+ All Categories
Home > Education > Renewing Our Commitment

Renewing Our Commitment

Date post: 20-Jan-2015
Category:
Upload: gonzilla-sach
View: 686 times
Download: 11 times
Share this document with a friend
Description:
Harm Reduction campaign across Sulawesi island- Indonesia, from South to North on 2012, approach students, civil society and Indonesian Army With two motorbike, the team approach more than 4000 Army and families, over 2500 students and ride more than 3500 km This door to door campaign was held by independent budget, not used cooporate or international donors, purely civil society networking, local health district intstitution and individuals movement who have high attention for this fenomenal action
Popular Tags:
64
Renewing our Commitment Page 1 1800 : 5 Sulawesi Leading to a Brighter Future
Transcript
Page 1: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 1

1800 : 5 Sulawesi Leading to a Brighter Future

Page 2: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 2

Dari Sulawesi untuk Indonesiaku

Shanti Riskiyani, Sahrul Syah, Merly Yurinda,

Kester Sumual dan Amir Mahmud

Page 3: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 3

SULAWESI DAN NARKOTIKA

Kondisi Kekinian

Sulawesi sebagai pintu masuk bagi wilayah timur Indonesia lainnya

menjadikannya sebagai kawasan yang terbuka dan sarat akan kemajuan. Kami

memilih Makassar sebagai titik awal perjalanan kami dengan alasan efektifitas

dan juga mudahnya akses transportasi dari pulau Jawa. Sebagai pintu masuk,

tidak hanyak kemajuan yang bersifat positif yang dialami oleh wilayah ini. Efek

negatif dari globalisasi dan juga kemajuan teknologi juga menjadi risiko yang

mesti dihadapi.

Hingga tahun 2011 di Indonesia hampir 40 % orang yang hidup dengan

HIV (Human Immuno Defficiency) adalah pengguna narkotika dengan media

jarum suntik (Injecting Drugs Users). Selain itu dengan tidak perlu mengetahui

dari besaran jumlah berapa warga negara Indonesia yang hidup dalam

kecanduan, tetap dapat dibuktikan bahwa adiksi merupakan permasalahan dari

Bio –Psiko –Sosial.

Permasalahan adiksi tidak hanya bermuara pada adanya peredaran serta

perdagangan gelap narkotika tetapi adanya kelemahan dalam memperoleh akses

informasi di tataran masyarakat, selain itu factor pemiskinan di segala sektor

juga terus terjadi. Perlu digaris bawahi adanya kelemahan pada tataran aparatur

negara yang seharusnya dapat mendukung juga melibatkan peran masyarakat

sipil secara lebih luas dalam penanggulangan narkotika.

Belakangan ini penanggulangan narkotika dan HIV hanya terfokus di

pulau Jawa dimana perputaran dana terjadi disana dan Bali saja karena dianggap

akses untuk memperkuat gerakan dirasa lebih memungkinkan.

Ketidakseimbangan yang terjadi dalam penanggulangan narkotika serta HIV di

Indonesia segera mungkin dapat mengakibatkan meluasnya jaringan peredaran

serta perdagangan narkotika. Hal ini dikarenakan oleh banyak melibatkan

masyarakat, kurang tegasnya kebijakan hukum yang ada, dari mulai proses

penangkapan, penahanan dan penghukuman. Kondisi tersebut semakin parah

mengingat belum meratanya layanan dukungan kesehatan dasar pecandu

narkotika.

Page 4: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 4

Jalur Sulawesi dipilih sebagai sasaran untuk pelaksanaan kegiatan

kampanye pengurangan dampak buruk narkotika dikarenakan Sulawesi telah

menjadi barometer dan pintu gerbang pembangunan untuk kawasan timur

Indonesia. Mobilitas yang tinggi masyarakat dari Indonesia Timur ke Indonesia

bagian lainnya mengundang banyak potensi dalam ketertarikan investasi pada

bidang ekonomi namun peredaran narkotika.

Membangun jejaring

Pelibatan masyarakat sipil dalam upaya pencegahan penyalahgunaan

narkotika masih sangat minim. Peranan masyarakat terlihat hanya ketika terjadi

pengerahan massa dalam rangka kampanye pada saat peringatan hari anti

narkotika maupun hari AIDS (Acquaired Immunodeficiency Syndrom). Simpul-

simpul pergerakan masyarakat sipil yang tergabung dalam organisasi swadaya

masyarakat, belumlah mampu menumbuhkan kesadaran akan penanggulangan

narkotika juga HIV.

Perjalanan kami menyusuri jalur trans Sulawesi memungkinkan untuk

memetakan kondisi penyebaran narkoba serta melakukan identifikasi

permasalahan terkait narkotika. Badan Narkotika Nasional (BNN)

memproyeksikan bahwa pada tahun 2012 terdapat kurang lebih 1,7 juta

pelajar/mahasiswa yang melakukan penyalahgunaan narkotika. Adapun

kelompok yang bukan belajar bisa mencapai 2 kali lipat dari angka di atas.

Kelompok ini juga terus meningkat, karena biasanya dari penggunaan

narkobanya seorang pelajar harus berhenti sekolah karena tidak lagi dapat

berkonsentrasi dengan pelajaran, melainkan sudah terjerumus pada

ketergantugan terhadap narkoba. Untuk itu pemberian informasi tentang

dampak buruk penggunaan narkotika kepada siswa/i SMA dan SMP di sepanjang

jalur Makassar hingga Manado menjadi tujuan utama kegiatan kami.

Minimnya akses masyarakat terhadap informasi narkotika dan HIV

menjadikan upaya kami menjadi salah satu upaya dalam percepatan perluasan

terhadap akses informasi dan pemahaman narkotika dan HIV. Keikutsertaan

Kodam VII Wirabuana juga menjadi sebuah insiatif yang dapat menginspirasi

sektor lain untuk dapat ikut serta dalam upaya aktif untuk mewujudkan generasi

yang bebas dari narkotika

Page 5: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 5

PERSIAPAN TIM LANGIT BIRU

Tim Langit Biru, begitulah kami menamakan tim kami dengan harapan

perjalanan tiga minggu di sepanjang jalur Sulawesi senantiasa akan disertai

dengan cuaca yang cerah dan tidak ada penghalang apapun. Penyuluhan

terpanjang, terbanyak dan terlama ini dilakukan oleh lima orang yang dalam

kesehariannya aktif terlibat dalam upaya pencehanan penyalahgunaan narkotika

dan penanggulangan HIV. Kelima orang ini, 2 orang berasal dari Jakarta dalam

hal ini Jaringan Aksi Nasional Pengurangan Dampak Buruk Narkoba (JANGKAR)

dan 3 orang dari kota Makassar yang tergabung dalam Makassar Harm

Reduction Community (MHaRC) yang juga anggota JANGKAR. Keinginan untuk

melakukan kegiatan ini lebih didasarkan oleh kekhawatiran kami atas maraknya

penyalahgunaan obat di kalangan pelajar dan mahasiswa. Perilaku mencampur

obat-obatan dengan minuman beralkohol juga menjad trend remaja saat ini.

Mudahnya akses terhadap obat-obatan di pasaran semakin memberikan peluang

kepada mereka untuk terus menyalahgunakan obat.

Jalur trans sulawesi saat ini telah mengalami peningkatan dalam hal

kondisi jalan maupun aksesnya oleh masyarakat. Meskipun demikian, hal ini

belum didukung oleh sarana peristirahatan yang memadai. Kami sepakat untuk

membekali diri dengan tenda, kantung tidur dan matras jika sewaktu-waktu

kami harus menginap di jalan. Faktor keamanan kemudian menjadi

pertimbangan karena kondisi perkampungan yang masih berjauhan satu sama

lain. Usulan salah satu anggota tim untuk menggunakan fasilitas pemerintah

dalam hal ini koramil sebagai tempat untuk menginap membawa kami bertemu

dengan Pangdam VII Wirabuana.

Pertemuan dengan pak Nizam, prajurit berbintang dua di Markas Kodam

VII/WRB jauh dari kesan sangar dan formil. Beliau sangat senang mendengar

usulan kegiatan kami dan meberikan apresiasi yang sangat menggembirakan di

luar perkiraan harapan kami. Atas arahan pak Nizam, maka seluruh kesatuan di

sepanjang jalur trans sulawesi akan menerima kami sekaligus mengikuti

kegiatan penyuluhan narkotika yang kami lakukan.

Page 6: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 6

Hari-hari berikutnya diisi dengan briefing dengan tim dan juga staff

teritorial Kodam untuk membahas teknis perjalanan mulai dari kendaraan dan

prakiraan waktu tiba dan jadwal pelaksanaan penyuluhan. Tidak hanya itu kami

juga mengajak pihak lain yakni Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) dan

juga Biro Bina Napza dan HIV Provinsi Sulsel, tetapi mereka belum dapat

memberikan dukungan yang maksimal. 100 buku pegangan siswa dan 200

lembar brosur dititipkan oleh BNNP kepada kami untuk diberikan ke sekolah.

Ibu Sri (Kepala Biro Bina Napza dan HIV) atau yang akrab kami sapa dengan Kak

Endang tidak henti-hentinya memberikan motivasi dan semangat kepada kami.

Ia meminta maaf karena kondisi pemrov saat ini tidak memungkinkan untuk

memberikan dukungan penuh kepada kami. Sebagai pribadi ia memberi kami

uang bensin yang bisa kami pakai hingga sulawesi tengah, terima kasih kak.

Walaupun dengan dukungan yang tidak banyak, kami tetap semangat dan

menginginkan kegiatan ini dapat sukses dan dapat terdokumentasi. Dengan

meminjam salah satu ruangan di Balla’ta, sekeretariat PKNM (Persaudaraan

Korban Napza Makassar), kami bertemu dengan awak media cetak dan

elektronik yang ada di Makassar.

Konferensi Pers kami lakukan denga tujuan sebagai publikasi terhadap

kegiatan yang kami lakukan semoga dapat menjadi inspirasi bagi kelompok

masyarakat lainnya untuk melakukan upaya pencegahan HIV dan

penyalahgunaan narkotika. Selain itu press conferences juga dapat memberikan

pemahaman dan penyadaran kepada media bahwa issu narkotika menjadi

penting untuk diangkat di media bukan karena siapa pemakainya, tetapi

dampaknya yang dapat berakibat fatal bagi kelangsungan sebuah bangsa.

Hari Penting

Tanggal 29 April 2012 jam 10.00 wita, tim Langit Biru yang

beranggotakan 6 orang, dilepas oleh Asisten Teritorial Kodam VII/Wirabuana.

Acara pelepasan dihadiri oleh staf Kodam VII/WRB, Direktur LSM YPKDS

(Yayasan Peduli Kelompok Dukungan Sebaya) beserta staf, Direktur LSM PKNM

(Persaudaraan Korban Napza Makassar beserta staf, dan juga mahasiswa.

Pelepasan dilaksanakan di Kantor Kesdam Jl. Sudirman Makassar dengan

mengendarai mobil Suzuki APV milik Dam VII/WRB dan Honda Jazz milik tim.

Page 7: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 7

Sejumlah undangan yang mengendarai sepeda motor ikut mengantar tim hingga

ke perbatasan kota Makassar dan Kabupaten Maros.

Iring-iringan berangkat menuju titik pertama pelaksanaan penyuluhan

yaitu Korem Pare-Pare. Cuaca cerah sekali dan suasana yang ramai oleh

masyarakat makassar yang berolahraga di sekitar lokasi keberangkatan kami

seolah-olah ikut bergembira dan menjadi penyemangat kami yang akan

melakukan perjalanan selama 21 hari ke depan.

Page 8: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 8

PARE-PARE, ENREKANG, TANA TORAJA DAN PALOPO

Kota Bandar Madani

Setelah makan siang dengan pak Jhon Dandim Pangkep, tim langit biru

melanjutkan perjalanan. Kali ini kami tidak lagi bersama pak Basid, karena beliau

harus segera kembali ke Makassar. Perjalanan menuju Pare-pare berjalan lancar,

cuaca yang cukup terik membuat saya yang berada di dalam mobil yang sejuk

menjadi terkantuk-kantuk.

Tepat pukul 15.00 wita, kami tiba di Makorem, dan langsung diterima

oleh Kapten Yessy Mambu, perwira teritorial Korem. Pak Yessy mengajak kami

beristirahat di ruang tamu Korem. Disana sudah ada pak Kasrem dan beberapa

perwira lainnya. Setelah shalat Ashar, tim disuguhi hidangan khas markas

tentara berupa ubi rebus, pisang rebus dan kacang rebus. Suasana sore hari itu

sangat pas rasanya, sajian tradisional dan teh hangat menemani obrolan santai

kami. Bila sesuai dengan jadwal, maka kegiatan penyuluhan akan dilaksanakan

tepat pukul 19.00 wita. Tetapi kegiatan di korem dilaksanakan lebih awal yaitu

pukul 17.00 wita, atas permintaan peserta yang sebagian besar adalah prajurit,

istri prajurit dan juga pegawai di lingkungan korem. Karena hari itu adalah hari

libur, maka biasanya mereka menghabiskan malam libur bersama keluarganya.

Memasuki aula yang sudah tertata rapi, kami disambut oleh riuh peserta

penyuluhan, terutama prajurit muda. Karena saya dan merly adalah 2

perempuan yang ikut bersama 4 orang cowok sangar, mungkin itu juga menjadi

daya tarik tim kami. Melihat jumlah peserta yang cukup banyak, kami segera

membagi mereka dalam kelompok-kelompok kecil. Sebenarnya yang kami

inginkan adalah kelompok yang heterogen, jadi tidak ada pembatasana antara

prajurit yang berpangkat tinggi dengan mereka yang berpangkat rendah maupun

berstatus PNS. Tetapi lingkungan tentara sepertinya sulit menerapkan itu,

jadilah kelompok-kelompok yang terbagi berdasarkan ‘kelas kepangkatan’. Satu-

satunya yang cukup heterogen adalah kelompok istri prajurit, karena tidak ada

pemisahan antara istri petinggi dengan istri bawahan. Begitupula dengan

Page 9: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 9

kelompok PNS, mereka tidak sungkan untuk berbaur dengan istri parajurit

lainnya. Jadilah Acho dan Merly yang menjadi fasilitator pada kelompok ini.

Imam, sebagai anggota tim yang paling senior mendapatkan kelompok

yang paling sulit, kelompok perwira. Bapak-bapak ini berwajah tegang dan

masing-masing ‘jaga wibawa’. Ketika Imam memcoba menggali sejauh mana

pengetahuan mereka tentang narkoba, tidak ada satupun yang angkat bicara.

Mungkin mereka takut jika jawabannya salah, akan merasa malu di depan rekan-

rekannya yang lain. Jadilah Imam story teller dan sekali-kali terdengar beberapa

pesertanya menimpali celotehan Imam.

Kelompok saya adalah kelompok yang lumayan aktif, dan cukup

heterogen. Mulai prajurit satu hingga sersan ada dalam kelompok ini. Sebagian

dari mereka pernah bertugas di papua, sehingga informasi HIV pernah mereka

peroleh ketika berada disana. Beberapa prajurit ‘senior’ menuturkan

pengalamannya bertemu dengan ODHA (Orang dengan HIV-AIDS), mereka

khawatir apakah interaksi mereka dengan ODHA dapat membuat mereka

tertular dengan virus HIV. Beberapa klarifikasi saya berikan terkait penularan

HIV dan juga bahaya penyalahgunaan obat yang biasanya dijual bebas di

pasaran. Termasuk perilaku mencampur obat-obatan dengan minuman

beralkohol.

Ada beberapa masukan dari peserta tentang isu narkotika dan HIV di

lingkungan Korem, diantaranya Kepala Kesehatan Korem menginginkan ada

layanan terpadu terkait HIV dan AIDS di Korem Pare-Pare, mengingat hingga

saat ini sudah ada beberapa kasus HIV di lingkungan Korem. Dari kalangan

bintara dan tamtama menginginkan agar informasi tentang narkotika dan juga

HIV yang berupa poster atau papan informasi tidak hanya disediakan di bagian

Kesehatan, agar informasi tersebut mudah diperoleh. Mereka berpendapat,

infromasi tentang kesehatan yang disediakan di bagian kesehatan hanya dapat

diakses ketika mereka sakit, sedangkan mereka yang tidak pernah ke bagian

kesehatan, tentu akan sangat minim informasinya.

Diskusi kami berakhir dengan permainan dan yel-yel yang dipimpin oleh

Gogon. Setelah berpamitan, kami dipersilahkan beristirahat di Mess Korem yang

letaknya di dekat pelabuhan. Tiba di Mess, saya langsung mandi karena udara

seharian kali itu membuat rasa gerah ditambah penat karena lelah di perjalanan.

Page 10: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 10

Malam harinya kami isi dengan diskusi, memberikan koreksi satu sama lain dan

menyusun strategi untuk kegiatan di sekolah esok hari.

Yang muda yang ceria

Keesokan harinya dengan mengendarai 2 unit mobil Avanza yang

disediakan oleh Korem, tim berangkat menuju Puskesmas Lumpue, untuk

menjemput ibu Irna staff PKM ( Pusat Kesehatan Masyarakat) yang membantu

dalam hal koordinasi dengan pihak SMP dan SMA yang akan menjadi lokasi

penyuluhan.

Memasuki halaman Madrasah Aliyah Negeri 2 Pare-pare, kami sempat

tertegun karena suasananya sangat sepi. Jangan-jangan siswanya masih libur.

Saya dan tim menuju salah satu ruangan untuk menemui guru yang bertugas hari

itu. Atas petunjuk ibu guru, kami menuju kelas yang sudah disiapkan untuk

menerima materi kami. Setelah memperkenalkan diri kepada siswa, demi

efisiensi dan efektifitas waktu kami harus memecah tim karena hari itu ada 4

sekolah yang mesti kami datangi. Tim pun berpencar ke SMP 3, SMK Amsir dan

SMA Negeri 2.

Seperti yang dibayangkan, penyuluhan di kalangan remaja pasti akan

menguras tenaga. Berbagai pertanyaan dan juga pengalaman semua ingin

dibagikan kepada mereka. Terutama karena mereka juga mempunyai

pengalaman yang menarik utamanya tentang obat-obatan yang dijual bebas

dipasaran. Ada anggapan bahwa penggunaan obat-obatan tersebut dianggap

tidak membahayakan kesehatan.

Penyuluhan serentak di 4 sekolah hari itu berlangsung lancar dan

kamipun sangat puas dengan antusiasme peserta yang ada. Siang harinya tim

kembali ke Makorem, karena makan siang telah menunggu kami disana. Setelah

menyerahkan plakat dan penandatanganan spanduk oleh pak Yessy Kristian

Mambu, kami berangkat menuju kabupaten Enrekang. Kali ini Gogon dan Imam

mesti balik ke Makassar dengan menggunakan mobil, karena teman kami Kester

yang membawa sepeda motor, akan tiba di Makassar esok pagi. Selanjutnya

Gogon dan Kester akan bergabung bersama kami di Enrekang.

MHaRC beraksi

Page 11: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 11

Perjalanan menuju kota Enrekang saya nikmati dengan mencoba

membuat catatan kecil tentang kegiatan yang telah terlaksana di Pare-pare. Kala

itu, saya hanya berdua bersama Merly di mobil yang dikendarai oleh supir dari

pare-pare. Pak supir ternyata pernah ditugaskan di Makassar, jadilah obralan

yang seru selama perjalanan untuk mengimbangi kondisi pegunungan dengan

jalan yang berkelok-kelok menanjak serta menurun.

Kurang lebih 2 jam perjalanan kami tempuh hingga akhirnya kami tiba di

Kodim Enrekang. Disana Pasi Ter Kodim, Kapten Inf. Thomas, telah menunggu

kedatangan tim. Setelah melapor dan berkoordinasi untuk kegiatan keesokan

harinya di Koramil Enrekang, tim menuju ke penginapan untuk beristirahat.

Untuk kota Enrekang hanya ada 2 sekolah yang bersedia menerima kami

di sekolah mereka. Atas bantuan Rijal, staf Puskesmas Maiwa lokasi kami dapat

langsung menuju sekolah yang telah menunggu kami. Sebelumnya, penyuluhan

kami lakukan kepada para prajurit dan istri yang ada di markas Kodim Enrekang.

Kunjungan ke SMP Negeri 2 Enrekang disambut oleh ibu kepala sekolah

yang telah menunggu kami sejak pagi. Segera kami menuju kelas, disana siswa/i

telah duduk melantai menunggu kedatangan kami. Karena tidak ada aula, maka

salah satu laboratorium dipakai untuk kegiatan penyuluhan. Untuk itu, anak-

anak telah mengeluarkan meja dan kursi agar tempatnya bisa lebih luas. Segera

Acho mengambil alih acara, Acho adalah seorang relawan yang bekerja untuk

memberikan penyuluhan mengenai informasi HIV dan dampak buruk

penggunaan narkotika kepada keompok usia muda di kota makassar dan sudah

beraktifitas lebih dari 5 tahun, oleh karena itu untuk urusan dengan anak SMP

dia paling yang paling ‘doyan’.

Hari itu penyuluhan hanya dilakukan oleh 3 orang anggota tim yang

berasal dari MHaRC; Aco, Merly dan saya tentunya. Pesan singkat telepon

genggam masuk dari Gogon yang menerangkan bahwa ada keterlambatan

jadwal tiba kapal di Makassar, sehingga Kester dan Gogon belum bisa berangkat

ke Enrekang. Kester mengawal 2 unit sepeda motor yang akan digunakan tim

untuk perjalanan sepanjang rute trans Sulawesi nantinya, dan saat ini masih

dalam perjalanan menyeberang melalui laut dengan kapal ferry dari Surabaya

menuju Makassar. Walau hanya bertiga, kami tetap bisa menjalankan

penyuluhan dengan semangat, kegiatan penyuluhan ini juga berfungsi sebagai

Page 12: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 12

ujian dan refleksi dari anggota tim dalam melaksanakan penyuluhan baik secara

individual maupun tim. Selain karena faktor sambutan peserta yang sangat

antusias dan penerimaan yang sangat hangat dari pihak sekolah, sehingga

walaupun belum lengkap, anggota tim yang ada tetap berfungsi dengan

maksimal.

Kami sengaja tidak melaksanakan penyuluhan di satu tempat dengan

dengan mengumpulkan peserta, dengan pertimbangan bahwa akan

memberatkan pihak sekolah untuk mengantarkan siswanya, juga akan

mengganggu jam pelajaran siswa karena siswa yang ikut penyuluhan akan

meninggalkan jam pelajarannya dalam waktu yang cukup lama. Selain itu,

dengan mendatangi sekolah, memungkinkan bagi kami untuk dapat berinteraksi

langsung dengan guru-guru dan melihat kondisi sekolah terkait sarana dan

prasarana yang tersedia. Dalam hal ini yang bisa mendukung siswa/i dalam

menyalurkan kreatifitas dan aktifitas belajarnya dalam pembentukan karakter

siswa/i agar mampu bersikap keras menolak penyalahgunaan narkoba.

Ketika di Enrekang kami juga didampingi oleh staf Puskesmas kota

Enrekang yang juga mengikuti penyuluhan kami. Hasil diskusi bersama siswa/i

menunjukkan bahwa saat ini obat-obatan yang dijual bebas sudah mulai

digunakan oleh remaja. Ini terlihat ketika kami menanyakan jenis-jenis narkotika

yang diketahui oleh mereka. Dengan sangat fasih mereka menyebutkan beberapa

jenis obat-obatan seperti kamlet dan dextro. Dari keterangan ini, kami

memberikan penjelasan terkait dampak buruk dari penyalagunaan obat-obatan,

dan dapat menjadi awal seseorang menjadi pecandu narkoba.

Setelah makan siang, kami kembali lagi ke markas kodim Enrekang untuk

loading barang dan siap-siap berangkat ke Toraja. Setelah isi bahan bakar dan

pamit kami menuju Makale.

Pemandangan di sepanjang perjalanan sangat sayang jika dilewatkan.

Walaupun jalur berkelok-kelok khas wilayah pegunungan dan cuaca yang

lumayan panas, pemandangan Gunung Nona dan Gunung Bambapuang membuat

kami sangat menikmati perjalanan ini. Gunung Bambapuang tampak lebih

seperti gunung batu raksasa yang berdiri tegak menjulang menggapai langit.

Dindingnya dipenuhi tanaman lumut dan tanaman perdu. Berasal dari kata

Bamba (ruang) dan Puang (raja), konon kabarnya gunung yang tingginya 1200 m

Page 13: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 13

ini merupakan dulunya dipakai sebagai tempat persembunyian para raja. Ini

terjadi dikarenakan pada masa itu banyak terjadi penculikan dan pembunuhan.

Tingginya gunung Bambapuang, menyebabkan medannya sulit untuk dijangkau.

Dilihat sekilas gunung ini tampak seperti 2 belahan, 1 berbentuk tabung (alu)

dan yang satunya berbentuk perahu, namun sebenarnya gunung ini hanya satu

bagian.

Makale-Rantepao

Indahnya pemandangan tidak hanya kami nikmati di Enrekang, memasuki

Tana Toraja, kami segera disuguhkan dengan hamparan sawah dan kebun di

kaki pegunungan yang hijau. Angin dengan hawa yang sejuk membelai wajah

saya ketika membuka kaca mobil demi mendapatkan gambaran yang lebih

menakjubkan. Andai saja waktu itu saya sudah mengendarai sepeda motor, pasti

lebih asik lagi.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 2 jam, kami tiba di Kodim

Tator, Rantepao tepat pukul lima sore. Atas petunjuk Kasdim Tator, Mayor Arm.

M. Nainggolan, tim akan memberikan penyuluhan kepada anggota Kodim dan

juga masyarakat dan pemuda yang berada di sekitar Makodim Rantepao pada

pukul 19.00. Kamipun menuju penginapan di Makale yang jaraknya kurang lebih

20 km dari Rantepao.

Di penginapan, segera saya memesan teh hangat dan merebahkan badan.

Merly yang sedari tadi merasa gerah, segera ke kamar mandi untuk mandi dan

keramas. Tidak seperti kami berdua, Acho dan Tito sang fotografer memilih

menuju warung bakso yang tidak jauh dari penginapan. Ternyata sejak di kodim

tadi lambung mereka mengalami keroncongan berat, katanya karena udara yang

dingin membuat mereka cepat merasa lapar.

Setelah mandi dan istirahat sekedarnya, kami berempat berangkat ke

lokasi penyuluhan dengan menumpang mobil patroli dari Kodim yang sudah siap

didepan penginapan, disaat yang bersamaan air tercurah dari langit perlahan

dan pasti. Di tengah guyuran hujan yang cukup deras, lambat-lambat kami tiba di

makodim. Ternyata peserta penyuluhan sudah sejak tadi menunggu kami.

Peserta yang ada di aula sangat heterogen, mulai dari anak-anak hingga orang

Page 14: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 14

dewasa. Tampak ada pemisahan antara remaja dan orang dewasa yang

bergabung dengan parapemuda dari unsur ormas dan organisasi pemuda.

Setelah memberikan materi tentang narkotika dan juga beberapa

informasi tentang HIV, saya berinisiatif untuk mengajak peserta penyuluhan

menyaksikan film tentang lokasi prostitusi yang ada di salah satu daerah di

pulau Jawa. Salah satu peserta yang juga seorang pendeta yang memberikan

umpan balik yang cukup baik, yaitu agar kodim dapat berkoordinasi dengan

gereja dalam hal pembinaan muda-muda yang ada di Rantepao. Hal ini perlu

dilakukan atas pertimbangan banyaknya cafe dan juga tempat-tempat hiburan

yang dicurigai sudah menjadi tempat transaksi narkoba juga praktek transaksi

seks. Jika tidak ada pembinaan kaum muda, maka ia khawatir generasi muda

yang ada di tana toraja akan mudah terjerumus kepada hal-hal yang negatif dan

dapat merugikan masa depannya.

Hardiknas dengan Narkoba

Pagi berikutnya tepat hari pendidikan nasional, seluruh sekolah

mengikuti kegiatan upacara yang diselenggarakan di kantor bupati. Jauh hari

sebelum berangkat, saya sempat berbicara melalui telpon dengan salah satu

kepala sekolah SMA di Toraja. Pada dasarnya ibu kepala menyambut baik

kegiatan kami, namun karena sudah menjadi ‘kebiasaan’ di Toraja, ketika

hardiknas, maka seluruh mengikuti upacara kemudian diliburkan, tidak ada

kegiatan di sekolah. Akhir percakapan saya kala itu ditutup dengan kesimpulan,

bahwa kami tidak dapat menyelenggarakan penyuluhan bagi siswa di Toraja.

Berkat bantuan seorang kawan yang juga staf puskesmas disana, kami

mendapatkan satu sekolah yang bersedia menerima kami tepat di hari

pendidikan nasional. Setelah bertemu dengan Nathaniel (staff puskesmas

G’tengan), kami bergegas menuju SMP 1 Kristen Makale, karena mereka siap

menerima kami pukul 08.00 wita. Dengan menumpang kendaraan yang sudah

disediakan oleh Kodim Tator, perjalanan dari penginapan menuju sekolah hanya

memakan waktu 10 menit.

Tiba di sekolah, sejenak kami terhenyak karena seluruh siswa telah

duduk dengan rapi di depan kelasnya disertai dengan wali kelasnya masing-

masing. Kurang lebih 400 orang siswa/i telah menanti kami disana. Sambutan

Page 15: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 15

hangat dari kepala sekolah membuat kami merasa tidak enak karena telah

membuat beliau menunggu kami selama setengah jam.

Kali ini tim dari Seknas JANGKAR, Gogon dan Kester telah bergabung

bersama kami di Tana Toraja, setelah diguyur hujan semalaman perjalanan dari

Makassar dengan menggunakan 2 sepeda motor. Seharusnya perjalanan dari

kota Makassar menuju Tana Toraja dengan menggunakan sepeda motor tidaklah

terlalu lama dibandingkan jika mengendarai kendaraan roda empat atau bus.

Gogon dan Kester start dari perbatasan kota Makassar pukul 14.00 waktu

Indonesia bagian tengah, namun terpaksa berhenti akibat terhadang hujan lebat

di kabupaten Enrekang pada pukul 16.00 wita hingga lepas Isya, kemudian

memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju Tana Toraja walau hujan

masih turun dengan deras, selain karena menghindari malam semakin larut juga

untuk mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Dengan menurunkan seluruh

tim di SMP ini, kami mulai penyuluhan di lapangan upacara sekolah, diawali

dengan beberapa permainan. Setelah pembentukan kelompok, tiap kelompok

memulai diskusinya.

Sebagian besar dari siswa/i telah mengetahui penggunaan pil-pil dan juga

minuman keras. Budaya dan kebiasaan dari masyarakat Tator terhadap

konsumsi miras sepertinya ikut berperan terhadap pola kebiasaan siswa/i yang

sudah mulai mengenal alkohol. Ketika kami menanyakan tentang konsumsi ballo,

sebagian besar siswa laki-laki telah mengenal dan pernah mengkonsumsinya.

Kebiasaan ini juga tidak ditentang oleh orang tua mereka, karena biasanya ballo

tersedia ketika ada upacara adat ataupun acara selamatan.

Tidak hanya siswa yang akktif, bapak/ibu guru juga ikut serta dalam

kegiatan ini, walaupun mereka tidak ikut dalam setiap permainan yang ada.

Ketika sesi diskusi, mereka juga ikut mendengarkan bahkan sesekali

melontarkan pertanyaan. Setelah kurang lebih dua jam kami diskusi dan

bermain bersama anak-anak, kamipun berpamitan. Sebagai kenang-kenangan

kami menitipkan buku saku dan juga beberapa brosur yang mungkin bisa

dipergunakan sekolah untuk memberikan penguatan terhadap informasi yang

telah kami berikan.

Sebelum meninggalkan Tana Toraja kami karena ini adalah kali pertama

saya kesana, maka saya mengajak tim untuk menikmati kota Rantepao dan

Page 16: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 16

singgah ke Ketekesu, pemakaman yang terkenal itu. Perjalanan menuju kota

Palopo tidak selancar sebelumnya, karena menjelang siang hari, motor Kester

harus masuk bengkel dikarenakan terjadi kerusakan pada sistem penggerak

roda belakang. Jadilah tim kami bagi 2, Aco dan Tito berangkat terlebih dahulu

bersama kendaraan yang disediakan oleh Kodim. Sementara saya, Merly dan

gogon menunggu motor Kester selesai diperbaiki.

Tepat pukul 17.30, urusan bengkel selesai dan kami dapat melanjutkan

perjalanan. Sebelumnya saya segera menghubungi contact person di Palopo

bahwa penyuluhan untuk masyarakat yang seharusnya di selenggarakan pukul

19.00 mesti kami undur hingga esok hari. Kami bersepakat untuk melaksanakan

penyuluhan jam 9 pagi di aula Kodim.

Perjalanan malam

Perjalanan dari Toraja menuju Palopo kami lalui di malam hari setelah

sebelumnya berada di antrian panjang di SPBU untuk mengisi bahan bakar. Saat

itu saya mulai mengira-ngira bahwa di kota-kota selanjutnya kami akan sulit

memperoleh bahan bakar. Di Toraja saja, antrian panjang kendaraan sudah

terjadi, menurut beberapa orang yang sedang mengisi bahan bakar, kejadian

seperti ini sudah biasa terjadi, walaupun telah tersedia beberapa SPBU tetapi

kelangkaan BBM sudah menjadi hal yang biasa.

Jalur menuju Palopo adalah aspal licin dan jalur sempit berkelok-kelok

dengan pemandangan dinding gunung di sebelah kanan sementara sebelah kiri

kami jurang, tidak berani membayangkan apabila sepeda motor yang ditumpangi

ini tergelincir dan terjun ke sisi kiri tentunya akan sulit untuk dievakuasi

nantinya...hiiiii. Jika berpapasan dengan mobil dari arah berlawanan, maka kami

harus memperlambat laju kendaraan kami, terlebih lagi jalur ini tidak ada

penerangan sama sekali alias super gelap. Perjalanan menjadi sangat

menegangkan buat saya, karena waktu itu hujan dan turun kabut tebal. Sesekali

kami dikagetkan oleh lampu ataupun bunyi klakson dari arah yang berlawanan.

Setelah melaju hampir 2 jam, kami berhenti sejenak untuk makan malam

disebuah warung. Segera semangkuk sup ayam, sepiring nasi dan teh tawar

hangat menjadi hidangan yang sangat lezat buat kami pada saat itu. Sempat

terjadi ketegangan ketika pelayan warung datang membawa makanan dengan

Page 17: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 17

wajah cemberut dan ‘agak membanting’ piring di meja kami. Sontak Merly

langsung protes, dan mengatakan bahwa kami datang kesini bukan buat makan

gratis tapi bayar. Merly adalah perempuan kelahiran Polewali –Mandar, Sulawesi

barat saat ini dan kemudian besar di Sulawesi Selatan, ia aktif di dunia

penanggulangan dampak buruk narkoba lebih dari 10 tahun semenjak masih

diperguruan tinggi. Segera ibu pemilik warung meminta maaf dan segera

menegur pelayan tadi, yang sepertinya adalah keponakannya sendiri.

Perjalanan kami lanjutkan menuju kota Palopo, ini kali kondisi jalan

menurun terus dan kelokan semakin berkurang sehingga memudahkan manuver

berkendara agar lebih cepat jalannya, tampak beberapa masjid telah banyak

kami lewati, ini berarti tidak lama lagi kami akan sampai. Sebagian besar

masyarakat di Toraja memeluk agama kristen, sehingga sangat sulit menemukan

masjid ketika berada disana sebelumnya. Jalur Toraja-Palopo menggambarkan

wilayah transisi antara pemeluk agama Islam dan Kristen. Tampak dari beberapa

pintu rumah yang berhiaskan tanda salib, dan sesekali tampak rumah yang

berhiaskan ayat suci al-Qur’an.

Memasuki kota Palopo kami disambut dengan megahnya Masjid Agung

dan hilir mudik kendaraan muda mudi di sekitar lapangan masjid. Disana telah

menunggu Lukman, seorang sahabat kami yang akan membantu selama di

Palopo. Segera kami mengikuti Lukman yang mengendarai sepeda motor metic

untuk menuju penginapan. Tiba-tiba di lampu merah, sebuah sepeda motor

menyalip kami dan menggiring kami dengan menggunakan sirine. Sampai di

penginapan, saya segera turun dan penasaran dengan pengendara tadi, ternyata

dia adalah salah seorang anggota ‘genk motor’ yang ada di Palopo. Setelah

memarkir motor, dan ditemui oleh Gogon, Entah sekedar basa basi atau itu

sudah menjadi tradisi ‘genk motor’ di Palopo, ia mengundang kami untuk hadir

di pertemuan mereka di salah satu aula di kota. Saya pikir itu cara yang sangat

aneh untuk mengundang orang. Dengan alasan akan beristirahat, kami menolak

untuk ikut pertemuan mereka, mungkin lain kali bisa bergabung.

Diawali dengan tentara

Seperti biasa pagi hari adalah jadwal kami untuk memberi penyuluhan di

sekolah. Tetapi karena kemarin ada perubahan jadwal untuk penyuluhan di

Page 18: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 18

kalangan prajurit, maka kami harus berpencar. Saya dan Gogon menuju aula

Kodim, sedangkan yang lain menuju sekolah. Merly sebagai penanggung jawab

perjalanan, segera mengatur pembagian tim yang akan menuju sekolah. Hari itu

ada 6 sekolah yang mesti kami datangi sampai sebelum jam 13.00 wita.

Penyuluhan bagi prajurit Kodim Palopo dihadiri oleh seluruh staf Kodim

sebanyak 115 orang dan dibuka oleh Kasdim Palopo. Hari itu kami menyaksikan

sebuah yang berjudul “Karena Aku belum Mengerti”. Film ini kurang lebih

berkisah tentang seorang pemuda yang merasa ketakutan telah tertular HIV

setelah ia bertemu orang dengan HIV positif. Setelahnya kami mengajak peserta

untuk memberikan pertanyaan terkait dengan informasi yang dberikan lewat

film tadi. Metode diskusi yang kami terapkan ialah dengan membiarkan peserta

menuliskan pertanyaan ataupun tanggapan pada secarik kertas yang

sebelumnya telah kami bagikan.

Diskusi ini berlangsung hingga pukul 11.30 dan seluruh peserta sangat

aktif memberikan pertanyaan maupun tanggapan kepada kami. Satu hal yang

saya pelajari hari itu, selama ini ketika berhadapan dengan prajurit biasanya

sangat sulit untuk memperoleh umpan balik dari mereka, tetapi dengan

kelompok/peserta yang sangat homogen seperti di Palopo ini, mereka sangat

terbuka dan aktif memberikan pendapat. Biasanya karena juga dihadiri oleh ibu-

ibu maupun masyarakat sipil, sebagian besar prajurit lebih banyak memilih diam

dan hanya memberikan tanggapan seadanya ketika diskusi dimulai.

Penyuluhan bagi siswa/i di SMP dan SMA Palopo dilaksanakan juga

bersamaan dengan pelaksanaan di Kodim, sehingga tim berpencar agar dapat

menyelesaikan kegiatan penyuluhan sebelum jam pulang sekolah. Sebanyak 441

siswa/i mendapatkan informasi, dan hasil diskusi dengan mereka sangat jelas

bahwa di kota Palopo penyalahgunaan obat telah banyak terjadi dikalangan

remaja. Jenis-jenis obatnya juga beragam, mulai dari kamlet, dextro, juga THD.

Sebagai koordinator wilayah, salah satu tugas saya adalah senantiasa

berkoordinasi dengan kontak person di daerah akan dituju dan dan juga

melaporkan pergerakan tim kepada staff teritorial yang ada di Makassar. Setelah

kota Palopo sebenarnya kami hendak melakukan penyuluhan di Koramil Wotu

bersama-sama dengan masyarakat. Tetapi mesti kami batalkan karena kontak

person kami di koramil menemui kesulitan untuk mengumpulkan anggotanya

Page 19: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 19

yang bertempat tinggal jauh dari markas koramil. Jadilah kami melanjutkan

perjalanan menuju Pendolo dengan rencana menginap semalam di Mangkutana.

Agak sulit menemukan penginapan yang layak di Mangkutana, karena

daerah itu adalah daerah transit penumpang dari sulawesi tengah menuju

sulawesi selatan. Berkat bantuan seorang teman yang bermukim di Wotu, kami

menemukan sebuah penginapan yang biasa dipakai oleh supir truk maupun

mobil angkutan barang antar propinsi.

Perjalanan kali ini tidak semulus sebelumnya, hujan badai menerpa kami

sejak di wilayah Masamba, kurang lebih 2 jam perjalanan dari kota Palopo. Kami

memutuskan untuk tetap melanjutkan perjalanan di tengah hujan, dengan

harapan hujannya tidak akan sampai di Mangkutana. Tetapi perkiraan saya

salah, karena hujan malam itu tidak bergeming sedikitpun. Jaket dan mantel

yang saya gunakan rasanya sudah mulai kemasukan air, sepatu sudah mulai

basah. Rasa dingin mulai menjalari seluruh kaki hingga paha saya. Sebelum

Wotu, kami memutuskan berhenti sejenak untuk mengeringkan badan.

Atas kebaikan Ramlah, teman saya yang bermukim di Wotu mengundang

kami untuk makan malam dirumahnya. Rumah Ramlah berada di tengah kebun

coklat dan kelapa sawit, sebuah kampung yang sebagian masyarakatnya adalah

transmigran. Menu kami malam itu adalah nasi timbel, ikan asin, semur jengkol

dan sambel terasi tentunya. Melihat kondisi kami yang setengah basah, Ramlah

menawarkan untuk menginap dirumahnya, karena malam itu hujan tidak juga

reda. Tidak ingin memberatkan tuan rumah, kami berterima kasih atas

tawarannya. Setelah berbincang-bincang dan menyantap kue tradisional yang

dihidangkan, kamipun pamit untuk melanjutkan perjalanan. Lagi-lagi kami

dibekali makanan dan juga kue yang bisa dinikmati ketika di penginapan nanti.

Kurang lebih pukul 11 kami tiba di penginapan Macam Kumbang di

Mangkutana. Mendengar namanya saja pasti sudah dapat tergambar bagaimana

situasi dan kondisi dari penginapan itu. Kamar dibuat dalam bentuk bangunan

yang terpisah-pisah. Setiap bangunan ada yang terdiri dari 5-10 kamar yang

diatur berderet-deret. Sampai di kamar, segera saya membersihkan diri,

menghabiskan secangkir teh panas dan kemudian terlelap. Perjalanan hari itu

rasanya sangat melelahkan, setelah diterpa terik matahari di Palopo dan diguyur

hujan.

Page 20: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 20

Malam itu kami semua merasa lega, karena informasi tentang dampak

buruk narkoba juga HIV telah kami sebarkan di sepanjang jalur Sulawesi Selatan

menuju Sulawesi Tengah

Page 21: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 21

Gambar 1. Penyuluhan di salah satu sekolah di Pare-pare

Page 22: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment

Gambar 2. Penyuluhan di SMP 1 Kristen Makale, Tana Toraja

Page 23: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 23

JALUR TENGAH MULAI MENGGELIAT

Menuju Pendolo

Pagi itu cuaca cukup cerah, setelah membereskan barang-barang dan

mengecek kondisi kendaraan, kami melanjutkan perjalanan. Kami yang

mengendarai motor sangat menikmati perjalanan karena jalanan yang kami

lewati adalah aspal mulus dengan pemandangan pepohonan di kanan kiri kami.

Tetapi tidak berlangsung lama, ketika memasuki wilayah sulawesi tengah,

jalanan aspal itu lenyap. Terganti dengan jalanan tanah merah yang agak becek

karena terkena hujan semalam dengan antrian kendaraan tampak di di depan

kami. Rupanya ada pekerjaan perbaikan jembatan, sehingga kami harus

bergantian melalui badan jembatan yang belum sepenuhnya utuh.

Selanjutnya kami melewati pegunungan dengan jalur berkelok-kelok dan

terkadang kami harus memperlambat laju kendaraan karena jalan yang dilalui

adalah batu dan pasir. Mendekati wilayah kecamatan Pendolo, udara terasa sejuk

karena wilayah ini dikelilingi oleh pegunungan dan sebuah danau besar. Kami

memutuskan untuk mengisi bahan bakar terlebih dahulu sebelum menuju Kompi

Senapan A, tempat kami berposko selama 2 hari ke depan.

Tidak mudah untuk memperoleh BBM di wilayah ini, tidak ada penjual

eceran sepanjang jalur memasuki pendolo. Untungnya kami berpapasan dengan

seorang petugas SPBU, ia yang memberitahukan bahwa jarak SPBU sudah tidak

jauh lagi. Setelah mengisi bahan bakar, kami melanjutkan perjalanan ke Kompi

Senapan A. Acho dan Tito telah lebih dulu tiba disana, mereka tengah berdiskusi

dengan Pak Ruruh, komandan kompi ini.

Di Pendolo ini rasanya sangat istimewa, kami disediakan sebuah rumah

untuk tempat tinggal kami. Lengkap dengan tempat tidur dan juga perlengkapan

makan minum. Untuk makan minum pun seorang staf pak Ruruh telah

ditugaskan untuk senantiasa meyediakannya buat kami.

Setelah beristirahat dan mandi, tepat pukul 19.00 wita, dengan dibuka

kami menuju aula tempat pelaksanaan penyuluhan. Sesuai di jadwal yang ada,

untuk malam itu, kegiatannya adalah pemutaran film.

Malam itu peserta yang terdiri dari anggota Kompi dan keluarganya

berkumpul di aula Kodim dan dilanjutkan dengan diskusi. Hanya beberapa

Page 24: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 24

anggota masyarakat yang hadir malam itu. Di sekitar kompi memang tidak

banyak rumah penduduk dan juga mungkin karena dilaksanakan di markas

tentara, orang agak sungkan untuk datang. Disini peserta tidak terlalu antusias

dalam berdiskusi, mungkin dikarenakan ada perasaan sungkan dari anggota

untuk bertanya langsung karena kegiatan ini diikuti juga oleh pak Ruruh selaku

komandan. Di luar ruangan diskusi lebih banyak terjalin, antara kami dan

prajurit, karena setelah penyuluhan beberapa anggota kompi yang mendatangi

posko kami untuk bersilaturahmi sekaligus berdiskusi.

Keesokan harinya, dengan memakai mobil kompi, tim kami mengunjungi

SMP dan SMA yang ada di pendolo. Ada 7 sekolah yang mesti kami kunjungi hari

itu. Maka dengan bantuan 2 orang staf puskesmas Korobono, tim kami berpencar

mengunjungi sekolah-sekolah yang sudah dihubungi oleh Ibu Rahma mitra lokal

kami di kabupaten Poso.

Menuju sekolah pertama dengan ditemani oleh 2 orang staf Puskesmas

kami memasuki perkebunan coklat. Sekitar 10 menit dari jalan utama, sekolah

ini terletak di tengah kebun coklat dengan lapangan yang luas lengkap dengan

tempat parkir motor. Segera saya diantar untuk menemui kepala sekolah, di

ruangan kepsek yang masih darurat menurutnya. Sekolah ini memang masih

dalam tahap perbaikan. Sebagian ruang kelas sudah tampak rapih dengan meja

dan kursi yang baru pula, tetapi tidak demikian dengan ruangan guru. Setelah

memperkenalkan tim, saya meninggalkan sekolah ini dan menuju sekolah yang

lain.

Kali ini Merly membagi tim menjadi 3 agar kami dapat menyelesaikan

penyuluhan di tujuh sekolah sebelum jam satu siang nanti. Jadilah Tito sang

photographer yang pontang panting mengambil gambar. Dengan mengendarai

motor Kester, ia mengunjungi 7 sekolah tempat kami melakukan penyuluhan.

Ketika tiba di sekolah saya, ia tampak bermandi peluh dengan wajah yang

menghitam karena matahari. Walaupun hanya tujuh sekolah dan terhubung

dengan hanya 1 jalan propinsi, tetaplah jaraknya berjauh-jauhan. Karena dana

kami terbatas, hanya ada satu orang photographer yang bisa kami bayar untuk

mendokumentasikan seluruh kegiatan kami. Selain itu Tito yang masih kuliah di

Universitas Hasanuddin juga diberikan tanggung jawab atas plakat dan prasasti

yang mesti ditandatangani oleh tiap kepala sekolah yang kami datangi.

Page 25: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 25

Seperti halnya di wilayah Selatan, pelajar di Pendolo juga sudah banyak

yang mengenal obat-obatan. Sebagaian besar dari mereka mengetahui obat-

obatan ini dari teman. Konsumsi miras lokal yaitu ‘saguer’ juga mulai marak di

kalangan pelajar SMA. Sementara itu informasi terkait narkotika dari pihak

kepolisian selama ini hanya menjelaskan bahaya penyalahgunaan dari sisi

pelanggaran hukumnya saja. Menurut pihak sekolah, selama ini petugas

kesehatan dalam hal ini Puskesmas belum pernah memberikan informasi

narkoba dan dampaknya terhadap kesehatan. Kepada seluruh kepala sekolah

yang kami temui, kami titipkan buku-buku berisi informasi narkoba juga HIV

yang isinya bisa disisipkan pada saat proses belajar di kelas. Petugas puskesmas

yang mendampingi kami juga merasa terbantu karena mendapatkan pelajaran

terkait metode penyuluhan yang berbeda yang kami terapkan juga informasi

baru tentang narkoba. Kepada mereka kami titipkan juga film tentang dampak

buruk narkoba, semoga bisa membantu mereka untuk memberikan informasi di

kemudian hari.

Libur telah tiba

Perjalanan siang dari Pendolo ke Tentena diwarnai dengan antrian

kendaraan di beberapa daerah kebun kelapa sawit. Ada 2 kejadian kecelakaan

yang terjadi, sehingga perjalanan kami agak terhambat. Ruas jalan yang kami

lewati agak sempit, apalagi jalur ini lebih banyak dilewati oleh truk beroda enam

hingga kendaraan sepuluh-duabelas roda. Beruntung bagi kami berempat yang

mengendarai sepeda motor, karena tidak mesti mengantri untuk melewati

kendaraan yang melintang di tengah jalan. Kami berempat masih bisa melewati

sisi kendaraan yang terjungkal sehingga saat itu yang mengantri hanyalah

kendaraan beroda empat.

Wilayah sulawesi tengah masih memiliki hutan dengan pepohonan yang

lebat. Langit biru dan beberapa gumpal awan putih mewarnai pemandangan di

perjalanan kami kala itu. Terik matahari tidak begitu saya hiraukan, karena

pemandangan yang menakjubkan ini sangat jarang bisa ditemui. Setelah satu jam

perjalanan, kami kembali diguyur hujan. Saya memutuskan untuk menepi di

sebuah pondok di pinggir jalan. Waktu itu disana juga ada pengendara lain yang

Page 26: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 26

juga berteduh, ternyata juga akan menuju ke Tentena. Mereka sempat kaget

mengetahui kami berempat jalan dari Makassar menuju Manado.

Setelah hujan reda, kamipun melanjutkan sisa perjalanan menuju

Tentena. Pemandangan indah dan menakjubkan tidak habis-habisnya kami

lewati di sepanjang perjalanan. Walaupun jalan yang dilewati tidak selamanya

mulus, tapi itu bukalah hambatan yang berarti. Bahkan supir-supir truk yang

kami lewati ikut memberikan semangat dengan membunyikan klakson berkali-

kali sambil tersenyum atau mengangkat tangan sebagai salam saat kami

berpapasan ataupun melewati kami, kami menilai itu adalah keramahan

masyarakat di Sulawesi Tengah.

Dengan diantar langsung oleh pak Ruruh, tim tiba di Tentena dan

langsung ke penginapan bernama Dolidi yang berada di tepi danau poso.

Sebelumnya Ibu Rahmah telah memesankan kamar untuk kami di penginapan

tersebut. Bangunannya terbuat dari kayu yang apik dengan jejeran kamar yang

menghadap ke danau poso. Tepatnya bangunan itu didirikan tepat di atas air,

sehingga ketika berada di teras kamar, serasa kami berada di rumah terapung.

Melihat lokasi yang sangat menyenangkan, kami berenam berteriak kegirangan.

Kester Sumual, staf seknas Jangkar yang berdarah kawanua, besar di Soroako

dan Makassar, sesumbar akan menjajal beningnya air danau poso ini.

Hari itu kami duduk berdiam-diam di depan kamar masing-masing

menikmati pemandangan danau poso, suara aliran airnya yang menenangkan

dan sesekali terdengar bunyi dentang lonceng gereja dari seberang danau.

Sebagian besar masyarakat di Tentena beragama kristen, maka malam minggu

dan hari minggu adalah waktunya mereka beribadah. Tidak ada aktifitas

perekonomian di kota. Malam itu kami memutuskan untuk mencoba hidangan

laut di ‘Ulu Bale’, rumah makan yang dekat dari penginapan. Kami makan dengan

lahap karena ikan air tawar yang dihidangkan, dan baru saja ditangkap dari

‘bagan’. Ibu Rahmah malam itu datang dari Poso dan ikut bergabung bersama

kami ketika makan malam.

Saya dan Rahmah sudah bersahabat sejak masih kuliah dulu, kami sudah

seperti kakak beradik. Malam itu juga kami habiskan dengan melepaskan

kangen, karena lama tidak berjumpa. Sekarang ia bertugas di dinas kesehatan

kaupaten Poso. Dalam kegiatan ini, sebagai mitra lokal ia menghubungi sekolah-

Page 27: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 27

sekolah yang akan menjadi tempat penyuluhan kami. Kami memang sengaja

tidak melalui birokrasi melalui dinas pendidikan setempat. Hal ini bertujuan

untuk melihat sejauh mana kesadaran sekolah untuk mengakses informasi

narkotika dan HIV serta bagaimana penerimaan mereka terhadap kegiatan ini.

Seluruh mitra lokal pada kegiatan sepanjang trans sulawesi ini adalah alumni

fakultas kesehatan masyarakat, universitas hasanuddin teman semasa kuliah

dulu. Sebagian besar adalah pegawai di dinkes kesehatan.

Seperti kota mati

Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya bahwa di Tentena sebagian

besar masyarakatya menganut agama Kristen. Maka ketika waktu untuk

beribadah telah tiba, mereka tidak akan melakukan aktifitas lain, selain ibadah

tentunya. Hari itu tepat hari Minggu kami bangun dengan rasa segar, karena baru

kali itulah kami bangun tanpa terburu-buru karena harus berangkat menuju

sekolah untuk penyuluhan. Hari itu kami membayangkan sarapan nasi kuning

atau apa saja yang menjadi sajian khas daerah ini. Tetapi setelah berkeliling kota,

tidak ada satupun pedagang yang berjualan hari itu, bahkan ketika kami mencari

tempat tambal ban untuk menambah angin ban mobil Rahmah, tidak ada

satupun yang buka.

Akhirnya kami memutuskan untuk membuat sarapan sendiri di

penginapan. Untungnya Rahmah membawa kompor gas kecil dan peralatan

masak seadanya. Merly Yurinda bersegera untuk beraksi membuat sarapan mie

goreng dan telur dadar untuk kami semua. Masalah lain muncul ketika akan

makan, ternyata kami tidak punya piring, jadilah kami makan sewajan berenam.

Pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan.

Menu berikutnya adalah pisang bakar dengan keju, kebetulan rahmah

juga membawa satu sisir pisang. Jadilah menu sarapan ala Tentena, mie goreng

dan pisang bakar keju. Kami tidak pernah memperkirakan sebelumnya bahwa

akan menemuka daerah seperti ini. Setelah sarapan dan mandi, hari itu kami

berencana untuk membawa baju kotor kami ke binatu yang mungkin ada di

sekitar tempat kami menginap. Tetapi seperti yang telah diperkirakan, ternyata

tidak ada satupun yang buka. Kami menyerah, dan memutuskan semua baju

Page 28: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 28

kotor akan di dibawa Rahma ke Poso untuk dicuci, karena dua hari kemudian

kami akan menuju ke kota Poso.

Hari itu dengan menggunakan mobil Rahma, kami mengunjungi air terjun

Saluopa yang terkenal juga sebagai air terjun 13 tingkat. Perjalanan kesana

kurang lebih satu jam melewati jalanan tanah dan bebatuan yang berliku-liku di

tengah perkebunan coklat. Sengaja kami menggunakan mobil karena kami

memberikan waktu istirahat juga untuk 2 sepeda motor pendukung operasi ini

agar tetap memiliki performance yang baik diminggu berikutnya.

Ketika mendekati lokasi, kami melewati perkampungan yang sebagian

besar sepertinya adalah masyarakat bali yang beragama Hindu, tampak dari

pura kecil yang ada di depan rumah mereka. Begitu beragam latar belakang

budaya masyarakat disana, kampung kristen berdampingan dengan hindu dan

tampaknya desa itu hidup dengan rukun.

Pemandangan di Saluopa sangat menakjubkan, setelah melewati jalur

setapak kami tiba di hadapan tumpahan air jernih yang dingin. Yang menjadi

keistimewaa dari air terjun ini selain terdiri dari 13 tingkat, lantainya beralas

batu apung menyebabkan kita nyaman dan aman untuk berjalan-jalan diatasnya

tanpa khawatir akan tergelincir. Kami semua merasa takjub ketika berada

disana.

Sore hari, sekembalinya dari air terjun, Kester menepati janjinya untuk

menjajal beningnya air danau poso, dengan sedikit ejekan penyemangat dari

kami, akhirnya Kester membuka baju dan meloncat terjun ke danau poso. Yang

tidak lama kemudian terdengar teriakan kaget dari Kester yang menjelaskan

bahwa arus di danau poso ternyata cukup keras.

Malam hari sebelum tidur, kami melakukan diskusi untuk merancang

kegiatan penyuluhan esok hari sambil menyaksikan film pendek yang akan

menjadi materi penguat kegiatan berikutnya.

Dua belas sekolah

Keesokan harinya kami mulai penyuluhan di kecamatan Taripa yang

berjarak 1 jam perjalanan dari Tentena dengan jalanan berliku-liku. Hari itu ada

6 sekolah yang telah siap memperoleh informasi narkoba dan HIV. Selain

bantuan ibu Rahma, kami juga bertemu pak Nimet dan pak Jhon anggota Koramil

Page 29: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 29

Tentena. Mereka sangat membantu kami dalam hal berkoordinasi dengan pihak

sekolah.

Sekolah pertama adalah SMP Negeri 1 Pamona Timur, yang lokasinya

bersebelahan dengan SMP GKST. Sampai disana, siswa telah siap sayapun segera

bertemu dengan ibu kepala sekolah. Beliau mengatakan bahwa mereka masih

menunggu siswa dari sekolah lainnya, karena atas petunjuk dari pak Nimet

pelaksanaan penyuluhan dipusatkan disekolah ini. Saya memberi penjelasana

kepada ibu kepala sekolah bahwa tidak perlu seperti itu, karena kami akan

berpencar mengunjungi sekolah yang akan diber penyuluhan. Beliau sangat

senang mendengar penjelasan saya, karena menurutnya sekolahnya juga tidak

memiliki aula, sehingga rencananya anak-anak akan dikumpulkan saja di

lapangan upacara. Bisa dibayangkan bagaimana payahnya jika harus

mendengarkan penyuluhan dibawa terik matahari. Setelah berkoordinasi, Merly

segera membagi tim dan kamipun berpencar ke sekolah masing-masing. Sepeti

biasa saya mendapat sekolah yang paling jauh.

Siang itu setelah selesai bertugas di sekolah kami kembali ke penginapan

untuk beristirahat. Karena tidak ada pilihan lain sekali lagi kami makan siang di

Ulu bale. Setelah selesai makan, Merly yang juga bertanggungjawab atas masalah

logistik menghampiri saya. Ia mengeluhkan harga yang mesti kami bayar atas

makan siang yang baru saja disantap. Siang itu menu kami 3 ekor ikan bawal, 2

mujair, kangkung tumis dan minuman. Tapi harganya cukup fantastis untuk

ukuran rumah makan di daerah. Merly mesti merogoh kocek sekitar

Rp.450.000,- untuk menyenangkan perut kami yang lapar siang itu. Mendengar

keluhannya membuat saya harus memutar otak karena kami tidak punya banyak

dana untuk perjalanan ini. Untungnya untuk penginapan kami dapat harga yang

sangat murah, hanya Rp 60.000,- per malam.

Siang itu di penginapan kami asik dengan aktifitas masing-masing. Kester

dan Gogon sibuk dengan cucian pakaian, Acho yang bernama asli adalah Amir

Mahmud dan Merly lebih memilih tidur dikamar masing-masing untuk

menikmati siang yang sejuk waktu itu. Tito sang dokumenter tampak serius di

depan laptop memindahkan hasil jepretannya hari itu. Di sebelahnya sudah ada

secangkir kopi dan buku tulis biru yang tidak pernah lepas dari sisinya, entah

maksudnya apa dengan buku tulis bersampul biru yang selalu di bawa semenjak

Page 30: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 30

hari pertama kegiatan penyuluhan berlangsung, karena setelah kami intip isinya

kosong, mungkin menulis dengan pikiran. Saya memilih duduk di depan kamar

dengan memangku laptop untuk mengerjakan laporan penelitian yang belum

juga selesai.

Malam harinya seperti biasa kami berdiskusi untuk mempersiapkan

kegiatan esok hari termasuk perjalanan menuju kota Poso. Di tengah diskusi

kami sesekali juga mereview kegiatan penyuluhan sebelumnya. Antara lain

tentang temuan masing-masing ketika berdiskusi dengan siswa/i di sekolah.

Walaupun beberapa sekolah adalah sekolah yang letaknya terpencil namun

pengetahuan mereka tentang obat-obatan sudah mulai luas. Obat-obatan seperti

dextro sangat populer di kalangan pelajar disini. Dari diskusi kami tersirat

bahwa para pelajar tersebut merasa bahwa penggunaan obat-obatan tidak akan

berdampak negatif terhadap kesehatan, karena tidak termasuk ke dalam

golongan narkotika.

Sejak akses jalur darat telah mengalami perbaikan, jalur trans sulawesi

menjadi cukup ramai dengan kendaraan pengangkutan barang dari arah selatan-

utara maupun sebaliknya. Jalur laut sudah jarang digunakan karena dianggap

lebih mahal dan memiliki risiko yang lebih besar. Hal ini ternyata juga

berdampak negatif, karena diskusi kami dengan kelompok masyarakat yang

mengikuti penyuluhan menyatakan bahwa mereka mengenal penggunaan obat-

obatan dari supir angkutan barang yang melewati jalur trans sulawesi.

Hari ke-2 di Tentena kami habiskan dengan memberikan penyuluhan di

empat sekolah. Secara keseluruhan, mulai dari Pendolo sampai Tentena

penyuluhan kami berjalan lancar dan menyenangkan. Di tiap sekolah kami

diterima sangat baik dan mendapatkan sambutan yang menyenangkan dari para

siswa. Diskusi yang aktif dan infromatif juga berlangsung menyenangkan ketika

bersama mereka. Walaupun kondisi fisik kami mulai menurun, sambutan hangat

di sekolah membuat rasa lelah dan penat hilang dan menghasilkan energi lebih

untuk tetap beraktifitas.

Penyuluhan di wilayah Tentena berakhir di wilayah Sangira tepatnya di

SMP Negeri 1 Sangira. Sekolah ini terletak di ujung perjalanan kami di wilayah

Pamona Utara. Siang itu kami disambut dengan hidangan jagung rebus muda

hasil kebun sekolah. Obrolan di ruangan guru kali itu saya juga ditemani oleh

Page 31: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 31

Widya, salah satu staf Puskesmas disana. Sebagai staf promosi kesehatan ia

sering ditugaskan untuk memberikan penyuluhan. Oleh karena itu ia ingin sekali

mengikuti kegiatan kami untuk menambah pengtahuannya tentang model

pemberian informasi. Selain itu ia juga ingin menambah pengetahuannya tentang

dampak buruk narkoba juga HIV.

Di Sangira kami awali kegiatan dengan bermain bersama anak-anak. Sejak

awal memasuki kelas mereka saya merasa mereka sudah kelelahan menerima

pelajaran seharian. Karena ini adalah sekolah terakhir, kami tiba disana sudah

pukul 12 siang. Untuk memberikan semangat dan menarik perhatian mereka

permainan rujakan kami mainkan. Pada permainan ini tiap anak akan berganti

nama menjadi nama buah-buahan yang ada di dalam rujak. Ketika fasilitator

menyebutkan salah satu jenis buah, maka anak yang namanya disebut harus

berpindah tempat. Permainan akan semakin seru ketika fasilitator menyebut

‘rujak’, tiap anak akan berpindah tempat pada saat yang bersamaan.

Setelah bermain, barulah materi kami mulai dengan menggali

pengetahuan siswa tentang narkotika. Lagi-lagi ada diantara mereka yang

menyebut dextro. Rupanya obat ini memang sangat populer di wilayah sulawesi

tengah, karena sejak memasuki wilayah ini siswa di tiap sekolah pasti bercerita

tentang dextro. Untuk informasi jenis narkotika lain seperti ekstasi, ganja dan

shabu sabu mereka peroleh dari penyuluhan yang dilakukan oleh pihak

kepolisian. Tak terasa sudah satu jam lebih kami bermain dan diskusi bersama

anak-anak, kamipun menutup pertemuan dan pamit kepada ibu guru yang

mewakili kepala sekolah.

Lengkap sudah tugas kami berbagi informasi dan bermain bersama anak-

anak di dua belas sekolah mulai dari Pendolo hingga Tentena. Ada perasaan lega

tapi juga sedih karena harus berpisah dengan orang-orang yang sangat

menyenangkan. Sebelum melanjutkan perjalanan menuju Poso, kami singgah di

sebuah warung makan yang terletak 15 menit dari sekolah. Ketika tiba di warung

makan, Merly Yurinda, perempuan bertubuh mungil menginstruksikan kepada

kami untuk berbagi ikan. Jadi kami hanya dipesankan tiga ekor ikan untuk

dimakan berenam, hal ini semata-mata untuk menghemat bekal kami yang

semakin menipis sementara perjalanan masih sangat panjang.

Page 32: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 32

Damai di Poso

Cuaca cerah dan terik mengantarkan perjalanan kami menuju kota Poso.

Sesekali kami melewati daerah pegunungan yang rindang, tetapi lebih banyak

kami harus berhadapan dengan garangnya matahari siang itu. Saya meminta

Gogon untuk berhenti sejenak karena rasanya kerongkongan saya terasa sangat

kering. Setelah menghabiskan sebotol air mineral, kami melanjutkan perjalanan.

Kumandang adzan waktu Ashar menyambut kedatangan kami di Poso.

Setelah berkoodinasi dengan kontak di Kodim Poso, kami menuju Mess Kodim

yang terletak di tengah kota. Disana kami sudah ditunggu oleh Rahma yang

membawakan pakaian kami yang sudah di cuci. Jadwal kami hari itu adalah

penyuluhan di Batalyon 714 jam 7 malam nanti. Kami masih punya waktu

kurang lebih 2 jam untuk beristirahat dan bersiap-siap.

Cuaca panas hari itu tidak mampu membuat mata saya untuk

berisitirahat, walaupun kamar kami dilengkapi penyejuk ruangan. Saya memilih

untuk mempersiapkan materi yang akan dibawakan malam nanti dan menonton

film yang akan menjadi bahan diskusi. Dari ruang tamu penginapan, saya dapat

langsung melihat aktifitas di markas Kodim dan juga lalu lintas kota Poso. Di

ujung jalan terdapat tugu 1945, yang merupakan simbol semangat pemuda.

Setelah shalat maghrib, kami berangkat menuju markas Batalyon 714

yang berjarak 45 menit perjalanan. Mobil dari kodim telah disediakan untuk

kami berikut pengawalan provost. Sepanjang perjalanan tampak aktivitas warga

Poso dan beberapa tempat ‘nongkrong’ remaja disana. Tidak ada sedikitpun

suasana mencekam ataupun menakutkan yang biasa digambarkan oleh penyiar

TV ketika menyiarkan berita tentang kota ini. Sepanjang perjalanan kami

melewati beberapa gereja dan juga masjid yang jaraknya saling berdekatan. Jika

diberitakan bahwa pertikaian masyarakat di poso karena isu agama, tetapi

mengapa bangunan tempat peribadatannya dibangun berdekatan?. Itu terus

menjadi pertanyaan dalam benak saya.

Di markas batalyon 714/sintuwu maroso, kami disambut oleh komandan

batalyon dan beberapa stafnya. Kami dipersilahkan menuju ruang tamu dan

menyantap hidangan makan malam. Di halaman depan telah terpasang satu

tenda parasut besar dan 4 tenda komando. Dibawahnya sekitar 250 prajurit, istri

prajurit dan juga masyarakat telah hadir untuk mengikuti penyuluhan. Saya

Page 33: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 33

sempat tertegun melihat peserta yang ada, bagaimana mungkin kami bisa

bermain dengan ratusan prajurit berseragam loreng tempur malam itu.

Malam itu pemutaran film akan kami lakukan diikuti dengan diskusi yang

akan kami buat secara berkelompok. Film Cleaner Fix yang diproduksi oleh

lembaga dokumentasi PBB dimana aktor didalam film tersebut adalah komunitas

dari Yayasan Karisma di wilayah jakarta timur menjadi pembuka dari diskusi

kami. Setelah membagi peserta menjadi kelompok kecil, kami pun berpencar

menuju kelompok masing-masing. Saya dan Merly menjadi fasilitator di

kelompok istri prajurit dan masyarakat.

Pada kelompok prajurit, pertanyaan sekitar narkoba mendominasi

diskusi sedangkan kelompok anggota persit lebih banyak pertanyaan tentang

bahaya HIV dan resiko ketika suami mesti tugas ke Papua yang merupakan salah

satu provinsi dengan angka prevalensi yang cukup tinggi. Antusiasme peserta

cukup baik pada malam itu, walaupun para perwira dan istri tidak ikut dalam

diskusi kelompok. Situasi ini hampir serupa dengan kejadian di markas Korem

Pare-pare, ketika kelompok diskusi yang terdiri dari para perwira tidak begtu

aktif dalam diskusi. Imam yang memimpin kelompok kala itu merasa bahwa ada

perasaan gengsi diantara mereka jika saja melontarkan pertanyaan yang terlalu

mudah ataupun memberikan komentar yang keliru. Pangkat perwira menjadikan

mereka harus memiliki image sebagai seseorang yang lebih tahu daripada

prajurit yang lain. Tapi itu tidak menyurutkan kami, karena peserta yang lain

cukup antusias dan aktif dalam diskusi yang kami gelar malam itu.

Kegiatan di markas batalyon berlangsung hingga pukul 10 malam, setelah

memberikan resume dan hasil diskusi saya dan kawan-kawan berpamitan untuk

kembali ke penginapan. Tugas kami esok hari masih panjang karena ada tiga

sekolah yang menanti kedatangan kami.

Menjadi pramuka Keesokan harinya dengan mengendarai mobil Toyota Innova yang

disediakan oleh Kodim Poso, tim berangkat menuju sekolah. Berbeda dengan

perjalanan yang lain, penyuluhan di Poso dikawal oleh provost dari batalyon dan

1 orang perwira berpangkat Letnan Satu. Mungkin benar juga pemberitaan

Page 34: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 34

selama ini bahwa daerah Poso tidak selamanya aman, itu anggapan dalam hati

saya.

Karena ada tiga sekolah, maka kami membagi tim menjadi tiga tim.

Sekolah pertama adalah SMU negeri 1 Lage, disana Merly dan Aco akan menjadi

fasilitator. Sekolah yang ke dua adalah SMP Negeri 1 Lage, Kester dan Tito akan

bertanggungjawab di sekolah tersebut. Saya dan Gogon menuju SMP Negeri 3

Watuawu yang terletak kurang lebih 20 menit dari sekolah yang ke dua. Cukup

sulit menemukan sekolah ini, saya sempat bertanya kepada seorang anak yang

kebetulan berada di pinggir jalan, namun tidak juga menemukan sekolah

tersebut. Tidak ada orang dewasa yang bisa ditanyai di sepanjang jalan tersebut,

suasana kampung sangat sepi, mungkin karena sebagian besar penduduknya

telah berada di tempat kerja masing-masing. Saya dan Gogon kembali lagi ke

sekolah yang ke 2 untuk menanyakan letak SMP Watuawu kepada guru yang ada

disana. Setelah memperoleh penjelasana mengenai lokasi dari sekolah tersebut,

kami berduapun segera berangkat kesana.

Jika biasanya penyuluhan kami berakhir pada jam makan siang, maka kali

ini kegiatan kami selesai lebih awal. Kamipun langsung melanjutkan perjalanan

dengan harapan bisa tiba pada waktu makan siang di kota selanjutnya yaitu

Parigi.

Page 35: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 35

Kebersamaan itu Indah

Page 36: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment

Air Terjun Saluopa di Tentena

Page 37: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment

Suasana bermain peran di Salah satu sekolah di Sangira

Page 38: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment

Memasuki wilayah Sulteng

Page 39: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 39

Matahari oh matahari

Rabu siang itu kami berjalan menyusuri aspal mulus yang berkelok-kelok

dengan jurang di sisi kiri. Pemandangan yang menakjubkan senantiasa

disuguhkan pada perjalanan kami sepanjang jalur sulawesi tengah. Sesuai

dengan nama tim kami ‘Langit Biru’, sepanjang perjalanan kami ditemani

birunya langit dan teriknya matahari. Terakhir kami bertemu hujan adalah di

perjalanan menuju Tentena.

Dikarenakan cuaca cerah sejuk dan kondisi jalan lurus, maka kami bisa

membetot tali gas motor lebih kencang, sesekali Kester yang mengendarai

Honda Macan mengajak balapan motor agar menghindari kebosanan dan lelah

dalam mengendarai motor. Kerapkali anak muda pengendara motor lain

sepanjang perjalan turut andil dalam balapan iseng, mungkin karena mereka

merasa aneh dengan kombinasi iringan 2 sepeda motor, satunya motor laki yang

biasa dijumpai dikeseharian tapi satunya motor laki tapi terlalu besar dan sangat

jarang dijumpai.

Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 200 km, tim tiba di Parigi dan

langsung menuju rumah makan. Kami sudah ditunggu oleh anggota koramil

Parigi disana. Rumah makan tempat kami makan siang terletak di jalur trans

sulawesi dan berada di tepi laut. Segera kami menyantap hidangan laut yang

telah disediakan bagi kami. Tidak seperti kawan-kawan yang lain, saya tidak bisa

menikmati makan siang waktu itu, saya diserang flu dan merasa agak sedikit

demam.

Penginapan kami terletak pas diseberang rumah makan, maka segera

setelah makan kami beranjak membongkar barang dari kendaraan dan bersiap

untuk istirahat. Mobil yang ditumpangi Aco dan Tito bersama seluruh barang

bawaan kami langsung kembali ke Poso pada sore itu. Tugasnya telah usai dan

segera menyerahkan tugas berikutnya kepada koramil Parigi.

Karena waktu tidak begitu banyak untuk beristirahat saya memutuskan

untuk mandi dan membersihkan diri. Seperti biasa jam 7 malam kami akan

melakukan penyuluhan bagi anggota masyarakat.

Sebelumnya pak Marjaman, anggota koramil Parigi telah berkoordinasi

dengan Pemda setempat dan juga sekolah yang ada di Parigi tentang kegiatan

kami. Bertempat di Aula Kantor Bupati Parigi, penyuluhan narkoba dan HIV

Page 40: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 40

berlangsung dengan dihadiri oleh siswa/i SMP dan SMA, Sekda Parigi, Ketua

BNNK (Badan Narkotika Nasional Kota) Parigi dan juga masyarakat. Pemutaran

film yang dilaksanakan, banyak mengundang pertanyaan dari peserta yang hadir.

Sekitar 400 orang peserta hadir di aula malam itu. Tidak seperti tempat lain, di

Parigi peserta penyuluhan didominasi oleh masarakat umum.

Pelaksanaan di Parigi menurut pak Marjaman tidak sesuai dengan jadwal

yang telah ia terima. Ketika di Tentena saya sempat berkoordinasi dengannya

terkait jadwal pelaksanaan penyuluhan di Parigi. Ternyata jadwal perjalanan

saya tidak sama dengan jadwal yang ada pada pak Marjaman. Jadilah mereka

mengatur penyuluhan mendadak karena jadwalnya menjadi sehari lebih awal.

Tetapi hal ini sama sekali tidak menghambat kegiatan kami. Kecuali saya yang

tidak bisa mengikuti kegiatan malam itu karena terbaring demam di penginapan.

Kegiatan penyuluhan di Moutong berlangsung di aula kantor bupati yang

dihadiri segenap stake holder. Beberapa staf BNK juga hadir dan mengikuti

permainan ‘jaring-jaring laba-laba’. Gogon yang memfasilitasi diskusi malam itu

mencoba menidentifikasi persepsi peserta terhadap permasalahan yang dapat

ditimbulkan oleh penyalahgunaan narkotika. Sebagian peserta sempat bingung

dengan permainan ini, melihat tali melintang kesana kemari ditengah ruangan,

mereka mengira bahwa akhir dari permainan ini adalah dengan mengikat

mereka dalam satu kesatuan. Tapi setelah mengikuti permainan dan

mendapatkan penjelasan barulah mereka paham.

Di penginapan, sepanjang malam saya berharap semoga demam ini

segera hilang esok hari, karena akan menjadi masalah jika tim kekurangan

anggotanya. Masih banyak sekolah yang mesti kami datangi dan dengan 5 orang

penyuluh saja kami sudah kepayahan, entah bagaimana jika hanya 4 orang.

Bersama Mang Sharky

Cuaca terik belum juga meninggalkan kami di perjalanan menuju ke

Tinombo. Walaupun demikian kami dimanjakan oleh pemandangan yang tak

kalah indahnya dengan jalur sebelumnya. Kali ini perjalanan kami tidak

didominasi oleh pemandangan pegunungan, tetapi hamparan laut lepas dengan

pasirnya yang putih berkilau. Kombinasi yang sangat menakjubkan, langit biru

dengan awannya yang tipis menggantung, pasir putih, laut biru kehijauan dan

Page 41: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 41

hamparan bakau di beberapa ruas pantainya. Untung saran Merly, perempuan

yang kelahiran Polewali ini, agar saya tidak usah naik sepeda motor, saya tolak,

kalau saya berada di mobil pasti tidak bisa menikmati pemandangan indah.

Walau sempat drop semalam, tapi pagi itu saya tetap memaksa untuk tetap

bersama ‘mang sharky’ melanjutkan perjalanan. Mang sharky adalah sepeda

motor bermerk BMW seri K dengan kapasitas mesin diawal adalah 1100 cc

kemudian di upgrade menjadi 1450cc. Motor ini di produksi tahun 1995, dengan

tampilan depan mirip ikan hiu (shark). Warnanya yang biru terang seperti

birunya laut menginspirasi saya untuk memberikan nama yang identik dengan

makhluk laut. Karena pemiliknya berasal dari Jawa Barat, maka panggilan

‘mamang’ yang biasa digunakan sebagai sebutan bagi laki-laki yang lebih tua.

Maka jadilah ia ‘Mang sharky’.

Perkampungan yang kami lewati diantaranya sepertinya adalah bekas

daerah transmigrasi. Ini tampak dari bangunan yang ada, ada yang model

bangunan jawa dan kemudian kami melewati perkampungan dengan pura di dan

gapura di tiap rumah. Serasa berada di Bali karena ornamen yang ada di

perkampungan itu sangat kental dengan nuansa pulau dewata itu. Yang

membedakan dengan Bali hanyalah lahan yang kering dan udara yang sangat

terik. Wajar saja karena kami mulai mendekati garis khatulistiwa. Di desa

khatulistiwa kami berhenti sejenak di tugu khatulistiwa yang menandakan

bahwa kami sedang berada tepat di atas khatulistiwa. Saat itu kira kira pukul

11.30 wita, saat matahar berada tepat di atas kepala. Bisa dibayangkan

bagaimana panasnya ditambah kami berada di khatulistiwa.

Setelah tiga jam perjalanan, kami tiba di Tinombo yang merupakan kota

kecamatan yang cukup ramai. Walaupun tidak begitu ramai, tapi disana sudah

terdapat pelabuhan laut, kondisi jalan dengan aspal yang cukup bagus ditambah

lagi disini kami bisa mengisi BBM tanpa mengantri. Stasiun pengisian bahan

bakar umum (SPBU) adalah tempat yang sangat istimewa bagi kami yang

menggunakan sepeda motor. Karena semakin menjauh dari sulsel sangat sulit

menemukan SPBU, kalaupun ada antriannya akan sangat panjang.

Di Tinombo kami diterima oleh pak Rompis, Danramil setempat.

Sambutan hangat dari tuan rumah segera menghilangkan rasa lelah kami. Siang

itu istri pak Rompis telah menyediakan kami makan siang dengan menu spesial

Page 42: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 42

yaitu tumis bunga pepaya. Setelah santap siang, bu Rompis mengantarkan kami

ke penginapan. Tempatnya sederhana, namun cukup nyaman bagi kami untuk

beristirahat.

Setelah maghrib, pak Rompis menjemput kami untuk makan malam

dilanjutkan dengan penyuluhan bagi pelajar dan juga anggota masyarakat.

Halaman SMA Tinombo malam itu sangat ramai dengan masyarakat yang akan

mengikuti penyuluhan kami. Tiba disana kami disambut oleh kepala sekolah dan

juga pak Camat serta Kapolsek Tinombo. Dari sambutan mereka tampak bahwa

muspida di wilayah Tinombo berhasil dalam memimpin daerah ini. Di aula telah

berkumpul pelajar, anggota polsek, anggota koramil, ibu rumah tangga juga

tokoh masyarakat. Seperti biasa kami memutarkan film yang selanjutnya akan

kami diskusikan bersama dengan para peserta. Untuk mengajak para peserta

yang sangat heterogen, maka kami menggunakan ‘jaring laba-laba’. Yaitu

permainan menggunakan tali dimana tali akan di berikan kepada peserta yang

memberikan tanggapannya terhadap isu yang kita lemparkan. Malam itu dengan

dibantu Kester, Aco dan Tito, Gogon memimpin diskusi dan ia melontarkan

pertanyaan tentang apa saja dampak buruk dari penggunaan narkotika.

Tidak perlu menunggu lama, segera seorang anggota koramil menanggapi

pertanyaan Gogon. Disusul dengan peserta yang lain, bahkan seorang tokoh

agama pun ikut bicara. Malam itu walaupun peserta yang ada berasal dari latar

belakang profesi dan status sosial yang berbeda, tetapi suasana sangat cair dan

tidak ada sekat diantara mereka. Ini menjadi satu hal lagi yang menjadi bukti

aparat pemerintah di daerah ini mampu memberikan tauladan dan juga

menumbuhkan motivasi warga masyarakatnya. Tidak hanya itu, peserta juga

menanyakan tentang ciri-ciri orang yang telah menggunakan narkoba dan

bagaimana upaya untuk mengatasi kecanduan terhadap narkotika.

Pukul 22.00 wita penyuluhan selesai, kami menyerahkan plakat dan

buku-buku kepada Danramil, Kapolsek dan Camat Tinombo yang pada malam itu

ikut hadir dan diskusi bersama. Kamipun kembali penginapan untuk

beristirahat, karena besok pagi akan kembali melanjutkan perjalanan menuju

Moutong.

Page 43: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 43

Seperti di kota lain, pagi hari di Tinombo merupakan waktu yang sibuk

bagi masyarakat yang ada disana. Pak Rompis yang sejak tadi sudah menunggu

di teras penginapan, mengajak kami untuk sarapan di rumahnya.

Kediaman pak Rompis terletak bersebelahan dengan kantor Koramil

Tinombo. Halamannya ditanami dengan sayur-sayuran hijau. Ada sawi, tomat,

jagung dan juga terong. Betapa senangnya kami diajak untuk panen sayur hari

itu, dan diperbolehkan untuk membawa sayuran tersebut. Merly sangat

kegirangan karena akhirnya kami menikmati sayuran lain selain kangkung.

Maklum, sepanjang perjalanan hingga di Tinombo ini kami hanya menemukan

kangkung ketika berada di warung makan.

Menu sarapan hari itu adalah nasi kuning, ayam tumis kecap, telur balado

dan telur mata sapi. Tanpa menunggu lama, kami berenam segera menyerbu

hidangan yang di masak sendiri oleh nyonya rumah. Setelah makan kami

berbincang-bincang bersama tuan rumah. Entah kenapa saya merasa begitu

dekat dengan keluarga ini, seolah-olah saya berada di rumah salah seorang

kerabat dekat saya. Bapak dan Ibu Rompis ternyata punya pengalaman spiritual

ketika mengendarai sepeda motor, ketika mengalami kecelakaan yang nyaris

merenggut nyawa mereka sekeluarga. Sebuah minibus menabrak mereka hingga

pak Rompis terpelanting melewati minibus tersebut. Bu Rompis percaya hanya

kuasa Tuhanlah yang membuat mereka selamat tanpa mengalami cedera yang

berarti. Bu Rompis semasa remaja adalah seorang atlit sepak takraw yang sering

mengikuti kejuaran baik tingkat lokal maupun nasional. Tetapi sekarang ia hanya

berfokus untuk mengurusi suami dan dua putrinya yang sekolah di Manado.

Putri sulung bu Rompis yang akhirnya mewarisi bakat ibunya menjadi pemain

sepak Takraw.

Rasanya tidak ingin mengakhiri perbincangan dengan keluarga ini, tapi

kami mesti kembali melanjutkan perjalanan. Setelah berpamitan dan

mengucapkan terima kasih, kamipun berangkat. Tampak mata bu Rompis

berkaca-kaca ketika melepas kepergian kami. Dalam hati saya berdoa, semoga

saya dapat dipertemukan lagi dengan mereka.

Page 44: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 44

Moutong yang rawan

Jarak antara Parigi dan Moutong kurang lebih tiga jam perjalanan. Jalur

yang dilewati lebih banyak pantai dengan jalanan yang rata. Cuaca panas belum

juga meninggalkan kami, terlebih ketika mendekati Moutong.

Di penginapan, kami telah ditunggu oleh Kapolsek dan Danrmil Moutong.

Cuaca panas siang itu serasa menguras tenaga kami, hingga saya pun tidak

terlalu bersemangat untuk berbincang dengan mereka. Hari itu adalah hari

Jum’at, dan kami tiba menjelang waktu shalat Jum’at. Acho, Tito dan Gogon

segera membersihkan diri dan bersiap-siap untuk mengikuti shalat berjama’ah

di Masjid yang letaknya tak jauh dari penginapan.

Menurut informasi Kapolsek, daerah moutong merupakan daerah rawan

perkelahian antar pemuda antar kampung. Semalam sebelum kami tiba telah

terjadi perkelahian yang mengakibatkan 2 orang pemuda mendapat luka tusuk.

Kejadian seperti itu sangat sering terjadi di wilayah ini, dan sudah menjadi

pekerjaan rumah aparat keamanan disini.

Siang itu saya dan Merly memilih untuk mencuci pakaian yang kotor

mengingat kami baru berangkat esok hari dan panas matahari yang cukup terik

kami yakin pakaian akan kering sebelum sore menjelang. Siang itu kami

menikmati nasi kotak yang disediakan oleh pak Danramil sebagai menu makan

siang. Sebenarnya beliau mengajak kami untuk makan siang di rumah makan,

tapi saya menolak karena melihat kondisi kawan-kawan yang cenderung ingin

beristirahat.

Setelah tidur siang yang cukup, pukul 19.00 wita kami menuju aula kantor

camat Moutong. Peserta yang sebagian besar laki-laki pada malam itu tampak

sangat bersemangat. Ada kejadian yang sempat membuat saya khawatir pada

malam itu. Di tengah pemutaran film, ada salah seorang peserta yang meminta

agar pemutaran film dihentikan dan langsung saja pada pokok permasalahan.

Tetapi peserta lain tetap menginginkan film tetap diputar hingga selesai. Pada

saat itu, Danramil dan Kapolsek sudah tidak berada lagi di ruangan penyuluhan.

Kami memutuskan untuk tidak mengindahkan keinginan sebagian orang yang

ingin menghentikan pemutaran film. Ketika film usai, Gogon segera mengambil

alih kegiatan diskusi. Benar saja, begitu babakan diskusi di buka begitu banyak

peserta yang mengacungkan tangan. Beberapa pertanyaan lebih banyak diajukan

Page 45: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 45

sebagai bentuk protes masyarakat terhadap upaya penanggulangan yang

dilakukan oleh aparat setempat. Menurut mereka banyak oknum aparat ataupun

oknum pejabat yang terkena kasus narkoba tetapi tidak diproses hingga tuntas.

Kapolsek memberikan keterangan bahwa salah satu anggotanya yang baru saja

terlibat dalam kasus narkoba sedang di proses oleh propam, dan mengharapkan

agar masyarakat dapat bekerjasama dengan kepolisian untuk menuntaskan

masalah narkoba ini bersama-sama. Walaupun jawaban kapolsek tampak tidak

terlalu memuaskan beberapa orang, mereka tidak mengajukan keberatannya.

Salah satu peserta penyuluhan datang menghampiri saya untuk meminta

film yang baru saja diputar. Ia memiliki TV kabel di daerah itu sehingga

menurutnya film ini bisa diputarkan sewaktu-waktu sehingga masayarakat yang

tidak mengikuti kegiatan penyuluhan malam itu tetap dapat menyaksikannya di

rumah. Ia juga banyak menanyakan beberapa jenis obat seperti kamlet dan

dextro. Selama ini dikalangan mereka yang bekerja sebagai petani ataupun

berkebun menganggap bahwa penggunaan obat-obatan tersebut bepengaruh

positf terhadap kinerja mereka. Misalnya saja bagi pemanjat kelapa, jika

menggunakan dextro akan tidak mudah lelah, sehingga akan lebih banyak kelapa

yang dapat diperoleh dalam satu hari.

Pukul 22.30 wita diskusi usai dan beberapa peserta meminta brosur

ataupun buku saku yang berisi informasi narkoba. Kami menitipkannya sebagian

pada Camat, Koramil, dan anggota PKK. Salah seoran kader puskesmas

menghampiri saya ketika acara usai, ia meminta buku saku tentang HIV karena

akan sangat membantunya untuk menyebarkan informasi kepada ibu-ibu rumah

tangga yang ada di sana.

Malam itu kami ke penginapan dengan perasaan yang tegang karena baru

kali ini kami menghadapi peserta penyuluhan yang sangat bersemangat dan

semuanya bersuara lantang. Jika tidak dipahami benar, suasana diskusi malam

itu lebih dirasakan seperti menghadapi kumpulan orang yang sedang berunjuk

rasa. Ditambah lagi dengan suasana ruangan yang penuh kepulan asap rokok

dari peserta laki-laki. Akibatnya tenggorakan saya meradang malam itu karena

terlalu banyak menghirup asap rokok.

Page 46: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 46

Page 47: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 47

Panen Sayur Di Halaman Koramil

Page 48: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment

Suasana penyuluhan di Tinombo

Page 49: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment

Penyuluhan di Moutong

Page 50: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 50

di ufuk bone bolango berujung di pohwato

terhampar hutan liar bogani-nani wartabone

mengalirkan sungai bone dan bolango

bersemayamkan danau limboto

yang terjaga oleh benteng otanahaa

dibumi inilah para generasi raja popa dan eyato

membangun negeri dalam semboyan Duluo Limo Lo Pohalaa.

samar-samar mengalun kisah para aulia,

sembari mitos akan lahilote mengguncang persada jiwa anak negeri ini,

adapula polahi (suku terasing) yang mencoba membangun hidup di hutan-hutan

yang semakin tergusur oleh kemajuan teknologi kehidupan

tradisi lisan begitu surut seiring mendangkalnya danau limboto

entah berapa banyak generasi kini yang mengenal lagi nilai dari ibu hulontalo ini

entah kapan lagi akan muncul orang-orang negeri ini layaknya

HB. Jassin dan BJ. Habibie

aku hanya mampu terenyuh...

kututup buku cakrawala ini sambil mencoba merapal harap

semoga anak cucuku kelak akan memahami "bahasa ibu" serta tradisi nenek moyang

mereka

wallahu wa'lam bissawab....

(Mukhlisani Ihsan,

mitra lokal di Gorontalo)

Page 51: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 51

MENJELAJAHI SERAMBI MADINAH

Waspada di jalan lurus

Persinggahan kami di kota Moutong merupakan akhir dari perjalanan

kami di sulawesi tengah. Selanjutnya kami memasuki provinsi Gorontalo, dimana

sudah ada dua belas sekolah yang menunggu kami disana.

Memasuki provinsi Gorontalo kembali kami disambut oleh ruas jalan

berbatu karena masih dalam pelebaran dan perbaikan. Debu dan terik matahari

menjadi pemandangan kami. Tidak banyak perkampungan yang kami lewati,

hanya hamparan padang rumput ataupun pohon bakau di sisi jalan. Sejak

berpisah dari sulawesi utara sepertinya provinsi ini terus berbenah dan

megembangkan potensi daerahnya. Semakin mendekati kota, ruas jalan semakin

baik, aspal mulus dan tidak lagi berbatu, rumah-rumah dengan halaman yang

rapi, bersih dengan pagar bambu yang ditata dengan apik. Tetapi kita harus

ekstra hati-hati karena meskipun jalanan lurus dan aspal mulus, ternak berkaki

empat bebas berkeliaran di sepanjang jalur ini.

Gorontalo memilki hukum adatnya yang sangat kuat dan secocok dengan

syariat Islam yang dinamai "Adat Bersendikan Syarak dan Syarak Bersendikan

Kitabullah (Al-Quran)" sehingga Gorontalo menjadi salah satu daerah hukum

adat di Indonesia, yakni daerah hukum adat ke-19. Tiga jam perjalanan

menghantarkan kami di Marisa, kota kecamatan yang menjadi tempat

persinggahan kami kali ini. Di penginapan, kami sudah ditunggu oleh Danramil

Marisa, yang hari itu datang bersama keluarganya. Setelah makan siang, kami

berbincang sejenak dengan pak Danramil tentang rencana kegiatan kami selama

di Marisa. Malam itu kami akan mengadakan pemutaran film di halaman koramil

dan dilanjutan dengan diskusi bersama peserta.

Tujuh sekolah di Marisa

Pagi itu kami bangun lebih pagi dari biasanya, karena hari itu kami punya

7 sekolah untuk di datangi sementara kami hanya punya lima orang penyuluh.

Dua orang mahasiswa dari Universitas Gorontalo telah ditujuk oleh pak Ihsan

mitra lokal kami, untuk membantu koordinasi dengan pihak sekolah.

Page 52: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 52

Keesokan harinya, tanggal 14 Mei 2012, penyuluhan serentak di lakukan

di tujuh SMP/SMA yang ada di wilayah Marisa. Dengan bantuan Liki dan

(mahasiswa) universitas gorontalo, tim kami berpencar dengan mengendarai

sepeda motor dan juga mobil Avanza yang disiapkan oleh Koramil Marisa.

Karena letaknya yang menyebar dan saling berjauhan agak sulit untuk

membagi tim, terutama karena tiap sekolah tidak bisa ditangani oleh 1 orang

penyuluh. Tiap mengunjungi sekolah kami pasti berpasangan, karena biasanya

sekolah menyiapkan siswanya lebih dari 100 orang, sehingga kelas akan kami

bagi 2 demi memberikan informasi secara maksimal. Kebetulan di sekolah

pertama disiapkan aula lengkap dengan mic wireless dan infocus. Siswa yang

disiapkan juga hanya 150 orang. Merly memutuskan untuk mengambil alih

sekolah tersebut sendirian. Yang lain akan menyebar di sekolah yang lain.

Kendaraan kami hanya 2 sepeda motor, itupun satu sudah dipakai Tito karena

dia harus berkeliling mengunjungi 7 sekolah. Jadilah kami memanfaatkan alat

transportasi lokal yaitu ‘bentor’ (becak motor) untuk berpindah dari satu

sekolah ke sekolah lainnya.

Hari itu cuaca cukup panas, seusai penyuluhan kami diundang makan

siang oleh pak Danramil di sebuah rumah makan yang menyediakan menu

makanan rumahan. Rasanya ingin sekali menikmati segarnya melon juice, tapi

karena siang itu lampu padam, maka keinginan saya tidak bisa terkabul. Sejak

berada di wilayah sulteng, beberapa daerah memang mengalami penggiliran

pemadaman listrik. Mudah-mudahan jika pembangkit listrik di Poso telah selesai

dibangun, tahun-tahun yang akan datang tidak lagi ada pemadaman bergilir.

Setelah seharian berada di sekolah, dan berbagi informasi dampak buruk

narkotika dan HIV bersama 613 siswa SMP dan SMA di Marisa, kami pun

melanjutkan perjalanan.

Eiffel Indonesia

Perjalanan menuju kota Gorontalo ditempuh dalam waktu kurang lebih 3

jam dari Marisa. Jalanan aspal mulus membuat tim bisa memacu kendaraan

hingga 140km/jam tanpa hambatan. Mendekati kota, tampak menara serupa

menara Eifel berdiri tegak tepat di tengah jalan. Walaupun hujan, kami tidak

Page 53: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 53

akan melewatkan kesempatan untuk berhenti sejenak untuk berfoto dibawah

menara ini. Konon kabarnya menara ini berhantu, karena ada seorang gadis yang

bunuh diri dengan menjatuhkan dirinya dari atas menara.

Menara ini adalah menara Keagungan Limboto, terletak di jantung

ibukota Kabupaten Gorontalo, Kecamatan Limboto. Dibangun atas sumbangan

sejumlah warga dan pengusaha yang berasal dari provinsi ini. Letaknya di

simpang jalan raya trans limboto (Jl. Jend. Sudirman) dan Jl. Cokroaminoto

dengan tinggi mencapai 65 meter. Bagi yang mengunjungi Provinsi Gorontalo,

menara ini langsung terlihat ketika pesawat akan landing di Bandara Jalaluddin

Isimu. Bak memasuki sebuah kota besar Paris di Negara Perancis, kami sempat

dibuat terpesona dengan keanggunan menara ini.

Tiba di kota Gorontalo, tim langsung menuju Kodim untuk berkoordinasi

tentang persiapan penyuluhan di Makodim. Tidak seperti kota lain, Kodim

Gorontalo meminta pelaksanaan penyuluhan bagi anggota kodim dan

keluarganya diselenggarakan pada pagi hari. Situasi seperti ini memang agak

memberatkan kinerja tim, karena saya dan Gogon yang akan menjadi fasilitator

untuk penyuluhan bersama prajurit dan biasanya kegiatan dengan mereka

mengambil waktu yang lebih lama daripada di sekolah. Itu berarti teman-teman

yang lain mesti bekerja ekstra demi bisa menyelesaikan penyuluhan di sekolah.

Disini kami dibantu oleh Nevil Simbayan, staf dinas kesehatan kabupaten

Gorontalo yang juga alumni Unhas. Ia bertanggung jawab untuk menghubungi

sekolah dan juga mecarikan kami penginapan. Setelah berkoordinasi dengan staf

Kodim, Nevil mengantar kami ke penginapan Horizon. Adalah penginapan

sederhana tapi sangat nyaman dengan taman di depan kamar masing-masing.

Tiap kamar juga dilengkapi dengan penyejuk ruangan dan air panas. Segera kami

menurunkan barang karena mobil yang mengantarkan kami akan langsung

kembali ke Marisa.

Sekolah bebas narkoba

Keesokan harinya, tepat pukul 09.00 wita kegiatan penyuluhan di Kodim

1304 dibuka oleh Letkol Ruslan, selaku komandan. Kegiatan diawali dengan

pemutaran film kemudian dilanjutkan dengan pemberian materi dan juga

diskusi. Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh anggota Kodim 1304, anggota persit,

Page 54: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 54

unsur pemerintah daerah dan juga anggota masyarakat. Pada saat diskusi salah

satu anggota persit mengusulkan agar kegiatan penyuluhan bisa dilaksanakan

secara berkala di lingkungan TNI dan keluarganya. Sepertinya ada kekhawatiran

di kalangan ibu rumah tangga jika anaknya sampai menggunakan narkotika. Dari

kalangan prajurit lebih banyak menanyakan risiko pekerjaan mereka dengan

penularan HIV. Pertanyaan seputar masalah seks langsung disambut dengan riuh

peserta penyuluhan. Menjelang pukul 11.00 wita penyuluhan ditutup oleh

Dandim dan kamipun melanjutkan perjalanan menuju SMU 1 Gorontalo.

Di salah satu SMP penyuluhan yang di fasilitasi oleh Merly berlangsung

seru dan ramai. Setelah berbincang dengan guru BP yang menjadi kontak person

di sekolah tersebut, dijelaskan bahwa sekolah mereka telah sering memperoleh

informasi tentang narkotika dari BNN dan kepolisian setempat. Ini semakin

membuat Merly antusias karena berarti ia bisa lebih banyak berdiskusi dengan

anak-anak. Tidak seperti dibayangkan, ternyata sebagian besar siswa belum

paham benar tentang dampak buruk narkoba bagi kesehatan. Selain itu masih

banyak persepsi yang keliru tentang penularan HIV dan pemahaman tentang

AIDS.

Kegiatan penyuluhan di sekolah-sekolah lain juga disambut antusias

kecuali di SMU 1. Memasuki halaman sekolah saya sudah disambut dengan

spanduk dan juga poster yang isinya peringatan akan bahaya narkotika. Sebuah

papan bertuliskan “SEKOLAH BEBAS NARKOBA” juga terpampang di pintu

masuknya. Berdasarkan keterangan dari guru bidang kemahasiswaan,

sekolahnya telah menjadi peer educator bagi sekolah yang lain dibawah

pembinaan Badan Narkotika Nasional. Selain itu sekolah ini juga telah sering

menjadi juara cerdas cermat terkait narkotika yang diselenggarakan di tingkat

lokal maupun provinsi. Oleh karena itu kami memutuskan untuk memberikan

dukungan buku dan brosur informasi terkait untuk mendukung kegiatan

mereka.

Siang itu kami menyelesaikan tugas di empat sekolah dengan jumlah

siswa yang cukup banyak kemudian kembali ke penginapan untuk berkemas-

kemas. Rencananya kami akan segera melanjutkan perjalanan menuju Boroko

dengan sebelumnya singgah untuk makan siang. Hari itu kami makan besar

Page 55: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 55

karena budi baik pak komandan, kami diundang makan siang di sebuah rumah

makan hidangan laut.

Page 56: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 56

Kester menuju sekolah berikutnya dengan Bentor

Page 57: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 57

Tugu Khatulistiwa di Desa Khatulistiwa, Tinombo

Page 58: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 58

MINGGU TERAKHIR

Boroko

Perjalanan menuju Boroko melewati jalur pegunungan dengan

pemandangan laut yang menakjubkan. Udara terik matahari membuat saya

enggan untuk berbincang-bincang. Padahal biasanya saya asik mengambil

gambar dengan kamera telepon genggam sembari mengomentari pemandangan

yang ada bersama Gogon. Sesekali kami melewati ruas jalan yang sedang

mengalami pelebaran dan perbaikan. Para pekerja yang ada biasanya melihat

kami dengan tatapan heran, karena sepeda motor yang kami kendarai keduanya

dengan plat nomor asal Jakarta. Salah satu kelurahan yang kami lewati adalah

kelurahan Kotajin. Terdengar agak seram, seperti suasana desa yang terlihat

nyaris tak berpenghuni. Mungkin karena desa ini terletak di daerah pegunungan,

maka sebagian besar masyarakatnya berangkat berkebun ketika siang hari.

Perjalanan tiga jam menuju Baroko terasa sangat panjang, karena cuaca

yang sangat terik hari itu. Masuk waktu shalat ashar, kami tiba di kantor koramil

Boroko. Setelah sebelumnya saya berkoordinasi dengan kontak person di

Boroko, maka kami dipersilahkan untuk menginap di rumah pak komandan.

Rumah mungil yang apik dengan tanaman sayuran dan buah-buahan di

halamannya. Di depannya, lapangan luas yang pada saat itu sangat ramai karena

sedang berlangsung MTQ (Musabaqah Tilawatil Qur’an) se-provinsi sulawesi

utara. Malam itu setelah makan sup ikan yang sangat lezat kami tidur ditemani

alunan ayat-ayat suci Al-Qur’an, yang terdengar sayup-sayup dari lapangan

depan rumah.

Keesokan harinya, kami segera berkemas-kemas karena setelah

penyuluhan di aula SMA 1 Bolangitang kami akan langsung melanjutkan

perjalanan.

Akhirnya bertemu coto makassar

Pelaksanaan penyuluhan dilaksanakan keesokan harinya di aula SMA 1

dan dibuka oleh Camat. Kegiatan ini dihadiri oleh Danramil Bolangitang, Kadis

Diknas Boroko, kepala sekolah SMA 1 dan juga guru-guru. Melihat banyaknya

peserta penyuluhan dengan kondisi aula sekolah yang tidak terlalu besar, maka

Page 59: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 59

kami memutuskan untuk mengadakan pemutaran film dan dilanjutkan dengan

diskusi. Tak kurang dari 200 peserta yang terdiri dari siswa/i SMA, anggota

persit dan juga anggota Koramil, menyaksikan pemutaran film hari itu. Sebagian

peserta penyuluhan telah banyak mengenal tentang jenis narkoba, begitu pula

dengan penularan HIV. Pertanyaan seputar penanganan bagi pecandu narkoba

baik dari aspek hukum maupun kesehatan banyak ditanyakan oleh peserta.

Mereka juga menanyakan sampai sejauh mana peranan pemerintah dalam

mengatasi masalah ini.

Hari itu termasuk hari keberuntungan bagi kami karena setelah hampir 3

minggu meninggalkan rumah, kami mulai rindu masakan rumah. Kebetulan ibu

danramil Bolangitang membuka warung coto makassar di dekat pantai. Kamipun

diundang untuk makan siang disana. Jadilah kami mendapat rejeki makan gratis

lagi hari itu. Alhamdulillah.

Selepas Dzuhur, kamipun pamit dan kembali melanjutkan perjalanan

menuju Amurang.

Sisa perjalanan

Atas arahan dari Danramil Amurang, tim kami yang tiba di Koramil

Amurang langsung diarahkan menuju Kompi senapan “B” untuk beristirahat.

Markas kompi ‘Cobra’, letaknya agak masuk ke dalam perkampungan warga.

Sama seperti di Pendolo, disini kami juga disediakan satu rumah yang bisa kami

pakai sebagai ‘markas’.

Di Amurang kami tidak dapat melaksanakan kegiatan penyuluhan karena

bertepatan dengan peringatan Kenaikan Isa Almasih, sehingga prajurit dan

keluarganya sedang libur panjang. Walaupun demikian pemberian informasi

tetap berlanjut, karena kami menginap di asrama Kompi, maka beberapa orang

prajurit yang bersilaturahmi ke posko kami sempat mendapatkan informasi

terkait. Diskusi kami malam itu berkisar tentang penularan HIV dan upaya yang

dapat dilakukan ketika seseorang telah terinfeksi HIV.

Keesokan harinya dengan menempuh jarak kurang lebih 1 jam, Tim

Langit Biru tiba di Manado. Berhubung sedang libur panjang, tim kami juga tidak

bisa melaksanakan kegiatan di Manado. Setelah mendapatkan penginapan di Jl.

Ratulangi, agenda pertama yang kami lakukan adalah berkeliling kota sambil

Page 60: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 60

membeli oleh-oleh. Menikmati malam minggu di Manado adalah pengalaman

yang menyenangkan, terutama dengan kuliner yang ada disana.

Keberuntungan belum juga meninggalkan kami, karena di Manado kami

bertemu om Nico Langi, ketua HDCI Manado yang berbaik hati menanggung

mencarikan bengkel motor terbaik di kota Manado termasuk membiaya service

kendaraan roda dua kami. Persediaan dana kami waktu itu memang hanya

cukup untuk mebayar penginapan dan makan selama di Manado. Ada

pembengkakan biaya khususnya BBM, karena di beberapa tempat yang tidak

memiliki SPBU harga premium hingga Rp 11.500,-.

Om Nico membantu kami untuk pengiriman motor Kester ke Jakarta

melalui kapal laut dan membantu pengembalian performance motor Gogon yang

akan solo riding ke Makassar dari Kota Manado melalui rute Gorontalo- Palu-

Mamuju- Polewali.

Masyarakat Manado yang sebagian besar beragama Nasrani, saat itu

sedang merayakan hari raya Paskah. Maka sebagian besar mereka berlibur

mengunjungi sanak keluarga yang berada di luar kota. Hal ini luput dari

perkiraan kami ketika menyusun jadwal penyuluhan. Karena itu rencana awal

untuk menyelenggarakan malam renungan AIDS di Manado tidak kami lakukan.

Walaupun demikian, pemberian informasi tetap berjalan, didukung oleh salah

satu stasiun radio. Esok harinya kami diundang oleh RRI Manado untuk talkshow

sehubungan dengan perjalanan yang sudah kami lakukan. Kami juga diterima

oleh kepala stasiun yang sangat mengapresiasi kegiatan kami ini. Beliau

berharap di tahun mendatang RRI Manado bisa berkontribusi dalam kegiatan

kami. Menurutnya selama ini kegiatan yang bersifat kampanye maupun program

acara yang membahas tentang narkotika dan HIV masih jarang dilakukan di

Manado.

Page 61: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 61

KEMBALI KE RUMAH

Shanti Riskiyani,

Sepanjang pengalaman saya melakukan perjalanan, maka inilah perjalanan saya

yang terlama. Duapuluh satu hari sepanjang 1800 km dengan menggunakan sepeda

motor, adalah pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan. Sejak mengenal isu

narkotika dan HIV maka inilah kali pertama bagi saya memberikan penyadaran dan

pengetahuan kepada masyarakat dengan cara yang menurut saya tidak biasa.

Memberikan penyuluhan di sekolah, tanpa menggunakan media pembantu seperti

poster ataupun slide presentasi. Kemampuan untuk dapat mengelola kelompok diskusi

dan ‘memainkan’ segenap potensi yang ada sangat menguras tenaga dan pikiran saya.

Ada rasa bahagia sekaligus bangga karena dapat menyelesaikan perjalanan ini dan

mendapat sambutan baik dari setiap sekolah yang dikunjungi. Semoga tahun depan

saya bisa melakukannya lagi. Si Tou Timou Tumou Tou (Manusia hidup untuk mendidik

orang lain).

Sahrul “Gogon” Syah

Rohani dan jasmani bernegosiasi secara alot, ketika menghadapi akar

pemiskinan yang berkembang menjadi peredaran-penggunaan narkotika. Namun

sejuknya semangat persahabatan dan dukungan masyarakat di sepanjang perjalanan,

pastinya dapat menghadapi itu semua. “Idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya

dimiliki oleh pemuda.” –Tan malaka

Page 62: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 62

Kester Sumual

Medan berat dengan jalan yang berliku serta panas terik dan hujan, tidak

mengurungkan niat saya dan tim Langit Biru menempuh perjalanan selama 21 hari.

Dengan mengendarai motor kesayangan, bertemu dengan adik-adik pelajar SMP dan

SMA serta prajurit TNI di sepanjang desa dan kota yang saya lalui dari Makasar hingga

Manado. Hal ini semata-mata untuk memberikan informasi dan menggali pengetahuan

mereka terkait narkoba dan HIV/AIDS dengan harapan kelak mereka dapat terhindar

dari permasalahan narkoba dan HIV. Rasa lelah yang kami alami selama menempuh

perjalanan serasa terbayar dengan sambutan dan bersahabat dengan mayarakat yang

kami temui. Pemandangan yang indah sepanjang perjalanan membuat waktu berlalu

dengan cepat. Perjalanan ini merupakan pengalaman hidup yang berkesan bagi saya.

Merly Yurinda

Sebagai petugas lapangan yang sehari-hari bekerja memberikan penyadaran

kepada pengguna narkotika, khususnya pengguna narkotika suntik untuk tidak lagi

berbagi jarum suntik bekas. Terkadang saya juga melakukan pemberian informasi di

kalangan siswa. Sepulang melakukan perjalanan ke Manado, saya merasa frustasi

karena ternyata apa yang sudah saya lakukan selama ini masih belum maksimal.

Padahal di Makassar saja masih banyak kelompok masyarakat yang belum paham benar

tentang dampak buruk narkoba. Pekerjaan saya belum selesai...

Amir “Aco” Mahmud

21 hari kami lewati cuaca panas maupun hujan tidak menghalangi semangat

kami untuk berbagi informasi akan bahaya Narkotika yang mungkin saja akan terjadi

didaerah terpancil misalnya, kelelahan terbayar dengan sambutan, senyum, keramahan

penduduk yang kami tempati atau sedikit ‘doping’ dimalam hari (hahaha). Perjalanan

yang tidak terlupakan serta semangat persahabatan yang begitu bahagia.

Page 63: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 63

Page 64: Renewing Our Commitment

Renewing our Commitment Page 64

Tim Langit Biru


Recommended