DI POS BINAAN TERPADU KELURAHAN
PISANGAN CIPUTAT TIMUR
(S.Kep)
Oleh:
JAKARTA
SCHOOL OF NURSING
JAKARTA
Undergraduate Thesis, January 2015
Anis Komariah, NIM: 109104000026
The Effect of Ergonomic Excercise on Uric Acid of Elderly with Gout
in
Ederly Health Centre, Pisangan Village, East Ciputat.
xv + 100 pages + 9 tables + 2 figures + 9 appendixes
ABSTRACK
Gout is a metabolic disease which occurs when body can not control
the
uric acid. The accumulation of uric acid which causes pain in the
bones and
joints, often experienced of this uric acid causes pain in the
bones and joints. The
elderly have some increased risks of developing gout which make
them difficult
to do some activities and reduce the intense pain. The gout
commonly causes
some diseases, such as kidney stone, kidney nephropathy and tophy.
There are
several ways to cope of uric acid , either using pharmacological or
non
pharmacological method. One of the examples of non pharmacological
method is
called ergonomic exercise. It is a muscle movement combined with
breathing technique.
This research aimed to know the effect of activity therapy:
ergonomic
excercise on uric acid of elderly with gout in Elderly Health
Centre, Pisangan
Village, East Ciputat.
This research used quasi experiment with quasi-experimental pre
test and
post test nonequivalent control group design. The sampling method
is the total
sampling with 20 treatment groups and 35 control group samples.
Data analysis
used paired T-test and Regresi Linier.
The result of paired T-test on treatment group were p=0,0001 and
control
group p=0,138, that pvalue<0,05 on treatment group, Ho is
rejected and then with
regresi linier analisis were first week with second week on
treatment groups is -
1,766 dan 0.249 with Rsquare 0,05, thirth week and the last week
0,494 -1,86
with Rsquare 2,44.
It can be conclude that ergonomic exercise have influence to blood
uric
acid level of the elderly with gout in Elderly Health Center,
PisanganVillage,
East Ciputat.
Ergonomic excercise can descrease uric acid of the elderly with
gout in
Elderly Health Center, PisanganVillage, East Ciputat.
Keyword: Elderly, Gout, Ergonomic Excercise
iv
iv
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Skripsi, Januari 2015
dengan Gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat
Timur
xx + 100 halaman + 9 tabel + 2 gambar + 9 lampiran
ABSTRAK
mengontrol asam urat sehingga terjadi penumpukan asam urat yang
menyebabkan
rasa nyeri pada tulang dan sendi, sering dialami oleh sebagian
besar lansia.
Akibat yang ditimbulkan dari gout adalah batu ginjal, nefropati
ginjal, tophi yang
dapat mengakibatkan lansia kesulitan untuk melakukan aktivitas
dan
mengurangi rasa nyaman akibat nyeri yang ditimbulkan. Berbagai
macam
pengobatan baik farmakologi maupun non farmakologi dilakukan
untuk
menurunkan kadar asam urat tersebut. Gout dapat di intervensi
dengan terapi non
farmakologis, salah satunya adalah dengan senam ergonomis. Senam
ergonomis
merupakan suatu gerakan otot yang dikombinasikan dengan teknik
pernapasan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam
ergonomis
terhadap kadar asam urat pada lansia dengan gout di Pos Binaan
Terpadu
Kelurahan Pisangan Ciputat Timur. Penelitian ini bersifat quasi
experiment
dengan rancangan non nonequivalent pretest-posttest dengan kelompok
kontrol.
Metode pengambilan sampel adalah total sampling dengan jumlah
sampel 20
kelompok perlakuan dan 35 kelompok kontrol. Analisa data dalam
penelitian ini
menggunakan uji statistik paired t-test dan regresi linier.
Hasil penelitian dengan menggunakan uji parametrik paired
t-test
menunjukkan p=0,0001 pada kelompok perlakuan dan p=0,138 pada
kelompok
kontrol, karena p-value 0,0001 < α (0,05), maka Ho ditolak,
sedangkan uji regresi
linier menunjukkan selisih minggu ke-1 dengan minggu ke-2 pada
kelompok
perlakuan -1,766 dan 0.249 dengan nilai Rsquare 0,05, pada minggu
ke-3 dan
minggu ke-4 0,494 -1,86 dan dengan nilai Rsquare 2,44.
Sehingga kesimpulannya adalah senam ergonomis berpengaruh
terhadap
penurunan kadar asam urat dalam darah pada lansia lansia dengan
gout di Pos
Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan, Ciputat Timur setelah rutin
dilakukan
selama 4 minggu.
viii
Status Pernikahan : Belum Menikah
Klender Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur
13470
2. MI Azzainiah Kp. Sumur [1998-2003]
3. SMP Negeri 06 Bulak Timur [2003-2006]
4. SMAN 59 Bulak Timur [2006-2009]
5. S-1 Keperawatan UIN Sarif Hidayatullah Jakarta [2009-2014]
Pengalaman Pelatihan, Seminar, dan Workshop:
1. Seminar “Mencegah Osteopenia di Masa Muda sebagai
Investasi
Kesehatan Tulang Jangka Panjang” tahun 2009.
2. Seminar “Cultural Approach In Holistic Nursing Care In
Globalization
Era” tahun 2009.
tahun 2009.
4. Pelatihan Kesehatan “health training 4 Medical skill BEMJ
Farmasi”
tahun 2009.
5. Seminar Kesehatan “menuju Indonesia bebas kaki gajah dan
sosialisasi
flu burung” tahun 2009
Kurikulum Pendidikan Perawat di Indonesia” tahun 2010
7. Seminar Dokter Muslim “Smoking Cessation for Better
Generation
without Tobacco” tahun 2010
8. Seminar Nasional IMMPPG ke IV “Produk yang aman, bergizi, dan
halal
untuk kemandirian bangsa” tahun 2009.
9. Seminar Nasional “Kehalalan obat dan makanan serta
permasalahanna”
tahun 2009.
10. Seminar Nasional “First aid and Rehabilitation of mental health
Nursing
problems after disaster” tahun 2010
11. Seminar Kesehatan “Peran Kebijakan Standardisasi Internasional
Rumah
Sakit dalam Meningkatkan Profesionalisme Pelayanan Kesehatan”
tahun
2011
Pembangunan Daerah” tahun 2011.
Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety” tahun 2012
14. Seminar Emergency Nursing “Peran Perawat dalam
Tatalaksana
Trauma Thoraks Berbasis Pasien Safety” tahun 2012
xiv
Daftar
Tabel.......................................................................................................
xix
2.1.1 Definisi
lansia........................................................................
9
2.2. Konsep
Gout..................................................................................
10
2.2.8 Pemeriksaan diagnostik
gout................................................. 23
2.2.10 Penatalaksanaan dan pencegahan
gout................................ 26
2.2.11 Pengukuran kadar asam urat darah
..................................... 36
2.3 Perawatan standar Pos Binaan
Terpadu.................................... 37
2.4 Senam
...........................................................................................
37
2.4.2 Teknik dan manfaat senam ergonomis
.................................. 39
2.5 Penelitian terkait senam ergonomis dan gout
............................... 49
xvi
OPERASIONAL
4.3. Lokasi dan waktu
penelitian..........................................................
62
4.4. Instrumen penelitian
......................................................................
62
4.6. Prosedur tekhnis
............................................................................
65
4.7. Pengolahan data
............................................................................
68
4.9. Etika
penelitian..............................................................................
71
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Pembahasan
...................................................................................
85
xvii
7.1
Kesimpulan..........................................................................................98
7.2
Saran....................................................................................................99
Indeks Massa Tubuh (IMT) pada kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol
Jenis Kelamin pada Kelompok Perlakuan dan Kelompok
Kontrol
Responden menurut Pengukuran Minggu Ke-1 Sampai
ke-4 pada Kelompok Perlakuan(Uji T-Test Berpasangan)
Tabel 5.4 Distribusi Rata-Rata Kadar Asam Urat
Responden menurut Pengukuran Minggu Ke-1 Sampai
Ke-4 pada Kelompok Perlakuan(Uji T-Test Berpasangan)
Tabel 5.5 Distribusi Rata-Rata Selisih Kadar Asam Urat
Responden menurut Intervensi (Uji ANOVA)
76
78
79
81
82
xx
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
Lampiran 5. Lembar Observasi Senam Ergonomis
Lampiran 6. Lembar Teknik Senam Ergonomis
Lampiran 7. Kegiatan Penelitian
1
berkembang, meskipun angka prevalensi gout di dunia secara global
belum
tercatat. Prevalensi gout kira-kira 2,6-47,2% yang bervariasi pada
berbagai
populasi, sedangkan prevalensi gout juga bervariasi 1-15,3%
(Hidayat, 2009) .
Penelitian di Taiwan, pada tahun 2005-2008 menunjukkan
peningkatan
kejadian gout pada lansia wanita sebesar 19,7% dan prevalensi gout
pada lansia
wanita sebesar 23,3% (Chuang, 2011). Gout merupakan gangguan
inflamasi
akut yang ditandai dengan adanya nyeri akibat penimbunan
kristal
monosodium urat pada persendian maupun jaringan lunak di dalam
tubuh
(Shetty et al., 2011). Gout ditandai dengan peningkatan kadar asam
urat > 7
mg/dl pada laki-laki dan > 6 mg/dl pada perempuan (Sudoyo et
al.,2010).
Gout banyak dialami oleh golongan usia produktif (Krisnatuti,
2006).
Tingginya kadar asam urat dalam darah juga dapat menyebabkan gout
artritis.
Di Indonesia, penyakit gout artritis menduduki urutan kedua dari
penyakit
osteoartritis (Juandy, 2009). Kondis ini dipicu oleh meningkatnya
asupan
makanan kaya purin, dan kurangnya intake cairan (air putih),
sehingga proses
pembuangannya melalui ginjal menurun (Krisnatuti, 2006). Jika
asupan dan
pola makan tidak diubah maka kadar asam urat dalam
2
penyakit gout (Misnadiarly, 2007). Gout dapat mengganggu
kenyamanan
lansia dalam beraktivitas akibat nyeri sendi, selain itu juga dapat
menyebabkan
resiko komplikasi yang tinggi seperti urolithiasis, nefropati asam
urat akut.
Komplikasi tersebut perlu dievaluasi untuk menjelaskan penyebabnya
serta
mendapatkan pengobatan yang sesuai (Dincer et al, 2002).
Berdasarkan
berbagai dampak yang ditimbulkan, penyakit gout perlu penanganan
yang tepat
dan aman, penanganan gout dapat dilakukan secara farmakologis dan
non
farmakologis.
ketergantungan dan juga memiliki kontraindikasi, oleh sebab itu
terapi secara
non farmakologis lebih utama untuk mencegah atau mungkin bisa
mengurangi
angka kejadian gout. Terapi secara nonfarmakologis dapat dilakukan
dengan
berbagai cara yaitu, relaksasi, meningkatkan intake cairan, kompres
air hangat,
diet rendah purin dengan cara mengatur pola hidup dan asupan
makanan
dengan mengurangi makanan yang mengandung purin tinggi seperti
kacang-
kacangan dan jeroan, menjaga ideal tubuh, dan olahraga (Krisnatuti,
2006).
Olahraga merupakan cara efektif untuk menurunkan kadar asam urat.
Dua
puluh menit berolahraga perhari sangat dianjurkan untuk menjaga
tubuh tetap
bugar dan menurunkan kadar asam urat (Mujianto,2013). Olahraga juga
sangat
diperlukan untuk mencegah atau menunda penyakit-penyakit
degeneratif dan
penyakit kelainan metabolisme.
Perlu adanya upaya-upaya baik besifat perawatan, pengobatan,
pola
hidup sehat dan juga upaya lain, seperti senam lansia untuk
mempertahan-kan
kesehatan lansia tersebut (Pranatahadi, 2012). Aktivitas fisik atau
olah raga
bagi setiap lanjut usia berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi
fisik mereka
masing-masing. Olahraga yang teratur memperbaiki kondisi kekuatan
dan
kelenturan sendi serta memperkecil risiko terjadinya kerusakan
sendi akibat
radang sendi. Olahraga juga dapat memberikan efek menghangatkan
tubuh
sehingga mengurangi rasa sakit dan mencegah pengendapan asam
urat
pada ujung-ujung tubuh yang dingin karena kurang pasokan
darah(Wratsongko, 2006). Melakukan olahraga pada lanjut usia
harus
memperhatikan ketentuan-ketentuan untuk keselamatan lanjut usia,
olahraga
sebaiknya dilakukan 3-4 kali dalam satu minggu dengan lama latihan
minimal
15-45 menit secara teratur. Beberapa contoh olahraga yang dapat
dilakukan
oleh lansia yaitu, jalan kaki, olahraga yang bersifat reaktif dan
senam. senam
bermanfaat menghindari penumpukan lemak di tubuh (Sustrani dkk,
2004).
Beberapa senam yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu senam
10
menit, senam kegel, yoga, taichi dan senam ergonomis. Senam
ergonomis juga
memaksimalkan suplay oksigen ke otak, membuka sistem kecerdasan,
sistem
keringat, sistem pemanas tubuh, sistem pembakaran (asam urat,
kolesterol,
gula darah, asam laktat, kristal oxalate), sistem konversi
karbohidrat, sistem
pembuatan elektrolit dalam darah, sistem kesegaran tubuh dan
sistem
kekebalan tubuh dari energi negatif/virus, sistem pembuangan energi
negatif
dari dalam tubuh. Senam ergonomis terdiri dari gerakan yang
menyerupai
gerakan sholat, sehingga lansia mudah mengaplikasikan gerakan senam
ini
4
Gayatri (2012), mengenai pengaruh senam ergonomis terhadap
perubahan
tekanan darah pada klien hipertensi di Kelurahan Bendan Kota
Pekalongan,
didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan ada pengaruh yang
signifikan
senam ergonomis terhadap perubahan tekanan darah pada klien
hipertensi di
Kelurahan Bendan Kota Pekalongan. Penelitian lain yang juga
dilakukan oleh
Rahmawati (2013) pengaruh terapi aktivitas senam ergonomis
terhadap
kualitas tidur lansia di Posyandu Lansia Harapan I dan II Kelurahan
Pabuaran.
Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh yang signifikan senam
ergonomis
terhadap kualitas tidur lansia di Posyandu Lansia Harapan I dan II
Kelurahan
Pabuaran.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan kepada 42 lanjut usia
di
Pos Binan Terpadu Peruri Kelurahan Pisangan, dari hasil pemeriksaan
kadar
asam urat didapatkan bahwa sebanyak 30 lansia mempunyai kadar asam
urat di
atas normal, sedangkan sebanyak 12 lansia mempunyai kadar asam
urat
normal. Dari 17 lansia mengeluh nyeri pada malam hari, pegal linu,
kemerahan
di bagian kaki, sedangkan 13 lansia lainnya tidak memiliki keluhan,
untuk
mengurangi keluhan tersebut, sebagian besar lansia melakukan
terapi
farmakologis (mengkonsumsi obat warung) daripada melakukan
tindakan
nonfarmakologis seperti kompres hangat dan senam. Berdasarkan
penjelasan
tersebut, peneliti ingin melakukan peneltian tentang Pengaruh
Senam
Ergonomis terhadap Kadar Asam urat pada Lansia dengan Gout di Pos
Binaan
Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.
5
samping ketergantungan dan juga memiliki kontraindikasi, efek
samping ini
jika tidak ditangani dengan baik akan mengganggu kenyamanan lansia
dalam
beraktivitas selain itu juga menimbulkan berbagai macam komplikasi.
Hasil
wawancara dan observasi di Binaan Terpadu didapatkan bahwa sebanyak
30
lansia mempunyai kadar asam urat di atas normal, sedangkan sebanyak
12
lansia mempunyai kadar asam urat normal. Dari 17 lansia mengeluh
nyeri pada
malam hari, pegal linu, kemerahan di bagian kaki, sedangkan 13
lansia lainnya
tidak memiliki keluhan. Untuk mengurangi keluhan tersebut, sebagian
besar
lansia melakukan terapi farmakologis (mengkonsumsi obat warung)
daripada
melakukan tindakan non farmakologis seperti kompres hangat dan
senam.
Beberapa contoh olahraga yang dapat dilakukan oleh lansia yaitu,
jalan kaki,
olahraga yang bersifat reaktif dan senam. Beberapa senam yang
dapat
dilakukan oleh lansia yaitu senam 10 menit, senam kegel,yoga,
taichi dan
senam ergonomis. Senam ergonomis merupakan bentuk terapi non
farmakologi
dan belum dilakukan pada lansia yang memiliki kadar asam urat
diatas nilai
normal, maka peneliti merumuskan adakah Pengaruh Senam
Ergonomis
terhadap Kadar Asam urat pada Lansia dengan Gout di Pos Binaan
Terpadu
Kelurahan Pisangan Ciputat Timur?
Indeks Massa Tubuh (IMT), dan di Pos Binaan Terpadu Kelurahan
Pisangan Ciputat Timur?
b. Bagaimana perbedaan kadar asam urat lansia dengan gout sebelum
dan
sesudah diberikan perawatan standar pada kelompok kontrol di Pos
Binaan
Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur?
c. Bagaimana Perbedaan kadar asam urat lansia dengan gout sebelum
dan
sesudah melakukan senam ergonomis pada kelompok perlakuan di
Pos
Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur?
d. Apakah ada perbedaan kadar asam urat lansia antara kelompok
kontrol dan
kelompok perlakuan pada lansia di Pos Binaan Terpadu
Kelurahan
Pisangan Ciputat Timur?
e. Apakah ada pengaruh senam ergonomis terhadap kadar asam urat
lansia di
Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
pada lansia dengan gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan
Pisangan
Ciputat Timur.
Indeks Massa Tubuh (IMT) di Pos Binaan Terpadu Kelurahan
Pisangan
Ciputat Timur
b. Mengetahui perbedaan kadar asam urat lansia dengan gout sebelum
dan
sesudah diberikan perawatan standar pada kelompok kontrol di Pos
Binaan
Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur
c. Mengetahui Perbedaan kadar asam urat lansia dengan gout sebelum
dan
sesudah melakukan senam ergonomis pada kelompok perlakuan di
Pos
Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur
d. Mengetahui perbedaan kadar asam urat lansia antara kelompok
kontrol
dan kelompok perlakuan pada lansia di Pos Binaan Terpadu
Kelurahan
Pisangan Ciputat Timur
e. Mengetahui adakah Pengaruh senam ergonomis terhadap kadar asam
urat
lansia di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
mengenai
manfaat senam ergonomis terhadap kadar asam urat dalam darah dan
penyakit
gout.
8
keperawatan khususnya terapi non farmakologi terhadap kadar asam
urat dan
gout.
membuat program rutin senam ergonomis dan mengajarkan senam
ergonomis
pada lansia.
2.1 Konsep Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang
Kesejahteraan
Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang
telah
mencapai usia 60 tahun ke atas (Notoatmodjo, 2007). Lansia istilah
bagi
individu yang telah memasuki periode dewasa akhir atau usia tua.
Periode
lansia merupakan periode penutup bagi rentang kehidupan seseorang,
terjadi
kemunduran fisik dan psikologis secara bertahap (Erliana,
2008).
2.1.2 Batasan-batasan Lansia
Batasan umur lansia menurut (Notoadmodjo, 2007), lanjut usia
dibagi
menjadi empat kelompok, meliputi usia pertengahan (middle age)
adalah
kelompok usia 45-59 tahun, Usia lanjut (elderly) adalah kelompok
usia antara
60-70 tahun, Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara
71-90 tahun,
Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90
tahun.
Menurut Undang-undang nomor 13 tahun 1998 menjelaskan tentang
kesejahteraan lanjut usia yang termaktub dalam BAB I pasal 1 ayat 2
yaitu
bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai umur diatas 60
tahun,
sedangkan menurut (Nugroho, 2008), Pengelompokan usia lanjut
sebagai
berikut : Lanjut usia (geriatric age) lebih dari 65 atau 70 tahun,
young age
yaitu umur 70-75 tahun, old yaitu umur 75-80 tahun, very old yaitu
umur lebih
dari 80 tahun.
10
10
70 tahun, young age yaitu umur 70-75 tahun, old yaitu umur
75-80
tahun, very old yaitu umur lebih dari 80 tahun.
2.1.3.Perubahan yang terjadi padi Lansia
Menurut Wahjudi (2008) beberapa perubahan yang terjadi
pada lansia, seperti berkurangnya kemampuan sensitifitas
indera
penciuman dan perasa, kulit mengerut atau keriput, penurunan
semua
produksi hormon, dan mengalami kerapuhan tulang, kehilangan
density tulang, kifosis, pergerakan pinggang, lutut,
persendian
membesar dan menjadi kaku menjadi kaku, tendon mengerut dan
mengalami sclerosis, serta atrofi serabut otot.
2.2 Konsep Gout
2.2.1 Definisi Gout
penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat
sering
ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian
tengah
(Price, 2005). Menurut Doherty (2009) Gout merupakan penyakit
metabolik yang ditandai oleh penumpukan asam urat yang
menyebabkan nyeri pada sendi, sedangkan Brunner & Suddarth
(2001)
mengemukakan Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous
yang
berhubungan dengan defek genetik pada metabolisme purin. Jadi,
Gout
adalah suatu penyakit metabolik dimana tubuh tidak dapat
mengontrol
11
rasa nyeri pada tulang dan sendi.
2.2.2. Etiologi
di bagi menjadi dua, yaitu:
a. Penyakit gout primer
menyebabkan gangguan metabolisme di dalam tubuh yang
mengakibatkan terjadinya peningkatan produksi asam urat, atau
bisa juga diakibatkan karena berkurangnya produksi asam urat
tersebut di dalam tubuh.
b. Penyakit gout sekunder
makanan yang mengandung kadar purin yang tinggi seperti
(jeroan,
melinjo). Purin merupakan senyawa organik yang menyusun asam
nukleat dan termasuk kelompok asam amino yang merupakan
unsur pembentukan protein.
keduanya. Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin.
Secara
12
sebagai berikut (Price, 2006): Sintesis purin melibatkan dua jalur,
yaitu
jalur de novo dan jalur penghematan ( salvage pathway).
1.J alur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam
urat
melalui prekursor nonpurin. Substrat awalnya adalah
ribosa-5-fosfat,
yang diubah melalui serangkaian zat antara menjadi nukleotida
purin
(asam inosinat, asam guanilat, asam adenilat). Jalur ini
dikendalikan
oleh serangkaian mekanisme yang kompleks, dan terdapat
beberapa
enzim yang mempercepat reaksi yaitu: 5-fosforibosilpirofosfat
(PRPP)
sintetase dan amidofosforibosiltransferase (amido-PRT).
Terdapat
suatu mekanisme inhibisi umpan balik oleh nukleotida purin
yang
terbentuk, yang fungsinya untuk mencegah pembentukan yang
berlebihan.
melalui basa purin bebasnya, pemecahan asam nukleat, atau
asupan
makanan. Jalur ini tidak melalui zat-zat perantara seperti pada
jalur de
novo. Basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin)
berkondensasi
dengan PRPP untuk membentuk prekursor nukleotida purin dari
asam
urat. Reaksi ini dikatalisis oleh dua enzim: hipoxantin
guanin
fosforibosiltransferase (HGPRT) dan adenin
fosforibosiltransferase
(APRT) (Sudoyo,2006).
penyakit gout-arthritis, terdapat gangguan kesetimbangan
metabolisme
(pembentukan dan ekskresi) dari asam urat tersebut, meliputi
(Talbot,1958):
2. Penurunan eksreksi asam urat sekunder, misalnya karena
gagal
ginjal
(yang meningkatkan cellular turnover) atau peningkatan sintesis
purin
(karena defek enzim-enzim atau mekanisme umpan balik inhibisi
yang
berperan)
produksi atau hambatan ekskresi akan meningkatkan kadar asam
urat
14
dalam tubuh. Asam urat ini merupakan suatu zat yang
kelarutannya
sangat rendah sehingga cenderung membentuk kristal.
Penimbunan
asam urat paling banyak terdapat di sendi dalam bentuk
kristal
mononatrium urat. Mekanismenya hingga saat ini masih belum
diketahui dengan jelas (Price,2006).
inflamasi melalui beberapa cara:
C5a. Komplemen ini bersifat kemotaktik dan akan merekrut neutrofil
ke
jaringan (sendi dan membran sinovium). Fositosis terhadap
kristal
memicu pengeluaran radikal bebas toksik dan leukotrien,
terutama
leukotrien B. Kematian neutrofil menyebabkan keluarnya enzim
lisosom yang destruktif.
2. Makrofag yang juga terekrut pada pengendapan kristal urat
dalam
sendi akan melakukan aktivitas fagositosis, dan juga
mengeluarkan
berbagai mediator proinflamasi seperti IL-1, IL-6, IL-8, dan
TNF.
Mediator-mediator ini akan memperkuat respons peradangan, di
samping itu mengaktifkan sel sinovium dan sel tulang rawan
untuk
menghasilkan protease. Protease ini akan menyebabkan cedera
jaringan
(Sudoyo,2006).
15
Proses terbentuknya kristal asam urat. Penimbunan kristal
urat
dan serangan yang berulang akan menyebabkan terbentuknya
endapan
seperti kapur putih yang disebut tofi/tofus (tophus) di tulang
rawan dan
kapsul sendi. Di tempat tersebut endapan akan memicu reaksi
peradangan granulomatosa, yang ditandai dengan massa urat
amorf
(kristal) dikelilingi oleh makrofag, limfosit, fibroblas, dan sel
raksasa
benda asing. Peradangan kronis yang persisten dapat
menyebabkan
fibrosis sinovium, erosi tulang rawan, dan dapat diikuti oleh fusi
sendi
(ankilosis). Tofus dapat terbentuk di tempat lain (misalnya
tendon,
bursa, jaringan lunak). Pengendapan kristal asam urat dalam
tubulus
ginjal dapat mengakibatkan penyumbatan dan nefropati gout.
2.2.4. Stadium Gout
terdiri atas tiga stadium :
pada laki-laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Onset
sebelum
25 tahun merupakan bentuk tidak lazim arthritis gout, yang
mungkin
merupakan manifestasi adanya gangguan enzimatik spesifik,
penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin. Pada 85-90%
kasus,
serangan berupa arthritis monoartikuler dengan predileksi
MTP-1
yang biasa disebut podagra (Edward, 2008).
Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang
sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat.
Pasien
tidur tanpa ada gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa
sakit
yang hebat dan tidak dapat berjalan. Keluhan monoartikuler
berupa
nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistemik
berupa
demam, menggigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan
peningkatan laju endap darah, sedangkan gambaran radiologis
hanya
didapatkan pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler.
Keluhan cepat membaik setelah beberapa jam bahkan tanpa
terapi
sekalipun (Setiyohadi, 2006).
b. Gout interkritikal
secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun
pada
aspirasi cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang
menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus berlangsung
progresif. Stadium ini bisa berlangsung beberapa tahun sampai
10
17
tahun tanpa serangan akut, dan tanpa tata laksana yang adekuat
akan
berlanjut ke stadium gout kronik (Setiyohadi, 2006).
c. Gout Kronik
dipoliartikuler, dengan predileksi cuping telinga, MTP-1,
olekranon,
tendon Achilles dan jari tangan. Tofus sendiri tidak
menimbulkan
nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi di sekitarnya, dan
menyebabkan
destruksi yang progresif padasen di serta menimbulkan
deformitas.
Selain itu tofus juga sering pecah dan sulit sembuh, serta
terjadi
infeksi sekunder. Kecepatan pembentukan deposit tofus
tergantung
beratnya dan lamanya hiperurisemia, dan akan diperberat
dengan
gangguan fungsi ginjal dan penggunaan diuretik. Pada beberapa
studi didapatkan data bahwa durasi dari serangan akut pertama
kali
sampai masuk stadium gout kronik berkisar 3-42 tahun, dengan
rata-
rata 11,6 tahun.
bisaditemukan juga pada miokardium, katub jantung, sistem
konduksi, beberapa struktur di organ mata terutama sklera,
dan
laring. Pada analisa cairan sendi atau isi tofus akan
didapatkan
kristalmonosodium urat, sebagai kriteria diagnostik pasti.
Gambaran
radiologis didapatkan erosi pada tulang dan sendi dengan
batas
sklerotik serta overhanging edge (Wortmann, 2009).
18
Kadar asam urat normal menurut tes enzimatik maksimum 6,0
mg/dl, sedangkan pada teknik biasa, nilai normalnya maksimum
7,0
mg/dl. Bila hasil pemeriksaan menunjukkan kadar asam urat
melampaui
standar normal itu, penderita dimungkinkan mengalami gout.
Kadar
asam urat normal pada pria dan perempuan berbeda, kadar asam
urat
normal pada pria antara 3,0mg/dl – 7,0 mg/dl dan pada perempuan
2,50
mg/dl - 6,0 mg/dl(Tehupeiroy 2006 dalam Sudoyo, 2006).
2.2.6. Manifestasi Klinis
hiperurisemia tak bergejala. Keluhan utama saat serangan akut
adalah
nyeri sendi yang teramat sangat disertai bengkak, hangat, memerah
dan
nyeri tekan, biasanya disertai dengan demam. Persendian yang
pertama
kali terkena yaitu ibu jari kaki dan bagian lain dari ekstremitas
bawah,
sedangkan pada gout menahun akan terjadi pembentukan tofus.
Tofus
merupakan benjolan dari kristal monosodium urat yang menumpuk
di
jaringan lunak tubuh, (Setiyohadi,2006)
sebagai berikut :
mengumpul pada sendi.
b. Timbul tofus (endapan seperti kapur di kulit yang membentuk
suatu
tonjolan atau benjolan) yang menandai pengendapan kristal
asam
19
urat. Tofus timbul pada daun telinga, siku, tumit belakang
dan
punggung tangan.
c. Biasanya gout mengenai sendi ibu jari, tetapi bisa juga pada
tumit,
pergelangan kaki atau tangan, dan muncul sebagi serangan
kambuhan.
e. Sendi-sendi yang terserang tampak merah, bengkak,
mengkilat,
kulit diatasnya terasa panas disertai nyeri yang sangat hebat
dan
persendian sulit digerakkan.
Gout dapat dipengaruhi oleh banyak faktor yang meliputi
seperti
genetik, usia, jenis kelamin, asupan makanan dan kalori, latihan
fisik
dna kelelahan, obat-obatan tertentu (diuretik, aspirin dosis
rendah),
gangguan kesehatan seperti sindrom metabolik, hipertensi,
obesitas
sentral, hipertrigliserida maupun gagal ginjal kronik
(Weaver,2010).
Faktor-faktor tersebut dapat mengganggu proses produksi,
ekskresi
maupun kedua proses sehingga kadar asam urat dalam tubuh tidak
bisa
dikendalikan dengan baik. Hal itu dikarenakan kurangnya
pengetahuan
masyarakat mengenai gout arthtritis dan tindakan preventif
terhadap
faktor-faktor tersebut.
a. Umur
khususnya pada wanita yang sudah memasuki masa menopause
yaitu usia 45 – 60 tahun. Pada usia seperti ini, penyakit gout
lebih
20
penyakit asam urat semakin tinggi (Kertia, 2009).
Penelitian yang dilakukan Shetty et al., (2011) didapatkan
hasil bahwa terdapat hubungan positif antara kadar asam urat
dengan usia yaitu pada kelompok usia 30 – 40 tahun baik pada
laki-laki maupun perempuan. Menurut Carlioglu et al., (2011)
bahwa rata – rata penderita gout pada perempuan yaitu usia 51
tahun. Penderita gout pada laki – laki banyak terjadi pada usia
30-
59 tahun (Ryu et al., 2011), sedangkan menurut Doherty (2009)
gout lebih banyak diderita oleh laki-laki dibanding perempuan
dengan perbandingan 4:1 dibawah usia 65 tahun sedangkan usia
lebih dari 65 tahun perbandingan prevalensi gout 3:1 pada
laki-laki
dan perempuan. Penelitian meta-analisis yang dilakukan pada
tahun 2011 di Cina didapatkan hasil bahwa prevalensi
penderita
gout pada laki-laki 21,6% dan pada perempuan 8,6%. Setelah
wanita mengalami menopause baru terjadi peningkatan asam urat
karena jumlah hormon estrogen mulai mengalami penurunan
(Festy et al., 2010). Menopause rata – rata terjadi pada usia
51,4
tahun, akan tetapi pada 10% wanita mengalami menopause pada
usia 40 tahun dan 5% wanita mengalami menopause pada usia 60
tahun (Bobak et al., 2005).
21
genetik ini juga dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain,
yang
kemudian menyebabkan seseorang menderita gout. Adanya
riwayat asam urat dalam keluarga membuat risiko terjadinya
asam
urat menjadi semakin tinggi (Sari, 2010).
c. Jenis kelamin
pada perempuan persentasenya lebih kecil dan baru muncul
setelah
menopause. Kadar asam urat laki-laki cenderung meningkat
sejalan
dengan peningkatan usia (pubertas). Pada perempuan,
peningkatan
itu dimulai sejak saat menopause. Gout cenderung dialami
laki-
laki, sebab pada perempuan memiliki hormon estrogen yang ikut
membantu pembuangan asam urat lewat urin (Price, 2006).
Menurut Dohertty (2009), gout lebih banyak diderita oleh
laki-laki
dibanding perempuan dengan perbandingan 4:1 dibawah usia 65
tahun sedangkan usia lebih dari 65 tahun perbandingan
prevalensi
hiperusisemia 3:1 pada laki:laki dan perempuan. Menurut
Sustrani
dalam Andry et al (2009) lansia yang mengalami gout
disebabkan
karena terjadi penurunan produksi beberapa enzim dan hormon
di
dalam tubuh yang berperan dalam proses ekskresi asam urat.
Enzim
urikinase merupakan enzim yang berfungsi untuk merubah asam
urat menjadi bentuk alatonin yang akan diekskresikan melalui
urin,
22
proses pengeluaran asam urat yang menimbulkan hiperurisemia.
Pada perempuan memiliki hormon estrogen. Produksi
hormon ini akan meningkat ketika berada pada usia pubertas,
sehingga perempuan usia pubertas sangat jarang mengalami
hiperurisemia. Hormon estrogen ini berfungsi untuk membantu
ekskresi asam urat. Pada wanita menopause cenderung lebih
sering
mengalami hiperurisemia salah satunya disebabkan karena
adanya
penurunan hormon estrogen tersebut (Price & Wilson, 2006).
Hal
ini didukung oleh Wilson dkk (2006), yang mengatakan bahwa
hormon estrogen berperan dalam merangsang perkembangan
folikel yang mampu meningkatkan kecepatan poliferasi sel dan
menghambat keaktifan enzim protein kinase yang mempunyai
fungsi mempercepat aktivitas metabolik, diantaranya
metabolisme
purin. Jika penyakit gout menyerang wanita, maka pada umumnya
wanita yang menderita adalah wanita yang sudah menopause.
Pada
wanita yang belum menopause, memiliki kadar hormon estrogen
yang cukup tinggi.pada wanita kadar asam urat dalam darah
tidak
meningkat sampai setelah menopuase karena estrogen membantu
meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal. Seetelah
menopause kadar asam urat meningkat seperti pada pria
(Wilson,
2006).
23
berhubungan lebih besar dengan intoleransi glukosa atau
penyakit
diabetes mellitus, hiperinsulinemia, hipertrigliseridemia,
hipertensi,
dan gout dibanding obesitas bawah. Tingginya kadar leptin
pada
orang yang mengalami obesitas dapat menyebabkan resistensi
leptin. Leptin adalah asam amino yang disekresi oleh jaringan
adiposa, yang berfungsi mengatur nafsu makan dan berperan
pada
perangsangan saraf simpatis, meningkatkan sensitifitas
insulin,
natriuresis, diuresis dan angiogenesis, jika resistensi leptin
terjadi
di ginjal, maka akan terjadi gangguan 26 diuresis berupa
retensi
urin. Retensi urin inilah yang dapat menyebabkan gangguan
pengeluaran asam urat melalui urin, sehingga kadar asam urat
dalam darah orang yang obesitas tinggi (Fauzia, 2013). Hal ini
di
dukung juga oleh penelitian Budianti (2008), bahwa Indeks
Massa
Tubuh (IMT) berkorelasi positif signifikan (p=0.016, r=0.289)
dengan kadar asam urat contoh. Hal ini menunjukkan bahwa
semakin tinggi IMT seseorang maka semakin tinggi risiko
hiperurisemia. Terdapat pengaruh yang nyata status gizi
terhadap
gout. Contoh yang berstatus gizi overweight dan obese
berisiko
4.913 kali lebih besar untuk menderita gout (p=0.037,
OR=4.913)
dibandingkan dengan contoh yang berstatus gizi normal. Leptin
merupakan faktor yang diduga menjadi penghubung antara
hiperurisemia dan obesitas. IMT berhubungan dengan
peningkatan
24
kadar asam urat dalam darah Leptin adalah senyawa yang
berfungsi
untuk meregulasi konsentrasi asam urat dalam darah (Hayden
&
Tyagi 2007).
tubuh sehingga menimbulkan berat badan melebihi ukuran normal
(Sandjaja & Sudikno, 2005). Hasil survei nasional mengenai
IMT
pada tahun 1996/1997 menunjukkan bahwa prevalensi obesitas
(IMT > 25) pada laki-laki sebesar 14,9% sedangkan pada
perempuan adalah 24% (Sargowo & Andarini, 2011). Hasil
survei
IMT pada tahun 2007 diperoleh bahwa prevalensi obesitas di
Indonesia mencapai 19,1% (Retnaningsih, 2010). Menurut Shetty
et al., (2011) bahwa terdapat hubungan positif antara kadar
asam
urat dengan body massa index (BMI) pada kelompok usia 20-30
tahun dan 30-40 tahun. Lemak yang disimpan pada jaringan
bawah
kulit yaitu trigliserida yang diindikasikan dengan obesitas.
Hipertrigliserida sering dikaitkan dengan kejadian
hiperurisemia.
Menurut Berkowitz dan Frank sebanyak 52 – 82 % pria
dengan hiperurisemia mempunyai kadar trigliserida tinggi
(Budianti, 2008). Seseorang yang obesitas, lipatan lemak
bawah
kulit (skinfold) cenderung lebih tebal dan persentase lemak
di
dalam tubuh semakin meningkat. Bahkan besarnya tebal lipatan
lemak tersebut tidak hanya dialami oleh orang obesitas tetapi
pada
orang yang IMT normal juga bisa memiliki tebal lipatan lemak
yang besar. Distribusi pola penyebaran lemak berbeda antara
pria
25
sekitar payudara, abdomen bawah, panggul, paha, pantat dan
sekitar genital. Penyebaran lemak pada laki-laki cenderung
berada
di bagian abdomen, tengkuk leher, punggung (Hazleman, Riley
&
Speed, 2004). Pada obesitas terjadi penumpukan lemak berlebih
dalam tubuh, selain itu orang yang obesitas lebih banyak
memiliki
sel lemak dibandingkan yang normal (Murray et al., 2009).
Pada
orang obesitas, lemak banyak disimpan di jaringan adiposa
dalam
bentuk trigliserida. Selain itu timbunan kolesterol pada
orang
obesitas juga banyak.
peningkatan kadar asam urat atau membantu dalam
mengeksresikan asam urat. Salah satu jenis obat yang membantu
proses ekskresi asam urat yaitu jenis urikosurik seperti
probenesid
dan sulfinpirazon (Price & Wilson, 2006), untuk memperoleh
hasil
yang diinginkan maka ketika mengkonsumsi obat tersebut
memerlukan konsumsi air putih yang banyak. Salah satu
fungsinya
adalah untuk menurunkan tingkat saturasi asam urat sehingga
asam
urat dapat diekskresikan dengan mudah. Sebaliknya obat jenis
aspirin dapat menghambat proses ekskresi asam urat sehingga
memperparah keadaan pada hiperurisemia (Weaver et al, 2010).
26
dampak hampir sama dengan jenis aspirin. Obat hipertensi
memliki
efek samping yaitu menghambat metabolisme lipid dalam tubuh.
Timbunan lipid di dalam tubuh itulah yang mengganggu proses
ekskresi asam urat melalui urin. Menurut Krisnamurti (2010),
salah
satu jenis obat antihipertensi yang memiliki efek peningkatan
kadar
asam urat tersebut adalah tiazid.
f. latihan fisik dan kelelahan
Pelatihan fisik yang berlebihan terjadi akibat pelatihan
yang terlalu berat, intensitas pelatihan yang terlalu banyak,
durasi
pelatihan yang terlalu panjang, dan frekuensi latihan yang
terlalu
panjang (Marwoto,2008). Dampak dari pelatihan fisik yang
berlebihan adalah adanya ketidakseimbangan antara pelatihan
fisik dengan waktu pemulihan. Pelatihan fisik yang berlebihan
dapat berefek buruk pada kondisi homoestasis dalam tubuh,
yang
akhirnya berpengaruh juga terhadap sistem kerja organ tubuh
(Adiputra, 2008)
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis meliputi keluhan
yang
sering dialami, lama menderita asam urat, hasil pemeriksaan asam
urat
selama ini, riwayat pengobatan dan kepatuhan berobat, gaya
hidup,
riwayat penyakit penyerta dan riwayat keluarga. Pemeriksan fisik
terdiri
27
atas pengukuran kadar asam urat dalam darah dan pemeriksaan
umum
sedangkan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium, cairan
sendi
dan radiologis. Ketika didapatkan hasil pemeriksaan asam urat
secara
berkala menunjukkan kadar asam urat dalam darah tinggi maka
orang
tersebut harus segera mendapatkan penanganan secara medis agar
tidak
terjadi komplikasi atau bahkan sesuatu yang nantinya bisa
mengancam
jiwa seseorang. Petugas medis berkewajiban untuk selalu
memantau
keadaan penderita asam urat tesebut dan memberikan pendidikan
kesehatan mengenai penyakitnya.
a. Pemeriksaan laboratorium
laboratorium menunjukkan kadar asam urat dalam darah diatas
7mg/dL untuk pria dan lebih dari 6mg/dL untuk wanita, selain
itu,
kadar asam urat dalam purin lebih dari 760-1000mg/24jam
dengan
diet biasa. Sering juga dilakukan pemeriksaan darah lengkap
seperti ureum, kreatinin disertai pemeriksaan lemak darah
untuk
menguatkan diagnosis. Ureum dan kreatinin diperiksa untuk
mengetahui normal tidaknya fungsi ginjal, sedangkan
pemeriksaan
profil lemak darah dijadikan penanda ada tidaknya gejala
aterosklerosis (Sudoyo, 2006).
b. Pemeriksaan radiologis
sendi dan tulang serta untuk melihat proses pengapuran di
dalam
tofus itu sendiri (Junaidi, 2012). Proses ini dilakukan pada
sendi
28
progresif maka akan terlihat jelas/area terpukul pada tulang
yang
berada di bawah sinavial sendi.
c. Pemeriksaan cairan sendi
tujuan untuk melihat kristal urat atau monosodium urate dalam
cairan sendi (Junaidi, 2012).
dilakukan pada awal setiap kali pemeriksaan cairan sendi dan
lebih
efektif jika pemeriksaan ini dilakukan pada penyakit sendi
yang
kronis. Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk melihat
kelainan
baik pada sendi maupun pada tulang dan jaringan disekitar
sendi.
2.2.9 Komplikasi Asam urat
sendi (gout), telah dijelaskan sebelumnya bahwa, sifat kimia asam
urat
cenderung berkumpul di cairan sendi ataupun jaringan ikat
longgar,
meskipun hiperurisemia merupakan faktor resiko timbulnya
gout,
namun, hubungan secara ilmiah antara hiperurisemia dengan
serangan
gout akut masih belum jelas. Arthritis gout akut dapat terjadi
pada
keadaan konsentrasi asam urat serum yang normal, akan tetapi,
banyak
pasien dengan hiperurisemia tidak mendapat serangan atritis
gout
(Enneking, 2009).
Timbulnya tofus, yaitu nodul berbentuk padat yang terdiri
dari
deposit kristal asam urat yang keras, tidak nyeri dan terdapat pada
sendi
atau jaringan. Tofus merupakan komplikasi kronis dari
hiperurisemia
akibat kemampuan eliminasi urat tidak secepat produksinya.
Tofus
dapat muncul di banyak tempat, diantaranya kartilago,
membrana
sinovial, tendon, jaringan lunak dan lain-lain
Adanya Thopy yaitu benjolan dari kristal monosodium urat yang
menumpuk di jaringan lunak tubuh. Tofi merupakan komplikasi
lambat
dari hiperurisemia. Komplikasi dari tofi berupa nyeri, kerusakan
dan
kelainan bentuk jaringan lunak, kerusakan sendi dan sindrom
penekanan saraf (Sudoyo,2006)..
Komplikasi pada ginjal yaitu pada ginjal berupa batu ginjal,
gangguan ginjal akut dan kronis akibat asam urat. Batu ginjal
terjadi
sekitar 10-25% pasien dengan gout primer. Kelarutan kristal asam
urat
meningkat pada suasana pH urin yang basa. Sebaliknya, pada
suasana
urin yang asam, kristal asam urat akan mengendap dan terbentuk
batu.
Gout dapat merusak ginjal, sehingga pembuangan asam urat akan
bertambah buruk. Gangguan ginjal akut gout biasanya sebagai
hasil
dari penghancuran yang berlebihan dari sel ganas saat
kemoterapi
tumor. Penghambatan aliran urin yang terjadi akibat pengendapan
asam
urat pada duktus koledokus dan ureter dapat menyebabkan gagal
ginjal
akut. Penumpukan jangka panjang dari kristal pada ginjal
dapat
menyebabkan gangguan ginjal kronik. Komplikasi lainnya yang
juga
ditimbulkan seperti deformitas pada persendian yang terserang,
urolitiasis
30
akibat deposit kristal urat pada saluran kemih dan nephrophaty
akibat
deposit kristal urat dalam interstisial ginjal (Johnstone
2005).
2.2.10Penatalaksanaan dan PencegahanGout
adalah dengan memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahatkan
sendi
dan pengobatan. Penatalaksanaan gout ada dua macam, yaitu
penatalaksanaan farmakologi dan penatalaksanaan non
farmakologi.
1. Terapi Farmakologi
dalam tubuh, yang memiliki kadar asam urat yang tinggi dan
batu ginjal atau mengalami kerusakan ginjal. Pemberian
allopurinol bisa mencegah pembentukan batu ginjal.
Allopurinol dapat menyebabkan gangguan pencernaan,
memicu munculnya ruam kulit, berkurangnya jumlah sel
darah putih dan kerusakan hati. Allopurinol digunakan jika
produksi asam urat berlebihan, dan terutama efektif pada gout
metabolik sekunder.
2) Urikosurik
asam urat di tubuli ginjal. Obat ini meliputi probenesid yang
mempunyai toksisitas kecil, diberikan dalam dosis 1-3 gram
sehari, disesuaikan dengan kadar asam urat serum. Sementara
31
Efek samping kedua obat ini adalah gangguan pada saluran
pencernaan dan juga terdapat insufisiensi ginjal.
3) Kolkisin
bisa efektif untuk mencegah artritis berulang pada pasien
yang tidak terlihat memiliki tophi dan konsentrasi serum
uratnya sedikit naik. Pasien yang merasakan onset serangan
akut harus meningkatkan dosis menjadi 1mg tiap 2 jam,
umumnya serangan akan hilang setelah 1 atau 2 mg. Pasien
dengan riwayat gout berulang dan konsentrasi serum asam
urat yang naik signifikan mungkin paling baik dirawat
dengan terapi penurun asam urat.
Kolkisin, 0,5 mg dua kali sehari harus diberikan selama
6-12 bulan pertama. Terapi antihiperurisemia untuk
mengurangi resiko serangan akut yang bisa terjadi selama
awal terapi penurunan asam urat. Tujuan terapetik dari terapi
antihiperurisemi adalah mengurangi konsentrasi serum urat di
bawah 6 mg/dl.
Salamah dari Abu Hurairah R.A, bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “Hendaklah kalian mengkonsumsi Habbatus
32
Imam Bukhori juga meriwayatkan hadist dari Aisyah R.A
bahwasanya ia mendengar Rasullah SAW, bersabda : ”
Sesungguhnya Habbatus Sauda’ ini merupakan obat bagi
setiap penyakit, kecuali saam. Aku bertanya, “Apakah saam
itu?”. Beliau menjawab, “Kematian.”
penyembuhannya ada didalam Habbatus Sauda.”
Habatussauda merupakan tanaman semak belukar yang
tumbuh liar pada setiap musim di beberapa kawasan seperti
di utara Afrika, Asia dan Jazirah Arab.Nama ilmiahnya
adalah Nigella sativa. Berbatang pendek, tingginya 50 cm.
Tanaman ini masih satu famili dengan Adas (Foeniculum
capillaceum) dan Anise (Pimpinella anisum), sehingga
terkadang dikira salah satu jenis tumbuhan adas. Buahnya
berbentuk mirip kapsul, yang di dalamnya terdapat benih
berwarna putih dengan bentuk segi empat. Warnanya cepat
sekali berubah menjadi hitam jika terkena udara (Sulaiman,
2008).
protein nabati, juga asam lemak tak jenuh. Habbatussauda
juga mengandung asam lemak esensial yang penting bagi
kesehatan kulit, rambut, selaput lendir, pengendalian tekanan
33
bahan-bahan alami tersebut, habatussausa juga mengandung
nigellon, yang termasuk dalam kategori zat anti-oksidan
alami, seperti vitamin C dan A. Habatussauda juga
mengandung glutathion yang memiliki peran fundamental
dalam melindungi tubuh dari ancaman radikal bebas.
Sejumlah hasil penelitian yang dipublikasikan baru-baru ini
menyatakan bahwa fungsi protektif Nigellon mampu
melindungi tubuh dari berbagai bahaya zat-zat asing
(Sulaiman, 2008).
dan gula darah. Di Maroko, para peneliti melakukan
penelitian tentang efek minyak habbatus sauda’ terhadap
kadar kolesterol dan gula dalam darah tikus percobaan.
Tikus-tikus itu diberi 1 mg/kg minyak statis habbatus sauda’
selama 12 minggu. Pada akhir penelitian, kadar kolesterol
turun 15%, lemak trigliserida turun 22 %, gula darah turun
16,5% serta kadar hemoglobin naik 17,5%. Ini
mengindikasikan bahwa minyak habbtus sauda’ efektif
menurunkan kadar kolesterol dan gula darah pada manusia.
Para peneliti dari Universitas Al-Azhar melakukan
penelitian tentang pengaruh thymoquinone (zat aktif pada
habbatus sauda’) terhadap gagal ginjal yang sengaja
ditimbulkan pada tikus-tikus percobaan melalui zat
34
albumin dari urin, dan ia benar-benar berkhasiat mencegah
oksidasi serta memperlambat faktor-faktor negatif yang
berpengaruh terhadap ginjal. Ini mengindikasikan bahwa
thymoquinone bisa memiliki peran untuk mencegah
terjadinya gagal ginjal.
kajian yang dipublikasikan di jurnal J.Ethno Pharmacol
(2001) bahwa habbatus sauda’ berkhasiat sebagai obat
analgesik dan anti-artritis. Para peneliti menemukan bahwa
ekstrak habbatus sauda’ menekan produksi nitric oxide,
dimana hal itu bisa menafsirkan pengaruh habbatus sauda’
dalam meringankan infeksi sendi.
2. Terapi Non Farmakologi
agar terhindar dari penyakit asam urat sebaiknya lakukanlah
upaya
pencegahan sebagai berikut:
Mencegah penyakit asam urat dapat dilakukan dengan
mengatur pola makan yang seimbang. Pengaturan pola makan
dapat dilakukan untuk mengobati penyakit asam urat. Penyakit
asam urat dapat diakibatkan oleh pola makan. Terapi diet
dapat
dilakukan apabila kadar asam urat sudah mulai tinggi, bahkan
35
mengatur asupan makanan yang dikonsumsi sesuai dengan
anjuran (makanan yang mengandung purin rendah) dan
menghindari atau membatasi makanan-makanan yang
mengandung purin tinggi (jeroan, kacang-kacangan , melinjo,
sarden, sayur-sayuran hijau seperti kangkung, bayam dan
makanan yang mengandung lemak seperti santan (Krisnatuti,
2010).
urat:
karbohidrat. Makanan yang mengandung karbohidrat
kompleks seperti beras merah, sereal atau oat, roti dan
gandum. Sayur-sayuran segar seperti jagung manis, labu
siam, wortel, seledri, paprika merah, mentimun dan sawi
putih. Buah-buahan seperti sirsak, mangga, pepaya,
semangka, melon, pisang, jeruk, tomat, nanas, apel dan
jambu biji.
Makanan yang mengandung purin yang tinggi harus
dibatasi asupannya oleh penderita gout. Berikut adalah
golongan makanan yang mengandung purin menurut
Herliana (2013).
harus dihindari karena mengandung purin tinggi, yaitu
sekitar 150mg-1000mg purin per100gr bahan makanan.
Contohnya: udang, cumi, kepitig, remis, ikan sarden,
makarel, hati, usus, ampela, limpa, babat, jantung dan
paru, abon, dendeng, makanan kalengan, tape dan
brem.
sedang sekitar 50mg-150mg per 100gr bahan makanan.
Contohnya : ikan tongkol, ikan tenggiri, gurame,
bandeng, bawal, kedelai, kacang hijau, kacang tanah,
kacang merah, tempe, tahu, oncom, brokoli, asparagus,
kacang polong, buncis, kol, daun singkong dan daun
pepaya.
berbagai macam sistem di dalam tubuh. Air terbaik yang
dibutuhkan tubuh berupa air putih tanpa dicampur dengan
zat apapun. Air putih memiliki daya larut paling tinggi. Air
putih dapat melarutkan semua zat yang larut di dalam cairan
termasuk purin. Asam urat yang terlarut dalam air akan
37
Herliana (2013).
tubuh tidak mengalami kekurangan cairan. Jika tubuh
kekurangan air, ekskresi asam urat dapat terhambat
sehingga akan memicu peningkatan asam urat. Salah satu
indikator yang menunjukkan bahwa tubuh kekurangan air
dapat diamati dari warna urin, urin yang berwarna kuning
pekat menunjukkan tubuh kekurangan air. Tubuh
membutuhkan air dalam jumlah tertentu, beberapa ahli
menganjurkan agar mengkonsumsi air putih sebanyak 8-10
gelas perhari, akan tetapi setiap orang memiliki kebutuhan
air yang berbeda. Hal ini ditentukan oleh beberapa faktor
yang mempengaruhi diantaranya yaitu kondisi iklim, cuaca
dan aktivitas fisik. Meningkatkan intake cairan (air putih
yang cukup) (Herliana, 2013).
Pada saat tidur akan terjadi penguraian asam laktat di dalam
tubuh. Bila seseorang melakukan tidur dengan cukup maka
penguraian asam laktat akan sempurna, tapi bila tidur nya
kurang maka asam laktat belum sempurna penguraiannya
sehingga terjadi penumpukan asam laktat di dalam tubuh
(Sagiran, 2012).
d. Olahraga
penyakit asam urat. Bagi penderita asam urat relaksasi saraf
yang terjadi saat olahraga dapat bermanfaat untuk mengatasi
nyeri akibat asam urat, memperbaiki kondisi kekuatan dan
kelenturan sendi serta memperkecil risiko terjadinya
kerusakan sendi akibat radang sendi (Sustrani dkk, 2004).
Olahraga yang dilakukan secara rutin akan memperlancar
sirkulasi darah dan mengatasi penyumbatan pada pembuluh
darah. Kondisi ini akan berpengaruh positif bagi tubuh,
karena dengan berolahraga pikiranpun akan menjadi rileks
sehingga stres dapat dikurangi dan dikendalikan serta sistem
metabolisme akan berjalan lancar sehingga proses distribusi
dan penyerapan nutrisi dalam tubuh menjadi lebih efektif
dan efisien. Sistem metabolisme yang berjalan lancar akan
mengurangi resiko menumpuknya asam urat di dalam tubuh
(Sustrani dkk, 2004)
rangsangan kepada semua sistem tubuh sehingga dapat
mempertahankan tubuh tetap dalam keadaan sehat. Olahraga
yang baik adalah olahraga yang dilakukan secara teratur
dengan memperhatikan kemampuan tubuh dan sesuai
dengan takaran berolahraga (Adiputra, 2008).
e. Menghindari alkohol
urat tidak dapat dianggap remeh. Beberapa hasil penelitian
menyatakan bahwa mengkonsumsi alkohol dapat
menyebabkan kenaikan kadar asam urat. Kadar alkohol
yang tinggi di dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan
beberap fungsi organ didalam tubuh, seperti mengurangi
fungsi jantung untuk mengedarkan darah keseluruh tubuh
dan menggangu fungsi ginjal dalam mengekskresikan asam
urat (Herliana, 2013).
Berikut ini adalah penjelasan mengenai pengukuran kadar asam
urat
darah responden menggunakan alat Easy Touch:
1. Peralatan yang digunakan dalam pengukuran kadar asam urat
darah:
a. Kapas Alkohol
b. Lanset dan jarum lanset steril
c. 1 set alat pengukur kadar asam urat darah merk Easy Touch
yang sudah dikalibrasi.
a. Alat pengukur kadar asam urat disiapkan, dengan memasang
stik pengukur kadar asam urat pada alat.
40
menggunakan kapas alkohol.
hingga mengeluarkan cukup darah.
d. Darah yang keluar ditempelkan pada ujung stik yang sudah
dipasang pada alat hingga meresap ke dalam stik.
e. Alat akan mendeteksi kadar asam urat dalam 20 detik
f. Catat angka yang ditampilkan di layar alat pengukur.
2.2. Perawatan standar Pos Binaan Terpadu
Pos Binaan Terpaduadalah suatu wadah upaya kesehatan kepada
lansia
di masyarakat, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan
oleh
masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat lintas sektor
pemerintah
dan non pemerintah yang memiliki tujuan pelayanan kesehatan dalam
upaya
promotif preventif, disamping pelayanan kesehatan Pos Binaan
Terpadu juga
dapat pelayanan sosial, pendidikan, agama, keterampilan, seni dan
olahraga
(Komnaslansia, 2010). Bentuk pelayanan lansia di Pos Binaan Terpadu
yaitu,
pemeriksaan aktifitas kegiatan sehari-hari, pemeriksaan status
gizi
(penimbangan berat badan dan diet) serta pemeriksaan status
mental,
pengukuran tekanan darah dan denyut nadi, pemeriksaan
hemoglobin,
penyuluhan, pemeriksaan laboratorium, dan kunjungan kader
kerumah
(Depkes, 2006).
yang sering digunakan dalam teknik pengamatan waktu dan
gerakan
serta produktivitas kerja. Teknik ini meminimalkan kelelahan
sehingga
diperoleh tingkat produktivitas yang tinggi dan manusiawi.
Gerakan
ergonomis merupakan gerakan yang mengoptimalkan posisi tubuh
pada
meja kerja dengan tujuan meniadakan atau meminimalkan
kelelahan
posisi tulang belakang, posisi penglihatan (jarak dan
pencahayaan),
posisi jangkauan (berdiri dan duduk), kebersamaan tangan kanan
dan
kiri, posisi benda kerja, sehingga diperoleh kenyamanan dan
produktivitas yang tinggi.
saraf dan aliran darah. Senam ergonomis juga memaksimalkan
suplai
oksigen ke otak, membuka sistem kecerdasan, sistem keringat,
sistem
pemanas tubuh, sistem pembakaran (asam urat, kolesterol, gula
darah,
asam laktat, kristal oxalate), sistem konversi karbohidrat,
sistem
pembuatan elektrolit dalam darah, sistem kesegaran tubuh dan
sistem
kekebalan tubuh dari energi negatif/virus, sistem pembuangan
energi
negatif dari dalam tubuh. Gerakan yang terkandung dalam senam
ergonomis merupakan gerakan yang sangat efektif, efisien, dan
logis
karena rangkaian gerakannya merupakan rangkaian gerakan sholat
yang
dilakukan manusia sejak dulu sampai saat ini (Sagiran. 2012).
Senam ergonomis merupakan senam yang dapat langsung
membuka, membersihkan, dan mengaktifkan seluruh sistem-sistem
42
43
44
45
kira separuh napas.
2) Pada posisi terakhir ini napas ditahan di dada, sampai
sekuatnya. Napas dibuang saat kembali ke posisi
berdiri, segera ambil napas baru 3-4 kali sebelum
melanjutkan gerakan.
selesai dalam 4 menit.
Gerakan ini juga akan mempermudah untuk persalinan bagi
ibu-ibu hamil yang melakukan nya secara rutin, juga dapat
membantu menyembuhkan berbagai macam penyakit yang
menyerang tulang belakang yang meliputi rua tulang
punggung, ruas tulang leher, ruas tulang pinggang dan
tulang tungging. Bagi yang terkena sinusitis dan asma
sesudah melakukan gerakan ini bisa langsung dirasakan
manfaatnya.
46
47
2) Napas dibuang saat kembali ke posisi duduk. Segera ambil
napas baru 3-4 kali sebelum melanjutkan gerakan.
c. Frekuensi : gerakan ini dilakukan 5 kali. Umumnya 1 kali
gerakan selesai dalam 35 detik ditambah 10 detik untuk napas
jeda. Keseluruhan 5 kali gerakan akan selesai dalam 4 menit.
d. Manfaat : gerakan ini untuk meningkatkan daya tahan tubuh
dan meningkatkan keperkasaan. Sujud dengan posisi jari-jari
ditekuk.
1) Gerakan sujud ini akan membuat otot dada dan sela iga
menjadi kuat, sehingga rongga dada menjadi lebih besar
dan paru-paru akan berkembang dengan baik dan dapat
menghirup oksigen lebih banyak.
otot perut berkembang dan mencegah kegomyoran di
bagian tengah. Menambah aliran darah kebagian atas
tubuh, terutama kepala, mata, telinga,hidung serta paru-
paru. Memungkinkan toksin-toksin dibersihkan oleh
darah, bermanfaat mempertahankan posisi benar pada
janin (bagi ibu hamil), mengontrol tekanan darah tinggi
serta menambah elastisitas tulang itu sendiri.
3) Sujud dengan posisi duduk perkasa jari-jari kaki ditekuk
akan membantu yang menderita migran, vertigo, pusing,
mual dan lain-lain. Saat jari-jari ditekuk seluruh tombol
kesehatan aktif membuang sampah biolistrik, bagi yang
48
49
kembali ke posisi duduk pembakaran.
b. Pernapasan: sesaat sebelum memulia gerakan akan sujud,
ambil napas dalam-dalam. Saat mulai membungkukkan badan,
buang napas sedikit-sedikit, hingga saat dagu hampir
menyentuh lantai kita masih menyimpan kira-kira separuh
napas. Pada posisi terakhir ini napas di tahan di dada
sekuatnya. Napas dibuang saat kembali ke posisi duduk.
Segera ambil napas baru 3-4 kali sebelum menlajutkan
gerakan.
c. Frekuensi : Gerakan kelima ini dilakukan 5 kali. Umumnya 1
kali gerakan selesai dalam 35 detik ditambah 10 detik untuk
nafas jeda. Keseluruhan 5 kali gerakan akan selesai dalam 4
menit.
memperkuat ginjal, sujud dengan posisi duduk pembakaran
atau dengan alas punggung kaki akan membakar lemak dan
racun dalam tubuh. Saat duduk pembakaran tombol pembakran
di punggung kaki diaktifkan. Bagi yang menderita asam urat,
50
51
kebawah menempel badan.
3) Pada saat itu tangan memegang betis, tarik seperti mau
bangun dengan rileks, kepala bisa didongakkan dan
digerak-gerakan kekanan-kiri.
karena gerakan ini relaksasi terakhir, sekaligus
memaksimalkan kelenturan tubuh.
ayunan tangan keatas, samping maupun bawah. Sekali lagi,
jangan terlalu memaksakan diri, baik rebahnya maupun
bangunnya.
dengan posisi kaki dilipat, lengan di atas kepala dan
bertumpu
pada punggung atas.
apabila dapat dilakukan dengan sempurna maka manfaat
yang diperoleh sangat banyak, antara lain melapangkan
dada, sehingga bagi yang menderita asma akan merasa lega,
melenturkan tulang punggung sehingga seluruh saraf akan
52
cepat.
dalam gerakan ini juga memperkuat otot pinggang bagian
bawah. Bahkan dalam senam rutin, gerakan ini harus
menjadi puncak relaksasi tubuh kita dari keseluruhan
ketegangan fisik dan mental.
berangkai sebagai latihan senam rutin setiap hari, atau
sekurang-kurangnya 2-3
kali seminggu. Masing-masing gerakan juga dapat dilakukan secara
terpisah,
disela-sela kegiatan atau bekerja sehari-hari.
2.5. PenelitianTerkait Senam Ergonomis dan Gout
1. Senam ergonomik dilakukan pada beberapa penelitian yaitu,
pengaruh
terapi aktivitas senam ergonomik terhadap kualitas tidur pada
lansia di
Posyandu Lansia Harapan I dan II Kelurahan Pabuaran telah
dilaksanakan
selama 31 hari. Responden kelompok perlakuan dalam penelitian
ini
awalnya berjumlah 47 responden, namun ada 5 responden dalam
penelitian
ini tidak kooperatif sehingga 5 responden tersebut di dropped
out.
sehingga jumlah responden kelompok perlakuan dalam penelitian
ini
sebanyak 42 responden dan responden kelompok kontrol berjumlah
42
responden. Senam ergonomis diberikan selama 20 menit sebanyak 4
kali
53
kualitas tidur lansia (Rahmawati, 2013).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nafifah, H. Kurniawati, I.
Rusmariana, A.
Wirotomo, T. S. (2013). Salah satu perawatan nyeri pada penderita
gout
adalah senam. Senam 10 menit adalah senam yang dilakukan dalam
durasi
waktu 10 menit, dengan beban senam ringan sampai sedang. Penelitian
ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam 10 menit terhadap skala
nyeri
pada penderita gout di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggot Kota
Pekalongan. Jenis yang digunakan pada penelitian ini
adalahQuasi
Eksperimen Design dengan pendekatanOne Group Pretest-Postest.
Pengambilan sampel menggunakan purposive sampling dengan
jumlah
sampel sebanyak 15 responden. Hasil penelitian ini menunjukkan
ada
pengaruh senam 10menit terhadap penurunan skala nyeri pada
penderita
gout di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan.
Dibuktikan
dengan penurunan nilai rata –rata sebesar 2,27. Berdasarkan uji
statistik
Wilcoxon Signed-rank test didapatkan p value0,00 < α (0,05) dan
hasil
nilai Z didapatkan -3,578 < α/2 (0,025), maka H ditolak. Senam
10 menit
digunakan bagi perawat sebagai tindakan non farmakologis,
serta
dijadikan perawatan mandiri bagi responden untuk mengurangi
nyeri.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Sani, A. Winarsih (2013), kompres
hangat
dan kompres dingin dapat dijadikan tindakan nonfarmakologis
untuk
menangani nyeri. Teknik ini mendistraksi klien dan
memfokuskan
perhatian pada stimulustaktil, jauh dari sensasi yang menyakitkan
sehingga
mengurangi persepsi nyeri. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui
54
nyeri pada klien gout di Wilayah KerjaPuskesmas Batang III
Kabupaten
Batang. Penelitian ini menggunakan quasy eksperiment design
dengan
pendekatan two group pre test-post test design. Sampel dalam
penelitian
ini berjumlah 40 responden yang dibagi kedalam dua kelompok
intervensi.
Kelompok pertama dilakukan pemberian intervensi kompres
hangat
sedangkan kelompok kedua dilakukan pemberian intervensi
kompres
dingin. Penelitian ini menggunakan analisis statistik ujiT-Test
Independent
dengan α 0,05. Hasil penelitian didapatkan nilai ρ value 0,000
sehingga
Hditolak. Hal ini ini menunjukkan ada perbedaan efektifitas
kompres
hangat dan kompres dingin terhadap skala nyeri pada klien gout
di
Wilayah Kerja Puskesmas Batang III Kabupaten Batang. Saran
peneliti,
kompres hangat dan kompres dingin dapat dijadikan sebagai
tindakan
mandiri keperawatan nonfarmakologis untuk menurunkan nyeri pada
klien
gout, tetapi berdasarkan hasil penelitian kompres hangat lebih
efektif
untuk menurunkan nyeri pada klien gout.
4. Pengaruh senam bugar lanjut usia (lansia) terhadap kadar asam
urat
penderita hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh
senam bugar lansia terhadap kadar asam urat penderita
hipertensi.
Penelitian bersifat eksperimental lapangan dengan rancangan one
group
pre-post test yang dilakukan pada 30 penderita hipertensi di BPLU
Senja
Cerah. Dilakukan senam bugar lansia 3 kali seminggu dengan lama
latihan
selama 3 minggu. Kadar asam urat sebelum dan sesudah senam
diukur,
dan dianalisa. Hasil yang didapat, terjadi penurunan bermakna kadar
asam
55
urat antara sebelum dan sesudah senam bugar lansia dengan selisih
rata-
rata sebesar 1,56 mg/dl. Nilai confidence interval, yaitu 0,84
untuk lower
dan 2,28 untuk upper. Nilai signifikasi (p) dari hasil uji
statistik yaitu 0,00
lebih kecil dari nilai alpha (α = 0,05). Penelitian ini membuktikan
adanya
pengaruh yang signifikan senam bugar lansia terhadap kadar asam
urat
penderita hipertensi.
bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam ergonomis terhadap
perubahan tekanan darah pada klien hipertensi di Kelurahan Bendan
Kota
Pekalongan. Penelitian ini menggunakan desain pra eksperimental
dengan
metode one-group pretest-posttest design. Teknik pengambilan
sampel
menggunakan sampling jenuh. Uji statistik yang digunakan yaitu
uji
Wilcoxon dengan α value 5%. Hasil penelitian ini menunjukkan
ada
pengaruh yang signifikan senam ergonomis terhadap perubahan
tekanan
darah pada klien hipertensi di Kelurahan Bendan Kota
Pekalongan
berdasarkan uji statistik dengan ρ value tekanan darah sistolik
yaitu 0,002
dan ρ value tekanan darah diastolik 0,009. Rekomendasi kepada
petugas
kesehatan, senam ergonomis perlu dijadikan sebagai terapi
alternatif
nonfarmakologis untuk menurunkan tekanan darah pada klien
hipertensi
(Anugrah,2010).
6. Penelitian yang dilakukan oleh Fajarina pada tahun 2011,
mengenai
analisis pola konsumsi dan pola aktivitas fisik dengan kadar asam
urat
pada lansia wanita peserta pemberdayaan lansia di Bogor, didapati
rata-
56
rata konsumsi purin perhari pada kelompok dengan kandungan asam
urat
yang tinggi lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata
konsumsi
kelompok dengan kandungan asam urat normal, namun tidak
diperoleh
hubungan yang nyata (p > 0,05) antara konsumsi purin dengan
kadar asam
urat dalam darah.
7. Penelitian dari Bosco dkk pada tahun 1970, yang meneliti kadar
asam urat
pada mahasiswa laki-laki yang sehat sebelum dan sesudah
diberikan
latihan fisik selama 8 minggu, membaginya ke dalam kelompok
atletik,
kelompok pelatihan dan kelompok kontrol. Ditemukan bahwa latihan
fisik
kronis menurunkan kadar asam urat 0,3-3,2 mg / 100 ml dalam 80%
dari
sampel kelompok atletik dan pelatihan
8. Penelitian yang dilakukan oleh Anugrah (2010) dengan judul “
pengaruh
senam ergonomis terhadap tekanan darah (Hipertensi) pada penderita
DM tipe
2. Penelitian ini menggunakan metode cohort eksperimental dengan
rancangan
penelitian yang digunakan adalah randomized control group pre-test
and post-
test design, menggunakan uji statistik independent T-test. Hasil
penelitian
didapatkan pemberian senam ergonomis dapat berpengaruh terhadap
penurunan
tekanan darah sistolik, sedangkan pada tekanan darah diastolik
hanya
berpengaruh secara klinis.
Herliana (2013),Krisnaturi (2010), Sari (2010), Setiyohadi (2006),
dan
Sagiran (2012).
darah (Weaver,2010), (Price, 2006)
kristal oxalate)
Sagiran (2012).
3.1. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan
antara
konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin
diteliti.
Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan atau menjelaskan
secara
panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas (Setiadi,
2007).
1. Variabel Independen adalah senam ergonomis
2. Variabel Dependen adalah kadar asam urat
3. Variabel confounding adalah usia dan jenis kelamin.
Bagan 3.1 Kerangka konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Variabel confounding usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh
(obesitas)
apakah senam ergonomis berpengaruh terhadap kadar asam urat
lansia.
Variabel-variabel yang hanya berhubungan dengan variabel kadar asam
urat
akan dilakukan proses kontrol dengan tujuan untuk meminimalisir
pengaruh
variabel tersebut terhadap pengukuran kadar asam urat setelah
dilakukan
intervensi senam ergonomis selama penelitian berlangsung. Metode
kontrolnya
meliputi retriksi dan matching (Dahlan,2010) yaitu :
1. Variabel obat-obatan akan di kontrol dengan menggunakan
metode
retriksi. Metode ini digunakan karena tidak semua lansia memiliki
obesitas
dan meminum obat-obatan (medis) penurun kadar asam urat dalam
darah
sehingga lansia yang memiliki variabel tersebut tidak dimasukkan
sebagai
responden. Proses retriksi lebih dijelaskan pada kriteria inklusi
dan
eksklusi.
2. Variabel pola makan dan latihan fisik akan di kontrol
dengan
menggunakan metode matching. Seluruh subjek penelitian di Pos
Binaan
Terpadu dimana semua aktivitas, pola makan diatur oleh
peneliti
menggunakan food recall frequency selama sebulan sehingga
setiap
aktivitas, kegiatan dan pola makan responden telah disamakan.
60
yang telah dirumuskan (Setiadi, 2007).
Hipotesis pada penelitian ini adalah ada pengaruh senam
ergonomis
terhadap kadar asam urat pada lansia dengan gout di Pos Binaan
Terpadu
Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.
bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur suatu
variabel,
sehingga definisi operasional ini merupakan suatu informasi ilmiah
yang akan
membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama
(Setiadi,
2007).
Independen
Senam
Ergonomis
experimental pre test and post test nonequivalent control group
design.
Quasi-experimental merupakan desain penelitian yang tidak
melakukan
randomisasi pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan
(LoBiondo-Wood, & Haber, 2010). Desain penelitian dapat dilihat
pada
bagan 4.1 dibawah ini:
Bagan 4.1 Desain Penelitian quasi-experimental pre test and post
test
nonequivalent control group design.
R1:O1 X1 O2
X2 R2:O1 O2
(Setiadi 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia
yang
mengalami gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat
Timur.
4.2.2. Sampel
dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2007). Pengambilan
sampel
dalam penelitian ini menggunakan metode total sampling, yaitu
teknik
penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi
sebagai
responden atau sampel (Sugiyono, 2009). Berdasarkan data populasi
lansia
yang menderita gout di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan maka
yang
akan dijadikan sampel penelitian sebanyak masing-masing 20
responden
kelompok perlakuan dan 35 responden untuk kelompok kontrol.
Pada penelitian quasy experiment yang dibagi menjadi kelompok
intervensi dan kelompok kontrol, mempunyai ketentuan syarat
sampel
homogen pada kedua kelompok, sehingga diperlukan kriteria
sampel
(Darma, 2011). Kriteria sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
sebagai berikut:
b. Bersedia menjadi responden
c. Memiliki kadar asam urat > 6,0 mg/dl untuk wanita dan >
7,0
mg/dl untuk pria.
secara penuh.
b. lansia yang mengkonsumsi obat medis, penurun kadar asam
urat
dalam darah seperti NSAID, anti hipertensi, diuretik.
c. Memiliki penyakit penyerta lainnya (DM, Hipertensi,
Ginjal)
d. Memiliki kelemahan fisik (cidera)
Agar hasil penelitian tidak bias, peneliti juga melakukan
proses
matching yang bertujuan untuk mengurangi variabel confounding
baik
antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol maupun antar
sesama
responden. Proses matching antar sesama respoden sudah
dilakukan
semenjak melakukan kontrak sampai pada tahap lebih lanjut. Latihan
fisik,
di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan memiliki jadwal olahraga
yang
sama diberlakukan bagi warga (senam bugar), kecuali pada lansia
yang
mengalami cidera. Asupan makanan dan kalori, setiap responden
diberikan
food recall frequency (pola makan meliputi jumlah , jenis dan
waktu) yang
sama.
Penelitian ini dilakukan di Pos Binaan Terpadu Peruri
(kelompok
intervensi) dan Pos Binaan Terpadu Wijaya Kusuma (kelompok
kontrol)
Kelurahan Pisangan Ciputat Timur, dilakukan pada minggu ke empat
di
bulan Mei sampai bulan Juni 2014. Kontrak waktu penelitian dengan
kader
masing-masing Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat
Timur
dilakukan pada tanggal 26 Mei 2014. Pelatihan senam ergonomis
dilakukan
66
pada minggu ke-4 tanggal 27 Mei 2014, kemudian dilakukan pretest
awal
dan intervensi dilakukan pada hari kedua sampai keenam tiap
minggunya
Pengukuran kadar asam urat awal (pre-test) dilakukan pada hari
pertama
tiap minggunya, yaitu minggu ke-1 pada tanggal 2 Juni 2014.
Pengukuran
kembali kadar asam urat (post-test) minggu ke-2 pada tanggal 9 Juni
2014,
minggu ke-3 pada tanggal 16 Juni, dan minggu ke-4 pada tanggal 23
Juni
2014.
jenis kelamin), pola makan dan riwayat kesehatan (keluhan kesehatan
saat
ini, obat-obatan yang rutin dikonsumsi), lembar observasi
(pelaksanaan
senam dan hasil pengukuran kadar asam urat), lembar food recall
frequency
dan alat check kadar asam urat.
Lembar observasi senam digunakan untuk mengobservasi latihan
senam yang dilakukan oleh responden, sedangkan lembar observasi
kadar
asam urat yang digunakan untuk mencatat pemeriksaan kadar asam
urat
responden, dan untuk mengukur kadar asam urat menggunakan alat
check
uric acid, sebelumnya alat check uric acid sudah dilakukan
kalibrasi.
4.5. Prosedur Pengumpulan data
selanjutnya melakukan prosedur administratif dan prosedur
tekhnis.
Pengumpulan data yang akan dilakukan pada penelitian ini
terdapat
beberapa tahap, yaitu :
mengajukan surat permohonan penelitian dari dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk diajukan pada Ketua Pos
Binaan Terpadu Peruri dan Pos Binaan Terpadu Wijaya Kusuma
Kelurahan Pisangan, untuk mendapatkan persetujuan penelitian.
b. Mendapatkan izin dari Kepala Dinas Kesehatan Tangerang
Selatan,
selanjutnya peneliti meneruskan surat tersebut kepada Kepala
Puskesmas dan Ketua Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan
Ciputat Timur.
Terpadu Peruri dan Pos Binaan Terpadu Wijaya Kusuma
Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.
terlebih dahulu yang dilakukan oleh pelatih master senam
ergonomis, yaitu bapak Madyo Wratsongko. Kegiatan ini
dilakukan pada hari pertama tanggal 2 Juni 2014 setelah
proses
pengukuran kadar asam urat responden.
b. Peneliti melakukan penelitian pada Pos Binaan Terpadu
Peruri
sebagai kelompok intervensi dan Pos Binaan Terpadu Wijaya
Kusuma sebagai kelompok kontrol.
kedua Pos Binaan Terpadu. Peneliti juga meminta kerjasama
dari
kader-kader Pos Binaan Terpadu selama penelitian berlangsung
dan memberikan penjelasan mengenai hal-hal yang berkaitan
dengan penelitian, serta meminta izin disediakan ruangan
untuk
pelaksanaan senam ergonomis pada kelompok intervensi.
d. Pada kelompok perlakuan senam ergonomis :
1. Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat dan prosedur
penelitian
serta meminta persetujuan dari responden untuk berpartisipasi
dalam penelitian.
calon responden menyatakan bersedia untuk mengikuti
prosedur penelitian, maka responden diminta untuk
menandatangani lembar informed consent yang telah disiapkan
peneliti (lampiran). Setelah mengisi lembar informed consent,
kemudian responden diminta untuk mengisi data demografi
meliputi nama, usia dan jenis kelamin.
3. Peneliti melakukan pemeriksaan kadar asam urat (pre-test)
pertama kali pada tanggal 2 Juni 2014, selanjutnya akan
dilihat
pemantauannya setiap minggunya (pada hari senin) atau
setelah dilakukan intervensi selama 6 hari. Hasil pemeriksaan
kadar asam urat tersebut dicatat pada lembar observasi kadar
asam urat (lampiran).
ergonomis.
dan lama waktu yang dibutuhkan (30 menit) untuk melakukan
senam ergonomis yang akan dijalani responden selama 4
minggu. Pada hari kedua sampai hari ketujuh dilakukan
pelatihan senam ergonomis yang akan diobservasi oleh
peneliti. Hasil observasi didokumentasikan pada lembar
observasi senam ergonomis (lampiran).
meliputi jenis, jumlah dan waktu) yang sama pada setiap
responden selama penelitian
kembali (post-test) pada tanggal 23 juni 2014 setelah
dilakukan
intervensi selama 4 minggu dan pemantauan kadar asam urat
tiap minggunya. Hasilnya di catat pada lembar observasi kadar
asam urat.
dilakukan kalibrasi.
dianalisis.
responden atas keterlibatannya dalam penelitian.
70
dikarenakan responden tidak kooperatif (mengikuti kegiatan
penelitian sampai selesai), responden di drop out pada minggu
ketiga penelitian dan awal minggu ke empat, sehingga jumlah
akhir responden pada kelompok perlakuan yaitu 20 orang.
e. Pada kelompok kontrol :
serta meminta persetujuan dari responden untuk berpartisipasi
dalam penelitian.
calon responden menyatakan bersedia untuk mengikuti
prosedur penelitian, maka responden diminta untuk
menandatangani lembar informed consent yang telah disiapkan
peneliti (lampiran). Setelah mengisi lembar informed consent,
kemudian responden diminta untuk mengisi data demografi
meliputi usia, jenis kelamin.
pertama kali pada tanggal 2 Juni 2014, selanjutnya akan
dilihat
pemantauannya setiap minggu (setiap hari senin). Hasil
pemeriksaan kadar asam urat tersebut dicatat pada lembar
observasi kadar asam urat (lampiran).
71
kembali (post-test) pada tanggal 23 juni 2014 setelah
dilakukan
intervensi selama 4 minggu dan pemantauan kadar asam urat
tiap minggunya. Hasilnya di catat pada lembar observasi kadar
asam urat.
mensimulasikan senam ergonomis kepada kelompok kontrol
sampai semua responden dapat melakukan sendiri dengan
benar dan peneliti juga membagikan pedoman senam
ergonomis untuk dilakukan sendiri oleh responden sehari-hari
(lampiran).
dianalisis.
responden atas keterlibatannya dalam penelitian.
4.7. Pengolahan Data
memperoleh suatu proses untuk memperoleh data atau data
ringkasan
berdasarkan suatu kelompok data mentah dengan menggunakan rumus
tertentu
sehingga menghasilkan informasi yang diperlukan (Setiadi, 2007).
Pengolahan
data dibagi menjadi 6 tahap, yaitu:
72
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada
tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul (Hidayat, 2008).
Kegiatan
editing meliputi pemeriksaan kelengkapan data, apakah jawaban atau
tulisan
bisa terbaca atau cukup jelas, apakah jawaban relevan dengan
pertanyaan dan
apakan pertanyaan dan jawaban konsisten (Notoatmodjo, 2007).
4.7.2. Coding
terhadap data yang berfungsi untuk mengurangi kesalahan atau
kekurangan
dari data. Peneliti memberikan kode pada setiap variabel agar
mempermudah
dalam proses tabulasi dan analisis data. Pada kelompok intervensi,
peneliti
memberikan kode A dan di ikuti nomor urut responden (A 1, 2, dst).
Pada
kelompok kontrol, peneliti memberi kode B dan di ikuti nomor
urut
responden (B 1, 2, dst). Pengkodean juga dilaksanakan pada setiap
item
pertanyaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan peneliti
untuk
mempermudah melakukan analisis.
4.7.3. Entry data
ke dalam master tabel data database computer, kemudian membuat
distribusi
frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel
kontigensi
(Hidayat, 2008).
adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya,
kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi kembali (Notoatmodjo,
2010).
4.7.5. Melakukan teknis analisis
menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan
yang
akan dianalisis (Hidayat, 2008).
4.8. Teknik Analisa Data
gambaran karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin,
Indeks
Massa Tubuh, variabel dependen dan independen. Hasil analisis dari
data
numerik menunjukkan nilai mean, median, standar deviasi sedangkan
data
kategorik menggunakan frekuensi dan proporsi masing-masing
(Notoatmodjo, 2010).
sudah dilakukan uji normalitas data dengan melihat histogram miring
ke
kanan, hasil dari skewness dan kurtosis dikatakan normal jika -2
s/d 2. Uji
beda untuk membuktikan adanya pengaruh senam ergonomis terhadap
kadar
asam urat pada lansia dengan gout. Uji beda dua mean dapat
dilakukan
74
dengan menggunakan uji T. Uji T digunakan untuk menguji beda mean
dua
kelompok independen. Penggunaan paired t-test untuk menguji beda
mean
dari dua hasil pengukuran pada kelompok yang sama (pre-post test)
Menilai
apakah terjadi perubahan yang signifikan (Darma, 2011). Hasil
analisis data
dikatakan bermakna ketika p<0,05 (Dahlan, 2008). sedangkan uji
regresi
linier digunakan untuk melihat berapa rata-rata selisih penurunan
kadar
asam urat responden. Menilai seberapa besar pengaruh
intervensinya.
4.9. Etika Penelitian
dalam menentukan dirinya, maka peneliti harus memahami hak dasar
manusia
(Hidayat, 2007). Penelitian ini menjunjung tinggi prinsip etika
penelitian yang
merupakan standar etika dalam melakukan penelitian
sebagaimana
dikemukakan oleh Polit dan Beck (2006) sebagai berikut:
4.9.1. Prinsip manfaat
memaksimalkan manfaat. Penelitian terhadap manusia diharapkan
dapat
memberikan manfaat untuk kepentingan manusia secara individu
atau
masyarakat secara keseluruhan. Prinsip ini meliputi hak untuk
mendapatkan
perlindungan dari kejahatan dan kegelisahan dan hak untuk
mendapatkan
perlindungan dari eksploitasi.
a. Hak untuk menentukan pilihan, yaitu hak untuk memutuskan
dengan
sukarela apakah ikut ambil bagian dalam suatu penelitian tanpa
risiko
75
mengungkapkan keberatan, dan menarik diri.
b. Hak mendapatkan data yang lengkap, yaitu menghormati
martabat
manusia meliputi hak-hak masyarakat untuk memberi informasi,
keputusan sukarela tentang keikutsertaan penelitian yang
memerlukan
ungkapan data lengkap.
4.9.3. Prinsip keadilan
dengan menghargai hak-hak memberikan perawatan secara adil dan
hak
untuk menjaga privasi manusia. Masalah etika yang harus
diperhatikan
dalam penelitian menurut Hidayat (2007) antara lain:
a. Menginformasikan informed consent.
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian yang dilakukan lalu
setelah
responden setuju kemudian responden mengisi dan
menandatangani
formulir yang disediakan.
Kerahasiaan responden dapat terjaga melalui ananomity, bagi
responden
yang tidak bersedia disebutkan namanya, peneliti tidak
mencantumkan
namanya pada lembar pengmpulan data, cukup dengan memberi
kode
tertentu. Semua informasi dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh
peneliti.
76
mean, median, standar deviasi dari variabel numerik. Data-data yang
dilakukan
analisis univariat dalam penelitian ini adalah: karakteristik
responden yang
terdiri dari umur, jenis kelamin, dan Indeks Massa Tubuh (IMT).
Adapun hasil
penelitian dijelaskan sebagai berikut :
1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia dan Indeks Massa Tubuh
(IMT)
Data karakteristik responden berdasarkan kelompok usia dan
Indeks Massa Tubuh (IMT) dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi responden berdasarkan usia dan
Indeks
Massa Tubuh (IMT) pada kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol
(n=55)
Mean
Rata-rata usia responden pada kelompok perlakuan adalah 52.15
tahun dengan standar deviasi sebesar 6.52 tahun. Usia termuda
adalah 45
tahun dan tertua adalah 67 tahun. Berdasarkan hasil estimasi
interval,
diketahui bahwa rata-rata usia responden penelitian berada pada
rentang
49.10 – 55.20 tahun. Rata-rata usia responden pada kelompok
kontrol
adalah 54.14 tahun dengan standar deviasi sebesar 6.45 tahun.
Usia
termuda adalah 45 tahun dan tertua adalah 68 tahun. Berdasarkan
hasil
estimasi interval, diketahui bahwa rata-rata usia responden
penelitian
berada pada rentang 51.93 – 56.36 tahun.
Rata-rata Indeks Massa Tubuh responden pada kelompok
perlakuan adalah 24.89 kg/m 2 dengan standar deviasi sebesar 3.52
kg/m
2 .
IMT terendah adalah 18.00 kg/m 2 dan tertinggi adalah 31.86
kg/m
2 .
responden penelitian berada pada rentang 23.25 – 26.55 kg/m 2 .
Rata-rata
IMT responden pada kelompok kontrol adalah 25.48 kg/m 2
dengan
standar deviasi sebesar 3.90 kg/m 2 . IMT terendah adalah 19.91
kg/m
2 dan
24.14 – 26.82kg/m 2 .
Berdasarkan penelitian diperoleh data tentang jenis kelamin
responden. Data karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin
dapat dilihat pada tabel 5.2
78
Kelompok
Dari hasil pengamatan terhadap 20 responden pada kelompok
perlakuan, 70.0% responden adalah perempuan dan 30.0% lainnya
adalah
laki-laki. Sedangkan dari hasil pengamatan terhadap 35 responden
pada
kelompok kontrol, 85.7% responden adalah perempuan dan 14.3%
lainnya adalah laki-laki. Secara keseluruhan 55 responden,
80.0%
responden berjenis kelamin perempuan sedangkan 20.0% lainnya
berjenis kelamin laki-laki.
untuk hubungan antra variabel bebas dan variabel terikat. Dalam
penelitian
ini uji yang digunakan adalah paired t-test yaitu untuk melihat
beda rata-
rata kadar asam urat responden selama empat minggu baik di
kelompok
kasus maupun control. Menilai apakah terjadi perubahan yang
signifikan.
Pada penelitian ini, analisis bivariat meliputi: perbedaan kadar
asam urat
lansia dengan gout sebelum dan sesudah diberikan perawatan standar
pada
kelompok kontrol di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan
Ciputat
79
Timur, perbedaan kadar asam urat lansia dengan gout sebelum
dan
sesudah melakukan senam ergonomis pada kelompok perlakuan di
Pos
Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur, perbedaan kadar
asam
urat lansia antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan pada
lansia
di Pos Binaan Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur, dan
dampak
senam ergonomis terhadap kadar asam urat lansia di Pos Binaan
Terpadu
Kelurahan Pisangan Ciputat Timur.
1. Perbedaan kadar asam urat lansia dengan gout sebelum dan
sesudah
diberikan perawatan standar pada kelompok kontrol di Pos
Binaan
Terpadu Kelurahan Pisangan Ciputat Timur
Perbedaan kadar asam urat lansia dengan gout sebelum dan
sesudah
diberikan perawatan standar pada kelompok kontrol terlihat pada
tabel
5.3 di bawah ini:
T-Test Berpasangan)
standar deviasi 1.70, sedangkan rata-rata kadar asam urat responden
di
minggu ke-2 pada kelompok kontrol adalah sebesar 6.46mg/dl
dengan
standar deviasi 1.97. Dari nilai P=0.0001 diketahui bahwa
terdapat
Variabel Mean SD Nilai P n
Kadar Asam Urat
Minggu ke-2 6.469 1.976
Minggu ke-3 5.917 1.675
Minggu ke-4 6.411 1.883
perbedaan yang signifikan antara rata-rata kadar asam urat
responden di
minggu ke-2 dengan di minggu ke-1 pada kelompok kontrol.
Rata-rata kadar asam urat responden di minggu ke-2 pada
kelompok kontrol adalah sebesar 6.46mg/dl dengan standar deviasi
1.97,
sedangkan rata-rata kadar asam urat responden