Date post: | 26-Jun-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | selvi-lestari |
View: | 2,652 times |
Download: | 8 times |
MALOKLUSI
Kelompok 1.3: - Selvi Kartika Lestari (160110090006)
- Niken Tri Hapsari (160110090007)
MALOCCLUSION
DENTAL Dento Skeletal SKELETAL
Classification Classification
Clinical examination/ study model
Cephalometric analysis
Sistem Klasifikasi
Dental :1. Angle’s Classification2. Incisor Classification3. Canine Classification
Skeletal :1. ANB Angle
(Steiner Analysis)2. Wits Analysis
Comprehensive Proffit - Ackerman
ll
ANOMALI DENTOALVEOLAR
PROTRUSIF PROTRUSIF RETRUSIF RETRUSIF
ANOMALI DENTOALVEOLAR
DOUBLE PROTRUSIVE
DOUBLE PROTRUSIVE
DOUBLE
RETRUSIVE
DOUBLE
RETRUSIVE
DENTAL CLASSIFICATIONS1. Klasifikasi Angle• Kegunaan utamanya
untuk klasifikasi ortodontik masih sampai sekarang
• Klasifikasi maloklusi Angel dibagi menjadi kelas 1, 2, dan 3
• Dasar dari klasifikasi Angel adalah hubungan antara gigi molar pertama dengan garis dari gigi yang berelatif dengan garis dari oklusi
Oklusi Angle dibagi menjadi empat kelompok:
Normal Occlusion : Normal (Class I) hubungan molar, gigi berada di garis oklusi.
Class I Malocclusion: Normal (Class I) hubungan molar, gigi berjejal, rotasi, dll
Class II Malocclusion : Bagian distal dari molar bawah menuju ke molar atas, hubungan gigi lain dengan garis oklusi tidak terspesifikasi.
Class III Malocclusion : Bagian mesial dari molar bawah menuju ke molar atas, hubungan gigi lain dengan garis oklusi tidak terspesifikasi
Dewey membagi maloklusi kelas 1 menjadi lima tipe:
Type 1 : Crowding anterior teethType 2 : Protrusion anterior teethType 3 : Crossbite anterior teethType 4 : Crossbite posterior teethType 5 : Mesial drifting posterior teeth
Dewey membagi maloklusi kelas II menjadi dua divisi:
Dewey membagi maloklusi kelas III menjadi tiga tipe:Type 1 : Incisor relationship of edge to edgeType 2 : Incisor relationship of normalType 3 : Incisor relationship of cross bite
Dental Classification
2. Incisor Classification
Klasifikasi Incisivus
1. Kelas 1- Incisor edge pada incisive rahang bawah oklusi atau terletak di bawah cingulum plate incisive rahang atas
2. Kelas 2- incisor edge pada incisive rahang bawah oklusi atau terletak pada bagian palatal sampai cingulum plateau pada incisive rahang atas. Terbagi menjadi:
Pembagian 1: Pembagian 2: central incisor rahang atas mengalami retroklinasi
3. Kelas 3-incisor edge pada rahang bawah oklusi dengan atau terletak pada bagian anterior sampai cingulum plateau pada incisive rahang bawah
Pada oklusi yang normal adalah hubungan kelas 1 dan overjet sebesar 2-4mm. overbite terjadi saat incisive rahang atas menutupi ¼ sampai 1/3 incisive bagian bawah pada saat oklusi.
Dental Classification3. Canine Classification Kelas 1: canine rahang
atas beroklusi pada ruang buccal antara canine rahang bawah dan premolar satu rahang bawah
Kelas 2: Kelas II- canine rahang atas oklusi di anterior sampai ruang buccal di antara canine rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.
Kelas 3: canine rahang atas oklusi di posterior sampai ruang buccal di antara canine rahang bawah dan premolar satu rahang bawah.
ANOMALI DENTOSKELETAL
PROGNASI RA DAN PROTRUSIF GIGI RAHANG ATAS
PROGNASI RA DAN PROTRUSIF GIGI RAHANG ATAS
Klasifikasi Skeletal
Hubungan posisional antero-posterior dari bagian basal rahang atas dan bawah, satu sama lain, dengan gigi-gigi berada dalam keadaan oklusi, disebut sebagai hubungan skeletal. Keadaan ini kadang-kadang disebut juga sebagai hubungan basis gigi, atau pola skeletal.
ANOMALI SKELETAL
PROGNASI RAHANG BAWAH
PROGNASI RAHANG BAWAH
PROGNASI RAHANG ATAS
PROGNASI RAHANG ATAS
ANOMALI SKELETAL
RETROGNASI RAHANG ATAS
RETROGNASI RAHANG ATAS RETROGNASI
RAHANG BAWAH
RETROGNASI RAHANG BAWAH
ANOMALI SKELETAL
DOUBLE PROGNATION/JAW BIMAXILLARY
DOUBLE PROGNATION/JAW BIMAXILLARY
Klasifikasi dari hubungan skeletal sering digunakan, yaitu :
Klas 1 skeletal – dimana rahang berada pada hubungan antero-posterior yang ideal pada keadaan oklusi.
Klas 2 skeletal – dimana rahang bawah pada keadaan oklusi, terletak lebih ke belakang dalam hubungannya dengan rahang atas, dibandingkan pada Klas 1 skeletal.
Klas 3 skeletal – dimana rahang bawah pada keadaan oklusi terletak lebih ke depan daripada Klas 1 skeletal.
Pola skeletal Pola skeletal hiperdivergen
Pola skeletal yang menyimpang dimana terdapat kelebihan abnormal dari skeletal plane. Karakteristiknya antara lain: sudut mandibular plane yang tinggi, wajah anterior bagian bawah yang panjang dengan kecenderungan open bite, ketidakmampuan bibir, dan biasa dihubungkan dengan maloklusi Klas II.
Pola skeletal hipodivergenPola skeletal dimana skeletal plane lebih sejajar satu sama lain. Karakteristiknya antara lain: sudut mandibular plane yang rendah, wajah anterior bagian bawah yang pendek, dan biasa dihubungkan dengan maloklusi Klas II divisi 2.
Prognatism
Merupakan protrusi skeletal. Prognatism bimaxillary timbul ketika kedua rahang berprotrusi ke depan melewati batas normal facial. Prognatism maxillary timbul ketika maxilla berprotrusi ke depan melewati batas normal facial. Prognatism mandibular timbul ketika mandibula berprotrusi ke depan melewati batas normal facial.
RetrognatismMerupakan retrusi skeletal. Retrognatism bimaxillary timbul ketika kedua rahang berada di posterior melewati batas normal facial. Prognatism maxillary timbul ketika maxilla berada di posterior melewati batas normal facial. Prognatism mandibular timbul ketika mandibula berada di posterior melewati batas normal facial.
1. ANB Angle (Steiner Analysis)
Interpretation :
- ANB angle 82o ± 2o = Class I skeletal (normal)
- ANB angle > 84o = Class II skeletal
- ANB Angle < 80o = Class III skeletal
SNA : 84
SNB : 74
ANB : 10
Prognatik maksila dan retrognatik mandibula
Retrognatik maksila dengan prognatik mandibula
SNA: 78
SNB: 87
ANB: -9
Gb. Class I
Class I Class II
Class III
2. Wits Analysis/ Wits Appraisal
Interpretation : - Class I skeletal (normal) :
Point BO perkiraannya
sekitar 1 mm anterior to point AO (- 2
s/d 2 mm) - Class II skeletal : Point BO dapat berlokasi
baik di belakang point AO (> 2 mm)
- Class III skeletal : Point BO akan berada di
depan point AO (-2> mm)
COMPREHENSIVE CLASSIFICATION
PROFFIT – ACKERMANN ANALYSISClassification by the Characteristics of
Malocclusion :Step 1 : Evaluation of Facial Proportion and Estetik
dilakukan selama pemeriksaan klinis pertama, dimana asimetris wajah, proporsi wajah anteroposterior dan vertikal, dan hubungan bibir-gigi (pada saat istirahat dan tersenyum) dievaluasi
Step 2 : Evaluation of Alignment and Symmetry Within the Dental Arch
Langkah ini dilakukan dengan cara memeriksa dental arches dari sisi oklusal, mengevaluasi pertama simetri pada masing-masing dental arch dan kedua, jumlah crowding atau spacing. Poin yang utama ialah adanya atau tidak adanya protusi incisor yang berlebihan, yang tidak dapat dievaluasi tanpa pengetahuan mengenai pemisahan bibir pada akhirnya. Untuk alasan tersebut, hubungan dentofacial dikenal pada pemeriksaan klinis pertama yang harus dipertimbangkan sesegera mungkin sejalan dengan hubungan gigi dengan garis oklusi.
Step 3 : Evaluation of Skeletal and Dental Relationships in the Transverse Plane of Space
Pada tahap ini, cast dibawa ke dalam oklusi dan hubungan oklusal diperiksa, dimulai dengan bidang transverse (crossbite posterior). Sisi objektifnya adalah untuk mendeskripsikan secara akurat oklusinya dan untuk membedakan antara kontribusi maloklusi rangka dan gigi. Pada poin ini, evaluasi yang utama adalah dental cast dan radiografi, tapi perlu kita ingat bahwa baik roll dan yaw pada rahang dan pertumbuhan gigi mempengaruhi hubungan transverse dentofacial. Faktor-faktor tersebut seharusnya sudah dapat dikenali pada klasifikasi langkah pertama, dan dapat diperjelas pada langkah ketiga ini.
Posterior crossbite dideskripsikan pada keadaan molar atas (gbr. 6-71). Dengan demikian crossbite lingual (atau palatal) maksila bilateral berarti bahwa molar atas lebih ke posisi lingual dari posisi normalnya pada kedua sisi, sedangkan crossbite buccal mandibular unilateral berarti molar mandibula berada pada posisi lebih ke buccal pada satu sisi. Terminologi ini memerincikan gigi mana (maksila atau mandibula) yang tergeser dari posisi normalnya.
Step 4 : Evaluation of Skeletal and Dental Relationships in the Anteroposterior Plane of Space
Step 5 : Evaluation of Skeletal and Dental Relationships in the Vertikal Plane of Space
Hubungan maloklusi dan sistem stomatognatik
Maloklusi
Kesulitan mengunyah / mastikasi*Kesulitan memproduksi suara* Temporo Mandibular Dysfunction (TMD)* Trigger clenching and grinding activities