PENGARUH SUHU DAN WAKTU PEMBLANSIRAN TERHADAPKARAKTERISTIK TEPUNG SUKUN
(SKRIPSI)
oleh
Aidil Fitriansyah
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG2018
ABSTRACT
THE EFFECT OF TEMPERATURE AND BLANCHING DURATION TOTHE CHARACTERISTICS OF BREADFRUIT FLOUR
By
AIDIL FITRIANSYAH
Breadfruit is a fruit of tropical plant which is formed from its whole flower petals.
Normally, the shape of breadfruit is round or slightly ellips. Breadfruit is
generally used as a food ingredient because it has high carbohydrate content at
which every 100 grams of breadfruit are equal to one-third of carbohydrate of
rice. The processing of breadfruit into flour can increase the shelf life of breadfruit
and make it easier to be processed into various types of food. However, the
disadvantage of breadfruit is it does enzymatic browning after feeling. One of the
ways to avoid browning is soaking into water or emerge 1% salt solution, or
blanching during several minutes by steaming.
The purpose of this research is to determine the effect of temperature and duration
of blanching to the characteristics of breadfruit flour and the organoleptic test of
processed products from breadfruit flour. The statistical method used in this
researchis completely randomized factorial design with two factors, which are
temperature (60°C, 70°C, 80°C) and duration of blanching (4 and 6 minutes). The
parameters measured as indicators for assessing the sample quality are fineness
modulus, percentage of grain size distribution, bulk density, color and
organoleptic test of cake made from breadfruit flour as a part or overall materials.
The results of this research showed that the temperature and duration of blanching
affect the fineness modulus andof breadfruit flour granules. The higher the
temperature and the longer the blanching time, the smoother the fineness modulus
and the finer the breadfruit flour granules. While, the lower the temperature and
the duration of blanching, the color of breadfruit flour is getting closer to white.
The cakes made from 100% of breadfruit flour still have lower preference score
compared with the cakes made from 100% of wheat flour in terms of taste,
aroma, texture and color.
Keywords: Analysis of breadfruit flour, Blanching,Breadfruit, Breadfruit Flour,
Organoleptic test.
ABSTRAK
PENGARUH SUHU DAN WAKTU PEMBLANSIRAN TERHADAPKARAKTERISTIK TEPUNG SUKUN
Oleh
AIDIL FITRIANSYAH
Sukun merupakan tumbuhan tropis yang terbentuk dari keseluruhan kelopak
bunganya, berbentuk bulat atau sedikit bujur. Buah sukun umumnya dimanfaatkan
sebagai bahan pangan, karena memiliki kandungan karbohidrat yang cukup tinggi
dimana setiap 100 gram sukun setara dengan 1/3 karbohidrat beras. Pengolahan
sukun menjadi tepung dapat menambah umur simpan sukun dan memudahkan
untuk diolah menjadi berbagai jenis makanan, namun sukun biasanya mengalami
pencoklatan setelah dikupas (browning enzymatic). Salah satu cara untuk
menghindari browning enzymatic yaitu dengan merendamnya dalam air atau
larutan garam 1 % atau dilakukan pemblansiran (pemanasan dengan suhu< 100˚C
selama beberapa menit) dengan dikukus.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh suhu dan waktu pemblansiran
terhadap karakteristik tepung sukun dan melakukan uji penerimaan produk olahan
dari tepung sukun. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu
variasi suhu (60°C, 70°C, 80°C) dan durasi waktu pemblansiran (4 dan 6 menit).
Parameter sampel yang diukur sebagai indikator penelitian adalah derajat
kehalusan, persen ukuran butiran, kerapatan curah, warna serta uji organoleptik
kue dari tepung sukun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suhu dan durasi waktu pemblansiran
berpengaruh terhadap derajat kehalusan dan persen ukuran butiran tepung sukun.
Semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu pemblansiran maka derajat
kehalusan serta persen butiran tepung sukun semakin halus. Namun demikian
semakin rendah suhu dan waktu pemblansiran maka warna tepung sukun semakin
mendekati warna putih. Selanjutanya pada pengujian kue tepung sukun diperoleh
informasi bahwa kue yang terbuat dari 100% tepung sukun memiliki skor
penerimaan yang lebih rendah dibandingkan dengan kue yang terbuat dari 100%
tepung terigu dari segi rasa, aroma, tekstur dan warna.
Kata kunci : Analisis tepung sukun, Blansir, Sukun, Tepung sukun, Uji
organoleptik.
PENGARUH SUHU DAN WAKTU PEMBLANSIRAN TERHADAPKARAKTERISTIK TEPUNG SUKUN
OlehAIDIL FITRIANSYAH
SkripsiSebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
PadaJurusan Teknik Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 26
Maret 1993, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara
dari pasangan Bapak Herman dan Ibu Nelly Suryani.
Pendidikan yang telah ditempuh, yaitu Taman
Kanak-kanak AL-Hukamah dari 1998 sampai 1999,
Sekolah Dasar Negeri 02 Palapa dari 1999 sampai
2005 dan Sekolah Menengah Pertama Negri 18 Bandar Lampung dari 2005
sampai 2008, Sekolah Menengah Atas Negri 9 Bandar Lampung dari 2008 sampai
2011.
Pada 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Ujian Masuk Undangan.
Selama kuliah penulis pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Teknik
Pertanian. Pada Juli 2014 penulis menjalani praktik umum di
PTPN VII Way Berulu Kabupaten Pesawaran. Pada Januari 2015 penulis
menjalani kuliah kerja nyata di desa Labuhan Jaya, Kecamatan Gunung Labuhan,
Kabupaten Way Kanan.
iv
PERSEMBAHAN
Alhamdulilahhirobbil ‘alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat hidayah-
Nya, dan sholawat serta salam selalu dijunjungkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
suri tauladan dan pemberi syafa’at di hari akhir.
Kupersembahkan sebuah karya dengan penuh cinta dan perjuangan sebagai rasa sayang dan
baktiku kepada kedua orang tuaku yang selalu membimbing, menyayangi dan mendoakanku.
Semoga dapat mengobati rasa lelahnya dalam membesarkan dan mendidikku hingga akhir.
Dan terima kasih setulus hati kuucapkan kepada adik-adikku, serta seluruh keluarga dan
para sahabat yang senantiasa mengiringi langkahku dengan doa dan dukungan dalam
menuntut ilmu sehingga dapat menyelesaikan pendidikan sampai perguruan tinggi.
Kepada segenap para staf pengajar (guru & dosen), kuucapkan terima kasih tak terhingga
untuk segala ilmu berharga yang telah diberikan semoga dapat berguna bagi diri sendiri,
masyarakat maupun nusa dan bangsa.
Serta almamater tercinta yang selalu kubanggakan, Teknik Pertanian Universitas Lampung,
TEKNIK PERTANIAN 2011
v
MOTTO
‟ Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila
kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-
sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanlah hendaknya
kamu berharap.ˮ
(QS. Alam Nasyrah : 6-7)
‟Sukses berjalan dari kegagalan satu menuju kegagalan lain tanpa
kehilangan semangat dan antuisme.ˮ
‟Sekali kamu menentukan harapan, maka semuanya sangat mungkin
terwujud.ˮ
vi
SANWACANA
Puji syukur Alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul ‟ PENGARUH SUHU DAN WAKTU PEMBLANSIRAN
TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG SUKUNˮ sebagai salah satu syarat
untuk mencapai gelar sarjana pada Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.
Selama menyusun skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak. Sehubungan dengan itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung;
2. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P., selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian,
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, atas izin, saran, nasihat, dan
bimbingannya;
3. Bapak Sri Waluyo, S.T.P., M.Si., Ph.D., selaku Pembimbing Utama, yang
telah memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan untuk kesempurnaan
penulisan skripsi ini;
vii
4. Ibu Cicih Sugianti, S.T.P., M.Si., selaku Pembimbing Anggota dan
Pembimbing Akademik yang telah memberikan petunjuk, saran, dan
bimbingan selama perkuliahan maupun penulisan skripsi ini;
5. Bapak Dr. Ir. Tamrin, M.S., selaku Penguji Utama, yang telah memberikan
nasihat, saran, dan bimbingan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini;
6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung, atas semua ilmu pengetahuan, petunjuk, saran, dan
bimbingan yang diberikan kepada penulis selama ini;
7. Seluruh teman-teman angkatan 2011, atas segala bantuan, kebersamaan, kritik
dan saran selama ini;
8. Bapak (Herman), Ibu (Nelly Suryani), Kakak (Yuniza rika sari), Adik (M. Alif
Aditya), serta seluruh keluarga besarku atas segala dukungan, do’a, semangat,
kasih sayang, dan nasihat yang telah diberikan kepada penulis selama ini;
Semoga segala bantuan dan kerjasama yang diberikan memperoleh balasan dari
Allah SWT. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin…
Bandar Lampung, Desember 2018
Penulis,
Aidil Fitriansyah
i
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR ISI............................................................................................................ i
DAFTAR TABEL.................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
I. PENDAHULUAN.............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4
1.3 Manfaat penelitian........................................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 5
2.1 Buah Sukun .................................................................................................. 5
2.2 Tepung Sukun ............................................................................................... 8
2.3 Blansir (Blanching) .................................................................................... 12
2.4 Penggilingan............................................................................................... 15
2.5 Organoleptik............................................................................................... 16
III. METODOLOGI PENELITIAN..................................................................... 18
3.1 Waktu dan Tempat ...................................................................................... 18
ii
3.2 Alat dan Bahan........................................................................................... 18
3.3 Prosedur Penelitian..................................................................................... 18
3.4 Rancangan Percobaan ................................................................................ 20
3.5 Parameter Pengamatan ................................................................................ 22
3.5.1 Derajat Kehalusan (fineness modulus) ............................................ 22
3.5.2 Persentase Ukuran Butiran.............................................................. 24
3.5.3 Kerapatan curah .............................................................................. 25
3.5.4 Warna .............................................................................................. 25
3.5.5 Uji Organoleptik.............................................................................. 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 28
4.1. Derajat Kehalusan ...................................................................................... 28
4.2. Persentase Ukuran Butiran......................................................................... 31
4.3. Kerapatan Curah......................................................................................... 35
4.4. Warna Tepung............................................................................................ 37
4.5. Uji Organoleptik......................................................................................... 43
V. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 46
5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 46
5.2 Saran............................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 47
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Laju Respirasi Beberapa Macam Buah Klimaterik................................... 8
Tabel 2. Kandungan Gizi dalam tiap 100 gram Buah Sukun Segar ....................... 8
Tabel 3. Kandungan gizi tepung sukun, terigu, jagung dan beras ....................... 10
Tabel 4. Rancangan Percobaan ............................................................................. 22
Tabel 5. Saringan Tyler......................................................................................... 23
Tabel 6. Analisis sidik ragam terhadap Derajat kehalusan ................................... 29
Tabel 7. Interaksi uji lanjut BNT derajat kehalusan ............................................. 30
Tabel 8. Analisis sidik ragam terhadap persentase ukuran butiran ....................... 32
Tabel 9. Uji lanjut BNT Persentase Ukuran Butiran............................................. 33
Tabel 10. Analisis Sidik Ragam Kerapatan Curah ............................................... 36
Tabel 11. Analisis sidik ragam terhadap indeks warna merah.............................. 38
Tabel 12. Hasil uji lanjut BNT Indeks Warna merah............................................ 39
Tabel 13. Analisis sidik ragam terhadap indeks warna hijau................................ 40
Tabel 14. Hasil uji lanjut BNT indeks warna hijau.............................................. 40
Tabel 15. Analisis sidik ragam terhadap indeks warna Biru................................. 42
Tabel 16. Hasil uji lanjut BNT indeks warna Biru................................................ 42
Tabel 17. Kruskal wallis test ................................................................................. 45
iv
Tabel 18. Test Statistics a,b................................................................................... 45
Tabel 19 lampiran ................................................................................................. 50
Tabel 20. Fineness Modulus, Persen ukuran butiran, Kerapatan curah dan ukuran
partikel................................................................................................................... 56
Tabel 21. Persen Ukuran Butiran .......................................................................... 56
Tabel 22. Kerapatan Curah ................................................................................... 57
Tabel 23. Indeks Warna ........................................................................................ 57
Tabel 24. Indeks Warna RGB ............................................................................... 57
Tabel 25. Data Warna RGB .................................................................................. 58
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar halaman
Gambar 1. (a) buah sukun muda, (b) buah sukun tua ............................................ 7
Gambar 2. Diagram Alir Proses Penelitian ........................................................... 20
Gambar 3. Lembar uji organoleptik ...................................................................... 27
Gambar 4. Diagram rata-rata kerapatan curah yang dihasilkan pada waktu
blanching yang berbeda......................................................................................... 36
Gambar 5. Diagram rata-rata indeks warna merah tepung sukun pada variasi suhu
dan waktu blanching........................................................................... 38
Gambar 6. Diagram rata-rata indeks warna hijautepung sukun pada variasi suhu
dan waktu blanching........................................................................... 40
Gambar 7. Diagram rata-rata indeks warna biru tepung sukun pada variasi suhu
dan waktu blanching........................................................................... 41
Gambar 8. Warna tepung yang dihasilkan ............................................................ 43
Gambar 9. Grafik hasil Uji organoleptik N-rank dengan kruskal-wallis test ....... 44
Gambar 10. Alat Blanching (Autoclap) ................................................................ 61
Gambar 11. Buah sukun kering............................................................................. 61
vi
Gambar 12. Tepung sukun .................................................................................... 62
Gambar 13. Table warna RGB.............................................................................. 62
Gambar 14. Uji organoleptik tepung sukun dibuat kue ........................................ 63
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buah sukun telah lama dimanfaatkan sebagai bahan pangan, karena sebagian
masyarakat di beberapa daerah ada yang memanfaatkan buah sukun sebagai
makanan pokok tradisional, antara lain di Hawai, Tahiti, Fiji, Samoa dan di
Kepulauan Sangir Talaut. Selain itu buah sukun juga dimanfaatkan sebagai
makanan ringan. Cara pemanfaatan sukun untuk pangan adalah direbus,
dibakar dan dimasak seperti kentang atau cara tradisional yang lain. Pada saat
sekarang pemanfaatan buah sukun telah selangkah lebih maju, terutama di
daerah penghasil sukun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi sukun
di Lampung mencapai 111.768 ton pada tahun 2012. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sukun berpotensi untuk membantu meningkatkan
kebutuhan akan karbohidrat di Indonesia.
Pemanfaatan sukun sebagai bahan pangan semakin penting, sejak pemerintah
mulai melancarkan program diversifikasi pangan. Sukun mengandung
karbohidrat dan gizi yang baik seperti halnya ubi, uwi, gembili, suweg dan
lain-lain. Dengan demikian sukun mempunyai prospek yang cerah sebagai
komoditas agroindustri di waktu sekarang dandi waktu yang akan datang.
2
Kandungan karbohidrat dari 100 gram sukun sama dengan 1/3 karbohidrat
beras. Apabila buah sukun tersebut diolah menjadi tepung sukun maka
kandungan karbohidrat menjadi setara dengan beras, hanya jumlah kalorinya
saja yang sedikit lebih rendah. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan
alternatif pengolahan lain untuk meningkatkan nilai ekonomi dan
kegunaannya dengan cara mengolahnya menjadi produk setengah jadi yaitu
tepung sukun. Penggunaan buah sukun dalam bentuk tepung dapat
mendukung pemanfaatan tersebut karena dalam bentuk tepung, buah sukun
akan lebih mudah untuk diolah dan dapat disimpan dalam jangka waktu yang
panjang.
Di kalangan internasional, tanaman yang memiliki nama latin Artocarpus
Altilis ini sering disebut sebagai breadfruit karena daging buahnya hampir
mirip dengan roti. Bahkan menurut hasil penelitian para ahli, tepung sukun
mengandung pati lebih kurang 60 % dan karbohidrat sekitar 18 %. Hal inilah
yang menjadikan tepung sukun mulai dimanfaatkan sebagai sumber
karbohidrat yang memiliki nilai jual cukup tinggi di pasaran.
Pada umumnya buah-buahan dan umbi-umbian mudah mengalami
pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara
sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat
dalam bahan pangan tersebut (browning enzymatic).
3
Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu
senyawa phenol yang dikatalisis oleh polyphenol oksidase. Untuk
menghindari terbentuknya warna coklat pada bahan pangan yang akan dibuat
tepung dapat dilakukan dengan mencegah sedikit mungkin kontak antara
bahan yang telah dikupas dan udara dengan cara merendam dalam air atau
larutan garam 1 % dan/atau menginaktifkan enzim dalam proses blansir.
Blansir adalah proses pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari 100˚C
selama beberapa menit dengan menggunakan air panas atau uap panas.
Blansir juga dapat disebut perlakuan panas pendahuluan yang sering
dilakukan dalam proses pengalengan makanan buah dan sayuran dengan
tujuan memperbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan. Namun
blansir atau pemblansiran dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan tentang suhu dan waktu pemblansiran yang baik agar
mendapatkan kualitas tepung sukun yang baik serta pemilihan suhu
pemblansiran yang tepat dapat mendukung tercapainya kualitas produk olahan
sukun yang baik. Dari uraian di atas maka diperlukan penelitian untuk
mengetahui pengaruh suhu dan waktu pemblansiran terhadap karakteristik
tepung sukun.
4
1.2 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh suhu dan waktu pemblansiran terhadap karakteristik
tepung sukun.
2. Uji penerimaan produk olahan dari tepung sukun.
1.3 Manfaat penelitian
1. Pengetahuan tentang suhu pemblansiran yang memberikan kualitas tepung
sukun yang baik.
2. Pemilihan suhu pemblansiran yang tepat dapat mendukung tercapainya
kualitas produk olahan sukun yang baik.
3. Memberikan informasi suhu pemblansiran irisan buah sukun yang baik
bagi masyarakat atau pelaku usaha di dalam proses penanganan
pengolahan sukun.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Buah Sukun
Sukun adalah tumbuhan dari genus Artocarpus Communis termasuk famili
Urticaceae yang banyak teradapat di kawasan tropis. Buahnya terbentuk dari
keseluruhan kelopak bunganya, berbentuk bulat atau sedikit bujur dan
digunakan sebagai bahan pangan alternatif. Kulit buahnya berwarna hijau
kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak berbentuk poligonal. Segmen
poligonal ini dapat menentukan tahap kematangan buah sukun (Verheij,
1970).
Tanaman sukun dapat digolongkan menjadi sukun yang berbiji (breadnut)
dan tanpa biji (breadfruit). Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh
yang paling baik di dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di
daerah basah, tetapi juga dapat tumbuh di daerah yang sangat kering asalkan
ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup. Sukun dapat tumbuh baik di pulau
karang dan di pantai, bahkan di musim kering, sukun dapat tumbuh dan
berbuah lebat.
Spesies buah sukun dapat dibedakan menurut sifat morfologinya antara lain
dari ukuran buah, bentuk daun serta kedudukan daunnya. Ada tiga spesies
yang banyak terdapat di lapangan, yakni :
6
a) Ciri-ciri spesies pertama : Buahnya berukuran kecil. Daunnya
menyirip, tepi daun bentuknya seperti canggah dengan lekuk
dangkal. Kedudukan daun agak menguncup ke atas.
b) Ciri-ciri spesies kedua : Buahnya agak besar. Daunnya menyirip,
tepi daun bentuknya seperti canggah dengan lekuk dangkal.
Kedudukan daun agak menguncup ke atas. Spesies ini jarang
didapatkan di lapangan.
c) Ciri-ciri spesies ketiga : Buahnya besar. Daunnya menyirip, tepi
daun bentuknya seperti canggah dengan lekuk dalam. Kedudukan
daun mendatar.
Klasifikasi tanaman sukun
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Clas : Magnoliopsida
Ordo : Urticales
Familia : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus communis
7
(a) (b)Gambar 1. (a) buah sukun muda, (b) buah sukun tua
Buah sukun berbentuk bulat agak lonjong dengan diameter kurang lebih 25
cm. Warna kulit buah hijau muda sampai kekuning-kuningan. Ketebalan kulit
berkisar antara 1-2 mm. Buah muda berkulit kasar dan buah tua berkulit
halus. Daging buah berwarna putih agak krem dengan ketebalan sekitar 7 cm.
Teksturnya kompak dan berserat halus. Rasanya agak manis dan memiliki
aroma yang spesifik. Tangkai buah sekitar 5 cm. Berat buah dapat mencapai 1
kg per buah (Direktorat Jendral Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian, 2003).
Buah sukun termasuk golongan buah klimaterik. Puncak klimaterik dicapai
dalam waktu singkat, karena proses respirasinya berlangsung cepat. Apabila
dibandingkan dengan beberapa buah klimaterik lain, maka kecepatan respirasi
sukun lebih tinggi. Perbandingan laju respirasi buah sukun dengan buah
lainnya disajikan dalam Tabel 1.
8
Tabel 1. Laju Respirasi Beberapa Macam Buah Klimaterik
Buah Laju Respirasi(ml oksigen/kg. jam)
Sukun 38-178Pisang 12-82Pepaya 6-36Sirsak 30-125Mangga 26-59
Sumber : Thomson dkk, (1974) dalam Ahyarudin (2002)
Buah sukun dapat dimasukkan dalam golongan buah berpotensi sebagai
sumber karbohidrat. Buah sukun yang telah dimasak cukup bagus sebagai
sumber vitamin A dan B komplek tetapi miskin akan vitamin C. Pada Tabel
2 dapat dilihat komposisi kimia dan zat gizi buah sukun muda dan buah
sukun tua per 100 gram buah.
Tabel 2. Kandungan Gizi dalam tiap 100 gram Buah Sukun Segar
Kanduan Gizi Satuan Buah Sukun Muda Buah sukun TuaEnergi Kal 46,0 108Protein G 2,0 1,3Lemak G 0,7 0,3Karbohidrat G 9,2 28,2Serat G 2,2 -Abu G 1,0 0,9Kalsium Mg 59,0 21,0Fosfor Mg 46,0 59,0Besi Mg - 0,4Vitamin B1 Mg 0,12 0,12Vitamin B2 Mg 0,06 0,06Vitamin B3 Mg 21,0 17,0Air G 87,1 69,3
Sumber : Pitojo, 1992.
2.2 Tepung Sukun
Buah sukun memiliki daging buah tebal, rasanya manis dan kandungan air
nya tinggi, sehingga tidak tahan lama untuk disimpan. Sekitar 7 hari setelah
dipetik, buah menjadi matang dan selanjutnya akan rusak karena proses
9
kimiawi. Apabila akan dimanfaatkan dalam waktu relatif lama, buah sukun
perlu diproses terlebih dahulu.
Secara tradisional, peningkatan daya tingkat sukun telah dilakukan dengan
cara dibuat kripik sukun. Teknik ini untuk meningkatkan daya simpan dan
daya guna buah sukun dengan mengembangkan menjadi tepung sukun.
Proses pembuatan tepung sukun pada umumnya melalui proses pengeringan
dengan sinar matahari atau dengan alat dan proses penggilingan.
Tepung sukun merupakan salah satu cara alternatif untuk memperpanjang
masa simpan buah sukun. Tepung sukun dapat diaplikasikan ke dalam
pembuatan kue – kue kering ataupun basah. Produk tepung sukun dapat
dibuat secara langsung dari buahnya yang diparut dan dikeringkan ataupun
dari gaplek sukun yang digiling halus. Dalam tepung sukun masih terbawa
ampas daging buahnya sehingga tingkat kehalusan yang dicapai adalah 80
mesh. Sementara dalam tepung sukun terkandung unsur gizi yang masih
cukup tinggi (Suprapti, 2002).
Berdasarkan kadar karbohidrat yang cukup tinggi (27,12%) pada buah sukun
berpeluang diolah menjadi tepung. Pemanfaatan tepung sukun menjadi
makanan olahan dapat mensubsidi penggunaan tepung terigu 50% hingga
100%. Tergantung dari jenis dan jenis produknya. Sedangkan kandungan
kadar protein sukun 4,72%. Jika dibandingkan dengan kadar protein tepung
terigu, maka kandungan 8 protein tepung sukun ini jauh lebih rendah
dibandingkan tepung terigu. Dengan demikian semakin rendah pula
kandungan protein glutenin dan gladin yang terdapat pada tepung sukun.
10
Kadar kandungan gluten yang rendah menyebabkan kemampuan
pengembangan adonan kue yang rendah (Widowati, dkk.,2001).
Sukun yang digunakan untuk pembuatan tepung sukun sebaiknya sukun yang
telah tua (warna kulit hijau kekuningan dan mengkal) diperkirakan umur 7-10
hari sebelum dipetik optimal karena kandugan gizinya cukup besar sehingga
diperoleh mutu tepung yang baik dan rendemen tinggi.
Buah sukun yang sudah tua apabila dibuat tepung sukun memiliki nilai gizi
lebih baik dibanding tepung dari ubi kayu maupun ubi jalar yang dapat dilihat
pada Tabel 3. Bahkan kandungan karbohidrat hampir setara dengan tepung
beras dan dua kali lebih besar dibanding tepung dari ubi kayu dan jalar,
demikian pula dengan kandungan mineral dan vitamin.
Tabel 3. Kandungan gizi tepung sukun, terigu, jagung dan beras
Komoditi
Bahan 100 Satuan Tepung Terigu Beras Jagung Ubi Talas
Gram SukunTua Giling Kuning KayuEnergi kal 302,4 357,0 349,0 317,0 158,0 104,0Air g 15,0 12,00 13,0 24,0 60,0 73,0Protein g 3,6 8,9 6,8 7,9 0,8 1,9Lemak g 0,8 1,3 0,7 3,4 0,3 0,2Karbohidrat g 78,9 77,3 78,9 63,6 37,9 23,7Serat g - - - - - -Kalsium mg 58,8 16,0 10,0 9,0 33,0 38,0Fosfor mg 165,2 106 140,0 148,0 40,0 61,0Besi mg 1,1 1,2 0,8 2,1 0,7 1,0Vitamin B1 mg 0,34 0 0,12 264,0 230,0 6,0Vitamin B2 mg 0,17 0,12 0 0,33 0,06 0,13Vitamin B3 mg 47,6 0 0 0 0 4,0
Sumber : Widowati dan Suyanti, 2002
11
Pada umumnya tepung sukun memiliki cita rasa yang khas dari buah sukun
itu sendiri dan kondisi keadaan tepung yang lebih baik dibandingkan tepung
tapioka dari segi rasa dan aroma wangi sukun. Sehingga tentu saja akan dapat
menghasilkan aneka produk olahan yang lebih enak. Beberapa jenis makanan
yang dapat dibuat dari tepung sukun antara lain cake, roti, donat, pudding,
kroket, risoles, getuk, klepon, apem, kuelapis, pastel dll (Suprapti, 2002).
Tepung sukun memiliki kandungan gizi yang tidak kalah dengan tepung
terigu, vitamin B1, fosfor, karbohidrat dan kalsium. Daging buah sukun yang
telah dikeringkan dapat dijadikan tepung dengan kandungan pati sampai
dengan 75%, 31%, 5% protein dan 2 % lemak.
Pembuatan tepung sukun dapat dikerjakan seperti halnya pembuatan tepung
beras. Gaplek sukun ditumbuk dengan lumping dengan antan sampai lembut.
Hasil tumbukan yang halus kemudian diayak dengan ayakan bermata halus
dan ditampung dalam tempat yang diberi alas, kemudian tepung dijemur
dengan panas mataharisehingga betul–betul kering. Rendemen sukun menjadi
tepung dipengaruhi oleh ketuaan buah, kadar air buah segar, musim panen
dan cara memprosesnya. Menurut pengalaman di Cilacap, rendeman hasil
tepung sukun kering dari buah segar adalah sebagai berikut :
Rendemen buah segarmen jadi gaplek kering : 25-26%
Rendemen gaplek menjadi tepung : 76-81%
Rendemen buah menjadi tepung : 20-22%
(Pitojo, 1992).
12
2.3 Blansir (Blanching)
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita menemui bahan pangan nabati
seperti buah dan sayur dalam bentuk produk beku, kering atau kalengan.
Bentuk olahan-olahan tersebut disukai karena selain dapat memperpanjang
umur penyimpanan bahan, proses produksinya juga dipermudah karena akan
mempersingkat waktu pengolahan bahan tersebut menjadi produk akhir.
Selama proses pembekuan, pengeringan, pengalengan maupun selama proses
penyimpanannya, bahan pangan tersebut dapat mengalami penurunan mutu
dan nutrisi, sehingga dibutuhkan suatu proses pemanasan awal yang dikenal
dengan istilah blansir. Blansir adalah proses pemanasan pendahuluan dalam
pengolahan pangan.
Blansir merupakan salah satu tahap pra proses pengolahan bahan pangan
yang biasa dilakukan dalam proses pengalengan, pengeringan sayuran dan
buah-buahan (Praptiningsih dan Yulia, 1999).
Blansir adalah proses pemanasan bahan pangan dengan uap air panas secara
langsung pada suhu kurang dari 100˚C selama kurang dari 10 menit.
Meskipun bukan untuk tujuan pengawetan, proses thermal ini merupakan
suatu tahap proses yang sering dilakukan pada bahan pangan sebelum bahan
pangan dikalengkan, dikeringkan atau dibekukan. Tergantung dari proses
selanjutnya, tujuan blansir untuk menginaktifkan enzim yang tidak diinginkan
yang dapat merubah warna, tekstur, cita rasa maupun nilai nutrisinya selama
penyimpanan. Di dalam pengalengan fungsi blanching adalah untuk
melayukan jaringan tanaman agar supaya mudah dipak, menghilangkan gas
13
dari dalam jaringan, menginaktifkan enzim dan menaikkan suhu awal
sebelum disterilisasi (Muchtadi, 1997).
Menurut Harris (1989), penggunaan waktu selama proses blansir akan sangat
berpengaruh terhadap bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan sangat
peka terhadap suhu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasa
sebaliknya komoditi yang lain dapat menerima panas hebat tanpa banyak
mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas yang
diberikan semakin banyak mikroba yang mati, sampai pada suatu saat di
mana komoditi bebas dari mikroba (steril) atau sebagian mikroba perusak
mati terbunuh.
Blansir (blanching) dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
1. Blansir dengan air panas (Hot Water Blanching)
Pada cara ini bahan kontak langsung dengan air panas sehingga
banyak kehilangan komponen yang bersifat larut dalam air.
2. Blansir dengan uap air (Steam Blanching)
Merupakan blansir dengan uap air yang menggunakan uap air jenuh
pada tekanan rendah (150 kN/m2). Kelebihannya kehilangan
komponen yang bersifat larut dalam air lebih sedikit tetapi efek
pembersihannya juga rendah dan tingkat kerusakannya relatif rendah.
3. Blansir dengan menggunakan gelombang mikro (Microwave
Blanching) cara ini digunakan untuk buah-buahan dan sayuran yang
dikemas dengan wadah tipis (film bag). Blanching menggunakan
gelombang mikro memerlukan biaya yang tinggi, tetapi mempunyai
14
keuntungan yaitu lebih menurunkan kandungan mikroba dan sedikit
kehilangan nutrisi. Untuk mengurangi kerugian akibat blansir maka
diperlukan keseragaman perlakuan dan penekanan kehilangan
komponen bahan (Yulia, 2002).
Blansir untuk sayuran biasanya dilakukan dengan,menggunakan air panas
atau steam sementara blansir buah dilakukan dengan menggunakan larutan
kalsium. Penggunaan larutan kalsium, bertujuan untuk mempertahankan
tekstur buah melalui pembentukan kalsium pektat. Pengental seperti pektin,
karboksimetil selulose dan alginat juga dapat digunakan untuk membantu
mempertahankan tekstur buah agar tetap segar setelah proses blansir.
Di dalam proses blansir buah dan sayuran, terdapat dua jenis enzim yang
tahan panas, yaitu enzim katalase dan peroksidase. Kedua enzim ini
memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya
dibandingkan enzim-enzim yang lain. Baik enzim katalase maupun
peroksidase tidak menyebabkan kerusakan pada buah dan sayuran. Namun
karena sifat ketahanan panasnya yang tinggi, enzim katalase dan peroksidase
sering digunakan sebagai enzim indikator bagi kecukupan proses blansir.
Artinya, apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada
buah dan sayuran yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak
diinginkan pun telah terinaktivasi dengan baik.
15
2.4 Penggilingan
Penggilingan merupakan suatu proses pengecilan ukuran suatu bahan secara
mekanik tanpa merubah sifat kimia bahan tersebut. Istilah penggilingan
dipergunakan untuk segala jenis pekerjaan memotong, memecahkan atau
membubukan suatu benda padat menjadi potongan-potongan atau pecahan-
pecahan kecil ataupun bubuk. Alat-alat yang banyak digunakan dalam
penggilingan antara lain : Hammer mill, Burr mill, Disc mill dan Rotary
cutter. Hammer milldigunakan untuk berbagai macam pekerjaan
penghancuran. Pada prinsipnya alat ini mempunyai beberapa buah pemukul
(palu) yang berputar pada satu sumbu dan saringan. Bahan yang dimasukkan
dalam alat terpukul berulang-ulang sampai hancur dan dapat diatur dengan
mengatur ukuran lubang saringan. Rotary cutter hampir sama bentuknya
dengan hammer mill hanya pada alat ini palu diganti dengan pisau pada
dindingnya dipasang juga beberapa buah pisau yang tidak bergerak. Alat ini
umumnya digunakan untuk memotong dan menghancurkan bahan tersebut.
Ukuran hancuran tergantung dari ukuran saringan yang terdapat dibagian
bawah. Pisau untuk keperluan pemarutan ubi kayu untuk tepung biasanya
diganti dengan pisau yang permukaannya seperti gergaji besi (Jatmiko, 1979).
Menurut Makfoeld (1992), penggilingan dibedakan dalam dua cara yaitu :
1) Penggilingan secara kering (Dry Milling Method) umumnya untuk
biji-bijian yang telah dithreser.
16
2) Penggilingan secara basah (Wet Milling Methode) bersifat umum,
artinya hampir dapat diterapkan pada semua jenis serelia, dengan
pemberian air secukupnya untuk melunakan biji.
2.5 Organoleptik
Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan
kesukaan dan kemauan untuk melihat suatu produk. Dalam penilaian bahan
pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat
inderawinya. Penilaian inderawi ini ada enam tahap yaitu menerima bahan,
mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat
kembali bahan yang diamati dan menguraikan kembali sifat inderawi produk
tersebut. Indera yang digunakan dalam menilai sifat inderawi. Penentu bahan
makanan pada umumnya sangat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain :
warna, aroma, tekstur, rasa dan nilai gizi (Winarno, 2004).
a) Warna
Warna merupakan komponen yang sangat penting dalam menentukan
kualitas atau derajat penerimaan dari suatu bahan pangan. Suatu bahan
pangan yang dinilai enak dan teksturnya baik tidak akan dimakan apabila
memiliki warna yang kurang sedap dipandang atau telah menyimpang dari
warna seharusnya. Penentuan mutu suatu bahan tergantung dari beberapa
faktor tetapi sebelum faktor lain diperhatikan secara visual faktor warna
tampil lebih dulu untuk menentukan mutu bahan pangan (Winarno, 2004).
17
b) Rasa
Rasa merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan keputusan
bagi konsumen untuk menerima atau menolak suatu makanan atau produk
pangan. Meskipun parameter lain nilainya baik, jika rasa tidak enak atau
tidak disukai maka produk akan ditolak. Ada empat jenis rasa dasar yang
dikenali oleh manusia yaitu asin, asam, manis dan pahit. Sedangkan rasa
lainnya merupakan perpaduan dari rasa lain (Soekarto, 1981).
c) Aroma
Bahan makanan umumnya dapat dikenali dengan mencium aromanya.
Aroma mempunyai peranan yang sangat penting dalam penentuan derajat
penilaian dan kualitas suatu bahan pangan, seseorang yang menghadapi
makanan baru, maka selain bentuk dan warna, bau dan aroma akan
menjadi perhatian utamanya sesudah bau diterima maka penentuan
selanjutnya adalah cita rasa di samping teksturnya (Winarno, 2004).
d) Tekstur
Tekstur suatu bahan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan pangan
yang penting. Hal ini mempunyai hubungan dengan rasa pada waktu
mengunyah bahan tersebut cita rasa dari bahan pangan sesungguhnya
terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa, dan rangsangan mulut. Bau
yang dihasilkan dari makanan banyak menentukan kelezatan bahan
makanan tersebut (Deman, 1997).
18
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April-Mei 2016 di Laboratorium
Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah pisau, alat pengiris, timbangan digital, timbangan
analog, corong, gelas ukur, kamera digital, wadah (baskom), terpal, Autoclap,
mesin penggiling (disc mill), ayakan tyler, dan alat tulis.
Bahan yang digunakan adalah buah sukun dengan tingkat kematangan penuh
dengan ciri-ciri kulit berwarna hijau kekuning-kuningan, warna buah putih,
kulitnya halus dan teksturnya kompak biasanya berumur 3 bulan setelah
pembungaan.
3.3 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan dua faktor yaitu faktor suhu dan waktu. Suhu
pemblansiran yang digunakan pada penelitian ini yaitu 60°C, 70°C dan 80°C
19
serta waktu yang digunakan pada penelitian ini 4 dan 6 menit. Setiap
perlakuan diperlukan sebanyak ±20 kg buah sukun dengan 3 kali ulangan.
Prosedur penelitian ini meliputi pembuatan tepung sukun. Pertama-tama
dilakukan penyortiran buah sukun. Setelah itu buah sukun dikupas kulitnya
atau dibersihkan dari bagian yang tidak diperlukan, kemudian dicuci hingga
bersih. Setelah buah sukun dicuci, masing-masing buah sukun dengan berat1-
2 kg dibelah mulai dari ujung buah secara vertikal menjadi delapan bagian
dan dibuang bagian hatinya. Setelah itu dilakukan pengirisan dengan ukuran
yang sama 3 mm dan kemudian dilakukan proses pemblansiran. Proses
pemblansiran dilakukan dengan meletakkan irisan sukun ke dalam alat blansir
yaitu Autoclap masing-masing dengan berat sampel irisan 3500 gram pada
setiap unit percobaan dengan lama waktu pemblansiran 4 dan 6 menit.
Setelah pemblansiran selesai, irisan sukun ditiriskan lalu dikeringkan dengan
alat pengering tipe rak, sampel disusun pada 3 rak dengan tumpukan yang
sama pada setiap raknya. Setelah sampel sudah kering dilakukan proses
lanjutan yaitu penggilingan menggunakan alat discmill sehingga dihasilkan
tepung. Tepung yang diperoleh diayak menggunakan ayakan tyler.
Selanjutnya dilakukan pengamatan terhadap kualitas tepung sukun dan uji
organoleptik kue yang dibuat dari tepung sukun. Uji organoleptik yang
dilakukan berdasarkan metode skoring yaitu rasa kue, aroma kue, tektur kue,
dan warna kue yang dihasilkan dari tepung sukun, dengan pengujian 3 sampel
kue dan dibutuhkan 20 panelis penguji. Secara sistematik pembuatan tepung
sukun dapat dilihat pada Gambar 2.
20
Gambar 2. Diagram Alir Proses Penelitian
Pemblansiran
Pengirisan daging buah 3 mm
Pencucian daging
buah
Pengupasan kulit
sukun
Buah Sukun
Faktor 1 : Suhu 60°C, 70°C, 80°CFaktor 2 : Waktu 4 dan 6 menit
Penirisan
Pengeringan
Penggilingan
Pengayakan
Tepung sukun
Analisis kualitas
tepung sukun
Uji organoleptik kue dari tepung sukun
Selesai
21
3.4 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu menggunakan
rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu suhu
pemblansiran (S1= 60°C, S2 = 70°C, S3= 80°C) serta waktu pemblansiran (T14
menit dan T26 menit).
RAL dapat didefinisikan sebagai rancangan dengan beberapa perlakuan yang
disusun secara random untuk seluruh percobaan.RAL digunakan untuk
analisis data khusus pengujian fineness modulus, rendemen butiran, kerapatan
curah dan warna. Jika perlakuan berpengaruh maka dilakukan uji lanjut BNT
untuk melihat perbedaannya. Analisis data dilakukan menggunakan paket
program statistik SAS. Model linier RAL yang digunakan adalah sebagai
berikut :
Yij= µ + τi+ εij
Keterangan :
µ : Rata-rata umum
τi : Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i
εij : Galat percobaan atau pengaruh acak dari perlakuan ke-i ulangan ke-j
22
Tabel 4. Rancangan Percobaan
Waktu (T)Ulangan
(U)Suhu (S)
S1 60 °C S2 70 °C S3 80 °C
T1U1 T1S1U1 T1S2U1 T1S3U1U2 T1S1U2 T1S2U2 T1S3U2U3 T1S1U3 T1S2U3 T1S3U3
T2U1 T2S1U1 T1S2U1 T1S3U1U2 T2S1U2 T1S2U2 T1S3U2U3 T2S1U3 T1S2U3 T1S3U3
Keterangan :
S1 : Suhu pemblansiran yang digunakan 600C
S2 : Suhu pemblansiran yang digunakan 700C
S3 : Suhu pemblansiran yang digunakan 800C
T1 : Waktu 4 menit
T2 : Waktu 6 menit
U1 : Ulangan pertama
U2 : Ulangan kedua
U3 : Ulangan ketiga
3.5 Parameter Pengamatan
Adapun parameter yang diamati/diukur pada penelitian ini yaitu :
3.5.1 Derajat Kehalusan (fineness modulus)
Derajat kehalusan merupakan tingkat kehalusan tepung yang dihasilkan
dari suatu proses produksi, derajat kehalusan juga dapat digunakan untuk
menunjukkan keseragaman hasil penggilingan produk. Semakin kecil
23
fineness modulus maka diameter semakin halus, pengukuran
keseragaman butiran tepung sukun dilakukan dengan menggunakan
ayakan tyler. Hasil butiran tepung sukun pada setia perlakuan yang telah
digiling kemudian diayak menggunakan ayakan tyler selama 10 menit
sampai stabil. Derajat kehalusan adalah bilangan yang mewakili ukuran
rata-rata partikel bahan hasil penggiling. Derajat kehalusan dihitung
berdasarkan jumlah fraksi bahan yang tertinggal pada setiap ayakan tyler
dibagi dengan 100.
Tabel 5. Saringan Tyler
Mesh(inchi) Ukuranlubang
(micrometer)
Beratbahanyang
tertinggal
% Bahanyang
tertinggal
Dikalikandengan
% Hasil
20 (0,0331) 850 625 (0,0280) 707 540 (0,016) 425 450 (0,0117) 300 370 (0,0083) 212 2100(0,0059) 150 1
Panci < 1,50 0Total -
- Fraksi persentase bahan tertinggal (Xi)
Xi = x 100%
Keterangan :
Xi : fraksi bahan tertinggal pada ayakan ke-i (%)
mi : Bobot bahan yang tertinggal di ayakan ke-i (g)
mtotal : Bobot seluruh bahan yang tertinggal di ayakan (g)
24
- Fineness modulus (FM)
FM =(%) (%)
- Dimensi rata-rata partikel dihitung dengan menggunakan derajat kehalusan
(mm).
D = 0,10414(2)FM
3.5.2 Persentase Ukuran Butiran
Persen ukuran butiran menunjukkan persen hasil ukuran butiran yang
diharapkan, yaitu perbandingan berat butiran yang dihasilkan (150-212
micrometer) dengan berat total butiran. Untuk mengetahui persen ukuran
bbutiran tepung sukun, dilakukan dengan cara menimbang butiran yang
berukuran 150-212 micrometer dan dibagi dengan berat butiran
seluruhnya. Persen ukuran butiran dihitung dengan rumus :
% Ukuran butiran = ℎ x 100%
Keterangan :
mh : Bobot butiran yang dihasilkan (diameter butiran 150 – 212 mm) (g)
mtb : Bobot total butiran (g)
25
3.5.3 Kerapatan curah
Kerapatan curah adalah perbandingan berat bahan dengan volume yang
ditempatinya, termasuk ruang kosong diantara butiran bahan.
Untuk mengetahui kerapatan curah tepung sukun dilakukan dengan cara
menimbang wadah (M1) yang volumenya diketahui (misalnya volume
100 ml), kemudian diisi dengan tepung sukun hingga rata dibibir wadah.
Wadah diketuk-ketuk sebanyak 10 kali untuk memadatkan tepung sukun,
lalu ditimbang (M2). Kerapatan curah dihitung dengan rumus :
Kerapatan curah (g/cm3) =
Keterangan :
M1 : Bobot gelas ukur (g)
M2 : Bobot gelas ukur dan tepung sukun (g)
V : Volume bahan (cm3)
3.5.4 Warna
Warna merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan mutu suatu
produk. Selain itu warna juga dapat dijadikan sebagai indikator
keseragaman atau kematangan produk. Pada penelitian ini penentuan
warna dilakukan dengan metode tabel warna (merah, hijau, biru). Tabel
warna yang digunakan sudah diketahui nilai RGB nya. Prosedur
menggunakan tabel warna yaitu tepung yang sudah jadi diukur dengan
tabel warna yang sudah diketahui nilai RGB nya.
26
3.5.5 Uji Organoleptik
Dalam uji organoleptik bahan yang akan diuji adalah kue yang
menggunakan tepung sukun. Uji organoleptik yang dilakukan berdasarkan
metode skoring terhadap rasa kue, aroma kue, tekstur kue dan warna kue
yang dihasilkan dari tepung sukun. Bahan disajikan secara acak dengan
kode tertentu kepada 20 orang panelis untuk memberikan penilaian
berdasarkan kuisioner yang disediakan :
27
Gambar 3. Lembar uji organoleptik
46
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Suhu dan waktu pemblansiran berpengaruh terhadap parameter derajat
kehalusan (FM) dan persentase ukuran butiran tepung sukun, dimana
semakin tinggi suhu dan semakin lama waktu blansir maka derajat
kehalusan dan persen ukuran butiran tepung sukun semakin halus.
2. Suhu dan waktu pemblansiran berpengaruh terhadap warna dari tepung
sukun, semakin rendah suhu dan waktu blansir maka warna tepung sukun
semakin mendekati warna putih.
3. Kue yang terbuat dari 100% tepung sukun masih memiliki skor
penerimaan yang lebih rendah dibandingkan dengan kue yang terbuat dari
100% tepung terigu dari segi rasa, aroma, tekstur dan warna.
5.2 Saran
Perlu dilakukan pengembangan terhadap perlakuan suhu dan waktu
pemblansiran agar hasil yang diinginkan bisa lebih baik.
47
DAFTAR PUSTAKA
Ahyarudin, 2002. Pengaruh Lama Pemeraman Sukun dan Konsentrasi Gula
Terhadap Selai Sukun. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung.
Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Tanaman Sayuran dan Buah-Buahan
Propinsi Lampung. Lampung.
Deman J.M. 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Direktorat Jendral Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen
Pertanian Republik Indonesia dan Kepala Bagian Urusan logistik. (2003),
Keputusan Bersama Direktorat Jendral Bina Pengolahan dan Pemasaran
Hasil Pertanian Departemen Pertanian Republik Indonesia Indonesia dan
Kepala Bagian Urusan logistik.
Harris R. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan. ITB. Bandung.
Henderson, S.M. dan Perry, R.L. (1976) Agricultural Process Operations 3th Ed.
John Wiley and Sons. New York.
Jatmiko B. 1979. Petunjuk Praktek Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Makfoeld D. 1992. Diskripsi Pengolahan Hasil Nabati. Agritech. Yogyakarta.
Muchtadi T.R. 1997. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Pitojo S. 1992. Budidaya Sukun. Penerbit Kanisus Yogyakarta.
48
Praptiningsih dan Yulia. 1999. Buku Ajar Teknologi Pengolahan. Universitas
Jember. Jember.
Soekarta. 1981. Penilaian Organoleptik. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suprapti M.L. 2002. Tepung Sukun Pembuatan dan Pemanfaatan. Kanisus.
Yogyakarta.
Verheijh, E.M.W dan R.E Coronel. 1997. Proses Sumber Daya Nabati Asia
Tenggara 2, Buah-buahan yang dapat dimakan. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Widowati S.N. Richana, Suarni. P. Raharto, IGP. Sarashuta. 2011. Studi
Potensi dan Peningkatan Daya Guna Sumber Pangan Lokal untuk
Penarekagaman Pangan di Sulawesi Selatan. Lap. Hasil Penelitian.
Puslibangtan. Bogor.
Widowati, S dan Suyanti. 2002. Prospek dan Permasalahan Tepung Sukun untuk
Berbagai Produk Makanan Olahan. Lokakarya Nasional Pengembangan
Sukun, Surabaya 31 Juli 2002.
Winarno F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wirakartakusumah, M., A, Kamaruddin dan A, Atjeng M. S. 1992. Sifat Fisik
Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yulia. 2002. Teknologi Pengolahan. Universitas Jember. Jember.