+ All Categories
Home > Documents > MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

Date post: 02-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 5 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
11
50 Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2, Tahun 2016 MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN MELALUI REVEGETASI MITIGATION OF LAND DEGRADATION DUE TO MINING ACTIVITIES THROUGH REVEGETATION ABSTRAK: Salah satu dampak negatif dari aktifitas penambangan adalah terjadinya degradasi lahan. Degradasi lahan ditandai dengan menurunnya kondisi fisik, kimia dan biologi. Mitigasi atau upaya pencegahan harus dilakukan agar tidak berlanjut ke kondisi yang lebih parah. Revegetasi adalah langkah yang dapat dilakukan untuk mitigasi lahan terdegradasi tersebut. Keberhasilan revegetasi tergantung pada pemilihan vegetasi yang adaptif dan cepat tumbuh sesuai dengan karakteristik tanah, iklim dan kegiatan pasca penambangan. Selain itu perbaikan kondisi fisik, kimia dan biologi lahan juga ikut menentukan keberhasilan revegetasi. Beberapa jenis tanaman cepat tumbuh (Fast Growing Plant) yang umum digunakan untuk revegetasi adalah sengon laut (Paraserianthes falcataria), akasia (Acasia mangium, Acasia crassicarpa), Lamtoro (Leucaena glauca), turi (Sesbania grandiflora), gamal (Gliricidia sepium). Selain tanaman cepat tumbuh, tanaman lokal juga menjadi pilihan untuk revegetasi. Keberhasilan revegetasi akan meningkatkan kadar bahan organik dan memperbaiki siklus hara serta meningkatkan jumlah dan aktifitas mikroba. Hal ini akan memperbaiki kondisi fisik, kimia dan biologi sehingga degradasi lahan pasca penambangan tidak terjadi lebih buruk. . Kata kunci: revegetasi, mitigasi lahan terdegradasi pasca penambangan, tanaman adaptif dan cepat tumbuh, perbaikan kondisi fisik, kimia dan biologi. ABSTRACT: One of the negative impacts of mining activities is land degradation. Land degradation are characterized by the decreasing of physical, chemical and biological conditions. Mitigation or prevention efforts should be made so that the land conditions will not become worsen. Revegetation is an important step that can be done to mitigate this degraded land. The success of revegetation depends on the selection of plants that are adaptive, can grow rapidly in accordance with the characteristics of soil, climate and post-mining activities. In addition, the improvement of physical, chemical and biological of the land area will determine the success of revegetation. Some types of fast growing plants (Fast Growing Plant) commonly used for revegetation are Sengon (Paraserianthes falcataria), Acacia (Acacia mangium, Acacia crassicarpa), Leucaena (Leucaena glauca), Turi (Sesbania grandiflora) and Gliricidia (Gliricidia sepium). Besides the fast growing plants, local plants are also the good option for revegetation. Revegetation could increase the organic matter content and improve the nutrient cycle and increase the number and activity of microbes. This will improve the physical, chemical E. Hanggari Sittadewi 1
Transcript
Page 1: MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

50

Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2, Tahun 2016

MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN MELALUI REVEGETASI

MITIGATION OF LAND DEGRADATION DUE TO MINING ACTIVITIES THROUGH REVEGETATION

ABSTRAK: Salah satu dampak negatif dari aktifitas penambangan adalah terjadinya degradasi lahan. Degradasi lahan ditandai dengan menurunnya kondisi fisik, kimia dan biologi. Mitigasi atau upaya pencegahan harus dilakukan agar tidak berlanjut ke kondisi yang lebih parah. Revegetasi adalah langkah yang dapat dilakukan untuk mitigasi lahan terdegradasi tersebut. Keberhasilan revegetasi tergantung pada pemilihan vegetasi yang adaptif dan cepat tumbuh sesuai dengan karakteristik tanah, iklim dan kegiatan pasca penambangan. Selain itu perbaikan kondisi fisik, kimia dan biologi lahan juga ikut menentukan keberhasilan revegetasi. Beberapa jenis tanaman cepat tumbuh (Fast Growing Plant) yang umum digunakan untuk revegetasi adalah sengon laut (Paraserianthes falcataria), akasia (Acasia mangium, Acasia crassicarpa), Lamtoro (Leucaena glauca), turi (Sesbania grandiflora), gamal (Gliricidia sepium). Selain tanaman cepat tumbuh, tanaman lokal juga menjadi pilihan untuk revegetasi. Keberhasilan revegetasi akan meningkatkan kadar bahan organik dan memperbaiki siklus hara serta meningkatkan jumlah dan aktifitas mikroba. Hal ini akan memperbaiki kondisi fisik, kimia dan biologi sehingga degradasi lahan pasca penambangan tidak terjadi lebih buruk. . Kata kunci: revegetasi, mitigasi lahan terdegradasi pasca penambangan, tanaman adaptif dan cepat tumbuh, perbaikan kondisi fisik, kimia dan biologi.

ABSTRACT: One of the negative impacts of mining activities is land degradation. Land degradation are characterized by the decreasing of physical, chemical and biological conditions. Mitigation or prevention efforts should be made so that the land conditions will not become worsen. Revegetation is an important step that can be done to mitigate this degraded land. The success of revegetation depends on the selection of plants that are adaptive, can grow rapidly in accordance with the characteristics of soil, climate and post-mining activities. In addition, the improvement of physical, chemical and biological of the land area will determine the success of revegetation. Some types of fast growing plants (Fast Growing Plant) commonly used for revegetation are Sengon (Paraserianthes falcataria), Acacia (Acacia mangium, Acacia crassicarpa), Leucaena (Leucaena glauca), Turi (Sesbania grandiflora) and Gliricidia (Gliricidia sepium). Besides the fast growing plants, local plants are also the good option for revegetation. Revegetation could increase the organic matter content and improve the nutrient cycle and increase the number and activity of microbes. This will improve the physical, chemical

E. Hanggari Sittadewi1

Page 2: MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

51

Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2, Tahun 2016

and biological conditions of the post-mining land so that the degradation will not become more severe.

Keywords: revegetation, post-mining land degradation mitigation, adaptive and fast growing crops, improvement of the physical, chemical and biological conditions.

1. PTRRB – BPPT,Jl. M. H. Thamrin No. 8, Jakarta 10340. email: [email protected]

1. PENDAHULUAN

Dewasa ini laju kerusakan lahan semakin meningkat, pada tahun 2011 luas lahan kritis mencapai 104,2 juta hektar (Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial dalam Pikiran Rakyat, 22 April 2015). Hal ini antara lain disebabkan oleh kegiatan penambangan. Indonesia memiliki kekayaan berbagai macam deposit mineral tambang yang melimpah, seperti batubara, nikel, emas, boksit, besi dan sebagainya. Penambangan telah menjadi kontributor terbesar dalam pembangunan ekonomi Indonesia selama lebih dari 30 tahun (Manaf, 2009). Akan tetapi selain manfaat, pertambangan memberikan dampak negatif kondisi lahan pasca penambangan. Bell and Donelly (2006) mengatakan bahwa, dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi kualitas lahan, ketidakstabilan lahan, kontaminasi air, polusi udara, perubahan iklim, disamping perubahan topografi dan kondisi hidrogeologi. Lahan-lahan rusak yang sudah kritis biasanya memiliki fondasi fisik, kimia dan biologi tanah yang buruk. Lahan pasca penambangan biasanya dalam kondisi terbuka dan tidak ada vegetasi yang tumbuh di atasnya. Kondisi ini menunjukkan bahwa intensitas gangguan yang terjadi tergolong berat dengan ukuran besar dan gangguan berjangka panjang. Penambangan juga dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati, terjadinya degradasi pada daerah aliran sungai, perubahan bentuk lahan dan terlepasnya logam-logam berat yang dapat

masuk ke lingkungan perairan. Selain itu kegiatan penambangan berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem permukaan tanah, menurunkan produktivitas tanah serta mutu lingkungan. Subardja (2009) dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa lahan bekas penambangan rakyat sistem terbuka memiliki permukaan lahan tidak teratur, kesuburan tanah rendah dan rawan erosi, sehingga daya dukung tanah untuk tanaman rendah. Munawar (1999) dalam Soebowo (2011) mendapatkan bahwa tanah lapisan atas lahan bekas penambangan batubara terbuka sangat heterogen dan memiliki berat isi tinggi, total pori rendah, kandungan N dan P rendah, cadangan Ca dan Mg tinggi, dan populasi mikroba tanah rendah dibandingkan dengan tanah hutan di sekitarnya. Ukuran pori tanah berperan penting bagi kehidupan hayati tanah. Penurunan kondisi baik fisik, kimia maupun biologi yang terjadi pada lahan pasca penambangan, menunjukkan terjadinya degradasi lahan tersebut. Agar degradasi tidak berlanjut ke kondisi yang lebih parah, kegiatan rehabilitasi harus dilakukan pada lahan pasca penambangan. Rehabilitasi lahan dapat dilakukan dengan revegetasi. Menurut Singh et al, 2002 dalam Cahyono, et al, 2014, revegetasi merupakan salah satu teknologi rehabilitasi lahan rusak yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Pemilihan jenis tanaman sangat menentukan keberhasilan revegetasi. Oleh sebab itu jenis tanaman revegetasi biasanya dipilih dari jenis yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak, memiliki perakaran yang kuat, dan kanopi yang rindang. Tanaman ini dapat berfungsi untuk menciptakan iklim mikro yang cocok untuk ekosistem lahan pasca penambangan

Page 3: MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

52

Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2, Tahun 2016

Dalam tulisan ini akan dibahas revegetasi untuk mitigasi lahan terdegradasi pasca penambangan ditinjau dari aspek kondisi lahan pasca penambangan, kendala dan solusi penerapan revegetasi pada lahan pasca penambangan serta peran revegetasi untuk mitigasi lahan terdegradasi pasca penambangan. Mitigasi disini diartikan sebagai usaha yang dilakukan untuk mencegah degradasi lahan yang lebih lanjut pasca penambangan.

2. METODE

Kajian tentang mitigasi lahan terdegradasi akibat kegiatan penambangan dengan cara revegetasi dilakukan dengan beberapa langkah dan metode sebagai berikut :

a. Melakukan studi pustaka dan literatur baik data, informasi, maupun penelitian terkait melalui penelusuran literatur baik jurnal, buku atau website.

b. Mendeskripsikan masalah dan kondisi lahan pasca penambangan.

c. Mendeskripsikan prinsip revegetasi dan aspek – aspek yang berkaitan.

d. Melakukan deskripsi data – data yang telah didapat dan menganalisis peran revegetasi dalam perbaikan kondisi lahan pasca penambangan, khususnya untuk kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah.

e. Penelusuran teknologi alternatif untuk revegetasi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan studi yang dilakukan maka hasilnya dapat diuraikan dan dideskripsikan pada bagian di bawah ini.

3.1. Masalah Dan Kondisi Lahan Pasca Penambangan

Permasalahan yang biasanya terjadi pada kegiatan penambangan adalah perubahan bentang lahan, rusaknya struktur

tanah, dan hilangnya tanah lapisan atas. Seperti dikatakan oleh Soebardja (2009), bahwa lahan bekas penambangan rakyat sistem terbuka memiliki permukaan lahan tidak teratur, kesuburan tanah rendah, dan rawan erosi, sehingga daya dukung tanah untuk tanaman rendah. Sedangkan menurut Hermawan (2002), lalu lintas alat-alat berat selama proses penambangan dan penimbunan juga berperan penting dalam menghasilkan lapisan tanah permukaan yang padat dan terjadinya penutupan pori-pori tanah (surface sealing and crusting). Dalam kondisi yang demikian, sebagian besar tanaman tidak mampu tumbuh baik karena terbatasnya penetrasi akar ke dalam tanah untuk mendapatkan air dan nutrisi. Air infiltrasi seperti curah hujan dan irigasi menjadi sulit menembus permukaan tanah dengan adanya penutupan pori tersebut. Perkecambahan benih tanaman juga menjadi terhambat pada tanah di lahan bekas tambang akibat pembentukan kerak (crust formation) dan peningkatan kekuatan tanah ketika tanah menjadi kering (Whitemore et al, 2011) Dari uraian di atas, kerusakan atau perubahan lahan akibat penambangan dapat dikelompokkan menjadi perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi kimia lahan dan perubahan kondisi biologi lahan.

3.1.1. Penurunan Kondisi Fisik Lahan

Kegiatan penambangan mengakibatkan terganggunya profil tanah dari keadaan normal akibat pengerukan, penimbunan dan pemadatan oleh alat-alat berat. Hal ini mengakibatkan buruknya sistem tata air dan aerasi yang secara langsung mempengaruhi fase dan perkembangan akar. Selain itu tekstur dan struktur tanah menjadi rusak sehingga mempengaruhi kapasitas tanah dalam menampung air dan nutrisi. Tidak sempurnanya profil lapisan tanah akibat penambangan juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman yang kondusif. Gambar 1 adalah contoh kondisi fisik lahan pasca penambangan nikel di Kendari. Secara fisik kondisi tanah memiliki ketebalan

Page 4: MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

53

Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2, Tahun 2016

top soil mencapai 0,5 m sampai dengan 1 meter. Tanah tersebut pada saat dilakukan penambangan di tumpuk pada suatu tempat, dan akan dikembalikan pada saat dilakukan rehabilitasi lahan untuk di letakkan kembali sebagai lapisan top soil (Sittadewi et al, 2013).

3.1.2. Penurunan Kondisi Kimia Lahan

Kegiatan penambangan juga menyebabkan perubahan kondisi kimia lahan yaitu kesuburan tanah, pH dan keberadaan nutrisi dalam tanah rendah, sedangkan keberadaan metal logam berat tinggi, karena larutan dari metal sulfida. Yang menjadi masalah utama adalah rendahnya unsur hara seperti N dan P serta reaksi tanah asam atau alkali. pH tanah yang rendah mengakibatkan menurunnya persediaan zat makanan seperti P, K, Mg dan Ca yang cukup berbahaya terhadap tingginya suhu tanah. Keasaman tanah yang tinggi dapat mengakibatkan rusaknya sistem penyerapan unsur P, Ca, Mg dan K oleh tanaman. Kekurangan unsur P dapat meningkatkan tersedianya Al, Mn, Fe, Cu, Zn dan Ni.

Parameter Tanah1

Tanah2

Tanah3

Pasir (%) 8 28 12

Debu (%) 42 37 61

Liat (%) 12 61 27

pH H2O 5,3 5,1 5,7

pH KCl 4,6 5,0 5,4

Bahan OrganikC (%)N (%)C/N ratio

P205 (mg/100gr) HCl 25%K2O (mg/100gr) HCl 25%P2O5 (ppm) OlsenK2O (ppm) Morgan

4,840,4112

813

115

0,200,0210

43

23

0,430,0314

44

21

Basa dapattertukarCa (me/100gr)Mg (me/100gr)K (me/100gr)Na (me/100gr)

Jumlah

5,927,430,230,15

2,243,800,040,09

312,570,060,05

KTK (me/100gr) 17,28 12,68 3,44

KB+(%) 79 49 >100

Al 3+ (me/100gr) 0,01 0,02 0,00

H+ (me/100gr) 0,08 0,05 0,00

Keterangan :Tanah 1 : Tanah Top SoilTanah 2 : Tanah Over BurdenTanah 3 : Tanah Over Burden

Sittadewi et al (2013) mengatakan bahwa dari hasil analisis laboratorium terhadap top soil dan tanah over burden pasca penambangan nikel yang meliputi

Gambar 1. Contoh Kondisi Fisik Lahan Pasca Penambangan Nikel Di Kendari (Sittadewi et al, 2013).

Tabel 1. Hasil Analisis Tanah (Sittadewi et al, 2013).

Page 5: MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

54

Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2, Tahun 2016

parameter tekstur (kadar pasir, debu, liat), pH, bahan organik, Kapasitas Tukar Kation (KTK), Kejenuhan Basa (KB), Al, H berada di bawah normal (Tabel 1) dibandingkan dengan Kriteria Penilaian Sifat – Sifat Kimia Tanah (Tabel 2).

Sifat Tanah

SangatRendah Rendah Sedang Tinggi Sangat

Tinggi

C (%) < 1,00 1,00 – 2,00

2,01 – 3,00

3,01 – 5,00 > 5

N (%) < 0,10 0,10 – 0,20

0,21 – 0,50

0,51 – 0,75 > 0,75

C/N < 5 5 – 10 11 – 15 16 – 25 > 25

P2O5HCl (mg/100g) < 10 10 – 20 21 – 40 41 –

60 > 60

P2O5 Bray (ppm) < 10 10 – 15 16 – 25 26 –

35 > 35

P2O5Olsen (ppm)

< 4,5 < 4,6 – 11,5

11,6 – 22,8 > 22,8 -

K2OHCl 25% (mg/100gr)

< 10 10 – 20 21 – 40 41 – 60 > 60

K total (ppm) < 100 100 –

200210 – 400

410 – 600 > 600

KTK (me/100gr) < 5 5 – 16 17 – 24 25 –

40 > 40

Susunan Kation :

K (me/100gr) < 0,2 0,2 –

0,30,4 – 0,5

0,6 – 1,0 > 1,0

Na (me/100gr) < 0,1 0,1 –

0,30,4 – 0,7

0,8 – 1,0 > 1,0

Mg (me/100gr) 0,4 0,4 –

1,01,1 – 2,0

2,1 – 8,0 > 8,0

Ca (me/100gr) < 2 2 – 5 6 – 10 11 –

20 > 20

Kejenuhan Basa (%) < 20 20 – 35 36 – 60 61 –

75 > 75

Kejenuhan Aluminium (%)

< 10 10 – 20 21 – 30 31 – 60 > 60

Sangat Masam Masam Agak

Masam Netral Agak Alkalis Alkalis

pH H20

< 4,5 4,5 – 5,5 5,6 – 6,5

6,6 – 7,5

7,6 – 8,5 > 8,5

Tabel 2. Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Kimia Tanah (Sittadewi et al, 2013).

3.1.3. Kondisi Biologi Lahan

Kegiatan penambangan mengakibatkan terkikisnya lapisan top soil dan serasah sebagai sumber karbon untuk menyokong kelangsungan hidup mikroba tanah potensial. Hal ini merupakan salah satu penyebab utama menurunnya populasi dan aktifitas mikroba tanah. Selain itu, berbagai faktor lingkungan seperti penurunan pH, kelembaban tanah, kandungan bahan organik, daya pegang tanah terhadap air dan struktur tanah menyebabkan rendahnya aktifitas mikroba tanah. Mikroba tanah mempunyai fungsi penting dalam penyediaan unsur-unsur hara untuk kelangsungan hidup tanaman. Soebowo (2011) mengatakan bahwa populasi hayati tanah yang ada di tanah lapisan atas menjadi terbenam, sehingga hilang atau mati dan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

3.2. Revegetasi

Revegetasi merupakan salah satu teknologi rehabilitasi lahan rusak yang diakibatkan aktivitas manusia (Singh et al, 2002 dalam Cahyono et al, 2014). Selanjutnya dikatakan bahwa revegetasi akan meningkatkan kecepatan perkembangan keragaman genetik dan biokimia pada lahan terdegradasi, sedangkan proses regenerasi alami pada lahan terdegradasi biasanya berlangsung sangat lambat. Revegetasi tersebut dimaksudkan untuk mengembalikan dan memperbaiki kondisi ekologi dan hidrologi suatu wilayah dengan tanaman pohon – pohonan. Pemulihan lanskap secara langsung menguntungkan bagi lingkungan melalui perbaikan habitat satwa liar, biodiversitas, produktivitas tanah dan kualitas air.

3.2.1. Tanaman Revegetasi

Revegetasi yang sukses tergantung pada pemilihan vegetasi yang adaptif, tumbuh sesuai dengan karakteristik tanah, iklim dan kegiatan pasca penambangan. Oleh sebab

Page 6: MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

55

Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2, Tahun 2016

itu jenis tanaman revegetasi biasanya dipilih dari jenis yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru, cepat berkembang biak, memiliki perakaran yang kuat, dan kanopi yang rindang. Tanaman ini dapat berfungsi untuk menciptakan iklim mikro yang cocok untuk ekosistem lahan pasca penambangan. Beberapa jenis tanaman cepat tumbuh (Fast Growing Plant) yang umum digunakan untuk revegetasi adalah sengon laut (Paraserianthes falcataria), akasia (Acasia mangium, Acasia crassicarpa), Lamtoro (Leucaena glauca), turi (Sesbania grandiflora), gamal (Gliricidia sepium) dan lain-lain. Tanaman cepat tumbuh sebaiknya ditanam pada awal musim hujan. Hal ini untuk mengurangi kematian tanaman akibat kekurangan air pada musim kemarau. Menurut Vogel (1987) dalam Setiawan (2003). Salah satu tanaman revegetasi lahan pasca tambang adalah tumbuhan yang bersimbiosis dengan mikroorganisme tanah yang mampu memfiksasi nitrogen seperti tanaman yang termasuk dalam familia Leguminoceaea. Kriteria tanaman cepat tumbuh menurut Iskandar (2009) adalah (1) tumbuh cepat dan mampu tumbuh pada tanah kurang subur, (2) tidak mengalami gugur daun pada musim tertentu, (3) tidak bersaing dalam kebutuhan air dan hara dengan tanaman pokok, (4) tidak menjadi inang penyakit, tahan akan angin dan mudah dimusnahkan, (5) sebaiknya dapat bernilai ekonomis. Selain tanaman cepat tumbuh, penanaman tanaman lokal juga menjadi pilihan untuk revegetasi. Tanaman lokal merupakan tanaman yang sudah tumbuh secara alami di daerah penambangan. Untuk memperoleh bibit tanaman lokal kita bisa ambil dari bibit kecil di hutan sekitar daerah penambangan. Kerjasama dengan masyarakat lokal sangat penting untuk memperoleh bibit tanaman lokal. Tanaman lokal umumnya sulit tumbuh pada kondisi lahan terbuka (Iskandar, 2009). Oleh karena itu tanaman lokal ditanam setelah tanaman cepat tumbuh, dapat tumbuh dengan baik.

3.2.2. Kendala Revegetasi Di Lahan Pasca Penambangan Dan Solusinya.

a. Perbaikan Kondisi Lahan Pasca Penambangan

Kondisi tanah yang merupakan perpaduan sifat-sifat fisika, kimia dan biologi menjadi faktor yang menentukan keberhasilan revegetasi, karena kondisi fisik, kimia dan biologi tanah tersebut dapat menggambarkan kesuburannya. Aspek kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah tersebut secara bersama-sama berperan dalam mempengaruhi kualitas media tanam. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Iskandar (2012) bahwa dalam kesuburan media sangat ditentukan oleh sifat sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Seperti telah disebutkan diatas bahwa beberapa kondisi fisik, kimia dan biologi tanah di lahan pasca penambangan mengalamperubahan (kerusakan) sehingga menjadi kendala dalam pelaksanaan revegetasi. Kendala fisik tanah mencakup tekstur dan struktur tanah. Kendala kimia tanah berhubungan dengan reaksi tanah (pH), kekurangan unsur hara, dan mineral toxicity. Sedangkan kendala biologi antara lain penurunan populasi mikroba tanah sehingga tidak dijumpai mikroorganisme potensial.

b. Perbaikan Kondisi Fisik

Tanah yang padat dan keras a akibat beban dari alat-alat berat. akan sangat mengurangi laju infiltrasi air, jumlah air dan udara dalam tanah, dan akan menghambat pertumbuhan perakaran tanaman. Perkembangan akar tanaman akan terjamin apabila tanah memiliki sirkulasi air dan udara yang baik. Sirkulasi yang baik akan terjadi apabila tanah memiliki konsistensi yang gembur dan struktur tanah yang telah berkembang. Tanah yang gembur akan mengoptimalkan perkembangan akar tanaman. Penambahan bahan organik dapat membantu masalah ini, karena konsistensi gembur umumnya dimiliki

Page 7: MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

56

Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2, Tahun 2016

oleh tanah-tanah yang memiliki kandungan bahan organik tinggi. Beberapa bahan organik banyak dijumpai di alam seperti serasah, kompos, cocopeat dan yang lain. Sebagai contoh bahan organik potensial adalah cocopeat. Cocopeat (serbuk sabut kelapa yang sudah terurai) dan juga cocofiber (serat sabut kelapa) dapat diandalkan sebagai media tumbuh pengganti tanah yang aman dan menyehatkan tanaman (http://produkkelapa. wordpress.com/2009/09/06/cocopeat). Media tumbuh organik ini memiliki kualitas tak kalah dengan tanah. Cocopeat mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan melepas nutrisi untuk tanaman. Selain itu juga memiliki kemampuan oxygenation yang besar yang sangat penting untuk perkembangan kesehatan akar (http://www.ghorganics.com/ cocopeat.html). Selain itu cocopeat memiliki sifat mudah menyerap dan menyimpan air, juga memiliki pori-pori yang memudahkan pertukaran udara dan masuknya sinar matahari. Cocopeat dapat berfungsi sebagai mulsa di lapisan permukaan ketika cocopeat mengering dan menghambat laju evaporasi.

c. Perbaikan Kondisi Kimia

Penurunan kondisi kimia lahan pasca penambangan antara lain dapat dilihat dari rendahnya pH dan unsur hara yang dibutuhkan

Gambar 2. Contoh cocopeat (https://www.google.com/search ?q=foto+cocopeat&client).

oleh tanaman. Hal ini terkait dengan kesuburan kimia yang terukur dari ketersediaan unsur-unsur hara dan tingkat kemasaman tanah yang optimum untuk pertumbuhan tanaman. Nilai pH optimum, sekitar 7 akan memudahkan unsur hara tersedia bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Yusanto (2009), bahwa reaksi tanah (nilai pH) dapat berpengaruh terhadap penyediaan hara terhadap tanaman. Sedangkan menurut Kartasapoetra et al (1987) dalam Susilawati (2008), pH tanah yang rendah akan menyebabkan ketersediaan hara menurun dan perombakan bahan organik terhambat Untuk mengatasi pH yang rendah antara lain dapat dilakukan dengan cara penambahan kapur. Hara tanaman dapat ditingkatkan dengan pemberian bahan organik. Pemberian bahan organik pada lahan pasca penambangan selain dapat memperbaiki struktur tanah (penggemburan) juga dapat memasok kebutuhan hara tanaman, khususnya N, P, K dan C-organik walaupun harus dalam jumlah yang cukup banyak.

d. Perbaikan Kondisi Biologi

Mikroba tanah dalam mempercepat proses suksesi pada lahan yang terdegradasi merupakan kunci dalam meningkatkan keberhasilan revegetasi. Penurunan kondisi biologi di lahan pasca penambangan antara lain karena penurunan jumlah mikroorganisme potensial dalam tanah yang perpengaruh pada aspek kesuburan biologi. Salah satu cara untuk mengembalikan aspek kesuburan tanah adalah dengan menggunakan bakteri yang bermanfaat dan bersifat memupuk seperti kelompok bakteri PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). Beberapa bakteri dari kelompok PGPR adalah bakteri penambat nitrogen seperti genus Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum dan bakteri pelarut fosfat seperti genus Bacillus, Pseudomonas, Arthrobacter, Bacterium dan Mycobacterium (Biswas et al, 2000 dalam Sri Widawati et al, 2015). Bakteri Rhizosfer (kelompok bakteri PGPR) adalah populasi bakteri yang hidup di

Page 8: MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

57

Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2, Tahun 2016

adalah Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) seperti pada Gambar 4. Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) merupakan salah satu bentuk biofertilizer yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman karena sifat aplikasinya yang sangat luas. CMA ini bersimbiosis secara mutualisma dengan akar tanaman yang memainkan peranan penting dalam siklus nutrisi dalam ekosistem. Cendawan Mikoriza Arbuskular juga memiliki berbagai pengaruh yang memberikan kontribusi pada perbaikan dari berbagai cekaman yang dialami oleh tanaman, misalnya toksisitas logam berat, cekaman oksidatif, cekaman air dan tanah masam (Finlay, 2004). Bahkan pada tanah yang masam, CMA mempunyai kemampuan untuk beradaptasi dan dapat membantu tanaman untuk penyediaan dan penyerapan unsur P yang ketersediaannya rendah di tanah masam tersebut (Cumming dan Ning, 2003). Selain itu Cendawan Mikoriza Arbuskular ini juga mempunyai kemampuan dalam penyerapan unsur mikro seperti Cu, Zn, Mn, B dan Mo (Smith dan Read, 2008).

e. Teknologi BiTumMan sebagai Teknologi Alternatif

Keberhasilan revegetasi pada lahan pasca penambangan, selain melalui perbaikan kondisi fisik, kimia dan biologi dapat juga

wilayah perakaran tanaman dan berinteraksi dengan tanaman melalui perakaran tersebut. Bakteri Rhizosfer merupakan salah satu dari biofertilizer yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Inokulasi agens hayati ini dapat membantu tanaman dalam memperoleh unsur – unsur hara yang dibutuhkan, misalnya untuk menambah nitrogen bisa diinokulasikan bakteri Rhizobium agar mampu memfiksasi nitrogen bebas. Cara inokulasi ini juga memungkinan untuk menambah manfaat nutrisi lainnya seperti menambah larutan fosfat, oksidasi belerang, melelehkan besi dan tembaga. Kandungan fosfor sangat terbatas bagi pertumbuhan tanaman. Meskipun di alam jumlahnya melimpah, tetapi masih dalam bentuk batuan yang keras, sehingga manfaat bagi tanaman sangat terbatas. PGPR mampu berperan sebagai bakteri pelarut fosfat. Gambar 3. adalah gambar skematik potongan akar untuk menggambarkan struktur dari Rhizosfer.

Selain bakteri Rhizosfer, mikroorganisme yang dapat memperbaiki kesuburan tanah dan membantu pertumbuhan tanaman adalah cendawan mikoriza. Cendawan ini merupakan cendawan obligat, dimana kelangsungan hidupnya berasosiasi pada akar tanaman dengan sporanya. Contohnya

Gambar 3. Skematik Potongan Akar Untuk Menggambarkan Struktur Dari Rhizosfer Sumber: Mc Near Jr., D. H, 2013.

Gambar 4. Cendawan Mikoriza Arbuskular. ( h t t p s : / / w w w. g o o g l e . c o m / cendawan+mikoriza+ arbuskular).

Page 9: MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

58

Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2, Tahun 2016

Penanaman briket BiTumMan di lahan pasca penambangan tersebut dilakukan dengan sistem penanaman langsung di lapangan secara konvensional.

3.3. Peran Revegetasi terhadap Mitigasi Lahan Terdegradasi Akibat Aktivitas Penambangan

Dengan perbaikan kondisi lahan pasca penambangan, baik kondisi fisik, kimia maupun biologi, keberhasilan revegetasi dengan tanaman pohon – pohonan pada lahan pasca penambangan berpotensi untuk dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah dari serasah yang jatuh di permukaan tanah dan selanjutnya sangat mendukung kesuburan tanah. Adanya dekomposisi serasah dapat menjadi pertanda adanya keberlangsungan siklus unsur hara. Hasil dekomposisi dari serasah tanaman revegetasi, selanjutnya dapat menjadi sumber hara pada areal revegetasi. Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian Cahyono et al (2014) bahwa revegetasi dengan menggunakan tanaman pionir, cepat tumbuh dan adaptif seperti sengon, akasia, sungkai, melina, angsana, jarak serta legume cover crop (LCC) pada area bekas penambangan batubara memberikan pengaruh yang nyata

dapat melalui penerapan teknologi BiTumMan. BiTumMan adalah produk media tanam padat yang terbuat dari bahan dasar gambut Rawa Pening dan cocopeat serta perekat dalam perbandingan tertentu, berisi biji tanaman dan diperkaya dengan biofertilizer yang terdiri dari cendawan mikoriza arbuskular (CMA) dan bakteri Rhizosfer (Sittadewi, 2013). Selanjutnya dikatakan bahwa BiTumMan dirancang khusus untuk mensinergikan keunggulan dan sekaligus menetralisir kelemahan dari kedua bahan media tersebut (cocopeat dan gambut). Pada kondisi kering, briket dari media tanam gambut saja akan mengkerut mengalami kering tidak balik (irriversible drying) sebagai akibat dari sifat hydrophobic gambut. Kondisi seperti ini dapat dikurangi dengan mencampurkan cocopeat kedalam bahan baku briket dengan proporsi tertentu sehingga briket tidak mengalami kondisi kering tidak balik. Dikatakan bahwa BiTumMan mempunyai derajat keasaman 5,8 - 6 dimana pada kondisi tersebut tanaman dapat optimal menyerap unsur hara (Sittadewi et al, 2013). Kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi memiliki pengaruh pada keberhasilan revegetasi pada lahan pasca penambangan. Dari hasil penelitiannya, pertumbuhan perakaran biji sengon pada BiTumMan tampak positif (Gambar 5) dan hasil pertumbuhan selanjutnya ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 5. Pertumbuhan Akar Biji Sengon Pada Briket BiTumMan. (Sittadewi et al, 2013).

Gambar 6. Tanaman Sengon Umur 8 Bulan Pada Aplikasi BiTumMan Untuk Revegetasi Di Lahan Pasca Tambang Nikel Di Kendari. (Sittadewi et al, 2013).

Page 10: MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

59

Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2, Tahun 2016

terhadap peningkatan kandungan C-organik, N-total dan pH tanah. Revegetasi dengan menggunakan spesies cepat tumbuh setelah berumur 5 tahun telah mengembalikan bahkan memperbaiki sifat kimia tanah dibanding dengan kondisi pada hutan tropika basah sebelum dilakukan penambangan terbuka. Selanjutnya dari hasil penelitiannya, didapatkan bahwa kadar N-total lapisan atas tanah pada site Binungan dapat meningkat drastis menjadi di atas 0,17% setelah dilakukan revegetasi selama 5 tahun, sehingga kadarnya setara dengan kondisi hutan sebelum penambangan batu bara. Selain dari hasil dekomposisi serasah tanaman revegetasi, sumber N juga didapat dari keberadaan bakteri penambat N yang berperan dalam ketersediaan N dalam tanah. Produksi serasah yang cukup tinggi pada areal revegetasi, menjadi sumber bahan organik. Meningkatnya bahan organik, struktur tanah akan lebih baik, unsur hara tanaman yang dapat diserap tanaman serta aktivitas mikroorganisma tanah juga meningkat. Dengan demikian revegetasi akan memperbaiki kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup tanaman dalam jangka waktu yang panjang. Degradasi lahan pasca penambangan akhirnya tidak menuju ke arah yang lebih buruk atau dengan kata lain revegetasi dapat dilakukan untuk mitigasi lahan terdegradasi pasca penambangan.

4. KESIMPULAN

1. Akibat aktifitas penambangan, kondisi lahan akan mengalami degradasi, baik dari kondisi fisik, kimia maupun biologi.

2. Kondisi lahan tersebut dapat menjadi kendala dalam pelaksanaan revegetasi. Perbaikan kondisi fisik lahan dapat dengan pemberian bahan organik antara lain cocopeat. Bahan organik juga dapat untuk memperbaiki kondisi kimia lahan. Untuk menaikkan pH tanah antara lain dapat ditambah dengan kapur. Sedangkan untuk memperbaiki

kondisi biologi lahan dapat dilakukan dengan inokulasi bakteri Rhizosfer dan cendawan mikoriza arbuskular (CMA).

3. Pemilihan jenis tanaman yang bersifat adaptif dan cepat tumbuh (Fast Growing Plant) akan menentukan keberhasilan revegetasi.

4. Revegetasi akan meningkatkan bahan organik. Dengan meningkatnya bahan organik, aktivitas mikroorganisme tanah juga meningkat, siklus hara akan kembali lebih baik, untuk selanjutnya akan memperbaiki kondisi lahan dari aspek kesuburan fisik, kimia dan biologi. Dengan demikian revegetasi akan dapat memitigasi degradasi lahan pasca penambangan.

5. Selain dengan cara memperbaiki kondisi lahan pasca penambangan dan penanaman secara konvensional, revegetasi dapat menggunakan teknologi BiTumMan (Biji Tumbuh Mandiri).

DAFTAR PUSTAKA

Bell, F. G. dan Donelly L. J, 2006, Mining and It Impact on The Environment, Taylor and Francis, London.

Cumming, R.J. and J. Ning, 2003, Arbuscular Mycorrhizal Fungi Enhance Aluminium Resistance of Broomsedge (Andropogon virginicus L.), J. Exp. Bot. 54.

Cahyono A., Eka P., Dewi W., Haryono S., Saridi, Dody H., 2014, Peran Revegetasi Terhadap Restorasi Tanah Pada Lahan Rehabilitasi Tambang Batubara Di Daerah Tropika. Jurnal Manusia Dan Lingkungan, Vol. 21, No.1, Maret 2014, 60-66.

Finlay, R.D, 2004, Mycorrhizal Fungi And Their Multifunctional Roles, Mycologist 18, 91-96.

h t t p s : / / w w w . g o o g l e . c o m /cendawan+mikoriza+arbuskular

http://produkkelapa.wordpress.com/2009/ 09/06/cocopeat/.

http://www.ghorganics.com/cocopeat. html.

Page 11: MITIGASI LAHAN TERDEGRADASI AKIBAT PENAMBANGAN …

60

Jurnal Sains dan Teknologi Mitigasi Bencana, Vol. 11, No. 2, Tahun 2016

h t t p s : / / w w w . g o o g l e . c o m /search?q=foto+cocopeat&client).

Hermawan, B., 2002, Buku Ajar Dasar-dasar Fisika Tanah. Lemlit Unib Press, Bengkulu.

Iskandar dan Soewardi, 2009, Meningkatkan Keberhasilan Reklamasi Lahan Bekas Tambang, Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Pertambangan. Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya, 21-22 Oktober 2009 di Palembang.

Iskandar, Suwardi dan D.T. Suryaningtyas, 2012, Reklamasi Lahan-Lahan Bekas Tambang: Beberapa Permasalahan Terkait Sifat-sifat Tanah dan Solusinya, Prosiding Seminar Nasional Topik Khusus “Teknologi Pemupukan dan Pemulihan Lahan Terdegradasi”, Bogor, 29-30 Juni 2012.

Manaf M. H., 2009, Dampak Lingkungan terhadap Penambangan Kecil di Indonesia, www. gemeed.cl.

Mc Near Jr., D. H., 2013, The Rhizosphere -Roots, Soil and Everything In Between. Nature Education Knowledge.

Pikiran Rakyat, Bandung 22 April, 2015.Sittadewi, E. H, Agus, K, Nana, S, 2013,

Penerapan Teknologi BiTumMan untuk menangani Lahan Kritis Pasca Penambangan (Studi Kasus di Bekas Tambang Nickel). Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, Vol. 15, No. 1, April 2013, hal. 8-16.

Subardja, D. 2009. Karakteristik dan Potensi Lahan Bekas Tambang Timah di Bangka Belitung untuk Pertanian. Buku I, Semilokanas Inovasi Sumberdaya Lahan, Hlm 189-197.

Soebowo G., 2011, Penambangan Sistem Terbuka Ramah Lingkungan dan Upaya Reklamasi Pasca Tambang untuk Memperbaiki Kualitas Sumberdaya Lahan dan Hayati Tanah, Jurnal Sumberdaya Lahan, Volume 5 Nomor 2, Desember 2011.

Smith, S. E. dan D.J. Read, 2008, Mycorrhizal Symbiosis, 3rd ed. Academic Press.p.605.

Susilawati, 2008. Karakteristik Sifat Fisik dan Kimia Ubi Kayu. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian, Vol. 13, No. 2.

Whitmore, A. P., W. R. Whalley, N. R. A. Bird, C. W. Watts and A. S. Gregory, 2011, Estimating Soil Strength In The Rooting Zone Of Wheat, Plant Soil, 339, 363 – 375.

Widawati, S, Suliasih, Saefudin, 2015, Isolasi Dan Uji Efektivitas Plant Growth Promoting Rhizobacteria Di Lahan Marginal Pada Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr.) var. Wilis. Prosiding Seminar Nasional, Masyarakat Biodeversity Indonesia, Volume 1, Nomor 1, Maret 2015 ISSN: 2407-8050, Hal. 59-65.

Yusanto, N., 2009, Analisis Sifat Fisik Kimia dan Kesuburan Tanah Pada Lokasi Rencana Hutan Tanaman Industri P.T. Prima Multibuwana, Jurnal Hutan Tropis Borneo, Vol. 10, No. 27.


Recommended