Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 43
Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29:4-7
Zinzendorf Dachi Sekolah Tinggi Teologi Baptis Medan
Abstract
Peace (shalom) must be endeavored by everyone. Shalom not only
deals with one's relation with God, with one another, and peace with
oneself, but also with the whole universe on the earth. The effort to
present shalom, is the responsibility of every person in his
neighborhood. Through qualitative descriptive research, with the
analysis of the text of Jeremiah 29: 4-7 found important points about
the meaning of shalom. Qualitative research is used to explain the
facts or circumstances and views about the meaning of shalom found
in Jeremiah 29: 4-7, through theological analysis and literature
discussion. The results of this study explain that believers must be
the first in an effort to bring peace with nature that is to preserve
nature and its environment, because the mandate of conservation is
given by God to man. By planting and cultivating nature wisely,
human beings are seeking real shalom.
Abstrak
Damai sejahtera (shalom) haruslah diusahakan oleh setiap orang.
Shalom bukan saja berhubungan dengan relasi seseorang dengan
Allah, dengan sesama, dan damai dengan diri sendiri, melainkan juga
dengan seluruh alam semesta, yakni bumi. Usaha menghadirkan
shalom, merupakan tanggung jawab setiap orang di lingkungannya.
Melalui penelitian deskriptif kualitatif, dengan analisa terhadap teks
Yeremia 29:4-7 ditemukan pokok-pokok penting tentang makna
shalom. Penelitian kualitatif digunakan untuk menjelaskan fakta-
fakta atau keadaan serta pandangan mengenai makna shalom yang
ditemukan dalam Yeremia 29:4-7, melalui analisa teologis dan
pembahasan literatur. Hasil kajian ini menjelaskan bahwa orang
percaya haruslah menjadi yang pertama dalam upaya menghadirkan
damai dengan alam yakni melestarikan alam dan lingkungannya,
oleh karena mandat terhadap pelestarian itu diberikan Allah kepada
manusia. Dengan menanam dan mengolah alam dengan bijak,
manusia sedang mengupayakan shalom yang sesungguhnya.
Keywords:
Believer; environment;
peace; preserving;
responsible
Kata Kunci:
damai sejantera;
lingkungan; pelestarian;
orang percaya; tanggung
jawab
Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani Vol 1, No 1, Juni 2018 (43-58)
ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) http://www.sttbaptis-medan.ac.id/e-journal/index.php/illuminate
Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 44
PENDAHULUAN
Pemakaian kata shalom (~Al)v')1,
dewasa ini terkesan rancu dan sering
disalahmengerti oleh sebagian orang
percaya. Penggunaan kata ini sebagai
sebuah salam di antara orang Kristen,
membuat pemahaman tentang artinya
menjadi dipersempit.2 Kata shalom (~Al)v')
dalam tradisi Ibrani kuno mengandung
ungkapan, “Kiranya Yahweh, Allahku
mendengar seruan perdamaian.”3 Damai
1Kata shalom (~Al)v' ), -bukan syalom-
dalam perbendaharaan kata Yahudi dipakai sebagai
salam di antara orang Yahudi dengan maksud
mengharapkan suasana damai dari Yahweh turun
keatas seseorang atau sekelompok orang. Kata ini
juga memiliki makna, tidak ada perang, keutuhan
dan harmoni. Secara implisit dalam shalom
terkandung makna hubungan yang tak terhalang
dengan orang lain dan kepuasan dalam usaha
seseorang. Dalam hubungan dengan Allah, Israel
umat-Nya menikmati perdamaian yang bersumber
dari Allah. G. Lloyd Carr, “~Alïov',” dalam
Theological Wordbook of The Old Testament, Jilid
2. ed. R. Laird Harris, Gleason L. Archer, dan
Bruce K. Waltke (Chicago: Moody Press, 1990),
931. 2Salam yang diucapkan di antara orang
Kristen saat ini dengan menyebutkan “shalom”,
menjadi sempit artinya oleh karena salam ini hanya
dimengerti sebagai sebuah harapan atau
permohonan agar seseorang mengalami keadaan
damai dan sejahtera. Hal ini terlihat dari respon
orang yang menerima salam dengan kembali
menyebutkan “shalom” sebagai balasannya.
Bahkan kerap muncul sebagai sapaan pembuka
dalam berkomunikasi yang konotasinya sama
dengan “hello” pada waktu seseorang bertelefon. 3Dennis Pardee, “An Overview of Ancient
Hebrew Epistolography” in Journal Biblical of
Literature, 97 (1978): 321-346.
yang dimaksud adalah keadaan tenang,
tiada musuh atau gangguan.
Meskipun dalam kitab-kitab
Pentatukh ungkapan ~k,øl' ~Al’v' (šālồm
lākem – “sejahteralah bagimu,” Kej. 43:23;
mencakup hal keagamaan dan sakral, akan
tetapi ungkapan ini juga ditemukan dalam
konteks sekuler yang menekankan kepada
“keadaan baik,” “tidak kurang sesuatu
apapun,” “sehat walafiat,” atau “aman dan
sentosa.”4 Konsep shalom akhirnya
berkembang dan diterima mencakup
keutuhan hubungan dalam hidup sehari-
hari, baik hubungan terhadap sesama
maupun dengan alam semesta.
Pada masa monarkhi, bangsa Israel
mengharapkan shalom dalam konteks
sebuah kerajaan yang damai dan sejahtera
tanpa perang. Perkembangan konsep ini
sampai kepada pemahaman shalom secara
eskatologis, dimana Israel mengharapkan
suatu kerajaan damai seutuhnya yang akan
terwujud suatu waktu kelak. Apakah
perkembangan konsep shalom ini hanya
4J. Vaitch menjelaskan bahwa
kata shalom diucapkan
pada waktu bertemu atau berpisah dengan
seseorang. Shalom digunakan sebagai perkataan
sehari-hari yang pengertiannya sama dengan
ungkapan dalam bahasa Inggris “Godbye.”
Ungkapan ini adalah singkatan dari “God-be-with-
you,” yang berarti bahwa pada mulanya ungkapan
sekuler ini adalah suatu ungkapan selamat agamani.
J. Vaitch, The reizh of Shalom.
ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 45
berhubungan dengan terciptanya situasi
damai tanpa perang? Apakah hanya
kondisi sejahtera antara Israel sebagai
umat dengan Allahnya yang disebut
sebagai shalom?
Konsep Shalom dalam Yeremia 29:4-7
Konsep shalom (~Al)v') dalam
Yeremia 29 merupakan bagian penting
dalam kehidupan Israel sebagai suatu
bangsa. Dalam suratnya kepada orang-
orang yang ada di pembuangan, Yeremia
menekankan bahwa damai sejahtera atau
kesejahteraan dapat mereka alami atau
nikmati meskipun mereka tidak tinggal di
tanah perjanjian. Kata shalom yang biasa
mereka ucapkan sebelumnya di antara
mereka yang berarti mengharapkan damai
sejahtera Yahweh hanya bagi orang
sebangsanya, sepertinya sudah tidak
relevan lagi. Dan bagi nabi Yeremia justru
kesejahteraan bangsa Babel, kelak akan
menjadi kesejahteraan bagi Israel sebagai
umat Allah.5
Latar Belakang Yeremia 29
W.S. LaSor mengatakan bahwa
Yeremia 29:1-32, yang berisi nasihat
5William L. Holladay, A Commentary on
the Book of the Prophet Jeremiah Chapter 26 – 52
(Minneapolis: Fortress Press, 1989), 138.
kepada para buangan di Babel, dikirim ke
Babel pada masa pemerintahan Raja
Zedekia (597 – 587 SM).6 Zedekia sebagai
seorang raja, beritikad baik, tetapi lemah
dan tidak tegas.7 Tahun-tahun
pemerintahan Raja Zedekia lebih banyak
ditandai dengan kelemahan dari pada
kekejaman. Ia dikuasai oleh para penasihat
rohani dan politiknya yang tidak
mempunyai keahlian maupun kualitas
moral. Mereka mendorong Zedekia untuk
bersitegang dengan Yeremia, walaupun
secara umum Zedekia menghormati nabi
Yeremia.8
Nabi-nabi yang menganggap
dirinya nasionalis muncul untuk
menyampaikan firman Tuhan yang hanya
mengenakkan umat. Mereka terus-menerus
mendorong masyarakat untuk melanjutkan
pemberontakan melawan Babel. Tetapi
Yeremia menentang mereka (Yer. 27:14-
6W.S. LaSor, D.A. Hubbard, dan F.W.
Bush, Pengantar Perjanjian Lama, jilid 2, terj.
Lisda Tirtapraja dan Lily W. Tjiputra (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, cet. ke-4, 2000), 323; Tahun
pemerintahan Raja Zedekia adalah 597 – 587 SM.
Robert M. Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab
Yeremia Fasal 1 – 24 (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1983), 17. 7C. Hassell Bullock, Kitab Nabi-nabi
Perjanjian Lama, terj. Suhadi Yeremia (Malang:
Gandum Mas, 2002), 266. 8LaSor, Pengantar Perjanjian Lama, jilid 2,
323.
Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 46
15).9 Pada tahun 594, utusan dari Edom,
Moab, Amon, Tirus dan Sidon bertemu di
Yerusalem untuk membahas prospek
pemberontakan melawan Babel (Yer.
27:3).10
Yeremia menggunakan
kesempatan ini untuk menyampaikan
amanat kepada raja-raja penyokong,
dengan memberi nasihat agar mereka
tunduk kepada Nebukadnezar. Yeremia
menekankan pentingnya mereka
mendengarkan apa yang Tuhan katakan.
Di Babel, nabi-nabi palsu seperti
Ahab bin Kolaya dan Zedekia bin Maaseya
meyakinkan orang-orang buangan bahwa
masa pembuangan akan segera berakhir
dan mereka akan segera kembali ke
Yerusalem. Di samping itu, kerusuhan
yang terjadi di Babel tahun 594 SM,11
tidak hanya mendorong bangsa-bangsa
jajahan Babel, termasuk Yehuda, untuk
merencanakan pemberontakan, tetapi
memberikan kesempatan kepada nabi-nabi
palsu untuk menghasut orang buangan di
9S. Wismoady Wahono, Di sini Kutemukan
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), 175. 10
Raja Zedekia, putra Yosia dan paman
dari Yoyakim, adalah boneka Nebukadnezar.
LaSor, dkk., 322. 11
Kerusuhan dimaksud adalah usaha
pemberontakan kesatuan militer bangsa Babel
melawan Nebukadnezar. William L. Holladay,
Jeremiah: A Fresh Reading (New York: The
Pilgrim Press, 1990), 107.
Babel memberontak. Seperti nabi-nabi
palsu di Yehuda, nabi-nabi palsu di Babel
pun mendorong orang buangan untuk
memberontak dan meramalkan hasil yang
baik.
Sesudah pemberontakan yang dihasut
itulah Yeremia menyurati para buangan, dan
menekankan bahwa mereka harus
mempersiapkan diri untuk tinggal lebih lama
lagi di Babel. Mereka harus bertempat
tinggal dan hidup di Babel seperti di negeri
mereka sendiri. Status mereka pun bukan
diperhamba atau diperbudak, melainkan
sebagai rakyat jajahan dan bebas untuk
dalam melakukan segala kebiasaan umum,
misalnya dalam hal agama dan
perdagangan.12
Jika mereka tidak
meninggalkan Babel atau menimbulkan ke-
rusuhan, tentulah para penguasa Babel akan
membiarkan mereka itu hidup sentosa.13
12
Di kemudian hari, banyak di antara para
buangan menjadi kaya dan memperoleh kedudukan
tinggi di istana, seperti Daniel, Mordekhai dan
Nehemia. Burroughs, 65; Hinson juga mengatakan
bahwa orang-orang Yehuda diperbolehkan untuk
meneruskan kebiasaan hidup masyarakatnya dan
membangun rumah-rumah untuk ditempati. Mereka
ikut dalam kehidupan perniagaan, dan banyak di
antara mereka yang berhasil dan makmur. Hinson,
194. 13
Paterson, Tafsiran Alkitab: Kitab
Yeremia Fasal 25 – 52, 44.
ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 47
Nasihat nabi Yeremia tentang
mengusahakan damai sejahtera (ay. 7)
juga dilatarbelakangi oleh nubuat yang
keliru dari nabi-nabi palsu pada
umumnya, baik di Yehuda maupun di
Babel. Dengan menggunakan nama
TUHAN, nabi-nabi palsu menubuatkan
kelepasan, damai dan kemakmuran (Yer.
14:11-16; 23:9-40; 28:1-17). Tetapi
jawaban Tuhan melalui nabi Yeremia
sangat bertolak belakang dengan nubuat
para nabi palsu saat itu.
METODE
Genre Yeremia 29 adalah suatu
bentuk prosa panjang yang berisi surat
Nabi kepada para buangan di Babel. Pasal
ini juga tidak diragukan berisi narasi
historis.14
Penggunaan kata ganti orang
ketiga dalam ayat 1 merupakan indikator
adanya sentuhan editor atau narator dalam
pasal ini.15
Menurut Holladay, Yeremia
29:1-23 mempunyai bentuk sastra salam
(ay. 1-4, 7). Pada periode pembuangan dan
sesudah pembuangan, sebuah surat diawali
14
J.A. Thompson, The Book of Jeremiah:
The New International Commentary on the Old
Testament (NICOT) (Grand Rapids: Wm. B.
Eerdmans Publishing Company, 1980), 545. 15
Raymond E. Brown (ed.), The Jerome
Bible Commentary (JBC) (Bangalone: Theological
Publications in India St. Peter's Semi, 1969), 324.
dengan alamat tujuan dan diikuti dengan
salam (bnd. Ezr. 4:17; 5:7). Alamat surat
Yeremia nampak pada bagian akhir ayat 4.
Meskipun kata “salam” tidak nampak
dalam ayat 4 dan 5, namun kata tersebut
muncul dalam ayat 7 (~Al)v' - šālồm). Ini
menunjukkan bahwa salam dalam sebuah
surat pada periode pembuangan dan
sesudah pembuangan adalah sama dengan
shalom (salam sejahtera, bnd. Ezr. 4:17;
5:7).16
Yeremia 29 memiliki genre
berbentuk perintah (ay. 5-6). Perintah ini
merupakan pengembangan perintah dari
16Selengkapnya Holladay mengatakan:
Letters of the period begin with an address
followed by a greeting. The address is typically "To
X": compare Lachish Letter 2, "To my lord Yaosh,"
and Aramaic letters are comparable (Ezr. 4:17; 5:7).
The address is evidently found in the last part of v 4
(so the punctuation here, and so NEB), though the
fact that the letter is at the same time a prophetic
oracle means that the messenger formula of v 4a
can carry v 4b along with it (so the punctuation of
most translations). That the epistolary convention
of an address is to be found here is substantiated to
some degree by two data: (1) the occurrences of
shalom in v 7 (there "welfare") seems to be a
deferred greeting substitute, and (2) v 23b may be
interpreted as a signature (or counter-signature).
The greeting in letters of the period normally make
use of (the Hebrew) shalom or shelam; Lachish
Letter 2, cited above, continues, "May Yahweh
cause my lord to hear tidings of peace," and again
Aramaic letters are comparable (once again Ezr.
4:17; 5:7). As already indicated, the greeting is
missing in vv 4 and 5 and a greeting substitute
appears in v 7.
Holladay, A Commentary on the Book of the
Prophet Jeremiah Chapter 26 – 52, 138.
Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 48
tradisi penciptaan agar umat Israel di
pembuangan bertambah banyak (Kej. 1:22,
28; 9:1, 7), dengan demikian mereka telah
memenuhi janji Allah.17
Disamping bentuk
perintah, pasal ini juga berbentuk larangan
(ay. 8-9) untuk tidak mempercayai nubuat
nabi-nabi palsu di Babel (bnd. Yer. 23:16;
27:9-10, 16).18
Bentuk sastra nubuat keselamatan
(ay. 10-14) juga tergambar di pasal ini.
Nubuat keselamatan di sini, merupakan
jaminan tentang jawaban janji Allah (bnd.
Yes. 30:19; 58:9; 65:24). 19
Selain nubuat
keselamatan, juga nubuat penghakiman
(ay. 16-19, 20, 15, 21-23). Ayat 19
memberikan alasan penghakiman tersebut,
yakni ketidaktaatan terhadap firman Allah
(bnd. 2 Raj. 22:17). Nubuat keselamatan
dan penghakiman di sini didukung oleh
formula nubuat yang menghubungkan
berita keselamatan dan berita
penghakiman, yaitu: “Beginilah firman
TUHAN” (hw"ëhy> rm:åa' ‘hko - kōh ‟amar
‟ādōnāy) (ay. 10, 16, 21).20
17
K. Owen White, The Book of Jeremiah
(Grand Rapids: Baker Book House, 1961), 60-61. 18
Holladay, A Commentary on the Book of
the Prophet Jeremiah Chapter 26 – 52, 138. 19
John F. Walvoord, Pedoman Lengkap
Nubuat Alkitab, terj. Soemitro Onggosandjojo
(Bandung: Kalam Hidup, 2003), 176-177. 20
Menurut Claus Westermann, formula
pemberitaan nabi-nabi dimulai dan diakhiri dengan:
Yeremia 29 juga berbentuk
pengajaran (ay. 20).21
Hans W. Wolff
mengistilahkan dengan “panggilan untuk
mengajar”22
dan juga disebut “panggilan
untuk memperhatikan.”23
Genre bagian ini
juga berbentuk kesaksian (ay. 23b).
Meskipun surat yang dikirim kepada para
buangan berasal dari Yeremia (ay. 1),
namun isinya adalah pesan Allah (ay. 4),
dan Allah sendiri adalah saksi atas
perjanjian dan sumpah umat Allah (Kej.
31:50; 1 Sam. 12:5; Yer. 42:5). Di sini
Allah sendiri yang menegaskan bahwa
“Beginilah firman TUHAN” (hw"ëhy> rm:åa' ‘hko -
kōh ‟amar ‟ādōnāy). Claus Westermann, Basic
Forms of Prophetic Speech (Philadelphia:
Westminster, 1967), 98-128; Nubuat keselamatan
mengumumkan sebuah era baru bagi berkat-berkat
dan pengampunan ilahi, yang melibatkan
pembaruan relasi Allah dengan ciptaan dan
dengan umat tebusan. Pengumuman era baru itu
adalah berita yang menjanjikan keterlibatan yang
bebas dari Sang Penebus-Pencipta. Bdg. Thomas
M. Raitt, A Theology of Exile:
Judgment/Deliverance in Jeremiah and Ezekiel
(Philadelphia: Fortress, 1977), 145-146, 215-217;
Sedangkan nubuat penghakiman profetis
berbicara tentang ditutupnya rahmat, anugerah,
pengampunan, dan kesabaran-Nya, VanGemeren,
72, 73. 21
Holladay, A Commentary on the Book of
the Prophet Jeremiah Chapter 26 – 52, 139. 22
Hans Walter Wolff, A Commentary on
the Book of the Prophet Hosea (Hermeneia: A
Critical and Historical Commentary on the Bible)
(Michigan: Fortress Press, 1974), 96. 23
Hans Walter Wolff and Waldemar
Janzen, A Commentary on the Books of the
Prophets Joel and Amos (Hermeneia: A Critical
and Historical Commentary on the Bible)
(Michigan: Augsburg Fortress Publishers, 1977),
231.
ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 49
firman-Nya kepada para buangan di Babel
melalui nabi-Nya adalah asli.24
Kata W[åj.nIw> (wenit„û) di ayat 5
adalah kata kerja qal imperatif maskulin
jamak dengan kata penghubung ( w - וְ e).
Kata W[åj.nIw> (wenit„û) dari kata [j;n" (nāta„)
yang berarti “tanam” dan “tancap.”
Terjemahan lain menerjemahkan dengan
“buatlah” (ITB), “bukalah” (BIS), “plant”
(RSV) dan “and plant” (NIV dan KJV).
Kata ini diterjemahkan dengan “juga
tanamilah”25
(“and plant”) seperti NIV
dan KJV.
Kata Wlßk.aiw> (we‟iklû) adalah kata
kerja qal imperatif maskulin jamak dengan
kata penghubung ( ְו - we). Kata Wlßk.aiw>
(we‟iklû) dan kata lk;a' (‟ākal), yang bisa
berarti “makan” dan “telan.”26
Terjemahan
lain menerjemahkannya dengan “untuk
kamu nikmati” (ITB), “dan nikmatilah”
(BIS) dan “and eat” (RSV, NIV dan
KJV). Kata ini diterjemahkan dengan “dan
nikmatilah” seperti yang tampak pada BIS
24
Holladay, A Commentary on the Book of
the Prophet Jeremiah Chapter 26 – 52, 139. 25
Holladay, A Concise Hebrew and
Aramaic Lexicon of the Old Testament, 236;
Brown, Driver and Briggs (BDB), 642. 26
Brown, Driver and Briggs (BDB), 37;
Holladay, A Concise Hebrew and Aramaic Lexicon
of the Old Testament, 15.
(“nikmatilah”), NIV, KJV dan RSV (“and
eat”). Kata Wvúr>dIw> (wediršû) di ayat 7,
adalah kata kerja qal imperatif maskulin
jamak, dengan kata penghubung (w> - we).
27
Kata Wvúr>dIw> (wediršû) berasal dari kata vr;D'
(dāraš) dan bisa berarti “peduli,”
“mencari” dan “mengusahakan.”28
Terjemahan lain menerjemahkannya
dengan “Usahakanlah” (ITB),
“Bekerjalah” (BIS). Kata ini diterjemahkan
dengan “Bahkan usahakanlah.”29
Kata
kerja imperatif dalam ayat ini merupakan
lanjutan dari kata kerja imperatif dalam
ayat 6.
Kata ~Alåv.-ta, (‟et-š
elồm) adalah
kata benda maskulin tunggal konstruk dan
kata penunjuk penderita ta, (‟et).30
TB, BIS
27
Bible Works, version 7. LLC, 2006;
Davidson, The Analytical Hebrew and Chaldee
Lexicon, 155; Awalan penghubung (w> - we) dapat
berarti bermacam-macam menurut konteksnya,
yaitu “dan,” “jadi,” “karena itu,” “juga,”
“kemudian,” “lalu,” “tetapi,” “maka,” dan
“bahkan.” Santoso, 36; Holladay, A Concise
Hebrew and Aramaic Lexicon of the Old
Testament, 85. 28
Holladay, A Concise Hebrew and
Aramaic Lexicon of the Old Testament, 75. 29
Holladay mengatakan bahwa awalan
penghubung (w> - we) dapat berarti “juga” atau
“bahkan” jika mengintensifkan kata atau ungkapan.
Ibid.,85. 30
Bible Works, version 7. LLC, 2006;
Davidson, The Analytical Hebrew and Chaldee
Lexicon, 721; Menurut Baker dkk., kata penunjuk
penderita ta, (‟et) tidak perlu diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia karena fungsinya hanya
Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 50
dan RSV menerjemahkan dengan
“kesejahteraan.” Hanya NIV dan KJV
yang menerjemahkan dengan “peace.”
Kata ini diterjemahkan dengan “damai
sejahtera.” Terjemahan yang sama juga
berlaku bagi Hm'êAlv.bi (bišlồmāh, ay. 7) dan
~Al)v' (šālồm) pada ayat 11.31
Kata hM'v'ê (šāmmāh) adalah kata
keterangan yang menunjukkan arah.32
Pada
umumnya terjemahan lain tidak
menerjemahkan kata ini. Sebaiknya kata
ini tetap diterjemahkan dengan “di sana”.
Sedangkan kata Hd"Þ[]b; (ba„adāh) adalah
kata depan ditambah akhiran orang ketiga
tunggal feminin.33
TB menerjemahkan
“untuk kota itu.” KJV, NIV
menerjemahkan dengan “for it.” Kata ini
diterjemahkan “dalam namanya”34
seperti
yang tampak pada RSV (“on its behalf”).
menunjuk penderita dari suatu kata kerja. Baker
dkk., Pengantar Bahasa Ibrani, 61. 31
Gerhard Von Rad mengatakan bahwa
kata dalam Perjanjian Lama terlalu sempit jikalau
diterjemahkan dengan “damai” saja, oleh karena
arti dasar kata itu mencakup senang, tidak susah,
merasa gembira, tidak bersungut-sungut,
berbahagia, sehat dan yang mencakup seluruh
kepribadian seseorang, jasmani dan rohani. Rad,
“Shalom in the Old Testament,” 207. 32
Bible Works, version 7. LLC, 2006;
Davidson, The Analytical Hebrew and Chaldee
Lexicon, 723. 33
Davidson, The Analytical Hebrew and
Chaldee Lexicon, 723. 34
Brown, Driver and Briggs (BDB), 126.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menghadirkan Shalom
Perintah untuk menghadirkan
shalom seperti yang tergambar dalam frasa
~k,t.a, ytiyleÛg>hi rv,’a] ry[iªh' ~Alåv.-ta, Wvúr>dIw>
(ay. 7), merupakan suatu keharusan bagi
bangsa Israel di pembuangan. Upaya
menghadirkan shalom di Babel, tidak lepas
dari sikap serta bagaimana cara mereka
hidup. Mereka harus tinggal dengan
mendirikan rumah untuk mereka diami dan
membuat kebun untuk mereka tanami
sehingga menghasilkan sesuatu untuk
dimakan. Dengan mengolah alam dan
memelihara lingkungan dimana mereka
berdiam, mereka dapat menikmati damai
sejahtera sekalipun di tempat
penghukuman.
Mengolah Alam dengan Bijak
Manusia sejak awal diberikan
mandat untuk mengelola dan menguasai
alam ciptaan Tuhan. Mandat untuk
menguasai alam dalam Kejadian 1:28,
bukanlah hanya perintah dalam arti
memiliki tanah untuk didiami sebagai
milik pribadi. Israel sendiri menerima
tanah sebagai milik pusaka yakni tanah
perjanjian, bukan karena kekuasaan dan
kekuatan tangan mereka tetapi Allah yang
ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 51
memberikan tanah itu dengan maksud
meneguhkan perjanjian yang diikrarkan-
Nya (Ul. 8:17-18).35
Bagi Israel, pemberian tanah adalah
deklarasi bahwa Israel sama sekali
bergantung kepada Allah.36
Oleh
karenanya mandat mengolah tanah yang
datang dari Allah, haruslah dimengerti
sebagai mandat yang berlaku dimanapun
mereka menetap. Sejauh berkembangnya
pemahaman ini, Israel sebagai suatu
bangsa juga harus menyadari bahwa Allah
memberi mereka kemampuan bertanggung
jawab untuk mengolah alam yakni
lingkungan dimana mereka tinggal di
Babel.
Perintah untuk membangun rumah
dan mendirikan tempat untuk didiami
merupakan bagian dari mandat itu. Untuk
melaksanakan perintah di ayat 5, orang
Israel harus bijak menggunakan dan
35
Sesungguhnya bagi Israel, konsep
mengolah tanah tertuju hanya kepada konteks tanah
perjanjian semata. Mandat untuk mengolah tanah
yang dimaksud dalam Kejadian 1:28, bukanlah
hanya di tanah perjanjian. Setelah Israel menetap di
tanah perjanjian, mereka mengolah dan
bertanggung jawab menjalankan mandat Ilahi.
Akan tetapi, mandat itu sudah ada jauh sebelum
Israel menetap di tanah perjanjian. Ini berarti,
mandat mengolah tanah dan bertanggung jawab
atas alam, berlaku dimanapun mereka menetap. 36
Christopher Wright, Hidup Sebagai
Umat Allah, terj. Liem Sien Kie. (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2010), 51.
mengolah apa yang alam sediakan.
Lingkungan dimana mereka tinggal
menyediakan material yang dapat dipakai
untuk kesejahteraan mereka. Menurut
Ronald Caste bahwa alam tidak hanya
menyediakan makanan untuk dinikmati
akan tetapi bahan baku atau materi yang
siap diolah. Tumbuhan tertentu
menyediakan batang untuk diolah menjadi
papan, dan lainnya menyediakan getahnya
sebagai campuran membuat cairan pelapis
kayu.37
Kesiapan manusia untuk mengolah
alam dengan bijak sangatlah dibutuhkan.
Dengan mengolah apa yang terdapat di
alam, manusia mulai mengeksplorasi bumi
atau alam dimana mereka menetap.
Manusia dalam mengolah alam seharusnya
memberi perhatian kepada upaya
mempertahankan kemampuan bumi untuk
mendukung keperluan atau kebutuhan
manusia dan makhluk hidup lainnya. Celia
Deane mengutarakan bahwa bumi
memiliki kapasitas kemampuan yang
terbatas dalam mendukung keseimbangan
ekosistem suatu tempat.38
Oleh karenanya,
37
Ronald Castle, The Living World
(Grandrapids, Baker, 2001), 77. 38
Dalam ekologi, yang dimaksud dengan
daya dukung bumi adalah jumlah maksimum
tanaman dan hewan yang dapat didukung oleh
Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 52
manusia harus siap untuk menata kembali
apa yang telah dieksplorasi.
Alam sebagai bagian dari ciptaan
Allah, telah menyediakan apa yang
diperlukan manusia untuk hidupnya.
Perintah untuk mengolah tanah dimana
mereka tinggal merupakan isyarat agar
bangsa Israel memperhatikan dan mengelola
tanah dan alam dengan baik, bukan hanya di
tanah perjanjian dari mana mereka berasal.
Seluruh alam semesta termasuk negeri Babel
di mana mereka tinggal saat pembuangan
adalah ciptaan Allah.
Mengolah alam haruslah disertai
keyakinan bahwa Allah yang
menyediakannya, maka Dia juga yang akan
memberkatinya. Di tanah perjanjian secara
teologis Israel sering tidak menyadari
bahwa Allah berkuasa dalam pengolahan
tanah, memberikan hujan, dan kesuburan.
Mereka cenderung menganggap Baal lebih
mampu menjamin hasil-hasil pertanian.39
Inilah yang menyebabkan mereka akhirnya
sebuah wilayah lingkungan tertentu. Tanaman atau
hewan itu bisa berbentuk satu spesies atau seluruh
komunitas. Ketika daya dukung lingkungan
terlampaui, sumber-sumber yang ada tidak cukup
untuk memenuhi keberlanjutan populasi yang
mungkin menjadi berkurang dengan jalan
berpindah, gagal berkembang biak atau mati yang
disebabkan kelaparan atau penyakit. Celia Deane,
Drummond., Teologi dan Ekologi, terj. Robert P.
Borrong (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012), 2. 39
Wright, Hidup Sebagai Umat Allah, 60.
ada di pembuangan. Melalui Yeremia,
Allah menghendaki Israel umat-Nya
menyadari bahwa bentuk keyakinan akan
Allah yang menyediakan alam terlihat dari
tanggung jawab mereka dalam mengolah
alam ciptaan Allah.
Tanggung jawab dalam mengelola
alam yakni dengan hidup dalam relasi
dengan alam berarti menerima alam
sebagai karunia Allah dan mengelolanya
sehingga terwujud kesejahteraan jasmani
dan rohani. Oleh karenanya, orang pecaya
tidak boleh hidup dalam ketakutan dengan
alam. Bagi orang percaya, tidak ada
sesuatu yang keramat atau yang ilahi selain
Allah. Dia menciptakan segala sesuatu
baik adanya (Kej. 1:16), dan manusia
dipanggil untuk menikmati semua materi
sebagai karunia Allah. Dengan mengolah
alam, manusia bukan saja menjadi
pelaksana mandat ilahi akan tetapi turut
berupaya menciptakan keseimbangan
ekosistem.
Melestarikan Lingkungan Hidup
Alam sebagai tempat dimana
manusia tinggal, ditumbuhi oleh tanaman
dan tumbuhan serta berbagai macam
hewan dan burung-burung yang dapat
digunakan demi kelangsungan hidup.
ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 53
Allah telah menata alam sedemikian
sehingga, tumbuh-tumbuhan dan ternak
dapat diolah dan dinikmati.40
Perintah
W[åj.nIw> (wenit„û) di ayat 5 mengisyaratkan
bahwa untuk dapat menikmati hasil dari
tanah di Babel, bangsa Israel harus
menanam sesuatu. Dari sini jelas
tergambar bahwa Allah menghendaki agar
para buangan tidak hanya menikmati hasil
alam, tetapi juga bertanggung jawab dalam
melestarikan alam yakni dengan
menanam.41
Manusia tidak hanya diciptakan
dari debu tanah (Kej. 2:7), tetapi juga
harus mengelola tanah dan hasilnya untuk
dimakan (Kej. 3:19). Dengan menanam,
manusia turut mengupayakan kestabilan
tekstur dan zat tanah. Tanpa disadari,
memberikan pupuk alami pada tanaman
untuk memperoleh hasil yang maksimal,
tercipta kesehatan dan keberlangsungan
daya hasil tanah.42
Tanpa tanah dan segala
40
Bandingkan dengan J. L. Ch. Abineno,
Manusia dan Sesamanya di dalam Dunia. 41
White, The Book of Jeremiah, 61. 42
Pupuk kimia yang dewasa ini banyak
digunakan di daerah-daerah pertanian dapat
menambah jumlah hasil tanaman. Akan tetapi disisi
lain pemberian pupuk kimia seperti Z, N, PK akan
merusak tanah oleh karena zat-zat kimia tersebut
akan membuat tanah kehilangan kestabilan zat yang
terkandung di dalamnya. Kesuburan tanah juga
dapat rusak apabila manusia menggunakan
yang dihasilkannya, manusia tidak dapat
hidup baik secara materil maupun secara
psikis dan sosial.43
Pernyataan Yeremia di ayat 5
menunjukkan bahwa bangsa Israel selama
tinggal di pembuangan Babel, tidak boleh
hidup hanya berdiam diri dan menikmati
hasil alam Babel tanpa mengelolanya. Kata
W[åj.nIw> (wenit„û) adalah kata kerja qal
imperatif maskulin jamak dengan kata
penghubung ( w - וְ e). Kata W[åj.nIw> (w
enit„û)
dari kata [j;n" (nāta„) yang berarti “tanam”
dan “tancap.” Perintah untuk menanam
merupakan perintah untuk mengelola tanah
yakni untuk menjadikannya kebun.
Membuat kebun untuk dapat
dinikmati hasilnya merupakan suatu usaha
dalam mengelola alam. Mengelola alam
dengan menciptakan kebun-kebun yang
menghasilkan, terkadang menjadikan
manusia melupakan bahwa tugas atau
perintah lain yang terkandung di dalamnya
yakni agar senantiasa tercipta kelestarian
alam. Karel mengatakan bahwa apabila
kelestarian alam tercipta, maka manusia
dapat mengelola tanah dan tanah dalam hal
pestisida untuk memproteksi tanaman dari hama
dan penyakit. 43
J. L. Ch. Abineno, Manusia dan
Sesamanya di dalam Dunia (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1993), 43.
Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 54
ini kebun akan terus menerus dapat
menghasilkan sesuatu untuk dimakan atau
dinikmati.44
Hal lain yang sering terlupakan
manusia dalam menanam dan membuat
kebun atau lahan pertanian adalah bahwa
tanah yang subur atau humus
membutuhkan waktu antara 200 tahun
hingga 120.000 tahun untuk berkembang,
tetapi humus itu dapat hilang dalam
beberapa bulan saja.45
Hilangnya humus
disebabkan oleh erosi tanah dimana
struktur kadar air dalam tanah berkurang
dan menjadi kering. Oleh karena itu
manusia seharusnya tidak menggunakan
lahan untuk hunian secara berlebihan.
Manusia mengolah lahan secukupnya
sehingga ada keseimbangan antara tempat
hunian dan lahan pertanian.
Makna dari fungsional manusia
sebagai ciptaan yang berkuasa adalah
44
Karel Socipater, Etika Taman Eden
(Jakarta: Suara Harapan Bangsa, 2002), 58. 45
Celia Deane menjelaskan bahwa
kesehatan atau kesuburan suatu lahan atau tanah
tergantung dari humus yang terdapat pada lapisan
tanah. Humus ini tercipta antara 200-120.000 tahun.
Meskipun bertujuan untuk lahan pertanian, bila
manusia tidak tepat dalam mengolah tanah seperti
irigasi yang kurang baik, lahan menjadi tandus dan
gundul, hal ini dapat menyebabkan erosi tanah
dimana humus menjadi debu dan diterbangkan
angin. Setiap tahunnya ada 75 milyar ton humus
hilang di seluruh dunia. Drummond., Teologi dan
Ekologi, 7.
mengusahakan tanah (Kej. 2:15). Kata
mengusahakan (db;a| - abad) bisa berarti
“mengerjakan, melayani, menggali,
mengelola, menanami.46
Menurut Hutler
sebagaimana dikutip oleh Karel, fungsi ini
menyatakan bahwa manusia dapat
menguasai dan menaklukkan tanah dan
alam semesta.47
Allah mengambil dan
menempatkan manusia bukan hanya untuk
mengusahakan tanah itu, tetapi juga untuk
memeliharanya.
Usaha untuk menanam tanaman
yang mampu menjawab kebutuhan pangan
tentulah disertai upaya meningkatkan hasil
yang berlipat. Sejak munculnya usaha
memberikan pupuk kimia dan pestisida48
yang berfungsi mencegah serangga
pengganggu tanaman, telah
melipatgandakan hasil pertanian yang pada
umumnya terdiri dari padi, jagung, kacang
tanah, ubi kayu dan ubi jalar. Tanpa
46
Holladay, A Concise Hebrew and
Aramaic Lexicon of the Old Testament, 61. 47
Socipater, Etika Taman Eden, 54. 48
Pestisida adalah semua jenis bahan kimia
yang digunakan untuk membunuh organisme yang
menjadi musuh tanaman. Pestisida dapat dibedakan
menurut komposisi bahan kimiawinya, menurut
jenis organisme yang dimusnahkan misal:
insektisida, herbisida dan fungisida. Zat racun ini
menyebabkan kontaminasi terhadap lingkungan dan
berpengaruh terhadap kesehatan manusia karena
dapat menyebabkan kanker. Robert P. Borrong,
Etika Bumi Baru (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1999), 113, 119.
ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 55
disadari, peningkatan hasil pertanian justru
berdampak negatif terhadap ekosistem
lingkungan oleh karena pupuk dan
pestisida adalah zat kimia yang berbahaya.
Kelestarian alam akan tercipta
apabila manusia memperhatikan beberapa
hal yang menyebabkan perubahan
ekosistem dalam suatu lingkungan. J.
Milburn Thompson menjelaskan bahwa
bumi yang didiami manusia saat ini sedang
mengalami krisis dengan menipisnya ozon,
terjadinya pencemaran air, erosi tanah,
pemanasan global dan persoalan limbah
berbahaya.49
Apabila manusia
mengharapkan terciptanya kelestarian
alam, maka sudah sepatutnya tiap-tiap
individu memperhatikan hal-hal yang
berhubungan dengan penyebab krisis ini.
Thompson menjelaskan bahwa
penipisan ozon dapat diperkecil apabila
manusia berhenti atau mengurangi
pemakaian chlorofluorocarbons (CFCs),50
49
J. Milburn Thompson, Keadilan dan
Perdamaian, terj. Jamilin Sirait dkk (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2009), 133-139. 50
Chlorofluorocarbons merupakan sintesa
kimia yang tidak beracun, lembam, murah dan
sederhana pembuatannya yang bermanfaat sebagai
bahan pendingin, bahan gas untuk obat semprot dan
untuk memproduksi bahan-bahan plastik foam
seperti stryrofoam. Thompson, Keadilan dan
Perdamaian, 141-143.
sedangkan erosi tanah51
dapat dibendung
dengan menghentikan penebangan hutan.
Disisi lain bahwa pemanasan global52
yang
timbul akibat jumlah karbondioksida yang
tinggi, dapat dihindari apabila kegiatan
pembakaran kayu dihentikan. Begitu juga
rusaknya lingkungan akibat limbah53
dapat
diperkecil dengan dihentikannya
pembuangan sampah plastik dan zat kimia
ke aliran sungai.
Akar dari krisis alam dan
lingkungan hidup terletak pada kekeliruan
perspektif manusia terhadap alam. Alam
hanya dianggap sebagai objek yang dapat
memberi keuntungan ekonomis bagi
manusia. Untuk mendapatkan keuntungan
dari alam, segala bentuk eksploitasi alam
51
Erosi tanah pada umumnya disebabkan
oleh pembukaan lahan-lahan untuk pemukiman
dengan menebang pohon-pohon yang
mengakibatkan penggundulan tanah. Drummond.,
Teologi dan Ekologi, 7. 52
Pemanasan global yang menjadi topik
perbincangan di dunia saat ini terjadi akibat
kerusakan lapisan ozon stratosfer memungkinkan
masuknya sinar ultraviolet yang berbahaya; gas-gas
khusus yang telah terbentuk dalam atmosfer telah
menahan panas sehingga tidak keluar dan atmosfer
kemudian menjadi semacam rumah kaca yang
membuat tempratur bumi semakin panas.
Thompson, Keadilan dan Perdamaian, 135. 53
Limbah hasil olahan pabrik yang
menggunakan zat kimia yang tidak diolah terlebih
dahulu, apabila dibuang langsung ke sungai akan
mematikan plankton-plankton yang menjadi
makanan bagi ikan-ikan. Bila kadar racun limbah
tinggi, juga mengakibatkan kematian manusia dan
hewan lain yang mengkonsumsi air sungai.
Borrong, Etika Bumi Baru, 127.
Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 56
dan tindakan tidak beretika terhadap alam
dapat dihalalkan. Borrong mengatakan
bahwa perilaku manusia terhadap alamnya
berubah ketika manusia memandang alam
dengan sikap “economic wants” dan
bukan dengan sikap “economic needs.”
Manusia telah mengubah sikapnya
terhadap alam dari sikap “butuh” menjadi
sikap “serakah.”54
Orang percaya harus menunjukkan
tabiat55
sebagai orang yang mampu dan
bertanggung jawab dalam semua aspek.
Dibutuhkan keberanian untuk bertindak
benar termasuk dalam hal tanggung jawab
terhadap lingkungan. Pengetahuan tentang
hal-hal yang berdampak buruk dalam
mengolah tanah dan upaya pelestarian
lingkungan tidak ada artinya apabila orang
tidak melakukannya. Orang percaya yang
54
Borrong, Etika Bumi Baru, 43. 55
Brownlee menjelaskan bahwa tabiat
merupakan susunan batin seseorang yang memberi
arah dan ketertiban kepada keinginan, kesukaan dan
perbuatan seseorang. Susunan itu dibentuk oleh
interaksi antara diri orang tersebut dengan
lingkungan sosialnya dan Allah. Perbuatan-
perbuatan yang sesuai dengan tabiat kita lebih
mudah dilakukan dan tidak menyebabkan konflik
batin. Perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai
dengan tabiat kita akan lebih sukar dilakukan dan
biasanya menyebabkan konflik batin. Tabiat
mengandung suara hati yaitu pengetahuan tentang
apa yang baik dan apa yang buruk. Malcolm
Brownlee, Pengambilan Keputusan Etis dan
Faktor-faktor di Dalamnya, (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2011), 113.
memiliki iman yang baru (2 Kor 5:17),
tabiatnya turut diperbaharui. Karena tabiat
diperbaharui, maka perbuatan-
perbuatanpun menjadi lebih baik.
Melestarikan lingkungan hidup
membutuhkan komitmen dan tindakan
nyata. Peristiwa bencana alam seperti
banjir bandang, dan tanah longsor adalah
akibat dari penebangan pohon-pohon untuk
pemukiman dan lahan industri serta
pertokoan. Pohon-pohon hijau yang
berfungsi sebagai penyanggah kestabilan
sudah beralih fungsi menjadi material
pendukung bangunan dan bahan baku
industri. Seharusnya, “menanam”
merupakan tindakan yang tepat untuk
menciptakan kestabilan ekosistem dan
tatanan lingkungan yang sehat dan aman.
Perintah untuk menjaga kelestarian
alam tidak hanya ditujukan kepada bangsa
Israel dalam pembuangan. Orang percaya
juga harus tetap melibatkan diri dalam
menjaga dan memelihara kelestarian
lingkungan hidup melalui langkah-langkah
praktis, seperti menahan diri dari kegiatan
pengrusakan hutan melainkan ikut dalam
upaya penghijauan lahan dan menciptakan
lingkungan yang bersih, sehat dan asri.
Keterlibatan orang percaya dalam upaya
untuk menjaga kelestarian lingkungan
ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani, Vol 1, No 1, Juni 2018
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 57
merupakan salah satu makna dalam
menghadirkan shalom atau damai sejahtera
di bumi tempat manusia tinggal.
PENUTUP
Menghadirkan Shalom merupakan
tanggung jawab orang Israel di
pembuangan. Nabi Yeremia menegaskan
bahwa meskipun mereka ada di Babel,
tidak menjadi halangan bagi mereka untuk
membangun relasi dengan Allah, dengan
sesama, dengan diri sendiri dan dengan
alam. Melalui kerja keras mereka dalam
mengelola tanah, mereka dapat menikmati
hasil dari tanah yang mereka olah.
Tanggung jawab mengelola tanah dengan
berkebun dan menggunakan hasil alam
untuk membangun tempat tinggal,
merupakan sikap yang harus mereka
tunjukkan sebagai umat Allah di tengah-
tengah bangsa lain.
Orang percaya masa kini bercermin
dari perintah yang ditujukan kepada
bangsa Israel di pembuangan. Sikap untuk
bertanggung jawab terhadap lingkungan
yang ditunjukkan dengan cara mengolah
hasil tanah dengan bijak, bukanlah perintah
baru. Sejak Adam dan Hawa di Taman
Eden, Allah telah memberi perintah kepada
manusia untuk lingkungan alam disekitar
mereka. Dengan menanam, akan
menjadikan lingkungan lebih asri dan hijau
dan terhindar dari bahaya bencana alam
yang timbul akibat penggundulan lahan.
Orang percaya yang mengolah
tanah dengan bijaksana dan tidak
mengolah tanah untuk mengurasnya akan
memperhatikan hal-hal yang merusak
tatanan kelestarian suatu lingkungan.
Dengan tidak menggunakan pestisida dan
zat kimia lainnya serta memperhatikan
keseimbangan pemakaian lahan dengan
tumbuhan hijau alami disekelilingnya,
akan tercipta suatu lingkungan yang asri
dimana manusia dapat menikmati
kesejahteraan dari hasil alam yang terus
menerus. Manusia yang menginginkan
damai sejahtera dapat menikmatinya
melalui alam dan lingkungan.
REFERENSI
Abineno, J. L. Ch., Manusia dan
Sesamanya di dalam Dunia,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.
Borrong, Robert P., Etika Bumi Baru,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999.
Brownlee, Malcolm., Pengambilan
Keputusan Etis dan Faktor-faktor
di Dalamnya, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2011.
Bullock, C. Hassell., Kitab Nabi-nabi
Perjanjian Lama, terj. Suhadi
Yeremia, Malang: Gandum Mas,
2002.
Zinzendorf Dachi: Menghadirkan Shalom Berdasarkan Yeremia 29: 4-7
Copyright 2018, ILLUMINATE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen; ISSN 2622-8998 (print), 2621-7732 (online) | 58
Castle, Ronald., The Living World,
Grandrapids, Baker Book House,
2001.
Drummond, Celia Deane., Teologi dan
Ekologi, terj. Robert P. Borrong,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012.
Holladay, William L. A Commentary on
the Book of the Prophet Jeremiah
Chapter 26 – 52, Minneapolis:
Fortress Press, 1989.
_______, Jeremiah: A Fresh Reading,
New York: The Pilgrim Press,
1990.
LaSor, W.S., D.A. Hubbard, dan F.W.
Bush, Pengantar Perjanjian Lama,
jilid 2, terj. Lisda Tirtapraja dan
Lily W. Tjiputra, Jakarta: BPK
Gunung Mulia, cet. ke-4, 2000.
Paterson, Robert M., Tafsiran Alkitab:
Kitab Yeremia Fasal 1 – 24,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1983.
Socipater, Karel., Etika Taman Eden,
Jakarta: Suara Harapan Bangsa,
2002.
Thompson, J.A., The Book of Jeremiah:
The New International
Commentary on the Old Testament
(NICOT), Grand Rapids: Wm. B.
Eerdmans Publishing Company,
1980.
Thompson, J. Milburn., Keadilan dan
Perdamaian, terj. Jamilin Sirait
dkk, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2009.
Wahono, S. Wismoady. Di sini
Kutemukan, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2001.
Walvoord, John F., Pedoman Lengkap
Nubuat Alkitab, terj. Soemitro
Onggosandjojo Bandung: Kalam
Hidup, 2003.
Westermann, Claus. Basic Forms of
Prophetic Speech, Philadelphia:
Westminster, 1967.
White, K. Owen. The Book of Jeremiah,
Grand Rapids: Baker Book House,
1961.
Wolff, Hans Walter., A Commentary on
the Book of the Prophet Hosea
(Hermeneia: A Critical and
Historical Commentary on the
Bible), Michigan: Fortress Press,
1974.
Wolff, Hans Walter and Waldemar Janzen,
A Commentary on the Books of the
Prophets Joel and Amos
(Hermeneia: A Critical and
Historical Commentary on the
Bible), Michigan: Augsburg
Fortress Publishers, 1977.
Wright, Christopher, Hidup Sebagai Umat
Allah, terj. Liem Sien Kie. Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2010.