+ All Categories
Home > Documents > Reski Gunawan - 0704112277.pdf

Reski Gunawan - 0704112277.pdf

Date post: 23-Dec-2015
Category:
Upload: atun-sriyatun
View: 25 times
Download: 2 times
Share this document with a friend
Popular Tags:
11
The Effect of Seaweed ( Eucheuma cottonii ) on Consumer Acceptance of Dried Noodles By Reski Gunawan 1) , Edison 2) and Suparmi 2) ABSTRACT The research was conducted at the Laboratory of Fish Processing Technology and Food Chemistry Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau in Mei 2012. The research was intended to determine the effect of seaweed on consumer acceptance of dried noodles. About 6 kg dry seaweed were taken from a fish market in Pekanbaru. The seaweed was ground and made for seaweed flour. Four formulations of dried noodle were prepared by addition of different percentage of seaweed flour: 0% (control), 10%, 20% and 30%. The final products were estimated for consumers acceptance, moisture, protein and crude fiber. The result indicated that the dried noodles fortified with 100 g seaweed flour was the best quality product. Proximat compotition of the product was moisture: 3.974%, protein: 12.652% and crude fiber: 0.741%. Keywords: seaweed, dried noodle, consumer acceptance. PENDAHULUAN Rumput laut sangat populer dalam dunia perdagangan. Dalam ilmu pengetahuan, rumput laut dikenal sebagai algae atau seaweed. Rumput laut tumbuh dan tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia. Menurut Dahuri (2002), industri pengolahan rumput laut memang perlu dikembangkan mengingat potensi rumput laut di Indonesia cukup besar dengan potensi lahan atau perairan yang cocok untuk budidaya mencapai 2,1 juta hektar. Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber daya alam dengan hasil laut yang melimpah, termasuk rumput laut. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan produksi rumput laut cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2005 mencapai 910.636 ton; tahun 2006 meningkat menjadi 1.079.850 ton; tahun 2007 naik menjadi 1.187.840 ton; tahun 2008 naik menjadi 1.206.200 ton; dan tahun 2009 naik menjadi 1.266.500 ton (Anonim, 2009). Mie adalah salah satu jenis makanan yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas, bahkan seluruh dunia telah mengenalnya dengan masing-masing istilah. Dalam bahasa Inggris mie ini disebut dengan noodle dan bahasa Itali dikenal dengan istilah spaghetti yang umumnya berbentuk pipih memanjang (Purwani dkk., 2006).
Transcript
Page 1: Reski Gunawan - 0704112277.pdf

The Effect of Seaweed ( Eucheuma cottonii ) on Consumer Acceptance of Dried Noodles

By

Reski Gunawan1), Edison2) and Suparmi2)

ABSTRACT

The research was conducted at the Laboratory of Fish Processing Technology and Food

Chemistry Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau in Mei 2012. The research

was intended to determine the effect of seaweed on consumer acceptance of dried noodles. About 6

kg dry seaweed were taken from a fish market in Pekanbaru. The seaweed was ground and made

for seaweed flour. Four formulations of dried noodle were prepared by addition of different

percentage of seaweed flour: 0% (control), 10%, 20% and 30%. The final products were estimated

for consumers acceptance, moisture, protein and crude fiber. The result indicated that the dried

noodles fortified with 100 g seaweed flour was the best quality product. Proximat compotition of

the product was moisture: 3.974%, protein: 12.652% and crude fiber: 0.741%.

Keywords: seaweed, dried noodle, consumer acceptance.

PENDAHULUAN

Rumput laut sangat populer dalam

dunia perdagangan. Dalam ilmu pengetahuan,

rumput laut dikenal sebagai algae atau

seaweed. Rumput laut tumbuh dan tersebar

hampir di seluruh perairan Indonesia.

Menurut Dahuri (2002), industri pengolahan

rumput laut memang perlu dikembangkan

mengingat potensi rumput laut di Indonesia

cukup besar dengan potensi lahan atau

perairan yang cocok untuk budidaya

mencapai 2,1 juta hektar.

Indonesia adalah negara yang kaya

akan sumber daya alam dengan hasil laut

yang melimpah, termasuk rumput laut.

Berdasarkan data Departemen Kelautan dan

Perikanan produksi rumput laut cendrung

meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun

2005 mencapai 910.636 ton; tahun 2006

meningkat menjadi 1.079.850 ton; tahun 2007

naik menjadi 1.187.840 ton; tahun 2008 naik

menjadi 1.206.200 ton; dan tahun 2009 naik

menjadi 1.266.500 ton (Anonim, 2009).

Mie adalah salah satu jenis makanan

yang telah lama dikenal oleh masyarakat luas,

bahkan seluruh dunia telah mengenalnya

dengan masing-masing istilah. Dalam bahasa

Inggris mie ini disebut dengan noodle dan

bahasa Itali dikenal dengan istilah spaghetti

yang umumnya berbentuk pipih memanjang

(Purwani dkk., 2006).

Page 2: Reski Gunawan - 0704112277.pdf

Mie adalah salah satu bentuk makanan

olahan dari tepung terigu atau bahan

sejenisnya yang banyak disukai oleh berbagai

lapisan masyarakat Indonesia. Hal ini

disebabkan karena mie dapat disajikan secara

cepat, mudah dan dapat dijadikan lauk-pauk.

Disamping itu mie dapat juga digunakan

sebagai pengganti nasi. Tetapi sampai saat ini

tepung terigu yang merupakan bahan baku

pembuat mie kering masih diimpor dari luar

negeri (www.budiboga.blogspot.com).

Berdasarkan hal di atas, penulis

tertarik untuk melakukan penelitian tentang

pengaruh penambahan rumput laut

(Eucheuma cottonii) pada pembuatan mie

kering terhadap penerimaan konsumen.

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui pengaruh penambahan rumput

laut terhadap pembuatan mie kering dan

mendapatkan jumlah rumput laut yang terbaik

dilihat dari penerimaan konsumen.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode eksperimen

dengan menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) non faktorial (Gasperz,

1991). Sebagai perlakuan adalah tepung

rumput laut Eucheuma cottonii yang terdiri

dari 4 taraf yaitu: M0 (tanpa penambahan

tepung rumput laut), M1 (100 gram tepung

rumput laut), M2 (200 gram tepung rumput

laut) dan M3 (300 gram tepung rumput laut).

Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali

sehingga jumlah satuan percobaan pada

penelitian ini adalah 12 unit percobaan.

Model matematis untuk disain tersebut

menurut Gasperz (1991) adalah :

Yij = µ+ i + εij

Dimana:

Yij = Nilai pengamatan dari ulangan ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i

µ = Nilai tengah umum

i = Efek perlakuan ke-i

Εij = Pengaruh galat ke-j yang memperoleh perlakuan ke-i

Parameter yang digunakan dalam

penelitian ini adalah organoleptik dengan

melakukan uji penerimaan konsumen yang

dilakukan oleh 80 panelis yang tidak terlatih

dengan memberikan quisioner uji

organoleptik. Untuk uji proksimat dilakukan

analisis kadar air, kadar protein dan kadar

serat kasar.

PROSEDUR PENELITIAN

Pengolahan Rumput Laut Menjadi

Tepung (Modifikasi Ristanti, 2003).

Pembuatan tepung rumput laut terdiri dari

pengecilan ukuran, pembersihan, pencucian,

perendaman, pengeringan dan penggilingan.

- Rumput laut dipotong kecil-kecil

ukuran 2-4 cm.

- Setelah dipotong rumput laut kering

dicuci dan dibersihkan, proses

pembersihan dan pencucian dilakukan

pada air yang mengalir untuk

Page 3: Reski Gunawan - 0704112277.pdf

menghilangkan benda asing seperti

garam, pasir, kayu yang menempel

pada rumput laut.

- Setelah dibersihkan rumput laut

direndam dalam air cucian beras/kapur

selama 12 jam.

- Setelah perendaman selesai, rumput

laut ditiriskan dan dilakukan

pengeringan dengan oven sampai

kering.

- Setelah rumput laut kering dilakukan

penggilingan dengan menggunakan

blender.

- Hasil penggilingan kemudian diayak

untuk memperoleh tepung yang halus

dan menghilangkan kotoran yang

tertinggal pada saat proses

penggilingan.

- Tepung rumput laut.

Pembuatan Mie Rumput Laut

Tahapan proses pembuatan mie kering

mengacu pada Astawan (1999) adalah sebagai

berikut:

a. Pencampuran bahan dan pembuatan

adonan.

Semua bahan yang digunakan

dicampurkan, yaitu tepung terigu sebanyak

1000 gram sesuai dengan perlakuan

(Penambahan 0% tepung rumput laut untuk

perlakuan I, Penambahan 10% tepung rumput

laut untuk perlakuan II,penambahan 20%

tepung rumput laut untuk perlakuan III, 30%

tepung rumput laut untuk perlakuan IV).

Masing-masing perlakuan ditambah garam 5

gram, air 750 ml, cuka 5 ml dan telur 3 butir.

Semua bahan tersebut dicampurkan secara

manual sehingga terbentuk adonan yang

sempurna. Kesempurnaan adonan ditandai

dengan tidak lengketnya adonan pada tangan

dan dinding permukaan baskom yang

digunakan sebagai tempat membuat adonan,

kemudian adonan ditekan-tekan sampai

permukaan adonan halus.

b. Penggilingan

Adonan kemudian dibuat menjadi

bulatan-bulatan kecil, lalu digiling dengan

ampia membentuk lembaran, dilipat dua kali

kemudian digiling kembali. Proses ini

dilakukan beberapa kali sampai permukaan

adonan benar-benar halus. Lembaran adonan

diistirahatkan selama kurang lebih 15 menit

agar proses gelatinasi lebih optimal. Setelah

itu adonan digiling kembali dengan ketebalan

1,5-2 mm atau penggilingan dilakukan dari

ketebalan (set) 1-4.

c. Pencetakan

Lembaran adonan dipotong dengan

menggunakan ampia membentuk tali atau

benang-benang. Sampai pada tahap ini mie

yang dihasilkan adalah mie mentah, kemudian

diistirahatkan selama kurang lebih 30 menit

supaya proses gelatinasinya lebih optimal.

d. Perebusan

Mie dari hasil pemotongan tersebut

direbus dalam dandang pengukus pada suhu

1000C selama kurang lebih 3 menit. Pada air

rebusan ditambahkan sedikit minyak goreng

agar mie yang direbus tidak lengket satu sama

Page 4: Reski Gunawan - 0704112277.pdf

lain. Mie yang telah direbus kemudian

ditiriskan.

e. Pengovenan

Pengovenan dilakukan selama 18 jam,

mie yang telah dikukus dimasukkan kedalam

oven pada suhu 56 0C. Tujuan dari

pengovenan ini adalah untuk mengeringkan

mie secara sempurna sehingga mie menjadi

kering.

f. Pendinginan

Mie dipindahkan kedalam nampan

plastik lalu didinginkan selama 15 menit.

Data yang diperoleh terlebih dahulu

ditabulasikan kedalam bentuk tabel, grafis

dan dianalisis secara statistik dengan analisis

varians (Anava). Kemudian dari perhitungan

yang dilakukan akan diperoleh Fhitung yang

akan menentukan diterima atau ditolaknya

hipotesis yang telah diajukan.

Berdasarkan hasil dari analisis varians

jika diperoleh Fhitung > Ftabel pada tingkat

kepercayaan 95%, maka hipotesis ditolak dan

apabila Fhitung < Ftabel maka hipotesis

diterima. Apabila hipotesis ditolak maka

dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil

(BNT) untuk melihat perbedaan setiap

perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penilaian Organoleptik

Rupa

Gambar 1 dapat diketahui bahwa nilai

rata-rata rupa dari mie kering dengan

konsentrasi rumput laut (Eucheuma cottonii)

yang berbeda, pada perlakuan M0 (tanpa

rumput laut) yaitu 3,22. Perlakuan M1 (10%)

yaitu 2,8. Perlakuan M2 (20%) yaitu 2,52 dan

pada perlakuan M3 (30%) yaitu 2,33. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Histogram Nilai Rata-Rata Rupa Mie Kering Dengan Konsentrasi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Yang Berbeda.

Rupa atau penampakan merupakan salah

satu parameter organoleptik yang penting

karena merupakan faktor yang pertama kali

dilihat konsumen saat melihat suatu produk.

Dari hasil penilaian panelis dapat disimpulkan

bahwa yang disukai untuk rupa adalah

perlakuan M0 (tanpa penambahan rumput

laut) dimana perlakuan M0 memiliki warna

putih kekuningan, sedangkan M1 memiliki

warna kuning kecoklatan, M2 memiliki warna

coklat dan M3 memiliki warna cokelat tua.

Semakin banyak kosentrasi tepung rumput

laut yang ditambahkan dalam adonan

pengolahan mie kering maka semakin kurang

disukai rupa dari mie kering tersebut.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5M0 (tanpa rumput laut)M1 (10% rumput laut)M2 (20% rumput laut)M3 (30% rumput laut)

PERLAKUAN

NILAI

RUPA

Page 5: Reski Gunawan - 0704112277.pdf

Perbedaan warna yang timbul pada

setiap perlakuan disebabkan oleh warna dari

rumput laut jenis Eucheuma cottonii yang

berwarna cokelat kekuningan. Selain itu,

perbedaan jumlah tepung rumput laut yang

ditambahkan ikut mempengaruhi rupa dari

mie kering yang dihasilkan, karena semakin

tinggi jumlah tepung rumput laut yang

diberikan maka warna atau rupa dari mie

kering akan semakin gelap.

Aroma

Dapat diketahui bahwa nilai rata-rata

aroma mie kering dengan konsentrasi rumput

laut (Eucheuma cottonii) yang berbeda, pada

perlakuan M0 yaitu 2,68. Perlakuan M1 yaitu

3,05. Perlakuan M2 yaitu 2,597 dan perlakuan

M3 yaitu 2,507. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Histogram Nilai Rata-Rata Aroma Mie Kering Dengan Konsentrasi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Yang Berbeda.

Aroma merupakan salah satu

parameter yang menentukan rasa enak dari

suatu produk pangan. Dalam industri bahan

pangan, pengujian terhadap aroma sangat

penting karena dengan cepat dapat

memberikan penilaian terhadap hasil

industrinya, apakah produknya disukai atau

tidak disukai oleh konsumen (Soekarto dalam

Marwita, 2008).

Berdasarkan hasil dari penilaian

panelis dapat disimpulkan bahwa aroma mie

kering pada perlakuan M1 lebih disukai

dengan nilai rata-rata sebesar 3,05. Hal ini

karena mie pada perlakuan M1 memiliki

aroma rumput laut yang menyatu dengan

aroma tepung, penambahan tepung rumput

laut (Eucheuma cottonii) tidak begitu

berpengaruh terhadap aroma mie kering

karena tepung rumput laut tidak mempunyai

bau yang khas. Bau amis rumput laut telah

hilang pada saat proses rumput laut diolah

menjadi tepung. Untuk perlakuan M0 tanpa

rumput laut aromanya tidak terasa, sedangkan

untuk perlakuan M2 dan M3 dengan

penambahan rumput laut 20% dan 30%

menyebabkan aroma rumput laut lebih kuat

dan sedikit amis. Soemarno (1991),

menyatakan bahwa aroma merupakan salah

satu parameter yang menentukan rasa enak

dari suatu produk bahan pangan. Dalam

industri bahan pangan, pengujian terhadap

aroma sangat penting karena dengan cepat

dapat memberikan penilaian terhadap hasil

industrinya, apakah produknya disukai atau

tidak disukai konsumen.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

M0 (tanpa rumput laut)M1 (10% rumput laut)M2 (20% rumput laut)M3 (30% rumput laut)PERLAKUAN

NILAI

AROMA

Page 6: Reski Gunawan - 0704112277.pdf

Rasa

Rasa merupakan gabungan dari

rangsangan cicip, bau, dan banyak melibatkan

organ lidah. Hasil uji tingkat penerimaan

konsumen terhadap rasa mie kering dengan

kosentrasi rumput laut (Eucheuma cottoni)

yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Histogram Nilai Rata-Rata Rasa Mie Kering Dengan Konsentrasi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Yang Berbeda.

Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui

bahwa nilai rata-rata rasa mie kering pada

perlakuan M0 tanpa penambahan rumput laut

yaitu 2,72. Perlakuan M1 (10%) yaitu 3,14.

Perlakuan M2 (20%) yaitu 2,54. Dan

perlakuan M3 (30%) yaitu 2,43.

Rasa merupakan respon lidah terhadap

rangsangan yang diberikan oleh suatu

makanan yang merupakan salah satu faktor

penting yang dapat berpengaruh terhadap

konsumen pada suatu produk makanan. Rasa

merupakan faktor yang sangat penting dalam

menentukan keputusan akhir konsumen untuk

menerima atau menolak suatu makanan. Rasa

berbeda dengan aroma dan lebih melibatkan

indera pengecap (lidah). Rasa dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia,

suhu, konsentrasi dan interaksi dengan

komponen rasa lainnya (Fachruddin dalam

Hadi, 2009).

Dari hasil penilaian yang dilakukan

oleh panelis dapat disimpulkan bahwa tingkat

kesukaan rasa tertinggi yaitu M1 dengan nilai

rata-rata tingkat kesukaan 3,14. Kemudian

diikuti M0 (tanpa penambahan rumput laut)

dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan 2,72.

M2 dengan nilai tingkat kesukaan sebesar

2,54. Dan terakhir M3 dengan nilai rata-rata

tingkat kesukaan sebesar 2,43. Perbedaan

disebabkan oleh nilai rata-rata penambahan

rumput laut dalam jumlah yang berbeda yaitu

tanpa rumput laut (M0), 10% (M1) 20% (M2)

dan 30% (M3). Perbedaan konsentrasi rumput

laut yang ditambahkan mempengaruhi nilai

rasa, dimana rasa pada M1 memiliki rasa khas

mie dan rumput laut yang disukai panelis.

Tekstur

Berdasarkan Gambar 4 dapat

diketahui bahwa nilai rata-rata tekstur mie

kering pada perlakuan M0 tanpa penambahan

rumput laut yaitu 2,78. Perlakuan M1 (10%)

yaitu 3,54. Perlakuan M2 (20%) yaitu 2,66.

Dan perlakuan M3 (30%) yaitu 2,56. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

M0 (tanpa rumput laut)M1 (10% rumput laut)M2 (20% rumput laut)M3 (30% rumput laut)

PERLAKUAN

NILAI

RASA

Page 7: Reski Gunawan - 0704112277.pdf

Gambar 4. Histogram Nilai Rata-Rata Tekstur Mie Kering Dengan Konsentrasi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Yang Berbeda.

Tekstur adalah penginderaan yang

dihubungkan dengan rabaan atau sentuhan.

Purnomo (1995), menyatakan tekstur

merupakan sekelompok sifat fisik yang

ditimbulkan oleh elemen struktural bahan

pangan yang dirasakan oleh alat peraba.

Terkadang tekstur lebih penting dibandingkan

dengan penampakan, aroma, atau rasa karena

mempengaruhi citra makanan. Konsumen

juga biasanya menilai suatu produk

berdasarkan teksturnya.

Dari dari hasil penilaian yang

dilakukan oleh panelis dapat disimpulkan

bahwa panelis lebih menyukai tekstur M1

(10%) dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan

3,21. Kemudian M0 (tanpa tepung rumput

laut) dengan nilai rata-rata tingkat kesukaan

2,78. Diikuti M2 dan M3 sebesar 2,66 dan

2,56. Dari nilai tekstur mie kering dapat

dijelaskan bahwa semakin banyak tepung

rumput laut yang ditambahkan kedalam

adonan mie kering maka semakin turun nilai

tekstur organoleptik mie kering. hal ini

disebabkan karena penambahan tepung

rumput laut menghasilkan tekstur yang tidak

kompak. Maltz (1963), menyatakan tepung

dan adonan mie kering dengan kandungan

protein yang tinggi menghasilkan tekstur yang

keras dan penampakan yang kasar pada mie

kering disebabkan oleh serat dari tepung

rumput laut yang dimasukan kedalam adonan

mie.

Menurut Purnomo (1995), banyak hal

yang mempengaruhi tekstur pada bahan

pangan, antara lain rasio kandungan protein,

lemak, suhu pengolahan, kandungan air, dan

aktivitas air. Fellows (1992), menambahkan

tekstur makanan kebanyakan ditentukan oleh

kandungan air yang terdapat pada produk

tersebut.

Penilaian Proksimat

Kadar Air

Hasil analisa kadar air diperoleh nilai

rata-rata kadar air mie kering dengan

konsentrasi tanpa rumput laut M0 adalah 4,09.

Konsentrasi rumput laut 10% (M1) adalah

3,974. Konsentrasi rumput laut 20% (M2)

adalah 4,007. Dan konsentrasi rumput laut

30% (M3) adalah 4,1. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada Gambar 5.

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

M0 (tanpa rumput laut)M1 (10% rumput laut)M2 (20% rumput laut)M3 (30% rumput laut)

PERLAKUAN

NILAI

TEKSTUR

Page 8: Reski Gunawan - 0704112277.pdf

Gambar 5. Histogram Nilai Rata-Rata Kadar Air Mie Kering Dengan Konsentrasi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Yang Berbeda.

Air memiliki peranan penting dalam

pangan, yaitu berperan dalam mempengaruhi

kesegaran, stabilitas, dan keawetan pangan,

sebagai pelarut komponan polar dan ionik,

berperan dalam reaksi kimia, aktivitas enzim,

pertumbuhan mikroba, menentukan tingkat

resiko keamanan pangan, dan sebagai media

pindah panas (Kusnandar, 2010). Perbedaan

kadar air pada mie dipengaruhi oleh adanya

proses pengeringan dan kandungan protein.

Pengaruh panas serta dehidrasi osmotik dapat

menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi

protein oleh panas akan mengubah struktur

protein dan dapat mengkerutkan bahan

(mengeluarkan sejumlah air dari jaringan)

(Buckle dkk.,1985 ).

Kadar Protein

Analisa protein diperoleh nilai rata-

rata protein mie kering dengan konsentrasi

tanpa rumput laut (M0) adalah 13,424.

Konsentrasi rumput laut 10% (M1) adalah

12,652. Konsentrasi rumput laut 20% (M2)

adalah 12,182 dan konsentrasi rumput laut

30% (M3) adalah 11,338. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Histogram Nilai Rata-Rata Protein Mie Kering Dengan Konsentrasi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Yang Berbeda.

Kadar protein mie rumput laut kering

cenderung menurun. Penurunan disebabkan

kadar air yang meningkat seiring penambahan

rumput laut. Menurut Hadiwiyoto (1993),

bahwa semakin tinggi kadar air dari suatu

bahan pangan yang dihasilkan maka kadar

protein akan semakin rendah karena miogen

dan protein larut dalam air begitu sebaliknya.

Di samping berperan sebagai sumber

gizi, protein dari sumber yang berbeda akan

memiliki sifat fungsional tertentu yang dapat

3.93.923.943.963.98

44.024.044.064.08

4.1

M0 (tanpa rumput laut)M1 (10% rumput laut)M2 (20% rumput laut)M3 (30% rumput laut)

PERLAKUAN

NILAI

KADAR

AIR

10

10.5

11

11.5

12

12.5

13

13.5

M0 (tanpa rumput laut)M1 (10% rumput laut)M2 (20% rumput laut)M3 (30% rumput laut)PERLAKUAN

NILAI

PROTEIN

Page 9: Reski Gunawan - 0704112277.pdf

berpengaruh pada karakteristik produk

pangan. Sifat fungsional protein ini berperan

penting dalam pengolahan pangan,

penyimpanan, dan penyajiannya yang

mempengaruhi karakteristik yang diinginkan,

mutu makanan, serta penerimaannya oleh

konsumen, seperti aroma, penampakan,

warna, tekstur, dan cita rasa (Kusnandar,

2010).

Kadar Serat Kasar

Kandungan serat makanan dikenal

sebagai serat kasar dan didefinisikan sebagai

sisa yang tinggal setelah diberi asam dan

basa. Beberapa komponen karbohidrat

(monosakarida, disakarida, dan polisakarida)

mempunyai pengaruh yang menguntungkan

terhadap kesehatan dan perhatian sekarang

beralih yang dikenal dengan sebutan serat

diet/serat kasar. Serat kasar terdiri dari bagian

selulosa dan lignin dalam makanan, serta diet

mencakup semua karbohidrat dan sejenisnya

yang tidak dapat dicerna seperti selulosa,

hemoselulosa, lignin dan pectin. (De Man

dalam Marwita 2008).

Diketahui nilai rata-rata serat kasar

mie kering dengan konsentrasi tanpa rumput

laut (M0) adalah 0,792. Sedangkan untuk

konsentrasi rumput laut 10% (M1) adalah

0,741. Kemudian untuk konsentrasi rumput

laut 20% (M2) adalah 0,919. Dan konsentrasi

rumput laut 30% (M3) adalah 1,187. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Histogram Nilai Rata-Rata Serat

Kasar Mie Kering Dengan Konsentrasi Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Yang Berbeda.

Berdasarkan hasil nilai rata-rata serat

kasar mie kering dengan penambahan rumput

laut pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa

perlakuan M0, M1, M2, dan M3 masing-masing

mempunyai nilai rata-rata 0,792, 0,741, 0,919

dan, 1,187. Nilai serat kasar yang paling

tinggi diperoleh dari perlakuan M3 (30%),

sedangkan untuk nilai serat kasar terendah

terdapat pada M0 (tanpa penambahan rumput

laut). Perbedaan nilai serat kasar pada mie

kering terjadi karena perbedaan konsentrasi

rumput laut yang ditambahkan, dimana

penambahan rumput laut membuat nilai serat

kasar meningkat.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

M0 (tanpa rumput laut)

M1 (10% rumput laut)

M2 (20% rumput laut)

M3 (30% rumput laut)

NILAI

SERAT

KASAR

PERLAKUAN

Page 10: Reski Gunawan - 0704112277.pdf

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah

dilakukan berdasarkan hasil uji organoleptik

dan analisa kimia dapat diketahui bahwa

penambahan rumput laut (Eucheuma cottonii)

dengan kosentrasi yang berbeda pada

pembuatan mie kering memberikan pengaruh

yang sangat nyata terhadap penerimaan

konsumen.

Secara umum panelis lebih menerima

produk mie rumput laut kering dengan

kosentrasi rumput laut 10% (M1) dengan nilai

rata-rata organoleptik; rupa 2,8 (warna kuning

kecoklatan), aroma 3,05 (aroma khas mie dan

rumput laut), rasa 3,14 (rasa khas mie dan

rumput laut), tekstur 3,21 (keras, kering). Dari

hasil analisa kimia kosentrasi rumput laut 10

% (M1) diketahui mengandung kadar air

3,974 %, protein 12,652 %, dan serat kasar

0,741%.

Dari hasil kimia yang telah dilakukan

menunjukan bahwa mie kering dengan

penambahan rumput laut memberikan

perbedaan nyata terhadap kadar air, kadar

protein, dan kadar serat kasar. Dimana dengan

penambahan rumput laut cendrung

mengalami peningkatan, kecuali pada kadar

protein yang mengalami penurunan. Pada

kadar air dan kadar serat kasar cendrung

mengalami kenaikan dengan bertambahnya

jumlah rumput laut yang diberikan.

Saran

Dari hasil penelitian disarankan untuk

membuat mie rumput laut dengan konsentrasi

rumput laut Eucheuma cottonii 10% karena

memiliki nilai organoleptik dan nilai

proksimat yang lebih baik dibandingkan

dengan perlakuan yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2009. Rumput Laut. CCRC Farmasi UGM. Tanggal akses 20 Februari 2010.www.ugm.ac.id/ccrc.

Astawan, M., 1999. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya. Jakarta. 72 hal.

Buckle, K. A., R. A Edward., G. H. Fleet., M. Wooton, 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan. Hari Purnomo. UI Press, Jakarta. 365 hal.

Dahuri, R., 2002. Pemerintah Ajak Investor Garap Rumput Laut dalam Bisnis Indonesia, Selasa, 05 Maret. Jakarta.

De man, J. K., 1997. Kimia Makanan. Terjemahan Padmawinata. ITB, Bandung.

Fellows, 1992. Food Processing Technology Principle and Practice. Elllis Hood Wood. England : Oxford.

Gasperz, V., 1991. Metode Perancangan Percobaan. Armico. Bandung.

Hadi, S., 2009. Studi Penerimaan Konsumen Terhadap Kemplang Ikan Jambal Siam Goreng dan Panggang. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Riau. Pekanbaru. (tidak diterbitkan).

Hadiwiyoto, S., 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid I. Liberty, Yogyakarta. 278 hal.

Page 11: Reski Gunawan - 0704112277.pdf

Kusanandar, F., 2010. Kimia Pangan (Komponen Makro). Dian Rakyat. Jakarta. 264 hal.

Purnomo, H., 1995. Aktivitas Air dan Perannya dalam Pengawetan Makanan. UI Press, Jakarta.

Purwani, E. Y,.Widianingrum, H. Setyanto, E. Savitri dan R. Thahir, 2006. Teknologi Pengolahan Mie Sagu. Jurnal BB-Pascapanen Pertanian. Volume 3(1):2-3.

Ristanti, 2003. Pembuatan Tepung Rumput Laut (Eucheuma cottonii) Sebagai Sumber Iodium dan Dietary Fiber Skripsi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.

Soekarto, S. T., 1990. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

http://budiboga.blogspot.com/2006/05/sejarah-dan-aneka-jenis-mie.html. Diakses pada tanggal 24 September 2008.


Recommended