+ All Categories
Home > Documents > Metode Pembelajaran Menulis

Metode Pembelajaran Menulis

Date post: 17-Jan-2016
Category:
Upload: ghossifafengki
View: 30 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
Description:
Informasi
Popular Tags:
74
Pengaruh Metode Pembelajaran Inquiry dalam Belajar Sains terhadap Motivasi Belajar Siswa Oleh: Joko Sutrisno, S.Si., M.Pd. http://gurupkn.wordpress.com/2008/08/16/metode-pembelajaran- inquiry/ tanggal 11 Januari 2010 Abstract Inquiry-Based Learning is a common method in teaching science that often associated with the active nature of student involvement, investigation and the scientific method, critical thinking, hands-on learning, and experiential learning. It will be studied in this paper whether or not the method of inquiry-based learning influences the student motivation to learn. Using some theories of motivation, it was found that inquiry method positively influences the learning motivation of students. This positive influence occurs when the learning through inquiry method is conducted in appropriated conditions, for example the questions that teachers provide have to produce arousal and student curiosity. I. Pendahuluan Latar Belakang Masalah Salah satu hal yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa di sekolah adalah motivasi belajar. Motivasi belajar yang tinggi berkorelasi dengan hasil belajar yang baik, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa di sekolah ini. Jika motivasi belajar siswa dapat ditingkatkan, maka dapat diharapkan bahwa prestasi belajar siswa juga akan meningkat. Strategi meningkatkan motivasi belajar siswa sering menjadi masalah tersendiri bagi para guru karena terdapat banyak faktor – baik internal maupun eksternal – yang mempengaruhi motivasi belajar siswa. Guru menerapkan prinsip-prinsip motivasi belajar siswa dalam desain pembelajaran, yaitu ketika memilih strategi dan metode pembelajaran. Pemilihan strategi dan metode tertentu ini akan berpengaruh pada motivasi belajar siswa. Upaya meningkatkan motivasi belajar inilah yang menarik untuk dikaji lebih jauh, sehingga dalam paper ini akan dilakukan studi mengenai pengaruh metode pembelajaran inquiry dalam belajar Sains di sekolah terhadap motivasi belajar siswa itu sendiri. Dalam lingkup yang lebih umum, meningkatnya motivasi belajar siswa juga akan mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Penyelesaian masalah yang akan
Transcript
Page 1: Metode Pembelajaran Menulis

Pengaruh Metode Pembelajaran Inquiry dalam Belajar Sains terhadap Motivasi Belajar Siswa

Oleh: Joko Sutrisno, S.Si., M.Pd.

http://gurupkn.wordpress.com/2008/08/16/metode-pembelajaran-inquiry/ tanggal 11 Januari 2010

Abstract

Inquiry-Based Learning is a common method in teaching science that often associated with the active nature of student involvement, investigation and the scientific method, critical thinking, hands-on learning, and experiential learning. It will be studied in this paper whether or not the method of inquiry-based learning influences the student motivation to learn. Using some theories of motivation, it was found that inquiry method positively influences the learning motivation of students. This positive influence occurs when the learning through inquiry method is conducted in appropriated conditions, for example the questions that teachers provide have to produce arousal and student curiosity.

I. Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Salah satu hal yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa di sekolah adalah motivasi belajar. Motivasi belajar yang tinggi berkorelasi dengan hasil belajar yang baik, sehingga berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan motivasi belajar siswa di sekolah ini. Jika motivasi belajar siswa dapat ditingkatkan, maka dapat diharapkan bahwa prestasi belajar siswa juga akan meningkat.

Strategi meningkatkan motivasi belajar siswa sering menjadi masalah tersendiri bagi para guru karena terdapat banyak faktor – baik internal maupun eksternal – yang mempengaruhi motivasi belajar siswa. Guru menerapkan prinsip-prinsip motivasi belajar siswa dalam desain pembelajaran, yaitu ketika memilih strategi dan metode pembelajaran. Pemilihan strategi dan metode tertentu ini akan berpengaruh pada motivasi belajar siswa.

Upaya meningkatkan motivasi belajar inilah yang menarik untuk dikaji lebih jauh, sehingga dalam paper ini akan dilakukan studi mengenai pengaruh metode pembelajaran inquiry dalam belajar Sains di sekolah terhadap motivasi belajar siswa itu sendiri. Dalam lingkup yang lebih umum, meningkatnya motivasi belajar siswa juga akan mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Penyelesaian masalah yang akan dikaji dalam paper ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk memilih strategi dan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan. Sebagai catatan, penyebutan metode inquiry dalam keseluruhan paper ini mengacu kepada metode inquiry dalam pembelajaran bidang Sains.

Perumusan Masalah

Dalam paper ini, masalah utama yang dicoba dipecahkan adalah apakah terdapat pengaruh metode belajar inquiry dalam belajar Sains di sekolah terhadap motivasi belajar siswa?

Page 2: Metode Pembelajaran Menulis

II. Deskripsi Teoretik

A. Metode Belajar Inquiry

Salah satu metode pembelajaran dalam bidang Sains, yang sampai sekarang masih tetap dianggap sebagai metode yang cukup efektif adalah metode inquiry. David L. Haury dalam artikelnya, Teaching Science Through Inquiry (1993) mengutip definisi yang diberikan oleh Alfred Novak: inquiry merupakan tingkah laku yang terlibat dalam usaha manusia untuk menjelaskan secara rasional fenomena-fenomena yang memancing rasa ingin tahu. Dengan kata lain, inquiry berkaitan dengan aktivitas dan keterampilan aktif yang fokus pada pencarian pengetahuan atau pemahaman untuk memuaskan rasa ingin tahu (Haury, 1993).

Alasan rasional penggunaan metode inquiry adalah bahwa siswa akan mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai Sains dan akan lebih tertarik terhadap Sains jika mereka dilibatkan secara aktif dalam “melakukan” Sains. Investigasi yang dilakukan oleh siswa merupakan tulang punggung metode inquiry. Investigasi ini difokuskan untuk memahami konsep-konsep Sains dan meningkatkan keterampilan proses berpikir ilmiah siswa. Diyakini bahwa pemahaman konsep merupakan hasil dari proses berfikir ilmiah tersebut (Blosser, 1990).

Metode inquiry yang mensyaratkan keterlibatan aktif siswa terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar dan sikap anak terhadap Sains dan Matematika (Haury, 1993). Dalam makalahnya Haury menyatakan bahwa metode inquiry membantu perkembangan antara lain scientific literacy dan pemahaman proses-proses ilmiah, pengetahuan vocabulary dan pemahaman konsep, berpikir kritis, dan bersikap positif. Dapat disebutkan bahwa metode inquiry tidak saja meningkatkan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep dalam Sains saja, melainkan juga membentuk sikap keilmiahan dalam diri siswa.

Metode inquiry merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecahkan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subjek yang belajar. Peranan guru dalam pembelajaran dengan metode inquiry adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Tugas guru adalah memilih masalah yang perlu disampaikan kepada kelas untuk dipecahkan. Namun dimungkinkan juga bahwa masalah yang akan dipecahkan dipilih oleh siswa. Tugas guru selanjutnya adalah menyediakan sumber belajar bagi siswa dalam rangka memecahkan masalah. Bimbingan dan pengawasan guru masih diperlukan, tetapi intervensi terhadap kegiatan siswa dalam pemecahan masalah harus dikurangi (Sagala, 2004).

Walaupun dalam praktiknya aplikasi metode pembelajaran inquiry sangat beragam, tergantung pada situasi dan kondisi sekolah, namun dapat disebutkan bahwa pembelajaran dengan metode inquiry memiliki 5 komponen yang umum yaitu Question, Student Engangement, Cooperative Interaction, Performance Evaluation, dan Variety of Resources (Garton, 2005).

Question. Pembelajaran biasanya dimulai dengan sebuah pertanyaan pembuka yang memancing rasa ingin tahu siswa dan atau kekaguman siswa akan suatu fenomena. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya, yang dimaksudkan sebagai pengarah ke pertanyaan inti yang akan dipecahkan oleh siswa. Selanjutnya, guru menyampaikan pertanyaan inti atau masalah inti yang harus dipecahkan oleh siswa. Untuk menjawab pertanyaan ini – sesuai dengan Taxonomy Bloom – siswa dituntut untuk

Page 3: Metode Pembelajaran Menulis

melakukan beberapa langkah seperti evaluasi, sintesis, dan analisis. Jawaban dari pertanyaan inti tidak dapat ditemukan misalnya di dalam buku teks, melainkan harus dibuat atau dikonstruksi.

Student Engangement. Dalam metode inquiry, keterlibatan aktif siswa merupakan suatu keharusan sedangkan peran guru adalah sebagai fasilitator. Siswa bukan secara pasif menuliskan jawaban pertanyaan pada kolom isian atau menjawab soal-soal pada akhir bab sebuah buku, melainkan dituntut terlibat dalam menciptakan sebuah produk yang menunjukkan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari atau dalam melakukan sebuah investigasi.

Cooperative Interaction. Siswa diminta untuk berkomunikasi, bekerja berpasangan atau dalam kelompok, dan mendiskusikan berbagai gagasan. Dalam hal ini, siswa bukan sedang berkompetisi. Jawaban dari permasalahan yang diajukan guru dapat muncul dalam berbagai bentuk, dan mungkin saja semua jawaban benar.

Performance Evaluation. Dalam menjawab permasalahan, biasanya siswa diminta untuk membuat sebuah produk yang dapat menggambarkan pengetahuannya mengenai permasalahan yang sedang dipecahkan. Bentuk produk ini dapat berupa slide presentasi, grafik, poster, karangan, dan lain-lain. Melalui produk-produk ini guru melakukan evaluasi.

Variety of Resources. Siswa dapat menggunakan bermacam-macam sumber belajar, misalnya buku teks, website, televisi, video, poster, wawancara dengan ahli, dan lain sebagainya.

B. Teori – teori Motivasi

Motivasi adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan apa yang memberikan energi bagi seseorang dan apa yang memberikan arah bagi aktivitasnya. Motivasi kadang-kadang dibandingkan dengan mesin dan kemudi pada mobil. Energi dan arah inilah yang menjadi inti dari konsep tentang motivasi. Motivasi merupakan sebuah konsep yang luas (diffuse), dan seringkali dikaitkan dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi energi dan arah aktivitas manusia, misalnya minat (interest), kebutuhan (need), nilai (value), sikap (attitude), aspirasi, dan insentif (Gage & Berliner, 1984).

Dengan pengertian istilah motivasi seperti tersebut di atas, kita dapat mendefinisikan motivasi belajar siswa, yaitu apa yang memberikan energi untuk belajar bagi siswa dan apa yang memberikan arah bagi aktivitas belajar siswa.

Secara umum, teori-teori tentang motivasi dapat dikelompokkan berdasarkan sudut pandangnya, yaitu behavioral, cognitive, psychoanalytic, humanistic, social learning, dan social cognition.

1. Teori-teori Behavioral

Robert M. Yerkes dan J.D. Dodson, pada tahun 1908 menyampaikan Optimal Arousal Theory atau teori tentang tingkat motivasi optimal, yang menggambarkan hubungan empiris antara rangsangan (arousal) dan kinerja (performance). Teori ini menyatakan bahwa kinerja meningkat sesuai dengan rangsangan tetapi hanya sampai pada titik tertentu; ketika tingkat rangsangan menjadi terlalu tinggi, kinerja justru menurun,

Page 4: Metode Pembelajaran Menulis

sehingga disimpulkan terdapat rangsangan optimal untuk suatu aktivitas tertentu (Yerkes & Dodson, 1908).

Pada tahun 1943, Clark Hull mengemukakan Drive Reduction Theory yang menyatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis adalah penting dan menempati posisi sentral dalam seluruh kegiatan manusia, sehingga stimulus dalam belajar pun hampir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis, walaupun respon yang muncul mungkin bermacam-macam bentuknya (Budiningsih, 2005). Masih menurut Hull, suatu kebutuhan biologis pada makhluk hidup menghasilkan suatu dorongan (drive) untuk melakukan aktivitas memenuhi kebutuhan tersebut, sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa makhluk hidup ini akan melakukan respon berupa reduksi kebutuhan (need reduction response). Menurut teori Hull, dorongan (motivators of performance) dan reinforcement bekerja bersama-sama untuk membantu makhluk hidup mendapatkan respon yang sesuai (Wortman, 2004). Lebih jauh Hull merumuskan teorinya dalam bentuk persamaan matematis antara drive (energi) dan habit (arah) sebagai penentu dari behaviour (perilaku) dalam bentuk:

Behaviour = Drive × Habit

Karena hubungan dalam persamaan tersebut berbentuk perkalian, maka ketika drive = 0, makhluk hidup tidak akan bereaksi sama sekali, walaupun habit yang diberikan sangat kuat dan jelas (Berliner & Calfee, 1996).

Pada periode 1935 – 1960, Kurt Lewin mengajukan Field Theory yang dipengaruhi oleh prinsip dasar psikologi Gestalt. Lewin menyatakan bahwa perilaku ditentukan baik oleh person (P) maupun oleh environment (E):

Behaviour = f(P, E)

Menurut Lewin, besar gaya motivasional pada seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang sesuai dengan lingkungannya ditentukan oleh tiga faktor: tension (t) atau besar kecilnya kebutuhan, valensi (G ) atau sifat objek tujuan, dan jarak psikologis orang tersebut dari tujuan (e).

Force = f(t, G)/e

Dalam persamaan Lewin di atas, jarak psikologis berbanding terbalik dengan besar gaya (motivasi), sehingga semakin dekat seseorang dengan tujuannya, semakin besar gaya motivasinya. Sebagai contoh, seorang pelari yang sudah kelelahan melakukan sprint ketika ia melihat atau mendekati garis finish. Teori Lewin memandang motivasi sebagai tension yang menggerakkan seseorang untuk mencapai tujuannya dari jarak psikologis yang bervariasi (Berliner & Calfee, 1996).

2. Teori-teori Cognitive

Pada tahun 1957 Leon Festinger mengajukan Cognitive Dissonance Theory yang menyatakan jika terdapat ketidakcocokan antara dua keyakinan, dua tindakan, atau antara keyakinan dan tindakan, maka kita akan bereaksi untuk menyelesaikan konflik dan ketidakcocokan ini. Implikasi dari hal ini adalah bahwa jika kita dapat menciptakan ketidakcocokan dalam jumlah tertentu, ini akan menyebabkan seseorang mengubah perilakunya, yang kemudian mengubah pola pikirnya, dan selanjutnya mengubah lebih jauh perilakunya (Huitt, 2001).

Page 5: Metode Pembelajaran Menulis

Teori kedua yang termasuk dalam teori-teori cognitive adalah Atribution Theory yang dikemukakan oleh Fritz Heider (1958), Harold Kelley (1967, 1971), dan Bernard Weiner (1985, 1986). Teori ini menyatakan bahwa setiap individu mencoba menjelaskan kesuksesan atau kegagalan diri sendiri atau orang lain dengan cara menawarkan attribut-atribut tertentu. Atribut ini dapat bersifat internal maupun eksternal dan terkontrol maupun yang tidak terkontrol seperti tampak pada diagram berikut.

Internal

Eksternal

Tidak terkontrol

Kemampuan (ability)

Keberuntungan (luck)

Terkontrol

Usaha (effort)

Tingkat kesulitan tugas

Dalam sebuah pembelajaran, sangat penting untuk membantu siswa mengembangkan atribut-diri usaha (internal, terkontrol). Jika siswa memiliki atribut kemampuan (internal, tak terkontrol), maka begitu siswa mengalami kesulitan dalam belajar, siswa akan menunjukkan perilaku belajar yang melemah (Huitt, 2001).

Pada tahun 1964, Vroom mengajukan Expectancy Theory yang secara matematis dituliskan dalam persamaan: Motivation = Perasaan berpeluang sukses (expectancy) × Hubungan antara sukses dan reward (instrumentality) × Nilai dari tujuan (Value)

Karena dalam rumus ini yang digunakan adalah perkalian dari tiga variabel, maka jika salah satu variabel rendah, motivasi juga akan rendah. Oleh karena itu, ketiga variabel tersebut harus selalu ada supaya terdapat motivasi. Dengan kata lain, jika seseorang merasa tidak percaya bahwa ia dapat sukses pada suatu proses belajar atau ia tidak melihat hubungan antara aktivitasnya dengan kesuksesan atau ia tidak menganggap tujuan belajar yang dicapainya bernilai, maka kecil kemungkinan bahwa ia akan terlibat dalam aktivitas belajar.

3. Teori-teori Psychoanalytic

Salah satu teori yang sangat terkenal dalam kelompok teori ini adalah Psychoanalytic Theory (Psychosexual Theory) yang dikemukakan oleh Freud (1856 – 1939) yang menyatakan bahwa semua tindakan atau perilaku merupakan hasil dari naluri (instinct) biologis internal yang terdiri dari dua kategori, yaitu hidup (sexual) dan mati (aggression). Erik Erikson yang merupakan murid Freud yang menentang pendapat Freud, menyatakan dalam Theory of Socioemotional Development (atau Psychosocial Theory) bahwa yang paling mendorong perilaku manusia dan pengembangan pribadi adalah interaksi sosial (Huitt, 1997).

Page 6: Metode Pembelajaran Menulis

4. Teori-teori Humanistic

Teori yang sangat berpengaruh dalam teori humanistic ini adalah Theory of Human Motivation yang dikembangkan oleh Abraham Maslow (1954). Maslow mengemukakan gagasan hirarki kebutuhan manusia, yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu deficiency needs dan growth needs. Deficiency needs meliputi (dari urutan paling bawah) kebutuhan fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki, dan kebutuhan akan penghargaan. Dalam deficiency needs ini, kebutuhan yang lebih bawah harus dipenuhi lebih dulu sebelum ke kebutuhan di level berikutnya. Growth needs meliputi kebutuhan kognitif, kebutuhan estetik, kebutuhan aktualisasi diri, dan kebutuhan self-transcendence. Menurut Maslow, manusia hanya dapat bergerak ke growth needs jika dan hanya jika deficiency needs sudah terpenuhi. Hirarki kebutuhan Maslow merupakan cara yang menarik untuk melihat hubungan antara motif manusia dan kesempatan yang disediakan oleh lingkungan (Atkinson, 1983).

Teori Maslow mendorong penelitian-penelitian lebih lanjut yang mencoba mengembangkan sebuah teori tentang motivasi yang memasukkan semua faktor yang mempengaruhi motivasi ke dalam satu model (Grand Theory of Motivation), misalnya seperti yang diusulkan oleh Leonard, Beauvais, dan Scholl (1995). Menurut model ini, terdapat 5 faktor yang merupakan sumber motivasi, yaitu 1)instrumental motivation (reward dan punishment), 2)Intrinsic Process Motivation (kegembiraan, senang, kenikmatan), 3)Goal Internalization (nilai-nilai tujuan), 4)Internal Self-Concept yang didasarkan pada motivasi, dan 5) External Self-Concept yang didasarkan pada motivasi (Leonard, et.al, 1995).

5. Teori-teori Social Learning

Social Learning Theory (1954) yang diajukan oleh Julian Rotter menaruh perhatian pada apa yang dipilih seseorang ketika dihadapkan pada sejumlah alternatif bagaimana akan bertindak. Untuk menjelaskan pilihan, atau arah tindakan, Rotter mencoba menggabungkan dua pendekatan utama dalam psikologi, yaitu pendekatan stimulus-response atau reinforcement dan pendekatan cognitive atau field. Menurut Rotter, motivasi merupakan fungsi dari expectation dan nilai reinforcement. Nilai reinforcement merujuk pada tingkat preferensi terhadap reinforcement tertentu (Berliner & Calfee, 1996).

6. Teori Social Cognition

Tokoh dari Social Cognition Theory adalah Albert Bandura. Melalui berbagai eksperimen Bandura dapat menunjukkan bahwa penerapan konsekuensi tidak diperlukan agar pembelajaran terjadi. Pembelajaran dapat terjadi melalui proses sederhana dengan mengamati aktivitas orang lain. Bandura menyimpulkan penemuannya dalam pola 4 langkah yang mengkombinasikan pandangan kognitif dan pandangan belajar operan, yaitu 1)Attention, memperhatikan dari lingkungan, 2)Retention, mengingat apa yang pernah dilihat atau diperoleh, 3)Reproduction, melakukan sesuatu dengan cara meniru dari apa yang dilihat, 4)Motivation, lingkungan memberikan konsekuensi yang mengubah kemungkinan perilaku yang akan muncul lagi (reinforcement and punishment) (Huitt, 2004).

C. Teori Curiosity Berlyne

Pada tahun 1960 Berlyne mengemukakan sebuah Teori tentang Curiosity atau rasa ingin tahu. Menurut Berlyne, ketidakpastian muncul ketika kita mengalami sesuatu

Page 7: Metode Pembelajaran Menulis

yang baru, mengejutkan, tidak layak, atau kompleks. Ini akan menimbulkan rangsangan yang tinggi dalam sistem syaraf pusat kita. Respon manusia ketika menghadapi suatu ketidakpastian inilah yang disebut dengan curiosity atau rasa ingin tahu. Curiosity akan mengarahkan manusia kepada perilaku yang berusaha mengurangi ketidakpastian (Gagne, 1985).

Dalam pembelajaran Sains, ketika guru melakukan demonstrasi suatu eksperimen yang memberikan hasil yang tidak terduga, hal ini akan menimbulkan konflik konseptual dalam diri siswa, dan ini akan memotivasi siswa untuk mengerti mengapa hasil eksperimen tersebut berbeda dengan apa yang dipikirkannya. Dengan demikian, keadaan ketidakpastian yang diciptakan oleh guru telah menimbulkan curiosity siswa, dan siswa akan termotivasi untuk mengurangi ketidakpastian dalam dirinya tersebut. Dapat disimpulkan bahwa curiosity merupakan hal penting dalam meningkatkan motivasi. Sejarah juga membuktikan bahwa curiosity memiliki banyak peran dalam kehidupan para penemu (inventor), ilmuwan, artis, dan orang-orang yang kreatif.

Salah satu metode pembelajaran yang melibatkan curiosity siswa adalah inquiry teaching. Dalam metode ini, siswa lebih banyak ditanya daripada diberikan jawaban. Dengan mengajukan pertanyaan, bukan hanya pernyataan-pernyataan, curiosity siswa akan meningkat karena siswa mengalami ketidakpastian terhadap jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut (Gagne, 1985).

D. Hipotesis

Berdasarkan paparan teori-teori di atas, dapat diambil suatu hipotesis bahwa terdapat kaitan yang erat antara peningkatan motivasi belajar siswa terhadap penerapan metode inquiry dalam pembelajaran Sains.

III. Diskusi

Seperti yang telah diteliti oleh Haury (Haury, 1993), salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari metode inquiry adalah munculnya sikap keilmiahan siswa, misalnya sikap objektif, rasa ingin tahu yang tinggi, dan berpikir kritis, Jika metode inquiry dapat mempengaruhi sikap keilmiahan siswa, maka muncul pertanyaan apakah metode ini juga dapat mempengaruhi motivasi belajar dalam diri siswa? Sesuai dengan teori curiosity Berlyne, rasa ingin tahu yang dimiliki siswa akan memberikan motivasi bagi siswa tersebut untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya; yang tidak lain adalah motivasi untuk belajar. Dengan sikap keilmiahan yang baik, konsep-konsep dalam Sains lebih mudah dipahami oleh siswa. Begitu juga, dengan motivasi belajar yang tinggi, kegiatan pembelajaran Sains juga menjadi lebih mudah mencapai tujuannya, yaitu pemahaman konsep-konsep Sains. Jadi, tampaknya ada hubungan yang kuat antara motivasi belajar dengan sikap keilmiahan yang terbentuk sebagai akibat dari penerapan metode inquiry.

Rasa ingin tahu yang tinggi dapat dikaitkan dengan teori Maslow, yang menyatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan yang salah satunya kebutuhan untuk mengetahui dan kebutuhan untuk memahami. Oleh karena itu, metode inquiry yang biasa diterapkan dalam pembelajaran Sains secara tidak langsung sebenarnya mencoba memenuhi salah satu kebutuhan manusia tersebut.

Seperti yang telah diuraikan dalam deskripsi teoretik di depan, komponen pertama dalam metode inquiry adalah question atau pertanyaan. Dalam pandangan teori-teori motivasi behavioral, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru dapat diartikan

Page 8: Metode Pembelajaran Menulis

sebagai rangsangan (arousal) atau dorongan (drive). Adanya rangsangan dan dorongan ini menyebabkan siswa termotivasi untuk meresponnya melalui kegiatan ilmiah, yaitu mencari jawaban dari pertanyaan. Kegiatan ilmiah yang dilakukan, sesuai teori Hull tidak lain adalah upaya untuk mengurangi dorongan atau drive.

Yang perlu diperhatikan dalam memberikan pertanyaan kepada siswa adalah bahwa ada rangsangan optimal untuk suatu aktivitas tertentu sesuai dengan Optimal Arousal Theory. Sebab, jika rangsangan yang diberikan terlalu tinggi, maka motivasi siswa justru dapat turun kembali. Harus juga dipertimbangkan apa yang oleh Field Theory disebut sebagai jarak psikologis ke suatu tujuan; dalam memberikan pertanyaan, sebaiknya “jarak” antara pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa dengan jawaban yang diharapkan tidak terlalu jauh, supaya motivasi untuk menjawab pertanyaan tersebut besar karena jarak psikologis tersebut berbanding terbalik dengan motivasi.

Dalam pandangan teori-teori motivasi Cognitive, memberikan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam pembelajaran Sains dengan metode inquiry sama artinya dengan menciptakan ketidakcocokan (konflik) antara apa yang dipikirkan oleh siswa dengan apa yang seharusnya menjadi jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut. Cognitive Dissonance Theory menyiratkan bahwa jika guru dapat menciptakan konflik-konflik tersebut, maka siswa akan berusaha (termotivasi) untuk mengubah perilakunya, yang kemudian mengubah pola pikirnya.

Sementara menurut Expectation Theory, jika seseorang merasa tidak percaya bahwa ia dapat sukses pada suatu proses belajar atau ia tidak melihat hubungan antara aktivitasnya dengan kesuksesan atau ia tidak menganggap tujuan belajar yang dicapainya bernilai, maka kecil kemungkinan bahwa ia akan terlibat dan termotivasi dalam aktivitas belajar. Oleh karena itu, jika metode inquiry diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa, pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru kepada siswa memiliki batasan-batasan tertentu, misalnya siswa harus merasa dapat menjawab pertanyaan tersebut.

Pertanyaan-pertanyaan yang disyaratkan dalam metode pembelajaran Inquiry, yang oleh Garton disebut sebagai pertanyaan essential, antara lain harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut (Garton, 2005).

dapat ditanyakan berulang-ulang

menunjukkan kepada siswa hubungan antara beberapa konsep dalam sebuah subjek

muncul dari usaha untuk belajar lebih jauh mengenai kehidupan, berupa pertanyaan umum dan membuka pertanyaan-pertanyaan lebih jauh

menuntun pada konsep utama subjek tertentu, untuk menjawab pertanyaan bagaimana kita mengetahuinya atau mengapa

memberikan stimulus dan menumbuhkan minat untuk menyelidiki; melibatkan siswa dan menimbulkan curiosity

melibatkan level berpikir yang lebih tinggi

tidak dapat langsung dijawab

Page 9: Metode Pembelajaran Menulis

tidak dapat dijawab hanya dengan satu kalimat

Contoh pertanyaan essential antara lain:

“Apa yang menyebabkan sebuah zat disebut zat padat, zat cair, atau gas?”

“Darimana datangnya ayam dan bagaimana cara kerja telur ayam sehingga bisa menjadi ayam?”

“Mengapa bentuk bulan berubah-ubah?”

Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa bersama-sama mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lain, yang oleh Garton disebut pertanyaan unit, untuk menjawab pertanyaan essential. Ciri pertanyaan unit antara lain:

menanyakan konsep-konsep apa saja yang terdapat dalam subjek pertanyaan essential

membantu siswa menjawab pertanyaan essential secara lebih spesifik

Contoh pertanyaan unit antara lain:

Apa saja contoh zat padat, zat cair, dan gas?

Apakah ciri-ciri zat padat, zat cair, dan gas?

Komponen kedua dan ketiga dalam metode inquiry adalah student engangement (keterlibatan) dan cooperative interaction (interaksi kerjasama). Kedua hal ini akan dibahas bersamaan karena memiliki kedekatan. Keterlibatan siswa dan interaksi kerjasama dapat ditinjau berdasarkan teori-teori motivasi Psychoanalitic, Humanistic, dan Social Cognition.

Dalam pandangan Theory of Socioemotional Development, yang paling mendorong atau memotivasi perilaku manusia dan pengembangan pribadi adalah interaksi sosial. Dalam pembelajaran dengan metode inquiry, ketika siswa merasa dilibatkan oleh guru (lingkungan) dalam proses menjawab pertanyaan-pertanyaan dan melakukan interaksi dengan sesama siswa melalui kerja kelompok, maka perilaku dan kepribadiannya berubah ke arah yang lebih baik, yaitu ikut aktif terlibat dalam kegiatan dan mau bekerjasama. Supaya keterlibatan dan kerjasamanya dapat diterima oleh lingkungan, maka ia harus menyiapkan diri sebaik mungkin, misalnya dengan membaca banyak buku teks. Artinya, motivasi belajar siswa meningkat.

Dalam pandangan teori Maslow, manusia memiliki kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri. Kesempatan siswa untuk terlibat dan bekerjasama dalam sebuah pembelajaran dengan metode inquiry dapat dikatakan sebagai kesempatan untuk memenuhi dua kebutuhan – penghargaan dan aktualisasi diri – tersebut. Dengan demikian, metode inquiry memberikan ruang bagi siswa untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga siswa pun akan memiliki motivasi yang tinggi, tentu saja motivasi dalam belajar.

Keterlibatan dan interaksi kerjasama dalam pembelajaran Sains dengan metode inquiry juga dapat ditinjau berdasarkan teori Social Cognition, yang menyatakan

Page 10: Metode Pembelajaran Menulis

bahwa proses pembelajaran dapat terjadi antara lain melalui attention dan motivation. Attention, artinya siswa memperhatikan lingkungan melalui keterlibatannya. Motivation, artinya lingkungan memberikan konsekuensi yang mengubah kemungkinan perilaku. Contoh konsekuensi adalah dianggap tidak aktif terlibat dan tidak dapat bekerjasama. Untuk menghindari konsekuensi ini, siswa termotivasi untuk belajar sehingga konsekuensi yang diperoleh adalah konsekuensi yang positif.

Komponen keempat dalam metode inquiry adalah performance evaluation. Performance evaluation dapat ditinjau dari Expectation Theory yang menyatakan bahwa motivasi merupakan fungsi dari expectation, reward, dan nilai. Dalam performance evaluation, siswa akan berusaha sebaik-baiknya dengan expectancy mendapatkan reward (misalnya nilai yang baik). Dengan demikian, sesuai teori ini motivasi siswa akan meningkat karena metode inquiri mengandung performance evaluation. Hal sebaliknya dapat dinyatakan bahwa motivasi siswa akan rendah dalam suatu pembelajaran yang tidak memasukkan unsur performance evaluation di dalamnya.

Mirip dengan Expectation Theory, Social Learning Theory juga menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang adalah expectation dan nilai reinforcement. Dengan demikian, melalui performance evaluation ini motivasi siswa akan meningkat karena expectation siswa yang tinggi.

Berdasarkan teori Maslow, dalam performance evaluation siswa diberi kesempatan untuk memenuhi kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Artinya, adanya kesempatan ini menyebabkan motivasi siswa meningkat agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

Komponen kelima dalam metode inquiry adalah Variety of Resources. Komponen ini dapat dikaitkan dengan teory Curiosity Berlyne yang menyimpulkan bahwa curiosity meningkatkan motivasi belajar siswa. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru menimpulkan ketidakpastian atau konflik konseptual dalam diri siswa. Konflik konseptual ini akan menimbulkan rasa ingin tahu yang besar dalam diri siswa. Untuk menjawab rasa ingin tahunya, siswa harus memiliki banyak pengetahuan, yang dapat diperoleh dari berbagai macam sumber belajar. Artinya, dalam metode inquiry sebenarnya guru menciptakan curiosity siswa, yang meningkatkan motivasi belajarnya, dan guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk memuaskan rasa ingin tahunya tersebut melalui berbagai macam sumber belajar. Tentu saja, peranan guru sangat penting dalam memilihkan sumber belajar yang tepat agar siswa tidak terlalu lama dalam keadaan “belum menemukan jawaban”, karena hal ini dapat menurunkan kembali motivasinya.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan penjabaran kelima komponen dalam metode inquiry di atas ditinjau dari berbagai teori tentang motivasi dan curiosity terlihat bahwa metode inquiry memberikan kesempatan meningkatnya motivasi belajar siswa. Memberikan kesempatan dapat diartikan sebagai suatu ketidakpastian, masih terdapat batasan-batasan. Misalnya, jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa terlalu sulit (jarak psikologisnya jauh), tidak memberikan rangsangan dan curiosity yang tinggi, maka peningkatan motivasi belajar juga sulit diharapkan. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dari metode inquiry terhadap motivasi belajar siswa.

Page 11: Metode Pembelajaran Menulis

V. Referensi

Atkinson, Rita., Atkinson, Richard, C., & Hilgard, Ernest, R., 1983. Introduction to Psychology, 8th Ed. Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

Berliner, David, C. & Calfee, Robert.C.(Editor), 1996. Handbook of Educational Psychology. New York, Simon & Schuster Macmillan.

Blosser, Patricia E. & Helgenson, Stanley L. (1990). Selecting Procedures for Improving the Science Curriculum. Columbus, OH: ERIC Clearinghouse for Science, Mathematics, and Environment Education. (ED325303)

Budiningsih, Asri, C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.

Gage, N.L. & Berliner, David, C. (1984). Educational Psychology 3rd Ed. Boston, Houghton Mifflin Company.

Gagne, Ellen, D., 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Little, Brown and Company

Garton, Janetta., 2005. Inquiry-Based Learning. Willard R-II School District, Technology Integration Academy.

Haury, L. David. (1993). Teaching Science Through Inquiry. Columbus, OH: ERIC Clearinghouse for Science, Mathematics, and Environment Education. (ED359048)

Huitt, W. (1997). Socioemotional development. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University

____. (2004). Observational (social) learning: An overview. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University.

____. 2001. Motivation to Learn: An Overview. Educational Psychology Interactive. Valdosta, Valdosta State University

Leonard, Nancy, H., Beauvais, Laura Lynn., & Scholl Richard, W., 1995. “A Self Concept-Based Model of Work Motivation”. In The Annual Meeting of the Academy of Management (URL: http://chiron.valdosta.edu/wh…).

Sagala, Syaiful., 2004. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung, Penerbit Alfabeta.

Wortman, Camille., Loftus, Elizabeth. & Weaver, Charles., 2004. Psychology, 5th Ed. Boston, McGraw-Hill.

Yerkes, R.M. & Dodson, J.D. (1908) The Relation of Strength of Stimulus to Rapidity of Habit-Formation. Journal of Comparative Neurology and Psychology, 18.

DIarsipkan di bawah: Artikel Pendidikan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS NARASI DALAM BAHASA INGGRIS MELALUI MEDIA GAMBAR BERSERI

Page 12: Metode Pembelajaran Menulis

by: Nur Arifah Drajati 

PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang

   Bahasa Inggris adalah mata pelajaran yang diujikan baik di tingkat nasional maupun

internasional. Tujuan dari pengajaran Bahasa Inggris di tingkat SMA adalah

mempersiapkan anak didik untuk melanjutkan pendidikannya di universitas dimana

mereka akan mendapatkan buku-buku referensi berbahasa Inggris, penyampaian kuliah

dengan Bahasa Inggris dan penugasan penulisan laporan dalam Bahasa Inggris.

Dengan pembelajaran Bahasa Inggris yang memadai, mereka diharapkan dapat

mengikuti dan mencapai prestasi di bidangnya masing- masing. 

   Pembelajaran Bahasa Inggris mencakup empat keterampilan berbahasa, yaitu: listening

atau menyimak, speaking atau berbicara, reading atau membaca, dan writing atau

menulis. Keempat keterampilan berbahasa ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh anak

didik untuk mendorong mereka mencapai prestasi disaat mereka duduk di bangku SMA,

di bangku kuliah maupun disaat mereka sudah bekerja.

   Berdasarkan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) yang diresmikan

tahun 2006, pembelajaran Bahasa Inggris di tingkat SMA ditekankan pada keempat

keterampilan berbahasa. Baik ujian di tingkat nasional maupun internasional, anak didik

dituntut untuk bisa menguasai keempat keterampilan berbahasa ini. Ujian Nasional

mencakup keterampilan menyimak dan membaca. Sedangkan untuk ujian sekolah anak

didik melaksanakan ujian berbicara dan menulis. Bagi mereka yang ingin melanjutkan

studi ke luar negeri, mereka harus menguasai TOEFL IBT ataupun ETS (English for

Tertiary Studies). Bahkan, beberapa universitas terkemuka di Indonesia sudah

mengembangkan tes yang tidak berdasarkan pilihan ganda untuk melihat secara nyata

bagaimana gambaran nyata calon mahasiswanya dengan menulis Bahasa Inggris.

Page 13: Metode Pembelajaran Menulis

Berdasarkan pengamatan penulis, masih banyak siswa yang masih belum bisa menulis

narasi dalam Bahasa Inggris dengan baik. Ada yang masih bingung bagaimana memulai

untuk menulis, tata bahasa yang campur, tidak sistematis, dan tidak ada kesesuaian

antara ide pokok dan kalimat utama atau pendukungnya. Pada kenyataannya, hanya

beberapa saja yang bisa lulus tanpa harus mengulang atau menambah jam belajar

Bahasa Inggris,terutama kemampuan menulis dalam Bahasa  Inggris sangat minim.

Mereka yang bisa kuliah ke luar negeri banyak yang harus mengulang mata kuliah

Bahasa Inggris bahkan 2 atau 3 kali semester. Melihat kenyataan tersebut, alangkah

bijaksananya jika guru-guru Bahasa Inggris melihat dan mencoba alternatif model

pembelajaran yang bisa mengantarkan anak didiknya mencapai hasil yang diharapkan

dan mereka dapat mengikuti semua proses belajar dengan menyenangkan. Untuk

menyiasati ketidakmampuan menulis, pemerintah telah menyusun kurikulum yang

berbasis kompetensi yang disebutkan diatas yaitu KTSP yang diresmikan pada tahun

2006. Salah satu tujuan kurikulum tersebut adalah adanya praktek berbahasa yaitu siswa

mampu menulis.

Beberapa faktor yang menjadi penyebab dari kesulitan siswa  dalam menulis adalah dari

siswa sendiri dimana mereka jarang menulis dalam Bahasa Inggris dan Guru dimana

tidak memfasilitasi siswa dengan model pembelajarannya. Bagaimanapun, guru sangat

berperan penting dalam proses belajar mengajar dan bertanggung jawab dalam

pencapaian kemampuan menulis berbahasa Inggris.

Pengajaran pada dasarnya adalah membantu siswa dalam belajar. Adalah benar bahwa

tugas siswa adalah belajar dan guru memfasilitasi dalam proses belajar. Fasilitator dapat

diartikan bahwa guru membimbing siswa dalam merespon pernyataan dan membimbing

siswa dalam menjawab pertanyaan. Tugas guru juga mendorong siswa untuk berpikir

serius dan kreatif dalam menghadapi segala permasalahan belajar.

Page 14: Metode Pembelajaran Menulis

Model pembelajaran yang baik adalah model yang dapat membuat siswa secara aktif

menggali pemecahan masalah yang dihadapi dan dapat membuat siswa mandiri

meskipun pembelajaran sudah berakhir. Dengan adanya KTSP, guru direkomendasikan

untuk menggunakan model pembelajaran dimana siswa dapat aktif menggunakan

keterampilan berkomunikasi dan mensyaratkan guru untuk menjadi seorang inspirator

dan fasilitator (Conny Semiawan dan Raka Joni, 1993). Seorang guru bukan hanya

sebagai sumber belajar tetapi guru adalah seorang fasilitator yang mengarahkan siswa

untuk ikut berpartisipasi dalam proses belajar mengajar.

Kreatifitas sangat penting dalam proses belajar mengajar dalam Bahasa Inggris. Siswa

akan mendapatkan pengetahuan praktis, khususnya keterampilan menulis.

Pembelajaran bermakna akan tercapai jika ada peran serta siswa dalam proses belajar

mengajar, berkaitan dengan pengalaman mereka dan praktek penggunaan Bahasa

Inggris di kehidupan sehari-hari.

Dengan mempertimbangkan masalah dalam pencapaian pembelajaran bermakna,

penulis ingin melaksanakan sebuah penelitian tindakan untuk meningkatkan kemampuan

menulis narasi dalam  Bahasa Inggris melalui media gambar berseri. Pembelajaran ini

menggunakan empat keterampilan berbahasa yang berbasis pada kemampuan menulis.

Penulis ingin meneliti apakah model pembelajaran yang digunakan dapat mencapai

pembelajaran yang bermakna dalam pembelajaran menulis.

B. Tujuan

Tujuan  pengajaran ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang dapat dijadikan

acuan bagi pengajaran Bahasa Inggris pada umumnya dan khususnya berkaitan dengan

penulisan narasi. Manfaat yang dimaksud adalah:

 Tujuan Praktis

Page 15: Metode Pembelajaran Menulis

1.      Penulisan ini diharapkan dapat dijadikan model pembelajaran guna meningkatkan

keterampilan berbahasa, khususnya yang berkaitan dengan penulisan narasi dalam

Bahasa Inggris.

2.      Penulisan ini juga diharapkan dapat dijadikan acuan oleh pengajar keterampilan

berbahasa dalam menentukan model pemecahan masalah yang berkaitan dengan

pengajaran di kelas, khususnya penulisan narasi.

3.      Diharapkan dapat menggugah siswa dalam menulis narasi dengan Bahasa Inggris.

4.      Penulisan ini diharapkan pula dapat membuka wawasan siswa pada pengetahuan

Bahasa Inggris khususnya tentang penggunaan kosakata, tata bahasa, dan

wawasan siswa tentang model pembelajaran dengan gambar berseri.

                                                ACUAN TEORITIS

Definisi yang menjadi acuan dalam penulisan ini meliputi  kemampuan menulis, menulis narasi,

dan  pengajaran melalui gambar berseri.

(a) Hakikat Kemampuan Menulis

(b)   Menulis Narasi

(c)   Hakikat Pengajaran Menulis dengan Gambar Berseri.

a.Hakikat Kemampuan Menulis

Menulis pada hakikatnya adalah mengarang yakni memberi bentuk kepada segala sesuatu

yang dipikirkan, dan melalui pikiran , segala sesuatu yang dirasakan , berupa rangkaian kata,

khususnya kata tertulis yang disusun sebaik-baiknya sehingga dapat dipahami dan dipetik

manfaatnya dengan mudah oleh orang yang membacanya. Penulis biasanya menuangkan

apa yang ada di pikirannya dengan melibatkan perhatian para pembacanya.

Page 16: Metode Pembelajaran Menulis

Menurut Sokolik (2003) dalam Linse and Nunan (2006), menulis adalah kombinasi antara

proses dan produk. Prosesnya yaitu pada saat mengumpulkan ide-ide sehingga tercipta

tulisan yang dapat terbaca oleh para pembaca yang merupakan produk dari kegiatan yang

dilakukan oleh penulis.

Kemampuan menulis menuntut seorang penulis untuk mampu menggunakan pola-pola

bahasa secara tertulis untuk mengungkapkan suatu gagasan atau pesan. Kemampuan

menulis mencakup berbagai kemampuan, misalnya kemampuan memahami apa yang akan

dikomunikasikan, penggunaan unsure-unsur bahasa, kemampuan mengorganisasi wacana

dalam bentuk karangan, dan juga pemilihan gaya bahasa yang tepat.

Ada  4 jenis tulisan menurut Gillie, Susan, dan Mumford (1996), yaitu deskripsi, narasi,

ekposisi dan persuasi. Deskripsi adalah penulisan dengan penggambaran obyek dengan

memanfaatkan lima panca indera, yaitu penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman,

dan rasa. Fokus penulisan tergantung pada hal panca indera mana, umur pembaca dan

emosi pembaca yang akan ditunjukkan kepada pembaca. Narasi adalah bercerita. Penulisan

ini digunakan untuk menjelaskan suatu keadaan, melestarikan sejarah dan juga untuk

menghibur pembaca. Sedangkan eksposisi adalah penulisan untuk untuk menjelaskan suatu

proses atau ide-ide. Dalam penulisan ini dibutuhkan hal yang rinci tentang suatu proses

ataupun penjelasan dari suatu definisi. Jenis tulisan yang keempat adalah persuasi. Jenis

tulisan ini berisi untuk membujuk seseorang untuk melakukan sesuatu. 

Dalam proses menulis, penekanan terletak pada keseimbangan antara proses dan produk.

Produk merupakan tujuan penulis dan juga merupakan alasan melalui proses pra-menulis,

konsep revisi, dan tahap editing (H. Douglas Brown, 1994:344). Dengan mengikuti langkah-

langkah yang jelas siswa diharapkan dapat menghasilkan tulisan yang berkualitas. Seiring

pendapat dengan Brown, Joy M. Reid (1988), kegiatan menulis merupakan suatu proses

dimana harus melalui beberapa tahap yaitu tahap pra penulisan, tahap penulisan, tahap

perbaikan, dan tahap editing. Tahap pra penulisan adalah tahap berpikir sebelum menuliskan

Page 17: Metode Pembelajaran Menulis

sesuatu. Tahap ini meliputi memahami alasan menulis, pemilihan subyek yang diminati,

memperdalam subyek sehingga mendekati hal yang benar-benar diinginkan Setelah

memperdalam subyek, penulis mengumpulkan ide-ide. Satu hal dalam tahap ini adalah  perlu

dipertimbangkannya calon pembaca yang akan membaca tulisan tersebut. Calon pembaca

adalah suatu konsep yang penting untuk dapat memprediksi siapa pembaca tulisannya nanti.

Untuk dapat berkomunikasi melalui tulisan, penulis harus memahami untuk siswa, anak laki-

laki, anak perempuan, untuk orang tua atau bahkan tulisan tersebut adalah untuk ilmuwan. 

Dengan memahami calon pembacanya, penulis akan memutuskan pola bahasa yang akan

digunakan dalam tulisannya sehingga pembacanya akan mudah memahaminya.

 Tahap yang kedua adalah tahap penulisan dimana penulis mulai untuk mengorganisasi

semua ide-ide yang ada kedalam kesatuan tulisan yang saling berkaitan. Ada tiga hal yang

dilakukan dalam tahap ini, yaitu memulai dan mengakhiri tulisan dengan jelas, menuliskan

suatu pernyataan atau suatu pendapat dengan jelas, dan menuliskan kalimat-kalimat dengan

lancar dimana unsur koherensi dan kohesi antar paragraf harus diperhatikan. Dengan

melakukan tiga hal tersebut diharapkan tulisan yang dihasilkan akan dapat menjelaskan

sesuatu kepada para pembacanya. Tulisan yang berkualitas juga memiliki arti bahwa tulisan

tersebut menggunakan pola pendahuluan, isi, dan kesimpulan. Pendahuluan dimulai dengan

tulisan yang menarik pembaca untuk mau membaca. Pendahuluan ini bertujuan untuk

memberikan ide pokok kepada pembaca sehingga mereka lebih mudah dalam memahami

suatu tulisan. Untuk bagian isi dari suatu tulisan bertujuan untuk menyatakan topik yang ingin

disampaikan oleh penulis yang disertai dengan contoh dan gambaran dari topik tulisan

tersebut. Bagian terakhir dari suatu tulisan adalah kesimpulan. Bagian ini adalah

menyimpulkan hal-hal yang telah ditulis di bagian pendahuluan dan isi dengan tanpa ada

pengulangan kalimat yang sama. Selain itu, di bagian ini juga berisi tentang saran-saran dan

perkiraan-perkiraan yang ingin disampaikan oleh penulis. Di bagian akhir ini, penulis memiliki

kesempatan untuk mengecek kembali tulisannya. 

Page 18: Metode Pembelajaran Menulis

Tahap ketiga adalah tahap perbaikan. Pada tahap ini seorang penulis dapat memberikan

tambahan-tambahan berupa ide dan hal-hal yang spesifik. Selain itu, penulis dapat

menggunakan fakta-fakta, gambaran fisik, dan pengalaman yang dapat meningkatkan ide

pokok. Disinilah penulis berkesempatan untuk berpikir bagaimana membuat tulisannya lebih

menarik pembaca untuk membaca. Di dalam tahap ini pula, penulis dapat mengecek ulang

apakah sudah tercapai tujuan dari suatu tulisan yang akan disampaikan oleh pembaca

dengan contoh-contoh yang telah diberikan. Pada tahap perbaikan ini, seorang penulis dapat

melakukan sendiri ataupun dengan rekan sejawatnya atau teman. Untuk perbaikan dengan

rekan sejawat akan lebih efektif karena teman sejawat atau teman adalah orang lain atau

bisa disebut dengan pembaca dari tulisan tersebut. Meskipun demikian bukan berarti semua

masukan atau saran dari teman  tersebut harus dilaksanakan, tetapi dapat dipertimbangkan

bagi sempurnanya suatu tulisan.

Untuk tahap yang terakhir dari suatu tahap penulisan yaitu tahap keempat yang disebut

dengan tahap editing, seorang penulis dapat membaca kembali, mengubah dan memperkuat

tulisannya dengan mempertimbangkan kebutuhan dari calon pembacanya dan

mempertimbangkan tujuan dari penulisan tersebut. Selain dua pertimbangan diatas, penulis

juga dapat mengecek tata bahasa dengan mengurangi kesalahan tata bahasa, kosa kata

maupun kesalahan susunan kalimat. 

 b.  Menulis Narasi

Jenis tulisan yang menjadi acuan penulis dalam mengembangkan tulisannya, yaitu wacana

narasi, Menurut Jeri, Susan, Heidy (1996: 99), narasi adalah mengarang atau menceritakan

kembali. Jenis tulisan ini digunakan setiap hari untuk menjelaskan kegiatan, yang sedang

terjadi maupun yang  sudah berlalu, dan tujuan dari penulisan narasi adalah untuk menghibur

pembacanya.

Dalam memulai menulis narasi, terdapat  hal-hal yang perlu diperhatikan, yaitu menetapkan

calon pembaca tulisan narasi dan menetapkan tujuan dari penulisan narasi tersebut.

Page 19: Metode Pembelajaran Menulis

Penetapan calon pembaca sangat penting untuk menetapkan pola bahasa yang akan

digunakan dalam menulis narasi. Menulis narasi untuk anak-anak akan sangat berbeda

dengan menulis narasi untuk remaja. Demikian juga menulis narasi untuk orang dewasa

umum akan berbeda dengan menulis narasi untuk kalangan ilmuwan. Penetapan tujuan juga

sangat penting sebelum menulis narasi yaitu apakah tulisan tersebut mempunyai tujuan

menceritakan kehidupan sehari-hari, atau mempunyai tujuan untuk menceritakan sejarah,

ataukah bertujuan untuk menghibur pembaca. Dengan adanya dua penetapan ini akan

memudahkan penulis dalam menulis narasi sehingga akan menghasilkan narasi yang

berkualitas.

 Untuk menghasilkan tulisan narasi yang berkualitas dan bermutu, menulis narasi adalah

menulis kronologi, artinya sangat memperhatikan dimana cerita itu terjadi dan kapan kejadian

itu terjadi. Ada empat hal penting dalam penulisan narasi yaitu latar belakang, masalah,

puncak masalah, dan penyelesaian. Latar belakang adalah hal-hal yang mendasari penulisan

narasi yaitu karakter, tempat, dan waktu. Latar belakang ini akan memudahkan pembaca

dalam mengikuti alur cerita. Kemudian terdapat masalah yang akan diselesaikan di akhir

cerita. Masalah ini akan memuncak dan penuh dengan kejadian-kejadian yang tidak terduga.

Puncak masalah ini kemudian diikuti oleh penyelesaian masalah.

Untuk menarik pembaca, dalam menulis narasi disertai dengan hal-hal yang detail, baik

karakter yang ada dalam cerita, tempat dan waktu kejadian. Selain tiga hal diatas, pola

bahasa sebaiknya juga diperhatikan. Kalimat langsung dan tidak langsung (reported speech)

sering digunakan dalam penulisan narasi ini. Dengan pola ini, pembaca akan dibawa penulis

seolah-olah berada dalam cerita tersebut. Selain struktur kalimat diatas, kata penghubung

banyak digunakan dalam menulis narasi untuk menggambarkan kejadian-kejadian yang

terjadi. Kata penghubung yang sering digunakan misalnya first, then, next, later, afterwards,

dan finally. Kata-kata tersebut adalah untuk memberikan tanda tentang kronologi cerita.

 C. Hakeket Pengajaran Menulis dengan Media Gambar Berseri

Page 20: Metode Pembelajaran Menulis

Pengajaran pada hakekatnya adalah guru dan peserta didik saling menjelajahi bagaimana

dapat berkomunikasi dalam pembelajaran. Guru memfasilitasi siswa dalam belajar dan siswa

belajar sehingga mendapatkan hasil yang optimal dan berkualitas. Ada 3 prinsip pengajaran

yang bahasa yang diutarakan oleh Nunan (2003 : 9-11) bahwa pengajaran yang baik adalah

pertama, pengajaran yang berpusat kepada peserta didik dimana pendidik melibatkan

peserta didik ke dalam proses pembelajaran. Sebagai contoh adalah pendidik membuat

tujuan pembelajaran yang jelas kepada peserta didik, membantu peserta didik dalam

mencapai tujuan belajar, dan memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk berkreasi

dengan penyelesaian tugas-tugas sekolah yang telah diberikan. Kedua, meningkatkan

pengajaran bagi peserta didik. Hal ini berarti pendidik harus selalu mencoba hal-hal yang

baru, menyimpan hasil belajar dan pembelajaran siswa, dan mengamati cara mengajar.

Prinsip ketiga adalah membuat pembelajaran yang menarik yang berdasar pada tugas-tugas

yang berkesinambungan. Hal ini berkaitan dengan hasil belajar yang diperoleh siswa disertai

dengan memberikan feedback  kepada peserta didik.

Demikian juga pengajaran menulis. Ada 4 hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik. Hal ini

dikemukakan oleh Nunan (2003:92-95). Pertama adalah pendidik memahami alasan-alasan

yang dikemukakan oleh peserta didik. Hal ini untuk mengurangi kesenjangan tujuan yang

terjadi antara pendidik dan peserta didik. Kesenjangan tujuan ini sering terjadi dikarenakan

pendidik tidak memahami alasan-alasan yang dikemukakan oleh peserta didik. Kedua,

Pendidik sebaiknya memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menulis. Pendidik

dapat memberikan variasi pengajaran menulis dengan berbagai macam tulisan, sebagai

contohnya adalah menulis surat, menulis kesimpulan, menulis puisi ataupun jenis tulisan

yang lain yang membuat peserta didik menikmati aktifitas menulis. Prinsip ketiga adalah

memberikan umpan baik yang membantu dan bermakna bagi peserta didik. Setiap ulisan

yang dihasilkan oleh peserta didik harus diberikan umpan balik yang tidak harus ditulis oleh

pendidik itu sendiri tetapi bisa melalui suara yang direkam dalam tape recorder ataupun

pendidik dapat memberikan kunci-kunci kesalahan dan peserta didik dapat mengoreksi

sendiri hasil tulisannya. Prinsip keempat adalah menentukan klarifikasi nilai yang akan

Page 21: Metode Pembelajaran Menulis

diberlakukan pada hasil tulisan peserta didik. Sering terjadi bahwa pendidik hanya

mengoreksi struktur kalimat saja dan tidak menilai unsur yang lain atau bahkan peserta didik

tidak tahu mengapa dia dapat 100 dan temannya mendapat 50. Disini, pendidik wajib

memberikan informasi kepada peserta didik unsur-unsur bahasa yang digunakan dalam

penilaian.

Pengajaran menulis besar kaitannya dengan berbagai model pembelajaran yang digunakan

guru dalam mengajar. Ada beberapa model pengajaran menulis seperti dikemukakan oleh

Linse dan Nunan (2006), yaitu menulis kelompok, berbicara dan menulis di kotak, pusat

menulis, konferensi menulis, penggunaan kata-kata di papan. Dalam menulis kelompok,

peserta didik belajar berkelompok dan menulis secara bergantian dan saling mengoreksi satu

sama lain. Berbicara dan menulis dalam kotak bertujuan untuk dapat memberikan saran

antar peserta didik dengan cara berbicara kemudian menuliskan sesuatu saran kepada

peserta didik yang lain. Pusat menulis diadakan oleh guru dalam rangka memberikan tempat

bagi peserta didik dengan kreasi menulisnya. Konferensi menulis adalah aktifitas dimana

siswa diberikan kebebasan dalam menulis dan juga diberikan kesempatan untuk berbagi

dengan temannya dan sekaligus juga diberikan kesempatan untuk mengkritik tulisan

temannya dengan cara yang baik dan sopan. Papan kata-kata digunakan oleh guru untuk

memberikan kata-kata kunci dalam menulis kalimat.

Pengajaran menulis dengan gambar berseri juga merupakan alternatif pembelajaran yang

sangat menarik dan sangat mendidik  bagi peserta didik. Hal dikemukakan oleh Davis (1997)

bahwa gambar berseri sangat mendidik siswa dan akan mengarahkan mereka menuju

perkembangan mental. Hal ini berhubungan dengan daya imaginasi dan kreatifitas siswa

dalam menulis suatu cerita. Demikian juga dalam pengajaran. Gambar berseri akan

merefleksikan bahasa dan budaya dari cerita yang disampaikan. Selain itu, melalui

pengajaran dengan gambar berseri suatu cerita akan menjadi kaya dengan isi dan

pengembangan karakter peserta didik.

Page 22: Metode Pembelajaran Menulis

Gambar berseri merupakan salah satu pengajaran yang menarik dan mendidik. Adapun

manfaat dari pengajaran dngan media ini menurut Davis (1997) adalah pendidik dapat

mengembangkan keinginan dalam belajar bahasa siswa melalui gambar berseri,

memudahkan peserta didik dalam belajar bahasa, memberikan kebermaknaan belajar

dengan media autentik dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat memberikan keberagaman

dalam belajar bahasa dan unsur-unsur bahasa. Selain itu, dengan media berseri, siswa dapat

mempraktikkan bagaimana menggunakan sinonim dan antonym, siswa dapat belajar tentan

budaya dari suatu daerah, dapat belajar tentang kalimat langsung dan kalimat tidak

langsung, serta dapat mengidentifikasi masalah-masalah sosial, politik, ataupun lingkungan

yang terjadi di dunia.

Dalam pengajaran menulis dengan gambar berseri terdapat hal-hal yang dilarang dalam

penulisan. Hal ini dikemukakan oleh Comics Magazine Association of America Comics Code,

1989 di Beatty (2004) bahwa baik kata-kata, symbol, ataupun gerakan yang berhubungan

dengan cacat fisik, suatu penyakit, kesukuan, hal-hal yang berbau seks, dan kepercayaan,

tidak dapat diterima sebagai suatu cerita dari gambar berseri. Demikian juga dengan aksi-

aksi yang merusak moral. Pengajaran menulis dengan media gambar berseri diwarnai

dengan pendidikan moral dan menghindari tindakan-tindakan amoral.

KEGIATAN

A.     Penyusunan Program Pembelajaran

1. Topik : komik/gambar berseri

     Tujuan :

      1. untuk menggali pendapat siswa tentang kesenangannya atas gambar berseri atau komik.

      2. untuk memahami tentang sejarah komik atau gambar berseri.

      3. untuk memahami dan menggunakan pronoun.

      Waktu : 2 X 45 menit

Page 23: Metode Pembelajaran Menulis

Kegiatan guru kegiatan siswa                

1.      guru bertanya komik atau gambar   

      berseri jenis apa yang mereka suka.

 

  2.  guru meminta siswa untuk bertanya dengan temannya tentang hal 2 tentang gambar berseri.

 

3.       guru meminta siswa untuk membaca dalam hati dengan teknik skimming.

 

4.       guru meminta siswa untuk menemukan ide pokok.

 

5.       guru menjelaskan tentang pronoun.

 

6.       guru meminta siswa untuk berlatih tentang penggunaan pronoun.

 

7.       guru bersama siswa mengecek jawaban.

 

 

 

1. Siswa menjawab pertanyaan guru

 

 

2. Siswa diskusi tentang gambar berseri dalam bahasa Inggris

 

3. siswa membaca artikel tentang gambar berseri /komik.

 

4. siswa mencari ide pokok dari artikel yang dibaca.

 

5. siswa mendengarkan penjelasan guru.

 

6. siswa berlatih penggunaan pronoun.

 

 

7. siswa dengan guru mengecek jawaban.

 

  

 

 

2. Topik : komik/gambar berseri

Page 24: Metode Pembelajaran Menulis

     Tujuan :

      1. untuk memahami beberapa kosa kata yang berhubungan dengan gambar berseri.

      2. untuk memahami tentang narasi atau cerita.

      Waktu : 2 X 45 menit

 

Kegiatan guru kegiatan siswa                

1.       guru bertanya tentang kosakata yang sering muncul di komik atau gambar  berseri.

 

  2.  guru menjelaskan kosakata dalam bahasa Inggris yang sering digunakan dalam gambar berseri.

 

3.guru menjelaskan tentang narasi.

 

4. guru meminta siswa menulis narasi berdasrkan pengalaman mereka.

 

1. Siswa menjawab pertanyaan guru

 

 

2. Siswa mendengarkan penjelasan guru.

 

 

 

3. Siswa mendengarkan penjelasan guru.

 

 

4. siswa berlatih menulis narasi berdasar pengalaman mereka.

 

3. Topik : Hero

     Tujuan :

Page 25: Metode Pembelajaran Menulis

      1. untuk menjelaskan tenses yang berhubungan dengan penulisan narasi.

      2. untuk memahami tentang narasi secara detail

      Waktu : 6 X 45 menit

 

Kegiatan guru kegiatan siswa                

1.       guru meminta siswa untuk membaca contoh-contoh narasi.

 

  2.  guru meminta siswa untuk berdiskusi secara kelompok untuk menulis cerita dengan topik hero.

 

3. guru menjelaskan tentang tenses yang berhubungan dengan narasi.

4. guru meminta siswa untuk membuat plot cerita.

 

5. guru meminta siswa mengembangkan plot ke bentuk cerita dan dialog.

 

6. guru memberikan penjelasan bagaimana mengembangkan narasi dengan gambar dan penggunaan komputer untuk membuat cerita lebih hidup dan bermakna.

 

1. Siswa membaca beberapa contoh narasi.

 

2. Siswa diskusi tentang cerita dengan topik hero (masing-masing kelompok 4 siswa).

 

 

3.siswa mendengarkan penjelasan guru.

 

4.siswa membuat plot cerita narasi.

 

 

5. siswa mengembangkan plot ke bentuk cerita dan dialog.

 

 

6. siswa mendengarkan penjelasan guru kemudian mengerjakan instruksi guru untuk mengembangkan narasi dengan gambar berseri dan menggunakan komputer agar cerita menjadi hidup dan bermakna.

 

Page 26: Metode Pembelajaran Menulis

 

 

B.    Penilaian Hasil Pembelajaran

Penilaian hasil pembelajaran berdasarkan proses dan hasil selama siswa

melaksanakan kegiatan penulisan narasi dengan media berseri.Adapun aspek dan

bobot nilai yang diukur adalah:

1.      portofolio (30%): segala hal yang dilakukan siswa selama pembelajaran: plot

cerita, cerita (narasi), gambar-gambar asli.

2.      aktifitas selama mengerjakan kegiatan penulisan narasi dengan media berseri

6 kali pertemuan (30%) faktor yang dinilai adalah kerjasama dan keaktifan

masing-masing siswa.

3.      hasil (40%), aspek yang dinilai adalah ketepatan waktu dan kreatifitas

penulisan narasi dengan media berseri.

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Pembelajaran

Hasil pembelajaran yang terjadi adalah portofolio siswa dan hasil cerita narasi dalam CD

yang akan dipresentasikan siswa di depan guru dan semua siswa. Salah satu hasil

kelompok siswa adalah sebagai berikut:

B. Analisis Hasil Pembelajaran

Berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan kegiatan pembelajaran dengan

penulisan narasi dengan media berseri, siswa dapat menghasilkan suatu narasi atau

cerita yang menarik dan sangat kreatif, yang kadang-kadang penulis belum pernah

Page 27: Metode Pembelajaran Menulis

membayangkan. Selain hal tersebut, siswa dapat langsung menggunakan teori narasi

dan mengaplikasikan dalam suatu cerita berdasarkan imaginasi maupun pengalaman

mereka. Penulis juga menanyakan kepada siswa apakah pembelajaran dengan

penulisan media berseri efektif dan menyenangkan bagi mereka, siswa menjawab bahwa

mereka sangat senang karena dapat mengaplikasikan dalam suatu cerita dengan

memanfaatkan teknologi komputer sehingga menghasilkan sesuatu cerita yang lebih

menarik.

                                                                     PENUTUP

A. Kesimpulan

Kegiatan pembelajaran terhadap siswa SMA dengan penulisan narasi dalam bahasa Inggris

dengan media berseri diperoleh kesimpulan bahwa (1) terdapat peningkatan kemampuan

menulis narasi, (2) terdapat peningkatan kemampuan menulis melalui pemakaian kosa kata,

tata bahasa, dan struktur kalimat, (3) terdapat peningkatan kreatifitas dalam menulis melalui

gambar berseri, dan (4) terdapat peningkatan tanggung jawab dalam kerja kelompok yang

masing-masing siswa saling bekerjasama dan memiliki tugas untuk menyelesaikan hasil

tulisan secara tepat waktu. 

B. Saran

Penulis berharap dengan adanya kegiatan penulisan narasi dengan media berseri dapat 

dijadikan model  pembelajaran kreatif dan inovatif bagi siswa SMA sehingga akan dihasilkan

lulusan SMA yang berkualitas. 

DAFTAR PUSTAKA

 Beatty, Ken, Read and Think,  Pearson, Hongkong, 2004.

 comics in the classroom.net/

Page 28: Metode Pembelajaran Menulis

 esl-lab.com/research/article.htm

  Gillie, Jeri Wyn; Ingle, Susan; Mumford, Heidi, An Integrated Course for Nonnative

Speakers of English, Mc Graw Hill, Singapore, 2001.

 Linse,Caroline T, Practical English Language Teaching Young Learner, Mc Graw Hill,

America, 2006.

      Nunan, David, Practical English Language Teaching, Mc Graw Hill,

     Singapore, 2003.

Reid, Joy M, The Process of Composition, Prentice Hall, Inc, United States of America,

1988.c

PENGAJARAN MENULIS (HANDWRTING)

Oleh Iim Imandala, S.Pd.*

Menulis merupakan bagian dari alat komunikasi. Melalui tulisan kita dapat

menyampaikan pesan, pemikiran atau gagasan-gagasan yang ingin kita

sampaikan kepada orang lain sehingga orang lain mengerti apa yang kita

maksud atau inginkan. Di dalam aktivitas menulis terjadi suatu proses yang rumit

karena di dalamnya melibatkan berbagai modalitas, mencakup gerakan tangan,

lengan, jari, mata, koordinasi, pengalaman belajar, dan kognisi, semua modalitas

itu bekerja secara terintegrasi. Oleh karena itu pelajaran menulis terasa begitu

berat dan melelahkan. Tidak jarang anak yang baru belajar menulis menolak

untuk menulis banyak-banyak atau bahkan ada juga anak yangh kesulitan dalam

belajar menulis.

Menurut Lovitt (1989 dalam Sunardi dan Sugiarmin 2001) menyatakan

bahwa pelajaran menulis mencakup tiga aspek, yaitu (1) menulis dengan tangan,

(2) mengeja, (2) dan menulis ekspresif atau komposisi. Namun yang akan

Page 29: Metode Pembelajaran Menulis

dibahas disini adalah pengajaran menulis pada aspek menulis dengan tangan

(handwriting).

Pengajaran menulis dengan tangan (handwriting) sering disebut pula

dengan pengajaran menulis permulaan. Di dalam menulis permulaan

dipengaruhi berbagai faktor kematangan atau kesiapan, yaitu faktor (1) motorik,

(2) perilaku ketika menulis, (3) persepsi, (4) memori, (5) kemampuan cross

modal, (6) penggunaan tangan dominan (kidal atau bukan), (7) kemampuan

memahami instruksi (Lerner, 1985; Sunardi dan Sugiarmin, 2001). Sebelum anak

belajar dan mampu menulis huruf maka faktor-faktor kesiapan tersebut harus

dimatangkan terlebih dahulu, terutama bagi anak-anak berkebutuhan khusus

yang mengalami hambatan dalam motorik, persepsi dan kognitif.

Di bawah ini akan dijelaskan aktivitas menulis permulaan atau menulis dengan

tangan bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan

motorik, persepsi dan kognitif.

Strategi Pengajaran Menulis Permulaan

A. Aktivitas kesiapan menulis permulaan

1. Membiasakan memegang alat tulis

- Mewarnai dengan menggunakan kuas. Ukuran gagang kuas digradasikan

mulai dari kuas yang bergagang besar sampai yang terkecil. Dalam

proses mewanai ini menekankan pada pembiasaan bukan pada hasil

mewarnainya.

- Mencorat-coret dengan spidol besar.

- Menggambar dengan kapur tulis

- Mewarnai dengan pensil warna yang gagangnya berbentuk segitiga.

Page 30: Metode Pembelajaran Menulis

- Bagi anak yang sulit untuk memegang alat tulis karena ada hambatan pada

motorik jarinya maka dapat menggunakan alat bantu khusus, dimana alat

tulis dapat terikat pada genggaman anak.

2. Finger painting. Dalam aktifitas ini dapat digunakan berbagai media dan

warna, dapat menggunakan tepung kanji, adonan kue, pasir dan sebagainya.

Aktifitas ini penting dilakukan sebab akan memberikan sensai pada jari

sehingga dapat merasakan kontrol gerakan jarinya dan membentuk konsep

gerak membuat huruf.

3. Menggunting. Latihan menggunting dapat mengembangkan kemampuan

motorik halus jari tangan, koordinasi mata-tangan, keseimbangan, persepsi

visual dan konsentrasi. Langkah pertama dalam latihan menggunting adalah

anak diperkenalkan dengan cara kerja gunting. Sebagai awal gunakanlah

gunting yang gagangnya ringan dan mudah dibuka-tutu. Awalnya anak boleh

mengggunakan kedua tangannya untuk memegang gagang gunting. Kedua,

ajarkan anak menggunting di antara dua garis lurus. Setelah mahir

menggunting diantara dua garis lurus kemudian tingkatkan dengan garis zig-

zag, melengkung dan melingkar. Ketiga, tahap mahir, yaitu anak

menggunting bebas tetapi rapih. Perlu diperhatikan bagi anak yang

mengalami hambatan motorik sehingga tidak bisa mengkoordinasikan

tangannya untuk memegang kerta sambil menggunting maka ujung kertasnya

diisolatif pada meja. Bagi yang sama sekali tidak dapat menggunakan gunting

maka aktifitas merobek dapat menjadi pilihan.

4. Menulis di udara. Anak-anak diajak beraktifitas menulis atau menggambar

sesuatu di udara dengan tanpa menggunakan media dan alat tulis. Anak

mengacungkan telunjuknya kemudian mulailah gerakkan-gerakan menulis

atau menggambar sesuatu di udara dengan telunjuk itu.

Page 31: Metode Pembelajaran Menulis

5. Melipat. Ajarkan anak melipat kertas mulai dari satu kali lipatan sampai pada

lipatan yang rumit. Lebih menarik lagi jika melipat kertasnya membentu

sesuatu.

6. Menempel. Aktifitas menempel dapat membantu sensasi perabaan dan

koordinasi mata-tangan.

7. Menggambar/menulis di atas media bertekstur.

8. Membuka dan memasangkan mur/baut.

B. Kesiapan menulis huruf

1. Menarik gari. Anak diarahkan untuk melakukan aktifitas menarik garis lurus,

lengkung, dan melinggkar. Pada awalnya arah tarikan garis tidak ditentukan,

selanjutnya jika sudah terbiasa menarik garis tersebut, mulai diarahkan mulai

menarik garis dari kiri ke kanan dan dari atas ke bawah.

2. Membuat bentuk-bentuk bangun datar, persegi, segitiga, dan lingkaran.

3. Menjiplak bentuk-bentuk huruf.

4. Menelusuri garis (tracing).

5. Menyambungkan titik untuk membentuk huruf.

6. Membuat huruf pada buku berpetak besar

7. Membuat huruf pada buku garis tiga

Demikianlah sekilas tentang pengajaran menulis dengan tangan (handwriting).

Semoga uraian yang singkat ini bermanfaat dan dapat memberikan inspirasi

untuk kita semua. Selamat mencoba.

Page 32: Metode Pembelajaran Menulis

*Penulis adalah guru SLB Roudhotul Zannah dan Pendiri SkilSkul Kids Center

Bandung

ERIC Identifier: ED391182 Publication Date: 1996-00-00

Author: Essex, Christopher Source: ERIC Clearinghouse on Reading English and Communication Bloomington IN.

Teaching Creative Writing in the Elementary School. ERIC Digest.

Most children enter school with a natural interest in writing, an inherent need to express themselves in words (Graves, 1983). Couple this with the child's love of stories and nursery rhymes (Who has not seen a goggle-eyed group of kindergartners lost in the world of imagination as their teacher reads them a favorite story or nursery rhyme?) and you have the basis for building an emotionally involving and intellectually stimulating creative writing program for your students. This "Digest' should help teachers with that task.

THE NECESSITY OF CREATIVE WRITING

Tompkins (1982) suggests 7 reasons why children should write stories (these reasons, of course, also apply to writing poetry): 1) to entertain; 2) to foster artistic expression; 3) to explore the functions and values of writing; 4) to stimulate imagination; 5) to clarify thinking; 6) to search for identity; and 7) to learn to read and write.

With these compelling reasons in mind, it is hard to justify not making creative writing an important part of the elementary school classroom day. It is important that the reasons for writing be made clear to administrators and parents, who may automatically categorize creative writing as merely frivolous play, something akin to recess. While writing certainly should be enjoyable, and children should have opportunities to choose their own subjects and methods of writing, the importance of creative writing in developing children's cognitive and communication skills cannot be underestimated (Tompkins, 1982).

By being actively involved with, and actively interrogating their involvement with the elements that make up our written and oral communication, these young writers of fiction will gain an intuitive and intellectual understanding of its operations. This kind of understanding will elude those who merely observe it in its final, polished, professionally produced presentation. Simply put, one can best understand how something is constructed by attempting to put it together yourself.

Page 33: Metode Pembelajaran Menulis

Both the writer of fiction and the writer of nonfiction must put forth a similar kind of questioning of his/her world. Teachers should emphasize that good fiction requires logical consistency and factual accuracy. Creative writers are asking us to believe in their dreams, and this requires that they "get the details right." If a student wants to write a story about a pitcher for the Seattle Mariners, then he/she should know things like: what the stadium looks like, what kind of glove the pitcher wears, how high the mound is, etc. Even stories that are based on fantasy or science fiction, with monsters and space aliens, need to obey various rules of logic; they need to "make sense." For instance, what might the monster eat? What kind of planet would the alien come from? This kind of questioning can open up many new areas of intellectual and emotional interest for student writers of fantasy or science fiction. These are areas that they might not have as easily accessed through other types of writing. Thus, their understanding of their world is deepened.

SUGGESTIONS FOR TEACHING STORY-WRITING

One of the most difficult questions for many creative writing instructors to answer is, "What is a story?" Most children, by the time they reach elementary school, have been exposed, through first being read to, and then by reading on their own, to hundreds of stories, and they may at this point have an intuitive feel for what "seems like a story" and what doesn't. But this "story-sense" will vary in degree for each student, and it is not something that can be relied upon to occur automatically. A sense of what a story is can be reinforced during classroom reading of stories, and also, importantly, in post-story discussion. If students are led in a helpful way in these discussions, they may begin to see similarities and differences between books of different writing styles and content and will begin to form an idea of the forms and structures that stories generally follow.

Taberski (1987) relates her experiences as a second-grade teacher struggling with the difference between her expectations of her students' writing and the reality of it. She set out, as she says, to "research the qualities of good fiction and then develop strategies that young children could use to integrate these qualities into their own writing." Her strategies are similar to those used in graduate-school-level writing workshops, but are tailored to the unique requirements of the elementary-school classroom.

Graves & Hauge (1993) have students take their growing knowledge of story structure and utilize it in their own creative writing, using an easy-to-understand checklist method. Hopefully, once students are used to the self-monitoring checklist, they will internalize some of the general concepts of story structure and rely less on the checklist.

Rensenbrink (1987) offers a slightly different approach which emphasizes children's personal involvement and investment in their writing, and she suggests several activities that will help children keep their natural enthusiasm for writing.

For many children, one of the most enjoyable aspects of writing fiction is that it allows them to create "invisible friends" for themselves in the characters that they invite into

Page 34: Metode Pembelajaran Menulis

their stories. However, to the "outsider" in this relationship--the reader--these characters may come across as flat and one-dimensional, in a word, unrealistic.

Leavell & Ioannides (1993) provide specific suggestions about how to help students create interesting, complex characters. Also, importantly, they describe a method of having children evaluate their own work in regards to the complexity of the characterization.

FEEDBACK

Many teachers, particularly those who did not get to take extensive college coursework in English or creative writing, feel unsure of themselves when confronted with giving feedback on students' creative writing. They do not wish to stifle students' creativity or expression of themselves, and may even feel that appreciation of writing is so subjective that comments that are at all critical may be unfair.

The writing workshop, long a standby of college creative writing programs, can also be adapted to teaching elementary students. Having students read each other's work and comment upon it can help both reader and writer. Writers are provided an audience for their work, and, for many children, comments by their peers will be attended to in ways that teacher comments would not. The reader may pick up on techniques of fiction that might not be apparent from reading a professionally published book, and will have an emotional investment in reading and understanding the work that other kinds of reading do not offer. The writing workshop can further the kind of critical thinking skills that students are already being encouraged to use in other aspects of their learning.

Many teachers report on being surprised at the insightfulness and quality of the peer feedback that is a product of the writing workshop. Of course, as with much student interaction, this feedback needs to be modeled and monitored. Lensmire (1994) comments on his initial experiences teaching 8- and 9-year-olds in the workshop format: "As I shifted control over aspects of the work of literacy to children in this third-grade classroom, children's relations with each other became extremely important for their experiences and writing in the workshop. These relations included the rejection, by children, of members of the other sex as partners in collaborative work, and peer hierarchies granting those girls and boys at the top status and influence, and those at the bottom the brunt of teasing and exclusion." None of this should come as any surprise to one who has regularly worked with children, and this should not be seen as a disincentive to the open sharing of writing in the classroom, but it is important to consider the classroom management implications of creative writing work.

ASSESSMENT

As mentioned above, many teachers view creative writing as "impossible to grade," and think that any form of evaluation is necessarily subjective and therefore often unfair. Related to this belief, they think that if students' work cannot be judged fairly, then there is no way of accurately monitoring their growth and progress. Glazer (1994),

Page 35: Metode Pembelajaran Menulis

acknowledges these worries, but argues that assessment can be practical, useful, and fair, providing that the teacher clearly communicates consistent criteria for the work that will be evaluated, criteria focusing on writing skills such as description, organization, and punctuation, rather than relying on the teacher's general "impression" of the quality of the work, or comparison with other students' work. These criteria can be tailored to specific student strengths and weaknesses, and can be modified as the child's abilities develop. Glazer provides an example of a "framework," a collection of several of these criteria that she uses to assess students' writing.

PUBLICATION

Many teachers look at publication, in some form, as being a useful and satisfying conclusion to a unit of writing fiction. Having a finished version of the student's work can often be a source of pride to the student, and a way to share the specialness of creative writing with his or her family. Publication also provides motivation for a student to do the extra work of revision and proofreading, which they might otherwise be lacking. Greenberg and Shapiro (1987) discuss specific techniques that will help teachers present their students' work in the best, most attractive fashion. Simic (1993) presents other alternatives to publishing as a way of presenting student work to an audience, such as writing competitions and "the author's chair."

REFERENCES

Glazer, Susan Mandel (1994). "Collaborating with Children to Assess Writing Objectively." Teaching K-8, 24(5), 108-09. [EJ 476 516]

Graves, Anne, and Rochelle Hauge (1993). "Using Cues and Prompts to Improve Story Writing." Teaching Exceptional Children, 25(4), 38-40. [EJ 464 063]

Graves, Donald H. (1983). Writing: Teachers and Children at Work. Exeter, NH: Heinemann. [ED 234 430]

Greenberg, Harry, and Nancy Larson Shapiro (1987). "Variations on the Culminating Event." Teachers & Writers Magazine, 19(2), 10-11. [EJ 364 712]

Leavell, Alexandra, and Anne Ioannides (1993). "Using Character Development to Improve Story Writing." Teaching Exceptional Children, 25(4), 41-45. [EJ 464 064]

Lensmire, Timothy J. (1994). When Children Write: Critical Re-Visions of the Writing Workshop. New York: Teachers College Press.

Rensenbrink, Carla (1987). "Writing as Play." Language Arts, 64(6), 59-60. [EJ 360 628]

Simic, Marjorie (1993). "Publishing Children's Writing." ERIC Digest. Bloomington, IN: ERIC Clearinghouse on Reading, English, and Communication. [ED 363 884]

Page 36: Metode Pembelajaran Menulis

Taberski, Sharon (1987). "From Fake to Fiction: Young Children Learn about Writing Fiction." Language Arts, 64(6), 586-96. [EJ 360 627]

Tompkins, Gail E. (1982). "Seven Reasons Why Children Should Write Stories."

Language Arts, 59(7), 718-21. [EJ 269 736]

KIAT-KIAT PENULISAN ARTIKEL ILMIAH

Oleh:Urip Santoso

PendahuluanPenulisan artikel ilmiah dalam jurnal internasional sebenarnya tidak jauh berbeda dengan penulisan artikel ilmiah pada jurnal nasional maupun lokal. Namun barangkali ada sedikit perbedaan yang perlu disampaikan yang akan diuraikan pada makalah ini. Salah satu kriteria artikel ilmiah bertaraf internasional adalah bahwa artikel ilmiah tersebut haruslah diminati oleh dunia internasional. Jadi sifatnya universal. Hanya jurnal-jurnal ilmiah pada bidang tertentu saja (bahasa, budaya dll.) yang dapat memuat tentang artikel ilmiah berskala lokal kedaerahan.Ciri utama jurnal bertaraf internasional adalah menggunakan bahasa internasional, “editorial boards”-nya berasal dari berbagai negara atau paling sedikit mempunyai “consulting editor” dan “reviewer dari berbagai negara serta peredaran jurnal sangat luas di berbagai negara. Namun, sebuah jurnal berskala internasional tidak harus memenuhi semua kriteria tersebut di atas. Kriteria utama jurnal berskala internasional adalah bahwa jurnal tersebut diakui mutunya dan menjadi referensi para ilmuwan internasional. Semakin banyak dan sering ilmuwan internasional menyitasi isi jurnal bagi keperluan tulisan ilmiah internasional maka semakin baik mutu jurnal yang bersangkutan. Jadi, jurnal yang berbahasa Inggris tidak otomatis menjadi jurnal internasional.Mempublikasikan artikel ilmiah pada jurnal bertaraf internasional mempunyai beberapa manfaat antara lain artikel ilmiah sebagai hasil kegiatan penelitian kita dapat dibaca oleh para ahli di seluruh dunia, yang dapat membawa nama kita pribadi dan institusi menjadi harum. Selain itu, berdasarkan peraturan baru tentang persyaratan kenaikkan pangkat dan jabatan dosen, publikasi ilmiah internasional mendapat angka kredit yang besar yaitu 40. DIKTI melalui proyek URGE di masa lalu menyediakan hadiah sebesar sepuluh juta rupiah bagi para penulis yang mampu menerbitkan artikel ilmiah pada jurnal internasional yang berkualitas.

1. Beberapa Definisia. Buku adalah terbitan tercetak tak berkala yang paling sedikit terdiri atas 49 halaman dan terjahit pada satu sisinya serta terlindung dalam sampul sehingga merupakan satu jilid.

Page 37: Metode Pembelajaran Menulis

b. Pamflet adalah terbitan tercetak tak berkala yang paling sedikit terdiri atas 5 tetapi tidak lebih dari 48 halaman.c. Berkala adalah terbitan dengan judul khas yang muncul secara teratur (mingguan, bulanan, triwulanan, tahunan) atau tidak teratur untuk rentang waktu tak terbatas.d. Majalah (magazine) adalah terbitan berkala yang bukan harian, setiap keluar diberi berhalaman terpisah, biasanya diidentifikasikan dengan tanggal dan bukan dengan nomor berseri.e. Jurnal (journal) adalah berkala berbentuk pamflet berseri berisi bahan yang sangat diminati orang saat diterbitkan.f. Buletin (bulletin) adalah berkala resmi yang dikeluarkan lembaga atau organisasi profesi ilmiah serta memuat berita, hasil, dan laporan kegiatan dalam suatu bidang.g. Warkat warta (newsletter) adalah terbitan pendek berisi berita, termasuk kemajuan keilmuah yang berisi catatan singkat yang mengutarakan materi secara umum dan tidak mendalam.h. Risalah (proceeding) berisi catatan jalan pertemuan, beserta pembahasan yang terjadi, dan transaksi yang mumuat makalah yang dibacakan dalam pertemuan ilmiah termaksud.i. Majalah teknis ilmiah adalah berkala ilmiah yang berisi laporan hasil dan temuan baru penelitian.j. Berkala semi ilmiah adalah majalah sekunder yang memuat tulisan teknis dengan cakupan yang bersifat siklopedia dan ditujukan buat kalangan terpelajar yang buka ahli dalam bidang termaksud,k. Berkala penyari (abstracting journal) adalah berkala sekunder yang hanya berisikan abstrak atau ringkasan majalah primer.l. Berkala tinjauan (review journal) adalah berkala yang memuat pembahasan berbagai artikel ilmiah sejenis untuk memberikan gambaran kemajuan menyeluruh suatu topik.m. Majalah populer adalah berkala yang berisi tulisan ilmiah untuk orang awam.

Artikel dalam sebuah jurnal dapat dibagi menurut jenisnya yaitu artikel asli (original papers atau regular papers), artikel tinjauan (review papers), catatan penelitian (research note) dan surat pembaca (letter to the editor).Artikel asli biasanya merupakan artikel ilmiah hasil penelitian, atau dapat berupa konsep-konsep asli yang dikembangkan dari artikel-artikel ilmiah yang dipublikasikan. Artikel tinjauan biasanya merupakan artikel ilmiah yang disusun berdasarkan telaah pustaka. Artikel tinjauan biasanya ditulis oleh para pakar atas permintaan editor. Catatan penelitian merupakan laporan ringkas tentang penelitian yang secara ilmiah sangat penting untuk segera dipublikasikan. Surat pembaca biasanya merupakan komentar yang membangun terhadap artikel-artikel yang dipublikasikan dalam suatu jurnal. Penulis dapat memberikan jawaban atau penjelasan atas komentar pembaca.

2. Pemilihan Jurnal IlmiahSetelah selesai melakukan penelitian, maka seorang peneliti harus dapat menentukan derajat keaslian sumbangan ilmiahnya, dapat menentukan keterkaitan dan ruang lingkup disiplin ilmu yang tertarik akan hasilnya, serta macam masyarakat ilmiah yang berminat akan simpulan yang dihasilkan.Macam media mana yang dipilih untuk menerbitkan temuan ilmiah tersebut harus sudah ditentukan dengan baik sebelum naskah ditulis. Cara yang paling sederhana adalah pergi

Page 38: Metode Pembelajaran Menulis

keperpustakaan untuk mendapatkan jurnal ilmiah yang sesuai dengan bidang ilmu kita. Pertama-tama kita baca keterangan dalam halaman dalam depan atau belakang atau dalam Instuction for Authors tentang cakupan bidang ilmu yang sesuai dengan jurnal tersebut. Jika di perpustakaan tidak ada, maka dapat berkonsultasi dengan kolega kita di lembaga lain untuk membicarakan ke jurnal mana artikel tersebut paling tepat dikirim. Survey mengenai jurnal ilmiah juga dapat dilakukan melalui internet.Seorang pemula mungkin akan mengalami kesulitan untuk memilih jurnal yang tepat jika tersedia banyak pilihan. Sebagai patokan mulailah mempertimbangkan kemungkinan untuk memasukkannya ke dalam berkala superspesialis. Jika setelah dinilai belum cukup mendalam, maka lanjutkan penjajakan ke berkala spesialis cabang ilmu yang melingkupinya. Sebagai alternatif terakhir baru kemudian persiapkan artikel untuk berkala bidang ilmunya.Dianjurkan untuk tidak menerbitkan hasil temuan kita pada majalah atau jurnal yang merupakan bunga rampai bermacam ilmu. Berkala seperti ini tidak akan sampai ke tangan ilmuwan sebidang.

3. Instruction for AuthorsSetelah diperoleh jurnal yang tepat, segera simaklah gaya penyajiannya dengan membaca beberapa tulisan yang dimuat dalam nomor-nomor atau jilid terakhir. Perhatikan pula tentang “Objective of the Journal” yang biasanya memuat tentang cakupan bidang ilmu yang diutamakan, jenis karya tulis yang diminta (artikel asli saja, artikel tinjauan saja, atau kedua-duanya). Setelah itu pelajari Instruction for Authors pada jurnal tersebut.Pemunculan “Instruction for authors” untuk setiap jurnal berbeda-beda. Jika pedoman tersebut pendek biasanya ditulis pada setiap satu nomor penerbitan jurnal. Akan tetapi jika panjang biasanya ditulis sekali dalam satu tahun, bisa pada awal tahun atau akhir tahun. Jika tidak dapat diperoleh di perpustakaan maka kita dapat mengirim surat ke Editor in Chief atau Technical Editor untuk mendapatkannya.

4. Penulisan ArtikelKita harus membaca pedoman penulisan artikel dengan hati-hati agar tidak terjadi kesalahan. Memang derajat pedoman tersebut berbeda-beda pada setiap jurnal dari yang hanya garis besar saja sampai dengan yang sangat rinci.Informasi umum yang diberikan dalam panduan penulisan itu adalah format penulisan (ukuran dan jenis kertas, spasi, penomoran halaman, jumlah baris per halaman, margin dan penomoran setiap baris tulisan), penulisan title page (judul artikel, penulis berserta alamatnya, alamat korespondensi dan permintaan reprint), penulisan badan artikel.Kita harus memperhatikan format pada jurnal terpilih. Sering terjadi editor menolak suatu artikel ilmiah dikarenakan tulisan tersebut tidak memenuhi persyaratan format yang telah ditentukan. Oleh sebab itu format harus dicermati.Hal yang pertama yang harus diperhatikan adalah ukuran dan jenis kertas. Pada umumnya ukuran yang digunakan adalah A4 atau letter dengan berat 80 gram. Setelah itu perhatikan ukuran spasi (biasanya 2 spasi), ukuran marjin kiri, kanan, atas dan bawah (bervariasi tergantung jurnal), ukuran font (paling sedikit 10 point), petunuk penomoran halaman (atas atau bawah, kanan, tengah atau bawah), batas jumlah halaman yang diijinkan, jumlah baris per halaman (biasanya 20-25 baris). Hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa setiap baris pada setiap halaman diberi penomoran pada sisi kiri kertas.

Page 39: Metode Pembelajaran Menulis

Penomoran baris sangat penting sebagai rujukan bagi reviewer atau editor serta penulis pada waktu memberi jawaban atas ulasan yang diberikan oleh reviewer. Selain itu, perlu diperhatikan boleh tidaknya pemenggalan kata dan penggunaan right justification. Kadang sebuah jurnal juga menentukan jenis huruf yang digunakan.4.1. Penulisan Title PagePada tittle page (lihat lampiran 2) biasaya ditulis judul artikel, nama penulis dan alamat lembaga dimana penelitian itu dilakukan, dan alamat penulis korespondensi. Umumnya Running head little yaitu judul artikel dalam bentuk singkat (yang nantinya akan muncul pada halaman tertentu pada artikel yang telah dicetak bersama dengan nama penulis) juga dicantumkan pada halaman judul ini. Cara penulisan halaman judul ini untuk setiap jurnal berbeda-beda.Pada halaman judul ini perlu diperhatikan apakah judul ditulis tebal, miring, huruf kapital atau huruf kecil. Secara umum judul ditulis paling atas dan di tengah-tengah. Ada jurnal yang menentukan judul dicetak tebal, nama penulis dan alamat dicetak miring. Selain itu, perlu diperhatikan penggunaan ukuran huruf. Justifikasi judul, nama penulis dan alamat juga perlu diperhatikan.Alamat penulis dalam jurnal bertaraf internasional adalah lembaga yang betul-betul memberi sumbangan dan ikut ambil bagian dalam penelitian. Sebagai contoh, seorang dosen melanjutkan pendidikan S3 di Universitas Andalas. Setelah lulus ia pulang kembali ke institusi dimana ia bekerja. Jika ia mempublikasikan hasil penelitiannya, maka alamat penulis adalah Universitas Andalas. Penulis dapat mencantumkan alamat sekarang (alamat dimana ia bekerja) pada catatan kaki.Judul biasanya diminta sesingkat mungkin tetapi mencerminkan isi dari artikel ilmiah termaksud. Singkatan biasanya tidak dianjurkan dalam judul. Jumlah huruf pada running head bervariasi (biasanya tidak lebih dari 55 huruf ).Nama penulis yang dicantumkan biasanya yang benar-benar memberikan kontribusi pada penelitian tersebut. Memang tidak ada patokan yang berlaku. Bisa saja, pencantuman nama penulis tergantung pada kesepakatan di antara penulis. Jika penulis lebih dari satu, maka cantumkan penulis yang bertanggungjawab dalam surat-menyurat. Biasanya penulis atau peneliti senior. Peneliti senior tidak harus sebagai penulis utama.4.2. Abstract dan KeywordsFormat abstrak juga bervariasi, sehingga kita harus benar-benar teliti membaca pedoman penulisan pada jurnal tersebut yang meliputi format (kapital atau tebal, center atau pada baris baru yang diikuti oleh kalimat pertama abstrak, spasi). Pada umumnya, jurnal meminta abstrak ditulis pada halaman terpisah. Untuk mempermudah, sebaiknya kita memperhatikan contoh artikel terbaru.Secara umum, abstrak ditulis dalam satu paragraf yang berisi tujuan penelitian, materi dan metodologi penelitian, hasil utama penelitian, kesimpulan dan kata kunci (key words). Jika artikel tersebut berupa tinjauan pustaka, abstrak berisi tentang latar belakang, hasil utama berupa temuan teoritik, kesimpulan dan kata kunci. Pada abstrak biasanya tidak terdapat pembahasan, tabel, pustaka, sitasi, dan gambar. Singkatan biasanya diperbolehkan dalam abstrak.Abstrak inilah yang biasanya digunakan dalam abstracting yang akan disebarluaskan baik secara elektronik maupun cetak. Oleh sebab itu kita harus mampu mengungkapkan hasil penelitian kita secara menyeluruh sehingga pembaca bisa menangkap isi artikel tanpa harus mengacu ke artikel yang lengkap. Pembaca yang tertarik biasanya akan mencari

Page 40: Metode Pembelajaran Menulis

artikel lengkapnya.Jumlah kata maksimum dalam abstract umumnya dibatasi antara 100 dan 250 kata. Namun ada juga jurnal yang memberi batasan sampai dengan 400 kata. Satu kata ditetapkan sebagai kumpulan karakter yang diapit oleh space. Abstract ditulis dengan kalimat past tense, dan umumnya tidak diperkenankan lagi mengulangi judul artikel dalam isi abstract. Abstract biasanya akan ditutup dengan kata kunci (keywords).Kata kunci sangat penting dalam pengideksan artikel. Jika pembaca ingin mencari artikel dengan kata kunci, maka salah satu kata kunci yang kita tulis akan bisa membuka artikel tersebut. Oleh sebab itu, kita harus memilih kata kunci yang paling baik mewakili topik yang dibahas. Jumlah kata kunci bervariasi dari 3-6. Tata cara penulisan key words bervariasi. Ada jurnal yang menuliskan kata kunci berdasarkan urutan abjad. Ada juga yang berdasarkan urutan dimulai dari kata kunci spesifik sampai dengan kata kunci umum atau sebaliknya. Ada juga yang dimulai dari kata kunci yang paling penting sampai dengan yang kurang penting atau sebaliknya. Lihat contoh abstract pada lampiran 3.4.3. IntroductionBagian ini mengandung isi sebagai pengantar yang berisi justifikasi penelitian, hipotesis dan tujuan penelitian. Jika artikel berupa tinjauan pustaka, maka pendahuluan berisi latar belakang yang memuat tentang pentingnya “permasalahan” tersebut diangkat, hipotesis (jika ada) dan tujuan penulisan artikel. Pada bagian ini pustaka hanya dibatasi pada hal-hal yang paling penting. Perlu diperhatikan metode penulisan pustaka rujukan sesuai dengan contoh artikel atau ketentuan dalam Instruction for authors. Jumlah kata dalam bagian ini juga kadang dibatasi jumlah katanya. Ada juga jurnal yang membatasi jumlah referensi yang dapat disitir pada pendahuluan, tidak lebih dari tiga pustaka. Tidak dibenarkan membahas secara luas pustaka yang relevan pada pendahuluan. Pada sebagian besar jurnal Introduction ditulis dalam kalimat present tense. Perlu diperhatikan apakah “introduction” ditulis segera setelah abstract, atau harus pada halaman baru.4.4. Materials and MethodsBagian ini bisa dibagi menjadi beberapa subheading untuk lebih rapi. Dalam bagian ini umumnya tidak dibatasi jumlah kata atau panjang tulisan, sehingga kita akan lebih leluasa menjelaskan materi dan metodologi yang digunakan. Perlu diketahui bahwa para reviewer akan banyak menekankan pemeriksaan pada materi dan metode ini. Karena, kevalidan hasil yang kita peroleh ditentukan oleh penggunaan materi dan pendekatan metodologi yang digunakan. Oleh sebab itu, kita harus menulis secara lengkap jenis materi dan metodologi yang kita lakukan dalam penelitian, sehingga reviewer bisa memahami prosedur yang digunakan dalam penelitian.Dalam bagian ini kita bisa menyajikan tabel, skema atau gambar untuk memperjelas dan meringkas informasi yang akan ditulis. Bagian ini ditulis dengan kalimat past tense.Jika kita merujuk metode dari hasil penelitian orang lain, maka kita tidak perlu menuliskannya secara mendalam. Cukup ditulis bahwa pengukuran “apa” menggunakan metode “siapa”.Contoh:a. Dry matter, crude protein and total ash were determined according to AOAC (1990).b. Neutral detergent fiber, acid detergent fiber, acid detergent lignin and hemicellulose were determined as described by Van Soest et al. (1991).Hal ini juga berlaku bagi model analisis statistik. Kita tidak perlu mencantumkan model

Page 41: Metode Pembelajaran Menulis

matematikanya.Contoh:The effect of two season i.e. spring and winter on the nutrient composition and in situ DMD was analysed using a t-test (Steel and Torrie, 1980).Dalam artikel tinjauan, biasanya tidak dicantumkan materi dan metode penulisan yang digunakan.4.5. Results and DiscussionSetiap jurnal mempunyai pola yang baku atau yang fleksibel dalam bagian ini. Ada jurnal yang memisahkan Results dari Discussion, atau menyatukannya, dan ada pula yang menyerahkannya kepada penulis sesuai dengan kenyamanan dalam penyajiannya.Jika Results terpisah, bagian ini hanya menyajikan hasil penelitian tanpa membahasnya. Keuntungan cara ini adalah pembahasan bisa lebih terarah dan menyeluruh karena bisa membahas variabel atau parameter yang saling berhubungan sekaligus. Keburukannya adalah bahwa dalam membahas kita cenderung memulai lagi sedikit dengan hasil, sehingga akan mengulang lagi apa yang sudah disajikan dalam hasil.Jika results digabung dengan discussion, pembahasan bisa langsung mengikuti penyajian hasil. Keuntungan cara ini adalah setiap hasil langsung dibahas, sehingga tidak perlu menyinggung lagi jika membahasnya. Keburukkannya adalah kita cenderung mengulang pembahasan yang saling berkaitan. Namun untuk menulis pada salah satu cara di atas kita bisa menggunakan teknik yang baik sehingga penyajian hasil dan pembahasan bisa lebih menarik.Dalam penyajian results ungkapkan hasil yang diperoleh secara jelas dan lugas tanpa komentar. Pembaca diundang untuk mengambil kesimpulannya sendiri, kemudian membandingkannya dengan pernyataan penulis setelah pembaca sampai pada bagian discussion. Sajikan data terpilih dengan ringkas. Pada tahap ini, penulis sebaiknya membentuk argumen yang akan menjadi tulang punggung discussion. Dengan demikian, hal-hal pokok dalam results perlu diberi penekanan. Pada bagian results, biasanya digunakan kalimat past tense yang sederhana. Untuk penyajian data yang sederhana gunakan tabel. Untuk data yang rumit dan banyak gunakan gambar. Tidak dibenarkan menyajikan gambar dari tabel yang telah disajikan. Rataan angka yang disajikan dalam tabel dan gambar pada sebagian besar jurnal internasional disertai oleh ukuran penyebaran seperti SD, SE.Results harus ditulis secara sistematis. Kita tulis hasil mulai dari hasil utama baru diikuti oleh data atau hasil pendukungnya atau sebaliknya, dari data pendukung baru ke hasil utamanya.Pada umumnya jurnal internasional tidak menginginkan bahasa statistik ditulis dalam teks hasil. Sebagai contoh kalimat “Body weight was significantly affected by treatments (P<0,01)” adalah kalimat statistik, yang sangat sulit dipahami oleh pembaca. Oleh sebab itu sebaiknya tulis saja secara langsung, misalnya “Probiotik supplementation at level of 1% significantly increased body weight of broiler chickens (P<0,01)”.Dalam bagian discussion yang perlu kita bahas adalah hasil tersebut apakah menerima atau menolak hipotesis yang kita kemukakan. Jadi disini dibahas kenapa hipotesis diterima atau ditolak. Biasanya discussion akan ditutup dengan kesimpulan jika tidak ada heading khusus untuk kesimpulan.Agar discussion menarik untuk dibaca, maka mulailah dengan kata-kata kunci. Demikian pula setiap paragraf sebaiknya dibuka dengan kalimat topik yang membawa gambaran

Page 42: Metode Pembelajaran Menulis

jelas kepada pembaca. Sebaiknya discussion dirancang dengan argumen yang kuat. Ini akan memberikan kesempatan kepada penulis untuk merangsang minat pembaca, sehingga pembaca tertarik untuk membaca seluruh artikel. Spekulasi dapat dibenarkan dalam discussion sepanjang didukung oleh argumen yang kuat.Kutipan dalam discussion sangat penting untuk memperkuat argumentasi penulis. Kutipan harus memberikan informasi yang benar. Hal ini sangat penting bagi pembaca yang ingin mengikuti argumen penulis dengan seksama, agar dengan tepat menemukan apa yang dicarinya dalam artikel asli sesuai dengan pengarahan penulis.Acuan mempunyai banyak kegunaan, antara lain dapat dijadikan otoritas tertinggi yang menjadi dasar argumen. Acuan dapat menjadi otoritas sementara yang keabsahannya menjadi tantangan pembaca, atau bahkan ternyata salah sama sekali. Mungkin saja penulis dapat memberikan penekanan pada waktu penulisan kutipan dalam teks. Perhatikan beberapa pernyataan berikut:“Semua bakteri aerobil peka terhadap umtomycin (Burhan, 1979).”Pernyataan ini menyiratkan bahwa konsep tersebut dapat diterima. Burhan adalah orang pertama yang mengemukakan, dan penulis menyetujuinya.“Burhan (1979) menemukan bahwa semua bakteri aerobik peka terhadap umptomycin.”Pernyataan ini menyiratkan konsep yang kurang dikenal, Burhan yang menyimpulkan, dan penulis setuju dengan pendapatnya.Burhan (1979) menyatakan bahwa semua bakteri aerobik peka terhadap umptomycin.”Dalam kalimat ini tersirat bahwa pendapat Burhan mungkin bertentangan dengan pendapat umum, dan penulis untuk sementara tidak menentukan pilihan dalam masalah ini.4.6. Conclusion atau Implication atau SummaryDalam conclusion sarikan apa yang menjadi hasil utama penelitian (menolak atau menerima hipotesis) dalam kalimat yang sederhana. Hindari kalimat berbau statistik. Conclusion disusun berdasarkan fakta yang ditemukan dalam penelitian.Beberapa contoh conclusion1. Basing on the quality and quality of meat and wool produced it may be concluded that CSM may serve as suitable substitute to replace at least 50% of costly and scarce DPNM in the diets of growing lambs reared for meat and wool production.2. It can be concluded that both Jackfruit and Flemingia are potential supplements for goats fed grasses and CWSC.Implikasi penelitian ditulis untuk memperjelas manfaat atau sumbangan yang dihasilkan dari penelitian. Saran penelitian lebih lanjut dapat dikemukakan pada bagian ini.Beberapa contoh implications1. The results of both experiments suggest that this carbohydrate by-product can replace at least 50% of the total lactose in phase I and phase II diets without having a detrimental effect on pig performance. This by-product may be an economical alternative to lactose in starter pig diets.2. Supplementing Phytezyme to an corn-wheat-soybean meal diet for growing pigs increased growth performance and nutrient digestibility. The present experiment demontrates the potential for complete replacement of inorganic phosphorus addition by Phytezyme to maximize performance and nutrient availability.3. Extrusion cooking would be a way to improve the stability of rice bran. Feeding rancid rice bran gives negative effects on growth performance and pork quality in growing-

Page 43: Metode Pembelajaran Menulis

finishing pigs. Therefore, it is very important to use rice bran as a feed ingredient when it is fresh or stabilized.4.7. AcknowledgementUcapan terima kasih biasanya ditempatkan pada akhir tulisan sebelum daftar pustaka. Biasanya yang perlu disebutkan adalah penyandang dana. Berikan nomor kontraknya jika ada, karena ini juga nanti sebagai dokumentasi bagi pemberi dana bahwa penelitian yang dibiayai telah dipublikasikan di tingkat internasional.Ucapan terimakasih juga dapat diberikan kepada perorangan, lembaga atau kelompok yang telah memberi bantuan teknis dan saran. Ucapan terimakasih sebaiknya ditulis dengan sederhana.Beberapa contoh acknowledgments.1. This study was supported by a research grant for food and meat products from the Ito Memorial Research Foundation, Tokyo, Japan. We also thank the Livestock Improvement Association of Miyazaki Prefecture, and Miyazaki Prefectural Meat Inspection Center of Miyakonojo-Devision, for providing frozen semen and the ovaries.2. This work was supported in part by a grant from the Council of Agriculture, Executive Yuan [#81 Rural Restruction-12.1-AID-67(43)].3. The autrhors thank Dr. D. H. Min in Michigan State University and Prof. L. D. Muller in Pennsylvania State University for advice in writing of this manuscript. This study was supported in part by Kangwon National University.4. This work was supported in part by a grant from the Korea Science and Enginering Foundation (KOSEF 951-0607-011-2) to YSK.5. The authors would like to thank the National Science Council of the Republic of China for financial support of this experiment under Contract No. NSC 84-2321-B-021-010.4.8. ReferencesPenulisan daftar pustaka bervariasi tergantung kepada format setiap jurnal. Untuk itu, kita harus mengacu kepada pedoman penulisan pada jurnal tersebut. Secara umum, penyusunan daftar pustaka terdiri atas dua jenis, yaitu dengan cara penomoran dan penyusunan secara alfabetis. Daftar pustaka yang digunakan diutamakan dari artikel-artikel yang telah dipublikasikan secara internasional. Daftar pustaka dari publikasi nasional dapat digunakan pada jumlah terbatas. Tesis dan disertasi dapat pula digunakan sebagai daftar pustaka. Kadang subuah artikel ditolak karena daftar pustaka hanya berasal dari hasil penelitian yang tidak dipublikasikan, seperti misalnya laporan penelitian, atau hanya berasal dari publikasi lokal.4.9. Penulisan TabelDalam penerbitan jurnal internasional, tabel selalu ditulis dalam halaman terpisah dari teks, biasanya setelah daftar pustaka. Tabel diberi nomor urut mengikuti angka arab, dan setiap tabel diketik dalam halaman terpisah. Sebelum membuat tabel perhatikan dulu format yang ada pada contoh artikel terbaru.Umumnya garis horisontal sepanjang halaman yang diperbolehkan hanya tiga, yaitu pada bagian atas (judul kolom) dan satu pada penutup tabel. Garis vertikal sama sekali tidak diperbolehkan.Judul tabel biasanya ditempatkan di atas tabel. Perhatian format penulisan judul tabel. Sistem penulisan satuan variabel yang ditabulasikan juga perlu diperhatikan dengan cermat.Syarat yang selalu ditekankan dalam pembuatan tabel adalah bahwa pembaca bisa

Page 44: Metode Pembelajaran Menulis

memahami dan menginterpretasikan tabel itu sendiri tanpa harus membaca teks. Susunlah data pada tabel sesuai dengan urutan penyajian dan pembahasan dalam teks. Kelompokkan data sejenis dalam satu tabel.4.10. Figure Legends atau Judul GambarBiasanya judul gambar dilampirkan setelah tabel. Tuliskan judul gambar dalam halaman terpisah dari gambarnya. Jika ada beberapa gambar, bisa diberi nomor dan judulnya dan mengetiknya dalam satu halaman. Perhatikan format penulisan judul gambar pada artikel contoh.4.11. FigureGambar digunakan untuk menyajikan data yang sangat banyak. Setiap gambar dicetak pada halaman terpisah. Untuk tidak membingunkan, tuliskan nomor gambar dan nama penulis dibalik (halaman belakang) gambar tersebut. Selain itu, untuk gambar yang tidak langsung kelihatan mana bawah dan atas, harus ditunjukkan di margin gambar tersebut dengan pensil. Karena gambar tidak disertai dengan judulnya, jangan sampai salah memberikan nomor di belakang gambar atau salah mengurutnya dalam teks.

5. Pengiriman ArtikelSetelah artikel selesai ditulis dengan baik, sekali lagi periksa kelengkapan dan kesesuaian dengan format. Yang penting diperhatikan adalah aturan bahasa yang digunakan apakah sudah sesuai, dan apakah ejaaannya benar. Jika perlu, sebelum kita mengirimkan naskah tersebut ke jurnal yang dituju, ada baiknya kita mintakan kolega kita di dalam dan di luar negeri untuk membacanya dan memberikan komentar. Pada sebagian besar jurnal internasional, penulis yang bukan “native speaker” biasanya disarankan agar naskahnya dikoreksi pemakaian bahasanya oleh “native speaker”. Hal ini untuk menghindari pemakaian bahasa asing yang tidak standar. Sering terjadi, artikel ditolak karena pemakaian bahasa asing yang tidak standar. Jika sudah siap, maka artikel diperbanyak sesuai dengan permintaan dan mengirimkannya ke Editor-in-Chief. Setelah artikel difotokopi, maka sekali lagi periksa kelengkapan halaman. Buatlah surat pengantar yang memohon redaktur untuk mempertimbangkan penerbitan atikel anda, lengkap beserta alamat lengkap untuk keperluan surat-menyurat. Selain itu, sejumlah jurnal juga mensyaratkan adanya “surat pernyataan” dari semua peneliti yang isinya tentang persetujuan antar peneliti tentang isi artikel, keaslian hasil penelitian/tulisan, dan pernyataan lain yang dipersyaratkan.Artikel dikirim beserta kelengkapannya. Artikel dibungkus dalam amplop besar (artikel jangan dilipat) dan kuat.

6. Pengembalian Artikel oleh Editor-in-ChiefBiasanya setelah artikel tersebut diterima oleh Editor-in-Chief, mereka akan mengirimkan surat pemberitahuan bahwa artikel tersebut telah sampai di meja redaksi (received) yang biasanya disertai nomor yang diberikan oleh editor ke artikel tersebut. Dalam beberapa bulan, artikel akan dikembalikan oleh Editor-in-Chief dengan dua kemungkinan. Yang pertama artikel ditolak sama sekali, atau diterima (accepted) yang umumnya dengan perbaikan. Artikel dapat diperbaiki sesuai dengan komentar reviewer jika kita setuju. Kita dapat tidak setuju dengan komentar reviewer dengan mengemukakan alasan ilmiahnya.

Page 45: Metode Pembelajaran Menulis

7. Perbaikan ArtikelArtikel yang telah dikembalikan untuk diperbaiki biasanya disertai dengan lembaran komentar reviewer yang bisa bersifat umum dan spesifik. Selain itu juga Editor-in-Chief juga menambahkan beberapa catatan dan perbaikan pada artikel. Perbaiki artikel sesuai dengan saran dan komentar serta koreksian yang diberikan. Biasanya kita diminta untuk memberikan jawaban secara rinci baris demi baris apa.Disini kita dapat tidak setuju dengan saran para reviewer, dengan mengemukakan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Disini kita juga dapat menambahkan hal-hal yang kita anggap penting, meskipun tidak ada saran dari para reviewer.

8. Pengiriman Kembali ArtikelSetelah semua diperbaiki, kita kirim kembali artikel tersebut beserta jawaban atau komentar kita terhadap saran para reviewer, yang biasanya disertai dengan artikel yang lama yang berisi koreksian. Perhatikan surat dari Editor in Chief berapa kopi kita harus mengirim. Jika tidak ada surat pemberitahuan yang meminta artikel diperbaiki kembali, maka kita tinggal menunggu galley proof. Pada saat revisi terakhir biasanya kita juga diminta untuk mengirimkan artikel elektronik dalam disket, sehingga proses setting lebih cepat.

9. Pemeriksaan Galley Proof, Penyelesaian Administrasi dan Pemesanan ReprintsSetelah artikel diterima, proses setting akan dilakukan. Artikel akan diketik sesuai dengan format cetak halaman jurnal tersebut. Walaupun page layout untuk tabel dan grafik mungkin belum seperti bentuk akhir pada saat dicetak. Hasil setting seperti inilah yang disebut galley proof. Jika proof sudah diterima, maka koreksilah dan kirim kembali. Biasanya galley proof harus dikirim dalam waktu 24-48 jam setelah diterima. Jadi proof sebaiknya dikirim lewat faks atau EMS (express mail service).Perbaikkan proof biasanya hanya diperkenankan yang berkaitan dengan kesalahan yang tidak fatal seperti salah ketik, atau perlu ditambahkan kata imbuhan. Tidak dibenarkan untuk mengubah pernyataan, mengganti kalimat dll. Oleh sebab itu, yakinkan tidak ada kesalahan yang prinsip pada draft artikel terakhir.Pada saat pengiriman galley proof, Editor-in-Chief juga mengirimkan formulir untuk pemesanan reprints dan faktur untuk pembayaran page charge. Page charge ini harus dibayarkan bersamaan dengan pengiriman kembali galley proof. Ada sebagian jurnal yang mensyaratkan bahwa pada saat pertama kali pengiriman artikel disertai dengan pengiriman “biaya koreksi”. Kita dapat tidak membayar “biaya koreksi” tersebut dengan membuat pernyataan tertulis bahwa “anda” tidak mempunyai dana untuk keperluan tersebut. Setelah artikel sampai pada tahap “galley proof dan ada permintaan biaya publikasi, penulis dapat mengajukan bebas biaya dengan melampirkan surat pernyataan dari lembaga tempat kerja penulis bahwa tidak ada dana untuk keperluan publikasi. Selesailah proses pembuatan artikel dan kita tinggal menunggu reprints yang dipesan. Reprints dapat kita kirimkan kepada kolega kita di dalam maupun di luar negeri.

Daftar PustakaAnimal Science and Technology. 1998. Japanese Society of Zootechnical Science, Japan.

Page 46: Metode Pembelajaran Menulis

Animal Science Journal. 1999.Instrictions to Authors. Japanese Society of Zootechnical Science, Japan.

Asian-Australasian Journal of Animal Science. 2003. Guide for authors. AAAP, Korea.

Japanese Poultry Science. 1995. Japan Poultry Science Association, Japan.

Journal of Nutritional Science and Vitaminology. 1998.Instrictions to authors. Center for Academic Publications, Japan.

Haryanto, A. G., H. Ruslijanto, D. Mulyono. 2000. Metode Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah. Penebit Buku Kedokteran, Jakarta.

Lindsay, D. 1988. A Guide to Scientific Writing. (Penerjemah S. S. Achmadi). UI-Press, Jakarta.

Manalu, W. 1999. Penulisan artikel ilmiah pada jurnal ilmiah internasional. Makalah Pelatihan Penatar Penulisan Artikel Ilmiah di Perguruan Tinggi, DIKTI, Jakarta.

Nafiah, A. H. 1981. Anda Ingin Jadi Pengarang? Usaha Nasional, Surabaya.

Poltry Science. 1999. Poultry Science Association, U S A.

Purbo-Hadiwidjojo, M. M. 1993. Menyusun Laporan Teknik. Penerbit ITB, Bandung.

Rifai, M. A. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan dan Penerbitan Karya Ilmiah Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.

Santoso, U. 1998. Penyusunan penulisan ilmiah populer. Pelatihan penulisan ilmiah populer bagi mahasiswa, Bengkulu.

World’s Poultry Science Journal. 1994.Notes for Contributors. The World’s Poultry Science Association, UK

----------------

http://uripsantoso.wordpress.com/2008/06/04/kiat-kiat-penulisan-artikel-ilmiah-dalam-jurnal-ilmiah-internasional/

-------------

…………………………

Menulis Artikel Ilmiah Populer

Page 47: Metode Pembelajaran Menulis

Submitted by team e-penulis on Sen, 19/11/2007 - 12:12pm.

Disusun oleh: R.S. Kurnia

1. MENULIS ARTIKEL 1. Menulis dan Mengarang

Ada suatu pandangan tradisional yang menyebutkan bahwa menulis dan mengarang adalah dua kegiatan yang berbeda, meski sama-sama berkenaan dengan aspek kebahasaan. Kegiatan menulis sering diasosiasikan dengan ilmu yang sifatnya faktual, sedangkan kegiatan mengarang selalu diasosiasikan dengan karya sastra yang fiksional (Kamandobat 2007). Dengan kata lain, kegiatan menulis mutlak membutuhkan studi ilmiah, sedangkan kegiatan mengarang tidak.

Pandangan tersebut tentu tidak benar. Kita tentu ingat novel "Da Vinci Code" yang menggemparkan. Lalu kita juga mungkin masih ingat "The Origin of Species" karya Charles Darwin. Keduanya berasal dari ranah yang berbeda, namun masing-masing disajikan dengan bahasa yang terkesan ilmiah dan literer.Akan tetapi, ada satu hal yang membedakan keduanya. Hal tersebut ialah dalam hal penekanannya. Meskipun sebuah karya tulis disajikan dengan bahasa literer, bila penekanannya menjurus ke bidang keilmuan -- termasuk ilmu sastra -- kita bisa mengelompokkannya ke dalam kegiatan menulis. Demikian sebaliknya, kegiatan menghasilkan karya tulis yang lebih bernuansa fiktif, meski terkesan faktual, bisa disebut sebagai kegiatan mengarang.

2. Menulis Artikel Ada sejumlah pengertian mengenai artikel. Berikut beberapa di antaranya.Artikel merupakan karya tulis lengkap, misal laporan berita atau esai di majalah, surat kabar, dan sebagainya (KBBI 2002: 66).Artikel adalah sebuah karangan prosa yang dimuat dalam media massa, yang membahas isu tertentu, persoalan, atau kasus yang berkembang dalam masyarakat secara lugas (Tartono 2005: 84).Artikel merupakan:

1. karya tulis atau karangan; 2. karangan nonfiksi; 3. karangan yang tak tentu panjangnya; 4. karangan yang bertujuan untuk meyakinkan, mendidik, atau

menghibur;5. sarana penyampaiannya adalah surat kabar, majalah, dan

sebagainya; 6. wujud karangan berupa berita atau "karkhas" (Pranata 2002: 120).

2. MENULIS SECARA ILMIAH POPULER Pada dasarnya, ada beberapa jenis model penulisan artikel. Model-model tersebut bisa dikelompokkan kepada tingkat kerumitannya. Model yang paling mudah ialah model penulisan populer. Tulisan populer biasanya tulisan ringan yang tidak

Page 48: Metode Pembelajaran Menulis

"njelimet" dan bersifat hiburan. Termasuklah di dalamnya gosip. Selain itu, bahasa yang digunakan juga cenderung bebas (perhatikan, misalnya, bahasa yang digunakan di majalah GetFresh!). Model yang paling sulit ialah penulisan ilmiah. Model ini mensyaratkan objektivitas dan kedalaman pembahasan, dukungan informasi yang relevan, dan biasa diharapkan menjelaskan "mengapa" atau "bagaimana" suatu perkara itu terjadi, tanpa pandang bulu dan eksak (Soeseno 1982: 2). Dari aspek bahasa, tentu saja tulisan ilmiah mensyaratkan bahasa yang baku.Meski demikian, ada satu model penulisan yang berada di tengah-tengahnya. Model tersebut dikenal dengan penulisan ilmiah populer dan merupakan perpaduan penulisan populer dan ilmiah. Istilah ini mengacu pada tulisan yang bersifat ilmiah, namun disajikan dengan cara penuturan yang mudah dimengerti (Soeseno 1982: 1; Eneste 2005: 171). Model inilah yang digunakan dalam publikasi Yayasan Lembaga SABDA pada umumnya.

3. JENIS-JENIS ARTIKEL Ada beberapa jenis artikel berdasarkan dari siapa yang menulis dan fungsi atau kepentingannya (Tartono 2005: 85-86). Berdasarkan penulisnya, ada artikel redaksi dan artikel umum. Artikel redaksi ialah tulisan yang digarap oleh redaksi di bawah tema tertentu yang menjadi isi penerbitan. Sedangkan artikel umum merupakan tulisan yang ditulis oleh umum (bukan redaksi).Sedangkan dari segi fungsi atau kepentingannya, ada artikel khusus dan artikel sponsor. Artikel khusus adalah nama lain dari artikel redaksi. Sedangkan artikel sponsor ialah artikel yang membahas atau memperkenalkan sesuatu.

4. MULAI MENULIS ARTIKEL 1. Menguji Gagasan

Prinsip paling dasar dari melakukan kegiatan menulis ialah menentukan atau memastikan topik atau gagasan apa yang hendak dibahas. Ketika sudah menentukan gagasan tersebut, kita bisa melakukan sejumlah pengujian. Pengujian ini terdiri dari lima tahap sebagai berikut (Georgina dalam Pranata 2002: 124; band. Nadeak 1989: 44).

1. Apakah gagasan itu penting bagi sejumlah besar orang? 2. Dapatkah gagasan ini disempitkan sehingga memunyai fokus yang

tajam? 3. Apakah gagasan itu terikat waktu? 4. Apakah gagasan itu segar dan memiliki pendekatan yang unik? 5. Apakah gagasan Anda akan lolos dari saringan penerbit?

2. Pola Penggarapan Artikel Ketika hendak menghadirkan artikel, kita tidak hanya diperhadapkan pada satu kemungkinan. Soeseno (1982: 16-17) memaparkan setidaknya lima pola yang bisa kita gunakan untuk menyajikan artikel tersebut. Berikut kelima pola yang dimaksudkan.

1. Pola pemecahan topik Pola ini memecah topik yang masih berada dalam lingkup pembicaraan yang ditemakan menjadi subtopik atau bagian-bagian yang lebih kecil dan sempit kemudian menganalisa masing-masing.

Page 49: Metode Pembelajaran Menulis

2. Pola masalah dan pemecahannya Pola ini lebih dahulu mengemukakan masalah (bisa lebih dari satu) yang masih berada dalam lingkup pokok bahasan yang ditemakan dengan jelas. Kemudian menganalisa pemecahan masalah yang dikemukakan oleh para ahli di bidang keilmuan yang bersangkutan.

3. Pola kronologi Pola ini menggarap topik menurut urut-urutan peristiwa yang terjadi.

4. Pola pendapat dan alasan pemikiran Pola ini baru dipakai bila penulis yang bersangkutan hendak mengemukakan pendapatnya sendiri tentang topik yang digarapnya, lalu menunjukkan alasan pemikiran yang mendorong ke arah pernyataan pendapat itu.

5. Pola pembandingan Pola ini membandingkan dua aspek atau lebih dari suatu topik dan menunjukkan persamaan dan perbedaannya. Inilah pola dasar yang paling sering dipakai untuk menyusun tulisan.

Kelima pola penggarapan artikel di atas dapat dikombinasikan satu dengan yang lain sejauh dibutuhkan untuk menghadirkan sebuah tulisan yang kaya.

3. Menulis Bagian Pendahuluan Untuk bagian pendahuluan, setidaknya ada tujuh macam bentuk pendahuluan yang bisa digunakan (Soeseno 1982: 42). Salah satu dari ketujuh bentuk pendahuluan berikut ini dapat kita jadikan alternatif untuk mengawali penulisan artikel kita.

1. Ringkasan Pendahuluan berbentuk ringkasan ini nyata-nyata mengemukakan pokok isi tulisan secara garis besar.

2. Pernyataan yang menonjol Terkadang disebut juga sebagai "pendahuluan kejutan", diikuti kalimat kekaguman untuk membuat pembaca terpesona.

3. Pelukisan Pendahuluan yang melukiskan suatu fakta, kejadian, atau hal untuk menggugah pembaca karena mengajak mereka membayangkan bersama penulis apa-apa yang hendak disajikan dalam artikel itu nantinya.

4. Anekdot Pembukaan jenis ini sering menawan karena memberi selingan kepada nonfiksi, seolah-olah menjadi fiksi.

5. Pertanyaan Pendahuluan ini merangsang keingintahuan sehingga dianggap sebagai pendahuluan yang bagus.

Page 50: Metode Pembelajaran Menulis

6. Kutipan orang lain Pendahuluan berupa kutipan seseorang dapat langsung menyentuh rasa pembaca, sekaligus membawanya ke pokok bahasan yang akan dikemukakan dalam artikel nanti.

7. Amanat langsung Pendahuluan berbentuk amanat langsung kepada pembaca sudah tentu akan lebih akrab karena seolah-olah tertuju kepada perorangan.

Meskipun merupakan pendahuluan, bagian ini tidaklah mutlak ditulis pertama kali. Mengingat tugasnya untuk memancing minat dan mengarahkan pembaca ke arah pembahasan, sering kali menulis bagian pendahuluan ini menjadi lebih sulit daipada menulis judul atau tubuh tulisan. Oleh karena itu, Soeseno (1982: 43) menyarankan agar menuliskan bagian lain terlebih dahulu.

4. Menulis Bagian Pembahasan atau Tubuh Utama Bagian ini disarankan dipecah-pecah menjadi beberapa bagian. Masing-masing dibatasi dengan subjudul-subjudul. Selain memberi kesempatan agar pembaca beristirahat sejenak, subjudul itu juga bertugas sebagai penyegar, pemberi semangat baca yang baru (Soeseno 1982: 46). Oleh karena itu, ada baiknya subjudul tidak ditulis secara kaku.Pada bagian ini, kita bisa membahas topik secara lebih mendalam. Uraikan persoalan yang perlu dibahas, bandingkan dengan persoalan lain bila diperlukan.

5. Menutup Artikel Kerangka besar terakhir dalam suatu karya tulis ialah penutup. Bagian ini biasanya memuat simpulan dari isi tulisan secara keseluruhan, bisa juga berupa saran, imbauan, ajakan, dan sebagainya (Tartono 2005: 88).Ketika hendak mengakhiri tulisan, kita tidak mesti terang-terangan menuliskan subjudul berupa "Penutup" atau "Simpulan". Penutupan artikel bisa kita lakukan dengan menggunakan gaya berpamitan (Soeseno 1982: 48). Gaya pamit itu bisa ditandai dengan pemarkah seperti "demikian", "jadi", "maka", "akhirnya", dan bisa pula berupa pertanyaan yang menggugah pembaca.

6. Pemeriksaan Isi Artikel Ketika selesai menulis artikel, hal selanjutnya yang perlu kita lakukan ialah melakukan pemeriksaan menyeluruh. Untuk meyakinkan bahwa tulisan yang kita hasilkan memang baik, kita harus rajin memeriksa tulisan kita. Untuk memudahkan pengoreksian artikel, beberapa pertanyaan berikut perlu kita jawab (Pranata 2002: 129-130).Untuk pembukaan, misalnya, apakah kalimat pembuka bisa menarik pembaca? Dapatkah pembaca mulai mengerti ide yang kita tuangkan? Jika tulisan kita serius, adakah kata-kata yang sembrono? Apakah pembukaan kita menyediakan cukup banyak informasi?Untuk isi atau tubuh, apakah kalimat pendukung sudah benar-benar

Page 51: Metode Pembelajaran Menulis

mendukung pembukaan? Apakah masing-masing kalimat berhubungan dengan ide pokok? Apakah ada urutan logis antarparagraf?Untuk simpulan, apakah disajikan dengan cukup kuat? Apakah mencakup semua ide tulisan? Bagaimana reaksi kita terhadap kata-kata dalam simpulan tersebut? Sudah cukup yakinkah kita bahwa pembaca pun akan memiliki reaksi seperti kita?Jika kita menjawab "tidak" untuk tiap pertanyaan tersebut, berarti kita perlu merevisi artikel itu dengan menambah, mengganti, menyisipi, dan menulis ulang bagian yang salah.

5. ASPEK BAHASA DALAM ARTIKEL Melihat target pembacanya yang adalah khalayak umum, kita perlu mencermati bahasa yang kita gunakan dalam menulis artikel ilmiah populer ini. Meskipun bersifat ilmiah (karena memakai metode ilmiah), bukan berarti tulisan yang kita hasilkan ditujukan untuk kalangan akademisi. Sebaliknya, artikel ilmiah populer ditujukan kepada para pembaca umum.Mengingat kondisi tersebut, kita perlu membedakan antara kosakata ilmiah dan kosakata populer. Kata-kata populer merupakan kata-kata yang selalu akan dipakai dalam komunikasi sehari-hari, baik antara mereka yang berada di lapisan atas maupun di lapisan bawah, demikian sebaliknya. Sedangkan kata-kata yang biasa dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah, pertemuan-pertemuan resmi, diskusi-diskusi khusus disebut kata-kata ilmiah (Keraf 2004: 105-106).Berikut daftar kata ilmiah dan populer.KATA ILMIAH KATA POPULER

analogi kiasan anarki kekacauan bibliografi daftar pustaka biodata biografi singkat definisi batasan diskriminasi perbedaan perlakuaneksentrik aneh final akhir formasi susunan format ukuran friksi bagian, pecahan indeks penunjuk konklusi kesimpulan kontemporer masa kini, mutakhirkontradiksi pertentangan menganalisa menguraikan prediksi ramalan pasien orang sakit

Page 52: Metode Pembelajaran Menulis

Sumber Pustaka: Eneste, Pamusuk. 2005. "Buku Pintar Penyuntingan Naskah". Edisi Kedua. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Kamandobat, Faisal. 2007. Terjebak antara Pengarang dan Penulis, dalam "Kompas", Sabtu, 24 Maret 2007. Hlm. 14.Keraf, Gorys. 2004. "Diksi dan Gaya Bahasa". Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.Nadeak, Wilson. 1989. "Bagaimana Menjadi Penulis Kristiani yang Sukses". Bandung: Yayasan Kalam Hidup.Pranata, Xavier Quentin. 2002. "Menulis dengan Cinta: Belajar Mandiri dan Mengajarkan Kembali Jurnalisme Kasih Sayang". Yogyakarta: Yayasan ANDI.Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2002. "Kamus Besar Bahasa Indonesia". Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.Soeseno, Slamet. 1982. "Teknik Penulisan Ilmiah-Populer". Jakarta: Gramedia.Tartono, St. S. 2005. "Menulis di Media Massa Gampang!". Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.


Recommended