+ All Categories
Home > Documents > Research Insights Can the tax system Konsekuensi ...€¦ · erat dengan masalah kesehatan lainnya,...

Research Insights Can the tax system Konsekuensi ...€¦ · erat dengan masalah kesehatan lainnya,...

Date post: 19-Oct-2020
Category:
Upload: others
View: 2 times
Download: 0 times
Share this document with a friend
7
Konsekuensi Perkawinan Anak di Indonesia Perkawinan anak dilarang oleh hukum internasional, dan jika hal ini dibiarkan, diperkira- kan bahwa sekitar 150 juta anak perempuan akan dinikahkan hingga tahun 2030. Apa saja konsekuensi perkawinan anak bagi anak perempuan (dan anak laki-laki), khususnya ketika mereka tumbuh dewasa, bagi rumah tangga dan anak-anak mereka? Kami me- neliti hal ini dalam konteks Indonesia, di mana seperti halnya di kebanyakan negara berkembang, perkawinan anak merupakan hal yang lumrah. No. 25/20 September 2020 Research Insights
Transcript
Page 1: Research Insights Can the tax system Konsekuensi ...€¦ · erat dengan masalah kesehatan lainnya, pencapaian pendidikan yang lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah, serta ketergantungan

Melbourne Institute Research Insights

No. 01/19 Name of data source used

Can the tax system support disaster relief? They say there’s no time like the present, and the present circumstances surrounding climate change, natural disasters and global economics require a fresh look at charitable donations policies.

Konsekuensi Perkawinan Anak di Indonesia Perkawinan anak dilarang oleh hukum internasional, dan jika hal ini dibiarkan, diperkira-

kan bahwa sekitar 150 juta anak perempuan akan dinikahkan hingga tahun 2030. Apa

saja konsekuensi perkawinan anak bagi anak perempuan (dan anak laki-laki), khususnya

ketika mereka tumbuh dewasa, bagi rumah tangga dan anak-anak mereka? Kami me-

neliti hal ini dalam konteks Indonesia, di mana seperti halnya di kebanyakan

negara berkembang, perkawinan anak merupakan hal yang lumrah.

No. 25/20 September 2020

Research Insights

Page 2: Research Insights Can the tax system Konsekuensi ...€¦ · erat dengan masalah kesehatan lainnya, pencapaian pendidikan yang lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah, serta ketergantungan

Sebanyak lebih dari satu dari setiap empat perempuan Indonesia, dan sekitar satu dari 12 laki-laki Indonesia, atau setara dengan 25 juta perempuan dan 7 juta laki-laki, diperkirakan telah menikah sebelum berusia 19 tahun (usia minimal perkawinan yang sah di Indonesia). Perkawinan anak mempengaruhi banyak orang di Indonesia terlepas dari agama dan golongan sosial-ekonominya. Hal ini lebih umum terjadi di kalangan keluarga yang tinggal di pedesaan, keluarga miskin dan pendidikan rendah (lihat Gambar 1). Hubungan antara perkawinan anak dan konsekuensi ekonominya bersifat dua arah. Penelitian yang dilaksanakan Melbourne Institute menunjukkan bahwa perkawinan anak berdampak negatif signifikan dan berkelanjutan pada kehidupan para perempuan dan laki-laki yang menjalaninya (lihat daftar bacaan lebih lanjut di bawah). Perkawinan anak mengurangi tingkat pencapaian pendidikan dan membatasi akses ke berbagai pekerjaan berkualitas dan berbayaran tinggi. Perempuan yang menikah di usia anak memiliki anak lebih banyak di usia muda, dan anak-anak tersebut rata-rata memiliki kesehatan, pendidikan, dan kemampuan kognitif yang lebih rendah. Akibatnya, lingkaran permasalahan ini akan terus berlanjut.

Dampak negatif perkawinan anak bagi anak perempuan dan laki yang menikah di usia anak telah diakui secara luas. Namun, besarnya dampak ini belum terdokumentasi secara baik. Informasi tentang hal ini penting untuk mengukur biaya sosial perkawinan anak, serta untuk menunjukkan kepada para pembuat kebijakan, pemimpin komunitas, dan keluarga, tentang pentingnya mengambil langkah-langkah nyata untuk menguranginya. Sumber data yang digunakan di sini - yaitu Indonesian Family Life Survey - memungkinkan dilakukannya penelitian tentang konsekuensi perkawinan anak pada berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik pendidikan, pekerjaan, kesehatan dan pembangunan, relasi pengambilan keputusan di dalam rumah tangga, hingga kepuasan hidup. Survei ini memantau rumah tangga dan para anggotanya selama beberapa dekade, yang memungkinkan dilakukannya pengukuran dampak antargenerasi.

Melbourne Institute Research Insight: 25/20 2

Perkawinan anak di Indonesia

Gambar 1: Prevalensi perkawinan anak pada anak perempuan berdasarkan pendidikan ayah.

Catatan: IFLS 2015 dan IFLS East. Perhitungan penulis meliputi perempuan berusia 19 tahun dan di atasnya.

0%

10%

20%

30%

40%

Tidak sekolah SD SMP SMA Tersier

Prob

abili

tas t

erpr

edik

si pe

rkaw

inan

ana

k

Tingkat pendidikan tertinggi ayah

Perdesaan

0%

10%

20%

30%

40%

Tidak sekolah SD SMP SMA Tersier

Prob

abili

tas

terp

redi

ksi p

erka

win

an a

nak

Tingkat pendidikan tertinggi ayah

Perkotaan

0

10%

20%

30%

40%

0

10%

20%

30%

40%

Page 3: Research Insights Can the tax system Konsekuensi ...€¦ · erat dengan masalah kesehatan lainnya, pencapaian pendidikan yang lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah, serta ketergantungan

Temuan Kunci

1 Perkawinan anak mengurangi tingkat pencapaian

pendidikan dan menyebabkan prospek kerja dan pendapatan yang lebih rendah

Perkawinan anak menyebabkan perempuan menghentikan pendidikan 1,6 tahun lebih awal dibandingkan perempuan lainnya. Perempuan yang menikah sebelum usia 19 tahun berpeluang sedikit lebih kecil (3 persen) untuk bekerja dibandingkan perempuan lain. Perkawinan anak memiliki efek luas dan negatif pada kualitas kerja dan upah yang diterima. Perempuan yang menikah di usia anak berpeluang lebih kecil untuk bekerja di sektor formal, dan pendapatan perjamnya hanya 75% dibandingkan yang diperoleh perempuan yang menunda pernikahannya.

Perempuan yang menikah di usia anak memiliki kepuasan yang lebih rendah terhadap hidup dan lebih sering bercerai

Perempuan yang menikah di usia anak lebih berpeluang melaporkan bahwa standar hidup mereka dan anak-anak mereka tidak memadai. Mereka juga lebih berpeluang melaporkan tingkat kebahagiaan yang secara keseluruhan jauh lebih rendah dan ketidakpuasan terhadap asupan makanan, layanan kesehatan, dan pendidikan bagi anak-anak mereka.

Pengantin muda cenderung memiliki lebih banyak anak, tetapi mendapatkan perawatan yang kurang saat kehamilan

Konsekuensi Perkawinan Anak di Indonesia 3

Hal ini berdampak serius pada kualitas hidup mereka: perempuan yang menikah di usia anak memiliki pendapawtan rumah tangga yang lebih rendah dan akses yang lebih terbatas kepada berbagai jaminan/manfaat seperti cuti sakit, upah standar, jaminan ketenagakerjaan, dan jaminan pensiun. Para perempuan ini juga berpeluang lebih tinggi mengalami kerentanan finansial pada kehidupannya setelahnya.

2

Perempuan yang menikah di usia anak juga berpeluang 60 persen lebih tinggi mengalami perceraian. Karenanya, perkawinan anak memiliki dampak merugikan baik secara emosional maupun ekonomi.

3

Faktor-faktor risiko yang akan menyebabkan kesulitan berkelanjutan bagi anak-anak dari perempuan yang menikah muda dapat terjadi bahkan sebelum anak tersebut dilahirkan. Perempuan yang menikah sebelum usia 19 tahun umumnya berusia 3,5 tahun lebih muda dibandingkan rata-rata perempuan lainnya ketika melahirkan anak pertama mereka. Mereka memiliki anak lebih banyak, namun lebih jarang melakukan pemeriksaan kesehatan pra-kelahiran ke dokter pada saat hamil.Mereka juga cenderung lebih jarang mengkonsumsi suplemen zat besi dan melakukan tes darah.

Perempuan yang menikah di usia anak juga berpeluang lebih rendah 5 persen untuk melahirkan dengan bantuan dokter atau perawat. Memiliki anak yang lebih banyak yang disertai dengan kurangnya akses kepada layanan yang dibutuhkan menjadi faktor risiko yang menyebabkan kematian ibu dan anak. Anak-anak dari perempuan yang menikah di usia anak berpeluang 20 persen lebih tinggi untuk meninggal pada 12 bulan pertama usia hidup mereka. Ini berarti, perkawinan anak menyebabkan kematian.

Page 4: Research Insights Can the tax system Konsekuensi ...€¦ · erat dengan masalah kesehatan lainnya, pencapaian pendidikan yang lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah, serta ketergantungan

Konsekuensi Perkawinan Anak di Indonesia 4

Gambar 2

Page 5: Research Insights Can the tax system Konsekuensi ...€¦ · erat dengan masalah kesehatan lainnya, pencapaian pendidikan yang lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah, serta ketergantungan

Temuan Kunci

Anak-anak dari ibu muda mengalami kerentanan berkelanjutan

Anak-anak dari ibu muda yang selamat berpeluang 15% lebih tinggi mengalami stunting (tinggi rendah berbanding usia) dan mendapatkan nilai tes kemampuan kognitif yang lebih rendah. Stunting dan kemampuan kognitif yang lebih rendah sangat terkait erat dengan masalah kesehatan lainnya, pencapaian pendidikan yang lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah, serta ketergantungan yang lebih tinggi pada jaminan sosial saat mereka dewasa (Efevbera et al., 2017).

Laki-laki yang menikah dini juga mengalami kerentanan

Laki-laki yang menikah sebelum usia 19 tahun ternyata juga mengalami kerentanan serupa dengan perempuan. Usia legal perkawinan bagi laki-laki di Indonesia sejak tahun 1976 adalah 19 tahun. Laki-laki yang menikah sebelum berusia 19 tahun menyelesaikan pendidikan 1,8 tahun lebih sedikit dari laki-laki lainnya.Meskipun mereka berpeluang sedikit lebih tinggi untuk bekerja, mereka berpeluang 15 persen lebih kecil untuk bekerja di sektor formal dan mendapatkan penghasilan 20 persen lebih kecil dibandingkan dengan yang menikah di usia yang lebih tinggi.

Melbourne Institute Research Insight: 25/20 5

Anak-anak dari ibu yang menikah muda juga cenderung tidak memiliki akta lahir. Kondisi ini dapat menghambat akses ke layanan pendidikan dan kesehatan, serta berbagai program kesejahteraan pemerintah lainnya. Kerentanan ini terus terakumulasi akibat berbagai faktor di atas.

5

Sebagaimana perempuan, mereka lebih berpeluang mengalami perceraian dibandingkan laki-laki lainnya, dan jauh lebih tidak puas dengan hidup mereka. Dari sisi ini, dampak perkawinan anak bersifat netral gender.

4

Mengubah undang-undang saja tidak cukup Perkawinan anak telah menjadi isu sejak lama di Indonesia, dan Pemerintah Indonesia terus meningkatkan upayanya untuk mengatasinya. Pada bulan September 2019, DPR menaikkan usia minimal perkawinan bagi anak perempuan dari 16 menjadi 19 tahun. Perwakilan UNICEF untuk Indonesia menggambarkan perubahan ini sebagai ‘lompatan besar dalam perjuangan melawan perkawinan anak’, namun memperingatkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk menurunkan angka perkawinan anak di seluruh Indonesia (UNICEF Indonesia, 2019).

UU Perkawinan dapat membantu menurunkan angka perkawinan anak (Lyn et al., 2019), namun tanpa adanya inisiatif kebijakan yang mendukung, UU ini

masih belum cukup untuk menghentikan perkawinan anak. Keluarga dapat memilih pernikahan secara agama tanpa mendaftarkannya ke dukcapil, yang sebenarnya melanggar hukum. Hal ini umum terjadi dan diketahui di tingkat internasional. Sebagai contoh, perkawinan anak telah dilarang di India sejak tahun 1978. Bahkan pada tahun 2006, undang-undang tersebut telah diperkuat sehingga memudahkan untuk menghukum pelanggar, namun angka perkawinan anak perempuan masih tinggi (27 persen pada tahun 2016). Lihat misalnya, Raj et al. (2009), Ghosh (2011), and UNICEF (2020; 2018).

Terdapat beberapa contoh upaya kebijakan yang secara langsung mempengaruhi penurunan

Page 6: Research Insights Can the tax system Konsekuensi ...€¦ · erat dengan masalah kesehatan lainnya, pencapaian pendidikan yang lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah, serta ketergantungan

bertentangan dengan norma-norma sosial, terdapat kemungkinan undang-undang tersebut tidak akan dijalankan (Acemoglu and Jackson, 2017), namun kampanye informasi dapat membantu mendorong perubahan pada norma-norma sosial tersebut. Kampanye-kampanye seperti itu akan sangat efektif jika dilaksanakan dengan bermitra dengan para pemimpin tradisional (tokoh adat), dan disesuaikan dengan berbagai budaya dan perilaku khas di setiap komunitas tertentu (Muriaas et al., 2019).

Selain itu, dapat pula dikembangkan berbagai kebijakan yang dapat mengurangi dampak negatif perkawinan anak. Program-program yang memberikan para ibu muda layanan penitipan anak gratis dan dukungan untuk melanjutkan pendidikan mereka (Crean et al., 2001); kebijakan yang mendorong dan mendukung para ibu muda mengakses layanan kesehatan pada masa hamil dan melahirkan; serta kebijakan yang mempermudah perempuan memperoleh buku nikah dan akta lahir bagi anak-anak mereka merupakan contoh kebijakan yang dapat secara signifikan bermanfaat bagi perempuan yang telah menikah dini, anak-anak mereka, serta meningkatkan peluang hidup para ibu dan anak tersebut.

Program Australian Aid bekerja sama dengan mitra Indonesia untuk menurunkan perkawinan anak demi mengurangi ketidaksetaraan gender serta mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi regional. Proyek ini merupakan kerja sama antara Melbourne Institute dan MAMPU - Kemitraan Australia-Indonesia untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan.

Konsekuensi Perkawinan Anak di Indonesia 6

perkawinan anak. Namun, kebijakan-kebijakan yang memberdayakan anak perempuan untuk mengambil keputusan terinformasi tentang perkawinan dan menjadi pengambil keputusan aktif di rumah tangganya tampak menjadi faktor yang berpengaruh paling kuat (Girls Not Brides, 2014). Sebagai contoh, sebuah program di Uganda memberikan keterampilan vokasi kepada anak perempuan agar mereka dapat membuka usaha skala kecil, serta keterampilan hidup untuk membantu mereka membuat keputusan yang terinformasi terkait seks, reproduksi, dan perkawinan. Sebuah uji acak terkendali (randomized controlled trial) yang dijalankan di program tersebut menemukan bahwa anak-anak perempuan yang berpartisipasi berkemungkinan lebih kecil mengalami kehamilan, dan juga berpeluang lebih kecil untuk menikah atau tinggal bersama dengan pasangannya (Bandiera et al., 2020). Program lainnya di Bangladesh yang memberikan insentif finansial berbentuk minyak goreng gratis bagi anak perempuan yang tetap lajang hingga dewasa juga terbukti efektif (Buchmann et al., 2018).

Secara umum, kebijakan-kebijakan yang meningkatkan akses terhadap pendidikan bagi anak laki-laki dan anak perempuan berpeluang menurunkan tingkat perkawinan anak. Mengurangi biaya pendidikan juga berpotensi menunda usia perkawinan, karena orang tua akan lebih cenderung tetap menyekolahkan anak perempuan (dan laki-laki)-nya di sekolah alih-alih menikahkan mereka. Selain itu, pada generasi selanjutnya, data kami menunjukkan bahwa orang tua yang lebih berpendidikan cenderung lebih rendah untuk menikahkan anak mereka di usia anak (Gambar 1).

Program-program perlindungan sosial yang berbentuk tunai maupun barang yang saat ini ada di banyak negara berkembang dapat dirancang untuk memasukkan syarat-syarat terkait perkawinan anak. Program Keluarga Harapan (PKH) memberikan bantuan tunai, yang salah satu syaratnya mewajibkan anak-anak keluarga penerima tetap bersekolah. PKH telah disebut sebagai contoh keberhasilan peningkatan partisipasi sekolah (pencapaian pendidikan) bagi anak-anak. PKH tidak berfokus pada perkawinan anak, dan juga tidak tampak mempengaruhi tingkat perkawinan anak. Namun, uji coba penambahan syarat atau insentif untuk menurunkan perkawinan anak di beberapa provinsi atau kabupaten di mana perkawinan anak sering terjadi dapat dilakukan sebagai salah satu alternatif uji coba kebijakan.

Kampanye informasi juga dapat berkontribusi efektif mengurangi perkawinan anak. Perkawinan anak pada umumnya merupakan fenomena budaya, yang didukung oleh norma-norma sosial di komunitas setempat. Ketika undang-undang baru

Page 7: Research Insights Can the tax system Konsekuensi ...€¦ · erat dengan masalah kesehatan lainnya, pencapaian pendidikan yang lebih rendah, pendapatan yang lebih rendah, serta ketergantungan

Penulis Professor Lisa Cameron,Dr Diana Contreras Suarez andMs. Susan Wieczkiewicz

Informasi Lebih Lanjut

Dataset: Penelitian kami menggunakan Indonesian Family Life Survey (IFLS) gelombang 1-5 (1993, 1997, 2000, 2007, 2014) dan East (2012). Survei ini mewakili lebih dari 80% populasi Indonesia serta mengamati kehidupan para pesertanya selama lebih dari 20 tahun. Sampel kami terdiri dari lebih dari 40.000 perempuan, laki-laki, dan anak-anak Indonesia.

Referensi lebih lanjut:1. BPS. Pencegahan Perkawinan Anak Percepatan

yang Tidak Bisa Ditunda, UNICEF-PUSKAPA Report. 2020. Tersedia di: https://www.unicef. org/indonesia/media/2851/file/Child-Marriage-Report-2020.pdf

2. Cameron L, Contreras Suarez D, WieczkiewiczS. Consequences of Child marriage in Indonesia. Report. MAMPU. 2020. Tersedia di https://melbourneinstitute.unimelb.edu.au/__data/assets/pdf_file/0016/3500611/Exsum-Child-Marriage_ind_FIN.pdf

3. United Nations Children’s Fund. Investingin Knowledge for ending child marriage:Publications Catalogue 2018-2019 [Internet].UNFPA-UNICEF; 2019 [cited 2020 May 5].Tersedia di: https://www.unfpa.org/sites/default/files/resource-pdf/GP_2018-2019_Publications_ Catalogue.pdf

Research Insights produced by the Melbourne Institute provide a clear and practical understanding of contemporary economic and social issues in Australia.

Supported by high-quality academic analysis, each Research Insight aims to make sense of complex issues to enable evidence-based decision making for policy and practice.

melbourneinstitute.unimelb.edu.au

Referensi:

Acemoglu D, Jackson MO. Social Norms and the Enforcement of Laws. J Eur Econ Assoc 2017;15:245–95. https://doi.org/10.1093/jeea/jvw006.

Bandiera O, Buehren N, Burgess R, Goldstein M, Gulesci S, Rasul I, et al. Women’s Empowerment in Action: Evidence from a Randomized Control Trial in Africa. Am Econ J Appl Econ 2020;12:210–59. https://doi.org/10.1257/app.20170416.

Buchmann N, Field E, Glennerster R, Nazneen S, Pimkina S, Sen I. Power vs Money: Alternative Approaches to Reducing Child Mar-riage in Bangladesh, a Randomized Control Trial 2018. https://doi.org/10.7910/DVN/ET8WJD.

Crean HF, Hightower AD, Allan MJ. School-based childcare for chil-dren of teen parents: evaluation of an urban program designed to keep young mothers in school. Eval Program Plann 2001;24:267–75. https://doi.org/10.1016/S0149-7189(01)00018-0.

Efevbera Y, Bhabha J, Farmer P, Fink G. Girl child marriage as a risk factor for early childhood development and stunting. Soc Sci Med 2017;185. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2017.05.027.

Ghosh B. Child Marriage and its Prevention: Role of Adolescent Girls’. Indian J Dev Res Soc Action – Int J 2011;7:49–62.

Girls Not Brides. Theory of Change on Child Marriage 2014.

Lyn A. A. Y., Helmut Rainer. Prohibition without Protection: Marriage-able Age Law Reforms and Adolescent Fertility in Mexico. Ifo Work Pap 2019;314.

Muriaas RL, Wang V, Benstead LJ, Dulani B, Rakner L. Why campaigns to stop child marriage can backfire. CMI Brief 2019;2019:04.

Raj A, Saggurti N, Balaiah D, Silverman JG. Prevalence of child mar-riage and its effect on fertility and fertility-control outcomes of young women in India: a cross-sectional, observational study. The Lancet 2009;373:1883–9. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(09)60246-4.

UNICEF. Data Warehouse. UNICEF DATA 2020. https://data.unicef.org/resources/data_explorer/unicef_f/ (accessed January 26, 2020).

UNICEF Indonesia. UNICEF welcomes recent amendment of Indo-nesia’s Marriage Act. UNICEF 2019. https://www.unicef.org/press-re-leases/unicef-welcomes-recent-amendment-indonesias-marriage-act (accessed July 13, 2020).

United Nations Children’s Fund. Child Marriage: Latest trends and future prospects. New York: UNICEF; 2018.

7


Recommended