg

WBC 7.500/mm3 4.500 – 13.000

Platelet 150.000/mm3 150.000-300.000/mm3

Tabel 2.2 Hasil pemeriksaan Laboratorium Differential Count

Komponen Eosinofil Basofil Stab Segment Limfosit Monosit

Hasil

laboratorium

8 % 0 % 1 % 60 % 26 % 5 %

Nilai rujukan 1-4 % 0-1 % 2-5 % 50-70 % 20-40 % 1-6 %

Interpretasi Lebih Normal Kurang Normal Normal Normal

Interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium:

a. Hemoglobin (Hb) berperan penting dalam pengangkutan O2 dan juga

CO2. Pada hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kadar hemoglobin

anak A rendah, dibandingkan dengan nilai normal.

Page 9: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

b. Nilai hematokrit pada hasil pemeriksaan laboratorium anak A rendah,

dan ciri tersebut merupakan salah satu indikator anemia.

c. RBC atau Red Blood Cell Count berarti hitung jumlah sel darah merah

pada informasi ini sebesar 4000.000/mL padahal jumlah normal menurut

Dacie untuk anak A adalah kisaran 4,2-5,2 juta/mL, ini berarti RBC anak

A rendah, rendahnya jumlah RBC ini merupakan indikator anemia.

d. MCV atau Mean corpuscular volume

Nilai normal = 82-92 fL, sedangkan untuk anak A hanya 56 fL, maka

intepretasinya adalah kurang dari nilai normal, maka disebut

mikrositik.

e. MCHC atau Mean corpuscular haemoglobin concentration

Nilai normal dari MCHC adalah 32-37%, sedangkan pada anak tersebut

kurang dari nilai normal tersebut. Bila MCHC yang dimiliki seseorang

<31 g/dL, maka disebut hipokromik, sedangkan bila ternyata > 37 g/dL

maka akan disebut hiperkromik. Pada informasi diatas diketahui kadar

MCHC anak A hanya 22g/dL sehingga disebut hipokromik.

f. MCH atau Mean corpuscular hemoglobin

Pada anak tersebut, MCH kurang dari nilai normal, yang seharusnya

adalah 27-32 pg. Bila MCH yang ada pada hasil pemeriksaan

Page 10: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

laboratorium <27 pg disebut hipokrom, sedangkan bila > 32 pg disebut

hiperkromik. Pada informasi untuk anak A diatas diketahui kadar MCH

sebesar 16.5 pg yang berarti kurang dari normal sehingga disebut

hipokrom.

g. WBC atau White Blood Cell Count berarti hitung jumlah sel darah putih

(leukosit). Pada anak A, hitung jumlah leukositnya sebesar 7.500/mL,

maka untuk anak seusia A, jumlah tersebut adalah normal, karena

kisaran leukosit normal adalah pada 4.500 – 13.000/mL.

h. Platelet atau sering disebut trombosit kisaran normalnya adalah 150.000-

350.000/mm3. Pada anak A, jumlah trombosit masih dalam kisaran

normal, namun jumlahnya masih pada posisi batas bawah.

i. Dengan tingginya eosinofil maka dapat disimpulkan bahwa ada infeksi

parasit yang terjadi. Namun spesies dari parasit belum dapat diketahui

secara pasti.

j. Untuk jumlah basofil, segmen, limfosit, dan monosit masih dalam batas

normal, namun untuk pemeriksaan Stab, hasilnya kurang dari nilai

normal.

Turunnya MCH dan MCV akan menjadi salah satu ciri khas dari anemia

defisiensi besi apabila dilengkapi dengan tampakan mikrositik hipokromik.

Namun, kemungkinan adanya thalassemia minor tidak bisa dipungkiri, karena

terkadang thalassemia ini hadir tanpa gejala yang khas pada thalassemia. Maka

dibutuhkan pemeriksaan apusan darah untuk melihat tampakan morfologis

eritrosit.

4. Informasi 4

Pemeriksaan tambahan berupa hapusan darah tepi, didapatkan gambar

sebagai berikut :

Page 11: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Gambar 2.1 Sediaan Apus Darah Tepi

Didapatkan kondisi eritrosit, antara lain:

1. Mikrositik, yaitu eritrosit yang kecil secara abnormal, berdiameter 5

mikron atau kurang (Dorland, 1996). Keberadaan sel eritrosit yang kecil

abnormal (Bain, 2003).

2. Hipokromik, yaitu keadaan yang terwarnai kurang kuat dibandingkan

normal, atau penurunan hemoglobin dalam eritrosit sehingga warnanya

menjadi pucat abnormal (Dorland, 1996).

3. Anisositosis, yaitu adanya eritrosit di dalam darah yang menunjukkan

variasi ukuran yang besar sekali (Dorland, 1996). Anisositosis juga

diartikan sebagai peningkatan variasi dalam hal ukuran dari satu eritrosit

terhadap yang lainnya (Bain, 2003).

4. Poikilositosis, yaitu adanya eritrosit dengan keragaman bentuk yang

abnormal di dalam darah (Dorland, 1996). Keberadaan poikilosit di darah;

meningkatnya variasi dalam hal bentuk eritrosit (Bain, 2003).

5. Reuloux, yaitu gumpalan sel-sel darah merah yang disatukan bukan oleh

antibody atau ikatan kovalen, tetapi semata-mata oleh gaya tarik

permukaan (Sacher, 2002)

Page 12: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

6. Banana shaped, yaitu adanya eritrosit dengan bentuk agak lonjong seperti

buah pisang.

Diagnosis banding atau Differential Diagnosis yang masih belum bisa

dihilangkan pada informasi sebelumnya adalah mengenai Thalassemia,

tetapi karena tidak ditemukan adanya eritrosit berinti pada sediaan, maka

kemungkinan ini dapat dihilangkan. Pada pemeriksaan Sediaan Apus

Darah Tepi (SADT) ini dapat semakin menegakkan diagnosis anemia

defisiensi besi yang dialami oleh anak A, dengan cirinya yang khas yakni

mikrositik, dan hipokromik. Bisa disimpulkan, anak A mengalami

anemia yang diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokromik.

Differential Diagnosis (DD):

a. Anemia akibat penyakit kronik

b. Thalassemia

c. Anemia sideroblastik

Perbedaan keempat jenis anemia tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3 Perbedaan jenis anemia

ADB Anemia akibat

penyakit kronik

Thalassemia Anemia

sideroblastik

MCV Menurun Menurun/N Menurun Menurun/N

MCH Menurun Menurun/N Menurun/N Menurun/N

Besi serum Menurun Menurun Normal Normal

TIBC Meningkat Menurun Normal/naik Normal/naik

Transferin <15% 10-20% >20% >20%

Feritin serum Menurun

<20

mikrogram/dl

Normal

20-200

mikrogram/dl

Meningkat

>50

mikrogram/dl

Meningkat

>50

mikrogram/dl

Page 13: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Namun, untuk melakukan penegakan diagnosis atas anemia apa yang dialami

oleh anak A harus terdapat hasil pemeriksaan yang lain. Pemeriksaan tambahan

yang perlu ada untuk mengidentifikasi anemia antara lain

a) serum iron

b) TIBC

c) Ferritin

d) Pemeriksaan Feses

e) Apusan sumsum tulang (Bakta, 2006)

Namun, pemeriksaan apusan sumsum tulang ini dinilai terlalu jauh, hanya

dengan poin (a), (b), dan (c), saja sudah bisa memberikan info, anemia apakah yang

dialami anak A.

5. Informasi 5

Serum iron 45 ug/dL (Normal value: 80-180 ug/dL)

TIBC 500 ug/dL (Normal value: 250-435 ug/dL)

Serum Ferritin 10-20 ng/L (Normal value: 20-200 ng/L)

Intepretasi hasil pemeriksaan

1. Dari hasil pemeriksaan, dapat disimpulkan bahwa jumlah serum ion anak

A mengalami penurunan sedangkan TIBC mengalami peningkatan serta

untuk feritinnya mengalami penurunan.

2. Dinilai dari jumlah serum ion dan serum feritin yang mengalami

penurunan, bisa disimpulkan anak A mengalami Anemia Hipokromik

Mikrositer dengan Gangguan Metabolisme Besi

B. Sasaran Belajar

1. Hematopoiesis (Pembentukan Sel Darah)

a. Eritropoiesis

Eritropoiesis adalah pembentukan sel darah merah (Dorland,1998).

Page 14: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

1) Produksi Sel Darah Merah

Gambar 2.2 Hematopoiesis

a) Daerah-daerah tubuh yang memproduksi sel darah merah.

Dalam minggu-minggu pertama kehidupan embrio, sel sel

darah merah primitif yang masih memiliki inti diproduksi dalam

yolk sac (Saccus Vitellinus). Selama pertengahan trimester masa

kehamilan, hepar dianggap sebagai organ utama memproduksi sel-

sel darah merah, walaupun terdapat juga sel-sel darah merah dalam

jumlah cukup banyak yang diproduksi dalam limpa dan

limfonodus. Lalu selama bulan terakhir kehamilan dan sesudah

lahir, sumsum tulang sudah terbentuk sempurna dan sel-sel darah

Page 15: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

merah hanya diproduksi di dalam sel tulang. Pada dasarnya,

sumsum tulang dari semua tulang menghasilkan memproduksi sel

darah merah sampai seseorang berusia 5 tahun; tetapi sumsum dari

tulang panjang, kecuali bagian proksimal humerus dan tibia,

menjadi sangat berlemak dan tidak memproduksi sel-sel darah

merah setelah kurang lebih berusia 20 tahun. Setelah usia ini,

kebanyakan sel darah merah diproduksi dalam sel tulang

membranosa, seperti vertebra, sternum, iga, dan ileum. Bahkan

dalam tulang-tulang ini, sumsum menjadi kurang produktif sesuai

dengan bertambahnya usia (Guyton,1997).

b) Pembentukan Sel Darah :

Sel Stem Hematopoietik Pluripoten, Penginduksi Pertumbuhan,

Dan Penginduksi Diferensisasi.

Pada sumsum tulang terdapat sel sel yang disebut sel stem

hematopoietik yang merupakan asal dari seluruh sel-sel darah

dalam sirkulasi. Karena sel-sel darah diproduksi terus menerus

sepanjang hidup manusia, maka ada bagian dari sel-sel ini yang

masih seperti sel aslinya dan disimpan dalam sumsum tulang untuk

mempertahankan suplai pembentukan sel darah, walaupun

jumlahnya cenderung terus berkurang seiring dengan usia.Sel

pluripoten tadi akhirnya membentuk beberapa sel yang berbeda

dari dirinya, namun masih sulit dibedakan satu sama lain, biasa

disebut sel stem commited atau CFU (Colony Forming Unit), yang

pada nantinya akan membentuk berbagai macam sel seperti

monosit, megakariosit, eritrosit dan sebagainya, seperti dijelaskan

pada gambar diatas (Guyton,1997).

c) Tahap-Tahap Diferensiasi Sel Darah Merah

Page 16: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Sel pertama yang dapat dikenali sebagai bagian dari

rangkaian sel darah merah adalah proeritroblas., sesuai dengan

ilustrasi dibawah. Dengan rangsangan yang sesuai, maka akan

dibentuk banyak sekali sel sel ini. (Guyton,1997)

Sekali proeritroblas terbentuk, ia akan membelah beberapa

kali yang pada akhirnya nanti menjadi sel matur. Sel generasi

pertama yang terbentuk dari sel proeritroblas adalah basofil

eritoblas. Dari total pembentukan eritrosit rata-rata 7 hari, dan

basofil eritroblas dibentuk di hari pertama. Mengapa dinamakan

basofil karena ia bisa menyerap zat warna basa. Setelah itu, inti

dari sel darah merah ini semakin mengecil, hingga jadilah suatu

tahap dimana terakhir kali ia masih memiliki inti, yaitu

Ortokromatik eritroblas. Setelah itu, jadilah suatu sel yang sudah

terlepas intinya. Yaitu sel retikulosit. Pada tahap ini masih didapati

organel-organel basofillik yaitu sisa-sisa aparatus golgi,

mitokondria, dan lain lain. Selama tahap ini, sel sel berjalan dari

sumsum tulang menuju sirkulasi dengan cara diapedesis (terperas

memalui pori pori membran kapiler). Dalam 1-2 hari, bahan

basofilik itu akan hilang dan jadilah sel darah merah matur alias

eritrosit. (Guyton,1997)

d) Peran Hormon Eritropoietin; Kebutuhan Vitamin B12 dan Asam

Folat

Faktor utama yang dapat merangsang produksi sel darah

merah adalah sebuah hormon yang dibentuk dalam ginjal (90%)

dan hati, yaitu eritropoietin. Bila tidak ada hormon ini, maka

ketika dalam keadaan hipoksia pun, tubuh tidak akan cepat

terangsang untuk membentuk eritrosit. Kadar eritropoietin tidak

boleh terlalu sedikit ataupun banyak, karena eritrosit yang dibentuk

pun menyesuaikan jumlahnya. (Guyton,1997)

Page 17: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Sedangkan, apa pentingnya asupan vitamin B12 dan asam

folat? ternyata, karena terus menerus harus memenuhi kebutuhan

akan sel darah merah, maka sel sel sumsum tulang merupakan sel

yang tumbuh dan bereproduksi paling cepat di dalam tubuh. Oleh

karena itu, pematangan dan kecepatan produksi dipengaruhi oleh

keadaan nutrisi seseorang. Vitamin b12 dan asam folat yang biasa

didapatkan pada kacang kacangan, sayur mayur maupun daging ini

rupanya berperan penting dalam pelepasan inti sel darah merah

agar menjadi matur (Guyton,1997).

Gambar 2.3 Eritropoiesis (Martini, 2012)

b. Leukopoiesis

Leukopoiesis adalah pembentukan sel darah putih (leukosit) pada sel

benih pluripoten (Brooker, 2008).

Page 18: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Gambar 2.4 Skema Hematopoiesis (http://apbrwww5.apsu.edu)

Leukosit terbentuk dari dua silsilah utama, yakni Myeloid progenitor dan

Lymphoid progenitor. Dari sisi myeloid progenitor, akan terbentuk

myeloblas yang merupakan cikal bakal sel granulosit (basophil, neutrophil

dan eosinophil) dan salah satu leukosit yang agranulosit yakni monosit.

Kemudian lymphoid progenitor akan membentuk lymphoblast yang akan

menjadi limfosit (Guyton, 2006)

Page 19: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Gambar 2.5 Fase-fase pada Hematopoiesis (http://apbrwww5.apsu.edu)

c. Trombopoiesis

Trombopoiesis adalah mekanisme pembentukan trombosit. Trombosit

merupakan sel darah yang terbentuk dari pecahan-pecahan

megakaryocyte.

2. Struktur dan fungsi normal Hemoglobin

a. Struktur Hemoglobin.

Hemoglobin merupakan pigmen utama eritrosit. Terdiri dari 2 komponen

yaitu;

1) Globin

Merupakan unit protein yang terbentuk dari 4 rantai polipeptida yang

berlipat – lipat.

2) Hem

Merupakan gugus non protein yang mengandung besi (Fe2+).

Page 20: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Setiap satu hemoglobin terdiri atas satu unit globin dan 4 gugus hem yang

masing – masing menempati satu rantai polipeptida yang menyusun globin

(Sherwood, 2009).

Karena kandungan besinya maka hemoglobin tampak kemerahan jika

berikatan dengan O2 dan keunguan jika mengalami deoksigenasi.

Gambar 2.6 Struktur Hemoglobin (Martini, 2012)

Fungsi hemoglobin antara lain (Sherwood, 2009) :

1) Hemoglobin mengikat dan mengangkut oksigen dari kapiler pulmonary ke

kapiler sistemik. Hemoglobin mengikat oksigen dengan membentuk

ikatan oksihemoglobin.

2) Hemoglobin mengikat dan mengangkut karbondioksida dari kapiler

sistemik ke kapiler pulmonary dengan membentuk ikatan

karboksihemoglobin.

3) Hemoglobin merupakan bagian dari sistem buffer protein, antara lain;

a) Sistem buffer asam amino

b) Sistem buffer protein plasma

c) Sistem buffer hemoglobin. Hb akan mengikat hidrogen asam (H+) dari

asam karbonat terionisasi yang dihasilkan di tingkat jaringan dari

Page 21: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

CO2. Hemoglobin menyangga asam agar asam ini tidak banyak

menyebabkan perubahan pH darah.

4) Hemoglobin mengangkut vasodilator yaitu nitrat diokida (NO). NO yang

bebas di jaringan akan melemaskan dan melebarkan arteriol lokal.

Vasodilatasi ini membantu menjamin kelancaran aliran O2 dan

menstabilkan tekanan darah.

Gambar 2.7 Ilustrasi buffer hemoglobin (Martini, 2012)

3. Nilai Normal Pemeriksaan Darah Lengkap

a. Eritrosit (Red Blood Cell)

Pria Dewasa : 4,5 – 6,5 juta/mm3

Wanita Dewasa : 3,9 – 5,6 juta/mm3

< 3 bulan : 4,0 – 5,6 juta/mm3

3 bulan : 3,2 – 4,5 juta/mm3

1 tahun : 3,6 – 5,0 juta/mm3

12 tahun : 4,2 – 5,2 juta/mm3

b. Leukosit (White Blood Cell)

Pria Dewasa : 4 – 11 ribu/mm3

Wanita Dewasa : 4 – 11 ribu/mm3

Bayi : 10 – 25 ribu/mm3

1 tahun : 6 – 18 ribu/mm3

Page 22: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

12 tahun : 4,5 – 13 ribu/mm3

c. Hemoglobin (Hb)

Pria Dewasa : 12,5 – 18,0 gr %

Wanita Dewasa : 11,5 – 16,5 gr %

< 3 bulan : 13,5 – 19,5 gr %

3 bulan : 9,5 – 13,5 gr %

1 tahun : 10,5 – 13,5 gr %

3 – 6 tahun : 12,0 – 14,0 gr %

10 - 12 tahun : 11,5 – 14,5 gr %

d. Hematokrit

Pria Dewasa : 47 ± 7 %

Wanita Dewasa : 42 ± 5 %

Bayi baru lahir : 54 ± 10 %

3 bulan : 38 ± 6 %

3 – 6 bulan : 40 ± 45 %

10 - 12 tahun : 41 ± 4 %

e. Trombosit (Platelet)

Nilai Normal : 150.000 – 400.000 / mm3

f. Indeks Eritrosit (MCV, MCH, dan MCHC)

MCV : 80 – 100 fl

MCH : 27 – 31 pg

MCHC : 32 – 36 %

g. Laju Endap Darah (LED)

Metode Westergreen

Pria Dewasa : 0 – 15 mm / jam

Wanita Dewasa : 0 – 20 mm / jam

h. Hitung Jenis Leukosit (Diff Count)

Eosinofil : 1 – 4 %

Basofil : 0 – 1 %

Stab : 2 – 5 %

Page 23: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Segmen : 50 – 70 %

Limfosit : 20 – 40 %

Monosit : 1 – 6 %

4. Klasifikasi anemia

a. Berdasarkan morfologi eritrosit

1) Anemia Hipokromik mikrositer

a) Anemia defisensi besi

ADB adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan

besi untuk eritropoesis, karena cadangan besi kosong (depleted

iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan

hemoglobin berkurang (Bakta, 2009).

Ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dengan hasil

laboratorium yang menunjukkan cadangan besi dalam tubuh

kosong.

Prevalensi :

ADB sering dijumpai di negara-negara berkembang atau di

negara-negara tropik. Karena sangat erat kaitannya dengan taraf

sosial ekonomi.

Etiologi :

i. Rendahnya masukan besi/faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi

total dalam makanan atau kualitas besi yang tidak baik,

contohnya pada makanan berserat, rendah vitamin C, dan

rendah daging.

ii. Gangguan absorbsi besi dalam tubuh, misalnya pada penyakit

gastrektomi dan kolitis kronik.

iii. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, misalnya

pada kanker lambung, kanker kolon, hematuria, tukak peptik,

divertikulosis, hemoroid, menorrhagia, metrorhagia, dan

infeksi cacing tambang.

Page 24: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

iv. Kebutuhan besi meningkat, misalnya pada masa pertumbuhan

dan kehamilan.

Patogenesis :

Kurangnya asupan makanan yang mengandung besi

menyebabkan cadangan besi dalam tubuh menurun. Keadaan di

mana cadangan besi menurun disebut iron depleted state atau

negative iron balance. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan

absorbsi besi dalam usus, penurunan kadar feritin serum, serta

pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila keadaan

ini berlangsung secara terus-menerus, maka cadangan besi dalam

tubuh akan menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk

eritropoesis berkurang sehingga bentuk eritrosit terganggu, akan

tetapi gejala klinik anemia belum timbul. Keadaan ini disebut iron

deficient erythropoiesis.

Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai ialah

peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc

protophorphyrin dalam eritrosit. Saturasi transferin menurun dan

total iron binding capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini

parameter yang sangat spesifik ialah peningkatan reseptor

transferin dalam serum. Apabila jumlah besi menurun terus maka

eritropoesis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai

menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer,

disebut sebagai iron deficiency anemia (Bakta, 2009).

Dampak defisiensi besi (selain menimbulkan anemia) :

i. Gangguan pada sistem neuromuskular sehingga

mengakibatkan gangguan kapasitas kerja;

ii. Gangguan terhadap proses mental dan kecerdasan;

iii. Gangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi;

iv. Gangguan terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya;

Page 25: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

v. Penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom dan gliserofosfat

oksidase yang dapat menyebabkan gangguan glikolisis yang

berakibat penumpukan asam laktat sehingga mempercepat

kelelahan otot;

vi. Menurunkan kesegaran jasmani dan produktivitas kerja; dan

vii. Gangguan kognitif maupun non-kognitif pada anak dan bayi

sehingga dapat menurunkan kapasitas belajar.

Gejala anemia defisiensi besi :

Gejala umum :

- Kadar Hb < 7-8 g/dl mengakibatkan badan lemah, lesu, cepat

lelah, mata berkunang-kunang, dan telinga mendenging.

- Pemeriksaan fisik menunjukkan kondisi pasien pucat.

Gejala khusus :

- Koilonychia atau kuku sendok (spoon nail), kuku cekung,

bergaris-garis vertikal, dan rapuh

- Atrofi papil lidah, sehingga permukaan lidah menjadi licin dan

mengkilap karena papil lidah menghilang.

- Stomatitis angularis (cheilosis) : radang pada sudut mulut yang

tampak sebagai bercak pucat keputihan.

- Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.

- Atrofi mukosa gaster sehingga menyebabkan akhloridia.

- Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim,

seperti tanah liat, lem, dan lain-lain.

Metabolisme Besi

Salah satu unsur yang dibutuhkan oleh tubuh adalah unsure

besi. Besi terbagi dalam 3 bagian yaitu senyawa besi fungsional, besi

Page 26: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

cadangan dan besi transport. Besi fungsional yaitu besi yang

membentuk senyawa yang berfungsi dalam tubuh terdiri dari

hemoglobin, mioglobin dan berbagai jenis ensim. Bagian kedua adalah

besi transportasi yaitu transferin, besi yang berikatan dengan protein

tertentu untuk mengangkut besi dari satu bagian ke bagian lainya.

Bagian ketiga adalah besi cadangan yaitu feritin dan hemosiderin,

senyawa besi ini dipersiapkan bila masukan besi diet berkurang. Besi

membutuhkan protein transferin, reseptor transferin dan feritin agar

dapat berfungsi dalam tubuh manusia yang akan berperan sebagai

penyedia dan penyimpan besi dalam tubuh dan iron regulatory

proteins (IRPs) untuk mengatur suplai besi.

Transferin merupakan protein pembawa yang mengangkut besi

plasma dan cairan ekstraseluler untuk memenuhi kebutuhan tubuh

(Hoffman, 2000). Reseptor transferin adalah suatu glycoprotein yang

terletak pada membran sel yang berperan mengikat transferin-besi

komplek dan selanjutnya diinternalisasi ke dalam vesikel untuk

melepaskan besi ke intraseluler. Kompleks transferin-reseptor

transferin selanjutnya kembali ke dinding sel, dan apotransferin

dibebaskan ke dalam plasma. Feritin sebagai protein penyimpan besi

yang bersifat nontoksik akan dimobilisasi saat dibutuhkan. Iron

regulatory proteins (IRP-1 dan IRP-2 yang dikenal sebagai iron

responsive element-binding proteins [IRE-BPs], iron regulatory

factors [IRFs], ferritin-repressor proteins [FRPs] dan p90) merupakan

messenger ribonucleic acid (mRNA) yang mengkoordinasikan

ekspresi intraseluler dari reseptor transferin, feritin dan protein penting

lainnya yang berperan dalam metabolisme besi.

Page 27: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Gambar 2.8 Struktur protein transport (Beutler at al, 2000)

Bagian A adalah struktur apotransferin. Secara skematik

struktur apotransferin terdiri atas cincin polipeptid yang terbagi dalam

dua lobus, masing-masing berbentuk elip dan mengandung single

iron-binding site yang ditampilkan dengan sebuah tanda titik. Setiap

lobus disusun dengan dua domain yang berbeda, diberi label I dan II.

Selain itu dikenal juga adanya dua lobus yaitu lobus N-terminal dan C-

terminal. Bagian B adalah reseptor transferin. Skema di atas

menampilkan reseptor transferin di atas permukaan sel. Transferin

reseptor merupakan dimer glikoprotein transmembran terdiri atas dua

subunit yang identik dihubungkan dengan ikatan disulfide. Transferin

reseptor bersifat ampipatik dengan ekor sitoplasmik hidrofilik yang

kecil dan domain ekstraseluler hidropilik yang luas. Reseptor dapat

mengikat dua molekul transferin (Beutler at al, 2000).

b) Thalasemia

Adalah sekelompok heterogen gangguan genetik pada sintesis Hb

yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai

globin.

Page 28: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

c) Anemia akibat penyakit kronis

Anemia ini hampir mirip dengan anemia defisiensi besi, namun

perbedaanya terletak pada penyebabnya. Pada anemia akibat

penyakit kronis adalah adanya sekuestrasi zat besi di dalam sel

sistem retikuloendotel akibat terjadi inflamasi.

d) Anemia sideroblastik

Anemia ini terjadi karena abnormalitas metabolisme besi pada

eritrosit

2) Anemia normokromik normositer

Di antara beberapa jenis anemia, inilah beberapa contoh anemia

normokromik normositer

a) Anemia pasca perdarahan akut

Anemia ini terjadi karena berkurangnya jumlah darah (eritrosit)

karena perdarahan yang masiv.

b) Anemia aplastik

Aplastic anemia (hispoplastik) didefinisikan sebagai

pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sum-sum tulang

(hoffbbrand et al, 2005). Definisi yang lain menyebutkan bahwa

anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk di

sumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian (Price &

Wilson, 1994).

Anemia aplastik memiliki angka insidensi sekitar 2-6 kasus per

1 juta penduduk per tahun. Biasanya muncul pada usia 15-25 tahun

tergantung letak geografis wilayahnya. Di AS dan eropa sebagian

besar pasien berumur antara15-24 tahun. Dari cina dilaporkan

bahwa sebagian besar kasus anemia aplastik mengenai perempuan

berumur > 50 tahun dan laki-laki berumur > 60 tahun. Perjalanan

penyakit pada pria lebih berat daripada perempuan (Widjanarko

dkk , 2004)

Page 29: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Etiologi

Penyebab anemia aplastik ada bermacam-macam, kebanyakan

bersifat idiopatik didapat (tanpa diketahui penyebabnya). Akan

tetapi belakangan telah diketahui penyebab anemia aplastik yang

lain, seperti sinar radiasi, kemoterapi, obat-obatan serta senyawa

kimia tertentu(benzene). Penyebab yang lain adalah kehamilan,

hepatitis viral, dan fasciitis eosinofilik (widjanarko dkk, 2004).

Ada beberapa yang menyebutkan bahwa penyebab anemia aplastik

di bagi menjadi 2 yaitu penyebab primer dan penyebab sekunder

(Price & Wilson, 1994). Penyebab primer meliputi kongenital

(jenis fanconi dan non fanconi) dan idiopatik didapat, sementara

penyebab sekunder terdiri dari radiasi pengion karena pemajanan

tidak sengaja (radioterapi, isotop radioaktif, stasiun pembangkit

tenaga nuklir), zat kimia (seperti benzene dan pelarut organic lain,

TNT, insektisida, pewarna rambut, klordan, DDT), obat-obatan

(busulfan, siklofosfamid, antrasiklin, nitrosourea), dan infeksi

(hepatitis virus). Agen antineoplastik atau sitotoksik juga bisa

menyebabkan terjadinya anemia aplastik (Price & Wilson, 1994).

Patogenesis

Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya adalah

pengurangan yang bermakna dalam jumlah sel induk pluripotensial

hemopoietik, dan kelainan pada sel induk yang ada atau reaksi

imun terhadap sel induk tersebut, yang membuatnya tidak mampu

dan berdiferensiasi secukupnya untuk mengisi sum-sum tulang

(Hoffbbrand et al, 2005). Anemia aplastik terkait obat terjadi

karena hipersensitivitas atau dosis obat yang berlebihan

(Widjanarko dkk, 2004). Obat-obat yang diketahui dapat

menyebabkan anemia aplastik, dari antibiotik didapati nama

Page 30: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

kloramfenikol, kemudian dari jenis hipoglikemik oral ada

tolbutamid, didapati juga pada obat anti inflamasi seperti

fenilbutazon, dan yang terakhir diketahui dari obat antineoplastik

yang sebagian besar menyebabkan anemia aplastik seperti

mekloretamin hidroklorida, siklofosfamid, vinkristin, metotreksat,

serta merkaptopurin.

Dari penyakit infeksi dilaporkan juga dapat menyebabkan

anemia aplastik baik sementara maupun permanen, seperti EBV,

dengue, dan hepatitis virus. Pada CMV melalui gangguan pada sel-

sel stroma sumsum tulang dapat menekan produksi sel sum sum

tulang, sehingga mengakibatkan aplasia pada sum sum tulang yang

berujung pada terjadinya keadaan pansitopemia sehingga timbul

anemia aplastik.

Pada kehamilan, terkadang ditemukan keadaan pansitopenia

yang kemudian disertai anemia aplastik sementara (widjanarko

dkk, 2004). Kemungkinan terbesar penyebabnya estrogen pada

seorang dengan predisposisi genetik, adanya zat penghambat

dalam darah atau tidak ada perangsang hematopoiesis.

c) Anemia pada gagal ginjal kronik

Ada empat mekanisme sebagai penyebab anemia pada GGK, yaitu:

i. Defisiensi eritropoietin (Epo)

Pemendekan panjang hidup eritrosit

hemolisis

hipersplenisme

ii. transfusi berulang

iii. Metabolit toksik yang merupakan inhibitor eritropoesis

iv. Kecenderungan berdarah karena trombopati

3) Anemia Makrositer

Page 31: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

a) Anemia Megaloblastik

Anemia ini termasuk dalam anemia makrositik. Gangguan

yang terjadi pada sintesis DNA yang terjadi karena terbentuknya

sel megaloblastik. Anemia yang terjadi akibat kurangnya asupan

asam folat dan vitamin B12 ini akan terganggu pada saat sintesis

DNA sel eritoblas, maturasi sel pada inti akan lebih lambat.

Dampak yang terjadi yaitu melonggarnya jarak antar kromatin dan

menyebabkan ukuran sel menjadi lebih besar dari ukuran biasanya,

sel ini disebut sebagai sel megaloblas. Sel megaloblas akan

dihancurkan di sumsum tulang sebelum sel menjadi eritrosit

sehingga terjadilah eritropoesis inefektif (pembentukan eritrosit

yang tidak efektif). Beberapa gejala yang dapat ditemukan yaitu

diare, kehilangan nafsu makan, dan radang pada lidah. Untuk lebih

membantu diagnosis dapat dilakukan tes laboratorium yang

beberapa hasilnya akan menunjukkan jumlah retikulosit menurun,

MCV (Mean Corpuscular Volume) meningkat, MCHC (Mean

Corpuscular Hemoglobin Concentration) normal, hipersegmen

neutrofil, trombosit menurun, seri myeloid berukuran giant dan

granulositnya hipersegmen (Soenarto, 2006).

5. Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi

Ada dua terapi yang dapat digunakan untuk memperkuat diagnosis

terhadap anemia defisiensi besi, yaitu:

a. Terapi besi oral, terapi ini merupakan cara pertama yang efektif, murah,

dan aman. Preparat yang digunakan adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus)

dan dosis anjuran yang digunakan 3 x 200 mg. Pemberian dosis ini dapat

mengakibatkan absorsi besi 50 mg per hari dapat meningkatkan

eritropoesis dua sampai tiga kali dari normal. Pengobatan ini diberikan 3

hingga 6 bulan, ada juga yang hingga 12 bulan. Sebaiknya diberikan juga

Page 32: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

dosis pemeliharaan dengan 100 sampai 200 mg agar anemia tidak kambuh

kembali.

b. Terapi besi parenteral. Terapi ini termasuk yang sangat efektif tetspi

risiko yang dapat ditimbulkannya juga besar dan harganya lebih tidak

terjangkau. Ada beberapa indikasi yang baik untuk diberikan terapi ini,

seperti: 1) tidak toleransi pada pemberian besi parenteral; 2) tidak patuh

pada obat; 3) gangguan pencernaan jika diberikan besi; 4) penyerapan besi

terganggu; 5) keadaan banyak kehilangan darah; 6) sedang banyak

membutuhkan asupan besi; 7) defisiensi besi fungsional relatif seperti

pada anemia gagal ginjal kronik.

6. Prognosis Anemia Defisiensi Besi

Prognosis dari anak A yang mengalami ADB baik, karena anemia ini masih

dapat diobati, dengan terapi yang sudah disebutkan, dan menambah asupan

besi.

Page 33: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami diperoleh kesimpulan bahwa kasus

pada diskusi kami kali ini adalah mengenai kelainan pada eritrosit, yakni anemia.

Pada kasus, anak A menunjukkan beberapa tanda bahwa ia terkena anemia. Setelah

melakukan diskusi, dan menerima beberapa info yang berkaitan dengan kondisi sang

anak, dipastikan bahwa anak ini menderita anemia mikrositik hipokromik akibat

gangguan metabolisme besi, yakni defisiensi besi.

Terapi yang diberikan adalah pemberian ferrous sulphat dengan dosis anjuran

yang digunakan 3 x 200 mg. Selain itu, dengan meningkatkan asupan besi pada anak

A akan memperbaiki kandungan gizi pada tubuhnya dan dapat menghindari anak

tersebut terkena anemia kembali.

Page 34: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

DAFTAR PUSTAKA

Ani, Luh Seri. 2011. Metabolisme Zat Besi Pada Tubuh Manusia. Bali: IKK-IKP

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Anonim. 2012. Pemeriksaan laboratorium. Diakses di http://prodia.co.id/ pada 12

September 2012

Bain, Barbara J. 2003. A – Z Haematology. Malden: Blackwell Publishing.

Bakta, I Made. 2006. Pendekatan Terhadap Penyakit Anemia. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI.

Bakta, I Made, dan Tjokorda Gde Dharmayuda. 2006. Anemia Defisiensi besi. Buku

Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Bakta, I Made. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Brooker, Chris. 2008. Ensiklopedi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Dorland. 1996. Kamus Kedokteran Dorland edisi 25. Jakarta: EGC.

Guyton, Arthur C.Hall, John E.1997. Fisiologi Manusia, Edisi 9. Jakarta: ECG

Handayani, Wiwik. Andi Sulistyo Haribowo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan

pada Klien dengan Gangguan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

Hoffbrand,A.V., Petit,T.E., and Moss, P.A.H., Kapita Selekta Hemayologi, edisi 4,

EGC. Jakarta

Mehta, Atul. 2009. At a glance Hematology. Jakarta: Erlanggga.

Martini, Frederic H., Nath, Judi L., Bartholomew,Edwin F.2012. Fundamentals of

Anatomy Physiology : 9th edition. San Fransisco: Pearson.

Para Kontributor PubMed Health.”Hemolytic Anemia”.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0001597/ (diakses tanggal 10

september 2012)

Sherwood, Lauralee. 2009. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem edisi 6. Jakarta:

EGC

Page 35: Laporan Pbl i Hi Fix 2012

Soenarto. 2006. Anemia Megaloblastik. Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi

V. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FK

UI

Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Interna Publishing

Tim PK. 2012. Buku Petunjuk Praktikum PK. Purwokerto

Tortora, Gerard J., Derrickson,Brian.2009. Principles of Anatomy and Physiology.

Denver: John Wiley & Sons, Inc.

W.B Saunders.1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC

Widjanarko A., Sudoyo AW., Salonder H. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan 4,

Jakarta : EGC

Wilson & Price, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, edisi 4,

Jakarta : EGC

Windiastuti, Endang.”Anemia Defisiensi Besi Pada Bayi dan

Anak.”.http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?

q=20125795911(diakses tanggal 10 September 2012)


Recommended