Pilihan-‐pilihan Hukum dan Kelembagaan untuk Implementasi Putusan MK 35
secara realis;k Myrna A. Safitri
Direktur Ekseku;f Epistema Ins;tute Presentasi dalam Lokakarya Putusan MK No. 35/PUU-‐X/2012
Forest Watch Indonesia Jakarta, 11 Agustus 2014
Belajar dan berbagi untuk keadilan eko-sosial
Edit the text with your own short phrases. To change a sample image, select a picture and delete it. Now click the Pictures icon in each placeholder to insert your own images. The animation is already done for you; just copy and paste the slide into your existing presentation. Sample pictures courtesy of Bill Staples.
Pokok-‐pokok pikiran MK
Respon kebijakan pemerintah
Pilihan-‐pilihan hukum
Pilihan kelembagaan
Presentasi hari ini
Pokok-‐pokok pikiran MK 1. Masyarakat Hukum Adat sebagai subjek hukum. 2. UU No. 41/1999 diskrimina;f, ;dak memberi kepas;an hukum dan
keadilan. 3. Pengabaian negara terhadap masyarakat hukum adat. 4. Pengakuan masyarakat hukum adat dan hutan adat adalah untuk
pembangunan berkelanjutan. 5. Memperjelas status hutan: hutan negara, hutan adat, hutan
perorangan/badan hukum. 6. Hutan adat salah satu fungsi wilayah hak ulayat. 7. Masyarakat hukum adat berkembang secara evolu;f. 8. Hak menentukan nasib sendiri dalam bingkai NKRI. 9. Perda sebagai pendelegasian wewenang dan mengisi kekosongan
hukum.
Belajar dan berbagi untuk keadilan eko-sosial
Menyatunya negara dan adat dalam penguasaan hutan
menurut UU No. 41 Tahun 1999
Hutan adat
Hutan adat
Hutan Hak Hutan
Negara
Hutan adat
Belajar dan berbagi untuk keadilan eko-sosial
Terpisahnya negara dan adat dalam penguasaan hutan (Putusan MK No.35/PUU-‐X/2012)
Hutan adat
Hutan adat
Hutan Hak
Hutan Negara
Hutan adat
Hutan hak Pero-‐rangan
Hutan Hak Badan Hukum
Belajar dan berbagi untuk keadilan eko-sosial
TANAH (DIKUASAI LANGSUNG) NEGARA
TANAH WARGA NEGARA
INSTANSI PEMERINTAH
MASYARAKAT HUKUM ADAT
PERORANGAN/ BADAN HUKUM
HGB HGU
Hak Pakai
HGB /Hak Pakai di atas tanah Hak Milik
Hak Milik
Hak Perorangan Warga
Masyarakat
HUTA
N HAK
Pe
rorangan/badang hu
kum
HUTAN ADAT
HUTAN NEGARA
Hutan dikelola
Kemenhut
HGU
Izin-‐izin Pemanfaatan dan Penggunaan
Hutan
Pidato Presiden SBY 27 Juni 2013
“…recently the Indonesian Cons3tu3onal Court has decided that customary forest, or hutan adat, is not part of the state forest zone. This decision marks an important step towards a full recogni3on of land and resources rights of adat community and forest-‐dependent communi3es. This will also enable Indonesia’s shiB toward sustainable growth with equity in its forests and peatlands sector. I am personally commiDed to ini3a3ng a process that registers and recognizes the collec3ve ownership of adat territories in Indonesia. This is a cri3cal first step in the implementa3on process of the Cons3tu3onal Court’s decision.”
SE Menhut No. SE/1/Menhut-‐II/2013 16 Juli 2013
§ Menjelaskan kembali amar putusan dan pendapat MK dalam perkara pengujian kons;tusionalitas pasal-‐pasal dalam UU No. 41 Tahun 1999 terkait hutan adat dan masyarakat hukum adat.
§ Menegaskan bahwa hutan adat itu harus ditetapkan oleh Menteri Kehutanan, dengan syarat keberadaan masyarakat hukum adat terlebih dahulu ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
§ Penetapan masyarakat hukum adat dilakukan oleh Tim sesuai dengan kriteria Pasal 67 UU No. 41 Tahun 1999
Pasal 67 UU No. 41 Tahun 1999 masih berlaku
(1) Masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya berhak:
a. melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-‐hari masyarakat adat yang bersangkutan;
b. melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan ;dak bertentangan dengan undang-‐undang; dan
c. mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.
(2) Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Kriteria Masyarakat Hukum Adat menurut Penjelasan Pasal 67 UU No. 41 Tahun 1999
Masyarakat hukum adat diakui keberadaannya, jika menurut kenyataannya memenuhi unsur antara lain: a. masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtsgemeenschap);
b. ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasa adatnya; c. ada wilayah hukum adat yang jelas; d. ada pranata dan perangkat hukum, khususnya peradilan adat, yang masih ditaa;; dan
e. masih mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-‐hari.
Permenhut P. 62/Menhut-‐II/2013 sebagai amandemen
dari Permenhut P. 44/Menhut-‐II/2012
• Masyarakat hukum adat adalah sebagai sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat ;nggal ataupun atas dasar keturunan.
• Wilayah Masyarakat Hukum Adat adalah tempat berlangsungnya hidup dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat hukum adat yang bersangkutan yang letak dan batasnya jelas serta dikukuhkan dengan Peraturan Daerah.
Kontroversi Permenhut P. 62/Menhut-‐II/2013
• Keberadaan masyarakat hukum adat ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota.
• Peraturan Daerah memuat letak dan batas wilayah masyarakat hukum adat yang dinyatakan secara jelas dalam peta wilayah masyarakat hukum adat.
• Dalam hal sebagian atau seluruh wilayah masyarakat hukum adat berada dalam kawasan hutan, dikeluarkan dari kawasan hutan.
SE Mendagri No. 522/8900/SJ 20 Des 2013
§ SE ini membuat definisi baru mengenai tanah ulayat. § Tanah adat -‐-‐yang dipersamakan oleh surat ini dengan tanah ulayat-‐-‐ disebutkan sebagai bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu; tanah ulayat termasuk tanah kerajaan, kraton maupun kesultanan (Sultan Ground).
§ SE ini memerintahkan Gubernur dan Bupa;/Walikota melakukan pemetaan masyarakat hukum adat pada kurun waktu Desember 2013-‐Mei 2014.
Permendagri 52/2014 7 Juli 2014
§ Gubernur dan bupa;/walikota melakukan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat. Gubernur lebih banyak melakukan pembinaan, pengakuan dilakukan bupa;/walikota.
§ Bupa; membentuk Pani;a MHA yang terdiri dari: Sekda sebagai ketua, Kepala SKPD Pemberdayaan Masy sebagai sekretaris, Kabag Hukum Setda, Camat, Kepala SKPD lain.
§ Iden;fikasi MHA dilakukan Bupa; melalui camat dengan melibatkan MHA. § Verifikasi dan Validasi oleh Pani;a MHA. § Hasil verifikasi diumumkan kepada MHA dlm waktu 1 bulan. § Keberatan dapat diajukan kepada Pani;a, kemudian dilakukan verifikasi
ulang satu kali. § Jika ada keberatan lain dilakukan melalui mekanisme gugatan tata usaha
negara.
• Pilihan bentuk hukum pengakuan keberadaan MHA sebagai subjek hutan adat: – Perda Kabupaten (UU 6/2014; Permenag 5/1999) – Perda Kabupaten/Provinsi (Permenhut P. 62/2014) – Keputusan Bupa;/Keputusan Bersama Bupa; (Permendagri 52/2014)
– Keputusan Gubernur/Keputusan Bersama Gubernur – Keputusan Presiden (RUU PPHMAH-‐DIM 20/3/14)
• Pilihan bentuk kelembagaan MHA: -‐ Masyarakat Hukum Adat atau -‐ Desa Adat
Pertanyaan kunci terkait pilihan hukum dan kelembagaan pelaksanaan Putusan MK 35
• Pilihan lokasi hutan adat yang diakui: -‐ Di Kawasan Hutan -‐ Di luar Kawasan Hutan -‐ Di dalam dan luar kawasan hutan
• Pilihan waktu: -‐ Sebelum RUU PPHMHA berlaku -‐ Setelah RUU PPHMHA berlaku
Lanjutan pertanyaan kunci
• Pilihan terkait lembaga melakukan verifikasi, validasi: -‐ Lembaga independen; -‐ Lembaga mul;pihak; atau -‐ Lembaga pemerintah murni
Lanjutan pertanyaan kunci
Pengakuan MHA adalah kewenangan Pemerintah Daerah
Belajar dan berbagi untuk keadilan eko-sosial
• Dasar hukum utama: Pasal 18B (2) UUD 1945 • Pemerintah Daerah dan Peraturan Daerah memegang peran
pen;ng dalam pelaksanaan Putusan MK 35 ini. Pemerintah Pusat bahkan Mahkamah Kons;tusi telah menyerahkan tanggung jawab kepada Daerah.
Persoalan dengan Perda Keberadan Perda-‐perda belum signifikan menghasilkan perubahan karena:
– Sifat Perda sebagian besar adalah Perda yang mengatur mengenai masyarakat hukum adat, hak atau wilayahnya.
– Jarang ditemukan Perda yang berisikan pengukuhan atau penetapan keberadaan masyarakat hukum adat dan wilayahnya dengan disertai peta yang jelas.
– Kelembagaan pelaksana Perda di daerah bukan lembaga yang mempunyai tugas dan fungsi yang relevan.
Opsi jenis Perda
Belajar dan berbagi untuk keadilan eko-sosial
Pemerintah Daerah Kabupaten atau Provinsi perlu memiliki Peraturan Daerah yang bersifat pengaturan dan penetapan. Tiga opsi yang dapat dipilih: • Perda Provinsi untuk tata cara pengakuan masyarakat hukum
adat sebagai panduan bagi penyusunan Perda Kabupaten untuk penetapan; atau
• Perda Kabupaten untuk pengaturan dan Perda Kabupaten untuk penetapan; atau
• Pengaturan dan penetapan sekaligus dalam satu Perda Kabupaten.
Opsi Pengaturan Pemetaan Wilayah Adat
Belajar dan berbagi untuk keadilan eko-sosial
• Pemetaan secara serentak di ;ngkat Kabupaten kemudian membuat Perda Kabupaten tentang penetapan seluruh masyarakat hukum adat dan wilayahnya dengan lampiran peta yang sudah ada; atau
• Pemetaan secara parsial di ;ngkat Kabupaten kemudian membuat Perda Kabupaten tentang penetapan satu atau beberapa masyarakat hukum adat dan wilayahnya dengan lampiran peta yang sudah ada; atau
• Pemetaan dilakukan bersamaan dengan penyusunan naskah akademis Ranperda Kabupaten; atau
• Pemetaan dilakukan setelah Perda penetapan disahkan.
Opsi Pengaturan Perlindungan Wilayah Adat
Belajar dan berbagi untuk keadilan eko-sosial
• Perda hanya menyatakan bahwa wilayah adat menjadi rujukan penataan ruang; atau
• Perda menyebutkan fungsi ruang bagi wilayah adat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten (RTRWK), misalnya sebagai kawasan perdesaan atau kawasan strategis sosial-‐budaya.
Opsi Pengaturan Hutan Adat
Belajar dan berbagi untuk keadilan eko-sosial
• Perda hanya menyatakan bahwa hutan adat adalah hutan dalam wilayah adat; atau
• Perda menyatakan bahwa hutan adat dapat berada di dalam atau di luar kawasan hutan
Opsi Pengaturan Kelembagaan yang bertanggungjawab
Belajar dan berbagi untuk keadilan eko-sosial
• Perda menyerahkan pengurusan SKPD yang ada, dengan tugas dan fungsi pada umumnya; atau
• Perda membentuk lembaga baru bersifat mul;pihak; atau • Perda membentuk lembaga khusus di bawah Bupa; yang
berisikan pihak-‐pihak independen.
Melampaui Hukum: Catatan penutup
Belajar dan berbagi untuk keadilan eko-sosial
Pelaksanaan Putusan MK 35 bukan sekedar menerbitkan peraturan atau melakukan pemetaan. Putusan MK ini mensyaratkan pen;ngnya menata ulang relasi komunitas apakah yang disebut adat atau ;dak dan melakukan rekonsiliasi sosial antar komunitas yang hancur akibat pemberlakukan kebijakan masa orde baru. Penataan ini semes;nya bekerja atas dasar prinsip koeksistensi damai antara komunitas.