+ All Categories
Home > Documents > PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Date post: 15-Nov-2021
Category:
Upload: others
View: 7 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
15
Forum Geografi, Vol. 20, No. 2, Desember 2006: 120-1134 120 PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN NASIONAL Providing of Spatial Wetland Information for Supporting National Development Oleh Aris Poniman, Nurwadjedi, dan Suwahyuono Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) JL. Raya Jakarta Bogor, Km 46 Cibinong Telp./Fax. (021) 8757636 E-mail: [email protected], [email protected] [email protected] ABSTRACT The wetland has a strategic role in national development. The potential uses of the wetland are varied such as for agriculture, fisheries, industries, and forestry. The intensive use of the wetland for agricultural development in Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, and Papua through transmigration projects has been run since in 1973. Unfortunately, not all the projects were well developed, causing the social, economic, and physical environmental problems. These problems resulted in the negative impact for the life of the transmigration people. For that reason, the community empowerment for the unlucky transmigration people by handling the physical and non physical aspects is very important. This paper will describe the importance of providing spatial data and information biophysical wetland as an initial step in empowering people who live in the wetland resource. Key words: wetland resource, community empowerment, spatial data, biophysical wetland PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan kepulauan yang terdiri lebih dari 17 000 pulau yang membentang dari 94º 15’ sampai 141º 05’ Bujur Timur, dan dari 6º08’ Lintang Utara sampai 11º15’ Lintang Selatan. Indonesia mempunyai sekitar 81 000 km pesisir se- hingga wilayah lahan basahnya sangat luas. Indonesia memiliki lahan basah sekitar 396.462 km 2 (sekitar 20,8% luas wilayah Indonesia) yang tersebar terutama di Suma- tra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Eko- sistem lahan basah mempunyai peran yang nyata dalam perkembangan masyarakat In- donesia. Sejak jaman dahulu berbagai suku bangsa yang menempati ekosistem lahan basah menjalin hubungan dan budaya mere- ka melebur menjadi budaya bangsa Indo- nesia. Oleh karena itu lahan basah merupa- kan wilayah yang strategis bagi Indonesia. Lahan basah yang dimaksud di sini adalah ekosistem rawa, termasuk rawa ber- gambut yang dipengaruhi oleh air tawar maupun payau. Lahan basah meliputi wila- yah pantai, lahan rawa-rawa, lahan bergam- but, lahan berpotensi sulfat masam baik yang alami maupun yang artifisial, yang per- manen maupun yang temporer, termasuk wilayah mangrove. Wilayah lahan basah memiliki beberapa karakteristik yang unik yaitu: 1. merupakan dataran rendah yang membentang sepanjang pesisir, 2. merupa- kan wilayah yang mempunyai elevasi ren- dah, 3. beberapa tempat dipengaruhi oleh pasang surut untuk di wilayah dekat dengan
Transcript
Page 1: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Forum Geografi, Vol. 20, No. 2, Desember 2006: 120-1134120

PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAHUNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN NASIONAL

Providing of Spatial Wetland Information for SupportingNational Development

OlehAris Poniman, Nurwadjedi, dan Suwahyuono

Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL)JL. Raya Jakarta Bogor, Km 46 Cibinong

Telp./Fax. (021) 8757636E-mail: [email protected], [email protected]

[email protected]

ABSTRACT

The wetland has a strategic role in national development. The potential uses of the wetland are varied suchas for agriculture, fisheries, industries, and forestry. The intensive use of the wetland for agricultural development inSumatera, Kalimantan, Sulawesi, and Papua through transmigration projects has been run since in 1973. Unfortunately,not all the projects were well developed, causing the social, economic, and physical environmental problems. Theseproblems resulted in the negative impact for the life of the transmigration people. For that reason, the communityempowerment for the unlucky transmigration people by handling the physical and non physical aspects is very important.This paper will describe the importance of providing spatial data and information biophysical wetland as an initial stepin empowering people who live in the wetland resource.

Key words: wetland resource, community empowerment, spatial data, biophysical wetland

PENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangIndonesia merupakan kepulauan

yang terdiri lebih dari 17 000 pulau yangmembentang dari 94º 15’ sampai 141º 05’Bujur Timur, dan dari 6º08’ Lintang Utarasampai 11º15’ Lintang Selatan. Indonesiamempunyai sekitar 81 000 km pesisir se-hingga wilayah lahan basahnya sangat luas.Indonesia memiliki lahan basah sekitar396.462 km

2 (sekitar 20,8% luas wilayah

Indonesia) yang tersebar terutama di Suma-tra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Eko-sistem lahan basah mempunyai peran yangnyata dalam perkembangan masyarakat In-donesia. Sejak jaman dahulu berbagai sukubangsa yang menempati ekosistem lahanbasah menjalin hubungan dan budaya mere-

ka melebur menjadi budaya bangsa Indo-nesia. Oleh karena itu lahan basah merupa-kan wilayah yang strategis bagi Indonesia.

Lahan basah yang dimaksud di siniadalah ekosistem rawa, termasuk rawa ber-gambut yang dipengaruhi oleh air tawarmaupun payau. Lahan basah meliputi wila-yah pantai, lahan rawa-rawa, lahan bergam-but, lahan berpotensi sulfat masam baikyang alami maupun yang artifisial, yang per-manen maupun yang temporer, termasukwilayah mangrove. Wilayah lahan basahmemiliki beberapa karakteristik yang unikyaitu: 1. merupakan dataran rendah yangmembentang sepanjang pesisir, 2. merupa-kan wilayah yang mempunyai elevasi ren-dah, 3. beberapa tempat dipengaruhi olehpasang surut untuk di wilayah dekat dengan

Page 2: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Penyediaan Informasi Spasial Lahan Basah untuk ... (Aris Poniman, dkk.) 121

pantai, 4. dipengaruhi oleh musim yangterletak jauh dari pantai, dan 5. sebagianbesar wilayah ini tertutupi dengan gambut.

Potensi lahan basah cukup baikuntuk usaha pertanian, perikanan, kehu-tanan, dan peternakan. Sejak tahun 70-anPemerintah telah melakukan pengem-bangan berbagai usaha tersebut di lahanbasah di pulau Sumatra, Kalimantan, Sula-wesi, Maluku, dan Papua melalui kegiatanpengembangan pemukiman, namun sayang,tidak semua wilayah pengembanganberhasil, banyak juga yang tidak berkem-bang (mal-developed). Beberapa ratus ribuhektar lahan basah yang diharapkan ber-kembang menjadi lahan pertanian, perikan-an, peternakan dan pemukiman, saat inimenjadi lahan yang terbengkalai. Olehkarena itu, banyak pemukim termasuktransmigran, petani dan nelayan yang me-ninggalkan lahannya. Mereka lebih memilihpergi ke kota-kota terdekat untuk menyam-bung hidupnya menjadi pekerja kasar, ataubahkan mengerjakan hal-hal yang bersifatkriminal. Hal ini tentu merupakan tekanantersendiri bagi kota-kota tersebut. Semen-tara itu mereka yang tetap bertahan di ling-kungan lahannya menjadi masyarakat trans-migran, petani dan nelayan marginal. Lahanmereka tidak dapat memberikan hasil yangmemadai. Ekosistem lahan basah sebelumdibuka memberikan banyak hasil hutan,seperti kayu, rotan, damar, berbagai jenisikan dan hasil-hasil lainnya. Setelah lahantersebut dibuka, hasil-hasil tersebutmenurun drastis akibat berbagai masalahlingkungan di lahan yang dibuka maupundi lahan lain di sekelilingnya. Berbagaimasalah lingkungan tersebut antara lain ma-salah penurunan permukaan tanah (subsid-ence), penurunan pH tanah dan badan airoleh karena sulfat masam, banjir, keke-ringan, kebakaran hutan gambut, dan

sebagainya. Beberapa masalah tersebutmerupakan bencana nasional. Akibatnyasecara umum daya dukung lahan bagi kehi-dupan menurun drastis.

Permasalahan-permasalahan inidapat terjadi karena pengembangan lahanbasah yang dilakukan dalam kurun waktulebih dari 30 tahun tersebut tidak didasarioleh pemahaman karakteristik ekosistemlahan basah secara komprehensif dan setiaplokasi pengembangan dianalisis dalamkonteks lokal tanpa memahami batas-batasekosistem lahan basah tersebut. Akibatnyalahan basah yang mal-developed ini meluas,dan tersebar di berbagai tempat di Kaliman-tan maupun Sumatra. Sampai saat ini, per-kembangan luas lahan, jumlahnya, posisiruang (spatial)-nya dan penyebab yang pastilahan menjadi mal-developed tidak pernah adalaporan yang rinci dan pasti.

Sehubungan potensi lahan dankondisi masyarakat yang ada maka perluadanya upaya memberdayakan masyarakatdi wilayah lahan basah tersebut agar wila-yah tersebut menjadi produktif danmasyarakat menjadi sejahtera. Pember-dayaan masyarakat di wilayah tersebutsangat diperlukan untuk mendukungkeberhasilan otonomi daerah.

Pemberdayaan masyarakat (communityenpowerment) di lahan basah dapat dilakukandengan mengatasi faktor penghambat fisikmaupun non-fisik yang dihadapi. Sebagailangkah awal penyediaan informasi menge-nai kondisi lingkungan biofisik dan kajian-nya sangat diperlukan untuk perencanaanprogram pemberdayaan masyarakat yangberada di lahan basah agar masyarakat inidapat hidup sejahtera dan mandiri. Sejalandengan perkembangan teknologi informasimaka penyediaan informasi kondisi

Page 3: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Forum Geografi, Vol. 20, No. 2, Desember 2006: 120-1134122

lingkungan lahan basah ini diolah dandisajikan dalam bentuk sistem informasigeografi (SIG).

TujuanPenyediaan informasi lahan basah

dimaksudkan untuk mendukung pemba-ngunan nasional yang berkaitan denganpemberdayaan masyarakat di daerah lahanbasah salah kelola (mal developed). Walau-pun baru mencakup kajian biofisik, infor-masi yang diihasilkan diharapkan dapatdimanfaatkan oleh para pengambil kepu-tusan dalam rangka pemberdayaan kehi-dupan masyarakat yang mengandalkankelangsungan hidupnya pada ekosistemlahan basah.

METODOLOGI

PendekatanProses penyediaan informasi lahan

basah diperlihatkan di Gambar 2.1.Langkah pertama yang dilakukan untukmewujudkan pekerjaan ini adalahmelakukan pengkajian kebutuhan data.Data yang dibutuhkan dikelompokkanmenjadi 2 (dua) jenis, yaitu data primerdalam bentuk citra satelit (Landsat ETM)dan data sekunder, seperti peta sistem lahan,peta liputan lahan, data atribut terkait, dll.

Data citra Landsat ETM komposit(band 5,4,2) yang telah dikoreksi baikgeomterik maupun radiometrik digunakanuntuk mendeliniasi kelas lahan basahberdasarkan tingkat kerberhasilan penge-lolaannya. Interpretasi kelas pengelolaanlahan basah dilakukan dengan menggu-nakan kunci-kunci interpretasi citra, sepertiperbedaan warna (tone), pola, bentuk,asosiasi, dll. Hasil interpretasi kemudiandiferivikasi di lapangan melalui surveilapang. Berdasarkan hasil reinterpretasi

citra dan verifikasi lapang, maka dapatdisusun basis aturan mengenai klasifikasipengelolaan lahan basah. Data pengelolaanlahan basah yang telah diklasifikasi tersebutkemudian didesain menjadi basisdatabeserta data pendukung lainnya, sepertipeta sistem lahan, peta liputan lahan, dll.Agar informasi yang dihimpun dalambasisdata dapat diakses dengan mudah olehpengguna, maka dilakukan pemrogramantampilan user-interface . Melalui tampilan userinterface dalam Sistem Informasi LahanBasah (SILABA) ini pengguna dapatmengkases berbagai informasi biofisik lahanbasah di setiap kelas pengelolaan lahanbasah.

LokasiPenyedian informasi lahan basah

mencakup wilayah Nasional dan Provinsi.Wilayah Provinsi dipilih ProvinsiKalimantan Selatan dan KalimantanTengah, terutama di lahan basah bekaslokasi proyek lahan gambut satu juta hektardan sekitarnya.

Bahan dan PeralatanBahan yang digunakan adalah ber-

bagai laporan dan peta hasil survei lahanbasah yang telah dilakukan. Bahan-bahantersebut dikumpulkan dari instansi-instansiterkait, yang kemudian dikompilasi dandianalisis. Peralatan yang diperlukan untukmelakukan pekerjaan ini terdiri dariperangkat komputer baik perangkat keras(hardware) maupun perangkat lunak (soft-ware) untuk pengolahan data citra satelitdan SIG. Perangkat lunak untuk pengolahandata citra menggunakan ERDAS IMAG-INE, sedangan untuk pengolahan SIGmenggunakan ARC/INFO, ARVIEW, danMAP OBJECT. Selain itu juga digunakanprogram Visual Basic untuk pemrogramantampilan user interface.

Page 4: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Penyediaan Informasi Spasial Lahan Basah untuk ... (Aris Poniman, dkk.) 123

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Lahan BasahPada kurun waktu 1985-1989,

BAKOSURTANAL bekerja sama denganDepartemen Transmigrasi, dan PemerintahKerajaan Inggris telah memetakan sistemlahan skala 1: 250.000 di seluruh wilayahIndonesia (Gambar 2). Total lahan di In-donesia dapat diklasifikasikan menjadi 414

sistem lahan. Sistem lahan didefiniskan ber-dasarkan konsep pendekatan ekologi dima-na diasumsisikan hubungan saling keter-gantungan antara regim agrikolimat, jenisbatuan, bentuklahan, tanah, kondisi hidro-logi, dan organisma (RePPProT, 1990).

Saat ini, BAKOSURTANAL sedangmelakukan pemutakhiran peta sistem lahanmelalui pengembangan basisdata spasial.

Desain Basisdata

Pengumpulan data citra satelit (landsat ETM)

Klasifikasi dan delineasi

tipologi lahan basah

Koreksi geometrik dan radiometrik

Digitalisasi data

Pengumpulan data analog (peta dasar, peta

tematik + atribut terkait)

Menentukan kunci-kunci interpretasi

Kelas Lahan Basah

Survei Lapangan

Sistem Informasi Lahan Basah (SILABA)

Pemprograman

Basis

Aturan

Reinterpretasi Citra

Kajian Kebutuhan

Data

Gambar 1. Diagram alir proses penyediaan informasi lahan basah

Page 5: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Forum Geografi, Vol. 20, No. 2, Desember 2006: 120-1134124

Pemutakhiran peta sistem lahan inidimaksudkan untuk meningkatkan tingkatakurasi baik dari aspek geometri dataspasial maupun data tabularnya yangmenjelaskan karakteristik sistem lahan.

Berdasarkan karakteristik sistemlahan, lahan basah di Indonesia dapatdikelompokkan menjadi enam tipe lahanbasah sebagai berkut:• Rawa pasang surut (Tidal swamps)• Rawa musiman (Seasonal swamps)• Dataran Aluvial (Alluvial plains)• Sabuk meander (Meander belts)• Rawa gambut dan marshes (peat swamps

and marshes)• Dataran banjirTabel 1 memperlihatkan sistem lahan yangdikategorikan kedalam tipe lahan basah.

Seperti yang disajikan di tabel 2, totallahan basah di Indoensia adalah 396.462km

2, yang sebagian besar menyebar di Suma-

tera, Kalimantan, and Papua. Rawa gambutdan marshes adalah yang terluas (168.951km

2), dibandingkan tipe lahan basah lainnya.

Lahan basah lainnya yang cukup luas adalahdataran aluvial (155,330 km

2) , rawa pasang

surut (40,060 km2) , dan dataran banjir

(30,194 km2). Rawa musiman (21,100 km

2)

hanya terdapat di daerah Papua.

Klasifikasi Biofisik Pengelolaan LahanBasah

Sebagian lahan basah telah meng-alami perubahan karakteristik oleh karenaadanya modifikasi lahan. Oleh karena itudalam rangka pembuatan sistem informasilahan basah diperlukan suatu sistemklasifikasi yang terkait dengan perubahankarakteristik lahan tersebut. Modifikasilahan dilakukan dengan memberikan inputteknologi terhadap lahan basah. Input tek-nologi dilakukan untuk tujuan pengem-bangan lahan (land development). Pengem-bangan hutan rawa yang ada di Indonesiadapat berupa: a) pengembangan lahanuntuk pertanian secara tradisional, b)pengembangan lahan untuk transmigrasi, c)pengembangan perkebunan (estate) dalambentuk perkebunan dan hutan tanaman,dan d) pengembangan konsentrasi per-mukinan (kota). Untuk keperluan pengem-bangan tersebut pada umumnya dilakukandengan men-drainase lahan sehinggapermukaan air tanah dapat dikeluarkan dandiatur.

Sehubungan dengan hal tersebutmaka klasifikasi lahan basah disini dila-kukan berdasarkan tanggapan (responds)lahan terhadap input teknologi untuk pe-ngembangan tersebut, dan tanggapan lahan

Tabel 1. Klasifikasi lahan basah berdasarkan sistem lahan

Tipe Lahan Basah Sistem Lahan

Tidal Swamps KJP Seasonal swamps KRR, BLA, ABB, SDS. WLK, DGL Alluvial Plains KHY, MKS, SLK, TNJ, DLU, CTM, ORI, NNE, WMA, KRI, ARI, MRM,

WSS Meander Belts SBG, SDO, FLY, SPW Swamps (peat swamps and marshes)

GBI, MDW, KLR, BLI, PMG, SRM, RBB, TRI, OBO, INM, MMM, PGO, GBT, SGO, ZWA, IWK, IRI

Alluvial Valley BKN, NGR, ACG, MGH, PPL, WTG, WDO, KPI, SMT, ALC, AMU, BLM

Page 6: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Penyediaan Informasi Spasial Lahan Basah untuk ... (Aris Poniman, dkk.) 125

Gam

bar 2

. P

eta

lahan

bas

ah d

i Ind

ones

ia

Page 7: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Forum Geografi, Vol. 20, No. 2, Desember 2006: 120-1134126

terhadap teknologi tersebut sangat tergan-tung pada karakteritik awal dari lahan ter-sebut. Oleh karena itu dalam mengkla-sifikasi diperhatikan karakteristik pentinglahan basah tersebut, seperti potensi pirit(FeS

2), kondisi gambut, adanya pasang

surut air laut dsb.

Lahan dikelompokkan menjadi lahanberkembang (Developed), lahan tidakberkembang (Mal-Developed), dan lahanbelum berkembang. Developed (D) diba-tasi sebagai lahan basah ber-respond positifterhadap input teknologi, artinya lahanberkembang menjadi sesuatu yang sesuaidengan tujuan pemberian input teknologitersebut. Sementara itu lahan Mal-Developed(MD) adalah sebaliknya dari lahan develop,atau ber-respond negatif terhadap inputteknologi yang diberikan, disamping itutentu saja ada lahan yang belum dikem-bangkan (Un-Developed, UD) yang artinyatidak diberi input teknologi, sehingga masihberupa hutan.

Berdasarkan pengamatan lapang,sampai saat ini dijumpai berbagai respondslahan baik yang D maupun yang MD,tergantung pada karakteristik lahan dan

karakteristik teknologi yang diberikan. Olehkarena itu dijumpai beberapa kelas, baikyang D maupun yang MD. Sehubungandengan itu pada kategori selanjutnya D danMD dipisahkan berdasarkan kelasnyanya.Berdasakan kelasnya paling tidak dijumpai4 kelas lahan yang termasuk D dan 4 kelasyang termasuk MD. Uraian masing-masingkelas dan kunci interpretasi menggunakancitra Landsat ETM komposit (band 5,4,2)disajikan di Tabel 3 dan 4.

Karakteristik Biofisik PengelolaanLahan Basah

Mulyanto dan Nurhayati (2000)menjelaskan bahwa sebagian besar lahanbasah yang dijumpai di Indonesia meru-pakan lahan bergambut yang mempunyaikarakteritik yang khas yaitu membentukkubah (dome), meskipun secara umum ter-lihat datar. Kubah gambut terbentuk dalamsuatu unit ekosistem lahan basah yangdibatasi oleh sungai-sungai atau sungai danlautan. Disamping itu gambut di Indonesiaumumnya terbentuk dari tumpukan bahanorganik dari hutan tropika basah, sehinggamerupakan tumpukan bahan organikdengan berbagai ukuran mulai dari yangberukuran kasar (seperti batang pohon,

Tipe lahan Basah

Tidal Swamps Peat

Swamps, Marshes

Meander Belts

Seasonal Swamps

Alluvilan Plains

Alluvilal Valleys

Indonesia Pulau

Km2

(x 1000) % Km2

(x 1000) % Km2 (x 1000) % Km2

(x 1000) % Km2

(x 1000) % Km2

(x 1000) % Km2

(x 1000) %

Papua 14.300 3.4 53.550 12.9 6.040 1.5 21.100 5.1 11.800 2.8 17.600 4.2 124.39 6.5 Kalimantan 10.873 5.3 51.060 31.2 4.758 2.9 0 0 4.056 2.4 4.056 2.4 96.451 5.1 Sumatera 8.579 1.8 62.069 13.1 8.303 1.7 0 0 42.77 9.0 3.953 0.8 125.674 6.6 Sulawesi 2.214 1.2 2.247 1.2 0.701 0.4 0 10.043 5.4 1.331 0.7 16.536 0.9 Maluku and Nusa Tenggara

2.365

1.5

0.020

<0.1

1.022

0.6

0

0

6.709

4.3

1.481

9.9

11.597

0.6

Java and Bali 1.729 1.3 0 0 0 0 0 0 18.312 13.2 1.773 1.3 21.814 1.1 Total 40.060 2.1 168.951 8.9 20.824 1.1 21.100 1.1 115.333 6.0 30.194 1.6 396.462 20.8

Tabel 2. Sebaran Lahan Basah di Indonesia

Page 8: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Penyediaan Informasi Spasial Lahan Basah untuk ... (Aris Poniman, dkk.) 127

dahan, ranting, akar) sampai yang berukuranhalus (seperti asam fulvik dan humik).Komposisi ukuran fraksi organik yangberagam ini memungkinkan porositasgambut sangat besar dan berperan pentingdalam menyimpan air. Bentuk kubah danporositas yang besar ini merupakankonstruksi ekosistem tanah gambut yangunik dan sekaligus sangat rapuh. Bentukkubah ini memungkinkan adanya sirkulsiair dalam ekosistem tanah gambut.Meskipun sangat lamban, kondisi inimemungkinkan perkembangan biota lain didalam ekosistem tersebut. Sirkulasi air padatanah gambut memungkinkan adanya difusioksigen yang diperlukan oleh akar

tumbuhan dan biota air. Oleh karena itu,bentuk kubah yang berkombinasi dengankarakteristik gambut yang poros merupakanunsur penting dalam kaitannya dengan dayadukung ekosistem lahan gambut terhadapbiota.

Dalam kondisi lahan basah yang tidakterganggu, nilai pH tanah maupun airsenantiasa di antara 4-6 oleh karenalingkungan ini disangga oleh keseimbangankimia asam-asam organik dan asamkarbonat. Sementara itu, jika lahan basahdipengaruhi oleh air laut seperti di daerahpasang surut, pH tanah dan air berkisarantara 6 dan 8 oleh karena lingkungan

Kelas Lahan basah Uraian

D1 Lahan basah yang pada tanah yang berkembang dari sedimen yang tidak mengandung pirit (non pyritic sediment)

D2 Lahan basah yang berkembang pada tanah dari sedimen yang mengandung pirit, dibuka secara tradisional, dengan membuat parit kecil sepanjang 3 - 5 km dan paritnya kurang lebih tegak lurus sungai atau laut.

D3 Lahan basah yang berkembang pada tanah dari sedimen yang mengandung pirit, dibuka untuk lahan transmigrasi. Lahan tersebut berada pada daerah yang spesipik dimana hasil oksidasi pirit pada lahan ini dapat dibilas keluar dari system. Biasanya diusahakan untuk tanaman pekarangan dan atau perkebunan rakyat.

D4 Lahan basah bergambut yang berkembang pada tanah dari sedimen yang mengandung pirit, yang dibuka untuk perkebunan sawit, kelapa dan hutan tanaman industri dengan menggunakan teknik sistem drainase terkontrol.

MD1 Lahan basah yang berada pada tanah dari sedimen yang tidak mengandung pirit, yang tidak berkembang oleh karena masalah lain, termasuk masalah yang disebabkan oleh air masam yang ditimbulkan oleh daerah lain

MD2 Lahan basah bergambut yang lapisan bawahnya merupakan sedimen yang mengandung pirit. Oleh karena system drainase yang dibangun tidak tepat telah menyebabkan mineral pirit pada sedimen tersebut teroksidasi dan air pada kanal tercemar oleh asam. Pada keadaan ini umumnya lahan hanya ditumbuhi gelam.

MD3 Lahan basah yang berkembang dari sedimen berpirit, karena proses oksidasi pirit dan hasil oksidasi tersebut tidak mampu dikendalikan menyebabkan sebagian besar lahan berproduksi sangat terbatas sehingga lahan tidak digarap.

MD4 Lahan basah yang dibuka, telah didrainase namun tidak ada kegiatan lebih lanjut. UD Lahan basah yang tidak menerima input teknologi

Tabel 3. Batasan Masing-Masing Kelas Pengelolaan Lahan BasahKelas Lahan basah

Page 9: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Forum Geografi, Vol. 20, No. 2, Desember 2006: 120-1134128

Kelas Pengelolaan Lahan Basah Kunci Interpretasi Simbol Uraian Ciri Pola Kombinasi Warna Sampel

chartreuse green dark green gold blue

D1 Lahan basah yang pada tanah yang berkembang dari sedimen yang tidak mengandung pirit (non pyritic sediment)

- terdapat parit-parit kecil - petak-petak agak teratur

dan agak lebar

violet

chartreuse green dark green blue violet pink dark blue turquoise

D2 Lahan basah yang berkembang pada tanah dari sedimen yang mengandung pirit, dibuka secara tradisional, dengan membuat parit kecil sepanjang 3 - 5 km dan paritnya kurang lebih tegak lurus sungai atau laut.

- terletak sepanjang sungai/parit besar

- terdapat parit-parit kecil agak berkelok dengan panjang 3-5 km relatif tegak lurus sungai, jarak antar parit ± 500 m

- petak-petak tidak teratur, ukuran kecil

green

chartreuse

dark green

violet

pink

D3 Lahan basah yang berkembang pada tanah dari sedimen yang mengandung pirit, dibuka untuk lahan transmigrasi. Lahan tersebut berada pada daerah yang spesipik dimana hasil oksidasi pirit pada lahan ini dapat dibilas keluar dari system. Biasanya diusahakan untuk tanaman pekarangan dan atau perkebunan rakyat.

- terdapat parit utama berukuran lebar

- jarak antar parit utama lebar

- petak-petak teratur dan berukuran relatif besar

dark green

maroon

D4 Lahan basah bergambut yang berkembang pada tanah dari sedimen yang mengandung pirit, yang dibuka oleh untuk perkebunan sawit, kelapa dan hutan tanaman industri dengan menggunakan teknik sistem drainase terkontrol.

- terdapat parit utama berukuran lebar

- jarak antar parit utama lebar

- petak-petak berukuran sangat lebar

brown

chartreuse

gold

green

MD1 Lahan basah yang berada pada tanah dari sedimen yang tidak mengandung pirit, yang tidak berkembang oleh karena masalah lain, termasuk masalah yang disebabkan oleh air masam yang ditimbulkan oleh daerah lain

- terdapat parit utama berukuran lebar

- jarak antar parit utama lebar

- petak-petak teratur dan berukuran relatif besar

violet chartreuse green dark green gold red

MD2 Lahan basah bergambut yang lapisan bawahnya merupakan sedimen yang mengandung pirit oleh karena system drainase yang dibangun tidak tepat telah menyebabkan mineral pirit pada sedimen tersebut bereaksi dari……air pada kanal, tercemar oleh asam. Pada keadaan ini umumnya lahan hanya ditumbuhi gelam.

- terdapat parit utama berukuran lebar

- jarak antar parit utama lebar

- petak-petak teratur dan berukuran relatif besar

Tabel 4. Kunci Interpretasi Citra Landsat ETM untuk Pengelolaan Lahan Basah

Page 10: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Penyediaan Informasi Spasial Lahan Basah untuk ... (Aris Poniman, dkk.) 129

dipengaruhi oleh keseimbangan kimia airpayau. Nilai pH ini merupakan kondisipenting dalam kaitannya dengan dayadukung ekosistem terhadap biota.

Pemberian input teknologi dalambentuk pembuatan jaringan saluran drainasemenurunkan muka air tanah yang meng-akibatkan:a) Pengosongan pori-pori tanah dan pori-

pori gambut dan b) Merubah lingkungan tanah dari suasana

reduktif menjadi oksidatif.

Pengosongan ruang pori ini menye-babkan terjadi proses pemampatan danpengeringan tanah dan gambut. Oleh kare-na tanah di lahan basah ini pada umumnyatanah mineral yang belum matang dan tanahgambut yang mempunyai jumlah ruang pori3 sampai 5 kali dari ruang padatan makadampak dari pembuatan saluran drainaseini adalah penurunan permukaan tanah (sub-sidence). Pengosongan ruang pori dari airmenyebabkan gambut menjadi rawan

kebakaran dan jika kebakaran terjadimenjadi meluas dan sulit dipadamkan.

Perubahan lingkungan lahan darireduktif menjadi oksidatif menyebabkanproses oksidasi bahan organik dan bahanmineral yang mempunyai unsur yangterpengaruh oleh proses perubahan reduktifmenjadi oksidatif, misalnya mineral pirit.Pada sedimen yang mengandung pirit (py-ritic sediment), mineral pirit teroksidasi.Oksidasi pirit ini menyebabkan Fe

2+ menjadi

Fe 3+

dan S2- menjadi S

6+. Proses ini menye-

babkan lingkungan tanah dan air di lahanbasah menjadi sangat masam dengan nilaipH sekitar 2.9. Air masam ini dapat menga-lir ke lahan lain yang sebenarnya tidak ber-sifat masam akhirnya menjadi masam pula.Disamping itu air masam ini dapat mema-samkan pula badan air sungai yang teralirioleh air masam tersebut. Akibatnya banyakbiota perairan mengalami kerusakan.

Pengamatan lapang di daerah ujimenunjukkan bahwa lahan yang mempu-

violet maroon green dark green gold dark blue

MD3 Lahan basah yang berkembang dari sedimen berpirit, karena proses oksidasi pirit dan hasil oksidasi tersebut tidak mampu dikendalikan menyebabkan sebagian besar lahan berproduksi sangat terbatas sehingga lahan tidak digarap.

- terdapat parit utama berukuran lebar jarak antar parit utama lebar

- petak-petak teratur dan berukuran relatif besar

dark green turquoise green blue Violet

MD4 Lahan basah yang dibuka, telah didrainase namun tidak ada kegiatan lebih lanjut.

- terdapat parit utama berukuran lebar dan sangat panjang

- jarak antar parit utama lebar

dark green green

UD Lahan yang tidak menerima input teknologi

- tidak terdapat parit-parit maupun petak-petak

Page 11: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Forum Geografi, Vol. 20, No. 2, Desember 2006: 120-1134130

nyai tanah yang berkembang dari sedimenyang tidak mengandung pirit mengalamiperkembangan (developed) sesuai denganpotensinya. Disamping itu, dijumpai jugapada lahan yang mempunyai karakteristiksama namun tidak berkembang oleh karenateraliri oleh air asam yang timbul daritempat lain atau sedimen tersebut merupa-kan sedimen tua yang bersifat felsik.

Daerah yang berpotensi sulfat masamdapat berkembang baik jika dilakukandengan pengelolaan yang menjamin airmasam dapat keluar dari areal pertanian dantersedia air yang relatif tidak masam(dengan pH > 4) yang dapat masuk ke ar-eal pertanian untuk membilas air masam.Selain itu tinggi muka air tanah selalu dekatdengan permukaan untuk mempertahan-kan kelembaban tanah. Selain itu air terse-but dapat digunakan untuk tanaman dansekaligus dapat menghindari atau palingsedikit mengurangi bahaya kebakaran.

Di daerah yang tidak berkembang(mal-developed) pada umumnya disebabkanoleh karena lahan tersebut didrainaseberlebihan sehingga lahan menjadi masamsebagai akibat oksidasi pirit. Lahan tidakdapat ditanamai oleh tanaman pertanian.Hal ini dijumpai di sebagian besar daerahtransmigrasi. Lahan yang demikian biasanyaditinggalkan atau tidak digarap oleh petanidan kemudian ditumbuhi oleh purunkudung, dengan pH tanah maupun airsekitar 3. Di beberapa tempat dijumpaiindikasi suksesi vegetasi dari purun kudungmenjadi kelakai dan dari kelakai menjadigelam. Pada lahan yang bervegetasi gelam,pH tanah dan airnya meningkat sekitar 4.yang airnya memungkinkan dapat men-dukung pertumbuhan tanaman jika digu-nakan sebagai sumber irigasi.

Di beberapa daerah yang tergolongmal-developed terdapat spot dengan per-tumbuhan tanaman yang baik. Spot-spot initerletak pada umumnya di pinggir saluranatau dipinggir jalan sekitar pemukiman. Halini dapat terjadi oleh karena umumnyadibudidayakan tanaman tahunan denganmembuat surjan dan mengolah bahan orga-nik yang ada dengan baik. Produktifitas la-han yang dikelola dengan cara demikianpada awalnya cukup baik tetapi akhirnyarusak juga.

Informasi Pengelolaan Lahan BasahTipe lahan basah di PLG meliputi

rawa pasang surut (KJP), rawa gambut danmarshes (SBG, MDW, BLI, GBT), dandataran aluvial (KHY). Seperti yang dijelas-kan oleh Kammerling (1915), rawa gambutdi Kalimantan Selatan dikenal sebagai ce-kungan sungai Barito. Proses fluvial yangmembawa bahan aluvium didominasi bahaorganik terjadi pada periode Holosen.Sementara yang ada di Kalimantan Tengah,rawa gambut menyebar di muara sungaiKapuas, Kahayan, dan Sebangau. Prosespembentukan rawa gambut di muara sungaitersebut terjadi bersamaan dengan pemben-tukan rawa gambut di Kalimantan Selatan,yaitu pada periode Holosen.

Berdasarkan pada lingkungan pem-bentukan dan komposisi sedimentnya, rawagambut di PLG dapat diklasifikasikanmenjadi 2 (dua) kelompok, yaitu rawagambut berair payau dan rawa gambut berairtawar. Sediment yang dipengaruhi oleh airpayau mengandung liat organik yangbercampur dengan senyawa sulfida.Sementara sedimen yang berair tawar,senyawa sulfida tidak ditemukan. Rawagambut dengan sedimen yang berair tawarini banyak ditemukan di daerah sekitarMartapura dan Banjarmasin.

Page 12: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Penyediaan Informasi Spasial Lahan Basah untuk ... (Aris Poniman, dkk.) 131

Sumawinata (1992, 1998, 2000)menjelaskan pengalamannya bahwa karak-teristik sedimen apakah dipengaruhi airpayau atau air tawar merupakan faktor uta-ma yang mempengaruhi produktivitas lahangambut. Kondisi lingkungan yang dipenga-ruhi oleh air payau memberikan peluangpembentukan tanah sulfat masam. Lahangambut berair tawar seperti di Martapura danBanjarmasin cukup produktif untuk padisawah, tanaman karet, dan kelapa.

Pemanfaatan lahan gambut secaraintensif untuk proyek transmigrasi dimulaisejak tahun 1973. Pada tahun 1995, peme-rintah melaksanakan program pencetakansawah baru secara besar-besaran di lahangambut provinsi Kalimantan Tengah dan

Kalimantan, yang lebih dikenal denganProyek Lahan Gambut Sejuta HektarSelatan (PLG). Sayangnya, proyek tersebutgagal dan menimbulkan permasalahanlingkungan dan sosial. Akibat proyek PLG,ekosistem hutan gambut menjadi terde-gradasi. Lahan gambut yang direncanakanuntuk persawahan tidak bisa ditanami kare-na munculnya permasalahan sulfat masamyang mengakibatkan pH tanah menjadisangat masam. Para transmigran yang telahdidatangkan ke proyek PLG menjadi pe-ngangguran karena lahan yang diberikannyatidak bisa ditanami atau tidak bisa dikem-bangkan (mal developed). Lahan yang tidakproduktif ini seperti yang diperlihatkan diGambar 3 menjadi terlantar dan ditumbuhitanamann gelam (Meulaleca Leucadendron).

Gambar 3. Lahan gambut tidak produktif yang ditumbuhi tanaman gelam(Meulaleca leucadendron) (Lokasi : Palingkau)

Page 13: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Forum Geografi, Vol. 20, No. 2, Desember 2006: 120-1134132

Hasil pemetaan menggunakan citraLandsat ETM komposit (band 5,4,2)rekaman bulan Juli 2003 menunjukkanbahwa pengelolaan lahan gambut di PLGdapat diklasifikasikan menjadi D1, D2,MD2, MD3, MD4, dan UD (Gambar 5).Data tersebut menunjukkan bahwa penge-lolaan lahan gambut didominasi kelasMD2, MD3, dan MD4. Lahan gambut kelasMD2 banyak ditemukan di kampungPalingkau dan Dadahup. Sementara MD3di kampung Barambai, Marabahan, dan

Terentang. Sebaran lahan gambut kelas MD4 cukup luas dan terkonsentrasi di deltayang terletak antara sungai Sebangau danKahayan.

Sebaran pemanfaatan lahan gambutyang berhasil (D1 dan D2) tidak banyak.Pengelolaan lahan gambut kelas D1terkonsentarsi di daerah Martapura,sedangkan D2 banyak menyebar disepanjang tanggul alam sungai Barito,Kapuas, dan Kahayan. Keberhasilan

Gambar 4. Peta lahan gambut salah urus di PLG, hasil interpretasiCitra Landsat ETM komposit (band 5,4,2).

Page 14: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Penyediaan Informasi Spasial Lahan Basah untuk ... (Aris Poniman, dkk.) 133

pengelolaan lahan gambut tersebut karenapengaruh lingkungan yang mendukung.Tanah gambut di daerah ini berada dilingkungan air tawar, sehingga ancamanbahaya sulfat tidak muncul

KESIMPULAN DAN SARAN

Informasi spasial lahan basah ber-peran penting untuk mendukung keber-hasilan pemberdayaan masyarakat di lahanbasah yang salah kelola. Pemanfaatan lahanbasah yang tidak didukung ketersediaan danpemahamannya tentang karakteristikbiofisik dapat menimbulkan keusakanlingkungan dan membawa dampak negatifterhadap kehidupan masyarakat yangmengandalkan sumberdaya lahan basah.Untuk mendukung keberhasilan pember-dayaan masyarakat, ketersediaan informasibiofisik lahan basah tersebut dapat difung-sikan sebagai salah satu input data utamadalam kajian pemanfaatan lahan basahsecara lestari melalui pendekatan terpadudengan menggunakan teknologi SIG danPenginderaan Jauh

Kajian pemanfaatan lahan basahuntuk pemberdayaan masyarakat melaluipendekatan kajian terpadu dimaksud me-merlukan dukungan atau peran aktif dariberbagai pihak terkait (stakeholders) dalampenyediaan data dan informasi yang diper-lukan oleh para pengambilan keputusan.Ketersediaan data dan informasi spasialbiofisik lahan basah tidak dapat difung-sikan secara optimal untuk kajian pem-berdayaan masyarakat di lingkungan lahanbasah yang salah kelola apabila tidak didu-kung ketersediaan data non biofisik. Datadan informasi spasial biofisik lahan basahmempunyai nilai daya guna apabila dapatdiintegrasikan dengan data non biofisik(sosial ekonomi budaya) secara spasial,yang penyediaannya memperhatikan aspi-rasi masyarakat yang berkepentingan. Pen-dekatan ini dimaksudkan agar hasil kajianpemberdayaan masyarakat dapat dipro-gramkan oleh para pengambil keputusansesuai dengan keinginan masyarakat yangmendambakan hidupnya lebih sejahtera daneksitensi eksosistem lahan basah tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

Furukawa, H., 1994, Coastal Wetlands of Indonesia: Environment, subsistence andexploration, Kyoto University Press.

Kemmerling, G.L.L., 1915. Geographishe en geologische beschijving van het Baritobeken.Tijdschirft van Het Aardrijkskundig Genootschsp. Deel XXXII.

Mulyanto, B. Nurhayati., 2000, Perubahan karakteristik lahan gambut setelah lebih 15 tahunpembukaan lahan di Kalimantan Tengah. Gakuryuku VIII (1) : 76 – 81.

Mulyanto, B. Sumawinata, B. Suwardi, Djajakirana, G. , 2000. Role of peat forest in theBanjarese land management System. In. Proc. Of the International Symposium onpeatland. Graduate School of Environmental Earth Sciences Hokkaido Universityand The Indoesian Institute of Sciences. P: 483-490.

Page, S.E., Rieley, J.O., Doody, K., Hodgson, S., Jengkin, p., Morrough-Bernard, H. Otway,S.and Wilshaw, S., 1997. Biodiversity of tropical peat swamp forest: A case study ofanimal diversity in Sungai Sebangau chatchment of Central Kalimantan. In Rieley,I.O. and Page, S.E. (eds). Tropical Peatland. Samara Pub. Ltd. Cardicgan p:321-242.

Page 15: PENYEDIAAN INFORMASI SPASIAL LAHAN BASAH UNTUK …

Forum Geografi, Vol. 20, No. 2, Desember 2006: 120-1134134

RePPProT, 1990. The land resource of Indonesia: a national overview. Department ofTrandmigration, BAKOSURTANAL, and Overseas Development Admnistration,United Kingdom.

Sumawinata, B., 2000, Pemikiran ulang penataan daerah konservasi hutan rawa gambut.dalam Prosiding Seminar pengelolaan hutan rawa gambut dan ekspose hasil penelitiandi hutan lahan basah. Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru. Banjarmasin. P: 15-50.

Sumawinata, B., 1998, Sediments of the lower Barito Basin in South Kalimantan : Fossilpollen composition. Southeast Asian Studies 36(3) : 293-316.

Sumawinata, B., 1992, Adaptive agricultural practices and land use cycles on pyritic sedimentsin South Kalimantan. Southeast Asian Studies 30: 93-104.


Recommended