Date post: | 30-Dec-2014 |
Category: |
Documents |
Upload: | roni-hepson-tambun |
View: | 21 times |
Download: | 4 times |
PANGKALAN BRANDAN KOTA MINYAK PERTAMA DI
INDONESIA
RONI HEPSON TAMBUN
21100112140089
Email : [email protected]
JURUSAN TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG
ABSTRAK
Oil is a generic term for all organic liquids that are not soluble / mixed in
water (hydrophobic) but soluble in solvents organik.Ada additional properties other
known layman: slippery when held. In a narrow sense, the word 'oil' usually refers to
crude oil (petroleum) or dairy products: kerosene (kerosena). However, the word is
actually broadly applicable, both for oil as part of the diet (eg cooking oil) as fuel (eg
kerosene), a lubricant (such as brake fluid), as an energy transfer medium, as well as
perfumes (such as patchouli oil).
Oil is one of the groups belonging to the class of lipids, which is an organic
compound that is present in nature and does not dissolve in water, but soluble in non-
polar organic solvents, such as diethyl ether (C2H5OC2H5), Chloroform (CHCl3),
benzene and other hydrocarbons same polarity.
Oil is a triglyceride or triasgliserol compounds, which means "triesters of
glycerol". So oil is also a compound ester.Hasil oil hydrolysis is a carboxylic acid
and glycerol. Carboxylic acid is also called a fatty acid having a hydrocarbon chain
length and branching.
Keyword : petroleum,oil
PENDAHULUAN
Pangkalan Berandan adalah
ibukota Kecamatan Babalan,
Kecamatan Sei. Lepan, Kecamatan
Brandan Barat, dan Kecamatan
Brandan Timur, Kabupaten Langkat,
Sumatra Utara. Terletak di pesisir
pantai timur pulau Sumatera, sekitar
60 km di sebelah utara Kota Binjai
atau 80 km dari Medan. Kelurahan ini
terletak strategis karena dilalui oleh
Jalan Raya Lintas Sumatera dan
merupakan pintu gerbang provinsi
Sumatera Utara relatif dari
Aceh.Jumlah penduduk berkisar
40.000 ribu jiwa. Penduduknya
heterogen, mulai dari Melayu yang
berdomisili di pesisir, ada juga Jawa,
Batak, Aceh, dan sebagainya. Cuaca
cukup panas karena dipengaruhi
wilayah pinggir pantai. Banyak
terdapat pulau kecil di sekitaran teluk.
Nama pulau –pulau tersebut agak ke-
Malaysia-an, seperti pulau Perlis,
Kelantan. Ada juga pulau Kampai,
Pulau Sembilan, dan masih banyak
pulau kecil lainnya. Potensi wisata di
kawasan ini patut dikembangkan.
Sejak jaman pemerintahan kolonial
Belanda, di Indonesia sudah dilakukan
eksplorasi dan produksi minyak bumi.
Pengusahaan minyak bumi di
Indonesia memang tergolong yang
tertua di dunia. Pengeboran minyak
pertama di Indonesia, yang dilakukan
oleh J Reerink, 1871, hanya berselang
dua belas tahun setelah pengeboran
minyak pertama di dunia oleh Kolonel
Edwin L Drake dan William Smith de
Titusville (1859), di negara bagian
Pensilvania, Amerika Serikat
GEOLOGI REGIONAL
PANGKALAN BRANDAN
Cekungan Sumatera Utara
mulai terbentuk pada awal Tersier,
selama zaman tersebut cekungan
Sumatera Utara berupa laut dengan
sedimentasi aktif. Sedimentasi tersebut
merupakan siklus suatu transgresi
sampai regresi yang terendapkan tidak
selaras di atas batuan Pra-Tersier.
Urutan pengendapan batuan
dicekungan Sumatera Utara pada masa
Trangresi terdiri dari batuan sedimen
klastik kasar, karbonat, batulempung
hitam, napal, batulempung gampingan,
batupasir, dan batuserpih diendapkan
secara tidak selaras diatas batuan dasar
Pratersier. Pada cekungan Sumatera
ini, hidrokarbon dijumpai pada
Formasi dan berumur Miosen, seperti
Formasi Belumai, Formasi Baong, dan
Ketapang. Stratigrafi daerah Sumatera
Utara dapat dilihat pada kolom
stratigrafi cekungan Sumatera Utara.
Urutan yang tertua adalah Formasi
Parapat yaitu berupa batuan Klastik
berbutir kasar dan terletak secara tidak
selaras di atas batuan dasar Pra –
Tersier. Pada topografi yang lebih
rendah dalam cekungan ini secara
selaras diatasnya berumur Oligosen.
Transgresi laut mencapai puncaknya
pada Miosen Bawah, kemudian
berhenti dan lingkungan berubah
menjadi tenang ditandai dengan
adanya endapan napal yang kaya
foraminifera plangtonik dari Formasi
Peutu. Dibagaian Timur cekungan
Sumatera Utara diendapkan Formasi
Belumai yang berkembang dalam dua
fasies klastik dan karbonat.
Kondisi tenang ini terus berlangsung
sampai Miosen Tengah dengan
pengendapan serpih dari Formasi
Baong. Bersamaan dengan hal tersebut
diatas, terjadi aktivitas awal
pengangkatan Bukit Barisan yang
mengakibatkan turunya muka air laut.
Hal ini mengakibatkan terjadinya
longsoran sedimen dipinggir
cekungan, kemudian diendapkan
kembali oleh pengaruh arus turbidit,
dan dikenal sebagai Middle Baong
Sand ( MBS ). Selaras diatas Formasi
Baong diendapkan berturut – turut
seperti Formasi Keutapang, Formasi
Seurula dan Formasi Julu Rayeu yang
merupakan batuan tipe regresi.
Kemudian diatasnya Tufa Toba dan
Alluvial.
Urutan Stratigrafi dari yang tertua
hingga yang termuda, antara lain :
1. Formasi Parapat
Formasi Parapat dengan
komposisi batupasir berbutir kasar dan
konglomerat di bagian bawah, serta
sisipan serpih yang diendapkan secara
tidak selaras. Secara regional, bagian
bawah Formasi Parapat diendapkan
dalam lingkungan laut dangkal dengan
dijumpai fosil Nummulites di Aceh.
Formasi ini diperkirakan berumur
Oligosen.
2. Formasi Bampo
Formasi Bampo dengan komposisi
utama adalah serpih hitam dan tidak
berlapis, dan umumnya berasosiasi
dengan pirit dan gamping. Lapisan
tipis batugamping, ataupun
batulempung berkarbonatan dan
mikaan sering pula dijumpai. Formasi
ini miskin akan fosil, sesuai dengan
lingkungan pengendapannya yang
tertutup atau dalam kondisi reduksi
(euxinic). Berdasarkan beberapa
kumpulan fosil bentonik dan
planktonik yang ditemukan,
diperkirakan formasi ini berumur
Oligosen atas sampai Miosen bawah.
Ketebalan formasi amat berbeda dan
berkisar antara 100 – 2400 meter.
3. Formasi Belumai
Pada sisi timur cekungan
berkembang Formasi Belumai yang
identik dengan formasi Peutu yang
hanya berkembang dicekungan bagian
barat dan tengah. Terdiri dari batupasir
glaukonit berselang – seling dengan
serpih dan batugamping. Didaerah
Formasi Arun bagian atas berkembang
lapisan batupasir kalkarenit dan
kalsilutit dengan selingan serpih.
Formasi Belumai terdapat secara
selaras diatas Formasi Bampo dan juga
selaras dengan Formasi Baong,
ketebalan diperkirakan antara 200 –
700 meter. Lingkungan pengendapan
Formasi ini adalah laut dangkal sampai
neritik yang berumur Miosen awal.
4. Formasi Baong
Formasi Baong terdiri atas
batulempung abu-abu kehijauan,
napalan, lanauan, pasiran. Umumnya
kaya fosil Orbulina sp, dan diselingi
suatu lapisan tipis pasir halus serpihan.
Didaerah Langkat Aru beberapa
selingan batupasir glaukonitan serta
batugampingan yang terdapat pada
bagian tengah. Formasi ini dinamakan
Besitang River Sand dan Sembilan
sand, yang keduanya merupakan
reservoir yang produktif dengan
berumur Miosen Tengah hingga Atas.
5. Formasi Keutapang
Formasi Keutapang tersusun
selang-seling antara serpih,
batulempung, beberapa sisipan
batugampingan dan batupasir berlapis
tebal terdiri atas kuarsa pyrite, sedikit
mika, dan karbonan terdapat pada
bagian atas dijumpai hidrokarbon.
Ketebalan formasi ini berkisar antara
404 – 1534 meter. Formasi Keutapang
merupakan awal siklus regresi dari
sedimen dalam cekungan sumatera
utara yang terendapkan dalam
lingkungan delta sampai laut dalam
sampai Miosen akhir.
6. Formasi Seurula
Formasi ini agak susah
dipisahkan dari Formasi Keutapang
dibawahnya. Formasi Seurula
merupakan kelanjutan facies regresi,
dengan lithologinya terdiri dari
batupasir, serpih dan dominan
batulempung. Dibandingkan dengan
Formasi Keutapang, Formasi Seurula
berbutir lebih kasar banyak ditemukan
pecahan cangkang moluska dan
kandungan fornifera plangtonik lebih
banyak. Ketebalan Formasi ini
diperkirakan antara 397 – 720 meter.
Formasi ini diendapkan dalam
lingkungan bersifat laut selama awal
Pliosen.
7. Formasi Julu Rayeu
Formasi Julu Rayeu merupakan
formasi teratas dari siklus endapan laut
dicekungan sumatera utara. Dengan
lithologinya terdiri atas batupasir halus
sampai kasar, batulempung dengan
mengandung mika, dan pecahan
cangkang moluska. Ketebalannya
mencapai 1400 meter, lingkungan
pengendapan laut dangkal pada akhir
Pliosen sampai Plistosen.
8. Vulkanik Toba.
Vulkanik Toba merupakan tufa
hasil kegiatan vukanisme toba yang
berlangsung pada Plio-Plistosen.
Lithologinya berupa tufa dan endapan-
endapan kontinen seperti kerakal, pasir
dan lempung. Tufa toba diendapkan
tidak selaras diatas formasi Julu
Rayeu. Ketebalan lapisan ini
diperkirakan antara 150 – 200 meter
berumur Plistosen.
9. Alluvial
Satuan alluvial ini terdiri dari
endapan sungai ( pasir, kerikil,
batugamping dan batulempung ) dan
endapan pantai yaitu, pasir sampai
lumpur. Ketebalan satuan alluvial
diperkirakan mencapai 20 meter.
SEJARAH
Inilah sekelumit kisah tentang
Pangkalan Berandan, wilayah pertama
ditemukannnya minyak komersial,
persisnya di Desa Telaga Said,
Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten
Langkat, sekitar 110 kilometer barat
laut Medan, ibukota Sumatera Utara.
Penemu sumur minyak pertama ini
adalah seorang warga Belanda
bernama Aeliko Janszoon Zijlker,
yang merupakan ahli perkebunan
tembakau pada Deli Tobacco
Maatschappij, perusahaan perkebunan
yang ada di daerah ini pada masa itu.
Penemuan itu sendiri merupakan buah
perjalanan waktu dan ketabahan yang
mengagumkan. Prosesnya dimulai
setelah Zijlker mengetahui adanya
kemungkinan kandungan minyak di
daerah tersebut. Ia pun menghubungi
sejumlah rekannya di Belanda untuk
mengumpulkan dana guna melakukan
eksplorasi minyak di Langkat. Begitu
dana diperoleh, perizinan pun diurus.
Persetujuan konsesi dari Sultan
Langkat masa itu, Sultan Musa,
diperoleh pada 8 Agustus 1883. Tak
membuang waktu lebih lama,
eksplorasi pertama pun segera
dilakukan Zijlker.
Pada 17 November 1884,
setelah pengeboran berlangsung
sekitar dua bulan, minyak yang
diperoleh hanya sekitar 200 liter.
Semburan gas yang cukup tinggi dari
sumur Telaga Tiga, membuyarkan
harapan untuk mendapatkan minyak
yang banyak. Namun Zijlker dan
kawan-kawan tidak berhenti sampai di
situ. Mereka kemudian mengalihkan
kegiatannya ke daerah konsesinya
yang berada di sebelah timur.
Untungnya memang konsesi yang
diberikan Sultan Musa cukup luas,
mencakup wilayah pesisir Sei Lepan,
Bukit Sentang sampai ke Bukit Tinggi,
Pangkalan Berandan, sehingga bisa
mencari lebih banyak titik pengeboran.
Pilihan kedua jatuh ke Desa Telaga
Said. Di lokasi kedua ini, pengeboran
mengalami sedikit kesulitan karena
struktur tanah lebih keras jika
dibandingkan dengan struktur tanah di
Telaga Tiga.
Usaha memupus rintangan struktur
tanah yang keras itu akhirnya
membuahkan hasil. Saat pengeboran
mencapai kedalaman 22 meter,
berhasil diperoleh minyak sebanyak
1.710 liter dalam waktu 48 jam kerja.
Saat mata bor menyentuh kedalaman
31 meter, minyak yang dihasilkan
sudah mencapai 86.402 liter. Jumlah
itu terus bertambah hingga pada 15
Juni 1885, ketika pengeboran
mencapai kedalaman 121 meter, tiba-
tiba muncul semburan kuat gas dari
dalam berikut mintak mentah dan
material lainnya dari perut bumi.
Sumur itu kemudian dinamakan
Telaga Tunggal I. Penemuan sumur
minyak pertama di Nusantara ini
berjarak sekitar 26 tahun dari
penemuan sumur minyak komersial
pertama di dunia pada 27 Agustus
1859 di Titusville, negara bagian
Pennsylvania, yang diprakarsai Edwin
L. Drake dan William Smith dari
Seneca Oil Company
EKSPLORASI MINYAK
BUMI DI PANGKALAN
BRANDAN
Menurut catatan sejarah, awal
penambangan minyak di Indonesia
dimulai dari Langkat dan Tamiang.
Pelopor penambangan tersebut adalah
Aeilko Jans Zijlker yaitu seorang ahli
perkebunan tembakau pada Deli
Tobacco Maatschappij. Aeilko Jans
Zijlker, adalah seorang penanam
tembakau di Jawa Timur yang pindah
ke Sumatra's East Coast pada tahun
1880 pada saat daerah ini dinyatakan
terbuka untuk untuk investor asing.
Pada tahun 1883, Sultan Musa
memberikan ijin konsesi kepada
Aeilko untuk membuka penambangan
minyak di desa Telaga Said kecamatan
Sei Lepan, Langkat. Ijin konsesi
diperoleh pada tanggal 8 Agustus 1883
dan berakhir pada 8 Agustus 1958
dengan lama konsesi 75 tahun. Atas
konsesi tersebut, sebagaimana yang
ditulis oleh Schadee (1984), Sultan
Musa mendapat bayaran dari Aeilko
sebesar 30 sen tiap hektoliter minyak
kotor dan 15 sen tiap hektoliter minyak
bersih yang dibayar setelah dua tahun
dari waktu pemberian konsesi.
Kemudian, disebabkan oleh
peningkatan produksi minyak pada
tahun 1890, maka “Koninklijke”
mengurangi harga menjadi 5 sen per
hektoliter minyak bersih dan 3 sen per
hektoliter minyak kotor. Pada saat itu,
ijin konsesi telah berpindah tangan.
Penemuan minyak secara tidak
disengaja tersebut bermula dari
kunjungan Aeilko untuk memeriksa
tanaman tembakau di desa Telaga
Said. Pada saat itu, hujan lebat yang
disertai petir menyebabkan Aeilko dan
stafnya berlindung pada sebuah gubuk
dilokasi perkebunan. Staf Aeilko yang
orang pribumi itu menghidupkan api
untuk memanaskan tubuh dengan cara
mencelupkan beberapa batang kayu ke
genangan cairan berwarna hitam
disekitar gubuk. Cahaya yang
dipancarkan oleh obor tersebut telah
menarik perhatian Aeilko dan stafnya.
Dalam keadaan heran dan penuh tanda
tanya, Aeilko mengambil sample
cairan berwarna hitam dimaksud dan
mengirimkannya ke Laboratoirum di
Netherland untuk diperiksa. Hasil
penelitian laboratorium yang
dilakukan oleh Dr. Rombouts dan Dr.
C. Engler yang diterima Aeilko dari
Netherland menunjukkan bahwa cairan
berwarna hitam tersebut mengandung
62 persen paraffin yang mutunya
sangat baik.
Mengetahui hasil penyelidikan
laboratorium tersebut, Aeilko berupaya
untuk menghimpun dana guna
mengurus konsesi dan pembelian
peralatan pengeboran minyak. Atas
bantuan abangnya, J. De Ruyter
Zijlker, anggota Parlemen Belanda,
akhirnya Zijlker berhasil memperoleh
konsesi penambangan di Hindia
Belanda dari Gubernur Jenderal Hindia
Belanda, Van Rees, dan berkat
bantuan dana dari de Nederlandsch
Indische Handels Bank dan
perusahaan Tiedeman en Van
Kerchem, Zijlker mendirikan
perusahaan bernama De Voorloopige
Sumatra Petroleum Maatschappij.
Pasca diperolehnya ijin
konsesi, maka dilakukan pengeboran
pertama sekali di Pulau Sumatra
tepatnya di Telaga Said. Pada
pengeboran pertama ini, hasil yang
dicapai belum memuaskan.
Pengeboran berikutnya dilakukan di
Telaga Tunggal dan pada saat
mencapai kedalaman 22 meter,
diperoleh 1.710 liter dalam waktu 48
jam. Kemudian, pengeboran
dilanjutkan hingga mencapai
kedalaman 31 meter dan diperoleh
sebanyak 86.402 liter minyak.
Puncaknya adalah pada saat
pengeboran mencapai kedalaman 121
meter, yang secara tiba-tiba terjadi
semburan kuat gas bercampur air dan
minyak dari dalam tanah dengan suara
gemuruh sehingga pengeboran sempat
terhenti. Waktu pengeboran dengan
kedalaman 121 meter tersebut
dilakukan pada tanggal 15 Juni 1885.
Sebelumnya, memang terdapat
pertambangan minyak di Indonesia,
tepatnya pada tahun 1871 yang dikenal
sebagai usaha pertama pengeboran
minyak di Indonesia, yakni di Cirebon.
Namun, karena hasilnya tidak
maksimal, akhirnya tambang
tersebutpun ditutup. Kemudian pada
tahun 1880, potensi minyak Pangkalan
Brandan mulai mendapat perhatian
serius dari Pemerintah Belanda dan
khususnya sejak tahun 1883,
pengeboran minyak telah di mulai di
Pangkalan Brandan. Kemudian, tahun
1885, produksi minyak Telaga Said
dikendalikan oleh pemerintah Hindia
Belanda yakni ‘Royal Dutch’ dan
selanjutnya pada tahun 1890 di bentuk
‘Koninklijke’ yakni semacam
persekutuan untuk menjalankan usaha
tambang minyak di Sumatra Utara.
Pada tahun 1892, pengusaha Royal
Dutch mulai membangun kilang-
kilang minyak di Pangkalan Brandan
untuk selanjutnya menjadi Kilang
Minyak Pertama di Indonesia.
Selanjutnya, pada tahun 1901, saluran
pipa minyak yang menghubungkan
Perlak (Aceh) dan Pangkalan Brandan
telah selesai dibangun.
DAFTAR PUSTAKA
Asisten Geologi Dasar, 2012,
Praktikum Geomorfologi, Universitas
Diponegoro, Semarang. Indonesia
Endarto, Danang. 2005.
Pengantar Geologi Dasar. Penerbit
LPP dan Percetakan UNS : Surakarta
Gilluly, James., Aaron C.
Waters, A. O. Woodford. 1968.
Principles of Geology, 3rd Edition.
San Francisco and London: W.H.
Freeman dan Company.
http://casdiraku.wordpress.com/2010/0
2/23/sejarah-pengelolaan-migas-
indonesia/
LAMPIRAN
Foto Udara Daerah Pangakalan
Brandan
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Gamabar 1.3