+ All Categories
Home > Documents > pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

Date post: 01-Feb-2017
Category:
Upload: hoangduong
View: 246 times
Download: 6 times
Share this document with a friend
38
AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426 PENGEMBANGAN KAWASAN AGROWISATA BERBASIS SALAK DI KABUPATEN PONOROGO Development of Salacca agro-tourism areas in Ponorogo Regency Salyo Sutrisno Dosen Jurusan SOSEK FP UB Soemarno Dosen Jurusan Tanah FP UB ABSTRACT This research has purpose to analyze comparative and competitive advantage of salacca agrotourism development in Ponorogo regency, and to describe its management model. The research be performed in Ponorogo, East Java, involving several areas of salacca mixed gardens. Sample of gardens are taken through purposive sampling, while actors of salacca gardening are selected through the method of snowball sampling. To analyze the salacca gardens management system is used any qualitative methods supported by any relevant quantitative data. According to the analysis, there are three main points as conclusion of this research as following: (1) the management of salacca agrotourism should be considered as the natural resources management oriented into any public interest, (2) the gardening institution should be developed into the KOPERASI institution. This institution should be strengthened involving its supporting sectors simultaneously under local economy situstion, (3) analysis of public policies in agrotourism shows that it has been occurred gradual changes in the long run. Comparative advantages of salacca agrotourism development are: (a) availbility of any raw materials which ares supported by the high suitability of land and agroclimate resources; (b) competitive advantges of the Salacca-fruit the regional and national markets; (c) avilability of human resources and social institutions, (d) avilbility of any supporting physical infrastructures and social traditions which are condusive in salacca agrotourism activities, (e) a high potency of market for any salacca products. 673
Transcript
Page 1: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

PENGEMBANGAN KAWASAN AGROWISATA BERBASIS SALAK DI KABUPATEN PONOROGO

Development of Salacca agro-tourism areas in Ponorogo Regency

Salyo SutrisnoDosen Jurusan SOSEK FP UB

SoemarnoDosen Jurusan Tanah FP UB

ABSTRACT

This research has purpose to analyze comparative and competitive advantage of salacca agrotourism development in Ponorogo regency, and to describe its management model. The research be performed in Ponorogo, East Java, involving several areas of salacca mixed gardens. Sample of gardens are taken through purposive sampling, while actors of salacca gardening are selected through the method of snowball sampling. To analyze the salacca gardens management system is used any qualitative methods supported by any relevant quantitative data.

According to the analysis, there are three main points as conclusion of this research as following: (1) the management of salacca agrotourism should be considered as the natural resources management oriented into any public interest, (2) the gardening institution should be developed into the KOPERASI institution. This institution should be strengthened involving its supporting sectors simultaneously under local economy situstion, (3) analysis of public policies in agrotourism shows that it has been occurred gradual changes in the long run. Comparative advantages of salacca agrotourism development are: (a) availbility of any raw materials which ares supported by the high suitability of land and agroclimate resources; (b) competitive advantges of the Salacca-fruit the regional and national markets; (c) avilability of human resources and social institutions, (d) avilbility of any supporting physical infrastructures and social traditions which are condusive in salacca agrotourism activities, (e) a high potency of market for any salacca products.

Keywords: salacca agrotourism, Comparative advantages

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji potensi pengembangan dan pengelolaan agrowisatv berbasis salak di Kabupaten Ponorogo, dan kemudian mendeskripsikan model pengelolaanny .

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif – observsional untuk memperoleh gambaran yang mendalam tentang pengelolaan agrowisata berbasis salak. Data kuantitatif digunakan untuk memperkuat hasil-hasil kajian kualitatif. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) berdasarkan keunikan lokasi dan masyarakatnya. Kebun salak yang ada biasanya didominasi oleh campuran tegakan kayu-kayuan yang dikelola secara swadaya dan sebagian besar masih diusahakan secara tradisional.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa potensi ekonomi kebun salak cukup tinggi, sehingga mengharuskan penerapan pola kelembagaan dan manajemen yang lebih baik.

673

Page 2: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

Model yang sesuai adalah dengan mengembangkan kelembagaan dan manajemen yang dilandasi oleh nilai kebersamaan, rasa saling percaya, networking dan demokrasi. Kelembagaan yang sesuai dengan nilai tersebut adalah “KOPERASI” yang dibangun atas kehendak masyarakat dengan falsafah dari, oleh dan untuk masyarakat. Hal ini sangat penting untuk meningkatkan kemampuan teknis, manajemen serta “bargaining power” masyarakat agrowisata dalam melakukan transaksi dengan pihak lain.

Kekuatan pengembangan agrowisata berbasis salak di Kabupaten Ponorogo adalah: (a) Ketersediaan bahan baku yang didukung oleh keunggulan komparatif kualitas sumberdaya lahan dan agroklimat; (b) Sifat unggul buah Salak untuk pasar regional dan nasional; (c) ketersediaan SDM dan masyarakat dengan etos kerja pantang menyerah; (d) Sarana /prasarana dan kelembagaan penunjang yang komitmennya tinggi terhadap pengembangan Kebun-Rakyat Salak; (e) Potensi pasar yang sangat besar.

Kata kunci: agrowisata salak, Koperasi

PENDAHULUAN

Salak adalah sejenis palma dengan buah yang biasa dimakan. Buah ini disebut snake fruit karena kulitnya mirip dengan sisik ular. Salak terutama ditanam untuk dimanfaatkan buahnya, yang populer sebagai buah meja. Selain dimakan segar, salak juga biasa dibuat manisan, asinan, dikalengkan, atau dikemas sebagai keripik salak. Salak yang muda digunakan untuk bahan rujak. Umbut salak pun dapat dimakan. Helai-helai anak daun dan kulit tangkai daunnya dapat digunakan sebagai bahan anyaman, meski tentunya sesudah duri-durinya dihilangkan lebih dahulu

Pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak pada hakekatnya adalah kegiatan awal untuk memacu pengem-bangan ekonomi wisata di suatu kawasan. Secara bertahap berkembangnya kegiatan agrowisata diharapkan dapat diikuti oleh muncul dan berkembangnya kegiatan-kegiatan ekonomi terkait, baik secara horizontal maupun vertikal, serta peng-adaan jasa-jasa wisata di sekitarnya sehingga menumbuhkan dinamika per-ekonomian masyarakat.

Agar pembangunan kawasan agro-wisata berbasis salak ini dapat berhasil, kegiatan dan pendanaan yang tersebar secara parsial harus dapat dikoordinasikan dan dirangkai ke dalam suatu kegiatan

yang saling bersambung, membentuk sistem agriwisata yang utuh. Untuk itu koordinasi perencanaan dan pengendalian sejak di kabupaten hingga tingkat lokasi, yang menjamin terfokusnya berbagai sumber-daya dan dana untuk pengembangan sentra dimaksud merupakan aspek yang sangat penting. Sehubungan dengan hal itu peranan Pemerintah Daerah sebagai pe-nguasa yang mengatur gerak pembangunan daerah sangat penting.

Pengembangan Kawasan agrowisata berbasis salak di wilayah Kabupaten Ponorogo ini ditujukan untuk memfasilitasi dan memandu masyarakat dan kelembagaan tradisionalnya setempat dalam melaksanakan usaha agrowisata secara ekonomis dan lestari.

Penyusunan rencana menyeluruh atas lokasi pengembangan agrowisata berbasis salak di wilayah Kab. Ponorogo ini di-harapkan dapat didukung sepenuhnya oleh PEMKAB Ponorogo dan instansi terkait, Masyarakat dan lembaga tradisionalmya, serta memuat hal-hal sebagai berikut :a. Rancangan Kawasan agrowisata ber-

basis salak yang memuat output, target grup (kelembagaan sosial-tradisional yang ada), manfaat yang dihasilkan, dilengkapi dengan disain bio-fisik yang relevan (sistem wanatani tiga strata :

674

Page 3: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

Strata I = Sengon + Jati Super Strata II = Salak, Strata III = TOGA

b. Rencana tahapan kegiatan hingga terwujudnya kawasan dimaksud, me-muat rencana kegiatan sinergis lintas sektor, subsektor, program dan institusi, beserta volume fisik.

c. Rencana operasional rinci yang harus dilaksanakan oleh masing- masing pelaku (CLUSTER) terkait, terutama kelompok tani yang telah ada.

d. Mekanisme koordinasi penyelenggaraan dan pemberdayaan di tingkat lokasi desa, Kecamatan dan PEMKAB Ponorogo.

Pemilihan lokasi (di kawasan lahan kering dan masyarakat sekitarnya) di-dasarkan atas ketersediaan lahan, ke-sesuaian lahan serta agroklimatnya untuk budidaya Jati Super dan Salak, kesiapan kelembagaan sosial penunjang , kesediaan masyarakat dan tersedianya tenaga kerja serta sumberdaya lain yang membentuk keunggulan komparatif wilayah untuk agrowisata berbasis Salak.

Pemilihan komoditas utama Salak, Jati Super, Toga dan Sengon serta komo-ditas penunjang tanaman pangan (jagung, ubikayu dan kacang-kacangan) serta jenis usahanya didasarkan atas:(1). Potensi menghasilkan keuntungan

ekonomis, melestarikan hutan jati dan lahan kering milik masyarakat sekitar,

(2). Produksi pangan dan potensi pe-masaran produk-produknya mudah,

(3). Akses sosioteknologi: kesiapan dan penerimaan masyarakat atas usaha agrowisata berbasis Salak ,

(4) Keunggulan Salak, toga, sengon dan Jati Super dalam memanfaatkan dan melestarikan sumberdaya lahan kering.

(5). Kesesuaian sumberdaya lahan dan agroklimat bagi tanaman Salak - TOGA – Sengon dan Jati Super.

Beberapa permasalahan agribisnis Salak di wilayah lahan kering Kabupaten

Ponorogo, Jawa Timur, yang dapat diidentifikasikan saat ini adalah:(a). Volume produksi dan perdagangan

buah Salak selama ini mengalami fluktuasi yang sangat tajam dari waktu ke waktu. Beberapa faktor yang terkait dengan masalah ini adalah fluktuasi potensial-demand pasar luar daerah dan domestik ; kendala-kendala kualitas (terutama tentang jenis/varietas yang paling disukai konsumen); keadaan teknik penanganan budidaya tanaman dan pascapanen buah; serta kendala-kendala kontinyuitas dan peningkatan kualitas buah segar.

(b). Sebagian besar tanaman Salak ditanam penduduk di lahan pekarangan dan lahan tegalan di sela-sela tanaman lainnya, sehingga total populasi pohon sangat rapat. Sejumlah besar Salak ditanam pada lokasi yang tingkat kesesuaian lahannya rendah, terutama dari sudut pandang agroklimat dan ketinggian tempat.

(c). Alternatif pengembangan kebun Salak tiga strata pada lahan tegalan atau perkebunan masih belum meyakinkan masyarakat, apakah tanaman Salak - yang diusahakan secara komersial cukup "layak" (feasible) baik ditinjau dari aspek finansial/ ekonomi, ekologi / lingkungan, maupun sosio-teknologi.

(d). Biaya investasi untuk pengusahaan Salak apabila dilakukan secara komersial (kebun monokultur) cukup besar, sulit terjangkau oleh individual petani.

METODE PENELITIAN

Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif-observasional agar diperoleh gambaran yang mendalam tentang pengem-bangan area agrowisata berbasis salak sebagai upaya pemberdayaan

675

Page 4: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

masyarakat pedesaan di wilayah Kabupaten Ponorogo. Data kuantitatif yang relevan digunakan untuk memperkuat hasil-hasil kajian kualitatif.

Penelitian dilakukan di wilayah Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur, lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) berdasarkan keunikan-keunikan yang dimiliki di berbagai lokasi. Kebun salak tradisional yang ada biasanya dicirikan oleh vegetasi campuran dan tegakan kayu-kayuan yang dikelola secara swadaya dan sebagian besar masih diusahakan secara tradisional.

Data diperoleh dari keterangan informan, tempat dan peristiwa, dokumen yang relevan dan observasi lapangan secara langsung. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan informan, studi dokumen, dan pengamatan langsung di lapangan.

Analisis data dilakukan dengan tahapan - tahapan yang terdiri dari : Pengumpulan data lapangan, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan / pemaknaan atas hasil-hasil analisis data lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Prospek Pengembangan Agro-wisata Salak

Dalam hal perbaikan kualitas buah Salak (untuk menuju pada produk kualitas Salak Super) diperlukan upaya-upaya pemberdayaan petani produsen melalui penerapan teknologi tepat guna dalam aspek:

1. Teknologi Budidaya Tanaman, yang berkenaan dengan teknologi pe-rawatan tanaman dan pengelolaan kebun. Dalam hal ini teknologi “BIBIT CANGKOKAN” dari tanaman induk unggul-bermutu yang terpilih menjadi prioritas utama untuk memperbaiki mutu tanaman apel yang ada sekarang.

2. Teknologi panen, yang berkenaan dengan “KALENDER PETIK BUAH” serta indikator visual yang berkaitan langsung dengan kualitas buah. Dengan teknologi ini dapat dilakukan panen buah secara bertahap sesuai dengan tingkat kSuperakan fisiologis yang optimal, biasanya pada umur buah 5-6 bulan.

3. Teknologi pasca-panen, terutama yang berkenaan dengan “pengepakan” buah apel dengan menggunakan “Tas anyaman pandan” untuk kemasan kecil (1-5 kg) , “keranjang bambu dengan klaras daun salak“ untuk kemasan 30-35 kg, serta “kotak kandus dengan kertas telur” untuk kemasan 15-20 kg.

Penggunaan sistem pengepakan dengan kotak karton yang dilengkapi dengan “Kertas Telur” disarankan untuk Buah salak Kualitas Super yang akan dipasarkan ke luar daerah atau di-ekspor ke luar negeri. Dalam hal penerapan teknologi pemeliharaan tanaman hingga panen dapat diabstraksikan sbb:

Tanaman salak dapat berbuah sepanjang tahun, namun musim panen raya biasanya terjadi sekali dalam setahun. Tindakan pengelolaan selama satu siklus panen buah adalah seperti berikut.

Teknik perawatan tanaman salak harus berpedoman pada bagan diatas, terutama jadwal penyerbukan dan pemetikan buah. Perawatan tanaman yang baik pada satu periode panen akan berpengaruh baik pula pada periode panen berikutnya.

Jenis Salak unggul yang saat ini dijumpai di wilayah Ponorogo adalah Salak Pondoh dan Salak Lokal. Keberhasilan pengembangan Salak di wilayah Kabupaten Ponorogo menghadapi beberapa tantangan, yaitu:

(a). Penyediaan bahan pangan bergiziPengembangan tanaman Salak harus-lah diarahkan pada lahan kering kritis (pekarangan, tegalan, kebun campur-an, dan hutan rakyat). Arah

676

Page 5: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

kebijakan ini dipertegas oleh Program Pem-berdayaan Ekonomi Superyarakat Desa yang menggelarkan "gerakan Salakisasi", yaitu menanam tanaman Salak, TOGA, sengon dan Jati Super pada setiap jengkal lahan kritis yang kosong dalam sistem wanatani.

(b). Pengelolaan lahan kritis Lahan-lahan kritis di wilayah Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur sampai saat ini masih terus memerlukan penanganan yang lebih serius, terutama yang berada di kawasan lahan masyarakat dan kawasan hutan di sekitarnya.

Kenyataan ini mendorong adanya kebijakan khusus untuk mengge-rakkan program penghijauan yang ekonomis. Jenis tanaman yang dianjurkan adalah Salak ber-dampingan dengan Jati Super dan tanaman sela jagung/ubikayu/kacang-kacangan, karena tanaman ini di-samping untuk tujuan penghijauan sekaligus dapat meningkatkan pen-dapatan masyara-kat .

Panen

Pemangkasan /Penyiangan Pemupukan Pembumbunan P emangkasan tunas

Pembungaan Pestisida Bunga betina: Penyerbukan berwarna merah, cerah, segar Serbuk sari ku- Fruitset ning-kemerahan

Penjarangan Pembungkusan Pemeliharaan Buah

Panen

(c). Respons petani

677

Page 6: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

Respon petani untuk menanam Salak, TOGA, Sengon dan Jati Super pada lahan kering (pe-karangan, tegalan, kebun, dan lahan-lahan terlantar) cukup besar. Untuk lebih membantu respon penduduk ini diperlukan adanya Kawasan Pengembangan Agri-bisnis Salak sebagai sentra untuk menampung dan menyalurkan hasil-hasil produksi kebun Salak

(d). Intensifikasi penggunaan lahan Intensitas penggunaan lahan ke-ring-kritis masih sangat rendah yakni satu kali setahun (tanam yang ke dua kadang-kadang ber-hasil dipanen dan kadang-kadang gagal dipanen karena mengalami kekeringan). Pada musim kemarau lahan-lahan seperti ini praktis tidak menghasilkan produk, se-hingga lazimnya dikategorikan sebagai lahan "Sleeping Land". Dengan demi-kian penanaman Salak pada lahan seperti ini di-harapkan dapat meningkatkan intensitas produktivitasnya.

(e). Peningkatan pendapatan petani Hasil penelitian menunjukkan bah-wa tanaman Salak memberikan sejumlah pendapatan keluarga. Kenyataan ini menunjukkan bah-wa apabila pengembangan Salak diarahkan pada lahan-lahan petani tersebut diharakan dapat mening-katkan pendapatan petani.

(f). Kesesuaian Sumberdaya Lahan dan Agroklimat bagi Salak

1. Kondisi IklimTemperatur BERKISAR 15-40oC, dan kisaran optimumnya adalah 22 - 28oC; curah hujan berkisar antara 750 - 2500 mm/tahun dengan bulan kering mencapai 6 bulan.

2. TanahDapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, kedalaman (>50 cm), konsistensi gembur (lembab), permeabilitas sedang, drainase baik, tingkat kesuburan sedang, tekstur lempung dan lempung berdebu; pH tanah berkisar 4.5 - 8.2, dan kisaran optimum pH 5.5 - 7.8Penurunan hasil dapat terjadi karena salinitas dengan DHL > 1 dS/m. Penurunan hasil dapat mencapai 50% kalau DHL mencapai 6 dS/m atau ESP mencapai 20%; dan tidak mampu berproduksi apabila DHL mencapai 9dS/m. Tanaman memerlukan pupuk yang banyak terutama pupuk organik pada masa pertumbuhan.

3. Hasil buahProduksi kebun Salak komersial dapat mencapai 14-20 ton/ha atau 38-440 kg /pohon. Kebun Salak jenis unggul dapat menghasilkan hingga 30-40 ton/ha atau 271-620 kg/pohon

678

Page 7: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

4. Persyaratan penggunaan lahan untuk Salak :

Persyaratan penggunaan/ Kelas Kesesuaian Lahan:Karakteristik Lahan S1 S2 S3 NTEMPERATUR (tc):Temperatur rataan (oC) 22-28 18-22

28-3415-1834-40

<15>40

KETERSEDIAAN AIR (wa)Curah hujan, mm/th

Salak - TOGA – Sengon

1250-17501750-20001000-1250

750-10002000-2500

<750>2500

KELEMBABAN UDARA (%)

>42 36-42 30-36 <30

Ketersediaan oksigen (oa):Drainase

Baik -Agak baik

Agak terhambat

Terhambat, agak cepat

Sangat terhamb

at -Cepat

MEDIA PERAKARAN (rc):Tekstur

ah; s ak h k

Bahan kasar (%) <15 15-35 35-55 >55Kedalaman tanah (cm) >100 75-100 50-75 <50Gambut:Ketebalan, cm <60 60-140 140-200 >200+ dgn sisipan/pengkayaan <140 140-200 200-400 >400Kematangan Saprik+ Saprik

Hemik+HemikFibrik+

Fibrik

RETENSI HARA (nr):KTK liat, cmol >16 <= 16Kejenuhan Basa , % >35 20-35 <20pH H2O 5.5-7.8 5.0-5.5

7.8-8.0<5.0>8.0

C-organik, % >1.2 0.8-1.2 <0.8TOKSISITAS (xc):Salinitas (dS/m) < 4 4 - 6 6 - 8 > 8SODOSITAS (xn)Alkalinitas (ESP) , %

<15 15-20 20-25 >25

BAHAYA SULFIDIK (xs):Kedalaman sulfidik, cm

>125 100-125 60-100 <60

BAHAYA EROSI (eh):Lereng, % < 8 8-16 16-30 >30Bahaya Erosi sr r-sd b sbBAHAYA BANJIR(fh):Genangan F0 - - > F1PENYIAPAN LAHAN (lp)Batuan di permukaan, %

<5 5-15 15-40 >40

Singkapan batuan, % <5 5-15 15-25 >25Keterangan: Tekstur: h = halus; ah = agak halus; s = sedang; ak = agak kasar. + = gambut dengan sisipan/pengkayaan bahan mineral. Bahaya erosi: sr = sangat ringan; r = ringan; sd = sedang; b = berat; sb = sangat berat.

679

Page 8: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

Keragaan Sistem Agribisnis Salak yang ada

(1). Sistem Usahatani

Tanaman Salak pada umumnya diusahakan di lahan pekarangan secara sambilan. Estimasi tentang persentase luas pengusahaan Salak berdasarkan sistim pengusahaannya disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Persentase Usahatani Tanaman Salak Berdasarkan Sistem Pengusahaannya

Farming systems % luasan1. Salak diusahakan pada lahan pekarangan dan tegalan publik 40 - 502. Salak diusahakan pada lahan penghijauan tegalan dan tumpangsari dengan tanaman pangan 30 - 403. Salak diusahakan pada lahan tegalan secara monokultur ± 5

Tanaman Salak di lahan tegalan dan pekarangan penduduk tidak mendapatkan perawatan secara memadai, pemupukan dilakukan ala kadarnya, pemangkasan tajuk tidak dilakukan.

(2). Usahatani Salak rakyatDeskripsi ringkas sistem usahatani

Salak yang dilakukan oleh petani sebagaimana disajikan dalam Tabel 2.

(3). Sistem Pemasaran Buah Salak pada umumnya

dikonsumsikan dalam bentuk segar, kurang dari satu persen dari total produksi yang diproses menjadi bentuk olahan.

Buah Salak sebagian besar dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

a. Saluran Pemasaran. Buah Salak yang dihasilkan di Kabupaten Ponorogo dipasarkan di dalam wilayah Kabupaten dan sebagian dikirim ke luar wilayah.

b. Cara Pemasaran. Penjualan buah Salak pada umumnya dilakukan melalui tiga cara, yakni tebasan, ijon dan kontrak. Sebagian besar petani melakukan pemasaran Salak nya dengan cara tebasan (80%), sisanya dengan cara ijon dan kontrak. Dalam hal ijon dan kontrak, penentuan harga sangat didominasi oleh pedagang.

Tabel 2. Deskripsi Sistem Usahatani Salak Yang Dilakukan Petani

Kondisi aktual 1. Rata-rata jumlah pohon 15 -50 pohon2. Lahan yang digunakan Lahan pekarangan, tegalan, hutan rakyat3. Jarak tanam Tidak beraturan4. Sistim penanaman Sebagian besar berasal dari bibit sapihan 5. Jenis Salak yang diusahakan Pondoh dan Lokal6. Pemangkasan Umumnya dilakukan pada waktu tanaman umur 1-3 tahun7. Pemupukan Umumnya dilakukan pada waktu tanaman umur 1-2 tahun8.Pemberantasan hama dan penyakit

Jarang dilakukan

680

Page 9: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

c. Marjin pemasaran Market Share petani dari harga beli

konsumen hanya sebesar lebih kurang 40-50% (Tabel 3).

(4). Aspek Sosio-teknologiPenguasaan agroteknologi Salak

oleh penduduk pada umumnya sudah

menguasai syarat minimal, akan tetapi untuk menuju kepada usahatani yang lebih intensif masih diperlukan tambahan informasi teknologi inovatif. Teknologi bibit dan pembibitan, penanaman bibit dan perawatan tanaman, serta fungsi pascapanen sederhana telah dikuasai penduduk.

Tabel 3. Pemasaran Salak dari sentra produksi ke luar wilayah Kabupaten

Aktivitas Nilai Pangsa (Rp/kg buah) (%)1. Petani Harga jual di tingkat lahan 1.200 24.002. Tengkulak desa Harga beli Harga jual ke pengumpul Keuntungan

1.2002.000800 16.00

2. Pedagang pengumpul a. Harga beli dari tengkulak 2.000 b. Biaya 1.000 20.00 c. Harga jual 5.000 100.oo d. Keuntungan 2.000 40.00

(5). Ketersediaan sarana produksiKetersediaan sarana produksi untuk

pengembangan agrowisata berbasis komoditas Salak yang terpenting adalah ketersediaan bibit yang kualitasnya baik. Potensi komoditas bibit Salak masih dapat dikembangkan lagi sesuai dengan tingginya permintaan pasar. Dalam rangka penyediaan bibit Salak yang baik, peranan masyarakat dalam usahatani pembibitan Salak dipandang perlu dilibatkan, karena sistem usahataninya cukup efisien dan meningkatkan pendapatan petani.

(6). Aspek Finansial

Berdasarkan estimasi cash flow selama 20 tahun diperoleh informasi bahwa tanaman Salak baru mendatangkan keuntungan setelah umur 5-6 tahun. Sedangkan apabila modalnya berasal dari kredit akan dapat terlunasi pada tahun ke-8-10. Besarnya keuntungan Salak pada "discount rate" 22 persen per tahun dengan "Net Present Value" (NPV) sekitar Rp.4.000.000,- sedangkan besarnya "Internal Rate of Return" (IRR) sekitar 32.5 persen. Dengan informasi ini dapat disimpulkan bahwa secara finansial usahatani Salak sangat menguntungkan.

681

Page 10: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

Tabel 4. Keadaan Sosio-Teknologi Budidaya Salak

Ponorogo: Pekarangan Hutan rakyatI. Bibit dan Pembibitan a. Asal bibit - Sendiri 75.0 % 35 % - Membeli 25.0 % 65 % b. Cara Pembibitan : Biji 75.0 % 65.0 - Sambungan 0.0 % 0.0 - Okulasi / sapihan 0.0 % 0.0 - Cangkok 25.0 % 35.0 c. Jarak Tanam; meter - Tak teratur 5 x 5 - - Teratur 10 x 10 12 x 12 d. Sistim Penanaman - Tumpangsari 100 % 75 % - Monokultur - 25 % II. Pemeliharaan a. Pemangkasan/ Benalu 60.00 % 40.75 % b. Pemupukan 11.00 % 55.00 % c. Pemberantasan hama penyakit 5.00 % 45.00 % d. Penyiangan 40.00 % 75.00% III. Jumlah rata-rata 15-50 pohon 500 pohon setiap orang

Tabel 5. Analisis Keuntungan Usahatani kebun Salak (untuk setiap hektar pertanaman Salak )

Keterangan Keadaan1. Umur mulai berproduksi 4 tahun 2. Umur impas permodalan 8-10 tahun 3. Net Present Value (NPV) dengan DF = 22 % Rp. 4.000.0004. Internal Rate of Return (IRR) 32.00 % 5. Nilai Break Event Point (BEP) a. Produksi 50 tandan / pohon /th b. Harga Rp. 20-25 / buah

682

Page 11: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

RANCANGAN AGROWISATA SALAK - JATI SUPER – TOGA - SENGON

1. Dasar Pertimbangan

1. Pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan, khususnya masyarakat lahan kering di Kabupaten Ponorogo, melalui kebun Salak - Jati Super – Toga – Sengon

2. Antisipasi krisi produk buah, akibat melimpahnya produk impor

3. Sistem Produksi dan Distribusi produk buah segar Indonesia:

- lemahnya posisi tawar petani dan pekebun

- Industri estate di Jawa sekala besar in-feasible

- Produksi Salak pada lahan-lahan subur mengalami tekanan berat dari komoditi tanaman pangan

- Sistem kemitraan petani - pedagang bersifat “kurang adil”

- Biaya produksi relatif tinggi, terutama biaya angkutan

4. Industri hilir masih terbatas pada industri olahan tertentu.

5. Luasnya kawasan lahan kritis yang potensial untuk dikembangkan menjadi kebun-rakyat Salak (Wanatani Epat Strata: Salak - Jati super – Toga – Sengon)

2. Tujuan

1. Memberdayakan ekonomi masyarakat lahan kering di sekitar kawasan hutan melalui Agrowisata kebun Salak - Jati Super – Toga – Sengon TERPADU guna peningkatan daya saing produk buah Salak dari kawasan lahan kritis sekaligus memproduksi pangan bagi masyarakat setempat

2. Menginisiasi berkembangnya agrowisata kebun Salak - Jati Super - Toga – Sengon Terpadu yang didukung oleh adanya techno-industrial cluster yang relevan

3. Pengembangan teknologi pengolahan diversifikasi produk agribisnis: Jati (kayu, daun), Buah Salak, olahan Salak, pupuk organik, toga, hijauan pakan ternak

4. Pengembangan kelembagaan sosial-masyarakat pengelola Kebun Salak - Jati Super - Toga – Sengon secara terpadu

683

Page 12: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

3. Keterkaitan Sistem Kelembagaan

MANAJEMEN MODAL DAN TEKNOLOGI

INVESTASI AWAL

POSYANTEK Teknol Koperasi Agrowisata Salak dana

Kebun KSP Salak Teknologi & 100-500 ha SIM-Pasar Kebun-Rakyat 3-S

Industri Agrowisata Berbasis SALAK

Industri Industri Pupuk Organik Jasa Transport Pangan Promosi Toga Wisata

684

Page 13: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

KETERKAITAN ANTAR CLUSTER AGROWISATA BERBASIS SALAK

Cluster ALSINTAN

KSP INDUSTRI Olahan Cluster PASAR KEBUN olahan Salak produk Regional Salak Salak Salak 4-Strata Toga Ampas olahan

- Pupuk - Pestisida Bahan - Herbisida penolong

Cluster Industri Cluster Cluster produk Kemasan & Saprodi wisata Transportasi

Pasar Industri Industri Cluster Nasional Cinderamata Makanan Kemasan & Kerajinan Kuliner Promosi tradisional

SISTEM PERBANKAN DAN ASURANSI

685

Page 14: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

4. EVALUASI Kondisi Agrowisata berbasis salak

1. KEKUATAN

a. Ketersediaan bahan baku yang didukung oleh keunggulan komparatif kualitas sumberdaya lahan dan agro-klimat

b. Sifat unggul buah Salak untuk pasar regional dan nasional

c. Ketersediaan SDM dan masyarakat dengan etos kerja pantang menyerah

d. Sarana /prasarana dan kelembagaan penunjang yang komitmennya tinggi terhadap pengembangan Kebun-Rakyat Salak

e. Potensi pasar yang sangat besar 2. KELEMAHAN

a. Kesenjangan hasil LITBANG ke aplikasi komersial

b. Lembaga pemasaran bertindak juga sebagai “lembaga eksklusif”

c. Belum terbentuknya keterkaitan-kemitraan yang adil antar pelaku

(cluster) agrowisata Salakd. Produk hilir masih terbatas pada buah

Salak segar.e. Tingginya komponen biaya transportasi

dalam struktur biaya produksi

3. PELUANG

a. Pasar domestik (lokal, regional dan nasional) sangat terbuka

b. Diversifikasi produk-produk per-kebunan Salak sangat potensial

c. Kebutuhan pengembangan keterkaitan antara cluster /pelaku kegiatan agro-wisata Salak

d. Kebutuhan Pemberdayaan sistem ke-lembagaan produksi Salak

5. ANCAMANa. Hambatan-hambatan sistem distribusi

buah Salak domestikb. Persaingan dengan produk buah impor

c. Persaingan dengan komoditi non-salak dalam penggunaan lahan

d. Hambatan-hambatan sistem industri pengolahan buah Salak

5. Program Pengembangan

1. Pemberdayaan Koperasi Pengelola agrowisata berbasis salak secara Terpadu di wilayah Kabupaten Pono-rogo

2. Pengembangan Kebun Salak - Jati Super - Toga – Sengon secara Terpadu dengan komponen utamanya:a. KSP (Kawasan Sentra Produksi)

Kebun rakyat 4-Strata” Jati Super - Salak- Toga – Sengon yang dikelola oleh Kelompok Tani

b. Cluster Industri Olahan Salak dan Toga

c. Cluster Industri Pupuk Organik Limbah kebun Salak

d. Cluster Industri produk cinderamata agrowisata

e. Cluster ALSINTAN Pendukungf. Cluster Agrokimia: Pupuk dan

pestisidag. Cluster LITBANG, Kebun

Teknologi dan Sistem Informasi Pasar

h. Cluster Pengemasan dan Pengepakan

g. Cluster Transportasi dan Pemasaran3. Kajian Keunggulan Salak dan produk-

produk hilir kebun Salak rakyat4. Sosialisasi dan Komersialisasi hasil-

hasil kajian5. Implementasi sistem Quality Assurance

(QA)

3.6. OUTCOME

1. Berkembangnya Kebun Salak - Jati Super – Toga– Sengon dengan keterkaitan yang adil di antara cluster-cluster yang ada melalui pendekatan kawasan

2. Terbentuknya Kelompok Tani dan Koperasi pengelola KEBUN Salak -

686

Page 15: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

Jati Super - Toga – Sengon yang mampu mengkoordinasikan sistem produksi dan sistem distribusi produk-produknya

3. Berkembangnya industri pengolahan buah Salak sekala mikro

4. Meningkatnya citra Salak dan produk olahan Salak domestik

3.7. DAMPAK1. Sinergi kelembagaan dan aktivitas

agrowisata dalam “CLUSTER”2. Sinergi antar pelaku agribisnis dalam

KEBUN Salak - Jati Super – Toga – Sengon

3. Tumbuh-kembangnya emangat masya-akat untuk memproduksi Salak dan Jati Super bersama dengan pengolahan toga

4. Tumbuh-kembangnya pasar produk-produk olahan Salak dan toga

5. Tumbuhnya semangat untuk me-estarikan sumberdaya hutan dan lahan kritis sekitarnya.

Pengembangan Komoditas Pendukung

Pembangunan Kebun Wanatani Empat Strata: Salak - Jati Super – Toga- Sengon

Salak Pondoh dan Jati Super, Toga dan Sengon, serta jagung genjah dan ubikayu Ardira ditetapkan sebagai kultivar yang akan ditanam pada lokasi Kawasan

Kawasan Agrowisata Salak - Jati Super - Toga – Sengon di Kabupaten Ponorogo. Target pembangunan sentra produksi pada okasi terpilih adalah seluas 1000 Ha kebun rakyat; sebagian lahan ini merupakan kawasan lahan kering kritis milik ma-yarakat. Agar pembangunan kebun Salak dapat dilaksanakan secara terpadu dan berada pada areal yang kompak (saling berdekatan), maka dasar pembangunan kebun-rakyat adalah satu KEBUN. Di-amping pembangunan kebun-rakyat tiga strata sebagai inti, diharapkan pula akan tumbuh partisipasi petani untuk menanam di lahan pekarangannya dengan bantuan penyediaan bibit Salak jenis unggul .

Agroteknologi Kebun Salak - Jati Super – Toga-Sengon

Berdasarkan hasil-hasil penelitian dapat dikemukakan bahwa pengembangan sistem Salak-Jati Super – Toga-Sengon ditempuh dengan mengintegrasikan (secara fungsional) aktivitas kebun wanatani dengan pusat-pusat inovasi agro-teknologi yang ada.

Lima hal yang masih dipandang sangat penting untuk menunjang pe-gembangan sistem ini, adalah : (1). Inovasi teknologi bibit dan pembibitan salak dan Jati Super; (2). Teknologi off-season tanaman salak; (3). Teknologi peng-ambatan pematangan buah Salak ; (4). Pengembangan pusat informasi Salak dan Toga; (5). Teknologi pengolahan buah Salak dan Toga.

687

Page 16: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

KEBUN-RAKYAT SALAK: 1 RTPLK = 0.5 ha kebun Salak(Lahan kawasan hutan jati dan / atau lahan masyarakat sekitar)

Tanm pagar : JATI Super

10 m Phn Salak

10 m

jalan kebun/teras kebun: Rumput gajah

tnm sela JAGUNG, KAC HIJAU

arah slope PAH/sumur batas lahan

Industri Toga: Unit Kerajinan Makanan Tradisional Cinderamata

Pola Pengembangan Kawasan

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa pada setiap wilayah yang terpilih akan dikembangkan sentra produksi Salak seluas 1000 ha (100 ha kebun inti dan 900 ha daerah dampak). Sekitar 5 Ha dari

kebun inti tersebut dapat dikelola oleh Pendamping Lapangan (PL), merupakan kebun inti sekaligus berfungsi sebagai Kebun Teknologi Salak - Jati Super. Sedangkan selebihnya merupakan kebun campuran yang dikelola kelompok Tani.

688

Page 17: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

Tanaman Sela, dan Tanaman Pagar /PembatasPada areal KEBUN di antara pohon

Salak muda yang ditanam dengan jarak 8 x 8 meter akan ditanam tanaman toga atau palawija ubikayu, jagung genjah, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, cabai/lombok yang dapat dipanen setelah 3 - 4 bulan. Tujuan dari pemberian tanaman sela ini antara lain agar petani dapat memperoleh hasil/ pendapatan dari lahan usahataninya sebelum tanaman Salak berproduksi. Salah satu dari kedua palawija tersebut akan ditanam secara bergilir hingga pohon Salak mencapai usia 5 tahun. Sedangkan tanaman pagar/pembatas dapat berupa Jati Super.

Kondisi FisikSetelah kurun waktu beberapa tahun,

diharapkan tercipta sentra produksi kebun Salak milik petani sebagai berikut :a. Terdapat kebun-rakyat inti dengan

populasi tanaman sebanyak 100-200 pohon per hektar dengan jarak tanam 8 x 8 meter.

b. Setiap petani berhasil mengelola 0.5-1 ha kebun Salak atau 50 - 75 pohon produktif.

c. Kebun dilengkapi dengan jalan (jalan kebun) sepanjang 100 meter/Ha.

d. Terdapat sumur gali (PAS) atau PAH dua buah per/ha sebagai sumber air bersih.

Kelembagaan

Kelembagaan yang ingin diwujudkan kurun waktu tersebut di atas adalah sebagai berikut.

1. Klompok Usaha Bersama (KUBA) Salak

Mengingat bahwa sasaran areal pengembangan agribisnis Salak tersebar di wilayah Kabupaten Ponorogo dalam kurun waktu 5 tahun adalah seluas 1000 Ha, maka target penumbuhan kelompok tani sebagai lembaga inti pengembangan sentra agri isnis Salak dalam kurun waktu tersebut mencapai jumlah 50 KUBA. Target penumbuhan kelompok tani sebanyak 50 KUBA ini berdasarkan pertimbangan bahwa dalam skala/luasan 20 Ha kebun pekarangan dapat dibentuk satu kelompok tani dan dapat bekerja secara efektif.

Satu KUBA Salak terdiri dari 20-30 RTPLK dengan setiap orang diharapkan menguasai lahan tegalan rataan seluas 0.5 Ha. Dalam 1 Ha lahan akan ditanami Salak sebanyak 250 pohon. Dengan demikian satu KUBA Salak mempunyai tanaman se-anyak 2500-3125 pohon Salak .

Penumbuhan kelompok tani pada Sentra Agrowisata Salak seyogyanya didasarkan pada kedekatan hamparan dengan maksud mempermudah menghadapi masa panen dan pemasaran hasil. Karena penumbuhan kelompok tani berdasarkan kedekatan hamparan usahataninya, maka melalui pelatihan-pelatihan (sekolah lapang) dan dengan bimbingan Petugas Penyuluh Lapangan (PL II) petani-petani yang tergabung dalam kelompok tani hamparan tersebut diharapkan mampu mandiri.

689

Page 18: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

Kebun-rakyat 4-strata salak seluas 200 ha

RTPLK-2 RTPLK-400 RTPLK-1 0.5 ha tegalan 0.5 ha tegalan 125 phn Salak 0.5 ha tegalan 125 ph Salak tnm sela 125 ph Salak tnm sela tnm sela

PPL 5 ha Tegalan 1250 phn Salak tnm sela

KUBA-1 KUBA-2 KUBA-...

25 RTPLK 25 RTPLK ....... 25 RTPLK 12.5 ha kebun 12.5 ha kebun .... ha kebun 3125 ph Salak ... . ph Salak

KOPERASI PETANI salak

Kebun Inti 200 ha, 50.000 pohon Salak Tanaman sela Toga, jagung, kac tanah 200 ha

SUASTA PASAR BRI/BPD

Industri Olahan Pedagang KKPA, KUT

Pengembangan Koperasi Petani Salak Koperasi dan Kios/Waserda adalah

prasarana pelayanan yang akan dikem-angkan menjadi lembaga pemasaran. Pelayanan yang dimaksud berupa :

- Penyediaan saprodi - Membantu menyediakan modal - Sebagai lembaga pemasaran - Investasi armada pengangkutan

690

Page 19: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

Koperasi diharapkan tumbuh dan keberadaannya dibutuhkan oleh para petani baik dalam fungsinya sebagai lembaga yang menyediakan kebutuhan para petani maupun sebagai lembaga pemasaran ber-ama yang dapat mSuperarkan hasil pro-uksi milik petani. Karena itu pengurus koperasi sedapat mungkin berasal dari para kontak tani (Ketua KUBA) dalam kelompok-kelompok tani dalam di wilayah kecamatan yang sama.

Dalam fungsinya sebagai lembaga pemasaran bersama, Kontak Tani Andalan (Ketua KUBA) sebagai pengurus kelompok tani serta sebagai pengurus Koperasi diharapkan mampu mengadakan rintisan kemitraan dengan pengusaha/swasta agar bersedia menampung hasil panen petani. Dengan demikian petani memperoleh kepastian pasar bagi produksinya.

Perusahaan/swastaFungsi perusahaan/swasta adalah :1. Penyediaan saprodi2. Membantu penyuluhan3. Membantu pemasaranAsperti di Jawa Timur diharapkan

merupakan perusahaan swasta yang akan memelopori pola kemitraan usaha dengan petani dengan prinsip-prinsip saling me-guntungkan dan saling membutuhkan dalam arti pengusaha membutuhkan pa-okan bahan produk/baku dan petani memerlukan penampungan hasil. Selain Asperti sebagai penampung dan pembeli produk Salak dalam bentuk buah segar, maka pada kurun waktu tertentu (± 15/20 tahun) diharapkan munculnya usaha agro-ndustri pengolahan Salak yang bahan bakunya dapat dipasok dari kebun-kebun petani khususnya dari lokasi sentra agri-isnis Salak .

Dengan terjalinnya kemitraan antara pengusaha dan petani, pengusaha dapat menjadi alternatif penyedia modal bagi petani disamping lembaga keuangan permodalan resmi. Pembayaran kembali pinjaman petani dapat diperhitungkan dari

hasil penjualan produk petani kepada pengusaha tersebut.

Balai Informasi dan Penyuluhan Pertanian (BIPP)

BIPP merupakan pusat penyuluhan yang diharapkan mampu mengako-modasikan seluruh permasalahan di bidang penyuluhan khususnya pada komoditi Salak . Setiap Kecamatan yang dialokasikan un-uk tanaman Salak diharapkan dapat dikembangkan 1 BIPP yang berfungsi sebagai pusat pelayanan penyuluhan dan merupakan Home Base bagi para penyuluh yang melakukan pembinaan khusus dalam komoditas Salak .

Sebagai lembaga kepanjangan Peme-intah yang berada dan terdekat dengan petani maka diharapkan BIPP akan mampu menjadi pusat untuk :- Meningkatkan kemampuan manajerial

kelompok tani antaranya memantapkan/ membudayakan usaha bersama antar petani dalam satu kelompok dan antar KUBA yang bergabung dalam satu wadah koperasi.

- Membina para kontak tani sebagai pengurus koperasi dalam kemampuan pengurus Koperasi mengelola usaha dalam hal perencanaan pengadaan saprodi yang dibutuhkan petani (anggota koperasi).

- Mendukung kebutuhan modal petani melalui menyediakan informasi fasilitas kredit yang layak.

- Mendukung tersebarnya informasi pasar harga dan permintaan kepada para petani sebagai jaminan petani mem-peroleh harga yang wajar bagi produknya.

- Mendukung peningkatan kerjasama/ kemitraan antara petani dan pengusaha.

- Pusat disseminasi informasi teknologi spesifik lokasi sebagai kepanjangan dari BPTP.

- Pusat disseminasi informasi pasar dan pengembangan pasar.

691

Page 20: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

- Menjalin kerjasama dengan Lembaga Keuangan (BRI Unit Desa) dan Koperasi Unit Desa untuk pelatihan penyusunan proposal pinjaman kredit usaha.

- Penyebaran informasi standard Per-tanian Indonesia bagi produk Salak .

Petugas Pendamping Lapangan (PL II)

PL II merupakan tenaga pendamping lapangan yang dalam tugasnya sehari -hari berhubungan langsung/memberikan bim-bingan langsung kepada kelompok-kelompok tani (KUBA). Dengan mem-pertimbangkan bahwa satu orang PL II mampu membina areal seluas ± 200-300 Ha atau ± 15 KUBA, maka pada lima Kecamatan lokasi sentra agribisnis Salak harus terdapat minimal 5 orang petugas PL II yang profesional dalam agribisnis Salak .

Diharapkan ke 5 orang PL II tersebut merupakan mediator antara Balai Pe-nyuluhan Pertanian (BPP) sebagai penyedia informasi yang dibutuhkan petani dengan kelompok-kelompok tani yang me-manfaatkan informasi-informasi tersebut melalui program- program Sekolah Lapang (SL).

3. Sarana dan Prasarana Pe-nunjang

a. PengairanKetersediaan air merupakan kebu-

tuhan yang harus dipenuhi pada saat proses produksi s/d proses pengolahan. Bantuan pembuatan sistem Pengairan Air Sumur (PAS) diharapkan dapat terlaksana, atau kalau tidak memungkinkan dapat di-kembangkan sistem Pengairan Air Hujan (PAH) melalui pembangunan embung penampung air hujan. Idealnya, 2 buah sumur harus terdapat pada 1 ha kebun Salak. Dengan standard tersebut maka selama 5 tahun pembangunan Kebun Salak akan dibutuhkan sebanyak 2000 buah sumur gali atau 1000 buah embung

air hujan untuk memenuhi kebutuhan air pada lokasi Kebun Salak seluas 1000 Ha.

b. Jasa Angkutan dan TransportasiPembangunan sarana/prasarana ang-

kutan kondisi jalan di sekitar sentra produksi Salak maupun dari sentra pro-duksi ke jalan Kabupaten menentukan ke-cepatan penyaluran saprodi dan pe-ngangkutan/pemasaran hasil produksi. Kondisi jalan desa disekitar sentra produksi Salak perlu ditingkatkan dari jalan tanah /makadam ke jalan aspal, sehingga mudah dilalui kendaraan roda empat walaupun pada musim hujan, yang lebih lanjut meningkatkan efisiensi pengangkutan hasil/saprodi. Dengan rencana pengem-bangan sentra produksi Salak seluas 1000 Ha dan standard kebutuhan jalan kebun/jalan desa adalah 100 m/ha, maka dalam kurun waktu lima tahun dibutuhkan perbaikan/ pembangunan jalan kurang lebih sepanjang 100 km.

Dengan meningkatnya kondisi jalan di sekitar sentra, diharapkan akan mening-katkan frekwensi lalulintas angkutan umum termasuk angkutan barang disekitar sentra produksi Salak yang pada akhirnya me-numbuhkan dan meningkatkan kegiatan sektor sektor jasa yaitu jasa angkutan umum termasuk angkutan barang.

c. PasarPasar yang ada untuk tingkat wilayah

desa/kecamatan telah cukup memadai. Hal yang perlu ditingkatkan fasilitasnya adalah pasar di tingkat kabupaten. Untuk meng-antisipasi melimpahnya Salak yang akan dipasarkan dalam bentuk buah segar, maka lembaga pSuperarean di tingkat kabupaten perlu dilengkapi armada angkutan untuk mendistribusikan hasil produksi dari desa dan kecamatan.

d. Agro-TeknologiPetani Salak di Kabupaten Ponorogo

pada saat ini umumnya masih kurang menerapkan teknologi budidaya secara

692

Page 21: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

intensif maupun penanganan panen dan pasca panen. Dalam hal budidaya, tanaman belum mendapat perawatan dan pemupukan secara memadai. Dalam hal panen dan pasca panen tidak dilakukan perlakuan tertentu karena sebagian besar petani menjualnya dengan sistem tebasan.

Teknologi tepat guna yang diperlukan dan akan dilatihkan kepada para petani meliputi : - Teknik penyiapan lahan- Pembibitan dan penanaman bibit- Budidaya- Panen- Pasca Panen (pengolahan skala kecil).

e. Pengolahan dan Pemasaran

Sektor PengolahanBuah Salak dapat dijual dalam ben-

tuk buah segar atau hasil olahannya. Upaya pengolahan untuk mendapatkan buah segar berkualitas tinggi meliputi :a. Pemeraman untuk menyeragamkan

kematangan buah dengan perlakuan fisiko-kimia.

b. Penghambatan proses pematangan buah dengan perlakuan fisiko-kimia.

c. Gradingd. Packing/pemasarane. Kalender panen tanda setelah panen

sesuai dengan tanggal dipetik.f. Buku harian pakan (untuk

memonitor produksi pohon).

Salak Pondoh merupakan jenis Salak yang masih mempunyai prospek besar dijual sebagai buah segar. Namun demikian tetap perlu dilakukan antisipasi terjadinya fluktuasi harga atau turunnya harga Salak segar pada saat booming produksi/supply Salak . Pengolahan buah

Salak menjadi produk olahan dapat berupa :

- Manisan/asinan Salak - Kripik Salak - Dodol- Buah potong dalam kaleng atau

juice Salak Industri selai dan sirup dapat

dilakukan sebagai home Industri dan bahan bakunya cukup dipenuhi dari Salak yang bukan kualitas nomor 1. Untuk industri kripik, buah potong dalam kaleng atau juice Salak diperlukan pengolahan skala besar, dengan kebutuhan bahan baku (buah Salak ) yang harus di supply secara kontinue. Paling sedikit dibutuhkan areal panen seluas 500 Ha untuk dapat memenuhi bahan baku Salak bagi industri tersebut.

Sektor Promosi dan PemasaranSalak masih memiliki potensi yang

cukup besar untuk dijual dalam bentuk buah segar. Alur pemasaran buah Salak dalam kurun waktu lima tahun yang akan datang adalah seperti pada bagan berikut ini. Rantai/alur pemasaran A akan terus di tingkatkan dan dikembangkan, guna memperpendek rantai tata niaga dan sebagai hasilnya diharapkan meningkatkan market share petani lebih besar dari 45 % dari harga beli konsumen.

Rantai/alur pemasaran B adalah sistem pemasaran buah Salak yang telah terbentuk sejak lama. Pada pemasaran dengan sistem ini, upaya yang diperlukan adalah memberikan/ meningkatkan kesadaran petani untuk mengurangi penjualan dengan sistem tebasan kontan atau ijon, guna meningkatkan market share petani dari harga beli konsumen.

693

Page 22: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

Produsen Salak Pondoh Super A. Petani anggota KUBA Kemitraan Swasta

Exportir Expor

Salak Lokal

Pedagang besar B. Petani kecil Pasar Pedagang Regional pengumpul

Pasar Pedagang lokal eceran

KESIMPULAN

Kekuatan pengembangan agrowisata berbasis salak di Kabupaten Ponorogo adalah: a. Ketersediaan bahan baku yang

didukung oleh keunggulan komparatif kualitas sumberdaya lahan dan agroklimat

b. Sifat unggul buah Salak untuk pasar regional dan nasional

c. Ketersediaan SDM dan masyarakat dengan etos kerja pantang menyerah

d. Sarana /prasarana dan kelembagaan penunjang yang komitmennya tinggi terhadap pengembangan Kebun-Rakyat Salak

e. Potensi pasar yang sangat besar

Kelemahan pengembangan

agrowisata berbasis salak di Kabupaten Ponorogo adalah: a. Kesenjangan hasil LITBANG ke

aplikasi komersial b. Lembaga pemasaran bertindak juga

sebagai “lembaga eksklusif”c. Belum terbentuknya keterkaitan-

kemitraan yang adil antar pelaku (cluster) agrowisata Salak

d. Produk hilir masih terbatas pada buah Salak segar.

e. Tingginya komponen biaya transportasi dalam struktur biaya produksi

694

Page 23: pengembangan kawasan agrowisata berbasis salak

AGRITEK VOL. 17 NO. 4 JULI 2009 ISSN. 0852-5426

Peluang pengembangan agrowisata berbasis salak di Kabupaten Ponorogo adalah: a. Pasar domestik (lokal, regional dan

nasional) sangat terbukab. Diversifikasi produk-produk

perkebunan Salak sangat potensialc. Kebutuhan pengembangan keterkaitan

antara cluster /pelaku kegiatan agrowisata Salak

d. Kebutuhan Pemberdayaan sistem kelembagaan produksi Salak

DAFTAR PUSTAKA

Darudono. 1995. Upaya Pemanfaatan Lahan Secara Optimal pada Usahatani Agroforestry. Kasus di Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul. Tesis. Program Studi Ilmu Ke-hutanan, Jurusan Ilmu-ilmu Pertanian Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 392.

Mercer, D.E. 1985. Guidelines for planning agroforestry development projects. East-West Environment and Policy Institute Working Paper, Honolulu, Hawaii.

Metzner, J. dan N. Daldjoeni. 1987. Ekofarming. Bertani Selaras Alam. Yayasan Obor Indonesia, Jakarta 1987.

Palm,C.A. 1995. Contribution of agroforestry trees to nutrient requirements of intercropped plants. Agroforestry Systems 30:105-124. Kluwer Academic Publishers, Netherlands.

Pantastico, E.R.B. 1986. Fisiologi Pasca-panen Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran tropika. DiterJemahkan oleh Kamariyani. Gajahmada University Press. Yogyakarta,

Soemarno, B.Setiawan, M.Dewani, 1993. Model Perencanaan dan Pengembangan Sistem Agro forestry bersekala Kecil di Wilayah Kecamatan Wajak dan Pujon, Malang, PP-PSL - PSLH Unibraw.

Steenis, CGGJ van 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 137.

Verheij, E.W.M. dan R.E. Coronel (eds.). 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2: Buah-buahan yang dapat dimakan. PROSEA – Gramedia, Jakarta. Hal 362-366. ISBN 979-511-672-2.

Wijaya H.; D. Ulrich; R. Lestari; K. Schippel; and G. Ebert. 2005. Identification of potent odorants in different cultivars of snake fruit [Salacca zalacca (Gaert.) voss] using gas chromatography-olfactometry. J. Agric. Food Chem. 53 (5): 1637–1641.

695


Recommended