+ All Categories
Home > Documents > PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

Date post: 05-Oct-2021
Category:
Upload: others
View: 6 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
12
21 PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION (PMR) PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI HEMODIALISA Santi Herlina¹, Ratna Sitorus², Masfuri³ 1. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu - Ilmu Kesehatan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” , Jakarta 12450, Indonesia 2. Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia 3. Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail : [email protected] Abstrak Fatigue merupakan keluhan utama pasien yang menjalani hemodialisa jangka panjang, yang memiliki nilai yang tinggi, sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh PMR terhadap tingkat fatigue pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment pendekatan pretest-posttest control group. Jumlah responden dalam penelitian adalah 32 pasien dibagi 2 kelompok yaitu 16 kelompok intervensi dan 16 kelompok kontrol. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat fatigue pada kelompok intervensi antara sebelum dan sesudah dilakukan PMR dengan nilai p = 0,000. Disarankan latihan PMR dapat digunakan sebagai intervensi keperawatan mandiri dalam menurunkan fatigue pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Kata kunci: Fatigue, Pasien gagal ginjal kronik, Hemodialisis, PMR, Intervensi keperawatan Abstract Fatigue is a major complaint of patients undergoing long-term hemodialysis, which has a high value, so it will affect the quality of life of patients. The purpose of this study was to determine the influence of PMR on the level of fatigue in patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis. This study used a quasi experiment design approach pretest-posttest control group. The number of respondents in the study were 32 patients divided into 2 groups: the 16 intervention group and 16 control group. The research concludes that there are significant differences on the level of fatigue in the intervention group between before and after PMR with p = 0.000. Suggested training PMR can be used as an independent nursing intervention in reducing fatigue in patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis. Keywords : Fatigue, Chronic kidney disease patients, Hemodialysis, PMR, Nursing Intervention 21 Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015
Transcript
Page 1: PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

20

Al-Waili, N.S., & Haq, A. (2004). Effect of honey on antibody production against thymus-dependent and thymus-independent antigens in primary and secondary immune responses. J Med Food, 4, 491–494. Bogdanov, S. (2011). Honey as nutrient and functional food: a review. Bee Product Science, 3(2), 1-33. Diperoleh melalui www.bee-hexagon.net tanggal 4 Februari 2014.

Cohen, H.A., Rozen, J., Kristal, H., Laks, Y.,

Berkovitch, M., Uziel, Y., et al. (2012). Effect of honey on nocturnal cough and sleep quality: a doubleblind, randomized placebo-controlled study. Pediatrics, 130(3), 1-9.

Cevey-Macherel, M., Galetto-Lacour, A., Gervaix,

A., Siegrist, C., Bille, J., Bescher-Ninet., et al. (2009). Etiology of community-acquired pneumonia (CAP) in hospitalized children based on WHO clinical guidelines. Eur J Pediatr, 168, 1429-1436.

De Blasio, F., Dicpinigaitis, P.V., Rubin, B.K., De

Danieli, G., Lanata, L., & Zanasi. (2012). An observational study on cough in children : epidemiology, impact on quality of sleep and treatment outcome. Cough, 2(8), 1-9.

Eccles, R. (2006). Mechanisms of the placebo effect

of sweet cough syrups. Respir Physiol Neurobiol, 152, 340–348.

Evans. H., Tuleu. C., & Sutcliffe. A. (2010). Is

honey a well-evidenced alternative ti over-the-counter cough medicines?. J R Soc Med 2010, 103, 164-165.

Kenjeric, D., Mandic,M.L., Primorac, L., Bubalo,

D., & Perl, A. (2007). Flavonoid profile of 5 Robinia honeys produced in Croatia. Food Chem, 102, 683-690.

Lamberti, L.M., Grković, I.Z., Walker, C.L.F.,

Theodoratou, E., Nair, H., Campbell, H., & Black, R.E. (2013). Breastfeeding for reducing the risk of pneumonia morbidity and mortality in children under two: a systematic literature review and meta-analysis. BMC Public Health, 18,1-8.

McInnis, M (2008). The uniqueness of honey its impact on human metabolism and its role in restorative sleep. First International Symposium on honey and health, Sacremento.

Paul IM. (2011). Therapeutic options for acute

cough due to upper respiratory infections in children. Lung 2012, 190, 41-44.

Paul IM. (2007, December). Penn state; honey a

better option for childhood cough than OTCs. Health & Medicine week, 236, December 17, 2007. (Proquest) database.

Paul, I.M., Beiler, J., Mc Monagle, A., Shaffer,

M.L., Duda, L., Berlin C.M. (2007). Effect of honey, dextromethorphan, and no treatment on nocturnal cough and sleep quality for coughing children and their parent. Arch Pediatr Adolesc Med, 161 (12), 1140-1160.

Rudan, I., Boschi-Pinto, C., Biloglav, Z.,

Mulholland, K., & Campbell, H. (2008). Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Bulletin of the world health organization, 86, 408-416.

Said, M. (2010, September 3). Pengendalian

pneumonia pada anak balita dalam rangka pencapaian MGD4. Buletin Jendela Epidemiologi, 16-21.

Shadkam, M.N., Mozaffari-Khosravi, H., &

Mozayan, M.R. (2009). A comparison of the effect of honey, Dextromethorphan, and Diphenhydramine on nightly cough and sleep quality in children and their parents. The Journal of Alternative and Complementary Medicine, 16(7), 787–793.

Shakankiry, H.M. (2011). Sleep physiology and

sleep disorders in childhood. Nature and Science of Sleep, 3, 101–114.

Warren, M.D., Pont, S.J., Barkin, S.L., Callahan,

S.T., et al. (2007). The effect of honey on nocturnal cough and sleep quality for children and their parents. archives of pediatrics & adolescent medicine, 161(12), 1149-1153.

21

PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION (PMR) PADA PASIEN

GAGAL GINJAL KRONIS YANG MENJALANI

HEMODIALISA

Santi Herlina¹, Ratna Sitorus², Masfuri³

1. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Ilmu - Ilmu Kesehatan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” , Jakarta 12450, Indonesia

2. Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

3. Keperawatan Medikal Bedah, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia

E-mail : [email protected]

Abstrak

Fatigue merupakan keluhan utama pasien yang menjalani hemodialisa jangka panjang, yang memiliki nilai yang tinggi, sehingga akan mempengaruhi kualitas hidup pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh PMR terhadap tingkat fatigue pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment pendekatan pretest-posttest control group. Jumlah responden dalam penelitian adalah 32 pasien dibagi 2 kelompok yaitu 16 kelompok intervensi dan 16 kelompok kontrol. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat fatigue pada kelompok intervensi antara sebelum dan sesudah dilakukan PMR dengan nilai p = 0,000. Disarankan latihan PMR dapat digunakan sebagai intervensi keperawatan mandiri dalam menurunkan fatigue pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisa. Kata kunci: Fatigue, Pasien gagal ginjal kronik, Hemodialisis, PMR, Intervensi keperawatan

Abstract

Fatigue is a major complaint of patients undergoing long-term hemodialysis, which has a high value, so it will affect the quality of life of patients. The purpose of this study was to determine the influence of PMR on the level of fatigue in patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis. This study used a quasi experiment design approach pretest-posttest control group. The number of respondents in the study were 32 patients divided into 2 groups: the 16 intervention group and 16 control group. The research concludes that there are significant differences on the level of fatigue in the intervention group between before and after PMR with p = 0.000. Suggested training PMR can be used as an independent nursing intervention in reducing fatigue in patients with chronic kidney disease undergoing hemodialysis. Keywords : Fatigue, Chronic kidney disease patients, Hemodialysis, PMR, Nursing Intervention

20 2120 21

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015

Page 2: PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

22

Pendahuluan Menurut data profil kesehatan

Indonesia (2006) gagal ginjal

menempati urutan ke-6 sebagai

penyebab kematian pasien yang

dirawat diseluruh Indonesia dengan

angka kejadian 2,99%, sedangkan

menurut Perhimpunan Nefrologi

Indonesia (PERNEFRI) penderita

gagal ginjal kronis mencapai 70.000

orang dengan keseluruhan

membutuhkan hemodialisis.

Bagi pasien gagal ginjal kronis,

hemodialisa merupakan salah satu

pilihan untuk bisa memperpanjang

usia hidupnya. Namun demikian,

hemodialisa tidak menyembuhkan

atau memulihkan penyakit ginjal dan

tidak mampu mengimbangi hilangnya

aktivitas metabolik atau endokrin

yang dilaksanakan ginjal dan dampak

dari gagal ginjal serta terapinya

terhadap kualitas hidup pasien.

(Smeltzer & Bare, 2002).

Salah satu gejala yang paling umum

pada pasien yang menjalani dialisa

adalah keletihan (fatigue). Fatigue

merupakan keluhan utama pasien

yang menjalani hemodialisis jangka

panjang. Prevelensi dari keletihan

berkisar 60 % sampai 97%

(Murtaugh, Addington &

Higginson,2007; Weisbord et

al.,2005).

Fatigue menurut NANDA (2009)

adalah rasa letih luar biasa dan

penurunan kapasitas kerja fisik dan

jiwa pada tingkat yang biasanya

secara terus menerus. Menurut

Polaschek (2003) salah satu

pengalaman orang yang menerima

hemodialisa, gejala yang tidak

diinginkan adalah fatigue sebagai

gejala yang paling menganggu, dan

fatigue telah dilaporkan sebagai

gejala yang paling umum di kalangan

pasien hemodialisis (Jablonski,

2007).

Peran perawat dalam mengatasi

fatigue adalah dengan dimulai dari

awal pengkajian dengan cermat

mengenai tingkat fatigue setiap

pasien dan jumlah aktivitas yang

dilakukan sampai menyusun

intervensi yang tepat bagi setiap

pasien, sehingga harapan dari ini

semua kualitas hidup pasien penyakit

ginjal kronis yang menjalani

hemodialisa dapat meningkat. Tidak

semua pasien hemodialisa mengalami

fatigue yang sama dan fatigue

merupakan pengalaman individual.

23

Dalam penelitian Kwekkeboom,

Anderson, Wanta (2010), intervensi

perilaku kognitif yang terdiri dari

progressive muscle relaxation,

distraksi dan guide imagery dapat

diterapkan untuk mengatasi fatigue

pada pasien kanker, dimana hasilnya

rata-rata nilai fatigue mengalami

penurunan dari sebelum diterapi dan

setelah diterapi.

Melihat fenomena diatas peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian “

Pengaruh progressive muscle

relaxation (PMR) terhadap tingkat

fatigue pada pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisa”

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain

quasi experiment nonequivalent

control group design atau pretest-

posttest control group design dimana

pada kelompok perlakuan maupun

kelompok kontrol tidak dipilih secara

random. Analisis data dilakukan

secara univariat dan bivariat yaitu

dengan mean, frekuensi dan uji t

independent dan t dependent.

Alat pengumpul data adalah

kuesinoer skala fatigue Piper Fatigue

Scale yang terdiri dari 14 pertanyaan

dengan skor nilai 1- 10. Pengukuran

dilakukan dua kali, pada awal

sebelum intervensi dan diukur

kembali setelah dilakukan 5 x latihan

PMR.

Hasil Penelitian A. Pengaruh PMR terhadap

tingkat fatigue

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa yang dengan

pemberian intervensi PMR selama 5

kali latihan dengan durasi ± 25 menit

memperlihatkan adanya perbedaan

rata-rata tingkat fatigue dari sebelum

dan sesudah diberikan intervensi,

yaitu mengalami penurunan tingkat

fatigue dari rata-rata nilai fatigue

sebelum intervensi yaitu 6,03 yang

merupakan kategori fatigue sedang

menjadi 2,51 setelah intervensi yang

merupakan kategori fatigue ringan.

Sehingga hasil penelitian ini dapat

disimpulkan terdapat pengaruh yang

signifikan pemberian latihan PMR

terhadap penurunan tingkat fatigue

pada pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa.

22 2322 23

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015

Page 3: PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

23

Dalam penelitian Kwekkeboom,

Anderson, Wanta (2010), intervensi

perilaku kognitif yang terdiri dari

progressive muscle relaxation,

distraksi dan guide imagery dapat

diterapkan untuk mengatasi fatigue

pada pasien kanker, dimana hasilnya

rata-rata nilai fatigue mengalami

penurunan dari sebelum diterapi dan

setelah diterapi.

Melihat fenomena diatas peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian “

Pengaruh progressive muscle

relaxation (PMR) terhadap tingkat

fatigue pada pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisa”

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain

quasi experiment nonequivalent

control group design atau pretest-

posttest control group design dimana

pada kelompok perlakuan maupun

kelompok kontrol tidak dipilih secara

random. Analisis data dilakukan

secara univariat dan bivariat yaitu

dengan mean, frekuensi dan uji t

independent dan t dependent.

Alat pengumpul data adalah

kuesinoer skala fatigue Piper Fatigue

Scale yang terdiri dari 14 pertanyaan

dengan skor nilai 1- 10. Pengukuran

dilakukan dua kali, pada awal

sebelum intervensi dan diukur

kembali setelah dilakukan 5 x latihan

PMR.

Hasil Penelitian A. Pengaruh PMR terhadap

tingkat fatigue

Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa yang dengan

pemberian intervensi PMR selama 5

kali latihan dengan durasi ± 25 menit

memperlihatkan adanya perbedaan

rata-rata tingkat fatigue dari sebelum

dan sesudah diberikan intervensi,

yaitu mengalami penurunan tingkat

fatigue dari rata-rata nilai fatigue

sebelum intervensi yaitu 6,03 yang

merupakan kategori fatigue sedang

menjadi 2,51 setelah intervensi yang

merupakan kategori fatigue ringan.

Sehingga hasil penelitian ini dapat

disimpulkan terdapat pengaruh yang

signifikan pemberian latihan PMR

terhadap penurunan tingkat fatigue

pada pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa.

22 2322 23

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015

Page 4: PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

24

Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh

Kwekkeboom, Kristine et al, 2010

tentang kombinasi intervensi PMR,

distraksi dan imagery terhadap

fatigue pada pasien kanker yang

menghasilkan rata – rata nilai fatigue

mengalami penurunan dari sebelum

diterapi dan setelah diterapi. Fatigue

merupakan keluhan utama pasien

yang menjalani hemodialisis jangka

panjang. Prevelensi dari keletihan

berkisar 60 % sampai 97%

(Murtaugh, Addington & Higginson,

2007; Weisbord et al., 2005). Fatigue

yang terjadi pada pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisa

dipengaruhi oleh beberapa faktor

salah satunya adalah faktor psikologis

yang terdiri dari stress, depresi,

ansietas dan gangguan pola tidur

(Welch, 2006 & Jhamb, Weisbord,

Stell, Unruh, 2008). Pada penelitian

McCann dan Boore (2000) ditemukan

hubungan yang signifikan antara

fatigue dengan gangguan pola tidur,

depresi, cemas dan kemampuan fisik

yang menurun. Selain itu terdapat

beberapa faktor yang lain yaitu faktor

fisiologi yang terdiri dari anemia,

malnutrisi, uremia, hiperparatiroid

dan inflamasi. dan faktor

sosiodemografi terdiri dari usia, jenis

kelamin, pendidikan, status

pekerjaan, status marital dan

dukungan sosial.

Progressive muscle relaxation adalah

salah satu teknik yang khusus

didesain untuk membantu meredakan

ketegangan otot yang terjadi ketika

sadar, pertama pasien harus

mengetahui derajat ketegangan otot

dan mengurangi derajat ketegangan

otot dengan teknik pelepasan

ketegangan (National Safety Council,

2003). PMR yang merupakan salah

satu bagian dari Nursing Intervention

Classsification (NIC) yang berada

pada level 1 domain basic :

physiological dengan kelas physical

comfort promotion ( Bulecheck,

Butcher, Dochterman, 2008)

memiliki peran dalam menurunkan

fatigue pada pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisa

dikaitkan dengan faktor psikologis

yaitu depresi dan cemas yang

pemicunya adalah stress. Pasien yang

menjalani dialisa menjadi stress

akibat selama hidupnya harus

tergantung terhadap terapi ini,

penatalaksanaan regimen yang sangat

ketat mulai dari makanan,

25

pembatasan cairan dan pengobatan,

bahkan dapat terancam hidupnya

sewaktu-waktu terhadap penyakit

yang dialaminya.

Progressive muscle relaxation untuk

mengatasi fatigue pada pasien gagal

ginjal kronis dikaitkan dengan faktor

psikologis yaitu depresi dan cemas

yang pemicunya adalah stres. Respon

stress masuk kedalam sistem saraf

pusat, lalu dihipotalamus dilepaskan

corticotrophin releasing factor yang

akan menstimulasi sistem saraf

simpatis untuk mengeluarkan

norepinefrin yang merupakan

vasokonstriktor dan berakibat pada

kontraksi otot polos (Guyton & Hall,

2007). Pemberian latihan PMR untuk

menurunkan gejala fatigue adalah

dengan cara PMR menghambat jalur

diatas dengan mengaktivasi kerja

sistem saraf parasimpatis dan

memanipulasi hipotalamus melalui

pemusatan pikiran untuk memperkuat

sikap positif sehingga rangsangan

stres terhadap hipotalamus berkurang.

(Copstead&Banasik, 2000). Selain itu

pemberian PMR memberikan efek

relaksasi otot sehingga terjadi

vasodilatasi pembuluh darah yang

memberikan efek tenang dan nyaman.

Pemberian PMR pada klien yang

mengalami gangguan pola tidur dapat

menurunkan ketegangan fisiologis,

meningkatkan relaksasi otot,

menurunkan kecemasan sehingga

terjadi vasodilatasi pembuluh darah.

Aliran darah sistemik menjadi lancar,

denyut nadi menjadi normal,

frekwensi pernapasan menjadi normal

dan mengurangi evaporasi sehingga

klien menjadi nyaman dan pikiran

menjadi tenang, sebagai akibat dari

penurunan aktivasi reticular

activating system (ras) dan

peningkatan aktivitas batang otak,

sehingga hal ini dapat mengurangi

gejala fatigue.

Pada penelitian Vancamport et al

(2011) PMR efektif untuk

menurunkan kecemasan, stress

psikologis dan fatigue pada pasien

schizophrenia, begitu pula penelitian

Yilidirim & Fadiloglu (2006)

menyebutkan bahwa PMR

menurunkan kecemasan dengan nilai

p < 0,001 dan meningkatkan kualitas

hidup pasien yang menjalani dialisa

dengan nilai p < 0,01.

Manfaat dari PMR adalah untuk

mengatasi berbagai macam

permasalahan dalam mengatasi stres,

24 2524 25

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015

Page 5: PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

25

pembatasan cairan dan pengobatan,

bahkan dapat terancam hidupnya

sewaktu-waktu terhadap penyakit

yang dialaminya.

Progressive muscle relaxation untuk

mengatasi fatigue pada pasien gagal

ginjal kronis dikaitkan dengan faktor

psikologis yaitu depresi dan cemas

yang pemicunya adalah stres. Respon

stress masuk kedalam sistem saraf

pusat, lalu dihipotalamus dilepaskan

corticotrophin releasing factor yang

akan menstimulasi sistem saraf

simpatis untuk mengeluarkan

norepinefrin yang merupakan

vasokonstriktor dan berakibat pada

kontraksi otot polos (Guyton & Hall,

2007). Pemberian latihan PMR untuk

menurunkan gejala fatigue adalah

dengan cara PMR menghambat jalur

diatas dengan mengaktivasi kerja

sistem saraf parasimpatis dan

memanipulasi hipotalamus melalui

pemusatan pikiran untuk memperkuat

sikap positif sehingga rangsangan

stres terhadap hipotalamus berkurang.

(Copstead&Banasik, 2000). Selain itu

pemberian PMR memberikan efek

relaksasi otot sehingga terjadi

vasodilatasi pembuluh darah yang

memberikan efek tenang dan nyaman.

Pemberian PMR pada klien yang

mengalami gangguan pola tidur dapat

menurunkan ketegangan fisiologis,

meningkatkan relaksasi otot,

menurunkan kecemasan sehingga

terjadi vasodilatasi pembuluh darah.

Aliran darah sistemik menjadi lancar,

denyut nadi menjadi normal,

frekwensi pernapasan menjadi normal

dan mengurangi evaporasi sehingga

klien menjadi nyaman dan pikiran

menjadi tenang, sebagai akibat dari

penurunan aktivasi reticular

activating system (ras) dan

peningkatan aktivitas batang otak,

sehingga hal ini dapat mengurangi

gejala fatigue.

Pada penelitian Vancamport et al

(2011) PMR efektif untuk

menurunkan kecemasan, stress

psikologis dan fatigue pada pasien

schizophrenia, begitu pula penelitian

Yilidirim & Fadiloglu (2006)

menyebutkan bahwa PMR

menurunkan kecemasan dengan nilai

p < 0,001 dan meningkatkan kualitas

hidup pasien yang menjalani dialisa

dengan nilai p < 0,01.

Manfaat dari PMR adalah untuk

mengatasi berbagai macam

permasalahan dalam mengatasi stres,

24 2524 25

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015

Page 6: PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

26

kecemasan, insomnia, dan juga dapat

membangun emosi positif dari emosi

negatif. Keempat permasalahan

tersebut dapat menjadi suatu

rangkaian bentuk gangguan

psikologis bila tidak diatasi. Stres

terhadap tugas maupun permasalahan

lainnya, yang tidak segera diatasi

dapat memunculkan suatu bentuk

kecemasan dalam diri seseorang.

Kecemasan itu sendiri bila tidak juga

diatasi dapat berakibat pada

munculnya emosi negatif baik

terhadap permasalah yang timbul

akibat stres juga perilaku sehari-hari

seseorang dan relaksasi bisa

digunakan agar seseorang kembali

pada taraf keadaan normal.

B. Pengaruh variabel confounding

terhadap tingkat fatigue

1. Hubungan usia dengan tingkat

fatigue

Dari hasil penelitian ini diketahui

bahwa usia memilki hubungan yang

sedang dan berpola positif dengan

hasil tidak ada hubungan yang

bermakna antara usia dengan tingkat

fatigue dengan nilai P Value 0,142

pada kelompok intervensi begitu juga

dengan kelompok kontrol tidak ada

hubungan yang bermakna antara usia

dengan fatigue dengan nilai P Value

0,758. Hal ini sejalan dengan

penelitian Sulistini (2010)

disimpulkan bahwa usia memiliki

hubungan yang negative dan tidak

terdapat hubungan yang signifikan

antara usia dengan fatigue. Penelitian

O’Sullivan dan McCarthy (2007)

bahwa usia memiliki hubungan

positif akan tetapi hasilnya tidak

signifikan dengan fatigue. Hal ini

mengindikasikan usia hanya menjadi

trend atau kecenderungan, jika usia

lebih tua maka tingkat fatiguenya

cenderung meningkat. Perubahan

fisiologis yang terjadi pada usia tua

juga memungkinkan pasien yang

lebih tua mudah mengalami fatigue

(Jhamb, 2008; Mollaoglu, 2009).

Seperti halnya pada penelitian Liu,

2006 menunjukkan hubungan nilai

yang lemah (0,24) dan berpola positif

bahwa responden yang lebih tua akan

mengalami fatigue dibandingkan

responden yang lebih muda.

2. Hubungan jenis kelamin

dengan tingkat fatigue

Pada penelitian ini dihasilkan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna

antara jenis kelamin dengan tingkat

27

fatigue dengan nilai p 0,35. Hal ini

sejalan dengan penelitian pada

Sulistini (2010) bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara jenis

kelamin dengan fatigue. Menurut

penelitian Nijrolder et al (2009) Jenis

kelamin perempuan lebih lebih

banyak mengalami fatigue (73,9%)

dibandingkan laki-laki, hal ini

dikarenakan perempuan lebih mudah

untuk membicarakan masalahnya

dibandingkan laki-laki yang memiliki

sifat tertutup untuk menceritakan

keluhan yang dirasakan (Mollaoglu,

2009; Liu, 2006). Hal ini sejalan

dengan penelitian O’Sullivan dan Mc

Charthy (2010) bahwa perempuan

lebih fatigue daripada laki-laki.

Responden pada penelitian ini adalah

68,8% laki-laki yang memiliki sifat

tertutup untuk menceritakan keluhan

yang dirasakan. Selain itu, menurut

Guyton & Hall (2007), menyebutkan

bahwa pada laki-laki pengaruh

testosterone sangat berperan penting

pada perkembangan otot. Testosteron

yang disekresi oleh testis memiliki

efek anabolik yang kuat terhadap

penyimpanan protein yang sangat

besar disetiap tempat dalam tubuh,

namun terutama didalam otot. Rata-

rata 50% masa otot laki-laki

meningkat melebihi masa otot

perempuan. Karena pengaruh

testosteron yang sangat besar pada

otot tubuh, sehingga hormon ini

berfungsi untuk meningkatkan

kekuatan dan tenaga otot. Sehingga

dengan melihat mekanisme diatas

disimpulkan perempuan akan lebih

mudah fatigue dibandingkan dengan

laki-laki.

3. Hubungan pendidikan dengan

tingkat fatigue

Pada penelitian ini dihasilkan bahwa

tidak ada perbedaan fatigue diantara

kelima jenjang pendidikan, dengan

masing-masing nilai p pada kelompok

intervensi 0,146 dan kelompok

kontrol 0,782. Hal ini sejalan dengan

penelitian Liu (2006) yang

menunjukkan bahwa hasil analisis uji

Scheffe’s (2,45) , tidak ada perbedaan

fatigue diantara jenjang pendidikan.

Rata – rata pendidikan pasien pada

penelitian ini adalah SMA yang

merupakan kategori pendidikan tinggi

yang dimungkinkan kurang serius

menanggapi keluhan fatigue akibat

proses penyakit yang

berkepanjangan. Menurut

Mollaouglu (2009) pendidikan yang

tinggi mengakibatkan orang dapat

26 2726 27

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015

Page 7: PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

27

fatigue dengan nilai p 0,35. Hal ini

sejalan dengan penelitian pada

Sulistini (2010) bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara jenis

kelamin dengan fatigue. Menurut

penelitian Nijrolder et al (2009) Jenis

kelamin perempuan lebih lebih

banyak mengalami fatigue (73,9%)

dibandingkan laki-laki, hal ini

dikarenakan perempuan lebih mudah

untuk membicarakan masalahnya

dibandingkan laki-laki yang memiliki

sifat tertutup untuk menceritakan

keluhan yang dirasakan (Mollaoglu,

2009; Liu, 2006). Hal ini sejalan

dengan penelitian O’Sullivan dan Mc

Charthy (2010) bahwa perempuan

lebih fatigue daripada laki-laki.

Responden pada penelitian ini adalah

68,8% laki-laki yang memiliki sifat

tertutup untuk menceritakan keluhan

yang dirasakan. Selain itu, menurut

Guyton & Hall (2007), menyebutkan

bahwa pada laki-laki pengaruh

testosterone sangat berperan penting

pada perkembangan otot. Testosteron

yang disekresi oleh testis memiliki

efek anabolik yang kuat terhadap

penyimpanan protein yang sangat

besar disetiap tempat dalam tubuh,

namun terutama didalam otot. Rata-

rata 50% masa otot laki-laki

meningkat melebihi masa otot

perempuan. Karena pengaruh

testosteron yang sangat besar pada

otot tubuh, sehingga hormon ini

berfungsi untuk meningkatkan

kekuatan dan tenaga otot. Sehingga

dengan melihat mekanisme diatas

disimpulkan perempuan akan lebih

mudah fatigue dibandingkan dengan

laki-laki.

3. Hubungan pendidikan dengan

tingkat fatigue

Pada penelitian ini dihasilkan bahwa

tidak ada perbedaan fatigue diantara

kelima jenjang pendidikan, dengan

masing-masing nilai p pada kelompok

intervensi 0,146 dan kelompok

kontrol 0,782. Hal ini sejalan dengan

penelitian Liu (2006) yang

menunjukkan bahwa hasil analisis uji

Scheffe’s (2,45) , tidak ada perbedaan

fatigue diantara jenjang pendidikan.

Rata – rata pendidikan pasien pada

penelitian ini adalah SMA yang

merupakan kategori pendidikan tinggi

yang dimungkinkan kurang serius

menanggapi keluhan fatigue akibat

proses penyakit yang

berkepanjangan. Menurut

Mollaouglu (2009) pendidikan yang

tinggi mengakibatkan orang dapat

26 2726 27

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015

Page 8: PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

28

mengelola fatigue dengan baik

dibandingkan dengan yang

berpendidikan rendah. Pengalaman

dan pemahaman tentang penyakit

atau keseriusan menanggapi keluhan

yang dialami pasien mempengaruhi

dalam mengatasi fatigue.

4. Hubungan status pekerjaan

dengan tingkat fatigue setelah

intervensi PMR

Pada penelitian ini dihasilkan bahwa

tidak ada hubungan yang bermakna

antara status pekerjaan dengan tingkat

fatigue dengan nilai p 0,072, dengan

rata – rata pasien adalah tidak bekerja.

Status pekerjaan pada pasien yang

tidak bekerja dilaporkan lebih

mengalami fatigue dibanding dengan

yang bekerja, hal ini dikarenakan

pasien yang tidak bekerja kekurangan

energi untuk melakukan pekerjaan

tersebut (Liu, 2006). Menurut Guyton

& Hall (2007) orang yang kurang

bergerak atau kurang beraktivitas

mengakibatkan atrofi pada ototnya

yang akan mencetuskan gejala

fatigue, sedangkan pada orang yang

banyak beraktifitas akan

meningkatkan curah jantung,

meningkatkan ventilasi, memperbaiki

tonus otot dan mengurangi kelemahan

yang akhirnya akan menurunkan

gejala fatigue.

Tabel 1. Analisis perbedaan tingkat fatigue

sebelum dan sesudah dilakukan intervensi

pada kelompok intervensi dan kelompok

kontrol di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta

2012 (n1=n2=16)

Kelompok Me

an

SD SE P n

Intervensi

Sebelum

Sesudah

6,03

2,51

0,7

2

0,6

2

0,1

8

0,1

5

0,0

00

1

6

Kontrol

Sebelum

tABWSesu

dah

6,13

6,16

0,6

7

0,5

3

0,1

6

0,1

3

0,7

90

1

6

Tabel 2. Analisis pengaruh karakteristik

responden (usia) terhadap tingkat fatigue

setelah intervensi di RSPAD Gatot Soebroto

Jakarta 2012 (n1=n2=16)

Variab

el

R R² Persama

an Garis

P

Usia 0,38

4

0,14

7

Fatigue

= 1,414

+ 0,020

usia

0,14

2

Tabel 3. Analisis pengaruh karakteristik

responden (jenis kelamin, pekerjaan)

terhadap tingkat fatigue setelah intervensi di

29

RSPAD Gatot Soebroto Jakarta 2012

(n1=n2=16).

Variabel Mea

n

SD SE p N

Jenis kelamin

Laki-laki

Perempuan

2,61

2,30

0,57

0,73

0,17

0,32

0,358

11

5

Status pekerjaan

Bekerja

Tidak bekerja

2,22

2,70

0,22

0,71

0,90

0,22

0,072

6

10

Tabel. 4 Analisis pengaruh karakteristik

responden (pendidikan) terhadap tingkat

fatigue setelah intervensi di RSPAD Gatot

Soebroto Jakarta 2012 (n1=n2=16)

Variabel Mean SD 95% CI P

Pendidikan

Tidak

sekolah

SD

SMP

SMA

PT

0

3,7

2,52

2,53

2,06

0,842

0,453

0,288

1,18 - 3,86

2,15 - 2,91

1,34 - 2,78

2,18 - 2,84

0,146

Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan

terdapat pengaruh yang signifikan

antara PMR terhadap tingkat fatigue

pada pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa. Fatigue

adalah salah satu keluhan yang paling

umum yang terjadi pada pasien yang

menjalani hemodialisa yang dapat

mempengaruhi aktivitas kehidupan

sehari-hari pada pasien yang

menjalani hemodialiasa.

Peran perawat dalam mengatasi

fatigue dengan diawali pada

pengkajian yang cermat tentang

tingkat fatigue sehingga dapat

diberikan intervensi yang tepat untuk

menurunkan fatigue. Salah satu

intervensi yang dapat dilakukan

adalah memberikan latihan PMR

untuk menurunkan fatigue pada

pasien penyakit ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa sehingga PMR

dapat distandarisasi sebagai

intervensi fatigue pada pasien

khususnya pasien hemodialisa.

Penelitian ini memberikan implikasi

bagi pendidikan untuk dapat

memasukkan PMR sebagai terapi

komplementer pada domain 1

psyological dengan kelas physical

comfort promotion yang dapat

menurunkan fatigue yang dapat

melengkapi intervensi fatigue yang

lain diantaranya manajemen teknik

energi konservasi.

Penelitian ini dapat dijadikan data

dasar dalam mengembangkan jenis

intervensi keperawatan dalam

28 2928 29

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015

Page 9: PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

29

RSPAD Gatot Soebroto Jakarta 2012

(n1=n2=16).

Variabel Mea

n

SD SE p N

Jenis kelamin

Laki-laki

Perempuan

2,61

2,30

0,57

0,73

0,17

0,32

0,358

11

5

Status pekerjaan

Bekerja

Tidak bekerja

2,22

2,70

0,22

0,71

0,90

0,22

0,072

6

10

Tabel. 4 Analisis pengaruh karakteristik

responden (pendidikan) terhadap tingkat

fatigue setelah intervensi di RSPAD Gatot

Soebroto Jakarta 2012 (n1=n2=16)

Variabel Mean SD 95% CI P

Pendidikan

Tidak

sekolah

SD

SMP

SMA

PT

0

3,7

2,52

2,53

2,06

0,842

0,453

0,288

1,18 - 3,86

2,15 - 2,91

1,34 - 2,78

2,18 - 2,84

0,146

Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan

terdapat pengaruh yang signifikan

antara PMR terhadap tingkat fatigue

pada pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa. Fatigue

adalah salah satu keluhan yang paling

umum yang terjadi pada pasien yang

menjalani hemodialisa yang dapat

mempengaruhi aktivitas kehidupan

sehari-hari pada pasien yang

menjalani hemodialiasa.

Peran perawat dalam mengatasi

fatigue dengan diawali pada

pengkajian yang cermat tentang

tingkat fatigue sehingga dapat

diberikan intervensi yang tepat untuk

menurunkan fatigue. Salah satu

intervensi yang dapat dilakukan

adalah memberikan latihan PMR

untuk menurunkan fatigue pada

pasien penyakit ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa sehingga PMR

dapat distandarisasi sebagai

intervensi fatigue pada pasien

khususnya pasien hemodialisa.

Penelitian ini memberikan implikasi

bagi pendidikan untuk dapat

memasukkan PMR sebagai terapi

komplementer pada domain 1

psyological dengan kelas physical

comfort promotion yang dapat

menurunkan fatigue yang dapat

melengkapi intervensi fatigue yang

lain diantaranya manajemen teknik

energi konservasi.

Penelitian ini dapat dijadikan data

dasar dalam mengembangkan jenis

intervensi keperawatan dalam

28 2928 29

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015

Page 10: PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

30

menurunkan fatigue. Pada penelitian

selanjutnya perlu dikembangkan

dengan menambah jumlah sampel.

Kesimpulan

Terdapat pengaruh yang signifikan

pemberian latihan PMR terhadap

tingkat fatigue pada pasien gagal

ginjal kronis yang menjalani

hemodialisa

Karakteristik pasien gagal ginjal yang

menjalani hemodialisa atau variabel

confounding adalah sebagai berikut,

rata – rata usia pasien pada kelompok

intervensi dan kelompok kontrol tidak

jauh berbeda. Pada kelompok

intervensi 55,06 tahun dan pada

kelompok kontrol 50, 25 tahun.

Sebagian besar berjenis kelamin laki-

laki, pendidikan mayoritas SMA dan

status pekerjaan pada kelompok

intervensi sebagian besar tidak

bekerja dan pada kelompok kontrol

sebgaian besar bekerja.

Rata – rata tingkat fatigue pada

kelompok intervensi sebelum

dilakukan intervensi adalah 6,03 dan

setelah intervensi 2,51. Sedangkan

pada kelompok kontrol rata – rata

tingkat fatigue sebelum dilakukan

intervensi adalah 6,13 dan setelahnya

6,16.

Terdapat perbedaan yang signifikan

terhadap tingkat fatigue pada pasien

antara sebelum dan sesudah

dilakukan PMR.

Karakteristik pasien atau variabel

confounding lainnya tidak

berkontribusi dalam pelaksanaan

latihan PMR

Berdasarkan hasil penelitian ini

disarankan PMR yang merupakan

Nursing Intervention Classification

(NIC) dapat dijadikan panduan

diruangan dalam menurunkan fatigue

pada pasien gagal ginjal kronis yang

menjalani hemodialisa

Dalam penelitian ini, instrument yang

digunakan adalah sudah memiliki

standar baku secara internasional,

dengan instrument yang sudah

diterjemahkan masih menjadi kendala

pada responden untuk memahami

pertanyaan walaupun instrument

sudah dilakukan uji coba instrument.

Sehingga perlu disarankan untuk

penelitian selanjutnya untuk

31

melakukan uji validitas bahasa dan

isi, serta merevisi setiap pertanyaan

terkait bahasa agar lebih mudah

dipahami responden. Selain itu agar

data lebih bervariasi perlu

ditambahkan jumlah sampel

penelitian.

Daftar Pustaka Bonner, A.,Wellard,S.,Caltabiano.

(2010). The impact of fatigue on daily activity in people with chronic kidney disease. Journal of Clinical Nursing, 19, 3006-3015

Bulecheck,G., Butcher,H., &

Dochterman. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Philadelphia:Mosby Elsevier

Burnier, G.M., & Graydon, J. (1993).

The influence of physical activity on fatigue in patients with ESRD on haemodilysis. American Nephrology Nursing Journal, 20 (4), 457-462

Copstead, L.C., & Banasik, J.L. (2000).

Pathophysiology, (2th ed)Philadelphia: W.B. Saunders Company

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. (2008). Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta

Gordon, P.L., doyle, J.W., & Johansen,

K.L. (2011). Postdialysis fatigue is associated with sedentary behavior. Clinical Nephrology, 75(5), 426-433

Greenbreg, S.S. (2002). Comprehensive

stress management , (7th ed). New York : The McGraw-Hill Companies

Guyton, A. & Hall, J. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC

Horigan, A.,Rocchiccioli,J.,Trimm,D.

(2012). Dialysis and Fatigue : Implication for Nurses – A Case study Analysis. Medical Surgical Nursing, 21, 158-175

Jablonski, A. (2007). The

multidimensional characteristics of symptoms reported by patients on hemodialysis. Nephrology Nursing Journal, 34 (1), 29-37

Jhamb,M.,Weisbord,S.D.,Stell,J.L.,Unru

h,M. (2008). Fatigue in patients receiving maintenance dialysis: a review of definitions, measures and contributing factors. American Journal of Kidney Disease 52, 353-365

Kwekkeboom,K.,Anderson

KA.,Wanta,B. (2010). Feasibility of patient controlled cognitive behavior intervention for pain, fatigue, and sleep disturbance in cancer. Oncolgy Nursing Forum 151-159

Liu, H.E. (2006). Fatigue and associated

factors in hemodialysis patients in taiwan. Research in Nursing & Health, 29, 40-50

Murtaugh, F., Addington-Hall, J., &

Higginson, I. (2007). The Prevelance of symptoms in end stage renal disease: A systematic review. Advances in Chronic Kidney Disease, 14(1), 82-99

McCann, K., & Boore, J.R. (2000).

Fatigue in persons with renal failure who require maintenance haemodilaysis. Journal of Advances Nursing, 32(5). 1132-1142

McCance, K., & Huether, S. (2010).

Pathophysiology: The biologic basis for disease in adults &

30 3130 31

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015

Page 11: PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

31

melakukan uji validitas bahasa dan

isi, serta merevisi setiap pertanyaan

terkait bahasa agar lebih mudah

dipahami responden. Selain itu agar

data lebih bervariasi perlu

ditambahkan jumlah sampel

penelitian.

Daftar Pustaka Bonner, A.,Wellard,S.,Caltabiano.

(2010). The impact of fatigue on daily activity in people with chronic kidney disease. Journal of Clinical Nursing, 19, 3006-3015

Bulecheck,G., Butcher,H., &

Dochterman. 2008. Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Philadelphia:Mosby Elsevier

Burnier, G.M., & Graydon, J. (1993).

The influence of physical activity on fatigue in patients with ESRD on haemodilysis. American Nephrology Nursing Journal, 20 (4), 457-462

Copstead, L.C., & Banasik, J.L. (2000).

Pathophysiology, (2th ed)Philadelphia: W.B. Saunders Company

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. (2008). Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta

Gordon, P.L., doyle, J.W., & Johansen,

K.L. (2011). Postdialysis fatigue is associated with sedentary behavior. Clinical Nephrology, 75(5), 426-433

Greenbreg, S.S. (2002). Comprehensive

stress management , (7th ed). New York : The McGraw-Hill Companies

Guyton, A. & Hall, J. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran. Jakarta : EGC

Horigan, A.,Rocchiccioli,J.,Trimm,D.

(2012). Dialysis and Fatigue : Implication for Nurses – A Case study Analysis. Medical Surgical Nursing, 21, 158-175

Jablonski, A. (2007). The

multidimensional characteristics of symptoms reported by patients on hemodialysis. Nephrology Nursing Journal, 34 (1), 29-37

Jhamb,M.,Weisbord,S.D.,Stell,J.L.,Unru

h,M. (2008). Fatigue in patients receiving maintenance dialysis: a review of definitions, measures and contributing factors. American Journal of Kidney Disease 52, 353-365

Kwekkeboom,K.,Anderson

KA.,Wanta,B. (2010). Feasibility of patient controlled cognitive behavior intervention for pain, fatigue, and sleep disturbance in cancer. Oncolgy Nursing Forum 151-159

Liu, H.E. (2006). Fatigue and associated

factors in hemodialysis patients in taiwan. Research in Nursing & Health, 29, 40-50

Murtaugh, F., Addington-Hall, J., &

Higginson, I. (2007). The Prevelance of symptoms in end stage renal disease: A systematic review. Advances in Chronic Kidney Disease, 14(1), 82-99

McCann, K., & Boore, J.R. (2000).

Fatigue in persons with renal failure who require maintenance haemodilaysis. Journal of Advances Nursing, 32(5). 1132-1142

McCance, K., & Huether, S. (2010).

Pathophysiology: The biologic basis for disease in adults &

30 3130 31

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015

Page 12: PERUBAHAN TINGKAT FATIGUE MELALUI LATIHAN

32

children (6th ed.). St. Louis, MO: Mosby

McCarley, P.B., & Arjomand, M. (2008).

Mineral and Bone disorders in patients od dialysis: Physiology and clinical consequences. Nephrology Nursing Journal, 35 (1), 59-64

Mitchell,S.A.,Beck,S.L.,Hood,L.,Moore,

K.,Tanmer,E.R.(2007). Putting evidence into practice : Evidence based intervention for fatigue during and following cancer and its treatment. Clinical Journal of Oncology Nursing, 11 (1), 99-113

Mollaoglu, M. (2009). Fatigue in people

undergoing haemodialysis. Clinical Perspektive. Dialysis and Transplantation

NANDA Internasional. (2009).

Diagnosis keperawatan : definisi dan klarifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC

National Safety Council. (2003).

Manajemen Stress. Jakarta : EGC Nijrolder, I., Winat, D., Vries, H., Horst,

D. (2009). Diagnosis during follow up of patient presenting with fatigue in primary care. Canadian Medical Association Journal, 18 (10) , 683-687

O’Sullivan, D., & McCarthy, G. (2007).

An exploration of the relationship between fatigue and physical functioning in patients with end stage renal disease receiving haemodialysis. Journal of Clinical Nursing, 16 (11c), 276-284

O’Sullivan, D., & McCarthy, G. (2009).

Exploring the symptom of fatigue in patients with end stage renal disease. Nephrology Nursing Journal. 37-47

Piper B. (1998). The revised Piper Fatigue Scale: psychometric evaluation in women withn breast cancer. Oncology Nursing Forum 25. 677-684

Polaschek, N. (2003). Living on dialysis

: Concerns of clients in a renal setting. Journal of Advanced Nursing, 41 (1), 44-52

Smeltzer & Bare. (2002). Keperawatan

Medikal Bedah : Brunner & Suddarth. Ed.8. Jakarta : EGC

Sulistini, Rumentalia. (2010). Gambaran

faktor yang berhubungan dengan fatigue pada pasien yang menjalani hemodialisa di RSUP dr. Moh Husein Palembang. (tesis). Perpustakaan UI

Weisboard, s., Fried, L., Arnold, R., Fine,

M., Levenson, D., Peterson, R., & Switze, G. (2005). Prevelance, severity, and importance of physical and emotional symptoms in chronic hemodialysis patients. Journal of the American Society of Nephrology, 16 (8), 2487-2494

Welch JL. (2006). Symptom

management. In Contemporary Nephrology Nursing: Principles and Practice (Molazhn AE & Butera E eds). American Nephrology Nurse’s Association, New Jersey, pp.275-292

Yildirim, Y.K., &Fadiloglu, T. (2006).

The effect progressive muscle relaxation training on anxiety level and quality of life in dyalisis patient. EDNA/ERCA Journal

33

DETERMINASI KUALITAS PELAYANAN PENDIDIKAN TERHADAP

KEPUASAN LULUSAN FIKES UPNVJ TAHUN 2014

Tatiana Siregar, Murtiwi, Suryani Maryam*

*Dosen Pengajar di FIKES UPNVJ

[email protected],

[email protected],

[email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa determinasi kualitas pelayanan pendidikan terhadap kepuasan lulusan FIKES UPN “Veteran” Jakarta serta dimensi manakah yang paling penting pengaruhnya terhadap kepuasan lulusan FIKES UPN “Veteran” Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan di Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan UPN “Veteran” Jakarta secara sampling sebanyak 216 mahasiswa lulusan FIKES UPNVJ. Teknik pengumpulan data menggunakan survey data primer. Data dianalisis dengan regresi berganda menggunakan Program Statistical Package for Social Studies (SPSS). Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang sangat signifikan dari dimensi responsiveness terhadap variabel kepuasan lulusan FIKES UPN “Veteran” Jakarta sebesar 0.243; dimensi empathy terhadap kepuasan lulusan sebesar 0,226; dimensi assurance terhadap kepuasan lulusan sebesar 0.283, dimensi reliability terhadap kepuasan lulusan sebesar 0.222 dimana masing-masing nilai probabilitas (sig) bernilai 0,000. Nilai beta coefficient dalam penelitian ini paling tinggi pada variabel Assurance sebesar 0,289. Kesimpulan penelitian ini adalah dimensi responsiveness, emphaty, assurance, dan reliability berpengaruh signifikan positif terhadap kepuasan mahasiswa Fikes UPN “Veteran” Jakarta, sedangkan dimensi tangible tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan mahasiswa. Dimensi yang paling penting pengaruhnya terhadap kepuasan mahasiswa yaitu Assurance, kemudian secara berurutan diikuti oleh dimensi emphaty, responsiveness, dan reliability yang hampir sama pentingnya. Kata kunci : Tangible, Responsiveness, Emphaty, Assurance, Raliability, satisfaction of studet graduates, quality of education services

Abstract

Determination quality of education services to satisfaction of student graduates of Health Sciences Faculty of Pembangunan Nasional Veteran Jakarta University 2014. This research aimed to analyze the determination of quality of education services to satisfaction of student graduates of Health Sciences Faculty of Pembangunan Nasional Veteran Jakarta University (UPNVJ) as well as a dimension which is the most important influence on the satisfaction of student graduates of Health sciences Faculty of UPNVJ. Sampling was done at Pembangunan Nasional Veteran Jakarta University by purposive sampling of 216 student graduates of Health sciences Faculty of UPNVJ. Survey data collection techniques using primary data. Data were analyzed by regression using the program Statistical Package for Social Studies (SPSS). The result showed that there are very significant influence of the responsiveness dimension on the satisfaction of student graduates of Health sciences faculty of UPNVJ variables of 0.243; empathy dimension levels on the satisfaction of student graduates variables of 0.226 ; assurance dimension on the satisfaction of student graduates variables of 0.283, reliability dimension on the satisfaction

32 3332 33

Jurnal Keperawatan Widya Gantari Vol. 2, No. 1 / Juni 2015


Recommended