Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Vol. 15 No. 1 Juni 2016 : 21 - 32 P-ISSN 1978 - 2365
E-ISSN 2528 - 1917
21 Diterima : 4 April 2016, direvisi : 9 September 2016, disetujui terbit : 29 Desember 2016
DESAIN DAN ANALISIS STRUKTUR MENARA LATTICE PEMBANGKIT
LISTRIK TENAGA ANGIN 100 Kw DI DESA TAMANJAYA, SUKABUMI,
JAWA BARAT
DESIGN AND STRUCTURE ANALYSIS OF 100 kW WIND TURBINE LATTICE
TOWER IN TAMANJAYA VILLAGE, SUKABUMI, WEST JAVA
Zulkarnain
Puslitbangtek. Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi
Jl. Cileduk Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, 12230
Abstrak
Pembangunan pembangkit listrik tenaga angin tidak terlepas dari pembangunan menara yang berfungsi
sebagai tiang penopang seluruh komponen sistem pembangkit pada ketinggian tertentu. Menara harus
memenuhi kriteria yang diinginkan dengan memiliki konstruksi yang cukup kuat untuk menerima
beban yang ditopangnya. Desain dan analisis struktur menara Lattice turbin angin 100 kW yang
dibangun di Desa Tamanjaya, Sukabumi, Jawa Barat telah disajikan berdasarkan kriteria awal desain
menara yang meliputi tipe, jenis, tinggi, kondisi angin dan gempa di lokasi, dan beberapa faktor yang
mempengaruhi lainnya telah dibahas.Besar beban yang harus dapat ditopang oleh menara juga telah
dihitung berdasarkan beban angin, beban peralatan pembangkit, dan beban peralatan penunjang
lainnya.Pemodelan gaya-gaya yang bekerja di setiap elemen struktur menara yang terjadi akibat karena
adanya bebandilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Ms. Tower Versi 6.Hasil yang
diperoleh dan dianalisis berupa nilai twist, sway, displacement horisontal, dan stress ratiomenara. Nilai
tersebut selanjutnya akan disesuaikan dengan ketentuan batasan standar kekuatan menara yang
mengacu pada standar TIA/EIA - 222F.
Kata kunci : Menara lattice;turbin angin; energi angin.
Abstract
The development of wind power plant could not be separated from the construction of the tower that
serves as the pillar for all components of the system at a certain height.
It need the tower which meet the desired criteria by having a construction which strong enough to recieve the loads. Design and structure analyses of a lattice tower for 100 kW wind turbine in
Tamanjaya Village, Sukabumi, West Java is presented based on initial criteria of tower design such as type, height, wind and seismic conditions on the site, and several other factors that influence its design
has been discussed.The amount of forces that must be supported by towers have been calculated based
on the wind load, load of generation equipment, and other supporting equipment load.The forces that working on the structure of the tower was modeled by using software Ms. Tower Version 6.The result
which was obtained and analyzed are the value of twist, sway, horizontal displacement, and stress
ratioof towers which were determined with a standard limitation of the tower structure which refers to TIA / EIA - 222F.
Keyword : Lattice Tower; Wind Turbine; Wind Energy.
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Vol. 15 No. 1 Juni 2016 : 21 - 32
22
PENDAHULUAN
Penelitian energi angin menjadi pilihan
yang cukup realistis mengingat sumber energi
tersebut sangat mungkin didapatkan karena di
beberapa daerah di Indonesia memiliki potensi
energi angin yang cukup baik yang dapat
dimanfaatkan sebagai sumber energi.
Berdasarkan hasil pengukuran langsung, be-
berapa lokasi di Indonesia mempunyai ke-
cepatan angin rata-rata tahunan cukup tinggi
pada ketinggian 50 meter, yaitu diatas 5,6 m/
det hingga 7 m/det[3,4,5]. Lokasi-lokasi tersebut
antara lain terdapat di pantai selatan Pulau Ja-
wa, pesisir Nusa Tenggara Timur, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Utara, dan Maluku. Selain
itu juga karena kondisi geografis Indonesia
cukup strategis yang terletak di antara dua
benua dan dua samudra dengan topografi yang
bervariasi sehingga memungkinkan untuk di-
jadikan tempat penghasil energi baru terba-
rukan yaitu energi angin, terutama untuk dae-
rah yang terpencil yang sulit mendapatkan
suplai energi.
Pembangkit listrik tenaga angin adalah
suatu pembangkit listrik yang menggunakan
angin sebagai sumber energi untuk
menghasilkan energi listrik. Pembangkit ini
dapat mengkonversi energi angin menjadi en-
ergi listrik dengan menggunakan turbin angin
atau kincir angin. Pembangunan pembangkit
listrik tenaga angin tidak terlepas dari pem-
bangunan menara yang berfungsi sebagai tiang
penopang seluruh komponen sistem pembang-
kit listrik tenaga angin pada ketinggian terten-
tu. Selain memiliki pondasi yang kuat dan
dibangun di atas tanah dengan kestabilan yang
memadai, menara harus memiliki konstruksi
yang cukup kuat untuk menerima beban yang
ditopangnya. Dimensi menara dan turbin juga
harus diperhitungkan, karena akan
mempengaruh. perilaku tanah yang menjadi
landasan struktur pondasi tersebut[2]. Analisis
beban terhadap struktur menara telah dil-
akukan sebelum dibangunnya menara, untuk
memprediksi besarnya beban yang harus di-
topang pada setiap elemen struktur menara
yang dibuat, karena pada akhirnya beban ter-
sebut akan berkorelasi dengan penentuan di-
mensi dan material menara.
METODOLOGI
Penelitian ini dilakukan untuk menara
jenis Lattice dengan ketinggian 35 meter di
atas permukaan permukaan tanah, yang
digunakan pada pembangkit listrik tenaga an-
gin 100 kW milik P3TKEBTKE yang berlo-
kasi di desa Taman Jaya, Ciemas, Sukabumi,
Jawa Barat. Metodologi yang digunakan pada
penelitian ini adalah metodologi pemodelan
dan simulasi pada umumnya, dengan tahapan
awal melakukan perancangan menara,
kemudian dilanjutkan dengan simulasi serta
analisis hasil rancangan tersebut.
Analisis terhadap beban-beban yang
bekerja pada tiap elemen struktur menara dil-
akukan menggunakan perangkat lunak
Ms.Tower Versi 6.0 dan menggunakan per-
syaratan standar kekuatan menara yang
mengacu pada standar TIA/EIA-222F
(Structural Steel Standards for Steel Antenna
Tower and Supporting Structure). Sedangkan
23
Desain dan Analisis Strutktur Menara Lattice Pembangkit Listrik Tenaga Angin 100 kW di Desa
Tamanjaya, Sukabumi, Jawa Barat
untuk beban yang diberikan dalam simulasi
merupakan kecepatan angin pada kondisi
ekstrim, yaitu sebesar 200 km/jam atau 55,6 m/
det.
Perancangan Menara
Ada dua jenis menara yang umum
digunakan pada pembangkit listrik tenaga an-
gin di dunia, yaitu jenis tubular dan lattice.
Menara tubular merupakan suatu rangkaian
dari beberapa tabung silinder yang dapat dibu-
at dari baja atau beton. Tiap-tiap tabung
silinder dihubungkan dengan cara dilas sampai
dengan ketinggian tertentu. Sedangkan menara
jenis lattice merupakan rangkaian dari baja-
baja siku yang dihubungkan dengan
menggunakan baut dan mur di setiap ujungnya.
Gambar 1. Menara Jenis Tubular dan Lattice
Menara Pembangkit Listrik Tenaga An-
gin yang dibangun di desa Taman Jaya, Cie-
mas, Sukabumi, Jawa Barat adalah berjenis
lattice berbentuk segi empat (square) dengan
ketinggian 35 meter di atas permukaan tanah.
Struktur menara ini merupakan tipe Self-
Supporting Tower (SST), yang memiliki
struktur pola batang yang disusun dan dibaut
sehingga membentuk rangka yang berdiri
sendiri tanpa adanya sokongan lainnya, Gam-
bar 1 (b). Standar untuk kekuatan desain mena-
ra yang dibuat mengacu pada standar TIA/EIA
-222-F. Sedangkan untuk kekuatan terhadap
gempa disesuaikan dengan zona gempa di dae-
rah tersebut[6]. Adapun standar yang digunakan
untuk material menara dapat dilihat pada Tabel
1 berikut :
Tabel 1. Material yang digunakan
Beberapa standar lain juga digunakan
dalam rancangan ini, seperti SNI-03-2847-
2002 tentang tata cara perhitungan struktur
beton untuk bangunan gedung, SNI-03-1726-
2003 tentang tata cara perencanaan ketahanan
gempa untuk bangunan gedung, dan SNI-03-
1729-2002 tentang tata cara perencanaan
struktur baja untuk bangunan gedung.
Pemodelan Menara
Pemodelan struktur menara dilakukan
menggunakan perangkat lunak Ms. Tower
Versi 6. Perangkat lunak ini memiliki kemam-
puan untuk menghasilkan geometri menara
sesuai dengan persyaratan dan standar yang
dijadikan acuan, selain itu juga dapat
melakukan simulasi gaya yang terjadi pada
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Vol. 15 No. 1 Juni 2016 : 21 - 32
24
tiap-tiap bagian menara akibat adanya gaya
beban[8]. Gambar 2(a) menunjukkan geometri
tiga dimensi menara berskala 1:1,
menggunakan material baja siku dengan di-
mensi yang berbeda-beda sesuai dengan letak-
nya, yang dapat dilihat pada keterangan gam-
barnya.
Model menara dibagi menjadi 14 panel,
Gambar 2 (b). Pada setiap panel berisi bagian/
komponen menara yang disebut sebagai
member, dimana hasil simulasi model ini
nantinya merupakan gaya yang terjadi pada
setiap member menara karena akibat adanya
beban.
Simulasi Model Menara
Input pembebanan yang diberikan pada
pemodelan ini merupakan kombinasi dari tiga
jenis beban yang diterima oleh menara terse-
but. Ketiga jenis beban yang dimaksud adalah
[7] sebagai berikut,.
1. Beban Mati (Dead Load), merupakan
berat menara itu sendiri, yang secara
otomatis akan dihitung oleh Ms. Tower
sesuai dengan rancangan dan material
yang digunakan pada model menara yang
telah dibuat/digambar. Untuk beban mati
lainnya diberikan sebesar 21 ton yang
berasal dari berat sistem pembangkit
listrik, aksesoris menara, dan berat
seluruh peralatan bantu pada saat proses
instalasi menara.
2. Beban Hidup (Live Load), merupakan
beban tambahan yang berasal dari orang
yang bekerja baik pada proses pembuatan,
instalasi sistem pembangkit, maupun pada
proses perawatan menara yang terletak
pada tangga dan bordes. Berdasarkan
Standar EIA/TIA 222F beban hidup pada
tangga menara harus mampu menahan
250 pounds (110 kg) dan pada bordes
sebesar 500 pounds (220 kg).
Gambar 2. Geometri Model Menara Lattice
3. Beban Angin (Wind Load) , yaitu beban
yang timbul di titik simpul setiap section atau
segment menara oleh karena adanya
hembusan angin, beban ini dikelompokkan
menjadi beban gravitasi dan lateral. Pada
pemodelan ini, beban angin yang digunakan
diasumsikan berasal dari beban hembusan
angin pada kondisi ektrim, yaitu pada saat
siklus angin 50 tahunan dengan kecepatan
sebesar 200 km/jam atau 55,6 m/det.
Berdasarkan standar TIA/EIA-222-F, beban
25
Desain dan Analisis Strutktur Menara Lattice Pembangkit Listrik Tenaga Angin 100 kW di Desa
Tamanjaya, Sukabumi, Jawa Barat
angin pada struktur menara dihitung dengan
menggunakan rumus :
Dimana :
F = gaya angin horizontal (tegak lurus
panel) (N)
qz = tekanan kecepatan (Pa);
GH = gust response factor (m);
untuk struktur menara jenis Lattice,
Dan
CF = koefisien gaya pada struktur,
untuk menara lattice dengan tipe square
= Solidity Ratio
AE = luas proyeksi efektif pada satu
muka (m2)
AG = luas kotor dari satu panel jika
penampangnya solid , (m2)
AF = luasan terproyeksi komponen
bundar struktur pada panel (m2)
AA = luasan terproyeksi komponen
linear pada panel (m2)
AR = luasan terproyeksi dari komponen
struktural pada satu muka dari penampang
(m2)
V = kecepatan dasar angin, (m/s)
h = tinggi total struktur, (m)
Kz = koefisien keterbukaan struktur
Kz =
RR = faktor reduksi untuk komponen
struktural bundar,
=
DF,DR = faktor arah angin komponen
datar,lingkaran
CA = koefisien gaya appurtenance
linear
Selain bekerja pada struktur menara,
beban angin juga bekerja pada komponen
sistem pembangkit listrik tenaga angin 100 kW
yang berada di puncak menara. Komponen
pembangkit yang memiliki kontribusi besar
terhadap pemberian beban ke menara adalah
bagian rotor / bilah turbinnya, dimana beban
yang berupa bending moment tersebut akan
maksimum diterima oleh struktur dan pondasi
menara pada saat kondisi salah satu bilah
berada di atas dan juga menghadap arah angin
[1, 9]. Dalam pemodelan ini, komponen rotor/
bilah turbin diasumsikan sebagai antena
parabola dengan diameter 22 meter dimana
titik pusatnya berada di puncak menara yaitu
pada ketinggian 35 meter di atas permukaan
tanah. Perhitungan beban angin pada antena
parabolik menurut EIA/TIA-222-F adalah
sebagai berikut [7],
Dimana :
Fa = Gaya Aksial (kg)
Fs = Gaya samping (kg)
M = Momen Puntir (kg.m)
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Vol. 15 No. 1 Juni 2016 : 21 - 32
26
Ca = Koefisien beban angin untuk gaya
aksial sejajar sumbu rotor
Cs = Koefisien beban angin untuk gaya
momenik
Cm = Koefisien beban angin untuk gaya
aksial tegak lurus sumbu rotor
V = Kecepatan angin (mph)
D = Diameter rotor (m)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan standar TIA/EIA-222-F,
syarat yang harus dipenuhi oleh struktur mena-
ra dalam menentukan stabilitasnya dibatasi
oleh besarnya nilai dari momen puntir (twist),
goyangan menara (sway), perpindahannya
(displacement), dan juga perbandingan
tekanannya (stress ratio). Adapun nilai batas
toleransi yang diperbolehkan adalah sebagai
berikut :
a. Twist ≤ 0,5o
b. Sway ≤ 0,5o
c. Displacement Horizontal ≤ h/200
d. Stress Ratio ≤ 1
Berikut disajikan hasil simulasi yang telah
dilakukan pada penelitian ini:
Gambar 3 menunjukkan hasil simulasi
nilai twist dan sway di setiap panel menara
mulai dari panel 1 pada ketinggian 35
meter sampai dengan panel 14 pada
ketinggian 4 meter. Adapun nilai twist
ditunjukkan oleh Z-Rot dan nilai sway
ditujukkan oleh X-Rot. Dari hasil tersebut
terlihat bahwa seluruh nilai twist dan sway
berada di bawah batas toleransi yang
diperbolehkan yaitu 0,5°. Dari hasil
simulasi, diperoleh nilai maksimum sway
yaitu sebesar 0,4319° dimana nilai ini
masih lebih kecil dari nilai yang
diperbolehkan (0,4319°<0,5°).
Gambar 3. Twist dan Sway
Nilai sway maksimum terjadi pada
panel 2 menara di ketinggian 34,5 meter,
dan pada kondisi Load Case (LC)800,
yaitu pada kondisi menara menerima gaya
tegangan yang berasal dari angin dengan
arah 315° dari sumbu x. Adapun nilai twist
yang diperoleh dari hasil simulasi adalah
0, yang dapat diartikan bahwa tidak terjadi
puntiran pada menara (0°<0,5°). Pada
Gambar 4 ditunjukkan hasil simulasi nilai
displacement horisontal menara yang
ditunjukkan oleh nilai X-Disp. Berdasar-
kan standar TIA/EIA-222-F, nilai
27
Desain dan Analisis Strutktur Menara Lattice Pembangkit Listrik Tenaga Angin 100 kW di Desa
Tamanjaya, Sukabumi, Jawa Barat
maksimum X-Disp menara yang diperbolehkan
adalah sebesar h/200, dimana nilai h adalah
ketinggian menara. Jadi, untuk menara dengan
ketinggian 35 meter, nilai maksimum X-Disp
yang diperbolehkan adalah sebesar 0,175 m
atau 17,5 cm.dari hasil simulasi, nilai X-Disp
maksimum yang diperoleh adalah sebesar
0,1265 m atau 12,65 cm.Nilai ini lebih kecil
darinilai batas yang diperbolehkan (12,65 cm
<17,5 cm). X-Disp maksimum ini terjadi pada
kondisi Case 640 dan Case 660, dimana pada
kondisi ini menara mendapat gaya tegangan
dan kompresi yang berasal dari hembusan
angin dengan arah 135° dari sumbu x.
Gambar 4. Displacement Menara
Nilai stress ratio maksimum yang terjadi pada
setiap panel menara dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada tabel tersebut terlihat bahwa nilai stress
ratio lebih kecil dari nilai yang diperbolehkan
oleh Standar TIA/EIA-222-F disetiap panel
dan ketinggian. Terlihat pula bahwa nilai
stress ratio yang paling besar adalah 0,742
(lebih kecil dari 1) dan terjadi di panel 14
member LEG, yaitu di kaki bagian menara
paling bawah dengan ketinggian 4 meter. Hal
ini menandakan bahwa di panel itulah menara
akan menerima beban terbesar. Berdasarkan
visualisasi hasil simulasi stress ratio menara
(Gambar 5) terlihat bahwa tidak ada bagian/
elemen menara yang berwarna merah,
sehingga dapat dikatakan rancangan menara
ini baik.
Tabel 2. Rekapitulasi Stress Ratio
Maksimum
Selain keempat parameter diatas, dari hasil
simulasi juga diperoleh parameter nilai gaya
dan momen yang terjadi pada pondasi menara.
Parameter nilai ini yang akan digunakan
sebagai beban dalam penentuan desain pondasi
menara. Gambar 6 menunjukkan nilai
maksimum hasil simulasi terhadap gaya dan
momen yang terjadi pada bagian pondasi.
Nilai-nilai tersebut ditunjukkan pada Tabel 3
berikut,
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Vol. 15 No. 1 Juni 2016 : 21 - 32
28
Tabel 3. Beban pada Pondasi Menara
Hasil rancangan menara yang telah dibuat di-
tunjukkan pada Gambar 7 berikut,
Gambar 7. Menara Lattice PLT-Angin
100 kW, Desa Tamanjaya
Gambar 5. Visualisasi Analisa
29
Desain dan Analisis Strutktur Menara Lattice Pembangkit Listrik Tenaga Angin 100 kW di Desa
Tamanjaya, Sukabumi, Jawa Barat
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pemodelan dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut,
1. Reaksi berupa gaya yang bekerja di setiap
elemen struktur menara yang timbul akibat
adanya pengaruh dari beban angin, beban
mati dan beban hidup dapat disimulasikan
dengan menggunakan perangkat lunak
Ms.Tower Versi 6.
2. Seluruh nilai yang diperoleh dari hasil
simulasi yang berupa twist, sway,
horizontal displacement dan stress ratio
berada di bawah batasan maksimum yang
diperbolehkan. Berdasarkan seluruh hasil
simulasi ini, maka dapat disimpulkan
bahwa desain dari struktur dan material
menara Latiice yang dibuat telah memenuhi
syarat kekuatan yang mengacu pada standar
TIA/EIA-222-F.
Gambar 6. Support Reaction
Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan
Vol. 15 No. 1 Juni 2016 : 21 - 32
30
Saran
1. Simulasi ini dilakukan dengan asumsi kon-
disi seluruh baut pada tiap-tiap sambungan
menara dalam keadaan terikat kencang
(kuat). Adanya angin yang selalu terjadi
dan menerpa menara di lapangan, akan
mempengaruhi kekencangan baut-baut ter-
sebut. Untuk itu disarankan agar dilakukan
pemeriksaan dan pengencangan pada se-
luruh baut menara secara rutin setiap ta-
hun.
2. Untuk melengkapi analisis yang telah
dilakukan, maka perlu dilakukan penelitian
lanjutan pada pemodelan ini dengan
kondisi beban dinamik pada saat rotor
berputar pada kecepatan operasionalnya
berdasarkan data yang diperoleh dari
lapangan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimasih kepada
Dr. Verina J Wargadalam beserta seluruh
anggota Tim kegiatan energi angin
P3TKEBTKE dan juga kepada PT. Marga
Utama Mandiri atas ketersediaan data dan
segala bantuannya.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. Tony Burton, et all,2001,Wind
Energy Handbook, John Wiley &
Sons, Ltd.
[2]. Zulkarnain, Novico, F, Juni 2014,
Model Perilaku Tanah Pada Pondasi
Menara Pembangkit Listrik Tenaga
Angin 100 kW di Desa Tamanjaya,
Sukabumi, Jawa Barat, Jurnal
Ketenagalistrikan dan Energi Baru
Terbarukan, Vol.13 No.1.Hal : 15.
[3]. P3TEK, 2005, Laporan Kegiatan
Studi Potensi Angin di 3 lokasi.
[4]. P3TKEBT, 2007, Laporan Kegiatan
Penelitian Analisis Pemanfaatan En-
ergi Angin Daerah Prospek di Indo-
nesia.
[5]. EC-ASEAN Energy Facility Final
Technical Report, 2007, Feasibility
Study for Wind Farms Based in Iso-
lated Areas: Case Study and Devel-
opment ofa Standard Identification
Methodology.
[6]. Kementerian Pekerjaan Umum,
2010, Peta Hazard Gempa Indonesia
Sebagai Acuan Dasar Perencanaan
Dan Perancangan Infrastruktur
Tahan Gempa.
[7]. Telecomunications Industry Associa-
tion, June 1996, TIA/EIA-222-F
Standard Stuctural Standard for
Steel Antena Towers and Antena
Supporting Structures.
[8]. Engineering Systems, April 2008,
MS tower V6 User’s Manual.
[9]. Centre for Wind Energy Technolo-
gy, 2010, 6th International Training
Course on Wind Turbine Technology
and Apllication, Course Material.
[10]. Sheilla Fadila, Desember 2014, Ana-
lisa Desain Struktur Dan Pondasi
31
Desain dan Analisis Strutktur Menara Lattice Pembangkit Listrik Tenaga Angin 100 kW di Desa
Tamanjaya, Sukabumi, Jawa Barat
Menara Pemancar Tipe “Self Sup-
porting Tower Di Kota Palembang,
Jurnal Teknik Sipil,dan Lingkungan
Vol. 2, No. 4.
32
HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN