PERBEDAAN KADAR VITAMIN D 25-OH BERDASARKAN DURASI
PAPARAN SINAR MATAHARI
(Skripsi)
Oleh
RISKITA FIANNISA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
ABSTRACT
DIFFERENCES OF VITAMIN D-25-OH LEVELS BASED ON SUN LIGHT
EXPOSURE DURATION
By
RISKITA FIANNISA
Background: Vitamin D is a structure needed for various metabolic processes in
the body. Synthesis in the skin during sun exposure is the main source of vitamin
D. Sun exposure for 5-30 minutes at least twice / week on facial skin, arms, back,
or legs (without using sunscreen) is sufficient for vitamin D synthesis. The
objective of this research is to determine the difference in the average difference
in levels of vitamin D 25-OH after exposure to sunlight for 15 minutes and 30
minutes.
Method: This study is an experimental study with a pre-test post-test method of 8
samples divided into two groups; 15 minutes exposure (P1) and 30 minutes
exposure (P2). Examination of vitamin D 25-OH levels was carried out in the
Prodia laboratory using chemiluminescent immunoassay (CLIA) and
chemiluminescent micro particle immunoassay (CMIA) methods. Data were
analyzed using a statistical T-Test.
Result: The average difference in levels of vitamin D 25-OH after being exposed
to sunlight for 15 minutes at 1.46 ng / mL and after being exposed to sunlight for
30 minutes at 6.43 ng / mL. Statistical analysis showed that there was no
significant difference in the difference in levels of vitamin D 25-OH after being
exposed to sunlight for 15 minutes and 30 minutes with a p value> 0.05, 0.229.
Conclusion: There is no significant difference in the difference in levels of
vitamin D 25-OH after exposure to sunlight for 15 minutes and 30 minutes.
Keywords: duration, sun exposure, vitamin D, vitamin D 25-OH.
ABSTRAK
PERBEDAAN KADAR VITAMIN D 25-OH BERDASARKAN DURASI
PAPARAN SINAR MATAHARI
Oleh
RISKITA FIANNISA
Latar Belakang: Vitamin D merupakan struktur yang dibutuhkan untuk berbagai
proses metabolisme di dalam tubuh. Sumber utama vitamin D berasal dari
pembuatan pada kulit saat terpapar sinar matahari. Paparan sinar matahari selama
5-30 menit sedikitnya dua kali/minggu pada kulit wajah, lengan, punggung, atau
tungkai (tanpa menggunakan tabir surya) cukup adekuat untuk sintesis vitamin D.
Mengetahui perbedaan rerata selisih kadar vitamin D 25-OH setelah terpapar sinar
matahari selama 15 menit dan 30 menit.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode pre
test post test dengan jumlah sampel 8 orang yang dibagi menjadi dua kelompok;
pemaparan 15 menit (P1) dan pemaparan 30 menit (P2). Pemeriksaan kadar
vitamin D 25-OH dilakukan di laboratorium Prodia dengan metode
chemiluminescent immunoassay (CLIA) dan chemiluminescent microparticle
immunoassay (CMIA). Data dianalisis menggunakan uji statistik T-Test.
Hasil: Rerata selisih kadar vitamin D 25-OH setelah terpapar sinar matahari
selama 15 menit sebesar 1.46 ng/mL dan setelah terpapar sinar matahari selama
30 menit sebesar 6.43 ng/mL. Analisis statistik didapatkan tidak terdapat
perbedaan rerata selisih kadar vitamin D 25-OH yang signifikan setelah terpapar
sinar matahari selama 15 menit dan 30 menit dengan nilai p>0.05 yaitu 0.229.
Kesimpulan: Tidak terdapat perbedaan rerata selisih kadar vitamin D 25-OH
yang signifikan setelah terpapar sinar matahari selama 15 menit dan 30 menit.
Kata Kunci: durasi, paparan sinar matahari, vitamin D, vitamin D 25-OH.
PERBEDAAN KADAR VITAMIN D 25-OH BERDASARKAN DURASI
PAPARAN SINAR MATAHARI
Oleh
RISKITA FIANNISA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Pendidikan Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, tanggal 19 Juni 1996, merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara, dari Bapak Gatot Eko Andoyo dan Ibu Sonya Linda.
Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Islam Al-Azhar 8
Jakapermai Bekasi tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Islam Al-
Azhar 6 Jakapermai pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP)
diselesaikan di SMP Negeri 27 Jakarta pada tahun 2011, dan Sekolah Menengah
Atas (SMA) diselesaikan di SMA Negeri 61 Jakarta pada tahun 2014.
Tahun 2016 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN). Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti beberapa kegiatan
yang terdapat di Universitas Lampung, Penulis tercatat sebagai anggota organisasi
FSI Ibnu Sina.
Untuk setiap doa yang tak pernah ku dengar
setiap usaha yang tak pernah kau umbar
setiap harapan yang selalu kau simpan
Ibu, Papa, Kakak, dan Adik
Kupersembahkan Karya Sederhana Ini Untukmu
“Mudah-mudahan saya jadi atas pilihan ilmu Allah (khair lawan syar) lagi
yang memberi kepastian atas pilihan masing-masing”
SANWACANA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahirabbil’alamin. Syukur kepada Allah SWT berkat rahmat, petunjuk
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi dengan judul “Perbedaaan Kadar Vitamin D 25-OH berdasarkan Durasi
Paparan Sinar Matahari” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan masukan, saran,
bimbingan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Karomani, M. Si., selaku Rektor Universitas Lampung;
2. Dr. Dyah Wulan S.R.W, SKM., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung;
3. dr. Agustyas Tjiptaningrum, Sp. PK., selaku Pembimbing 1 yang telah
meluangkan waktu dan bersedia untuk memberikan bimbingan, ilmu, kritik,
saran, nasehat, serta motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini;
4. dr. Dwita Oktaria, M. Pd. Ked., selaku Pembimbing 2 yang telah
meluangkan waktu dan bersedia untuk memberikan bimbingan, ilmu, kritik,
saran, nasehat, serta motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini;
5. dr. Rasmi Zakiah Oktarlina, M. Farm., selaku Pembahas yang telah bersedia
memberikan waktu, koreksi, kritik, saran, serta nasehat yang membangun
untuk perbaikan skripsi penulis;
6. dr. Tri Umiana Soleha, M. Kes., selaku Pembimbing Akademik yang telah
bersedia memberikan nasehat dan memotivasi penulis dalam bidang
akademik;
7. Seluruh staf Dosen FK Unila, yang telah bersedia memberikan ilmu,
pembekalan, motivasi, dan bantuan untuk mewujudkan cita-cita yang
dimiliki oleh penulis;
8. Seluruh Civitas Akademik FK Unila, yang telah memberikan bantuan bagi
penulis selama menjadi Mahasiswa FK Unila;
9. Papa dan Ibu tercinta, Bapak Gatot Eko Andoyo dan Ibu Sonya Linda,
terimakasih atas segala doa, cinta, kekuatan, nasehat, segala dukungan fisik
dan psikis, serta jerih payah yang selalu diberikan hingga saat ini.
10. Kakak dan Adikku tercinta, Rizkiarty Karisza Andoyo dan Trie Uyun
Tawamala yang selalu menjadi sahabat, terimakasih selalu memberi
semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini.
11. Ponakan yang sudah seperti adik, Chinta Karina, yang selalu memberi
semangat dan dukungan.
12. Sahabat terbaik, Fahmi Ikhtiar, yang selalu ada memberi dukungan,
bantuan, dan semangat dalam segala situasi.
13. Teman-teman selama perkuliahan, Elin, Tesa, Jihan, Rahma, Melia, Yovani,
yang telah berbagi suka dan duka selama masa perkuliahan.
14. Subjek Penelitian yang telah membantu berjalannya penelitian ini.
15. Laboratorium Prodia yang telah membantu proses penelitian ini.
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu, memberikan pemikiran, dan dukunganya dalam pembuatan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua
pihak demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pembacanya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung, Januari 2020
Penulis
Riskita Fiannisa
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ........................................................................................................ i
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
DAFTAR TABEL................................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………..v
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 5
1.3 Tujuan ........................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ...................................................................... 5
1.3.2 Tujuan Khusus ..................................................................... 5
1.4 Manfaat ......................................................................................... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 7
2.1 Vitamin D ...................................................................................... 7
2.2 Manfaat Vitamin D ....................................................................... 8
2.3 Metabolisme Vitamin D ................................................................ 9
2.4 Faktor Risiko Defisiensi Vitamin D ............................................ 13
2.5 Sumber Vitamin D ...................................................................... 16
2.6 Kerangka Teori............................................................................ 18
2.7 Kerangka Konsep ........................................................................ 18
2.8 Hipotesis ...................................................................................... 19
2.8.1 Hipotesis Nol ..................................................................... 19
2.8.2 Hipotesis Satu .................................................................... 19
BAB III. METODE PENELITIAN................................................................... 20
3.1 Desain Penelitian ......................................................................... 20
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ...................................................... 20
3.2.1 Waktu Penelitian ................................................................ 20
3.2.2 Lokasi Penelitian ............................................................... 20
3.3 Populasi dan Sampel ................................................................... 20
3.3.1 Populasi ............................................................................. 20
3.3.2 Besar Sampel ..................................................................... 21
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ............................................. 24
ii
3.3.4 Kelompok Perlakuan ......................................................... 24
3.4 Kriteria Sampel ........................................................................... 25
3.4.1 Kriteria Inklusi ................................................................... 25
3.4.2 Kriteria Eksklusi ................................................................ 25
3.5 Variabel ....................................................................................... 25
3.5.1 Variabel Dependen ............................................................ 25
3.5.2 Variabel Independen .......................................................... 25
3.6 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................... 26
3.7 Definisi Operasional.................................................................... 26
3.8 Alur Kerja.................................................................................... 27
3.9 Pengumpulan Data ...................................................................... 28
3.10 Analisis Data ............................................................................... 28
3.11 Etika Penelitian ........................................................................... 28
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 29
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 29
4.1.1 Analisis Univariat .............................................................. 29
4.1.2 Analisis Bivariat ................................................................ 30
4.2 Pembahasan ................................................................................. 33
4.3 Keterbatasan Penelitian ............................................................... 36
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 38
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 38
5.2 Saran ........................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 41
LAMPIRAN
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori .............................................................................. 18
Gambar 2. Kerangka Konsep .......................................................................... 18
Gambar 3. Alur Kerja Penelitian ..................................................................... 27
iv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Kelompok Perlakuan .......................................................................... 24
Tabel 2. Definisi Operasional ........................................................................... 26
Tabel 3. Kadar Vitamin D 25-OH Awal……………………………….……..29
Tabel 4. Kadar Vitamin D 25-OH pre test dan post test P1...…….…………..31
Tabel 5. Kadar Vitamin D 25-OH pre test dan post test P2………….……….31
Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Shapiro-Wilk Rerata Kadar Vitamin D 25-OH……...32
Tabel 7. Hasil Uji Paired T-Test……………………………………………………..32
Tabel 8. Hasil Uji Independent T-Test…………………………………………….....33
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Persetujuan Etik ................................................................. 45
Lampiran 2. Informed Consent ........................................................................ 46
Lampiran 3. Hasil Pemeriksaan Kadar Vitamin D 25-OH Awal ..................... 49
Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Kadar Vitamin D 25-OH Akhir .................... 55
Lampiran 5. Hasil Analisis Data ...................................................................... 61
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara tropis yang hampir sepanjang tahun disinari oleh
sinar matahari. Negara yang secara geografis berada di dekat garis ekuator
akan mendapat sinar matahari yang cukup seperti Indonesia yang setiap
hari mendapat sinar matahari selama 12 jam. Sinar matahari sangat
bermanfaat untuk kehidupan manusia sehari-hari, salah satu manfaat untuk
kesehatan yaitu untuk mengaktifasi vitamin D dalam tubuh. Pajanan
ultraviolet B pada sinar matahari merupakan sumber utama untuk
mengawali pembentukan vitamin D pada kulit (Pusparini, 2014). Vitamin
D yang didapatkan dari sintesis oleh radiasi sinar ultraviolet B merupakan
sumber paling baik dan tidak didapatkan kasus intoksikasi vitamin D
akibat paparan sinar matahari berlebihan (Holick, 2007). Orang – orang
yang tinggal di dekat ekuator yang terpapar sinar matahari tanpa
menggunakan pelindung sejenis tabir surya mempunyai konsentrasi serum
25(OH)D total di atas 30 ng/mL (Forman et al., 2007).
Vitamin D bersifat larut dalam lemak dan merupakan struktur molekul
steroid yang dibutuhkan untuk berbagai proses metabolisme di dalam
tubuh (Tsiaras and Weinstock, 2011). Ada dua sumber vitamin D yaitu
dari pembuatan pada kulit dengan sinar matahari dan dari asupan
2
makanan. Sumber vitamin D yang berasal dari makanan ditemukan dalam
minyak ikan, telur, mentega, hati, ikan seperti makarel, salmon, sarden dan
tuna. Selain itu, banyak makanan yang sudah difortifikasi vitamin D,
terutama produk susu dan sereal. Makanan nabati umumnya rendah
kandungan vitamin D (Zgaga et al., 2011; Pusparini, 2014).
Kadar vitamin D 25 (OH) yang dianjurkan yaitu 30-100 ng/mL dalam
serum dan 40-60 ng/mL dalam darah. Kadar vitamin D 25 (OH) di bawah
20 ng/mL adalah batasan defisiensi vitamin D (Grober et al., 2013;
Pusparini, 2014). Data prevalensi defisiensi vitamin D pada Wanita Usia
Subur (WUS) di berbagai negara negara Eropa, Amerika, dan Asia
(Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, India, Jepang dan Hongkong)
bervariasi dari 42%-90% (Rimahardika, Subagio and Wijayanti, 2017).
Sebuah studi di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi defisiensi
vitamin D sebesar 50% pada wanita berusia 45-55 tahun. Selain itu,
penelitian lain di Jakarta dan Bekasi menunjukkan bahwa 74 subjek wanita
berusia 60-75 tahun mengalami defisiensi vitamin D cukup tinggi sebesar
35.1% (Setiati, 2008). Selain itu, hasil penelitian kolaborasi Malaysia dan
Indonesia yang dilakukan di Kuala Lumpur dan Jakarta menemukan
peserta mempunyai rata-rata konsentrasi serum 25(OH)D sebesar 48
nmol/L sedangkan defisiensi vitamin ini di Indonesia sebesar 63%.
Berdasarkan studi yang dilakukan di negara Indonesia dan Malaysia dapat
disimpulkan bahwa orang yang tinggal di negara tropis khatulistiwa tidak
sepenuhnya terjamin status vitamin D nya (Green et al., 2008). Data
3
prevalensi defisiensi vitamin D sangat bervariasi pada tiap negara yang
berbeda (Rimahardika, 2016).
Faktor penyebab kurangnya vitamin D yaitu pada kurangnya paparan sinar
matahari, kurangnya aktivitas di luar ruangan, gaya hidup yang cenderung
menghindari sinar matahari, penggunaan tabir surya, pakaian, rendahnya
asupan makanan kaya vitamin D seperti susu dan makanan yang
difortifikasi, adanya kecenderungan mengurangi bahan makanan tinggi
lemak yang pada akhirnya mengakibatkan rendahnya asupan vitamin D
serta bekerja di dalam ruangan dalam jangka waktu yang panjang.
Defisiensi vitamin ini dapat diatasi dengan meningkatkan sintesis vitamin
D melalui pajanan sinar matahari, fortifikasi makanan atau memberikan
suplementasi vitamin D (Micheal F Holick, 2004; Paramita and Louisa,
2017).
Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan beberapa penyakit juga
keganasan. Penyakit akibat defisiensi vitamin D yaitu kelainan pada tulang
yang dinamakan riketsia pada anak-anak dan osteomalasia pada orang
dewasa. Selain itu, defisiensi vitamin D dilibatkan sebagai kemungkinan
faktor risiko dalam etiologi berbagai penyakit, termasuk kondisi
nonskeletal. Biasanya vitamin D hanya dikaitkan dengan kesehatan tulang
dan metabolisme kalsium. Namun, baru-baru ini defisiensi vitamin D
dilibatkan sebagai faktor risiko dari berbagai penyakit, termasuk pada
kondisi organ non-skeletal yaitu dapat meningkatkan terjadinya risiko
diabetes melitus tipe dua, gangguan kardiovaskular yang disebabkan
4
hipertensi, obesitas dan gangguan profil lipid, kanker, infeksi dan
autoimun (Altowijri et al., 2018).
Paparan sinar matahari pada kulit merupakan cara terbaik untuk sintesis
vitamin D dari previtamin D yang terdapat di bawah kulit. Radiasi
ultraviolet B (UVB) dengan panjang gelombang 290-315 nm yang berasal
dari matahari pada kulit akan mengawali perubahan 7-dehidrokolesterol di
kulit menjadi previtamin D3 yang selanjutnya terjadi isomerasi menjadi
D3 melalui proses yang termosensitif. Tidak ada kejadian kasus
intoksikasi karena paparan UVB jangka panjang menyebabkan inaktivasi
lokal previtamin D3 dan vitamin D3 (Paramita and Louisa, 2017).
Vitamin D yang dihasilkan kulit akan berada di dalam darah dua kali lebih
lama dibandingkan vitamin D yang berasal dari makanan. Paparan sinar
matahari selama 5-30 menit sedikitnya dua kali/minggu pada kulit wajah,
lengan, punggung, atau tungkai (tanpa menggunakan tabir surya) cukup
adekuat untuk sintesis vitamin D (Paramita and Louisa, 2017). Paparan
sinar matahari pukul 07.00 dan 16.00 memiliki intensitas sinar UVB yang
paling rendah yaitu 0,1-0,4 minimal erythemal dose (MED) dan semakin
meningkat pada siang hari. Intensitas sinar UVB pada pukul 10.00-14.00
berada di puncak tertinggi yaitu 1-2 MED (Setiati, Oemardi and Sutrisna,
2007).
5
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan rerata kadar vitamin D 25-OH sebelum dan
sesudah terpapar sinar matahari?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan kadar vitamin D 25-OH setelah terpapar
sinar matahari selama 15 menit dan 30 menit.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui rerata kadar vitamin D 25-OH pada subjek
penelitian sebelum terpapar sinar matahari.
2. Mengetahui kadar vitamin D 25-OH setelah terpapar sinar
matahari selama 15 menit.
3. Mengetahui perbedaan rerata kadar vitamin D 25-OH sebelum
dan sesudah terpapar sinar matahari selama 15 menit.
4. Mengetahui kadar vitamin D 25-OH setelah terpapar sinar
matahari selama 30 menit.
5. Mengetahui perbedaan rerata kadar vitamin D 25-OH sebelum
dan sesudah terpapar sinar matahari selama 30 menit.
6. Mengetahui perbedaan rerata selisih kadar vitamin D 25-OH
setelah terpapar sinar matahari selama 15 menit dan 30 menit.
6
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik yang bersifat
teoritis maupun praktis:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui
manfaat sinar matahari terhadap vitamin D yang dapat berdampak
pada kesehatan tubuh.
2. Manfaat Kepentingan Praktis/ Pelayanan Kesehatan
a. Bagi Masyarakat atau Subyek penelitian
Meningkatkan pengetahuan mengenai gizi masyarakat dengan
mengetahui paparan sinar matahari untuk tubuh adalah hal baik
dan sebagai salah satu wujud pelayanan kesehatan yang
diberikan peneliti kepada subyek penelitian.
b. Bagi Petugas Kesehatan dan Pemerintah
Sebagai bahan referensi bagi para petugas kesehatan dan
pemerintah sehingga mereka dapat memberikan informasi,
arahan kepada masyarakat khususnya untuk orang yang jarang
terpapar sinar matahari agar memperhatikan pentingnya paparan
sinar matahari.
3. Manfaat bagi Peneliti Lain
Dapat dijadikan sebagai referensi penelitian selanjutnya dan dapat
dikembangkan kembali.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vitamin D
Vitamin D atau disebut juga vitamin “sunshine” merupakan sekosteroid
yang dibentuk di kulit melalui proses fotosintesis oleh sinar matahari.
Struktur vitamin D diturunkan dari senyawa steroid yang memiliki empat
cincin senyawa cyclo-pentano-perhydrophenanthrene (cincin A,B,C,D).
Cincin A, C dan D merupakan struktur cincin yang utuh, sedangkan
struktur cincin B tidak utuh lagi. Dikenal sebagai sekosteroid karena
cincin B telah lepas ikatan karbon-karbonnya. Vitamin D secara biologik
bersifat inert dan menjalani dua kali proses hidroksilasi berturut-turut di
hati dan di ginjal sehingga terbentuk metabolit aktif yaitu [1.25 (OH)2D3]
(Michael F. Holick, 2004; Martin and Campbell, 2011).
Efek biologik utama vitamin D3 aktif ialah memelihara konsentrasi serum
kalsium dalam rentang normal. Kondisi tersebut dicapai dengan
meningkatkan absorpsi usus terhadap kalsium yang berasal dari makanan
dan dengan memobilisasi cadangan kalsium di tulang untuk masuk ke
sirkulasi. Vitamin D penting untuk pembentukan skeleton dan untuk
hemostatis mineral, termasuk untuk peningkatan absorpsi kalsium dan
fosfor sehingga mineralisasi tulang tetap terpelihara (Tsiaras and
Weinstock, 2011).
8
2.2 Manfaat Vitamin D
Vitamin D memiliki peran-peran penting yang dibutuhkan oleh tubuh
salah satunya pada homeostasis mineral yaitu kalsium dan fosfat (Rodwell
et al., 2015). Kalsitriol yang merupakan bentuk aktif dari vitamin D akan
berinteraksi dengan reseptor vitamin D yang tersebar di seluruh jaringan
tubuh seperti di usus halus dan ginjal. Di usus halus, kalsitriol
meningkatkan penyerapan kalsium melalui stimulasi ekspresi epithelial
calcium channel (ECaC) dan calbindin-D9k (calcium binding protein,
CaBP). Tanpa vitamin D, metabolisme kalsium dan fosfat tidak dapat
diserap dengan baik yakni hanya 10-15% kalsium dan sekitar 60% fosfat
yang diserap. Kadar vitamin D yang cukup akan meningkatkan
penyerapan kalsium menjadi 30-40% dan fosfat sampai 80%. Manfaat
vitamin D lainnya yang sudah banyak diketahui yaitu dalam hal membantu
pengerasan tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfor tersedia
di dalam darah untuk diendapkan pada proses pengerasan tulang (Micheal
F Holick, 2004; Paramita and Louisa, 2017).
Vitamin D diperlukan untuk maturasi osteoklas. Osteoblas
mengekspresikan receptor activator of nuclear factor kB ligand
(RANKL), atau osteoprotegerin (OPG) yang akan berikatan dengan
RANK. Ikatan RANK dengan RANKL akan menyebabkan diferensiasi
dan maturasi osteoklas. Kalsitriol, PTH, dan prostaglandin menstimulasi
ekspresi RANKL, sedangkan kalsitriol menghambat produksi OPG, yang
dapat meningkatkan osteoklastogenesis dan aktivitas osteoklas. Osteoklas
matur akan melepaskan kalsium dan fosfat tulang untuk menjaga
9
keseimbangan kadar kalsium dan fosfat di darah. Kadar kalsium dan fosfat
yang adekuat berperan untuk mineralisasi tulang. Di dalam ginjal,
kalsitriol menstimulasi reabsorpsi kalsium, meningkatkan ekskresi fosfat
di urin; kalsitriol menjaga keseimbangannya melalui supresi 1α-
hydroxylase dan stimulasi 24-hidroksilase, ataupun kemampuannya
menginduksi ekspresi megalin di dalam tubulus proksimal (Setiati,
Oemardi and Sutrisna, 2007; Wacker and Holick, 2013).
Reseptor vitamin D (VDR) pada jaringan dapat membantu
mengidentifikasi kerja endokrin vitamin D. VDR terdapat pada limfosit B
dan T, folikel rambut, jaringan lemak, sel beta pankreas, sumsum tulang,
dan sel kanker. Selain itu, vitamin ini juga berperan pada diferensiasi sel,
replikasi, dan apoptosis, sehingga vitamin D dikaitkan dengan aktivitas
non-kalsemik seperti sistem imun, sekresi insulin oleh sel beta pankreas,
fungsi jantung, dan regulasi tekanan darah, serta perkembangan otak dan
janin (Paramita and Louisa, 2017).
2.3 Metabolisme Vitamin D
Vitamin D memiliki keunikan yang khas karena dapat disintesis di kulit
dengan bantuan sinar matahari. Vitamin D terdapat dalam dua bentuk,
yaitu vitamin D2 dan vitamin D3. Vitamin D2 (ergosterol) berasal dari
viosterol, yang kemudian oleh sinar UV diubah menjadi ergosterol.
Ergosterol adalah komponen membran sel jamur, sehingga D2 secara
alami dapat ditemukan pada jamur yang terpapar sinar matahari. Vitamin
D3 (cholecalciferol) disintesis di dalam kulit dan banyak terdapat di ikan
10
kaya minyak seperti salmon, makarel, dan hering (Holick, 2007; Martin
and Campbell, 2011).
Metabolisme vitamin D terdiri dari tiga proses yaitu sintesis, absorbsi, dan
metabolisme.
1) Sintesis
Prekusor vitamin D yang tersedia dalam fraksi sterol dalam
jaringan hewan (di bawah kulit) dalam bentuk 7-dehidrokolesterol
dan tumbuh-tumbuhan dalam bentuk ergosterol. Keduanya
membutuhkan radiasi sinar ultravioet untuk mengubahnya ke
dalam bentuk provitamin D3 (kolekalsiferol) dan D2
(ergokalsiferol). Kedua provitamin membutuhkan konversi
menjadi bentuk aktifnya melalui penambahan dua gugus hidroksil.
Gugus hidroksil pertama ditambahkan di dalam hati pada posisi 25
sehingga membentuk 25-hidroksi-vitamin D. Gugus hidroksil
kedua ditambahakan dalam ginjal sehingga membentuk 1,25-
dihidroksi-vitamin D. Provitamin D berasal dari hewan membentuk
1,25 dihidroksikolekalsiferol, dikenal sebagai kalsitriol, sedangkan
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan membentuk 1,25 dihidroksi
ergokalsiferol, dikenal sebagai erkalsitriol. Kedua bentuk vitamin
D efektif untuk manusia. Bentuk tumbuh-tumbuhan terutama
digunakan sebagai bahan tambahan makanan.
11
2) Absorbsi, Transportasi, dan Penyimpanan
Vitamin D diabsorpsi dalam usus halus bersama lipida dengan
bantuan cairan empedu. Vitamin D dari bagian atas usus halus
diangkut oleh D-plasma binding protein (DBP) ke tempat-tempat
penyimpanan di hati, kulit, otak, tulang, dan jaringan lain. Absorpsi
vitamin D pada orang tua kurang efisien bila kandungan kalsium
makanan rendah. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh gangguan
ginjal dalam memetabolisme vitamin D.
3) Metabolisme
Vitamin D3 (kolekalsiferol) dibentuk di dalam kulit oleh sinar
ultraviolet dari 7-dehidrokolesterol. Sinar matahari juga dapat
mengubah provitamin D3 menjadi bahan yang tidak aktif.
Banyaknya provitamin D dan bahan tidak aktif yang dibentuk
bergantung pada intensitas radiasi ultraviolet. Faktor lain yang
berpengaruh terhadap pembentukan provitamin D3 adalah
pigmentasi, penggunaan tabir surya (sunscreen) dan lama waktu
penyingkapan terhadap matahari (Holick, 2007).
Vitamin D3 di dalam hepar akan diubah oleh 25-hidroksiase (CYP27A1)
menjadi bentuk yang lebih aktif yaitu 25-hidroksi kolekalsiferol [25(OH)-
D3] yang lima kali lebih aktif daripada vitamin D3. Bentuk [25(OH)-D3]
adalah bentuk vitamin D yang paling banyak di dalam darah dan
banyaknya bergantung pada konsumsi dan penyingkapan tubuh terhadap
matahari. Kemudian, [25(OH)-D3] di mitokondria ginjal akan dibentuk
12
lagi menjadi bentuk yang lebih aktif yaitu kalsitriol atau 1,25-dihidroksi
kolekalsiferol [1.25 (OH)2-D3] yang 10 kali lebih aktif dari vitamin D3.
Bentuk aktif ini diubah dalam ginjal dengan bantuan 1-αhidroksiase
(CYP27B1). Kalsitriol pada usus halus meningkatkan absorpsi kalsium
dan fosfor dan pada tulang meningkatkan mobilisasinya (Tsiaras and
Weinstock, 2011).
Kalsium dan fosfor dalam serum juga mempengaruhi sintesis kalsitriol
dalam ginjal. Saat kalsium dalam serum rendah akan hormon PTH akan
disekresikan dan berperan sebagai perantara yang merangsang produksi
[1.25 (OH)2-D3] oleh ginjal. Taraf fosfat dari makanan mempunyai
pengaruh yang sama, tetapi tidak membutuhkan PTH (Wacker and Holick,
2013).
Vitamin D yang dihasilkan kulit akan berada di dalam darah dua kali lebih
lama dibandingkan vitamin D yang berasal dari makanan. Paparan sinar
matahari selama 5-30 menit antara pukul 10.00-15.00 sedikitnya dua
kali/minggu pada kulit wajah, lengan, punggung, atau tungkai (tanpa
mengenakan tabir surya) cukup adekuat untuk sintesis vitamin D. Berbagai
faktor dapat menurunkan produksi vitamin D dari kulit seperti peningkatan
pigmentasi kulit, penuaan, aplikasi topikal tabir surya. Perubahan sudut
datang sinar matahari disebabkan oleh perubahan garis lintang, musim,
waktu dapat secara signifikan mempengaruhi produksi vitamin D3 di kulit
(Mead, 2008; Martin and Campbell, 2011).
13
2.4 Faktor Risiko Defisiensi Vitamin D
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya defisiensi vitamin D, di
antaranya:
1) Kurang Terpapar Sinar Matahari
Kebiasaan yang sering menghindar dari sinar matahari merupakan
salah satu yang dapat menyebabkan defisiensi vitamin D. Seperti
kebiasaan di dalam rumah, bekerja di dalam ruangan, dan
penggunaan pakaian panjang dapat menyebabkan tidak cukupnya
paparan sinar matahari yang diperlukan oleh tubuh. Penggunaan
tabir surya juga dapat menjadi faktor risiko defisiensi vitamin D.
Paparan sinar matahari sebesar satu satuan minimal erythemal dose
(MED) yaitu mulai munculnya kemerahan yang ringan di kulit,
sudah dapat meningkatkan konsentrasi vitamin D yang setara
dengan suplementasi 10.000 –20.000 IU. Intensitas UVB sinar
matahari adalah rendah pada pukul 07.00 pagi, meningkat pada
jam-jam berikutnya sampai dengan pukul 11.00; setelah pukul
11.00 intensitas ini relatif stabil dan tinggi sampai dengan pukul
14.00 untuk kemudian menurun, dan pada pukul 16.00 mencapai
intensitas yang sama dengan pada pukul 07.00. Penelitian oleh
Holick melaporkan bahwa waktu pajanan yang dibutuhkan pada
intensitas 1 MED/jam adalah 1/4 x 60 menit atau sama dengan 15
menit (Setiati, Oemardi and Sutrisna, 2007). Paparan sinar
matahari di muka dan lengan selama 25 menit pada pukul 09.00
atau pukul 11.00–13.00 selama 15 menit sudah meningkatkan
14
konsentrasi vitamin D sebesar 2700 IU tiap kali pemaparan.
Sebaiknya untuk mencegah defisiensi vitamin D dapat dilakukan
dengan terpapar sinar matahari 15–30 menit selama 2–3
kali/minggu atau 2 jam/minggu (Martin and Campbell, 2011).
2) Asupan Vitamin D
Kuning telur, hati, minyak ikan, minyak hati ikan cod, susu
fortifikasi, dan produk susu merupakan beberapa makanan yang
mengandung vitamin D. Saat ini di pasaran juga tersedia
multivitamin yang mengandung vitamin D3 plain (vitamin D
standar) yang dapat dijadikan sebagai suplemen nutrisi tambahan.
Di samping itu, sekarang juga telah tersedia vitamin D3 yang
sudah terhidroksilasi berupa kalsitriol dan alfakalsidol. Kalsitriol
merupakan vitamin D3 aktif yang sudah mengalam hidrolisasi
sempurna yang dapat langsung bekerja efektif di usus sehingga
meningkatkan absrobsi kalsium. Alfakalsidol merupakan analog
aktif sintetik vitamin D yang telah terhidroksilasi yang secara
fisiologik akan berlangsung di ginjal hanya setelah proses
hidroksilasi di hati (Makayadhaha, 2017).
3) Menyusui
Menyusui dapat memberikan banyak manfaat yang baik pada bayi
namun ASI bukan sumber yang baik untuk vitamin D. Kebutuhan
vitamin D tidak cukup terpenuhi oleh ASI, karena kandungan
vitamin D pada ASI sekitar <25 IU/L-78 IU/L. Vitamin D yang
15
terkandung di dalam ASI berhubungan dengan keadaan gizi pada
ibu menyusui. Apabila kadar vitamin D pada ibu rendah
kandungan vitamin D dalam ASI juga rendah. Sehingga ibu
menyusui memerlukan konsumsi suplemen dengan dosis yang
lebih tinggi, sehingga kandungan vitamin D dalam ASI dapat
terpenuhi (Retnosari, 2015).
4) Usia
Usia dapat mempengaruhi vitamin D yang terproduksi oleh tubuh.
Pada usia lanjut (lansia), kemampuan tubuh untuk memproduksi
vitamin D semakin menurun yang disebabkan oleh penyerapan
sinar matahari yang penting untuk produksi vitamin D berkurang
seiring dengan proses degenerasi kulit pada lansia, sehingga kulit
tidak dapat mensintesis vitamin D secara efektif. Kebiasaan lansia
yang lebih banyak berada di dalam rumah juga dapat menjadi
faktor risiko defisiensi vitamin D pada lansia (Makayadhaha,
2017).
5) Warna Kulit
Pada orang dengan melanin pigmen dalam jumlah besar pada
lapisan epidermal yang menghasilkan kulit yang lebih gelap dapat
mengurangi kemampuan kulit untuk memproduksi vitamin D dari
paparan sinar matahari (Siagian, 2003).
16
2.5 Sumber Vitamin D
1. Sinar Matahari
Vitamin D dalam tubuh dapat dibentuk di kulit dengan bantuan sinar
matahari. Vitamin D dari matahari didapatkan dengan cara berjemur
saat pagi-siang hari. Jika intensitas pajanan adalah 2 MED/jam, maka
lama pemajanan akan lebih singkat. Intensitas ultraviolet puncaknya
pada pukul 11.00 –13.00 selama 1 –2 MED/jam. Namun, intensitas
panas pada rentang waktu tersebut diduga akan menyebabkan
ketidaknyamanan sehingga akan menurunkan kepatuhan, rentang
waktu tersebut (Setiati, Oemardi and Sutrisna, 2007). Paparan sinar
matahari di muka dan lengan selama beberapa menit sudah
meningkatkan konsentrasi vitamin D sebesar 2700 IU tiap kali
pemaparan. Sebaiknya untuk mencegah defisiensi vitamin D dapat
dilakukan dengan terpapar sinar matahari 15–30 menit selama 2–3
kali/minggu atau 2 jam/minggu (Samanek et al., 2006).
2. Susu
Susu merupakan minuman yang kaya akan vitamin D dan kaya akan
kalsium yang baik untuk kesehatan tulang. Baik susu sapi maupun susu
kambing memiliki kandungan vitamin D yang baik. Susu sapi
mengandung vitamin D sebanyak 50%, sedangkan susu kambing
mengandung 31% dalam satu gelas.
17
3. Telur
Telur juga merupakan sumber vitamin D meskipun jumlah
kandungannya tidak banyak. Vitamin D didapatkan hanya pada bagian
kuning telurnya saja. Vitamin D yang terkandung pada telur bisa
mencapai 25 IU.
4. Ikan Salmon
Ikan salmon mengandung omega 3 dan vitamin B12 yang tinggi.
Vitamin D pada ikan salmon lebih besar jika dibandingkan dengan
sumber vitamin D lainnya. Vitamin D dari ikan salmon sangat baik
untuk perkembangan otak pada janin dan anak.
5. Kedelai
Kacang kedelai merupakan salah satu sumber vitamin D yang sangat
baik, begitu juga dengan olahan seperti tahu dan tempe. Pada
konsumen yang memiliki alergi pada susu sapi atau kambing dapat
mengganti asupan vitamin D dari susu kedelai (Wacker and Holick,
2013; Makayadhaha, 2017).
18
2.6 Kerangka Teori
2.7 Kerangka Konsep
1α hidroksilase
(CYP27B1)
24-hidroksilase
25-hidroksilase
(CYP27A1)
Isomerisasi
Sinar UVB pada
sinar matahari
Gambar 1. Kerangka Teori.
Gambar 2. Kerangka Konsep.
7-dehidrokolesterol
(provitamin D) Previtamin D3
Vitamin D
25 (OH)-D 24, 25 (OH)2-D
Makanan (D2 dan D3)
1, 25 (OH)2-D
(Bentuk aktif vitamin D)
Variabel Independen Variabel Dependen
Durasi Paparan Sinar
Matahari
Vitamin D 25-OH
dalam tubuh
19
2.8 Hipotesis
2.8.1 Hipotesis Nol
Tidak ada perbedaan kadar vitamin D 25-OH terhadap durasi
paparan sinar matahari yang ditentukan.
2.8.2 Hipotesis Satu
Terdapat perbedaan kadar vitamin D 25-OH berdasarkan durasi
paparan sinar matahari yang ditentukan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode pre test-
post test dan rancangan cross sectional.
3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian
3.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2019.
3.2.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di teras terbuka rumah peneliti yang
berada di belakang rumah sehingga tidak terlihat dari lingkungan
sekitar dan Prodia Bandar Lampung.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi yang digunakan pada penelitian yaitu mahasiswa laki-
laki. Populasi terjangkau peneliti yaitu mahasiswa laki-laki di
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
21
3.3.2 Besar Sampel
Penentuan besar sampel dihitung menggunakan rumus komparatif
numerik berpasangan pengukuran berulang dua kali pengukuran,
yaitu sebagai berikut:
Keterangan:
n = Jumlah subjek
α = Kesalahan tipe satu, nilainya merupakan
ketetapan peneliti
zα = Nilai standar dari alpha, nilainya diperoleh dari nilai
z kurva normal
β = Kesalahan tipe dua, nilainya merupakan ketetapan
peneliti
zβ = Nilai standar dari beta, nilainya diperoleh dari nilai
z kurva normal
s = Simpang selisih, nilainya bersumber dari
kepustakaan.
x1 – x2 = Selisih rerata minimal yang dianggap bermakna
antara pengukuran satu dan pengukuran dua.
Nilainya merupakan ketetapan peneliti dengan
ketentuan logis dan etis.
22
Simpang selisih didapatkan dari penelitian yang sudah dilakukan.
Berdasarkan penelitian mengenai vitamin D sebelumnya oleh
Buyukuslu et al., tahun 2014, nilai rata-rata±SD sebelum perlakuan
adalah 21,1±6,7 ng/mL dan nilai rata-rata±SD setelah perlakuan
adalah 29,7±3,1 ng/mL dengan jumlah sampel 100 orang
(Buyukuslu et al., 2014). Maka diperoleh simpang selisih dengan
rumus berikut.
Dari hasil perhitungan di atas, simpang selisih dari penelitian
serupa ialah 4,86 (Buyukuslu et al., 2014). Kesalahan tipe satu
ditetapkan 10% untuk hipotesis satu arah sehingga nilai standard
alpha yaitu 1,645. Sedangkan kesalahan tipe dua ditetapkan 15%
23
sehingga nilai standard beta yaitu 1,036. Selisih rerata minimal
yang dianggap bermakna adalah 8,6 ng/mL. Sehingga perhitungan
sampel didapatkan:
Dari hasil perhitungan di atas, dibutuhkan sampel sebanyak 3
orang untuk setiap kelompok perlakuan. Untuk mengantisipasi
hilangnya eksperimen, maka dilakukan koreksi:
Keterangan:
N = besar sampel koreksi
n = besar sampel awal
f = perkiraan proporsi drop out sebesar 10%
24
Sehingga didapatkan perhitungan sebagai berikut:
Jadi sampel yang digunakan sebanyak 4 orang untuk masing-
masing kelompok perlakuan.
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik simple random sampling.
3.3.4 Kelompok Perlakuan
Tabel 1. Kelompok Perlakuan.
No Kelompok Perlakuan
1 Kelompok Perlakuan 1
(P1)
Kelompok dipaparkan sinar
matahari dengan durasi 15 menit
2 Kelompok Perlakuan 2
(P2)
Kelompok dipaparkan sinar
matahari dengan durasi 30 menit
25
3.4 Kriteria Sampel
3.4.1 Kriteria Inklusi
Hadir ke tempat penjemuran.
Bersedia untuk menjadi subjek penelitian dan menandatangani
informed consent.
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Menggunakan tabir surya.
Memiliki riwayat epilepsi.
Memiliki riwayat gangguan fungsi hepar.
Memiliki riwayat gangguan fungsi ginjal.
Memiliki riwayat kulit yang sensitif.
3.5 Variabel
3.5.1 Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau
menjadi akibat dari adanya variabel independen. Variabel
dependen pada penelitian ini adalah kadar vitamin D 25-OH.
3.5.2 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi
perubahannya variabel dependen. Variabel independen pada
penelitian ini adalah durasi paparan sinar matahari.
26
3.6 Alat dan Bahan Penelitian
1. Subjek penelitian
2. Paparan sinar matahari
3. Stopwatch
4. Alat pemeriksaan laboratorium
5. Kacamata hitam
3.7 Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional.
Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur Cara Ukur Skala Data
Independen:
Durasi
paparan sinar
matahari
Berapa lama
sampel diberikan
perlakuan perhari
yaitu terpapar
sinar matahari
Stopwatch Durasi paparan
sinar matahari
pada P1 selama
15 menit dan P2
selama 30 menit
Rasio
Dependen:
Kadar
Vitamin D 25-
OH
Kadar vitamin D
dalam tubuh
diukur melalui
kadar vitamin D
25-OH
Pemeriksaan kadar
vitamin D 25-OH
dalam serum
dan/atau darah
Pemeriksaan
menggunakan
metode
chemiluminescent
immunoassay
(CLIA) dan
chemiluminescent
microparticle
immunoassay
(CMIA)
Rasio
27
3.8 Alur Kerja
Gambar 3. Alur Kerja Penelitan.
Melakukan analisa dengan software
statistik
Penyusunan hasil penelitian
Mengajukan proposal penelitian
Persetujuan Ethical Clearance dari
Komisi Etik Fakultas Kedokteran
Unila
Pencarian subjek penelitian yang
sesuai dengan kriteria inklusi dan
eklusi
Persetujuan subjek penelitian
(Informed consent)
Pengecekan kadar vitamin D 25-OH
subjek di Prodia Bandarlampung
Pembacaan interpretasi hasil
pemeriksaan kadar vitamin D 25-OH
Tahap Persiapan
Tahap Pelaksanaan
Melakukan perlakuan pada sampel
dengan durasi paparan sinar
matahari yang berbeda selama 3 kali
dalam seminggu
Pengecekan kadar vitamin D 25-OH
subjek setelah selesai perlakuan
selama 3 kali dalam seminggu di
Prodia Bandarlampung
Melakukan input data
28
3.9 Pengumpulan Data
Data yang dibutuhkan yaitu data primer mengenai data karakteristik subjek
meliputi nama, tanggal lahir, umur, alamat, dan nomor telepon yang
diperoleh dari hasil wawancara dan data waktu dan durasi subjek terpapar
sinar matahari.
3.10 Analisis Data
Setelah didapatkan data hasil penelitian, data tersebut dianalisis dengan
program software statistik untuk menguji normalitas data serta menguji
hipotesis. Untuk jumlah sampel kurang dari 50 digunakan uji Shapiro-
Wilk. Jika data terdistribusi normal dan homogen maka dilanjutkan dengan
uji parametrik dependent T-test. Uji independent T-test juga digunakan
untuk mengetahui perbedaan rerata selisih kadar. Jika tidak memenuhi
syarat untuk dilakukan uji parametrik, pengujian dilakukan dengan
menggunakan uji non parametrik Wilcoxon. Hipotesis dapat diterima
apabila p<0,05.
3.11 Etika Penelitian
Penelitian ini telah melewati kaji etik dan mendapatkan izin dari Komisi
Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
dengan nomor 3493/UN26.18/PP.05.00/2019.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan hasil penelitian perbedaan kadar vitamin D 25-OH
berdasarkan durasi paparan sinar matahari, didapatkan sebagai
berikut:
1. Rerata kadar vitamin D 25-OH subjek penelitian sebelum
terpapar sinar matahari termasuk kategori insufisiensi atau
tidak cukup yaitu 21.9 ng/mL.
2. Terdapat peningkatan kadar vitamin D 25-OH subjek penelitian
setelah terpapar sinar matahari selama 15 menit yaitu rentang
17.1 – 26.3 ng/mL.
3. Tidak terdapat perbedaan rerata kadar vitamin D 25-OH yang
signifikan sebelum dan sesudah terpapar sinar matahari selama
15 menit.
4. Terdapat peningkatan kadar vitamin D 25-OH subjek penelitian
setelah terpapar sinar matahari selama 30 menit yaitu rentang
20.6 – 39 ng/mL.
5. Tidak terdapat perbedaan rerata kadar vitamin D 25-OH yang
signifikan sebelum dan sesudah terpapar sinar matahari selama
30 menit.
39
6. Tidak terdapat perbedaan rerata selisih kadar vitamin D 25-OH
yang signifikan setelah terpapar sinar matahari selama 15 menit
dan 30 menit.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa saran
dari peneliti, diantaranya:
1. Saran untuk Pelayanan Kesehatan
Mendorong masyarakat untuk memperbaiki gaya hidup salah
satunya dengan terpapar sinar matahari yang cukup atau
dengan mengonsumsi suplemen untuk mencukupi kebutuhan
vitamin D dalam tubuh.
2. Saran untuk Masyarakat dan Subjek Penelitian
Tidak menghindari sinar matahari dan berjemur dengan rutin
atau mengonsumsi makanan kaya vitamin D yang dapat
diperoleh diantaranya dari susu, telur, ikan salom, minyak ikan
cod, dan kacang kedelai. Suplemen vitamin D dapat
dikonsumsi untuk meningkatkan kadar vitamin D dalam tubuh
yang adekuat dan bermanfaat dalam fisiologi tubuh dan
mencegah berbagai penyakit.
3. Saran untuk Peneliti Lain
Penelitian mengenai vitamin D masih belum banyak sehingga
masih banyak yang dapat diteliti. Peneliti selanjutnya dapat
melakukan penelitian mengenenai durasi yang tepat untuk
40
mendapatkan kenaikan kadar vitamin D 25-OH yang bermakna
atau faktor lain yang mempengaruhi kadar vitamin D 25-OH.
Variasi warna kulit subjek penelitian dapat ditambahkan pada
kriteria eksklusi atau inklusi pada penelitian selanjutnya untuk
memaksimalkan kenaikan kadar vitamin D pada subjek yang
diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal KS, Mughal MZ, Upadhyay P, Berry JL, Mawer EB, Puliyel JM. 2002.
The impact of atmospheric pollution on vitamin D status of infants
and toddlers in Delhi, India. Archives of disease in childhood:
87(2): 111–113.
Altowijri A, Alloubani A, Abdulhafiz I, Saleh A. 2018. Impact of nutritional and
environmental factors on vitamin D deficiency. Asian Pacific
journal of cancer prevention. APJCP. 9(9): 2569–2574.
Buyukuslu N, Esin K, Hizli H, Sunal N, Yigit P, Garipagaoglu M. 2014. Clothing
preference affects vitamin D status of young women. Nutrition
Research. 34(8): 688–693.
Feldman D, Pike JW, Adams JS. 2011. Vitamin D 3rd edn. London: Elsevier Inc.
Forman JP, Giovannuci E, Holmes MD, Bischoff-Ferrari HA. 2007. Vitamin D
and risk of hypertension plasma 25-hydroxyvitamin D levels and
risk of incident hypertension. Hypertension. 49: 1063–1069.
Green TJ, Skeaff CM, Rockell JEP, Venn BJ, Lambert A, Todd J, et al. 2008.
Vitamin D status and its association with parathyroid hormone
concentrations in women of child-bearing age living in Jakarta and
Kuala Lumpur. European Journal of Clinical Nutrition. 62(3): 373–
378
Grober U, Spitz J, Reichrath J, Kisters K, Holick MF. 2013. Vitamin D: update
2013 - from rickets prophylaxis to general preventive healthcare.
Dermato-Endocrinology. 5(3): 331–347
Holick MF. 2004. Sunlight and vitamin D for bone health and prevention of
autoimmune diseases, cancers, and cardiovascular disease. The
American journal of clinical nutrition. 80(6 Suppl): 1678–1688.
Holick MF. 2004. Vitamin D : importance in the prevention of cancers, type 1
diabetes, heart disease, and osteoporosis. Am J Clin Nutr. 79: 362–
371.
42
Holick MF. 2007. Vitamin D deficiency. The New England Journal of Medicine.
357(3): 266–281.
Holick MF, MacLaughlin JA, Doppelt SH. 1981. Regulation of cutaneous
previtamin D3 photosynthesis in man: skin pigment is not an
essential regulator. Science. 211: 590–593.
Makayadhaha WD. 2017. Gambaran interpretasi hasil vitamin D 25-OH total pada
pasien di prodia Salatiga. [Skripsi] Semarang: Universitas
Muhamadiyah Semarang.
Martin T, Campbell RK. 2011. Vitamin D and diabetes. Washington: Diabetes
Spectrum. 24(2): 113–118.
Mead MN. 2008. Benefits of sunlight: a bright spot for human health.
Environmental health perspectives. 116(4): 160–167.
Mendes MM, Hart KH, Botelho PB, Lanham-New SA. 2018. Vitamin D status in
the tropics: is sunlight exposure the main determinant? Nutrition
Bulletin. 43(4): 428–434.
Moyad MA. 2009. Vitamin D: a rapid review. Dermatology Nursing. 21(1): 25–
30.
Nair R, Maseeh A. 2012. Vitamin D: the sunshine vitamin. Journal of
Pharmacology and Pharmacotherapeutics. 3(2): 118–126.
Nimitphong H, Holick MF. 2013. Vitamin D status and sun exposure in Southeast
Asia. Dermato-endocrinology. 5(1): 34–37.
Paramita, Louisa M. 2017. Berbagai manfaat vitamin D. CDK 257. 44(10): 736–
740.
Patwardhan VG, Mughal ZM, Chiplonkar SA, Webb AR, Kift R, Khadilkar VV,.
et al. 2018. Duration of casual sunlight exposure necessary for
adequate vitamin D status in indian men. Indian Journal of
Endocrinology and Metabolism. 22(2): 249–255.
Pusparini. 2014. Defisiensi vitamin D terhadap penyakit. Indonesian Journal of
Clinical Pathology and Medical Laboratory. 21(1): 90–95.
Retnosari E, Permadi W, Setiawati EP, Husin F, Mose JC, Sabarudin U. 2015.
Korelasi antara kadar vitamin D dengan kejadian preeklamsi.
Bandung: IJEMC. 2(5): 53–60.
Rimahardika R. 2016. Asupan Vitamin D Dan Paparan Sinar Matahari Pada
Orang Yang Bekerja Di Dalam Ruangan Dan Di Luar Ruangan.
[Skripsi] Semarang: Universitas Diponegoro.
43
Rimahardika R, Subagio HW, Wijayanti HS. 2017. Asupan vitamin D dan
paparan sinar matahari pada orang yang bekerja di dalam ruangan
dan di luar ruangan. Journal of Nutrition College. 6(4). 333–342.
Rodwell VW, Bender DA, Botham KM, Kennelly PJ, Weil PA. 2015. Harper’s
illustrated biochemistry 13th edn. New York: The McGraw-Hill
Education.
Samanek AJ, Croager EJ, Gies P, Milne E, Prince R, McMichael AJ, et al. 2006.
Estimates of beneficial and harmful sun exposure times during the
year for major Australian population centres. Medical Journal of
Australia. 184(7): 338–341.
Setiati S, Oemardi M, Sutrisna B. 2007. The role of ultraviolet-B from sun
exposure on vitamin D3 and parathyroid hormone level in elderly
women in Indonesia. Jakarta: Asian J Gerontol Geriatri. 2(3): 126–
32.
Siagian A. 2003. Peranan vitamin D pada pencgahan penyakit degeneratif :
perspektif baru. Info Kesehatan Masyarakat. 9(1): 91–94.
Tsiaras WG, Weinstock MA. 2011. Factors influencing vitamin D status.
Providence: Acta Derm Venereol. 91(2): 115–124.
Vanlint S. 2013. Vitamin D and obesity. Nutrients. 5(3): 949–956.
Wacker M, Holick MF. 2013. Vitamin D-effects on skeletal and extraskeletal
health and the need for supplementation. Nutrients. 5(1): 111–148.
Zgaga L, Theodoratou E, Farrington SM, Agakov F, Tenesa A, Walker M, et al.
2011. Diet, environmental factors, and lifestyle underlie the high
prevalence of vitamin D deficiency in healthy adults in Scotland,
and supplementation reduces the proportion that are severely
deficient. The Journal of Nutrition. 141(8): 1535–1542.