Date post: | 17-May-2019 |
Category: |
Documents |
Upload: | hoangtuyen |
View: | 228 times |
Download: | 0 times |
Volume 5 Nomor 3 – September 2015
172
PERBANDINGAN RESPON KLINIK NIKARDIPIN DENGAN DILTIAZEM PADA HIPERTENSI EMERGENSI
COMPARISON OF CLINICAL RESPONSE BETWEEN NICARDIPINE AND DILTIAZEM IN HYPERTENSIVE EMERGENCIES
Poppy Diah Palupi1), Fita Rahmawati2) dan Probosuseno3) 1) Akademi Farmasi Nusaputera, Semarang 2) Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3) RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta
ABSTRAK
Hipertensi emergensi merupakan suatu kedaruratan medik dan memerlukan tindakan yang cepat dan tepat untuk
menyelamatkan jiwa penderita. Secara umum, obat antihipertensi yang digunakan pada pasien hipertensi emergensi diberikan secara parenteral. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui respon klinik nikardipin dengan diltiazem intravena dalam menurunkan tekanan darah, mean arterial pressure, dan denyut jantung pada pasien hipertensi emergensi. Penelitian merupakan penelitian analitik dengan rancangan retrospective cohort study. Data diambil dari rekam medik pasien hipertensi emergensi yang dirawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD), Intensive Care Unit (ICU), maupun bangsal rawat inap selama periode Januari sampai Desember 2014 di RSUD Kota Semarang. Jumlah subjek penelitian sebanyak 117 pasien, terdiri dari 66 pasien kelompok nikardipin dan 51 pasien kelompok diltiazem. Nikardipin dapat menurunkan mean arterial pressure (MAP) sebesar 14,45%, sedangkan diltiazem sebesar 12,20%. Nikardipin menurunkan tekanan darah sistolik 17,69%, sedangkan diltiazem sebesar 17,63%. Nikardipin menurunkan tekanan darah diastolik 21,56% dan denyut jantung sebesar 1,74%, sedangkan diltiazem menurunkan tekanan darah sebesar 20,30% dan denyut jantung sebesar 7,83%. Tidak terdapat perbedaan signifikan dalam menurunkan tekanan darah dan MAP antara nikardipin dan diltiazem. Namun, terdapat perbedaan signifikan dalam menurunkan denyut jantung antara nikardipin dan diltiazem. Kata kunci : hipertensi emergensi, tekanan darah, nikardipin, diltiazem
ABSTRACT
Hypertensive emergency is a medical emergency and requires management to save the patients. In general, the antihypertensive drugs used in patients with hypertensive emergencies is administered parenterally. The purpose of this study was to determine the clinical response of intravenous nicardipine and diltiazem in reducing blood pressure, mean arterial pressure, and heart rate in patient with hypertensive emergencies. Study was conducted using retrospective cohort design. The data were taken from medical record of hypertensive emergencies patient in Emergency Room (ER), Intensive Care Unit (ICU), and wards from January to December 2014 at General Hospital of Semarang. The subject of this study were 117 patients, consisting of 66 patients treated with nicardipine and 51 patients treated with diltiazem . Nicardipine decreased the mean arterial pressure (MAP) 14,45%, while diltiazem decreased 12,20%. Nicardipine reduced systolic blood pressure 17.69%, while diltiazem reduced 17.63 %. Nicardipine reduced diastolic blood pressure 21.56% and heart rate 1.74%, while diltiazem reduced diastolic blood pressure 20.30% and heart rate 7,83%. There was no significant difference between nicardipine and diltiazem in reducing blood pressure and MAP. There was significant difference between nicardipine and diltiazem in reducing heart rate.
Keywords: hypertensive emergencies, blood pressure, nicardipine, diltiazem
PENDAHULUAN
Prevalensi hipertensi di Indonesia
cukup tinggi. Hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) pada tahun 2001, 2004, dan 2010
menunjukkan bahwa penyakit kardiovaskuler
merupakan penyakit nomor satu penyebab
kematian di Indonesia dan sekitar 20-35% dari
kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi
(Depkes RI, 2006).
Korespondensi Poppy Diah Palupi, S.Far., Apt. Akademi Farmasi Nusantara Jln. Jenderal Sudirman No. 270, Semarang Email : [email protected] HP : 081327414800
Chobanian et al. (2003) dalam The
Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure membagi krisis hipertensi
menjadi dua, yaitu hipertensi emergensi dan
hipertensi urgensi. Hipertensi emergensi dan
urgensi perlu dibedakan karena cara
penanggulangan keduanya berbeda (Ramos dan
Varon, 2014). Hipertensi urgensi adalah situasi
dimana tekanan darah meningkat sangat tinggi
dengan tekanan sistolik lebih dari 180 dan
diastolik lebih dari 110 mmHg, tetapi tidak ada
Submitted : 12 Agustus 2015 Accepted : 31 Agustus 2015 Published : 30 September 2015
p-ISSN: 2088-8139 e-ISSN: 2443-2946
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
173
kerusakan organ terkait. Hipertensi emergensi
merupakan keadaan darurat hipertensi dan
disertai kerusakan organ (nyeri dada, sesak
napas, nyeri punggung, mati rasa/kelemahan,
kesulitan berbicara) (AHA, 2014).
Upaya penurunan tekanan darah pada
kasus hipertensi emergensi harus dilakukan
segera (< 1 jam) dengan menggunakan obat-obat
antihipertensi kerja pendek, serta antihipertensi
yang diberikan secara intravena (Varon, 2008).
Antihipertensi yang dapat dipilih di antaranya
natrium nitroprusid, nitrogliserin, nikardipin,
labetalol, dan esmolol (Suhardjono, 2012).
Berdasarkan Idham (2008), obat antihipertensi
emergensi yang tersedia di Indonesia adalah
nitrogliserin, nikardipin, dan diltiazem. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Yang et al. (2004)
mengenai penggunaan nikardipin intravena
pada pasien hipertensi emergensi disebutkan
bahwa nikardipin dengan dosis 10 mg/jam
dapat menurunkan tekanan darah diastolik
hingga 30%. Penelitian lain oleh Clifton et al.
(1989) menyebutkan nikardipin intravena
dengan dosis 8 mg/jam dapat menurunkan
tekanan darah diastolik hingga 15,2%.
Penelitian mengenai hipertensi
emergensi masih terbatas dan belum banyak
dilakukan di Indonesia. Terbatasnya
ketersediaan obat antihipertensi emergensi di
Indonesia dan mengingat pentingnya
penanganan yang cepat pada penderita
hipertensi emergensi di rumah sakit, mendorong
peneliti ingin melakukan penelitian mengenai
hipertensi emergensi. Hasil observasi di RSUD
Kota Semarang menunjukkan bahwa obat
antihipertensi emergensi yang digunakan yaitu
nikardipin dan diltiazem. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penelitian perbandingan respon
klinik nikardipin dengan diltiazem pada pasien
hipertensi emergensi.
METODE
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian termasuk penelitian deskriptif
dengan rancangan penelitian cohort. Metode
pengambilan data dilakukan secara retrospektif
dari catatan rekam medik pasien hipertensi
emergensi yang dirawat inap di RSUD Kota
Semarang periode Januari - Desember 2014.
Populasi dan Subjek penelitian
Subjek dalam penelitian adalah semua
pasien yang didiagnosis hipertensi emergensi
yang menjalani rawat inap di RSUD Kota
Semarang periode Januari-Desember 2014.
Kriteria inklusi penelitian antara lain pasien
dengan diagnosis hipertensi emergensi dimana
tekanan darah diastoliknya ≥120 mmHg disertai
kerusakan organ, menerima terapi antihipertensi
nikardipin atau diltiazem, dan merupakan
pasien rawat inap. Kriteria eksklusi antara lain
pasien dengan data rekam medik yang tidak
lengkap dan pasien yang masuk RS lalu
meninggal dunia dalam waktu < 8 jam.
Analisis Data
Data karakteristik pasien meliputi usia,
jenis kelamin, kerusakan organ, dan obat
antihipertensi lain yang digunakan dianalisis
menggunakan analisis deskriptif dan Chi-Square
goodness of fit test. Data karakteristik pasien
meliputi usia, berat badan, tekanan darah, mean
arterial pressure (MAP), dan denyut jantung
dianalisis menggunakan analisis deskriptif dan
uji T dua sampel independen atau Mann-
Whitney. Analisis data yang digunakan untuk
membandingkan respon klinik antara nikardipin
dengan diltiazem menggunakan uji T dua
sampel independen atau Mann-Whitney.
Analisis data digunakan untuk mengendalikan
counfounding factor yang diperkirakan dapat
mempengaruhi variabel tergantung seperti
terapi farmakologi lain yang diterima pasien,
dianalisis menggunakan analisa kovariansi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Subjek Penelitian
Jumlah subjek yang digunakan pada
penelitian ini sebanyak 117 subjek penelitian
yang termasuk kriteria inklusi, yaitu 66 subyek
kelompok nikardipin dan 51 subjek kelompok
diltiazem. Tabel I menunjukkan bahwa secara
umum karakteristik kedua kelompok tidak jauh
berbeda karena sebagian besar karakteristik
bernilai p>0,05.
Hasil Pengukuran Mean Arterial Pressure
(MAP), Tekanan Darah, dan Denyut Jantung
Berdasarkan Tabel II diketahui bahwa
MAP antara kelompok nikardipin dengan
Volume 5 Nomor 3 – September 2015
174
Tabel I. Karakteristik Dasar Subjek Penelitian
n (%) Kelompok
Karakteristik Nikardipin Diltiazem Nilai p
Rerata ± SB n (%) n (%)
Rerata ± SB Rerata ± SB
Jenis Kelamin Laki-laki 48 (41) 30 (45,5) 18 (35,3) 0,083**
Perempuan 69 (59) 36 (54,5) 33 (64,7) 0,718**
Umur (tahun) Rerata 53,61±10,05 54,45±10,16 52,51±9,88 0,321*
Berat badan Rerata 60,62±11,35 61,64±12,49 59,45±9,91 0,354*
(kg)
Mean Arterial Rerata 158,02±12,62 159,27±11,56 156,39±13,82 0,084***
Pressure
(MAP)
Tekanan darah Rerata 216,01±25,03 218,76±24,52 212,45±25,46 0,949*
sistolik
(mmHg)
Tekanan darah Rerata 129,01±11,61 129,42±11,36 128,47±12,00 0,574*
diastolik
(mmHg)
Denyut jantung Rerata 97,94±18,69 98,84±18,64 96,80±18,87 0,563*
Kerusakan SI 35 (29,9) 20 (30,3) 15 (29,4) 0,398**
organ AMI 11 (9,4) 6 (9,1) 5 (9,8) 0,091**
SH 27 (23,1) 16 (24,2) 11 (21,6) 0,926**
CHF 11 (9,4) 7 (10,6) 4 (7,8) 0,818**
CKD 30 (25,6) 17 (25,8) 13 (25,5) 0,533**
RTP 3 (2,6) 0 3 (5,9) -
Antihipertensi ACEI 48 (41) 25 (37,9) 20 (39,21) 0,556**
lain yang ARB 67 (57,3) 37 (56,1) 30 (58,82) 0,731**
digunakan Diuretik 38 (32,5) 18 (27,3) 23 (45,10) 0,610**
CCB 85 (72,6) 44 (66,7) 41 (80,39) 0,160**
Lain-lain 11 (9,4) 5 (7,6) 6 (11,76) 0,091**
Keterangan:
*uji independent sample t-test, **uji Chi-square goodness of fit, *** uji Mann Whitney nilai signifikansi p=0,05
SI= stroke iskemik, AMI= acute myocardial infarc, SH=stroke haemorrhagic, CHF=congestive heart failure,
CKD= chronic kidney disease, RTP=retinopati, ACEI= angiotensin converting enzyme inhibitor,
ARB=angiotensin II reseptor blocker, CCB= calcium channel blocker
diltiazem tidak berbeda bermakna (p>0,05). Pada
kelompok nikardipin sebanyak 41 (62,1%)
pasien tercapai target MAP dan pada kelompok
diltiazem sebanyak 45 (88,2%) tercapai target
MAP. Berdasarkan Varon dan Marik (2007),
target penurunan tekanan darah pada penderita
hipertensi emergensi adalah tekanan darah
distolik berkurang secara bertahap sampai <110
mmHg atau penurunan MAP sebesar tidak lebih
dari 25% selama beberapa menit sampai dengan
1 jam. Mean Arterial Blood Pressure (MABP)
mengalami penurunan sebesar 22% setelah 1 jam
pertama pemberian diltiazem intavena
(Onoyama, 1987).
Pada penelitian ini ketercapaian tekanan
darah sistolik pada kelompok nikardipin
sebanyak 22 (33,8%) pasien, sedangkan pada
kelompok diltiazem sebanyak 17 (33,3%) pasien.
Tabel III menunjukkan rerata tekanan darah
sistolik kelompok nikardipin sebelum terapi
218,76±24,52 mmHg dan sesudah terapi menjadi
180,06±32,35 atau menurun 17,69%, sedangkan
kelompok diltiazem tekanan darah sistolik awal
212,45±25,46 mmHg menjadi 174,98±28,92
mmHg atau menurun 17,63%. Tidak terdapat
perbedaan bermakna dalam menurunkan
tekanan darah sistolik antara kelompok
nikardipin dan diltiazem (p>0,05).
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
175
Tabel II. Perbandingan MAP Pemberian Nikardipin dengan Diltiazem
Keseluruhan Nikardipin Diltiazem
Nilai
p
subjek
Rerata ± SB Rerata ± SB Rerata ± SB
Median Median Median
MAP sebelum 158,02±29,27 159,27±11,56 156,39±13,82 0,084*
pemberian obat 155 157 153
MAP sesudah 131,94±12,62 136,25±16,57 137,29±13,18 0,310*
pemberian obat 133 133 137
*uji Mann-Whitney nilai signifikansi p=0,05
Tabel III. Perbandingan Tekanan Darah Sistolik Pemberian Nikardipin dengan Diltiazem
Keseluruhan
subjek
Nikardipin Diltiazem
Nilai p
Rerata ± SB Rerata ± SB Rerata ± SB
Median Median Median
TD sistolik sebelum 216,13±24,74 218,76±24,52 212,45±25,46 0,178*
pemberian obat 214 220 210
TD sistolik sesudah 173,04±31,55 180,06±32,35 174,98±28,92 0,855*
pemberian obat 175 180 180
*uji T dua sampel independen nilai signifikansi p=0,05
Penelitian yang dilakukan oleh
Maleskar dan Hilleman (2012) menyebutkan
rerata penurunan tekanan darah sistolik
menggunakan nikardipin sebesar 22,7±11,6
mmHg. Pada 1 jam pertama pemberian
diltiazem intravena rerata tekanan darah sistolik
menurun dari 224 mmHg mmHg menjadi 174
mmHg, atau menurun 27,3±9,0% (Onoyama,
1987).
Ketercapaian tekanan darah diastolik
pada penelitian ini untuk kelompok nikardipin
sebanyak 44 (67,7%) pasien, sedangkan pada
kelompok diltiazem sebanyak 34 (66,7%) pasien.
Berdasarkan Tabel IV rerata tekanan darah
diastolik awal kelompok nikardipin sebesar
129,42±11,36 mmHg dan setelah 8 jam
101,51±16,68 mmHg atau menurun sebesar
21,56%. Pada kelompok diltiazem rerata tekanan
darah diastolik sebelum terapi sebesar
128,47±12,00 mmHg dan setelah 8 jam
102,39±16,31 mmHg atau menurun sebesar
20,30%. Tekanan darah diastolik setelah
pengobatan antara kelompok nikardipin dan
diltiazem tidak berbeda signifikan (p>0,05).
Diltiazem dapat menurunkan tekanan darah
sistolik sebesar 24,6% dan diastolik 26,9%
(Onoyama, 1987). Pada penelitian yang
dilakukan oleh Yang et al. (2004), diketahui
tekanan darah diastolik sebelum terapi 114±17
mmHg, dan sesudah terapi 79±12 mmHg
(p<0,05), sedangkan penelitian Maleskar dan
Hilleman (2012), diketahui nikardipin dapat
menurunkan tekanan darah diastolik sebesar
13,6±7,9 mmHg (p>0,05). Penurunan tekanan
darah secara cepat dibutuhkan pada pasien
hipertensi emergensi untuk mencegah kematian
(Leunissen dan Kooman, 1998).
Pada penelitian ini pasien hanya
mendapatkan nikardipin dan diltiazem
intravena pada 1 jam pertama, sedangkan untuk
selanjutnya pasien juga menerima antihipertensi
lain, baik diberikan parenteral seperti diuretik,
maupun oral (ACEI, CCB, ARB, klonidin,
spironolakton). Oleh sebab itu, dilakukan
pengukuran respon klinik pasien berupa
tekanan darah sistolik dan diastolik
menggunakan analisis statistik anakova (analisis
kovarians). Hasil anakova ditunjukkan pada
Tabel V. Adapun pasien yang menerima terapi
antihipertensi lain selain nikardipin sebanyak 55
(83,33%) pasien dan selain diltiazem sebanyak
46 (90,2%) pasien. Pasien yang tidak menerima
terapi antihipertensi lain selain nikardipin dan
diltiazem sebanyak 16 (13,67%) adalah pasien
stroke, baik stroke iskemik maupun stroke
Volume 5 Nomor 3 – September 2015
176
Tabel V. Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Setelah 8 Jam Pemberian Nikardipin dengan Diltiazem
Dikombinasi dengan Antihipertensi Lain
Nikardipin
Rerata±SB
Diltiazem
Rerata±SB
Nilai p
TD sistolik 8 jam setelah
diterapi
174,09±28,03 173,02±35,39 0,996
TD diastolik 8 jam
setelah diterapi
199,67±16,25 102,39±16,31 0,556*
*Uji analysis of covariance nilai signifikansi p=0,05
Tabel VI. Pengukuran Denyut Jantung Sebelum dan Sesudah Diberikan Nikardipin dan Diltiazem
Keseluruhan
subjek
Nikardipin Diltiazem
Nilai p
Rerata ± SB Rerata ± SB Rerata ± SB
Median Median Median
Denyut jantung sebelum
pemberian obat
97,94±18,69 98,84±18,64 96,80±18,87 0,563*
96 (60-160) 97,5 (60-139) 91 (70-160)
Denyut jantung sesudah
pemberian obat
93,62±18,10 97,12±18,61 89,22±16,58 0,019*
92 (64-145) 94,5 (66-145) 88 (64-135)
Tabel IV. Perbandingan Tekanan Darah Diastolik Pemberian Nikardipin dengan Diltiazem
* Uji T dua sampel independen **uji Mann-Whitney nilai signifikansi p=0,05
hemoragik. Hipertensi pada intracerebral bleeding
direkomendasikan oleh American Heart
Association diberikan penanganan jika tekanan
darah lebih dari 180/105 mmHg. Pasien dengan
stroke iskemik membutuhkan tekanan sistemik
yang cukup untuk mempertahankan perfusi di
distal obstruksi. Oleh karena itu, tekanan darah
harus dimonitor ketat dalam 1–2 jam pertama
(Cherney dan Straus, 2002). Berdasarkan hasil
analysis of covariance, didapatkan hasil tekanan
darah sistolik dan diastolik tidak berbeda
bermakna (p>0,05) meskipun nikardipin dan
diltiazem diberikan bersama dengan
antihipertensi lain, baik parenteral maupun oral
seperti diuretik, captopril, valsartan, amlodipin,
klonidin dan spironolakton, sehingga dapat
dikatakan respon klinik nikardipin dan
diltiazem dalam menurunkan tekanan darah
sistolik maupun diastolik tidak dipengaruhi oleh
antihipertensi lain. Calcium Channel Blocker (CCB)
efektif dalam menurunkan tekanan darah, baik
diberikan secara tunggal maupun kombinasi
(Jamerson et al., 2008; Staessen dan Birkenhäger,
2005).
Pada penelitian ini, penurunan denyut
jantung pada kelompok nikardipin sebanyak 37
(57,8%) pasien, sedangkan pada kelompok
diltiazem sebanyak 38 (74,5%) pasien. Rerata
denyut jantung sebelum diberikan nikardipin
98,84±18,64, dan sesudah 8 jam 97,12±18,61 kali
per menit atau menurun sebanyak 1,74%.
Denyut jantung sebelum diberikan diltiazem
96,80±18,87 dan sesudah sebesar 89,22±16,58 kali
per menit atau menurun sebesar 7,83%.
Pada perbandingan nikardipin dengan
labetalol pada 141 pasien hipertensi emergensi,
Keseluruhan
subjek
Nikardipin Diltiazem
Nilai p
Rerata ± SB Rerata ± SB Rerata ± SB
Median Median Median
TD sistolik sebelum 129,01±11,61 129,42±11,36 128,47±12,00 0,574**
pemberian obat mmHg mmHg mmHg
125 127 124
TD sistolik sesudah 101,42±16,23 101,51±16,68 102,39±16,31 0,571*
pemberian obat mmHg mmHg mmHg
100 100 100
Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
177
menunjukkan bahwa nikardipin dapat
meningkatkan denyut jantung pada 30 menit
pertama (p=0,012 pada 5 menit pertama, p<0,01
selanjutnya) (Cannon et al., 2013). Pada
penelitian yang dilakukan oleh Onoyama (1987)
diketahui bahwa diltiazem dapat menurunkan
denyut jantung sebesar 8,9%.
KESIMPULAN
Nikardipin dan diltiazem mempunyai
respon klinik yang berbeda tetapi tidak
bermakna dalam menurunkan tekanan darah
sistolik, diastolik, dan MAP pasien hipertensi
emergensi (p>0,05). Nikardipin dan diltiazem
masing-masing dapat menurunkan denyut
jantung yang berbeda bermakna pada pasien
hipertensi emergensi (p<0,05).
DAFTAR PUSTAKA
AHA, 2014, Hypertensive Crisis, American Heart
Association, Dallas.
Cannon, C.M., Levy, P., Baumann, B.M.,
Borczuk, P., Chandra, A., Cline, D.M., et
al., 2013, Intravenous Nicardipine and
Labetalol Use in Hypertensive Patients
with Signs or Symptoms Suggestive of
End-Organ Damage in the Emergency
Department: a Subgroup Analysis of the
CLUE trial, British Medical Journal Open,
3(3): 1-7.
Cherney, D., Straus, S., 2002, Management of
Patients with Hypertensive Urgencies and
Emergencies, Journal of General Internal
Medicine, 17: 937–945.
Chobanian A.V., Bakris G.L., Black H.R., et al.,
2003, The Seventh Report of the Joint
National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure: The JNC 7 Report,
The Journal of the American Medical
Association, 289(19): 2560–2571.
Clifton, G.G., Cook, M.E., Bienvenu, G.S., Wallin,
J.D., 1989, Intravenous Nicardipine
in Severe Systemic Hypertension, The
American Journal of Cardiology, 64(15): H16–
H18.
Depkes RI, 2006, Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Hipertensi, Direktorat Jenderal
Bina Farmasi, Jakarta.
Idham, I., 2008, Management Strategy in
Hypertensive Crisis: The Role of Nicardipine,
Department of Cardiology and Vascular
Medicine Faculty of Medicine University
of Indonesia National Cardiovascular
Center Harapan Kita, Jakarta.
Jamerson, K., Weber, M.A., Bakris, G.L., Dahlöf,
B., Pitt, B., Shi, V., et al., 2008, Benazepril
plus Amlodipine or Hydrochlorothiazide
for Hypertension in High-Risk Patients,
New England Journal of Medicine, 359(23):
2417–2428.
Leunissen, K.M.L., dan Kooman, J.P., 1998,
Hypertensive Emergencies in Ronco, C.,
dan Bellomo, R., Critical Care Nephrology,
2nd Ed, Saunders, Philadelphia.
Malesker, M.A., Hilleman, D.E., 2012,
Intravenous Labetalol Compared with
Intravenous Nicardipine in the
Management of Hypertension in Critically
Ill Patients, Journal of Critical Care, 27(5):
528.e7–528.e14.
Onoyama, 1987, Effect of a Diltiazem on Severe
Systemic Hypertension, Current Therapeutic
Research, 42(6).
Ramos, A.P., Varon, J., 2014, Current and Newer
Agents for Hypertensive Emergencies,
Current Hypertension Reports, 16(7): 1–8.
Staessen, J.A., Birkenhäger, W.H., 2005, Evidence
that New Antihypertensives are Superior
to Older Drugs, The Lancet, 366(9489): 869–
871.
Suhardjono, 2012, Penatalaksanaan Hipertensi
Kompleks dan Hipertensi Krisis, Jurnal
Medika, I(XXXVIII): 65.
Varon, J., Marik, P. E., 2007, Hypertensive
Crises: Challenges and Management,
Chest, 131(6): 1949–1962.
Varon, P.J., 2008, Treatment of Acute Severe
Hypertension, Drugs, 68(3): 283–297.
Yang, H.J., Kim, J.G., Lim, Y.S., Ryoo, E., Hyun,
S.Y., dan Lee, G., 2004, Nicardipine versus
Nitroprusside Infusion as
Antihypertensive Therapy in Hypertensive
Emergencies, Journal of International
Medical Research, 32(2): 118–123.