Date post: | 12-Dec-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | ananda-dwi-rahayu |
View: | 48 times |
Download: | 6 times |
MAKALAH PARASITOLOGI
Enterobius vernicularis
Trichinella spiralis
Toxocora cana/calli
Disusun Oleh :
Noviana Intan Munawaroh
Ismi Fadhila
Ahmad Faruq
Fahmi Haqi Agiza
Niken Permatasari
Risa Sintya Dewi
Kiki Faysh Fauzy
Ananda Dwi Rahayu
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trichinella spiralis
Trichinella spiralis atau disebut juga Cacing Otot adalah hewan dari
anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nematoda.
Cacing ini menyebabkan penyakittrichinosis pada manusia, babi, atau tikus.
Parasit masuk ke tubuh manusia melalui daging babi yang dimasak kurang
matang. Di dalam usus manusia, larva berkembang menjadi cacing muda.Cacing
muda bergerak ke otot melalui pembuluh limfa atau darah dan selanjutnya
menjadi cacing dewasa. Untuk mencegah terinfeksi oleh cacing ini, daging harus
dimasak sampai matang untuk mematikan cacing muda. Cacing yang
menginfeksi manusia diantaranya adalah N.americanus dan A.duodenale
sedangkan yang menginfeksi hewan (anjing/kucing) baik liar maupun domestik
adalah A.ceylanicum meskipun cacing ini dilaporkan dapat menjadi dewasa
dalam usus halus manusia dan tidak pernah menyebabkan creeping eruption,
sedangkan A.caninum dan A.braziliense tidak dapat menjadi dewasa dalam usus
halus manusia dan menyebabkan creeping eruption pada manusia. Akibat utama
yang ditimbulkan bila menginfeksi manusia atau hewan adalah anemia
mikrositik hipokromik, karena Nematoda dapat menyebabkan pendarahan di
usus. Perbedaan morfologi antar spesies dapat dilihat dari bentuk rongga mulut,
ada tidaknya gigi, dan bentuk bursa kopulatriks cacing jantan. tambang tersebar
luas di daerah tropis, pencegahan tergantung pada sanitasi lingkungan, kebiasaan
berdefikasi, dan memakai alas kaki. Strongyloides stercoralis merupakan cacing
Nematoda usus yang hidup parasit pada manusia, namun dalam siklus hidupnya
terdapat fase hidup bebas di tanah. Bentuk telurnya sulit dibedakan dengan telur
cacing tambang. Akibat utama yang ditimbulkan adalah peradangan pada usus,
disentri terus-menerus dan rasa sakit pada perut bagian kanan atas. Diagnosis
dengan menemukan larva dalam tinja atau dalam sputum penderita.
Toxocara canis/cati
Kesehatan manusia semakin hari semakin dihadapkan dengan berbagai
permasalahan yang kompleks. Berbagaimacam penyakit yang diderita semakin
beragam. Salah satunya penyakit yang ditimbulkan oleh parasit berupa cacing
yang dipelajari dalam Helmintologi (ilmu yang mempelajari parasit berupa
cacing), yang tentunya sangat beraneka ragam.Hampir disetiap ruang dalam dunia
ini dihidupi oleh mikroorganisme jenis ini. Mereka dapat masuk ke dalam
tubuhmanusia dengan berbagai macam cara, melalui makanan, kebersihan
lingkungan yang tidak terjaga, udara, dan banyak lagi cara yang tentunya sangat
berhubungan dengan perilaku manusia itu sendiri.Beragam jenis cacing dapat
menyebabkan angka prevalensi yang sangat tinggi, dengan berbagai jenis
penyakityang ditimbulkannya.
Risiko infeksi manusia dengan larva Toxocara canis maupun toxocara cati
diperkirakan pada orang-orang dari wilayah Marche di Italia . Wilayah ini
meliputi daerah perkotaan dan pedesaan dan penduduknya sering memelihara
anjing untuk perusahaan , berburu , dan penjaga atau gembala . Infeksi T. canis
didiagnosis pada 33,6 % dari 295 anjing yang diperiksa . Hampir setengah dari
anjing ( 48,4 % ) tinggal di daerah pedesaan ditemukan positif T. canis,
dibandingkan dengan sekitar seperempat dari anjing ( 26,2 % ) dari daerah
perkotaan . Analisis dari asal dan peran mengungkapkan tingkat tertinggi infeksi
pada anjing pemburu ( 64,7 % ) dan terendah pada anjing pendamping perkotaan (
22,1 % ) . Menurut data kuesioner , lingkungan peridomestic , yaitu kebun dan
kandang anjing , adalah situs buang air besar paling penting di daerah pedesaan
maupun perkotaan . Karena lebih dari 40 % dari anjing yang buang air besar di
kandang anjing terinfeksi dan 24 % dari perkotaan dan 47 % dari anjing pedesaan
yang meninggalkan kotoran mereka di sekitar rumah yang merupakan tempat
parasit , jelas bahwa lingkungan ini mungkin merupakan situs risiko zoonosis .
Analisis kami dari sampel tanah dari 60 peternakan dikonfirmasi tingkat
kontaminasi tinggi , mengungkapkan sampel tanah positif di lebih dari setengah
dari peternakan . Substansial kontaminasi telur juga ditemukan di daerah
perkotaan , seperti 3/6 taman diperiksa adalah positif Toxocara spp. Akhirnya ,
temuan serologi kami menunjukkan bahwa infeksi pada manusia benar-benar
terjadi di daerah : 7 dari 428 orang dewasa diperiksa ( 1,6 % ) memiliki tingkat
antibodi yang sangat tinggi terhadap T. canis antigen , menunjukkan kontak
sebelumnya dengan migrans Larva dari nematoda .
B. Tujuan
Trichinella spiralis
Tujuan makalah ini disusun adalah antara lain :
1. Untuk mengetahui klasifikasi dan morfologi Trichinella spiralis
2. Untuk mengetahui siklus hidup Trichinella spiralis
3. Untuk mengetahui apa saja patologi dan gejala klinis penyakit yang
disebabkan oleh Trichinella spiralis
4. Untuk mengetahui epidiomologi penyakit yang disebabkan oleh
Trichinella spiralis.
Toxocara canis/cati
1. mengetahui klasifikasi cacing jenis Toxocara canis/cati
2. Apa nama penyakit yang ditimbulkannya,
3. Bagaimana kaitannya dengan hospes, morfologi dan daur hidupnya,
4. Apa kaitannya dengan epidemiologi kesehatan,
5. Bagaimana patologi dan gejala klinisnya, serta
6. Bagaimana pencegahan dan pengobatan yang seharusnya dilakukan oleh
manusia yang
BAB II
PEMBAHASAN
1. Enterobius vermicularis ( Oxyuris vermicularis )
Sejarah Enterobius vermicularis( cacing kremi ) telah diketahui sejak
dahulu dan telah banyak dilakukan penelitian mengenai biologi, epidemiologi dan
gejala klinisnya. Manusia merupakan hospes dan penyakitnya disebut enterobiasis
atau oksiuriasis.
Distribusi Geografik
Parasit ini kosmopolit tetapi lebih banyak di temukan di daerah dingin dari pada
di daerah panas. Hal itu mungkin disebabkan pada umumnya orang didaerah
dingin jarang mandi dan mengganti baju dalam. Penyebab cacing ini juga
ditunjang oleh eratnya hubungan antara manusia satu dengan yang lainnya serta
lingungan yang sesuai.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing betina berukuran 8-13 mm x 0,4 mm. Pada ujung anterior ada
pelebaran kutikulum seperti sayap yang di sebut alae. Bulbus esophagus jelas
sekali, ekornya panjang dan runcing. Uterus cacing yang gravid melebar dan
penuh telur. Cacing jantan berukuran 2-5 mm, juga mempunyai sayap dan
ekornya melingkar sehingga bentuknya seperti tanda Tanya (?), spikulum pada
ekor jarang ditemukan. Habitat cacing dewasa biasanya di rongga sekum, usus
besar dan di usus halus yang berdekatan dengan rongga sekum. Makanannya
adalah isi usus.
Cacing betina yang gravid mengandung 11.00-15.000 butir telur,
bermigrasi ke daerah perianal untuk bertelur dengan cara kontraksi uterus dan
vaginanya. Telur jarang dikeluarkan di usus, sehingga jarang ditemukan di dalam
tinja. Telur berbentuk lonjong dan lebih datar pada satu sisi (asimetrik). Dinding
telur bening dan agak lebih tebal dari dinding telur cacing tambang. Telur menjadi
matang dalam waktu 6 jam setelah dikeluarkan. Telur resisten terhadap
desinfektan dan udara dingin. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13
hari.
Kopulasi cacing jantan dan betina mungkin terjadi di sekum. Cacing jantan mati
setelah kopulasi dan cacing betina mati setelah bertelur.
Infeksi biasanya terjadi melalui 2 tahap. Pertama, telur cacing pindah dari
daerah sekitar anus penderita ke pakaian, seprei atau mainan. Kemudian melalui
jari-jari tangan, telur cacing pindah kemulut anak yang lainnya dan akhirnya
tertelan. Telur cacing juga dapat terhirup dari udara kemudian tertelan.
Setelah telur cacing tertelan, lalu larvanyamenetas di dalam usus kecil dan tumbuh
menjadi cacing dewasa di dalam usus besar (proses pematangan ini memakan
waktu 2-6 minggu). Cacing dewasa betina bergerak ke daerah di
sekitar anus (biasanya pada malam hari) untuk menyimpan telurnya di dalam
lipatan kulit anus penderita. Telur tersimpan dalam suatu bahan yang lengket.
Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang menyebabkan gatal-gatal.
Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3 minggu pada suhu
ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat dan cacing muda dapat
masuk kembali ke dalam rektum dan ususbagian bawah.
Patologi dan Gejala Klinis
Enterobiasis relatif tidak berbahaya, jarang menimbulkan lesi yang berati. Gejala
klinis yang mennjol disebabkan iritasi disekitar anus, perineum dan vagina oleh
cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina sehingga
menyebaban pruritus lokal.
Gejalanya berupa:
1. Rasa gatal hebat di sekitar anus
2. Rewel (karena rasa gatal dan tidurnya pada malam hari terganggu)
3. Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari
ketika cacing betina dewasa bergerak ke daerah anus dan
menyimpan telurnya di sana)
4. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi, tetapi bisa
terjadi pada infeksi yang berat)
5. Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa
masuk ke dalam vagina)
6. Kulit di sekitar anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi infeksi (akibat
penggarukan).
7. Gigi menggeretak.
8. Manstrubasi.
Kadanga-kaang cacing dewasa muda dapat bergerak keusus halus bagian
proksimal samapai ke lambung, esofagus dan hidung sehingga menyebabkan
gangguan didarah tersebut. Cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang
di vagina dan di tuba fallopisehingga menyebabkan radang di saluran telur.
Cacing sering diteukan di apendikus tetapi jarang menyebabkan apendisitis.
Diagnosis
Infeksi cacing dapat diduga pada anak yang menunjukkan rasa gatal
disekitar anus pada waktu malam hari. Diagnosa dibuat dengan menemukan telur
dan cacing dewasa. Telur cacing dapat diambil dengan mudah dengan alat anal
swab yang ditempelkan disekitar anus pada waktu pagi hari sebelum anak buang
air besar dan mencuci pantat (cebok).
Anal Swab adalah suatu alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada
ujungnya dilekatkan scotchadhesive tape. Bila adhesive tape ditempelkan
didaerah sekitar anus, telur cacing akan menempel pada perekatnya. Kemudian
adhesive tape diratakan pada kaca benda dan dibubuhi sedikit toluol untuk
pemeriksaan mikroskopik. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tiga hari berturut-
turut.
Infeksi cacing kremi dapat disembuhkan melalui pemberian dosis tunggal
obat anti-parasit mebendazole, albendazole atau pirantel pamoat dan obat
piperrazin.Obat pepirrazin sangat efektif bila diberikan waktu pagi kemudian
minum segelas air sehingga obat sampai ke sekum dan kolon. Pirantel pamoat
juga efektif. Efek samping mual dan muntah. Mebendazol efektif terhadap semua
stadium perkembangan cacing kremi, sedangkan pirantel dan piperazin yang
diberikan dalam dosis tunggal tidak efektif terhadap telur. Pengobatan secara
periodik memberikan prognosis yang baik. Sebaiknya seluruh
anggota keluarga dalam satu rumah harus meminum obat tersebut
karena infeksi ulang bisa menyebar dari satu orang kepada yang lainnya.
Untuk mengurangi rasa gatal, bisa dioleskan krim atau salep anti gatal ke
daerah sekitar anus sebanyak 2-3 kali/hari.Meskipun telah diobati, sering
terjadi infeksi ulang karena telur yang masih hidup terus dibuang ke
dalam tinja selama seminggu setelah pengobatan. Pakaian, seprei dan mainan
anak sebaiknya sering dicuci untuk memusnahkan telur cacing yang tersisa.
Langkah-langkah umum yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan infeksi cacing kremi adalah:
1. Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar
2. Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku
3. Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu
4. Mencuci jamban setiap hari
5. Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-
jari tangan dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya
6. Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut.
Pencegahan
Sangat penting untuk menjaga kebersihan pribadi, dengan menitikberatkan
kepada mencuci tangan setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan
makanan, kuku hendaknya di potong pendek. Pakaian dalam dan seprei penderita
sebaiknya dicuci sesering mungkin dan dijemur matahari. Serta makanan
hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang mengandung telur.
Epidemiologi
Penyebaran cacing kremi lebih luas daripada cacing lain. Penularan dapat terjadi
pada keluarga atau kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama
( asrama, rumah piatu ). Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah
atau kafetarian sekolah dan menjadi sumber infeksi bagi anak – anak sekolah. Di
berbagai ruah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang mengandung cacing
kremi, telur cacing dapat ditemukan ( 92% ) di lantai, meja, kursi, bufet, tempat
duduk, kakus, bak mandi, alas kasur, pakaian dan tilam. Hasil penelitian
menunjukkan angka prevalensi pada berbagai golongan manusia 3% - 80%. Usia
terbanyak yang menderita enterobiasi adalah kelompok usia 5-9 tahun.
Penularan dapat di pengaruhi oleh :
1. Penularan dari tangan ke mulutvsesudah menggaruk daerah perianal (auto
infeksi) atau tangan dapat dapat menyebabkan telur kepada orang lain
maupun kepada diri sendiri karena memegang benda-benda maupun
pakaian yang terkontaminasi.
2. Debu merupakan sumber infeksi karena mudah diterbangkan oeh angin
sehingga telur melalui debu dapat tertelan.
3. Retrofeksi melalui anus : larva dari telur yang menetas di sekitar anus
kembali masuk ke anus.
Anjing dan kucing tidak mengandung cacing kremi tetapi dapat menjadi
sumber infeksi oleh telur dapat menempel pada bulunya.Frekuensi di Indonesia
tinggi, terutama pada anak dan lebih banyak ditemukan pada golongan ekonomi
lemah. Frekuensi pada orang kulit putih lebih tinggi dari pada orang negro.
2. Trichinella spiralis
Trichinella spiralis atau disebut juga Cacing Otot adalah hewan dari anggota
hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nematoda. Cacing ini
menyebabkan penyakit trichinosis pada manusia, babi, atau tikus. Parasit masuk
ke tubuh manusia melalui daging babi yang dimasak kurang matang. Di dalam
usus manusia, larva berkembang menjadi cacing muda.Cacing muda bergerak ke
otot melalui pembuluh limfa atau darah dan selanjutnya menjadi cacing dewasa.
Untuk mencegah terinfeksi oleh cacing ini, daging harus dimasak sampai matang
untuk mematikan cacing muda. Cacing ini hidup dalam mukosa duodenum,
sampai sekum manusia. Selain menginfeksi manusia, cacing ini juga menginfeksi
mamalia lain, seperti tikus, kucing, anjing, babi, beruang, dll. Penyakit yang
disebabkan parasit ini disebut trikinosis, trikinelosis, dan trikiniasis.
Morfologi
Cacing dewasa sangat halus menyerupai rambut, ujung anterior langsing, mulut
kecil, dan bulat tanpa papel. Cacing jantan panjangnya 1,4-1,6 mm, ujung
posteriornya melengkung ke ventral dan mempunyai umbai berbentuk lobus, tidak
mempunyai spikulum tepi. Dan tidak terdapat vas deferens yang bisa dikeluarkan
sehingga dapat membantu kopulasi. Cacing betina panjangnya 3-4 mm,
posteriornya membulat dan tumpul, tidak mengeluarkan telur, tetapi
mengeluarkan larva (larvipar). Seekor cacing betina mengeluarkan larva sampai
1500 buah. Panjang larva yang baru dikeluarkan kurang lebih 80-120 mikron,
bagian anterior runcing dan ujungnya menyerupai tombak.
Klasifikasi
Klasifikasi Trichinella spiralis
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Adenophorea
Ordo : Enoplida
Super famili : Ttichinelloidea
Genus : Trichinella
Species : Trichinella spiralis
Siklus Hidup
Siklus hidup alami yang terjadi antara babi dan tikus -> babi mengandung kista
yang infektif -> manusia terinfeksi olh karena makan daging babi atau mamamlia
lain yang mengandung kista -> cacing dewasa hidup di dalam dinding usus ->
larva membentuk kista di dalam otot bergaris
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala Trikinosis tergantung pada beratnya infeksi disebabkan oleh cacing
stadium dewasa dan stadium larva. Pada saat cacing dewasa mengadakan invasi
ke mukosa usus, timbul gejal usus sepertiskit perut diare, mual dan muntah. Masa
tunas gejala usus ini kira-kira 1-2 hari sesudah infeksi.
Larva tersebar di otot kira-kira 7-28 hari sesudah infeksi. Pada saat ini timbul
gejal nyeri otot (mialgia) dan randang otot (miositis) yang disertai demem,
eusinofilia dan hipereosinofilia.
Gejala yang disebakan oleh stadium larva tergantung juga pada alat yang
dihinggapi. Pada infeksi berat (kira-kira 5.000 ekor larva/kg berat badan)
penderita mungkin meninggal dalam waktu 2-3 minggu, tetapi biasanya kematian
terjadi dalam waktu 4-8 minggu sebagai akibat kelainan paru, kelainan otak, atau
kelainan jantung.
Epidemologi
Cacing ini tersebar di seluruh dunia (kosmopolit), kecuali di kepulauan Pasifik
dan Australia. Infeksi pada manusia tergantung pada hilang atau tidak hilangnya
penyakit ini dari babi. Larva dapat dimatikan pada suhu 60-70 derajat celcius,
larva tidak mati pada daging yang diasap dan diasin.
Pencegahan dan Pengobatan
Untuk mencegah terinfeksi oleh cacing ini, daging harus dimasak sampai
matang untuk mematikan cacing muda. Cacing ini hidup dalam mukosa
duodenum, sampai sekum manusia.
Obat yang efektif untuk strongyloidiasis adalah thiabendazol.
3. Toxocara canis
.KLASIFIKASI TATA NAMA
Klasifikasi Toxocara canis
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Toxocara
Species : Toxocara canis
Klasifikasi Toxocara cati
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Subclass : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Famili : Ascarididae
Genus : Toxocara
Species : Toxocara cati
MORFOLOGI
Toxocara canis jantan mempunyai ukuran panjang 3,6-8,5 cm sedangkan
yang betina 5,7-10 cm, Toxocara cati jantan mempunyai ukuran 2,5-7,8 cm,
sedangkan yang betina berukuran 2,5-14 cm. Bentuknya menyerupai Ascaris
lumbricoides muda. Pada Toxocara canis terdapat sayap servikal yang berbentuk
seperti lanset, sedangakan pada Toxocara cati bentuk sayap lebih lebar, sehingga
kepalanya menyerupai kepala ular kobra. Bentuk ekor kedua spesies hampir sama;
yang jantan ekornya berbentuk seperti tangan dengan jari yang sedang menunjuk
(digitiform), yang betina ekornya bulat meruncing.
SIKLUS HIDUP
Telur yang keluar bersama tinja anjing atau kucing akan berkembang menjadi
telur infektif di tanah yang cocok. Hospes definitif dapat tertular baik dengan
menelan telur infektif atau dengan memakan hospes paratenik yang tinggal di
tanah seperti cacing tanah dan semut. Penularan larva pada anak anjing atau
kucing dapat terjadi secara transplasental dari induk anjing yang terinfeksi atau
melalui air susu dari induk kucing yang terinfeksi telur tertelan manusia (hospes
paratenik) kemudian larva menembus usus dan ikut dalam peredaran darah
menuju organ tubuh (hati, jantung, paru, otak, dan mata). Di dalam orang larva
tersebut tidak mengalami perkembangan lebih lanjut.
Manusia dapat terinfeksi oleh cacing gelang ini, suatu kondisi yang
disebut toxocarosis , hanya dengan membelai bulu anjing yang terinfeksi. Pada
manusia, parasit ini biasanya tumbuh di bagian belakang mata, yang dapat
menyebabkan kebutaan, atau di hati atau paru-paru. Namun, sebuah studi tahun
2004 menunjukkan, dari 15 anjing yang terinfeksi, hanya tujuh memiliki telur di
mereka mantel , dan tidak lebih dari satu telur ditemukan pada setiap
anjing. Selain itu, hanya 4% dari telur-telur yang menular . Mengingat rendahnya
konsentrasi telur subur pada bulu anjing yang terinfeksi '(kurang dari 0,00186%
per gram), adalah masuk akal bahwa telur tersebut dipindahkan ke bulu anjing
oleh kontak dengan deposites tinja di lingkungan, membuat bulu anjing sehingga
bias disebut transport pasif host .
Risiko terinfeksi oleh membelai anjing sangat terbatas dan, karena anjing
yang terinfeksi tunggal dapat menghasilkan lebih dari 100.000 telur cacing
per gram dari kotoran , manusia jauh lebih mungkin terinfeksi melalui kontak
dengan kotoran daripada kontak dengan bulu .
PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS
Pada manusia larva cacing tidak menjadi dewasa dan mengembara di alat-
alat dalam. Kelainan yang timbul karena migrasi larva dapat berupa perdarahan,
nekrosis, dan peradangan yang didominasi oleh eosinofil. Larva dapat terbungkus
dalam granuloma kemudian dihancurkan atau tetap hidup selama bertahun-tahun.
Kematian larva menstimulasi respon imun immediate-type hipersisentivity yang
menimbulkan penyakitvisceral larva migrans (VLM). Dengan gejala demam,
perbesaran hati, dan limfa, gejala saluran nafas bawah seperti bronkhouspasme.
Kelainan pada otak menyebabkan kejang, gejala neuro psikitrik/ensefalopati berat
ringannya gejala klinis dipengaruhi oleh jumlah larva dan umur penderita.
Umumnya penderita VLM adalah anak usia di bawah 5 tahun karena mereka
banyak bermain di tanah atau kebiasaan memakan tanah yang terkontaminasi tinja
anjing atau kucing.
VLM terutama penyakit anak-anak ( < 5 tahun) ( 63 ) . Hal ini ditandai
dengan demam , pembesaran dan nekrosis hati ( 46 ) , pembesaran limpa , gejala
pernapasan bagian bawah ( terutama bronkospasme , menyerupai asma ) ,
eosinofilia terkadang mendekati 70 % ( 1 ) , dan hipergammaglobulinemia
imunoglobulin M ( IgM ) , IgG , dan kelas IgE . Dalam terakhir dari kasus ini ,
gejala yang lebih jelas , dengan peningkatan kadar IgE / anti - IgE kompleks imun
( 39 ) . Miokarditis ( 44 ) , nefritis ( 53 ) , dan keterlibatan SSP telah dijelaskan .
Keterlibatan SSP dapat menyebabkan kejang , gejala neuropsikiatri , atau
ensefalopati .
Ada apresiasi meningkat bahwa manifestasi klinis yang lebih halus juga
mungkin timbul sebagai akibat dari paparan jangka panjang terhadap remaja
bermigrasi . Jadi yang disebut toxocariasis rahasia berkisar dalam spektrum dari
infeksi asimtomatik untuk larva bermigrasi pada organ target spesifik ( 38 , 52 ,
57 ) . Dalam paru-paru , migrasi larva dapat menyebabkan asma ( 6 , 56 ) . T.
canis telah diusulkan sebagai faktor risiko lingkungan untuk asma di antara
beberapa populasi dalam kota ( 42 ) . Demikian pula , di otak , T. canis telah
terlibat sebagai salah satu penyebab yang disebut gangguan kejang idiopatik ( 9 ) ,
serta penyebab gangguan usus fungsional ( 25 ) . Satu studi terlibat Toxocara
sebagai faktor yang berkontribusi pada gangguan kulit setidaknya dua varietas
( prurigo dan urtikaria ) ( 22 ) , sementara yang lain disajikan bukti tidak langsung
yang menghubungkan infeksi Toxocara dengan bentuk arthritis eosinophilic ( 45 )
. Pada infeksi eksperimental pada tikus , perilaku dan memori belajar
dipengaruhi , dan keduanya tampak dosis dan waktu tergantung ( 8 ) . Oleh karena
itu wajar untuk berspekulasi bahwa fenomena serupa kemungkinan akan bekerja
dalam infeksi jangka panjang pada manusia , juga. Infeksi eksperimental pada
tikus juga memberi penjelasan mengenai efek dari VLM pada pola keseluruhan
respon imun . Tikus C3H/HeN inbrida terinfeksi dengan T. canis remaja telah
mengubah pola respon sitokin yang diduga mendukung kelangsungan hidup
parasit . Kedua IL - 12 dan tumor necrosis factor alpha secara signifikan
menurunkan pada kelompok yang terinfeksi dibandingkan dengan kontrol. IL - 5
dikaitkan dengan resistensi terhadap Nippostrongylus braziliensis tetapi tidak
memiliki efek terhadap larva bermigrasi dari T. canis. Kekebalan
protektif lambat untuk mengembangkan , jika berkembang secara kesseluruhan.
Hal ini terutama disebabkan faktor paling mungkin berhubungan dengan
kemampuan remaja secara berkala mengubah sinyal antigenik nya . Data
pendukung spekulasi ini akan diberikan perhatian lebih
OLM
OLM biasanya terjadi pada anak-anak berusia 5 sampai 10 tahun dan
biasanya muncul sebagai gangguan visi unilateral yang kadang-kadang disertai
dengan strabismus. Konsekuensi paling serius dari infeksi adalah invasi retina ,
menyebabkan pembentukan granuloma , yang terjadi biasanya perifer atau di
kutub posterior . Granuloma ini menyeret retina dan menciptakan distorsi ,
heteropia , atau detasemen makula . Tingkat gangguan ketajaman visual
tergantung pada daerah tertentu yang terlibat , dan kebutaan adalah umum . OLM
juga dapat menyebabkan endophthalmitis difus atau papillitis , glaukoma
sekunder dapat terjadi berikutnya . Setidaknya satu contoh langka setelah infeksi
jangka panjang dengan Toxocara , membran neovascular Choroidal terbentuk
setelah sebelumnya menunjukan chorioretinitis .
EPIDEMIOLOGI
T. canis dan T. cati, sayangnya parasit yang terlalu umum dari kebanyakan
anjing domestik dan peridomestic dan kucing , terutama yang muda . Bahkan
yang dijual oleh orang dan toko-toko hewan peliharaan mungkin mengandung
cacing dewasa . Hal ini karena , seperti yang dinyatakan bahwa ini berhubungan
dengan siklus hidupnya , anak anjing dan anak kucing mendapatkanToxocara dari
plasenta ibu yang terinfeksi . Oleh karena itu , kotoran anak anjing di rumah telah
diidentifikasi sebagai faktor risiko yang signifikan ( 35 ) . Seperti yang diharapkan
, anak-anak dengan pica beresiko tinggi menelan telur berembrio dari tanah
daripada yang tidak menunjukkan perilaku ini . Tumbuh di lingkungan miskin
dikaitkan dengan tingkat yang lebih tinggi seropositif untuk toxocariasis daripada
yang dibesarkan di keluarga yang berpenghasilan menengah.
Taman terbuka di daerah perkotaan dan pinggiran kota yang , dalam
banyak kasus ,lebih banyak terkontaminasi dengan telur T. canis dan T. cati ,
karena di lingkungan ini orang-orang secara rutin berjalan dengan hewan
peliharaan mereka. Populasi yang sedang berkembang di perkotaan , kucing dan
anjing liar merupakan masalah yang berkembang di banyak daerah tropis dan
subtropis dan kemungkinan berkontribusi besar dengan tingginya tingkat
keberadaan telur toxocara. Perlu ditambahkan bahwa peningkatan insiden rabies
juga berhubungan dengan orang – orang perkotaan dan pinggiran kota yang
melepaskan anjingnya. Pasien dewasa dilembagakan untuk keterbelakangan
mental juga beresiko tinggi
Mencegah adanya kotoran anjing dan kucing di area bermain yang sering
dikunjungi oleh anak-anak tampaknya menjadi strategi kontrol yang terbaik untuk
membatasi infeksi pada populasi penduduk yang padat di kota-kota besar . Dalam
satu studi di Jepang , menempatkan penutup plastik vinyl transparan di atas kotak
pasir di malam hari tampaknya efektif mencegah hewan peliharaan untuk
memakai kotak pasir tersebut sebagai zona pembuangan tinja . Selain itu, selama
bulan-bulan musim panas , suhu di dalam pasir sering naik di atas 45 ° C , suatu
kondisi yang diciptakan oleh menutupi mereka lebih di malam hari . Para penulis
berspekulasi bahwa ini mungkin membuat area bermain aman untuk digunakan
sehubungan dengan Toxocara ( 60 ) . Pengobatan rutin anjing dan kucing nonferal
dengan ivermectin , mebendazole , atau Benzimidazole terkait lainnya adalah
ukuran lain tersedia yang mungkin terbukti efektif dalam pengaturan tertentu
untuk membatasi penyebaran kelompok tangguh ini parasit . Beberapa kota telah
memecahkan dilema yang terkait dengan penggunaan kotak pasir dengan
menghilangkan mereka dari taman kota dan taman bermain .
Dokter hewan terus memegang peran penting dalam memerangi
penyebaran infeksi Toxocara dalam situasi di mana mereka melihat sejumlah
besar anjing dan kucing yang dibawa kepada mereka oleh pemilik hewan
peliharaan . Merekomendasikan pemeriksaan tinja rutin dan sering menggunakan
agen kemoterapi seperti mebendazole telah terbukti efektif dalam mengendalikan
infeksi .
PENCEGAHAN PENGENDALIAN,DAN PENGOBATAN
Pencegahan infeksi dilakukan dengan mencegah pembuangan tinja anjing
atau kucing peliharaan secara sembarangan terutama di tempat bermain anak-anak
dan kebun sayuran. Pada manusia, pencegahan dilakukan dengan pengawasan
terhadap anak yang mempunyai kebiasaan makan tanah, peningkatan kebersihan
pribadi seperti, kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, tidak makan daging
yang kurang matang dan membersihkan secara seksama sayur lalapan.
Beberapa pengobatan untuk infeksi Toxocara cati termasuk obat yang
dirancang untuk menyebabkan cacing dewasa menjadi sebagian dibius dan
melepaskan diri dari lapisan usus, yang memungkinkan mereka untuk dibuang
hidup dalam tinja. Obat tersebut termasuk piperazine dan pirantel . Ini sering
dikombinasikan dengan obat praziquantel yang tampaknya menyebabkan cacing
kehilangan ketahanan terhadap yang dicerna oleh hewan inang. Pengobatan yang
efektif lainnya termasuk ivermectin , milbemycin , dan selamectin .
Dichlorvos juga telah terbukti efektif sebagai racun, meskipun bergerak untuk
melarang alih kekhawatiran tentang toksisitas membuatnya tidak tersedia di
beberapa daerah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trichinella spiralis
Trichinella spiralis atau disebut juga Cacing Otot adalah hewan dari
anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nematoda.
Cacing ini menyebabkan penyakit trichinosis pada manusia, babi, atau tikus.
Parasit masuk ke tubuh manusia melalui daging babi yang dimasak kurang
matang. Di dalam usus manusia, larva berkembang menjadi cacing muda.Cacing
muda bergerak ke otot melalui pembuluh limfa atau darah dan selanjutnya
menjadi cacing dewasa. Untuk mencegah terinfeksi oleh cacing ini, daging harus
dimasak sampai matang untuk mematikan cacing muda.
Toxocorz canis/cati
Toxocariasis tetap menjadi masalah di seluruh dunia , merangsang
penyakit multisistem pada orang yang tertular.Toxocara ini dapat dengan mudah
tertular melalui kontak dengan kotoran ataupun bulu dari anjing maupun kucing
tersebut. Di taman – taman kota yang biasanya digunakan orang – orang untuk
berjalan – jalan, bisa menjadi sumber dari toxocara tersebut, karena disana
biasanya banyak kucing dan anjing lalu hewan – hewan tersebut membuang
kotoran sembarangan dan akhirnya manusia tertular. Pencegahan yang tepat
terhadap toxocariasis adalah selalu menjaga kebersihan seperti tidak membiarkan
hewan peliharan membuang kotoran sembarangan, mencuci tangan sebelum
makan, dan mencuci bahan makanan yang akan dimasak lalu memasaknya dengan
benar.
B. Saran
Untuk mencegah infeksi nematoda parasit usus berikut adalah langkah-
langkah yang perlu dilakukan :
1. Mengobati penderita dan massa.
2. Pendidikan kesehatan pribadi dan lingkungan.
3. Menjaga kebersihan makanan atau memasak makanan dengan baik.
4. Memakai alas kaki bila berjalan di tanah (untuk mencegah infeksi cacing
tambang dan strongiloidiasis).
5. Pembuatan MCK yang sehat dan teratur.
C. Daftar pustaka
Anonim. 2004. Nematodes (Roundworm): Intestinal. (On-Line)
http://www.medicine.mcgill.ca/tropmed/txt/lecture4%20intest
%20nematodes.htmDiakses 29 Mei 2008.
Gandahusada, Srisasi, Prof. dr. 2006. Parasitologi Kedokteran. Jakarta:Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Onggowaluyo, J.S. 2002. Parasitologi Medik I. Penertbit Buku Kedokteran,
Jakarta.
Padmasutra, Leshmana, dr. 2007. Catatan Kuliah:Ascaris lumbricoides.
Jakarta:Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta.
Soedarto. 1991. Helmintologi Kedokteran.. Penerbit Buku Kedokteran. ECG,
Jakarta
Soedarto. 1996. Atlas Helmintologi Kedokteran. Universitas. Penerbit Buku
Kedokteran. ECG, Jakarta.
Widyastuti, Retno. 2002. Paraitologi. Pusat Penerbitan Universitas Terbuka,
Jakarta.