MERAYAKAN TAHUN BARU MASEHI PERSPEKTIF HADIS
(Studi Ma‘a >ni> Al-H{>adi>th Riwayat Sunan Abi> Da >wud 1134)
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Program Studi Ilmu Hadis
Oleh:
MAY FARIDA NABILA
NIM : E05215019
PROGRAM STUDI ILMU HADIS
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2019
brought to you by COREView metadata, citation and similar papers at core.ac.uk
provided by Library UIN Sunan Ampel Surabaya
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xiv
ABSTRAK
May Farida Nabila (E05215019) Merayakan Tahun Baru Masehi Perspektif Hadis
(Studi Ma’a>ni Al-H{adi >th Riwayat Sunan Abi > Da>wud Nomor Indeks 1134)
Program Studi S-1 Ilmu Hadis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kitab Sunan Abi > Da>wud merupakan salah satu kitab hadis dari jajaran Kutub al
Sittah. Sistematika penyusunan Kitab ini disesuaikan dengan sistematika kitab
fiqh pada umumnya. Selain itu dalam Kitab Sunan Abi > Da>wud juga tidak memuat
seputar hadis sahih saja, tetapi lebih dari itu, apabila beliau mencantumkan hadis
d}a’if maka beliau akan mencantumkan alasan mengapa hadis itu lemah. Dalam
penelitian ini penulis akan mengangkat sebuah judul tentang: Merayakan Tahun
Baru Masehi Perspektif Hadis (Studi Ma’a>ni Al-Hadi>th Riwayat Sunan Abi> Da>wud Nomor Indeks 1134)” dengan rumusan masalah yakni bagaimana kualitas
hadis merayakan tahun baru Masehi dalam Sunan Abi > Da>wud Nomor Indeks
1134. Bagaimana kehujjahan hadis merayakan tahun baru Masehi dalam Sunan
Abi > Da>wud Nomor Indeks 1134. Bagaimana implementasi hadis merayakan tahun
baru Masehi di era sekarang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
dengan pendekatan studi ma’a >ni al-h{adi >th. Dalam penelitian ini menghasilkan
beberapa kesimpulan diantaranya adalah kualitas sanad hadis dalam Sunan Abi> Da>wud Nomor Indeks 1134 tentang merayakan tahun baru Masehi adalah
berstatus s {ah{i >h lidzatihi baik dari matan maupun sanadnya. Sedangkan kehujjahan
hadis tersebut adalah maqbul ma’mu>lun bihi yaitu dapat diterima dan diamalkan.
Adapun implementasi hadis tersebut di era sekarang adalah masih kurang, karena
hingga saat ini masyarakat masih terus mengagungkan dan merayakan tahun baru
masehi, padahal sudah jelas perayaan itu berasal dari umat non-Muslim dan
merupakan bentuk tasyabbuh (penyerupaan) terhadap orang kafir, hal ini bisa
disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai ilmu agama dan ilmu
pengetahuan lain yang berkaitan dengan topik pembahasan.
Kata Kunci: Tahun Baru, Hari Raya, Sunan Abi > Da>wud
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING iii
PENGESAHAN SKRIPSI iv
PERNYATAAN KEASLIAN v
MOTTO vi
PERSEMBAHAN vii
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI xii
ABSTRAK xiv
PEDOMAN TRANSLITERASI xv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Identifikasi Masalah 7
C. Rumusan Masalah 8
D. Tujuan Penelitian 8
E. Kegunaan Penelitian 8
F. Telaah Pustaka 9
G. Metodologi Penelitian 11
H. Sistematika Pembahasan 13
BAB II : LANDASAN TEORI
A. Kritik Sanad dan Matan Hadis 15
1. Pengertian Hadis dan Kualitasnya 15
2. Kritik Sanad 20
3. Kritik Matan 37
4. Kehujjahan Hadis 41
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
xiii
B. Teori Pemaknaan Hadis 45
C. Macam-Macam Kalender 50
BAB III : KITAB SUNAN ABI> DA>WUD DAN HADIS TENTANG
TAHUN BARU MASEHI
A. Biografi Perawi 58
1. Biografi Sunan Abi > Da>wud 58
2. Biografi Anas bin Malik 61
B. Hadis Merayakan Tahun Baru Masehi 63
1. Hadis dan Terjemah 63
2. Takhri>j al-H{adi >th 63
3. Skema, Tabel dan Biografi Perawi 67
4. I’tibar 77
BAB IV : ANALISIS HADIS TENTANG MERAYAKAN TAHUN
BARU MASEHI
A. Analisis Kes {ah{i >h{an H{adis 78
1. Analisis Kes {ahi >h{an Sanad 78
2. Analisis Kes {ah{i >h{an Matan 83
B. Analisis Kehujjahan Hadis 89
C. Analisis Hadis Merayakan Tahun Baru di Era Sekarang
1. Analisis Pemaknaan Hadis 89
2. Asbabul Wurud Hadis 93
3. Implementasi Hadis Merayakan Tahun Baru Masehi di
Era Sekarang 95
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan 102
B. Saran-Saran 103
DAFTAR PUSTAKA 104
LAMPIRAN
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber kedua dalam hukum Islam yang berfungsi sebagai
sumber syari’at Islam serta memiliki posisi yang sangat penting. Kajian hadis pada
masa sekarang terbagi menjadi tiga bahasan. Pertama, meliputi ilmu Musthalah
Hadis, termasuk mempertahankan hadis dari orang-orang yang menolak hadis dan
para orientalis. Kedua, mencakup kajian metode takhrij, kritik sanad dan matan,
ketiga, pembahasan yang berkaitan dengan hadis.1
Hadis yang kini telah sampai pada umat muslim telah melalui proses
perjalanan yang amat panjang, mengenai kemurnian al-Qur’a>n sudah ada jaminan
langsung dari Allah swt. Berbeda halnya dengan hadis yang sejatinya adalah
perkataan, perbuatan, dan ketetapan yang berasal dari Rasulallah saw, yang
memiliki kedudukan sebagai penjelas ayat-ayat al-Qur’a>n dan hadis, sehinga antara
satu dan yang lainnya bisa saling menjelaskan.2
Rasulallah merupakan sosok teladan hidup bagi orang-orang yang beriman.
Bagi kaum muslim yang sempat bertemu langsung dengan Nabi, cara meneladani
beliau adalah dengan mengikuti semua tingkah laku dan tata cara kehidupan yang
beliau lakukan. Sedangkan bagi mereka yang hidupnya tidak sezaman dengan
1Ali Mustofa Yaqub, Cara Benar Memahami Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016), 11. 2Muhammad Abu Zahw, The History of Hadis, Historiografi Hadis Nabi dari Masa ke Masa, terj.
Abdi Pemi Karyanto dan Mukhlis Yusuf Arabi (Depok: Keira Publishing, 2015), 9.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
Rasulallah cara meneladaninya dengan mengkaji, memahami serta mengikuti
berbagai petunjuk yang termuat dalam hadis Nabi.3
Sebagai Nabi terakhir atau Nabi akhiruz zaman, segala ucapan, perilaku dan
ketetapan serta ajaran-ajaran yang disampaikan oleh Nabi Muhammad berlaku bagi
umat Islam. Sementara itu, tidak semua hadis memiliki asba>b al-wuru>d, yang
menjadikan status hadis apakah bersifat umum atau khusus, dengan melihat kondisi
yang melatar belakangi munculnya suatu hadis. Hal seperti itu yang membuat hadis
terkadang dipahami secara tekstual maupun kontekstual.4
Oleh karena itu, penelitian terhadap hadis sangatlah penting guna mengetahui
tingkat validitasnya, agar suatu hadis dapat diketahui apakah dapat dijadikan hujjah
atau tidak dalam menetapkan suatu hukum. Berhubungan dengan hal itu, maka
langkah yang harus ditempuh adalah penelitian ulang terhadap hadis-hadis terutama
dari segi sanadnya.
Seiring dengan berkembangnya zaman merupakan sebuah keniscayaan yang
tidak bisa dibantahkan dalam kehidupan. Manusia berlomba-lomba menciptakan
berbagai terobosan-terobosan sebagai bentuk dari berkembangnya daya intelektual
dan peradaban manusia. Termasuk dalam aspek perkembangan teknologi yang
semakin pesat. Dengan begitu, manusia bisa dengan mudahnya bertukar informasi
dan jarak bukanlah permasalahan yang lagi sulit diselesaikan.5
3M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 9. 4Fazlurrahman, dkk, Wacana Studi Hadis Kontemporer (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2002), 139. 5Nablur Rahman Annibras, “Larangan Tasyabbuh dalam Prespektif Hadis”, Tajdid: Jurnal
Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan, Vol. 1 No. 1 (April, 2017), 75-76.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
Tidak hanya bertukar dalam bentuk informasi saja tapi juga memungkinkan
terjadinya transfer kebudayaan. Sesuatu yang sudah menjadi tradisi atau trend
disuatu Negara baik itu gaya berbusana, tradisi-tradisi lain, makanan dan seterusnya
dari satu Negara tertentu sangat memungkinkan untuk terjadi di Negara lain
sekalipun jaraknya jauh. Sebagaimana budaya perayaan tahun baru yang terjadi
setiap tahunnya, khususnya di Negara Indonesia yang dirayakan setiap tanggal 1
Januari yang kemudian diadopsi oleh pemuda-pemuda zaman sekarang dan
dijadikan sebagai ajang untuk dirayakan setiap pergantian tahun.6
Meniru tradisi dan budaya milik bangsa lain dalam ajaran Islam seringkali
disebut dengan nama Tasyabbuh. At-Tasyabbuh secara bahasa berasal dari kata al-
Musyabahah yang berarti meniru, mencontoh dan mengikuti. Sedangkan at-
Tasybih berarti peniruan dan Mutasyabihah adalah serupa.7 Menurut Imam
Muhammad al-Ghazi al-Syafi’i bahwa tasyabbuh merupakan sebuah usaha untuk
meniru seseorang yang dikaguminya baik dari penampilannya, sifat-sifatnya,
tingkah laku dan sebagainya8 sikap seperti ini disebabkan karena adanya kecintaan,
kekaguman serta ketertarikan yang luar biasa terhadap barang atau objek tertentu,
hal ini banyak sekali dijumpai dalam masyarakat dan tidak jarang kebiasaan ini
membuat mereka latah untuk meniru budaya dari Negara lain seperti tradisi
perayaan tahun baru dan hari-hari spesial lainnya.
6Ibid., 76. 7Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, ed. 3, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
2002), 89. 8Nablur Rahman Annibras,”Larangan Tasyabbuh dalam Perspektif Hadis…, 78.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
Dalam agama Islam, tidak hanya berusaha membedakan orang-orang Islam
secara batin saja, namun juga dalam aspek lahiriyah secara umum, oleh karena itu,
larangan tasyabbuh terhadap orang kafir merupakan salah satu kewajiban dalam
akidah ini. Di dalam al-Qur’an dan Sunnah telah lengkap menjelaskan dalil-dalil
yang berkaitan tentang perkara tasyabbuh. Sebab, tasyabbuh terhadap orang kafir
dalam persoalan lahiriyah dapat mewariskan tasyabbuh dalam persoalan akidah.9
Perayaan tahun baru “Masehi” sebenarnya bukanlah berasal dari ajaran
agama Islam. Melainkan merupakan kelanjutan dari saudara-saudara yang sedang
merayakan hari Natal yang diperingati sesuai dengan daur kalender Masehi. Tahun
baru Masehi dihitung dengan menggunakan kalender Julian dan Gregorian. Dalam
sejarahnya, tahun baru Masehi dimulai dari tanggal 1 Januari yang diresmikan oleh
seorang kaisar Romawi Julius Caesar yang dibantu oleh Sosigenes yang merupakan
seorang ahli astronomi dari Iskandariyah (Alexandria, Mesir) pada tahun 46 SM.
Kemudian kembali diresmikan oleh pemimpin katolik tertinggi yakni Paus
Gregorius XII pada tahun 1582. Tanpa disadari, tidak sedikit masyarakat Islam
yang ikut serta dalam merayakan pergantian tahun tersebut. Fenomena ini hampir
terjadi diseluruh dunia, baik yang berada di desa-desa, kota-kota kecil, kota-kota
besar dan sebagainya turut merayakan pesta tahun baru dengan hura-hura, harta di
hambur-hamburkan hanya untuk memperingati detik-detik malam pergantian
tahun. Malam yang biasa sunyi menjadi sebuah keramaian yang tiada gunanya,
suara tiupan terompet, dentuman petasan, suara gemuruh motor para remaja serta
9Muhammad Said al-Qahthani, Al-Wala’ Wa al-Bara’: Konsep Loyalitas dan Permusuhan dalam
Islam (Jakarta: Ummul Qura, 2013), 355.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
berbagai alunan musik yang bermacam-macam yang mampu mengubah suasana
malam itu menjadi riang gembira dan penuh keriuhan.
Dalam merayakan datangnya tahun baru merupakan kebiasaan yang mungkin
sulit untuk dihilangkan, karena akan selalu ada rencana-rencana yang sebelumnya
telah dipersiapkan. Bahkan jauh sebelum itu telah ada agenda tahunan yang
dipersiapkan dengan baik dan rapi serta dikemas dengan aneka ragam bentuk acara
yang menarik.
Sehubungan dengan itu, hari perayaan agama selain ummat Islam pada
hakikatnya merupakan syiar agama mereka. Umat Islam dilarang untuk tidak
meniru syiar dan budaya kaum selain Islam. ‘Illah pengharaman serta larangan
menyertainya adalah penyerupaan (tasyabbuh). Dan memang jelas haram
hukumnya, sebagai umat Islam menyertai dan mengikuti hari raya umat selain
Islam, seperti menghiasi rumah dengan pokok krismas, mengenakan pakaian Santa
Clause serta ikut dalam pesta air ketika perayaan songkran. Selain pengharaman
yang berkaitan dengan upacara keagamaan.’Illah pengharaman lain adalah
wujudnya unsur-unsur maksiat seperti dihidangkannya minuman keras,
dibebaskannya pergaulan antara laki-laki dan perempuan dan lain sebagainya.10
Merebaknya fenomena tasyabbuh terhadap orang-orang kafir yang berada di
tengah-tengah umat Islam ini muncul karena adanya faktor dan sebab yang
melatarbelakanginya, baik yang berkaitan pada sebab internal maupun eksternal11.
Namun tidak semua perbuatan dan perilaku yang meniru orang kafir merupakan
10Moh Anuar Ramli, dkk.”Fenomena Al-Tasyabbuh (Penyerupaan) dalam Sambutan Perayaan
Masyarakat Majmuk di Malaysia”, Shariah Jurnal, Vol 21, No. 1 (2013), 35. 11Ade Wahidin,”Tinjauan dan Hukum Tasyabbuh Perpektif Empat Imam Mazhab”, Al-Mashlahah,
vol. 06, No. 01, 64.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
tasyabbuh yang terlarang. Oleh sebab itu, para ulama menetapkan kaidah-kaidah
perbuatan yang termasuk tasyabbuh dengan orang-orang kafir. Diantaranya adalah
hadis tentang dilarangnya seorang muslim untuk ikut serta dalam merayakan hari
raya kaum kafir sebagaimana merayakan tahun baru Masehi yang merupakan
tradisi orang-orang kafir Romawi, berikut adalah hadisnya:
اد، عن حميد، عن أنس، قال: قدم رسول الله صلى ال ث نا حم ث نا موسى بن إسماعيل، حد له حد
فيهما ف ما هذان الي و عليه وسلم المدينة ولهم ي ومان ي لعبون فيهما، ف قال: نا ن لع مان قالوا:
را م هما: ي وم الجاهلية، ف قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " إن الله قد أبدلكم بهما خي ن
12الضحى، وي وم الفطر "
Telah menceritakan kepada kami Musa Ibn Ismail, telah menceritakan kepada kami
Hammad, dari Humaid, dari Anas, berkata: Rasulallah Shallallahu’alaihi wasallam tiba di Madinah sedang penduduknya memiliki dua hari yang biasa dirayakan.
Kemudian Rasulallah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda:”ada apa dengan dua hari
itu?” mereka berkata; kami sudah biasa merayakannya sejak zaman jahiliyah.” Sabda
Rasulallah Shallahu’alaihi wa sallam:” Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu hari Adha dan
hari Fithri.(Sunan Abi> Da >wud)13
Berikut adalah alasan yang mendorong mengapa penulis mengangkat tentang
masalah ini mengenai bagaimana status hadis tentang Merayakan Tahun Baru
Masehi yang sudah menjadi tradisi. padahal tradisi tersebut merupakan kebiasaan
orang-orang jahiliyah yang tidak patut ditiru. Dan harapan penulis agar skripsi ini
dapat diterapkan pada fenomena kekinian yang ada dalam masyarakat serta
membantu dalam memahami makna perayaan tahun baru yang sebenarnya.
12Abi Da >wud Sulaima>n Ibn al Ash’ab Ibn Isha>q Ibn Bashir Ibn Sadad Ibn Umar, Sunan Abi> Da>wud Vol 4, (Beirut: Al-Maktabah Al-‘asriyah, 275 H), 295. 13Lidwa Pustaka, “Kitab Sunan Abi > Da>wud”, (Kitab 9 Imam, ver. 1.2).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
B. Identifikasi Masalah
Problematika pemahaman terhadap hadis-hadis Nabi terus berlanjut dan
berkembang, dalam rangka menetapkan dan memastikan keshahihan hadis tersebut.
Karena hadis sendiri merupakan sumber kedua setelah al-Qur’a>n yang digunakan
sebagai landasan dalam beramal. Namun dalam kitab-kitab hadis masih tercampur
antara hadis Shahih dan tidak Shahih. Oleh karena itu dalam penelitian ini terdapat
beberapa masalah yang dapat dikaji, diantaranya adalah:
1. Apa yang dimaksud tahun baru ?
2. Apa yang dimaksud hari raya ?
3. Bagaimana kualitas hadis tentang merayakan tahun baru masehi dalam Kitab
Sunan Abi> Da>wud nomor indeks 1134 ?
4. Bagaimana implementasi hadis tentang merayakan tahun baru masehi dalam
Kitab Sunan Abi> Da>wud nomor indeks 1134 jika di hadapkan dengan era
sekarang ?
5. Bagaimana urgensi hadis merayakan tahun baru masehi?
6. Bagaimana pemaknaan hadis tentang merayakan tahun baru masehi dalam
Kitab Sunan Abi> Da>wud nomor indeks 1134 ?
7. Bagaimana kehujjahan hadis merayakan tahun baru masehi dalam Kitab Sunan
Abi> Da>wud nomor indeks 1134 ?
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
C. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang penulis paparkan di atas, dapat diangkat beberapa
rumusan masalah untuk memfokuskan dalam penelitian skripsi ini, diantaranya:
1. Bagaimana kualitas hadis tentang merayakan tahun baru masehi dalam
hadis Sunan Abi > Daw>ud Nomor Indeks 1134?
2. Bagaimana kehujjahan hadis tentang merayakan tahun baru masehi dalam
hadis Sunan Abi > Da>wud Nomor Indeks 1134?
3. Bagaimana implementasi hadis tentang merayakan tahun baru masehi di era
sekarang?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang disesuaikan dengan rumusan
masalah diatas, dengan tujuan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui kualitas hadis tentang merayakan tahun baru masehi
dalam hadis Sunan Abi > Da>wud.
2. Untuk mengetahui kehujjahan hadis tentang merayakan tahun baru masehi
dalam hadis Sunan Abi > Da>wud.
3. Untuk mengetahui implementasi hadis merayakan tahun baru masehi di era
sekarang.
E. Kegunaan Penelitian
Beberapa hasil yang didapatkan dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis penelitian ini merupakan kegiataan dalam rangka
mengembangkan suatu ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang hadis
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
dan supaya kita mengetahui bagaimana status hadis tentang merayakan
tahun baru masehi. Agar kita tidak lagi melakukan tradisi orang-orang
jahiliyah yang Nabi sendiri telah melarangnya.
2. Sedangkan secara praktis, hasil dari penelitian ini dapat dijadikan landasaan
atau pedoman untuk memahami teori tetang merayakan tahun baru masehi
mengunakan perspektif hadis.
F. Telaah Pustaka
Studi pustaka perlu dilakukan guna menguasai teori yang relevan dengan
topik permasalahan serta model analisis yang akan dipakai dalam penelitian.14Pada
penelitian ini penulis menekankan dan fokus pada poin konsep merayakan tahun
baru perspektif hadis serta kontekstualisasinya terhadap fenomena masa kini yang
sudah berakar menjadi tradisi setiap tahun.
Adapun berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan oleh penulis, kajian
tentang ma’a>ni al-h{adi >th telah banyak dilakukan sebagai penelitian, namun belum
ada kajian yang mendalam tentang hadis merayakan tahun baru yang diriwayatkan
dalam Sunan Abi > Da>wud nomor indeks 1134
Kemudian dalam penelitian terdahulu terdapat beberapa karya tulis seirama
yang meneliti tentang persoalan tersebut, diantaranya adalah:
1. “Larangan Tasyabbuh dalam Perspektif Hadis” Nablur Rahman Annibras di
Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan pada April 2017 yang berisi
tentang hadis-hadis yang berisi larangan tasyabbuh akan tradisi-tradisi kaum
14Sayuthi Ali, Metodologi Peneliton Agama: Pendekatan Teori dan Praktek (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007), 27.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
non-Muslim. Namun perlarangan tersebut tidak bersifat mutlak, hanya berlaku
dalam konteks yang bertentangan dengan syariah dan akidah saja. Sedangkan
bentuk tasyabbuh yang tidak berkaitan dengan kedua poin tersebut maka
diperbolehkan selama tidak menyimpang dari kaidah normativ agama baik nash
al-Quran maupun hadis15
2. “Pemahaman Hadis tentang Dilarangnya Tasyabbuh dengan non Muslim
(Telaah Ma’anil Hadis dengan pendekatan Sosio-Historis)”Achmad Santoso di
Skripsi jurusan Tafsir Hadis Pada Agustus 2012 yang menjelaskan tentang
kualitas sanad dan matan hadis tentang dilarangnya menyerupai non Muslim
adalah shahih.16
3. “Trend Perayaan Tahun Baru di Kota Pontianak: Perspektif Kegelisahan
Seorang Remaja Muslimah” Septi Dwitasari dan Ridwan Rosdiawan, pada
Jurnal Dakwah tahun 2018 yang berisi tentang perayaan tahun baru Masehi di
kota Pontianak yang sudah menjadi trend setiap tahun. Hal ini membuat gelisah
seorang remaja dan menurutnya perayaan tersebut tidaklah harus diperingati.
Karena tahun baru masehi jatuh beriringan dengan hari raya umat Kristiani yaitu
Natal, dengan demikian sangat jelas bahwa tahun baru masehi merupakan salah
satu hari suci umat Kristen yang identik dengan ajaran Romawi dan agama
Kristen17.
15Nablur Rahman Annibras,”Larangan Tasyabbuh Perspektif Hadis”, Jurnal Pemikiran Keislaman
dan Kemanusiaan, Vol. 1. No. 1 (April, 2017). 16Achmad Santoso, Pemahaman Hadis tentang dilarangnya Tasyabbuh dengan Non-Muslim,
(Skripsi, STAIN Tulungagung, 2012). 17Septi Dwitasari,”Trend Perayaan Tahun Baru di Kota Pontianak: Perspektif Kegelisahan Seorang
Remaja Muslimah”, Jurnal Dakwah: Al-hikmah, Vol. 12. No. 2 (2018).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Peneltian
Dalam penelitian ini akan digunakan model penelitian yang bersifat
kualitatif, yaitu menggunakan jenis library research (kajian kepustakaan)
dengan menggunakan pendekatan studi ma’a>ni> al-h{adi>th, yakni penelitian yang
sumber datanya diperoleh melalui sebuah penelitian dan menelaah buku-buku,
artikel, jurnal serta media online lainnya yang berkaitan dengan masalah yang
akan dibahas dalam skripsi ini, baik melalui data primer maupun data sekunder.
Adapun metode yang digunakan adalah metode tematik (maudu’iy), yakni
menghimpun beberapa hadis serta ayat-ayat al-Qur’a>n yang berkaitan tentang
topik merayakan tahun baru.
2. Sumber data penelitian
Dalam penelitian ini, penulis memperoleh data yang mengarah pada
tujuan permasalahan diatas, oleh karena itu penulis menggunakan sumber data
sebagai berikut:
a. Data primer, yaitu sumber data yang berfungsi sebagai sumber asli dan
sumber utama, yakni dalam hal ini berupa kitab Hadis yang berjudul
Sunan Abi> Da>wud juz 1.
b. Data sekunder, yaitu data yang melengkapi atau mendukung data primer,
yakni berupa bahan pustaka yang berkaitan dengan pokok permasalahan
diatas.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
c. Data tersier, yakni data-data tambahan yang berasal dari internet, karya
ilmiah, diktat perkuliahan, dan data-data yang terkait dengan judul
skripsi yang penulis teliti.
3. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini adalah dengan
menggunakan metode dokumentasi, yakni dengan mencari data mengenai hal-
hal atau variable, baik berupa catatan, buku, kitab, dan lain sebagainya. Melalui
metode dokumentasi ini, akan diperoleh data-data yang berkaitan dengan
penelitian berdasarkan konsep-konsep kerangka penulisan yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Sedangkan dalam penelitian ini salah satu langkah
yang digunakan dalam mengumpulkan data hadis serta cara memahami hadis
yang akan diteliti adalah:
a. Takhri>j h{adi>th
Takhri>j h{adi>th merupakan suatu cara yang digunakan untuk mencari
tahu siapa saja para imam ahli hadis yang mengeluarkaan dan mencatat
hadis. Serta mencari data-data hadis yang menjadi topik dalam kitab-kitab
pokok.18
b. I’tiba>r
I’tiba>r adalah menampilkan beberapa sanad dari suatu hadis dari jalur
yang berbeda,19 dengan demikian dapat diketahui semua keadaan sanad
hadis apakah hadis tersebut memiliki shahid dan ta >bi’.
18Ahmad Husnan, Kajian Hadis Metode Takhrij (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), 97. 19Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2007), 49.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
4. Teknik analisis data
Dalam hal ini akan dipaparkan data-data yang telah dicari kemudian
dianalisis melalui dua proses. Yang pertama adalah kajian sanad hadis, dalam
kajian ini akan lebih meniliti mengenai rantai periwayatan, kesahihan sanad
hadis. Dalam hal ini diperlukan penelitian tentang diri pribadi periwayat yang
diteliti, yang meliputi al-Jarh { wa al-Ta’di >l, persambungan sanad serta meneliti
shadh dan illat hadis.20
Proses yang kedua yakni kritik matan. Dengan adanya kritik matan maka
dapat diketahui dalam redaksi matan tersebut apakah terdapat shadh atau ‘illah.
Baik berupa penambahan lafal atau lafal matannya terbalik dari semestinya,
maupun berubahnya titik dan harakat matan hadis dari semestinya. Kemudian
dilanjutkan dengan memahami isi kandungan hadis.
H. Sistematika Pembahasan
Melihat pentingnya struktur yang terdapat dalam penelitian ini, maka peneliti
akan berusaha menyajikan sistematika penulisan karya ini secara jelas dan rinci.
Agar dengan sistematika tersebut mampu memberikan hasil penelitian yang lebih
baik dan terarah, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
1. BAB I: dalam bab ini peneliti akan mencantumkan beberapa sub-judul yang
bertujuan sebagai pengantar awal untuk para pembaca, dan meliputi latar
belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan, kegunaan, telaah
pustaka, metodologi serta sistematika pembahasan.
20Ibid, 60.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
2. BAB II: Landasan Teori. Dalam bab ini akan lebih didominasi oleh teori-teori
yang berkaitan dengan kaidah kesahihan sanad dan matan, kaidah kehujjahan
hadis serta pendekatan yang digunakan dalam memahami hadis. Bab ini
berisikan pedoman dalam menganalisis objek penelitian.
3. BAB III: Sajian Data. Dalam bab ini akan memuat profil kitab Sunan Abi >
Da >wud, redaksi hadis tentang merayakan tahun baru yang meliputi: data hadis,
takhrij hadis, skema sanad tunggal, i’tiba>r serta skema sanad gabungan.
4. BAB IV: Analisa Data. Dalam bab ini akan memabahas mengenai analisa data
yang menjadi tahapan setelah seluruh data terkumpul. Yakni menganalisis
hadis merayakan tahun baru masehi dalam Sunan Abi> Da>wud nomor indeks
1134 dengan pendekatan Ma’a >ni al-Hadi>th.
5. BAB V: Penutup. Dalam bab ini penulis akan mengemukakan kesimpulan atas
jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan di dalam rumusan
masalah diatas.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
BAB II
METODE KRITIK HADIS
A. Kritik Sanad dan Matan Hadis
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Ilmu Hadis
Banyak istilah yang digunakan para ulama untuk menyebut ilmu hadis. Di
antaranya adalah Ilmu Us{u>l al-Hadis, Ilmu Must {alah Hadis. Ilmu Must {alah Ahl
al-Asar, Ilmu Must {alah Ahl al-Hadis. Secara istilah, Hasbi al-Siddieqy,
sebagaimana dikutib M. Syuhudi Ismail dan Nur Sulaiman mendefinisikan
bahwa ilmu hadis merupakan segala pengetahuan yang berhubungan dengan
hadis Nabi. dari definisi ini, maka cakupan (obyek material) ilmu hadis sangat
luas, tidak hanya berkaitan dengan matan dan sanad hadis secara murni, tetapi
juga menyangkut setting social budaya, politik dan sosial ekonomi yang
melingkupi hadis Nabi. oleh karena itu ilmu hadis bisa saja mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan ilmu itu sendiri. Misalnya ilmu
sosiologi hadis, ilmu psikologi hadis dan seterusnya.1
Menurut al-Suyuti, ulama mutaqaddimu >n (ulama yang hidup sebelum abad
keempat Hijriyah) mendefinisikan ilmu hadis sebagai berikut:
“Ilmu pengetahuan yang membahas tentang cara-cara persambungan hadis
sampai kepada Rasulallah saw. Dari segi mengetahui hal ihwal para
1MKD UINSA, Studi Hadis (Surabaya: UIN SA Press, 2015), 107-108.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
periwayatnya, menyangkut ke-dabit-an dan keadilannya, dan dari segi
tersambung atau terputusnya sanad, dan sebagainya”2
Sedangkan pengertian Hadis atau al-Hadith menurut bahasa, berarti al-
Jadid (sesuatu yang baru), lawan kata dari al-Qadim (sesuatu yang lama). Kata
Hadis juga berarti al-Khabar (berita), yakni sesuatu yang dipercakapakan dan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain. Jamaknya ialah al-Ahadith.3
Adapun secara terminologis, ahli hadis dan ahli ushul berbeda pendapat
dalam memberikan pengertian tentang hadis. Di kalangan ulama hadis sendiri
terdapat beberapa definisi yang berbeda antara satu dengan lainnya. Ada yang
mendefiniskan bahwa hadis ialah:
عاله واحواله اقوال النبي صلي الله عليه و سلم و اف
“Segala perkataan Nabi saw., perbuatan, dan hal ihwalnya”
Yang dimaksud dengan “hal ihwal”, adalah segala pemberitaan tentang
Nabi saw, seperti yang berkaitan dengan Himmah, karakteristik, sejarah
kelahiran, dan kebiasaaan-kebiasaannya. Ulama hadis lain merumuskannya
sebagai berikut:
ه عليه و سلم قولا أو فعلا اوت قريرا او صفة ماأضيف الى النبي صلي الل
“Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw. Baik berupa perkataan,
perbuatan ketetapan, maupun sifatnya”.
Dari ketiga definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hadis merupakan
segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasul saw, baik berupa perkataan
2Ibid., 108-109. 3Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis (Surabaya: Al-Muna, 2010), 1.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
maupun perbuatan. Dan yang membedakan diantara definisi-definisi tersebut
ialah pada penyebutan terakhir. Di antaranya ada yang menyebutkan hal ihwal
atau sifat Rasul sebagai hadis dan ada yang tidak, serta ada yang menyebutkan
taqrir Rasul secara eksplisit sebagai bagian dari bentuk-bentuk hadis, dan ada
yang memasukkannya secara implisit ke dalam aqwal atau af’alnya.4
Sementara itu para ahli ushul memberikan definisi hadis yang lebih
terbatas dan sempit. Menurutnya hadis adalah:
الآحكام ت ث بت له التىااقو
“Segala perkataan Nabi saw. Yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum syariat”.
Di antara para ulama hadis, ada yang mendefiniskan makna hadis secara
longgar. Hal ini seperti yang dikatakan al-Tirmisi, sebagai berikut:
Dikatakan (dari ulama hadis), bahwa hadis bukan hanya untuk sesuatu
yang al-marfu’ (sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw), melainkan bisa
juga untuk sesuatu yang al-mauquf yakni sesuatu yang disandarkan kepada
sahabat baik berupa perkataan, perbuatan maupun yang lainnya. Sedangkan al-
maqtu’ yakni sesuatu yang disandarkan kepada tabi’in.5
Secara garis besar ilmu-ilmu hadis dibagi menjadi dua, yaitu ilmu hadis
riwa >yah dan ilmu hadis dira >yah.6
4MKD 2014 UINSA, Studi Hadis (Surabaya:UIN SA Press, 2014), 1-3 5Ibid., 3. 6MKD 2015 UINSA, Studi Hadis (Surabaya, UIN SA Press, 2015), 109.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
a. Ilmu hadis riwaya >h
Ilmu hadis riwa >yah adalah ilmu yang membahas segala perkataan,
perbuatan, ketetapan dan sifat-sifat Nabi Saw. Muhhamad ‘Ajjaj al-Khatib
mendefinisikan ilmu hadis riwa >yah adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji
tentang segala yang disandarkan pada Nabi saw baik berupa perkataan,
perbuatan, sifat fisik atau psikis dengan pengkajian yang detail dan terinci. Jadi
ilmu ini lebih menekankan pada aspek materi hadis. Bukan pada persoalan
apakah hadis itu mutawa >tir atau aha>d, s{ahih atau tidak, serta maqbu>l atau
mardu >d, melainkan pada persoalan tentang apa saja penuturan yang berasal dari
Nabi. hal ini bertujuan agar kita bisa mencontoh serta meneladani sikap dan
perilaku Nabi. Dengan demikian obyek ilmu hadis riwa >yah adalah pribadi Nabi
dengan segala aktifitasnya, baik berupa perkataan, perbuatan, penetapan serta
sifat-sifat Nabi saw.
Adapun manfaat yang bisa diambil dalam mempelajari ilmu hadis riwaya >h
adalah untuk menghindari adanya kesalahan dalam mengakses atau menukil
hadis dari sumber yang pertama, yakni Nabi Saw.7
b. Ilmu Hadis dira >yah
Kajian dalam ilmu hadis diraya >h lebih menekankan pada kaidah-kaidah untuk
mengetahui keadaan matan dan sanad hadis, bagaimana cara-cara penukilan
hadis yang dilakukan oleh para ahli hadis, bagaimana cara menyampaikan
7Ma’shum Zein, Ilmu Memahami Hadis Nabi: Cara Praktis Menguasai Ulumul Hadis & Mustholah
Hadis (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2013), 82.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
kepada orang lain, tentang sifat-sifat rawi, dan sebagainnya. Menurut ‘Ajjaj al-
Khatib, ilmu hadis dirayah adalah:
“Sekumpulan kaedah-kaedah dan masalah-masalah yang dengannya dapat
diketahui keberadaan periwayat dan hadis-hadis yang diriwayatkann dari segi
dapat diterima atau ditolaknya suatu hadis”.
Berangkat dari pengertian di atas, maka yang menjadi obyek pembahasan
dalam hadis diraya >h adalah keadaan matan, sanad dan perawi hadis. Sedangkan
tujuan nya adalah untuk mengetahui dan menetapkan tetang diterima (maqbu>l)
dan di tolaknya (mardu>d) suatu hadis. Dengan demikian, ilmu hadis diraya >h
adalah objek forma yang dapat digunakan untuk mengkaji ilmu hadis riwaya >h.
Dari dua pokok pembahasan tersebut, muncullah berbagai cabang ilmu
hadis, seperti ilmu Rijal al-Hadis, Ilm Ta>rikh al-Ruwah, Ilmu al-Jarh wa al-
Ta’dil, Ilmu Asbab al-Wuru >d, Ilmu Musykilah al-Hadis dan seterusnya.8
Berikut adalah manfaat mempelajari ilmu hadis secara umum antara lain:
1. Menjaga serta memelihara hadis Nabi dari kesalahan dan penyimpangan
2. Dapat meneladani akhlaq Nabi saw, baik dalam aspek ibadah maupun muamalah
3. Mengetahui bagaimana usaha para ulama dalam menjaga dan melestarikan hadis
Nabi
4. Dapat mengetahui klasifikasi hadis yang digunakan oleh para ulama, baik dari
segi kuantitas/jumlah sanad maupun segi kualitas sanad dan matannya.
5. Dapat mengetahui periwayatan yang maqbu>l (diterima) dan yang mardu>d
(tertolak)
8MKD 2015 UIN SA, Studi Hadis, 112.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
6. Mampu bersikap kritis dan proporsional terhadap periwayatan hadis Nabi saw.
2. Kritik Sanad Hadis
Sebagaimana yang dikutip Muhammad Musthafa A’z {ami. Kritik hadis
bertujuan untuk menyeleksi atau membedakan antara hadis shahih dan d {a’i>f, dan
menetapkan status para perawi-perawinya dari segi kepercayaan atau
kecacatannya9 oleh karena itu kritik sanad hadis tidak dilakukan untuk
mengetahui kebenaran atas sabda Nabi Saw, melainkan untuk mengetahui
tentang objek dari pembawa redaksi tersebut. Sehingga diperlukanlah kritik
sanad hadis sebagai upaya untuk mengetahui kevalidasian dari redaksi hadis
tersebut.
Secara bahasa, sanad memiliki kesamaan arti dengan t }ariq yang berarti
jalan atau sandaran. Sedangkan menurut istilah hadis, sanad merupakan jalan
yang menyambungkan kita pada kepada matan hadis10. Selain itu sanad
merupakan salah satu pokok dalam hadis dan merupakan pilar utama dalam
mempelajari ilmu hadis yang dengannya akan sampai pada yang dicari, dan
dapat pula membedakan antara hadis yang maqbu >l dan mardu >d. serta merupakan
faktor yang sangat menentukan dalam keabsahan sebuah hadis. Dalam
pemahaman sederhana sanad adalah mata rantai sejarah yang terdiri dari
manusia-manusia (rawi) yang menghubungkan antara pencatat hadis dengan
sumber riwayat, yaitu Rasulullah SAW (pada hadis marfu’) atau sahabat (pada
hadis mauquf) dan tabi’in (pada hadis maqthu’). Dalam hal ini yang menjadi
9Muhammad Musthafa A’z{ami, Manhaj al-Naqd ‘inda al muhaddithi>n (Riyadh: al Ummariyah,
1982), 5; Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2010), 276. 10Bustamin dan Isa H.A. Salam, Metodologi Kritik Hadis (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004),
5.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
objek kajian pada sanad adalah kualifikasi orang per orang dalam jajaran rantai
narasi tersebut, dan hubungan antara masing-masing rawi yang di atas dengan di
bawahnya secara berurutan (dalam bahasa ilmu hadis disebut proses tahammul
wa ada’).11
Kajian ilmu ini telah lama dikristalkan dalam kajian ilmu takhrij al-hadits,
dan dalam bahasa ilmu hadis kajian ini lebih dikenal dengan ilmu kritik sanad
atau kritik ekstern hadis. Kata ini merupakan lawan dari istilah kritik intern yang
tertuju pada analisis rasional matan atau teks hadis.12
Ulama hadis yang berasal dari kalangan al-mutaqaddimun, ulama masa
awal hingga abad III H, belum memberikan batasan secara eksplisit (sari >h)
tentang hadis sahih. Melainkan hanya memberikan penjelasan tentang
penerimaan khabar atau berita yang dapat dipegangi. Pernyataan mereka itu
misalnya berbunyi13:
a. Larangan menerima suatu riwayat hadis, kecuali yang berasal dari orang-orang
yang tsiqah.
b. Larangan menerima suatu riwayat hadis dari orang-orang yang tidak baik, baik
dari segi salatnya, perilakunya dan keadaan dirinya.
c. Larangan menerima suatu riwayat hadis dari orang yang tidak dikenal memiliki
pengetahuan hadis.
d. Larangan menerima suatu riwayat hadis dari orang-orang yang suka berdusta,
mengikuti hawa nafsunya dan tidak mengerti hadis yang diriwayatkannya.
11Daniel Djuned, Ilmu Hadis (Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis) (Tk: PT Gelora Aksara
Pratama, 2010), 28. 12Ibid., 29. 13Sa’dullah Assa’idi, Hadis-Hadis Sekte (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996), 20-21.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
e. Larangan menerima suatu riwayat hadis dari orang yang ditolak kesaksiannya
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas membuktikan betapa
pentingnya kritik sanad hadis, karena menunjuk pada kualitas dan kapasitas
riwayat, baik yang boleh diterima maupun yang harus ditolak. Dalam kaitannya
dengan perlunya kritik sanad hadis, Imam al-Shafi’i (150-204 H) telah
mengemukakan definisi keshahihan sanad hadis secara jelas, yakni dengan
memberikan uraian yang lebih konkrit dan terurai tentang riwayat hadis yang
dapat dijadikan hujjah (dalil). Dalam kitab al-Risa >lah, menyatakan jika hadis
ah{ad tidak bisa dijadikan hujjah kecuali memenuhi syarat-syarat sebagai berikut,
pertama hadis tersebut diriwayatkan oleh orang yang tsiqah (‘adil dan d{abit {),
kedua tidak terjadi tadli >s, ketiga rangkaian periwayatannya sampai kepada Nabi
Muhammad Saw.14
Dengan demikian teori yang telah dikemukakan oleh imam al-Shafi’i
dijadikan pedoman bagi para m{uhaddithi >n setelahnya, selain itu al-Shafi’i juga
mendapatkan gelar bapak ilmu hadis. Namun pendapat lain mengemukakan
bahwa yang dikenal sebagai bapak ilmu hadis adalah al-Bukha>ri> (194-256 H)
dan Muslim (204-261 H). hal ini dikarenakan kedua tokoh tersebut
mengemukakan sebuah petunjuk atau penjelasan umum mengenai kriteria hadis
yang berkualitas sahih.15
Dalam hal ini Ibnu al-S }alah membuat sebuah definisi hadis sahih yang
disepakati oleh para muhaddithin. Ia berpendapat sebagai berikut:
14Imam Syafi’i, Ar-Risalah, terj. Ahmadie Toha (Jakarta: Pustaka Firadus, 1993), 181-182. 15Imam Syafi’i, Ar-Risalah…, 23.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
يتصل اسناده بنقل العدل الضابط الى أما الحديث الصحيح : فهو الحديث المسند الذى
معللاشاذا ولا منتهاه ولا يكون
Hadis s {ah}i>h} adalah hadis yang bersambung sanadnya (Sampai kepada Nabi),
diriwayatkan oleh (periwayat) yang ‘adil dan d {a >bit } sampai akhir sanad, (di dalam hadis tersebut) tidak terdapat kejanggalan (shadh) dan cacat (‘illat).16
Berdasarkan definisi hadis diatas, maka dapat dipahami bahwa syarat-
syarat hadis s{ah{i>h{ dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Sanadnya Bersambung
Bersambungnya sanad merupakan rangkaian tiap-tiap perawi dalam sanad hadis
yang telah menerima riwayat hadis dari perawi terdekat sebelumnya, keadaan itu
berlangsung demikian sampai akhir sanad dari hadis tersebut17 jadi, seluruh
rangkaian periwayat dalam sanad mulai dari periwayat yang disandari oleh
mukha>rij sampai pada periwayat tingkat sahabat yang menerima hadis dari Nabi
bersambung dalam periwayatan. Berikut adalah kriteria ketersambungan sanad,
diantaranya adalah:18
1) Semua periwayat hadis yang terdapat dalam sanad hadis tersebut memiliki
kualitas thiqqah.
2) Masing-masing rawi menggunakan kata-kata penghubung yang berkualitas
tinggi yang sudah disepakati ulama (al-Sama’), yang mana menunjukkan adanya
pertemuan antara guru dan murid. Metode penerimaan hadis terdiri dari delapan
bagian, diantaranya adalah19:
16Bustamin, dkk, Metodologi Kritik Hadis…, 24. 17Subhi al-Salih, ‘Ulum al-H}adi>th wa Mustalahahu (Beirut: al-Ilm Li al-Malayin, 1997), 145. 18Bustamin, Metodologi Kritik…, 53. 19Mahmud Tahhan, Taisir Must{olah al-h{adith (tk: Haramain, 1985), 158.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
a) Metode al-Sima>’
Artinya adalah seorang murid mendengarkan penyampaian hadis dari
seorang guru secara langsung.20 Dimana seorang guru membaca baik dari
hafalannya maupun dari kitabnya kemudian murid mendengarkan bacaannya.
Sama hal nya dengan murid mendengarkan kemudian mencatatnya atau hanya
mendengarkan saja namun tidak mencatat maupun menulisnya.21 Disini guru
dan murid sama-sama aktif, karena murid dituntut untuk menghafal dan
menirukan apa yang telah didengar dari gurunya.
Lambang periwayatan yang dipakai sebelum adanya pengkhususan dalam
cara penerimaan adalah sami’tu, haddathani, akhbarani, anba’ana, qa>la li,
dhakara li. Namun setelah adanya pengkhususan lafad penerimaan dalam
metode sima >’ adalah sami’tu, haddathani/haddathana, akhbarani/akhbarana.
Lafad haddathana digunakan apabila mewakili banyak orang, dan haddathani
untuk mewakili satu orang.
b) Metode al-Qiro’ah
Artinya seorang murid yang menyodorkan bacaan hadisnya kepada sang
guru, baik bacaan tersebut berasal dari hafalannya maupun tulisannya. Guru
bertugas mengiyakan jika bacaannya benar dan meluruskan apabila terjadi
kesalahan. Lambang periwayatan yang digunakan adalah قرأت على فلان (aku telah
membaca dihadapannya) قرأ عليه وأنا أسمع فا قربه (dibacakan oleh seorang
dihadapannya saya mendengarkan dan saya mengikrarnya) حدثنا قرأة عليه (telah
20Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2013), 110. 21Tahhan, Taisir Must{alah{…, 159.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
menceritakan kepadaku secara pembacaan dihadapannya) atau menggunakan
kata أخبرنا saja tanpa yang lainnya.22
c) Metode al-Ija>zah
Artinya pemberian izin periwayatan atau penulisan dari seseorang guru
kepada muridnya, baik melalui lisan maupun tulisan. Hadis yang disampaikan
dengan metode ija >zah adalah hadis-hadis yang telah terhimpun dalam kitab-kitab
hadis. Meriwayatkan hadis dengan metode ija >zah masih diperselisihkan oleh
kebaanyakan muh{addithi>n, sedangkan meriwayatkan dan mengamalkan dengan
cara al-ija >zah ini diperbolehkan oleh jumhu >r muh{addithi>n, ija>zah memiliki
banyak macam diantaranya adalah: Pertama an yujayyiza al Syaikh mu’ayyanan
li mu’ayyan yaitu izin dari seorang guru untuk meriwayatkan sesuatu tertentu
terhadap orang tertentu. Seperti halnya lafal أجز تك صحيح البخاري (aku
mengijazahkan kepadamu kitab Sahih al-Bukhari)
Kedua, an yujayyiza mu’ayyanan bighair mu’ayyan yaitu ijazah kepada
sesuatu yang tertentu terhadap sesuatu yang tidak tertentu. Misalnya أجزتك رواية
Ketiga, an yujayiza .(aku mengijazahkan kepadamu seluruh riwayatku) مسمو عاتي
bi majhul yaitu ijazah terhadap sesuatu yang tidak jelas, mislanya السنن أجزتك كتاب
(aku mengijazahkan kepadamu kitab sunan) dan dia meriwayatkan beberapa
sunan.23
22Tahhan, Taisir Must{olah{…, 160. 23Ibid., 161.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
d) Metode al-Munawalah
Al-Munawalah secara bahasa adalah memberi, dan yang dimaksud dengan
memberi disini adalah guru memberikan kitab kepada muridnya untuk
disampaikan atau diriwayatkan. Munawalah memiliki dua macam bentuk,
pertama adalah munawalah dengan menggunakan ijazah, lafad yang digunakan
ialah هذا سماعي أوروايتي عن فلان فا روه (ini adalah apa yang aku dengar atau
periwayatanku dari seorang, maka riwayatkanlah), adapun lafad-lafad yang
digunakan oleh rawi dalam meriwayatkan hadis atas dasar munawalah dengan
ijazah adalah انبأني ,انبأنا . kedua adalah munawalah tanpa disertai dengan ijazah,
misalnya lafad yang digunakan adalah ا سماعي أو من روايتيهذ (ini adalah apa yang
telah aku dengar atau berasal dari periwayatanku), dan lafad yang digunakan
oleh rawi dalam meriwayatkan hadis tanpa ijazah adalah ناولنا ,ناولني.
Terkait dengan dua macam bentuk diatas, pendapat shahih mengatakan,
hadis yang diperoleh dengan disertai ijazah boleh diriwayatakan, sedangkan
yang tidak disertai ijazah tidak boleh untuk diriwayatkan24
e) Metode Al-Kita>bah
Artinya seorang guru yang menulis suatu hadis dengan tulisannya sendiri
atau menyuruh orang lain dan diberikan kepada muridnya baik dia berada
dihadapannya maupun berada ditempat lain.25 Sebagaimana munawalah,
periwayatan secara muka >tabah juga terdapat dua bentuk, pertama muka >tabah
yang disertai ijazah dan muka >tabah yang tidak disertai dengan ijazah.
24Ma’shum Zein, Ilmu Memahami Hadis Nabi…, 219. 25Tahhan, Taisir Must{alah{…, 162
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
Muka>tabah yang disertai dengan ijazah dalam hal kesahihannya menyerupai
dengan munawalah yang disertai ijazah. Contoh muka >tabah yang disertai dengan
ijazah adalah اجزنت لك ما كتبته إليك ,اجزت لك ما كتبت به إليك (kuuzinkan apa yang telah
kutulis padamu), sedangkan muka >tabah yang tidak disertai dengan ijazah
dierbolehkan dalam periwayatannya menurut muhaddithin, hal ini disebabkan
karena tidak adanya perbedaan dengan muka >tabah yang disertai ijazah dalam
banyaknya memberi faedah. Sebagaimana yang dilakukan oleh ulama hadis
yang berkata”fulan mengirimkan hadis kepadaku”26 lafad-lafad yang digunakan
untuk meriwayatkan hadis adalah كتب الى فلان (Seseorang telah menulis kepadaku)
atau dengan menggunakan lafad seseorang telah mengabarkan) أخبرني فلان كتابه
kepadaku dengan melalui surat) atau حدثني فلان كتابة (seseorang telah bercerita
kepadaku dengan menggunakan surat).27
f) Metode al-I’lam
Artinya pemberitahuan seorang guru kepada muridnya bahwa kitab atau
hadis ini yang dia riwayatkan adalah yang telah didengarnya dan diterima dari
gurunya. Tanpa disertai izin untuk meriwayatkannya. Para ulama berbeda
pendapat dalam hal menetukan hukum periwayatan dengan menggunakan
metode ini.28 Pertama, sebagian besar ulama’ hadis, fuqaha’, dan ulama’ usul
membolehkan periwayatan dengan menggunakan metode ini. Kedua, yakni tidak
diperbolehkan meriwayatkan hadis dengan menggunakan metode I’lam ini, hal
26Nuruddin Itr, Ulum al-hadi>th, terj. Mujiyo (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), 213. 27Tahhan, Taisir Must{alah{..., 163. 28Ibid., 164
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
tersebut disebabkan karena adanya kekhawatiran terdapat kekurangan dalam
kitab hadis yang ditunjuk yang menyebabkan hadis tidak bisa diriwayatkan.
Seperti lafad اعلمني شيخي بكذا guruku telah memberitahukan kepadaku seperti ini.
g) Metode al-Was{iyyah
Artinya penegasan seorang guru yang hendak bepergian atau ketika hendak
meninggal, yakni berwasiat kepada seseorang mengenai kitab tertentu yang
diriwayatkan. Namun dalam persoalan ini Ibn Shalah tidak membenarkan
periwayatan dengan menggunakan metode seperti ini.29 Karena menurutnya
sebuah wasiat hanya berfungsi sebagai pelimpahan hak milik atas kitab, bukan
mewasiatkan sebuah periwayatan. Lafad yang digunakan untuk menyampaikan
hadis berdasarkan wasiat adalah اوصى الى فلان بكذا (seseorang telah berwasiat
kepadaku dengan ini) atau فلان وصية حدثني (seseorang telah menceritakan kepadaaku
melalui wasiat)30
h) Metode al-Wijadah
Artinya seseorang yang telah memperoleh atau menemukan tulisan hadis
orang lain yang disertai dengan sanad periwayatan yang lengkap. Dia
mengetahui tulisan tersebut namun ia tidak pernah mendengar langsung dari
gurunya atau mendapatkan ijazah atasnya.31 Lafad yang digunakan untuk
menyampaikan hadis yang berdasarkan wijadah ini adalah وجدت بخط فلان (aku
dapatkan pada tulisan seseorang), kemudian disebutkan sanad serta matannya.
29Itr, Ulumul Hadis…, 215. 30Tahhan, Taisir Must{alah{…, 164. 31Itr, Ulumul Hadis…, 215.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
3) Adanya indikasi yang kuat perjumpaan para perawi hadis tersebut. Pertama
yakni adanya kemungkinan terjadi proses guru dan murid. Kedua, tahun lahir
dan wafat para periwayat diperkirakan memiliki kemungkinan bertemu. Ketiga,
para periwayat tersebut tinggal atau mengajar dan belajar dalam satu tempat
yang sama. Dalam pertemuan dan persambungan sanad terdapat dua macam
lambang yang digunakan dalam meriwayatkan hadis, diantaranya adalah:32
a) Pertemuan langsung (Muba >sharah)
Seorang murid yang langsung bertatap muka dengan seorang guru yang
menyampaikan periwayatan, dan seorang murid tersebut bisa mengetahui dan
melihat apa yang dilakukan guru ketika menyampaikan hadis. Periwayatan yang
demikian biasanya menggunakan lambang ungkapan sami’tu, h{addathani >,
h{addathana >, akhbarani >, akhbarana >, ra’aytu fula>n. jika dalam periwayatan hadis
menggunakan lambang demikian, maka dapat dikatakan bahwa sanad hadis
tersebut muttas{il.
b) Pertemuan secara Hukum (Hukmi >)
Seorang rawi yang meriwayatkan hadis dari orang yang hidup semasanya
dengan ungkapan kata yang mungkin mendengar atau mungkin melihat, dan
umumnya menggunakan lambang ungkapan qa>l fula >n, ‘an fula>n, fa’al fula>n.
persambungan sanad dengan menggunakan ungkapan tersebut masih secara
hukum, maka masih diperlukan adanya penelitian lebih lanjut sehingga dapat
diketahui apakah benar ia bertemu dengan gurunya atau tidak.
32Khon, Ulumul Hadis…, 168.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad, para
muhadditsin menempuh langkah sebagai berikut:
Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti
Mempelajari sejarah hidup masih-masing periwayat dalam hadis yang diteliti
Meneliti kata-kata yang berhubungan antar para periwayat dengan periwayat
yang terdekat dalam sanad, seperti haddasani, haddasana, dan akhbarana atau
kata-kata lainnya.
Selanjutnya dalam penelitian sanad juga diperlukan adanya ilmu Rija >l al-
h{adi >th merupakan ilmu yang bertujuan untuk mengetahui para perawi hadis
dalam kapasitasnya sebagai perawi hadis. Dengan adanya ilmu ini akan
membantu mengungkapkan data-data para perawi hadis yang terlibat dalam
suatu periwayatan hadis dari setiap tingkatan perawi sejak zaman Nabi
Muhammad, baik dari segi biografi maupun kualitas perawi hadis.33
Ilmu Rija >l al-h{adi >th memiliki dua cabang, yakni ilmu Jarah{ wa al-ta’di>l
dan ta >rikh al-ruwa >t.34
1. Ilmu jarah{ wa al-ta’di>l
Ilmu jarah{ wa al-ta’di>l merupakan ilmu yang membahas tentang para
perawi hadis dari segi yang dapat menunjukkan keadaan mereka, baik yang
dapat mencacatkan atau membersihkan mereka, berdasarkan ungkapan atau lafal
tertentu. Tujuan dari ilmu ini adalah untuk menetapkan apakah periwayatan
seorang perawi itu bisa diterima atau bahkan harus ditolak. Apabila seorang rawi
33Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis (Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, Tt), 6. 34Muhammad ‘ajja >j al-Khati>b, Us{u>l al-H{adi >th ‘Ulu>muh wa Mustalahuhu (Bayru >t: Da>r al-Fikr,2006),
164.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
tersebut telah “dijarh{“ oleh para ahli sebagai rawi yang cacat, maka
periwayatannya harus ditolak, namun jika perawi itu dipuji maka hadisnya dapat
diterima selama syarat-syarat yang lain telah terpenuhi.35
Kecacatan perawi bisa diketahui melalui perbuatan-perbuatan yang
dilakukannya, dan biasanya masuk ke dalam lingkup perbuatan: bid’ah, yaitu
melakukan tindakan yang yang tercela atau di luar ketentuan syariah,
mukhalafah, yaitu periwayatannya berbeda dengan rawi yang tsiqqah, ghalath,
yaitu banyak melakukan kekeliruan dalam melakukan periwayatan hadis,
jahalat al-hal, yaitu tidak identitasnya tidak diketahui secara jelas dan lengkap,
dan da’wat al-inqitha’, yaitu penyandaran (Sanad) nya diduga tidak
bersambung.
Adapun informasi jarh dan ta’dilnya seorang rawi bisa diketahui melalui
dua jalan, yaitu:
a. Popolaritas para perawi di kalangan para ahli ilmu apakah mereka dikenal
sebagai orang yang adil atau bahkan orang yang mempunyai ‘aib. Apabila ia
terkenal dengan keadilannya, maka mereka tidak perlu lagi diperbincangkan
keadilannya dan jika perawi itu terkenal dengan kefasikannya atau dustanya,
maka tidak perlu lagi mempersoalkan kefasikannya tersebut.
b. Berdasarkan pujian atau pen-tajrih-an dari rawi lain yang adil. Apabila seorang
rawi yang adil menta’dilkan seorang rawi yang belum dikenal keadilannya, maka
hal tersebut telah dianggap cukup dan rawi tersebut bisa dikatakan adil dan
35Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), 32.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
periwayataannya bisa diterima. Dan bila ada seorang rawi adil telah mentajri >h
seorang perawi hadis, maka periwayatannya tidak bisa diterima36
2. Ilmu ta >ri>kh al-ruwa>t
Ilmu yang bertujuan untuk mengetahui para perawi hadis dalam beberapa
aspek yang berkaitan dengan periwayatan hadis. Ilmu ini mencakup penjelasan
tentang keadaan para rawi. Baik yang berhubungan dengan tanggal lahir, wafat
mereka beserta guru-gurunya, tanggal berapa mereka mendengar dari gurunya
dan orang yang berguru kepada mereka, menjelaskan kota, kampung
halamannya serta perantauannya, tanggal berapa mereka berkunjung ke berbagai
negara yang berbeda-beda, dan menjelaskan waktu mendengarnya dari sebagian
guru baik sebelum maupun sesudah guru itu lanjut usia dan mengalami
kepikunan, dan seterusnya yang berkaitan dengan sesuatu yang berhubungan
dengan masalah hadis.37
Oleh karena itu ilmu ini sangat penting dan diperlukan dalam melakukan
penelitian sanad, karena dengan ilmu ini dapat diketahui apakah antara guru dan
murid pernah bertemu atau tidak, atau hanya semasa namun tidak pernah
bertemu karena perbedaan tempat tinggal, dengan demikian maka dapat
diketahui apakah sanad tersebut muttas{il atau munqa{ti’.
b. Perawi yang ‘adil
Term ‘adil menurut bahasa berarti lurus, tidak dzalim, tidak menyimpang,
dan jujur38. Secara terminologi ‘adil adalah sifat yang melekat pada jiwa
36Ibid., 33. 37Al-Kh {ati>b, Us{ul al-H{adi>th…, 164. 38W.J.S Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), 16.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
seorang perawi hadis yang mampu menjadikan dirinya konsisten dalam segala
aspek, khususnya dalam hal keagamaan serta mampu memelihara ketaqwaan
dan muru’ah. Dalam hal ini dapat disimpulkan secara umum bahwa ‘adil adalah
orang yang memiliki agama yang lurus ,baik pekertinya dan bebas dari kefasikan
serta hal-hal yang menjatuhkan keperwiraannya. Dengan demikian, perawi yang
‘adil adalah perawi yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut39:
1) Beragama Islam, yakni orang yang menjadi periwayat hadis haruslah orang yang
beragama Islam. Dengan demikian prang fasiq dan orang kafir tidak akan
diterima periwayatannya.
2) Mukallaf, adalah orang yang sudah balligh.
3) Berakal, karena orang berakal akan menghasilkan kebenaran dan cakap dalam
berbicara
4) Memelihara murua’ah, yakni menjaga kehormatan diri sebagai seorang perawi,
menjalankan segala adab dan akhlak yang terpuji dan menjauhi sifat-sifat yang
tercela menurut umum dan tradisi
5) Tidak berbuat fasiq yakni periwayat tersebut teguh dalam melaksanakan
ketentuan agama dan melaksanakan adab-adab syara’.
6) Terhindar dari bid’ah.
Berdasarkan beberapa kriteria sifat ‘adil diatas maka seorang perawi yang
tidak memiliki kriteria sidat ‘adil diatas maka dikatakan sebagai hadis yang
berkualitas lemah.
39Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, Tt), 162.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
Namun sifat-sifat ‘adil para perawi hadis sebagaimana yang dimaksud
diatas, dapat diketahui melalui beberapa metode diantaranya adalah: Pertama,
popularitas perawi di kalangan muhaddithin, perawi yang terkenal keutamaan
pribadinya. Kedua, penilaian dari para kritikus perawi hadis tentang kelebihan
dan kekurangan yang terdapat dalam diri perawi. Ketiga, penerapan kaidah al-
Jarh wa al-Ta’dil, kaidah ini dipakai jika tidak ada kesepakatan diantara para
perawi hadis mengenai kualitas pribadi para perawi hadis tersebut.40
c. Perawi yang d {a>bit { (dhawa>bith al-ruwa>t)
Secara harfiah makna d {a>bit { berarti kuat, tepat, kokoh dan hafal dengan
sempurna. Sedangkan secara istilah adalah berhubungan dengan kapasitas
intelektual.41 Aspek intelektualitas (d{a>bit {) perawi yang dikenal dalam ilmu hadis
dipahami sebagai kapasitas kecerdasan perawi hadis. Istilah d{a>bit { ini secara
etimologi memiliki arti menjaga sesuatu aspek tersebut yang merupakan salah
satu dari sekian persyaratan yang harus ada pada perawi hadis, untuk bisa
diterima riwayat yang telah disampaikannya.42
Menurut M. Syuhudi Ismail kriteria d {a>bit { dapat dirumuskan sebagai
berikut43:
1) Perawi dapat memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya. Namun
terdapat sebagian ulama yang tidak mengharuskan seorang rawi memahami
dengan baik riwayat hadis yang telah didengar, dengan pertimbangan bahwa
40Ibid…, 163. 41MKD 2014 UIN SA, Studi Hadis…, 145. 42Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 98. 43Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2007), 70.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
yang lebih dipentingkan bagi seorang rawi bukan pemahaman dari apa yang
diriwayatkan tetapi hafalannya.
2) Perawi hafal dengan baik riwayat yang telah didengarnya. Perawi yang hafal
terhadap hadis dengan baik disebut d{a>bit {, apabila disertai dengan pemahaman
yang baik maka tingkat ke-d{a>bit { an perawi tersebut semakin tinggi.
3) Perawi mampu menyampaikan kembali riwayat yang telah didengar itu dengan
baik. Kriteria ini dimaksudkan pada kenyataan bahwa kemampuan waktu dan
kapasitas seseorang memiliki batas, seperti karena pikun, terlalu banyak hafalan
atau karena faktor lainnya. Perawi yang memiliki kemampuan dalam menghafal
tetap dinyatakan sebagai perawi yang d{a>bit { sebelum ia mengalami perubahan,
dan jika ia telah mengalami perubahan maka tidak bisa dinyatakan d {a>bit { lagi.
d. Terhindar dari keracuan (‘adam Syudzu >dz)
Dalam terminologi ilmu hadis, terdapat tiga pendapat yang berkenaan
dengan definisi sya >dz. Namun dari ketiga pendapat tersebut, yang paling populer
adalah pendapat yang dikemukakan oleh al-Syafi’i (wafat 204 H/ 820 M), yang
mengatakan bahwa hadis baru dinyatakan mengandung sya >dz bila hadis yang
diriwayatkan oleh seorang perawi tsiqah bertentangan dengan hadis yang
diriwayatkan oleh sejumlah perawi yang juga bersifat tsiqah.44
Dari pendapat imam al-Syafi’i tersebut dapat dinyatakan bahwa
kemungkinan suatu hadis mengandung syudzudz, apabila hadis tersebut
memiliki sanad lebih dari satu. Apabila suatu hadis hanya diriwayatkan oleh
44Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis…, 98.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
seorang yang tsiqah saja, dan pada saat yang sama tidak ada perawi lain yang
meriwayatkan , maka hadis tersebut tidak dinyatakan mengandung syudzudz.45
Salah satu langkah penelitian yang penting untuk menetapkan
kemungkinan terjadinya syudzudz dalam hadis adalah dengan cara membanding-
bandingkan satu hadis dengan hadis lain yang satu tema. Para ulama mengakui
bahwa penelitian tentang syudzudz ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang
memiliki kedalaman ilmu dalam bidang hadis, dan peneltian ini dianggap lebih
sulit dari penelitian illat hadis.46
e. Terhindar dari kecacatan (‘adam ‘ilal)
Kata ‘illat secara lughawi berarti sakit. Ada pula yang mengartikan sebab
dan kesibukan. Adapun dalam terminologi ilmu hadis, ‘illat didefinisikan
sebagai sebuah hadis yang didalamnya terdapat sebab-sebab tersembunyi, yang
dapat merusak kesahihan hadis yang secara lahir tampak sahih. Di dalam konteks
ini, Ibn Shalah mendefinisikan ‘illat sebagai sebab tersembunyi yang merusak
kualitas hadis, karena keberadaannya menyebabkan hadis yang pada lahirnya
berkualitas sahih menjadi tidak sahih lagi. Sedangkan Ibn Taimiyah menyatakan
bahwa hadis yang mengandung ‘illat adalah hadis yang sanadnya secara lahir
tampak baik, namun ternyata setelah diteliti lebih lanjut, di dalamnya terdapat
rawi yang ghalt } (banyak melakukan kesalahan), sanadnya mawqu >f atau mursal,
bahkan ada kemungkinan masuknya hadis lain pada hadis tersebut.47
45MKD 2014 UIN SA, Studi Hadis…, 147. 46Ibid., 148. 47Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis…, 98-99.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
Menurut penjelasan para ulama, illat hadis pada umumnya ditemukan
pada48:
1) Sanad yang tampak muttasil dan marfu’, tetapi kenyataannya mauquf, walaupun
sanadnya dalam keadaan muttasil.
2) Sanad yang tampak marfu’ dan muttasil tetapi kenyataannya mursal, walaupun
sanadnya dalam keadaan muttasil.
3) Dalam hadis itu terjadi kerancuan karena bercampur dengan hadis lain dalam
sanad hadis itu terjadi kekeliruan penyebutan nama periwayat yang memiliki
kemiripan atau kesamaan nama dengan perawi lain yang kualitasnya berbeda.
Dengan demikian dalam mengetahui illat hadis bukanlah hal yang mudah
dan cukup sulit, sebab sangat tersembunyi, oleh karena itu diperlukan ketajaman
intuisi, kecerdasan dan hafalan serta pemahaman hadis yang cukup luas.
Menurut pendapat Mahmud Thahhan, suatu hadis dinyatakan mengandung ‘illat
apabila memenuhi kriteria sebagai berikut, (1) periwayatannya menyendiri, (2)
periwayat lain bertentangan dengannya, (3) qari >nah-qari >nah lain yang terkait
dengan dua unsur diatas. Misalkan dengan cara menyingkap keterputusan sanad
dalam suatu hadis yang diriwayatkan secara bersambung atau mauquf-nya suatu
hadis yang diriwayatkan secara marfu’.49
3. Kritik Matan Hadis
Kata “matan” atau “al-matn” menurut bahasa berarti keras, kuat, sesuatu
yang tampak dan yang asli. Menurut istilah matan adalah suatu kalimat setelah
48MKD 2014 UIN SA, Studi Hadis…, 149-150. 49Mahmud al-Thahhan, Ulumul Hadis, Studi Kompleksitas Hadis Nabi, terj. Zainul Muttaqin
(Yogyakarta: Titian Ilahi, 1997), 108
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
berakhirnya sanad atau dengan kata lain adalah lafaz-lafaz yang didalamnya
mengandung makna-makna tertentu.50 Secara sederhana matan ialah ujung atau
tujuan sanad (ga >yah as-sanad) . dari beberapa definisi diatas memberikan
pengertian bahwa apa yang tertulis setelah (penulisan) silsilah sanad, adalah
matan hadis, yang berarti isi dari hadis. Matan hadis terbagi menjadi tiga, yaitu
ucapan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad Saw.
Kritik matan hadis termasuk kajian yang jarang dilakukan oleh
muhadditsin, jika dibandingkan dengan kegiatan kritik sanad hadis. Menurut
mereka bagaimana mungkin bisa dikatakan hadis jika tidak ada silsilah yang
menghubungkan kita sampai kepada sumber hadis (Nabi Muhammad Saw).
Kalimat yang baik susunan katanya dan kandungannya sejalan dengan ajaran
Islam, belum dikatakan hadis apabila tidak ditemukan rangkaian perawi yang
sampai kepada Rasulallah. Begitu pula sebaliknya, tidak ada sanad hadis yang
bernilai baik, jika matannya tidak dapat dipertanggungjawabkan
keabsahannya.51
Kritik atas matan, bukan lagi sesuatu yang baru, ‘Aisyah, ‘Umar bin al-
Khattab, ‘Ali bin Abi Talib, ‘Usman bin ‘Affan dan para sahabat lainnya telah
melakukan kritik matan atas hadis-hadis misalnya hadis yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah. Bahkan Mustafa Sadiq al-Rafi’i, sebagaimana yang dikutip oleh
Abu Rayyah, menyatakan bahwa kritik para sahabat atas hadis-hadis yang telah
50Munzier Suparta, Ilmu Hadis…, 46-47. 51Bustamin, dkk, Metodologi Kritik Hadis…, 59.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
diriwayatkan oleh Abu Hurayrah merupakan kritik atas hadis yang baru pertama
kali dilakukan dalam Islam.52
Pemahaman terhadap matn hadis, tidak dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan tekstual saja, tapi juga dengan memperhatikan kondisi
dan situasi saat hadis disampaikan oleh Nabi, serta kondisi para sahabat yang
berbeda-beda. Sebab, dalam kehidupan Islam dan kaum muslim. Nabi memiliki
banyak fungsi, baik sebagai Rasul, panglima perang, suami, sahabat, dan lain
sebagainnya. Oleh karena itu, hadis tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan
fungsi-fungsi tersebut. Menurut Mahmud Syaltut, mengetahui hal-hal yang
dilakukan oleh Nabi dengan mengaitkan pada fungsi Nabi tatkala melakukan hal
itu sangat besar manfaatnya.
Kritik hadis yang dilakukan pada masa Nabi seperti sangat mudah, karena
keputusan tentang otensitas sebuah hadis berada di tangan Nabi sendiri, beda
halnya setelah Nabi wafat, kritik hadis tidak lagi dilakukan dengan menanyakan
kepada Nabi secara langsung, melainkan dengan menanyakan kepada orang
yang telah melihat atau mendengar hadis itu dari Nabi.53
Dalam hal karakterisitik matan yang sahih, para ulama hadis memiliki
pendapat yang beragam. Menurut al-kha>tib al-Baghda>di> suatu matan hadis dapat
diterima apabila54:
a. Tidak bertentangan dengan akal yang sehat
b. Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur’a>n
52Assa’idi, Hadis-Hadis Sekte..., 27. 53Bustamin, dkk, Metodologi Kritik Hadis…, 60. 54Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi…,118.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
c. Tidak bertentangan dengan hadis mutawati>r
d. Tidak bertentangan dengan suatu amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama’
pada masa lalu
e. Tidak bertentangan dengan dalil yang pasti
f. Tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualitas kesahihannya lebih kuat
Sedangkan menurut jumhu >r ulama>’ hadis, tanda-tanda matan hadis yang
palsu adalah sebagai berikut55:
1) Susunan bahasanya rancu, karena sangat mustahil Rasulullah yang sangat fasih
berbahasa arab menyabdakan pernyataan yang rancu.
2) Kandungan pernyataan berlawanan dengan akal sehat dan sulit
diinterpretasikan dengan rasional
3) Kandungan dalam isi matan bertentangan dengan dasar atau pokok ajaran islam
4) Kandungan isinya bertentangan dengan fakta sejarah
5) Kandungan isinya bertentangan dengan alqur’a >n ataupun hadis mutawa >tir yang
mengandung petunjuk secara pasti.
6) Kandungan isinya berada diluar kewajaran bila diukur dari petunjuk islam
Dari beberapa karakteristik yang telah disebutkan dalam meneliti sebuah
matan, haruslah di penuhi semuanya dan harus disesuaikan dengan keadaan dan
kebutuhan matan yang akan diteliti. Apabila dalam matan tersebut terdapat
perbedaan lafaz pada berbagai matan yang semakna, maka metode muqoronah
(perbandingan) menjadi sangat penting untuk dilakukan.56 Metode muqaranah
55Ibid.., 119. 56Ismail, Metodologi Penelitian…,126.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
tidak hanya ditujukan pada lafal-lafal matan saja, tetapi juga kepada masing-
masing sanadnya, dengan menempuh metode muqaranah, maka dapat diketahui
apakah terjadinya perbedaan lafal pada matan masih dapat ditoleransi atau tidak
dapat ditoleransi.
4. Kehujjahan Hadis
Dalam menentukan kehujjahan suatu hadis diperlukan beberapa kaidah
untuk sampai pada tingkat kesahihan hadis. Oleh karena itu haruslah terpenuhi
syarat-syarat diterimanya hadis baik dari segi sanad maupun matan. Para ulama’
hadis membagi hadis ditinjau dari segi diterima dan ditolaknya hadis yang dapat
dijadikan hujjah menjadi dua, yaitu hadis maqbu>l dan mardu >d 57
Hadis maqbul menurut bahasa artinya diterima. Yakni hadis yang dapat
diterima dan dijadikan hujjah karena telah memenuhi beberapa kriteria
persyaratan baik dalam sanad maupun matan. Adapun secara istilah, hadis
maqbul adalah hadis yang unggul pembenaran pemberitaannya 58 berikut adalah
penjelasan tentang macam-macam hadis maqbul, diantaranya adalah:
a. Hadis s{ah{i>h{ lidha>tih yaitu, hadis yang sanadnya sambung dari permulaan sampai
akhir sanad, diceritakan oleh rawi yang adil, d {abit { yang sempurna serta tidak ada
shadh dan tidak ada ‘illah yang tercela. Sedangkan s {ah{i>h lighayrih yaitu, hadis
yang diriwayatkan oleh seorang rawi yang tingkat ked{abit {annya kurang
sempurna. Maka hadis tersebut dinamakan hadis h{asan lidha >tih, akan tetapi
kekurangan tersebut dapat ditutupi dengan adanya hadis yang memiliki sanad
57Zainul Arifin, Ilmu Hadis Historis dan Metodologis, (Surabaya: al-Muna, 2014), 156. 58Khon, Ulumul Hadis…, 166.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
lain yang lebih d {abit {, maka naiklah kualitas hadis hasan lidha >tih ini menjadi
s{ah{i>h lighayrih59
Hadis yang telah memenuhi persyaratan hadis s {ah{i>h{ wajib diamalkan
sebagai hujjah atau dalil syara’ sesuai dengan ijma’ para ulama hadis dan
sebagian ulama ushul dan fiqh. Hadis s {ah{i>h{ lidha>tih lebih tinggi derajatnya dari
pada s{ah{i>h lighayrih, sekalipun demikian keduanya dapat dijadikan hujjah,60
dengan demikian tidak ada alasan bagi umat islam untuk tidak mengamalkannya.
b. Hadis H {asan lidha >tihi yaitu, hadis yang sanadnya bersambung dari permulaan
sampai akhir, diriwayatkan oleh rawi yang adil tetapi tidak begitu kuat
ingatannya sebagaimana rawi dalam hadis s {ah{i>h{, serta tidak ada shadh dan ‘illah
didalamnya. Sedangkan h{asan lighayrih yaitu, hadis yang sanadnya terdapat
rawi yang tidak dikenal identitasnya, tidak nyata keahliannya, bukan pelupa
yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikan fasik. Dapat
naik ke derajat h{asan lighayrih karena dibantu oleh hadis-hadis lain yang semisal
dan semakna atau karena banyak yang meriwayatkan.61
Hadis sah{i>h lidha>tih maupun hadis sah{i>h lighayrih dapat dijadikan hujjah
baik dalam bidang hukum, akhlak, social, ekonomi kecuali dalam bidang akidah,
sedangkan hadis sahih yang ahad masih diperselisihkan dikalangan para ulama’,
selain itu hadis hasan juga dapat dijadikan hujjah baik h {asan lidhatihi maupun
59Muhammad Abu > Shuhbah, al-Wasi>t { fi ‘Ulu>m Mus{t {alah{ al-H{adi>th, (Tk: Da>r al-Fikr al-‘Arabi>, tt), 230. 60Ibid., 230. 61Al-Qasimi>, Qawa>’id al-Tahdith., 102.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
h{asan lighayrihi walaupun kualitas hadisnya lebih rendah dari pada hadis
sahih.62
Hadis maqbul jika ditinjau dari sifatnya yang dapat dijadikan hujjah,
terdapat dua jenis kemaqbulan, yaitu hadis maqbu >l ma’mu >lun bih (hadis yang
dapat diamalkan) dang ghair ma’mu >lun bih (hadis yang tidak dapat diamalkan)63
berikut adalah beberapa kriteria hadis maqbul yang ma’mu>lun bih:
1) Hadis Muhkam adalah hadis yang dapat digunakan untuk pengambilan hukum,
memberikan pengertian yang jelas tanpa syubhat sedikitpun dan tidak
berlawanan dengan hadis lain
2) Hadis Mukhtalif (berlawanan) merupakan dua hadis yang bertentangan namun
masih bisa dikompromikan sehingga masih dapat diamalkan
3) Hadis Ra>jih adalah hadis terkuat diantara dua hadis yang bertentangan
4) Hadis Na>sikh hadis yang datang lebih akhir, yang menghapus ketentuan hukum
yang terdapat dalam hadis yang dating sebelumnya.
Sedangkan suatu hadis bisa dikatakan ma >qbul ghair ma’mu >lun bih (hadis
yang tidak dapat diamalkan) apabila memiliki beberapa kriteria, sebagai berikut:
a) Hadis Mutashabbih adalah hadis yang sukar dipahami maksudnya.
b) Hadis Marju >h adalah hadis yang dikalahkan oleh hadis yang lebih kuat
c) Hadis Mansu >kh adalah hadis yang dating lebih awal namun telah dihapus oleh
hadis yang dating setelahnya
62Idri, Studi Hadis…, 175. 63Arifin, Ilmu Hadis…, 156.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
d) Hadis Mutawaqquf fih adalah hadis yang bertentangan dan tidak dapat
dikompromikan sehingga hadis tersebut ditangguhkan sementara
Pembahasan selanjutnya adalah hadis yang tidak memiliki sifat-sifat yang
dapat diterima sebagai hujjah. Yakni, hadis Mardu >d. Menurut bahasa artinya
ditolak, sedangkan menurut istilah hadis mardud adalah hadis yang tidak unggul
dalam pembenaran pemberitaannya.64
a. Hadis D {a’if adalah hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis
sahih dan sifat hadis hasan65, berikut adalah sebab-sebab hadis ini tidak bisa
dijadikan hujjah atau ditolak, antara lain:
1) D{a’if sebab kedabitannya seperti hadis mu’allal, hadis munkar, hadis mudraj,
hadis maqlub, hadis mudtarib, hadis mushahaf dan hadis shadh.
2) D{a’if sebab keadilannya seperti hadis matruk, hadis majhul dan hadis mubham
3) D{a’if sebab terputusnya sanad seperti hadis mursal, hadis munqati’, hadis
mu’dhal, hadis muallaq dan hadis mudallas.
Para ulama’ berbeda pendapat dalam hukum berhujjah dengan hadis daif,
perbedaan tersebut terbagi atas beberapa bagian66, yakni:
a) Hadis d{a’if tidak bisa diamalkan secara mutlak, baik mengenai fada >il al-a’ma>l
maupun untuk menetapkan hukum. Pendapat tersebut sependapat dengan imam
al-Bukha>ri> dan imam muslim, dengan berdasarkan kriteria-kriteria dari
keduanya, ini juga merupakan pendapat Ibn H{azm
64Khon, Ulumul Hadis…, 167. 65Umi Sumbulah, Kajian Kritis Ilmu Hadis…, 101. 66Khon, Ulumul Hadis…, 186.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
b) Hadis d{a’if dapat diamalkan secara mutlaq, baik dalam keutamaan amal atau
dalam masalah hukum. Pendapat ini diungkapan oleh Abi> Da>wud dan Imam
Ah{mad dan yang lainnya. Pendapat ini bisa diamalkan apabila tingkat ked{a’ifan
hadis tersebut rendah, dan apabila tingkat ked {ai’i>fan hadis tersebut berat maka
para ulama sepakat untuk tidak mengamalkannya. Hadis d{a’if yang dimaksud
di sini juga tidak bertentangan dengan hadis lain.
c) Hadis d{a’if dapat diamalkan dalam masalah fad {a>’il al-a’ma>l, baik dalam hal-hal
yang dianjurkan maupun hal-hal yang dilarang. Pendapat yang demikian berasal
dari madzhab ulama dari kalangan muh{addithi>n dan para fuqaha>. Imam Nawa>wi>,
Shaykh ‘Ali> al-Qa>ri>, dan Ibn H {ajar al-Haytami> mengatakan bahwa hal itu telah
disepakati para ulama.67
B. Teori Pemaknaan Hadis
‘Ulu >m al-hadi>s merupakan ilmu yang digunakan untuk mengetahui apa yang
disandarkan kepada Nabi, baik berupa pernyataan, perbuatan, taqrir serta hal-ihwal
Nabi Muhammad Saw. Hadis merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-
Qur’an. sebelum hadis-hadis tersebut terhimpun dalam kitab hadis seperti saat ini,
hadis diriwayatkan secara lisan dan hafalan, karena waktu itu masyarakat arab
memiliki daya hafal yang sangat kuat. Namun hal ini tidak menutup kemungkinan
tidak adanya kegiatan penulisan hadis, bahkan pada masa paling awal, banyak
sahabat yang telah mencatat hadis walaupun untuk kepentingan pribadi.68
67Nu>r al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-H{adi>th (Damaskus: Da>r al-Fikr, 1981), 293. 68Ma’shum Zein, Ilmu Memahami Hadis Nabi…, 84.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
Ilmu yang digunakan untuk memahami terhadap hadis Nabi yang populer
belakangan ini adalah Ilmu Ma’a>ni al-Hadith. Ma’a>ni al-Hadith merupakan usaha
dalam memahami matan/tema hadis secara tepat dengan mempertimbangkan
faktor-faktor yang berkaitan dengannya maupun indiaksi-indikasi yang
melingkupinya, dalam hal ini Syuhudi Ismail berpendapat bahwa sebuah hadis
apabila setelah dikaji secara mendalam misalnya setelah dihubungkan dengan latar
belakang terjadinya dan tetap menuntut pemahaman seperti yang tertulis dalam teks
hadis tersebut maka hadis itu lebih tepat dipahami secara tersurat (tekstual), namun
bila sudah dikaji secara mendalam dan dibalik teks suatu hadis ditemukan ada
petunjuk yang kuat yang mengharuskan suatu hadis tersebut dipahami dan
diterapkan tidak sebagaimana maknanya yang tersurat maka ia dipahami secara
kontekstual.69
Hadis muncul sesuai dengan kondisi nasyarakat yang menghadapi Rasulallah
kala itu, baik karena adanya pertanyaan dari seorang sahabat maupun karena adanya
peristiwa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Hadis dilihat dari segi audiensi,
tempat serta waktu terjadinya, adakalanya bersifat universal, temporal, kasuistik
dan lokal.70 Untuk memahami dan menyingkap makna suatu hadis, secara garis
besar dapat dibagi menjadi dua metode, yaitu:
1. Pemahaman Tekstual
Merupakan pemahaman yang lebih mementingkan makna lahiriyah teks hadis
yang disebut juga dengan Ahl al-Hadi>ts. Ahl al-Hadi>ts muncul sejak generasi
69Indal Abror, Metode Pemahaman Hadis (Yogyakarta: Ilmu Hadis Press, 2017), 3. 70Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual (Jakarta: Bulan Bintang, 1994), 6.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
sahabat, dengan berbagai persoalan kehidupan yang belum begitu kompleks.
kelompok ini berpegang pada makna lahiriyah nash, karena menurut mereka,
kebenaran al-Qur’an bersifat mutlak, sedangkan kebenaran rasio adalah nisbi.
Sesuatu yang bersifat nisbi tidak mungkin bisa menjelaskan sesuatu yang bersifat
mutlak. Keenganan mereka dalam menggunakan rasio/akal inilah yang membuat
mereka dijuluki dengan Ahl al-Hasyw. Oleh Karen itu, kedudukan hadis-hadis ahad
dalam kelompok ini memperoleh posisi yang cukup penting.71
Pemahaman secara tekstual lebih memperhatikan bentuk dan cakupan makna
dan cenderung mengabaikan pertimbangan latar belakang peristiwa (wuru >d) hadis
dan dalil-dalil lainnya. Dasar dalam penggunaan metode ini adalah bahwa segala
ucapan dan perilaku Nabi Muhammad tidak terlepas dari konteks kewahyuan, yang
mana segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulallah adalah wahyu.72
Dalam merumuskan makna tekstual dapat menggunakan kaidah lughawiyah
(gramatikal) sesuai dengan bentuk tata bahasanya. Namun jika terbentuk dengan
kata yang tidak lazim, maka dapat menggunakan pemaknaan ilmu gharib al-h{adi >th,
mushki >l al-h{adi>th, mukhtalaf al-h{adi >th, mutasyabbi >h dan majazad al-h{adi >th serta
h{asanah al-Jawami’ al-kali >m.73
2. Pemahaman Kontekstual
Kata kontekstual berasal dari kata konteks yang memiliki makna sesuatu yang
ada di depan atau di belakang (kata, kalimat, atau ungkapan) yang membantu
71Suryadi, Metode Kontemporer Memahami hadis Nabi: Prespektif Muhammad al-Ghozali dan
Yusuf al-Qaradhawi (Yogyakarta: Teras, 2008),73-74. 72Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a>ni al-Hadis (Makasar:
Alaudin University Press, 2013), 19. 73Hasjim Abbas, Pengantar Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011), 65.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
menentukan makna. Dari kata kontekstual tersebut muncul istilah kaum
kontekstualis yang artinya sekelompok orang yang memahami sebuah teks dengan
cara memperhatikan sesuatu yang ada disekitarnya karena ada indikasi makna-
makna lain selain makna tekstual. Dengan demikian, makna kontekstual dapat
dipahami dengan pemahaman makna yang terkandung di dalam nash (ba>thin al-
nashsh).74 Makna kontekstual terbagi menjadi dua macam, yakni:
a. Konteks internal, seperti mengandung bahasa kiasan, metafora dan symbol
b. Konteks eksternal, seperti kondisi audiensi baik dari segi kultur, social, serta asbab
al-wurud.75
Secara umum dalam proses pemahaman hadis yang benar, yang sesuai
dengan perkembangan zaman , dan utuh, baik secara tekstual maupun kontekstual.
Berikut adalah beberapa prinsip dalam memahami hadis dengan beberapa poin,
diantaranya adalah:
1) Prinsip Konfirmatif, yaitu pemahaman hadis harus selalu mengkonfirmasikan
makna hadis dengan petunjuk-petunjuk dari al-Qur’an sebagai sumber tertinggi
ajaran.76 sedangkan menurut al-Ghoza>li> al-Qur’an adalah sumber pertama dan
utama dari pemikiran dan dakwah , sementara hadis merupakan sember kedua.
Dalam memahami al-Qur’an, kedudukan hadis sangatlah penting karena berfungsi
sebagai penjelas (baya >n) bagi al-Qur’an.77
2) Prinsip Tematis Komprehensif, yakni sebuah teks hadis yang tidak bisa dipahami
sebagai teks yang berdiri sendiri, melainkan sebagai kesatuan yang integral,
74Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis (Jakarta: Amzah, 2014), 146. 75Ibid.., 147. 76Abror, Metode Pemahaman Hadis…, 8. 77Suryadi, Metode Kontemporer Memahami Hadis…, 82-83.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
sehingga dalam proses pemahaman suatu hadis, harus mempertimbangkan hadis-
hadis lain yang mempunyai tema yang relevan, sehingga mampu menghasilkan
makna-makna yang yang lebih komprehensif.78
3) Prinsip Kebahasaan, yaitu penggabungan serta pen-tarjih-an hadis-hadis
kontradiktif. Dimana hadis-hadis yang setema dikompromikan dengan cara merinci
yang bersifat global, mengkhususkan yang umum, atau membatasi yang mutlak.
Dan jika tidak memungkinkan maka diambil yang lebih unggul.79
4) Prinsip Historik, yaitu prinsip yang menghendaki dilakukannya pemahaman
terhadap latar situasional masa lampau dimana hadis terlahir baik menyangkut
background sosiologis masyarakat Arab secara umum maupun situasi-situasi
khusus yang melatar belakangi munculnya sebuah hadis. Termasuk kapasitas dan
fungsi Nabi ketika melahirkan hadis yang bersangkutan.80
5) Prinsip Realistik, yaitu prinsip yang berfungsi selain memahami latar situasional
masa lalu dimana hadis itu muncul, juga memahami situasional kekinian dengan
melihat realita kaum muslimin, baik yang menyangkut dengan kehidupan, problem,
krisis serta kesengsaraan mereka. Dengan demikian penafsiran terhadap hadis tidak
bisa dimulai dari kevakuman, melainkan harus dari realitaas yang kongkrit.81
6) Prinsip distingsi etis dan legis, yaitu hadis Nabi yang tidak bisa hanya dipahami
sebagai kumpulan hukum belaka, tetapi lebih dari itu, ia mengandung nilai-nilai etis
yang lebih dalam. Untuk itu seorang penafsir harus mampu menangkap dengan
jelas nilai-nilai etis yang hendak diwujudkan dalam sebuah teks hadis dari nilai-
78Abror, Metode Pemahaman Hadis…, 8. 79Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis…, 147. 80Ibid.., 8 81Ibid.., 9.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
nilai legisnya. Hal ini sangat penting mengingat kegagalan dalam menangkap
makna etis dari makna legis hadis akan berakibat pada kegagalan menangkap
makna hakiki dari hadis itu.
7) Prinsip distingsi instrumental dan intensional, yaitu hadis yang memiliki dua
dimensi, yakni dimensi yang bersifat temporal dan partikular di satu sisi yang
disebut dimensi instrumental (wa >silah) dan dimensi yang bersifat permanen dan
universal disisi lain yang disebut dimensi intensional (gaya >h). dalam hal ini,
seorang penafsir harus bisa membedakan antara cara yang di tempuh Nabi dalam
menyelesaikan problematika kemasyarakatan pada masanya serta tujuan asasi yang
hendak diwujudkan Nabi ketika memunculkan hadisya. Dinamakan dimensi
instrumental (cara), karena menyangkut segmen masyarakat tertentu dalam dimensi
ruang dan waktu, maka bersifat temporal dan partikular, berbeda halnya dengan
dimensi intensional (tujuan) yang tidak terpengaruh oleh perubahan ruang dan
waktu. Dalam pemahaman hadis Nabi, yang perlu ditekankan adalah realisasi
tujuan ini, walaupun cara yang ditempuh bisa jadi berbeda antara satu dan lainnya,
bahkan berbeda dengan cara Nabi.82
C. Macam-Macam Kalender
1. Kalender Syamsiyah
Kalender Syamsiyah merupakan sistem penanggalan yang berdasarkan
pada peredaran bumi mengelilingi matahari yang bisa disebut juga kalender
Masehi. Cikal bakal kalender Masehi yang sekarang digunakan berasal dari
perhitungan tahun kalender Yulian dan Gregorian dan berawal sejak zaman
82Abror, Metode Pemahaman Hadis…, 9-10.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
kekaisaran romawi yang tepatnya pada era pemerintahan Julius Caesar.83 Berikut
adalah macam-macam kalender yang menggunakan sistem matahari:
a. Kalender Romawi
b. Kalender Yulian
c. Kalender Gregorian (Masehi)
Dionisius Exoguus merupakan biarawan Katolik yang ditugaskan oleh
Pimpinan Gereja guna membuat perhitungan tahun dengan titik tolak tahun
kelahiran Nabi Isa as, dan menghitung tanggal paskah berdasarkan pendirian
Roma. Sistem ini mulai dirancang pada tahun 525 M. Mulanya penanggalan ini
terbagi dalam 10 bulan saja (kecuali Januari dan Februari). Seiring berjalannya
waktu penggalan tersebut menjadi 12 bulan dengan tambahan (Januarius dan
Februarius). Januarius yang berarti bermuka dua, yang bisa menghadap ke masa
lalu dan masa depan. Sedangkan februarius merupakan upacara bersih kampung
guna menyambut musim semi yakni bulan Maret dan menjadi bulan pertama
dalam penanggalan tersebut. Namun setelah diadakanya penelitian mengenai
perhitungan Dionisius ternyata terdapat kesalahan. Terlepas dari ketidakakurat
nya tersebut, era Masehi telah ditetapkan.84 Kalender Romawi juga berasal dari
peninggalan bangsa Mesir Kuno yang kemungkinan berasal dari bangas Sumeria
yang hidup di tepi sungai Tigris dan Eufrat.85
Setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar, ia memberlakukan
penanggalan baru guna menggantikan kalender tradisional yang dirasa sudah
83Septi Dwitasari, “Trend Perayaan Tahun Baru di Kota Pontianak: Perspektif Kegelisahan Seorang
Remaja Muslimah”, Jurnal Dakwah: Al-Hikmah, Vol. 12. No. 2 (2018), 111. 84https://id.m.wikipedia.org/wiki/Masehi. 85Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak (Jakarta: Prenadamedia, 2015), 74.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
sangat kacau sekali. Kemudian pada tahun 46 SM, menurut penanggalan yang
berlaku sudah bulan Juni, tetapi pada kenyataannya posisi Matahari sebenarnya
masih pada bulan Maret, sehingga oleh Julius Caesar penanggalan tersebut
diubah dan disesuaikan dengan posisi Matahari yang sebenarnya atas saran dari
Sosigenes (ahli astronomi iskandaria), yakni dengan menetapkan pedoman baru
diantaranya adalah:
a. Tahun 46 SM ditetapkan menjadi 455 hari dengan tambahan 90 hari (23 hari
pada bulan Februari dan 67 hari antara November dan Desember).
(seharusnya 1 tahun = 365 hari, namun karena ada kesalahan kurang lebihnya
3 bulan yang berarti 90 hari. Maka ditambahkannya hari tersebut yang
kemudian totalnya menjadi 455 hari).
b. Mengundurkan bulan Juni menjadi Maret agar sesuai dengan musim yang
ada.
c. Mulai tahun 45 SM ia menetapkan umur tahun rata-rata 365,25 hari, dengan
rincian: tiga tahun pertama berjumlah 365 hari dan disebut tahun biasa
(basithah), dan tahun keempat berjumlah 366 hari yang disebut dengan tahun
panjang (kabisat). Hasil dari koreksian penanggalan ini terkenal dengan
nama kalender Yulian.86
d. Permulaan tahun baru ditetapkan pada tanggal 1 Januari, yang sebelumnya
adalah 1 Maret.
e. Titik permulaan musim bunga ditetapkan pada tanggal 24 Maret.
86
Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik (Yogyakarta: Buana Pustaka, 2008),
105-106.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
Meskipun penanggalan ini sudah dikoreksi dan terdapat perubahan, tetapi
ternyata kalender Yulian masih didapati kekurangan. Pada tahun 1582 M
seorang ahli astronomi Italia (Aloisius Lilius) dan ahli matematika Jerman
(Christophorus Clavius) memberitahu jika hari itu menurut kenyataan kalender
adalah 5 Oktober 1582 M namun nyatatanya posisi matahari sudah menunjukkan
tanggal 15 Oktober 1582 M. berarti telah lambat selama 10 hari. Hal tersebut
disebabkan tahun Yulian memberikan umur sebanyak 365, 25 hari, padahal
tahun yang dugunakan adalah tahun tropis yang berumur 365, 2422 hari. Hal
demikian mengetuk hati Paus Gregorius XIII pimpinan Gereja Katolik di Roma
pada tahun 1582 untuk mengoreksi penanggalan Yulian agar disesuaikan dengan
posisi matahari yang sebenarnya. Sebagai pembaharu terakhir Paus Regious XIII
mengeluarkan beberapa maklumat yang diantaranya adalah87:
a. Titik permulaan musim bunga yang ditetapkan Julius Caesar pada
tanggal 24 Maret diubah ke tanggal 21 Maret.
b. Tanggal 5 Oktober 1582 M (versi lama) diubah ke menjadi tanggal 15
Oktober, sehingga tanggal 5 s/d 14 Oktober (10 hari) itu tidak ada.
Dengan adanya perbaikan tersebut, maka tanggal 5 Oktober 1582 (Yulian)
dan 15 Oktober (Gregorius XIII) berakhirlah tahun kalender Yulian yang sudah
berlaku sejak 45 SM. Baik Julius dan Gregorius mendasarkan perhitungannya
pada pergerakan matahari oleh karena itu kalender ini disebut juga dengan tahun
matahari (Syamsiyah), dengan demikian kalender tersebut terkenal dengan
sebutan kalender Masehi. Oleh sebab itu setiap tanggal 1 Januari selalu
87Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak.., 77.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
diperingati sebagai tahun baru. Yang memiliki makna dewa yang bermuka dua,
yang bisa menghadap kebelakang dan depan yang diibaratkan sebagai sebuah
pembelajaran dengan melihat masa lalu dan menata masa depan dengan yang
lebih baik.
2. Kalender Qomariyah
Kalender Qomariyah merupakan sistem penanggalan yang didasarkan
pada peredaran bulan mengelilingi matahari (lunar system) yang bisa disebut
juga dengan kalender Hijriyah.88
Sebelum Islam bangsa Arab telah menggunakan penanggalan dan
menamainya sesuai dengan peristiwa yang terjadi dan menonjol pada saat itu,
seperti tahun “Gajah” karena pada akhir abad kelima Masehi, wakil Negus dari
Ethiopia yang terdapat di Yahman yang bernama Abrahah dengan mengendarai
seekor gajah yang besar dan diiringi oleh suatu angkatan perang yang jumlahnya
sangat banyak. Kejadian ini danggap penting oleh bangsa Arab yang dikemudian
di namai sebagai tahun “Gajah. Meskipun nama tahunnya belum ditetapkan,
tetapi nama-nama bulannya telah mereka berikan berdasarkan dengan peristiwa
yang terjadi di bulan-bulan tersebut, diantaranya adalah89 : Muharram, Safar,
Rabi’ al-Awwal, Rabi’ al-Akhir, Jumad al-Awal, Jumad al-Akhir, Rajab,
Sya’ban, Ramadan, Syawal, Zulka’dah atau qa’ada, Zulhijjah.
Para ulama ahli hisab sepakat memakai tarikh (penanggalan) Islam pada
masa kepemimpinan ‘Umar bin al-Khattab, yakni pada tahun ke-17 sesudah
88Maesyaroh, “Kalender Hiriyah Global Turki Upaya Mewujudkan Kepastian Transaksi Ekonomi
Pada Lembaga Keuangan Syari’ah”, Jurnal al-Hikmah, Vol. 3 No.1 (Januari, 2017), 72-73. 89Watni Marpaung, Pengantar Ilmu Falak…, 80.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
Hijriyah. Guna menetapkan nama tahun pada saat itu, Khalifah Umar bin
Khattab mengundang semua para ulama untuk menetapkan suatu hari dimana
umat Islam dapat menghitung atau menyebut tanggal megenai berbagai
peristiwa yang sudah mereka kerjakan, dan mereka mengemukakan empat
alternatif, yakni:
1) Maulid (kelahiran) Nabi Saw.
2) Permulaan Risalah (Nubuwah/Dakwah) Nabi Saw.
3) Hijrah Nabi Saw ke Madinah.
4) Wafatnya Nabi Saw.
Kemudian Khalifah Umar bin Khattab mengatakan bahwa Hijrah Nabi
telah memisahkan antara yang haq (benar) dan yang bathil (salah), maka dengan
itu hendaknya penanggalan ini dimulai pada saat itu, semua hadirin sepakat
mengenai keputusan tersebut sehingga awal penanggalan Hijriyah dimulai 1
Muharram tahun 1 H, yang jatuh pada Kamis, yang bertepatan pada 15 Juli 622
M90. dalam hal ini terdapat dua pendapat yang berbeda mengenai siapa pelopor
utama yang merayakan tahun baru Islam ini.
Islam mengakui adanya dua kalender tersebut yakni kalender matahari dan
bulan sebagai penentu waktu91, sebab keduanya memiliki peredaran teratur yang
dapat diteliti dan dihitung92 dengan sisi kelebihan dan kekuarangan masing-
masing. Sebagaimana Matahari dapat digunakan untuk penentu pergantian tahun
90Ibid., 85. 91Sebagaiaman yang telah dijelaskan pada al-Qur’an surah al-An’am (QS: 06) ayat 96, yang artinya
“Dia menyisingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan
bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah yangMaha Perkasa lagi Maha Mengetahui”. 92Sebagaimana yang telah dijelaskan pada al-Qur’an surah Ar-Rahman (QS: 55) ayat 5, yang artinya
“Matahari dan Bulan (beredar) menurut perhitungan”.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
dengan menggunakan siklus musim (pertanian, pelayaran, migrasi). Namun
kalender ini tidak dapat menentukan pergantian hari dengan cermat. Sedangkan
kegiatan keagamaan sangat diperlukan adanya kepastian hari. Oleh sebab itu
kalender Qomariyah (bulan) bisa digunakan dengan cara melihat bentuk-bentuk
bulan.
3. Kalender Jawa Islam
Di pulau Jawa pernah berlaku penanggalan Hindu (Soko) dengan sistem
penanggalan yang didasarkan pada peredaran Matahari mengelilingi bumi. Dan
bertepatan pada hari Sabtu (1 Maret 78 M) yakni satu tahun setelah penobatan
Prabu Syaliwahono (Aji Soko) yang kemudian dikenal dengan penanggaalaan
Soko.
Selain penanggalan Soko, juga telah berlaku penanggalan Islam
(Hijriyah). Kemudian pada tahun 1633 M diberlakukannya penggabungan
penanggalan antara Jawa dan Islam yang bertepatan pada tahun 1043 H/1555
Soko, oleh Sri Sultan Muhammad (Sultan Agung Anyokrokusumo) yang
beradaa di kerajaan Mataram.93
Penanggalan ini terdiri dari 12 Bulan, yakni Suro, Sapar, Mulud,
Bakdomulud, Jumadilawal, Jumadilakir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulka’dah
dan Besar. Pada tahun 1554, tahun saka sudah tidak digunakan lagi di Jawa,
namun penanggalan ini masih digunakan di Bali sebagai hitungan Sembilan
(nawawaraa), kelemahan Makhluk (Paringkelan), wuku dan lain-lain.
Sedangkan di pulau Jawa telah menggunakan kalender Jawa Islam sebagai hasil
93Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak dalam Teori dan Praktik…, 188.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
perpaduan yang dilakukan oleh Sultan Agung serta menjadi standar baru dalam
penulisan sastra Jawa termasuk primbon di kalangan masyarakat Jawa.
4. Penanggalan Cina (Tiongkok)
Dalam budaya dan pengetahuan bangsa Tiongkok purba, pembuatan
almanak telah dikenal sejak 5000 tahun yang lalu, yang disebut dengan kalender
rembulan, yinli atau kalender petani. Kalender ini berfungsi untuk mengetahui
perubahan musim yang terjadi terhadap siklus di Bumi. Hal ini bertujuan agar
para masyarakat mengetahui gejala alam yang akan terjadi dengan menggunakan
perhitungan ilmu feng shui, yaitu dimensi waktu yang didasarkan melalui konsep
ilmu astronomi tiongkok purba dan mengacu pada peredaraan Matahari dan
Bulan terhadap Bumi.
Sistem penanggalan ini, setiap tahun dilambangkan dengan nama-nama
binatang yang memiliki jumlah 12 nama binatang diantaranya adalah: Tikus,
Kerbau, Macan, Kelinci, Naga, Ular, Kuda, Kambing, Kera, Ayam, Anjing dan
Babi.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
58
BAB III
HADIS MERAYAKAN TAHUN BARU MASEHI DALAM
KITAB SUNAN ABI> DA >WUD
A. Biografi Perawi
1. Biografi Abi > Da>wud
Nama lengkap Abi> Da>wud menurut Abd al Rahman ibn Abi H{atim adalah
Sulaiman Ibn al Ash’ab Ibn Shaddad Ibn Amru Ibn ‘A>mir. Menurut Muhammad
Ibn Abd al-Aziz al-Hashimy nama beliau adalah Sulaiman Ibn al Ash’ab Ibn
Bishri Ibn Shaddad, sedangkan menurut Ibn Dasah dan Abu Ubaid adalah
Sulaiman Ibn al Ash’ab Ibn Ishaq Ibn Bashir Ibn Shaddad, seperti halnya yang
dikatakan oleh Abu Bakr al-Khatib beliau menambahkan Ibn Amru Ibn ‘Imran.1
Abi> Da>wud lahir di Sijistan pada tahun 202 H, suatu daerah yang berada
di Bashrah. Sewaktu kecil beliau banyak memanfaatkan waktunya dengan
berbagai kegiatan yang bermanfaat, diantaranya adalah beramal saleh dan
menuntut ilmu. Dengan usia nya yang masih dini, beliau selalu dibimbing untuk
belajar dan membaca al Quran dengan baik dan benar. Tidak hanya itu beliau
juga diperkenalkan dengan hadis-hadis Nabi Saw.2 Sehingga beliau tertarik
untuk mengkajinya.
Ketika dewasa beliau sudah terkenal sebagai periwayat hadis. Beliau
dijuluki sebagai periwayat yang terkenal dikarenakan ketika ia melakukan
1Abi > Da>wud Sulaiman Ibn al-Ash’ab al Sijistani, Sunan Abi> Da>wud (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah,
1996), 3. 2Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadis (Yohyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), 102.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
59
perjalanan mencari ilmu, beliau mendapatkan hadis dan meriwayatkannya dari
sejumlah ulama’ terkenal, dari perjalanannya berkelana dan dari guru-guru nya
yang hebat tersebut beliau banyak mendapatkan hadis yang dapat digunakan
sebagai referensi dalam penyusunan kitab sunnahnya.
Berikut adalah nama-nama ulama besar yang menjadi guru Abi> Da>wud,
diantaranya adalah:
a. Ahmad Ibn Hanbal
b. Uthman Ibn Muhammad Ibn Abi Shaibah
c. Abdullah Ibn Maslamah
d. Qutaubah Ibn Sa’id al Taqafi’
e. Abu Uthman Amr Ibn Marzuki al Bahili
f. Musa Ibn Asma’il al Tamimy
g. Musaddad Ibn Musarhad al Asadi
h. Muh{ammad Ibn Bashar Ibn Uthman,
i. Muhammad Ibn ‘Auf Ibn Sufyan
j. Amr Ibn Aun al Najili
k. Muslim Ibn Ibrahim
l. Ibrahim Ibn Musa Ibn Yad al Tamimy
m. Abu al Walid al Tayalisy,
n. Abu Salamah al Tabudhaki.3
3Ahmad Farid, Biografi 60 Ulama Ahlu al Sunnah: Yang Paling Berpengaruh dan Fenomenal dalam
Sejarah Islam, terj. Ahmad Syaikhu (Jakarta: Dar al-Haq, 2012), 601.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
60
Selain nama guru-guru dari Abi> Da>wud juga akan dipaparkan mengenai
sebagian dari murid-murid imam Abu> Da>wud, diantaranya adalah:
1) Muhammad Ibn Isa al Tirmidhi
2) Al Nasa’i
3) Isnail Ibn Muhammad al safar
4) Ali Ibn H {usain Ibn al Abid
5) Abdullah Ibn Sulaiman Ibn al Asy’as Ibn Muhammad Harun al Khalal
6) Ahmad Ibn Salman al Najjad
7) Abu Usamah Muhammad Ibn Abd al malik Ibn Yazid al Rawwas
8) Abu Bakar Muhammad Ibn Abd Razzaq Ibn Dasah.
Dalam hal ini Abi> Da>wud banyak menghasilkan karya-karya tulis,
diantaranya karya tulis yang bernilai tinggi dan masih tetap beredar sampai saat
ini adalah kitab al-Sunan yang terkenal dengan sebutan kitab Sunan Abi> Da>wud.4
Selain karya tersebut juga masih banyak karya-karya tulis lainya, antara lain5:
a) Al-Marasil, merupakan kitab yang berisi kumpulan Hadis-hadis mursal (gugur
perawinya), yang tersusun secara tematik dan jumlah hadissnya ada 6000 Hadis.
b) Al-Na>sakh{ wa al-Mansukh
c) Al-Zuhd
d) Masa>il al-Ima>m Ah {mad
e) Risalah fi Wasf Kitab al-Sunan
f) Ijabat al-Salawat al-‘Ajurr
4Zainul Arifin, Studi Kitab Hadis (Surabaya: al-Muna, 2010), 114. 5Ibid., 142.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
61
g) As’ilah Ah{mad Ibn H{anbal
Abi> Dawud mulai meraih reputasi tinggi semenjak beliau di minta oleh
gubernur Basrah untuk pindah ke Basrah guna menetap hidup disana serta
mengajarkan hadis, atas permintaannya tersebut beliau tinggal disana sampai ia
menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 16 syawal 275 H, dan
meninggal diusia 75 tahun.
2. Biografi Anas bin Ma >lik
Anas bin Ma>lik memiliki nama lengkap Anas bin Ma>lik bin al Nadhor bin
Dlamdlom bin Zaid bin Hara >m bin Jandab bin ‘A >mir bin Ghonam bin ‘Adiy bin
al Naja >r al Ansha >riy al Naja >riy, yang memiliki kuniyah Abu Hamzah. Beliau
merupakan pembantu Rasulallah Saw, beliau tinggal di Bashrah. Suatu ketika
ibunya,Ummu Sulaim membawanya kepada Rasulallah Saw, setiba di Madinah,
Ibunya berkata kepada Nabi: “Wahai Rasulallah, anak kecil ini siap untuk
mengabdi kepadamu”, kemudian Nabi pun menerimanya.6
Sementara itu Anas tinggal bersama Nabi, ia pun banyak menyaksikan
segala perbuatan yang dilakukan oleh Nabi yang tidak pernah dilihat oleh orang
lain. Sepeninggal Nabi Saw, ia masih hidup selama 83 tahun. Dengan waktu
yang begitu panjang membuat ia banyak memahami dan mempelajari hadis dari
Nabi Saw, dari para sahabat Nabi, serta menyebarluaskannya kepada banyak
orang.
6Muhammad Abu Zahw, The History of Hadith: Historiografi Hadis Nabi dari Masa ke Masa
(Depok: Keira, 2015), 12.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
62
Setelah sekian lama tinggal di Madinah, akhirnya ia pun memutuskan
untuk kembali dan menetap di Bashrah lagi, di sanalah ia melakukan
periwayatan hadis. Dari bimbingannya bermunculan banyak para imam hadis
dari kalangan tabi’in, seperti halnya al-Hasan, Ibnu Sirin, Humaid ath-Thawil,
Tsaabit al-Banani, dan lain sebagainya.7
Berkenaan dengan jumlah hadis yang diriwayatkan dari Anas berjumlah
1286 hadis. Bukhari-Muslim bersepakat pada 168 hadis. Bukhari meriwayatkan
sendiri sebanyak 83 hadis dan Muslim sebanyak 71 hadis. Karena kedudukannya
sebagai sahabat Nabi maka kethiqahannya tidak lagi diragukan. Hal ini
dibuktikan dengan adanya banyak komentar yang baik mengenai dirinya.
Telah disebutkan di dalam kitabnya, at-Tarikh, bukhari meriwayatkan
dari Qatadah, bahwasanya ketika Anas wafat, Mawriq berkata:”Hari ini separuh
ilmu telah pergi”, lalu dikatakan kepadanya:”Bagaimana bisa demikian?, ia
menjawab:”Sebab, selama ini jika ada orang yang menuruti hawa nafsunya
menyelisihi kami dalam suaatu hadis, maka dengan tegas kami akan mengatakan
kepadanya “Kemarilah ikut kami menemui orang yang mendengarnya langsung
dari Nabi Saw (yaitu Anas).”8
Anas bin Ma >lik wafat di luar kota Bashrah, sekita 1,5 mil. Kemudian di
makamkan di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan sebutan Qashr Anas.
Selain itu para ulama jumhur yang shahih mengatakan jika ia wafat pada tahun
93 Hijriyah.
7Ibid.., 8Ibid…,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
63
B. Hadis Merayakan Tahun Baru Masehi
1. Hadis dan Terjemah
اد، عن حميد، عن أنس، قال: قدم رسول ا ث نا حم ث نا موسى بن إسماعيل، حد لله حد
قال: ما هذان الي ومان؟ قالوا: هم ي ومان ي لعبون فيهما، ف صلى الله عليه وسلم المدينة ول
" إن الله قد كنا ن لعب فيهما في الجاهلية، ف قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
هما: ي وم ال را من 9ضحى، وي وم الفطر "أبدلكم بهما خي
Telah menceritakan kepada kami Musa Ibn Ismail, telah menceritakan
kepada kami Hammad, dari Humaid, dari Anas, berkata: Rasulallah
Shallallahu’alaihi wa sallam tiba di Madinah sedang penduduknya memiliki dua hari yang biasa dirayakaan. Kemudian Rasulallah Shallahu’alaihi wa
sallam bersabda:”ada apa dengan dua hari itu?” mereka berkata: kami sudah
biasa merayakannya sejak zaman jahiliyah” Sabda Rasulallah Shallahu’alaihi wa sallam:”Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk
kalian dua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu hari Adha dan
hari Fithri.
2. Takhri >j al-Hadi >th
Sebelum melakukan pemahaman dan pemaknaan hadis maka terlebih
dulu kita akan melakukan takhri>j hadis agar dapat diketahui kualitas hadis
tersebut dan apakah hadis tersebut ditolak atau diterima.
Takhri>j menurut istilah adalah tempat yang menunjukkan sumber keaslian
dari hadis tersebut , yang mana hadis itu telah diriwayatkan lengkap dengan
sanad-nya, kemudian menjelaskan derajatnya apabila diperlukan.10 Metode
dalam men-takhri >j hadis ada dua macam, yakni takhri>j al-h{adi>th bi al-lafz
9Abi Da >wud Sulaima>n Ibn al Ash’ab Ibn Isha>q Ibn Bashir Ibn Sadad Ibn Umar, Sunan Abi> Da>wud
Vol 4 (Beirut: al-Maktabah al-‘asriyah, tt), 295. 10Muhid dkk, Metodologi Penelitian Hadis (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2013), 116.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
64
(takhri>j yang berdasarkan lafal matan) dan takhri>j al-h{adi>th bi al-mawdu>’
(takhri>j yang berdasarkan topik masalah).11
Dalam hal ini akan digunakan metode takhri>j hadis berdasarkan lafal
matan dengan menggunakan kata kunci هذان الي ومان dapat diketahui bahwa
matan hadis yang serupa terdapat dalam beberapa kitab berdasarkan data dalam
kitab Al-Mu’jam al-Mufah{ras li al-Fa>z al-H{adi >th al-Nabawi > 12. Namun disini
penulis hanya akan menyebutkan beberapa kitab saja, diantaranya adalah:
a. Kitab Sunan Abi> Da>wud, Bab Sholat Dua Hari Raya, nomer hadis 1134.
b. Kitab Sunan an-Nasa’i, Bab Sholat Dua Hari Raya , nomer hadis 1556.
c. Kitab Musnad Imam Ah}mad, Bab Musnad Anas bin Ma >lik Radliyallahu’anhu,
nomer hadis 13622.
11Ibid., 120. 12A.J Winsink, Al-Mu’jam al-Mufah{ras li al-Fa>z al-H{adi >th al-Nabawi, Vol. 3 (Leiden: E.J Brill,
1936), 45.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
65
Berikut adalah redaksi lengkap hadis yang akan dijelaskan sebagai
berikut:
1) Sunan Abi> Da>wud, Nomor Hadis 1134
ث نا موسى بن اد، عن حميد، عن أنس، قال: قدم رسول الله صلى حد ث نا حم إسماعيل، حد
ا ن لعب ن الله عليه وسلم المدينة ولهم ي ومان ي لعبون فيهما، ف قال: ما هذان الي ومان؟ قالوا: ك
را اهلية، ف قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " إن الله قد أبدلكم به فيهما في الج ما خي
هما: ي وم الضحى، وي وم الفطر "13 من
Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma’il telah menceritakan kepada kami Hammad dari Humaid dari Anas dia berkataa; “Rasulallah shallallahu’alaihi wasallam
tiba di Madinah, sedangkan penduduknya memiliki dua hari khusus untuk permainan,
maka beliau bersabda: “Apakah maksud dari dua hari ini?” mereka menjawab; “Dua hari itu sudah biasa kami gunakan untuk bersenang-senang semasa jahiliyah.” Maka
Rasulallah bersabda; “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang
lebih baik dari kedua hari tersebut, yaitu hari (raya) Adha dan hari (raya) Fitri.14
2) Sunan an-Nasa’i, Nomor Hadis 1556
ث نا حميد، عن أنس بن مالك، قال: أخب رنا علي بن حجر، قال: أن بأنا إسمعيل، قال: حد
ا قدم النبي صلى الله علي ه وسلم كان لهل الجاهلية ي ومان في كل سنة ي لعبون فيهما، ف لم
هما: ي و م الفطر، را من المدينة، قال: " كان لكم ي ومان ت لعبون فيهما وقد أبدلكم الله بهما خي
وي وم الضحى "15
13Abi > Da>wud Sulaima>n Ibn al Ash’ab Ibn Isha>q Ibn Bashir Ibn Sadad Ibn Umar, Sunan Abi> Da>wud,
Vol. 1 (Beirut: al-Maktabah al-‘asriyah, tt), 295. 14Lidwa Pustaka, “Kitab Sunan Abi > Da>wud”, (Kitab 9 Imam. Ver. 1.2). 15Abu ‘Abdur Rahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali al-Khora>sa>niy, Sunan an-Nasa’i,, Vol. 3 (Halb:
Maktab al-Matbu’a>h al-Isla>miyah, 1986), 179.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
66
Telah mengabarkan kepada kami ‘Ali bin Hujr dia berkata; telah memberitakan
kepada kami Isma’il dia berkata; telah menceritakan kepada kami Humaid dari Anas
bin Malik dia berkata; “orang-orang jahiliyah mempunyai dua hari dalam setiap tahun
untuk bermain-main. Setelah Rasulallah Shallallahu ‘Alaihi wasallam datang ke Madinah, beliau bersabda: “Kalian dahulu mempunyai dua hari untuk bermain-main,
sungguh Allah telah menggantinya dengan yang lebih baik dari keduanya, yakni haari
(raya) Fitri dan hari (raya) Adha.16
3) Musnad Ah}mad, Nomor Hadis 13622
ث نا ث نا عفان، حد اد، أخب رنا حميد، قال: سمعت أنس بن مالك، قال: قدم رسول حد حم
لله عليه االله صلى الله عليه وسلم المدينة ولهم ي ومان ي لعبون فيهما، ف قال رسول الله صلى
[ قالوا: كنا ن لعب فيهما في الجاهلية، قال: " إن الله 222ي ومان؟ ]ص:وسلم: ما هذان ال
هما: ي وم الفطر، وي وم النحر "17 را من قد أبدلكم بهما خي
Telah menceritakan kepada kami ‘Affan telah menceritakan kepada kami Hammad telah mengabarkan keoada kami Humaid berkata; saya telah mendengar Anas bin
Malik berkata; Rasulallah Shallallahu’alaihi wasallam tiba di Madinah sedang
penduduknya memiliki dua hari untuk bermain-main. Kemudian Rasulallah
Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Apa dua hari ini?” mereka berkata; “Dua hari itu sudah biasa kami gunakan untuk bersenang-senang semasa jahiliyah”. (Rasulallah
Shallallahu’alaihi wasallam) bersabda:”Allah Azzawajallan telah menggantinya untuk
kalian dengan yang lebih baik dari keduanya, yaitu Iedul Fitri dan Iedul Adha.”18
16Lidwa Pustaka, “Kitab Sunan an-Nasa’i”, (Kitab 9 Imam, ver. 1.2). 17Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad al-syaiba >niy, Musnad Ahmad
, Vol. 21 (tk: Mu’sasatu al-Risa >lah, 2001), 225. 18Lidwa Pustaka, “Kitab Musnad Imam Ah {mad”, (Kitab 9 Imam, ver. 1.2).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
67
3. Tabel Periwayatan, Skema Sanad, dan Biografi Perawi
a. Tabel Periwayatan Sunan Abi> Da>wud
No Urutan Perawi Urutan T{abaqat
1. Anas bin Ma >lik
(W. 93 H)
T {abaqat I
(Sahabat)
2. H{umaid bin Abi H {umaid
(W. 143 H)
T {abaqat V
(Tabi’in Kalangan Biasa)
3. H{amma>d bin Salamah bin Dinar
(W. 167 H)
T {abaqat VIII
(Tabi’ut Tabi’in Kalangan Pertengahan)
4. Musa bin Ismail
(W. 223 H)
T {abaqat IX
(Tabi’ut Tabi’in Kalangan Pertengahan)
5. Abi> Da>wud
(L. 202 H / W. 275 H)
Mukha>rij al-H{adi>th
b. Tabel Periwayatan Sunan an-Nasa’i
No Urutan Perawi Urutan T{abaqat
1. Anas bin Ma >lik
(W. 93 H)
T {abaqat I
(Sahabat)
2. H{umaid bin Abi H{umaid
(W. 143 H)
T {abaqat V
(Tabi’in Kalangan Biasa)
3. Isma’il bin Ibrahim bin Muqsim
(W. 193 H)
T {abaqat -
(Tabi’ut Tabi’in Kalangan Pertengahan)
4. Ali bin Hujr bin Iya>s
(W. 244 H)
T {abaqat IX
(Tabi’ut Tabi’in Kalangan Biasa)
5. An-Nasa’i
(L. 215 H / W. 303 H)
Mukha>rij al-H{adi>th
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
68
c. Tabel Periwayatan Musnad Ahmad
No Urutan Perawi Urutan T{abaqat
1. Anas bin Ma >lik
)W. 93 H)
T {abaqat I
(Sahabat)
2. H{umaid bin Abi H{umaid
(W. 143 H)
T {abaqat V
(Tabi’in Kalangan Biasa)
3. H{amma>d bin Salamah bin Dinar
(W. 167 H)
T {abaqat VIII
(Tabi’ut Tabi’in Kalangan Pertengahan)
4. ‘Affa>n bin Muslim bin ‘Abdullah
(W. 219 H)
T {abaqat X
(Tabi’ul Atba’ Kalangan Tua)
5. Imam Ah}mad
(L. 164 H/ W. 240 H)
Mukha>rij al-H{adi>th
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
69
a. Skema Sanad Sunan Abi> Da>wud
رسول الله صلى الله عليه وسلمW. 11 H
أنس بن مالك W. 93 H
بن أبي حميد حميدW. 143 H
بن سلمه بن دينارحماد W. 167 H
لوس بن إسماعيم W. 223 H
أبي داودL. 202 H / W. 275 H
قال
عن
عن
ث نا حد
ث نا حد
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
70
b. Skema Sanad Sunan an-Nasa’i
رسول الله صلى الله عليه و سلمW. 11 H
أنس بن مالكW. 93 H
بن ابراهيم إسمعيل W. 193 H
بن أبي حميد حميد W. 143 H
علي بن حجر W. 244 H
النسائىL. 215 H / W. 303 H
قال
عن
ث ن احد
أنبأنا
أخب رنا
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
71
c. Skema Sanad Musnad Ah}mad
أنس بن مالك W. 93 H
بن أبي حميد حميد W. 143 H
بن سلمه بن دينار حماد W. 167 H
بن مسلم بن عبد الله عفان W. 219 H
أحمدL. 164 H / W. 240 H
رسول الله صلى الله عليه وسلمW. 11 H
ف قال
سمعت
أخب رنا
ث نا حد
ث نا حد
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
72
d. Skema Sanad Gabungan
قال قال قال
سمعت عن عن
ثنا أخب رنا عن حد
ثنا أنبأنا حد ثنا حد
ث نا أخبرنا ثنا حد حد
ه وسلمصلى الله عليرسول الله
W. 11 H
بن أبي حميد حميد
W. 143 H
علي بن حجرW. 244 H
النسائىL. 215 H / W. 303 H
أبي داود
L. 202 H / W. 275 H
بن إبراهيم إسمعيلW. 193 H
حمادبن سلمه بن دي نار
W. 167 H
بن مسلم عفانW. 219 H
أحمدL. 164 H / W. 240 H
موس بن إسماعيلW. 223 H
أنس بن مالك W. 93 H
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
73
a. Biografi Perawi Hadis dalam Hadis Sunan Abi> Da>wud
1. Nama : Anas bin Ma >lik bin An Nadlir bin Dlamdlom bin
Zaid bin Hara >m19
Wafat : 93 H
Kalangan : Sahabat
Nama Guru : Nabi Muhammad Saw
Zaid bin Arqom
Zaid bin Tsa >bit
Abdullah bin Mas’ud
Abdurrahman bin ‘Auf
Abdullah bin ‘Abba >s
Nama Murid : Aba>n bin S {a>lih
Aba>n bin Abi ‘Iya >sh
Anas bin Sirrin
H{asan al-Bas{riy
H {umaid at-T{howi >l
Kritikus :
Ibnu Hajar al-‘Asqalani : Sahabat
Ad-dzahabi : Sahabat
19Yusu>f ibn Abd al-Rah {man ibn Yusu>f, Abu > al-Hajja >j, Jama>l al-Din ibn al-Zaki> Abi > Muhammad al-
Qada’I al-Kalabi> al-Mizi>, Tahdib al-Kamal fi Asma’ al-rijal, Vol. 3 (Beirut: Muasasasah al-Risa>lah,
1980), 353.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
74
2. Nama : H{umaid bin Abi H {umaid at-t {howi>l al-Bas{riy20.
Wafat : 143 H
Kalangan : Tabi’in kalangan biasa.
Nama Guru : Isha>q bin Abdulllah bin H {a>rits bin Naufal
Anas bin Ma>lik
Tha>bit al-Bana >niy
H{asan al-Bas{riy
Muhammad bin ‘Ubaid al-Ans{ha>ry
Musa bin Anas bin Ma >lik
Yah{ya bin Said al-Ans{ha>ry
Nama Murid : Isma>’il bin Ja’far
Isma>’il Ibn ‘Aliyah
H{amma>d bin Zaid
H {amma>d bin Salamah
Kho >lid bin H{a>rits
Kritikus :
Yahya bin Ma’in : Thiqah
An Nasa’i : Thiqah
Al ‘Ajli : Thiqah
Ibnu Hajar al ‘Asqalani : Thiqah Mudallis
20Ibid., Vol. 7, 355.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
75
3. Nama : H{amma>d bin Salamah bin dina >r al-Bas{ry21
Wafat : 167 H
Kalangan : Tabi’ut Tabi’in kalangan pertengahan
Nama Guru : Ish{aq bin Abdillah bin Abi> T {olh{ah
Anas bin Sirrin
Thabit al-Bana>niy
Habib bin Syahid
H{umaid bin Hila >l
H {umaid al-t {awi >l
Nama Murid : Anas bin Musa
Aswad bin ‘A >mir Shadan>n
Mu’a>d bin Mu’a >d
Abu Salamah Musa bin Isma >’il at-tabudhaky
Kritikus :
An Nasa’i : Thiqah
Yahya bin Ma’in : Thiqah
Al ‘Ajli : Thiqah
Muhammad bin Sa’d : Thiqah
Ibnu Hibban : diperselisihkan statusnya sebagai shahabat
21Ibid., Vol. 7, 253.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
76
4. Nama : Musa bin Isma >’il almanqury, Abu Salamah at-
tabudhaky al Bas{ry22.
Wafat : 223 H
Kalangan : Tabi’ut Tabi’in kalangan pertengahan
Nama Guru : Aba>n bin Yazid al’at {a>r
Jarir bin H {azam
H{aba>n bin Yasa>r
H{amma>d bin Zaid
H {amma>d bin Salamah
Nama Murid : Al-Bukha>ri>
Abi > Da>wud
Ahmad bin H {asan at-tirmidzi
Ahmad bin Da>ud al-Makky
Kritikus :
Yahya bin Ma’in : Thiqah ma’mun
Ibnu Sa’d : Thiqah
Abu Hatim : Thiqah
Ibnu Hibban : Memasukkan dalam kitab ‘ats
tsiqaat-nya
Al ‘Ajli : Thiqah
22Ibid., Vol. 29, 21.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
77
4. I’tiba >r
I’tiba>r berasal dari kata “i’tabara, ya’tabiru, i’tibaran, yang berarti
“dipertimbangkan”, “dihargai” atau “dianggap”, secara bahasa, sedangkan secara
istilah, i’tibar adalah menyelidiki sebuah hadis yang pada bagian mata rantai
sanadnya ditemukan hanya terdapat seorang perawi dengan menyertakan mata
rantai sanad lain, yang memiliki tujuan agar dapat diketahui apakah terdapat
periwayat yang lain atau tidak untuk bagian sanad yang penulis teliti23 Shahi >d
adalah periwayat yang memiliki status sebagai pendukung dari perawi lain yang
berstatus sahabat Nabi, sedangkan mutabi > merupakan perawi yang memiliki
kedudukan sebagai pendukung dari perawi lain selain sahabat. Melalui I’tibar akan
dapat diketahui apakah sanad hadis yang diteliti memiliki mutabi >’ dan shahi >d atau
tidak.
Setelah melihat skema gabungan diatas, maka dapat diketahu bahwa hadis
yang diriwayatkan oleh Abi> Da>wud tentang merayakan tahun baru terdapat perawi
yang mutabi >’ dan shahi >d dengan rincian sebagai berikut:
1. Anas bin Ma >lik tidak memiliki syawahid
2. H{umaid bin Abi H{umaid tidak memiliki mutabi>’
3. Mutabi>’ bagi H{amma >d bin Salamah bin Dinar adalah Isma’il bin Ibrahim
4. Mutabi>’ bagi ‘Affan bin Muslim adalah Musa bin ‘Ismail
5. Mutabi>’ bagi Abi> Da>wud adalah Ahmad
23M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2007), 49.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
78
BAB IV
ANALISIS HADIS TENTANG MERAYAKAN TAHUN BARU
MASEHI RIWAYAT SUNAN ABI> DA >WUD
A. Analisis Kes{ah {i >h {an Hadis
Untuk menentukan kevaliditasan suatu hadis, maka diperlukan kaidah
kes{ah{i>h{an hadis, yang merupakan objek pokok yang digunakan dalam meneliti
sebuah hadis. Hadis tentang merayakan tahun baru masehi dalam Sunan Abi> Da>wud
no indeks 1134 akan diketahui kualitas hadis dan kehujjahannya dengan melalui
kritik sanad dan kes{ah{i>h{an matan. Dengan demikian, maka dapat diketahui bahwa
hadis tersebut memenuhi syarat atau tidaknya untuk dijadikan hujjah,
Guna mengetahui keshahihan suatu hadis, terdapat beberapa kriteria yang
harus terpenuhi diantaranya adalah ketersambungan sanad, adilnya seorang perawi,
kedabitan seorang perawi, tidak adanya sha >dh serta terhindar dari ‘illat. Oleh
karena itu, hal tersebut perlu buktikan dengan melakukan beberapa penelitian yakni
melalui kritik sanad dan kritik matan, berikut adalah penjelasannya:
1. Analisis Kes{ah {i >h {an Sanad
Untuk menentukan kualitas suatu hadis, maka sangat diperlukan adanya kritik
terhadap sanad dan matan. Kedua poin tersebut sangat penting untuk diketahui
karena bertujuan untuk memberikan informasi apakah hadis tersebut dapat
dijadikan hujjah atau tidak.1
1M. Syuhudi Isma’il, Kaidah Kes{ah{i >h{an Sanad Hadis (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), 5.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
79
Suatu hadis dianggap tidak bersambung apabila salah satu seorang perawi
atau lebih dari rangkaian para rawinya terputus. Hal itu bisa disebabkan karena
adanya beberapa factor yang melatar belakanginya. Bisa karena rawi yang terputus
tersebut adalah rawi yang d {a’if, sehingga hadis yang bersangkutan berstatus tidak
s{ah{i>h atau lemah. Oleh karena itu, suatu hadis bisa dikatakan bersambung apabila
seluruh perawi dalam hadis tersebut benar-benar bestatus thiqah serta diantara
perawi satu dengan perawi berikutnya telah terjadi hubungan periwayatan hadis
secara sah sebagaimana yang terdapaat dalam ketentuan tahammul wa al-Ada’.
Hadis tentang merayakaan tahun baru masehi yang terdapat dalam Sunan Abi >
Da>wud telah diriwayatkan lewat sanad Musa bin Isma’il, Hamma>d bin Salamah,
Humaid bin Abi Humaid, Anas bin Ma >lik dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Sunan Abi> Da>wud
Imam Abi> Da>wud merupakan mukharrij yang telah menerima hadis dari
gurunya yang bernama Musa bin Isma’il dengan menggunakan lafadz hal ini حدثنا
menunjukkan jika Abi> Da>wud menggunakan metode al-sima’ yang berarti
mendengarkan hadis tersebut langsung dari gurunya secara langsung. Beliau
merupakan periwayat yang thiqah oleh karena itu keilmuannya tidak dapat
diragukan lagi. Abi> Da>wud lahir pada tahun 202 H dan gurunya Musa bin Isma’il
wafat pada tahun 223 H. dengan memperhatikan lafadz periwayatan yang
digunakan serta tahun kelahiran dan wafatnya yang mana umur keduanya selisih
jarak 21 tahun. maka dapat disimpulkan bahwa Abi> Da>wud pernah bertemu dan
hidup semasa dengan gurunya serta mendengar secara langsung hadis dari gurunya,
dengan begitu dapat dipastikan terjadi bersambungnya sanad.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
80
Para ulama’ kritus juga telah memberikan penilaian pada Abi > Da>wud sebagai
Ulama’ thiqah yang berarti menunjukkan keadilan periwayat tersebut. Selain itu
terdapat kritikus yang menjuluki Abi> Da>wud sebagai Imam Ahli Hadis pada
masanya.
b. Musa bin Isma >’il
Musa bin Isma >’il memiliki nama lengkap Musa bin Isma >’il al Munqiriy yang
merupakan periwayat keempat dan sanad pertama setelah Imam Abi> Da>wud.
Beliau wafat pada tahun 223 H. Beliau menerima hadis dari Hamma >d bin Salamah
yang wafat pada tahun 167 H, jika dilihat dari tahun wafat Musa bin Isma >’il dan
Hammad >d bin Salamah maka dapat diketahui selisih umur keduanya adalah 56
tahun, hal tersebut menandakan adanya pertemuan diantara keduanya. Sedangkan
lambang periwayatan yang beliau gunakan adalah حدثنا yang termasuk lambang
periwayatan al-sima>’. Dengan begitu, dapat diketahui bahwa beliau telah menerima
hadis itu dengan mendengar secara langsung dari gurunya yakni Hamma >d bin
Salamah. Jadi Musa bin Isma >’il dapat dikatakan adanya ketersambungan sanad.
c. H{amma>d bin Salamah
H{amma>d bin Salamah memiliki nama lengkap H{ammad > bin Salamah bin
Dinar al-Bas{riy, merupakan periwayat ketiga yang wafat pada tahun 167 H. beliau
mendapatkan hadis dari H{umaid bin Abi H {umaid dan wafat pada 143 H. dengan
melihat tahun wafat keduanya maka dimungkinkan terjadi pertemuan diantara
keduanya dan selisih umur mereka adalah 24 tahun. Lambang periwayatan yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
81
digunakan dalam meriwayatkan hadis adalah حدثنا yang termasuk lambang
periwayatan al-sima >’.
Diperkuat dengan adanya hubungan guru dengan murid antara keduanya dan
dapat dipastikan bahwa mereka pernah hidup semasa atau bertemu langsung, selain
itu para ulama hadis banyak yang menyatakan bahwa beliau adalah seorang thiqah.
Dengan demikian, Hamma>d bin Salamah dapat dikatakan adanya ketersambungan
sanad.
d. H{umaid bin Abi H {umaid
H{umaid memiliki nama lengkap H {umaid bin Abi H {umaid at t {howi>l al Bas{riy
yang merupakan periwayat kedua, yang wafat pada tahun 143 H. H{umaid bin Abi
H{umaid at t {howi>l memiliki guru yang bernama Anas bin Malik dan wafat pada
tahun 93 H. jika dilihat dari tahun wafat keduanya dimungkinkan terjadi pertemuan
diantara keduanya dengan cara melihat selisih umur yang terpaut 50 tahun.
Lambang periwayatan yang dugunakan dalam meriwayatkan hadis tersebut adalah
Para ulama’ menyatakan bahwa hadis yang didalamnya mengandung lambang .عن
periwayatan عن digunakan untuk mentadliskan riwayat yang tidak diperoleh melalui
al-Sima >’. Oleh sebab itu, para ulama jarang sekali menggunakan lambang
periwayatan tersebut. Namun ungkapan عن dapat dipahami sebagai metode al-Sima >’
jika diucapkan oleh seorang perawi yang tidak dikenal melakukan tadlis serta
dipakai oleh seorang perawi yang telah diketahui adanya pertemuan dengan
gurunya.2
2Arifin, Ilmu Hadis…, 127.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
82
Adapun menurut pendapat Yahya bin Ma’in, an-Nasa’i dan Al Ajli bahwa
Hamma>d bin Salamah merupakan seorang yang thiqah, maka dari dapat ditarik
kesimpulan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh H {umaid bin Abi H {umaid dengan
Anas bin Ma >lik telah terjadi ketersambungan sanad.
e. Anas bin Ma >lik
Anas bin Ma >lik memiliki nama lengkap Anas bin Ma >lik bin an Nadlir bin
Dlomdlom bin Zaid bin Hara >m. beliau adalah periwayat pertama yang bisa disebut
sebagai sahabat Nabi Muhammad SAW, yang ke-thiqahannya tidak diragukan lagi,
para kritikus hadis juga tidak ada yang mencelanya.
Lambang periwayatan yang digunakan dalam meriwayatkan hadis tersebut
adalah عن , namun bentuk periwayatannya tersebut tidak dijadikan masalah karna
Anas bin Ma >lik merupakan orang yang dapat dipercaya dan beliau juga telah
langsung berguru kepada Nabi dan mendengarkan hadis secara langsung dari
beliau. Oleh karena itu Anas bin Ma >lik bin an Nadlir bin Dlomdlom bin Zaid bin
Hara>m dan Nabi Muhammad SAW telah terjadi ketersambungan sanad.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa seluruh hadis dari jalur Ima >m
Abi> Da>wud yang menjadi objek penelitian ini bersifat Thiqah. Jika dilihat dari
statusnya, maka termasuk muttas{i>l karena masing-masing perawi dalam sanad
tersebut mendengar hadis dari gurunya sampai pada sumber berita yang pertama
yakni Nabi Muhammad SAW.
Jadi kesimpulannya bahwa hadis tentang Merayakan Tahun Baru Masehi
yang terdapat dalam riwayat kitab Sunan Abi > Da>wud nomor indeks 1134
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
83
merupakan hadis yang Sahih secara sanad, hal tersebut dibuktikan dengan tidak
adanya cacat didalamnya dan telah memenuhi kriteria hadis Sahih.
2. Analisis Kes{ah {i >h {an Matan
Penelitian yang dilakukan pada matan hadis berbeda dengan penelitian yang
dilakukan pada sanad hadis. Dari hasil penelitian matan, ada yang perlu diketahui
bahwa penelitian tersebut tidak selalu sesuai atau searah dengaan hasil penelitian
sanad hal ini disebabkan karena penelitian sebuah hadis yang satu dengan yang lain
yaitu antara unsur sebuah hadis pasti terjadi perbedaan, oleh karena itu sebuah
penelitian tidak hanya berhenti pada penelitian sanad saja namun harus dilanjutkan
ke peneletian terhadap matan juga. Namun sebelum melakukan kritik matan, perlu
adanya penjelasan mengenai bentuk periwayatan hadis. Apakah hadis yang penulis
teliti diriwayatkan secara lafal atau secara makna. Hal tersebut bisa diketahui
dengan ada dan tidaknya perbedaan redaksi hadis dari berbagai jalur. Maka akan
diuraikan sebagai berikut:
a. Kitab Sunan Abi> Da>wud, Bab Sholat Dua Hari Raya, Nomor Indeks 1134
اد، عن حميد، عن أنس، قال: ث نا حم ث نا موسى بن إسماعيل، حد م رسول الله صلى الله قد حد
لعب فيهما في عليه وسلم المدينة ولهم ي ومان ي لعبون فيهما، ف قال: ما هذان الي ومان؟ قالوا: كنا ن
هما: ي وم " إن الله قد أبدل الجاهلية، ف قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اا من ي كم بهما
3"الضحى، وي وم الفط
3Abi > Da >wud Sulaima>n Ibn al Ash’ab Ibn Isha>q Ibn Bashir Ibn Sadad Ibn Umar, Sunan Abi> Da>wud
(Beirut: al-Maktabah al-‘asriyah, tt), 295.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
84
b. Kitab Musnad Imam Ah}mad, Bab Musnad Anas bin Ma >lik Radliyallahu’anhu,
Nomor Indeks 13622.
نا حميد، قال: سمعت أنس بن مالك، قال: ب اد، أ ث نا حم ث نا عفان، حد دم رسول الله صلى ق حد
يه وسلم: ما هذان ل الله عليه وسلم المدينة ولهم ي ومان ي لعبون فيهما، ف قال رسول الله صلى الله ع
اا [ قالوا: كنا ن لعب فيهما في الجاهلية، قال: " إن الله قد أبدلكم بهم 222الي ومان؟ ]ص: ي ا
" ، وي وم النح هما: ي وم الفط 4من
c. Kitab Sunan an-Nasa’i, Bab Shalat Dua Hari Raya, Nomor Indeks 1556.
ث نا حميد، عن أنس بن مالك، ، قال: أن بأنا إسمعيل، قال: حد نا علي بن حج ب ال: كان لهل ق أ
ا قدم ى الله عليه وسلم المدينة، قال: " النبي صل الجاهلية ي ومان في كل سنة ي لعبون فيهما، ف لم
، وي وم هما: ي وم الفط اا من ي 5لضحى "ا كان لكم ي ومان ت لعبون فيهما وقد أبدلكم الله بهما
Berdasarkan data yang telah penulis paparkan diatas terdapat 3 hadis dengan
kandungan matan yang sama, namun memiliki sedikit perbedaan pada susunan
redaksinya. Apabila dicermati dar ketiga matan diatas. Terdapat beberapa
perbedaan dalam susunan lafalnya. Hadis yang telah diriwayatkan oleh Imam Abi >
Da>ud no indeks 1134 serta hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ah {mad no indeks
4Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad al-syaiba >niy, Musnad Ahmad
(tk: Mu’sasayu al-Risa >lah, 2001), 225. 5Abu ‘Abdur Rahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali al-Khora>sa >niy, Sunan an-Nasa’i (Halb: Maktab
al-Matbu’a>h al-Isla>miyah, 1986), 179.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
85
13622, terdapat kesamaan dalam matannya hanya saja lafadz yang terakhir terjadi
keterbalikan lafal.
1) Sunan Abi> Da>wud
هما: ي وم الضحى، وي وم الفط اا من ي إ ن الله قد أبدلكم بهما
Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari
kedua hari tersebut, yakni hari (raya) Adha dan hari (raya) Fitri.
2) Musnad Imam Ah}mad
هما: اا من ي ، وي وم النح إن الله قد أبدلكم بهما ي وم الفط
Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua
hari tersebut, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.
3) Sunan an-Nasa’i
Dalam hadis riwayat Sunan an-Nasa’i hanya terjadi perbedaan penempatan
lafal serta penambahan lafadz في كل سنة selain itu juga terdapat perubahan lafadz
menjadi كان لكم ي ومان ت لعبون, yang mana dalam riwayat Imam Abi> Da>ud dan Musnad
Ah{mad adalah كنا ن لعب
Jadi dapat disimpulkan dari hasil pemaparan penulis diatas bahwa hadis diatas
diriwayatkan secara makna. Selama perbedaan redaksi tersebut tidak sampai
merubah arti maupun menimbulkan pemahaman yang berbeda antara hadis satu
dengan yang lainnya maka perbedaan lafal tersebut dapat ditoleransi. Meskipun
demikian, ketiga hadis di atas memiliki maksud serta makna yang sama. Hal ini
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
86
membuktikan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Sunan Abi> Da>wud tidak
bertentangan dengan hadis lain.
Berikut adalah hal-hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui apakah
matan hadis yang diriwayatkan oleh Sunan Abi > Da>wud berstatus sahih atau tidak
serta dapat dijadikan hujjah atau tidak, berikut adalah penjelasannya:
a) Isi kandungan matan tidak bertentangan dengan syariat dan ayat Alquran.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran surah al-Furqan ayat 72:
اماا 6والذين لايشهدون الزور وإذا موا باللغو موا ك
Dan orang-orang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka
bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak
berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”
Dalam ayat tersebut terdapat kata ‘Alzuur’ (segala bentuk perbuatan-
perbuatan yang tidak berfaedah). Ibnu Katsir mengatakan didalam tafsirnya bahwa
yang dimaksud dengan ‘Al zuur’ adalah perayaan-perayaan orang kafir. Oleh
karena itu sudah jelas bahwa di dalam ayat diatas Allah telah melarang kaum
muslimin untuk menghadiri ataupun ikut dalam merayakan perayaan kaum
musyrikin.
Berdasarkan analisa penulis, kandungan matan hadis tidak bertentangan
dengan Alquran karena ayat tersebut menjelaskan tentang larangan kaum
muslimin untuk ikut serta dalam merayakan atau menghadiri perayaan kaum non-
muslim.
6Alquran, 25: 72.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
87
b) Kandungan Matan hadis tidak bertentangan dengan hadis atau riwayat yang lain
Terdapat beberapa redaksi hadis yang telah penulis paparkan pada Bab III
yang mana dalam hadis-hadis tersebut tidak terdapat adanya pertentangan bahkan
saling mendukung antara riwayat satu dengan riwayat yang lain. Selain itu penulis
juga menemukan hadis lain sebagai penguat dari hadis yang telah penulis teliti.
Hadis tersebut terdapat dalam Kitab Sunan al-Kubro Lilbaihaqi Nomer
Indeks 18863, berikut adalah redaksi hadisnya:
ب د بن يو أ القطان، ثنا أحمد بن يوسف، ثنا محم الفقيه، أنبأ أبو بك سف، قال: نا أبو طاه
و، قال: " من ب نى ب د ذك سفيان عن عوف، عن الوليد أو أبي الوليد , عن عبد الله بن عم ب
وزهم ومهجان هم وتشبه بهم حتى يموت وهو كذلك حش معهم ي وم القيامة " العاجم وصنع ن ي
مام رحمه الله: قال الشيخ أبو سليمان رحمه الله: ب نى هو الصواب 7قال الشيخ ال
Telah mengabarkan kepada kami Abu Thohir al-Faqih, telah memberitakan
kepada kami Abu Bakr al-qattan, telah menceritakan kepada kami Ahmad bin
Yusuf, telah menceritakan kepada kami Muh {ammad bin Yusuf, berkata: telah
mengatakan Sufyan dari ‘Auf, dari Walid Atau Ayah Walid, dari ‘Abdillah bin ‘Amr, berkata: Siapa yang membangun rumah di negeri orang-orang musyrik dan
turut terlibat dalam perayaan Nairuz dan Mihrajan mereka, dan bertasyabbuh
dengan mereka sampai ia meninggal, maka kelak akan dikumpulkan bersama
mereka pada hari kiamat.
Hadis diatas menjelaskan tentang siapa saja yang membangun rumah di
negeri orang-orang musyrik dan turut terlibat dalam merayakan hari Nairuz dan
Mihrajan serta bertasyabbuh/menyerupai orang non-muslim dalam hal apapun
sampai ia meninggal, maka kelak orang-orang tersebut akan dikumpulkan bersama
7Ahmad ibn H{usain ibn ‘Ali ibn Musa al-Khusrourjirdiy al-Khora>sa >niy, Sunan al-Kubro Lilbaihaqi
Vol. 9 (Beirut: Da>r al-Kitab al-‘alamiyah, 2003), 392.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
88
mereka pada hari kiamat. Yang mana hadis tersebut bersifat mendukung hadis yang
penulis teliti yang bermakna bahwasannya Rasulallah telah menganti perayaan dua
hari tersebut dengan hari yang lebih baik yakni hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Keterkaitan hadis tersebut adalah apabila dua perayaan tersebut masih saja di
rayakan maka kelak orang-orang tersebut akan dikumpulkan bersama di Neraka,
karena Allah telah menggantikan hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik.
Setelah memperhatikan makna hadis diatas, hadis tersebut mampu dijadikan
sebagai pendukung sekaligus penguat hadis tentang makna perayaan tahun baru,
selain hadis-hadis yang terdapat dalam Bab III yang dikategorikan sebagai hadis
yang berhubungan dengannya. Setelah melihat banyaknya hadis pendukung, maka
dapat disimpulkan bahwa tidak ada pertentangan antara hadis yang penulis teliti
dengan hadis yang lain. Hal tersebut dapat dijadikan tolak ukur dalam mengetahui
kesahihan matan. Sehingga dapat dikatakan bahwa matan hadis ini adalah Sahih.
c) Tidak mengandung Sha >d{ dan ‘illat
Setelah dianalisis, matan hadis tersebut tidak mengandung kejanggalan
(Sha>d{) dan kecacatan, serta bahasa dan lafal yang ada dalam hadis ini tidak rancu,
dengan susunan redaksi yang singkat, padat, dan jelas.
Jadi kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian matan hadis tersebut
adalah, matan hadis tentang Merayakan Tahun Baru Masehi dalam Riwayat Sunan
Abi> Da>wud Nomor Indeks 1134 berstatus Sahih. Karena tidak bertentangan dengan
Alquran, tidak bertentangan dengan dengan hadis yang setema dengan
pembahasannya serta tidak mengandung Sh{a>d dan ‘Illat.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
89
B. Analisis Kehujjahan Hadis
Dalam berhujjah dengan suatu hadis, maka diharuskan untuk memenuhi
kriteria kes{ah{ih{an Sanad dan Matan hadis. Guna mengetahui apakah hadis tersebut
maqbul atau mardud. Apabila hadis tersebut maqbul, maka boleh dijadikan hujjah
seperti halnya hadis sahih daan hasan, sedangkan jika hadis tersebut adalah mardud
maka tidak dapat dijadikan hujjah dan tidak boleh dijadikan dalil dalam menetapkan
suatu hukum seperti halnya hadis da’if.
Setelah melakukan penelitian pada Sanad dan Matan hadis, maka penulis dapat
menarik kesimpulan bahwa hadis tentang Merayakan Tahun Baru Masehi Nomor
Indeks 1134 berstatus hadis Sah {i >h{ dan merupakan hadis yang Maqbul Ma’mu >lun
bihi. Dengan demikian hadis dalam Riwayat Sunan Abi > Da>wud dapat dijadikan
h{ujjah, dan jika ditinjau dari asal sumbernya, maka status hadis ini adalah Marfu’,
karena hadis tersebut langsung disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw.
C. Analisis Hadis Tentang Merayakan Tahun Baru Masehi di Era Sekarang
1. Analisis Pemaknaan Hadis
Dalam penelitian sebuah hadis , maka perlu adanya pemaknaan hadis yang
memiliki tujuan agar pembaca tidak kesulitan dalam memahami maksud dari
hadis tersebut. Maka dalam hadis disini hanya terbatas pada pemaknaan teks
hadis mengenai merayakan tahun baru
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
90
ث نا موسى بن إسما اد، عن حميد، عن أنس، قال: قدم رسول الل حد ث نا حم ه صلى الله عيل، حد
لعب فيهما عليه وسلم المدينة ولهم ي ومان ي لعبون فيهما، ف قال: ما هذان الي ومان؟ قالوا: كنا ن
هما: ي وم ة، ف قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " إن الله قد أبدلكم ب في الجاهلي اا من ي هما
" 8الضحى، وي وم الفطTelah menceritakan kepada kami Musa Ibn Ismail telah menceritakan kepada
kami H{ammad dari H{umaid dari Anas, berkata: Rasulallah Shallahu’alaihi wa
sallam tiba di Madinah sedang penduduknya memiliki dua hari yang biasa dirayakan. Kemudian Rasulallah Shallahu’alaihi wa sallam bersabda: “ada apa
dengan dua hari itu?” mereka berkata: kami sudah biasa merayakannya sejak
zaman jahiliyah” Sabda Rasulallah Shallahu’alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian dua hari tersebut dengan dua hari yang
lebih baik , yaitu hari Adha dan hari Fithri.
Disebutkan dalam suatu riwayat Sunan Abi> Da>wud bahwasannya Imam
Nawawi berkata sholat hari raya menurut Imam Syafi’i dan para pengikutnya
serta mayoritas ulama’ adalah sunnah muakkadah. Dan berkata Abu Sa’id al-
Istokhri dari kalangan Imam Syafi’i bahwa sholat hari raya adalah fardhu
kifayah, sedangkan Imam abu hanifah mengatakan wajib.9 Mengenai jumlah
rokaat sholat hari raya adalah dua rokaat, yaitu sempurnanya dua rokaat.10
Para ulama berkata : dikatakan عيدا (kembali/mengulang) ada pula yang
mengatakan kembalinya dan berulang-ulangnya hari, kembalinya kebahagiaan
pada hari itu bagi orang yang pernah menjumpainya.11 Di dalam kamus nairuz
8Abi Da >wud Sulaima>n Ibn al Ash’ab Ibn Isha>q Ibn Bashir Ibn Sadad Ibn Umar, Sunan Abi> Da>wud
Vol 4 (Beirut: al-Maktabah al-‘asriyah, tt), 295. 9Muhammad Asyraf ibn Amir ibn Ali ibn Haidar, Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi> Da>wud Vol 3
(Beirut: Dar al-Kitab al-‘alamiyah, 1415 H), 341 10Muhammad ibn Abdul Hadi attatwi, H{asyiyah Sanady Sunan an-Nasa’i, Vol 3 (Halb: Maktab al-
Matbu’a>h al-Isla>miyah, 1986), 179. 11Muhammad Asyraf bin Ali, Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi > Da>wud…,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
91
yaitu awal tahun, sedangkan kata “Nairuz” menurut bahasa arab النيروز, yang
biasa terkenal dengan awal hari bergesernya matahari ke bintang aries, hari
nairuz adalah hari pertama tahun syamsiyah (perputaran bumi terhadap
matahari) seperti halnya awal bulan muharram adalah awal tahun qomariyah12.
Adapun hari Mihrojan dihukumi sama dengan hari Nairuz, kedua hari ini adalah
dua hari yang beriklim sedang dimana cuacanya tidak panas dan tidak dingin.
Didalamnya terdapat malam dan siang. Oleh sebab itu, para ahli filusuf yang
handal dalam bidang cuaca memilih kedua hari tersebut sebagai hari raya.
Kemudian para penduduk setempat mengikuti para ahli filusuf itu. Karena
keyakinan mereka terhadap sempurnanya akal para filusuf tersebut, lalu
datanglah para Nabi dan membatalkan apa yang telah dibangun oleh para ahli
filusuf itu. Maka Nabi bertanya “Dua hari apakah ini ? mereka menjawab
:”Kami dulu bermain-main di kedua hari tersebut pada masa jahiliyah”13, ب
disini diartikan mulai mengganti yang lebih baik dari keduanya yaitu yang lebih
mulia baik di dunia dan di akhirat (yakni hari Adha dan hari Fithri).
Kata ي وم الضحى didahulukan sebab ia adalah hari raya yang lebih besar.
Begitulah perkataan al-Tibbi , dilarang bermain dan berfoya-foya di kedua hari
itu yaitu hari Nairuz dan Mihrojan. Di hari raya Idul Adha terdapat puncak
kelembutan, dan perintah untuk beribadah, sebab kesenangan yang
sesungguhnya terdapat dalam ibadah. Allah ta’ala berfirman:
12Ibid., 13Ali bin Muhammad, Mirqotu al-Mafa>tih{ Sharh Misykatu al-Masa{>bih{, Vol 3 (Beirut: Da>r al-Fikr,
2002), 1069.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
92
ا يجمعون 14 مم ي قل بفضل الله وبحمته فبذلك ف لي فحوا هو
Menurut perkataan al-Mudzhir, di dalamnya terdapat penjelasan
bahwasannya mengangungkan hari Nairuz dan Mihrojan serta hari raya orang
kafir lainnya adalah terlarang. Abu Hafs al-Kabir al-Hanafi berkata “Barang
siapa yang memberikan hadiah pada hari Nairuz dengan sebutir telur untuk
mengagungkan hari tersebut maka ia telah kafir kepada Allah, dan sia-sia amal
perbuatannya. Namun apabila dengan memberi hadiah bisa terjalin kasih sayang
sebagaimana adat istiadat yang berlaku di era sekarang, maka tidak dihukumi
kafir tetapi dimakruhkan sebab menyerupai (tasyabbuh) perbuatan orang-orang
kafir pada saat itu, maka dalam hal ini sikap hati-hati sangat diperlukan.15
Sebagaimana perayaan tahun baru Masehi yang didalamnya terdapat aktifitas
yang menyerupai kaum kafir, seperti meniup terompet, menyalakan kembang
api, melakukan pesta, hiburan dan lain sebagainya.
Kedua perayaan tersebut sebaiknya ditinggalkan, Namun kaum Syi’ah
rofidloh yang majusi masih terus mengikuti dalam memuliakan hari Nairuz.
Mereka beralasan bahwa persis pada hari itu, Utsman dibunuh dan Ali ra
ditetapkan sebagai seorang khalifah. Oleh karena itu keikutsertaan kaum Syi’ah
rafidloh dalam perayaan tersebut bukan semata mengikuti perbuatan orang-
orang kafir, tetapi karena ada alasan tertentu16
14Alquran:10: 58. 15Ali bin Muhammad, Mirqotu al-Mafa>tih Sharh al-Misykatu al-Mas{a >bih{…, 16Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
93
Ibnu Hajar berkata “Penduduk Mesir dan yang lainnya telah berada pada
kondisi yang sulit ini (kondisi dimana jika mereka ikut merayakan berarti sama
dengan ikut dalam mengagungkan hari tersebut, namun disisi lain hari itu adalah
hari terbunuhnya Utsman dan diangkatnya Ali ra menjadi khalifah), kondisi
tersebut berasal dari orang-orang Yahudi dan Nasrani yang merayakannya
secara berlebihan di hari-hari raya mereka, dan mayoritas dari penduduknya pun
menyetujui bentuk-bentuk pengagungan mereka, seperti bermewah-mewahan
dalam makanan, menaruh perhiasan di atas nampan sebagai mana yang
dilakukan orang-orang kafir. Dari situlah Ibnu al-Hajj al-Maliki menyatakan
pengingakaran terhadap mereka dalam kitab Madkhol-nya dan menjelaskan
cara-cara orang Islam dalam menanggapi peristiwa tersebut.17
2. Asbabul Wurud Hadis
Perayaan tahun baru awalnya muncul di Timur Tengah pada 2000 SM.
Penduduk Mesopotamia merayakan pergantian tahun saat matahari tepat berada
di atas katulistiwa atau tepatnya pada tanggal 20 Maret, Hingga saat ini, Iran
masih merayakan tahun baru pada tanggal 20, 21, atau 22 Maret, yang disebut
dengan tahun baru Nauruz.18 Sedangkan Mihrojan berarti pesta rakyat yang
dihukumi sama dengan Nauruz.
Nairuz berasal dari bangsa Persia yakni Nauruz, sedangkan bahasa
arabnya adalah Nairuz. Kata Nauruz berasal dari dua kata yakni Nau da Ruz.
17Ibid., 18https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tahun_baru.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
94
Nau yang berarti baru dan Ruz adalah hari. Jadi gabungan dari dua kata tersebut
adalah hari baru19.
Perayaan Nauruz dipersia selalu diperingati setiap tahunnya sebagai hari
raya tahun baru mereka yang bertepatan pada bulan Maret dan terus dilestarikan
turun-temurun dari masa raja-raja Persia lama, bahkan saat wilayah ini diduduki
pemerintahan Islam yakni Umar bin Khattab sejak abad ke 7 M. Perayaan Nairuz
bukan hanya untuk memperingati pergantian tahun saja, tetapi juga sebagai
simbol atas kemenangan Raja setelah berhasil membunuh naga yang dilanjutkan
dengan pesta pernikahan. Hingga saat ini perayaan tahun baru seperti itu masih
dilakukan oleh sebagian penduduk di Iran, Turki, Afganistan, India serta tempat-
tempat lain yang sudah terpengaruh dengan budaya Persia.20
Berdasarkan Asbabul wurud dari hadis yang penulis teliti, bahwasannya
menurut sejarah kota Yatsrib, sebelum menjadi kota Madinah, penduduk ini
menganut agama berhala dan prioritas budaya yang mereka gunakan adalah
milik bangsa Yahudi, Nasrani dan Persia. Sebelum Islam tiba di Madinah, para
penduduk sudah biasa merayakan hari tersebut dengan bermain-main, pesta,
makan-makan dst, yang mana perayaan itu menganut tradisi orang Majusi di
Persia yakni Nairuz dan Mihrojan.21
Dua hari perayaan ini merupakan perayaan non muslim, oleh sebab itu
Nabi Muhammad melarang dua hari raya dari Majusi ini untuk dirayakan, dan
19http://tirto.id/sejarah-perayaan-tahun-baru-bermula-dari-timur-tengah-dcTn. 20Ibid., 21https://www.islampos.com/sebelum-islam-datang-penduduk-madinah-rayakan-tahun-baru-
123971/.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
95
sebagai gantinya Allah telah memberikan dua hari raya yang terbaik yakni Idul
Adha dan Fithri.
Sedangkan tahun baru Masehi bukan tradisi kaum Muslim, perayaan ini
berasal dari umat non muslim yang merupakan pesta warisan yang sebelumnya
telah dirayakan oleh orang-orang Romawi kuno. Namun setelah Islam datang ke
Madinah, Rasulallah dengan tegas melarang segala kegiatan perayaan yang
bukan tradisi dari Islam, seperti halnya perayaan tahun baru Masehi22 yang
dilakukan oleh sebagian umat Islam di Indonesia maupun diberbagai Negara
Islam lainnya. Merayakan tahun baru Masehi sama halnya meniru dan mengikuti
perbuatan orang kafir dalam merayakan hari raya atau ritual agama mereka.
Perbuatan ini bertentangan dengan ajaran Islam. Karena persoalan ini
menyangkut aqidah yang tidak boleh dicampur adukan dengan kebenaran agama
Islam dengan kesyirikan dan kebatilan agama kafir.
3. Implementasi Hadis Merayakan Tahun Baru Masehi di Era Sekarang
Saat ini kita sudah memasuki zaman modern yang semua serba canggih
berbeda dengan zaman dahulu. Berkomunikasi dengan seseorang yang jaraknya
sangat jauh sekalipun tak lagi menjadi kendala. Selain itu guna mendapatkan
informasi terkini juga bisa didapatkan dengan cara yang mudah, karena dimana-
mana tersedia televisi baik dirumah maupun di warung-warung pinggir jalan.
Ada lagi yang lebih canggih selain itu yaitu internet. Kejadian-kejadian yang
hangat dapat diakses melaluinya. Oleh karena itu terjadinya transfer kebudayaan
22Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
96
dan meniru tradisi orang-orang barat sudah tidak asing lagi bagi masyarakat saat
ini. Namun semua itu terlepas dari bagaimana kita menyikapi keadaan tersebut.23
Sebagai umat Islam yang pernah mengalami masa kejayaan, namun
sekarang ini umat Islam telah tertingal jauh baik dari segi ilmu maupun
pengetahuan, dan justru umat non-muslim yang hari ini sedang menikmati masa-
masa kejayaan tersebut. Oleh karena itu dalam menanggapi segala sesuatu yang
terjadi di era sekarang harus dengan pemahaman yang benar dan disesuaikan
baik dengan al-Qur’an dan Hadis.
Dengan melihat fenomena yang terjadi saat ini, sangat butuh upaya dan
usaha untuk mengamalkan hadis Nabi tentang merayakan tahun baru tersebut.
Kalau dilihat dan hanya dirasakan rasanya sangat mudah untuk diamalkan,
namun faktanya hal ini sangat sulit untuk dijalani. Apabila diperhatikan lebih
lanjut, orang-orang yang berada disekitar kita memiliki agama yang beragam,
ada yang beragama Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Budha dan ada pula yang
tidak memilki agama namun mengakui adanya Tuhan yang menciptakan alam
semesta. Semua itu pada hakikatnya sama, hanya “lebel” yang membuatnya
kelihatan berbeda. Namun dengan berbedanya keyakinan tersebut tidak
menjadikan alasan untuk merendahkan agama satu dengan yang lainnya, apalagi
dengan mengikuti hal-hal ataupun tradisi yang tidak terdapat dalam aqidah dan
syariat dari Agama kita, seperti halnya merayakan valentine, merayakan tahun
baru masehi dan lain-lain.
23M Tholchah Hasan, Dinamika Kehidupan Relegius (Jakarta: Listafariska Putra, 2004), 41.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
97
Perayaan malam pergantian tahun, khususnya tahun baru masehi kini
merupakan tradisi global yang dipraktekkan hampir seluruh kalangan dari
penjuru dunia. Di Indonesia sendiri, seluruh masyarakat turut merayakan tahun
baru masehi dengan begitu semaraknya baik dari kalangan dewasa, remaja
hingga anak-anak melakukan beragam aktifitas hiburan guna merayakan hari
pergantian tahun tersebut. Seperti meniup terompet sebagai symbol peringatan
bahwa tahun baru sudah berganti dan tradisi bakar-bakar ayam, ikan, membakar
kembang api dan lain sebagainya.
Mengamati hal tersebut, penulis timbul pertanyaan mengapa masyarakat
Indonesia yang nota bene mayoritasnya beragama Islam begitu antusiasnya
merayakan malam tahun baru masehi yang jelas-jelas perayaan tersebut berasal
dari luar agamanya, dan mengenai malam pergantian tahun tersebut apakah bisa
diganti dengan hal-hal yang bermanfaat selain hura-hura seperti yang dilakukan
oleh masyarakat saat ini. Oleh karena itu penulis akan berusaha memaparkan
hasil wawancara dengan salah satu pemuka agama yang berada di desa
Sidokumpul, Sambeng-Lamongan.
Menurut ustad Muslihan Ahmad (Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidhul-
Qur’an) perayaan tahun baru masehi bukan termasuk hari raya umat agama
Islam, melainkan tahun barunya umat kristiani yang semestinya kurang layak
untuk diperingati, apalagi dirayakan oleh umat Muslim. Karena pada dasarnya
umat Muslim sudah memiliki tahun baru sendiri yakni tahun baru Hijriyah yang
diperingati setiap tanggal 1 bulan Muharram. Hukum merayakan tahun baru
sendiri merupakan hal yang syubhat, yakni bersifat abu-abu antara boleh dan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
98
tidak, hal itu dikarenakan aktifitas yang dilakukan dalam perayaan malam tahun
baru bisa saja mengandung nilai positif dan bisa jadi cenderung bernilai negatif.
Namun jika kita melihat tradisi yang setiap tahun dilakukan oleh masyarakat saat
ini lebih menonjolkan sisi negatifnya dalam kehidupan beragama dan
bermasyarakat. Sisi positif yang terkandung dalam perayaan tahun baru bisa
timbul jika aktifitas yang dilakukan tersebut mengarah kepada nilai-nilai yang
mengandung ibadah, seperti halnya berdzikir, bersholawat kepada Nabi Saw dan
dimeriahkan dengan acara-acara lain yang mengandung unsur kebaikan, karena
hakikatnya segala perbuatan yang dilakukan di dunia dan memiliki nilai ibadah
akan mendatangkan pahala dan ridho dari Allah Swt. Sedangkan sisi negatif dari
perayaan tahun baru masehi adalah jika malam perayaan tersebut diisi dengan
aktifitas yang tidak bermanfaat dan merugikan masyarakat atau bahkan tidak ada
nilai agamanya sama sekali. Maka merugilah orang-orang tersebut karena sudah
pasti ia tidak akan mendapatkan ridho Allah dan keberkahan dalam hidupnya.
Oleh karena itu implementasi hadis merayakan tahun baru masehi di era
sekarang adalah kurang, karena sampai detik ini masyarakat masih saja
memeriahkan tahun baru masehi dengan hura-hura seperti yang terjadi di kota-
kota besar dan hal ini merupakan bentuk tasyabbuh (penyerupaan) terhadap
orang-orang kafir seperti yang dilakukan ketika perayaan nairuz dan mihrojan.
Hal tersebut bisa disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat awam
mengenai agama dan hadis. Sudah sepatutnya kita sebagai umat Muslim yang
sudah belajar agama dari kecil untuk menasehati dan mencegah orang lain yang
akan berbuat aktifitas yang dapat menjauhkan dirinya dari ridho Allah Swt,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
99
khususnya untuk diri sendiri dan keluarga, agar kelak kita tidak termasuk
golongan orang-orang yang merugi24.
Mengenai korelasi hadis yang penulis teliti dengan perayaan tahun baru
Hijriyah di era sekarang adalah tidak disebutkan mengenai larangan atau
perintah untuk merayakan hari tersebut, karena waktu itu yang menjadi tradisi
penduduk Madinah adalah perayaan Nairuz dan Mihrojan. Menurut beberapa
pakar sejarah Islam, peringatan dan perayaan Maulid Nabi dipelopori oleh
dinasti Ubadiyyun atau disebut juga Fatimiyah (silsilah keturunanya
disandarkan pada Fatimah). Tepatnya pada masa pemerintahan al-Mu’izz li
Dinillah. Ia merupakan seorang penguasa yang beraliran syiah. Ia cenderung
menjadikan perayaan maulid Nabi sebagai alat untuk mencapai kepentingan
legitimasi politik. Mereka ingin menguatkan diri dengan memiliki kaitan silsilah
dengan Nabi Muhammad Saw.25 Salah satu tokoh sejarah Islam mengatakan,
para khilafah Fatimiyah memang memiliki banyak perayaan sepanjang tahun,
diantaranya adalah perayaan tahun baru, hari Asyura, Maulid Nabi, perayaan
malam pertama bulan Rajab, perayaan malam pertama bulan Sya’ban, perayaan
Nairuz (tahun baru Persia) dll.
Dikalangan Sunni, perayaan maulid Nabi dilaksanakan pada malam hari
yang diisi dengan pembacaan syair-syair yang berisi pemujaan terhadap raja dan
sangat kental nuansa politiknya. Peringatan ini pernah dilarang pada masa
24Muslihan Ahmad, Wawancara, Sidokumpul, 10 mei 2019. 25https://nujabar.or.id/sejarah-perayaaan-maulid-nabi-saw/
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
100
pemerintahan al-Afdhal Amirul Juyusy, karena dianggap sebagai bid’ah yang
terlarang.
Kemudian pada masa sultan Salahuddin al-Ayyubi (gubernur pada tahun
1174-1193 M atau 570-590 H pada dinasti bani Ayyub) tradisi ini dihidupkan
kembali. Bagi sebagian kalangan, Sultan Salahuddin al-Ayyubi adalah orang
pertama yang mengadakan perayaan maulid Nabi. Karena ia merupakan orang
pertama yang menghidupkan kembali tradisi yang telah mati dan sama sekali
bukan untuk kepentingan politik. Melainkan untuk membakar semangat juang
umat Islam yang sedang terlibat dalam perang Salib melawan bangsa-bangsa
Eropa (Perancis, Jerman, dan Inggris). Pada waktu itu, Tentara salib telah
berhasil merebut Yerussalem dan merubah Masjidil Aqsa menjadi gereja. Umat
Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan dan persaudaraan ukhuwah.26
Sultan Salahuddin Al-Ayyubi yang melihat keadaan tersebut menilai
bahwa peringatan maulid Nabi Saw akan mampu membangkitkan kembali
semangat juang umat Islam. Karena dalam peringatan tersebut mengungkapkan
betapa gigihnya perjuangan Rasulallah Saw dan para sahabat dalam menghadapi
berbagai serangan kaum kafir. Kemudian ia menghimbau umat Islam diseluruh
dunia agar hari lahir Nabi Muhammad Saw yang setiap tahun berlalu seharusnya
diperingati dan dirayakan secara massal. Ketika Salahuddin meminta
persetujuan dari khalifah di Baghdad yakni An-Nashir, ternyata khalifah setuju.
Maka pada musim haji yakni bulan Dzulhijjah 579 H (1183 Masehi), Salahuddin
26https://www.kompasiana.com/perantaukatakat.multply.com/552c39ee6ea834801f8b45aa/asal-
muasal -maulid-nabi-muhammad-saw-berkembang-di-indonesia?page=all
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
101
sebagai penguasa haramain (dua tanah suci) mengeluarkan intruksi kepada
seluruh jamaah haji agar ketika kembali ke kampung halamannya segera
menyosialkan kepada masyarakat Islam, bahwa mulai tahun 580 Hijriyah (1184
M) tanggal 12 Rabiul Awal dirayakan sebagai hari maulid Nabi dengan
rangkaian acara yang membangkitkan semangat jihad pasukan Islam.27
Pada akhirnya, perjuangan Sultan Salahuddin menunjukkan hasil positif,
semangat umat Islam pun kembali bangkit. Sultan telah berhasil menghimpun
berbagai kekuatan yang sebelumnya sempat lumpuh. Oleh karena itu pada tahun
1187 M (empat tahun pasca peringatan ini) Yerussalem dapat direbut kembali
dan masjid Aqsa pun dapat dibebaskan dari cengkraman musuh.
27Ibid.,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
102
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembahasan tentang hadis Merayakan Tahun Baru Masehi Perspektif Hadis;
Studi Ma’a>ni al-H{adi >th Riwayat Sunan Abi> Da>wud Nomor Indeks 1134 yang
menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Hadis tentang Merayakan Tahun Baru Masehi dalam Riwayat Sunan Abi >
Da>wud Nomor Indeks 1134 berkualitas S {ah{ih sebab telah memenuhi kriteria
kesahihan sanad dan kesahihan matan hadis.
2. Hadis tentang Merayakan Tahun Baru Masehi dalam Riwayat Sunan Abi
Da>wud Nomor Indeks 1134 tergolong hadis yang maqbu >l dan termasuk hadis
ma’mu >lun bih (hadis yang dapat diamalkan), karena hadis tersebut mengandung
pengertian yang jelas, kandungan isi matannya tidak bertentangan dengan
Alquran maupun riwayat hadis-hadis lain, tidak mengandung syadz dan ‘illat
dalam sanad maupun matan hadis. Dengan demikian hadis yang penulis teliti
yang terdapat dalam riwayat Sunan Abi> Da>wud dapat dijadikan hujjah.
3. Implementasi hadis merayakan tahun baru masehi di era sekarang adalah
kurang, sebab sampai detik ini banyak masyarakat muslim yang masih saja
memeriahkan tahun baru masehi dengan hal-hal yang tidak bermanfaat, hal ini
merupakan bentuk tasyabbuh (penyerupaan) terhadap orang-orang kafir seperti
halnya yang dilakukan bangsa Persia dalam merayakan tahun barunya, yakni
Nairuz dan Mihrojan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
103
B. Saran
Setelah menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan karya
ini masih banyak kekurangan, hal ini disebabkan karena keterbatasan penulis dari
segi waktu maupun kemampuan. Kajian hadis semestinya mendapatkan perhatian
khusus untuk dikaji. Hal ini diperlukan sebab semakin berkembangnya kehidupan
manusia maka semakin besar masalah-masalah yang akan dihadapinya.
Penelitian seputar hadis merayakan tahun baru Masehi atau merayakan Hari
Raya orang kafir sudah seharusnya lebih ditekankan dalam pembahasan-
pembahasan intelektual dan ilmu pengetahuan. Agar lebih memperkaya wawasan
umat Islam mengenai hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan dan merupakan
kebiasaan orang jahiliyah, sehingga penulis berharap agar ada penulis-penulis lain
yang lebih jauh mengkaji tentang permasalahan ini.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
104
DAFTAR PUSTAKA
‘Ajja>j al-Khati>b, Muhammad. Us{u>l al-H{adi >th ‘Ulu >muh wa Mustalahuhu. Bayru >t:
Da>r al-Fikr,2006.
‘Itr, Nuruddin Ulum al-hadi>th, terj. Mujiyo. Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2012.
Abu Zahw, Muhammad. The History of Hadith: Historiografi Hadis Nabi dari
Masa ke Masa. Depok: Keira, 2015.
Abu> Shuhbah, Muhammad. al-Wasi >t { fi ‘Ulu>m Mus{t {alah { al-H{adi >th. Tk: Da>r al-Fikr
al-‘Arabi>, tt.
Abror, Indal. Metode Pemahaman Hadis. Yogyakarta: Ilmu Hadis Press, 2017.
Abbas, Hasjim. Pengantar Kritik Hadis, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2011.
Ahmad, Arifuddin. Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ilmu Ma’a >ni al-Hadis.
Makasar: Alaudin University Press, 2013.
Al-Khora>sa>niy, Abu ‘Abdur Rahman Ahmad bin Syu’aib bin ‘Ali. Sunan an-
Nasa’i,, Vol. 3. Halb: Maktab al-Matbu’a>h al-Isla>miyah, 1986.
Al-Sijistani, Abi> Da>wud Sulaiman Ibn al-Ash’ab. Sunan Abi> Da>wud. Beirut: Dar al
Kutub al Ilmiyah, 1996.
al-syaiba>niy, Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad.
Musnad Ahmad , Vol. 21. tk: Mu’sasatu al-Risa>lah, 2001.
Al-Qahthani, Muhammad Said. Al-Wala’ Wa al-Bara’: Konsep Loyalitas dan
Permusuhan dalam Islam. Jakarta: Ummul Qura, 2013.
Ali, Sayuthi. Metodologi Peneliton Agama: Pendekatan Teori dan Praktek. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2007.
Annibras, Nablur Rahman “Larangan Tasyabbuh dalam Prespektif Hadis”, Tajdid:
Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan. Vol. 1 No. 1 (April, 2017).
Arifin, Zainul. Studi Kitab Hadis. Surabaya: Al-Muna, 2010.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
105
Arifin, Zainul. Ilmu Hadis Historis dan Metodologis. Surabaya: al-Muna, 2014.
Assa’idi, Sa’dullah. Hadis-Hadis Sekte. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 1996.
Attatwi, Muhammad ibn Abdul Hadi. H{asyiyah Sanady Sunan an-Nasa’i, Vol 3.
Halb: Maktab al-Matbu’a>h al-Isla>miyah, 1986.
A’z{ami, M. Musthafa. Manhaj al-Naqd ‘inda al muhaddithi>n. Riyadh: al
Ummariyah, 1982.
Bahannan, Hannan Hoesin, Dkk. Tuntunan Ibadah Ramadhan dan Hari Raya.
Maktabah Salafy Press, 2002.
Bustamin, M. Isa. Metodologi Kritik Hadis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2004.
Djuned, Daniel. Ilmu Hadis (Paradigma Baru dan Rekonstruksi Ilmu Hadis). Tk:
PT Gelora Aksara Pratama, 2010.
Dwitasari, Septi. “Trend Perayaan Tahun Baru di Kota Pontianak: Perspektif
Kegelisahan Seorang Remaja Muslimah”, Jurnal Dakwah: Al-hikmah, Vol.
12. No. 2 (2018).
Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadis. Yohyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008.
Farid, Ahmad. Biografi 60 Ulama Ahlu al Sunnah: Yang Paling Berpengaruh dan
Fenomenal dalam Sejarah Islam, terj. Ahmad Syaikhu. Jakarta: Dar al-Haq,
2012.
Fazlurrrahman, dkk. Wacana Studi Hadis Kontemporer. Yogyakarta: PT Tiara
Wacana, 2002.
Hasan, M Tholchah. Dinamika Kehidupan Relegius. Jakarta: Listafariska Putra,
2004.
Husnan, Ahmad. Kajian Hadis Metode Takhrij. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993.
https://tirto,id/cikal-bakal-sejarah-perayaan-tahun-baru-masehi-dimulai-di-
romawi-dcSc.
http://tirto.id/sejarah-perayaan-tahun-baru-bermula-dari-timur-tengah-dcTn.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tahun_baru.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
106
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Masehi.
https://nujabar.or.id/sejarah-perayaaan-maulid-nabi-saw/
Idri. Studi Hadis. Jakarta: Kencana, 2010.
Ibn Haidar, Muhammad asyraf ibn Amir ibn Ali. Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi> Da >wud Vol 3. Beirut: Dar al-Kitab al-‘alamiyah, 1415 H.
Ibn Umar, Abi Da >wud Sulaima >n Ibn al Ash’ab Ibn Isha >q Ibn Bashir Ibn Sadad.
Sunan Abi> Da >wud Vol 4. Beirut: Al-Maktabah Al-‘asriyah, 275 H.
Iman, Muis Sad. Pendidikan Partisifatif : Menimbang Konsep Fitrah Dan
Progresivisme John Dewey. Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2004.
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi (Jakarta: Bulan Bintang,
1992.
-----------------------. Kaidah Kes{ah {i >h{an Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1995.
-----------------------. Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta: Bulan
Bintang, 1994.
Khazin, Muhyiddin. Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Buana
Pustaka, 2008.
Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah, 2013.
Khon, Abdul Majid. Takhrij dan Metode Memahami Hadis. Jakarta: Amzah, 2014.
Khora>sa>niy (al-), Ahmad bin H {usain bin ‘Ali bin Musa al-Khusrourjirdiy. Sunan
al-Kubro Lilbaihaqi Vol. 9. Beirut: Da>r al-Kitab al-‘alamiyah, 2003.
Lidwa Pustaka, “Kitab Sunan Abi> Da>wud”. Kitab 9 Imam, ver. 1.2.
------------------. “Kitab Sunan Imam Ahmad”. Kitab 9 Imam, ver. 1.2.
------------------. “Kitab Sunan An-Nasa’i”. Kitab 9 Imam, ver. 1.2.
Marpaung, Watni. Pengantar Ilmu Falak. Jakarta: Prenadamedia. 2015.
Maesyaroh, “Kalender Hiriyah Global Turki Upaya Mewujudkan Kepastian
Transaksi Ekonomi Pada Lembaga Keuangan Syari’ah”, Jurnal al-Hikmah,
Vol. 3 No.1 (Januari, 2017).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
107
Mizi> (al-), Yusu >f ibn Abd al-Rah{man ibn Yusu >f, Abu > al-Hajja>j, Jama >l al-Din ibn
al-Zaki> Abi> Muhammad al-Qada’i al-Kalabi>. Tahdib al-Kamal fi Asma’ al-
rijal, Vol. 3. Beirut: Muasasasah al-Risa>lah, 1980.
MKD 2015 UINSA. Studi Hadis. Surabaya: UIN SA Press, 2015.
MKD 2014 UINSA. Studi Hadis. Surabaya:UIN SA Press, 2014.
Moh Anuar Ramli, dkk.”Fenomena Al-Tasyabbuh (Penyerupaan) dalam Sambutan
Perayaan Masyarakat Majmuk di Malaysia”, Shariah Jurnal, Vol 21, No. 1
(2013).
Muhammad Sabari, Abdul Manan. Rahasia Shalat Sunnat. Bandung: Pustaka
Hidayah, cet ke-2, 2006.
Muhid, dkk. Metodologi Penelitian Hadis. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press,
2013.
Muhammad, Ali. Mirqotu al-Mafa>tih{ Sharh Misykatu al-Masa{>bih {, Vol 3. Beirut:
Da>r al-Fikr, 2002.
Poerwodarminto, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,
1985.
Salih (al-), Subhi. ‘Ulum al-H}adi>th wa Mustalahahu. Beirut: al-Ilm Li al-Malayin,
1997.
Sumbulah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadis. Malang: UIN-Maliki Press, 2010.
Santoso, Achmad. Pemahaman Hadis tentang dilarangnya Tasyabbuh dengan
Non-Muslim. Skripsi, STAIN Tulungagung, 2012.
Suparta, Munzier. Ilmu Hadis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002.
Suryadi. Metodologi Ilmu Rijalil Hadis. Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, Tt.
---------. Metode Kontemporer Memahami hadis Nabi: Prespektif Muhammad al-
Ghozali dan Yusuf al-Qaradhawi. Yogyakarta: Teras, 2008.
Suyu >t {i> (al-). Sharh Sunan Ibnu Majah, Vol 1. tk: Qa>di>mi> Kutub Kha>nah, tt.
Syafi’i, Imam. Ar-Risalah, terj. Ahmadie Toha. Jakarta: Pustaka Firadus, 1993.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
108
Tah{a>n (al-), Mahmud. Taisir Must {olah al-h{adith (tk: Haramain, 1985), 158.
------------. Mah{mu>d. Ulumul Hadis, Studi Kompleksitas Hadis Nabi, terj. Zainul
Muttaqin. Yogyakarta: Titian Ilahi, 1997.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. ed. 3, Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka, 2002.
Wahidin, Ade. “Tinjauan dan Hukum Tasyabbuh Perpektif Empat Imam Mazhab”,
Al-Mashlahah, Vol. 06, No. 01, tt.
Winsink, A.J. Al-Mu’jam al-Mufah{ras li al-Fa>z al-H{adi >th al-Nabawi, Vol. 3.
Leiden: E.J Brill, 1936.
Yaqub, Ali Mustofa. Cara Benar Memahami Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2016.
Zein, Ma’shum. Ilmu Memahami Hadis Nabi: Cara Praktis Menguasai Ulumul
Hadis & Mustholah Hadis. Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2013.
Zuhaili (al-), Wahbah. Fiqih Islam Jilid 2. Jakarta: Gema Insani, 2010.