+ All Categories
Home > Documents > Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Date post: 13-Aug-2015
Category:
Upload: dasep-padilah
View: 72 times
Download: 4 times
Share this document with a friend
Popular Tags:
44
Laporan Praktek Lapangan - Home Visit Gizi Kurang dengan ISPA Disusun oleh Kelompok 6 C : Yuni Purwati G1A010059 Zafir Jehan Andika G1A010060 Dasep Padilah G1A010062 Ad’ha Yulina N. S G1A008087 Pembimbing : dr. Tri Okmawati Handini NIP : Puskesmas Kalibagor
Transcript
Page 1: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Laporan Praktek Lapangan - Home Visit

Gizi Kurang dengan ISPA

Disusun oleh

Kelompok 6 C :

Yuni Purwati G1A010059

Zafir Jehan Andika G1A010060

Dasep Padilah G1A010062

Ad’ha Yulina N. S G1A008087

Pembimbing : dr. Tri Okmawati Handini

NIP :

Puskesmas Kalibagor

BLOK EARLY CLINICAL AND COMMUNITY EXPOSURE I

JURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

NOVEMBER 2012

Page 2: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Halaman Pengesahan

Laporan Home Visit

Gizi Kurang dengan ISPA

Oleh:

Kelompok 6C

Yuni Purwati G1A010059

Zafir Jehan Andika G1A010060

Dasep Padilah G1A010062

Ad’ha Yulina N G1A008087

Telah dipresentasikan pada :

Hari : Rabu

Tanggal : 28 November 2012

Preseptor Fakultas

dr. Tri Okmawati Handini

NIP.

Page 3: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

I. KARAKTERISTIK DEMOGRAFI KELUARGA

Nama KK : Ratimin

Usia : 42 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pendidikan : SMP/ Sederajat

Alamat lengkap : Desa Karangdadap RT 02 RW 04 Kecamatan Kalibagor, Banyumas

Nama Pasangan : Sumarni

Usia : 31 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pendidikan : SLTA / Sederajat

Alamat lengkap : Desa Karangdadap RT 02 RW 04 Kecamatan Kalibagor, Banyumas

Bentuk Keluarga : Nuclear Family

Tabel 1.1. Daftar Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah

Nama

Kedudukan

dalam

Rumahtangga

L/P UsiaPendidika

nPekerjaan Ket

Ratimin KK L 42 SMP buruh  

Sumarni Istri P 31 SLTA buruh  

Anak P 9 SD Pelajar

Firman

Dwi

Aditya

Anak L 20

bln

10

hari

Page 4: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

II. STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Firman Dwi Aditya

Umur : 20 Bulan 10 Hari

Jenis kelamin : Laki-laki

Alamat : Desa Karangdadap RT 02 RW 04 Kecamatan Kalibagor, Banyumas

Status : Belum menikah

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Kewarganegaraan : Indonesia

Pekerjaan : -

Pendidikan : -

Penghasilan/bulan : -

Tanggal periksa : 26 November 2012

B. ANAMNESIS

1.Keluhan Utama : berat badan menurun

2.Riwayat Penyakit Sekarang :

a. Onset : 2 bulan yang lalu

b. Lokasi : -

c. Kronologi : semenjak Ny. Sumarni menggunakan KB suntik

produksi ASI semakin menurun dan anak mulai susah makan makanan pendamping

ASI sehingga berat badan turun akibatnya daya tahan tubuhnya kurang baik sering

batuk pilek.

d. Kualitas : -

e. Kuantitas : -

f. Faktor yang memperberat : -

g. Faktor yang memperingan : -

h. Gejala penyerta : batuk, pilek, demam dan kadang diare

Page 5: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

3.Riwayat Penyakit Dahulu:

a. Penyakit dahulu : sering batuk pilek, kadang demam disertai diare.

b. Riwayat obat-obatan : pengobatan simptomatis batuk, pilek, demam dan diare

c. Riwayat kecelakaan : -

d. Riwayat alergi : -

4.Riwayat Penyakit Keluarga dan lingkungan

Kakak perempuan Firman alergi terhadap telur

5.Riwayat Sosial Ekonomi

a. Komunitas : Bermain dengan kakak perempuan dan anak tetangga

b. Pekerjaan : -

c. Diet : ASI, MP ASI (dari puskesmas), nasi, sayur (bayam), lauk pauk

(ayam, lele), kebiasaan jajan sembarangan tidak ada.

d. Perilaku : terkadang bermain di luar rumah tanpa alas kaki

6.Review of System

a. Kepala : Dalam batas normal

b. Mata : Dalam batas normal

c. Telinga : Dalam batas normal

d. Tenggorokan : Tampak sedikit hipermeis

e. Pernapasan : Dalam batas normal

f. Kadiovaskuler : Dalam batas normal

g. Gastrointestinal : Dalam batas normal

h. Genitourinaria : Dalam batas normal

i. Neurologi : Dalam batas normal

C. PEMERIKSAAN FISIK

Senin, 26 November 2012

1. Keadaan Umum

Compos mentis dan rewel

2. Tanda-tanda vital

Page 6: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

a. Suhu : 380C

b. Tekanan darah: 100/70 mmHg

c. Nadi : 115 kali/menit

d. RR : 26 kali/menit

3. Status gizi :

BB : 7,6 kg

PB : 72 cm

Kesan : anak tampak kurus

4. Kulit : dalam batas normal

5. Kepala : dalam batas normal

6. Mata : dalam batas normal

7. Hidung : tampak discharge

8. Gigi dan Mulut : sudah tumbuh gigi susu, sudah tumbuh 12 buah.

9. Telinga : dalam batas normal

10. Tenggorok : tampak sedikit hiperemis

11. Leher : dalam batas normal

12. Thoraks : dalam batas normal

13. Jantung : dalam batas normal

14. Paru : dalam batas normal

15. Abdomen :

Inspeksi : perut datar

Auskultasi : bising usus positif normal

Perkusi : dalam batas normal

Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

16. Extremitas superior : dalam batas normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

III. IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI KELUARGA

A. Fungsi Holistik

Page 7: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

1. Fungsi biologis

Keluarga penderita terdiri dari ayah (Tn. Ratimin, 42 Tahun), ibu (Ny. Sumarni, 31

Tahun), kakak perempuan (9 Tahun), dan penderita itu sendiri (Firman Dwi Aditya, 20

bulan). Mereka tinggal dalam satu rumah beranggotakan ayah, ibu dan 2 orang anak.

2. Fungsi psikologis

Hubungan keluarga mereka secara umum terjalin sangat baik, terbukti dengan

permasalahan – permasalahan yang ada diatasi dengan bersama – sama dalam keluarga

ini serta ibu sangat peduli dengan kesehatan anak.

3. Fungsi sosial

Ibu dan ayah penderita ikut dalam salah satu kegiatan masyarakat yaitu arisan di

RT/RW setempat. Penderita tidak merasa terganggu dengan keadaan fisiknya, dia

masih bias bermain denga kakak perempuannya dan tetangga sekitar rumah.

4. Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan

Penghasilan keluarga ini berasal dari ayah dan terkadang ibu penderita. Ayah dan ibu

bekerja sebagai buruh. Penghasilan dari keduanya sudah cukup untuk memenuhi

kebutuhan sehari hari keluarga tersebut.

Kesimpulan :

Dari poin satu sampai empat dari fungsi holistik keluarga penderita berbentuk nuclear family

yaitu suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan 2 orang anaknya yang tinggal dalam satu

rumah tanpa tambahan anggota keluarga lain (Notoatmojo, 2003).

B. Fungsi fisiologis

Terwujudnya keluarga sejahtera adalah cita-cita semua pihak. Karena apabaila keluarga

sejahtera tersebut berhasil diwujudkan maka berarti telah terwujud pula keluarga yang

sehat (healthy family). Untuk dapat mengukur sehat atau tidaknya suatu keluarga

dikembangkanlah suatu metode penilaian sederhana yang dikenal dengan nama APGAR

Page 8: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Keluarga (Family APGAR). Kelima fungsi keluarga yang dinilai pada APGAR keluarga

adalah:

1. Adaptasi (Adaptation)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga dalam menerima bantuan yang diperlukan

dari anggota keluarga lainnya.

2. Kemitraan (Partership)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kominukasi, urun rembuk dalam

mengambil suatu keputusan dan atau menyelesaikan suatu masalah yang sedang

dihadapi dengan anggota keluarga lainnya.

3. Pertumbuhan (Growth)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebebasan yang diberikan

keluarga dalam mematangkan pertumbuhan atau kedewasaan setiap anggota keluarga.

4. Kasih sayang (Affection)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih sayang serta interaksi

emosional yang berlangsung dalam keluarga.

5. Kebersamaan (Resolve)

Dinilai tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam membagi

waktu, kekayaan dan ruang antar anggota keluarga (Goleman, 2000).

Untuk setiap jawaban sering/selalu diberikan nilai 2, jawaban kadang-kadang diberikan

nilai 1, sedangkan jawaban jarang/tidak pernah diberikan nilai 0. Bila hasil penjumlahan

kelima nilai diatas adalah:

1. 7 – 10 berarti keluarga yang dinilai adalah sehat, dalam arti setiap anggota keluarga

saling mendukung satu sama lain.

2. 4 – 6 berarti keluarga yang dinilai adalah kurang sehat, dalam arti hubungan antar

anggota keluarga masih perlu untuk lebih ditingkatkan.

3. 0 – 3 berarti keluarga yang dinilai sama sekali tidak sehat, dalam arti sangat

memerlukan banyak perbaikan untuk lebih meningkatkan hubungan antar anggota

keluarga (Notoatmojo, 2003).

Page 9: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Untuk mempermudah penilaian, APGAR keluarga biasanya dituangkan dalam formulir

isian sebagai berikut:

Tabel 3.1. Skor APGAR Ny. Sumarni

N

o

A.P.G.A.R Tn. Warsito Rachtomo

Nolopitono terhadap keluarga

SERING

/

SELAL

U

(2)

KADANG-

KADANG

(1)

JARAN

G/

TIDAK

(0)

1

2

3

4

5

Saya puas bahwa saya dapat kembali

kepada keluarga saya, bila saya

menghadapi masalah.

Saya puas dengan cara-cara keluarga saya

membahas serta membagi masalah dengan

saya.

Saya puas bahwa keluarga saya menerima

dan mendukung keinginan saya

melaksanakan kegiatan dan ataupun arah

hidup yang baru.

Saya puas dengan cara-cara keluarga saya

menyatakan rasa kasih sayang dan

menanggapi emosi

Saya puas dengan cara-cara keluarga saya

membagi waktu bersama

Total point = 9

C. Fungsi Psikologik

Penilaian menggunakan SCREEM (Social, Cultural, Religius, Economic, Education,

Medication)

Tabel 3.4. Skor SCREEM keluarga Tn. Ratimin

Sumber Patologi Keterangan

Social Interaksi sosial antar anggota keluarga dan -

Page 10: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

anggota masyarakat cukup baik.

Culture Kepuasan atau kebanggaan terhadap

budaya sangat baik.

-

Religius Pemahaman agama baik. -

Economic Ekonomi keluarga cenderung kurang stabil

walau sumber penghasilan keluarga berasal

dari ayah dan ibu penderita.

-

Education Pendidikan dan pengetahuan anggota

keluarga kurang.

-

Medical Tidak mempunyai asuransi kesehatan

namun keluarga sangat memperhatikan

kesehatan keluarga.

-

D. Fungsi Genetik, dijelaskan dengan Genogram

Keterangan :

: laki-laki : perempuan

: klien : menikah

20 bulan

42th

9th

40th 38th 33th 31th

Page 11: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Gambar 3.1. Genogram Keluarga Tn. Ratimin

(Gan, Azwar, dan Wonodirekso, 2004; Rakel, 2002)

IV. Identifikasi Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan

A. Faktor perilaku keluarga

Faktor perilaku dapat dinilai dari tingkat pengetahuan, sikap, dan tindakan.

Tingkat pengetahuan keluarga dan penderita tentang kesehatan sudah cukup baik.

Hal ini dapat dilihat dari keikutsertaan dalam kegiatan program kesehatan seperti

Posyandu, dan penerapan akan pengetahuan kesehatannya dalam kehidupan sehari-

hari sudah cukup baik.

Tingkat pengetahuan ini diikuti dengan sikap yang baik pula oleh keluarga Tn.

Ratimin. Keluarga Tn. Ratimin sangat peduli dengan kesehatan anaknya, yaitu dengan

mencoba mencari cara agar anaknya nafsu makan meningkat dan berobat ke pelayanan

kesehatan apabila sakit. Namun, tindakan tentang kesehtan keluarga ini belum

sepenuhnya didukung dengan lingkungan sekitar dan pengaruh ekonomi keluarga.

B. Faktor non perilaku

Faktor nonperilaku dapat dinilai dari lingkungan rumah keluarga dan pelayanan

kesehatan.

1. Lingkungan rumah keluarga Tn. Ratimin

terasKamar tidur utama

Ruang tamu

Kamar tidur

Ruang keluarga

WC dapur

Page 12: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Gambar 4.1. Skematis Rumah Tn. Ratimin

Rumah keluarga pasien berlokasi di desa dan jauh dari jalan besar. Kepemilikan rumah

keluarga pasien adalah sendiri. Bentuk bangunan keluarga pasien permanen dan tidak

bertingkat.

a. Luas bangunan rumah

Luas rumah keluarga pasien adalah 200 m2, jumlah orang dalam satu rumah adalah

sebanyak 4 orang. Perbandingan luas rumah dengan jumlah penghuni adalah 50

m2/orang. Syarat rumah sehat adalah memenuhi luas rumah yang optimum yaitu

2,5-3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga). Dapat disimpulkan bahwa

perbandingan luas bangunan rumah terhadap jumlah penghuni rumah keluarga

pasien telah memenuhi kriteria rumah sehat (Notoatmodjo, 2003).

b. Bahan bangunan

Bahan bangunan berguna dalam membentuk lantai, dinding, atap, tiang, kaso, dan

reng. Bahan bangunan merupakan hal yang penting ditinjau guna mewujudkan

rumah sehat. Berikut ini adalah kondisi bahan bangunan rumah keluarga pasien :

1) Lantai rumah kedap air

2) Dinding rumah terbuat dari tembok.

3) Atap rumah terbuat dari genteng.

Semua bahan bangunan yang digunakan dalam pembangunan rumah keluarga

pasien telah memenuhi kriteria rumah sehat yang disesuaikan dengan kondisi

tempat tinggal pasien ditinjau dari bahan bangunan yang membentuknya karena

bahan bangunan yang digunakan sesuai dengan daerah tropis, Indonesia. Bahan

bangunan yang digunakan dalam pembuatan sebuah rumah perlu disesuaikan

dengan kondisi lingkungannya (Notoatmodjo, 2003).

c. Ruangan

Rungan dalam rumah keluarga pasien terdiri dari dua kamar tidur, satu dapur, satu

gudang, dua kamar mandi, satu ruang keluarga, dan satu ruang serbaguna.

2. Pelayanan kesehatan

Page 13: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Dalam mencari pelayanan kesehatan, keluarga penderita tidak memiliki asuransi

kesehatan baik dari tempat bekerja maupun daerah namun keluarga tersebut sangat

perhatian dengan kesehatan.Terbukti dengan segera mencari layanan kesehatan apabila

ada masalah kesehatan .

: Faktor Perilaku

: Faktor Non Perilaku

Gambar 4.2. Faktor Perilaku dan Nonperilaku Keluarga Tn. Ratimin

Dari faktor perilaku dan nonperilaku di atas, maka dikelompokkan menjadi faktor risiko

eksternal dan faktor risiko internal. Berdasarkan kasus, faktor –faktor yang bermasalah adalah

faktor tindakan dan lingkungan rumah. Jika diklasifikasikan berdasarkan bisa atau tidaknya

diintervensi, maka faktor tindakan termasuk faktor atau masalah yang dapat diintervesi,

sedangkan lingkungan rumah merupakan masalah yang tidak dapat diintervensi.

Tabel 4.1. Faktor yang Dapat dan Tidak Dapat Diintervensi

Faktor yang dapat diintervensi Faktor yang tidak dapat diintervensi

Keluarga Tn. Ratimin

Pengetahuan :Pengetahuan akan faktor-faktor risiko

baik

Lingkungan:Ventilasi kamar anak<10% luas lantai, lantai berdebu

dan tidak rata

Keturunan:Adanya anggota keluarga lain (sepupu) menderita

gizi kurang

Pelayanan Kesehatan:Tidak adanya jaminan

kesehatanTindakan:

Sudah mencoba berbagai cara untuk mengatasi malnutrisi

Sikap:Keluarga setuju bahwa

faktor-faktor risiko tertentu dapat menyebabkan

malnutrisi

Page 14: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Tindakan (perilaku)

a. Penderita

1) Penderita susah makan

2) Sering bermain tanpa alas kaki

b. Keluarga

1) ASI tidak lancar

2) Sepupu ada yang pernah

menderita malnutrisi

Lingkungan rumah

a. Ventilasi kamar anak < 10% dari luas

lantai

b. Lantai tidak rata dan berdebu

c. Banyak tetangga yang mengalami

infeksi saluran pernafasan dan tidak

mengetahui cara mencegah penularan

C. DIAGNOSTIK HOLISTIK & PENANGANAN KOMPREHENSIF

Diagnostic holistik (Multiple Aspek) meliputi :

a) Aspek Personal

Alasan Kedatangan (RFE):

1. KU (Idea)

Berat badan dibawah garis merah pada KMS.

2. Keluhan penyerta (Concern)

Cengeng, Rewel, Batuk, Pilek, Susah makan.

3. Harapan Pasien atau Keluarga (Expected)

Pasien dapat sembuh dari penyakitnya dan pertumbuhan serta

perkembangan pasien menjadi lebih baik (Sesuai KMS) yaitu beratt badan

berada di atas garis merah.

4. Kekhawatiran Pasien atau Keluarga (Anxiety)

Kekhawatiran keluarga pasien adalah pasien terus sulit makan dan

mengalami Gizi buruk serta mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan

perkembangannya.

b) Aspek Klinis

1. Diagnostik Kerja

Gizi kurang dengan ISPA

2. DD

Page 15: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

- Kwarsiorkor

- Marasmus

- Marasmik-Kwarsiorkhor

c) Aspek Faktor Risiko Internal (Intrinsik)

Pasien berusia 20 Bulan + 10 hari, berjenis kelamin laki-laki, Pasien

berwarga negara Indonesia, dan bersuku jawa, pasien sangat sulit untuk makan,

nafsu makan pasien sangat rendah, pasien terlihat rewel dan cengeng, pasien juga

gemar bermain diluar rumah dimana keadaan diluar rumah banyak kebun dan

tanah yang lembab terlebih lagi jika musim hujan.

d) Aspek Faktor Risiko Eksternal (Extrinsik)

Perilaku sakit anggota Keluarga Pasien terutama Ibunya sangat perhatian

dan khawatir dengan kondisi pasien, Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya

di rumahnya yang luasnya 66 ubin, dengan lantai yang belum di plester dan

dengan ventilasi dan pencahayaan rumah yang sangat minim. Ayah pasien yang

berusia 42 tahun adalah tamatan SMP yang bekerja sebagai Buruh dengan

penghasilan Rp 20.000 /Bulan, Ibu pasien yang berusia 31 tahun merupakan

tamatan SMEA yang tidak bekerja, jadi pengahsilan keluarga pasien perbulan

adalah Rp 20.000. Keadaan lingkungan sekitar rumah pasien tidak terlalu

berdekatan dan keadaan rumah tetangganya hampir mirip dengan keadaan rumah

pasien. Rumah pasien terletak di dekat sungai dan hutan bambu, Luas tanah 66

ubin dengan lantai yang belum di plester dan belum di keramik, dinding rumah

juga belum di cat, terdiri dari 2 kamar tidur, dan Dapur menggunakan tungku

untuk memasak. ventilasi rumah serta pencahayaan rumah juga sangat kurang.

e) Aspek skala skor (derajat keparahan penyakit):

Skala Skor pada pasien adalah 1. Karena dilihat dari aspek social penilaian

fungsi, terlihat pasien masih dapat beraktivitas normal serta bermain dengan

teman-temannya.

Page 16: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Penanganan Komprehensif meliputi :

a) Personal care:

1. Initial Plan :

- Pemeriksaan/kunjungan di posyandu (melihat KMS).

- Teruskan ASI, nutrisi harus diperbaiki dengan makanan bergizi (tinggi

karbohidrat, protein, lemak, serat, vitamin dan mineral).

- Makanan pendamping diberikan sedikit tapi sering.

- Edukasi ke Ibu tentang pentingnya menjaga Higienitas dan Sanitasi yang

baik (meningkatkan PHBS)

- Perbanyak ventilasi dan pencahayaan di dalam rumah serta menjaga

kebersihan rumah agar bebas dari debu.

- Pemberian Vitamin A dosis tinggi pada anak 1 tahun 2x yaitu pada bulan

Februari dan Agustus.

- Pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan adalah pemeriksaan Hb,

pemeriksaan urin dan pemeriksaan tinja.

- Pemeriksaan rontgen, mantoux test, pemeriksaan albumin dan globulin

(Istiono, 2009)

2. Kausatif (Medikamentosa) :

Langkah pertama dalam pengobatan adalah untuk mengoreksi

kelainan cairan dan elektrolit dan untuk mengobati setiap infeksi. Kelainan

elektrolit yang paling umum adalah hipokalemia, hipokalsemia,

hypophosphatemia, dan hypomagnesemia

a) Terapi gizi dengan pemberian susu formula sebagai tambahan ASI untuk

mempercepat pertambahan berat badan.

b) Konsumsi vitamin seperti zat besi, Vit A dosis tinggi dan yodium. Berikan

tambahan vitamin 200.000 SI dan asam folat 5 mg pada hari pertama

selanjutnya 1 mg perhari selama belum ada perbaikan.

c) Tinggi kalori dan tinggi protein cukup mineral dan vitamin makanan mudah

dicerna atau lunak dan pemberian secara bertahap. Berikan makanan tinggi

energy dan protein 60-93 gram.

(Grover, 2009).

Page 17: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Pengobatan pada ISPA antara lain :

Paracetamol digunakan ketika anak mengalami demam dengan

sediaan tablet 500 mg atau sirup 120 mg/5 ml botol 60 ml. Dosis untuk anak

1- 5 tahun 1-2 sendok teh atau 120 mg-250 mg tiap 4-6 jam. Sedangkan

antibiotik seperti amoksilin atau penicillin digunakan untuk mengobati

infeksi saluran pernafasan. Dosis yang diberikan untuk anak dengan berat

badan kurang dari 20 kg diberikan 20-40 mm/kg berat badan perhari, terbagi

dalam 3 dosis.

3. Non Medikamentosa

a. Edukasi Orang tua pasien mengenai

penyakit yang diderita pasien. Beri Pasien ASI secara teratur sampai usia

2 tahun.

b. Berikan makanan pendamping ASI

yang kaya Protein seperti telur, tempe, tahu, ikan.

c. Jaga Higienitas Pasien dan

lingkunagn tempat tinggal pasien

d. Pemberian makanan

Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-

ulang yaitu lebih sering dari biasanya (Jen M, 2010).

e. Peingkatan perilaku hidup bersih

sehat (PHBS)

Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang

berventilasi cukup, tidak berasap. (DepKes RI, 2008).

b) Family Care:

Pemantauan tumbuh kembang anak dengan rutin membawa batita ke

posyandu. Segera mencari pertolongan apabila ditemukan gangguan kesehatan.

Menjauhkan anggota keluarga yang sakit terutama penyakit menular. Menjga

kebersihan lingkungan tempat tinggal (Jen, 2010).

Page 18: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

c) Local Community Care:

Penyuluhan tentang gizi seimbang, pemantauan tumbuh kembang anak-

anak. Penyuluhan tentang PHBS dan penularan terhadap penyakit infeksi (Jen,

2010).

D. TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Gizi Kurang adalah keadaan kurang gizi pada anak berdasarkan indeks berat

badan menurut tinggi badan (BB/TB) > -3 SD - < -2 SD. Gizi Buruk adalah

keadaan kurang gizi tingkat berat pada anak berdasarkan indeks berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB) <-3 SD dan atau ditemukan tanda-tanda klinis

marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor. Marasmus adalah keadaan

gizi kurang yang ditandai dengan tampak sangat kurus, iga gambang, perut

cekung, wajah seperti orang tua dan kulit keriput.

Kwashiorkor adalah keadaan gizi kurang yang ditandai dengan edema

seluruh tubuh terutama di punggung kaki, wajah membulat dan sembab, perut

buncit, otot mengecil, pandangan mata sayu dan rambut tipis/kemerahan.

Marasmus-Kwashiorkor adalah keadaan gizi kurang dengan tanda-tanda gabungan

dari marasmus dan kwashiorkor (Depkes RI, 2008).

Ada beberapa cara menentukan status gizi pada anak, yaitu :

- Antropometri : BB/U, TB/U, BB/TB

- Klinis : - Kulit otot, jaringan lemak, mata lidah dan bibir

- Kurus, edema, otot trofi, jaringan lemak kurang,

pucat, dermatitits

- Laboratorium : darah, kemih, tinja, mantoux test, albumin

globulin, rontgen.

- Analisa diet/makanan : frekuensi makan, jumlah makanan, jenis makanan,

alergi dan intoleransi makanan.

Page 19: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Tabel 6.1 Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U,TB/U, BB/TB Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS

NoIndeks yang

dipakaiBatas

PengelompokanSebutan Status Gizi

1 BB/U < -3 SD BB sangat rendah

  - 3 s/d <-2 SD BB rendah

  - 2 s/d +2 SD BB normal

  > +2 SD BB lebih

2 TB/U < -3 SD Sangat Pendek

- 3 s/d <-2 SD Pendek

- 2 s/d +2 SD Normal

> +2 SD Tinggi

3 BB/TB < -3 SD Sangat Kurus

- 3 s/d <-2 SD Kurus

- 2 s/d +2 SD Normal

> +2 SD Gemuk

Z-Score meliputi :

1. WAZ ( Weight for Age Score )

WAZ = BB timbang – BB median ( sesuai umur )

SD low atau SD up *

2. HAZ ( Hight for Age Score )

HAZ = PB ukur – PB median ( sesuai umur )

SD low atau SD up *

3. WHZ ( Weight for Height Score )

WHZ = BB timbang – BB median (sesuai PB atau TB)

SD low atau SD up *

Z-Score untuk firman yaitu :

Page 20: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Umur

(bulan)

Anak laki-laki

Median SD low SD up

20 11,8 1,20 1,30

1. WAZ = BB timbang – BB median ( sesuai umur )

SD low

= 7,6 – 11,8

1,20

= - 3,5 BB sangat rendah

Umur

(bulan)

Anak laki-laki

Median SD low SD up

20 64,2 3,10 3,20

2. HAZ = P B timbang – P B median ( sesuai umur )

SD up

= 72 – 64,2

3,20

= + 2,4 tinggi badan normal

Panjang

(cm)

Anak laki-laki

Median SD low SD up

10,0 0,6 0,8

3. WHZ = BB timbang – B B median ( sesuai PB )

SD low

Page 21: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

= 7,6 – 10,0

0,8

= - 3 Kurus

Tabel 6.2 Penilaian Status Gizi WHO-NCHS

Klasifikasi Klinis Antropometri

Gizi buruk Tampak sangat

kurus dan atau

edem

<- 3 SD * (bila ada

edem BB bias

lebih)

Gizi kurang Kurus ≥-3 SD - < -2 SD

Gizi baik Normal -2 SD - + 2 SD

Gizi lebih Gemuk >+ 2 SD

Interpretasi hasil

Dari perhitungan Z-Score , diperoleh :

WAZ : - 3,5 ( BB sangat rendah )

HAZ : + 2,4 SD ( PB normal )

WHZ : - 3 SD (Kurus )

Kesimpulan Status Gizi : Gizi kurang

Jumlah pertumbuhan gigi berdasarkan usia

Page 22: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Gambar 6. 1 jumlah pertumbuhan gigi berdasarkan usia

Gambar 6.2 jumlah pertumbuhan gigi berdasarkan usia

Pada anak firman gigi yang telah tumbuh adalah 12 buah meliputi central

incisor, lateral incisor dan caninus. Hal ini menunjukkan pertumbuhan yang

normal (Kiegman, 2007).

B. Epidemiologi

Keadaan gizi kurang dan buruk sering dijumpai pada usia balita,

khususnya 0 - 2 tahun (Marsida, 2002).

Page 23: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

C. Tanda dan Gejala

Gambaran status gizi dapat dilihat dari KMS dimana grafik menunjukkan di

bawah garis merah. Keadaan yang terlihat mencolok pada gizi buruk adalah

hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah wajah si anak

lonjong,berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot lemah dan

atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak terlihat

seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut

hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat

badan menurut usianya (Marsida, 2002).

D. Etiologi

Status gizi penduduk dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks,

seperti keadaan social ekonomi, budaya, kesehatan, lingkungan alam, maupun

penduduk yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya (Grover, 2009).

Penyebab gizi kurang menurut UNICEF ada dua penyebab langsung terjadinya

gizi kurang yaitu pertama kurangnya asupan gizi yang berasal dari makanan. Hal

ini disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya

tidak memenuhi unsure gizi yang dibutuhkan karena alas an social dan ekonomi

yaitu kemiskinan. Kedua, akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan infeksi,

hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh sehingga tidak bisa

menyerap zat-zat makanan secara baik. Faktor lain yang dapat mengakibatkan

terjadinya gizi kurang adalah faktor ketersediaan pangan yang bergizi dan

terjangkau oleh masyarakat, perilaku dan budaya dalam pengolahan pangan dan

pengasuhan anak, serta pengelolaan yang kurang dan perawatan kesehatan yang

tidak memadai. Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) ada 3 faktor

penyebab gizi kurang pada balita yaitu : keluarga miskin, ketidaktahuan orangtua

atas pemberian gizi yang baik bagi anak, dan faktor penyakit bawaan pada anak

seperti jantung, tuberculosis, HIV/AIDS, ISPA, dan diare (Notoatmojo, 2003).

E. Factor resiko

Page 24: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Kejadian Gizi Buruk pada anak balita mengarah pada kondisi kurang gizi pada

anak balita. Kondisi kurang gizi ini secara langsung dapat dipengaruhi oleh:

a. Konsumsi makanan yang tidak adekuat

Konsumsi makanan yang tidak adekuat mengarah pada makanan yang

dikonsumsi oleh anak balita kurang memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi

yang memenuhi syarat gizi seimbang. Konsumsi makan yang tidak seimbang

akan menimbulkan ketidakcukupan pasokan zat gizi ke dalam sel-sel tubuh

(Depkes, 2008).

b. Asupan gizi yang tidak sesuai

Penyebab dari tingginya prevalensi gizi kurang secara langsung adalah

adanya asupan gizi yang tidak sesuai antara yang dikonsumsi dengan kebutuhan

tubuh, dimana asupan gizi secara tidak langsung dipengaruhi oleh pola

pengasuhan terhadap anak yang diberikan oleh ibu (Notoatmojo, 2003).

c. Konsumsi makanan PMT-P(pemberian makanan tambahan pemulihan) yang tidak

adekuat

Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi gizi buruk adalah dengan

PMT-P. PMT-P bertujuan memulihkan keadaan gizi anak balita gizi buruk

melalui pemberian makanan dengan kandungan gizi yang terukur sehingga

kebutuhan gizi balita terpenuhi. Sasaran PMT-P adalah anak balita gizi buruk

yang dirawat di tingkat rumah tangga (Notoatmojo, 2003).

d. Penyakit infeksi

Anak-anak dengan gizi buruk daya tahannya menurun sehingga mudah

terserang infeksi. Penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak dengan gizi

buruk adalah diare dan ISPA. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak

gizi buruk dengan gejala klinis umumnya disertai dengan penyakit infeksi seperti

diare, ISPA, tuberkulosis (TB) serta penyakit infeksi lainnya (Depkes, 2008).

e. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)

Bayi baru lahir memerlukan kebutuhan yang sangat spesifik karena pada

hari-hari pertama kehidupannya memerlukan adaptasi fisiologis dan psikologis

dari lingkungan intrauterin ke lingkungan ekstrauterin. Perawatan yang

Page 25: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

dibutuhkan terutama berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi,

kebersihan diri, perawatan tali pusat dan kebutuhan istirahat tidur (Depkes, 2008).

Pada bayi dengan berat lahir rendah maka perlu dilakukan perawatan yang

lebih ekstra terutama terkait dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi bayi, karena

akan berpengaruh terhadap status gizinya. Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah

bayi yang lahir kurang dari 2500 gram (2,5 kilogram). Bayi non BBLR dengan

asupan gizi kurang dari kebutuhan serta masa rentan terinfeksi kuman penyakit di

awal kehidupan dapat mengakibatkan penurunan status gizi. Angka teringgi yang

menunjukkan adanya penurunan status gizi anak balita lahir non BBLR di

Indonesia terdapat pada kelompok umur 18–24 bulan. Semakin kecil dan semakin

prematur bayi maka semakin tinggi risiko gizinya (Depkes, 2008)

F. Klasifikasi

Klasifikasi Gomes, berat badan anak dibandingkan dengan anak normal

(persentil ke-50) pada usia yang sama. Hal ini berguna untuk skrining populasi

dan evaluasi kesehatan masyarakat. (pediatrics.uchicago.edu).

Berikut adalah definisi gizi kurang (Grover Z, 2009) :

Page 26: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Singkatan :

BMI : Body Mass Index

HFA : Heigh For Age

MUAC: Mid-Upper Arm Circumference

SD : Standard Deviation

WFA : Weight for Age

WFH : World Health Organization

G. Faktor Predisposisi

Faktor yang berkaitan dengan status gizi balita dapat dilihat dari status gizi

dengan frekuensi sakit, karakteristik keluarga, faktor pengeluaran, faktor hiegine

sanitasi lingkungan, faktor akses kesehatan, faktor pola asuh, faktor perilaku ibu

dan faktor pengetahuan ibu (Istiono et al, 2009).

H. Patogenesis

Page 27: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

H. Patofisiologi

Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat

banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu :

tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan).

Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut

menentukan (William,2001).

Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk

mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.

Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak

merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan;

karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan

Page 28: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit,

sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme

protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang

segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak

dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan

asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan

ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah

protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh (William, 2001).

I. Terapi

Pemantauan terhadap gizi kurang harus dilakukan terus menerus sampai

sembuh atau anak bergizi baik (Michael, 2008).

1. Terapi perbaikan gizi (Terapi diet) :

Fase Rehabilitasi : 100 kkal atau 420 kJ /100 ml kebutuhan

kalori per hari 1. 150 kkal.

a. Terapi gizi dengan pemberian mentega, keju, susu dan minyak untuk

mempercepat berat badan.

b. Konsumsi vitamin seperti zat besi, Vit A dan yodium.

c. Tinggi kalori dan tinggi protein cukup mineral dan vitamin makanan mudah

dicerna atau lunak dan pemberian secara bertahap.

d. Berikan makanan tinggi energy dan protein 60-93 gram.

e. Pagi : nasi, telur, sayuran, minyak susu, bubuk dan gula

pasir.

Pukul 10.00 : kacang ijo, gula pasir, pisang.

Siang : nasi, daging, tempe, sayur, minyak pisang.

Pukul 16.00 : maizena, gula pasir, susu bubuk,

Malam : nasi, daging, tempe, sayur, minyak, pisang

Pukul 21.00 : biscuit, gula, susu bubuk.

Non-medikamentosa

Page 29: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

a) Beri ibu edukasi tentang pengertian, bahaya dan pencegahan terhadap

gizi kurang.

b) Ajarkan ibu untuk selalu datang ke posyandu secara rutin untuk

memeriksakan perkembangan dan pertumbuhan balita.

c) Berikan anak makanan yang tinggi kalori dan protein dengan porsi yang

sedikit-sedikit tapi sering sambil terus ditingkatkan porsinya.

d) Beri ibu edukasi untuk selalu memeriksakan kehamilannya untuk

menghindari faktor risiko lahir BBLR yang bisa berakibat gizi kurang

(Marsida, 2002).

J. Komplikasi

a. Gagal tumbuh kembang

b. Daya tahan tubuh turun sehingga mudah terserang infeksi

c. Gagal jantung

d. Infeksi

e. Gagal ginjal

f. Defisiensi mineral dan vitamin

g. Gangguan gastrointestinal (Hasan, 2002).

K. Prognosis

Tergantung dengan penanganan yang dilakukan jika memang langsung diberi

penanganan dan berat badan bisa naik maka prognosis baik (Hasan, 2002).

VII. PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Dari hasil home visit, pasien Firman menderita gizi kurang dengan ISPA.

b. Faktor resiko dominan adalah dari faktor perilaku individu yang sulit untuk

diberitahu seperti ketika anak sulit untuk makan makanan pendamping tetapi

Ny. Sumarni tidak telaten dalam memberikan makanan dengan prinsip sedikit

tapi sering.

Page 30: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

c. Fungsi keluarga pada keluarga Firman dilihat dari fungsi fisiologi dan

psikologisnya baik.

2. Saran

a. Perlu memberikan edukasi kepada Ny. Sumarni mengenai faktor resiko yang

dapat memperburuk kondisi Firman.

b. Perlu diberikan edukasi juga pada anggota keluarga yang lain mengenai, hal

hal yang harus dilakukan agar kondisi Firman segera membaik.

c. Perlu diberikan pengertian mengenai pentingnya posyandu dalam memantau

perkembangan anak.

d. Penanganan harus komprehensif

1) Mencakup semua umur

2) Mencakup pelayanan kesehatan berupa promotif, preventif, kuratif,

rehabilitative, dan paliatif

3) Memperhatikan bukan hanya aspek fisik, tapi juga masalah-masalah

sosio-psikologikal

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2008. Sistem Kewaspadaan Dini (SKD) KLB-Gizi Kurang.

Available from, URL : http://gizi.depkes.go.id/skpg/download/SKD-KLB-gibur.pdf.

Diakses pada tanggal 26 November 2012

Page 31: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Depkes. RI. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta.

Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. 2006. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi

Tengah Tahun 2006. Available from, URL :

http://www.depkes.go.id/downloads/profil/sulteng07.pdf. Diakses pada tanggal 26

November 2011.

Goleman , D. 2000. Emotional Intelligence (terj). Jakarta: Gramedia

Grover Z, Ee LC. 2009. Protein Energy Malnutrition. Pediatr Clin North Am : 56 (5) :

1055-68

Hadidjaya, P. 1994. Masalah Penyakit Kecacingan di Indonesia dan Penanggulangannya.

Maj. Kedok. Indon. 44: 215-216

Hassan, Rusepno; Alatas, Husein. 2002. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta :FKUI

http://pediatrics.uchicago.edu/chiefs/chronicdisease/documents/pearlshandout.doc

Istiono, Wahyudi. Suryadi, Heni. Haris, Muhammad. Irnizarifka. Tahitoe, Andre

Damardana. Balita. Berita Kedokteran Masyarakat : Vol. 25 No. 3 : 150-155.

Jen M, Yan AC. Syndromes associated with nutritional deficiency and excess. Clin

Dermatol. Nov-Dec 2010;28(6):669-85.

Kliegman et al. Chapter 8 The First Year. Nelson Textbook of Pediatrics 18th ed. 2007.

Saunders Elsevier.

Marsida, Arlina Yunita; Lubis, Nuchsan Umar. 2002. Penatalaksanaan Busung Lapar

Pada Balita. Available from, URL

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_134_masalah_anak.pdf. Diakses pada

anggal 26 November 2011

Michael J, Gibney et al. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC

Notoatmojo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka

Cipta

Page 32: Laporan Praktek Lapangan Kel 6C_revisi

Williams, C.D.2001.Malnutrition Mother and Child Health Delivering the Services

hal. 47


Recommended