+ All Categories
Home > Documents > PENGARUH GAS FLOW RATE DAN FILLER FEEDING RATE...

PENGARUH GAS FLOW RATE DAN FILLER FEEDING RATE...

Date post: 11-Apr-2019
Category:
Upload: votuyen
View: 222 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
11
1 PENGARUH GAS FLOW RATE DAN FILLER FEEDING RATE TERHADAP DISTRIBUSI KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO HASIL PENGELASAN GMAW PADA ALUMINIUM 7075 Muhammad Anshori Saga (2) , Prof. Dr.Ir. Sulistijono, DEA (1) , Budi Agung Kurniawan, ST, MSc. (1) 1 Dosen Teknik Material dan Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 2. Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Abstrak Pengelasan pada aluminum merupakan salah satu teknologi pengelasan yang membutuhkan proses tertentu karena dalam prosesnya aluminium tidak boleh bereaksi dengan oksigen. Pengelasan yang biasa dilakukan pada aluminium adalah GMAW dan GTAW dengan gas pelindung Argon. Dan seri aluminium yang sering dipakai adalah seri 6xxx dan 7xxx. Karena itu pengelasan aluminium perlu dipelajari untuk mendapatkan kualitas yang terbaik dari pengelasan aluminium. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh gas flow rate dan filler feeding rate terhadap distribusi kekerasan dan struktur mikro hasil pengelasan GMAW (Gas Metal Arc Weld) Aluminium 7075. Dalam penelitian ini digunakan gas flow rate 8 lt/mnt dan 16 lt/mnt serta variasi filler feeding rate 5mm/det, 8 mm/det, 12 mm/det, dan 15 mm/det. Distribusi kekerasan diperoleh melalui pengujian hardness Rockwell A. Kenaikan gas flow rate menyebabkan kenaikan nilai kekerasan, baik di daerah weld metal, HAZ, dan base metal. Nilai kekerasan tertinggi pada hasil pengelasan base metal dengan gas flow rate 16 lt/mm. Nilai kekerasan pada filler feeding rate 5 mm/detik dan 15 mm/detik lebih tinggi di bandingkan dengan filler feeding rate 8 mm/detik dan 12mm/detik. Kata Kunci: Gas flow rate, filler feeding rate, GMAW, Aluminium 7075 Abstract Weld on Aluminum welding technology is one that requires a certain process because in the aluminum weld should not react oxygen. Welding method usually using GMAW and GTAW with shielding gas, and the series is often used in Aluminum 6xxx and 7xxx. Therefore, Aluminium welding needs to be studied to obtain the best quality of welding Aluminum. The purpose of this research to study the effect of gas flow rate and filler feeding rate on the distribution of hardness and microstructure of weld GMAW (Gas Metal Arc Weld) aliminum 7075. This study used gas flow rate 8 L/min and 16 L/min and filler feeding rate variation 5 mm/sec, 8 mm/sec, 12 mm/sec, and 15 mm/sec. distribution of hardness is obtained by using hardness rockwell A machine. The increase in gas flow rate led to increase in value of hardness, in the weld metal, HAZ, and base metal. The highest hardness value in the welded base metal with gas flow rate 16 L/min. The highest value of haredness on th filler feeding rate of 5 mm/sec and 15 mm/sec. Keywords: Gas flow rate, filler feeding rate, GMAW, Aluminum 7075
Transcript

1

PENGARUH GAS FLOW RATE DAN FILLER FEEDING RATE TERHADAP DISTRIBUSI

KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO HASIL PENGELASAN GMAW PADA

ALUMINIUM 7075

Muhammad Anshori Saga(2)

, Prof. Dr.Ir. Sulistijono, DEA(1)

, Budi Agung Kurniawan, ST,

MSc.(1)

1 Dosen Teknik Material dan Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

2. Mahasiswa Teknik Material dan Metalurgi, FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya

Abstrak

Pengelasan pada aluminum merupakan salah satu teknologi pengelasan yang

membutuhkan proses tertentu karena dalam prosesnya aluminium tidak boleh bereaksi dengan

oksigen. Pengelasan yang biasa dilakukan pada aluminium adalah GMAW dan GTAW dengan gas

pelindung Argon. Dan seri aluminium yang sering dipakai adalah seri 6xxx dan 7xxx. Karena itu

pengelasan aluminium perlu dipelajari untuk mendapatkan kualitas yang terbaik dari pengelasan

aluminium.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh gas flow rate dan filler

feeding rate terhadap distribusi kekerasan dan struktur mikro hasil pengelasan GMAW (Gas Metal

Arc Weld) Aluminium 7075. Dalam penelitian ini digunakan gas flow rate 8 lt/mnt dan 16 lt/mnt

serta variasi filler feeding rate 5mm/det, 8 mm/det, 12 mm/det, dan 15 mm/det. Distribusi

kekerasan diperoleh melalui pengujian hardness Rockwell A.

Kenaikan gas flow rate menyebabkan kenaikan nilai kekerasan, baik di daerah weld metal,

HAZ, dan base metal. Nilai kekerasan tertinggi pada hasil pengelasan base metal dengan gas flow

rate 16 lt/mm. Nilai kekerasan pada filler feeding rate 5 mm/detik dan 15 mm/detik lebih tinggi di

bandingkan dengan filler feeding rate 8 mm/detik dan 12mm/detik.

Kata Kunci: Gas flow rate, filler feeding rate, GMAW, Aluminium 7075

Abstract

Weld on Aluminum welding technology is one that requires a certain process because in

the aluminum weld should not react oxygen. Welding method usually using GMAW and GTAW with

shielding gas, and the series is often used in Aluminum 6xxx and 7xxx. Therefore, Aluminium

welding needs to be studied to obtain the best quality of welding Aluminum.

The purpose of this research to study the effect of gas flow rate and filler feeding rate on

the distribution of hardness and microstructure of weld GMAW (Gas Metal Arc Weld) aliminum

7075. This study used gas flow rate 8 L/min and 16 L/min and filler feeding rate variation 5

mm/sec, 8 mm/sec, 12 mm/sec, and 15 mm/sec. distribution of hardness is obtained by using

hardness rockwell A machine.

The increase in gas flow rate led to increase in value of hardness, in the weld metal, HAZ,

and base metal. The highest hardness value in the welded base metal with gas flow rate 16 L/min.

The highest value of haredness on th filler feeding rate of 5 mm/sec and 15 mm/sec.

Keywords: Gas flow rate, filler feeding rate, GMAW, Aluminum 7075

2

1. PENDAHULUAN

Pengelasan merupakan bagian yang

penting dalam suatu proses industri, dan

kebutuhan akan pengelasan sangat tinggi oleh

karena itu teknologi pengelasan semakin

lama semakin berkembang. Penggunaan

teknologi las biasanya dipakai dalam bidang

konstruksi, otomotif, perkapalan, pesawat

terbang, dan bidang lainnya.

Dalam proses pengelasan terdapat

berbagai permasalahan yang terjadi, karena

banyak faktor yang mempengaruhi hasil

pengelasan. Berbagai hal harus

diperhitungkan sebelum melakukan

pengelasan, untuk mendapatkan hasil

pengelasan yang baik seperti sifat mekanik,

sifat fisik, komposisi, dan dimensi.

Menentukan prosedur pengelasan yang benar

adalah langkah yang harus dilakukan agar

hasil yang didapatkan akan optimal dan

mencegah terjadinya cacat.

Pengelasan pada aluminum merupakan

salah satu teknologi pengelasan yang

membutuhkan proses tertentu karena dalam

prosesnya aluminium tidak boleh bereaksi

dengan oksigen. Pengelasan yang biasa

dilakukan pada aluminium adalah GMAW

dan GTAW dengan gas pelindung Argon.

GMAW banyak digunakan pada pengelasan

Aluminium karena adanya gas pelindung

pada metode ini akan mencegah oksidasi saat

proses pengelasan. Seri aluminium yang

sering dipakai adalah seri 6xxx dan 7xxx.

Aplikasi pada pengelasan aluminium adalah

pada bidang otomotif dan pesawat terbang.

Karena itu pengelasan aluminium perlu

dipelajari untuk mendapatkan kualitas yang

terbaik dari pengelasan aluminium.

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengelsan GMAW GMAW (Gas Metal Arc Welding)

mempunyai nama lain MIG (Metal Inert

Gas). Proses pengelasan yang mempunyai

kemiripan dengan MIG adalah MAG (Metal

Active Gas). Perbedaaan antara MIG dan

MAG adalah pada gas pelindung. Gas

pelindung yang digunakan pada MIG adalah

Argon (Ar) atau Helium (He) atau kombinasi

keduanya, sedangkan pada pengelasan

dengan proses MAG gas pelindung yang

digunakan seperti Ar + CO2, Ar + O2 atau

CO2. Prinsip dasar yang digunakan oleh

GMAW tidak jauh berbeda dengan SMAW

yaitu pengelasan dengan mencairkan logam

induk dan elektroda yang nantinya akan

terbentuk logam las setelah membeku.

Gambar.1 menunjukan skema pengelasan

GMAW.

Gambar 1. skema pengelasan GMAW

(Sonawan dan Rochim, 2004)

Perbedaan antara SMAW dan GMAW

ada pada pelindung logam las, pada SMAW

menggunakan Fluks, sedangkan pada

GMAW munggunakan gas pelindung.

Sehingga hasilnya pada GMAW tidak

terdapat terak.

Berikut ini merupakan sifat GMAW yang

menguntungkan sehingga banyak dipilih

sebagai proses pengelasan, misalnya :

1. Karena konsentrasi busur yang tinggi,

maka busurnya menjadi runcing dan

percikannya sedikit sehinga

memudahkan proses pengelasan.

2. Karena dapat menggunakan arus yang

tinggi maka kecepatan pengelasan

dapat tinggi juga, ini dapat

meningkatkan efiiensi pengelasan

tersebut.

3. Ketangguhan dan elastisitas, kedap

udara, ketidakpekaan terhadap retakan,

dan sifat lainnya yang hasilnya lebih

baik jika menggunakan proses GMAW.

(Harsono, 1986).

Oleh karena itu MIG banyak digunakan

untuk mengelas logam dengan kualitas tinggi

seperji baja tahan karat (Stainless Steel),

Titanium, dan Aluminium. Gambar 2.

menunjukan bagian – bagian dari mesil las

GMAW.

3

Gambar 2. Bagian – bagian dari mesin las

GMAW (Sonawan dan Rochim, 2004)

Karena sifat – sifat di atas maka

menyebabkan busur yang dihasilkan saat

proses pengelasan menjadi selalu runcing.

Hal ini menyebabkan butir – butir logam cair

menjadi halus dan pemindahan elektroda

menjadi cepat seakan seperti disemburkan.

Seperti yang digambarkan pada gambar 3.

Gambar 3 Semburan elektroda cair pada

pengelasan GMAW (Harsono, 1986).

2.2. Daerah Lasan

Daerah lasan terdiri dari tiga bagian,

yaitu logam lasan, daerah pengaruh panas

atau Heat Affected Zone (HAZ), serta logam

induk. Logam lasan adalah bagian dari logam

yang pada saat pengelasan mengalami

pencairan kemudian membeku. Daerah

pengaruh panas adalah logam induk yang

bersebelahan dengan logam las dan selama

proses pengelasan mengalami siklus termal

pemanasan dan pendinginan yang cepat.

Logam induk yang tidak terpengaruh adalah

bagian logam dasar dimana panas dan suhu

pengelasan tidak menyebabkan terjadinya

perubahan struktur dan sifat (Harsono, 1986).

Faktor utama yang mempengruhi lebar

HAZ adalah heat input (masukan panas) yang

diterima oleh logam tersebut. Makin besar

heat input yang diterima, maka makin lebar

daerah HAZ dari logam tersebut. Sedangkan

makin rendah heat input yang diterima oleh

logam tersebut maka menyebabkan makin

pendek lebar daerah HAZ.

Untuk mentukan lebar daerah HAZ

secara teorikal maka dapat mnggunakan

persamaan 2.1.

1

𝑇𝑝−𝑇𝑜 =

4.13 𝜌 𝐶𝑡 𝑌

𝐻𝑛𝑒𝑡 +

1

𝑇𝑚−𝑇𝑜…(pers 1) (AWS

vol 1,1976)

Dimana :

Hnet = Heat Input (J/mm)

ρ = Density of materials (J/mm-3

)

C = Specific heat of solid metal (J/kg.oC)

t = tebal plat (mm)

Y = lebar HAZ (mm)

Tp = peak temperature (oC)

To = temperatur awal (oC)

Tm = melting temperature (oC)

Dari persamaan 1 tersebut dapat

diketahui berapa lebar HAZ dengan

memasukan nilai Hnet, Density of material,

dan spesific heat of solid metal.

Disamping ketiga pembagian daerah

utama tersebut, masih ada satu daerah khusus

yang membatasi daerah logam las dengan

daerah pengaruh panas yaitu batas las (fusion

line). Daerah ini akan mencapai temperatur

puncak pada saat proses pengelasan. Pada

gambar 4 bisa dilihat daerah las dimaksud.

Gambar 4 Daerah las-lasan.(Sonawan dan

Rochim, 2004)

2.3. Heat Input Proses pengelasan memerlukan energi

yang cukup untuk dapat mencairkan logam

induk dan logam pengisi. Pada pengelasan

menggunakan sumber energi yang berasal

dari listrik maka energi listrik tersebut yang

diubah menjadi energi panas. Energi panas

yang masuk ke dalam proses pengelasan

disebut dengan heat input. Heat input di

pengaruhi oleh 3 faktor yaitu arus las,

tegangan las, dan kecepatan las.

4

Penggabungan dari ketiga faktor tersebut

dapat dirumuskan dalam pers.2.

𝐻𝐼 =𝑡𝑒𝑔 .𝑙𝑎𝑠 𝑥 𝐴𝑟𝑢𝑠 𝐿𝑎𝑠

𝐾𝑒𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑠 ………..(pers. 2)

(Sonawan dan Rochim, 2004)

Dari persamaan tersebut maka dapat di

tarik beberapa kesimpulan :

1. Jika menginginkan HI yang tinggi

maka parameter yang harus

dibesarkan adalah tegangan las dan

arus las, sedangkan kecepatan

pengelasan diperlambat.

2. Jika mengingnkan HI yang rendah

maka parameter yang harus

dikecilkan adalah tegangan las dan

arus las, dan kecepatan pengelasan

dipercepat.

(Sonawan dan Rochim, 2004)

2.4. Gas Pelindung

Pada pengelasan Aluminium pengaruh

gas pelindung sangatlah penting karena

berpengaruh langsung terhadap hasil lasan.

Pada pengelasan GTAW dan GMAW untuk

Aluminium gas yang biasa dipakai adalah

argon atau helium murni, tanpa campuran

CO2 dan O2. Adanya gas CO2 dan O2 akan

bersifat sebagai pengotor dan juga

mempercepat keausan pada ujung elektroda.

Dalam hal ini pelindung gas pada GTAW dan

GMAW sangat mempengaruhi masuknya gas

lain seperti CO2 dan O2. Gas Flow Rate

merupakan debit aliran gas yang

menyelubungi daerah lasan. Debit yang biasa

dipakai adalah 12 - 15 l/min (AWS vol

3,1996).

Terdapat perbedaan antara penggunaan

gas pelindung Ar dan He. Gas Ar memilki

perlindungan yang lebih baik dari He, tetapi

memiliki daerah penembusan yang dangkal.

Untuk memperdalam daerah penembusan

biasanya dipadukan antara gas Ar dengan He.

Gas pelindung yang digunakan umumnya

bersifat murni karena berhubungan langsung

dengan logam pengisi, hal ini mencegah

terjadinya pengotor dalam daerah weld metal

yang akan mempengaruhi hasil dari

pengelasan. Gambar 5 menunjukan

bagaimana penetrasi antara gas Ar dan He.

Gambar 5. Bentuk penetrasi antara gas Ar

dan He (Harsono, 1986).

Kombinasi terhadap Ar dan He dapat

digunakan dengan memasukan saluran

tambahan. Dengan perbandingan yang pas

dapat meningkatkan sifat mekanik dan

mencegah porositas. Hasil pengelasan

GMAW dengan gas flow rate 20 lt/mnt

menggunakan 99% Ar murni jika

dibandingkan dengan gas flow rate 15:5

menggunakan Ar dan Ar+67%He. Sifat

mekanik dan ketahanan terhadap

pertumbuhan porositas yang didapatkan dari

gas Ar dan Ar+67%He masih lebih baik

dibandingkan dengan Ar 99% (V.

Balasubramanian,2006).

Gas flow rate berpengruh terhadap

pengelasan GMAW terutama jika mengelas

Aluminium. Oleh karena itu debit yang

digunakan juga akan berpengaruh terhadap

sifat mekanik dari hasil pengelasan. Semakin

tinggi gas flow rate yang digunakan maka

dapat meningkatkan kekuatan dari hasil

pengelasan aluminium. (I N Budiarsa,2008).

2.6.Pemilihan Logam Pengisi

Pemilihan logam pengisi atau filler pada

dasarnya adalah menggunakan logam yang

sejenis dengan logam induknya. Tetapi dalam

kenyataannya unsur dalam logam pengisi

sering mengalami oksidasi, membentuk terak,

atau menguap sehingga ada beberapa hal

yang perlu diperhatikan dalam pemilihan

filler. Agar hasil pengelasan mendekati dari

logam induk.

Dalam pemilihan logam pengisi untuk

pengelasan Aluminium hal yang perlu

diperhatikan adalah pemilihan unsure kimia

dalam logam pengisi, hal ini harus

menyusuaikan dengan lodam induk.

Mempertimbangkan sifat mekanik seperti

kekerasan dari logam pengisi. Serta ukuran

diameter dari logam pengisi tersebut harus

diperhitungkan sesuai dengan kapasitas dari

5

mesin las yang akan digunakan. Untuk

pengelasan Aluminium usahakan agar

memilih logam pengisi yang memiliki umur

penyimpanan yang pendek hal ini

dikarenakan mencegah logam pengisi

tersebut memiliki lapisan oksida yang tebal

dan terdapat uap air (Harsono, 1986).

Kecepatan dari logam pengisi atau filler

feeding rate brpengaruh terhadap kerapatan

dari hasil pengelasan. Jika kecepatan filler

rendah maka akan menyebabkan kekurangan

logam pengisi. Kecepatan filler yang tinggi

membutuhkan arus yang lebis besar untuk

mencairkan filler tersebut.

2.7.Aluminium

Aluminium merupakan jenis logam yang

ringan dan mempuntai kekuatan tinggi, serta

tahan terhadap korosi dan merupakan

konduktor listrik yang baik. Karena sifat–

sifat tersebut Aluminium banyak dipakai

dalam bidang kimia, listrik, konstruksi

bangunan, dan transportasi. Penggunaan

Aluminium pada suatu struktur konstruksi

bangunan banyak digunakan karena

mengurangi beban.

Paduan yang dapat diperlaku-panaskan

adalah paduan dimana kekuatannya dapat

diperbaiki dengan pengerasan dan temper,

sedangkan pada paduan yang tidak dapat

diperlaku-panaskan kekuatannya hanya bisa

diperbaiki dengan pengerjaan dingin. Paduan

yang dapat diperlaku-panaskan adalah seri

2XXX, 4XXX, 6XXX, dan 7XXX.

Sedangkan seri 1XXX, 3XXX, 4XXX, dan

seri 5XXX termasuk dalam paduan yang

tidak dapat diperlaku-panaskan (Sonawan

dan Rochim, 2004)

Sifat lain dari paduan Aluminium yang

harus mendapatkan perhatian sebelum

melakukan pengelasan adalah konduktivitas

listrik, konduktivitas panas dan sifat ekspansi

panas. Kondukvitas listrik pada Aluminium

lebih tinggi dari pada baja. Tingginya

konduktivitas listrik berarti arus listrik yang

mengalir melalui logam akan lebih mudah.

Proses pengelasan busur listrik yang

memanfaatkan listrik sebagai sumber energy

utama dapat memanfaatkan kelebihan logam

ini. Karena sifat konduktivitasnya maka

membutuhkan panas yang lebih tinggi untuk

mengelas Aluminium karena panas yang

masuk cepat disebarkan. Maka cara yang

dipakai untuk mempertahankan panas adalah

dengan memperbesar arus las, memperkecil

tinggi busur, dan memperlambat kecepatan

pengelasan. Koefisien panas yang tinggi

menyebabkan pemuaian dan penyusutan yang

besar juga, ini mungkin terjadi pada

pengelasan Aluminium.

2.7.1.Alumunium 7xxx

Paduan ini termasuk jenis yang dapat

diperlaku-panaskan. (Sonawan dan Rochim,

2004). Biasanya dalam paduan Al – Zn

ditambahkan Mg, Cu, dan Cr. Kekuatan tarik

yang dapat dicapai lebih dari 50 kg/mm2,

sehingga paduan ini dinamakan juga ultra

duralium. Berlawanan dengan kekuatan

tariknya, sifat mampu-las dan daya tahannya

terhadap korosinya kurang menguntungkan.

Tetapi belakangan terdapat paduan Al – Zn –

Mg yang merperbaiki,sifat mampu-las dan

ketahanan korosi tersebut.

Dalam paduan Al – Zn terdapat batas

maksimum yang dibolehkan dalam

penambahan unsur, yaitu :

Tabel 1. Unsur pembentuk Aluminium seri

7xxx

unsur Presentase (%)

Zn 2-8

Mg 0.5-4

Cu 0-3

Fe 0.1-0.8

Si 0.05-0.3

Cr 0-0.5

Mn 0-1.5

Ti 0.-0.5

B 0-0.05

Zr 0-0.25

Ag 0-1

Be 0-0.10

Lainnya < 0.05 masing-masing

Digram fasa Al – Zn menunjukan

bagaimana pengaruh dari massa Zn terhadap

pembentukan struktur dari Aluminium seri

7000. Dari diagram fasa tersebut menunjukan

temperatur pencairan dan pengaruh

temperatur terhadap pembentukan fasa

tersebut. Berikut ini adalah gambar 6 yang

menunjukan digram fasa Al – Zn (Battelle

PNNL).

6

Gambar 6. Diagram fasa Al – Zn

Struktur mikro pada Al seri 7075

menunjukan bagaimana besar dari butir-butir

Al dan bagaimana pembentukan antara Al

dengan Zn. Gambar 7 menujukan bentuk dari

struktur mikro dari Auminium 7075.

Gambar 7. Struktur mikro Al 7075

(Nowill,2007)

3. METODOLOGI

3.1. Pengujian Kekerasan

Uji kekerasan dilakukan di laboratorium

Teknik Material dan metalurgi ITS. Uji

kekerasan yang digunakam yaitu uji

kekerasan Rockwell A.

Prosedur pengujian kekerasan Rockwell

dilakukan dengan menekan indentor dengan

beban awal 3 kg, yang menyebabkan

kedalaman indentasi h, jarum penunjuk di set

pada angka nol skala hitam, setelah itu

diberikan beban mayor sebesar 60 kg.

Mekanisme pembebanan dapat dilihat pada

gambar 8.

Gambar 8. Mekanisme pembebanan

kekerasan Rockwell.

Pengujian kekerasan ini dilakukan pada 5

titik, seperti terlihat pada gambar 9. Titik

pertama diindetasikan pada daerah weld

metal, titik kedua dan ketiga berada pada

daerah HAZ, dan titik keempat dan kelima

berada pada daerah base metal.

Gambar 9. Posisi Titik Pengujian Kekerasan

3.2. Uji Metalografi

Uji metallografi dilakukan di

laboraturium metallografi Teknik Material

dan Metalurgi ITS. Uji Metalografi dilakukan

untuk melihat perubahan metalografi pada

objek penelitian sebagai akibat dari proses-

proses eksperimen yang telah diterimanya.

Pada spesimen las metalografi yang diamati

adalah pada base metal, daerah HAZ, dan

weld metal-nya. Tahap – tahap uji

metallografi yaitu:

1. Melakukan polishing dengan

menggunakan kertas gosok dari grid

500- 2000. Hingga permukaan rata dan

tidak telihat garis.

2. Tahapan dan langkah-langkah etsa

dilakukan sesuai dengan standard

ASTM (American Society for Testing

Methode) E407.

Untuk mengetsa aluminium 7075

digunakan larutan HF 5%, lalu

dioleskan dengan menggunakan kapas

selama 15 – 20 detik, kemudian dibilas

dengan air dan dikeringkan

menggunakan dryer.

3. Menyalakan komputer dan mikroskop

optik.

4. Meletakkan spesimen dibawah lensa

(pada tempat spesimen).

7

5. Memilih lensa perbesaran sesuai

keperluan (50X, 100X, 200X, 500X,

1000X).

6. Mengatur posisi tempat spesimen

hingga gambar tampak jelas.

7. Memilih daerah yang akan diambil foto

mikronya.

8. Gambar disimpan dalam drive yang

diinginkan

4. ANALISA DATA DAN

PEMBAHASAN

4.1. Distribusi kekerasan berdasarkan uji

kekerasan

Uji kekerasan dilakukan di Laboratorium

Metallografi Teknik Material dan Metalurgi

ITS. Uji kekerasan menggunakan Rockwell

A. Beban minor dan beban mayor yang

digunakan yaitu 3 kg dan 60 kg. Uji

kekerasan dilakukan pada 5 titik pada 3

daerah yang berbeda seperti yang terlihat

pada gambar 3.7. Titik pertama berada pada

daerah weld metal, titk kedua dan ketiga

berada di daerah HAZ, sedangkan titik

keempat dan kelima berada di daerah base

metal. Tabel 2. menunjukkan nilai kekerasan

pada masing-masing titik pengujian di tiap

spesimen.

Tabel 2. Hasil uji kekerasan

gas

flo

w r

ate

(lt/

men

it)

fill

er f

eedin

g

rate

(mm

/det

ik)

Kode

spes

imen

nilai kekerasan (HRA)

titik

1

titik

2

titik

3

titik

4

titik

5

8

5 A1 13 22 39 47 47

8 A2 9 24 42 35 44

12 A3 12 37 34 36 42

15 A4 17 23 42 38 45

16

5 B1 14 41 42 45 48

8 B2 15 45 39 43 47

12 B3 14 33 42 37 45

15 B4 12 46 43 45 47

Gambar 10 menunjukkan kurva distribusi

kekerasan pada spesimen dengan gas flow

rate 8 lt/menit. Sedangkan gambar 11

menunjukkan kurva distribusi kekerasan

spesimen dengan gas flow rate 16 lt/menit.

Gambar 10. Kurva distribusi kekersan

pada spesimen dengan gas flow rate 8

lt/menit

Gambar 11. Kurva distribusi kekerasan

spesimen dengan gas flow rate 16 lt/mnt

Pengaruh peningkatan nilai gas flow rate

pada nilai kekerasan pada titik 1 adalah,

semakin tinggi nilai gas flow rate maka

meningkatkan nilai kekerasan. Sama halnya

dengan titik 2, titik 3, titik 4, dan titik 5.

Maka nilai kekerasan meningkat dengan

makin tingginya nilai gas flow rate. Hal ini

disebabkan karena makin tinggi gas flow rate

maka ujung busur akan semakin lancip dan

hasil pengelasan makin rapat. Serta

mengakibatkan penetrasi semakin dalam. (

Wiryosumarto,1986)

Sedangkan pengaruh filler feeding rate

terhadap nilai kekerasan adalah nilai filler

feeding rate 8, 12 mm/dtk mempunyai nilai

yang lebih rendah dari nilai filler feeding rate

5, 15 mm/dtk. Hal ini disebabkan karena

makin tinggi filler feeding rate dengan

kecepatan pengelasan yang sama memiliki

heat input yang lebih tinggi, dibandingkan

dengan filler feeding rate lebih rendah,

dengan kecepatan pengelasan yang sama.

4.2. Pengamatan dan Analisa Foto Makro

Foto makro dilakukan di Laboratorium

Metallografi Teknik Material dan Metalurgi

5

15

25

35

45

55

0 1 2 3 4 5 6

nil

ai

kek

ek

era

san

(H

RA

)

Titik pengujian

A1

A2

A3

A4

101520253035404550

0 1 2 3 4 5 6Nil

ai

kek

erasa

n (

HR

A)

Titik pengujian

B1B2B3B4

8

ITS. Foto makro diambil menggunakan

kamera digital Cannon A480.

1. Spesimen A1

Spesimen A1 merupakan spesimen hasil

pengelasan dengan gas flow rate 8 lt/menit

dan filler feeding rate 5 mm/detik. Pada

pengamatan foto makro tampak perbedaan

antara daerah weld metal, HAZ, dan base

metal, terlihat pada gambar 12. Daerah HAZ

yang terbentuk sebesar 3 mm.

Gambar 12. Foto makro spesimen A1

2. Spesimen A2

Spesimen A2 merupakan spesimen hasil

pengelasan dengan gas flow rate8 lt/menit

dan filler feeding rate 8 mm/detik. Pada

pengamatan foto makro tampak perbedaan

antara daerah weld metal, HAZ, dan base

metal, terlihat pada gambar 13. Daerah HAZ

yang terbentuk sebesar 4 mm.

Gambar 13. Foto makro spesimen A2

3. Spesimen A3

Spesimen A3 merupakan spesimen hasil

pengelasan dengan gas flow rate8 lt/menit

dan filler feeding rate 12 mm/detik. Pada

pengamatan foto makro tampak perbedaan

antara daerah weld metal, HAZ, dan base

metal, terlihat pada gambar 14. Daerah HAZ

yang terbentuk sebesar 2,5 mm.

Gambar 14. Foto makro spesimen A3

4. Spesimen A4

Spesimen A4 merupakan spesimen

hasil pengelasan dengan gas flow rate 8

lt/menit dan filler feeding rate 15 mm/detik.

Pada pengamatan foto makro tampak

perbedaan antara daerah weld metal, HAZ,

dan base metal, terlihat pada gambar 15.

Daerah HAZ yang terbentuk sebesar 3 mm.

Gambar 15. Foto makro spesimen A4

5. Spesimen B1

Spesimen B1 yaitu spesimen hasil

pengelasan dengan dengan gas flow

ratesebesar 16 lt/menit dan filler feeding rate

sebesar 5 mm/detik. Gambar 16

menunjukkan perbedaan daerah weld metal,

HAZ, dan base metal. Lebar daerah HAZ

yang terbentuk sebesar 1,5 mm.

Gambar 16. Foto makro spesimen B1

6. Spesimen B2

Spesimen B2 yaitu spesimen hasil

pengelasan dengan dengan gas flow rate

sebesar 16 lt/menit dan filler feeding rate

sebesar 8 mm/detik. Gambar 17

menunjukkan perbedaan daerah weld metal,

HAZ, dan base metal. Lebar daerah HAZ

yang terbentuk sebesar 2,5 mm.

Gambar 17. Foto makro spesimen B2

Weld metal HAZ Base Metal

Weld metal HAZ

Base Metal

HAZ Base metal

Weld Metal HAZ

Base Metal

Weld metal HAZ Base Metal

Weld metal HAZ Base Metal

Weld metal

Weld Metal

9

7. Spesimen B3

Spesimen B3 yaitu spesimen hasil

pengelasan dengan dengan gas flow rate

sebesar 16 lt/menit dan filler feeding rate

sebesar 12 mm/detik. Gambar 18

menunjukkan perbedaan daerah weld metal,

HAZ, dan base metal. Lebar daerah HAZ

yang terbentuk sebesar 3 mm.

Gambar 18. Foto makro spesimen B3

8. Spesimen B4

Spesimen B4 yaitu spesimen hasil

pengelasan dengan dengan gas flow rate

sebesar 16 lt/menit dan filler feeding rate

sebesar 15 mm/detik. Gambar 19

menunjukkan perbedaan daerah weld metal,

HAZ, dan base metal. Lebar daerah HAZ

yang terbentuk sebesar 3 mm.

Gambar 19. Foto makro spesimen B4

Dari tabel 3 dapat dilihat perbedaan lebar

HAZ secara perhitungan teoritikal dengan

lebar HAZ pada hasil sesungguhnya. Lebar

HAZ teoritikal diperoleh dari perhitungan

menggunakan pers.1.

Tabel 3. Lebar HAZ

Spesimen Lebar HAZ

(mm)

Lebar HAZ Teorikal

(mm)

A1 3 4.12

A2 4 4.27

A3 2.5 3.79

A4 3 3.89

B1 1.5 4.45

B2 2.5 4.14

B3 3 3.61

B4 3 3.53

Pada keadaan sesungguhnya, lebar HAZ

pada gas flow rate 8 lt/menit mengalami

kenaikan saat filler feeding rate-nya 8

mm/detik (spesimen A2) yaitu menjadi 4

mm. Namun saat filler feeding rate-nya 12

mm/detik (spesimen A3) lebar HAZ turun

menjadi 2,5 mm, dan saat filler feeding rate-

nya 15 mm/detik lebar HAZ naik lg menjadi

3.

Hasil pengelasan dengan gas flow rate 16

lt/menit menunjukkan kenaikkan lebar HAZ

seiring naiknya filler feeding rate. Lebar

HAZ terendah berada saat filler feeding rate-

nya 5 mm/detik, dan yang tertinggi berada

saat feeding rate-nya 12 mm/detik dan 15

mm/detik.

Pada perhitungan lebar HAZ teorikal,

lebar HAZ akan semakin memendek seiring

dengan meningkatnya nilai filler feeding rate.

Hal ini disebabkan karena kecepatan rata-rata

di setiap layernya juga menurun. Dengan

naiknya kecepatan pengelasan maka Heat

Input akan semakin rendah, hal ini yang

berpengaruh terhadap lebar HAZ. Perbedaan

nilai ini dipengaruhi faktor perpindahan

panas yang mengakibatkan nilai Heat input

berbeda. Jika filler feeding rate tinggi maka

butuh energy yang besar untuk

mencairkannya hal ini mengakibatkan heat

input yang lebih besar.

4.3. Pengamatan Foto Mikro

Struktur mikro dari uji metallografi

kurang menunjukkan hasil yang memuaskan.

Proses polishing dan etching telah dilakukan

sesuai ASTM E407, namun gambar struktur

mikro belum bisa terlihat di mikroskop optik.

Batas butir dan fasa yang terjadi tidak dapat

terlihat sehingga identifikasi fasa tidak dapat

dilakukan.

4.4. Analisa Cacat

Cacat banyak terjadi pada pengelasan

dengan variabel gas flow rate8 lt/min seperti

banyaknya porositas yang didapat dilihat

setelah melakukan foto mikro. Gambar 20

dan gambar 21 menunjukkan porositas pada

spesimen A2 dan A3 pada daerah weld metal.

Weld metal HAZ Base metal

HAZ

Base Metal

Weld metal

10

Gambar 20. Porositas pada weld metal

spesimen A2

Gambar 21. Porositas pada weld metal

spesimen A3

Pada spesimen A2 dan A3 terlihat adanya

porositas pada daerah weld metal. Yang

ditunjukan dengan adanya titik hitam kecil

yang berkumpul dalam daerah weld metal.

Pada daerah perbatasan antara weld metal

dengan HAZ terdapat cacat seperti tidak

menyatunya antara weld metal dengan HAZ.

Hai ini yang menyebabkan nilai kekerasan

pada daerah fusion line ini mengalami

pengurangan yang sangat jauh. Gambar 22

menunjukkan incomplete fusion pada

spesimen B3. Sedangkam gambar 23

menunjukkan gambar incomplete fusion pada

spesimen A1.

Gambar 22. Incomplete fusion antara weld

metal dengan HAZ spesimen B3

Gambar 23. Incomplete fusion antara weld

metal dengan HAZ spesimen A1

Kemudian terdapat kekosongan

logam pengisi pada beberapa spesimen

terutama yang memiliki variabel dengan filler

feeding rate yang rendah. Filler feeding rate

dengan nilai 5 mm/dtk merupakan spesimen

dengan tingkat kekosongan yang terparah

yaitu spesimen A1 dan B1. Seperti yang

digambarkan pada gambar 24 menunjukkan

kekosongan filler pada spesimen A1,

sedangkan gambar 25 menunjukkan

kekosongan filler pada spesimen B1.

Gambar 24. Kekosongan pada logam pengisi

spesimen A1

Gambar 25. Kekosongan pada logam pengisi

spesimen B1

5. KESIMPULAN

Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa:

1. Kenaikan gas flow rate menyebabkan

kenaikan nilai kekerasan, baik di daerah

weld metal, HAZ, dan base metal. Nilai

kekerasan tertinggi pada hasil pengelasan

base metal dengan gas flow rate 16 lt/mm.

2. Nilai kekerasan pada filler feeding rate 5

mm/detik dan 15 mm/detik lebih tinggi di

bandingkan dengan filler feeding rate 8

mm/detik dan 12mm/detik.

3. Pengaruh gas flow rate dan filler feeding

rate pada struktur mikro tidak dapat

porositas

Indentasi HRA

porositas

Incomplete

fusion

Incomplete

fusion

Kekosongan filler

Kekosongan filler

11

diamati. Karena batas butir tidak terlihat

pada foto mikro.

6. SARAN

Untuk penelitian selanjutnya ada

beberapa saran yang dapat diperhatikan:

1. Untuk pengujian kekerasan sebaiknya

mengambil titik uji lebih banyak dan tepat

sasaran agar didapatkan data yang lebih

akurat.

2. Udara serta lingkungan sekitar lebih

diperhatikan agar tidak berpengaruh pada

hasil dari pengelasan.

3. Untuk mencegah terjadinya kekosongan

pada logam pengisi maka gunakan filler

feeding rate yang lebih besar dari 8

mm/dtk.

4. Agar tidak terjadi porositas maka gunakan

gas flow rate yang nilainya lebih dari

8mm/mnt.

Daftar Pustaka

_______.on fatigue crack growth behaviour

of AA7075 aluminium alloy joints.

Department of Manufacturing

Engineering, Annamalai University

_______.American Welding Society. 1976.

Welding Hand Book vol. 1, 7th

edition Fundamentals of Welding.

Miami : American Welding Society.

_______.American Welding Society. 1981.

Welding Hand Book vol. 3, 8th

materialand applications . Miami :

American Welding Society.

Battelle PNNL.MST Handbook. U.S.

Department of Energy, Pacific

Northwest Laboratory.

Chee Fai Tan.2008. Effect of Hardness Test

on Precipitation

HardeningAluminium Alloy 6061-

T6.Malaysia. Faculty of Mechanical

Engineering, Universiti Teknikal

Malaysia Melaka.

Christian B. Fuller.2009. Evolution of

microstructure and mechanical

properties in naturally aged 7050

and 7075 Al friction stir welds.USA.

Rockwell Scientific.

C.M. Cepeda-Jiménez.2008. Influence of the

thermal treatment on the

microstructure and hardness

evolution of 7075 aluminium layers

in a hot-rolled multilayer laminate

composite.Spain. Department of

Physical Metallurgy, CENIM.

C. Menzemer.1999. An investigation of

fusion zone microstructures of

welded aluminum alloy joints.USA.

The UniÍersity of Akron.

Conwill, Courtney.2007. Investigation of the

Quench and Heating Rate

Sensitivities of Selected 7000 Series

Aluminum Alloys. WORCESTER

POLYTECHNIC INSTITUTE.

D.G. Karalis.2004. On the investigation of

7075 aluminum alloy welding using

concentrated solar energy.Greece.

National Technical University of

Athens.

I N Budiarsa.2008. Pengaruh besar arus

pengelasan dan kecepatan volume

alir gas pada proses las GMAW

terhadap ketangguhan aluminium

5083.Bali.universitas udayana.

J.-Q. Su.2002. Microstructural investigation

of friction stir welded 7050- T651

aluminium.USA. Brigham Young

University.

J.D. Robson.2004. Microstructural evolution

in aluminium alloy 7050 during

processing.UK. Manchester

Materials Science Centre

Lee Sang-yong.2001.Characterization of Al

7075 alloys after coldworking and

heating in semi-solid temperature

range.South korea.Korea institute of

machinical and materials.

M. Arshad Choudhry.2006. Effect of heat

treatment and stress relaxation in

7075 aluminum alloy.Pakistan.

Department of Physics, The Islamia

University of Bahawalpur.

M.R. Rokni.2010. An investigation into the

hot deformation characteristics of

7075 aluminum alloy.Iran.

University of Tehran.

Sonawan Hery dan Suratman Rochim. 2004.

Pengantar untuk Memahami Proses

Pengelasan Logam. Bandung.

Alfabeta.

V. Balasubramanian.2006. Influences of

pulsed current welding and post

weld aging treatment.

Wiryosumarto, Harsono, Prof. Dr. Ir. I986

.Teknologi Pengelasan Logam.

Edisi keenam. Jakarta : Pradnya

Paramitha


Recommended