+ All Categories
Home > Documents > PBL 5 NSS fix

PBL 5 NSS fix

Date post: 07-Jan-2016
Category:
Upload: febrilia-mutiara-sari
View: 245 times
Download: 1 times
Share this document with a friend
Description:
PBL 5 NSS fix
Popular Tags:

of 33

Transcript

LAPORAN PBL 5BLOK NEUROLOGY AND SPECIFIC SENSE SYSTEMSPUSING TUJUH KELILING

Tutor :

dr. Joko Mulyanto, M.ScKelompok IVGohlena Raja N.C.G1A009009Istiani Danu P.G1A009018Prasastie Gita W.G1A009023David SantosoG1A009031FamilaG1A009044Alfian Tagar A.P.G1A009064Herlinda Yudi S.G1A009080Dhayksa Cahya P.G1A009088Rahma Dewi A.G1A009081Semba Anggen R. G1A009085UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KEDOKTERAN

PURWOKERTO

2012BAB IPENDAHULUANVertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing (dizziness). Deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.Vertigo berasal dari bahasa latin vertere yang artinya memutar, merujuk pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan oleh gangguan pada sistim keseimbangan. Berbagai macam defenisi vertigo dikemukakan oleh banyak penulis, tetapi yang paling tua dan sampai sekarang nampaknya banyak dipakai adalah yang dikemukakan oleh Gowers pada tahun 1893 yaitu setiap gerakan atau rasa (berputar) tubuh penderita atau obyek-obyek di sekitar penderita yang bersangkutan dengan kelainan keseimbangan.Asal terjadinya vertigo dikarenakan adanya gangguan pada sistem keseimbangan tubuh. Bisa berupa trauma, infelsi, keganasan, metabolik, toksik, veskuler atau autoimun.sistem keseimbangan tubuh kita dibagi menjadi 2 yaitu sistem vestibuler (pusat dan perifer) dan non vestibuler (visual [retina, otot bola mata] dan somatokinetik [kulit, sendi, otot). Sistem vestibuler sentral terletak pada batang otak, serebelum dan serebrum. Sebaliknya sistem vestibuler perifer meliputi labirin dan saraf vestibular.Vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ) atau disebut juga Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai. Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala. Beberapa pasien dapat mengatakan dengan tepat posisi tertentu yang menimbulkan keluhan vertigo. Biasanya vertigo dirasakan sangat berat, berlangsung singkat hanya beberapa detik saja walaupun penderita merasakannya lebih lama. Keluhan dapat disertai mual bahkan sampai muntah, sehingga penderita merasa khawatir akan timbul serangan lagi. Hal ini yang menyebabkan penderita sangat berhati-hati dalam posisi tidurnya. Vertigo jenis ini sering berulang kadang-kadang dapat sembuh dengan sendirinya. Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921. Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit.BAB IIPEMBAHASAN

Pusing Tujuh Keliling...

RPSTn.S berusia 30 tahun datang ke IGD RSMS diantar adiknya dengan keluhan kepala terasa pusing berputar. Keluhan dirasakan mendadak sebelum masuk rumah sakit. Pusing dirasakan terutama pada saat perubahan posisi. Awalnya pasien sedang tiduran di tempat tidur kemudian pada saat pasien mencoba untuk duduk pasien merasakan sensasi pusing berputar selama 15 menit setelah diam beberapa lama pusing mulai berkurang hingga menghilang. Tn. S juga mengeluh adanya mual dan muntah serta keringat dingin pada saat terjadi pusing. 4 hari sebelum sakit pusing berputar, Tn. S mengalami demam, batuk dan pilek tetapi kemudian merasa sembuh setelah minum parasetamol dan istirahat.

Keluhan pendengaran berkurang, telinga terasa penuh, disangkal oleh Tn. S. Pasien juga menyangkal pernah terbentur pada daerah kepala, kejang dan juga menyangkal adanya pandangan ganda. Pasien tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.Anamnesis1. Identitas Pasien

a) Nama: Tn. S (laki-laki)

b) Usia: 30 tahun

2. RPS

a) KU

: kepala terasa pusing berputar

b) Onset

: mendadak sebelum masuk rumah sakit

c) Durasi

: + 15 menit

d) Kualitas: pusing serasa berputar

e) Kuantitas:

f) Faktor >>: perubahan posisi (tidur ( duduk)

g) Faktor beberapa minggu

b. horizontal

c. mengenai kedua matad. tidak berubah arah dengan perubahan arah pandang Tidak ada Gerakan kepala

Tidak adaHilang keseimbangan

Bertahap/mendadak

KontinyuTidakTidak

Sering ringan

Biasanya jaranga. Dapat berlangsung lamab. Horisontal/ vertikal

c. Antar kedua mata bisa saling berbeda

d. Berubah arah dengan perubahan arah pandang

Sering

Gerakan visual

Keramaian

5. BBPVa) DefinisiBenign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) adalah vertigo yang bersifat paroksismal, yaitu hilang timbul dan berlangsung hanya beberapa saat. Vertigo ini diakibatkan adanya perubahan posisi kepala secara cepat dan tiba-tiba, berulang, dan sering disertai dengan nistagmus (Lempert, 2009).b) EpidemiologiBPPV adalah jenis vertigo vestibuler perifer yang paling umum ditemukan yakni 75 % dari persentase kasus dan merupakan salah satu penyebab terbanyak dari serangan vertigo yang tiba-tiba. Wanita memiliki angka kejadian yang sedikit lebih besar daripada pria. BPPV mempunyai predileksi lebih tinggi pada populasi yang lebih tua yaitu sekitar usia 50-70 tahun dengan rata-rata onset pada umur 51 tahun. BPPV dapat ditemukan pada orang dengan usia kurang dari 35 tahun jika ada riwayat cedera kepala. BPPV kanal posterior merupakan tipe terbanyak dari seluruh BPPV (Lempert, 2009).c) Faktor risiko1) Umur > 60 tahun,2) Adanya gangguan telinga dalam (vestibuler),

3) Riwayat trauma kepala,

4) Riwayat neurolabirintitis,

5) Riwayat neuritis vestibuler,

6) Riwayat penyakit Meniere (Lempert, 2009).d) Etiologi1) Infeksi virus

2) Inflamasi pada saraf (neuritis)

3) Komplikasi pada bedah telinga

4) Efek samping dari obat

5) Pergerakan kepala yang cepate) Tanda dan Gejala1) Vertigo sensasi berputar yang hebat, biasanya 5 10 menit

2) Kehilangan keseimbangan dan akhirnya terjatuh

3) Mual dan muntah

4) Dapat pula ditemukannya nystagmusf) Patogenesis1) Teori Cupulolitiasis

Macula utriculus degenerasi

Terlepasnya otolith

(Partikel basofilik yang berisi kalsium karbonat dari fragmen otokonia)

Otolith menempel di permukaan kupula

Canalis semisircularis posterior menjadi sensitif terhadap gravitasi

Canalis semisircularis menjadi tidak stabil

Gerakan kepala dijatuhkan kebelakang

(test Dix-Hallpike)

Canalis semisirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke superior

Kupula bergerak menjauhi ultrikulus

Nistagmus, pusing/vertigo

2) Teori Calalithiasis

Otolith bergerak bebas di canalis semisircularis

Kepala tegak

Otolith dalam posisi sesuai gravitasi paling bawah

Kepala direbahkan ke belakang

Otolith berotasi 90 derajat di canalis semisircularis endolimfe menjauhi ampula

Kupula defleksi

Nistagmus, pusing

g) Patofisiologi tanda dan gejala

Gambar 2. Bagan Sistem Keseimbangan Manusia (Wreksoatmodjo, 2004)

Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat keseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut:

1) Teori rangsang berlebihan (overstimulation)

Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah (Wreksoatmodjo, 2004).

2) Teori konflik sensorik

Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidak-seimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan.Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal).Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab (Wreksoatmodjo, 2004).

3) Teori neural mismatch

Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.(Gb.2).

Gambar 3. Skema Teori Neural Mismatch (Wreksoatmodjo, 2004).

Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala (Wreksoatmodjo, 2004).

4) Teori otonomik

Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan (Gb. 3) (Wreksoatmodjo, 2004).

Gambar 4. Skema Teori Otonomik5) Teori neurohumoral

Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo (Wreksoatmodjo, 2004).

6) Teori sinapsMerupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis (Wreksoatmodjo, 2004).

h) Tehnik pemeriksaan dan interpretasi1. Fungsi vestibuler

a. Uji Rombergpenderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata tertutup (Wreksoatmodjo, 2004).

Gambar 5. Uji Romberg (Wreksoatmodjo, 2004).

b. Tandem Gait

Penderita berjalan lurus dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti.Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh (Wreksoatmodjo, 2004).

c. Uji Unterberger

Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi (Wreksoatmodjo, 2004).

Gambar 6. Uji Unter Berger (Wreksoatmodjo, 2004).

d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)

Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan, penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup.Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi (Wreksoatmodjo, 2004).

Gambar 7. Uji Tunjuk Barany (Wreksoatmodjo, 2004).

e. Uji Babinsky-Weil

Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seama setengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang (Wreksoatmodjo, 2004).

Gambar 8. Uji Babinsky-Weil(Wreksoatmodjo, 2004).

2. Pemeriksaan khusus Oto-neurologis

Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer.

a. Fungsi Vestibuler

1) Uji Dix Hallpike (Nylen Barany Test)Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri

Kepala diputar kesamping

Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke posisi terlentang)

Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa

Gambar 9. Uji Dix Hallpike (Wreksoatmodjo, 2004).

Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45 di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral (Wreksoatmodjo, 2004).

Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue) (Wreksoatmodjo, 2004).

2) Tes Kalori

Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30C) dan air hangat (44C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik) (Wreksoatmodjo, 2004).

Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n. VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral (Wreksoatmodjo, 2004).

3) Elektronistagmogram

Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif (Wreksoatmodjo, 2004).

b. Fungsi Pendengaran

1) Tes garpu talaTes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach.Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke sisi yang tuli, dan Schwabach memendek (Wreksoatmodjo, 2004).2) Audiometri

Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan) (Wreksoatmodjo, 2004).

i) DD1) Vestibular NeuritisVestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala gejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.2) LabirintitisLabirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi.3) Penyakit Meniere.

Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguanpendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.j) Pemeriksaan Penunjang1) Pemeriksaan lab darah

2) Foto rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurioma akustik)

3) Elektroenselografi

4) Elektromiografi

5) Brainstem Auditory Evoked Pontential

6) Audiometri

7) Elektrokardiografi

8) Psikiatrik

9) ENG

10) CT scan

11) Arteriografi

12) MRI

k) PenatalaksanaanFarmakologiMedikasi merupakan terapi yang paling berguna untuk mengobati vertigo akut dari beberapa jam sampai beberapa hari. Nmaun terapi medikamentosa tidak terlalu berguna pada pasien BPPV karena episode vertigo biasanya kurang dari 1 menit. Vertigo yang berlangsung selama lebih dari beberapa hari mengarah ke cedera vestibular yang permanent. Berbagai obat-obatan digunakan untuk terapi vertigo dan seringkali untuk mual dan muntah. Obat-obatan ini dapat berupa kombinasi asetilkolin antagonist, dopamine antagonist, dan antagonis reseptor histamine. American Gastroenterological Association merekomendasikan antikolinergik dan antihistamin untuk terapi mual yang bersamaan dengan vertigo atau motion sickness (Labuguen, 2006).

Obat untuk mengurangi vertigo yang ringan adalah meklizin, dimenhidrinat, perfenazin dan skopolamin. Skopolamin terutama berfungsi untuk mencegah motion sickness, yang terdapat dalam bentuk plester kulit dengan lama kerja selama beberapa hari. Semua obat tersebut bisa menyebabkan ngantuk, terutama pada usia lanjut. Skopolamin dalam bentuk plester kulit memiliki efek mengantuk yang paling sedikit (Labuguen, 2006).

Gamma-aminobutyric acid (GABA) menghambat neurotransmitterpada system vestibular. Bezodiazpine meningkatkat aksi GABA system sarafpusat dan efektif menyembuhkan vertigo dan kecemasan. Pada pasien yang lebih tua seringkali berkaitan dnegan efek samping dari pengobatan ini yaitu supresi dari vestibular (misalnya sedasi, meningkatkan resikojatuh, retensi urin). Pasien seperti ini juga lebih mudah terjadi interaksi obat (misalnya efek adiktif dengan CNS depressant lainnya) (Labuguen, 2006).

NonfarmakologiManajemen untuk BPPV meliputi tiga jenis perawatan konservatif, yang melibatkan latihan dan operasi dijelaskan berikut ini :

a. OffiPerawatan di tempat praktek dokter

Manuver Epley dan Semont, dilakukan untuk merelokasi debris yang berada di kanalis semisirkularis posterior menuju ke labirin vestibuler. Manuver ini dengan segera menyembuhkan vertigo sekitar 90% dari penderita. Mengulang manuver meningkatkan kesembuhan 5% lagi, pada beberapa orang yang menderita vertigo berulang. Pasien bisa diajari bagaimana caranya untuk melakukan manuver di rumah jika vertigo berulang. Manuver Epley dan Semont berlangsung sekitar 15 menit hingga selesai. The Semont maneuver (also called the "liberatory" maneuver) involves a procedure whereby the patient is rapidly moved from lying on one side to lying on the other. Manuver Semont (liberatory manuver) melibatkan prosedur dimana pasien cepat berpindah dari posisi berbaring di satu sisi ke sisi lainnya. It is a brisk maneuver that is not currently favored in the United States. Tetapi sekarang manuver ini jarang digunakan di Amerika Serikat (Sura, 2010).

Manuver Epley

Gangguan BPPV sering bisa dilenyapkan dengan mempergunakan manuver Epley untuk mengeluarkan partikel dari kanal. Pada manuver ini, badan dan kepala orang digerakkan ke dalam posisi berbeda, beriringan. Masing-masing posisi ditahan selama sekitar 30 detik untuk membiarkan partikel pindah oleh gravitasi ke bagian kanal lain. Untuk memeriksa jika manuver berjalan, pasien memindahkan kepala ke arah dimana dulunya menyebabkan vertigo. Jika vertigo tidak terjadi, manuver berjalan baik.

1. Pertama, dengan pasien posisi duduk, kepala diputar sekitar 45 derajat ke sebelah kanan atau kiri, tergantung pada sisi pemicu vertigo. Pasien kemudian berbaring dengan kepala bergantung di balik pinggir meja periksa (atau tempat tidur). Partikel memicu sinyal ke otak, menghasilkan vertigo.

2. Kepala kemudian diubah ke arah yang lain dengan sudut yang sama.

3. Kepala dibelokkan lebih jauh ke sebelah kiri, agar telinga sejajar dengan lantai.

4. Akhirnya, kepala dan badan dibalik semakin banyak, sampai hidung menunjuk ke lantai. Pasien kemudian duduk tegak tetapi menjaga kepala agar tetap dibelokkan sejauh mungkin. Ketika pasien sudah duduk tegak, kepala bisa dihadapkan ke depan (Sura, 2010).

Instruksi untuk pasien setelah melakukan manuver Epley atau Semont maneuvers1 . Wait for 10 minutes after the maneuver is performed before going home .

1. Tunggu selama 10 menit setelah manuver dilakukan sebelum pulang. This is to avoid "quick spins," or brief bursts of vertigo as debris repositions itself immediately after the maneuver. Hal ini untuk menghindari quick spins atau serangan vertigo berulang ketika debris mereposisi kembali segara setelah melakukan manuver.Don't drive yourself home. Jangan pulang ke rumah sendirian.

2 . Sleep semi-recumbent for the next two nights . 2.Tidur setengah telentang selama dua malam. This means sleep with your head halfway between being flat and upright (a 45 degree angle). Ini artinya tidur dengan kepala membentuk sudut 45 derajat. This is most easily done by using a recliner chair or by using pillows arranged on a couch (see figure 3). Hal ini paling mudah dilakukan dengan menggunakan recliner kursi atau menggunakan bantal yang disusun untuk mengganjal kepala.During the day, try to keep your head vertical. Sepanjang hari, cobalah untuk menjaga kepala pada posisi vertikal.You must not go to the hairdresser or dentist. Jangan melakukan kegiatan yang memerlukan gerakan kepala. Ketika bercukur, pasien harus menekuk tubuh mereka maju dalam rangka mempertahankan kepala vertikal. If eyedrops are required, try to put them in without tilting the head back.

3 . 3. For at least one week, avoid provoking head positions that might bring BPPV onSetidaknya satu bulan, menghindari posisi kepala yang mungkin menyebabkan terjadinya BPPV lagi.

a) Use two pillows when you sleep. Menggunakan dua bantal saat Anda tidur.

b) Avoid sleeping on the "bad" side. Hindari tidur pada posisi yang buruk.

c) Don't turn your head far up or far down. Jangan menggerakkan kepala ke atas atau bawah secara ekstrim.

4. Pada satu bulan setelah perawatan, menempatkan diri Anda di posisi yang biasanya membuat anda pusing. Position yourself cautiously and under conditions in which you can't fall or hurt yourself. Hati-hati dalam memposisikannya, dan kondisikan pasien agar tidak jatuh atau berpotensi terluka.Let your doctor know how you did. Dokter harus mengetahui bagaimana pasien melakukannya (Sura, 2010).

b. Home TreatmentPerawatan di rumah BRANDT-DAROFF EXERCISESLatihan Brandt-DAROFF adalah sebuah metode untuk merawat BPPV, biasanya digunakan ketika manuver Epley dan Semont yang telah dibahas di atas gagal. Latihan ini berhasil They succeed in 95% of cases but are more arduous than the office treatments.dalam 95% kasus, tetapi lebih sulit daripada manuver Epley dan Semont. These exercises are performed in three sets per day for two weeks. Latihan ini akan dilakukan dalam tiga set per hari selama dua minggu. In each set, one performs the maneuver as shown five times. Dalam setiap set, manuver dilakukan lima kali (Sura, 2010).

1 repetition = maneuver done to each side in turn (takes 2 minutes)1 repetisi = manuver dilakukan untuk masing-masing sisi bergantian (selama 2 menit)

Suggested Schedule for Brandt-Daroff exercises Jadwal yang disarankan untuk latihan Brandt-Daroff

Time WaktuExercise LatihanDuration Durasi

Morning Pagi5 repetitions 5 repetisi10 minutes 10 menit

Noon Siang5 repetitions 5 repetisi10 minutes 10 menit

Evening Sore5 repetitions 5 repetisi10 minutes 10 menit

Start sitting upright (position 1).Mulai duduk tegak lurus (posisi 1). Then move into the side-lying position (position 2), with the head angled upward about halfway. Kemudian pindah ke salah satu sisi (posisi 2), dengan kepala setengah menoleh ke atas.An easy way to remember this is to imagine someone standing about 6 feet in front of you, and just keep looking at their head at all times. Cara mudah untuk mengingat ini adalah bayangkan seseorang berdiri dengan jarak sekitar 6 kaki di depan Anda, dan hanya melihat kepala mereka setiap waktu. Stay in the side-lying position for 30 seconds, or until the dizziness subsides if this is longer, then go back to the sitting position (position 3). Tetap pada posisi di salah satu sisi selama 30 detik, atau sampai pusing hilang, kemudian kembali ke posisi duduk (posisi 3).Stay there for 30 seconds, and then go to the opposite side (position 4) and follow the same routine.. Posisikan selama 30 detik, dan kemudian ganti ke sisi lainnya (posisi 4) dan ikuti hal yang sama.

These exercises should be performed for two weeks, three times per day, or for three weeks, twice per day.Latihan ini harus dilakukan selama dua minggu, tiga kali per hari, atau selama tiga minggu, dua kali per hari. This adds up to 52 sets in total. Ini menambahkan hingga total 52 set.In most persons, complete relief from symptoms is obtained after 30 sets, or about 10 days. Pada kebanyakan orang, gejala berkurang setelah 30 set, atau sekitar 10 hari. In approximately 30 percent of patients, BPPV will recur within one year. Sekitar 30 persen pasien, BPPV akan terulang dalam satu tahun. If BPPV recurs, you may wish to add one 10-minute exercise to your daily routine (Amin et al, 1999).Jika BPPV berulang, mungkin pasien ingin menambahkan 10 menit untuk latihan rutin sehari-hari (Sura, 2010).

Perawatan BedahJika latihan yang dijelaskan di atas tidak efektif dalam mengendalikan gejala, gejalanya persisten untuk satu tahun atau lebih, dan diagnosis sangat jelas, prosedur operasi yang disebut "posterior kanal plugging" mungkin dianjurkan. Canal plugging block sebagian besar fungsi dari kanal posterior tanpa mempengaruhi fungsi-fungsi lainnya kanal atau bagian telinga. This procedure poses a small risk to hearing, but is effective in about 90% of individuals who have had no response to any other treatment. Prosedur ini memiliki risiko kecil untuk mendengar, tetapi efektif pada sekitar 90% dari orang yang tidak memiliki respon terhadap pengobatan lainnya. Only about 1 percent of our BPPVpatients eventually have this procedure done. Surgery should not be considered until all three maneuvers/exercises (Epley, Semont, and Brandt-Daroff) have been attempted and failed. Hanya sekitar 1 persen dari pasien BPPV akhirnya tertangani. Pembedahan tidak boleh dilakukan sampai tiga manuver / latihan (Epley, Semont, dan Brandt-Daroff) telah dicoba dan gagal. Labyrintyhectomy dan sacculotyomy tidak cocok karena pada prosedur ini dapat terjadi pengurangan atau kehilangan pendengaran (Sura, 2010).

l) PrognosisDengan maneuver reposisi Epley, 80-90 % pasien dengan BPPV dapat teratasi dengan baik. Sekitar 40-50 % bisa kambuh setelah 5 tahun, 18 % setelah 10 tahun, dan 50 % setelah 40 bulan (Lempert, 2009).BAB IVKESIMPULAN1. BPPV (Benign Paroksismal Posisional Vertigo) adalah vertigo yang bersifat paroksismal, yaitu hilang timbul dan berlangsung hanya beberapa saat. Vertigo ini diakibatkan adanya perubahan posisi kepala secara cepat dan tiba-tiba, berulang, dan sering disertai dengan nistagmus.2. Organ yang diserang dalam penyakit ini adalah telinga terutama pada bagian vestibulokokhlearis (N.VIII) yang akan mengganggu keseimbangan pasien.3. Pada pasien seperti ini terapi yang dilakukan biasanya hanya simtomatis untuk menghilangkan rasa berputar dan gejala gejala yang menyertai dan juga dilakukan rehabilitasi untuk adaptasi dari keseimbangannya.4. Dengan maneuver reposisi Epley, 80-90 % pasien dengan BPPV dapat teratasi dengan baik. Sekitar 40-50 % bisa kambuh setelah 5 tahun, 18 % setelah 10 tahun, dan 50 % setelah 40 bulanDAFTAR PUSTAKAAnderson JH dan Levine SC. 1997.Buku Ajar Penyakit THT Boies Edisi Keenam. Jakarta : EGC.

Corwin, E.J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.Despopoulus, Agamemnon. 1998. Atlas Berwarna dan teks Fisiologi Edisi 4. Jakarta: EGC. Hal 204Dorland, W.A. Newman. Kamus kedokteran Dorland. 2002. Jakarta: EGC. Hal. 2390.Ganong, William F. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC. Hal 245.Harsono. 2003. Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Iskandar, J . 1981. Cedera Kepala. Jakarta : PT Dhiana Populer. Kelompok Gramedia Joesoef AA. 2002. Tinjauan Umum Mengenai Vertigo. Dalam : Joesoef AA, Kusumastuti K. Jakarta : Kelompok Studi Vertigo Perdossi.Jong, W.D. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.Labuguen, RH. 2006. Initial Evaluation of Vertigo. Journal American Family Physician. (73).Lempert, T, Neuhauser, H. 2009. Epidemiology of vertigo, migraine and vestibularmigraine. Journal Neurology. (25) : 333-338.Mansjoer A. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jakarta : FKUI.Mardjono, M. Priguna, S. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC hlm 136-138.Snell, R.S. 2006. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Ed. 5. Jakarta: EGC.Soepardi, EA. 2008.Gangguan Keseimbangan dan Kelumpuhan Nervus Fasialis; Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher, edisi keenam.Jakarta: Balai Penerbit FK-UISura, DJ, Newell, S. 2010. Vertigo- Diagnosis and management in primary care. BJMP. (4) :351-351.Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC.T. Declan, Walsh., Kapita Selekta Penyakit dan Terapi, alih bahasa Caroline Wijaya, Jakarta:EGC, 1997, hlm. 50, 54, 491.Wreksoatmodjo, BR. 2004. Vertigo: Aspek Neurologi. Cermin Dunia Kedokteran. (vol) No. 144.


Recommended