+ All Categories
Home > Documents > Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

Date post: 13-Nov-2021
Category:
Upload: others
View: 12 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
21
At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179 Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622 Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai Upaya Pengembangan Kopetensi Santri Fathor Rosi 1 , Azisi 2 1,2 Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Huda Kapongan Situbondo [email protected] Abstract Various research and scientific works related to the concept, method, and process of implementing religious education in Islamic boarding schools are indeed quite a lot, but there are still not many that discuss about learning the yellow book through the tradition of the learning process in Islamic boarding schools, so it is important and interesting to discuss and understand. more comprehensive. As for scientific writings about Islamic boarding schools have been widely distributed, both in the form of books, papers, newsletters and magazines. However, the reality is that there are still many things left that have not been revealed by some observers of education about Islamic boarding schools, which are not found outside of pesantren or other education, which they clearly agree and conclude, that in pesantren there are values that are very interesting and specific to study, one of which is the other is about the yellow book learning model. The yellow book learning is one of the traditional characteristics that are still preserved in Islamic boarding schools, so the authors have found many scientific works that examine the yellow book learning system in various Islamic boarding schools. This conceptual journal is classified into two things, namely as follows; First, how is the implementation of the yellow book learning as an effort to develop the ability of students and the impact and urgency of learning the yellow book in developing students' competencies. Keywords: Learning, Yellow Book, Santri Competence Abstrak Berbagai penelitian dan karya ilmiah yang berhubungan dengan konsep, metode, dan proses pelaksanaan pendidikan keagamaan di pesantren memang cukup banyak namun yang ansih membahas tentang pembelajaran kitab kuning melalui tradisi proses pembelajaran di pondok pesantren masih belum banyak, sehingga menjadi penting dan menarik untuk dibahas dan dipahami lebih konprehensif. Adapun karya tulis ilmiah tentang pesantren telah tersebar luas, baik dalam bentuk buku–buku, makalah, buletien dan majalah. Namun realitasnya masih banyak yang tersisa yang belum terungkap oleh sebagian pemerhati pendidikan tentang pondok pesantren, yang tidak ditemukan di luar pesantren atau pendidikan lain, yang jelas mereka sepakat dan berkesimpulan, bahwa di pesantren terdapat nilai-nilai yang sangat menarik dan spesifik untuk dikaji, salah satunya tentang model pembelajaran kitab kuning. Pembelajaran kitab kuning merupakan salah satu ciri khas tradisional yang masih dilestarikan di lembaga pondok pesantren, maka penulis banyak menemukan karya ilmiah yang mengkaji terhadap system pembelajaran kitab kuning di berbagai pondok pesantren. Jurnal konseptual ini diklasifikasikan menjadi dua hal yaitu sebagai berikut; pertama bagaimana implementasi pembelajaran kitab kuning sebagai upaya pengembangan kemampuan santri serta dampak dan urgensi pembelajaran kitab kuning dalam mengembangkan kompetensi santri Kata Kunci: Pembelajaran, Kitab Kuning, Kompetensi Santri At-Turost: Journal of Islamic Studies 242
Transcript
Page 1: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai Upaya Pengembangan

Kopetensi Santri

Fathor Rosi1, Azisi2

1,2Sekolah Tinggi Agama Islam Nurul Huda Kapongan [email protected]

Abstract Various research and scientific works related to the concept, method, and process ofimplementing religious education in Islamic boarding schools are indeed quite a lot, butthere are still not many that discuss about learning the yellow book through the traditionof the learning process in Islamic boarding schools, so it is important and interesting todiscuss and understand. more comprehensive. As for scientific writings about Islamicboarding schools have been widely distributed, both in the form of books, papers,newsletters and magazines. However, the reality is that there are still many things left thathave not been revealed by some observers of education about Islamic boarding schools,which are not found outside of pesantren or other education, which they clearly agree andconclude, that in pesantren there are values that are very interesting and specific to study,one of which is the other is about the yellow book learning model. The yellow booklearning is one of the traditional characteristics that are still preserved in Islamicboarding schools, so the authors have found many scientific works that examine the yellowbook learning system in various Islamic boarding schools. This conceptual journal isclassified into two things, namely as follows; First, how is the implementation of theyellow book learning as an effort to develop the ability of students and the impact andurgency of learning the yellow book in developing students' competencies.Keywords: Learning, Yellow Book, Santri Competence

AbstrakBerbagai penelitian dan karya ilmiah yang berhubungan dengan konsep, metode, danproses pelaksanaan pendidikan keagamaan di pesantren memang cukup banyak namunyang ansih membahas tentang pembelajaran kitab kuning melalui tradisi prosespembelajaran di pondok pesantren masih belum banyak, sehingga menjadi penting danmenarik untuk dibahas dan dipahami lebih konprehensif. Adapun karya tulis ilmiahtentang pesantren telah tersebar luas, baik dalam bentuk buku–buku, makalah, buletien danmajalah. Namun realitasnya masih banyak yang tersisa yang belum terungkap olehsebagian pemerhati pendidikan tentang pondok pesantren, yang tidak ditemukan di luarpesantren atau pendidikan lain, yang jelas mereka sepakat dan berkesimpulan, bahwa dipesantren terdapat nilai-nilai yang sangat menarik dan spesifik untuk dikaji, salah satunyatentang model pembelajaran kitab kuning. Pembelajaran kitab kuning merupakan salahsatu ciri khas tradisional yang masih dilestarikan di lembaga pondok pesantren, makapenulis banyak menemukan karya ilmiah yang mengkaji terhadap system pembelajarankitab kuning di berbagai pondok pesantren. Jurnal konseptual ini diklasifikasikan menjadidua hal yaitu sebagai berikut; pertama bagaimana implementasi pembelajaran kitab kuningsebagai upaya pengembangan kemampuan santri serta dampak dan urgensi pembelajarankitab kuning dalam mengembangkan kompetensi santriKata Kunci: Pembelajaran, Kitab Kuning, Kompetensi Santri

At-Turost: Journal of Islamic Studies 242

Page 2: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

Pendahuluan

Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang

atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran

dan pelatihan. Dalam pengertian yang agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai

sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh

pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.

(Syah, 2007: 10)

Melalui definisi pendidikan diatas, dapat diketahui bahwa objek pendidikan

adalah manusia yang didesain untuk memiliki nilai sifat kemanusiaan. Kata lain yang

dikatakan oleh Ahmad Tafsir, pendidikan adalah pertolongan kepada manusia agar ia

menjadi manusia (Tafsir, 2006: 32)

Sementara upaya pendidikan di dalam memanusiakan manusia tentunya tidak

terlepas dari tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan yang dipergunakan untuk

menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahan, kebiasaan,

sikap dan sebagainya. Pendidikan dapat berlangsung secara informal, non formal, di

samping secara formal seperti sekolah, madrasah, dan institusi-institusi lainnya (Syah,

2007: 11).

Membahas institusi pendidikan, dalam catatan sejarah, pondok pesantren

(Poerbakawatja,1976: 233) adalah lembaga tertua yang secara signifikan ikut andil

dalam mencerdaskan kehidupan bangsa yang bertafaqquh fi al-din (Departemen

Agama, 2009: 10), akhlakul karimah, dan faqih fi maslahih al- ummah. Sehinnga

alumni pesantren menjadi agen of change di tengah masyarakat yang produktif,

egalitas, serta terbuka terhadap realitas perubahan sosial, tanpa kehilangan nilai

transendentalnya.

Saat ini definisi yang populer dari pesantren adalah suatu lembaga pendidikan

Islam Indonesia yang bertujuan untuk mendalami ilmu agama Islam dan

mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian (tafaqquh fi al-din) dengan

menekankan pentingnya moral dalam hidup bermasyarakat. Orientasi dan tujuan

didirikannya pesantren adalah memberikan pendidikan dan pengajaran keagamaan.

Pengajaran-pengajaran yang diberikan di pesantren itu mengenai ilmu-ilmu agama

dalam segala macam bidangnya, seperti tauhid, fiqh, ushul fiqh, tafsir, hadits, akhlak,

tasawuf, bahasa Arab, dan sebagainya. Diharapkan seorang santri yang keluar dari

At-Turost: Journal of Islamic Studies 243

Page 3: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

pesantren telah memahami beraneka ragam mata pelajaran agama dengan kemampuan

merujuk kepada kitab-kitab Islam klasik (Daulay, 2001: 30) Hal itu juga sesuai dengan

tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-undang Sistem Pendidikkan

Nasional, sebagai berikut:

Pendidikan sebagai salah satu unsur yang paling penting dalam pembangunan

nasional, seperti yang diamanahkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20

tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijadikan landasan pokok yang

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Sebagaimana peranan di atas, pesantren menghasilkan produktifitas santri yang

diharapkan menjadi kader-kader ulama yang ikut andil untuk mencerdaskan bangsa

dengan menggunakan manhaj (kurikulum) yang diajarkan dan ditanam pada jiwa

santri yang digali langsung dari sumber asalnya yaitu kitab-kitab kuning.

Dari sisi yang lain, peranan pesantren berupaya meningkatkan pengembangan

masyarakat diberbagai sektor kehidupan. Sebagai manifestasi atau perwujudan dari

nilai-nilai dan pengalaman tafaqquh fi al-din baik secara tekstual maupun kontekstual.

Kehadiran pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, kini semakin diminati oleh

banyak kalangan, termasuk masyarakat kelas menengah atas. Hal ini membuktikan

lembaga ini mampu memberikan solusi terhadap kebutuhan pendidikan anak-anak

mereka.

Sekitar Pada tahun 70-an, Abdurrahman Wahid telah mempopulerkan

pesantren sebagai sub-kultur dari bangsa Indonesia. Sekarang ini, umat Islam sendiri

tampaknya telah menganggap pesantren sebagai model institusi pendidikan yang

memiliki keunggulan, baik dari sisi transmisi dan internalisasi moralitas umat Islam

(Fadjar, 1998: 125) maupun dari aspek tardisi keilmuan, yang oleh Martin Van

Bruinessen dinilainya sebagai salah satu tradisi agung (great tradition) (Bruinessen,

1999: 17)

Di sisi yang lain juga, tantangan yang dihadapi oleh pondok pesantren semakin

hari semakin keras lebih komleks dan mendesak, sebagai akibat semakin

At-Turost: Journal of Islamic Studies 244

Page 4: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

meningkatnya kebutuhan pengembangan, kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan

tekhnologi. Tantangan ini menyebabkan terjadinya rekonstruksi paradigma dalam

rangka transformasi dan strategi pendidikan di pondok pesantren, baik yang

menyangkut peningkatan suber daya manusia, pembelajaran, maupun pengelolaan

pendidikan pondok pesantren secara khusus, atau penyelenggaraan pondok pesantren

itu sendiri.

Ditengah derap kemajuan ilmu dan teknologi yang menjadi motor bergeraknya

modernisasi, dewasa ini banyak fihak merasa ragu terhadap eksistensi lembaga

pendidikan pesantren. Keraguan itu dilatar belakangi oleh kecenderungan dari

pesantren untuk bersikap menutup diri terhadap perubahan di sekelilingnya dan sikap

kolot dalam merespon upaya modernisasi. Menurut Azyumardi Azra, kekolotan

pesantren dalam mentransfer hal-hal yang berbau modern itu merupakan sisa-sisa dari

respon pesantren terhadap kolonial Belanda. Lingkungan pesantren merasa bahwa

sesuatu yang bersifat modern, yang selalu mereka anggap datang dari barat, berkaitan

dengan penyimpangan terhadap agama (Azra, 1997 :151). Oleh sebab itu, mereka

melakukan isolasi diri terhadap sentuhan perkembangan modern sehingga membuat

pesantren dinilai sebagai penganut Islam tradisional.

Dalam perkembangan selanjutnya, sejalan dengan perjalanan zaman, pesantren

dituntut untuk melakukan proses adaptasi dengan menyelenggarakan pendidikan jalur

formal serta kegiatan lain yang bertujuan untuk pemberdayaan potensi masyarakat

diberbagai sektor kehidupan. Berawal dari tuntutan moderenisasi tersebut kepada

peasantren yang semakin kompleks, maka mau tidak mau pesantren senantiasa

berbenah diri melakukan pembaharuan untuk memfasilitasi kebutuhan masyarakatnya.

Pada satu sisi, ide-ide pembaharuan tersebut berdampak positif bagi pesantren,

karena dapat menciptakan produktifitas potensi sumber daya manusia (SDM) para

santri yang memiliki kecerdasan spiritual, intelektual serta kecerdasan sosial. Namun

dari sisi yang lain aplikasi pembaharuan tersebut berdampak negatif bagi pesantren itu

sendiri, karena dapat merubah bahkan menghilangkan karakter asli atau watak

dasariah pesantren itu sendiri yang acap kali bersentral pada kitab-kitab kuning.

Membahas kitab kuning, dikalangan pesantren pembelajaran kitab kuning

menjadi salah satu unsur mutlak kurikulum di pesantren, dalam membentuk

kecerdasan intelektualitas, dan membangun manusia berbudi, berakhlakul karimah

At-Turost: Journal of Islamic Studies 245

Page 5: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

pada diri santri. Pendidikan yang bertumpu pada kitab kuning, ternyata telah berhasil

membentuk masyarakat santri dan masyarakat pendukungnya yang arif, bermural dan

beradap, meskipun dengan tingkatan kecerdasan dan kesalihan yang berbeda-beda.

Mengingat fakta tersebut, maka wajar jika kitab kuning menjadi sentral perhatian

dalam kajian atas pesantren (Mukhtar, 1999: 221-222).

Di pondok pesantren umumnya kemampuan membaca dan memahami kitab

kuning merupakan kebanggaan tersendiri. Sebab, keadaannya yang gundul itu telah

membuatnya eksklusif, dalam arti dia bisa didekati oleh orang-orang tertentu saja

yang memiliki perangkat keilmuan khusus untuk itu, yaitu ilmu-ilmu bahasa Arab

seperti nahwiah, ilmu shorfiah dan lainnya. Hal ini karma kitab kuning menggunakan

bahasa Arob. Itupun bukan sembarang bahasa Arab. Akan tetapi sesuai dengan latar

belakang sejarahnya yang kembali pada abad pertengahan, uslub (stiyle) bahasa kitab

kuning sangat di pengaruhi oleh styile zamannya.

Yang dimaksud kitab kuning dikalangan pondok pesantren yaitu kitab-kitab

mu’tabaroh yang dikarang oleh para ulama terdahulu disebut kitab kuning, karena

kitab ini lahir jauh sebelum keberadaan pesantren Nusantara. Di samping kitab kuning

dikalangan pondok pesantren juga beredar istilah “kitab klasik” (al-kutub al-qadimah)

untuk menyebut kitab yang sama. Selain itu juga dikenal dengan “kitab gundul”,

karena tidak dilengkapi dengan syakal dan harokat. Dan karena rentang waktu sejarah

yang sangat jauh dari kemunculannya sekarang, tidak sedikit yang menjuluki sebagai

“kitab klasik” (Departemen Agama, 2009: 33).

Kitab kuning merupakan sumber ilmu pengetahuan yang berharga bagi umat

manusia, karena banyak tokoh muslim yang menulis karya-karyanya kedalam bentuk

kitab kuning, misalnya:Ibnu-Rusyd, Ibnu al-Haitham, al-Mawardi, Ibnu Sina, al-

Ghazali, dan lain semacamnya.

Pembelajaran kitab kuning sebagai wahana untuk menyalurkan dan mengkaji

karya para ulama’ dan cendikia muslim yang dilakukan oleh pesantren amatlah baik

bagi perkembangan pemikiran dan moral para penerus Islam dikemudian hari,

misalnya: mengenai masalah kedokteran, para penerus Islam dapat mempelajari kitab

karya dari Ibnu Sina, mengenai masalah akhlak, para penerus islam dapat mempelajari

kitab karya Imam al-Ghazali dan mengenai masalah fiqih, para penerus islam dapat

mempelajari kitab karya imam Syafi’i.

At-Turost: Journal of Islamic Studies 246

Page 6: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

Persoalan lain, sebagai implikasi dari aplikasi penerapan ide baru di tengah-

tengah pesantren lambat laun dapat merubah tradisi pesantren itu sendiri. Tradisi

pengajian dan pengkajian kitab kuning yang dikembangkan di pondok pesantren

mengalami perubahan yang acap kali hanya pada taraf pengajian tanpa adanya upaya

pengkajian. Hal ini dapat dilihat dari tamatan atau alumi pesantren dari era sebelum

tahun 90-an yang identik dengan penguaasaan kitab kuningnya. Namun pada periode

selanjutnya lulusan atau alumni pesantren penguasaan kitab kuning semakin

berkurang. Bahkan para pengamat pesantren menyatakan, lembaga pesantren pada era

sekarang mulai bergeser dan tidak berlebihan jika alumni pesantren banyak yang tidak

bisa membaca kitab kuning, karena sudah meninggalkan tradisi lamanya yang

bertumpu pada peningkatan kemampuan santri melalui pembelajaran kitab kuning.

Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian

tentang” Pembelajaran Kitab Kuning dalam mengembangkan Kompetensi Santri”.

Sedangkan peneliti memilih objek penelitian adalah di Pondok Pesantren Sumber

Bunga Kapongan Situbondo melalui pendidikan keagamaan yang ada pada lembaga

kajian kitab salaf berdasarkan alasan sebagai berikut; (1) Pondok Pesantren Sumber

Bunga adalah salah satu pesantren yang masih tetap eksis dengan pembelajaran kitab

kuningnya, hal ini dapat dibulktikan dengan kontinuitas kegiatan santri yang lebih

memfokuskan pada pengajian dan pemahaman kitab-kitab kuning. (2) kompetensi

santri dalam pembacaan dan pemahaman kitab kuningnya masih menjadi perhatian

yang serius di Pondok Pesantren Sumber Bunga, hal ini dapat dibuktikan dengan

manhaj berupa target-target penguasaan kitab-kitab tertentu sesuai dengan tingkatan

santrinya.

PEMBAHASAN

Konsepsi Pondok Pesantren.

kajian perspektif deskriptif para ahli dalam memberikan definisi pondok

pesantren sangat berbeda, tergantung dari mana ia memandang sebuah pondok

pesantren dengan segala aplikasinya. Secara etimologi dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI) mempunyai makna sebagai berikut, pondok adalah madrasah dan

asrama tempat mengaji, belajar agama Islam sedangkan kata pesantren adalah asrama

tempat santri atau murid-murid belajar mengaji dan sebagainya.

At-Turost: Journal of Islamic Studies 247

Page 7: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

Istilah pondok pesantren adalah merupakan dua istilah yang mengandung satu

arti. Orang Jawa menyebutnya “pondok” atau “pesantren”. Sering pula menyebut

sebagai pondok pesantren. Zamakhasyari Dhofier mengatkan, istilah pondok berasal

dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal

yang dibuat dari bambu atau barangkali berasal dari kata Arab fundug yang berarti

hotel atau asrama.

Adapun secara terminologi pengertian pondok pesantren dapat penulis

kemukakan dari pendapatnya para ahli antara lain: M.Arifin menyatakan pendapatnya

bahwa:

“Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam tradisionalyang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem asrama dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajaran atau madrasah yangsepenuhnya berada dibawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapaorang kyai dengan ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalamsegala hal” (Arifin, 1999 :240).

Sedangkan definisi pesantren menurut Mastuhu :

“Pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam tradisional yangmempelajari, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam denganmemberi penekanan pada pentingnya moralitas keagamaan sebagai pedomanperilaku sehari-hari” (Mastuhu, 1994, :55).

Menurut Zamakhsyari Dhofier,

“Pesantren adalah sebuah asrama pendidikan tradisional, dimana para siswanyasemua tinggal bersama dan belajar dibawah bimbingan guru yang lebih dikenaldengan sebutan Kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santritersebut berada dalam komplek yang juga menyediakan masjid untuk beribadah,ruang untuk belajar dan kegiatan keagamaan lainnya. Komplek ini biasanyadikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuaidengan peraturan yang berlaku” (Dhofier, 1994 :18).

Dari berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli, bahwa pondok pesantren

tidak dapat diberikan dengan batasan yang tegas, melainkan terkandung fleksibilitas

pengertian yang memenuhi ciri-ciri yang memberikan pengertian pondok pesantren.

Setidaknya ada lima ciri yang terdapat pada suatu lembaga pondok pesantren

diantaranya, kyiai, santri, pengajian,asrama, dan masjid dengan aktivitasnya.

At-Turost: Journal of Islamic Studies 248

Page 8: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

Dari beberapa definisi diatas, dapat penulis simpulkan bahwa pondok pesantren

merupakan lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya terdapat aktivitas

pembelajaran, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran Islam yang

pembelajarannya didasarkan pada kitab-kitab klasik dalam bentuk bahasa Arab yang

ditulis oleh cendikia muslim terdahulu, dan para santri tinggal bersama dalam sebuah

kelompok yang dilengakapi dengan asrama, masjid/mushola dengan adanya kyai

sebagai tokoh sentralnya.

Sistem Pendidikan dan Pembelajaran di Pondok Pesantren

Pondok pesantren sebagai bagian dari system pendidikan nasional, memiliki

sejarah panjang sesuai dengan dinamika tuntutan zaman. Pada awal perkembangannya

di Indonesia, misalnya, kira-kira 7-8 abad lalu, pondok pesantren fokus pada upaya

penyebaran Islam di Nusantara.Pada perkembangan berikutnya pada masa penjajahan,

pondok pesantren memposisikan dirinya sebagai sentra perlawanan terhadap

Imperialis Belanda atau pusat penyebaran Islam. Pada masa awal kemerdekaan, antara

tahun 1945-1968 M, pendidikan pondok pesantren kembali mewujudkan misi

penyebaran agama di samping tetap melakukan penguatan semangat dan patriotisme

dan kebangsaan agar tetap mampu melanjutkan perjuangan bangsa mencapai cita-

citanya.

Pada saat ini, posisi pondok pesantren mulai terakomodir dengan disahkan

Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-

Undang ini menjadikan keimanan dan ketaqwaan sebagai tujuan Pendidikan nasional.

Dan sama difahami, istilah yang identik dan sangat akrab dengan pendidikan

keagamaan.

Secara yuridis posisi pendidikan keagamaan dalam system pendidikan nasional

semakin jelas setelah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

55 tahun 2007 tentang Pendidika Agama dan Pendidikan Keagamaan sebagai tindak

lanjut dari amanat yang terdapat pada pasal 30 ayat (5) UU nomor 20 tahun 2003

menempatkan pondok pesantren sebagai bagian integral dari system pendidikan

nasional.

Posisi pondok pesantren dalam system pendidikan nasional setidaknya

memberikan empat peranan penting dalam pelaksanaan system pendidikan nasional,

At-Turost: Journal of Islamic Studies 249

Page 9: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

diantaranya adalah, peranan instrumental, peranan keagamaan, peranan mobilisasi

masyarakat dan peranan pembinaan mental dan keterampilan.

Berikut beberapa definisi tentang pembelajaran: Pertama, upaya untuk

membelajarkan siswa. Kedua, pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa

untuk belajar. Kegiatan ini mengakibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara

lebih efektif dan efisien. Ketiga, pembelajaran adalah suatu usaha mengorganisasi

lingkungan sehingga menciptakan kondisi belajar bagi siswa. (Hamali, 2001 :48). Jadi

yang dimaksud dengan pembelajaran adalah sebuah proses untuk menciptakan kondisi

belajar yang mengikut sertakan siswa didalamnya untuk mencapai suatu tujuan.

Tipologi Pondok Pesantren

Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam mengalami perkembangan

bentuk sesuai dengan perubahan zaman, terutama sekali adanya dampak kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam hal ini pondok pesantren tetap merupakan

lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan berkembang dari masyarakat untuk

masyarakat. Sementara Wardi Bahtiar dan kawan-kawannya didalam membagi

pesantren menjadi dua macam, dilihat dari macam pengetahuan yang diajarkan,

menurtutnya prsantren dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu:

a. Pesantren salafiyah

Yaitu pesantren yang menajarkan kitab-kitab Islam klasik, sistem madrasah

ditetapkan untuk mempermudah tehnik pengajaran sebagai metode sorogan.

b. Pesantren Khalafiyah

Selain memberikan pengajaran kitab Islam klasik juga membuka sistem sekolah

umum dilingkungan dan dibawah tanggung jawab pesantren. (Tafsir, 1991 :193-194).

Dewasa ini, secara faktual ada tiga tipe pesantren yang berkembang dalam

masyarakat, yaitu pesantren tradisional yang masih tetap mempertahankan bentuk

aslinya dengan semata-mata mengajarkan kitab-kitab berbahasa Arab yang ditulis oleh

para ulama abad pertengahan (kitab kuning), kedua pesantren modern orientasi yang

belajarnya cenderung mengadopsi seluruh sistem belajar secara klasikal dan

meninggalkan sistem belajar tradisional, dan ketiga pesantren komprehensif. (Ghazali,

2001 :14). sistem pendidikan dan pengajaran gabungan antara pesantren tradisional

dan pesantren modern.

At-Turost: Journal of Islamic Studies 250

Page 10: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

Pesantren Dan Kitab Kuning.

Di kalangan pesantren sendiri, di samping istilah “kitab kuning”, terdapat juga

istilah “kitab klasik” (al-kutub al-qadimah), karena kitab yang ditulis merujuk pada

karya-karya tradisional ulama berbahasa Arab yang gaya dan bentuknya berbeda

dengan buku modern. (Turmudi, 2004 :36). Dan karena rentang kemunculannya sangat

panjang maka kitab ini juga disebut dengan “kitab kuno.” Bahkan kitab ini, di

kalangan pesantren juga kerap disebut dengan “kitab gundul”. Disebut demikian

karena teks di dalamnya tidak memakai syakl (harakat), bahkan juga tidak disertai

dengan tanda baca, seperti koma, titik, tanda seru, tanda tanya, dan lain sebagainya.

Untuk memahami kitab tanpa harakat (kitab gundul), maka dari itu di pesantren telah

ada ilmu yang dipelajari santri yaitu ilmu alat atau Nahwu dan Sharf serta bahasa

Arab.

Pembelajaran kitab kuning yang merupakan manhaj (kurikulum) pesantren

merupakan hasil dari pengkajian dan penafsiran para cendikia serta ulama muslim

terdahulu, warisan pemikiran itu banyak menyimpan segudang jawaban atas banyak

permasalahan, yang kemudian banyak diabadikan ke dalam tulisan berbentuk buku

atau kitab, sehingga karya-karya mereka tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh para

generasi berikutnya. Oleh sebab itulah, keberadaan kitab kuning sebagai khazanah

keilmuan Islam penting untuk dikaji. Sedangkan alasan yang lain mengenai perlunya

pengkajian atau pembelajaran kitab kuning diantaranya adalah:

1) Sebagai pengantar bagi langkah ijtihad dan pembinaan hukum Islam kontemporer.

2) Sebagai materi pokok dalam memahami, menafsirkan dan menerapkan bagian

hukum positif yang masih menempatkan hukum Islam atau mazhab fikih tertentu

sebagai sumber hukum, baik secara historis maupun secara resmi.

3) Sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan umat manusia secara universal dengan

memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu hukum sendiri melalui studi

perbandingan hukum (dirasah al-qanun al-muqaran), (Musdah Mulia, IV :133). dan

4) Sesuai dengan tujuan utama pengajian kitab-kitab kuning adalah untuk mendidik

calon-calon ulama.

Dalam tradisi intelektual Islam, untuk menyebutan istilah kitab karya ilmiyah

para ulama itu dibedakan berdasarkan kurun waktu atau format penulisannya.

Katagori pertama disebut kitab-kitab klasik (al-kutub al-qadimah), sedangkan

At-Turost: Journal of Islamic Studies 251

Page 11: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

katagori kedua disebut kitab-kitab modern (al-kutub al-asriyah). Apa yang disebut

kitab kuning adalah pada dasarnya mengacu pada ketagori pertama, yakni kitab

klasik, yaitu kitab yang dikarang oleh para cendekiawan Islam masa lalu. Istilah

tersebut digunakan karena mayoritas kitab klasik menggunakan kertas kuning. Warna

kuning pada kitab itu dimungkinkan karena warna asalnya yang memang kuning atau

akibat lamanya kitab itu disimpan sehingga berwana kuning, namun belakangan ini

kitab kuning karya para cendikia Muslim tersebut sudah banyak dicetak oleh para

penerbit dengan menggunakan kertas putih. Yang pasti, istilah tersebut digunakan

untuk produk pemikiran salaf. Sementara itu, produk pemikiran salaf dikalangan

akademisi lebih populer dengan sebutan turats.

Adapun pengertian umum yang beredar di kalangan pemerhati tentang kitab

kuning adalah kitab kuning selalu dipandang sebagai kitab-kitab keagamaan yang

berbahasa Arab, atau berhuruf Arab, sebagai produk pemikiran ulama-ulama masa

lampau (al-salaf) yang ditulis dengan format khas pra-modern, sebelum abad ke-17-

an M. Dalam rumusan yang lebih rinci, definisi dari kitab kuning adalah:

a) ditulis oleh ulama-ulama “asing”, tetapi seacara turun-temurun menjadi

referensi yang dipedomani oleh para ulama Indonesia,

b) ditulis oleh ulama Indonesia sebagai karya tulis yang “independen”, dan

c) ditulis oleh ulama Indonesia sebagai komentar atau terjemahan atas kitab

karya ulama “asing”. (Siradj, 2004 :222).

Berdasarkan paparan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa kitab kuning

adalah kitab yang senantiasa berpedoman pada al-Qur’an dan Hadits, dan ditulis oleh

para ulama-ulama terdahulu dalam lembaran-lembaran ataupun dalam bentuk jilidan

baik yang dicetak diatas kertas kuning maupun kertas putih dan juga merupakan

ajaran Islam yang merupakan hasil interpretasi para ulama dari kitab pedoman yang

ada serta hal-hal baru yang datang kepada Islam sebagai hasil dari perkembangan

peradaban Islam dalam sejarah.

Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren

Sebagai bagian dari pendidikan, pesanten mempunyai karakter tersendiri yang

tidak dimiliki oleh lembaga lain selain pesantren. Ciri khas tersebut adalah adanya

pengajaran kitab-kitab klasik yang menempati posisi ter istimewa di dalam kurikulum

pesantren. Karena keberadaannya menjadi unsur utama dalam diri pesantren,

At-Turost: Journal of Islamic Studies 252

Page 12: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

sekaligus menjadikan pembeda antara pesantren dengan lembaga selainnya. (Raharjo,

2004 :8-9).

Secara umum implementasi pembelajaran yang dijadikan refernsi sebagai

kurikulum pesantren dapat dikelompokkan menjadi dua, pertama, kelompok ajaran

dasar sebagaimana terdapat pada al-Qur’an dan al-Hadits, sedang ajaran yang timbul

sebagai hasil penafsiran para ulama-ulama Islam terhadap ajaran-ajaran dasar yang

ada dalam al-Qur’an dan al-Hadits tersebut. Kedua, kelompok kitab kuning yang tidak

termasuk dalam kelompok ajaran agama Islam, tetapi kajian yang masuk ke dalam

Islam sebagai hasil perkembangan Islam dalam sejarah, seperti kitab membahas

lembaga-lembaga kemasyarakatan, kebudayaan, dan metode keilmuan. (Raharjo,

2004 :7-8).

Sebagai system ajaran yang komprehensip," cakupan kitab kuning secara

keseluruhan meliputi berbagai aspek yang sangat luas baik mencakup keyakinan

terhadap hal-hal yang bersifat metafisik maupun yang berupa tata nilai kehidupan

keluarga dan masyarakat yang kesemuanya itu bwrmuara pada satu titik tujuan

terciptanya insan kamil baik terhadap Tuhan maupun terhadap sesama dan

lingkungan. (Masudi, 1985 :95).

Dilihat dari jenis pengelompokannya, kitab kuning yang diajarkan dipesantren

terdapat dua kelompok diantaranya adalah kelompok ilmu syari’at dan non syari’at.

Dari kelompok ilmu-ilmu syari’at, yang sangat dikenal ialah kitab-kitab ilmu fikih,

tasawuf, tafsir, hadits, tauhid (‘aqaid), dan tarikh (terutama sirah nabawiyah, sejarah

hidup Nabi Muhammad saw.). Dari kelompok ilmu non-syari’at, yang banyak dikenal

ialah kitab-kitab nahw, al- sarf, yang mutlak diperlukan sebagai alat bantu untuk

memperoleh kemampuan membaca kitab tanpa harakat (kitab gundul). Dapat

dikatakan bahwa kitab kuning yang banyak beredar di kalangan pesantren adalah

kitab yang berisi ilmu-ilmu syari’at, khususnya ilmu fikih.

Secara keseluruhan kitab kuning yang diajarkan di pondok pesantren secara

umum dikelompokkan dalam delapan bidang kajian, yaitu Nahw, dan al-sarf

(gramatika fan marfologi ), Fiqh, Ushul Fiqh, Tasawwuf dan etika, Tafsir, Hadits,

Tauhid (ideologi) dan cabang-abang ilmu lainnya seperti Tarih (sejarah) dan

Balaghah (sastra).

At-Turost: Journal of Islamic Studies 253

Page 13: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

Lebih lanjut Martin Van Bruinessen menjelaskan, bahwa kitab kuning yang yang

banyak dimiliki oleh para kyai yang diajarkan di pesantren adalah kitab-kitab yang

umumnya karya ulama amdzhab Syafi’i. Beliau juaga menegaskan bahwa dikalangan

pesantren pada akhir abad ke-20 ini judul kitab kuning yang beredar di pesantren di

Jawa dan Madura jumlahnya mencapai 900 judul. Padahal L.W.C. Van den Berg

dalam penelitian sebelumnya, pada akhir abad 19, hanya menemukan 54 judul saja.

Metode Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok Pesantren.

Metode-metode pembelajaran di pndok pesantren yang telah dirumuskan oleh

para ahli pendidikan ada yang bersifat tradisional dan kontemporer (modern). Metode

yang bersifat tradisional adalah metode yang diselenggarakan menurut kebiasaan-

kebiasaan pendidikan dan pembelajaran non formal yang berlaku di masyarakat

umum, dan metode ini berangkat dari pola pelajaran yang sangat sederhana.

Sementara metode yang bersifat kontemporer atau modern adalah metode-metode

pembelajaran hasil pemikiran para pendidikan kontemporer dan menjadi bahan

rujukan dalam penyelenggaraan pendidikan formal dan modern.

Secara implisit, Fadjar mensinyalir bahwa penggunaan metode pembelajaran yang

dikategorikan kontemporer adalah banyak digunakan oleh institusi pendidikan yang

mengelola pembelajarannya dengan sistem madrasi atau klasikal, yang

mengorganisasi kegiatan pendidikannya dengan sitem kelas-kelas berjenjang dengan

waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pelajaran yang sudah dipolakan.

Sementara metode yang bersifat tradisional adalah yang dibakukan pada institusi

pendidikan individual dan non formal. (Fadjar, 1998 :22).

Sebagaimana disebutkan di atas metode pembelajaran di pesantren ada yang

bersifat tradisional, yaitu metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut

kebiasaan-kebiasaan yang telah lama dipergunakan pada institusi pesantren atau

merupakan metode pembelajaran asli (original) pesantren. Ada pula metode

pembelajaran yang berifat baru ( tajdid).

Sedangkan metode-metode yang bersifat tradisional biasa digunakan oleh

lembaga pendidikan pesantren. Departemen Agama mendefinisikan metode ini

sebagai metode pembelajaran yang diselenggarakan menurut kebiasaan-kebiasaan

yang telah lama dipergunakan pada institusi pesantren atau merupakan metode

pembelajaran asli (original) pondok pesantren.

At-Turost: Journal of Islamic Studies 254

Page 14: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

Menurut Zamakhsyari Dhofier dan Nurcholish Madjid, metode pembelajaran

kitab Tanpa Harakat di pesantren meliputi, metode sorogan, dan bandongan.

Sedangkan Husein Muhammad menambahkan bahwa, selain metode yang diterapkan

dalam pembelajaran kitab tanpa harakat adalah metode wetonan atau bandongan, dan

metode sorogan, diterapkan juga metode diskusi (munazharah), metode evaluasi, dan

metode hafalan.

Di bawah ini disebutkan metode-metode pembelajaran yang bersifat tradisional

menjadi kebiasaan pesantren.

1) Metode sorogan

Metode sorogan adalah kegiatan pembelajaran bagi santri yang lebih

menitik beratkan kepada pengembangan kemampuan perseorangan

(individu),di bawah bimbingan ustad atau kiai.

Tekhnik pembelajaran dalam metode sorogan ini adalah, santri satu per satu

secara bergiliran menghadap kiai dengan membawa kitab tertentu. Kiai

membacakan beberapa baris dari kitab itu dan maknanya, kemudian santri

mengulangi bacaan kiainya. Husein Muhammad menambahkan bahwa, murid

yang membaca sedangkan guru mendengarkan sambil memberi catatan,

komentar, atau bimbingan bila diperlukan. Akan tetapi dalam metode ini,

dialog murid dan guru belum atau tidak terjadi. Adapun pelaksanaannya dapat

digambarkan sebagai berikut;

a) Santri berkumpul ditempat pengajian sesuai dengan waktu yang

ditentukan dengan masing-masing membawa kitab yang hendak diaji.

b) Seorang santri yang mendapat giliran secara langsung bertatap muka

dengan gurnya.

c) Guru membaca teks kitab kemudian memberikan artinya dengan

menggunakan bahasa melayu atau bahasa daerahnya.

d) Santri dengan tekun mendengarkan apa yang dibacakan kiai atau ustadz

dengan mencocokan nya dengan kitab yang dibawanya. Selain itu juga

melakukan pencatatan atas; 1) bunyi teks arob dengan pemberia syakal

(pendhobitan) pemastian harokat, 2) penulisan arti setiap kata

(memberikan makna).

e) Santri kemudian menirukan kembali apa yang dibacakan gurunya.

At-Turost: Journal of Islamic Studies 255

Page 15: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

f) Kiai atau ustadz juga mendengarkan dengan tekun pula apa yang

dibacakan satrinya sambil melakukan koreksi-koreksi seperlunya dan

juga tidak jarang memberikan tambahan penjelasan agar apa yang

dibaca dapat lebih dimengerti.

2) Metode wetonan atau bandongan

Metode wetonan atau bandongan adalah “cara penyampaian kitab dimana

seorang guru, kiai, atau ustadz membacakan dan menjelaskan isi kitab,

sementara santri, murid, atau siswa mendengarkan, memberikan makna, dan

menerima.”

Senada dengan yang diungkapkan oleh Endang Turmudi bahwa, dalam

metode ini kiai hanya membaca salah satu bagian dari sebuah bab dalam

sebuah kitab, menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dan memberikan

penjelasan-penjelasan yang diperlukan. (Turmudi, 2004 :36). Berbeda sedikit

dengan Hasil Musyawarah/Lokakarya Intensifikasi Pengembangan Pondok

Pesantren, bahwa metode wetonan ialah “pembacaan satu atau beberapa kitab

oleh kiai atau pengasuh dengan memberikan kesempatan kepada para santri

untuk menyampaikan pertanyaan penjelasan lebih lanjut.” (Saleh, 1982 :79).

Dari ketiga pengertian diatas, dapat dipahami bahwasanya dari metode ini,

para santri memperoleh kesempatan untuk bertanya atau meminta penjelasan

lebih lanjut atas keterangan kiai. Sementara catatan-catatan yang dibuat santri

di atas kitabnya membantu untuk melakukan telaah atau mempelajari lebih

lanjut isi kitab tersebut setelah pelajaran selesai. (Dhofier, 1994 :176).

Konon metode ini merupakan warisan dari Timur Tengah (Makah dan

Mesir). Karena kedua negara ini dianggap sebagai poros, pusat dari ajaran

agama Islam di dunia. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mujamil Qamar,

bahwa “metode yang disebut bandongan ini ternyata merupakan hasil adaptasi

dari metode pengajaran agama yang berlangsung di Timur Tengah terutama di

makah dan Mesir. Kedua tempat ini menjadi “kiblat” pelaksanaan metode

wetonan lantaran dianggap sebagai poros keilmuan bagi kalangan pesantren

sejak awal pertumbuhan hingga perkembangan yang sekarang ini.” (Qamar,

2007 :143). Dan metode inilah yang paling banyak digunakan di pesantren-

pesantren di Indonesia.

At-Turost: Journal of Islamic Studies 256

Page 16: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

3) Metode pengajian pasaran

Metode pengajian pasaran adalah kegiatan belajar para santri melalui

pengkajian materi (kitab) tertentu pada seorang kyai/ustad. yang dilakukan

oleh sekelompok santri dalam kegiatan yang terus menerus (marathon) selama

tenggang waktu tertentu. Sistem pengajaran ini ditandai dengan ciri-ciri yang

khas, antara lain, tidak adanya daftar santri pengajian dan tidak adanya

evaluasi hasil belajar secara formal bagi santri. (Departemen Agama RI, 2003 :2).

Pada umumnya dilakukan pada bulan Ramadhan selama setengah bulan,

dua puluh hari atau terkadang satu bulan penuh tergantung pada besarnya kitab

yang dikaji. Metode ini lebih mirip dengan metode bandongan, tetapi pada

metode ini target utamanya adalah “selesai”nya kitab yang dipelajari. Jadi,

dalam metode ini yang menjadi titik beratnya terletak pada pembacaan bukan

pada pemahaman sebagaimana pada metode bandongan.

Sedangkan tekhnik pembelajarannya umumnya sebelum memasuki bulan

Romadhon, beberapa pesantren biasanya mengeluarkan jadwal, jenis kitab dan

kyai yang akan melakukan balagh pasaran dibulab itu. Informasi itu dengan

mudah beredar di pesantren-pesantren lainnya juga. Berdasarkan itu santri,

ustadz atau yang berminat barang pasti merencanakan sendiri kemana ia akan

menuju dan kitab apa yang ia pilih.

Kegiatan pengjian itu sendiri biasanya dilakukan sepanjang hari. Kitab yang

telah ditentukan dibaca kyai secara cepat, sedang santri menyimak untuk

memberikan catatan pada bagian-bagian tertentu saja atau mencatat

penjelasan-penjelasan singkat yang biasanya memang diberikan.

4) Metode Diskusi (Munadarah)/ Bahtsul Masa’il.

Metode Diskusi (munadarah) adalah sekelompok santri tertentu membahas

permasalahan, baik yang diberikan kiai maupun masalah yang benar-benar

terjadi dalam masyarakat. Diskusi ini dipimpin oleh seorang santri dengan

pengamatan dari pengasuh/kiai yang mengoreksi hasil diskusi itu. Sedangkan

pembahasan dalam forum tersebut adalah mengkaji suatu persoalan yang telah

ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanannya santri dengan bebas mengjukan

pertanyaan-pertanyaan ataupun pendapatnya. Dqengan demikian, metode ini

lebih menitik beratkan pada kemampuan perseorangan di dalam menganalisis

At-Turost: Journal of Islamic Studies 257

Page 17: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

dan memecahkan suatu persoalan dengan argumen logika yang mengacu pada

kitab-kitab tertentu.

Metode diskusi bertujuan untuk merangsang pemikiran serta berbagai jenis

pandangan agar murid atau santri aktif dalam belajar. Melalui metode ini, akan

tumbuh dan berkembang pemikiran-pemikiran kritis, analitis, dan logis, dan

akan lebih memicu para santri untuk menelaah atas kitab-kitab yang lain.

Keberhasilan yang dicapai akan ditentukan oleh tiga unsur yaitu

pemahaman, kepercayaan diri sendiri dan rasa saling menghormati.

(Muhaimin, 1996 :89).

5) Metode Hafalan.

Metode hafalan adalah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu

teks tertentu dengan bimbingan dan pengawasan seorang ustadz/kyai. Para

santri diberi tugas untuk menghafal bacaan-bacaan dalam jangka waktu

tertentu. Hafalan yang dimiliki santri ini kemudian dihafalkan dihadapan

ustadz/kyainya secara periodik atau insindental tergantung kepada petunjuk

gurunya tersebut.

Metode ini merupakan metode unggulan dan sekaligus menjadi ciri khas

yang melekat pada sebuah pesantren sejak dahulu hingga sekarang. Metode

hafalan masih tetap dipertahankan sepanjang masih berkaitan dan diperlukan

bagi argumen-argumen naqly dan kaidah-kaidah. Dan metode ini biasanya

diberikan kepada anak-anak yang berada pada usia sekolah tingkat dasar atau

tingkat menengah. Sebaliknya, pada usia-usia di atas itu sebaiknya metode ini

dikurangi sedikit demi sedikit dan digunakan untuk rumus-rumus dan kaidah-

kaidah.

Materi pembelajaran di pondok pesantren yang disajikan dengan

menggunakan metode hafalan pada umumnya berkenaan dengan al-Qur’an,

nadzom-nadzom untuk disiplin nahwu, ssharaf, balaghah, tajwid ataupun teks-

teks nahwu sharf dan juga fiqh.

Titik tekan pada pembelajaran ini adalah santri mampu mengucap atau

melafalkan kalimat-kalimat tertentu secara lancar dengan tanpa melihat atau

membaca teks. Hal itu dapat di;lakukan secara perorangan menghadap

(bertatap muka langsung) kepada gurunya ataupun dilakukan secara

At-Turost: Journal of Islamic Studies 258

Page 18: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

berkelompok diucapkan bersamaan pada waktu-waktu tertentu, baik secara

khusus ataupun tidak. Metode hafalan biasanya keberhasilannya ditentukan

dengan target atau batas-batas tertentu.

6) Metode Evaluasi.

Evaluasi adalah penilaian atas tugas, kewajiban, dan pekerjaan. Cara ini

dilakukan setelah kajian kitab selesai dibacakan atau disampaikan. Di masa

lalu cara ini disebut imtihan, yakni suatu pengujian santri melalui munaqasyah

oleh para guru atau kiai-ulama di hadapan forum terbuka. Selesai munaqasyah,

ditentukanlah kelulusan.

Metode-metode yang telah disebutkan diatas, merupakan metode yang

(sebagian) sudah biasa diterapkan di pesantren-pesantren, misalnya, metode

wetonan, hafalan, dan bandongan. Dan sebagian (metode) yang lain tidak

menutup kemungkinan untuk diterapkan di berbagai pesantren.

Untuk pengajian dalam bentuk sorogan, wetonan dan bandongan biasanya

disebut sebagai kurikulum system ma’hady artinya jenis kitab, alokasi waktu

pembelajaran dan kalender akademiknya sepenuhnya terserah sang Kiyai.

Adapun pengajian yang dikemas dalam bentuk klasikal atau system madrasy

secara umum sama dengan model-model klasikal lainnya. Kitab-kitab yang

dikaji biasanya sudah ringkasan/ikhtishar dari kitab-kitab kuning yang ada.

Pembelajarannya sudah terjadwal dengan rapi layaknya sekolah formal

lainnya.

Kesimpulan

Sebagaimana analisis penulis terhadap implementasi pembelajaran kitab

kuning sebagai upaya pengembangan kemampuan santri, maka penulis menyimpulkan

pada tingkat dasar, santri diarahkan pada penguasaan nahw dan shorf dengan

pembelajaran materi-materi nahw dan shorf secara komprehensif melalui pengkajian

tuntas terhadap kitab pegangan.

Penggunaan metode atau tekhnik pembelajaran kitab kuning di pondok

pesantren menggunakan bermacam metode, diantaranya adalah yaitu : diantaranya

adalah, ceramah yang meliputi metode bandongan (wetonan) atau yang biasa juga

disebut dengan metode pengajian pasaran, sorogan, metode musyawarah/diskusi dan

hafalan. Metode-metode tersebut bukan suatu ketetapan yang wajib diaplikasikan, tapi

At-Turost: Journal of Islamic Studies 259

Page 19: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

diwaktu yang lain disaat pembelajaran berlangsung di dalam kelas dengan meninjau

kebutuhannya menggunakan metode campuran, yaitu dengan teknik ceramah dan pada

kesempatan menggunakan teknik diskusi, tanya jawab atau seminar.

Evaluasi yang biasanya dilaksanakan untuk mengukur tingkat keberhasilan

santri melalui tes. Tes tersebut berupa tes formal yang berupa (tes sumatif) yaitu Tes

Qiro’atul Kutub yang dilaksanakan setiap menjelang Ujian Akhir Semester (UAS).

Efektifitas pembelajaran nahw dan shorf pada pondok pesantren diarahkan

pada penguasaan esensi dari nahw dan shorf sebagai ilmu karena pondok pesantren ini

menjadikan nahw dan shorf sebagai tujuan atau target pembelajaran dalam

mengetahui pembacaan kitab kuning. Untuk menunjang tujuan tersebut, maka pondok

pesantren pembelajaran materi-materi nahw dan shorf secara komprehensif melalui

pengkajian tuntas terhadap kitab-kitab nahw dan shorf yang digunakan sebagai

pegangan. Sedangkan pada santri senior santri lebih ditekankan pada pemahaman teks

kitab sehingga santri lebih analisa terhadap teks kitab kuning ataupun teks Arab

lainnya dengan kemampuan menginterpretasikan kalimat yang dianggap gharib

(asing) dan kalimat mutarodif (banyak persamaannya).

Dilihat efektifitas penggunaan metode pembelajaran kitab kuning di pondok

pesantren dengan menggunakan berbagai metode yang disesuaikan dengan kebutuhan

pembelajaran. Efektifitas penggunaan metode bandongan diaplikasikan pada waktu

yang relatif sedikit dengan jumlah santri yang cukup banyak. Disamping itu kmpetensi

dapat diukur dari aspek pengetahuan (kognitif) terhadap penguasaan materi kitab baik

kemampuan santri di dalam membaca, menerjemah dan menjelaskan ulang terhadap

materi yang di ajarkan. Sedangkan pada metode sorogan adalah santri akan merasakan

hubungan husus ketika berlangsung pembacaan kitab dan jika terdapat kesalahan

ustad langsung memberikan komentar dan bimbingan terhadap kesalahan santri.

Sedangkan metode diskusi efektifitas dapat dilihat dari rumusan jawaban yang

dibuat kesimpulan di dalam setiap pertanyaan. Dalam teknik hal al-musykilât atau

biasa disebut problem solving juga diawali dengan mengemukakan beberapa

permasalahan-permasalahan baru kemudian dianalisis secara bersama-sama oleh para

santri. Sedangkan metode hafalan efektivitas dalam pencapaian kompetensi adalah

santri mampu mengucapkan/melafalkan kalimat-kalimat atau teori-teori gramatika

arab dan juga nadzam-nadzam tertentu secara lancar dengan tanpa melihat teks.

At-Turost: Journal of Islamic Studies 260

Page 20: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

Dari aspek evaluasi, pesantren menggunakan tes formal sebagai alat untuk

mengukur tingkat ketercapaian tujuan pembelajaran kitab kuning.

Daftar Pustaka

Affandi, M. (1999). Tradisi Kitab Kuning Sebuah Observasi Dalam Pesantren Masa

Depan. Bandung: Pustaka Hidayah.

Ahmad, T. (2006). Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Azumardi, A. (1997). Pesantren : Kontinuitas dan Perubahan", Pengantar dalam

Nucholis Madjid, Bilik-Bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta :

Paramadina.

Bahri, G. (2001). Pendidikan Pesantren Berwawasan Lingkungan. Jakarta : Pedoman

Ilmu Jaya.

Bruinessen, V. M. (1999). Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat : Tradisi-Tradisi

Islam di Indonesia. Bandung: Mizan.

Choirul, F. Y. (2009). Bagian III : Pedoman Penyelenggaraan Pondok Pesantren

Muadalah. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren

Dhofier, Z. (1994). Tradisi Pesantren Studi tentang Pandangan Hidup Kyai. Jakarta,

LP3S.

Dimyati & Mudjiono. (1999). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Faliyandra, F. (2019). KONSEP KECERDASAN SOSIAL GOLEMAN DALAM

PERSPEKTIF ISLAM (Sebuah Kajian Analisis Psikologi Islam). Faisal

Faliyandra.

Haidar, P. D. (2001). Historisitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah, dan Madrasah.

Yogyakarta : Tiara Wacana.

Mastuhu. (1994). Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS.

Masudi. (1985). Mengenal Pemikiran Kitab Kuning: Dalam Pergulatan Dunia

Pesantren Membangun Dari Bawah. Jakart:P3M

Moloeng, L. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda

Karya

Muslich, M. (2007). KTSP, Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual.

Jakarta: Bumi Aksara 2007.

Mujamil, Q. (1998). Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi

Institusi,. Jakarta:Erlangga.

At-Turost: Journal of Islamic Studies 261

Page 21: Pembelajaran Kitab Kuning Di Pondok Pesantren Sebagai ...

At-Turost: Journal of Islamic Studies, Vol.08 No.02, Agustus 2021 P-ISSN:2086-3179Website: https://ejurnal.stainh.ac.id/index.php/jurnal E-ISSN:2581-1622

Nurcholish, M. (2002). Modernisasi Pesantren. Jakarta:Ciputat Press.

Oemar, H. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT Bumi Aksara

Sahal, M. (1999). Pesantren Mancari Makna. Jakarta: Pustaka Ciganjur.

Sugiyono. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif; Dilengkapi Dengan Contoh

Proposal dan Laporan Penelitian, cet, ke-4. Bandung: CV. Alfa Beta.

Yusuf, T., & Anwar, S. (1997). Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab.

Jakarta, RajaGrafindo.

At-Turost: Journal of Islamic Studies 262


Recommended