PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM OKSIDA DAN
SERAT KARBON TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT
GEOPOLIMER
(Skripsi)
Oleh :
Kiki Eko Suwanto
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT
THE EFECT OF ADDED CALCIUM OXIDE AND CARBON FIBER TO
MECHANICAL PROPERTIES OF COMPOSITE GEOPOLYMER
By
KIKI EKO SUWANTO
Since its introduction in the 1970s, geopolymer composite technology has been
progressing rapidly with various improvisations. But its use is still limited to
building materials with additional sand and coral. This research presents the
mechanical properties of geopolymer composites for other applications, such as
mechanical applications, by replacing sand and corals with carbon fiber.
Geopolymers consist of flyash, kaolin, silica fume and calcium oxide which are
activated with sodium silicate. To increase the mechanical strength, 2 cm carbon
fiber is added randomly with varying 16 specimens with various compositions.
Samples were tested by bending three point test (ASTM C1161), XRF, SEM-EDX,
and XRD. The test results showed that the best sampel flexural strength is about 86
MPa and flexural modulus is 20 GPa with composition: FA 50%, K 40%, SF 10%,
CaO 4% and carbon fiber 15%.
Keywords: Geopolymer, Fly Ash, Carbon Fiber, Flexural Strength, Pipe
ABSTRAK
PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM OKSIDA DAN SERAT
KARBON TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT GEOPOLIMER
Oleh
KIKI EKO SUWANTO
Setelah diperkenalkan pada tahun 1970an, komposit geopolimer telah berkembang
pesat dengan berbagai improvisasi. Namun penggunaannya masih terbatas pada
bahan bangunan dengan tambahan pasir dan koral. Penelitian ini menyajikan sifat
mekanik komposit geopolimer untuk aplikasi lain, seperti aplikasi mekanis, yakni
mengganti pasir dan koral dengan serat karbon. Geopolimer terdiri dari fly ash,
kaolin, silica fume dan calcium oxide yang diaktivasi dengan sodium silikat. Untuk
meningkatkan kekuatan mekanik, serat karbon 2 cm ditambahkan secara acak
dengan variasi 16 spesimen dengan berbagai komposisi. Sampel diuji dengan uji
bending three point (ASTM C1161), XRF, SEM-EDX, dan XRD. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa sampel terbaik dengan kekuatan lentur terbaik adalah sekitar
86 MPa dan modulus lentur adalah 20 GPa dengan komposisi: FA 50%, K 40%, SF
10%, CaO 4% dan serat karbon 15%.
Keywords: Geopolimer, Fly Ash, Serat Karbon, Kekuatan Flexural, Pipa
PENGARUH PENAMBAHAN KALSIUM OKSIDA DAN
SERAT KARBON TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT
GEOPOLIMER
Oleh :
Kiki Eko Suwanto
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNIK
Pada
Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Lampung
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Metro, Lampung pada tanggal
11 oktober 1993 sebagai anak kedua dari 2 bersaudara,
dari pasangan Bapak Susyanto dan Ibu Suwarti.
Pendidikan TK Hadimulyo Timur Kota Metro
diselesaikan pada tahun 2000, SD N 10 Kota Metro
diselesaikan pada tahun 2006, SMP N 6 Kota Metro
diselesaikan pada tahun 2009, SMK N 2 Kota Metro
diselesaikan pada tahun 2012 dan pada tahun 2012
penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik
Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk
Perguruan Tinggi Jalur Ujian Tertulis (SNMPTN).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa
Teknik Mesin (HIMATEM) sebagai Sekertaris Bidang Minat & Bakat (2013-
2014), Kepala Bidang Danus (2014-2015) dan menjadi Ketua Pelaksana
Mechanical Engineering Expo 2015. Penulis juga aktif di organisasi Koperasi
Mahasiswa (KOPMA) Universitas Lampung sebagai Supervisor 1 Usaha (2015-
2016) dan sebagai Ketua Umum KOPMA UNILA periode 2016-2017.
Penulis pernah melakukan kerja praktik (KP) di PT. Indal Steel Pipe, Manyar
Gersik Jawa Timur dengan judul laporan “ Proses Aplikasi Concrete Weight
Coating (CWC) pada Pipa Baja Penyalur Gas dan Minyak Bawah Laut”.
Kemudian pada tahun 2017 penulis melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Penambahan Kalsium Oksida dan Serat Karbon Terhadap Sifat
Mekanik Komposit Geopolimer” dibawah bimbingan Dr. Jamiatul Akmal S.T.,
M.T. Dr. M. Badaruddin S.T., M.T. dan Dr. Asnawi Lubis S.T., M.Sc.
MOTTO HIDUP
م ه فس ن أ ا ب روا م ي ى يغ ت م ح و ق ا ب ر م ي ل يغ إن للا
YangArtinya:“SesungguhnyaAllahtidakakanmengubahsuatukaumkecuali
kaum itu sendiri yang mengubah apa-apayangadapadamereka”.
(Surah Ar-Rad Ayat 11)
“Saya lebih suka mencoba untuk melakukan sesuatu yang luar biasa dan gagal
daripada mencoba untuk tidak melakukan apa-apa dan berhasil ”.
“Dalam hidup ini, mungkin kamu tak cukup baik bagi semua orang, namun kamu
akan selalu jadi yg terbaik dimata sahabatmu “.
“Bersatu,BerjuangdanBerkarya,SalamSolidarityMForever”.
(HIMATEM UNILA)
“BesarkanlahOrganisasimu,MakaKamuAkanBesarBersamanya”.
(KOPMA UNILA)
“Sembilu yang dulu, Biarlah membiru. Berkarya bersama hati, Waktu ke waktu
perlahan kurakit egoku, Merangkul orang-orang yang mulai sejiwa denganku,
membuka jalan mencari teman Keluarlah dari zona nyaman”.
(Filosofi Kopi Zona Nyaman – Fourtwnty)
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas kuasa-Nya penulis masih diberikan
kesempatan untuk mengucapkan terimaksih kepada pihak yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian penelitian dan skripsi ini, terutama kepada:
1. Kedua orang tuaku, Alm. Bapak Susyanto dan Ibu serta keluargaku Suwarti
(Mbak Defi, Mas Rian dan Fahmi) yang memberikan dukungan semangat dan
doa.
2. Bapak Dr. Jamiatul Akmal S.T., M.T sebagai dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan dan nasehat dalam menyelesaikan tugas akhir.
3. Bapak Dr. Muhammad Badaruddin S.T., M.T sebagai dosen pembimbing II
yang telah memberikan bimbingan dan nasehat dalam menyelesaikan tugas
akhir.
4. Bapak Dr. Asnawi Lubis S.T., M.Sc. sebagai dosen penguji yang telah
memberikan bimbingan dan nasehat dalam menyelesaikan tugas akhir.
5. Ibu Dr. Sherly Savetlana S.T., M.T sebagai dosen pembimbing akademik,
yang telah memberikan bimbingan dan nasehat dari awal sampai akhir
perkuliahan.
6. Bapak Ahmad Su’udi S.T., M.T sebagai selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Lampung.
7. Bapak Harnowo S.T., M.T sebagai selaku Sekretaris Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Lampung.
8. Bapak Ferizal S.T., sebagai selaku teknisi Lab. Mekanika Struktur Jurusan
Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.
9. Para dosen serta karyawan (Mas Marta, Mas Nanang dan Mas Dadang) di
Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung.
10. Keluarga Besar Kopma Unila : Rifatin Kholidia, Deo Renaldo, Safitri, Santi
Mulyani, Ahmad Roihan, Sepni Lorena, Prihantari W, Okvita, Erin, Eka Sus,
Yani, Alif Setiawan, Kak Frians Muhardi, Arisandi, Adi Farianto, Dian Triaji,
Fajar, Andika W, SN Indah, Meilani, Eno Chan, Andika Eko, Triono,
Singgih, Gugun, Ikhwan, Rini, Ajeng, Kak Rio dan lain-lain yang tidak dapat
disebutkan yang telah meluangkan waktu memberikan dukungan motivasi
semangat, doa dan pembelajaran hidup.
11. Temen Seperjuangan Geopolimer : Mbak Theta S.T., Tri Susanto S.T., Mas
Tohir S.T., Fahmi, Kresna Ismoyo, Bayu, Riswanto, Toufik H dan Agung W.
Teman-teman Griya 77 dan Pondok Kemala : Dedi Triyadi, Rifai Cute Abis,
Nur Imam S, Aziz, Muhdi, Bang Dwi, Komang, Saiful, Arifin, Alfian, Yusuf,
Anwar, Dayat, Wahyu adi, Mas Salpa, mbak Rabiah, Mas Fajar, Purnadi,
Aldi, Faris, Anggun, Dara, Opi, Wakhid, Ikbal, Farid, Raziz, dan Seluruh
Keluarga Besar Teknik Mesin 2012 yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu untuk motivasi dan semangat pada penulis.
12. Terimakasih juga kepada Hanif F, Hasan, Angga, Silvi QA, Kukuh Mulyadi,
Karyono, Dedi W, Ardi Bo bodrex, Pulung dan Genk Angkrang Futsal atas
dukungan motivasi dan semangat.
13. Semua Pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan laporan tugas
Akhir/Skripsi inin untuk mencapai suatu kelengkapan dan penyempurnaan.
Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua
pihak. Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap laporan ini
memberikan mamfaat, baik kepeda penulis maupun pembaca.
Bandar Lampung, Desember 2017
Penulis,
Kiki Eko Suwanto
NPM. 1215021047
DAFTAR ISI
ABSTRACT ........................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ v
PERNYATAAN PENULIS ............................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................ vii
MOTTO ............................................................................................................ viii
SANWACANA ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 3
1.4 Batasan Masalah.............................................................................................. 4
1.5 Sistematika Penulisan ..................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
2.1 Semen ............................................................................................................. 6
2.2 Tipe Semen...................................................................................................... 7
2.3 Dampak Industri terhadap Lingkungan ........................................................... 8
2.4 Semen Ramah lingkungan............................................................................... 9
2.4.1 Ekosemen ............................................................................................... 9
2 2.4.2 Semen Pozolan ....................................................................................... 10
2.4.3 Semen Geopolimer ................................................................................ 11
2.5 Geopolimer ...................................................................................................... 12
2.6 Bahan Geopolimer .......................................................................................... 15
2.6.1 Material ................................................................................................. 15
2.6.2 Aktivator ................................................................................................ 19
2.6.3 Serat Karbon........................................................................................... 20
2.7 Pengujian Pipa Geopolimer............................................................................. 21
2.7.1 Curing ..................................................................................................... 21
2.7.2 Pengujian Bending Three Point ............................................................. 21
2.7.3 XRF (X-Ray Flourences) dan XRD (X-Ray Diffraction) ...................... 25
2.7.4 SEM EDX .............................................................................................. 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 27
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................ 27
3.2 Bahan yang digunakan ................................................................................... 27
3.3 Alat yang digunakan ....................................................................................... 30
3.4 Prosedur Pengambilan Data ............................................................................ 32
3.4.1 Survei Lapangan dan Study Literature .................................................. 32
3.4.2 Persiapan Pembuatan Geopolimer ........................................................ 33
3.4.3 Pembuatan Spesimen Uji ...................................................................... 33
3.5 Diagram Alir ................................................................................................... 35
3.6 Prosedur Pengujian Bending Three Point ....................................................... 37
3.7 Analisis Data Pengujian .................................................................................. 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 40
4.1 Data Pengujian ................................................................................................ 40
4.2 Pengaruh Variasi CaO dan Serat Karbon terhadap Flexural Strength ............ 42
4.3 Hasil Perbandingan Geopolimer ..................................................................... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 53
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 53
5.2 Saran ................................................................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Flowchart Geopolimer Perhitungan Pembuatan Spesimen
2. Uji Bending Three Point ASTM C 1161
3. XRF Fly Ash dan Kaolin
4. XRD
5. SEM EDX
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Tabel Halaman
1.1. Geopolimer dengan variasi serat .................................................................... 3
2.1. Komposisi Komposit Geopolimer ................................................................ 14
2.2. Ukuran spesimen menurut ASTM C1161 .................................................... 24
3.1. Perbandingan variasi antara fly ash, silica fume dan kaolin ......................... 34
3.2. Tabel uji Bending Three Point pada spesimen geopolimer .......................... 38
4.1. Parameter Pengujian ...................................................................................... 40
4.2. Chemical Composition of FA and Kaolin ..................................................... 41
4.3. Hasil Pengujian Bending Three Point ........................................................... 42
4.4. Tabel Perbedaan Serat tehadap Nilai Flexural Strength ............................... 52
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Gambar Halaman
2.1. Limbah Pabrik Semen .................................................................................... 8
2.2. Hasil Produk Ekosemen ............................................................................... 10
2.3. Bahan dasar pozolan dari abu gunung berapi dan zeolit ............................... 11
2.4. Produk semen geopolimer ............................................................................. 12
2.5. Jenis material dan proses pembentukan material ......................................... 13
2.6. Kekuatan Tekan Spesimen Setelah Beberapa Hari ...................................... 15
2.7. Contoh fly ash yang berasal dari hasil limbah industri ................................. 16
2.8. Bentuk dan warna dari silica fume ............................................................... 17
2.9. (a) Kaolin dari Lampung dan (b) Kaolin dari Bangka Belitung ................... 18
2.10. Bentuk dan warna Kalsium oksida (CaO) .................................................... 18
2.11. (a). Larutan Aquades (b). Larutan NaOH dan (c). Larutan Silica Fume ..... 20
2.12. Ayaman Serat karbon .................................................................................. 20
2.13. Perlakuan curing (a). wet curing dan (b). hot curing .................................. 21
2.14. Contoh pengujian bending three point ........................................................ 22
2.15. Metode pengujian Bending three point dan four point (ASTM C1161) ..... 24
3.1. Material fly ash hasil olahan limbah PLTU Tarahan .................................... 27
3.2. Material kaolin jenis Non-kosmetik .............................................................. 28
3.3. Silica fume dari hasil pengolahan limbah silikon .......................................... 28
3.4. Kalsium oksida pengolahan dari batu kapur ................................................ 28
3.5. Serat karbon tipe medium ............................................................................ 29
3.6. Cairan sodium silikat (Na2SiO3) salah satu bahan untuk aktivator .............. 29
3.7. Cairan NaOH sebagai bahan aktivator ......................................................... 29
3.8. Cairan aquades untuk mempermudah melarutkan NaOH ............................ 30
3.9. Timbangan digital dengan ketelitian 0,001 gram ......................................... 30
3.10. Proses mixing geopolimer menggunakan mesin bor tangan ........................ 31
3.11. Cetakan yang dibuat dari akrilik ................................................................. 31
3.12. Proses pemadatan spesimen geopolimer ...................................................... 31
3.13. Inkubator untuk menjaga suhu tetap stabil .................................................. 32
3.14. Alat Uji Bending Three Point sesuai ASTM C1161 .................................... 32
3.15. Geometri dan dimensi spesimen .................................................................. 33
3.16. Proses Persiapan dan Pengujian Uji Bending Three Point .......................... 37
3.17. Grafik Flexural Strength pengujian Bending Three Point .......................... 39
4.1. Grafik Flexural Strength Maksimum ............................................................ 43
4.2. Grafik Flexural Modulus Maksimum .......................................................... 43
4.3. Kondisi sampel setelah pengujian bending three point ................................ 45
4.4. Flexural Strength spesimen variasi berserat karbon .................................... 47
4.5. Hasil Pengujian Pemetaan EDX Geopolimer non CF .................................. 49
4.6. Hasil pengujian SEM Geopolimer dengan CaO dan Serat Karbon ............. 50
4.7. Hasil XRD untuk melihat pengaruh CaO .................................................... 51
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi geopolimer sebagai material alternatif untuk bahan bangunan pertama
kali dikemukakan pada tahun 1978 oleh Davidovits. Geopolimer terbuat dari bahan
utama limbah industri fly ash yang kaya dengan unsur Alumina (Al) dan Silica (Si).
Unsur-unsur ini dalam jumlah cukup akan bersenyawa menjadi komponen solid
diantaranya menjadi kristal Al2SiO3, jika diaktivasi dengan campuran sodium
silikat ( Na2SiO3) dan NaOH.
Berbagai pengembangan telah dilakukan untuk meningkatkan performanya misal
dengan menambahkan unsur-unsur lain. Okeye dkk., (2015) melakukan penelitian
dengan menambahkan unsur kaolin dan silica fume serta melakukan optimasi
komposisinya. Hasil penelitiannya menunjukan komposisi optimum fly ash 50%,
kaolin 40% dan silica fume 10% yang dicampur dengan pasir dan coral mampu
mencapai kekuatan tekan sekitar 45 MPa.
Korniejenko dkk., (2016) melakukan penelitian tentang pengaruh penambahan
natural fiber seperti cotton fabric, sisal fiber, raffia plan, serat sabut kelapa pada
2
komposit geopolimer. Dari pengujian compressive strength terbaik pada
geopolimer dengan serat sabut kelapa dengan nilai 31,36 MPa dan flexural strength
terbaik pada geopolimer dengan serat sisal yakni 5,90 MPa. Hasilnya setelah di
SEM analysis dapat di simpulkan bahwa natural fiber kurang sesuai dengan matrik
geopolimer dibandingkan dengan serat buatan seperti glass fiber dan carbon fiber.
H. Assaedi dkk., ditahun 2017 melakukan penelitian dengan memvariasikan flax
fabric atau serat jerami 1.0, 2.0 dan 3.0% yang dicampurkan fly ash dan nanoclay
yang berusia 4 minggu dan 32 minggu. Dari penelitian ini geopolimer dan nanoclay
dengan penguat flax fabric yang terbaik adalah 2.0% usia 4 minggu yakni flexural
strength 5,6 MPa dengan flexural modulus 0,68 GPa. Sedangkan untuk usia 32
minggu flexural strength 6,1 MPa dengan flexural modulus 0,72 GPa. Pengaruh
penambahan NC (nanoclay) efektif untuk mencegah flax fabric mengalami degrasi
dan mengurangi reaksi alkali.
Thamer Alomayri (2017) melakukan penelitian pada serat buatan dengan
memvariasikan glass fiber yakni 0, 1, 2, dan 3%. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah penambahan glass fiber meningkatkan kekuatan flexural strength (7,6 MPa).
flexural modulus (0,65 GPa) dan impact strength (4,8 KJ/m2) dengan hasil terbaik
pada variasi 2%. Kemudian Suthee Wattanasiriwech dkk., (2017) melakukan
penelitian memvariasikan cordierite mullite 0, 20, 40 dan 60% yang di curing.
Penambahan cordierite mullite pada fly ash dapat meningkatkan sifat mekanik dan
thermal properties pada geopolimer, sehingga dapat diaplikasikan pada temperatur
tinggi. Hasil compressive strength terbaik pada variasi 40% dengan nilai 77 MPa
3
dimana setelah di curing pada temperatur 400℃ kekuatan compressive strength
menurun menjadi 51 MPa.
Tabel. 1.1 Geopolimer dengan variasi serat
Sampel Compressive strength
(MPa)
Flexural strength
(MPa)
Geo Sabut Kelapa 31,36 5,25
Geo Cotton 28,42 5,85
Geo Raffia fiber 13,66 3,05
Geo Sisal fiber 25,16 5,90
Geo Flax fiber - 6,10
Geo Glass Fiber - 7,60
Geo Carbon Fiber (akan dilakukan) (akan dilakukan)
Dari data tersebut terlihat nilai flexural strength pada komposit geopolimer berserat
masih relatif rendah. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
flexural strength sehingga layak digunakan sebagai bahan pipa. Serat karbon yang
memiliki kekuatan lebih tinggi dibanding serat kaca, dipakai sebagai serat penguat
pada penelitian ini.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui formulasi dan komposisi terbaik
material komposit geopolimer berpenguat serat karbon untuk pipa tahan korosi.
1.3 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian tentang geopolimer ini adalah sebagai berikut:
a. Memperpanjang masa pakai pipa sehingga menguntungkan secara ekonomi.
4
b. Memberikan nilai tambah terhadap produk limbah industri seperti fly ash,
silica fume, CaO dan kaolin.
1.4 Batasan Masalah
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini dibatasi dalam beberapa hal
sebagai berikut:
a. Pengaruh penambahan CaO dan serat karbon pada campuran geopolimer.
b. Variasi komposisi fly ash, silica fume, CaO, kaolin dan serat karbon terhadap
campuran geopolimer.
c. Pengujian sifat mekanik (Flexural Three Point dengan standar ASTM C1161)
dan Sifat kimia berupa XRF, XRD dan SEM EDX.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan yang digunakan oleh penulis dalam penyusunan tugas akhir
ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan tentang latar belakang, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
batasan masalah, serta sistematika penulisan laporan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini berisikan landasan teori dari beberapa literatur yang mendukung
pembahasan tentang studi kasus yang diambil, yaitu sifat-sifat mekanik geopilmer
5
berupa fly ash, silica fume, CaO, kaolin dan serat karbon. Dasar teori ini dijadikan
sebagai penuntun untuk memecahkan masalah yang berbentuk uraian kualitatif atau
model matematis.
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini dijelaskan tentang metode yang digunakan penulis dalam pelaksanaan
penelitian yaitu tentang diagram alur penelitian, penyiapan spesimen uji,
pembuatan spesimen uji, pengujian mekanis dengan menggunakan standar ASTM
C1161 serta pengujian struktur XRF, XRD dan SEM EDX.
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisikan data-data yang diperlukan dan pembahasan tentang studi
kasus yang diteliti yaitu pengujian tarik lalu kemudian dianalisa.
BAB V: SIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari data-data yang diperoleh dan
pembahasan dari penulis tentang studi kasus yang diambil.
DAFTAR PUSTAKA
Berisikan literatur-literatur atau referensi yang diperoleh penulis untuk menunjang
penyusunan laporan penelitian.
LAMPIRAN
Terdiri dari data-data gambar yang mendukung atau hal-hal lain yang dianggap
perlu.
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Semen
Semen adalah hasil industri dari paduan batu kapur sebagai bahan utama dan
lempung dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk bubuk. Bila semen
dicampurkan dengan air, maka terbentuklah beton. Batu kapur adalah bahan alam
yang mengandung senyawa kalsium oksida (CaO), sedangkan lempung/tanah liat
adalah bahan alam yang mengandung senyawa seperti silika oksida (SiO2),
aluminium oksida (Al2O3), besi oksida (Fe2O3) dan magnesium oksida (MgO).
Untuk menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian
untuk membentuk clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan
gips (gypsum) dalam jumlah yang sesuai.
Semen yang digunakan dalam konstruksi digolongkan kedalam semen hidrolik dan
semen non-hidrolik. Semen hidrolik adalah material yang menetap dan mengeras
setelah dikombinasikan dengan air, sebagai hasil dari reaksi kimia dari
pencampuran dengan air, dan setelah pembekuan, mempertahankan kekuatan dan
stabilitas bahkan dalam air. Semen non-hidrolik meliputi material seperti batu
kapur.
7
2.2. Tipe Semen
Berdasarkan prosentase kandungan penyusunnya, semen Portland terdiri dari 5 tipe
yaitu :
1. Semen Portland tipe I adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menggiling klinker yang kandungan utamanya kalsium silikat kristal senyawa
kalsium sulfat. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah: 55%
(C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7% (C4AF); 2,8% MgO; 2,9% (SO3); 1,0% hilang
dalam pembakaran, dan 1,0% bebas CaO.
2. Semen Portland tipe II, dipakai untuk keperluan konstruksi umum bangunan
rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat dan lain-lain. Komposisi
senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah: 51% (C3S); 24% (C2S); 6% (C3A);
11% (C4AF); 2,9% MgO; 2,5% (SO3); 0,8% lost in ignition, dan 1,0% CaO.
3. Semen Portland tipe III, dipakai untuk konstruksi yang tahan sulfat dan panas
hidrasi sedang, misal bangunan dipinggir laut, bangunan tanah rawa, dan dam.
Komposisi senyawa tipe ini adalah: 57% (C3S); 19% (C2S); 10% (C3A); 7%
(C4AF); 3,0% MgO; 3,1% (SO3); 0,9% lost in Ignition, dan 1,3% CaO.
4. Semen Portland tipe IV, dipakai untuk konstruksi bangunan yang memerlukan
kekuatan tekan tinggi, misal untuk jalan beton, bangunan bertingkat, bangunan
dalam air. Komposisi senyawa tipe ini adalah: 28% (C3S); 49% (C2S); 4% (C3A);
12% (C4AF); 1,8% MgO; 1,9% (SO3); 0,9% lost in ignition, dan 0,8% CaO.
8
5. Semen Portland tipe V, dipakai untuk instalasi pengolahan limbah pabrik,
konstruksi dalam air, jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga
nuklir. Komposisi senyawa yang terdapat pada tipe ini adalah 38% (C3S); 43%
(C2S); 4% (C3A); 9% (C4AF); 1,9% MgO; 1,8% (SO3); 0,9% hilang dalam
pembakaran, dan 0,8% bebas CaO.
2.3. Dampak Industri Semen terhadap Lingkungan
Akhir-akhir ini, industri semen dan beton semakin sering disorot, khususnya oleh
para pecinta lingkungan. Ini disebabkan emisi karbon dioksida, komponen terbesar
gas rumah kaca, yang dihasilkan dari proses kalsinasi kapur dan pembakaran batu
bara. Isu lingkungan ini tampaknya akan memainkan peran penting dalam kaitan
dengan isu pembangunan berkelanjutan di masa mendatang.
Gambar 2.1. Limbah produksi semen
Dari Konferensi Bumi yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil tahun 1992
dan di Kyoto, Jepang tahun 1997 dinyatakan bahwa emisi gas rumah kaca ke
atmosfer yang tak terkendali tidak bisa lagi diterima dari sudut pandang
9
kepentingan sosial dan kelestarian lingkungan. Dari data tahun 1995, jumlah
produksi semen di dunia tercatat 1,5 miliar ton. Hal ini berarti industri semen
melepaskan karbon dioksida sejumlah 1,5 miliar ton ke alam bebas.
2.4. Semen Ramah Lingkungan
Pada tahun 2010, diperkirakan total produksi semen di dunia mencapai angka 2,2
miliar ton. Merujuk pada besarnya sumbangan industri semen terhadap total emisi
karbon dioksida, perlu segera dicarikan upaya untuk bisa menekan angka produksi
gas yang mencemari lingkungan ini. Tampaknya perbaikan teknologi produksi
semen tidak terlalu bisa diharapkan dapat menekan produksi karbon dioksida secara
signifikan. Penggantian sejumlah bagian semen dalam proses pembuatan beton,
atau secara total menggantinya dengan bahan lain yang lebih ramah lingkungan
menjadi pilihan yang lebih menjanjikan. Bahan ramah lingkungan tersebut
diantaranya Ekosemen, Semen Poolen dan Semen Geopolimer.
2.4.1. Ekosemen
Jepang telah berhasil mengubah sampah menjadi produk semen yang kemudian
dinamakan ekosemen. Diawali penelitian di tahun 1992, para peneliti Jepang (yang
tergabung dalam NEDO) telah meneliti kemungkinan abu hasil pembakaran
sampah dan endapan air kotor sebagai bahan semen. Dari hasil penelitian tersebut
diketahui bahwa abu hasil pembakaran sampah mengandung unsur yang sama
10
dengan bahan dasar semen pada umumnya. Pada tahun 2001, pabrik pertama di
dunia yang mengubah sampah menjadi semen resmi beroperasi di Chiba.
Gambar 2.2. Hasil Produk Ekosemen
Dengan adanya pengubahan sampah menjadi semen, menambah alternatif
pengolahan sampah yang lebih bernilai ekonomis, dan biaya pengolahan sampah di
Jepang menjadi lebih murah. Selain itu, teknologi ekosemen juga ramah
lingkungan. Pada pembuatan ekosemen, sebagian CaO diperoleh dari abu
insenerasi sehingga mengurangi penggunaan batu kapur yang selama ini menjadi
polusi gas CO2.
2.4.2. Semen Pozolan
Jenis semen alternatif yang harganya relatif murah dan teknologi proses
pembuatannya sederhana adalah semen pozolan. Semen ini dibuat dari campuran
bahan pozolan dan kapur padam dengan tidak melalui proses pemanasan. Bahan
pozolan berasal dari batuan produk gunung api dan biasanya batuan tersebut telah
mengalami pelapukan baik pelapukan fisik maupun kimia.
11
Sedangkan kapur padam berasal dari batu gamping dengan melalui proses
pembakaran menghasilkan kapur tohor. Kemudian pada kapur tohor tersebut
ditambahkan air sehingga terbentuk kapur padam. Potensi batuan produk
gunungapi dan batu gamping sangat melimpah di Indonesia.
Gambar 2.3. Bahan dasar pozolan dari abu gunung berapi dan zeolit.
2.4.3. Semen Geopolimer
Abu terbang adalah abu sisa pembakaran batu bara yang dipakai dalam banyak
industri. Abu terbang sendiri tidak memiliki kemampuan mengikat seperti halnya
semen. Tetapi dengan kehadiran air dan ukuran partikelnya yang halus, oksida
silika yang dikandung oleh abu terbang akan bereaksi secara kimia dengan kalsium
hidroksida yang terbentuk dari proses hidrasi semen dan menghasilkan zat yang
memiliki kemampuan mengikat. Selama ini abu terbang tidak dimanfaatkan dan
dibuang begitu saja, sehingga memiliki potensi mencemari lingkungan.
Dalam waktu singkat di masa mendatang, penggunaan beton jenis ini diperkirakan
akan meningkat dengan cepat. Selain lebih ramah lingkungan, mengurangi jumlah
12
energi yang diperlukan karena berkurangnya pemakaian semen, lebih awet dan
lebih murah, bahan ini juga tetap menunjukkan perilaku mekanik memuaskan.
Gambar 2.4. Produk semen geopolimer
Perkembangan mutakhir yang menjanjikan adalah penggunaan abu terbang
sepenuhnya sebagai pengganti semen lewat proses yang disebut polimerisasi
anorganik (geopolimer) yang dipelopori oleh seorang ilmuwan Prancis, Prof.
Joseph Davidovits, sekitar 20 tahun lalu. Saat ini, riset beton geopolimer giat
dilakukan di sejumlah lembaga riset atau universitas khususnya di Prancis, Amerika
Serikat dan Australia.
2.5 Geopolimer
Pada tahun 1978 Prof. Davidovits adalah seseorang yang pertama kali
menggunakan geopolimer. Geopolimer adalah bentuk anorganik alumina-silica
dari material yang dapat diperoleh dari alam atau hasil sampingan industri (limbah).
Abu Terbang (fly-ash) merupakan abu sisa pembakaran batu bara. Pembakaran batu
13
bara menghasilkan dua jenis limbah yaitu abu terbang dan abu berat (bottom-ash).
Abu terbang adalah abu yang terbawa oleh aliran gas pembakaran dan dikumpulkan
di economizer air heater dan penampung atau precipitator hopper. Abu terbang
merupakan limbah yang biasanya dihasilkan oleh PLTU yang berpotensi
mencemari lingkungan (Alomayri dkk., 2014).
Bahan yang dapat digunakan untuk membuat geopolimer dapat diperoleh dari fly
ash. Abu terbang atau yang disebut juga fly ash adalah limbah atau hasil
pembakaran dari batu bara. Limbah pembakaran batu bara terdiri dari jenis yaitu
abu terbang (fly ash) dan abu berat (bottom-ash). Pada gambar 2.5 dibawah ini
menunjukkan jenis material dan proses pembentukan geopolimer.
Gambar 2.5. Jenis material dan proses pembentukan material
(Balaguru dkk.,1997).
Alkali Aktivator
- Sodium Silicat
- Potassium Silicat
NaOH/KOH
Bahan dasar:
-Fly ash
- Slag
-Clay
Geopolimer
Penambahan unsur
tertentu: - Gelas
- Keramik
- Kristalin
Penambahan
abu/pasir halus:
Pasta Geopolimer
Penambahan batu,
pasir, dan air:
Beton Geopolimer
14
Untuk mendapatkan komposisi unsur terbaik, Okoye dkk., (2015) melakukan
sintesis dengan membuat variasi komposisi fly ash, kaolin, silica fume, agregat, fine
sand, dan aktivator yang dibandingkan dengan campuran Ordinary Portland
Cement (OPC) seperti terlihat pada Tabel 2.1. Kemudian material ini di-curing
selama 72 jam pada temperatur optimum 1000C. Berdasarkan pengujian tekan yang
dilakukan, diketahui komposisi terbaik adalah campuran (mix12) dengan kekuatan
tekan mencapai 45,1 MPa dengan membandingkan campuran Ordinary Portland
Cement (OPC) pada mix 30 (Gambar 2.6).
Tabel 2.1. Komposisi Komposit Geopolimer (Okoye dkk., 2015)
Mix
no.
Quantity Of Integredients (kg/m3)
Coarse aggregate Fine
sand
Fly
ash Kaolin OPC SF
NaOH
14M
KOH
14M SS ALK W/S
20mm 10 mm
Mix 1 862 431 544 388 0 0 0 45 - 113 0,4 0,2
Mix 2 862 431 544 0 388 0 0 45 - 113 0,4 0,2
Mix 3 862 431 544 349,2 38,8 0 0 45 - 113 0,4 0,2
Mix 4 862 431 544 194 194 0 0 45 - 113 0,4 0,2
Mix 5 862 431 544 194 194 0 0 - 45 113 0,4 0,2
Mix 6 862 431 544 194 155 0 0 45 - 113 0,4 0,2
Mix 7 862 431 544 116 233 0 0 45 - 113 0,4 0,2
Mix 8 862 431 544 136 233 0 0 45 - 113 0,4 0,2
Mix
12
862 431 544 194 155 0 0 45 - 113 0,4 0,2
Mix 13
862 431 544 116 233 0 0 45 - 113 0,4 0,2
Mix
14
862 431 544 136 233 0 0 45 - 113 0,4 0,2
M 30 862 431 544 0 0 388 N
A
45 NA NA 0,4 0,2
GP-12 = 50% FA + 10% SF + 40% K, GP-13 = 30% FA + 10% SF +60% K
GP-14 = 35% FA + 5% SF + 60% K
15
Gambar 2.6. Kekuatan Tekan Spesimen Setelah Beberapa Hari (Okoye dkk.,
2015).
2.6. Bahan Geopolimer
Geopolimer adalah salah satu jenis komposit yang merupakan material anorganik
silica dan alumina yang berasal dari alam atau hasil olahan limbah industri. Dalam
penyusun geopolimer terdapat 3 komponen utama yaitu material yang mengandung
silica dan alumina, penguat dan aktivator.
2.6.1. Material
Pada material yang digunakan adalah material yang mengandung silica dan
alumina, banyak sekali material baik dari alam maupun dari limbah olahan pabrik.
Contohnya adalah sebagai berikut:
1. Fly ash
Merupakan material limbah hasil industri pada pembangkit listrik tenaga uap
(PLTU). Kandungan kimia dari setiap fly ash berbeda-beda tergantung pada
Kekuatan
Tekan
(MPa)
Hari
16
jenis dan pengolahan batu bara itu sendiri. Perlu dilakukannya pengujian XRD
dan XRF untuk mengetahui komposisi kimia dari fly ash. Namun secara umum
unsur dominan pada fly ash adalah silica dan alumina yang merupakan bahan
penyusun geopolimer.
Gambar 2.7. Contoh fly ash yang berasal dari hasil limbah industri.
Penggunaan fly ash sebagai bahan pengganti semen mendapatkan dua
keuntungan sekaligus yaitu mengurangi polusi industri semen dan
memanfaatkan limbah yang sudah tidak terpakai lagi (Manuache dkk., 2014).
2. Silica Fume
Silica fume adalah hasil produksi sampingan reduksi quarsa murni (SiO2)
dengan batu bara di tanur listrik tinggi dalam pembuatan campuran silikon atau
ferro silikon. Silica fume ini mengandung kadar SiO2 yang tinggi dan
merupakan bahan yang sangat halus, bentuk bulat dan berdiameter yang
sangat kecil sekali yaitu 1/100 kali diameter semen (Pujianto dkk., 2008).
17
Gambar 2.8. Bentuk dan warna dari silica fume
Kandungan SiO2 yang tinggi dalam silica fume yang mencapai 85-98%, berguna
untuk keperluan campuran semen. Penggunaan silica fume selalu bersamaan
dengan High Range Water Reducer (Superplasticizer). Karena adanya
penggunaan air pada bahan beton dan adanya bahan silika fume yang mengisi
pori-pori serta bersifat pozolan ini, maka mengakibatkan beton menjadi kedap,
awet, dan berkekutan tinggi (Bonen dan Khayat, 1995).
3. Kaolin
Kaolin merupakan masa batuan yang tersusun dari material lempung dengan
kandungan besi yang rendah, dan umumnya berwarna putih atau agak
kekuningan. Kaolin mempunyai komposisi hidrous alumunium silikat, dengan
disertai mineral penyerta. Proses pembentukan kaolin (kaolinisasi) dapat terjadi
melalui proses pelapukan dan proses hidrotermal alterasi pada batuan beku
felspartik.
18
Sifat-sifat mineral kaolin antara lain, yaitu: kekerasan 2–2,5, memiliki massa
jenis 2,6–2,63 kg/m3, plastis, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang
rendah, serta pH bervariasi. Potensi dan cadangan kaolin yang besar di Indonesia
terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Bangka Belitung, Sumatera,
Jawa, dan Sulawesi Utara.
(a) (b)
Gambar 2.9. (a) Kaolin dari Lampung dan (b) Kaolin dari Bangka Belitung.
4. Kalsium Oksida (CaO)
Kalsium Oksida (CaO)atau kapur bakar, merupakan kristal basa, kaustik, zat
padat putih pada suhu kamar. Kalsium Oksida mengandung karbonat, oksida dan
hidroksida kalsium, silikon, magnesium, aluminium, dan besi mendominasi,
seperti batu gamping. CaO memiliki sifat-sifatnya yaitu berat molekul 56,0774
gr/mol, penampilan serbuk putih sampai kuning pucat/coklat, tidak berbau,
densitas 3,34 gr/cm3, dan titik lebur 2613°C.
Gambar 2.10. Bentuk dan warna Kalsium oksida (CaO).
19
2.6.2. Aktivator
Dari beberapa penelitian geopolimer, diketahui bahwa penggunaan campuran
NaOH dan natrium silica sebagai larutan alkali aktivator menghasilkan kekuatan
yang terbaik. NaOH digunakan karena harganya lebih murah, memiliki viskositas
rendah, dan sangat banyak ditemukan di pasaran.
NaOH berfungsi untuk mereaksikan unsur-unsur silikon (Si) dan aluminium (Al)
yang terkandung dalam abu sehingga menghasilkan ikatan polimer yang kuat. Ion
OH- pada NaOH merupakan elemen penting pada tahap awal proses
geopolimerisasi. Ion ini diperlukan untuk meningkatkan reaksi pemutusan rantai
silica dan alumina. Ketika konsentrasi ion OH- tinggi, maka rantai Si-Al akan
terputus sangat cepat. kemudian membentuk ikatan Si-OH dan Al-OH dalam
jumlah besar. Konsentrasi NaOH dapat menentukan hasil akhir dari pengujian
geopolimer, dimana kuat tekan akan meningkat seiring meningkatnya konsentrasi
NaOH (Wiyono dkk., 2012).
Sodium Silica (Na2SiO3) merupakan zat kimia yang sederhana, aman dan bahan
yang tertua digunakan sebagai alkali aktivator dalam produksi industri. Bentuk dari
sodium silica dapat menyerupai padatan dan larutan. Peran dari sodium silica
adalah mempercepat proses polimerisasi dalam pembentukan geopolimer.
Selain sodium silica, digunakan sebagai bahan campuran untuk membuat material
geopolimer yaitu aquades (H2O) merupakan air murni yang tidak mengandum
mineral melalui proses destilisasi yang digunakan untuk mempermudah melarutkan
sodium hidroksida dan sodium silica (Bayuseno dkk., 2010).
20
(a) (b) (c)
Gambar 2.11. (a). Larutan Aquades (b). Larutan NaOH dan (c). Larutan Silica
Fume.
2.6.3. Serat Karbon
Komposit yang dibuat dari serat karbon lima kali lebih kuat daripada baja
untuk komponen struktur, juga masih lima kali lebih ringan. Sebagai
perbandingan terhadap aluminium, komposit serat karbon tujuh kali lebih kuat
dan dua kali lebih kaku, juga 1,5 kali lebih ringan. Komposit serat karbon
mempunyai sifat lelah yang super terhadap semua metal yang dikenal, dan ketika
berpasangan dengan resin yang tepat, komposit serat karbon adalah salah satu
bahan yang ada yang paling tahan korosi.
Gambar 2.12. Ayaman Serat karbon
21
2.7. Pengujian Pipa Geopolimer
Dalam pengujian pipa geopolimer ada beberapa pengujian yang akan dilakukan
untuk mengetahui komponen penyusun dari geopolimer tersebut apakah terdapat
void-void dengan menggunakan pengujian SEM XRD. Selain itu pengujian
Flexural untuk mengetahui kekuatan lentur ( flexural strength).
2.7.1 Curing
Curing adalah suatu proses untuk menjaga tingkat kelembaban dan temperatur ideal
untuk mencegah hidrasi yang berlebihan serta menjaga agar hidrasi terjadi secara
berkelanjutan (ASTM C39).
(a) (b)
Gambar 2.13. Perlakuan curing (a). wet curing dan (b). hot curing
2.7.2 Pengujian Bending Three Point
Untuk mengetahui kekuatan lentur (flexural strength) suatu material dapat
dilakukan dengan pengujian Bending terhadap material komposit tersebut.
Kekuatan lentur adalah tegangan terbesar yang dapat diterima akibat pembebanan
luar tanpa mengalami deformasi yang besar atau kegagalan. Besar kekuatan lentur
tergantung pada jenis material dan metode pembebanannya (three atau four point).
22
Gambar 2.14. Contoh pengujian bending three point (Rusmiyatno, 2007).
Akibat Pengujian bending, bagian atas spesimen mengalami tekanan, sedangkan
bagian bawah akan mengalami tegangan tarik. Karena tidak mampu menahan beban
yang diterima, spesimen tersebut akan patah, hal tersebut mengakibatkan kegagalan
pada pengujian komposit. Kekuatan lentur pada sisi bagian atas sama nilai dengan
kekuatan lentur pada sisi bagian bawah. Sehingga kekuatan lentur (flexural
strength) dapat dirumuskan sebagai berikut :
𝜎𝑓𝑙𝑒𝑥𝑢𝑟𝑎𝑙 = 𝑀 𝑟
𝐼=
𝑃𝐿
4 x
1
2𝑑
1
12 𝑏 𝑥 𝑑3
...................................................................(2.1)
𝜎𝑓𝑙𝑒𝑥𝑢𝑟𝑎𝑙 =12 𝑃𝐿𝑑
8𝑏𝑑3 .................................................................................(2.2)
𝜎𝑓𝑙𝑒𝑥𝑢𝑟𝑎𝑙 =3 𝑃𝐿
2𝑏𝑑2 .....................................................................................(2.3)
Pada perhitungan kekuatan lentur (flexural strength) ini, digunakan persamaan
yang ada pada standar ASTM C1161, sama seperti pada persamaan di atas, yaitu:
𝜎𝑓𝑙𝑒𝑥𝑢𝑟𝑎𝑙 =3 𝑃𝐿
2𝑏𝑑2 untuk Three point ....................................................(2.4)
23
𝜎𝑓𝑙𝑒𝑥𝑢𝑟𝑎𝑙 =3 𝑃𝐿
4𝑏𝑑2 untuk Four point ....................................................(2.5)
Dimana :
S = Tegangan lentur (MPa)
P = Beban /Load (N)
L = Panjang Span / Support span(mm)
b = Lebar/ Width (mm)
d = Tebal / Depth (mm)
Sedangkan untuk mencari modulus elastisitas lentur mengunakan rumus:
𝐸f =𝐿3
4𝑏𝑑3 (∆𝑃
∆𝑋)
.............................................................................................(2.5)
Dimana:
Ef = Flexural Modulus Elastisitas lentur (MPa)
L = Panjang Span/Support (mm)
∆P = Selisih Beban aksial Maksimum dan Minimum (N/mm)
∆x = Selisih displacement beban aksial maksimum dan minimum (mm)
Menurut ASTM C1161, uji flexural adalah pengujian untuk mengetahui kekuatan
kelenturan (flexural strength) pada material jenis keramik. Dalam ASTM C1161
juga mengatur metode pengujan yakni dapat menggunakan three point dan four
point.
24
L : A = 20 mm
B = 40 mm
C = 80 mm
Gambar 2.15. metode pengujian Bending baik three point dan four point (ASTM
C1161).
Selain itu dalam standar ASTM C 1161 ini juga menentukan besarnya ukuran
spesimen yang digunakan untuk pengujian Bending, ada 3 opsi yang di berikan,
opsi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.4 dibawah ini.
Tabel 2.2. Ukuran spesimen menurut ASTM C1161.
Configuration Width (b), mm Depth (d), mm Length (L) min, mm
A 2,0 1,5 25
B 4,0 3,0 45
C 8,0 6,0 90
Dari tabel tersebut toleransi dimensi untuk three point pada configuration A adalah
±0,05 mm untuk setiap spesimen dan untuk B dan C toleransi dimensi yakni ±0,13
25
mm. Sedangkan toleransi dimensi untuk four point pada configuration A dan B
±0,015 mm dan pada C ±0,03 mm, untuk setiap spesimennya.
2.7.3 XRF (X-Ray Flourences) dan XRD (X-Ray Diffraction)
X-Ray Diffraction merupakan suatu alat yang digunakan untuk menganalisis
sistem kristal pada material yang diuji. XRD dapat memberikan
informasi mengenai jenis struktur, parameter kisi, susunan atom yang
berbeda pada kristal sedangkan X-Ray Flourescences (XRF) merupakan suatu alat
yang digunakan untuk menganalisa komposisi kimia dan juga
konsentrasi unsur unsur yang terkandung dalam material m en ggu n ak an
s p ek tom e t r i . XRF dapat mengukur secara kualitatif dan juga
kuantitatif. Analisa menggunakan XRF dilakukan berdasarkan dengan
identifikasi dan pencacahan karakteristik sinar X yang terjadi akibat adanya
efek fotolistrik.
2.7.4 SEM EDX
Mikroskop elektron adalah sebuah mikroskop yang dapat melakukan pembesaran
objek sampai 2 juta kali. Mikroskop ini menggunakan elektrostatik dan
elektromagnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta
memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus
daripada mikroskop cahaya. Mikroskop elektron menggunakan jauh lebih banyak
energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop
cahaya. SEM digunakan untuk mengetahui informasi-informasi seperti:
26
a) Topografi: Ciri-ciri permukaan (kekerasan dan sifat memantulkan cahaya)
b) Morfologi: Bentuk dan ukuran dari partikel penyusun objek (kekuatan dan
cacat pada chip)
c) Komposisi: Data kuantitatif unsur dan senyawa yang terkandung didalam objek
(titik lebur, karakteristik, dan kekerasan).
d) Informasi kristolografi: informasi mengenai susunan dari butir-butir pada
objek yang diamati seperti konduktifitas, sifat-sifat elektrik, dan kekuatan
(Prasetyo, 2011).
SEM juga diperlengkapi dengan beberapa detektor diantaranya adalah
secondary detector yang berfungsi untuk menangkap informasi mengenai
topografi, kemudian backscatter detector berfungsi untuk menangkap
informasi tentang nomor atom dan topografi. Selain itu SEM juga memiliki
detector EDX (Energy Dispersion X-ray) untuk mengkap informasi mengenai
komposisi sampel pada skala mikro. EDX mendapatkan informasi dari sinar
X yang dihasilkan ketika elektron dari kulit luar berpindah ke kulit yang
paling dalam. Selain itu EDX mempunyai kemampuan untuk pemetaan
elemen dan menganalisa secara kuantitatif dari presentase masing-masing
elemen (Qulub, 2011).
1
BAB III.
METODELOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Adapun penelitian ini dilakukan mulai dari Maret sampai dengan November 2017.
Penelitian dilakukan di 5 tempat yaitu pembuatan spesimen di Laboratorium
Mekanika Struktur Jurusan Teknik Mesin UNILA, untuk Uji Bending Three Point
dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin UNILA, kemudian pengujian
SEM EDX di Laboratorium Kimia Terpadu MIPA UNILA, Pengujian XRF di LIPI
Fisika Serpong dan uji XRD di PSTBM Puspitek Batan Serpong Tanggerang.
3.2 Bahan yang digunakan
Dalam penelitian, material-material yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Fly ash
Gambar 3.1. Material fly ash hasil olahan limbah PLTU Tarahan
28
2. Kaolin
Gambar 3.2. Material kaolin jenis Non-kosmetik
3. Silica fume
Gambar 3.3. Silica fume dari hasil pengolahan limbah silikon
4. Kalsium Oksida (CaO)
Gambar 3.4. Kalsium oksida pengolahan dari batu kapur
29
5. Serat Karbon
Gambar 3.5. Serat karbon tipe medium
6. Sodium silikat (Na2SiO3
Gambar 3.6. Cairan sodium silikat (Na2SiO3) salah satu bahan untuk aktivator.
7. Sodium hidroksida (NaOH)
Gambar 3.7. Cairan NaOH sebagai bahan aktivator
30
8. Aquades (H2O).
Gambar 3.8. Cairan aquades untuk mempermudah melarutkan NaOH.
3.3 Alat yang digunakan
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian tentang geopolimer dengan
variasi fly ash, kaolin, silica fume, kalsium oksida (CaO) dan serat karbon adalah
sebagai berikut:
1. Timbangan Digital
Gambar 3.9. Timbangan digital dengan ketelitian 0,001 gram
31
2. Mesin Pengaduk
Gambar 3.10. Proses mixing geopolimer menggunakan mesin bor tangan
3. Cetakan Spesimen
Gambar 3.11. Cetakan yang dibuat dari akrilik
4. Alat Penggetar Pemadat Geopolimer
Gambar 3.12. Proses pemadatan spesimen geopolimer
32
5. Alat Inkubator
Gambar 3.13. Inkubator untuk menjaga suhu tetap stabil
6. Mesin Uji Bending Three Point
Gambar 3.14 Alat Uji Bending Three Point sesuai ASTM C1161.
3.4 Prosedur Pengambilan Data
Prosedur pengambilan data dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan,
yaitu :
3.4.1. Survei Lapangan dan Study Literature
Pada tahap mengumpulkan data awal sebagai study literatur. Study literatur
bertujuan untuk mengenal masalah yang dihadapi, serta untuk menyusun rencana
kerja sebagai pembanding terhadap hasil pengujian yang akan dianalisa.
33
3.4.2. Persiapan pembuatan Geopolimer
Dalam persiapan pembuatan geopolimer ada 2 hal yang harus diperhatikan yaitu:
a. Mempersiapkan material
Dalam tahap persiapan ini yang harus disiapkan adalah menimbang fly ash,
kaolin, silica fume, kalsium oksida dan serat karbon sesuai variasi yang akan
dilakukan pada Tabel 3.1 tentang perbandingan variasi material geopolimer.
b. Mempersiapkan aktivator
Pada tahap persiapan aktivator, yang harus diperhatikan yaitu melarutkan NaOH
bubuk dengan aquades, kemudian ditambahkan sodium silikat. Perbandingan
sodium silikat dan NaOH akan mempengaruhi besarnya molaritas yang
dihasilkan.
Rasio = Aktivator
Geopolimer = 0,8 (3.1)
Rasio =Na2SiO3
NaOH = 0,4 (3.2)
3.4.3. Pembuatan Spesimen Uji
Dimensi spesimen uji eksperimental menggunakan standar ASTM C1161, menurut
Standar tersebut, geometri dan dimensi spesimen 110 mm x 6 mm x 8 mm.
Gambar 3.15. Geometri dan dimensi spesimen
L = 110 mm d = 6 mm
b = 8 mm
34
Adapun tahap-tahap yang harus dilakukan dalam pembuatan spesimen uji pipa
geopolimer adalah sebagai berikut :
a. Tahap persiapan meliputi proses mempersiapkan material geopolimer (campuran
material antara fly ash, silica fume, kalsium oksida dan kaolin) dan aktivator
(campuran aktivator adalah sodium silikat, NaOH dan aquades) dengan formula
dan komposisi sesuai dengan variasi yang diinginkan.
b. Mencampurkan material geopolimer dan aktivator dengan menggunakan mixer.
Setelah tercampur merata dan berbentuk pasta, kemudian tambahkan serat
karbon. Di tahapan ini pencampuran disesuaikan dengan variasi seperti pada
Tabel 3.1. dibawah ini:
Tabel 3.1 Perbandingan variasi antara fly ash, silica fume dan kaolin.
Curing Time 28 hari Perbandingan Aktivator/Geopolimer 0,8
Curing Temperatur 30-35℃ Pemadatan Dengan Metode Getaran 0,4
Perbandingan NaOH/Na2SiO3
No Fly Ash
(gram)
Kaolin
(gram)
Silica Fume
(gram)
Cao
(gram)
Serat Karbon
(%)
1
50 40 10
0
0
2 5
3 10
4 15
5
4
0
6 5
7 10
8 15
9
8
0
10 5
11 10
12 15
13
12
0
14 5
15 10
16 15
35
c. Menuangkan pasta geopolimer ke cetakan akrilik
d. Pemberian perlakuan getaran untuk memadatkan geopolimer, sehingga
diharapkan tidak adanya udara dalam spesimen yang mengakibatkan void-viod
(rongga-rongga) dinamo yang digunakan memiliki kecepatan 960 Rpm dengan
1,9 Volt.
e. Setelah melakukan pencetakan, langkah yang berikutnya adalah spesimen
didiamkan di inkubator pada suhu ruangan (30-35℃) selama 7- 28 hari.
f. Setelah itu, masuk ketahap menguji spesimen menggunakan uji Flexural Three
Point sesuai standar ASTM C1161.
3.5 Diagram Alir
1. Survei lapangan
2. Studi literatur tentang Geopolimer
Persiapan material Geopolimer Fly
ash, Silica fume, kalsium oksida,
Kaolin dan serat karbon
Proses persiapan Aktivator
Aquades, Sodium Silikat dan
NaOH
Mulai
Pengujian Chemical Composition
menggunakan XRF Fly Ash dan
Kaolin
A
36
Tidak
Ya
Pencetakan spesimen Geopolimer
1. Pengujian Bending Three
Point ASTM C1161
2. XRD
3. SEM EDX
Analisa Hasil
Curing
Pencampuran material
Geopolimer dan Aktivator
Apakah Hasil
lengkap?
Hasil Pengujian
Kesimpulan
Selesai
A
37
3.6 Prosedur Pengujian Bending Three Point
Setelah spesimen uji berusia ≥ 28 hari dilakukannya pengujian-pengujian
seperti Uji Bending Three Point, XRF, XRD dan SEM EDX. Untuk prosedur
pengujian Bending Three Point adalah sebagai berikut:
1. Persiapan menghidupkan Mesin MTS Landmark 100 kN dengan
menghidupkan Pompa dan Cyler.
2. Kemudian pasang alat Uji Bending Three point pada mesin MTS Landmark
100 kN. Pastikan posisi pas dan tidak miring dengan menggunakan
waterpass.
3. Letakkan spesimen uji pada tumpuan, pastikan posisi spesimen di tengah,
lurus dan tidak miring seperti pada gambar 3.13 berikut ini.
Gambar 3.16. Proses Persiapan dan Pengujian Uji Bending Three Point.
Indentor
Alat Uji Bending
Dua Tumpuan
Spesimen
38
4. Setelah semua siap, dilakukan pengujian Uji Bending Three Point dimana
indentor menekan ke arah bawah kecepatan pembebanan yang konstan yaitu
1,0 mm/menit.
5. Data yang diambil adalah besarnya axial force/axial displecement, dimana
dari data tersebut dapat mencari besarnya flexural strength yang terjadi
sampai spesimen itu retak atau patah.
6. Menghitung rata-rata flexural strength maksimum dan standar deviasi
sehingga dapat mengetahui nilai error atau simpangan
Pada pengujian bending three point ini akan melakukan pengujian 48 sampel
dari 16 variasi yang masing-masing variasi berjumlah 3 spesimen dengan
perlakuan yang sama yakni temperatur curing 30-35℃ dengan waktu > 28 hari
dengan metode getaran untuk proses pemadatan.
3.7 Analisis Data Pengujian
Dalam penelitian tentang geopolimer ini, yang akan di analisa adalah seberapa
besar kemampuan (flexural strength) spesimen dalam menerima beban
lengkung pada pengujian Bending Three Point.
Tabel 3.2. Tabel uji Bending Three Point pada spesimen geopolimer
Mix Ke- Axial Force (N) Flexural Strength Maks
(MPa)
Ke-1
Ke-2
Ke-dst
39
Gambar 3.17. Grafik Flexural Strength pengujian Bending Three Point.
0
5
10
15
20
25
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Fle
xura
l Str
ength
(M
pa)
Displacement (mm)
Grafik Flexural Strength (MPa)
53
BAB V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian pengaruh penambahan
CaO dan Serat karbon terhadap sifat mekanik komposit geopolimer ini adalah
sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini pengaruh penambahan variasi CaO pada geopolimer
belum terlihat, hal itu ditandai dengan hasil pengujian Bending Three Point
ASTM C1161 yang fluktuatif.
2. Selain itu geopolimer dengan variasi penambahan serat karbon sangat
berpengaruh terhadap perubahan sifat dasar geopolimer yang getas menjadi
ulet.
3. Geopolimer dengan komposisi dan formulasi CaO dan serat karbon terbaik
adalah geopolimer dengan komposisi CaO 4% dengan penguat serat karbon
15% dengan hasil pengujian yaitu 86,58911 MPa.
54
5.2 Saran
Setelah dilakukannya penelitian ini, saran-saran yang diberikan dan semoga
harapannya dapat dikembangkan sehingga mendapatkan hasil yang lebih baik
lagi yaitu:
1. Melakukan penelitian yang mendalam terhadap pengaruh CaO karena di
penelitian ini hasil yang didapatkan belum maksimal.
2. Pembuatan cetakan yang presisi dan terkalibrasi (terukur besarnya tekanan)
baik dengan metode pemadatan press maupun pemadatan dengan getaran
sehingga pemadatan lebih maksimal dan konstan.
3. Selain itu pada grafik tegangan displacement serat karbon (15%) masih
terus naik sehingga perlu dilakukan kajian untuk mengetahui berapakah
jumlah ideal serat karbon untuk mencapai titik optimum dan turun (15, 20
dan 25%).
DAFTAR PUSTAKA
Alomayri, T., Assaedi, H., Shaikh, F.U.A. and Low, I.M., 2014, Effect of water
absorption on the mechanical properties of cotton fabric-reinforced
geopolymer composites. Journal of Asian ceramic societies, 2(3),
pp.223-230.
Alomayri T., 2017, Effect of glass microfibre addition on the mechanical
performances of fly ash-based geopolymer composites. Journal
Asian Ceramics Society 5. 334-430.
Assaedi H., Shaikh F.U.A., and Low I.M., 2017, Effect of nanoclay on durability
and mechanical properties of flax fabric reinforced geopolymer
composites. Journal Asian Ceramics Society 62-70.
ASTM, C39. 1996, Standard test method for compressive strength of cylindrical
concrete specimens. Annual book of ASTM standards 4.
ASTM, C. "1161, 1990, Standard Test Method for Flexural Strength of Advanced
Ceramics at Ambient Temperature. Annual Book of ASTM
Standards 15 : 333-339.
Balaguru, P., Stephen Kurtz, and Jon Rudolph, 1997, "Geopolymer for repair and
rehabilitation of reinforced concrete beams." St Quentin, France,
Geopolymer Institute 5.
Bayuseno, Athanasius Priharyoto, Susilo Adi Widyanto, and Juwantono
Juwantono, 2010, "Sintesis Semen Geopolimer Berbahan Dasar Abu
Vulkanik dari Erupsi Gunung Merapi." ROTASI 12, no. 4: 10
Bonen, David and Khayat Kamal H, 1995, “Characterization and pozzolanic
properties of silica fume stored in an open pond”. Department of
Civil Engineering University of Sherbrooke, QC Canada J1K 2R1.
Cement and Concrete Research, Vol. 25, No. 2, pp. 395-407.
Davidovits, J., 1978, Soft mineralurgy and geopolymer, Proceeding of Geopolymer
88 International Conference, the Universite de Technologie,
Campiegne, France.
Korniejenko K., Frączek E., Pytlak E., dan Adamski M., 2016, Mechanical
properties of geopolymer composites reinforced with natural fibers,
International Conference on Ecology and new Building materials
and products, ICEBMP. Procedia Engineering 151 388 – 393.
Manuache, R., Sumajouw M. D. J., dan Windah R. S., 2014, Kuat tekan Beton
Geopolimer Berbahan dasar Abu Terbang (Fly Ash). Universitas
Sam Ratulangi Manado. Jurnal Sipil Statik Vol.2 No.6, September
2014 (277-282) ISSN: 2337-6732.
Okoye, F. N., Durgaprasad J., and Singh N. B., 2015,"Mechanical properties of
alkali activated flyash/Kaolin based geopolymer concrete.
Construction and Building Materials 98: 685-691.
Prasetyo, Y., 2012. Glass Fiber Reinforced Polymer dan Aplikasinya: diakses
pada:https://yudiprasetyo53.wordpress.com/2012/03/24/glass-fiber-
reinforced-polymer-dan-aplikasinya-komponen-struktural tanggal
23 Desember 2015 pukul 20:00.
Pujianto, A., Putro Tri Retno Y.S., dan Ariska O., 2008, “Hight Strength Concrete
By Admixtures Superplastiziser And Additive Silicafume”. Jurusan
Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Qulub, M., 2011, Scanning Electron Microscope & Energy dispersive Xray
Spectroscopy (SEM-EDS)http://munawirulq.blogspot.co.id/ hal.
Tanggal akses 23 januari 2017 pukul 19.38.
Rusmiyatno, F., 2007, "Pengaruh fraksi volume serat terhadap kekuatan tarik dan
kekuatan bending komposit nylon/epoxy resin serat pendek
random." PhD diss., Universitas Negeri Semarang.
Suthee W., Faisal A. N., Darunee W., Patthamaporn T., 2017, Characterisation and
properties of geopolymer composites. Part 2: Role of cordierite-
mullite reinforcement. Journal Ceramics International 08- 250.
Wiyono, D., Vianthi A., and Hardjito D., 2012, "Durabilitas Mortar Geopolymer
Berbasis Lumpur Sidoarjo." Jurnal Dimensi Pratama Teknik Sipil 1,
no. 1.