i
Optimasi Fermentasi Tepung Mocorin (Jagung Kuning (Zea mays L.) – Bekatul
Termodifikasi) dengan Lactobacillus plantarum dan Potensinya sebagai Pengganti
Tepung Terigu pada Pembuatan Mie
Fermentation Optimization of Mocorin (Modified Yellow Corn (Zea mays L.) – Rice
Bran) Flour by Lactobacillus plantarum and Its Potential as Wheat Flour Substitute in
Noodle Production
Oleh,
Oei Cindy Juwita Widagdo
NIM: 652010020
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Kimia, Fakultas: Sains dan Matematika guna
memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015
ii
iii
iv
1
Optimasi Fermentasi Tepung Mocorin (Jagung Kuning (Zea mays L.) – Bekatul
Termodifikasi) dengan Lactobacillus plantarum dan Potensinya sebagai Pengganti
Tepung Terigu pada Pembuatan Mi
Fermentation Optimization of Mocorin (Modified Yellow Corn (Zea mays L.) – Rice
Bran) Flour by Lactobacillus plantarum and Its Potential as Wheat Flour Substitute in
Noodle Production
Oei Cindy Juwita Widagdo*, Silvia Andini**, dan A. Ign. Kristijanto**,
*) Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
**) Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Jln. Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia
Email: [email protected]
ABSTRACT
Corn (Zea mays L. var Bisi 2) and rice bran are Indonesian agricultural products
which can be utilized into functional food in shape of flour. Yellow corn contain fiber,
carbohydrate, and carotenoid, meanwhile rice bran is rich in protein and antioxidant. If both
mixtures are fermented using Lactobacillus plantarum can increase its nutrition. The aims of
this study were to determine the optimum fermentation confition of yellow corn and rice bran
mixture, identify fatty acid composition in flour, and to test its potential as wheat flour
substitute in the production of noodle. The product was then tested and compared with SNI of
noodle.
The optimation was conducted using various concentrations of rice bran (25; 37,5; 50%
respectively) and various doses of L. plantarum 3704 innoculum (0,5; 1; 1,5; 2% respectively)
in 48 hours of fermentation. Soluble protein content obtained from fermented flour was
analyzed using factorial design of a 3×4 using Randomized Completely Block Design
(RCBD) as basic design with 3 replications to compare the differences between treatment
means, Honestly Significant Differences (HSD) test with 5% significance level.
The optimum conditions obtained at 1,5% bacteria dose and 25% addition of rice bran
which was increasing the soluble protein content from 10,90% to 15,06%. The identification
of fatty acid composition showed 3 dominant fatty acids in the fermented flour: linoleic acid
(39,96%), 11-octadecenoic acid (32,64%), dan hexadecanoic acid (21,56%) respectively. The
identification of amino acid composition showed 14 types of identified amino acid in the
fermented flour with glutamic acid (209,96 ppm) as the most dominant. The hedonic test
showed that the most preferred noodle product is 10% subsitution of fermented flour. The
product has been tested and appropriate to SNI requirement.
Keywords: fermentation, rice bran, yellow corn, Lactobacillus plantarum, optimization
2
PENDAHULUAN
Kesehatan adalah hal penting yang harus selalu diperhatikan. Salah satu cara menjaga
kesehatan adalah dengan pengaturan makanan. Oleh karena itu, masyarakat modern saat ini
tidak hanya memilih makanan berdasarkan kadar gizi dan cita rasanya, tetapi juga lebih
menyukai bahan makanan yang sekaligus memiliki fungsi fisiologis, seperti mengurangi
tekanan darah, mengurangi kadar kolesterol, dll. Dari permasalahan di atas, lahir konsep
functional food yang sudah terkenal di Jepang dengan nama FOSHU (Food for Specified
Health Use) (Ristek, 2000). Produk ini ternyata sangat berhasil di pasaran Asia, Eropa Barat,
dan Amerika Serikat.
Melihat keberhasilan pemasaran pangan fungsional, produsen pangan berlomba-lomba
untuk memunculkan inovasi produk baru. Hal ini akan lebih baik jika pangan fungsional
dikembangkan dari hasil pertanian Indonesia yang melimpah. Menurut data Badan Pusat
Statistik (BPS) produksi jagung di Indonesia pada 2012 mencapai 19,37 juta ton. Semetara
itu, bekatul juga merupakan bahan yang tersedia luas di Indonesia, sebagai hasil sampingan
dari produksi beras. Dalam penelitian ini, perpaduan antara jagung dan bekatul akan
dimodifikasi untuk digali potensinya sebagai pangan kesehatan.
Menurut Suarni (2009), jagung adalah salah satu bahan yang dapat diolah menjadi
tepung yang dapat menggantikan tepung terigu. Berdasarkan warnanya, jagung kering
dibedakan menjadi jagung kuning (90% bijinya berwarna kuning), jagung putih (90% bijinya
berwarna putih), dan jagung campuran yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut (Hariyadi
dkk, 2009). Menurut Suarni (1999), kandungan Fe dan karotenoid dalam biji jagung beragam
tergantung pada warna biji, di mana jagung kuning mengandung Fe dan karotenoid yang
lebih tinggi dari jagung putih. Lebih lanjut disebutkan bahwa kelebihan jagung sebagai
pangan fungsional yaitu kandungan serat pangannya yang tinggi. Jagung kuning yang akan
diolah adalah jagung dengan varietas Bisi 2. Di sisi lain, jagung kekurangan lisin dan
triptofan (Richana dan Suarni, 2010), sehingga untuk memperkaya kandungan gizinya dapat
ditambahkan bekatul. Bekatul memiliki kandungan asam amino esensial yang dibutuhkan
oleh anak usia 2-5 tahun (Wang dkk., 1999). Bekatul mengandung komponen antioksidan
lebih dari 100 jenis (Helal, 2005). Bekatul dapat mencegah penyakit jantung koroner karena
kandungan asam lemak tidak jenuh dan serat terlarut yang tinggi (Halliwel B and Gutteridge,
1999).
Campuran keduanya kemudian dimodifikasi melalui fermentasi. Menurut Pratiwi dkk.
(2011), fermentasi merupakan proses yang relatif murah. Proses ini mampu mengubah
struktur makanan sehingga mudah dicerna dan nilai gizi bahan yang terfermentasi lebih tinggi
3
daripada bahan awal. Dalam penelitian ini, bakteri yang digunakan adalah Lactobacillus
plantarum. Bakteri ini banyak digunakan dalam fermentasi berbagai tepung yaitu mocaf
(Kurniati dkk, 2012) dan tepung ubi kayu (Kurniadi dkk, 2012). Bakteri ini dipilih karena
mudah diperoleh, non-patogen, tahan pH rendah, menghasilkan enzim-enzim yang
mempunyai kemampuan tinggi dalam mendegradasi polisakarida dan mencegah browning
(Kurniadi dkk, 2012).
Bekatul adalah sumber gizi yang baik namun tidak bisa dikonsumsi dalam jumlah besar
karena mengandung zat antinutrisi asam fitat dan inhibitor tripsin (Irianingrum, 2013).
Fermentasi dapat mengatasi hal ini karena L. plantarum mampu mendegradasi asam fitat
(Pepe dkk., 2010) dan inhibitor tripsin (Kanekar dkk., 1992).
Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini bertujuan:
1. Optimasi produksi tepung mokorin berbahan baku jagung kuning ditelaah dari
konsentrasi bekatul, dosis inokulum, dan interaksinya.
2. Menentukan dan mengidentifikasi kadar asam lemak dan asam amino pada tepung .
3. Menguji potensi tepung terfermentasi L. plantarum sebagai pengganti tepung terigu
dalam pembuatan mie dengan uji organoleptik dan membandingkannya dengan SNI
mie Basah No. 01-2987-1992.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Proses penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2013 hingga Januari 2015 di
Laboratorium Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jagung kuning (Zea mays L.)
varietas Bisi 2 kering dan bekatul diperoleh dari Pulutan Salatiga. Isolat murni bakteri L.
plantarum 3704 yang digunakan diperoleh dari PAU Pangan dan Gizi Universitas Gajah
Mada Yogyakarta.
Bahan kimiawi yang digunakan antara lain, medium MRSB (de Man, Rogosa, and
Sharpe Broth), NaCl, pepton, Bovine Serum Albumin (BSA), CuSO4.5H2O, NaOH, dan,
KNa-Tartrat. Bahan kimia yang digunakan diproduksi oleh E-Merck.
4
Piranti
Piranti yang digunakan antara lain piranti gelas, oven (WTB binder, Jerman),
spektrofotometer (Optizen 2120 UV, Korea), neraca analitik (Mettler H80), desikator
(Wherteim GL 32), centrifuge (Tomy seiko C-40 N, Jepang), tanur (Vulcan A-550), neraca
analitis dua digit (Ohaus TAJ602), microwave oven (Sharp Carousel, Model R-2V15, Jepang),
Kromatografi Gas - Spektroskopi Massa.
Metode
Pembuatan Tepung Jagung
Biji jagung kuning kering digiling hingga halus dan diayak dengan ukuran 100 mesh.
Preparasi Bekatul (Purnomo, 2013)
Bekatul yang sudah digiling diayak terlebih dahulu. Microwave oven (Sharp Carousel,
Model R-2V15) yang beroperasi pada frekuensi 2.450 MHz dan daya output maksimum 600
Watt dipanaskan lebih dahulu selama 3 menit pada skala tinggi. Bekatul ditempatkan dalam
wadah kaca disebar dengan ketebalan merata, lalu bekatul distabilisasi selama 3 menit
dengan microwave oven dengan skala tinggi. Sampel kemudian didiamkan hingga mencapai
suhu ruang.
Optimasi Fermentasi
Fermentasi dilakukan dengan mencampur 20 g sampel campuran jagung dan bekatul
dengan menambahkan 40mL larutan PPS (Pepton Physiological Salt) yang mengandung L.
plantarum. Optimasi dilakukan dengan 2 variabel yaitu konsentrasi bekatul yang
ditambahkan dan dosis bakteri. Variasi konsentrasi bekatul yang ditambahkan sebesar 25%,
37,5%, dan 50%, sedang variasi jumlah inokulum L. plantarum yaitu sebesar 0,5%; 1%;
1,5%; dan 2% dari larutan induk 1,5×108 CFU/mL. Fermentasi dilakukan dalam wadah
terbuka pada suhu 37oC selama 48 jam.
Penepungan Hasil Fermentasi
Hasil fermentasi dikeringkan dengan drying cabinet pada suhu 50oC selama 1 malam
kemudian dihaluskan dan diayak. Hasil tepung dikemas dalam wadah plastik yang diisi
dengan dessicant.
5
Pengukuran Kadar Protein Terlarut Metode Biuret (AOAC, 1995 yang dimodifikasi)
0,5 g sampel dihidrolisis dengan 10mL NaOH 0,1M lalu dipanaskan pada suhu 90oC
selama 3 menit. Sampel dipusingkan pada 600 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil lalu
diencerkan 5 kali kemudian diambil 1 mL dan ditambahkan 4 mL reagensia biuret. Larutan
diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang kemudian diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 550 nm. Sebagai standar digunakan larutan protein BSA dengan konsentrasi 1-10
mg/mL.
Aplikasi Tepung MOCORIN dalam Pembuatan mie Basah (Harahap, 2007, dalam
Lestario dkk., 2012)
100 g campuran tepung ditambah 2 g garam dapur, 1 g soda kue, dan 20 g telur.
Campuran diratakan kemudian ditambahkan air sedikit demi sedikit hingga 28 mL. Adonan
diuleni selama ± 20 menit hingga kalis. Kemudian, adonan didiamkan selama 10 menit lalu
dicetak dengan cetakan mi. Mula-mula dicetak menjadi lembaran tipis, kemudian dicetak
membentuk mie dan direbus selama 1 menit dalam air yang sudah ditambahkan 5 mL minyak
goreng. Lalu mie diangkat dan ditiriskan.
Pengukuran Kadar Protein Total Metode Semi Mikro Kjeldahl (Sudarmadji dkk., 1984)
1 g mie ditimbang lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambah 5 g Na2SO4
sebagai katalisator. Sampel didestruksi selama kurang lebih 2 jam hingga larutan jernih,
kemudian didiamkan hingga dingin. Larutan ditambah 10 mL akuades kemudian dimasukkan
ke dalam alat distilasi Kjeldahl dan ditambah 35 mL larutan NaOH – Na2SO3. Distilat
ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 mL larutan asam borat jenuh dan 2 tetes
indikator metil biru. Distilasi dilakukan hingga warna larutan dalam erlenmeyer berubah
menjadi kehijauan. Larutan dititrasi dengan HCl 0,1 M kemudian N total dapat dihitung dari
jumlah volume HCl 0,1 M yang digunakan pada saat titrasi.
Pengukuran Kadar Air (Sudarmadji dkk, 1984)
Cawan petri kosong dimasukkan ke dalam oven selama 1 malam. 1 g sampel
dimasukkan dalam cawan petri lalu dioven pada suhu 105oC selama 4 jam kemudian
dimasukkan dalam desikator selama 10 menit, selanjutnya ditimbang. Perlakuan ini diulangi
sampai bobot konstan.
%𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ× 100%
6
Pengukuran Kadar Abu (Sudarmadji dkk, 1984)
Cawan porselin dimasukkan ke dalam oven selama 1 malam. Sampel ditimbang
masing-masing sebanyak 1 g dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya. Kemudian
dipijarkan dalam tanur dengan suhu 600oC sampai diperoleh abu berwarna abu keputihan-
putihan. Cawan porselin dimasukkan ke dalam desikator lalu ditimbang setelah abu dingin
%𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 =𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛 𝑎𝑏𝑢 − 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙× 100%
Analisis Data
Data kadar protein terlarut tepung fermentasi dianalisis menggunakan Rancangan
Perlakuan Faktorial 3×4 dan rancangan dasar RAK (Rancangan Acak Kelompok) 3 ulangan.
Sebagai faktor pertama adalah konsentrasi bekatul yang terdiri dari 3 aras yaitu: 25%, 37,5%,
dan 50%. Faktor kedua adalah konsentrasi L. plantarum yang terdiri dari 4 aras yaitu: 0,5%;
1%; 1,5%; dan 2% dari larutan induk 1,5×108 CFU/mL. Sebagai kelompok adalah waktu
analisis. Data hasil uji organoleptik dengan skala hedonik dianalisis dengan menggunakan
Rancangan Acak Kelompok (RAK) 6 perlakuan dengan 30 panelis. Pengujian antar
perlakuan dilakukan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%
(Steel and Torie, 1980)
Identifikasi Asam Lemak dalam Tepung Jagung Kuning – Bekatul Terfermentasi
Ekstraksi asam lemak
Sebanyak 25 gram sampel tepung dari perlakuan terbaik diekstrak dengan soxhlet
selama 4 jam pada suhu 69 ºC dalam 300 mL heksana. Kemudian pelarut diuapkan hingga
kering dengan rotary evaporator pada suhu 40 ºC. Sisa pelarut yang masih berada dalam
minyak diuapkan dengan menggunakan gas N2.
Prosedur analisa asam lemak
Identifikasi kandungan asam lemak bebas pada sampel dilakukan dengan
menggunakan Kromatografi Gas – Spektrofotometer Massa Shimadzu QP2010S, di
Laboratorium Kimia Organik, Fakultas MIPA Universitas Gajah Mada Yogyakarta dengan
kondisi operasional :
7
Kolom : EGILENT J&W DB-1
Panjang : 30 meter
Gas pembawa : Helium
Gradien suhu : 50oC selama 5 menit dan 280
oC selama 29 menit
Pengionan : Electron Impact
Identifikasi Asam Amino dalam Tepung Jagung Kuning – Bekatul Terfermentasi
Preparasi Sampel
Sebanyak 60 mg sampel ditambah 4 mL HCL 6 N dipanaskan selama 24 jam dengan
suhu 110 oC. Selanjutnya dinetralkan (pH 7) dengan NaOH 6 N lalu disaring dengan kertas
saring Whatman 0,2 um. Sampel yang sudah disaring dengan kertas saring Whatman diambil
0,2 ul sebanyak 50 ul lalu ditambah 300 ul larutan OPA (Orthophalaldehid) dan diaduk
selama 5 menit selanjutnya dimasukkan ke injector HPLC sebanyak 20 ul.
Analisis Sampel
Identifikasi kandungan asam amino sampel dilakukan dengan menggunakan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Shimadzu LC10, di Laboratorium Kimia Organik, Fakultas
MIPA Universitas Gajah Mada Yogyakarta dengan kondisi operasional :
Instrumen : SHIMADZU LC10, Japan
Fase diam : LiChrospher-100 Rp - C18 (5um) LiChroCART 125-4
Fase gerak : A = CH3OH : 50mM natrium asetat : THF (2:96:2) ph 6.8
B = 65% METHANOL
Volume injeksi : 20ul
Kecepatan alir : 1.5ml/menit
Elusi gradien : 2 menit (100% A), 35 menit (100% B), 35 menit stop
Detektor : Flourescence Shimadzu RF 535
Terdapat 14 standar asam amino yang digunakan sebagai pembanding, yaitu Asam
Aspartat (Asp), Asam Glutamat (Glu), Serin (Ser), Histidin (His), Glisin (Glys), Arginin
(Arg), Alanin (Ala), Tirosin (Tyr), Metionin (Met), Valin (Val), Fenilalanin (Phe), Isoleusin
(Ile), Leusin (Leu), dan Lisin (Lys).
Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)
Tepung yang digunakan adalah tepung hasil fermentasi yang optimal dengan berbagai
persentase campuran terigu. Persentase tepung terhadap terigu adalah 0%, 10%, 20%, 30%,
40%, dan 50%. Uji organoleptik mie basah mencakup warna, rasa, bau, dan tekstur. Sampel
8
mie dengan kode tertentu diujikan kepada 30 panelis. Skala hedonik untuk warna, rasa, dan
tekstur mie ditentukan dengan skala sebagai berikut: 1= sangat suka, 2= suka, 3= agak suka,
4= tidak suka, 5= sangat tidak suka.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Optimasi Kadar Protein Terlarut Tepung Jagung Kuning dan Bekatul Terfermentasi
Antar Dosis Bekatul
Kadar protein terlarut tepung jagung kuning dan bekatul fermentasi antar berbagai dosis
bekatul berkisar antara 13,77 ± 1,31% hingga 14,45 ± 1,48% (Tabel 1).
Tabel 1. Kadar Protein Terlarut Tepung Bekatul – Jagung Kuning Terfermentasi pada Dosis
Bekatul yang Berbeda
Kadar Protein % Dosis Bekatul
25% 37,5% 50%
(x ± SE)
W = 1,14
14,45 ± 1,48%
(a)
14,23 ± 1,56%
(a)
13,77 ± 1,31%
(a)
Keterangan: W = BNJ 5% Nilai yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan nilai yang
diikuti dengan huruf yang tidak sama menunjukkan
perlakuan berbeda nyata. Keterangan ini juga berlaku untuk Tabel 2.
Tabel 1 menunjukkan penambahan berbagai dosis bekatul tidak berpengaruh terhadap
kadar protein terlarut hasil fermentasi karena kadar protein berbagai campuran bekatul –
jagung kuning sebelum difermentasi mempunyai kadar protein terlarut yang relatif sama.
Substitusi 25 – 50% bekatul pada jagung kuning sebelum difermentasi menghasilkan kadar
protein 10,90 – 11,67%. Sebaliknya, penambahan dosis L.plantarum hingga 1,5%
meningkatkan kadar protein terlarut pada tepung. Dosis bakteri yang lebih tinggi (2%) akan
menurunkan kadar protein terlarut tepung terfermentasi (Tabel 2).
Optimasi Kadar Protein Terlarut Tepung Jagung Kuning dan Bekatul Terfermentasi
Antar Dosis Bekatul
Kadar protein terlarut tepung jagung kuning dan bekatul fermentasi antar berbagai
dosis bakteri inokulum berkisar antara 13,02 ± 0,57% hingga 15,06 ± 0,71% (Tabel 2).
9
Tabel 2. Kadar Protein Tepung Bekatul – Jagung Kuning Terfermentasi pada Dosis
Bakteri L. plantarum yang Berbeda
Kadar Protein % Dosis Bakteri
0,5 1 1,5 2
(x ± SE)
W = 1,46
13,02 ±
0,57%
(a)
14,16 ±
1,17%
(ab)
15,06 ±
0,71%
(b)
14,36 ±
0,84%
(ab)
Seiring dengan peningkatan dosis bakteri L. plantarum, kadar protein terlarut
meningkat karena enzim proteolitik yang dihasilkan oleh bakteri semakin banyak sehingga
protein yang dipecah juga akan semakin banyak. Pada proses fermentasi, semakin besar
produksi enzim oleh bakteri, semakin tinggi proses pemecahan protein menjadi komponen
lebih sederhana yaitu protein dan asam amino. Namun pada dosis bakteri 2%, kadar
proteinnya terlarut lebih rendah pada dosis bakteri 1,5%. Hal ini disebabkan karena
kepadatan mikroba yang tinggi akan menyebabkan tejadinya persaingan dalam pengambilan
nutrisi sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat (Atlas and Richard, 1993 dalam
Afrianto, 2010) dan, dosis bakteri L. plantarum yang terlalu pekat akan mengakibatkan
dehidrasi sel sehingga menghambat proses (Judoamidojo, 1990, dalam Febriningrum, 2013).
Tepung yang optimal pada fermentasi ini adalah dengan dosis bekatul 25% dan
bakteri 2,5%. Dosis bekatul dipilih yang terendah k,arena dosis yang tinggi akan
menghasilkan tepung dengan kadar abu yang tinggi.
Identifikasi Asam Lemak dalam Tepung Jagung Kuning – Bekatul Sebelum dan
Sesudah Fermentasi
Tepung Bekatul
Hasil analisis komponen kimia asam lemak tepung bekatul diperoleh data
kromatogram yang berasal dari analisis Kromatografi Gas (KG) dan spektra massa dari
analisis Spektrofotometer Massa (SM). Dari analisis KG diperoleh hasil pemisahan minyak
tepung bekatul dengan kromatografi gas disajikan pada Gambar 1.
10
Gambar 1. Gambar Kromatogram Minyak Tepung Bekatul
Kromatogram tepung bekatul menunjukkan 7 puncak, dengan puncak tertinggi diperoleh
pada waktu retensi 45,883 menit dengan luas area 39,72%, yaitu senyawa asam 11-
oktadekenoat. Identifikasi senyawa asam 11-oktadekenoat dilakukan dengan membandingkan
pola fragmentasi spektra massa hasil KG-SM dengan pola fragmentasi senyawa referensi
standar. Spektra massa senyawa asam 11-oktadekenoat disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Gambar Spektra Asam 11-dekenoat Tepung Bekatul
Berdasarkan pola fragmentasi sampel (Gambar 2) menunjukkan berat molekul sampel
dan pola fragmentasi ini sesuai dengan referensi standar WILEY229.LIB (Gambar 3) yaitu
BM (m/z 296) dan base peak (m/z 55) teridentifikasi sebagai senyawa asam 11-oktadekenoat.
Gambar 3. Gambar Spektra Standar Asam 11-dekenoat
Hasil analisis spektrum massa kromatogram minyak tepung jagung kuning - bekatul
terfermentasi disajikan sebagai berikut (Tabel 3).
11
Tabel 3. Hasil Analisis Spektrum Massa Kromatogram Minyak Tepung Bekatul
Puncak Waktu retensi Kelimpahan (%) Komponen Kimia
1 37,630 0,67 asam tetradekanoat
2 42,148 17,27 asam heksadekanoat
3 45,764 37,59 asam linoleat
4 45,883 39,72 asam 11-oktadekenoat
5 46,190 3,65 asam oktadekanoat
6 49,494 0,40 asam 13-dokosenoat
7 49,883 0,70 asam eikosanoat
Dari Tabel 3 terlihat bahwa senyawa dengan kelimpahan tertinggi pada minyak
tepung jagung kuning berturut-turut adalah asam 11-oktadekenoat (39,72%), asam linoleat
(37,59%), dan asam heksadekanoat (17,27%)
Tepung Jagung Kuning
Hasil analisis minyak tepung jagung kuning dengan kromatografi gas disajikan pada
Gambar 4.
Gambar 4. Gambar Kromatogram Minyak Tepung Jagung Kuning
Kromatogram tepung jagung kuning menunjukkan 4 puncak, dengan puncak tertinggi
diperoleh pada waktu retensi 45,691 menit dengan luas area 43,20%, yaitu senyawa asam
linoleat. Identifikasi senyawa asam linoleat dilakukan dengan membandingkan pola
fragmentasi spektra massa hasil KG-SM dengan pola fragmentasi senyawa referensi standar.
Spektra massa senyawa asam linoleat disajikan pada Gambar 5.
12
Gambar 5. Gambar Spektra Asam linoleat Tepung Jagung Kuning
Berdasarkan pola fragmentasi sampel (Gambar 5) menunjukkan berat molekul
sampel dan pola fragmentasi ini sesuai dengan referensi standar database NIST62.LIB
(Gambar 6) yaitu BM (m/z 294) dan base peak (m/z 67) teridentifikasi sebagai senyawa
asam linoleat.
Gambar 6. Gambar Spektra Standar Asam Linoleat
Hasil analisis spektrum massa kromatogram minyak tepung jagung kuning - bekatul
terfermentasi disajikan sebagai berikut (Tabel 4).
Tabel 4. Hasil Analisis Spektrum Massa Kromatogram Minyak Tepung Jagung Kuning
Puncak Waktu retensi Kelimpahan (%) Komponen Kimia
1 42,124 19,68 asam heksadekanoat
2 45,691 43,20 asam linoleat
3 45,788 34,52 asam oleat
4 46,182 2,60 asam oktadekanoat
Tabel 4 terlihat bahwa senyawa dengan kelimpahan tertinggi pada minyak tepung
jagung kuning berturut-turut adalah asam linoleat (43,20%), asam oleat (34,52%), dan asam
heksadekanoat (19,68%)
Tepung Jagung Kuning – Bekatul Terfermentasi
Hasil analisis komponen kimia asam lemak tepung jagung kuning – bekatul
terfermentasi diperoleh data kromatogram yang berasal dari analisis Kromatografi Gas (KG)
dan spektra massa dari analisis Spektrofotometer Massa (SM). Dari analisis KG diperoleh
13
hasil pemisahan minyak tepung jagung kuning – bekatul terfermentasi dengan kromatografi
gas disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7. Gambar Kromatogram Minyak Tepung Jagung Kuning - Bekatul Terfermentasi
Kromatogram tepung jagung kuning – bekatul terfermentasi menunjukkan 7 puncak,
di mana puncak tertinggi diperoleh pada waktu retensi 45,762 menit dengan luas area 39,96%,
yaitu senyawa asam linoleat. Identifikasi senyawa asam linoleat dilakukan denga
membandingkan pola fragmentasi spektra massa hasil KG-SM dengan pola fragmentasi
senyawa referensi standar. Spektra massa senyawa linoleat disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8. Gambar Spektra Asam Linoleat Tepung Jagung Kuning – Bekatul Terfermentasi
Berdasarkan pola fragmentasi sampel (Gambar 8) menunjukkan berat molekul
sampel dan pola fragmentasi ini sesuai dengan referensi standar database WILEY229.LIB
(Gambar 9) yaitu BM (m/z 294) dan base peak (m/z 67) teridentifikasi sebagai senyawa
asam linoleat.
Gambar 9. Gambar Spektra Standar Asam Linoleat
Hasil analisis spektrum massa kromatogram minyak tepung jagung kuning - bekatul
terfermentasi disajikan sebagai berikut (Tabel 5).
14
Tabel 5. Hasil Analisis Spektrum Massa Kromatogram Minyak Tepung Jagung Kuning –
Bekatul Terfermentasi
Puncak Waktu retensi Kelimpahan (%) Komponen Kimia
1 37,627 0,35 asam tetradekanoat
2 42,147 21,56 asam heksadekanoat
3 45,742 39,96 asam linoleat
4 45,85 32,64 asam 11-oktadekenoat
5 46,182 4,45 asam oktadekanoat
6 49,49 0,32 asam 13-dokosenoat
7 49,881 0,72 asam eikosanoat
Tabel 5 terlihat bahwa senyawa dengan kelimpahan tertinggi pada minyak tepung
jagung kuning - bekatul terfermentasi berturut-turut adalah asam linoleat (39,96%), asam 11-
oktadekenoat (32,64%), dan asam heksadekanoat (21,56%)
Sebagian besar asam lemak dalam tepung jagung kuning – bekatul sebelum dan
sesudah fermentasi merupakan asam lemak tak jenuh, yaitu asam linoleat, asam 11-
oktadekenoat, dan asam oleat. Tidak terdapat penambahan dalam variasi jenis asam lemak
dari hasil fermentasi tepung jagung kuning – bekatul. Asam oleat (asam 9-oktadekenoat) dari
jagung, setelah terfermentasi, kemungkinan mengalami isomerisasi posisi menjadi asam 11-
oktadekenoat, sehingga kelimpahan asam 11-oktadekenoat pada tepung terfermentasi
meningkat. Kelimpahan asam lemak tidak jenuh yang tinggi pada tepung jagung kuning –
bekatul terfermentasi menunjukkan bahwa proses fermentasi tidak banyak mengubah
senyawa asam lemak tidak jenuh.
15
Identifikasi Asam Amino Tepung Bekatul – Jagung Kuning Terfermentasi
Kromatogram hasil analisis asam amino menggunakan KCKT ditampilkan pada Gambar 10.
(a)
(b)
(c)
Gambar 10. (a) Kromatogram Asam Amino Bekatul; (b) Kromatogram Asam Amino
Tepung Jagung Kuning; (c) Kromatogram Asam Amino Tepung Bekatul
– Jagung Kuning Terfermentasi
16
Kondisi operasional
Instrumen : SHIMADZU LC10, Japan Fase diam : LiChrospher-100 Rp - C18 (5um) LiChroCART 125-4
Fase gerak : A = CH3OH : 50mM natrium asetat : THF (2:96:2) ph 6.8
B = 65% METHANOL
Volume injeksi : 20ul Kecepatan alir : 1.5ml/menit
Elusi gradien : 2 menit (100% A), 35 menit (100% B), 35 menit stop
Detektor : Flourescent Shimadzu RF 535
Dari Gambar 10 hasil identifikasi menunjukkan bekatul mempunyai 20 puncak, dan
pada jagung kuning, terdapat 23 puncak. Dan tepung bekatul – jagung kuning terfermentasi
terdapat 21 puncak. Tepung bekatul – jagung kuning terfermentasi memiliki jumlah puncak
yang lebih sedikit daripada yang tidak difermentasi. Identifikasi 21 jenis asam amino yang
ada dilakukan dengan 14 standar asam amino (Tabel 6).
Tabel 6. Kadar Asam Amino (ppm) Tepung Bekatul – Jagung Kuning Sebelum dan
Sesudah Fermentasi
Asam
Amino Bekatul
Tepung
Jagung
Kuning
Tepung Bekatul -
Jagung Kuning
(25% : 75%)
Tepung Bekatul
- Jagung Kuning
Terfermentasi
Asp 110,74 96,12 99,77 88,98
Glu 199,09 231,93 223,72 209,96
Ser 45,05 50,20 48,91 43,03
His 27,79 29,94 29,40 26,24
Gly 33,73 34,46 34,28 27,73
Arg 67,71 45,42 50,99 38,24
Ala 54,07 72,94 68,22 64,57
Tyr 33,17 38,99 37,53 31,48
Met 26,44 64,10 54,68 32,63
Val 28,73 28,24 28,36 24,94
Phe 34,52 39,78 38,47 33,94
Ile 32,84 37,01 35,97 28,82
Leu 66,31 103,59 94,27 93,03
Lys 20,47 23,37 22,65 13,20
14 asam amino teridentifikasi pada bekatul, jagung kuning, serta pada tepung bekatul
- jagung kuning terfermentasi. Namun, secara kuantitatif, terjadi perubahan komposisi asam
amino sebelum dan sesudah fermentasi. Terjadi penurunan kadar pada 14 asam amino yang
teridentifikasi. Penurunan jenis dan kadar asam amino dimungkinkan karena pada proses
fermentasi, asam amino yang kadarnya menurun, digunakan untuk metabolisme bakteri L.
plantarum dalam proses fermentasi, atau diubah menjadi asam amino lain yang tidak
17
teridentifikasi jenisnya. Asam-asam amino terutama asam glutamat merupaan prekursor
flavor sensory non volatile yang memberikan rasa gurih. Rasa gurih juga karena asam-asam
amino hidrofobik lainnya seperti phenilalanin, tirosin, leusin, isoleusin dan valin. (Yong and
Wood 1974). Hal ini yang meningkatkan kesukaan terhadap rasa tepung.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik mie basah terbuat dari tepung bekatul – jagung kuning terfermentasi
dengan substitusi tepung terfermentasi terhadap terigu dilakukan dari 0% - 50%, dilakukan
dengan skala hedonik terhadap 4 parameter yaitu rasa, tekstur, warna, dan aroma (Tabel 7).
Tabel 7. Hasil Uji Organoleptik Mie Basah Tepung Bekatul - Jagung Kuning Terfermentasi
Parameter % Penambahan Tepung Terfermentasi
0% 10% 20% 30% 40% 50%
Rasa
W = 0,39
2,17 ±
0,19ab
1,83 ±
0,12a
2,53 ±
0,17b
3,03 ±
0,16c
4,00 ±
0,18e
3,53 ±
0,15d
Tekstur
W = 0,41
2,13 ±
0,13a
1,77 ±
0,16a
3,10 ±
0,12b
3,23 ±
0,18bc
4,33 ±
0,24d
3,57 ±
0,18c
Warna
W = 0,37
1,53 ±
0,18a
2,20 ±
0,15b
3,07 ±
0,14c
3,03 ±
0,09c
4,03 ±
0,17e
3,60 ±
0,17d
Aroma
W = 0,37
2,97 ±
0,19a
3,00 ±
0,12a
3,03 ±
0,17a
3,23 ±
0,16ab
3,57 ±
0,18bc
3,63 ±
0,15c
Keterangan:
W = BNJ 5%
Nilai-nilai yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan antar
perlakuan tidak berbeda, sebaliknya nilai-nilai yang diikuti dengan
huruf yang tidak sama menunjukkan antar perlakuan berbeda nyata.
Menurut Winarno (2002), rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia,
suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang lain. Kandungan jagung pada
tepung terfermentasi memberikan rasa gurih. Selain itu, asam laktat hasil metabolisme L.
plantarum memberikan rasa asam sehingga substitusi yang semakin tinggi rasanya akan
menurun. Substitusi 10% memberikan kombinasi rasa yang paling disukai oleh panelis.
Mie yang baik memiliki tekstur yang kenyal dan lembut. Mie pada umumnya dibuat
dari terigu karena memiliki senyawa gluten yang bersifat kenyal dan elastis. Jagung kuning
dan bekatul tidak mempunyai gluten sehingga substitusi yang tinggi menjadikan mie semakin
tidak kenyal. Kadar abu yang tinggi pada bekatul juga menyebabkan mie mudah putus.
Kombinasi tekstur terigu dan jagung – bekatul pada substitusi 10% menghasilkan tekstur
yang paling disukai.
18
Warna merupakan atribut organoleptik yang pertama dilihat oleh konsumen dalam
mengkonsumsi suatu makanan. Warna harus menarik, dan dapat mewakili citarasa makanan.
Karoten dari jagung kuning memberikan warna kekuningan, sedangkan bekatul memberikan
warna kecoklatan. sedangkan mie terigu pada umumnya berwarna putih kekuningan dari
warna telur. Substitusi hingga 10% masih disukai oleh panelis.
Aroma mie basah dengan substitusi 0 – 50% semuanya agak disukai oleh panelis.
Substitusi tepung bekatul – jagung kuning terfermentasi yang semakin tinggi semakin tidak
disukai karena memiliki aroma langu dari bekatul.
Pembandingan SNI
Mie dari tepung jagung kuning – bekatul terfermentasi ini diukur kadar air, abu, dan
protein totalnya, untuk dibandingkan dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mie
Basah No. 01-2987-1992 (Tabel 8).
Tabel 8. Perbandingan Kadar Air, Abu, dan Protein Mie Basah dengan SNI
Parameter SNI mie Basah
No. 01-2987-1992
Mi Tepung Jagung Kuning – Bekatul
Terfermentasi
0% 10%
Air (%) 20 – 35 22,71 ± 1,34 24,27 ± 0,93
Abu (%) < 3 1,73 ± 0,20 2,14 ± 0,23
Protein (%) > 8 12,30 ± 0,93 12,79 ± 0,87
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mie tersubstitusi tepung jagung kuning – bekatul
terfermentasi 10% memiliki kadar air, abu, dan protein yang lebih tinggi dari mie berbahan
dasar terigu. Hasil Tabel.8 jika dibandingkan dengan SNI untuk Mie Basah No. 01-2987-
1992, menunjukkan bahwa produk masih memenuhi standar yang ditentukan sehingga layak
untuk dikonsumsi. Kadar abu yang lebih tinggi mungkin disebabkan oleh kadar abu bekatul
yang tinggi (9,13%).
19
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Fermentasi tepung bekatul – jagung kuning yang optimal diperoleh pada dosis L.
plantarum 1,5% dan penambahan bekatul 25% dengan kadar protein terlarut 15,06 ±
0,71% dan tidak terdapat interaksi antara dosis L. plantarum dan penambahan bekatul.
2. Komposisi asam lemak pada tepung jagung kuning – bekatul termodifikasi adalah
asam linoleat (39,96%), asam 11-oktadekenoat (32,64%), dan asam heksadekanoat
(21,56%). Sedangkan, hasil identifikasi asam amino menunjukkan bahwa proses
fermentasi mengurangi jenis asam amino. 14 jenis asam amino yang terdeteksi pada
tepung bekatul – jagung kuning sebelum dan sesudah fermentasi, kadarnya menurun
setelah difermentasi. Asam amino yang paling dominan adalah asam glutamat (209,96
ppm).
3. Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa mie basah dengan substitusi 10% tepung
bekatul – jagung kuning terfermentasi paling baik karena sangat disukai dari segi rasa
dan tekstur, segi warna disukai, segi aroma agak disukai. Produk mie basah dengan
subsitusi 10% tepung bekatul – jagung kuning terfermentasi telah memenuhi syarat
mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk mie Basah No. 01-2987-1992 .
Saran
Fermentasi tepung bekatul – jagung kuning perlu dikembangkan lagi supaya dapat
disubstitusikan ke dalam makanan dengan persentase yang lebih tinggi namun tetap disukai
dari segi rasa, tekstur, dan warna. Selain itu, perlu juga ditinjau potensinya lebih lanjut untuk
dikembangkan menjadi jenis makanan lain.
20
DAFTAR PUSTAKA
Amadou, I.; Tidjani, A.; Foh, M. B. K.; Kamara, M. T.; and Le, G.W. (2010) Influence of
Lactobacillus plantarum Lp6 fermentation on the functional properties of soybean protein
meal. Emir. J. Food Agric. 22 (6): 456-465.
Afrianto, E. (2010) Penggunaan Saccharomyces cereviciae pada fermentasi pakan buatan
untuk meningkatkan pertumbuhan nila merah (Oreochromis niloticus). Prosiding Forum
Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
AOAC.(1995) Official Methods of Analysis of The Associations of Official Analytical
Chemist. AOAC, Washington DC.
Febriningrum, P.N., (2013) Pengaruh konsentrasi substrat kulit nanas dan kecepatan
pengadukan terhadap pertumbuhan Lactobacillus plantarum untuk produksi asam laktat.
Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan. Vol. 9 (3): 144-151
Halliwel, B and Gutteridge, J. (1990) Free radicals in biology and medicine. New York:
Oxford University Press. Third Edition. P:23
Hariyadi, N.; Aimi, P.; Tien, R.M.; Nuri, A. (2009). Hubungan sifat kimia dan rheologi
tepung jagung putih dengan fermentasi spontan butiran jagung. Forum Pascasarjana. Vol.
32 (1) : 33-43
Helal, A. M. (2005) Rice Bran in Egypt. Cairo : Kaha for Environmental and Agricultural
Projects.
Irianingrum, R. (2013) Kandungan Asam Fitat Dan Kualitas Dedak Padi Yang Disimpan
Dalam Keadaan Anaerob. IPB, Bogor.
Kanekar, P., Joshi, N., Sarnaik, S., Kelkar, A. (1992) Effect of fermentation by lactic acid
bacteria from soybean seeds on trypsin inhibitor (TI) activity. Journal of Food
Microbiology 9(3):245-249
Kurniadi, M; Susanto, A; Nurhikmat, A; Helmi, R.L.; Irwansyah, A.C. (2012)
Pengembangan Teknologi Bioproses Tepung Ubi Kayu Menggunakan Bakteri
Lactobacillus plantarum. Yogyakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
Kurniati, L.I.; Aida, N; Gunawan, S; Widjaja, T. (2012) Pembuatan mocaf (modified cassava
flour) dengan proses fermentasi menggunakan lactobacillus plantarum, saccharomyces
cerevisiae, dan rhizopus oryzae. Jurnal Teknik Pomits 1(1): 1-6
Lestario, L.N.; Susilowati, M.; Martono, Y. (2012). Pemanfaatan tepung labu kuning
(cucurbita moschata durch) sebagai bahan fortifikasi mie basah. Prosiding Seminar
Nasional Sains dan Pendidikan Sains VII UKSW, Salatiga.
21
Pepe, O; Anastasio, M; Cirillo, T, Palomba, S, Blaiotta, G, Villani, F. (2010). Selection and
use of phytate-degrading LAB to improve cereal-based products by mineral solubilization
during dough fermentation. J Food Sci. 75(1):M28-35.
Pratiwi, W., Eriza, A., dan Melati. (2011) Fermentasi Tepung Dedak Menggunakan Ragi
Tape Saccharomyces cerevisiae untuk Meningkatkan Nutrisi Pangan Ikan. Program
Kreativitas Mahasiswa, IPB, Bogor.
Purnomo, L.O.P. (2013) Pengaruh Pemanasan Gelombang Mikro terhadap Masa Simpan
dan Kandungan Asam Lemak Bekatul. Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.
Richana dan Suarni, (2010) Ragam produk pangan dari jagung dan sorgum. [Online].
Tersedia:
http://pangan.litbang.deptan.go.id/file/file/inotek/DiversifikasiPanganBahanBakuJagungda
nSorgum.pdf [Diunduh pada 27 Oktober 2013]
Soekarto, S. T. (1985) Penelitian Organoleptik untuk industri Pangan dan Hasil Pertanian.
Bharatara Karya Aksara, Jakarta.
Steel, R.G.D. dan Torie, J.H. (1980) Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan
Biometrik. Gramedia. Jakarta.
Suarni, S. W. (1999). Struktur, Komposisi, dan Nutrisi Jagung. Balai Penelitian Tanaman
Serealia, Maros. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor
Suarni, S. W. (2009). Potensi tepung jagung dan sorgum sebagai substitusi terigu dalam
produk olahan. [Online]. Tersedia: http://pangan.litbang.deptan.go.id/en/publication-
iptek/36/342 [Diunduh pada 30 Oktober 2013]
Wang, M., Hettiarachy, N.S., Qi, M., Bucks, W., Siebenmorgen, T. (1999) Preparation and
functional properties of rice bran protein isolate. J. Agric. Food Chem. 47: 411-416
Winarno, F.G. (2002) Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
22
Lampiran 1. Hasil Penentuan Kadar Air
Tabel 9. Kadar Air Tepung Terfermentasi dengan Berbagai Perlakuan
Dosis Bekatul
(%)
Dosis Inokulum
(%)
Kadar Air Rerata ± SE
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
25 0,5 6,35 5,88 5,93 6,05 ± 0,26
1 6 5,67 5,83 5,83 ± 0,16
1,5 5,85 5,48 5,58 5,64 ± 0,19
2 5,7 602 5,6 5,77 ± 0,22
37,5 0,5 5,13 4,67 4,91 4,90 ± 0,23
1 4,85 4,68 4,72 4,75 ± 0,09
1,5 4,53 4,88 4,91 4,77 ± 0,21
2 4,5 4,62 4,75 4,62 ± 0,12
50 0,5 4,68 4,13 4,27 4,36 ± 0,28
1 3,45 3,78 3,58 3,60 ± 0,14
1,5 4,96 4,17 3,97 4,37 ± 0,52
2 3,71 3,65 3,44 3,60 ± 0,14
Tabel 10. Kadar Air Mie Basah Terigu dan Tersubstitusi Tepung Terfermentasi
Jenis Mie Kadar Air Rerata ± SE
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
Terigu 23,44 20,11 24,58 22,71 ± 1,34
Tersubstitusi 10% Mocorin 25,69 24,6 22,52 24,27 ± 0,93
23
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Abu
Rumus: 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐴𝑏𝑢 % = 𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝑏𝑢 (𝑔)
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 (𝑔)× 100%
Tabel 11. Kadar Abu Mie Basah Terigu dan Tersubstitusi Tepung Terfermentasi
Jenis Mie Ulangan Massa Sampel
(g)
Massa abu
(g)
Kadar abu
(%)
Rerata ± SE
Terigu 1 1,1767 0,0211 1,79315 2,08 ± 0,23
2 1,0472 0,0214 2,043545
3 1,018 0,0137 1,345776
Tersubstitusi
10% Mocorin
1 1,0112 0,0168 1,661392 1,73 ± 0,20
2 1,0212 0,025 2,4481
3 1,0179 0,0217 2,13184
24
Lampiran 3. Perhitungan Kadar Protein Terlarut
Gambar 11. Kurva standar BSA
Rumus:
𝑦 = 𝐴 − 𝐹𝐾
A = Absorbansi sampel
FK = Faktor koreksi
𝑦 = 0,051𝑥 + 0,025
𝑥 =𝑦 − 0,025
0,051
Kadar protein per berat basah (B) : 𝐵 =𝑥×𝑝
𝑚× 100%
Kadar protein per berat kering (K) :𝐾 =100
100−𝑘𝑎× 𝐵
x = Konsentrasi protein (mg
/ml)
p = Faktor pengenceran
m = Massa sampel (mg)
ka = Kadar air (%)
y = 0,051x + 0,025R² = 0,999
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (mg/ml)
25
Tabel 12. Kadar Protein Tepung Terfermentasi dengan Berbagai Perlakuan
Dosis
Bekatul
(%)
Dosis
Inokulum
(%)
Ulangan Absorbansi Faktor
Koreksi
Kadar
Air
Kadar
Protein Berat
Kering (%)
25
0,5 1 0,1896 0,1042 6,35 12,65
2 0,1941 0,1042 5,88 13,54
3 0,196 0,1042 5,93 13,93
1 1 0,1975 0,1039 6 14,32
2 0,1947 0,1039 5,67 13,69
3 0,1972 0,1039 5,83 14,22
1,5 1 0,2017 0,1044 5,85 15,05
2 0,2083 0,1044 5,48 16,36
3 0,2016 0,1044 5,58 14,99
2 1 0,1981 0,1047 5,7 14,22
2 0,2123 0,1047 6,02 17,24
3 0,1935 0,1047 5,6 13,26
37,5
0,5 1 0,1932 0,1051 5,13 13,04
2 0,1914 0,1051 4,67 12,61
3 0,1936 0,1051 4,91 13,1
1 1 0,1973 0,1052 4,85 13,83
2 0,2094 0,1052 4,68 16,3
3 0,2003 0,1052 4,72 14,43
1,5 1 0,2017 0,1051 4,53 14,7
2 0,2073 0,1051 4,88 15,92
3 0,2006 0,1051 4,91 14,52
2 1 0,2001 0,1051 4,5 14,38
2 0,2037 0,1051 4,62 15,14
3 0,1921 0,1051 4,75 12,77
50
0,5 1 0,1856 0,1051 4,68 11,41
2 0,1963 0,1051 4,13 13,54
3 0,1953 0,1051 4,27 13,35
1 1 0,1951 0,1052 3,45 13,18
2 0,1986 0,1052 3,78 13,95
3 0,1968 0,1052 3,58 13,55
1,5 1 0,2073 0,1052 4,96 15,9
2 0,1911 0,1052 4,17 12,46
3 0,207 0,1052 3,97 15,68
2 1 0,1929 0,1051 3,71 12,79
2 0,2065 0,1051 3,65 15,55
3 0,1987 0,1051 3,44 13,93
*purata yang didapatkan sudah melalui analisa statistik dengan data hilang
26
Contoh perhitungan:
𝑦 = 𝐴 − 𝐹𝐾 = 0,1896 − 0,1042 = 0,0854
𝑥 =𝑦 − 0,025
0,051=
0,0854 − 0,025
0,051= 1,1843
𝐵 =𝑥 × 𝑝
𝑚× 100% =
1,1843 × 100
1000× 100% = 11,84%
𝐾 =100
100 − 𝑘𝑎× 𝐵 =
100
100 − 6,35× 11,843 = 12,65%
27
Lampiran 4. Perhitungan Kadar Protein Total
Rumus:
𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 % =𝑚𝑙 𝐻𝐶𝑙 × 𝑁 𝐻𝐶𝑙 × 14,008
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 (𝑚𝑔)× 5,7 × 100%
5,7 adalah faktor konversi untuk mie
Tabel 13. Kadar Protein Total Mie Basah Terigu dan Tersubstitusi Tepung Terfermentasi
Jenis Mie Ulangan Rata-rata
HCl (ml)
HCl (N) massa
(mg)
protein
(%)
Rerata ± SE
Terigu 1 13,63 0,1929 1992 10,54 12,30 ± 0,93
2 18,15 0,1929 2036 13,73
3 17,2 0,1929 2093 12,66
Tersubstitusi
10%
Mocorin
1 18,9 0,1929 2144 13,58 12,79 ± 0,87
2 14,75 0,1929 2047 11,10
3 17,7 0,1929 1984 13,74
Contoh Perhitungan
Protein Total % = 13,63 × 0,1929 × 14,008
1992× 5,7 × 100% = 10,54%
28
Lampiran X. Makalah dan Sertifikat Seminar dan Publikasi pada Seminar Nasional
Kimia 2014 Universitas Negeri Yogyakarta
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50