Date post: | 23-Mar-2016 |
Category: |
Documents |
Upload: | veco-indonesia |
View: | 222 times |
Download: | 2 times |
1LONTAR - #8 - 2014
B u l e t i nT r i w u l a n V E C O I n d o n e s i a #8
2014
KKaayyuu MMaann ii ss,,
ddii PPeegguunnuunnggaann KKeerriinncciiKKeekkaayyaaaann TTeerrsseemmbbuunnyyii
Foto: Anton Muhajir
2 LONTAR - #8 - 2014
2 Dari Redaksi
3 Editorial
4 Reportase
Kayu Manis, Kekayaan
Rersembunyi di Pegu-
nungan Kerinci
11 Organisasi Petani
12 Kabar VECO Indonesia
14 Kabar Mitra
1 6 Kabar Internasional
1 8 Profil
1 9 Resensi
20 Poster
LONTAR (n) daun pohon lontar (Borassus
flabellifer) yang digunakan untuk menulis
cerita; (n) naskah kuno yang tertul is pada
daun lontar; (v) melempar. Maka LONTAR
bagi kami adalah kata kerja (v) sekaligus
kata benda (n). Lontar adalah media
informasi untuk menyampaikan informasi
tentang pertanian yang memperhatikan
ni lai-ni lai lokal, sesuatu yang terus VECO
Indonesia perjuangkan.
Tim Redaksi
Penanggung jawab : Rogier Eijkens
Redaksi : Imam Suharto, Anton Muhajir
Kontributor : Staf dan Mitra VECO
Indonesia
Layout : Syamsul "Isul" Arifin
Alamat Redaksi
VECO Indonesia
Jl Kerta Dalem No 7 Sidakarya Denpasar
Telp: 0361 - 7808264, 727378,
Fax: 0361 - 723217
Email: [email protected],
Website www.vecoindonesia.org
Twitter @vecoindonesia
Redaksi menerima berita kegiatan, pro-
fil, maupun tips terkait praktik pertanian
berkelanjutan terutama yang terkait de-
ngan mitra VECO Indonesia di berbagai
daerah. Tulisan bisa dikirim lewat email
ataupun pos ke alamat di atas.
2 LONTAR - #8 - 2014
Dari Redaksi Daftar Isi
Materi publikasi ini dicetak
menggunakan kertas daur
ulang 50 persen sebagai
komitmen VECO Indonesia
pada ekologi
Banyak Saluran
Pembaca yang budiman. Februari la
lu, kami mengadakan pelatihan In
ternet dan publikasi untuk mitra kami di
Kerinci, Jambi. Pelatihan empat hari itu
di ikuti delapan anggota dan pengurus
kelompok Tani Sakti Alam Kerinci (Tak
tik).
Kegiatan serupa kami adakan tiap
tahun di tempat berbeda. Misalnya pada
tahun lalu di Maumere, Flores, Nusa
Tenggara Timur. Tahun sebelumnya di
Makassar untuk mitra di Sulawesi. Kami
berusaha agar semua mitra kami di wila
yah program makin terampil mengguna
kan Internet sebagai sarana dan media
berkomunikasi.
Karena itu selama pelatihan kami tak
hanya memberikan teori tapi juga prak
tik. Komunikasi tak hanya soal wawasan
tapi juga kebiasaan.
Karena itu pula, j ika organisasi Anda,
para mitra VECO Indonesia, tertarik un
tuk mengadakan pelatihan serupa, si la
kan kabari kami. Agar Anda makin
terampil menggunakan Internet dan in
formasi terkait pertanian juga makin ter
sedia di dunia maya. [Redaksi]
Dear readers. Last February, we
organised internet and publication
training for your partners in Kerinci,
Jambi. Attending this fourday training
were eight members and managers of
the Tani Sakti Alam Kerinci (Taktik)
farmer group.
We hold a similar event every year in
a different location. For example, last
year, the training was in Maumere,
Flores, East Nusa Tenggara. And the
year before that in Makassar, for
partners in Sulawesi. We try to make
sure that all our partners in the program
areas improve their skil ls in using the
internet as a platform and media for
communication.
For that reason, our training is not
just theoretical; it is practical, too.
Communication is not only a matter of
knowledge, but one of habit, as well .
And so, if your organisation, VECO
Indonesia partner, is interested in having
this kind of training, please let us know.
So you can become more skil led at
using the internet, and so that there is
more information about farming available
in cyberspace. [Editor]
Many Channels
untuk Berbagi Informasi
for Sharing Information
3LONTAR - #8 - 2014
Begitulah sering kali pikiran yang keluar ketika saya mengun
jungi tempattempat terpencil di Indonesia. Begitu pula keti
ka saya mengunjungi Kerinci, Jambi akhir Februari lalu.
Daerah ini kaya karena kondisi alamnya. Berada di keting
gian antara 500 – 3.800 meter di atas permukaan dengan ben
tangan bukit terpanjang di Pulau Sumatera, Kerinci sangatlah
kaya. Daerah ini menghasilkan kayu manis yang bahkan mele
bihi kebutuhan dunia. Menurut beberapa sumber, kayu manis
dari Kerinci menyumbang sekitar 70 persen pasokan di dunia.
Dari kulit manis yang tersebar di lerenglereng bukit, petani
setempat bisa mendapatkan uang hingga puluhan juta tiap kali
panen. Namun, sayangnya, panen ini hanya terjadi 1015 tahun
sekali . Selebihnya, petani membiarkan lahan di bawah rimbun
pohonpohon kayu manis tersebut menganggur.
Hal serupa terjadi di banyak tempat di Indonesia. Petani
manja karena toh tanpa harus diolah pun tanah sudah subur
dan menghasilkan untuk mereka. Petani merasa sudah cukup
tanpa harus bekerja lebih keras lagi untuk bisa memperoleh
hasil lebih banyak lagi.
Padahal, tanah subur di mana kayu manis tersebut bisa
memberikan hasil yang lebih banyak.
Agar Kekayaan Tak Jadi KutukanJika tak dikelola dengan baik, kekayaan bisa jadi malah berubah menjadi kutukan.
Editorial
VECO Indonesia bersama mitra lokal di Jambi, Mitra Aksi,
ingin agar petani tak terlena oleh kekayaan alamnya. Sejak Ja
nuari 2013, VECO Indonesia dan Mitra Aksi mendampingi pe
tani agar bisa meningkatkan pendapatan mereka dari tanah
mereka sendiri .
Pertama melalui peningkatan kualitas dan kuantitas produk
si kayu manis. VECO Indonesia mendorong dan mendampingi
petani agar menerapkan Internal Control System (ICS) dalam
produk mereka. Meskipun upaya ini baru dimulai, karena orga
nisasi petani di sana juga relatif baru, namun saat ini petani
mulai menerapkan sistem tersebut.
Harapannya, j ika kualitas produknya lebih baik, maka petani
bisa menjualnya dengan harga lebih tinggi pula.
Kedua, upaya tersebut dilakukan melalui pemanfaatan la
han di kebun kayu manis. Petani menanam tanaman selingan
seperti cabai, tomat, maupun sayur lain secara organik. De
ngan sistem intercroping ini , petani mengolah lahan yang sebe
lumnya dibiarkan menganggur tidak produktif.
Dengan demikian, petani pun akan tetap bekerja dan
menghasilkan sembari menunggu kayu manis panen dengan
hasil berl impah. [Anton Muhajir]
That's what I often think when I 'm out visiting remote areas
in Indonesia. And that's what crossed my mind when I
visited Kerinci, Jambi, at the end of February.
This region is rich thanks to nature. At a height of 500
3,800 metres above sea level, with the longest expanse of
highland on Sumatra Island, Kerinci is very rich. This region
produces even more cinnamon than the world needs.
According to several sources, cinnamon from Kerinci accounts
for around 70
percent of the
world's supply.
From the
cinnamon that covers
the hil ly slopes, local
farmers can earn tens of
mil l ions every harvest. But
unfortunately, the harvest only
happens once every 1015
years. The rest of the time,
the farmers just leave
the ground in the
shade of the
cinnamon trees
unused.
The same is
true in many places
in Indonesia.
Stopping Riches Becoming a Curse
Farmers are spoiled because without them having to do
anything, the ferti le soils produce for them. Farmers feel that
there is no point in working harder to be able to earn more.
Even though the ferti le soils on which this cinnamon grows
could generate even more.
VECO Indonesia and its local partner in Jambi, Mitra Aksi,
want farmers to make the most of the natural riches. Since
2013, VECO Indonesia and Mitra Aksi have been supporting
farmers in order to increase the incomes that they get from their
own land.
Firstly, by improving the quality and increasing the volume
of cinnamon production. VECO Indonesia encourages and
supports farmers to adopt the Internal Control System (ICS) for
their products. Although this initiative has just begun, because
farmer organisations there are relatively new, the farmers have
already begun adopting this system.
The expectation is that if the quality of their product
improves, the farmers wil l be able to sell their cinnamon at a
higher price.
Secondly, this initiative involves making use of the land in
the cinnamon gardens. Farmers practice multicropping,
growing such crops as chil l i peppers, tomatoes, and other
vegetable organically. With this intercropping system, farmers
work the land that had previously been left unproductive.
And in that way, the farmers wil l continue to work and
produce while waiting for the lucrative cinnamon harvest.
[Anton Muhajir]
I f not managed properly, riches can actual ly become a curse.
4 LONTAR - #8 - 2014
Fotofoto: Anton Muhajir
Foto-Foto: VECO Indonesia
KKaayyuu MMaann ii ss,,
SSuummbbeerr kkeekkaayyaaaann ii ttuu tteerrsseemmbbuunnyyii dd ii ll eerreenngg -- ll eerreenngg bbuukkii tt mmaauuppuunn gguunnuunngg dd ii KKeerrii nncc ii ,,
JJ aammbbii .. LLeebbaattnnyyaa ppoohhoonn --ppoohhoonn dd ii hhuu ttaann ttrraadd ii ss ii oonnaa ll ii ttuu mmeennyyuummbbaanngg bbeessaarr bbaagg ii
ppeennddaappaattaann ppeettaann ii sseetteemmppaatt ..
KKeekkaayyaaaann TTeerrsseemmbbuunnyyiiddii PPeegguunnuunnggaann KKeerriinnccii
5LONTAR - #8 - 2014
Reportase
patkan kirakira 100 hingga 300 kg kulit
manis basah.
Kulit kayu manis itu kemudian diba
wa turun ke tempat lebih luas dan la
pang. Karena medan yang sulit,
kemiringan bukit yang cukup tajam de
ngan jalan kecil berlumpur, maka Munir
menggunakan kerbau untuk mengangkut
kulit manis basah tersebut.
Proses selanjutnya, kulit kayu manis
tersebut kemudian dikikis bagian paling
luar kulitnya. Dua buruh lain melakukan
nya di bawah tenda. Menggunakan pi
sau, mereka mengikis kulit tersebut satu
per satu sehingga warna kulit yang se
I ncluding Munir, a farmer in TalanKemuning vil lage in the Bukit Kerman
subdistrict of Kerinci. For almost 40
years, Munir has lived off the riches of
the cinnamon that grows on the hil lsides
of Kerinci. Now, he is not only a farmer,
but also a cinnamon trader.
At the end of February, Munir
harvested cinnamon on Pematang
Panjang Hil l , which is around a kilometre
from his vil lage. This hil l , l ike others in
the area such as Sungai Kering,
Setangis, Patoh and Pulau Lebar, is
home to thousands of hectares of
cinnamon estate, which looks more like
forest than productive estate.
That evening, with his five workers,
Munir was harvesting cinnamon that was
more than 30 years old. He was fell ing
the 10 or so metre tall trees, peeling the
bark off one by one, and gathering it up.
Two of Munir's workers, Salman and
Ludri, were doing the same. Cutting
down the cinnamon trees one by one
and peeling off their bark. Around 10
metres away, three other workers – two
Riches for Kerinci Farmers
Begitu pula bagi Munir, petani di De
sa Talang Kemuning, Kecamatan
Bukit Kerman, Kerinci. Selama hampir
40 tahun, Munir menggantungkan hidup
dan mendapatkan kekayaan dari kayu
manis di lerenglereng bukit Kerinci. Kini,
dia tak hanya menjadi petani tapi juga
pedagang kayu manis.
Akhir Februari lalu, Munir memanen
kayu manis di Bukit Pematang Panjang,
yang berjarak sekitar 1 km dari desanya.
Bukit ini bersama bukitbukit lain di seki
tarnya seperti Bukit Sungai Kering, Bukit
Setangis, Bukit Patoh, dan Bukit Pulau
Lebar, menjadi rumah bagi ribuan hektar
kebun kayu manis yang lebih mirip hutan
daripada kebun produktif.
Bersama lima buruhnya, Munir sore
itu memanen kayu manis yang sudah
berumur lebih dari 30 tahun. Dia memo
tong pohonpohon setinggi kirakira 10
meter tersebut, mengupas kulitnya satu
per satu dan mengumpulkannya.
Dua buruh Munir, Salman dan Ludri,
melakukan hal sama. Memotong pohon
kayu manis satu per satu kemudian me
ngupas kulitnya. Berjarak sekitar 10 me
ter dari dua buruh tersebut, dua buruh
lakilaki dan satu perempuan, ikut me
manen kayu manis tersebut. Dalam se
hari, mereka bisa memotong 36 pohon
tergantung dari besar kecilnya pohon.
Dari satu pohon, mereka bisa menda
mula kusam abuabu berubah jadi kuning
keputihan. Kulit manis pun siap dijemur.
Mewah
Untuk mendapatkan kayu manis siap
jual, petani biasa menjemur hingga ka
dar air hanya 30 persen. Menurut Munir,
perbandingan antara kayu manis basah
dengan yang sudah dijemur kirakira 60
70 persen. Artinya, 1 kg kayu manis ba
sah bisa jadi 0,60,7 kg. Harga kulit ma
nis kering ini variatif, antara Rp 12.000
hingga Rp 14.500. “Tergantung siapa
pembelinya,” kata Munir.
Mari gunakan hitunghitungan kasar
untuk mendapatkan berapa rupiah yang
diperoleh Munir sebagai petani sekaligus
pedagang kayu manis. Dia membeli ke
bun kayu manis secara tebasan, mem
beli pohon di kebun meskipun belum tiba
waktu panen. Untuk membeli sekitar 4
hektar kayu manis tersebut, dia meng
habiskan Rp 350 juta. Menurut petani di
sana, harga tersebut termasuk murah.
Hasil akhir untuk semua lahan terse
but, Munir mengaku memperoleh sekitar
150 ton kulit manis kering. Dengan per
kiraan harga ratarata kulit manis Rp
13.000 saja, berarti Munir bisa menda
patkan sekitar Rp 1,95 mil iar dari total
lahan yang dipanen selama satu tahun
tersebut.
Jumlah ini belum dikurangi biaya
This source of wealth is hidden away on the slopes of hi l ls and mountains in Kerinci , Jambi . Thedense trees in the traditional forests there are a hidden source of wealth for local farmers.
men and a woman – were helping with
the cinnamon harvest. They can fell 36
trees a day, depending on their size. One
tree, produces an estimated 100 kg
300 kg of wet cinnamon.
The cinnamon is then brought down
to a more spacious area. Because the
terrain is difficult, with steep slopes and
narrow, muddy roads, Munir uses buffalo
to transport the wet cinnamon.
The next process is to scrape off the
outer layer of bark. Two other workers do
this in a tent. Using knives, they scrape
Ci nnamon , a Sou rce of
Petani di Kerinci menjemur kul i t manis
untuk mendapatkan produk lebih
berkual i tas.
6 LONTAR - #8 - 2014
Reportase
Foto-foto: Anton Muhajir
upah buruh dan lainnya. Namun, tetap
saja nilai tersebut termasuk besar, lebih
dari Rp 1 mil iar per tahun.
Begitulah gambaran kekayaan warga
Kerinci berasal dan berputar. “Kalau se
lesai panen kulit manis, warga di sini bi
sa langsung naik haji , membangun
rumah, atau membeli mobil , ” kata Mad
ral, petani kayu manis di Desa Talang
Kemuning.
Secara fisik, kekayaan tersebut terl i
hat pada rumahrumah petani setempat.
Rumah panggung mereka ukurannya
termasuk besar untuk ukuran petani di
desa, ratarata bisa sampai 300 meter
persegi dan bertingkat. Bangunannya
pun terkesan mewah meskipun berada
di pedalaman Kerinci.
Dua Pertiga
Kerinci berada di ketinggian antara
500 – 3.800 meter di atas permukaan air
laut (mdpl). Udaranya sejuk berkisar an
tara 18 – 26 derajat Celcius. Topografi
daerah ini berbukitbukit dan berikl im
tropis lembab. Kabupaten ini berada di
semacam lembah yang terbentuk alami
oleh Bukit Barisan, bukit terpanjang di
Pulau Sumatera.
Dengan kondisi alam tersebut, kabu
paten di Jambi yang berbatasan dengan
Sumatera Barat dan Bengkulu ini menja
di rumah bagi aneka kekayaan alam. Tak
hanya komoditas perkebunan tapi juga
lukisanlukisan alam, seperti lembah,
bukit, danau, gunung, dan semacamnya.
Dua ikon terkenal di tempat ini adalah
Gunung Kerinci, setinggi 3.805 meter
dan Danau Kerinci seluas 4.200 hektar.
Di lereng gunung dan bukitbukit ini
lah kekayaan bernama kayu manis itu
berada. Komoditas ini menjadi hasi l
perkebunan utama kabupaten seluas
380.850 hektar ini . Menurut data Peme
rintah Kabupaten Kerinci , produksi kayu
manis Kerinci hingga 2012 lalu seba
nyak 53.623 ton berupa kul i t kayu yang
sudah kering. Adapun luas lahan kayu
manus di kabupaten ini seluas 40.962
the bark off unti l the dull grey turns to
yellow and then whitish yellow. The
cinnamon is then ready for drying.
Lavish
To produce cinnamon ready for sale,
the farmers usually dry it unti l the water
content is just 30 percent. According to
Munir, the ratio of wet to dry cinnamon is
around 6070 percent. In other words, 1
kg of wet cinnamon produces 0.60.7 kg
of dry. The price the dry cinnamon
fetches varies from IDR 12,000 to IDR
14,500. "I t depends who's buying it, " said
Munir.
Let's do a rough calculation of how
much Munir gets as a cinnamon farmer
and trader. He buys the cinnamon
wholesale by the hectare, before it is
harvested. Around 4 hectares of
cinnamon costs him IDR 350 mil l ion.
According to local farmers, that's quite a
low price.
From that area of land, Munir says he
gets around 150 tons of dry cinnamon.
And at an estimated price of IDR 13,000,
Munir gets around IDR 1.95 bil l ion from
that year's harvest.
This is before deducting workers'
wages and other expenses. But even
then, the figure is in excess of IDR 1
bil l ion a year.
That's the story of where the riches of
the people of Kerinci. "After the
cinnamon harvest, the people here go on
pilgrimage, build houses, or buy cars,"
said Madral, a cinnamon farmer in
Talang Kemuning vil lage.
The physical evidence of these
riches in the local farmers' houses. Their
sti lt houses are large for rural farmers,
covering on average 300 square metres
and with several floors. They may be in
rural Kerinci, but these are lavish looking
buildings.
Two Thirds
Kerinci l ies at a height of 5003,800
metres above sea level. The cool
temperatures range from 18 to 26
degrees Celsius. The topography of this
area is hil ly, and the climate is wet
tropical. This district l ies in a valley
naturally formed by the Barisan Hil ls, the
longest hil l range on Sumatera Island.
With these natural conditions, this
district in Jambi, which is bordered by
West Sumatera and Bengkulu, is home
to a store of natural riches. Not only
estate commodities, but also the scenery
– the valleys, hi l ls, lakes and mountains.
The area's two most famous landmarks
are Mount Kerinci, at 3,805 metres, and
4,200hectare Kerinci Lake.
I t is on the slopes of these mountains
and hil ls that the riches called cinnamon
grow. This commodity is this 380,850
hectare district's main estate product.
According to Kerinci district government
data, in 2012 Kerinci 's 40,962 hectares
of cinnamon estate produced 53,623
tons of dried cinnamon.
Of the estate commodities produced
in Kerinci district, cinnamon accounts for
the largest area of estate and the highest
Buruh mengupas kul i t manis dari pohonnya di Kerinci .
7LONTAR - #8 - 2014
Reportase
hektar.
Di antara komoditas perkebunan lain
di Kabupaten Kerinci, kayu manis men
jadi komoditas dengan areal kebun terlu
as dan jumlah produksi tertinggi. Di
bawah komoditas kayu manis baru ada
kopi robusta dengan lahan seluas 6.600
hektar dan jumlah produksi 3.919 ton
serta teh seluas 2.625 hektar dan pro
duksi 28.121 ton selama tahun 2012.
Menurut pengalaman beberapa peta
ni, mereka bisa mendapatkan sekitar 10
ton kayu manis kering dari tiap hektar la
han. Karena itu, kayu manis tetap men
jadi sumber pendapatan bagi petani.
Apalagi komoditas ini menyumbang se
kitar 70 persen pasokan kayu manis di
dunia.
Dukungan
Sejak awal 2013, VECO Indonesia
melaksanakan program dukungan bagi
petani kayu manis di Kerinci. Program
yang dilaksanakan bersama mitra lokal
di Jambi, Mitra Aksi, ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas maupun kuantitas
produksi petani setempat. Tak hanya un
tuk komoditas kayu manis tapi juga ko
moditas lain seperti cabai, tomat, sayur,
dan lainlain.
Menurut Firman Supratman, Koordi
nator Lapangan VECO Indonesia di Ke
rinci, peningkatan kualitas dan kuantitas
kayu manis bisa dicapai melalui pene
rapan Internal Control System (ICS). Na
mun, untuk itu terlebih petani harus
berorganisasi terlebih dulu. Karena itu
petanipetani Kerinci sepakat mendirikan
organisasi Tani Sakti Alam Kerinci (Tak
tik).
Organisasi tani ini merupakan aktor
penting sebagai pemasok kayu manis di
wilayah Kerinci. Kelompok yang baru
terbentuk tahun lalu ini meliputi l ima de
sa di dua kecamatan yaitu Kecamatan
Bukit Kerman dan Gunung Raya. Saat
ini Taktik mempunyai anggota sekitar
502 petani yang sudah tergabung dalam
program ICS.
Melalui organisasi petani ini , petani
berharap bisa menjual kayu manis seca
ra langsung ke perusahaanperusahaan
eksportir kayu manis di Kerinci maupun
Padang. Salah satunya Casia Coop,
perusahaan eksportir kayu manis berpu
sat di Belanda yang kini membuka kan
tor di Kerinci.
Meskipun demikian, petani masih
menghadapi tantangan susahnya
menjual kayu manis dengan harga
sesuai keinginan mereka. []
production volume. After cinnamon
comes Robusta coffee, at 6,600 hectares
and total production of 3,919 tons,
fol lowed by tea, at 2,625 hectares and
total production of 28,121 tons, in 2012.
According to several farmers, they
can get around 10 tons of dry cinnamon
from each hectare of land. That makes
cinnamon their main source of income.
And this commodity contributes around
70 percent of the world's supply of
cinnamon.
Support
Since early 2013, VECO Indonesia
has been running a support program for
cinnamon farmers in Kerinci. The
program, which is implemented with
local partner in Jambi, Mitra Aksi, aims to
improve the quality and increase the
volume of commodities the local farmers
produce. Not only cinnamon, but also
other commodities l ike chil l ies, tomatoes
and vegetables.
According to Firman Supratman,
VECO Indonesia Field Coordinator in
Kerinci, the quality and volume of
cinnamon can be increased by adopting
the Internal Control System (ICS).
However, to do this, the farmers must be
organised first, which is why the Kerinci
farmers agreed to set up the farmer
organisation Tani Sakti Alam Kerinci
(Taktik).
As a cinnamon supplier in Kerinci,
this farmer organisation is a key actor.
The group, which was formed only last
year, covers five vil lages in two
subdistricts – Bukit Kerman and Gunung
Raya. Currently, Taktik has around 502
farmer members who are involved in the
ICS program.
Through this farmer organisation, the
farmers hope to be able to sell cinnamon
directly to cinnamon exporters in Kerinci
and Padang. One of these is Cassia
Coop, a cinnamon exporter
headquartered in the Netherlands, which
has now opened an office in Kerinci.
However, the farmers continue to
face the challenge of getting the price
they want for their cinnamon. []
After the cinnamon
harvest, the people here
go on pi lgrimage, bui ld
houses, or buy cars," said
Madral , a cinnamon
farmer in Talang
Kemuning vi l lage.
Kerinci menyumbang sekitar 70 persen
kayu manis dunia
8 LONTAR - #8 - 2014
Reportase
Madral mencampur daundaun ga
mal, bunga matahari, batang pi
sang yang sudah dicacah, mol, dan
urine sapi dalam satu wadah gentong
dari plastik. Dia lalu mengaduk semua
bahan tersebut sebelum kemudian me
nutup bahan pupuk organik tersebut
agar nantinya siap digunakan.
Setelah difermentasi selama tiga ha
ri , pupuk pun kemudian siap digunakan.
Hanya dengan modal sekitar Rp
500.000, Madral kini bisa memberikan
pupuk untuk 700 meter persegi lahan
kebunnya yang kini dia tanami cabai.
“Padahal, ketika dulu masih pakai pupuk
kimia bisa sampai habis tujuh juta (rupi
ah), ” kata Madral.
Berjarak sekitar 500 meter dari tem
pat dia membuat pupuk organik, Madral
yang juga pegawai negeri sipi l (PNS) itu
menunjukkan kebunnya yang lain. Di la
han seluas 1.600 meter tersebut, Madral
baru panen tomat dua bulan lalu. Pada
panen pertama, dia mendapat 18 ton.
Pada panen kedua 12 ton. Kini dia se
dang menyiapkan bibit lagi untuk tana
man selanjutnya.
Meskipun hasil panen masih sama
antara pupuk kimia dan pupuk organik,
Madral tetap merasa lebih beruntung.
Alasannya, biaya produksi jauh di bawah
sebelumnya. Dia memberikan contoh
pada tanaman cabainya. Jika menggu
nakan bahanbahan
kimia dia bisa
menghabiskan
Rp 7 juta, kini cuma Rp 500.000. “Dari
sisi tenaga memang lebih banyak, tapi
pengeluaran jadi jauh lebih hemat,” tam
bahnya.
Tak hanya biaya produksi yang jauh
lebih hemat. Menurut Madral, perubahan
juga terjadi pada peningkatan kualitas
tomat. Misalnya daya tahan buah tomat
hasil panen. Dulu hanya tiga hari sudah
busuk. Sekarang bisa 1015 hari masih
bagus.
Keberhasilan Madral menggunakan
bahanbahan organik untuk bercocok ta
nam mengundang lebih banyak petani
untuk beralih ke bahanbahan ramah
Tanaman Tumpang Sariuntuk Menambah Pendapatan
Bersama empat petani lain , Madral membuat pupuk organik di kebun. Petani di De-
sa Talang Kemuning, Kecamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci i tu mengguna-
kan bahan-bahan dari sekitar kebunnya.
9LONTAR - #8 - 2014
Reportase
l ingkungan. Sebelumnya, petani di dua
kecamatan ini, Bukit Kerman dan Gu
nung Raya, lebih sering menggunakan
asupan kimia.
Basri l , petani lain di Kerinci menutur
kan cerita serupa. Pada tahun 1995, dia
memulai budi daya cabai di lahannya
seluas 1.000 meter persegi. Dia pakai
pupuk kimia seperti NPK dan urea. Mo
dal untuk membeli pupuk, pestisida, dan
bahan kimia lain itu sampai Rp 15 juta.
Namun, hasil panennya ternyata rusak
karena curah hujan yang terlalu tinggi.
Sejak itu, Basri l kapok tak mau lagi
bercocok tanam cabai. “Modalnya besar
tapi hasilnya tidak ada sama sekali , ”
ujarnya.
Namun, kini Basri l mulai berani men
coba. Sejak 2013 lalu, dia bergabung
dengan kelompok Tani Sakti Alam Kerin
ci (Taktik), kelompok petani di Kerinci.
Anggota Taktik berada di l ima desa yaitu
Talang Kemuning, Bintang Marak, Tan
jung Syam, Selampaung, Sungai Ha
ngat, dan Talang Kemuning. Lima desa
ini tersebar di dua kecamatan, Gunung
Raya dan Bukit Kerman.
Bersama ratusan anggota Taktik lain
nya, Basri l belajar cara membuat pupuk
organik maupun budi daya secara orga
nik. Fasil itatornya dari Yayasan Mitra Ak
si, mitra VECO Indonesia di Jambi.
Parlan, pendamping petani dari Mitra
Aksi, mengatakan dukungan untuk peta
ni Kerinci bertujuan agar petani bisa me
ningkatkan pendapatan. Selama ini,
petani kurang mendapatkan hasil dari la
han mereka.
Menurut Parlan, hal ini karena tiga
alasan. Pertama, karena petani kurang
menguasai teknologi. Misal, cara pengo
lahan tanah yang bagus. Kedua, teknis
penanaman juga asalasalan. Misalnya
jarak tanam atau penggunaan pupuk.
Basri l memberikan contoh, pupuk dasar
untuk ternyata digunakan untuk buah.
Alasan ketiga, kebun kayu manis mi
l ik petani setempat tidak diurus sehingga
lebih mirip hutan daripada kebun. De
ngan demikian, lahan di bawah pohon
pohon kayu manis tidak bisa ditanami.
Padahal, j ika digunakan dengan baik, la
han tersebut bisa menghasilkan tambah
an pendapatan.
Kayu manis sendiri termasuk tanam
M adral is mixing gamal leaves,
sunflowers, chopped banana
stems, local microorganisms, and cow
urine in a plastic barrel. Then he stirs
everything together and covers the
organic ferti l iser mixture, ready to be
used in a few days.
After fermenting for three days, the
compost is ready. For an outlay of
around IDR 500,000, Madral can now
apply ferti l iser to the 700 square metres
of his garden that he is growing chil l ies
on. "When I sti l l used chemical ferti l iser,
it would cost me as much as seven
mil l ion (rupiahs), " said Madral.
About 500 metres from where he is
making organic ferti l iser, Madral – who is
also a civi l servant – points out another
of his gardens. From this 1,600 m2 plot
of land, Madral harvested tomatoes two
months ago. The first harvest, he got 18
tons. The second yielded 12 tons. Now
he is raising seedlings for the next crop.
Although the production volumes are
the same, whether using chemical
ferti l iser or organic ferti l iser, Madral sti l l
benefits. Because his production costs
are far lower than they used to be.
Using chemical ferti l iser on his chil l ies,
for example, would cost him IDR 7
mil l ion; now he spends just IDR 500,000.
"I t is more labour intensive, but my costs
are much lower," he added.
Not only are production costs lower.
According to Madral, this change has
also improved the quality of the
tomatoes. For example, the tomatoes
produced have a longer shelf l ife. In the
past, they would go rotten after three
days. Now they last 1015 days.
Madral's success using organic
inputs to farm has motivated other
farmers to switch to environmental
friendly inputs. In the past, farmers in
these two subdistricts – Bukit Kerman
and Gunung Raya – tended to use
chemical inputs.
Basri l , another farmer in Kerinci has
a similar story to tell . In 1995, he began
growing chil l ies on a 1000m2 plot of
land. He used chemical ferti l isers l ike
Multi -cropping
Along with four other farmers, Madral is making organic ferti l iser in the garden. Thesefarmers, in Talang Kemuning vi l lage, Bukit Kerman subdistrict, Kerinci , are making thecompost using materials from their gardens.
to Boost Incomes
Anggota Taktik berdiskusi dengan petugas lapangan Mitra Aksi tentang
pengelolaan tanaman tumpang sari .
10 LONTAR - #8 - 2014
Reportase
an umur panjang. Pohon ini baru bisa di
panen jika sudah berumur 1015 tahun.
Selama kurun waktu itu, petani tak pu
nya pendapatan pasti. Pi l ihannya kemu
dian mereka akan merantau ke luar desa
atau bahkan luar negeri, seperti Malay
sia. Jika pohon kayu manis sudah wak
tunya dipanen, mereka baru kembali ke
desa.
“Karena itu, kita berusaha agar peta
ni memanfaatkan lahan tersebut melalui
tanaman selingan,” kata Firman Suprat
man, Koordinator Lapangan VECO Indo
nesia di Kerinci.
VECO Indonesia mendorong petani
agar mengolah lahan kebun kayu manis
secara organik agar mereka mendapat
kan tambahan pendapatan. Salah satu
kegiatannya adalah sekolah lapangan di
mana anggota Taktik belajar cara mem
buat pupuk dan pestisida organik kemu
dian diterapkan di lahan mil ik anggota,
seperti Madral.
Setelah percobaan berhasil , petani
pemil ik lahan percobaan ini secara tidak
langsung menjadi corong. Apalagi mere
ka juga belajar melalui kunjungan ke da
erah lain tentang pertanian organik.
Sejauh ini, perubahan cara produksi
itu mulai terjadi. Satu per satu anggota
Taktik mulai beralih ke pertanian organik.
“Kami tidak hanya berubah dari pertani
an nonorganik ke organik tapi juga
mengubah pola pikir, ” tambahnya. []
NPK and urea. His outlay on ferti l iser,
pesticide and other chemical inputs was
IDR 15 mil l ion. But his harvest failed due
to excessive rainfall .
Since then, Basri l hasn't bothered to
grow chil l ies again. "The investment was
huge, but it produced nothing at all , " he
said.
But now Basri l has the confidence to
start experimenting. Since 2013, he has
been a member of Tani Sakti Alam
Kerinci (Taktik), a farmer group in
Kerinci. Taktik members live in five
vil lages – Talang Kemuning, Bintang
Marak, Tanjung Syam, Selampaung,
Sungai Hangat, and Talang Kemuning –
in two subdistricts (Gunung Raya and
Bukit Kerman).
Along with hundreds of other Taktik
members, Basri l learned how to make
organic ferti l iser and farm organically.
Their facil itator is from Yayasan Mitra
Aksi, VECO Indonesia partner in Jambi.
Parlan, farmer support from Mitra Aksi,
says that the support for Kerinci farmers
aims to enable the farmers to increase
their incomes. Unti l now, the farmers
have not been getting the most out of
their land.
According to Parlan, there are three
reasons for this. First, because the
farmers are not famil iar with
technologies, such as proper soil
management. Second, they lack
knowledge of cultivation techniques,
such as the appropriate distance
between plants and use of ferti l iser.
Basri l gives the example of base ferti l iser
being used for fruit.
The third reason is the cinnamon
estate that the local farmers own is not
managed, so it looks more like forest
than estate land. Likewise, the land
under cinnamon trees is not cultivated.
Even though, if used properly, this land
could generate additional income.
The cinnamon itself has a long
growing period. The trees are ready to
harvest when they are 1015 years old.
During that time, the farmers have no
regular source of income. So they
choose to find work outside the vil lage,
or even overseas, in countries l ike
Malaysia. They return to the vil lage only
when their cinnamon trees are ready for
harvesting.
"So that's why we're trying to get the
farmers to practice multicropping and
make use of this land," said Firman
Supratman, VECO Indonesia Field
Coordinator in Kerinci.
VECO Indonesia encourages farmers
to manage their cinnamon gardens
organically to generate them extra
income. One of its activities is field
schools, at which Taktik members learn
how to make organic ferti l iser and
pesticide and then apply them on their
land, l ike Madral does.
Following successful trials, the
farmers who own this experimental plot
did not become immediate converts.
They also went on visits to other places
to learn about organic farming.
Production methods are starting to
change. One by one, Taktik members
are starting to switch to organic
farming. "We are not only changing
from nonorganic to organic farming;
we're changing mindsets, too, " he
added. []
Dengan membuat pupuk organik, petani
mengurangi jumlah biaya produksi .
11LONTAR - #8 - 2014
Organisasi Petani
Koptan Masagena berawal dari inisa
tif beberapa pengurus kelompok ta
ni Bulo. Saat itu jumlah anggota hanya
25 orang. Sampai tahun 2006 Masagena
sudah membawahi tiga kelompok tani
yaitu Bulo, Toddo Puli dan Bulo 1. Jum
lah anggota Koptan Masagena terus
bertambah dari 59 orang pada tahun
2007 menjadi 116 pada tahun 2013.
Kegiatan koptan Masagena saat itu
misalnya praktik perkebunan yang baik.
Kegiatan ini di bawah bimbingan PT
Mars Symbioscience lewat program pri
ma cocoa project bekerja sama dengan
Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dis
hutbun) Luwu Utara. Masagena juga
melaksanakan kegiatan peremajaan ta
naman kakao lewat program gernas di
lahan seluas 350 ha di Kecamatan Ma
samba.
Pada tahun 2008, Masagena bekerja
sama dengan Dishutbun, melakukan ke
giatan fermentasi bi j i kakao untuk mela
kukan penjualan bersama kepada PT
Armajaro. Kemudian sejak tahun 2009
Masagena menjadi pengecer resmi pu
puk bersubsidi untuk Kecamatan Ma
samba.
Sejak 2012, Koptan Masagena be
kerja sama dengan VECO Indonesia dan
Wasiat sebagai pendampingan dalam
pengembangan kelembagaan koperasi
tani. Tujuan program ini untuk mening
katkan sumber daya manusia (SDM)
anggota dalam hal kesadaran terhadap
organisasi dan budi daya tanaman ka
kao, mendapatkan pembinaan manaje
men dan administrasi koperasi, dan
membantu peluang bisnis.
Program ini juga bertujuan untuk
memfasil itasi koperasi untuk mendapat
kan dana penguatan kelembagaan baik
dari pemerintah maupun pihak swasta.
Masagena juga membuat demplot seba
gai tempat percontohan bagi anggota
dalam hal budidaya kakao.
Pengurus tetap Koptan Masagena
periode 2014 adalah Ketua H. Kamalud
din, Sekretaris Mirna Juhari, Bendahara
Roslina, dan Manager Program Ayu An
tariksa. Beberapa unit usaha yang dija
lankan yaitu sarana produksi, budi daya
kakao, dan pemasaran. Masagena me
ngembangkan unit usaha sertifikasi de
ngan model outsourching di mana CV
Marewa merupakan pemegang sertifikat
dari Rainforest All iance (RA).
Marewa memil iki stafstaf internal
control system (ICS) andal untuk pembi
naan kelompok tani dalam memenuhi
standar sertifikasi. Mereka tersebar di
empat kecamatan meliputi Kecamatan
Masamba, Baebunta, Sabbang, dan Ma
langke. Ratarata luas lahan yang mee
ka antara 12 ha dengan jumlah petani
sampai saat ini 1.074 petani.
Komoditas utama anggota Koptan
Masagena yaitu kakao dengan jumlah
produksi per tahunnya ratarata 840
kg/hektar. Luas lahan yang dikelola ang
gota koptan Masagena melalui CV Ma
rewa 45 yaitu 1.307,33 hektar, dengan
jumlah produksi yang terus meningkat
dari tahun ke tahun.
Selain memberikan dana program,
VECO Indonesia bersama WASIAT juga
melakukan pendampingan dalam mem
bangun kelembagaan koperasi, pengu
atan kapasitas petani, pengembangkan
organisasi petani, bagaimana petani bisa
meningkatkan kualitas produksi hingga
aspek pemasaran bersama.
Pencapaian terpenting dari program
dukungan VECO Indonesia terhadap
Masagena saat ini, yaitu koptan Masa
gena telah berhasil melakukan sertifikasi
untuk seluruh areal mil ik anggotanya di
empat kecamatan. VECO Indonesia juga
telah memfasil itasi Koptan Masagena
agar dapat berhubungan langsung de
ngan pihak pembeli yaitu PT Mars untuk
pemasaran bij i kakao. Dalam hal ini CV
Marewa sebagai unit Usaha Masagena.
[Syarifuddin Taba, Pelaksana Lapangan
Rantai Kakao di Sulawesi VECO Indo
nesia]
Agar Petani BerjayaMasagena merupakan koperasi tani (Koptan) di Desa Pongo, Kecamatan Masamba, Kabupaten Luwu Utara,
Sulawesi Selatan. Sejak 1 0 Oktober 2007 Koptan Masagena telah memi l iki badan hukum tetap.
Koperasi Tani Masagena Foto: Bert Wallyn
12 LONTAR - #8 - 2014
Kabar VECO Indonesia
Empat Staf Baru di VECO Indonesia
Guntingan pita oleh Gubernur
Nusa Tenggara Timur (NTT)
menandai resminya kantor la
pangan baru VECO Indonesia di
Ende, Pulau Flores, NTT. Kantor
yang diresmikan pada pertengah
an Februari lalu ini menggantikan
dua kantor lama di dua lokasi Flo
res yaitu di Maumere untuk wila
yah kerja NTT 2 dan Ruteng untuk
wilayah kerja NTT 1.
Selain meresmikan, Gubernur
NTT Frans Lebu Raya juga me
ngunjungi kantor baru di Ende ter
sebut. Bersama Regional
Representative VECO Indonesia
Rogier Eijkens Gubernur juga me
nanam pohon sukun di depan
kantor lapangan tersebut. Acara
diikuti seluruh bupati di Flores.
Dalam sambutannya, Guber
nur berharap, kehadiran VECO Indonesia bisa membantu petani untuk menaikkan posisi tawar mereka dalam pema
saran. Harapan ini diwujudkan VECO Indonesia melalui program pendampingan di Flores untuk tiga komoditas yaitu
beras sehat, kakao, dan kopi.
Pembukaan Kantor Baru di Ende, Flores
Tahun baru adalah bertambahnya
staf baru bagi VECO Indonesia.
Pada awal tahun ini, VECO Indonesia
menambah empat staf baru. Mereka
adalah Wayan Adiana (Manajer
Keuangan), Catur Utami Dewi
(Koordinator Learning & Monev), Ri
niaty Liku Bulawan (Petugas
Lapangan Kopi Sulawesi), dan Julia
nus Arnoldus Yansen Meko (Petugas
Lapangan Beras).
Empat staf ini melengkapi 17 staf
lain di VECO Indonesia. Adiana sebe
lumnya bekerja di VSO Indonesia.
Dewi pernah bekerja di Satunama,
LSM yang berkantor di Yogyakarta.
Rini pernah bekerja di Yayasan Jaya
Lestari Desa (Jalesa) mitra VECO In
donesia di Toraja. Adapun Yansen
pernah menjadi staf lapangan Koalisi
Rakyat untuk Kedaulatan Pangan
(KRKP) dalam program Desa Mandiri
Pangan Desa Sejahtera.
Selain empat staf baru tersebut, VECO Indonesia juga melepaskan dua staf yaitu Slamet Pribadi, Manajer Keuangan, dan Hery
Christanto, Koordinator Learning dan Monev.
Fotofoto: VECO Indonesia
13LONTAR - #8 - 2014
Kabar VECO Indonesia
VECO Indonesia menjadi
pelaksana pertemuan regional
FAO tentang Regional Rice Initiative
di Sanur, Bali awal Apri l lalu. Kegiatan
pada 35 Apri l ini di ikuti petani dari
tiga negara yaitu Indonesia, Fil ipina,
dan Laos. Peserta mendiskusikan
contohcontoh cerita sukses
pertanian berkelanjutan.
Rogier Eijkens, Regional
Representative VECO Indonesia
memaparkan contoh keberhasilan
mitra VECO Indonesia di Appoli .
Menurut Rogier, organisasi petani
mitra VECO Indonesia telah berperan
untuk membangun kapasitas,
mengawasi, dan memberi masukan
terhadap anggotanya terkait dengan
penerapan ICS serta memasarkan
produk beras organik dan beras
sehat ke para pembeli baik domestik
maupun internasional.
Pertemuan Regional FAO di Bali
VECO Indonesia menjadi salah
satu sponsor dalam kejuaraan
pertama untuk para penghobi kopi,
Indonesia Latte Art Championship
(ILAC) dan Indonesia Cup Tasters
Championship (ICTC). Kedua lom
ba ini diadakan di Nusa Dua, Bali
pada awal Maret lalu bersamaan
dengan acara Pameran Food and
Hotel Tourism di tempat yang sa
ma.
Kejuaraan selama empat hari
tersebut diadakan oleh Asosiasi
Kopi Specialty Indonesia (AKSI).
AKSI merupakan salah satu pihak
swasta yang bermitra dengan VE
CO Indonesia terutama dalam pro
gram pemasaran dan pengolahan
komoditas kopi. Sebelumnya, AKSI
turut serta dalam pertemuan ta
hunan mitra VECO Indonesia di Surabaya, pameran dalam rangka penanda tanganan kerja sama VECO Indonesia dan
pemerintah Indonesia, dan lainlain.
ILAC dan ICTC merupakan kegiatan yang pertama kali digelar AKSI . Menurut Veronica Herl ina, Koordinator AKSI ,
kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan para pecinta kopi Indonesia agar setara dengan keahlian pecin
ta kopi internasional.
Kejuaraan Latte Art dan Cup Tasters di Bali
Foto: Asosiasi Kopi Specialty Indonesia (AKSI)
14 LONTAR - #8 - 2014
Kabar Mitra
Kunjungan Belajar ke Boyolali dan Tasikmalaya
Mitra VECO Indonesia di
Mbay, Kabupaten Nage
keo, Nusa Tenggara Timur (NTT)
melakukan kunjungan belajar ke
petani di Jawa. Kegiatan pada 24
– 28 Februari tersebut diikuti
anggota Asosiasi Petani Organik
Mbay (ATOM), staf Yayasan Mitra
Tani Mandiri , dan pemerintah da
erah Kabupaten Nagekeo. Kun
jungan itu menjadi sarana bagi
petani untuk belajar dan mem
perkuat organisasi petaninya.
Lokasi kunjungan belajar
adalah wilayah program pe
ngembangan rantai padi organik
di Boyolali , Jawa Tengah dan
Tasikmalaya, Jawa Barat. Wila
yah tersebut dipi l ih karena kerja
sama bisnis organisasi petani
dengan pembeli beras sudah berkembang bahkan sudah diekspor melalui kerja sama dengan PT. Bloom Agro. Petani di dua wila
yah ini juga banyak melakukan perbaikan produktivitas dan kualitas padi dengan pola pertanian organik maupun penerapan Inter
nal Control System (ICS). [Yansen Meko, Pelaksana Lapangan VECO Indonesia di Mbay]
Pavil iun Kedutaan Indo
nesia di The Reiseliv
messen Exhibition di Oslo
pada 1012 Januari dipe
nuhi kehangatan produk
komunitas. Selama tiga
hari, aneka produk komu
nitas seperti Kopi Toraja,
Kopi Manggarai, Kopi Ba
jawa, dan Kayu Manis dari
petani mitra VECO Indone
sia mencuri perhatian, in
dra penciuman dan
pencecap pengunjung pa
meran.
The Reiselivmessen
merupakan pameran turis
me terbesar di Norwegia.
Tahun ini, Kedutaan Indo
nesia di Oslo, bekerja sa
ma dengan sejumlah
organisasi termasuk Perkumpulan Indonesia Berseru. Sehari setelah pameran, Kedutaan memfasil itasi diskusi dengan
pihak bisnis dan lembagalembaga yang tertarik untuk menggali potensi pariwisata dan produk komunitas. Dua kegiatan
ini, merupakan langkah awal memperkenalkan produk komunitas yang berkualitas ke wilayah Skandinavia. [Ida Pardosi,
Perkumpulan Indonesia Berseru]
Membawa Kehangatan ke Negeri Dingin
Fotofoto: VECO Indonesia
Foto: Perkumpulan Indonesia Berseru
15LONTAR - #8 - 2014
Kabar Mitra
Mitra VECO Indonesia di
Jambi yaitu Mitra Aksi
dan Tani Sakti Alam Kerinci
(Taktik) mengikuti pelatihan
untuk pelatih Sistem Penga
wasan Internal (ICS). Selain
dari Mitra Aksi dan Taktik, ke
giatan selama tiga hari, 57
Maret, ini di ikuti staf PT Cas
sia Coop dan VECO Indone
sia. Pelatihan difasil itasi
Imam Suharto, Manajer Pro
gram VECO Indonesia, dan
Etih Suryatin, Konsultan In
dependen.
Selama pelatihan di kan
tor lapangan Mitra Aksi ini,
peserta belajar untuk ICS
serta standar mutu Rainforest
All iance dan organik. Peserta
juga diharapkan bisa mening
katkan pengetahuan dan keterampilan untuk bisa memberikan pelatihan pada petani peserta program pengembangan
Kayu Manis Lestari yang mengacu pada standar RA dan organic EU dan NOP (USDA). [Firman Supratman, Koordina
tor Lapangan VECO Indonesia di Jambi]
Pelatihan Pelatih Sistem Pengawasan Internal
Mitra VECO Indonesia
dari l ima lokasi
program yaitu Sulawesi,
Flores, Jawa, Jakarta, dan
Kerinci mengikuti pelatihan
sekolah bisnis pertanian
(FBS). Kegiatan yang
diadakan di Yogyakarta
pada 2324 Maret 2014 ini
di ikuti 20 orang termasuk
staf VECO Indonesia.
Sekolah Bisnis Pertanian
(FBS) merupakan upaya
untuk meningkatkan
pengetahuan petani
produsen tentang pasar dan
pemasaran.
Selama pelatihan,para peserta belajar
antara lain tentang pemahamaman dan penyiapan pelatihan FBS untuk di tingkat petani dan mampu menyampaikanmateri pelatihan sesuai dengan silabus pelatihan yang disiapkan VECO Indonesia. Selain itu, peserta jugamenyempurnakan silabus sesuai dengan kebutuhan petani dampingan masingmasing.
Belajar tentang Sekolah Bisnis Pertanian
16 LONTAR - #8 - 2014
Kabar Internasional
Semua tahu kopi Kongo dalam jum
lah sangat besar selalu diselundup
kan ke negara tetangga untuk kemudian
diklaim sebagai produksi negara terse
but. Petani kopi di Kongo Timur terjerat
oleh tengkulak. Kualitas kopi mereka ju
ga tak dihargai. Maka, tak usah heran ji
ka ekspor resmi kopi Kongo turun drastis
dari sekitar 130 ribu ton pada pertengah
an 1980an hanya menjadi sekitar 6 per
sen saat ini.
Berangkat dari fakta tersebut, VECO
Kongo meluncurkan program dengan tu
juan ambisius. Dengan dukungan Com
mon Fund for Commodities (CFC),
International Coffee Organisation, peme
rintahan Belgia melalui DGD dan organi
sasi Belanda Cordaid, program tersebut
akan dilaksanakan selama empat tahun
hingga 2017 mendatang.
Ambisi tersebut berusaha diwujudkan
Bangkitnya Kembali
melalui pembangunan kapasitas petani
untuk memproduksi kopi dan terhubung
dengan pasar dunia.
Program ini merupakan pengem
bangan dari konsep yang sudah dilaksa
nakan pada fase 2013. Selama fase
percobaan, program telah mencoba kon
sep tempat pengolahan kopi, micro
washing station (MWS) yang didesain
Andy Carlton, ahli koperasi petani kopi
kecil yang berpengalaman lebih dari 20
tahun di Rwanda, Malawi, Burundi, Tan
zania, dan Uganda. Hasilnya, 17 MWS
yang diproduksi pertama akan segera
dioperasikan.
Setiap MWS dimil i l iki satu kelompok
yang terdiri dari minimal 100 petani kopi.
Masingmasing petani menyumbang 50
dolar. Karena biaya pembuatan tempat
pengolahan tersebut sekitar 1.000 dolar,
maka 5.000 dolar lain akan diganti de
ngan bahanbahan bangunan seperti
atap antiUV, mesin pencacah, dan lain
lain.
Pengelola dari setiap unit pengola
han turut serta dalam lokakarya metode
pengolahan kopi berkualitas tinggi, di
mana manualnya dibuat oleh mereka
sendiri . Manual tersebut bisa dimengerti
setiap orang termasuk yang tidak bisa
baca tulis sekalipun. Secara bersama
sama mereka mendesain format mana
jemen transparan untuk anggota. Mere
ka kemudian mencetak dan
menyebarkan manual tersebut ke selu
ruh anggota.
Semua unit pengolahan dan area
produksi akan bersamasama memben
tuk koperasi pemasaran kopi. Tempat
pengolahan kopi berkualitas tinggi akan
menarik pembeli kopi spesial dari selu
ruh dunia sehingga membuat kopi
Kongo terkenal di pasar dunia. [Ivan
Godfroid, Perwakilan Regional VECO
Kongo]
Pengamatan seki las di kantor
Badan Kopi Nasional Kongo
(ONC) menyatakan banyak hal .
Produksi kopi di Kongo menca-
pai sekitar 63.000 ton sementa-
ra ekspor resmi pada 201 2
hanya 9.1 80 ton dan pada 201 3
hanya 8.1 67 ton. Rakyat Kongo
tidak terlalu suka minum kopi .
Jadi , ke mana larinya kopi-kopi
tersebut?
Fotofoto: VECO Kongo
Sektor Kopi di Kongo
17LONTAR - #8 - 2014
Kabar Internasional
Vredeseilanden terl ibat dalam diskusi
tersebut. Kami membagi pengalam
an bekerja sama dengan Colruyt dan
belajar banyak bagaimana perusahaan
perusahaan membayangkan tantangan
untuk membeli produk dari petani kecil .
“Kami memulai proyek percobaan
untuk melibatkan petani kecil di Peru
agar memasok selada dan tomat untuk
Mc Donalds,” kata Leonardo Correa de
Souza Lima dari Arcos Dourados, peme
gang cabang McD di Amerika Latin.
“Tentu saja McD membutuhkan pasokan
yang sangat banyak. Karena itu akan ja
di tantangan besar untuk melibatkan pe
tani kecil . Tapi, saat ini kami senang
karena melihat sejauh ini percobaan ter
sebut berhasil , ” Correa melanjutkan.
Bersama LSM Yayasan Syngenta,
petani di latih cara memproduksi karena
mereka tidak mengetahui standar kuali
tas McD, produksi mereka tidak cukup
banyak, memerika kurang berpengalam
an dengan tempat budi daya (green ho
use), tak ada pengalaman pemasaran,
dan ada ketidakpercayaan sesama peta
ni. Namun, setelah dua tahun berjalan,
petani sukses memasok sayur dan tomat
ke McD sehingga pendapatan mereka
naik hingga 177 persen.
Arcos Durados sekarang merenca
nakan membuat program serupa di ne
garanegara Amerika Latin. Dengan
contoh tersebut, diskusi berlanjut ten
tang bagaimana organisasi petani, pihak
swasta, dan LSM bisa berkolaborasi ser
ta bagaimana memperluas keberhasilan
itu ke tingkat lebih struktural.
LSM lain yang presentasi adalah
Catholic Relief Services (CRS). LSM ini
membagi pengalaman kelompok tani
mitra mereka yang bekerja sama dengan
perusahaan cokelat Ritter serta petani
sayur dan buahbuahan yang menjual
produk mereka ke Walmart. “Kami meli
hat kebutuhan untuk bekerja sama de
ngan pihak swasta agar misi kami
tercapai, pendapatan yang lebih baik de
ngan petani. Dan kami melihat ada jalan
tengah melalui diskusi rutin, ” kata Jeffer
son Shriver dari CRS. Hal serupa juga
dilaksanakan Vredeseilanden.
Perusahaan Heineken bercerita ten
tang kebijakan lelang lokal mereka di Af
rika. Sebelum 2020 mereka ingin
membeli 60 persen produk lokal seperti
beras, sorgum, dan singkong untuk
pembuatan bir di pasar Afrika. “Ini sa
ngat susah dan makan waktu,” kata Paul
Stanger dari Heineken. “Namun, bagi
kami hal itu sangat menghemat pengelu
aran karena transportasi berkurang se
kaligus menjaga keberlangsungan
pasokan dalam jangka panjang. Kami ja
di tidak terlalu tergantung pada pasar
yang labil , ” tambahnya.
Cara itu menurunkan beban ekologis
dan menaikkan pendapatan petani seca
ra signifikan. Sebagai contoh di Kongo,
kami telah menjangkau 57.000 keluarga
petani sejak 2009 dan ratarata produksi
petani meningkat sekitar 42 persen sela
in juga pendapatan mereka. [Saartje Bo
utsen, Vredeseilanden]
Pengalaman Kolaborasi
Pada 1 2-1 3 Februari , sekitar 60 perusa-
haan, LSM, akademisi , dan ahl i dari ber-
bagai penjuru dunia berkumpul dalam
sebuah lokakarya di Amsterdam, Belan-
da. Mereka mendiskusikan bagaimana
mewujudkan keterl ibatan petani keci l
alam jangka panjang dalam bisnis, pe-
masaran modern.
Petani dan Pihak Swasta
Foto: Vredeseilanden
Namun, bagi kami hali tu sangatmenghemat
pengeluaran karenatransportasi
berkurang sekal igusmenjaga
keberlangsunganpasokan dalam
jangka panjang. Kamijadi tidak terlalutergantung padapasar yang labi l
18 LONTAR - #8 - 2014
Profil
Sebagai Koordinator Divisi Pemasaran, Marselina bertang
gung jawab untuk mengoordinir pemasaran bersama kopi
anggota Permata. Untuk itu, dia harus berhubungan dengan
pembeli dan melakukan negoisasi terutama soal harga. “Kami
harus mengurusi kopi dari kebun sampai pasar, ” kata Marseli
na.
Radabata termasuk salah satu desa di mana
petani anggota Permata berada. Seperti desa la
in di kawasan pegunungan Pulau Flores bagian
tengah, Watu Ata merupakan sentra produksi
kopi baik arabika maupun robusta. Anggota Per
mata tersebar di dua kecamatan yaitu Golewa
dan Bajawa. Dengan sekitar 9.500 petani kopi,
Kabupaten Ngada menghasilkan kurang lebih
300 ton kopi Arabika Flores Bajawa (AFB) tiap
musim panen.
Namun, petani di sini masih menghadapi tan
tangan dalam pemasaran. Untuk itulah, Marseli
na bersama pengurus maupun anggota Permata lain berusaha
untuk melakukan pemasaran bersama.
“Kami berusaha untuk meningkatkan mutu kopi agar me
menuhi permintaan pasar,” tambah perempuan kelahiran 10
Maret 1976 ini.
Untuk meningkatan mutu kopi, anggota Permata pun bera
l ih ke pertanian organik. Mereka menggunakan metodemetode
alami agar selain terhindar dari bahanbahan kimia juga mutu
lebih baik dan jumlah produksi lebih banyak. Sekolah Lapang
(SL) merupakan metode penting bagi petani untuk belajar per
tanian organik tersebut.
Begitu pula bagi Marselina. Dia kini menerapkan semua
metode pertanian organik seperti penggunaan pupuk organik
cair maupun padat yang dibuat bersama anggota kelompok.
Dia pun menerapkan pemangkasan agar buah lebih lebat dan
besar.
Karena kerja keras para pengurus dan
anggotanya, petani kopi di Watu Ata kini
mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.
Marselina memberikan contoh petani kini lebih
berminat terhadap pertanian organik dari se
mula tergantung pada bahanbahan kimia atau
asupan luar yang tinggi. Kini mereka bisa
memproduksi pupuk dan pestisida organik
sendiri .
“Perawatan kebun kopi pun kini lebih ba
gus,” tambah Marselina yang juga Sekretaris
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Radab
ata ini.
Difasil itasi Lembaga Advokasi dan Penguatan Masyarakat
Sipi l (Lapmas), mitra VECO Indonesia di Ngada, Permata pun
bisa menjual langsung kopi tersebut ke pengusaha, tidak lagi
lewat tengkulak. Harganya pun bisa lebih tinggi. J ika ke teng
kulak hanya Rp 16.000 hingga Rp 17.000, kini mereka bisa
mendapatkan harga Rp 24.000 per kg. Meskipun masih meng
hadapi banyak tantangan, termasuk sistem pembayaran yang
belum memuaskan bagi petani, setidaknya petani kini memil iki
harapan lebih baik.
“Semoga perubahan ke arah lebih baik ini terus berlanjut, ”
harap Marselina, ibu satu anak ini.
Marselina Terus Berjuang
Meskipun baru setahun bergabung dengan Perhimpunan Petani Watu Ata (Permata) ,
Marsel ina Walu Wajamala sudah dipercaya mendapatkan posisi penting dalam organisasi
petani tersebut. Saat ini , petani di Desa Radabata, Kecamatan Golewa, Kabupaten Ngada,
Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut menjadi Koordinator Divisi Pemasaran Permata.
Foto-Foto: VECO Indonesia
Memasarkan Kopi Bajawa
Kami berusahauntuk meningkatkanmutu kopi agarmemenuhi
permintaan pasar
Foto: VECO Indonesia
19LONTAR - #8 - 2014
Subak merupakan jantung Bali . Karena sistem irigasi
pertanian tradisional ini, Bali menjadi tujuan wisata
ternama di dunia. Turis dari berbagai negara datang un
tuk melihat terasering dengan sawah berundakundak di
Bali . Karena subak pula masyarakat Bali memil iki budaya
yang amat dekat dengan alam khususnya pertanian.
Namun, subak tak hanya sistem irigasi. Menurut buku
berjudul Subak, Warisan Budaya Dunia subak adalah bu
daya, hukum adat, sekaligus ikatan sosial bagi petani di
Bali . Karena keunikannya tersebut, maka UNESCO me
masukkan subak sebagai salah satu warisan budaya du
nia sejak Juni 2012.
Buku setebal 289 halaman ini membahas seluk beluk
subak dalam tujuh bab. Babbab tersebut membahas
pengertian subak, kekuatan dan kelemahan subak, ke
berlanjutan subak, aspek gender dalam subak, dan lain
lain. Tulisantul isan itu memberikan kerangka teoritis se
kaligus praktis di lapangan terkait dengan sistem subak
ini.
Dua penulis buku ini, Wayan Windia dan Wayan Alit
Artha Wiguna, adalah orang yang bergelut dengan topik
pertanian di Bali . Windia adalah dosen Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Udayana Bali sedangan Alit adalah
peneliti di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
Bali . Karena itu, buku ini memang ditul is orang ahli di bi
dangnya.
Meskipun ditul is berdasarkan apa yang ada di Bali ,
buku ini juga bisa menjadi
referensi tentang bagaima
na sistem irigasi pertanian
seharusnya dilakukan. Tak
hanya agar sawahsawah
bisa terisi air tapi juga agar
ada pembagian yang adil
sesama anggota kelompok
tani. Dengan demikian bu
ku ini bisa dibaca dan jadi
acuan bagi petani di luar
Bali .
Sebagai sebuah refe
rensi, buku ini masih ba
nyak catatan. Misalnya
terlalu banyak isti lah dalam
konteks Bali sehingga kurang bisa dipahami mereka yang
tidak ada di Bali . Kedua, bahasa dalam buku ini terlalu
akademis, kurang populer bagi orang awam. Ketiga, ma
sih banyak salah ketik dalam buku sehingga agak meng
ganggu.
Judul : Subak, Warisan Budaya Dunia
Penulis : Wayan Windia, Wayan Alit Artha Wiguna
Penerbit : Udayana University Press, 2013
Tebal : xiv + 289 halaman
ISBN : 9786027776586
Resensi
I ndonesia produsen kopi terbesar ketiga di dunia setelah
Brazil dan Vietnam. Menurut
FAO, pada tahun 2012, Indo
nesia menghasilkan 657.200
ton di bawah Brazil 3.037.534
ton dan Vietnam 1.292.389 ton
pada tahun yang sama. Kare
na itulah, Indonesia terus beru
saha untuk meningkatkan
produksi kopi, komoditas inter
nasional tersebut.
Selain melalui perluasan
area, peningkatan produksi di
lakukan pula peningkatan kua
l itas budi daya. Hal ini perlu
dilakukan karena budi daya kopi di Indonesia masih banyak
yang dilakukan secara amatir dan tradisional.
Untuk itu, buku ini penting sebagai referensi. Buku karya
Ahli Peneliti Muda di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao ini bisa
membantu petani memperoleh informasi teknologi budi daya
dan pengolahan kopi. Buku setebal 212 halaman ini membahas
teknik budi daya kopi hingga pemasaran.
Pada dasarnya, 13 bab dalam buku ini bisa disarikan dalam
tiga topik besar yaitu sejarah dan perkembangan kopi di dunia,
teknik budi daya, serta penanganan pascapanen, termasuk
analisis usaha. Karena itu, materi buku ini lengkap dari A hing
ga Z terkait kopi. Misalnya, Bab 1 tentang sejarah kopi, Bab 2
membahas pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi,
bab 10 tentang pemeliharaan tanaman kopi, dan bab 11 ten
tang panen dan pascapanen kopi.
Selain dalam bentuk teoritis, buku ini pun disertai materi
materi praktis dan teknis. Dengan gaya penulisan yang ringan
dan gambargambar maupun ilustrasi di dalamnya, buku ini
mudah dipahami oleh petani awam sekali pun. Namun, buku ini
perlu dibaca tak hanya oleh petani tapi juga peneliti dan pen
damping petani.
Judul : Kopi, Panduan Budi daya dan Pengolahan Kopi
Arabika dan Robusta
Penulis : Pudji Rahardjo
Penerbit : Penebar Swadaya, 2012
Tebal : iv + 212 halaman
ISBN : 9789790025363
Rujukan Lengkap Budi Daya dan Pengolahan Kopi
Mengenal Sistem Irigasi Warisan Budaya Dunia
19LONTAR - #8 - 2014
20 LONTAR - #8 - 2014
Tumpang Sari
di Kebun KayuManis