Date post: | 29-Mar-2019 |
Category: |
Documents |
Upload: | trinhhuong |
View: | 227 times |
Download: | 0 times |
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LUAS PENGUNGKAPAN SUKARELA
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP ASIMETRI INFORMASI
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode
2012-2014)
Oleh: Edi Saputra
Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji
Abstract
The aim of this research is to analyze the factors that influence disclousure
extend and its implications to information asymetry. This study is divided
into two stage. The first stage is a multiple linear regression to test the
influence of the analyze the factors that affect toward extensive voluntary
disclosure. The second stage of analysis is a simple linear regression
analysis to test the influence of the extensive voluntary disclosure to
asymmetry information. The population of this study was the financial
reporting of manufacture company's listed on the Indonesia Stock Exchange
in 2012-2014. The sampling technique is purposive sampling method which
results for 38 samples in 2012-2014.
The results of this study indicated that in the first regression model showed
variable of proportion of independent board, leverage, profitability, scope
of business and auditors size has affect toward extensive voluntary
disclosure. Meanwhile, variable of age of firm, age listing of firm, liquidity,
and free cash flow do not affect toward extensive voluntary disclosure. For
the second stage of the research model, the extensive voluntary disclosure
variable does not affect the asymmetry information.
Keyword: Proportion of independent board, age of firm, age listing,
liquidity, leverage, profitability, free cash flow, scope of
business, auditors size, extensive voluntary disclosure,
asymmetry informastion
PENDAHULUAN
Pasar modal telah menjadi sebuah
alternatif investasi bagi investor dan
pandangan bagi investor. Semua perusahaan
meminta untuk bergabung dalam pasar
modal ketika di buka dengan konsekuensi
harus menyediakan semua informasi
perusahaan bagi investor. Kunci dari sebuah
keberhasilan pasar modal tergantung dari
kualitas informasi yang ada dalam pasar
modal tersebut (Purwanti & Kurniawan,
2013).
Dalam kegiatan pencarian sumber dana
tersebut manajer pasti memiliki pengetahuan
yang sangat mendalam tentang perusahaan
yang dijalankannya. Manajer mengatur
segala sesuatu yang berkaitan dengan
perusahaan mereka. Laporan keuangan yang
disajikan oleh manajer merupakan salah satu
bentuk informasi yang digunakan sebagai
pertimbangan bagi investor untuk
memberikan dana yang dimilikinya kepada
perusahaan tersebut atau malah
memberikannya ke perusahaan lain.
Menurut Tanor L. A. (2009) pihak manajer
sebagai pihak yang mempunyai informasi
terkait kondisi perusahaan, tidak
memberikan semua informasi yang
diketahuinya terkait perusahaan yang
bertujuan untuk menghindari resiko
terlihatnya kelemahan dari perusahaan.
Permasalahan ini seringkali memicu para
manajer untuk memperoleh keuntungan
lebih dari perbedaan informasi yang ada
antara manajer dan pengguna informasi
dalam hal ini adalah investor. Padahal disisi
lain prinsipan/investor memerlukan semua
informasi yang relevan tentang kondisi
menyeluruh perusahaan namun mereka tidak
memiliki akses internal perusahaan padahal
informasi tersebut sangat berguna dalam
mengambil keputusan ekonomis.
Permasalahan yang terjadi dalam
pembahasan diatas disebut asimetri
informasi. Asimetri informasi merupakan
suatu keadaan dimana manajer memiliki
akses informasi atas prospek perusahaan
yang tidak dimiliki oleh pihak luar
perusahaan (Rahmawati, Suparno, &
Qomairah, 2006).
Terkadang informasi yang diberikan tidak
bisa diterima karena tidak sesuai dengan
kondisi sebenarnya perusahaan. Kondisi ini
dikenal sebagai asimetri informasi atau
informasi asimetri, salah satu kondisi
dimana ada ketimpangan antara informasi
manajemen yang diakuisisi sebagai pusat
informasi kepada shareholders dan
stakeholders pada umumnya sebagai
pengguna informasi (user).
Teori agensi mengimplikasikan terjadinya
asimetri informasi antara manajer sebagai
agen dengan pemilik yang dalam hal ini
merupakan pemegang saham/investor,
dimana manajemen memiliki informasi
lebih banyak dan akurat daripada pemegang
saham akan cenderung ingin menyampaikan
kondisi perusahaan yang baik, walaupun
terkadang realitanya kurang mendukung.
Asimetri informasi sebenarnya memiliki
kaitan erat dengan pengungkapan laporan
keuangan. Pengungkapan laporan keuangan
perlu dilakukan karena hal ini merupakan
salah satu informasi yang didapatkan
investor dalam mengawasi investasi yang
telah dilakukannya. Manajemen dapat
meningkatkan nilai perusahaan melalui
pengungkapan informasi tambahan dalam
laporan keuangan namun peningkatan
pengungkapan laporan keuangan akan
mengurangi asimetri informasi sehingga
peluang manajemen untuk melakukan
manajemen laba semakin kecil (Halim,
Meiden, & Tobing, 2005). Laporan
keuangan adalah komunikasi yang
digunakan pimpinan manajemen ke
pengguna informasi di luar perusahaan.
Kualitas informasi yang dicapai tergantung
pada kualitas laporan keuangan (Purwanti &
Kurniawan, 2013).
Keberagaman luasnya pengungkapan dapat
dipengaruhi oleh beberapa hal berkaitan
dengan karakteristik perusahaan yang
diklasifikasikan menjadi 3 kategori, yaitu
berkaitan dengan aspek struktur perusahaan,
aspek kinerja perusahaan, dan aspek pasar
perusahaan (Benardi, Sutrisno, & Assih,
2009). Hal yang berkaitan dengan
karakteristik tersebut dapat dikategorikan
sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi
pengungkapan sukarela dapat berupa
proporsi dewan komisaris independen, umur
perusahaan, umur listing, likuiditas,
leverage, profitabilitas, arus kas bebas,
skope bisnis dan ukuran kantor akuntan
publik. Faktor-faktor tersebut dapat
diklasifikasikan dalam aspek struktur
perusahaan yang diwakili oleh proporsi
dewan komisaris independen, umur
perusahaan dan umur listing perusahaan,
aspek kinerja perusahaan yang diwakili oleh
pengukuran likuiditas, leverage,
profitabilitas, dan arus kas bebas serta aspek
pasar perusahaan yang diwakili oleh skope
bisnis dan ukuran kantor akuntan publlik
yang mengaudit perusahaan.
https://www.youtube.com/watch?v=vNlQ6FQiuOY
Telah banyak penelitian yang dilakukan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
luas pengungkapan sukarela (disclosure)
terhadap asimetri informasi. Beberapa
diantaranya seperti Prayogi (2003), Brown
& Hillegeist (2007), Sudarmadji & Sularto
(2007), Bernadi K, Sutrisno, & Assih
(2009), Suta & Laksito (2012), Indriati
(2013), dan Fitriana & Prastiwi (2014).
Namun, hasil penelitian tersebut masih
beragam.
Dengan adanya hasil penelitian yang
bertentangan maka menunjukan adanya
research gap didalam penelitian sejenis.
Research gap adalah kesenjangan penelitian
yang perlu diteliti dan menjadi alasan bagi
peneliti untuk meneliti. Oleh karena itu,
peneliti ingin menguji kembali faktor-faktor
yang mempengaruhi luas pengungkapan
yang dapat terbagi kedalam 3 karakteristik
terhadap luas pengungkapan laporan
keuangan perusahaan dan implikasinya
terhadap asimetri informasi dengan
menjadikan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai
objek penelitian skripsi ini dengan judul
“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Luas Pengungkapan Sukarela dan
Implikasinya Terhadap Asimetri
Informasi (Studi pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Periode 2012-2014)”.
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA
PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
Teori Agensi
Jensen & Meckling (1976)
mendefinisikan teori keagenan adalah “a
contract under which one or more persons
(the principal(s)) engage another person
(the agent) to perform some service on their
behalf which involves delegating some
decision making authority to the agent.
Adanya hubungan keagenan ini
mengindikasikan bahwa adanya kesenjangan
kepemilikan informasi agen terhadap
prinsipal. Kesenjangan informasi
mendorong manajer untuk berprilaku
oportunitis dalam mengungkapkan informasi
mengenai perusahaan. Manajer hanya akan
mengungkapkan suatu informasi tertentu
jika ada manfaat yang diperolehnya.
Upaya mempermainkan informasi ini tidak
selalu dilakukan manajer untuk membuat
informasi menjadi lebih bagus dibandingkan
dengan informasi sesungguhnya. Ada
kalanya informasi justru diubah menjadi
lebih buruk dibandingkan informasi
sesungguhnya. Hal ini tergantung dengan
motivasi yang mendasari manajemen
tersebut (Aryani, 2011).
Asimetri Informasi
Asimetri informasi merupakan suatu
keadaan dimana manajer memiliki akses
informasi atas prospek perusahaan yang
tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan
(Rahmawati, Suparno, & Qomairah, 2006).
Terjadinya asimetri informasi karena tidak
samanya perolehan informasi tentang
perusahaan yang diterima pihak pengguna
informasi yang dalam hal ini investor
dibandingkan pihak manajemen perusahaan
yang setiap saatnya mengoperasikan usaha
dan berada di perusahaan (Indriani, 2013).
Teori keagenan (agency teory) menjelaskan
adanya konflik kepentingan antara pengguna
informasi dengan manajemen perusahaan
mengakibatkan adanya ketimpangan
informasi. Penyampaian laporan keuangan
kepada stakeholder nantinya dapat
meminimalkan asimetri informasi yang
terjadi antara pihak manajer dan stakeholder
karena laporan keuangan merupakan sarana
pengkomunikasian informasi keuangan
kepada pihak-pihak di luar perusahaan
(Rahmawati, Suparno, & Qomairah, 2006).
Adanya pemberian informasi yang
berkualitas maka investor akan memiliki
akses informasi atas prospek perusahaan
yang dimiliki oleh manajer (Apriliani,
2012). Penyampaian informasi akuntansi
yang berkualitas telah melingkupi
penyampaian informasi melalui
pengungkapan laporan keuangan yakni
pengungkapan informasi dari perusahaan
terhadap pengguna laporan keuangan
sebagai dasar pertimbangan dalam
pengambilan keputusan baik pengungkapan
yang bersifat wajib maupun sukarela.
Pengungkapan Laporan Kuangan
Secara sederhana pengungkapan
dapat diartikan sebagai pengeluaran
informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan. Agar laporan keuangan dapat
memberi manfaat yang seluas-luasnya maka
laporan keuangan harus mengungkapkan
informasi secara memadai (Prayogi, 2003).
Hal ini sejalan dengan standar pelaporan
ketiga yang berbunyi “Pengungkapan
informatif dalam laporan keuangan harus
dipandang memadai, kecuali dinyatakan
lain dalam laporan auditor”.
Menurut Dahlan (2003) terdapat dua jenis
pengungkapan yaitu pengungkapan wajib
(mandatory disclosure) dan pengungkapan
sukarela (voluntary disclosure).
Pengungkapan wajib (mandatory disclosure)
adalah pengungkapan yang wajib dilakukan
oleh perusahaan sesuai dengan peraturan
pasar modal yang berlaku. Di Indonesia
pengungkapan wajib telah diatur dalam
Ketua Bapepam Nomor: KEP-431/BL/2012
tentang penyampaian laporan tahunan
emiten atau perusahaan publik. Sedangkan
pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure) adalah pengungkapan informasi
yang tidak diwajibkan oleh badan regulator
pasar modal (BAPEPAM). Voluntary
disclosure ini ditentukan sesuai dengan
kebijakan perusahaan guna memberikan
informasi yang lebih relevan serta
meningkatkan kinerja perusahaan di bursa
saham.
Pengungkapan sukarela dalam PSAK No.1
paragraf 12 (IAI, 2009) dijelaskan sebagai
berikut entitas dapat pula menyajikan,
terpisah dari laporan keuangan, laporan
mengenai lingkungan hidup dan laporan
nilai tambah (value added statement),
khususnya bagi industri dimana faktor
lingkungan hidup memegang peranan
penting dan bagi industri yang menganggap
karyawan sebagai kelompok pengguna
laporan yang memegang peranan penting.
Laporan tambahan tersebut di luar ruang
lingkup Standar Akuntansi Keuangan.
Bagi investor sebagai pihak utama pengguna
informasi, laporan keuangan merupakan
media analisis dalam melakukan keputusan
investasi karena investasi merupakan
kegiatan yang sangat berisiko dan penuh
ketidakpastian, maka pengungkapan
sukarela laporan keuangan perusahaan
diharapkan mampu mengurangi keraguan
dan ketakutan para investor dalam
melakukan kegiatan investasi.
Pengembangan Hipotesis
H1 : Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris
Independen Terhadap Luas
Pengungkapan Sukarela
Komisaris independen merupakan posisi
terbaik untuk melaksanakan fungsi
monitoring agar tercipta perusahaan yang
good corporate governance. Keberadaan
komisaris independen dimaksudkan agar
mekanisme pengawasan dapat berjalan
secara efektif dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (Nugrahani &
Nugroho, 2010). Menurut Fitriana &
Prastiwi (2014) semakin besar jumlah
dewan komisaris independen terhadap total
anggota komisaris yang ada di perusahaan,
maka aktivitas pengawasan pelaksanaan
prinsip tata kelola perusahaan yang berupa
transparansi informasi akan berjalan lebih
efektif sehingga manajemen akan terdorong
untuk meningkatkan luas pengungkapan
informasi keuangan perusahaan.
H2 : Pengaruh Umur Perusahaan
Terhadap Luas Pengungkapan Sukarela
Menurut Sutomo (2004) umur perusahaan
menunjukan perusahaan mampu eksis
(survive), mampu bersaing dan
memanfaatkan peluang bisnis dalam suatu
perekonomian. Semakin panjang (besar)
Kerangka Berfikir
umur perusahaan akan memberikan
pengungkapan yang lebih luas dibandingkan
dengan perusahaan yang memiliki umur
yang lebih pendek. Hal ini berdasar pada
perusahaan yang lebih senior atau tua
memiliki pengalaman lebih banyak dan telah
meningkatkan praktek-praktek pelaporan
keuangan mereka dari waktu ke waktu,
sehingga informasi yang diungkapkan akan
lebih luas (Suta & Laksito, 2012).
H3 : Pengaruh Umur Listing Terhadap
Luas pengungkapan sukarela
Umur listing perusahaan merupakan
seberapa lama perusahaan tersebut terdaftar
di Bursa Efek Indonesia sebagai perusahaan
go public. Perusahaan yang selayaknya telah
terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan
kurun waktu yang lebih lama, seharusnya
mengungkapkan informasi keuangan
perusahaan lebih luas dibandingkan dengan
perusahaan yang baru terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. Hal ini dikarenakan
perusahaan lebih berpengalaman dalam
memenuhi kebutuhan informasi dari pihak
eksternal
perusahaan.
H4 : Pengaruh Likuiditas Terhadap Luas
pengungkapan sukarela
Tingkat likuiditas mengacu pada
kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya yang
menggambarkan tingkat kesehatan dari
suatu perusahaan (Suta & Laksito, 2012).
Kekuatan perusahaan yang ditunjukkan
dengan rasio likuiditas yang tinggi
berhubungan dengan tingkat luas
pengungkapan sukarela yang tinggi/lebih
komprehensif. Kuatnya kondisi keuangan
suatu perusahaan cenderung melakukan
keleluasan pengungkapan laporan keuangan
yang lebih komprehensif dibandingkan pada
perusahaan yang memiliki kondisi keuangan
yang lemah (Daniel, 2013)
H5 : Pengaruh Leverage Terhadap Luas
pengungkapan sukarela
Tingkat leverage sendiri menggambarkan
tingkat kemampuan bertahan hidup
perusahaan dilihat dari sisi jangka panjang.
Didalam penelitian yang dilakukan oleh
Daniel (2013), luas pengungkapan juga
dapat dipengaruhi oleh tingkat leverage dari
sebuah perusahaan. Semakin besar tingkat
leverage maka perusahaan akan semakin
komprehensif dalam mengungkapkan
laporan keuangannya, itu dikarenakan
timbul biaya pengawasan yang lebih tinggi
pula
H6 : Pengaruh Profitabilitas Terhadap
Luas pengungkapan sukarela
Perusahaan dalam kondisi good news dapat
ditandai dengan perolehan profitabilitas
tinggi. Namun jika profitabilitas
dipertimbangkan dari kualitas investasi,
maka perusahaan dengan profit lebih rendah
juga terpacu untuk mengungkapkan
informasi secara lebih luas untuk
mengurangi risiko pandangan negatif pasar
terhadap kualitas investasi (Fitriana &
Prastiwi, 2014). Hal ini dikarenakan para
investor kebanyakan lebih menyukai
perusahaan dengan profitabilitas yang
tinggi, dengan harapan perusahaan mampu
memberikan pengembalian investasi yang
tinggi pula (Benardi, Sutrisno, & Assih,
2009).
H7 : Pengaruh Arus Kas Bebas Terhadap
Luas pengungkapan sukarela
Arus kas bebas dapat menimbulkan
perbedaan kepentingan antara prinsipal dan
manajer. Prinsipal menginginkan sisa dana
tersebut (arus kas bebas) dibagikan untuk
meningkatkan kesejahteraannya, sedangkan
manajer berkeinginan arus kas bebas
digunakan untuk memperbesar perusahaan
melebihi ukuran optimal (Kono & Yuyetta,
2013). Manajemen yang memiliki informasi
yang lebih lengkap dibandingkan dengan
prinsipal dapat menyalahgunakan arus kas
bebas demi kepentingan pribadi.
H8 : Pengaruh Skope Bisnis Terhadap
Luas pengungkapan sukarela
Benardi, Sutrisno, & Assih (2009)
mengatakan bahwa perusahaan yang
memiliki lingkup bisnis yang luas akan
cenderung mengungkapkan informasi lebih
banyak dibanding dengan perusahaan
dengan lingkup bisnis yang kecil. Hal ini
didasarkan bahwa perusahaan konglomerat
akan memiliki tuntutan regulasi yang lebih
banyak untuk menyampaikan informasi
kepada publik yang akan menyebabkan
perusahaan konglomerat melakukan
pengungkapan sukarela yang lebih luas
dibandingkan dengan perusahaan non
konglomerat
H9 : Pengaruh Ukuran KAP Terhadap
Luas pengungkapan sukarela
Auditor memainkan peran yang
penting dalam meningkatkan strategi
pelaporan perusahaan secara keseluruhan
(Benardi, Sutrisno, & Assih, 2009). Menurut
Fitriana & Prastiwi (2014) auditing dapat
mengurangi asimetri informasi dan
meningkatkan kredibilitas voluntary
information disclosure yang dikeluarkan
oleh perusahaan. Perusahaan audit meminta
pengungkapan yang memadai kepada
manajemen untuk menyoroti kegiatan
tersembunyi manajer.
H10 : Pengaruh Luas Pengungkapan
Sukarela Terhadap Asimetri Informasi
Benardi, Sutrisno, & Assih (2009)
menemukan bahwa laporan keuangan
dan/atau laporan tahunan perusahaan erat
kaitannya dengan hubungan keagenan antara
prinsipal (pemegang saham dan kreditur)
dengan manajemen (agen) perusahaan.
Hubungan keagenan yang muncul akibat
dari konflik kepentingan dari pemilik dan
manajer dapat menimbulkan asimetri
informasi antara prinsipal dengan manajer di
https://www.youtube.com/watch?v=vNlQ6FQiuOY
dalam perusahaan. Didalam penelitiannya
juga menyimpulkan bahwa pelaporan
keuangan yang komperhensif, transparan,
dan lengkap akan mengurangi adanya
asimetri informasi.
METODELOGI PENELITIAN
Operasional Variabel Dependen
1. Luas Pengungkapan Sukarela
Luas pengungkapan yang maskudkan dalam
penelitian ini adalah pengungkapan sukarela
yang dilakukan oleh perusahaan melalui
laporan keuangan perusahaan yang
dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia.
Untuk dapat mengukur luas pengungkapan
sukarela digunakan indeks pengungkapan
sukarela. Daftar item pengungkapan
sukarela didasarkan pada daftar
pengungkapan sukarela pada penelitian yang
dilakukan oleh Irawan (2006) yang
diperoleh atau bersumber dari penelitian
yang dilakukan oleh Subyantoro (2006) dan
Suripto (1998) dengan jumlah item
sebanyak 96 indikator.
2. Asimetri Informasi
Pengukuran asimetri informasi dilakukan
dengan menggunakan metode relative bid-
ask spread. Dalam menghitung besarnya
bid-ask spread (sebagai proksi asimetri
informasi) dalam penelitian ini
menggunakan model yang dipakai Veronica
& Bachtiar (2004) yaitu:
SPREADi,t = (aski,t-bidi,t) / {(aski,t + bidi,t) / 2} x 100
Keterangan :
SPREADi,t = Relative bid-ask spread perusahaan i
pada periode t
Aski,t = Rata-rata harga ask saham perusahaan i
yang terjadi pada periode t
Bidi,t = Rata-rata harga bid saham perusahaan i
yang terjadi pada periode t
Operasional Variabel Independen
Variabel proporsi dewan komisaris
independen diukur dengan menghitung
pembagian antara jumlah anggota komisaris
independen dan total seluruh dewan
komisaris yang dimiliki perusahaan (Suta &
Laksito, 2012). Variabel umur perusahaan
diukur dengan menghitung selisih antara
tahun sampel dengan tahun berdirinya
perusahaan dalam satuan tahun. Variabel
umur listing perusahaan diukur dengan
menghitung selisih antara tahun sampel
dengan tahun first issue di BEI dalam satuan
tahun (Suta & Laksito, 2012). Variabel
likuditas diproksikan dengan current ratio.
Variabel rasio leverage diproksikan dengan
debt to equity ratio. Variabel profitabilitas
diproksikan dengan return on asset.
Variabel Arus kas bebas diukur dengan
menggunakan arus kas operasi dikurangi
perubahaan modal kerja dikurangi
perubahaan aktiva tetap (Kono & Yuyetta,
2013). Dalam penelitian ini, skope bisnis
merupakan variabel dikotomi yakni
perusahaan yang termasuk dalam golongan
perusahaan konglomerat yang memiliki
lebih dari satu jenis usaha akan diberi kode
satu (1), sedangkan perusahaan yang tidak
termasuk dalam golongan perusahaan
konglomerat yang hanya memiliki satu jenis
usaha akan diberi kode nol (0). Didalam
peneltian ini, ukuran KAP menggunakan
variabel dummy, nilai 1 jika perusahaan
diaudit oleh KAP big four dan 0 untuk KAP
non big four.
Penentuan Sample
Populasi dalam penelitian ini adalah laporan
keuangan perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2012-2014. Teknik pengambilan sampel
dengan metode purposive sampling yang
mengahasilkan 38 perusahaan dengan
periode pengamatan tahun 2012-2014.
Adapun kriterianya sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2012-2014.
2. Perusahaan manufaktur yang
mempublikasikan laporan keuangan
berturut-turut sejak tahun 2012 sampai
2014 di situs resmi Bursa Efek Indonesia
(BEI).
3. Perusahaan yang mempublikasikan
laporan keuangan perusahaan dalam mata
uang rupiah pada tahun 2012 hingga
2014.
4. Perusahaan yang mempublikasikan
laporan keuangan perusahaan per 31
Desember pada tahun 2012 hingga 2014.
5. Perusahaan tidak mengalami kerugian
dalam periode penelitian.
6. Perusahaan manufaktur yang memiliki
data transaksi harian lengkap seperti
harga bid dan harga ask saham yang
tersedia di Bursa Efek Indonesia selama
12 bulan berakhir pada 31 Desember.
7. Perusahaan manufaktur yang memiliki
data lengkap yang dibutukan oleh peneliti
Metode Analisis
Pengolahan data pada penelitian ini akan
menggunakan dua tahap dan akan
menggunakan dua model regresi:
1. Tahap pertama menggunakan analisis
regresi berganda untuk menguji faktor-
faktor yang mempengaruhi luas
pengungkapan terhadap luas
pengungkapan sukarela.
Indeks
Pengungkapan i,t =
β0 + β1 K-INDPi,t + β2 AGEi,t + β3
ULi,t + β4 CRi,t + β5 DERi,t + β6
ROAi,t + β7 FCFi,t + β8 SBi,t + β9
KAPi,t + ɛi,t
2. Tahap kedua, penelitian ini akan
menggunakan regresi sederhana untuk
menguji pengaruh luas pengungkapan
sukarela terhadap asimetri informasi.
Spreadi,t = β0 + β1 Indeks Pengungungkapan
sukarela
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Uji Asumsi Klasik
Uji Normalitas
Uji normalitas residual pada penelitian ini
menggunakan uji statistik non-parametrik
Kolmogrof-Smirnov (K-S). Untuk model
penelitian pertama menunjukkan besarnya
nilai Kolmogrof-Smirnov adalah 0,067 dan
signifikan pada 0,200. Hal ini berarti H0
gagal ditolak yang berarti residual
terdistribusi secara normal. Untuk model
penelitian kedua, menunjukkan besarnya
nilai Kolmogrof-Smirnov adalah 0,208 dan
signifikan pada 0,000. Hal ini berarti H0
ditolak yang berarti residual tidak
terdistribusi secara normal. Untuk
mengobati terhadap pelanggaran asumsi
klasik ini, maka model regresi kita
tranformasi kedalam bentuk semi-log yaitu
sebelah kanan persamaan yaitu variabel
dependen kita transformasi menjadi bentuk
logaritma natural (Ln) dan sebelah kiri
persamaan tetap. Hasilnya menunjukkan
besarnya nilai Kolmogrof-Smirnov adalah
0,070 dan Asymp Sig (2 tailed) sebesar
0,200. Nilai tersebut menunjukkan bahwa
masalah residual telah teratasi.
Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 K-INDP ,766 1,306
AGE ,606 1,651
LISTING ,648 1,543
CR ,617 1,621
DER ,559 1,789
ROA ,643 1,555
FCF ,858 1,165
SB ,878 1,139
KAP ,871 1,148
a. Dependent Variable: ILP
Dari uji tersebut diketahui bahwa untuk
model penelitian tahap pertama memiliki
nilai tolerance > 0,10 dan nilai VIF < 10,
maka dapat diartikan bahwa model
penelitian tahap pertama terbebas dari
masalah multikolinearitas.
Uji Heterokedastisitas
Model penelitian tahap pertama yang
digunakan terbebas dari masalah
heteroskedastisitas, dimana dapat dilihat dari
nilai signifikansi untuk semua variabel
dependen (proporsi dewan komisaris
independen, umur perusahaan, umur listing
https://www.youtube.com/watch?v=vNlQ6FQiuOY
perusahaan, likuiditas, tingkat leverage,
profitabilitas, arus kas bebas, skope bisnis
dan ukuran KAP) lebih tinggi dari nilai
α=0,05. Sedangkan untuk hasil pengujian
heteroskedastisitas model penelitian tahap
kedua menunjukan bahwa model penelitian
tahap kedua yang digunakan terbebas dari
masalah heteroskedastisitas dengan nilai
signifikan lebih tinggi dari nilai α=0,05.
Uji Autokorelasi
Hasil uji autokorelasi model penelitian tahap
pertama menggunakan uji Run test
menghasilkan nilai test adalah 0,00214
dengan nilai asymp. sig. (2-tailed) sebesar
0,452 lebih tinggi dari nilai α=0,05
Runs Test
Unstandardized Residual
Test Valuea ,00214 Cases < Test Value 57 Cases >= Test Value 57 Total Cases 114 Number of Runs 54 Z -,753 Asymp. Sig. (2-tailed) ,452
a. Median
Hasil uji autokorelasi model penelitian tahap
kedua menggunakan uji Run test
menghasilkan nilai test adalah -0,03031
dengan nilai asymp. sig. (2-tailed) sebesar
0,452 lebih tinggi dari nilai α=0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa model
penelitian pertama dan kedua bersifat
random (acak) atau tidak terjadi autokorelasi
antar nilai residual pada model penelitian
tahap kedua ini Runs Test
Unstandardized Residual
Test Valuea -,03031 Cases < Test Value 57 Cases >= Test Value 57 Total Cases 114 Number of Runs 54 Z -,753 Asymp. Sig. (2-tailed) ,452
a. Median
Analisis Model Regresi dan Koefisien
Determinasi
Hasil statistik f pada model penelitian tahap
pertama pada Tabel 4.16. menyajikan bahwa
nilai f hitung sebesar 4,326 dengan
probabilitas 0,000 pada tingkat signifikansi
yang digunakan peneliti 0,05 (5%). Karena
nilai probabilitas lebih kecil daripada 0,05
mengindikasikan bahwa model penelitian
tahap pertama dengan variabel independen
secara bersama-sama mempengaruhi luas
pengungkapan sukarela. Dengan nilai
adjusted R2 dari variabel independen
terhadap variabel dependen pada Tabel
diperoleh sebesar 0,209. Hal ini bermakna
hanya 20,9% variabel independen mampu
menjelaskan variabel dependennya yaitu
luas pengungkapan laporan sukarela
ANOVAa
Model F Sig.
1 Regression 4,326 ,000b
Residual Total
a. Dependent Variable: ILP b. Predictors: (Constant), KAP, SB, CR, FCF, LISTING, K-INDP, ROA, AGE, DER
Sedaangkan Hasil statistik f pada model
penelitian tahap kedua pada Tabel 4.17.
menyajikan bahwa nilai f hitung sebesar
0,938 dengan probabilitas 0,335 pada
tingkat signifikansi yang digunakan peneliti
0,05 (5%). Karena probabilitas lebih besar
daripada 0,05 mengindikasikan bahwa
model penelitian tahap kedua dengan
variabel independen luas pengungkapan
sukarela tidak memberikan pengaruh
terhadap variabel dependen yakni asimetri
informasi. ANOVAa
Model F Sig.
1 Regression ,938 ,335b
Residual Total
a. Dependent Variable: Ln_Spread b. Predictors: (Constant), ILP
.
Uji Hipotesis Penelitian
Uji regresi linear berganda pada tahap
pertama akan menguji pengaruh variabel
independen proporsi dewan komisaris
independen, umur perusahaan, umur listing
perusahaan, likuiditas, tingkat leverage,
profitabilitas, arus kas bebas, skope bisnis
dan ukuran KAP dan luas pengungkapan
sukarela sebagai variabel dependen. Berikut
ini adalah hasil dari pengujian hipotesis
model regresi linear berganda pada tahap
pertama: Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
t Sig. B Std. Error
1 (Constant) ,571 ,037 15,386 ,000
K-INDP -,100 ,048 -2,088 ,039
AGE -,001 ,001 -1,030 ,305
LISTING ,000 ,001 -,458 ,648
CR ,012 ,006 1,917 ,058
DER ,039 ,015 2,537 ,013
ROA ,186 ,087 2,146 ,034
FCF -2,680E-6 ,000 -1,036 ,303
SB ,055 ,013 4,168 ,000
KAP ,035 ,012 2,873 ,005
a. Dependent Variable: ILP
1. Hipotesis pertama
adalah proporsi dewan komisaris
independen berpengaruh terhadap luas
pengungkapan sukarela pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI periode
2012-2014. Hasil pengujian tampak pada
Tabel 4.20. menunjukkan bahwa hipotesis
pertama dapat diterima. Keputusan ini
didasarkan pada hasil t hitung sebesar -2,088
lebih besar dari t tabel yaitu 1.98304 dan
nilai signifikansi 0,039 lebih kecil dibanding
tingkat signifikansi yang digunakan peneliti
α=0,05. Hal ini membuktikan hasil
penelitian peneliti bahwa proporsi dewan
komisaris independen berpengaruh terhadap
luas pengungkapan sukarela perusahaan.
Dengan demikian, hipotesis pertama
diterima.
Hal ini dapat maknai bahwa semakin besar
jumlah dewan komisaris independen
terhadap total anggota komisaris yang ada di
perusahaan, maka aktivitas pengawasan
pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan
yang berupa transparansi informasi akan
berjalan lebih efektif sehingga manajemen
akan terdorong untuk meningkatkan luas
pengungkapan sukarela. Hasil penelitian ini
mendukung penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Fitriana & Prastiwi (2014)
yang memperoleh hasil bahwa proporsi
dewan komisaris independen berpengaruh
terhadap luas pengungkapan informasi
keuangan perusahaan.
2. Hipotesis kedua
adalah umur perusahaan berpengaruh
terhadap luas pengungkapan sukarela pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI periode 2012-2014. Hasil pengujian
tampak pada Tabel 4.20. menunjukkan
bahwa hipotesis kedua tidak dapat diterima.
Keputusan ini didasarkan pada hasil t hitung
sebesar -1,030 lebih kecil dari t tabel yaitu
1.98304 dan nilai signifikansi 0,305 lebih
besar dibanding tingkat signifikansi yang
digunakan peneliti α=0,05. Hal ini
membuktikan hasil penelitian peneliti bahwa
umur perusahaan tidak berpengaruh
terhadap luas pengungkapan laporan
keuangan perusahaan. Dengan demikian,
hipotesis kedua ditolak.
Adapun alasan yang mendasari ditolaknya
hipotosis ini adalah baik perusahaan yang
sudah lama beroperasi maupun perusahaan
yang baru beroperasi (belia) telah
memanfaatkan perkembangan teknologi
dalam penyusunan laporan keuangan
sehingga perusahaan pengungkapan
informasi keuangan melalui laporan
keuangan perusahaan telah mengalami
perkembangan. Hasil peneltian ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Suta & Laksito (2012), Fitriana & Prastiwi
(2014) dan Ratri & Mariani (2015)
3. Hipotesis ketiga
adalah umur listing perusahaan berpengaruh
terhadap luas pengungkapan sukarela pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI periode 2012-2014. Hasil pengujian
tampak pada Tabel 4.20. menunjukkan
bahwa hipotesis ketiga tidak dapat diterima.
Keputusan ini didasarkan pada hasil t hitung
sebesar -0,458 lebih kecil dari t tabel yaitu
1.98304 dan nilai signifikansi 0,648 lebih
besar dibanding tingkat signifikansi yang
https://www.youtube.com/watch?v=vNlQ6FQiuOY
digunakan peneliti α=0,05. Hal ini
membuktikan hasil penelitian peneliti bahwa
umur listing perusahaan tidak berpengaruh
terhadap luas pengungkapan sukarela.
Dengan demikian, hipotesis ketiga ditolak.
Alasan yang mampu mendasari hasil
penelitian ini adalah semua perusahaan
manufaktur baik sudah lama ataupun
tergolong baru terdaftar di Bursa Efek
Indonesia memiliki motivasi yang sama
untuk menarik perhatian investor (publik)
dengan mengungkapkan informasi sukarela.
Alasan lain yang juga dimungkinkan karena
perkembangan teknologi dan informasi yang
tidak menutup kemungkinan bahwa
kemajuan tersebut mempengaruhi sistem
informasi yang digunakan oleh perusahaan
baik yang sudah lama maupun yang
tergolong baru terdaftar di Bursa Efek
Indonesia guna mempermudah dalam
menggolongkan kinerja dalam pengolahan
informasi-informasi terkait perusahaan
tersebut. Hasil dari pengujian ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh
Sutomo (2004), Indriani (2013) dan Pratama
(2015)
4. Hipotesis keempat
adalah likuiditas berpengaruh terhadap luas
pengungkapan sukarela pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI periode
2012-2014. Hasil pengujian tampak pada
Tabel 4.20. menunjukkan bahwa hipotesis
keempat tidak dapat diterima. Keputusan ini
didasarkan pada hasil t hitung sebesar 1,917
lebih kecil dari t tabel yaitu 1.98304 dan
nilai signifikansi 0,058 lebih besar
dibanding tingkat signifikansi yang
digunakan peneliti α=0,05. Hal ini
membuktikan hasil penelitian peneliti bahwa
likuiditas tidak berpengaruh terhadap luas
pengungkapan sukarela. Dengan demikian,
hipotesis keempat ditolak.
Menurut Daniel (2013) tingkat likuiditas
yang tinggi menunjukkan kuatnya kondisi
keuangan perusahaan sehingga cendrung
untuk melakukan pengungkapan informasi
yang lebih luas kepada pihak luar karena
ingin menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut kredibel. Namun perusahaan
dengan likuiditas rendah akan melakukan
pengungkapan yang lebih luas sebagai
upaya untuk menjelaskan lemahnya kinerja
manajemen. Apabila kelemahan kinerja
manajemen perusahaan dapat terdeteksi
maka manajemen perusahaan dapat
membuat keputusan untuk melakukan
perbaikan agar kinerja manajemen dapat
ditingkatkan sehingga likuiditas dapat naik
dan perusahaan terlihat lebih likuid.
Penelitian ini mendukung penelitian yang
dilakukan Sutomo (2004), Benardi, Sutrisno,
& Assih (2009) serta penelitian Wardani
(2012).
5. Hipotesis kelima
adalah tingkat leverage perusahaan
berpengaruh terhadap luas pengungkapan
sukarela pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI periode 2012-2014. Hasil
pengujian tampak pada Tabel 4.20.
menunjukkan bahwa hipotesis kelima dapat
diterima. Keputusan ini didasarkan pada
hasil t hitung sebesar 2,537 lebih besar dari t
tabel yaitu 1.98304 dan nilai signifikansi
0,013 lebih kecil dibanding tingkat
signifikansi yang digunakan peneliti α=0,05.
Hal ini membuktikan hasil penelitian
peneliti bahwa tingkat leverage perusahaan
berpengaruh terhadap luas pengungkapan
sukarela. Dengan demikian, hipotesis
kelima diterima.
Alasan yang mendasari diterimanya
hipotesis ini adalah terkait dengan teori
agensi yakni biaya yang ditimbulkan karena
adanya hubungan keagenan salah satunya
biaya penyebaran informasi. Perusahaan
dengan tingkat leverage yang tinggi akan
mengeluarkan tambahan biaya untuk
mengungkapkan informasi tersebut sehingga
perusahaan lebih cenderung untuk
melakukan pengungkapan sukarela untuk
menekan biaya-biaya yang dikeluarkan
untuk mengungkapkan informasi tersebut
6. Hipotesis keenam
adalah profitabilitas berpengaruh terhadap
luas pengungkapan sukarela pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI periode 2012-2014. Hasil pengujian
tampak pada Tabel 4.20. menunjukkan
bahwa hipotesis keenam dapat diterima.
Keputusan ini didasarkan pada hasil t hitung
sebesar 2,146 lebih besar dari t tabel yaitu
1.98304 dan nilai signifikansi 0,034 lebih
besar dibanding tingkat signifikansi yang
digunakan peneliti α=0,05. Hal ini
membuktikan hasil penelitian peneliti bahwa
profitabilitas berpengaruh terhadap luas
pengungkapan sukarela. Dengan demikian,
hipotesis keenam diterima.
Perusahaan dalam kondisi good news dapat
ditandai dengan perolehan profitabilitas
tinggi. Hal ini dikarenakan para investor
kebanyakan lebih menyukai perusahaan
dengan profitabilitas yang tinggi, dengan
harapan perusahaan mampu memberikan
pengembalian investasi yang tinggi pula
(Benardi, Sutrisno, & Assih, 2009).
Penelitian ini konsisten dengan penelitian
yang dilakukan oleh Wardani (2012),
Fitriana & Prastiwi (2014) dan Pratama
(2015).
7. Hipotesis ketujuh
adalah arus kas bebas berpengaruh terhadap
luas pengungkapan sukarela pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI periode 2012-2014. Hasil pengujian
tampak pada Tabel 4.20. menunjukkan
bahwa hipotesis ketujuh tidak dapat
diterima. Keputusan ini didasarkan pada
hasil t hitung sebesar -1,036 lebih kecil dari
t tabel yaitu 1.98304 dan nilai signifikansi
0,303 lebih besar dibanding tingkat
signifikansi yang digunakan peneliti α=0,05.
Hal ini membuktikan hasil penelitian
peneliti bahwa arus kas bebas tidak
berpengaruh terhadap luas pengungkapan
sukarela. Dengan demikian, hipotesis
ketujuh ditolak.
Hal ini berarti bahwa perusahaan dengan
aliran kas bebas tinggi menunjukkan
memiliki kinerja yang lebih baik
dibandingkan perusahaan lainnya karena
perusahaan tersebut dapat memperoleh
keuntungan atas berbagai kesempatan yang
mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan
lain. Maka dari itu, perusahaan yang
memiliki arus kas bebas akan
mengungkapkan informasi keuangan secara
lebih luas kepada pihak luar karena ingin
menunjukan bahwa perusahaan tersebut
memiliki cukup kas untuk pertumbuhan,
pembayaran hutang dan deviden. Hal ini
juga dapat diartikan bahwa semakin kecil
nilai arus kas bebas yang dimiliki
perusahaan, maka perusahaan tersebut bisa
dikategorikan semakin tidak sehat.
Manajemen perusahaan memiliki motivasi
untuk menghindari pelanggaran kontrak
terhadap investor serta kreditor. Sehingga
untuk menghindari pelanggaran kontrak dan
menjaga hubungan kepercayaan yang
diberikan pihak prinsipal, pihak manajemen
akan memberikan pengungkapan secara luas
untuk menjelaskan terkait kelemahan kinerja
perusahaan guna meminimalisir pandangan
negatif dari prinsipal.
8. Hipotesis kedelapan
adalah skope bisnis berpengaruh terhadap
luas pengungkapan sukarela pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI periode 2012-2014. Hasil pengujian
tampak pada Tabel 4.20. menunjukkan
bahwa hipotesis kedelapan dapat diterima.
Keputusan ini didasarkan pada hasil t hitung
sebesar 4,168 lebih besar dari t tabel yaitu
1.98304 dan nilai signifikansi 0,000 lebih
kecil dibanding tingkat signifikansi yang
digunakan peneliti α=0,05. Hal ini
membuktikan hasil penelitian peneliti bahwa
skope bisnis berpengaruh terhadap luas
pengungkapan laporan sukarela. Dengan
demikian, hipotesis kedelapan diterima.
Hal ini konsisten terhadap penelitan
Benardi, Sutrisno, & Assih (2009) dan Adhi
(2012).
Skope bisnis menunjukan aspek luasnya
pasar perusahaan dalam kegiatan bisnisnya
di Indoensia. Sehingga perusahaan dengan
https://www.youtube.com/watch?v=vNlQ6FQiuOY
skope bisnis yang luas atau dalam hal ini
perusahaan konglomerat dituntut untuk
melakukan pengungkapan yang lebih luas
dibandingkan dengan perusahaan non
konglomerat. Selain dari tuntutan terhadap
pengungkapan informasi keuangan,
perusahaan konglomerat yang memiliki
lebih dari satu jenis usaha tentunya memiliki
lingkup bisnis yang luas yang menyebabkan
tanggungjawab perusahaan yang harus
mengungkapkan informasi lebih rinci
dibandingkan dengan perusahaan non
konglomerat
9. Hipotesis kesembilan
adalah tingkat ukuran KAP berpengaruh
terhadap luas pengungkapan sukarela pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI periode 2012-2014. Hasil pengujian
tampak pada Tabel 4.20. menunjukkan
bahwa hipotesis kesembilan dapat diterima.
Keputusan ini didasarkan pada hasil t hitung
sebesar 2,873 lebih besar dari t tabel yaitu
1.98304 dan nilai signifikansi 0,005 lebih
kecil dibanding tingkat signifikansi yang
digunakan peneliti α=0,05. Hal ini
membuktikan hasil penelitian peneliti bahwa
ukuran KAP berpengaruh terhadap luas
pengungkapan sukarela. Dengan demikian,
hipotesis kesembilan diterima.
Alasan yang mendasar diterimanya hipotesis
ini adalah respon dari pihak pengguna
informasi keuangan yang lebih percaya
bahwa perusahaan yang diaudit oleh KAP
Big Four akan mengungkapkan informasi
keuangan secara lebih komperhensif
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak
diaudit oleh KAP Big Four. Penelitian ini
konsisten terhadap penelitian Benardi,
Sutrisno, & Assih (2009) dan Adhi (2012).
10. Hipotesis Kesepuluh Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
t Sig. B Std. Error
(Constant) ,888 ,604 1,471 ,144
ILP -,917 ,947 -,968 ,335
a. Dependent Variable: Ln_Spread
Hasil pengujian hipotesis kesepuluh
diperoleh dari pengujian terpisah, yaitu
regresi sederhana yang menganalisis
pengaruh luas pengungkapan laporan
keuangan terhadap asimetri informasi.
Hipotesis kesepuluh yang diajukan adalah
luas pengungkapan sukarela berpengaruh
terhadap asimetri informasi pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI periode
2012-2014. Hasil pengujian tampak pada
Tabel 4.21. menunjukkan bahwa hipotesis
kesepuluh tidak dapat diterima. Keputusan
ini didasarkan pada hasil t hitung sebesar -
0,068 lebih kecil dari t tabel yaitu 1.98137
dan nilai signifikansi 0,335 lebih besar
dibanding tingkat signifikansi satu arah yang
digunakan peneliti α=0,05. Hal ini
membuktikan bahwa luas pengungkapan
sukarela tidak berpengaruh terhadap
asimetri informasi. Dengan demikian,
hipotesis kesepuluh ditolak.
Asimetri informasi dan konflik kepentingan
yang terjadi antara prinsipal dan agen
mendorong agen untuk menyajikan
informasi yang tidak sebenarnya kepada
prinsipal, terutama jika informasi tersebut
berkaitan dengan pengukuran kinerja agen.
Hal ini memacu agen untuk memikirkan
bagaimana angka akuntansi tersebut dapat
digunakan sebagai sarana untuk
memaksimalkan kepentingannya. Salah satu
bentuk tindakan agen tersebut adalah yang
disebut sebagai earnings management
(Richardson, 1998). Hal ini sejalan dengan
penelitian Putri (2011) yang menyatakan
bahwa luas pengungkapan sukarela tidak
mempunyai pengaruh terhadap praktik
manajemen laba yang dilakukan oleh
perusahaan. Manajemen laba terjadi pada
saat manajer menggunakan pertimbangan
(judgment) dalam pelaporan keuangan dan
penyusunan transaksi untuk merubah
laporan keuangan dengan tujuan untuk
memanipulasi laba kepada stakeholder
tentang kinerja ekonomi perusahaan. Maka
dari itu informasi yang diungkapkan oleh
perusahaan tidak sepenuhnya
menggambarkan keadaan sesungguhnya
perusahaan sehingga meskipun perusahaan
telah menggungkapkan informasi
perusahaan secara luas namun tidak dapat
mempengaruhi tingkat ketimpangan
informasi (asimetri informasi) antara
investor dan juga manajemen perusahaan.
Hasil dari penelitian ini mendukung
penelitian yang dilakukan oleh Nuryanto,
Nazir & Rahmayanti (2007) yang
menunjukan bahwa luas pengungkapan
sukarela tidak ada pengaruh terhadap
asimetri informasi.
SIMPULAN
Hasil penelitian mengindikasikan bahwa
untuk tahap pertama variabel proporsi
dewan komisaris independen, tingkat
leverage, profitabilitas, skope bisnis dan
ukuran KAP berpengaruh terhadap luas
pengungkapan sukarela. Sedangkan untuk
variabel umur perusahaan, umur listing
perusahaan, likuiditas dan arus kas bebas
tidak memberikan pengaruh terhadap luas
pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh
perusahaan. Untuk penelitian tahap kedua,
luas pengungkapan sukarela yang dilakukan
oleh perusahaan tidak memberikan pengaruh
terhadap asimetri informasi pada perusahaan
REFERENSI
Adhi, N. (2012). Pengaruh Karakteristik
Perusahaan Terhadap Luas
Pengungkapan Sukarela dan
Implikasinya Terhadap Asimetri
Informasi (Studi pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2009).
Semarang: Universitas Diponegoro.
Apriliani, A. N. (2012). Kajian Kualitas
Pelaporan Second Order Terhadap
Asimetri Informasi. Accounting
Analysis Journal, Vol. 1 No.1, Hal:
20-26.
Aryani, D. S. (2011). Manajemen Laba
Pada Perusahaan Manufaktur di
Bursa Efek Indonesia. Jurnal
Ekonomi dan Informasi Akuntansi
(JENIUS), Vol. 1, No. 2 Mei 2011,
Hal: 200-220.
Benardi, M., Sutrisno, & Assih, P. (2009).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Luas Pengungkapan dan
Implikasinya Terhadap Asimetri
Informasi (Studi Pada Perusahaan-
Perusahaan Sektor Manufaktur
Yang Go Public Di Bursa Efek
Indonesia). Jurnal Simposium
Nasional Akuntansi (SNA) XII
Tahun 2009. Palembang.
Brown, S., & Hillegeist, S. A. (2007). How
disclosure quality affects the level
of information asymmetry. Rev Acc
Stud , 12(DOI 10.1007/s11142-
007-9032-5), Hal: 443–477 .
Bukit, R. B., & Nasution, F. N. (2015).
Employee Diff, Free Cash Flow,
Corporate Governance and
Earnings Management. 2nd Global
Conference on Business and Social
Science-2015, GCBSS-2015,
September 17-18.
Dahlan, A. (2003). Disclosure dan
Corporate Governance: Suatu
Tunjauan Teoritis. TEMA. Volume
IV. Nomor 1, Maret 2003, Hal: 48-
62.
Daniel, N. U. (2013). Pengaruh Ukuran
Perusahaan, Leverage, dan
Likuiditas Terhadap Luas
Pengungkapan Laporan Keuangan.
Artikel Penelitian: Universitas
Negeri Padang
Eisenhardt, K. M. (1989). Agency Theory:
An Assessment and Review. The
Academy of Management Review,
Vol. 14, No.1 (Jan., 1989), pp. 57-
74.
Fitriana, N. L., & Prastiwi, A. (2014).
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Luas Pengungkapan Sukarela
Dalam Annual Report. Diponegoro
Journal Of Accounting Volume 3
Nomor 3, Tahun 2014, ISSN
(Online): 2337-3806.
https://www.youtube.com/watch?v=vNlQ6FQiuOY
Gernon, H., & Meek, G. K. (2007).
Akuntansi: Prespektif
Internasional. Yogyakarta: ANDI.
Halim, J., Meiden, C., & Tobing, R. L.
(2005). Pengaruh Manajemen Laba
Pada Tingkat Pengungkapan
Laporan Keuangan Perusahaan
Manufaktur. pp. 117-135.
Harahap, S. S. (2012). Teori Akuntansi Edisi
Revisi 2011. Jakarta: Rajawali Pers.
Hery. (2015). Analisis Laporan Keuangan.
Yogyakarta: Center For Academic
Publishing Service (CAPS).
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2009).
Pernyataan Standar Akuntansi
Indonesia. Tahunan.
Indriani, E. W. (2013). Faktor-faktor Yang
Memperngaruhi Luas
Pengungkaoan Sukarela dan
Implikasinya Terhadap Asimetri
Informasi. Universitas Negeri
Semarang Accounting Analysis
Journal 2 (2) ISSN 2252-6765, Hal
208-2017.
Irawan, B. (2006). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kelengkapan
Pengungkapan Laporan Keuangan
Pada Perusahaan Manufaktur
Yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. Yogyakarta: Universitas
Islam Indonesia.
Jensen, M. C. (1986). Agency Costs of Free
Cash Flow, Corporate Finance,
and Takeovers. American
Economic Review, Vol. 76 (No. 2)
May 1986, pp. 323-329.
--------- & Meckling, W. H. (1976). Theory
of the Firm: Managerial Behavior,
Agency Costs and Ownership
Structure. Journal of Financial
Economics, October, 1976, V. 3,
No. 4, , pp. 305-360.
Kartika, A. (2009). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kelengkapan
Pengungkapan Laporan Keuangan
pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Kajian Akuntansi, Vol. 1 No.1
Februari 2009, Hal: 29 - 47
Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-
431/BL/2012 Tentang
Penyampaian Laporan Tahunan
Emiten Atau Perusahaan Publik.
Kementerian Keuangan Republik
Indonesia Badan Pengawas Pasar
Modal Dan Lembaga Keuangan
Kono, F. D., & Yuyetta, E. N. (2013).
Pengaruh Arus Kas Bebas, Ukuran
KAP, Spesialisasi Industri KAP,
Audit Tenur dan Independensi
Auditor terhadap Manajemen
Laba. Diponegoro Journal Of
Accounting, Volume 2 Nomor 3,
Hal: 1-9
Nugrahani, T. S., & Nugroho, F. A. (2010).
Pengaruh Komisaris Independen
dan Pengungkapan Sukarela
terhadap Kinerja Perusahaan.
Karisma, Vol. 04(No. 02), Hal:
132-141
Nuryanto, M. Nazir, N & Rahmayanti, M.
(2007). Hubungan Antara
Pengungkapan, Informasi Asimetri
Dan Biaya Modal. Jurnal
Informasi, Perpajaka, Akuntansi
dan Keuangan Publik. Vol.2 No.1,
Januari 2007 Hal: 09-26
Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006
Tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bagi Bank
Umum
Pratama, A. (2015). Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Luas
Pengungkapan Sukarela dalam
Pelaporan Tahunan Perusahaan
Manufaktur di Bursa Efek
Indonesia. Jom Fekon, Vol. 2 No.1
Februari 2015
Prayogi. (2003). Pengaruh Karakteristik
Perusahaan Terhadap Luas
Pengungkapan Sukarela Laporan
Keuangan Tahunan Perusahaan
Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia. Malang: Program Studi
Magister Akuntansi Universitas
Diponegoro
Priyatno, D. (2010). Paham Analisis
Statistik Data Dengan SPSS.
Yogyakarta: MediaKom
Purwanti, M., & Kurniawan, A. (2013). The
Effect Of Earnings Management
And Disclosure On Information
Asymetry. Internatinal Journal Of
Scientific And Technology
Research, Volume 2 Issue 8, pp.
98-107.
Putri, Wulandari Utami. Pengaruh
Karakteristik Perusahaan Dan
Pengungkapan Sukarela Terhadap
Manajemen Laba Pada
Perusahaan Real Estate Dan
Property Di Indonesia. Skripsi.
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Perbanas Surabata
Rahmawati, Suparno, Y., & Qomairah, N.
(2006). Pengaruh Asimetri
Informasi Terhadap Praktik
Manajemen Laba Pada
Perusahaan Perbankan Publik.
Simposium Nasional Akuntansi 9
Ratri, R. A., & Mariani, S. (2015). Faktor-
faktor yang Mempengaruhi
Pengungkapan Laporan Keuangan
dan Implikasinyab Terhadap
Asimetri Informasi. Prosiding
PESAT (Psikologi, Ekonomi,
Sastra, Arsitektur &Teknik Sipil)
Universitas Gunadarma, Vol. 6,
Oktober 2015, E538-E545.
Richardson, Vernon J. (1998). Information
Asymmetry And Earnings
Management: Some Evidence.
Working Paper, University of
Kansas. http://papers.ssrn.com
Sari, Neti Luvita., Darmanto dan MG. Wi
Endang. (2014). Manajemen Modal
Kerja Untuk Meningkatkan
Likuiditas dan Profitabilitas
Perusahaan (Studi Pada PTPN
(Persero) Pabrik Gula Lestari
Nganjuk). Jurnal Administrasi
Bisnis (JAB). Vol. 11 No. 1 Juni.
Setyaningrum, D. P., & Zulaikha. (2013).
Pengaruh Karakteristik
Perusahaan Terhadap Luas
Pengungkapan Sukarela dan
Implikasinya Terhadap Biaya
Modal Ekuitas. Diponegoro Journal
of Accounting, Volume 2 Nomor 2,
Hal: 1-14.
Siregar, S. (2013). Statisti Parametrik Untuk
Penelitian Kuantitatif. (F. Hutari,
Penyunt.) Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Subramanyam, K., & Wild, J. J. (2009).
Financial Statement Analysis Tenth
Edition. New York , Amerika:
McGraw-Hill/Irwin, a business unit
of The McGraw-Hill Companies,
Inc.
Sudarmadji, A. M., & Sularto, L. (2007).
Pengaruh Ukuran Perusahaan,
Profitabillitas, Leverage dan Tipe
Kepemilikan Perusahaan Terhadap
Luas Voluntary Disclosure
Laporan Keuangan Tahunan.
Proceeding PESAT (Psikologi,
Ekonomi, Sastra, Arsitek dan Sipil)
Vol. 2.
Suta, A. Y., & Laksito, H. (2012). Analisis
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Luas
Pengungkapan Informasi Sukarela
Laporan Tahunan. Diponegoro
Journal Of Accounting, Vol. 1 No.
1, Hal: 1-15.
Sutedja. (2004). Pengungkapan (Disclosure)
Laporan Keuangan Sebagai Upaya
Mengatasi Asimetri Informasi.
TEMA, Volume 5 Nomor 1 Maret
2004.
Sutomo, I. (2004). Pengaruh Rasio
Likuiditas, Solvabilitas,
Karakteristik Perusahaan
Terhadap Luas Pengungkapan
Sukarela pada Laporan Tahunan
Perusahaan (Studi Empiris pada
Perusahaan Go Publik di BEJ).
Malang: Program Studi Magister
Akuntansi Universitas Diponegoro.
https://www.youtube.com/watch?v=vNlQ6FQiuOY
Suwito, E. (2005). Analisis Pengaruh
Karakteristik Perusahaan
Terhadap Tindakan Perataan Laba
Yanga Dilakukan Oleh Perusahaan
Yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta. SNA VIII Solo, 15 – 16
September 2005, Hal: 136-146.
Tanor, L. A. (2009). Pentingnya
Pengungkapan (Disclosure)
Laporan Keuangan Dalam
Meminimalisasi Asimetri Informasi.
Jurnal FORMAS Vo. 2, No. 4 Juni
2009, ISSN: 1978-8452, Hal: 287-
294.
Uyar, A., Kilic, M., & Bayyurt, N. (2013).
Association between firm
characteristics and corporate
voluntary disclosure: Evidence
from Turkish listed companies.
Intangible capital, IC, 2013 – 9(4):
1080-1112 – Online ISSN: 1697-
9818 – Print ISSN: 2014-3214 , pp.
1080-1112.
Veronica, Sylvia & Bachtiar, Yanivi S.
(2004). Good Corporate
Governance, Information
Asymmetry, and Earnings
Managemen. SNA VII Denpasar –
Bali, 2-3 Desember 2004
Wardani, R. P. (2012). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Luas
Pengungkapan Sukarela. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan, Vol.14
No. 1, pp 1-15.
Wibisono, H. (2004). Pengaruh Manajemen
Laba Terhadap Kinerja Perusahaan
Di Seputar Seaasoned Equity (Studi
Empiris di Bursa Efek Jakarta).
Malang: Program Studi Magister Sains
Akuntansi Universitas Diponegoro.