PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA LANSIA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DARUSSALAM MEDAN
TESIS
OLEH
GANDA SIGALINGGING 097032052/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
THE INFLUENCE OF THE ELDERLY FAMILY’S SOCIOECONOMIC AND SOCIOCULTURAL ON THE UTILIZATION OF INTEGRATED
HEALTH POST BY ELDERLY IN THE WORKING AREA OF DARUSSALAM HEALTH CENTRE MEDAN
THESIS
By
GANDA SIGALINGGING
097032052/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA LANSIA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DARUSSALAM MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
GANDA SIGALINGGING 097032052/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2011
Universitas Sumatera Utara
Judul Tesis : PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA LANSIA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DARUSSALAM MEDAN Nama Mahasiswa : Ganda Sigalingging Nomor Induk Mahasiswa : 097032052 Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing:
(Drs. Heru Santosa, M.S. Ph.D) (dr. Fauzi, S.K.M) Ketua Anggota Ketua Program Studi Dekan (Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Tanggal Lulus : 18 Agustus 2011
Universitas Sumatera Utara
Telah diuji Pada Tanggal : 18 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Drs. Heru Santosa. M.S, Ph.D Anggota : 1. dr. Fauzi. S.K.M 2. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si 3. dr. Heldy BZ. M.P.H
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN
PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA LANSIA TERHADAP PEMANFAATAN POSYANDU LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DARUSSALAM MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu program tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah di tulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2011
(Ganda Sigalingging) 097032052
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pemanfaatan posyandu lansia sejauh ini masih tergolong rendah, demikian halnya di wilayah kerja Puskesmas Darussalam Medan, masih 7,3% jauh dari target yang diharapkan 70%. Banyak faktor yang berpotensi memengaruhinya, di antaranya sosial budaya dan sosial ekonomi lansia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sosial budaya dan sosial ekonomi keluarga lansia terhadap pemanfaatan posyandu lansia di Puskesmas Darussalam Medan. Jenis penelitian yang digunakan adalah survey dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah keluarga yang memiliki lansia umur 60 tahun ke atas sebanyak 1489 orang, dengan jumlah sampel 137 orang yang diambil dengan teknik acak sistematis (systematic random sampling). Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Data diuji dengan menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sosial budaya yang berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia adalah kebiasaan, sedangkan pengetahuan, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia di Puskesmas Darusalam Medan. Disarankan kepada Puskesmas Darussalam Medan sebagai sarana pelayanan dasar yang berhadapan langsung dengan masyarakat agar dapat memfasilitasi serta mendukung kegiatan yang dilakukan di posyandu lansia dan menciptakan model pelayanan posyandu lansia yang disesuaikan dengan kebutuhan lansia di mana lansia berada. Kata Kunci: Pemanfaatan Pelayanan, Posyandu, Lansia
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Recently, the utilization of the elderly integrated health post is still low, as well as in Darussalam Health Centre Medan, still 7,3% which the expected target is 70%. There are many factors that influence this condition, such as social-culture and social economic of the elderly. The purpose of this survey study was to analyze the influence of the elderly family’s socioeconomic and socialcultural on the utilization of elderly integrated health post in the working area of Darussalam health centre Medan. This study adopted the survey with cross-sectional design. The population of this research were the families having the elderly of 60 or older than 60 years old. Total number of the elderly found were 1489 and 137 of them were selected through systematic random sampling technique to be the sample for this study. The data were collected by questionnaire, interviews, and by documentation. The data analyzed by using logistic regression tests. The result of study showed that the variable which had significant influence on the utilization of the elderly integrated health post in the working area of Darussalam Health Centre Medan was habit, whereas knowledge, education, occupation and income in this research did not influence on the utilization. The management of Darussalam Health Centre Medan as the primary health care which directly facing the community is suggested to facilitate and support the activities done by the elderly integrated health post and to create a model for the elderly integrated health post which is adjusted in accordance with the need of the elderly and where they live. Keywords: Utilization, Integrated Health Post, Elderly .
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat
dan kasihNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sampai
selesai. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Minat
Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Medan.
Selesainya tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu
pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan rasa terimakasih dan
penghargaan yang tidak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Prof Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan sekaligus penguji
yang telah banyak memberikan masukan dan saran kepada penulis untuk
kesempurnaan tesis ini.
4. Dr. Ir. Evawany Aritonang M.Si, selaku Sekretaris pada Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
Universitas Sumatera Utara
5. Drs. Heru Santosa, M.S, Ph.D selaku komisi pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan, arahan
serta dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini
6. dr. Fauzi. S.K.M, selaku anggota pembimbing yang telah banyak meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan, arahan serta
dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini
7. dr. Heldy BZ. M.P.H selaku anggota penguji yang telah banyak memberikan
masukan, kritik dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan tesis ini.
8. Prof. Dr. Binsar Panjaitan, M.Pd selaku Rektor Universitas Darma Agung
Medan, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara Medan.
9. Rosita Saragih. S.K.M. M.Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Darma Agung Medan yang telah memberikan kesempatan dan
dukungan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
10. Seluruh staf dosen dan staf pegawai di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Medan.
Universitas Sumatera Utara
11. Seluruh teman-teman dosen dan staf pegawai di Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Darma Agung Medan, yang telah memberikan dukungan kepada
penulis dalam penyelesaian tesis ini.
12. Seluruh teman-teman mahasiswa di Minat Studi Administrasi Kesehatan
Komunitas/ Epidemiologi yang memberikan dukungan di Program Studi S2
Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara Medan .
13. dr. Heryati Hasibuan Selaku Kepala Puskesmas Darusalam Medan serta
seluruh pegawai Puskesmas Darusalam Medan yang telah memberikan
dukungan dalam penulisan tesis ini
14. Buat kakanda Magdalena Ginting. S.K.M. M.Kes yang telah banyak
memberikan dukungan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.
15. Teristimewa kepada suamiku Rikardo Bakara. S.E, dan anakku Bona Gabe
Alfredo Oktofine Bakara yang telah banyak memberikan dukungan serta doa
yang tak henti-hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan masih jauh
dari kesempurnaan untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis mengucapkan
terimakasih semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, September 2011
Penulis
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Ganda Sigalingging, lahir tanggal 15 Pebruari 1970 di Siharbangan
Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara,
merupakan anak ke empat dari delapan bersaudara dari pasangan Ayahanda Angkup
Sigalingging dan Ibunda Tioma Silaban.
Pendidikan formal penulis, dimulai dari Pendidikan Sekolah Dasar di Sekolah
Inpres Sigumbang selesai pada tahun 1984, Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri Nagasaribu selesai pada tahun 1986, Sekolah Menengah Atas SMA Negeri
Siborong-borong selesai tahun 1989, Fakultas Ilmu Keperawatan Program DIII
Universitas Darma Agung Medan selesai tahun 1992, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Medan selesai tahun1999
Tahun 1992 bekerja sebagai tenaga perawat di RSU Herna Medan, tahun 1999
bekerja sebagai dosen tetap di Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Darma Agung
Medan sampai sekarang,
Tahun 2003 penulis menikah dengan Rikardo Bakara, S.E dan dikaruniai
seorang putra Bona Gabe Alfredo Bakara yang lahir tanggal 6 Oktober 2009.
Tahun 2009 penulis melanjutkan sekolah di Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan dengan Minat Studi
Administrasi Kesehatan Komunitas/ Epidemiologi dan lulus pada tahun 2011.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK i ABSTRACT ii KATA PENGANTAR iii RIWAYAT HIDUP vi DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL viii DAFTAR LAMPIRAN ix
BAB 1. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1 1.2 Permasalahan 8 1.3 Tujuan Penelitian 8 1.4 Hipotesis 9 1.5 Manfaat Penelitian 9
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 10
2.1. Posyandu Lansia 10 2.2. Pengertian Sosial Budaya 21 2.3. Sosial Ekonomi 33 2.4. Teori Menua 41 2.5. Landasan Teori 49 2.6. Kerangka Konsep 50
BAB 3. METODE PENELITIAN 51
3.1. Jenis Penelitian 51 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 51 3.3. Populasi dan Sampel 51 3.4. Metode dan Pengumpulan Data 53 3.5. Variabel dan Definisi Operasional 55 3.6. Metode Pengukuran 57 3.7. Metode Analisis Data 59
BAB 4. HASIL PENELITIAN 61
4.1. Gambaran Umum penelitian 61 4.2. Kegiatan Posyandu Lansia 62
Universitas Sumatera Utara
4.3. Analisis Univariat 63 4.4. Analisis multivariat 77
BAB 5. PEMBAHASAN 78
5.1. Pengaruh Sosial Budaya yang Mempengaruhi Pemanfaatan Posyandu Lansia di Puskesmas Darusalam Medan 78
5.2. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Puskesmas Darusalam Medan 78
5.3. Pengaruh Kebiasaan terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Puskesmas Darusalam Medan 80
5.4. Pengaruh Kepercayaan terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Puskesmas Darusalam Medan 83
5.5. Pengaruh Pendidikan terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Puskesmas Darusalam Medan 85
5.6. Pengaruh pekerjaan terhadap pemanfaatan posyandu Lansia di puskesmas darusalam medan 87 5.7. Pengaruh Penghasilan terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di puskesmas darusalam medan 88 5.8. Keterbatasan Penelitian .......................................................... 88
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 92
6.1. Kesimpulan 92 6.2. Saran 92
DAFTAR PUSTAKA 94
LAMPIRAN 98
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas...................................................................54 2. Variabel, Alat Ukur, Kategori Dan Skala Ukur .................................................57 3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Agama Di Wilayah Kerja
Puskesmas Darusalam Medan............................................................................64 4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suku di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan............................................................................64 5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...............................................65 6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...............................................66 7. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Indikator Kebiasaan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...................................................67 8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Kebiasaan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...................................................68 9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Kepercayaan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...............................................69 10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Kepercayaan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...............................................70 11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...............................................71 12. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...............................................71 13. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...................................................72
Universitas Sumatera Utara
14. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...............................................72
15. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Penghasilan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...............................................72 16. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Penghasilan di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...............................................73 17. Distribusi Frekuensi Responden Memanfaatkan dan Tidak Memanfaatkan
Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan...................73 18. Hubungan Sosial Budaya dan Sosial Ekonomi dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan...................76 19. Hasil Regresi Kebiasaan, Kepercayaan terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan ...................................77
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pemanfaatan posyandu lansia sejauh ini masih tergolong rendah, demikian halnya di wilayah kerja Puskesmas Darussalam Medan, masih 7,3% jauh dari target yang diharapkan 70%. Banyak faktor yang berpotensi memengaruhinya, di antaranya sosial budaya dan sosial ekonomi lansia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh sosial budaya dan sosial ekonomi keluarga lansia terhadap pemanfaatan posyandu lansia di Puskesmas Darussalam Medan. Jenis penelitian yang digunakan adalah survey dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah keluarga yang memiliki lansia umur 60 tahun ke atas sebanyak 1489 orang, dengan jumlah sampel 137 orang yang diambil dengan teknik acak sistematis (systematic random sampling). Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Data diuji dengan menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel sosial budaya yang berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia adalah kebiasaan, sedangkan pengetahuan, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia di Puskesmas Darusalam Medan. Disarankan kepada Puskesmas Darussalam Medan sebagai sarana pelayanan dasar yang berhadapan langsung dengan masyarakat agar dapat memfasilitasi serta mendukung kegiatan yang dilakukan di posyandu lansia dan menciptakan model pelayanan posyandu lansia yang disesuaikan dengan kebutuhan lansia di mana lansia berada. Kata Kunci: Pemanfaatan Pelayanan, Posyandu, Lansia
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Recently, the utilization of the elderly integrated health post is still low, as well as in Darussalam Health Centre Medan, still 7,3% which the expected target is 70%. There are many factors that influence this condition, such as social-culture and social economic of the elderly. The purpose of this survey study was to analyze the influence of the elderly family’s socioeconomic and socialcultural on the utilization of elderly integrated health post in the working area of Darussalam health centre Medan. This study adopted the survey with cross-sectional design. The population of this research were the families having the elderly of 60 or older than 60 years old. Total number of the elderly found were 1489 and 137 of them were selected through systematic random sampling technique to be the sample for this study. The data were collected by questionnaire, interviews, and by documentation. The data analyzed by using logistic regression tests. The result of study showed that the variable which had significant influence on the utilization of the elderly integrated health post in the working area of Darussalam Health Centre Medan was habit, whereas knowledge, education, occupation and income in this research did not influence on the utilization. The management of Darussalam Health Centre Medan as the primary health care which directly facing the community is suggested to facilitate and support the activities done by the elderly integrated health post and to create a model for the elderly integrated health post which is adjusted in accordance with the need of the elderly and where they live. Keywords: Utilization, Integrated Health Post, Elderly .
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan semakin meningkatnya populasi lanjut usia pemerintah telah
merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan lanjut usia yang ditujukan
untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk mencapai
masa tua bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai
dengan keberadaanya. Lanjut usia (lansia) adalah suatu proses alami yang tidak dapat
dihindari kejadiannya (Depkes RI, 2005) . Biasanya bila suatu negara makin maju,
akan terjadi pergeseran struktur penduduk.
Saat ini diseluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan lebih dari 629 juta
jiwa ( 1 dari 10 orang berusia lebih dari 60 tahun) dan pada tahun 2025 lanjut usia
akan mencapai 1.2 milyar. Negara maju populasi/penduduk lanjut usia telah
diantisipasi sejak abad ke XX. Tidak heran bila masyarakat dinegara maju sudah
lebih siap menghadapi pertambahan populasi lanjut usia dengan aneka tantangan.
Namun saat ini dinegara berkembangpun mulai menghadapi masalah yang sama.
(Nugroho, 2008)
Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA)
melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia
7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan
UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di
Universitas Sumatera Utara
Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh
tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai
28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun.
Sekalipun tidak tersedia data khusus, berdasarkan data kemiskinan yang ada
di Indonesia, diduga banyak penduduk lansia yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Sebagai gambaran, dari data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk lansia
miskin hingga Maret 2007 sebanyak 37, 17 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebagian
besar yaitu 63,52 persen, penduduk miskin berada di perdesaan.
Pembinaan Lansia di Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan sebagai landasan menentukan kebijaksanaan pembinaan sesuai
dengan UU RI No.36 tahun 2009 tentang kesehatan dan UU No 13/1998 tentang
Kesejahteraan lansia yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan yang
dimasudkan adalah untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan
kemampuan lansia, agar kondisi fisik, mental, dan sosialnya dapat berfungsi secara
wajar. Pelayanan kesehatan bagi lanjut usia sebagaimana dimaksud dilaksanakan
melalui peningkatan: penyuluhan dan penyebarluasan informasi kesehatan lanjut usia,
upaya penyembuhan (kuratif), yang diperluas pada bidang pelayanan
geriatrik/gerontologik, pengembangan lembaga perawatan lanjut usia yang menderita
penyakit kronis dan/atau penyakit terminal.
Upaya kesehatan melalui puskesmas merupakan upaya menyeluruh dan
terpadu yang meliputi peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan.
Menurut. Departemen Kesehatan, Departemen dalam Negeri serta Tim Penggerak
Universitas Sumatera Utara
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga telah merumuskan tatanan tersebut yang
dilaksanakan dalam bentuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang diselenggarakan
oleh masyarakat untuk masyarakat secara rutin tiap bulanya ( Dep.Kes RI, 2001)
Menurut Azwar (2002) pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Departemen
Kesehatan kepada lansia masih terbatas dan tidak seluruh puskesmas di Indonesia
memiliki posyandu lansia. Dalam hal ini Dinas Kesehatan Sumatera utara
mempunyai kebijakan bahwa setiap kabupaten menentukan dua puskesmas santun
usila/ puskesmas percontohan /desa binaan di tiap kabupaten setiap tahun. Kebijakan
ini bertujuan agar puskesmas atau desa diluar percontohan/binaan termotivasi untuk
menggalakkan program pembinaan kesehatan lansia di wilayah masing-masing.
Sebagai wujud nyata pelayanan sosial dan kesehatan pada kelompok lansia ini,
pemerintah telah mencanangkan pelayanan pada lansia melalui beberapa jenjang.
Pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat posyandu lansia, pelayanan kesehatan di
tingkat dasar puskesmas, dan pelayanan kesehatan tingkat lanjut rumah sakit.
(Depkes RI, 2005) Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat
lansia di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh
masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Tujuan
pembentukan posyandu lansia adalah meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan
lansia di masyarakat, sehingga terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan
kebutuhan lansia. Adapun kegiatannya adalah pemeriksaan kesehatan secara berkala,
melakukan kegiatan olahraga secara teratur untuk meningkatkan kebugaran,
Universitas Sumatera Utara
pengembangan keterampilan, bimbingan pendalaman agama, dan pengelolaan dana
sehat. (www.depkes.go.id, 28 Juni 2008.)
Pelaksanaan pembinaan posyandu di puskesmas perlu dilakukan dengan
manajemen yang baik. Keberhasilan pemantauan program harus dimulai dari kegiatan
masukan, proses dan keluaran dengan aspek teknis dan manajerial termasuk
penyediaan sarana, prasaran dan informasi yang digunakan untuk perencanaan lebih
lanjut, (Dep. Kes. RI, 2005). Program dan pelayanan sebaiknya direncanakan agar
tersedia, dapat diterima dan sesuai budaya masyarakat yang menerima pelayanan.
(Adam, 1999) .
Pertambahan penduduk lansia secara bermakna akan disertai oleh berbagai
masalah dan akan memengaruhi berbagai aspek kehidupan lansia baik terhadap
individu maupun bagi keluarga dan masyarakat yang meliputi kesehatan fisik,
biologis, mental, sosial budaya, sosial ekonomi. Mengingat lansia merupakan salah
satu kelompok rawan dalam keluarga, pembinaan lansia sangat memerlukan perhatian
khusus sesuai dengan keberadaanya. Querindo (1959) dalam memberikan pembinaan
dan pelayanan kesehatan, perlu mengetahui latar belakang sosial dan emosional
pasien merupakan yang faktor menentukan bagi proses penyembuhan penyakit di
pelayanan kesehatan. Kebudayaan memengaruhi seseorang untuk mengikuti pola-
pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain. Setiap kelompok masyarakat
memiliki tradisi, kebiasaan dan budaya yang unik dan akan berpengaruh kepada cara
berfikir (cara memandang sesuatu), cara bersikap, cara berperilaku yang beriorentasi
pada ilmu pengetahuan dalam menghadapi masalah kesehatan agar sehat dan tepat
Universitas Sumatera Utara
dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Keyakinan budaya memaknai
pengalaman sehat dan sakit individu untuk menyesuaikan diri secara kultural dengan
penyebab penyakit yang rasional, aturan dalam mengekpresikan gejala, norma,
interaksi, strategi mencari pertolongan dan menentukan hasil yang di inginkan
(Harwood, 1998)
Kuatnya tradisi keluarga memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan.
(Geersten,1975). Pola-pola tingkah laku yang sudah terlembagakan dalam masyarakat
akan mendorong kepada bentuk karakteristik tingkah laku yang sama, kesamaan ini
mendorong kepada tipe kepribadian dasar keluarga lansia dalam memilih pelayanan
kesehatan yang sesuai dengan nilai yang dianut karena itu perlu pendekatan
multidisiplin mengingat berbagai isu yang berhubungan dengan lansia perlu
menyiapkan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan lansia.
Menurut penelitian Connie (1984) status sosial keluarga lansia dan sosial
budaya masyarakat berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan dan
berpengaruh terhadap pemilihan fasilitas kesehatan yang memadai untuk kesehatan
lansia.
Menurut Notoatmojo (2005) keadaan sosial ekonomi merupakan aspek sosial
budaya yang sangat memengaruhi status kesehatan dan juga berpengaruh pada pola
penyakit bahkan juga berpengaruh pada kematian. Misalnya penyakit infeksi lebih
banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi rendah
sedangkan penyakit non infeksi ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus
ekonomi tinggi. Hershey (1975) pendidikan dan penghasilan merupakan faktor
Universitas Sumatera Utara
prediktif bagi tipe perilaku tertentu, faktor pendidikan adalah prediktif untuk
melakukan pemeriksaan fisik sedangkan penghasilan prediktif untuk melakukan
kunjungan ke pelayanan kesehatan. Rubin dan Neiswiadomy ( 1995) saat penuaan
berlangsung terdapat berbagai stressor yang dialami lansia yang akan mengganggu
peran berupa: ekonomi, perumahan, sosial, pekerjaan, kesehatan. Hal tersebut berarti
kehilangan status dan dukungan sosial yang berpengaruh terhadap perubahan gaya
hidup.
Seirama dengan meningkatnya jumlah dan angka kesakitan lansia diperlukan
peningkatan jenis dan kualitas pelayanan kesehatan dan perawatanya, baik yang
dilaksanakan oleh lansia itu sendiri maupun keluarga atau lembaga lain seperti
PUSAKA (Pusat Santun dalam Keluarga), Posyandu Lansia, Panti Sosial Tresna
Wredha, Sasa Tresna Wredha maupun yang dilaksanakan disarana pelayanan
kesehatan tingkat dasar (Primer), sarana pelayanan kesehatan rujukan tingkat
pertama (sekunder) dan sarana pelayanan kesehatan tingkat lanjut (tertier),
(Notoatmojo, 2007)
Keberadaan Posyandu lansia beserta kader sebagai penggeraknya telah
memberikan dampak positif terhadap pembangunan khususnya di bidang kesehatan.
Adapun tujuan posyandu lansia adalah meningkatkan derajat kesehatan dan mutu
kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam keluarga dan
masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam strata kemasyarakatan.
Meningkatnya pelayanan kesehatan maupun kesejahteraaan sosial di
masyarakat diharapkan terciptanya lansia mandiri dalam proses penuaan. Proses
Universitas Sumatera Utara
penuaan hendaknya diiringi dengan kemampuan dan kesadaran lansia dalam
menampilkan peranan untuk terlibat secara aktif dalam pemanfaatan posyandu.
Sudaryanto (2008), pemanfaatan posyandu lansia dipengaruhi antara persepsi dengan
partisipasi lansia, jarak rumah dengan posyandu, pengalaman pemanfaatan
pelayanan, biaya yang dikeluarkan dan efektifitas pelayanan yang diberikan di
posyandu lansia.
Penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan posyandu lansia Suryati
(2003) menunjukkan bahwa pemanfaatan posyandu lansia sangat rendah. Kunjungan
oleh lansia sakit sebanyak 17,9% dan lansia tidak sakit 2,1%.
Penelitian Nurhayati (2007) di puskesmas Helvetia Medan menunjukkan
bahwa pemanfaatan posyandu lansia dalam satu tahun terakhir yang terbanyak yaitu 7
kali sebanyak 62 orang dan paling sedikit memanfaatkan < 5 kali yaitu sebanyak 15
orang (12,5%) artinya bahwa masyarakat yang mempunyai keluarga lansia
menunjukkan bahwa kecenderungan pemanfaatan pelayanan kesehatan di posyandu
lansia sangat rendah, dan keaktifan lansia dalam mengikuti kegiatan posyandu pun
juga sangat rendah.
Namun fenomena di lapangan menunjukkan fakta yang berbeda. Posyandu
lansia ternyata hanya ramai pada awal pendirian saja, selanjutnya lansia yang
memanfaatkan posyandu semakin berkurang.
Hasil survey pendahuluan di lapangan yang dilakukan pada bulan Nopember
2010 bahwa jumlah posyandu lansia di Puskesmas Darusalam Medan ada 4
(empat) Posyandu yaitu kelurahan Sei Sikambing 2 (dua) posyandu dan kelurahan
Universitas Sumatera Utara
Sei Putih Barat 2(dua) posyandu. Adapun jumlah populasi lansia digolongkan atas 3
golongan yaitu Pralansia umur 45-59 tahun sebanyak 1676 orang , Madya umur
60-69 sebanyak 1339 orang dan lansia risiko tinggi diatas 70 tahun sebanyak 150
orang .
Berdasarkan data diatas bila dilihat dari jumlah populasi lansia sebanyak 3165
orang tetapi yang datang ke posyandu lansia hanya berkisar 230 orang dengan
distribusi kelompok berdasarkan umur. Umur 45-59 tahun sebanyak 24 orang, umur
60 – 69 tahun sebanyak 122 0rang, umur diatas 70 tahun sebanyak 84 orang
(Puskesmas Darusalam Medan,2011 ). Hal ini membuktikan bahwa pemanfaatan
posyandu lansia masih sangat jauh dari target yang diharapkan 70 % .
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi permasalahan adalah apakah
ada pengaruh sosial budaya dan sosial ekonomi keluarga lansia terhadap pemanfaatan
Posyandu lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Darusalam Medan Tahun 2011
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh sosial
budaya keluarga lansia (pengetahuan, kebiasaan, kepercayaan) dan sosial ekonomi
(pendidikan, pekerjaan, penghasilan) terhadap pemanfaatan posyandu lansia di
wilayah kerja Puskesmas Darusalam Medan tahun 2011
Universitas Sumatera Utara
1.4. Hipotesis
Ada pengaruh sosial budaya keluarga lansia (pengetahuan, kebiasaan,
kepercayaan) dan sosial ekonomi keluarga lansia (pendidikan, pekerjaan,
penghasilan) terhadap pemanfaatan posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas
Darusalam Medan tahun 2011
1.5. Manfaat Penelitian
1. Bagi Puskesmas Darusalam Medan hasil penelitian ini memberikan
sumbangan pikiran dalam pembinaan lansia melalui pemberdayaan posyandu
lansia
2. Sebagai bahan masukan bagi dinas kesehatan, dalam menetapkan kebijakan
dan strategi intervensi tentang pemanfaatan posyandu lansia.
3. Bagi petugas kesehatan dan kelompok lansia yang ada di wilayah kerja
puskesmas penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
posyandu lansia, sehingga dapat meningkatkan pemanfaatan posyandu lansia
secara mandiri .
4. Bagi peneliti hasil penelitian ini merupakan khasanah ilmu yang dapat
menambah bahan informasi dan pengetahuan yang dapat dijadikan referensi
bagi pengembangan penelitian lebih lanjut dalam bidang penelitian khususnya
tentang pemanfaatan posyandu lansia.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Posyandu Lansia
Posyandu lansia perlu diupayakan dan mendapat perhatian dari pemerintah
keluarga dan masyarakat sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan dan
meringankan beban masyarakat khususnya lansia.
Menurut Depkes RI, (2005) bahwa pelayanan kesehatan terpadu adalah suatu
bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan terhadap lansia di tingkat desa/kelurahan
dalam wilayah kerja masing- masing puskesmas. Keterpaduan dalam posyandu lansia
berupa keterpaduan pada pelayanan yang dilatarbelakangi oleh kriteria lansia yang
memiliki berbagai macam penyakit. Dasar pembentukan posyandu adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama lansia .
Posyandu lansia/kelompok usia lanjut adalah merupakan suatu bentuk
pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat atau UKBM yang dibentuk oleh
masyarakat berdasarkan inisiatif dan kebutuhan itu sendiri khususnya pada usia
lanjut.
Dalam suatu posyandu dikembangkan beberapa kegiatan yang terpadu dan
saling mendukung dalam mencapai tujuan dan sasaran yang disepakati bersama.
Dengan keterpaduan tersebut dapat berkembang dan meluas dari dua program
menjadi lebih banyak program.
Universitas Sumatera Utara
Selain program dari Departemen Kesehatan, pemerintah juga mempunyai
program dari Departemen Sosial yaitu rencana aksi nasional kesejahteraan lansia
yang terdiri dari lima program pokok penduduk lansia yaitu: (1) Kesejahteraan sosial
dan jaminan sosial, peningkatan sistem pelayanan kesehatan, (2) Peningkatan sistem
pelayanan kesehatan, (3) Penguatan dukungan keluarga dan masyarakat, (4)
Peningkatan kualitas hidup lansia, (5) Peningkatan dan sarana dan fasilitas khusus
bagi lansia.
Strategi-strategi dan program-program pokok untuk meningkatkan
kesejahteraan lansia ini dimaksudkan agar lanjut usia dimasa depan dapat hidup
dengan sehat, produktif, mandiri dan sejahtera lahir dan batin. Dengan demikian
ketergantungan lansia pada penduduk usia produktif dapat diminimalkan.
Upaya pemantapan pelayanan kesehatan bagi lansia melalui upaya - upaya
promotif dan preventif atau yang disebut paradigma sehat.
2.1.1. Proses Pembentukan Posyandu Lansia
Langkah- langkah yang ditempuh dalam pembinaan kesehatan lansia adalah
1. Diseminasi informasi pembinaan kesehatan lansia kepada staf puskesmas
2. Membuat kesepakatan diantara staf puskesmas tentang pelaksanaan
pembinaan kesehatan lansia.
3. Melakukan bimbingan dan pelatihan pembinaan kesehatan lansia kepada staf
puskesmas
4. Membuat rencana kegiatan pembinaan kesehatan lansia dan
mengintegrasikanya dalam perencanaan tahunan puskesmas: (a) pengumpulan
Universitas Sumatera Utara
data dasar, (b) membuat peta lokasi lansia dan masalah yang dihadapi, (c)
membuat rencana kegiatan bedasarkan masalah yang ada.
5. Melakukan pendekatan lintas sektoral tingkat kecamatan dan desa/ kelurahan
termasuk lembaga swadaya masyarakat dan LKMD untuk menginformasikan
dan menjelaskan peranannya dalam pembinaan kesehatan lansia
6. Melakukan survei mawas diri bersama tenaga kecamatan dan desa setempat
untuk mengenal masalah yang berkaitan dengan kesehatan lansia
7. Melakukan musyawarah masyarakat desa untuk mencapai kesepakatan
tentang upaya yang dilaksanakan.
8. Membentuk kelompok kerja dalam pembinaan kesehatan lansia
9. Menjelaskan teknis upaya kesehatan lansia yang diselenggarakan bersama
sektor dan lembaga swadaya masyarakat terkait
10. Mendorong pembentukan dan pengembangan pembinaan kesehatan lansia
dimasyarakat secara mandiri. (Departemen Kesehatan RI, 2005)
2.1.2. Sasaran Posyandu
1. Sasaran langsung
a. Kelompok usia virilitas/pra lansia 45 - 59 tahun
b. Kelompok lansia 60 – 69 tahun
c. Kelompok lansia resiko tinggi 70 tahun keatas
2. Sasaran tidak langsung
a. Keluarga yang mempunyai lansia
b. Masyarakat dilingkungan lansia berada
Universitas Sumatera Utara
c. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan lansia
d. Masyarakat luas
Semuanya menjadi sasaran prioritas karena dianggap sebagai pusat sasaran
strategis dalam pembinaan lansia yang pada giliranya akan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. (Dinkes Medan, 2005 )
2.1.3.Tujuan Posyandu Lansia
Meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa
tua yang bahagia dan berguna dalam keluarga dan masyarakat sesuai dengan
eksistensinya dalam strata kemasyarakatan. Sedangkan bagi lansia sendiri, kesadaran
akan pentingnya bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat luas agar selama mungkin
tetap mandiri dan berdaya guna.
Pelayanan kesehatan pada posyandu lansia meliputi kesehatan fisik dan
mental, emosional, dengan KMS mencatat dan memantau untuk mengetahui lebih
awal penyakit atau ancaman masalah kesehatan yang dihadapi dan perkembanganya.
2.1.4. Tujuan Pembentukan Posyandu Lansia secara Garis Besar antara lain:
Meningkatkan jangkauan layanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga
terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia. Mendekatkan
pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan
kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat lanjut usia.
2.1.5. Indikator Keberhasilan Posyandu Lansia
Penilaian keberhasilan upaya pembinaan lansia melalui kegiatan pelayanan
kesehatan di posyandu dilakukan dengan menggunakan data pencatatan dan
Universitas Sumatera Utara
pelaporan, pengamatan khusus dan penelitian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat
dari:
1. Meningkatnya sosialisasi masyarakat lansia dengan berkembangnya jumlah
organisasi masyarakat lansia dengan berbagai aktivitas pengembangannya.
2. Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah /swasta yang memberikan
pelayanan kesehatan bagi lansia
3. Berkembangya jenis pelayanan kesehatan pada lembaga
4. Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi lansia
5. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pada lansia
2.1.6. Proses Pembentukan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Darussalam Medan
1. Petugas kesehatan dari Puskesmas bekerjasama dengan kepala lingkungan
dari kelurahan melaksanakan pendataan lansia di wilayah kerja Puskesmas
Darussalam Medan
2. Kepala Lurah dan tokoh masyarakat, pemuka agama dan petugas kesehatan
dari puskesmas melakukan rembuk desa dalam pembentukan posyandu lansia
serta menetapkan panitia pelaksana posyandu termasuk pemilihan kader
posyandu lansia.
3. Untuk pembentukan posyandu lansia harus ada minimal jumlah lansia 50
orang/posyandu .
4. Lurah mengeluarkan Surat Keputusan tentang kepanitiaan posyandu lansia.
Universitas Sumatera Utara
5. Panitian yang terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Kepala Lurah
diserahkan ke Dinas Kesehatan oleh petugas kesehatan dari Puskesmas untuk
mendapatkan persetujuan dan pengadaan transport kader serta pengadaan obat
untuk dipergunakan di Posyandu lansia.
2.1.7. Peranan Kader Lansia
1. Umum
Melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan terpadu bersama masyarakat
dalam rangka pembangunan kesehatan.
2. Khusus
a. Persiapan
b. Memotivasi masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan lansia
dan berperan serta untuk mensukseskanya
c. Bersama dengan masyarakat merencanakan kegiatan pelayanan kesehatan
lansia ditingkat desa/ kelurahan
d. Menyiapkan sarana yang diperlukan lansia
3. Pelaksanaan
a. Melakukan penyuluhan kesehatan lansia secara terpadu
b. Mengelola kegiatan penimbangan berat badan, pengukuran tinggi badan,
pengisian KMS lansia, PMT, pencatatan dan pelaporan serta rujukan
c. Mengikuti kegiatan pasca pelayanan
Universitas Sumatera Utara
4. Pembinaan
a. Menyelenggarakan pertemuan bulanan dengan masyarakat untuk
membicarakan pengembangan program, di integrasikan dengan kegiatan
masyarakat
b. Melakukan kunjungan rumah pada keluarga lansia yang dibinanya
c. Membina kemampuan diri melalui pertukaran pengalaman antar kader
2.1.8. Pelayanan Kesehatan
Menurut Levey dan Loomba dalam Azwar (1995) yang dimaksud dengan
pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara mandiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.Angka kejadian penyakit
kronis dan gangguan mental meningkat maka adanya dukungan rehabilitasi menjadi
sangat diperlukan. (BMJ, 2001)
Menurut Notoatmojo secara umum pelayanan kesehatan pada lansia dapat
dibagi menjadi 2, yaitu (1) pelayanan kesehatan lansia berbasis rumah sakit
(Hospital Based Geriatric service), (2) pelayanan kesehatan lansia berbasis
masyarakat(Community Based Geriatric service)
Jenis pelayanan kesehatan yang diberikan di posyandu lansia adalah sebagai
berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Pemeriksaan kegiatan aktifitas sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam
kehidupannya seperti makan, minum, mandi, berjalan, berpakaian, naik turun
tempat tidur, buang air kecil dan besar.
2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental
emosional, dengan menggunakan pedoman metode dua menit (dapat dilihat
di KMS usia lanjut)
3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan dan dicatat pada grafik indeks massa tubuh.
4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensi meter dan stetoskop
serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.
5. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist, sahli, atau Cuprisulfat
6. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit
gula (diabetes mellitus)
7. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi
awal adanya penyakit ginjal
8. Pelaksanaan rujukan ke puskesmas bila ada keluhan atau ditemukan adanya
keluhan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7
9. Penyuluhan bila dilakukan di dalam maupun di luar kelompok dalam rangka
kunjungan rumah dan konseling kesehatan dan gizi sesuai dengan masalah
kesehatan yang dihadapi oleh individu atau kelompok lansia.
10. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas anggota kelompok lansia yang
tidak datang dalam rangka kegiatan perawatan kegiatan masyarakat
Universitas Sumatera Utara
11. Pemberian makanan tambahan (PMT) penyuluhan contoh menu makanan
dengan memerhatikan aspek kesehatan dan gizi lansia serta menggunakan
bahan makanan yang berasal dari daerah tersebut.
12. Kegiatan olahraga, antara lain senam lansia gerak jalan santai dan lain
sebagainya untuk meningkatkan kebugaran.
Syarat pokok pelayanan kesehatan: Pelayanan yang berkualitas adalah
pelayanan kesehatan harus memiliki persyaratan pokok yaitu (a) tersedia dan
berkesinambungan (b) mudah dicapai (c) mudah dijangkau (d) dapat diterima dan
wajar (e) bermutu (Azwar,1996)
2.1.9. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pelayanan Kesehatan
Menurut Andersen (1968) ada delapan faktor yang memengaruhi pemanfaatan
pelayanan kesehatan yaitu: faktor demografi, (jumlah, penyebaran, kepadatan,
pertumbuhan, struktur umur, dan rasio jenis kelamin), tingkat pendapatan, faktor
sosial budaya (tingkat pendidikan dan , status kesehatan) aksesibilitas terhadap
pelayanan kesehatan, produktifitas, teknologi kesehatan.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga tergantung pada predisposisi
keluarga mencakup karakteristik keluarga cenderung menggunakan pelayanan
kesehatan meliputi variabel demografi, variabel struktur sosial (pendidikan,
pekerjaan, suku) serta kepercayaan dan sikap terhadap perawatan medis, dokter, dan
penyakit (termasuk stress serta kecemasan yang ada kaitannya dengan kesehatan).
(Muzaham, 1995)
Universitas Sumatera Utara
Fungsi pelayanan kesehatan dan pemeliharaan kesehatan tidak dapat lagi
seluruhnya ditangani oleh para dokter saja. Apalagi kegiatan itu mencakup kelompok
masyarakat luas. Para dokter memerlukan bantuan tenaga para medis, sanitasi gizi,
ahli ilmu sosial dan juga anggota masyarakat (tokoh masyarakat, kader) untuk
melaksanakan program kesehatan, tugas tim kesehatan ini dapat dibedakan menurut
tahap/ jenis program kesehatan yang dijalankan, yaitu promosi kesehatan, pencegahan
penyakit, pengobatan dan rehabilitasi (Departemen Kesehatan RI, 2005)
Peran anggota masyarakat (kader) adalah sebagai motivator atau penyuluh
kesehatan yang membantu para petugas untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang perlunya hidup sehat dan memotivasi mereka untuk melakukan tindakan
pencegahan penyakit dengan menggunakan sarana kesehatan yang ada. Disamping
kader kesehatan, masyarakat memiliki pula kelompok yang berpotensi untuk
membantu menyehatkan penduduk yaitu para pengobatan tradisional (traditional
healers) (Sarwono,2004)
Alan Dever (1984) menyebutkan bahwa pemanfaatan pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) faktor sosial kultur yang terdiri dari
faktor teknologi pengobatan dan norma atau nilai yang berlaku dimasyarakat (2)
faktor organisasi, yang terdiri dari ketersediaan sumber daya, akses sosial,
karakteristik proses dan struktur pelayanan kesehatan (3) faktor yang berhubungan
dengan konsumen yang terdiri dari (a) faktor sosiodemografis (b) faktor sosial
psikologis (4) faktor yang berhubungan dengan produsen, yang terdiri dari faktor
ekonomi dan karakteristik provider.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Reinke (1994) yang dikutip oleh Hutauruk (2005) ada beberapa
faktor yang memengaruhi seseorang memanfaatkan pelayanan kesehatan adalah (1)
faktor regional (2) faktor dan sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan yaitu
tipe dari organisasi, misalnya rumah sakit, puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainya, (3) faktor adanya fasilitas kesehatan (4) faktor-faktor dari
konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan yaitu faktor sosio psikologis
yaitu meliputi sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan
Menurut Department Of Health Education and Welfare, USA (1997) dalam
Azwar (2002) faktor- faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan yaitu, (1) faktor
sistem pelayanan kesehatan yang bersangkutan: tipe organisasi, kelengkapan program
kesehatan, tersedianya tenaga pelayanan kesehatan dengan masyarakat dengan
adanya asuransi kesehatan serta faktor adanya faktor kesehatan lainya. (2) faktor dari
konsumen yang menggunakan pelayanan kesehatan: faktor sosio demografi
(umur, jenis kelamin, status kesehatan, besar keluarga) faktor sosial psikologis
(sikap/persepsi terhadap pelayanan kesehatan pengetahuan dan sumber informasi dari
pelayanan kesehatan dan tabiat terhadap pelaksana pelayanan kesehatan sebelumnya)
faktor status sosial ekonomi (meliputi: pendidikan, pekerjaan, pendapatan), dapat
digunakan pelayanan kesehatan yang meliputi jarak antar rumah dengan tempat
pelayanan kesehatan, variabel yang menyangkut kebutuhan (mobilitas, gejala
penyakit yang dirasakan oleh yang bersangkutan dan lain sebagainya)
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2005), rendahnya pemanfaatan
pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Jarak yang jauh (faktor geografi)
2. Tidak tahu adanya suatu kemampuan fasilitas (faktor informasi)
3. Biaya yang tidak terjangkau (faktor ekonomi)
4. Tradisi yang menghambat pemanfaatan fasilitas (faktor budaya)
2.1.10. Pengorganisasian
Kedudukan posyandu sebagai suatu bentuk peran serta masyarakat yang
diselenggarakan oleh lembaga swadaya masyarakat lainya dengan bantuan teknis dari
puskesmas, pemerintah daerah, oraganisasi sosial, dinas pendidikan dan pertanian,
agama, dan lembaga ketahanan masyaraakt desa (LKMD). Sebagai kegiatan swadaya
masyarakat yang semula dikenal dengan kegiatan pembangunan kesehatan
masyarakat desa, (Depkes RI, 1998)
Mengingat kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga masyarakat
setempat maka tugas kader, pemimpin kader dan pemuka masyarakat untuk
menumbuhkan kesadaran semua warga agar menyadari bahwa posyandu adalah milik
warga. Pemerintah khususnya petugas pelayanan kesehatan hanya berperan
membantu. Di Indonesia dana yang digunakan untuk pelaksanaan posyandu lansia
adalah dari dan oleh masyarakat (Azwar, 2002)
2.2.Pengertian Sosial Budaya
Manusia adalah mahkluk sosial sekaligus mahkluk individual. Sebagai
mahkluk sosial, manusia memiliki motif untuk mengadakan hubungan dan hidup
dengan orang lain dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar, yang disebut dengan
Universitas Sumatera Utara
dorongan sosial. Manusia sebagai mahkluk individual memiliki motif untuk
mengadakan hubungan dengan diri sendiri. Manusia membutuhkan hubungan bukan
saja dengan individu lain tetapi juga dengan lingkungan tempat ia berada.
Lingkungan memengaruhi individu dalam mengembangkan, menggiatkan, dan
memberikan sesuatu yang dibutuhkan. Dalam hidup bersama terjadi hubungan antar
perawat-klien, perawat-keluarga klien, perawat-petugas kesehatan lain, serta perawat
lingkunganya. Hubungan itu diwujudkan dan dilaksanakan dalam rangka mencapai
tujuan pelayanan kesehatan. Sedangkan untuk mencapai keinginan itu perlu
kerjasama dengan keluarga dalam memberikan dukungan kepada anggota keluarga
diwujudkan dalam bentuk tindakan melalui hubungan timbal balik dalam mencapai
tujuan.
Kehidupan manusia sebagai mahkluk sosial selalu dihadapkan kepada
masalah sosial yang tak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Pengertian kebudayaan
dapat ditinjau secara umum . Menurut Elly, (2010) budaya adalah bentuk jamak dari
kata budi dan daya yang berarti cinta, karsa dan rasa, kata budaya sebenarnya berasal
dari bahasa sanskerta budhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi
atau akal . Dalam bahasa Inggris kata budaya berasal dari kata culture . Dengan
demikian kebudayaan berarti hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Kemudian
pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan aktivitas
manusia untuk mengolah dan mengubah alam .
Menurut E.B. Taylor dalam Elly,(2010) budaya adalah suatu keseluruhan
kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan,
Universitas Sumatera Utara
hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh
manusia sebagai anggota keluarga. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan
meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Noorkasiani (2009) kebudayaan berarti
buah budi manusia yang merupakan hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat, yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) selain itu bukti kejayaan
manusia untuk mengatasi rintangan dan kesukaran didalam kehidupanya guna
mencapai kesehatan dan kebahagiaan yang pada awalnya bersifat tertib dan damai.
Herskovits dalam Iqbal (2009) memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang
turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut
sebagai superorganic. Menurut Malinowski dalam Noorkasiani (2009) , bahwa
kebudayaan pada prinsipnya berdasarkan atas berbagai sistem kebutuhan manusia.
Tiap kebutuhan itu menghadirkan corak budaya yang khas misalnya guna memenuhi
kebutuhan manusia akan kesehatanya, timbul budaya berupa perlindungan yakni
seperangkat budaya dalam bentuk tertentu seperti lembaga kemasyarakatan. Landasan
ini dapat diperoleh dari ilmu sosial yang ruang lingkupnya manusia dalam konteks
sosial.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan
kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang
Universitas Sumatera Utara
berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang
kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.
Masalah sosial akan dapat muncul ketika kenyataan yang ada tidak dapat
dipahami oleh pengetahuan kebudayaan yang dipunyai oleh para individunya atau
dipahami secara berbeda antar masing-masing individu yang terlibat didalam
interaksi sosial yang ada. Individu-individu yang terlibat dalam interaksi yang
berusaha untuk memahami kenyataan yang ada tersebut pada dasarnya adalah untuk
usaha pemenuhan kebutuhan dirinya agar dapat hidup secara berkesinambungan .
Dengan demikian, kemampuan kebudayaan dari manusia yang digunakan untuk
pedoman berinteraksi harus dipahami dan diwujudkan melalui pranata sosial yang
tersedia dimasyarakat, pandangan terhadap dunia sekitarnya dipahami dengan
menggunakan kebudayaan dari manusia dan dengan kebudayaan yang dimiliki
tersebut, manusia dapat memahami dan menginterprestasikan lingkunganya serta
mewujudkan tindakan- tindakan. Dengan demikian kebudayaan dipahami sebagai
pengetahuan manusai sebagai mahkluk sosial yang isinya adalah perangkat model
pengetahuan yang digunakan para pelakunya untuk menginterprestasikan dan
memahami lingkunganya yang dihadapi sebagai pedoman bertindak.
Masalah sosial tidak sama antara masyarakat yang satu dengan yang lainya
karena adanya perbedaan antara tingkatan perkembangan kebudayaanya, sifat
kependudukanya dan keadaan lingkungan alamnya. Harus mengembangkan
Universitas Sumatera Utara
keterampilan untuk bekerja dengan klien, keluarga, masyarakat yang berbeda budaya.
Aslinger, (1985) dalam Stone (1998), yang berpendapat bahwa karakteristik budaya
akan mempengaruhi seseorang dalam berpersepsi mengenai penyebab penyakit dan
stress, pengobatan penyakit, perilaku koping yang tepat dan berhubungan dengan
penyedia pelayanan kesehatan. Adam, (1990) dalam Anderson (2007) program dan
pelayanan sebaiknya direncanakan agar tersedia, dapat diterima dan sesuai dengan
budaya masyarakat yang menerima pelayanan. Kompetensi budaya menuntut para
praktisi dan sistem pelayanan untuk memahami persepsi klien, keluarga dan
masyarakat terhadap kebutuhan kesehatan mereka. Hal ini meliputi status kesehatan
dan sumber yang dapat membantu mereka selama masa rentang dan penyakit.
Orientasi atau latar belakang kebudayaan keluarga dapat menjadi variabel
yang paling berhubungan dalam memahami perilaku keluarga, sistem nilai dan fungsi
keluarga. Latar belakang budaya memengaruhi hubungan antara kelompok sosial
dengan orientasi medis (Suchman, 1965).
U.S Bureau of the cencus menggunakan definisi keluarga yang beriorentasi
tradisional, yaitu sebagai berikut: keluarga terdiri atas individu yang bergabung
bersama oleh ikatan pernikahan , darah, atau adopsi dan tinggal di dalam satu rumah
yang sama. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam
bentuk kepribadianya dalam masyarakat. Dalam masyarakat tradisional biasanya
lansia dihargai dan dihormati, sehingga mereka masih dapat berperan dan berguna
bagi masyarakat. Akan tetapi dalam masyarakat industri ada kecenderungan mereka
kurang dihargai, sehingga mereka terisolir dari kehidupan masyarakat. Berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
pada sistem kultural yang berlaku, maka mengharuskan generasi tua/ lansia masih
dibutuhkan sebagai pembina agar jati diri budaya dan ciri- ciri khas Indonesia tetap
terpelihara kelestarianya
Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para lansia.
Sampai sekarang penelitian dan observasi tidak menemukan bukti- bukti yang
menunjukkan bahwa anak/ keluarga segan untuk melakukan hal ini. Menempatkan
lansia dipanti werda merupakan alternatif terakhir. Martabat lansia dalam keluarga
dan keakrapan hidup kekeluargaan dunia timur seperti yang kita rasakan perlu untuk
dipertahankan. Dari segi negative penghargaan kepada orang tua ini yang sering
dijumpai berupa overprotektif . Dukungan keluarga merupakan unsur terpenting
dalam membantu individu menyelesaikan masalah. Apabila ada dukungan, rasa
percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi
akan meningkat (Sundeen, 1995) . Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya keluarga
mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja, banyak
hal- hal mengenai kepribadian yang dapat diyakini dari suatu keluarga yang pada
saat- saat sekarang ini sering dilupakan orang. Perkembangan intelektual akan
kesadaran lingkungan seorang individu sering kali dilepaskan bahkan dipisahkan
dengan masalah keluarga.
Budaya dapat dilihat sebagai mekanisme kontrol bagi perlakuan dan tindakan-
tindakan sosial manusia, atau pola-pola bagi kelakuan manusia. Di dalam masyarakat,
manusia mengembangkan kebudayaanya. Ada yang diterima ada yang tidak, atau
diterima secara selektif karena berkenaan dengan nilai-nilai moral dan estetika,
Universitas Sumatera Utara
sistem-sistem penggolongan benda-benda, berbagai hal lainnya yang diperlukan
hidupnya. Kesemuanya ini merupakan masalah sosial, yang didalamnya masyarakat
berada dalam suatu proses perubahan sosial dan kebudayaan yang cepat.(Elly, 2010)
Budaya berisi norma-norma sosial, yakni sendi-sendi masyarakat yang berisi
sanksi atau hukuman-hukumannya yang dijatuhkan oleh golongan bila mana
peraturan yang dianggap baik untuk menjaga kebutuhan dan keselamatan masyarakat
itu, dilanggar. Norma-norma itu mengenai kebiasaan- kebiasaan hidup, adat istiadat
dan tradisi- tradisi hidup yang dipakai turun-temurun. (Soekanto,2005)
Pada dasarnya individu selalu berada dalam situasi sosial. Situasi sosial yang
merangsang individu sehingga invidu bertingkah laku disebut situasi perangsang
sosial atau social stimulus situation (Ahmady,1999)
Situasi perangsangan sosial ini digolongkan menjadi 2 (dua) golongan besar
yaitu:
a. Orang lain yang dapat berupa: 1) individu- individu lain sebagai perangsang.
2) kelompok sebagai situasi perangsang yang dapat dibedakan lagi atas
hubungan intragroup dan hubungan intergroup.
b. Hasil kebudayaan yang dibedakan: 1). Kebudayaan materil (materiil culture)
2). Kebudayaan non materil (non materiil culture)
2.2.1. Unsur – Unsur Sosial Budaya
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau
unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Melville J. Herskovits yang dikutip Iqbal (2009) menyebutkan kebudayaan
memiliki 4 unsur pokok, yaitu: alat-alat teknologi, sistem ekonomi, keluarga,
kekuasaan politik
2. Clyde Kluckhohn dalam Momon (2008) menyebutkan ada tujuh unsur
kebudayaan yaitu, bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem
peralatan hidup dan teknologi, sistem mata pencaharian, sistem religi, dan
kesenian.
2.2.2.Wujud dan Komponen
Menurut J.J. Hoenigman (1959) yang dikutip Noorkasiani (2009) , wujud kebudayaan
dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak ( karya )
1. Gagasan (wujud ideal) adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya
abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak
dalam kepala - kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika
masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan,
maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku
hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
2. Aktivitas (tindakan) adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola
dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan
sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang
saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya
Universitas Sumatera Utara
konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan
didokumentasikan.
3. Artefak (karya) adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari
aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa
benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan.
Sifatnya paling konkret diantara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang
satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud
kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya
(artefak) manusia.
2.2.3. Sifat dan Hakikat Kebudayaan
Kebudayaan terwujud dan tersalurkan lewat perilaku manusia, kebudayaan
telah ada terlebih dahulu mendahului lahirnya suatu generasi tertentu dan tidak akan
mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan, kebudayaan diperlukan
manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya. Budaya mencakup aturan – aturan
yang berisikan kewajiban – kewajiban, tindakan- tindakan yang diterima dan ditolak,
tindakan- tindakan yang dilarang, tindakan- tindakan yang di izinkan.
2.2.4. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan
makanan serta lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup (a) perilaku seseorang
terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia berespon secara aktif maupun
Universitas Sumatera Utara
pasif. (b), perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan baik terhadap sistem pelayanan kesehatan
modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas
pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatanya yang terwujud
dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas.
2.2.5. Pengaruh Lingkungan Sosial Budaya terhadap Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil dari segala pengalaman serta interaksi
manusia dengan lingkunganya. Lingkungan yang dimaksud adalah non biologis atau
sosial budaya. Perilaku merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap stimulus
yang berasal dari dalam maupun dari luar dirinya. Respon individu ada kaitanya
dengan lingkungan sosial yang ada disekitarnya yang akan memengaruhi sikap dan
perilaku individu atau masyarakat bertindak selanjutnya.
Menurut T. Parsons, yang dikutip Noorkasiani (2002) perilaku individu sangat
dipengaruhi oleh sistem sosial sistem budaya serta sistem kepribadian dari individu
itu sendiri. Menurut Hendri Blum status kesehatan individu atau masyarakat sangat
dipengaruhi oleh lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan genetik/ keturunan.
Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek yaitu: aspek
fisik, aspek psikis, aspek sosial . Perilaku manusia merupakan repleksi dari berbagai
gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi,
sikap.
Menurut Soekidjo Notoadmojo (1993) dalam Iqbal (2009) dalam mempelajari
perilaku sakit dan penyakit dikelompokkan menjadi beberapa unsur yaitu: (1).
Universitas Sumatera Utara
Perilaku pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior) pada masyarakat yang
sosial ekonominya dan pendidikan rendah pemeliharaan kesehatan biasanya
merupakan kebutuhan yang terakhir. (2). Perilaku pencegahan penyakit (health
prevention behavior), (3). Perilaku mencari pengobatan (health seeking behavior),
misalnya pengobatan sendiri, dukun, dokter, puskesmas. Hal ini sangat berkaitan
dengan sosial ekonomi dan tingkat pengetahuan/ pengalaman seseorang sedangkan
tingkat pendidikan tidak menjamin seseorang untuk selalu berobat ke pelayanan
kesehatan. Pada situasi tertentu, orang lebih percaya kepada pengobatan alternatif.
(4). Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) misalnya patuh
terhadap nasehat dokter. Bila informasi yang disampaikan kepada pasien dan akses
untuk mendapatkan pelayanan mudah, masyarakat akan melakukan pemulihan
kesehatan dengan baik.
2.2.6. Kesehatan dan Faktor Sosial
Hubungan kesehatan dengan kelas sosial, gaya hidup dan jenis kelamin
.penyakit tidak terdistribusi secara merata di kalangan penduduk. Masalah kelompok
mana yang menderita penyakit apa merupakan kajian yang dinamakan epidemiologi.
Dari berbagai negara memaparkan bahwa adanya hubungan antara kesehatan dan
kelas sosial. Perbedaaan mortalitas antara kelas disebabkan berbagai faktor penyakit
kardiovasikuler, paru-paru, kecelakaan dan bunuh diri.
Meskipun antara dua negara bagian AS yang bertetangga, Utah dan Nevada
tidak dijumpai banyak perbedaan dibidang pendapatan perkapita, persentasi
penduduk yang tinggal diperkotaan. Jumlah dokter per 100.000 penduduk, rata- rata
Universitas Sumatera Utara
tingkat formal penduduk, struktur usia penduduk, komposisi ras perbandingan laki-
laki dan perempuan serta lingkungan fisik, namun antara keduanya dijumpai
perbedaan mencolok di berbagai bidang kesehatan. Dari kasus diatas bahwa
tersedianya sarana kesehatan dan tingginya penghasilan tidak dengan sendirinya
menjamin kesehatan masyarakat.
Ketidaksamaan distribusi morbiditas dan mortalitas kita jumpai pula antara
laki-laki dan perempuan salah satu faktor sosial yang terkait dengan perbedaan
mortalitas laki-laki dan perempuan perbedaan perilaku dan perbedaan sosialisasi
peran.
2.2.7. Pengaruh Sosial Budaya terhadap Kesehatan Masyarakat
Lingkungan sosial budaya seseorang masyarakat sangat berpengaruh terhadap
perilaku dan status kesehatanya. Beberapa fenomena sosial budaya yang dapat
diketahui hubunganya dengan status kesehatan baik individu maupun masyarakat
yaitu stigma sosial dan kesehatan individu ini adalah ciri negatif yang menempel pada
pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya, dan akan memengaruhi
kesembuhan seseorang dari penyakitnya.
Menurut Hendrik L.Blum, (1974) status kesehatan individu atau masyarakat
ditentukan oleh beberapa faktor, seperti lingkungan dan perilaku. Lingkungan ini
termasuk sosial budaya, sementara perilaku adalah yang berasal dari diri individu itu
sendiri. Sosial budaya disini termasuk bagaimana sistem pendidikan, sistem religius,
sistem pemerintahan, sistem norma, sistem ekonomi. Perilaku sendiri sebenarnya juga
sangat dipengaruhi oleh sosial budayanya tempat ia dibesarkan. Olah karena itu
Universitas Sumatera Utara
perilaku dan lingkungan sosial budaya adalah satu hal yang erat kaitanya dan saling
memengaruhi.
Tantangan yang berat masih dirasakan dalam pembangunan kesehatan adalah
1. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta
penyebaran penduduk yang tidak merata diseluruh wilayah
2. Tingkat pengetahuan masyarakat yang belum memadai terutama pada
golongan wanita
3. Kebiasaan negatif yang berlaku dimasyarakat, adat - istiadat dan perilaku
yang kurang , menunjang dalam bidang kesehatan
4. Kurangnya peran serta masyarakat dalam pembangunan bidang kesehatan
Aspek sosial yang berhubungan dengan kesehatan antara lain kemiskinan, masalah
kependudukan, masalah lingkungan hidup, pelacuran, dan homoseksual.
2.2.8. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Sosial Budaya
a. Pengetahuan, pengetahuan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
kesehatan
b. Kepercayaan, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan di
beberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun, karena
karismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga masyarakat lebih
senang berobat dan meminta tolong kepada dukun. Petugas kesehatan
dianggap sebagai orang baru yang tidak mengenal masyarakat diwilayahnya
dan tidak mempunyai karismatik.
Universitas Sumatera Utara
c. Moral, istilah manusia menyebut ke manusia atau orang lainya dalam
tindakan yang mempunyai nilai positif. Manusia yang tidak memiliki moral
disebut amoral, artinya manusia tidak memiliki nilai positif dimata manusia
lainya. Dengan demikian moral mutlak untuk dimiliki.
d. Hukum, hukum atau ilmu hukum adalah suatu sistem aturan atau adat, yang
secara resmi dianggap mengikat dan dikukuhkan oleh penguasa, pemerintah
atau otoritas melalui lembaga atau institusi hukum.
e. Adat - istiadat, kebiasan - kebiasaan dan perilaku masyarakat sering kali
menjadi penghalang atau terciptanya pola hidup sehat dimasyarakat.
f. Kemampuan serta kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat.
2.3. Sosial Ekonomi Masyarakat
Status sosioekonomi, status sosial, atau kelas sosial berkenaan dengan
sekelompok orang dengan penghasilan, jumlah kekayaan, kondisi kehidupan,
perubahan gaya hidup yang relatif sama. (Ropers, 1991) . Curran dan Ranzetti, (2000)
dalam Friedman (2010) menjelaskan bahwa kelas sosial ekonomi suatu ukuran
individu atau stratifikasi ekonomi keluarga, termasuk didalamnya tiga unsur yaitu
kekayaan (unsur materi), status (unsur prestise) dan kekuatan politik
(unsur pembuat keputusan). Status sosioekonomi mempunyai pengaruh yang
menembus kehidupan keluarga dan anggotanya, terutama dalam kehidupan
masyarakat yang heterogen, dan kompleks, menyebabkan perbedaan dalam
kebudayaan keluarga dan gaya hidup yang signifikan. Karakteristik gaya hidup
Universitas Sumatera Utara
struktur dan fungsi keluarga, serta hubungan dengan lingkungan eksternal rumah,
tetangga dan komunitas yang sangat bervariasi dari satu kelas sosial ke kelas sosial
lain. Status sosial ekonomi keluarga membentuk gaya hidup keluarga, juga
merupakan pembentuk kekuatan nilai keluarga
Clark, (1984) kecendrungan dan perubahan ekonomi dipercaya memberikan
pengaruh terbesar bagi keluarga, selain faktor itu, kemajuan teknologi dan
kecenderungan demografi, sosiobudaya, dan politik juga merupakan faktor-faktor
penting yang memengaruhi keluarga.. Sehubungan dengan perbedaan dalam sumber
penghasilan, terdapat juga hubungan yang positif antara status sosioekonomi dan
kesehatan fisik dan jiwa yang berarti bahwa individu yang berasal dari keluarga
miskin cenderung untuk mempunyai kesehatan yang lebih buruk dibandingkan
mereka yang mempunyai sosioekonomi yang lebih baik. Kecenderungan ekonomi
yang paling nyata saat ini adalah peningkatan biaya diseluruh area kehidupan
keluarga. Menurut Brown, ponce & Rice (2001) dalam Fredmman (2010) hal yang
sama juga terjadi pada biaya pelayanan kesehatan terutama memberatkan bagi
keluarga miskin, keluarga lansia dan keluarga yang baru terbentuk.
Kelas sosial atau status sosioekonomi tidak hanya berhubungan dengan
tingkat pendidikan keluarga, status pekerjaan, dan penghasilan namun juga saling
memengaruhi. Dengan mengidentifikasi kelas sosial keluarga, keluarga dapat lebih
mengantisipasi gaya karakteristik gaya hidup dan beberapa stressor keluarga. Selain
itu struktur dan fungsi keluarga akan lebih dipahami dalam konteks latar belakang
kelas sosial keluarga.
Universitas Sumatera Utara
Faktor sosial ekonomi yaitu meliputi data sosial: keadaan penduduk, keadaan
keluarga, pendidikan, perumahan, dapur, penyimpanan makanan sumber air kakus.
Sementara data ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan,
pengeluaran dan harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim
(Supariasa, 2002) . Menurut Dalimunte (1995), kehidupan sosial ekonomi adalah
suatu keadaan sosial ekonomi masyarakat yang menggunakan indikator pendidikan,
pekerjaan dan penghasilan sebagai tolak ukur.
Menurut Junaidi, (1999), keluarga adalah individu dengan jati diri yang khas
yang memiliki karakteristik tersendiri. Karakteristik adalah sifat individu yang
relative tidak berubah atau dipengaruhi lingkungan seperti, umur, jenis kelamin, suku
bangsa, kebangsaan, pendidikan dan lain-lain.
Perkembangan intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu sering
kali dilepaskan dan bahkan dipisahkan dengan masalah keluarga. Hal-hal seperti
inilah yang sering menimbulkan masalah-masalah ekonomi, karena kehilangan
pijakan. Oleh karena itu adalah bijaksana kalau dilihat dan dikembalikan peranan
keluarga dan proporsi yang sebenarnya dengan skala prioritas yang pas. Fungsi
ekonomi yaitu keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan manusia yang pokok
yaitu : 1). Kebutuhan makan dan minum, 2). Kebutuhan pakaian untuk menutup
tubuh 3). Kebutuhan tempat tinggal. Sehubungan dengan fungsi tersebut maka orang
tua diwajibkan untuk berusaha keras agar setiap anggota keluarga dapat cukup makan
dan minum,cukup pakaian serta tempat tinggal.
Universitas Sumatera Utara
Keluarga berfungsi sebagai lembaga perkumpulan perekonomian pada
kelompok - kelompok masyarakat yang lebih kompleks tetapi belum masuk pada era
masyarakat industri, perekonomian masyarakat mulai berkembang. Namun begitu
ikatan - ikatan kekeluargaan masih terjalin kuat dan saling mempengaruhi atau
menguasai bidang perekonomian (Ahmadi, 2003).
2.3.1. Pendidikan
Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk
memengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga
melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. Pendidikan kesehatan
adalah aplikasi atau penerapan pendidikan didalam bidang kesehatan.
(Notoatmojo, 2003)
Menurut data yang dikumpulkan Departemen Sosial Republik Indonesia
(1996) yang dikutip oleh Hardiwynoto,(2007) tingkat pendidikan penduduk lansia di
Indonesia masih belum naik. Hal ini lebih - lebih terlihat pada penduduk lansia
wanita yang tidak bersekolah. Rosenstock (1974) seseorang tidak mencari
pertolongan bila mereka kurang mempunyai pengetahuan dan motivasi minimal yang
relepan dengan kesehatan, bila mereka memandang tidak cukup berbahaya, bila tidak
yakin terhadap keberhasilan suatu intervensi medis dan melihat adanya beberapa
kesulitan dalam melakukan perilaku kesehatan yang disarankan.
Rendahnya tingkat pendidikan ini mengakibatkan mereka sulit menerima
penyuluhan yang diberikan oleh petugas penyuluh. Hal ini akan menyulitkan mereka
manakala mereka bekerja atau mencari pekerjaan Makin tinggi tingkat kematangan
Universitas Sumatera Utara
intelektual seseorang akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya
hidup sehat dan pentingnya memanfaatkan pelayanan kesehatan (Tukiman, 1994)
Tingkat pendidikan lansia pada umumnya sangat rendah. Menurut Sedarmayanti
(2001) yang dikutip oleh Hardywinoto, (2007), pekerjaan yang disertai dengan
pendidikan dan keterampilan akan mendorong kemajuan setiap usaha sehingga dapat
meningkatkan pendapatan baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan
nasional. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan tinggi pula pengetahuannya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa sumber utama kinerja yang efektif yang memengaruhi
individu adalah kelemahan intelektual, kelemahan psikologis, kelemahan fisik. Jadi
jika lansia dengan kondisi yang serba menurun bekerja sudah tidak efektif lagi
ditinjau dari proses dan hasilnya.
Pendidikan merupakan salah satu unsur penting yang dapat memengaruhi
keadaan keluarga karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan
pengetahuan atau informasi tentang pemanfaatan pelayanan kesehatan akan lebih
baik. Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku seseorang sebagai
hasil jangka menengah dari pendidikan yang diperoleh. Perilaku kesehatan akan
berpengaruh pada meningkatnya indikator kesehatan masyarakat sebagai hasil dari
pendidikan kesehatan.
Faktor pendidikan kesehatan merupakan bentuk intervensi terutama terhadap
perilaku. Faktor lingkungan non fisik, akibat masalah - masalah sosial penangananya
diperlukan pendidikan kesehatan . Dalam rangka membina meningkatkan kesehatan
masyarakat ditunjukkan pada upaya melalui tekanan, paksaan kepada masyarakat dan
Universitas Sumatera Utara
edukasi atau upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan.
Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, faktor predisposisi ini mencakup
pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, sistem yang dianut
masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi.
2.3.2. Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian Ogawa (1994) di Korea Selatan dan Thailand,
status kesehatan lansia merupakan salah satu variabel penting yang memengaruhi
lansia ikut berpartisipasi dalam angkatan kerja. Kemiskinan dan kelas bawah secara
langsung berhubungan dengan pekerjaan yang tidak tentu atau upah yang rendah.
Karena penghasilan yang rendah atau yang tidak tentu terdapat rasa tidak aman yang
besar terhadap ketersediaan makan , tempat tinggal, pelayanan kesehatan. Menurut
Sedarmayanti (2001) yang dikutip oleh Hardywinoto, (2007), pekerjaan yang disertai
dengan pendidikan dan keterampilan akan mendorong kemajuan setiap usaha
sehingga dapat meningkatkan pendapatan baik pendapatan individu, kelompok
maupun pendapatan nasional. Kehidupan kelas bawah beradaptasi terhadap
kekurangan sumber penghasilan, berdasarkan asumsi dan norma yang berbeda dari
kelas menengah. Orang miskin tidak mampu memiliki nilai kelas menengah tersebut.
Menurut Kartasaputra (2005), dalam melangsungkan kehidupannya manusia
melakukan berbagai kegiatan atau pekerjaan fisik yang memerlukan energi. Energi
yang berasal dari makan di perlukan manusia untuk metabolisme basal, aktivitas fisik
dan efek makanan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut data Biro Statistik (1990) tingkat partisipasi angkatan kerja pada
penduduk lansia 60 sampai 64 tahun besarnya 59,9% dan pada usia 65 tahun 40,5 %.
Diperkotaan, pengangguran penduduk lansia yang berusia 65 tahun keatas hanya 2,2
%, tingkat partisipasi angkatan kerja pedesaan lebih tinggi dibandingkan perkotaan
dan pada penduduk lansia pria, tingkat partisipasi angkatan kerja lebih tinggi bila
dibandingkan dengan wanita.
2.3.3. Pendapatan
Status sosial ekonomi keluarga, merupakan suatu komponen kelas sosial yang
menunjukkan tingkat dan sumber penghasilan keluarga. Penghasilan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara umum diperoleh dari anggota keluarga
yang bekerja atau dari sumber penghasilan sendiri seperti uang pensiun dan
tunjangan, sebagian penghasilan lain diperoleh dari dinas sosial atau asuransi bagi
orang yang tidak bekerja . Keluarga dengan sumber ekonomi yang tidak memadai
menunjukan karakteristik sebagai berikut: (a) penghasilan sepenuhnya diperoleh dari
dinas sosial diakibatkan kegagalan atau ketidakmampuan orang dewasa dalam
keluarga untuk bekerja; (b) penghasilan diperoleh dari dinas sosial; (c) jumlah
penghasilan sangat rendah atau tidak stabil sehingga kurang untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya. Penelitian oleh Ongko (1998) dalam Tukiman, (2001) tentang
demand masyarakat ke balai kesehatan masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh
faktor harga. Individu akan lebih mudah memanfaatkan pelayanan kesehatan apabila
pelayanan yang diberikan bebas biaya ( Marr dan Giebing, 2001)
Universitas Sumatera Utara
Satu fungsi dasar dari keluarga adalah persediaan dari dukungan ekonomi dan
alokasi sumber yang memadai. Yuliani (2004) keluarga harus dilihat sebagai suatu
sistem interaktif antara individu yang secara timbal balik akan mensosialisasikan diri
saling mengatur para anggotanya. Karenanya agar dapat mengkaji kecukupan
ekonomi tidak hanya tingkat penghasilan yang harus diperkirakan tetapi juga
pengeluaran yang berfokus pada alokasi sumber yang memadai. Karenanya, agar
dapat mengkaji kecukupan ekonomi, tidak hanya tingkat penghasilan yang harus
diperkirakan tetapi juga pengeluaran.
Penghasilan yang diterima oleh angkatan kerja lansia sayangnya tidaklah
tinggi. Berdasarkan data yang dikumpulkan Sakernas (1991) yang dikutip oleh
Hardywinoto (2007) ternyata masih banyak angkatan lansia yang menerima gaji atau
upah sebanyak Rp. 100.000 sebulan dan lebih dari separo angkatan kerja lansia di
perkotaan dan pedesaan menerima gaji atau upah sebesar Rp. 50.000 hingga Rp.
100.000,-.
Kondisi lanjut usia akan menyebabkan kemunduran dibidang pendapatan.
Masa pensiun akan berakibat turunya pendapatan, hilangnya fasilitas-fasilitas,
kekuasaan wewenang dan penghasilan lain. Buruknya kondisi sosial ekonomi
sebagian besar lansia, akan memengaruhi rendahnya derajat kesehatan dan
ketidakmandirian lansia secara ekonomi, kondisi ini akan memengaruhi pemanfaatan
pelayanan kesehatan ( PKBI, 2001). Pada umumnya jaminan ekonomi dihari tua
diusahakan melalui keanggotaan asuransi, sedangkan dalam negara berkembang
asuransi merupakan akar sosial dalam masyarakat yang membantu secara gotong
Universitas Sumatera Utara
royong. Akan tetapi kenyataan yang ada sering kali pendanaan tidak mencukupi
untuk mengatasi gangguan kesehatan yang dihadapi lansia.
2.4. Teori Menua
Menua terjadi akibat penggunaan sel-sel tubuh melayani kemampuan yang
diakibatkan berbagai faktor antara lain: perubahan fungsi sel, ketidaknormalan sel
dan kemunduran sel dalam organ dan jaringan. Umur manusia sebagai mahkluk hidup
terbatas oleh suatu peraturan alam, maksimal sekitar 6 (enam) kali masa bayi sampai
dewasa atau 6x 20 tahun, sama dengan seratus dua puluh tahun. Proses menjadi tua
disebabkan oleh faktor biologi yang terdiri dari tiga fase yaitu fase progresif, fase
stabil dan fase regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih kearah kemunduran
yang dimulai dalam sel, komponen terkecil dari tubuh manusia. Sel-sel menjadi aus
karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran yang dominan
dibandingkan terjadinya pemulihan . Didalam struktur anatomik proses menjadi tua
terlihat sebagai kemunduran di dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah
terus-menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya akan menyebabkan
perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia pada jaringan tubuh dan akhirnya akan
mempengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan.
(Departeman kesehatan RI, 2005)
Seiring dengan pertumbuhan usia maka akan terjadi berbagai perubahan dan
penurunan struktur fungsi tubuh manusia. Dengan bertambahnya umur ditambah
dengan adanya faktor-faktor yang lain seperti motivasi diri, lingkungan riwayat
Universitas Sumatera Utara
kesehatan dan nutrisi terjadilah perubahan anatomik - fisiologik tubuh. Pada tingkat
awal perubahan itu mungkin merupakan homeostatis abnormal atau reaksi adaptasi
sel .
2.4.1. Konsep Lansia
Lansia (lanjut usia) atau manusia usia lanjut (manula) adalah kelompok
penduduk berumur tua. (Bustan, 2007). Kelompok umur yang mendapat perhatian
atau pengelompokan tersendiri ini adalah populasi yang berumur 60 tahun atau lebih.
Umur kronologis (kalender) manusia dapat digolongkan dalam berbagai masa.
Menurut Kalz dan Conorceus dalam Miler (1995) penuaan adalah konsekuensi yang
tidak dapat dihindari. Proses penuaan sesuatu yang normal dan tidak selalu berupa
ketidakmampuan dan ketergantungan.
Keberadaan lansia di tandai dengan umur harapan hidup yang semakin
meningkat dari tahun ke tahun, hal tersebut membutuhkan upaya pemeliharaan serta
peningkatan kesehatan dalam rangka mencapai masa tua yang sehat, bahagia, berdaya
guna, dan produktif. Penuaan adalah suatu proses alami yang tidak dapat di hindari,
berjalan secara terus-menerus, dan berkesinambungan. Selanjutnya akan
menyebabkan perubahan anatomis, fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga
akan memengaruhi fungsi dan kemampuan tubuh secara keseluruhan. Menjadi tua di
tandai dengan adanya kemunduran biologis terlihat sebagai gejala - gejala
kemunduran fisik. Usia lansia dapat di katakan usia emas, karena tidak semua orang
dapat mencapai usia tersebut, maka orang yang berusia lanjut memerlukan tindakan
Universitas Sumatera Utara
baik yang bersifat promotif maupun preventif, agar lansia dapat menikmati masa usia
emas serta menjadi lansia yang berguna dan bahagia (Rosidawati 2008).
Menurut Brunner, (2002) lansia adalah kelompok orang yang sedang
mengalami suatu proses perubahan yang bertahap dalam jangka waktu beberapa
dekade. Soekidjo, (2007) mengatakan lansia adalah tergantung pada kerangka pada
pandang setiap pandang individu . Sedangkan menurut WHO lansia adalah
tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak di pisah - pisahkan.
Dari beberapa pengertian di atas belum ada kesepakatan siapa di sebut
golongan lansia ,tapi seseorang yang telah berumur 60 tahun sering di katakan telah
lansia.
2.4.2. Klasifikasi Lansia
Menurut Rosidawati 2008, klasifikasi lansia di bagi dalam lima bagian antara lain:
1. Pralansia (Prasenilis) adalah seseorang yang berusia antara 45- 59 tahun
2. Lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
3. Lansia risiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4. Lansia Potensial adalah lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan
atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang dan jasa.
5. Lansia tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain .
WHO mengelompokkan usia lanjut atas 4 (empat) kelompok:
1. Kelompok usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun
Universitas Sumatera Utara
2. Kelompok usia lanjut (elderly age) adalah kelompok usia 60 – 74 tahun
3. Kelompok usia lanjut tua (old age) adalah kelompok usia 75 - 90 tahun
4. Usia sangat tua (very old) diatas adalah kelompok usia 90 tahun
2.4.3. Karakteristik Lansia
Menurut Anna (1999) , lansia memiliki karakteristik yang terdiri dari:
1. Berusia lebih dari 60 tahun
2. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari
kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga
kondisi maladaptif.
3. Lingkungan tempat tinggal bervariasi.
Menurut Bustam, (2007), lansia memiliki karakteristik untuk mengetahui keberadaan
masalah kesehatan lansia adalah:
1. Jenis kelamin ; lansia lebih banyak pada wanita, terdapat perbedaan
kebutuhan dan masalah kesehatan yang berbeda antara lansia laki dan wanita.
2. Status perkawinan; status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda/
duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun
psikologis,
3. Living arrangement; misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau
bersama istri, anak atau keluarga lainya
4. Kondisi kesehatan
5. Keadaan ekonomi
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Tipe Lansia
Pendapat Nugroho, (2000) beberapa tipe pada lansia bergantung pada
karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan
ekonominya tipe tersebut dapat di jabarkan sebagai berikut: (1) Tipe Arif Bijaksana
kaya dengan hikmat, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan jaman,
mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,
memenuhi undangan, dan menjadi panutan.(2) Tipe mandiri mengganti kegiatan yang
hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan bergaul dengan teman,
dan memenuhi undangan.(3) Tipe tidak puas konflik lahir batin menentang proses
penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit di layani,
pengkritik, dan banyak menuntut.(4) Tipe pasrah menerima dan menunggu nasib
baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan apa saja. (5)Tipe bingung
kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh
tak acuh.
2.4.5. Peran Anggota Keluarga terhadap Lansia
Dalam melakukan perawatan terhadap lansia, setiap anggota keluarga
memiliki peranan yang sangat penting. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh anggota keluarga dalam melaksanakan peranya terhadap lansia yaitu
(1) Melakukan pembicaraan terarah, (2) Membantu dalam hal transportasi,
(3) Membantu memenuhi sumber keuangan, (4) Menghormati dan menghargai,
(5). Menyediakan waktu serta perhatian, (6) Memberikan kesempatan untuk tinggal
Universitas Sumatera Utara
bersama, (7) Membantu mencukupi kebutuhanya, (8) Memeriksakan kesehatan secara
teratur, (9) Memelihara kesehatan merupakan tanggungjawab bersama, (Siti, 2008)
2.4.6. Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia
Keluarga merupakan support sistem utama bagi lansia dalam
mempertahankan kesehatanya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain
menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental,
mengantisipasi perubaahn sosial ekonomi serta memberikan motivasi dan
memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi lansia.
2.4.7. Perkembangan Keluarga dengan Lansia
Perkembangan keluarga merupakan tanggung jawab yang harus dicapai
keluarga dalam setiap tahap perkembanganya. Keluarga diharapkan dapat memenuhi
kebutuhan biologis, imperative (saling menguatkan), budaya dan aspirasi, serta
nilai-nilai keluarga.
2.5. Landasan Teori
Menurut Andersen dan Newman (1973) faktor yang memengaruhi pemanfaatan
pelayanan kesehatan yaitu: faktor demografi, (jumlah, penyebaran, kepadatan,
pertumbuhan, struktur umur, dan rasio jenis kelamin), tingkat pendapatan , faktor
sosio budaya (tingkat pendidikan dan, status kesehatan) aksesibilitas terhadap
pelayanan kesehatan, produktivitas, teknologi kesehatan.
Pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh keluarga tergantung pada: (1)
predisposisi keluarga untuk menggunakan jasa pelayanan kesehatan, (2) kemampuan
Universitas Sumatera Utara
mereka untuk melaksanakannya, dan (3) kebutuhan mereka terhadap jasa pelayanan
tersebut.
Komponen predisposisi mencakup karakteristik keluarga sebelum kejadian
penyakit, dimana terdapat kecenderungan yang berbeda dalam penggunaan pelayanan
kesehatan: meliputi variabel demografi (jumlah, penyebaran, kepadatan,
pertumbuhan, struktur umur, dan rasio jenis kelamin), variabel struktur sosial budaya
(tingkat pendidikan dan, status kesehatan). Andersen mengemukakan bahwa pola
pemanfaatan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh individu- individu dari berbagai
kelompok usia, yang berbeda menurut jenis serta frekuensi kejadian penyakit; oleh
keluarga yang berbeda menurut struktur dan gaya hidup, fisik, lingkungan sosial dan
pola perilaku; dan oleh variasi kepercayaan mengenai keberhasilan pelayanan medis
(misalnya, keluarga yang sangat percaya terhadap keberhasilan suatu cara pengobatan
penyakit maka mereka akan segera mencari jenis pertolongan tersebut dan lebih
sering memanfaatkannya)
Komponen kedua dari model Andersen adalah suatu kondisi yang
memungkinkan orang memanfaatkan pelayanan kesehatan atau setidak-tidaknya
mereka siap memanfaatkannya. Andersen mengemukakan bahwa meskipun keluarga
memberikan predisposisi untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan namun beberapa
faktor harus tersedia untuk menunjang pelaksanaanya, yaitu faktor kemampuan baik
dari keluarga (misalnya: penghasilan, pekerjaan, simpanan, asuransi kesehatan atau
sumber-sumber yang lain.
Universitas Sumatera Utara
Jika faktor predisposisi keluarga dan kemampuan tersebut ada maka variasi
persepsi terhadap penyakit atau kemungkinan kejadianya serta cara orang
menanggapi penyakit atau kemungkinan sakit akan menentukan dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Sub komponen pertama, yakni kebutuhan yang
dirasakan (perceived need), diukur dengan: (1) perasaan sabjektip terhadap penyakit,
(2) evaluasi klinis terhadap penyakit.
Andersen menyatakan bahwa jumlah penggunaan pelayanan kesehatan oleh
suatu keluarga merupakan karakteristik predisposisi, kemampuan serta kebutuhan
keluarga itu atas pelayanan kesehatan. Sedangkan kebutuhan merupakan faktor yang
lebih penting dibandingkan dengan faktor predisposisi dan kemampuan. Secara lebih
rinci dapat dilihat dalam skema dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
KERANGKA TEORI
Komponen Predisposisi a. Demografik (jumlah, penyebaran,
kepadatan, pertumbuhan, umur, jenis kelamin)
b. Struktur sosial (pendidikan, ras, pekerjaan, jumlah keluarga, suku, agama, perpindahan )
c. Kepercayaan terhadap keperawatan
Faktor pemungkin a. Kemampuan keluarga
(penghasilan, asuransi kesehatan, sumber lain, dukungan keluarga dan teman
b. Komunitas ( jumlah fasilitas kesehatan yang tersedia, biaya pelayanan kesehatan, karakter pendudukpedesaan/perkotaan)
Pemanfaatan pelayanan kesehatan
Kebutuhan a. Perasaan subjektif tentang
penyakit b. Evaluasi terhadap Penyakit
Gambar 2.5 Kerangka Teori Andersen dan Newman
Universitas Sumatera Utara
2.6. Kerangka Konsep Penelitian
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dan terarah, alur penelitian ini
digambarkan dalam kerangka konsep seperti berikut ini :
Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)
Sosial budaya
‐ Pengetahuan
‐ Kepercayaan
‐ Tradisi /kebiasaan
Sosial ekonomi
‐ Pendidikan
‐ Pekerjaan
‐ Penghasilan
Pemanfaatan
Posyandu Lansia
Gambar 2.6. Kerangka Konsep Penelitian
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik dengan
menggunakan desain sekat silang (cross sectional) untuk menganalisis pengaruh
antara variabel independen terhadap variabel dependen. (Sastroasmoro, 2008).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Darussalam Medan. Adapun alasan
pemilihan lokasi dalam penelitian ini adalah Puskesmas Darussalam Medan
mempunyai program pengembangan santun lanjut usia. Pelaksanaan penelitian
dilaksanakan pada tahun 2011
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga yang mempunyai
lansia dengan umur ≥ 60 tahun sebanyak 1489 orang . Adapun alasan kriteria
penetapan populasi dimana pada usia 45-59 tahun masih produktif sehingga tidak
mempunyai waktu untuk datang ke posyandu di wilayah kerja Puskesmas Darussalam
Medan.
Universitas Sumatera Utara
3.3.2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik acak sistematis, penentuan besarnya sampel yang diambil dalam
penelitian ini menggunakan Rumus Lemeshow (1997) sebagai berikut:
n = {Z1-α/2 √Po (1 – Po) + Z1-β √Pa (1 – Pa)}2
(Pa – Po)2
Keterangan:
n = Sampel
α = 5% = 0,05 maka Z1-α/2 = 1,960
Z1-β = 90% = 1,282
Po = 20% = proporsi lansia yang berkunjung ke posyandu lansia
Pa = 30%
Pa – Po = 10%
Power ( kekuatan uji ) = 80 %
Maka :
n = {1,960 x√0,2 (1 – 0.2) + 1,282 √0,3 (1 – 0,3)}2
(0,1)2
n = 137,28 dibulatkan menjadi 137
Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah sampel yang diteliti sebesar 137
orang.Teknik pengambilan sampel yang digunakan dengan teknik acak sistematis
(Systematic Random Sampling) dengan cara mengumpulkan nama anggota keluarga
yang memiliki lansia
Universitas Sumatera Utara
umur ≥60 tahun secara keseluruhan, kemudian angka awal ditentukan secara acak
dengan menggunakan gulungan kertas yang telah tertulis nomor, dimana hanya unsur
pertama saja dari sampel dipilih secara acak, sedangkan unsur-unsur selanjutnya
dipilih secara sistematis menurut suatu pola tertentu.
Adapun kriteria yang dijadikan peneliti sebagai syarat responden adalah :
(1) Keluarga lansia yang tinggal bersama lansia, (2) dapat membaca dan dapat
berbahasa Indonesia,
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Sumber Data
Sumber data yang diperoleh terdiri dari 2 jenis yaitu :
1. Data primer diperoleh dari hasil wawancara atau pengisian kuesioner yang
langsung dibagi kepada responden.
2. Data sekunder diperoleh dari Puskesmas Darussalam Medan
3.4.2. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dilakukan kepada 30 orang keluarga lansia dengan kriteria umur
lansia ≥ 60 tahun di Puskesmas Selayang Medan untuk mengukur sejauhmana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Untuk
mengetahui valid atau tidaknya dilakukan uji coba. Sugiono, (2004) mengatakan
bahwa instrumen dikatakan valid apabila instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur
harus mengukur apa yang harus diukur. Ketentuan dari uji validitas dengan korelasi
Universitas Sumatera Utara
Product Moment adalah bila r-hitung > r-tabel maka dinyatakan valid, dan bila r-
hitung < r-tabel maka butir soal dinyatakan tidak valid.
Uji reliabilitas dilakukan setelah semua data dinyatakan valid, analisis
dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Pernyataan dikatakan reliabel jika jawaban
seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu .
Dalam penelitian ini tehnik untuk menghitung indeks reliabilitas alat ukur
menggunakan Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu
kali pengukuran, dengan ketentuan bila r-hitung > r-tabel maka dinyatakan reliabel
dan bila r-hitung < r-tabel maka butir soal dinyatakan tidak reliabel.
Hasil analisis validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
No Pertanyaan Corrected item-total correlation Keterangan 1 Pengetahuan Pertanyaan 0.5906595 Valid
Pertanyaan 0.7159120 Valid Pertanyaan 0.6114042 Valid
Pertanyaan 0.5472705 Valid
Pertanyaan 0.8908442 Valid
Pertanyaan 0.5926343 Valid
Pertanyaan 0.6374391 Valid
Pertanyaan 0.5772676 Valid
Pertanyaan 0.8908442 Valid
Pertanyaan 0.7664586 Valid
Nilai Hitung Alpha Cronbach 0.765 Reliabel 2 Kebiasaan Pertanyaan 0.7911851 Valid
Pertanyaan 0.6926241 Valid
Pertanyaan 0.5409750 Valid
Pertanyaan 0.5768483 Valid
Pertanyaan 0.9140157 Valid
Pertanyaan 0.5654174 Valid
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.1. Lanjutan
Pertanyaan 0.5201784 Valid Pertanyaan 0.8199005 Valid Pertanyaan 0.9140157 Valid Pertanyaan 0.5768483 Valid
Nilai Hitung Alpha Cronbach 0.764 Reliabel 3 Kepercayaan Pertanyaan 0.5080226 Valid
Pertanyaan 0.5665976 Valid
Pertanyaan 0.8114484 Valid Pertanyaan 0.5770999 Valid Pertanyaan 0.9006498 Valid Pertanyaan 0.5839078 Valid Pertanyaan 0.5635254 Valid Pertanyaan 0.7698903 Valid Pertanyaan 0.7510530 Valid Pertanyaan 0.5770999 Valid
Nilai HitungAlpha Cronbach 0.761 Reliabel
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Independen dan Variabel Dependen
Variabel independen yaitu sosial budaya (pengetahuan, kepercayaan, tadisi/
kebiasaan) dan sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan). Variabel
dependen yaitu pemanfaatan posyandu lansia
3.5.2. Definisi Operasional
1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang
kebutuhan lansia dan pemanfaatan posyandu lansia
2. Tradisi/kebiasaan adalah kepribadian, sikap, sifat yang khas dimiliki
responden
Universitas Sumatera Utara
3. Kepercayaan adalah keyakinan responden terhadap pelayanan kesehatan dan
petugas kesehatan
4. Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yanag pernah ditempuh
responden dikelompokkan dalam kategori : (a) rendah apabila pendidikan
responden SD/SMP, (b) tinggi apabila pendidikan responden SMA, DIII/
Perguan Tinggi
5. Pekerjaan adalah jenis kegiatan yang dilakukan responden sehari-hari untuk
memperoleh penghasilan tetap meliputi : a. Tetap, jika jenis pekerjaan
responden PNS/TNI/POLRI, (b) tidak tetap jika jenis pekerjaan responden
swasta, wiraswasta, buruh
6. Penghasilan adalah tingkat pendapatan yang didapat responden setiap bulan
nya yang dihitung berdasarkan rupiah.
7. Pemanfaatan posyandu lansia adalah kepernahan lansia datang dan yang tidak
datang memanfaatkan posyandu lansia dalam satu tahun terakhir.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2. Variabel , Alat Ukur, Kategori dan Skala Ukur
No Variabel Alat ukur Kategori Skala ukur 1 Pengetahuan Kuesioner a. Baik
b. Sedang c. Kurang
Ordinal
2 Tradisi Kuesioner a. Mendukung b. Kurang
mendukung c. Tidak mendukung
Ordinal
3 Kepercayaan Kuesioner a. Mendukung b. Kurang
mendukung c. Tidak mendukung
Ordinal
4 Pendidikan Kuesioner a. Tinggi b. Rendah
Ordinal
5 Pekerjaan Kuesioner a. Pekerjaan tetap b. Pekerjaan tidak
tetap
Nominal
6 Penghasilan Kuesioner a. Rendah b. Sedang c. Tinggi
Ordinal
7 Pemanfaatan Posyandu lansia
Kuesioner a. Memanfaatkan b. Tidak
memanfaatkan
Nominal
3.6. Metode Pengukuran
3.6.1. Pengukuran variabel independen yaitu sosial budaya (pengetahuan, tradisi,
kepercayaan) dan sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan)
terhadap pemanfaatan posyandu lansia
1. Pengetahuan tentang posyandu lansia
a. Pengetahuan baik, apabila responden memperoleh nilai 76-100 %
(skor 23-30)
Universitas Sumatera Utara
b. Pengetahuan sedang, apabila responden memperoleh nilai 56-75%
(skor 17-22)
c. Pengetahuan kurang, apabila responden memperoleh nilai 40-55%
(skor < 17)
2. Tradisi tentang pemanfaatan posyandu lansia
a. Mendukung , apabila responden memperoleh nilai 76 - 100 %
(skor 23-30)
b. Kurang mendukung, apabila responden memperoleh nilai 56-75%
(skor 17-22)
c. Tidak mendukung , apabila responden memperoleh nilai < 40-55 %
(skor < 17)
3. Kepercayaan tentang pelayanan posyandu lansia dan petugas kesehatan
a. Mendukung , apabila responden memperoleh nilai 76-100% (skor 23-30)
b. Kurang mendukung, apabila responden memperoleh nilai 56-75 %
(skor 17-22)
c. Tidak mendukung, apabila responden memperoleh nilai 40-55%
(skor < 17)
4. Tingkat pendidikan
a. Rendah, (SD/ SLTP)
b. Tinggi, (SMA ,D-III/ PT)
5. Jenis Pekerjaan .
Universitas Sumatera Utara
a. Pekerjaan tetap, jika jenis pekerjaan PNS/ TNI/POLRI
b. Pekerja tidak tetap , jika jenis pekerjaan swasta, wiraswasta, buruh
6. Penghasilan
a. Rendah, jika pendapatan < Rp. 1000.000 / bulan
b. Sedang, jika pendapatan Rp. 1000.000 – 1.500.000 / bulan
c. Tinggi, jika pendapatan > Rp. 1. 500.000 / bulan (UMP, 2011)
3.6.2. Pengukuran Variabel Dependen
Untuk mengetahui pemanfaatan posyandu lansia di dasarkan pada skala
nominal dapat dilihat dari :
a. Memanfaatkan, apabila responden datang ke posyandu dalam satu tahun
terakhir ( > 5 kali )
b. Tidak memanfaatkan apabila responden tidak datang ke posyandu dalam
satu tahun terakhir (< 5 kali )
3.7. Metode Analisis Data
1. Analisis univariat adalah analisis yang bertujuan untuk menjelaskan distribusi
data dari satu variabel yang diteliti. Analisis yang digunakan adalah analisis
deskriptif dengan bentuk penyajian data menggunakan distribusi frekuensi
dengan persentase ( proporsi )
2. Analisis bivariat adalah analisis yang mempunyai tujuan untuk menguji
perbedaan dan mengukur hubungan antara dua variabel penelitian yaitu antara
variabel independen dengan variabel dependen. Analisis bivariat pada
Universitas Sumatera Utara
penelitian menggunakan uji Chi Square dengan tingkat kepercayaan 95%
dengan menggunakan program komputer ( software ) dimana taraf signifikan
sebesar 0,05, sehingga bila ditemukan hasil analisis statistik P‹ 0,05, maka
variabel dinyatakan berhubungan secara signifikan.
3. Analisis multivariat adalah analisis yang bertujuan untuk menguji hubungan
atau lebih dari dua variabel. Dengan menggunakan teknik analisis dapat
mengetahui pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen
serta mengetahui variabel dominan yang memengaruhi . Pada penelitian ini
analisis multivariat adalah uji regresi logistik dengan derajat kemaknaan
dengan nilai alpha = 0,05 atau nilai p < 0,025 pada analisis bivariat.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Darussalam Medan terletak di Jalan Darussalam no 40 Medan.
Puskesmas ini dibangun pada tahun 1968 dan diresmikan oleh KDH Sumatera Utara,
Bapak Marah Halim. Luas wilayah kerja puskesmas Darussalam Medan 176,98 Ha
dengan luas bangunan puskesmas 812,5 meter dengan kepadatan penduduk 24046
jiwa. Batas wilayah sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Sei Sikambing,
sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Sei Agul, sebelah timur berbatasan dengan
kelurahan Petisah Hulu, sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Babura
Sunggal.
Puskesmas Darussalam Medan melayani kesehatan masyarakat di dua
kelurahan yaitu kelurahan sei Putih Barat dan Kelurahan Sei Sikambing D dengan
jumlah penduduk sebanyak 24046 jiwa dengan distribusi penduduk berdasarkan jenis
kelamin Laki- laki sebanyak 12275 jiwa dan perempuan sebanyak 6281 jiwa.
Sejak tahun 1997 puskesmas ini mendapat predikat kualitas assurance
(jaminan mutu) yaitu tercapainya pelayanan kesehatan secara optimal dan sesuai
standart. Puskesmas Darussalam Medan sering dijadikan tempat study banding dan
percontohan terhadap puskesmas lain.
Universitas Sumatera Utara
4.1.1. Kegiatan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan
Adapun kegiatan posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Darussalam
medan sebagai berikut:
1. Lansia datang dengan membawa Kartu Menuju Sehat (KMS) kemudian
diserahkan kepada kader untuk diperiksa tanggal kunjungan terakhir.
2. Melakukan pengukuran tekanan darah dan penimbangan berat badan oleh
petugas kesehatan dibantu oleh kader
3. Melakukan pemeriksaan fisik dan pengobatan oleh dokter Puskesmas.
Apabila ada lansia yang memerlukan pemeriksaan status mental maka
pemeriksaan dilakukan setelah selesai pemeriksaan fisik dengan
menggunakan pedoman metode dua menit sesuai yang ada dalam KMS.
Lansia yang memerlukan pemeriksaan penunjang maka dilakukan
pemeriksaan laboratorium misalnya: Hb, gula darah dan urine oleh
perawat yang bertugas dari Puskesmas kemudian hasilnya dicatat dalam
KMS.
4. Pasien yang baru pertama kunjungan ke posyandu disamping pemeriksaan
fisik juga dilakukan pemeriksaan Hemoglobin, gula darah dan
pemeriksaan urine oleh petugas kesehatan dari Puskesmas dibantu kader.
Setiap kunjungan lansia dianjurkan untuk selalu membawa KMS lansia guna
memantau status kesehatan. Kegiatan lain yang biasanya juga dilakukan adalah
senam lansia yang bertujuan untuk meningkatkan kebugaran bagi lansia.
Universitas Sumatera Utara
4.1.2. Jadwal Pelaksanaan Posyandu Lansia Sebagai Berikut :
1. Senin minggu ke II tiap bulan di posyandu Mawar jalan Karya Bakti
2. Rabu minggu ke II tiap bulan di posyandu Anggrek Jalan Tinta
3. Selasa minggu ke III tiap bulan di posyandu Bunga Tanjung Gang Johor
4. Kamis minggu ke III tiap bulan di posyandu Melati Gang Rejeki
4.2. Analisis Univariat
Analisis univariat pada penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran
distribusi frekuensi dan persentase yang diteliti baik variabel independen maupun
dependen yang meliputi sosial budaya (pengetahuan, kebiasaan, kepercayaan) dan
sosial ekonomi (pendidikan, pekerjaan, penghasilan) dan pemanfaatan posyandu
lansia di wilayah kerja Puskesmas Darussalam Medan
4.2.1. Distribusi Karakteristik Responden Berdasarkan Agama di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan
4.2.1.1. Agama
Berdasarkan hasil penelitian ini karakteristik responden berdasarkan agama di
Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan terdapat Islam sebanyak 115 orang
(83,94%), Kristen 21 orang (15,3%), dan Hindu 1 0rang (0,73%). Dapat dilihat pada
Tabel 4.1.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Agama di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan
No Agama Frekuensi Persentase (%) 1 Islam 115 83,94 2 Kristen 21 15,33 3 Hindu 1 0,73
Jumlah 137 100 Sumber: hasil penelitian ( data diolah )
4.2.1.2. Suku
Berdasarkan hasil penelitian ini karakteristik responden berdasarkan suku di
Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan terdapat suku jawa sebanyak 68 orang
(49,6%), batak 31 orang (22,6%), melayu 8 0rang (5,8%), minang 9 orang (6,6%),
aceh 19 orang (13,9%), minahasa 1 orang (0,7%), india 1 orang (0,7%). Dapat dilihat
pada tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Suku di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan
No Suku Frekuensi Persentase (%)
1 Jawa 68 49,63 2 Batak 31 22,63 3 Melayu 8 5,84 4 Minang 9 6,6 5 Aceh 19 13,9 6 Minahasa 1 0,7 7 India 1 0,7
Jumlah 137 100 Sumber : hasil penelitian,2011(data diolah)
Universitas Sumatera Utara
4.2.2. Variabel Independen 4.2.2.1. Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden menjawab bahwa
pengertian lansia yaitu keluarga penduduk berusia tua 97,1%, mengetahui penyakit
degeneratif dan kronis 93,4%, mengetahui kriteria umur lansia 100%, mengetahui
tentang posyandu lansia 100%, mengetahui sasaran posyandu 98,5%, mengetahui
tujuan posyandu 98,5%, mengetahui manfaat KMS 92,8%, mengetahui tentang kader
98,5%. Secara rinci indikator pengetahuan dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Indikator Pengetahuan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
No Pengetahuan Frekuensi Persentase
1
Pengertian lansia Keluarga penduduk berusia tua Tidak mampu melakukan aktifitas Tidak tahu
133 2 2
97,0 1,5 1,5
2 Mengetahui penyakit degeneratif &kronis Menahun Faktor usia Menyerang saluran napas
128 6 3
93,4 4,4 2,2
3 Mengetahui golongan lansia Umur > 60 tahun
137
100
4 Mengetahui posyandu lansia Pos pelayanan terpadu untuk lansia
137
100
5 Sasaran utama posyandu lansia Lansia Keluarga lansia
135 2
98,5 1,5
6 Tahu tujuan posyandu lansia Meningkatkan kesehatan lansia Tidak tahu
135 2
98,5 1,5
7 Tahu manfaat KMS Memantau kesehatan lansia Alat mencatat kesehatan lansia Tidak tahu
127 5 5
92,8 3,6 3,6
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 . Lanjutan
8 Keluarga tahu tentang kader Anggota masyarakat Perawat atau dokter
135 2
98,5 1,5
9 Mengetahui kegiatan posyandu lansia Pemeriksaan fisik dengan mengisi KMS Tidak tahu
135 2
98,5 1,5
10 Manfaat posyandu lansia Lansia ditimbang tiap bulan
137
100
Jawaban responden yang berkaitan dengan pengetahuan pada tabel 4.3. Selanjutnya
dikategorikan yang hasilnya terdapat pada tabel 4.4. Pengetahuan responden lebih banyak
kategori baik 127 orang (92,7%), pengetahuan kurang baik 10 orang (7,3%).
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Berdarkan Kategori Pengetahuan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
No Pengetahuan Frekuensi Persentase (%)
1 Baik 127 92,7 2 Kurang baik 10 7,3
Jumlah 137 100 Sumber : hasil penelitian,2011(data diolah)
4.2.2.2. Kebiasaan
Hasil penelitian menunjukkan jawaban responden bahwa lansia mengalami
gangguan kesehatan hal yang biasa 83,2%, kadang-kadang keluarga melibatkan lansia
memilih pelayanan kesehatan 47,4%, Posyandu menjadi pilihan yang tepat 86,1%, lansia
yang sakit perlu dibawa ke pelayanan kesehatan 76,6%, selalu memeriksakan kesehatan
lansia secara teratur 86,9%, keberadaan posyandu hal yang baru 84,7% , posyandu sesuai
dengan kebutuhan lansia 97,1%, keberadaan posyandu mendukung kesehatan lansia 100%,
semua keluarga ikut berpartisipasi 51,8%, semua keluarga berperan dalam pengambilan
keputusan 93,4%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Indikator Kebiasaan/Tradisi Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
No Kebiasaan Frekuensi Persentase 1
Lansia mengalami gangguan kesehatan hal yang biasa Ya Kadang-kadang Tidak
114 11 12
83,2 8,0 8,8
2 Keluarga melibatkan lansia memilih pelayanan kesehatan Selalu Kadang-kadang Tidak selalu
56 16 65
40,9 11,7 47,4
3 Posyandu menjadi pilihan yang tepat Ya Kadang-kadang Tidak
118 11 8
86,1 8,0 5,8
4 Lansia yang sakit perlu dibawa ke pelayanan kesehatan Ya Bergantung Tidak
30 2 105
21,9 1,5 76,6
5 Lansia memeriksakan kesehatan secara berkala Selalu Kadang-kadang Tidak selalu
119 11 7
86,9 8,0 5,1
6 Keberadaan posyandu hal yang baru Ya Tidak
116 21
84,7 13,3
7 Posyandu sesuai dengan kebutuhan lansia Sesuai Kurang sesuai
133 4
97,1 2,9
8 Keberadaan posyandu mendukung kesehatan lansia Mendukung
137
100
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5. Lanjutan
9 Semua keluarga ikut berpartisipasi Selalu Kadang-kadang Tidak selalu
71 5 61
51,8 3,6 44,5
10 Keluarga yang paling berperan dalam pengambilan keputusan Ayah Semua keluarga
9 128
6,6 93,4
Jawaban responden yang berkaitan dengan kebiasaan/tradisi pada tabel 4.5.
Selanjutnya dikategorikan yang hasilnya terdapat pada tabel 4.6. Kebiasaan responden
kategori mendukung sebanyak 56 orang ( 40,9%), kurang mendukung 81 orang
(59,1%)
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Kebiasaan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
No Kebiasaan Frekuensi Persentase (%) 1 Mendukung 56 40,9 2 Kurang mendukung 81 59,1 Jumlah 137 100
Sumber : hasil penelitian,2011(data diolah)
4.2.2.3. Kepercayaan
Hasil penelitian menunjukkan jawaban responden keluarga mendukung
posyandu lansia 100%, kadang-kadang mengutamakan pengobatan alternatif 58,4%,
tidak yakin pengobatan alternatif sama dengan medis 88,3%, lansia memerlukan
pelayanan khusus 89,8%, pernah mendapat informasi tentang posyandu 94,2%, petugas
memberi respon yang baik 91,2%, yakin dengan kegiatan posyandu 87,6%, keluarga percaya
dengan pemeriksaan teratur lansia lebih sehat 92,0%, keluarga percaya posyandu tempat
Universitas Sumatera Utara
bersosialisasi antara lansia 89,1%, keluarga yakin tidak semua lansia membutuhkan
pengobatan 98,5%. Secara rinci disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Indikator Kepercayaan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
No Kepercayaan Frekuensi Persentase
1 Keluarga Mendukung posyandu lansia Mendukung
137
100
2 Mengutamakan pengobatan alternatif atau medis Selalu Kadang-kadang Tidak selalu
3 80 54
2,2 58,4 39,4
3 Meyakini pengobatan alternatif sama dengan medis Kadang-kadang Tidak yakin
16 121
11,7 88,3
4 Lansia memerlukan pelayanan khusus Ya Kadangkadang Tidak
123 13 1
89,8 9,5 0,7
5 Pernah mendapat informasi tentang posyandu Pernah Tidak pernah
129 8
94,2 5,8
6 Petugas memberi respon yang baik Selalu Kadang-kadang Tidak selalu
125 11 1
91,2 8,0 0,7
7 Keluarga yakin dengan fasilitas dengan kegiatan Selalu Kadang-kadang Tidak selalu
120 11 1
87,6 8,0 4,4
8 Keluarga percaya dengan pemeriksaan teratur lansia lebih sehat Selalu Kadang-kadang Tidak selalu
126 8 3
92,0 5,8 2,2
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7. Lanjutan
9 Keluarga percaya dengan posyandu tempat bersosialisasi antara lansia Selalu Kadang-kadang Tidak selalu
122 5 10
89,1 3,6 7,3
10 Keluarga yakin tidak semua lansia membutuhkan pengobatan Yakin Kadang-kadang
135 2
98,5 1
Jawaban responden yang berkaitan dengan kepercayaan pada tabel 4.7. Selanjutnya
dikategorikan yang hasilnya terdapat pada tabel 4.8. Kepercayaan responden terdapat
kategori mendukung sebanyak 125 orang (91,2%), kategori kurang mendukung 12
orang (8,8%).
Tabel 4.8. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Kepercayaan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
No Kepercayaan Frekuensi Persentase (%) 1 Mendukung 125 91,2 2 Kurang Mendukung 12 8,8 Jumlah 137 100
Sumber : hasil penelitian,2011(data diolah)
4.2.2.4. Pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis pendidikan responden SD 51,8%,
SLTP 17,5%, SLTA 26,2%, PT 4,4%. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.9.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.9. Distribusi Jenis Pendidikan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
No Jenis pendidikan Frekuensi Persentase 1 SD 71 51,8 2 SLTP 24 17,5 3 SLTA 36 26,2 4 Perguruan Tinggi 6 4,4 Total 137
Selanjutnya dikategorikan yang hasilnya terdapat pada tabel 4.10. Pendidikan
responden lebih banyak kategori rendah sebanyak 95 orang (69,3%), pendidikan
kategori tinggi 42 orang (30,7%) .
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Pendidikan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
No Pendidikan Frekuensi Persentase (%) 1 Tinggi 42 30,7 2 Rendah 95 69,3 Jumlah 137 100
Sumber : hasil penelitian,2011(data diolah)
4.2.2.5. Pekerjaan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan responden PNS 15,33%,
swasta 13,14%, Wiraswasta 15,33%, buruh 56,20%. Secara rinci dapat dilihat pada
tabel 4.11.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Jenis Pekerjaan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
No Jenis pekerjaan Frekuensi Persentase 1 PNS/TNI/POLRI 21 15,33 2 Swasta 18 13,14 3 Wiraswasta 21 15,33 4 Buruh 77 56,20 Total 137 100,0
Selanjutnya dikategorikan yang hasilnya terdapat pada tabel 4.12. Pekerjaan
responden tergolong kategori tetap sebanyak 21 orang (15,3%), dan tidak tetap 116
orang (84,7%) .
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Pekerjaan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%) 1 Tetap 21 15,3 2 Tidak tetap 116 84,7 Jumlah 137 100
Sumber : hasil penelitian,2011(data diolah)
4.2.2.6. Penghasilan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penghasilan responden <Rp.1 jt
sebanyak 78,8, Rp. 1 jt - Rp. 1,5 jt sebanyak 16,8%, > Rp. 1,5 jt sebanyak 4,4%.
Secara rinci dapat dilihat pada tabel 4.13.
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Penghasilan Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
NO Penghasilan Frekuensi Persentase 1 < Rp. 1 jt 108 78,8 2 Rp. 1 jt - Rp. 1,5 jt 23 16,8 3 > Rp. 1,5 jt 6 4,4 Total 137 100,0
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya dikategorikan yang hasilnya terdapat pada tabel 4.14. Penghasilan
responden tergolong kategori tinggi sebanyak 6 orang (4,4%), kategori sedang 23
orang (16,8%) dan lebih banyak kategori rendah 108 orang (78,8%).
Tabel 4.14. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kategori Penghasilan di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
No Penghasilan Frekuensi Persentase (%) 1 Tinggi 6 4,4 2 Sedang 23 16,8 3 Rendah 108 78,8 Jumlah 137 100
Sumber : hasil penelitian,2011(data diolah)
4.2.3. Variabel Dependen
Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa responden yang memanfaatkan
posyandu lansia sebanyak 54 orang (39,4%), tidak memanfaatkan posyandu lansia
83 orang (60,6%) . Dapat dilihat pada tabel 4.15.
Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Responden Memanfaatkan dan Tidak Memanfaatkan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
No Pelayanan
Posyandu Lansia Frekuensi Persentase (%)
1 Memanfaatkan 54 39,4 2 Tidak memanfaatkan 83 60,6 Jumlah 137 100
Sumber : hasil penelitian,2011(data diolah)
Universitas Sumatera Utara
4.3. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dimaksud untuk mengetahui hubungan masing-masing
variabel independen dan dependen. Adapun variabel dependen dalam penelitian ini
adalah pemanfaatan posyandu lansia sedangkan variabel independen adalah sosial
budaya (pengetahuan, kebiasaan, kepercayaan) dan sosial ekonomi (pendidikan,
pekerjaan, penghasilan).
Berdasarkan Tabel 4.16. diketahui bahwa pemanfaatan pelayanan posyandu
lansia untuk variabel pengetahuan menunjukkan kategori baik sebanyak 50 orang
(36,5%) ,4 orang (2,9 %) pengetahuan kurang baik, Untuk uji statistik diketahui
bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara pengetahuan dengan pemanfaatan
posyandu lansia dengan nilai p= 0,608
Pada penelitian ini berdasarkan kebiasaan menunjukkan kategori mendukung
sebanyak 30 orang (21,9%) memanfaatkan posyandu lansia, kurang mendukung 24
orang (17,5%). Untuk uji statistik diketahui bahwa terdapat hubungan signifikan
antara kebiasaan dengan pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai p= 0,004
Pada penelitian ini berdasarkan kepercayaan menunjukkan kategori
mendukung sebanyak 42 orang (30,7%) memanfaatkan posyandu lansia, kurang
mendukung 12 orang (8,8%). Untuk uji statistik diketahui bahwa terdapat hubungan
signifikan antara kepercayaan dengan pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai
p= 0,000
Pada penelitian ini berdasarkan pendidikan menunjukkan kategori rendah 39
orang (28,47%), tinggi sebanyak 15 orang (10,95%) memanfaatkan posyandu lansia,.
Universitas Sumatera Utara
Untuk uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara
pendidikan dengan pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai p= 0,346
Pada penelitian ini berdasarkan pekerjaan dalam kategori lebih banyak pekerja
tidak tetap sebanyak 47 orang (34,3%), tetap 7 orang (5,1%),. Untuk uji statistik
diketahui bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara pekerjaan dengan
pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai p= 0,357
Pada penelitian ini berdasarkan penghasilan termasuk dalam kategori rendah
sebanyak 44 orang (32,1%), sedang 6 orang (4,4%), penghasilan tinggi 4 orang (2,9
%) . Untuk uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan signifikan antara
penghasilan dengan pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai p= 0,161
Kesimpulan uji Chi Square : terdapat hubungan yang bermakna (p<0,05)
antara kepercayaan dan kebiasaan dengan pemanfaatan posyandu lansia. Tidak
terdapat variabel bermakna (p<0,05) pada variabel lainya.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.16. Hubungan Sosial Budaya dan Sosial Ekonomi dengan Pemanfaatan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
Pemanfaatan Posyandu Lansia
Memanfaatkan Tdk Memanfaatkan
Total
N % N % N %
X2
Nilai
P
Pengetahuan Baik Kurang baik
50 4
36,5 2,9
77 6
56,2 4,4
127 10
92,7 7,3
3,264
0,608
Kebiasaan Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung
30 24 0
21,9 17,5 0
26 57 0
19,2 41,6 0
56 81 0
40,9 59,1 0
2,517
0,004
Kepercayaan Mendukung Kurang mendukung Tidak mendukung
42 12 0
30,7 8,8 0
83 0 0
60,6 0 0
125 12 0
91,2 8,8 0
13,059
0,000
Pendidikan Tinggi Rendah
15 39
10,95 28,47
27 56
19,71 40,87
42 95
30,66 69,34
0,348
0,346
Pekerjaan Tetap Tidak tetap
7 47
5,1 34,3
14 69
19,71 40,87
21 116
15,3 84,7
0,384
0,346
Penghasilan Tinggi Sedang Rendah
4 6 44
2,9 4,4 32,1
2 17 64
1,5 12,4 46,7
6 23 108
4,4 16,8 78,8
3,656
0,161
Sumber : hasil penelitian,2011(data diolah) 4.4. Analisis Multivariat
Untuk mengetahui pengaruh antara variabel independen dan dependen secara
bersamaan dengan menggunakan uji regresi logistik dengan tingkat kemaknaan
sebesar p < 0,05 untuk mencari faktor yang lebih dominan terhadap pemanfaatan
posyandu lansia di Puskesmas Darussalam Medan. Variabel yang potensial
dimasukkan dalam model. Variabel yang dipilih atau yang dianggap signifikan yaitu
Universitas Sumatera Utara
yang mempunyai nilai p< 0,025. Dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel yang
berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia yaitu kebiasaan dan
kepercayaan, seperti terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.17. Hasil Regresi Logistik Kebiasaan, Kepercayaan, terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Tahun 2011
Sosial budaya Beta Sig Exp(B) 95% C.I.for EXP(B) Lower Upper Kebiasaan 1,478 0,000 4,385 1,987 9,677 Kepercayaan -22,421 0,998 0,000 0,000 0,000 Constan -0,074 0,786 0,929
a. Variabel(s) entered on step 1: Skor Kepercayaan, Skor Tradisi
Pada tabel diatas merupakan hasil akhir analisis multivariat uji regresi logistik
karena kebiasaan dan kepercayaan telah memiliki nilai p<0,05 artinya variabel
tersebut tidak dikeluarkan dari model dan merupakan variabel yang berpengaruh
terhadap pemanfaatan posyandu lansia. Adapun variabel yang lainnya tidak
berpengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia.
Dilihat dari seluruh model yang ada, kepercayaan dan konstanta tidak
signifikan. Hanya variabel kebiasaan yang signifikan (p<0.05) untuk menjelaskan
model tersebut dengan Exp (B) atau OR= 4,385 pada confidence interval 1,987-9,677
(confidence level 95%). Nilai confidence interval tersebut bersifat positif artinya
dapat diterima sebagai sebuah kesimpulan yaitu jika kebiasaan mendukung maka
peluang responden untuk memanfaatkan posyandu lansia 4,385 kali lebih
memanfaatkan dibandingkan jika kebiasaan responden tidak mendukung.
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
PEMBAHASAN
5.1. Pengaruh Sosial Budaya yang Memengaruhi Pemanfaatan Posyandu
Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan
Berdasarkan hasil uji statistik maka sosial budaya yang berpengaruh terhadap
pemanfaatan posyandu lansia yaitu kebiasaan dan kepercayaan, sehingga dapat
disimpulkan dari keseluruhan variabel yang berpengaruh terhadap pemanfaatan
posyandu lansia di wilayah kerja puskesmas Darussalam Medan adalah 2 (dua)
variabel. Dari 2 variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap pemanfaatan
posyandu lansia adalah kebiasaan/tradisi
5.1.1. Pengaruh Pengetahuan terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
signifikan antara pengetahuan dengan pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai
p= 0,608>0,05. Hal ini memberi arti bahwa tidak selalu keluarga yang mengetahui
tentang posyandu lansia mau memanfaatkan posyandu lansia. Ada faktor lain yang
menyebabkan keluarga tidak memanfaatkan posyandu lansia misalnya faktor budaya
masyarakat menganggap bahwa pelayanan di posyandu lansia tidak menguntungkan
untuk kesehatannya atau tidak sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan lansia.
Perilaku keluarga lansia dan keluarga tidak memberikan pemahaman untuk bertindak
atau ada pengalaman yang dilihat, didengar tentang kegiatan posyandu tidak
memuaskan. Hal ini selaras dengan pendapat Notoatmojo (2005) yang menyatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa pengetahuan adalah hasil tahu yang sesuai setelah seseorang melakukan panca
inderanya. Semakin banyak yang dilihat dan didengar seseorang maka semakin tinggi
pengetahuanya. Clyde Kluckhohn dalam Momon (2008) menyebutkan bahwa unsur-
unsur budaya adalah pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang tentang pandangan terhadap sakit dan
penyakit demikian juga tentang cara pemeliharaan kesehatanya. Pengetahuan
diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
Kebudayaan memengaruhi seseorang untuk mengikuti pola-pola perilaku
tertentu yang telah dibuat orang lain. Setiap kelompok masyarakat memiliki tradisi,
kebiasaan dan budaya yang unik dan akan berpengaruh kepada cara berfikir (cara
memandang sesuatu), cara bersikap, cara berperilaku yang beriorentasi pada ilmu
pengetahuan dalam menghadapi masalah kesehatan agar sehat dan tepat dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Menurut Soekidjo Notoadmojo (1993) dalam
Iqbal (2009) dalam mempelajari perilaku sakit dan penyakit perilaku mencari
pengobatan (health seeking behavior), misalnya pengobatan sendiri, dukun, dokter,
puskesmas. Hal ini sangat berkaitan dengan tingkat pengetahuan/ pengalaman
seseorang sedangkan tingkat pendidikan tidak menjamin seseorang untuk selalu
berobat ke pelayanan kesehatan. Pada situasi tertentu, orang lebih percaya kepada
pengobatan alternatif.
Rosenstock (1974) seseorang tidak mencari pertolongan bila mereka kurang
mempunyai pengetahuan dan motivasi minimal yang relepan dengan kesehatan, bila
mereka memandang tidak cukup berbahaya, bila tidak yakin terhadap keberhasilan
Universitas Sumatera Utara
suatu intervensi medis dan melihat adanya beberapa kesulitan dalam melakukan
perilaku kesehatan yang disarankan.
Survei lapangan menunjukkan bahwa keluarga mengetahui tentang posyandu
lansia dan kebutuhan lansia, mereka mengharapkan petugas kesehatan memberikan
waktu untuk memberikan pengajaran kepada keluarga lansia bagaimana cara merawat
dan menangani lansia. Sehingga lansia yang membutuhkan pertolongan dalam
keperluan sehari-hari dapat diberikan anggota keluarga sesuai dengan kebutuhan
lansia. Keluarga juga mengatakan tidak mempunyai waktu untuk mengantar lansia ke
Posyandu. Jika dilihat dari sisi manfaat pelayanan keluarga lansia mengatakan
pengobatan herbal dan terapi Nuga,Ceragem yang lebih cocok untuk kesembuhan
lansia disamping lansia dapat mengikuti kegiatan terapi sesuai kondisi kesehatannya.
5.1.2. Pengaruh Kebiasaan/Tradisi terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa variabel kebiasaan (p=<0,05)
mempunyai pengaruh signifikan terhadap pemanfaatan posyandu lansia untuk
menjelaskan model tersebut dengan Exp(B) atau OR= 4,385 pada confidence interval
1,987-9,677 (confidence level 95%). Nilai confidence interval tersebut bersifat positif
artinya dapat diterima. Hal ini membuktikan bahwa kebiasaan atau tradisi keluarga
merupakan unsur terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah.
Apabila ada dukungan rasa percaya diri akan bertambah dan motivasi untuk
menghadapi masalah yang terjadi akan meningkat.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini sejalan dengan pendapat Geersten,(1998) mengatakan kuatnya tradisi
keluarga memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan. Pola-pola tingkah laku
yang sudah terlembagakan dalam masyarakat akan mendorong kepada bentuk
karakteristik tingkah laku yang sama, kesamaan ini mendorong kepada tipe
kepribadian dasar keluarga lansia dalam memilih pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan nilai yang dianut karena itu perlu pendekatan multidisiplin mengingat
berbagai isu yang berhubungan dengan lansia perlu menyiapkan pelayanan kesehatan
sesuai kebutuhan lansia.
Kebudayaan memengaruhi seseorang untuk mengikuti pola-pola perilaku
tertentu yang telah dibuat orang lain. Setiap kelompok masyarakat memiliki tradisi,
kebiasaan dan budaya yang unik dan akan berpengaruh kepada cara berfikir (cara
memandang sesuatu), cara bersikap, cara berperilaku yang beriorentasi pada ilmu
pengetahuan dalam menghadapi masalah kesehatan agar sehat dan tepat dalam
memanfaatkan pelayanan kesehatan. Norma-norma itu mengenai kebiasaan-
kebiasaan hidup, adat istiadat dan tradisi- tradisi hidup yang dipakai turun-temurun.
(Soekanto,2005) artinya kebiasaan berperilaku hidup sehat sudah merupakan tradisi
yang melekat pada sekelompok orang yang berlaku secara turun temurun.
Kebiasaan sosial budaya masyarakat di dunia timur sampai sekarang masih
menempatkan orang-orang usia lanjut pada tempat terhormat dan penghargaan yang
tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan lansia dan kedudukan lansia dalam
keluarga perlu di perhatikan dan dihargai sehingga lansia yang berada dalam keluarga
tetap merasakan kebahagiaan bersama dengan keluarga. Berbeda dengan pendapat
Universitas Sumatera Utara
Brojklehurst dan Allen ( 1987) lansia sering dianggap lamban, baik dalam berfikir
maupun dalam bertindak. Anggapan ini bertentangan dengan pendapat-pendapat
zaman sekarang, yang justru menganjurkan masih tetap ada social involvement
(keterlibatan sosial) yang dianggap penting dan meyakinkan. Contohnya dalam
bidang pendidikan lansia masih tetap butuh melanjutkan pendidikanya, sehingga
dapat meningkatkan inteligensi dan memperluas wawasanya. Hal ini merupakan
suatu dukungan bagi lansia dalam menghadapi masalah yang terjadi. Latar belakang
budaya memengaruhi hubungan antara kelompok sosial dengan orientasi medis
(Suchman, 1965). Artinya bilamana pelayanan itu menurut kebiasaan keluarga
bermanfaat untuk kesehatan anggota keluarga maka pelayanan tersebut akan
dimanfaatkan dengan optimal karena itu akan berpengaruh kepada kebahagiaan
lansia. Selaras dengan itu Adam (1990) dalam Anderson (2007) mengatakan program
dan pelayanan sebaiknya direncanakan agar tersedia, dapat diterima dan sesuai
dengan budaya masyarakat yang menerima pelayanan. Kompetensi budaya menuntut
para praktisi dan sistem pelayanan untuk memahami persepsi klien keluarga dan
masyarakat terhadap kebutuhan kesehatan mereka.
Survei lapangan menunjukkan bahwa keluarga lansia berpendapat anak
berkewajiban menyantuni orang tua yang sudah tidak dapat mengurus diri sendiri
sesuai dengan tradisi orang timur bahwa hormat kepada orang tua adalah kunci
kesehatan lansia baik secara fisik terutama secara mental dengan tindakan nyata dari
anggota keluarga bukan harus dibawa ke posyandu lansia. Disamping penyakit lansia
adalah penyakit karena faktor usia sehingga dalam pemilihan pengobatan harus lebih
Universitas Sumatera Utara
hati-hati. Menurut mereka bahwa terapi yang paling sesuai dengan lansia adalah
kebutuhan secara kejiwaan maka mereka lebih diaktifkan mengikuti kegiatan bersama
(arisan, pengajian, piknik) kegiatan silaturahmi antar lansia atau di ikutkan dalam
acara hari besar dan berkumpul dengan anak cucu, dituakan dalam adat dan sewaktu-
waktu dibawa rekreasi kemudian perlu di ikutkan dalam mengambil keputusan dalam
keluarga.
Untuk kesehatan fisik tetap diperhatikan apabila sakit tentu menggunakan
jasa pelayanan kesehatan itu pun melihat kondisinya karena lansia yang sakit tidak
harus mengkonsumsi obat medis dapat juga mengkonsumsi jamu, obat herbal yang
sifatnya alami karena obat alami tidak mempunyai efek samping untuk kesehatan
lansia.
5.1.3. Pengaruh Kepercayaan terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kepercayaan tidak mempunyai
pengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai p= 0,998>0,05.
Keyakinan budaya memaknai pengalaman sehat dan sakit individu untuk
menyesuaikan diri secara kultural dengan penyebab penyakit yang rasional, aturan
dalam mengekpresikan gejala, norma, interaksi, strategi mencari pertolongan dan
menentukan hasil yang di inginkan (Harwood, 1998)
Wrigth (1996) menyatakan bahwa keyakinan adalah lensa atau mata
bagaimana kita melihat atau memersepsikan kehidupan. Keyakinan merupakan
pijakan kuat dari perilaku kita dan merupakan esensi dari keperdulian kita. Keyakinan
Universitas Sumatera Utara
membimbing dan mengarahkan keluarga serta individu dalam bertindak. Pilihan
keluarga membuat perubahan dari keyakinan mereka, yang pada giliranya
dikembangkan dari sistem nilai yang dianut mereka. Keyakinan memiliki akar
kebudayaan dan sosial yang mendalam.
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek. Seseorang
menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian
terlebih dahulu.
Menurut teori Andersen mengemukakan bahwa pola pemanfaatan pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh individu-individu dari berbagai kelompok usia, yang
berbeda menurut jenis serta frekuensi kejadian penyakit, oleh keluarga yang berbeda
menurut struktur dan gaya hidup, fisik, lingkungan sosial dan pola perilaku; dan oleh
variasi kepercayaan mengenai keberhasilan pelayanan medis (misalnya, keluarga
yang sangat percaya terhadap keberhasilan suatu cara pengobatan penyakit maka
mereka akan segera mencari jenis pertolongan tersebut dan lebih sering
memanfaatkannya). Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap petugas kesehatan di
beberapa wilayah masih rendah. Mereka masih percaya kepada dukun, karena
karismatik dukun tersebut yang sedemikian tinggi, sehingga masyarakat lebih senang
berobat dan meminta tolong kepada dukun. Petugas kesehatan dianggap sebagai
orang baru yang tidak mengenal masyarakat diwilayahnya dan tidak mempunyai
karismatik.
Model keyakinan kesehatan menurut Rosenstoch (1974) menyatakan bahwa
hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan memberikan
Universitas Sumatera Utara
cara bagaimana keluarga akan berperilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan
bagaimana mereka mematuhi pelayanan kesehatan yang diberikan.
Survei lapangan menunjukkan bahwa keluarga percaya dan meyakini bahwa
lansia dalam keluarga wajib untuk dilindungi baik kesehatan fisik maupun mentalnya,
Keluarga juga percaya dengan keberadaan posyandu dan kepada petugas kesehatan
yang memberikan pelayanan hanya saja bahwa kebutuhan lansia berbeda-beda sesuai
dengan keadaanya. Keluarga berpendapat agar kegiatan yang dilakukan di posyandu
ini lebih menekankan partisipasi lansia itu sendiri dan melibatkan secara aktif
lembaga yang sudah ada misalnya mesjid, gereja, tokoh masyarakat, sekolah dan
pemerintahan desa, karena masyarakat, keluarga lebih percaya kepada mereka .
Kondisi ini berkaitan dengan budaya yang dianut bahwa tokoh masyarakat, pemuka
agama dan yang lainnya dianggap menjadi panutan dimasyarakat dan dianggap
menjadi pemimpin sekaligus teladan bagi lansia dan warga sekitarnya. Disamping
lembaga yang sudah disiapkan pemerintah yaitu Puskesmas, Pustu dan Polindes lebih
memberikan perhatiannya kepada lansia dalam memberikan informasi yang benar dan
mampu memberikan pelayanan khusus untuk semua masyarakat yang sudah lansia.
Begitu juga dengan pemberi pelayanan, keluarga lebih percaya kepada perawat dan
dokter yang menggunakan baju putih dibandingkan dengan kader sebab persepsi
mereka kader tidak jauh berbeda pengetahuanya terhadap kesehatan dibanding lansia
itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
5.1.4. Pengaruh Pendidikan terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pendidikan tidak mempunyai
pengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia dengan nilai p= 0,346 >0,05
Artinya keluarga dengan pendidikan rendah perilaku upaya pemeliharaan kesehatan
biasanya merupakan kebutuhan yang terakhir. Oleh karena itu mereka perlu diberikan
pendidikan kesehatan yang lebih menarik dan mengena, yang disesuaikan dengan
kemampuan dan keadaan lingkungan mereka.
Pemanfaatan posyandu lansia akan bertambah besar/meningkat apabila
ditingkatkan variabel pendidikan. Dari hasil diatas dapat diperkirakan bahwa
pemanfaatan posyandu lansia akan meningkat apabila tingkat pendidikan keluarga
lansia mempunyai jenjang yang lebih tinggi yang berpengaruh terhadap pemahaman
terhadap pentingnya hidup sehat. Sutanto ( 2000) yang menyatakan bahwa semakin
tinggi pendidikan maka semakin mudah menerima penyuluhan yang diberikan
petugas kesehatan dalam fokus ini pemanfaatan posyandu lansia karena pendidikan
sangat memengaruhi cara berpikir dan membawa perubahan perilaku yang positif
dalam meningkatkan kesehatanya.
Hershey (1975) pendidikan dan penghasilan merupakan faktor prediktif bagi
tipe perilaku tertentu, faktor pendidikan adalah prediktif untuk melakukan
pemeriksaan fisik sedangkan penghasilan prediktif untuk melakukan kunjungan ke
pelayanan kesehatan. Menurut Andersen dan Newman (1973) salah satu faktor yang
Universitas Sumatera Utara
memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah tingkat pendidikan. Azwar
(2002) faktor yang memengaruhi pelayanan kesehatan adalah pendidikan.
Tingkat pendidikan juga merupakan hal penting dalam menghadapi masalah.
Semakin tinggi pendidikan seseorang, semakin banyak pengalaman hidup yang
dilaluinya, sehingga akan lebih siap dalam menghadapi masalah yang terjadi.
Makin tinggi tingkat kematangan intelektual seseorang akan lebih mampu
dan mudah memahami arti dan pentingnya hidup sehat dan pentingnya memanfaatkan
pelayanan kesehatan (Tukiman, 1994) Biasanya semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka semakin meningkat pula pengetahuan dan semakin mendapatkan
informasi yang lebih banyak. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin tinggi permintaan/kebutuhan terhadap pelayanan kesehatan
semakin meningkat pula, semakin rendah tingkat pendidikan maka hal ini akan
menyebabkan seseorang sulit untuk menerima penyuluhan yang diberikan petugas
kesehatan (Hardywinoto,2007)
5.1.5. Pengaruh Pekerjaan terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat pekerjaan tidak
mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia dimana dijumpai
p= 0,357>0,05. Hal ini diasumsikan bahwa keluarga lansia yang memanfaatkan
posyandu lansia adalah keluarga yang tidak punya pekerjaan tetap dan berpenghasilan
rendah. Kemiskinan secara langsung berhubungan dengan pekerjaan yang tidak tentu
atau upah yang rendah. Karena penghasilan yang rendah atau yang tidak tentu
Universitas Sumatera Utara
terdapat rasa tidak aman yang besar terhadap ketersediaan makanan, tempat tinggal,
pelayanan kesehatan. Selaras dengan itu menurut Kartasaputra (2005) dalam
melangsungkan kehidupanya manusia melakukan berbagai kegiatan atau pekerjaan
fisik yang memerlukan energi. Selaras dengan itu menurut Sedarmayanti (2001) yang
dikutip oleh Hardywinoto, (2007), pekerjaan yang disertai dengan pendidikan dan
keterampilan akan mendorong kemajuan setiap usaha sehingga dapat meningkatkan
pendapatan baik pendapatan individu, kelompok maupun pendapatan nasional.
5.1.6. Pengaruh Penghasilan terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Darussalam Medan Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat penghasilan tidak
mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan posyandu lansia dimana dijumpai
p= 0,161> 0,005.
Keluarga dengan sumber ekonomi yang tidak memadai menunjukkan tidak
terpenuhinya kebutuhan dasarnya. Perilaku keluarga yang status ekonominya relatif
rendah biasanya belum memperioritaskan perilaku pencegahan penyakit karena masih
banyak kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi. Penelitian oleh Ongko (1998)
dalam Tukiman, (2001) tentang demand masyarakat ke balai kesehatan masyarakat
salah satunya dipengaruhi oleh faktor harga. Individu akan lebih mudah
memanfaatkan pelayanan kesehatan apabila pelayanan yang diberikan bebas biaya
(Marr dan Giebing, 2001)
Clark, (1984) kecendrungan dan perubahan ekonomi dipercaya memberikan
pengaruh terbesar bagi keluarga, selain faktor itu, kemajuan teknologi dan
Universitas Sumatera Utara
kecenderungan demografi, sosiobudaya, dan politik juga merupakan faktor-faktor
penting yang memengaruhi keluarga. Sehubungan dengan perbedaan dalam sumber
penghasilan, terdapat juga hubungan yang positif antara status sosioekonomi dan
kesehatan fisik dan jiwa yang berarti bahwa individu yang berasal dari keluarga
miskin cenderung untuk mempunyai kesehatan yang lebih buruk dibandingkan
mereka yang mempunyai sosioekonomi yang lebih baik.
Menurut Andersen dan Newman (1973) faktor yang memengaruhi pemanfaatan
pelayanan kesehatan diantaranya tingkat pendapatan, faktor sosio budaya tingkat
pendidikan. Andersen mengemukakan bahwa meskipun keluarga memberikan
predisposisi untuk memanfaatkan pelayanan kesehatan namun beberapa faktor harus
tersedia untuk menunjang pelaksanaanya, yaitu faktor kemampuan baik dari keluarga
misalnya penghasilan.
Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga atau merawat
lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan
sosial ekonomi serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi
lansia. Selaras dengan itu Yuliani (2004) keluarga harus dilihat sebagai suatu sistem
interaktif antara individu yang secara timbal balik akan mensosialisasikan diri saling
mengatur para anggotanya. Karenanya agar dapat mengkaji kecukupan ekonomi tidak
hanya tingkat penghasilan yang harus diperkirakan tetapi juga pengeluaran yang
berfokus pada alokasi sumber yang memadai. Karenanya, agar dapat mengkaji
kecukupan ekonomi, tidak hanya tingkat penghasilan yang harus diperkirakan tetapi
juga pengeluaran.
Universitas Sumatera Utara
Buruknya kondisi sosial ekonomi sebagian besar keluarga lansia, akan
memengaruhi rendahnya derajat kesehatan dan ketidak mandirian lansia secara
ekonomi, kondisi ini akan memengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan
(PKBI, 2001). Pada umumnya jaminan ekonomi dihari tua diusahakan melalui
keanggotaan asuransi, sedangkan dalam negara berkembang asuransi merupakan akar
sosial dalam masyarakat yang membantu secara gotong royong. Akan tetapi
kenyataan yang ada sering kali pendanaan tidak mencukupi untuk mengatasi
gangguan kesehatan yang dihadapi lansia.
Hasil penelitian ini sesuai dengan temuan penelitian Connie (1984) status
sosial keluarga lansia dan sosial budaya masyarakat berpengaruh terhadap
pemanfaatan pelayanan kesehatan dan berpengaruh terhadap pemilihan fasilitas
kesehatan yang memadai untuk kesehatan lansia.
Menurut Notoatmojo (2005) keadaan sosial ekonomi merupakan aspek sosial
budaya yang sangat memengaruhi status kesehatan dan juga berpengaruh pada pola
penyakit bahkan juga berpengaruh pada kematian. Misalnya penyakit infeksi lebih
banyak ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus ekonomi rendah
sedangkan penyakit non infeksi ditemukan pada golongan masyarakat yang berstatus
ekonomi tinggi. Hershey (1975) pendidikan dan penghasilan merupakan faktor
prediktif bagi tipe perilaku tertentu, faktor pendidikan adalah prediktif untuk
melakukan pemeriksaan fisik sedangkan penghasilan prediktif untuk melakukan
kunjungan ke pelayanan kesehatan. Rubin dan Neiswiadomy ( 1995) saat penuaan
berlangsung terdapat berbagai stressor yang dialami lansia yang akan mengganggu
Universitas Sumatera Utara
peran berupa: ekonomi, perumahan, sosial, pekerjaan, kesehatan. Hal tersebut berarti
kehilangan status dan dukungan sosial yang berpengaruh terhadap perubahan gaya
hidup.
Status sosioekonomi mempunyai pengaruh yang menembus kehidupan
keluarga dan anggotanya, terutama dalam kehidupan masyarakat yang heterogen, dan
kompleks, menyebabkan perbedaan dalam kebudayaan keluarga dan gaya hidup yang
signifikan. Status sosial ekonomi keluarga membentuk gaya hidup keluarga, juga
merupakan pembentuk kekuatan nilai keluarga. Artinya makin rendah penghasilan
seseorang akan berpengaruh kepada pembentukan perilaku.
Dapat disimpulkan bahwa pandangan keluarga tentang sehat sakit sangat
dipengaruhi oleh latar belakang sosial ekonomi dalam fokus penelitian ini
penghasilan keluarga. Oleh karean itu respon individu/keluarga terhadap rasa sehat
sakit sangat bervariasi.
5.8. Keterbatasan Penelitian
Ketidak seragaman pendidikan responden menyebabkan pemahaman terhadap
pengisian kuesioner yang berbeda pada saat pengumpulan data, sehingga peneliti
melakukan pertemuan sebanyak tiga kali di Puskesmas Darusalam Medan untuk
menjelaskan setiap item pertanyaan kuesioner.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Secara statistik terdapat pengaruh kebiasaan/tradisi terhadap pemanfaatan
posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Darussalam Medan
2. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pengetahuan, kepercayaan,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan terhadap pemanfaatan posyandu lansia di
wilayah kerja Puskesmas Darussalam Medan
3. Hasil uji regresi logistik variabel yang paling dominan terhadap pemanfaatan
posyandu lansia di wilayah kerja Puskesmas Darussalam Medan adalah
kebiasaan/tradisi
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian disarankan:
1. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tentang program Posyandu Lansia
perlu disesuaikan dengan kebiasaan/tradisi masyarakat dimana lansia berada
dan melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama dan lembaga yang sudah ada
diberdayakan untuk menyebarkan informasi tentang posyandu lansia di
masyarakat .
Universitas Sumatera Utara
2. Puskesmas sebagai sarana pelayanan dasar yang berhadapan langsung dengan
masyarakat agar dapat memotivasi dan memfasilitasi masyarakat menjalin
kerjasama dengan instansi terkait, lintas sektoral untuk menunjang pelayanan
yang terbaik dalam kegiatan posyandu lansia misalnya pengadaan tempat,
finansial, pemikiran yang dapat mendukung dalam memperhatikan kesehatan
lansia.
3. Kepada petugas kesehatan Puskesmas Darusalam Medan dan lurah agar
bekerjasama dalam pembinaan melalui pelatihan kepada kader untuk
meningkatkan kemampuan diri dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat dimana lansia berada serta memotivasi kader untuk tetap
melaksanakan tugas pengabdianya dan berperan serta untuk mensukseskan
kegiatan posyandu lansia.
.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, 2003, Ilmu Sosial Dasar, Jakarta: Rhineka Cipta Andersen, R., A, 1968, Behavioral Model of Families Use of Health Services
(Chicago: Center for Health Administration Studies, University of Chicago) Andersen, R; Newman, J,1973, Societal and Individual Determinants of Medical Care
Utilization in the United Stated. The Milbank Memorial Fund Quarterly; Health and Society, Vol 51,
Anderson, T, Elisabeth: McFarlane, Judith, Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori
dan Praktik, Jakarta: EGC Arikunto, Suharsimi, 2006, Prosedur Penelitian suatu pendekatan Praktek, Jakarta,
Rhineka Cipta Azwar, Azrul, 2002, Pengantar Administrasi Kesehatan, Jakarta, Binarupa Aksara Berg, Alan, 1986, Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional, Jakarta, Rajawali Biro Pusat Statistik, 1999, Sensus Penduduk Indonesia, Jakarta, EGC British Medical Journal (BMJ), 2001, Maintaning the Dignity and Autonomy of
Older People in Health Care Setting. Vol 332 Brubaker, T, 1990, Families in Later Life: A Beginning Area of Research, Journal of
Marriage and the Family, Vol 4 Brunner dan Suddart,2002,Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC Bustan. M.N, 2002, Epidemiologi Penyakit tidak Menular , Jakarta, Rineka Cipta ______. M.N, 2007, Epidemiologi Penyakit tidak Menular, Jakarta, Rineka Cipta, Connie, Evashwick: Rowe, Genevieve: Diehr, Paula,1984, Factor Explaining the Use
of Health Care Services by the Elderly, Health Services Research, 19 (3) Dalimunthe, R.F,1995, Analisis Kehidupan Sosial Masyarakat Bekas Pemilik Lahan
di Kawasan Industri Medan, Tesis Hasil Penelitian Pascasarjana USU, Medan Darmojo, R.B, 2004, Teori Proses Menua, Jakarta, FK UI
Universitas Sumatera Utara
Depkes RI. 2001, Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta
__________, 2003, Pedoman Pelatihan Kader Kelompok Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan, Jakarta __________, 2005, Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan, Jakarta __________, Direktorat Jendera Bina Kesehatan Masyarakat direktorat Kesehatan
Keluarga , 2003, Pedoman Puskesmas Santun Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta
Dever, A., 1984, Epidemiology in Health Services Management, United Stated of
America: An Aspen Systems Corporation Geersten, R., Klauber, M.R., Rindflesh, M., Kane, R.L., dan Gray, R., “ 1975, A
Reexamination of Suchman’s Views on Social Factors in Health Care Utilization”, Journal of Health and Social Behavior, 16
Hardywinoto, Setiabudhi, 2007, Panduan Gerontologi, Jakarta, Pustaka Utama, Hutapea, Ronal, 2005, Sehat dan Ceria di Usia Senja, Jakarta, Rineka Cipta Hutauruk, Agustina, 2005, Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Posyandu
Lansia, Medan, Tesis Program Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Sekolah Pascasarjana Kesehatan Masyarakat.
Junaidi, 1995, Pengantar Analisis Data, Jakarta, Rhineka Cipta Lansia Masa Kini dan Masa Mendatang, http;//www.kementeriankoordinator
Bid.kesra.co.id. 2007 Lemeshow, S., Hosmer. Jr. and D.W. Lwanga. S.K.1997, Besar Sampel dalam
Penelitian Kesehatan.Yogyakarta. UGM Press Maramis, Willy, 2002, Perilaku dalam Pelayanan Kesehatan, Jakarta, Rineka Cipta Mariam, Siti,R, 2010, Buku Panduan bagi Kader POSBINDU Lansia, Jakarta TIM Marylin, M, Fredman, 2010, Buku Ajar Keperawatan Keluarga, Jakarta EGC
Universitas Sumatera Utara
Mubarak, Iqbal, Wahit, 2009, Sosiologi untuk Keperawatan Pengantar dan Teori, Jakarta, Salemba Medika
Mucha, M. 2000, It is Cool to be Gery. Journal of Geriatric & Gerontology, vol 9 Mujaham, Fauji, 1995, Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, Jakarta, UI Press _____________, 2007, Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan, Jakarta, UI Press Noorkasiani, Tamher, S, 2009, Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan, Jakarta, Salemba Medika Notoatmojo, Soekidjo, 2002, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta, Rineka
Cipta __________________, 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta, Rineka
Cipta __________________, 2007, Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta, Rineka
Cipta Nugroho, W, 2000, Keperawatan Gerontik, Jakarta, EGC Nursalam, 2000, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan,
Jakarta: Salemba Medika Pujiastuti, Utomo, 2000, Fisioterapi pada Lansia, Jakarta, EGC Querido, A.,“An Investigation into the Clinical, Social and Mental Factors
Determining the Results of Hospital Treatmen” British Journal of Preventive and Social Medicine
Rosidawati, 2008, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya, Jakarta, Salemba Rubin. R dan Neiswiadomy, M,1995, Economic Adjustments of Hous Seholds on
Entry into Retirement, Journal of Aplied Gerontology. Santosa, Budi, Purbayu dan Ashari, 2005, Analisis Statistik dengan Microsoft Excel
dan SPSS, Yogyakarta: Andi Sarwono, Solita, 2004, Sosiologi Kesehatan, Yogyakarta, Gajah Mada Universitas
Press:
Universitas Sumatera Utara
Sastroasmoro, Sudigdo, 2008, Dasar – Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Jakarta, Sagung Seto
Setiadi, Elly, 2010, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta, Kencana Soeleman, Munandar, 1992, Ilmu Budaya Dasar, Teori dan Konsep Ilmu Sosial,
Bandung, Eresco Sudarma, Momon, 2008, Sosiologi Kesehatan, Jakarta, Salemba Medika Sudaryanto, Agus, Indrawati. 2008, Persepsi Lansia terhadap Kegiatan Pembinaan
Kesehatan Lansia di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Prambanan Yogyakarta, Jurnal Kesehatan, Vol 1
Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Administratif, Bandung: Alfabeta Sumaatmaja, Nursid,1986, Perspektif Study Sosial, Bandung Supariasa, I.D.N ,2002, Penilaian Status Gizi, Jakarta, EGC Universitas Sumatera Utara, 2010, Pedoman Penulisan Proposal Penelitian dan Tesis,
Medan, Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Wang, Huali : Xiong, Qian: E, Sue: Yu, Xin, 2004, Social Support, Health Service
Use and Mental , Health Among Caregivers of the Elderly in Rural Cina, Care Management Journal, Vol 5
Universitas Sumatera Utara