Date post: | 19-Dec-2015 |
Category: |
Documents |
Upload: | alisah-el-hanif |
View: | 39 times |
Download: | 5 times |
Resume Paper Tugas Matakuliah Eksplorasi Geofisika Panas Bumi
Kelas: A
Program Sarjana Prodi Teknik Geologi
Fakultas Teknik Geologi
Universitas Padjadjaran
2015
i
Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................................................. 1
C. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
BAB II. DASAR TEORI ........................................................................................................... 3
A. Geografi dan Kondisi Geologi ........................................................................................ 3
B. Geotermal ........................................................................................................................ 3
C. Metode Geologi .............................................................................................................. 5
D. Metode Geofisika ............................................................................................................ 5
E. Metode Geokimia.......................................................................................................... 10
BAB III. HASIL PENELITIAN .............................................................................................. 13
A. Geologi .......................................................................................................................... 13
B. Geofisika ....................................................................................................................... 16
C. Geokimia ....................................................................................................................... 23
BAB IV. KESIMPULAN ........................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 28
1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan energi dimasa mendatang akan semakin meningkat, sedangkan
cadangan sumberdaya energi terutama minyak bumi semakin menipis. Oleh karena itu
pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai diversifikasi enrgi sebagai langkah
dalam mengantisipasi krisis energi dimasa mendatang.
Energi panas bumi merupakan salah satu sumberdaya energi yang dapat
dimanfaatkan sebagai energi alternatif, yang potensinya sangat besar dan tersebar
hampir di seluruh kepulauan Indonesia, serta mempunyai sifat yang ramah
lingkungan/sedikit polusi dibanding dengan sumberdaya energi lainnya.
Salah satu upaya mendukung kebijakan di atas, maka pada tahun anggaran
2003 Proyek Inventarisasi Potensi Panas Bumi melakukan penyelidikan terpadu yang
meliputi beberapa disiplin ilmu kebumian, seperti; geologi, geokimia, dan geofisika di
daerah panas bumi G. Talang, Kabupaten Solok, Propinsi Sumatera Barat yang
dilaksanakan oleh staf Subdit Panas Bumi, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya
Mineral. Dasar pertimbangan pemilihan lokasi panas bumi G. Talang adalah adanya
pemunculan mata air panas, steaming ground, hidrothermal eruption, dan batuan
alterasi, serta hasil dari penyelidikan terdahulu yang menunjukkan keberadaan sistem
panas bumi di daerah tersebut.
Secara administratif, daerah panas bumi G.Talang termasuk kedalam wilayah
Kabupaten Solok, Propinsi Sumatera Barat, pada posisi geografis terletak antara
100°35′30″ - 100°44′30″ Bujur Timur dan 0°52′00″ - 0°59′05″ Lintang Selatan.
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana prospek panas bumi di Gunung Talang, Kabupaten
Solok, Sumatera Barat
2. Untuk mengetahui struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian.
3. Untuk dapat mengklasifikasikan tipe air panas yang berada di daerah penelitian
4. Menggunakan beberapa metode – metode penelitian panas bumi dalam berbagai
pengukuran yang akan dilakukan
2
Untuk dapat memperoleh segala informasi yang berhubungan dengan prospek
geothermal di daerah penelitian dari aspek geologi, geokimia, geofisika serta dapat
membuat model tentatif panas buminya.
C. Rumusan Masalah
Pada penelitian ini, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan antara lain :
1. Bagaimana prospek panas bumi di Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera
Barat?
2. Apa saja struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian?
3. Bagaimana klasifikasi tipe air panas yang berada di daerah penelitian?
4. Metode apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan penyelidikan
geothermal?
5. Bagaimana model tentatif panas bumi di daerah penelitian?
3
BAB II. DASAR TEORI
A. Geografi dan Kondisi Geologi
Daerah penyelidikan terpadu pada penelitian ini adalah area G. Talang,
Kabupaten Solok, Propinsi Sumatera Barat yang dilaksanakan oleh staf Subdit Panas
Bumi, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral. Dasar pertimbangan pemilihan
lokasi panas bumi G. Talang adalah adanya pemunculan mata air panas, steaming
ground, hidrothermal eruption, dan batuan alterasi, serta hasil dari penyelidikan
terdahulu yang menunjukkan keberadaan sistem panas bumi di daerah tersebut.
Secara administratif, daerah panas bumi G.Talang termasuk kedalam
wilayah Kabupaten Solok, Propinsi Sumatera Barat, pada posisi geografis terletak
antara 100°35′30″ - 100°44′30″ Bujur Timur dan 0°52′00″ - 0°59′05″ Lintang Selatan.
Gunung Talang sendiri (nama lainnya Salasi atau Sulasi) merupakan
gunung berapi yang terletak terletak di kabupaten Solok, provinsi Sumatera Barat,
Indonesia. Secara administratif, daerah panas bumi G.Talang termasuk kedalam
wilayah Kabupaten Solok, Propinsi Sumatera Barat, dan secara geografis terletak
antara 100°35′30″ - 100°44′30″ BT dan 0°52′00″ - 0°59′05″ LS. Gunung Talang
berlokasi sekitar 9 km dari kota Arosuka ibukota kabupaten Solok, dan sekitar 40 km
sebelah timur kota Padang. Gunung ini bertipe stratovolcano dengan ketinggian 2.597
m, merupakan salah satu dari gunung api aktif di Sumatera Barat, dan salah satu
kawahnya menjadi sebuah danau yang disebut dengan Danau Talang. Gunung Talang
sudah pernah meletus sejak tahun 1833 sampai dengan tahun 2007.
Ada empat kecamatan yang warganya bermukim di sekitar kaki gunung
ini, yakni kecamatan Lembah Gumanti, Danau Kembar, Gunung Talang, dan
Lembang Jaya. Jumlah penduduk di empat kecamatan itu mencapai 160.000 jiwa,
atau sepertiga dari jumlah penduduk kabupaten Solok.
B. Geotermal
Energi panas bumi atau geothermal energy adalah salah satu sumber energi
terbarukanyang dipercaya ketersediannya melimpah dan sangat ramah lingkungan.
Kandungan panas bumi yang dipunyai Indonesia, diyakini mencapai 40 persen dari
total potensi panas bumi dunia. Jika potensi ini di manfaatkan tidak terbayang berapa
4
energi yang dapat di ‘panen’ Indonesia. Meskipun melimpah dan ramah lingkungan
bukan berartigeothermal energy luput dari kekurangan.
Energi geothermal sendiri merupakan energi panas yang dihasilkan dan
disimpan di dalam bumi. Energi dihasilkan dari aktivitas tektonik yang terjadi di
dalam bumi. Di samping itu dapat pula berasal dari panas matahari yang diserap oleh
permukaan bumi.
Berikut ini akan dibahas lebih lanjut mengenai kelebihan dan kekurangan
energi geothermal (panas bumi).
a. Kelebihan Energi Geothermal (Panas Bumi)
Pemanfaatan energi geothermal atau panas bumi sebagai salah satu sumber energi
alternatif diyakini mempunyai berbagai keuntungan dan kelebihan. Di antara
kelebihan dan keuntungan pemanfaatan energi geothermal tersebut adalah :
1. Panas bumi (geothermal energy) merupakan salah satu sumber energi paling
bersih. Jauh lebih bersih dari sumber energi fosil yang menimpulkan polusi
atau emisi gas rumah kaca.
2. Geothermal merupakan jenis energi terbarukan yang relatif tidak akan habis.
Sumber energi ini terus-menerus aktif akibat peluruhan radioaktif mineral.
3. Energi Geothermal ramah lingkungan yang tidak menyebabkan pencemaran
(baik pencemaran udara, pencemaran suara, serta tidak menghasilkan emisi
karbon dan tidak menghasilkan gas, cairan, maupun meterial beracun lainnya).
4. Panas bumi (geothermal energy), dibandingkan dengan energi alternatif
lainnya seperti tenaga surya dan angin, bersifat konstan sepanjang musim. Di
samping itu energi listrik yang dihasilkan dari geothermal tidak memerlukan
solusi penyimpanan energi (energy storage) karena dapat dihasilkan sepanjang
waktu.
5. Untuk memproduksi energi geothermal membutuhkan lahan dan air yang
minimal, tidak seperti misalnya pada energi surya yang membutuhkan area
yang luas dan banyak air untuk pendinginan. Pembangkit panas bumi hanya
memerlukan lahan seluas 3,5 kilometer persegi per gigawatt produksi listrik.
Air yang dibutuhkan hanya sebesar 20 liter air tawar per MW / jam.
b. Kekurangan Energi Geothermal (Panas Bumi)
5
Selain memiliki kelebihan, energi geothermal pun memiliki kekurangan.
Di antara kekurangan energi geothermal adalah :
1. Biaya modal yang tinggi. Pembangunan pembangkit listrik geothermal
memerlukan biaya yang besar terutama pada eksploitasi dan pengeboran.
2. Pembangkit listrik tenaga panas bumi hanya dapat dibangun di sekitar
lempeng tektonik di mana temperatur tinggi dari sumber panas bumi tersedia
di dekat permukaan.
3. Pembangunan pembangkit listrik geothermal diduga dapat mempengaruhi
kestabilan tanah di area sekitarnya.
C. Metode Geologi
Dalam kaitannya metode yang digunakan dalam pengamatan geologi dari metode yang
digunakan dalam pengerjaan ini adalah metode pengamatan geologi permukaan (surface mapping),
yaitu melakukan pengamatan langsung di lapangan. Data yang diambil berupa data
morfologi, litologi dan struktur geologi serta penentuan titik manifestasi panas bumi
berupa sifat fisik mata air, dan tanah hangat, selain pengamatan juga dilakukan
pengambilan contoh batuan dan dokumentasi untuk keperluan pengamatan yang lebih detail
dengan beberapa tahapan, diantaranya :
Tahap persiapan,
Tahap pengamatan,
Tahap analisa (analisa morfologi, analisa statigrafi, analisa struktur, analisa
petrografi, analisa fosil, dan analisa kimia air panas),
Tahap pembuatan peta,
Tahap pembuatan laporan.
D. Metode Geofisika
1. Metode Gravity
Metode gaya berat (gravitasi) adalah salah satu metode geofisika yang
didasarkan pada pengukuran medan gravitasi. Dalam metode ini yang dipelajari
adalah variasi medan gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah
permukaan sehingga dalam pelaksanaannya yang diselidiki adalah perbedaan
6
medan gravitasi dari suatu titik observasi terhadap titik observasi lainnya.Prinsip
pada metode ini mempunyai kemampuan dalam membedakan rapat massa suatu
material terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan demikian struktur bawah
permukaan dapat diketahui. Pengetahuan tentang struktur bawah permukaan ini
penting untuk perencanaan langkah-langkah eksplorasi panas bumi.
Pengukuran ini dapat dilakukan di permukaan bumi, di laut maupun di
udara. Dalam metode ini yang dipelajari adalah variasi medan gravitasi akibat
medan variasi rapat batuan di bawah permukaan, sehingga dalam pelaksanaannya
yang diselidiki adalah perbedaan medan gravitasi dari satu titik observasi
terhadap titik observasi lainnya. Sehingga sumber yang merupakan suatu zona
massa dibawah permukaan bumi akan menyebabkan suatu gangguan pada medan
gravitasi. Gangguan medan gavitasi ini-lah yang disebut sebagai anomali gravity.
Seperti yang diketahui, gaya gravitasi adalah suatu gaya yang bekerja
antara dua benda, besarnya gaya akan berbanding lurus dengan massa kedua
benda dan berbanding terbalik secara kuadrat dengan jarak antara kedua benda
tersebut. Interaksi antara benda-benda yang ada di sekeliling area pengukuran
akan berpengaruh terhadap nilai pengukuran. Survey dengan menggunakan
metode gravity memanfaatkan nilai percepatan gravitasi di area survey tersebut.
Perubahan percepatan pada suatu titik dengan titik lain di sekitarnya dapat
menandakan adanya perbedaan kandungan yang ada di bawah permukaan
bumi. Namun perubahan yang terjadi relatif kecil sehingga dalam pengukuran
dengan menggunakan metode gravitasi memerlukan alat ukur yang memiliki
kepekaan yang sangat tinggi yang dinamakan gravimeter.
Secara prinsip, metode gravity digunakan karena kemampuannya dalam
membedakan densitas dari suatu sumber anomali terhadap densitas lingkungan
sekitarnya. Dari variasi densitas tersebut dapat diketahui bentuk struktur bawah
permukaan suatu daerah. Pengetahuan tentang struktur bawah permukaan ini
penting untuk perencanaan langkah-langkah eksplorasi baik minyak maupun
mineral lainnya.
7
Dasar teori yang digunakan dalam metode gavity adalah hukum Newton
tentang gravitasi bumi. Jika dua benda dengan massa m1 dan m2 dipisahkan oleh
jarak r, maka gaya tarik menarik (F) antara kedua benda tersebut adalah :
Dimana :
F = Besar gaya gravitasi antara dua titik massa yang ada (newton)
G = Konstanta gravitasi (6.67 x 10-11 m3kg-1s-2)
m1 = Massa benda pertama
m2 = Massa benda kedua
r = Jarak antara benda pertama dan benda kedua (m)
Akan tetapi pada kenyataannya, bumi lebih mendekati bentuk spheroid,
relief permukaannya tidak rata, berotasi, ber-revolusi dalam sistem matahari serta
tidak homogen, sehingga variasi gravity disetiap titik dipermukaan bumi
dipengaruhi oleh berbagai faktor :
1. Lintang
2. Ketinggian
3. Topografi
4. Pasang surut
5. Variasi densitas bawah permukaan
Dalam melakukan survei gravity diharapkan satu faktor saja yaitu variasi
densitas bawah permukaan. Sehingga pengaruh 4 faktor lainnya harus dikoreksi
atau dihilangkan dari harga pembacaan alat.
Variasi percepatan gravitasi di permukaan bumi pada suatu lokasi (titik)
pengukuran diakibatkan oleh beberapa hal antara lain:
Letak lintang lokasi titik pengukuran, diakibatkan oleh permukaan bumi
tidak bulat sempurna.
Elevasi lokasi pengukuran , semakin tinggi suatu tempat di permukaan
bumi maka percepatan gravitasi bumi semakin kecil.
8
Keadaan topografi di sekitar lokasi titik pengukuran, kelebihan atau
kekosongan massa akibat adanya bukit dan lembah berpengaruh terhadap
percepatan gravitasi bumi.
Efek tidal, adanya bulan dan matahari berpengaruh terhadap percepatan
gravitasi bumi. Besarnya kurang lebih 3 mgal denga periode kurang lebih 12
jam.
Variasi rapat massa di bawah lokasi titik pengukuran, variasi rapat massa
di daerah pengukuran berpengaruh terhadap percepatan gravitasi bumi di
daerah pengukuran. Hal ini merupakan relevansi jadi target diadakannya
penyelidikan metode gravitasi.
2. Metode Geolistrik
Metode geolistrik resistivitas adalah salah satu metode yang cukup
banyak digunakan dalam dunia eksplorasi khususnya eksplorasi air tanah karena
resistivitas dari batuan sangat sensitif terhadap kandungan airnya dimana bumi
dianggap sebagai sebuah resistor. Metode geolistrik resistivitas atau tahanan jenis
adalah salah satu dari jenis metode geolistrik yang digunakan untuk mempelajari
keadaan bawah permukaan dengan cara mempelajari sifat aliran listrik di dalam
batuan di bawah permukaan bumi. Metode resistivitas umumnya digunakan untuk
eksplorasi dangkal, sekitar 300 – 500 m. Prinsip dalam metode ini yaitu arus
listrik diinjeksikan ke alam bumi melalui dua elektroda arus, sedangkan beda
potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Dari hasil
pengukuran arus dan beda potensial listrik, dapat diperoleh variasi harga
resistivitas listrik pada lapisan di bawah titik ukur.
Semakin besar jarak antar elektroda menyebabkan semakin dalam tanah
yang dapat diukur. Ada beberapa konfigurasi untuk tahanan jenis dalam
melakukan akuisi data.
Metoda geolistrik terdiri dari beberapa konfigurasi, misalnya yang ke 4
buah elektrodanya terletak dalam satu garis lurus dengan posisi elektroda AB dan
MN yang simetris terhadap titik pusat pada kedua sisi yaitu konfigurasi Wenner
dan Schlumberger. Setiap konfigurasi mempunyai metoda perhitungan tersendiri
untuk mengetahui nilai ketebalan dan tahanan jenis batuan di bawah permukaan.
9
Metoda geolistrik konfigurasi Schlumberger merupakan metoda favorit yang
banyak digunakan untuk mengetahui karakteristik lapisan batuan bawah
permukaan dengan biaya survei yang relatif murah.
Umumnya lapisan batuan tidak mempunyai sifat homogen sempurna,
seperti yang dipersyaratkan pada pengukuran geolistrik. Untuk posisi lapisan
batuan yang terletak dekat dengan permukaan tanah akan sangat berpengaruh
terhadap hasil pengukuran tegangan dan ini akan membuat data geolistrik
menjadi menyimpang dari nilai sebenarnya. Yang dapat mempengaruhi
homogenitas lapisan batuan adalah fragmen batuan lain yang menyisip pada
lapisan, faktor ketidakseragaman dari pelapukan batuan induk, material yang
terkandung pada jalan, genangan air setempat, perpipaan dari bahan logam yang
bisa menghantar arus listrik, pagar kawat yang terhubung ke tanah dsbnya.
‘Spontaneous Potential’ yaitu tegangan listrik alami yang umumnya
terdapat pada lapisan batuan disebabkan oleh adanya larutan penghantar yang
secara kimiawi menimbulkan perbedaan tegangan pada mineral-mineral dari
lapisan batuan yang berbeda juga akan menyebabkan ketidak-homogenan lapisan
batuan. Perbedaan tegangan listrik ini umumnya relatif kecil, tetapi bila
digunakan konfigurasi Schlumberger dengan jarak elektroda AB yang panjang
dan jarak MN yang relatif pendek, maka ada kemungkinan tegangan listrik alami
tersebut ikut menyumbang pada hasil pengukuran tegangan listrik pada elektroda
MN, sehingga data yang terukur menjadi kurang benar.
Untuk mengatasi adanya tegangan listrik alami ini hendaknya sebelum
dilakukan pengaliran arus listrik, multimeter diset pada tegangan listrik alami
tersebut dan kedudukan awal dari multimeter dibuat menjadi nol. Dengan
demikian alat ukur multimeter akan menunjukkan tegangan listrik yang benar-
benar diakibatkan oleh pengiriman arus pada elektroda AB. Multimeter yang
mempunyai fasilitas seperti ini hanya terdapat pada multimeter dengan akurasi
tinggi.
10
3. Metode Geomagnet
Metode magnetik merupakan salahsatu metode geofisika tertua yang
mempelajari karakteristik medan magnet bumi. Sejak lebih dari tiga abad yang
lalu telah diketahui bahwa bumi merupakan magnet yang besar. Bentuk bumi
sendiri tidak benar-benar bulat dan material penyusunnyapun tidak homogen, hal
ini mengakibatkan perubahan-perubahan pada lintasan garis gaya magnet.
Penyimpangan inilah yang disebut anomali geomagnet. Metode magnetik
mendasari survei geofisika dalam pencarian jebakan mineral dan struktur bawah
permukaan bumi secara signifikan.
Bumi sebagai benda magnet telah di kenal sejak lama. Prinsip dasar dari
metode magnetik ini ialah Hukum tarikan Coulomb. Satuan kuat kutub ditentukan
oleh syarat bahwa gaya magnetik (F) = 1 dyne cgs. Bila mana dua kutub terpisah
1 cm tanpa media seperti udara (nilai permeabilitas udara = 1). Kutub medan
magnet (H) tersebut dinyatakan dengan 1 Oested atau Gaus.
E. Metode Geokimia
Geokimia panas bumi/ geothermal mempelajari komposisi kimia fluida
panas bumi (air dan uap) untuk mengetahui karakteristik fluida dan proses proses
yang mempengaruhi fluida tersebut, baik di reservoir maupun saat fluida tersebut naik
ke permukaan. Tujuan utama dari eksplorasi geokimia adalah untuk mendapatkan
komposisi cairan bawah permukaan dalam sistem panas bumi dan menggunakannya
untuk mendapatkan informasi mengenai suhu, asal, dan arah aliran yang membantu
menemukan reservoir bawah permukaan. Equilibrium spesiasi diperoleh dengan
menggunakan program khusus dan simulasi proses (seperti proses pendidihan dan
pendinginan) untuk mendapatkan informasi lebih lanjut untuk memprediksi potensi
dan korosi yang terjadi.
Dasar filosofi di balik menggunakan metode geokimia dalam eksplorasi
panas bumi adalah bahwa cairan di permukaan ( larutan berair atau campuran gas )
mencerminkan fisika-kimia dan kondisi termal di reservoir panas bumi di kedalaman.
(Iceland Geosurvey, 2009)
Adapun pada tahapan eksplorasi geokimia, beberapa aspek yang perlu
diamati adalah (Herdianta, 2012):
11
Analisa komposisi air panas :
o Manifestasi permukaan, kenampakan alamiah (mis. mata air panas, fumarola,
kolam panas)
o Sumur pemboran
Mengetahui distribusi berbagai jenis air
Mempelajari efek boiling dan mixing
Menafsirkan suhu dan pH reservoir
Menduga terbentuknya pengendapan dan korosi pada pipa alir
Memonitor perubahan reservoir terhadap waktu.
Data yang diperlukan akan diambil pada tahapan eksplorasi yang terbagi
menjadi dua (2) yaitu eksplorasi pendahuluan dan eksplorasi detil. Adapun eksplorasi
pendahuluan yang dilakukan adalah
Survei (Eksplorasi) pendahuluan:
Inventarisasi manifestasi permukaan:
o Lokasi (dan utilisasi)
o Deskripsi manifestasi (tipe, dimensi, jumlah keluaran, dll)
o Pengukuran karakteristik manifestasi (toC, pH, debit, dll)
o Deskripsi kondisi sekitar (tanah, udara, alterasi permukaan, dll)
Gambaran tentang sistem panas bumi
Potensi sumber daya (hilang panas alamiah)
Survei (Eksplorasi) Lanjutan:
Pengambilan sampel air:
o Pengambilan disarankan pada akhir musim kering
o Pengukuran pH
o Titik keluaran langsung (temperatur dan debit tertinggi)
o Dimasukkan dalam botol plastik (polietilen) dan gelas untuk analisa isotop
o Disaring dan bisa diasamkan
o Ukuran > 100 mL untuk analisa anion dan kation utama, ~20 mL untuk
analisa isotop stabil 18O dan D
o Deskripsi/informasi tentang sampel secara lengkap
o Analisa anion (Cl-, SO42-, HCO3
-) dan kation utama (Na+, K+, Mg2+),
isotop stabil, unsur jejak.
Pengambilan sampel gas:
12
o Dilakukan pengukuran suhu
o Titik keluaran langsung (temperatur dan debit tertinggi)
o Dimasukkan dalam botol Giggenbach yang telah diisi NaOH
o Deskripsi/informasi tentang sampel secara lengkap
o Analisa kandungan S, H2O, CO2, H2S, NH3, He, Ar, O2, N2 dan CH4, serta
HF, HCl, Ne, CO, gas hidrokarbon, oksidasi sulfur.
Pengambilan sampel air dingin (meteorik)
Pengambilan sampel tanah dan udara tanah:
o Manifestasi kurang tampak di permukaan
o Identifikasi zona permeabel (kemungkinan zona upflow)
o Grid pengambilan sampel: 1x1 km atau 1x2 km, 250x250 m atau 150x300
m, 100x100 m atau 50x25 m
o Sampel tanah diambil pada horison A, sedangkan sampel udara tanah
diambil pada kedalaman yang sama (umumnya 1 m)
o Survei tanah: Hg, As, Sb, B dan NH3, dan survei udara tanah: CO2, Hg,
S, He, Rn
o Diperlukan survei pra dan pasca pengambilan sampel.
13
BAB III. HASIL PENELITIAN
A. Geologi
Tatanan geologi di daerah penyelidikan didominasi oleh gejala-gejala tektonik
berupa busur magma dan sistem sesar Sumatera. Keduanya merupakan gejala tektonik
utama yang bersifat regional, membujur sepanjang 1650 Km dari Aceh sampai ke
teluk Semangko dan lebih di kenal sebagai sesar Semangko yang sampai saat ini
masih aktif.
Batuan tertua yang dianggap sebagai batuan dasar (basement rock) di daerah
penyelidikan dijumpai di bagian baratdaya (Bukit Putus) dan timurlaut (Bukit
Muncung), yang disusun oleh batuan metamorf yang berumur Pra-Tersier.
Selanjutnya secara tak selaras diendapkan batuan vulkanik tua yang terdiri dari aliran
piroklastika dan aliran lava yang tak terpisahkan, tersebar di bagian barat dan timur
daerah penyelidikan, berumur Quarter Bawah sampai Tersier Atas. Di bagian utara
terdapat dua bukit, yaitu Bukit Kili Kecil dan Kili Gadang, Bukit tersebut
diperkirakan sebagai intrusi yang pemunculannya di picu oleh keberadaan sesar
normal Batu Barjanjang. Di sekitar Bukit Kili Gadang dan Kili Kecil tersebut terdapat
pemunculan mata air panas bertemperatur 40 dan 49°C dengan pH = 7 (netral).
Batuan produk Bukit Bakar tersebar di bagian timur daerah penyelidikan yang
tersusun dari piroklastika dan lava andesitik, sebagian besar telah terlapukan sangat
kuat. Di bagian tengah daerah penyelidikan terdapat Danau Talang, yang di duga
sebagai bekas pusat erupsi masa lampau, hal ini diperkuat dengan dijumpainya batuan
berstruktur kerak roti (bread cracks) di sekitar tepi danau tersebut dan batuan
teralterasi. Pusat erupsi yang sekarang berupa danau kawah (crater lake) ini
diperkirakan dipicu oleh keberadaan struktur sesar normal Danau Talang yang berarah
baratlaut-tenggara. Kemudian muncul G. Batino yang diperkirakan sebagai bagian
dari Gunungapi Talang tua (2450 m dpl). Gunungapi strato ini disususun oleh
perselingan antara batuan piroklastika dan lava. Dijumpainya batuan piroklastika
dengan penyebaran yang cukup luas di bagian utara, di duga merupakan hasil erupsi
yang cukup kuat terjadi dalam sejarah letusanya, menyisakan dinding kaldera di
bagian timur dan selatan kawah Batino. Produk termuda batuan vulkanik berasal dari
G. Jantan yang merupakan kerucut termuda dari Gunungapi Talang (2600 m dpl).
Satuan batuan produk Gunung Jantan tersebar di bagian utara, yang disusun oleh lava
andesitik dan aliran piroklastika.
14
Berdasarkan hasil “Radiocarbon Dating” dari sampel “charcoal” di lokasi
sekitar Tabel (TL-27) pada satuan piroklastika ini memberikan umur absolut 4200 ±
100 B.P (Kuarter Atas). Di bagian puncak G. Jantan terdapat kawah-kawah yang tidak
aktif lagi. Aktivitas berupa hembusan fumarola/solfatara, steaming ground dan batuan
alterasi terdapat di bagian atas tubuh G. Jantan, yaitu di sekitar Gabuo Atas, Gabuo
Ilalang, dan Gabuo Bawah. Letusan freatik terakhir terjadi di Gabuo Atas pada
September 2001. Selanjutnya endapan permukaan terdapat di bagian utara daerah
penyelidikan yang umumnya berlereng relatif landai, dan sebagian di kaki baratlaut
Gunung Batino. Penyusun batuan ini terdiri dari material vulkanik tua yang
terombakan yang bersifat laharik. (Gambar 1)
Gambar 1. Peta geologi daerah penyelidikan panas bumi G. Talang, Kab. Solok,
Sumatera Barat
Manifestasi Panas Bumi
Mata Air Panas
15
Mata air panas ini muncul di Batu Barjanjang, Bk. Gadang, Padang Damar,
Garara, Sonsang, Buah Batuang serta di Bk. Kili Gadang dan Kili Kecil.
Umumnya ber-pH netral, T = 40 - 53°C, kecuali di Gabuo Atas T = 94°C dan
pH = 2, dengan debit antara 1 sampai 70 l/m.
Lapangan Fumarola/Solfatara
Manifestasi ini berada di Gabuo Bawah, Gabuo Ilalang, dan Gabuo Atas,
dengan ketinggian antara 1200 sampai 1900 m dpl., T = 80 hingga 96°C,
hembusan lemah-cukupkuat, dengan kadar uap air cukup tinggi, tercium bau
gas belerang. Di sekitarnya terdapat batuan ubahan hasil proses hidrotermal
tersebut.
Letusan Freatik
Letusan freatik ini terjadi pada 25 September 2001 di bagian atas tubuh
Gunung Jantan (Gabuo Atas, 1840 m dpl.). Menyisakan lubang/kawah
berukuran 1.5 x 1 m dengan kedalaman 0.5 m dan terdapat bualan air panas
dengan T = 94°C, dan pH = 2.
Batuan Ubahan Hidrotermal
Batuan ubahan tersebar di daerah Gabuao Atas, Gabuo Ilalang dan Gabuo
Bawah, dengan luas penyebaran sekitar 200 x 800 m dan di sekitar mata air
panas Padang Damar. Hasil analisis sebanyak 10 contoh batuan ubahan
dengan meggunakan PIMA disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1.: Geotermometer mineral batuan ubahan
16
Berdasarkan kondisi temperatur sekarang di daerah Gabuo Atas, yaitu: 96°C
maka kehadiran mineral illite diperkirakan merupakan sisa atau fosil yang
terbentuk pada masa lampau (T=220 - 300°C).
Mineral-mineral ubahan yang terdapat di Padang Damar terdiri atas
monmorillonite, kaolinite dan gypsum. Adanya mineral dari kelompok sulfate
yaitu gypsum (CaSO4.2H2O), dan juga hadirnya mineral kaolinite yang
pembentukannya berasal dari fluida hidrotermal yang berkomposisi asam
(pH=3-4) maka diperkirakan bahwa di lokasi tersebut pada masa lampau
pernah terjadi aktivitas hembusan steam/fumarola yang menghasilkan batuan
alterasi tersebut. Tipe ubahan di daerah penyelidikan adalah “argilic” sampai
“advance argilic”.
Sinter Karbonat
Sinter karbonat dijumpai hampir di semua lokasi mata air panas, kecuali mata
air panas Bukit Kili Gadang, Kili Kecil dan Gabuo Atas., dengan ketebalan
bervariasi dari beberapa mm sampai 2 meteran.
Panas yang Hilang/Heat loss
Pengukuran kehilangan panas/heat loss di lakukan di lokasi-lokasi
pemunculan gejala kenampakan panas bumi seperti: mata air panas, kolam air panas,
tanah panas. Hasil perhitungan “heat loss” di daerah penyelidikan sebesar 1.5 MW,
angka ini merupakan angka minimal karena belum semua manifestasi yang ada
dihitung.
B. Geofisika
Geomagnetik
Pada peta anomali magnet total (Gambar 3) menunjukan adanya beberapa kelurusan
anomali magnet dengan nilai rendah/tinggi yang berarah hampir baratlaut-tenggara
yang ditafsirkan sebagai cerminan dari struktur patahan yang mempunyai hubungan
erat dengan kenampakan manifestasi panas bumi. Hasil pengukuran magnet di daerah
ini dibagi dalam tiga kelompok, yaitu daerah dengan nilai besaran anomali magnet
tinggi dengan nilai > 50 gamma ditafsirkan sebagai batuan yang bersifat magnetik
sebagai batuan vulkanik terdiri dari bongkah andesit sampai lava. Daerah ini muncul
di bagian tengah, utara dan barat laut. Daerah anomali magnet rendah dengan nilai 50
17
s/d -250 gamma, ditafsirkan sebagai batuan bersifat nonmagnetik terdiri dari batuan
meta, piroklastika, menyebar di bagian barat dan baratlaut dan tenggara. Daerah
dengan anomali magnet < -250 gamma, ditafsirkan sebagai batuan yang nonmagnetik
ditafsirkan sebagai daerah ubahan kuat, terlihat di bagian selatan dan timurlaut daerah
penyelidikan.
Gambar 3. Peta anomali magnetik total, daerah panas bumi G. Talang, Kab. Solok,
Sumatera Barat
Gaya Berat
Dengan menggunakan densitas contoh batuan dan hasil estimasi Parasnis, maka
perhitungan anomali Bouguer menggunakan densitas 2,61 g/cm3.
a. Anomali Bouguer (densitas = 2,61 g/cm3)
Daerah penyelidikan umumnya didominasi oleh anomali gaya berat negatif , yaitu
mulai dari ujung barat daya sampai kearah timur laut, sedangkan anomali positif
hanya terdapat dibagian ujung timurlaut daerah penyelidikan (Gambar 4).
18
Gambar 4. Peta anomali Bouguer densitas 2,61 g/cm3, daerah panas bumi G. Talang,
Kab. Solok, Sumatera Barat
Anomali negatif tinggi yang mendominasi bagian tengah daerah penyelidikan
kompleks mata air panas (MAP) Cupak (Padang Damar - Songsang) sampai MAP
Batu Berjanjang diperkirakan berkaitan dengan struktur sesar dan zona hancuran, dan
berkaitan dengan daerah/zona ubahan.
Nilai anomali negatif sedang yang terdapat dibagian baratdaya dan agak ke timur laut
daerah penyelidikan diperkirakan berkaitan dengan zona sesar yang terdapat di daerah
tsb. Daerah anomali negatif rendah di baratdaya ditempati oleh batuan vulkanik tua
(andesit dan breksi tufa), lava andesit dari gunungapi Batino dan fragment breksi dari
endapan sekunder.
Anomali positif yang terdapat di bagian timur laut daerah penyelidikan didominasi
oleh batuan metamorfik (filit).
b. Struktur gaya berat
Pola lineasi dari ketiga anomali Bouguer, sisa dan regional memperlihatkan pola
liniasi berarah baratlaut-tenggara, yang disertai dengan pembelokan dan pengkutuban
anomali (posistif dan negatif), mencerminkan arah utama struktur sesar di daerah
penyelidikan berarah baratlaut – tenggara searah dengan sesar Sumatra. Diperkirakan
sistem sesar di daerah G. Talang/penyelidikan merupakan “segmen sistem sesar besar
19
Sumatra yang bergerak mendatar”. Sedangkan lekuk-lekuk terban (pembelokan
anomali) dan pengukutuban anomali diperkirakan disebabkan oleh sesar merencong
yang diremajakan kembali sekitar akhir tersier dengan arah timurlaut-baratdaya.
Geolistrik dan Head-on
a. Peta tahanan jenis semu AB/2 = 500 m
Sebaran tahanan jenis semu secara umum masih memiliki pola dimana nilai tahanan
jenis relatif tinggi di selatan dan merendah ke utara (Gambar 5). Luas anomali Batu
Berjanjang masih relatif sama namun nilai tahanan jenis di B-2900 lebih rendah yaitu
15 Ωm. Yang terlihat menonjol adalah kemunculan anomali rendah lainnya di
tenggaranya dan memiliki luas yang lebih lebar serta konsetrik ke titik C-2000 di
sekitar Air Sirah - Kaladi. Nilai tahanan jenis terendah adalah 34 Ωm di C-2000.
Dengan mempertimbangkan bahwa kedua anomali rendah ini berkaitan dengan proses
hidrotermal yang sama dari G. Talang, maka kedua anomali ini dikelompokkan
menjadi anomali G. Talang. Namun demikian, anomali G. Talang ini masih belum
terlihat kecenderungan meluas ke arah barat, yakni ke arah kompleks manifestasi
panas bumi G. Talang (di Buah Batuang dan Gabuo). Anomali Cupak yang di utara,
nilai tahanan jenis terendah di titik A-10500 dan A-11000 masing-masing 18 Ωm dan
20 Ωm.
Gambar 5. Peta tahanan jenis semu AB/2 = 500 m, daerah panas bumi G. Talang,
Kab. Solok, Sumatera Barat
20
b. Peta tahanan jenis semu AB/2 = 1000 m
Pola umum sebaran tahanan jenisnya masih sama seperti pada peta AB/2 = 500m
(Gambar 6). Anomali G. Talang pada peta ini memiliki pola yang mirip dengan
anomali pada peta AB/2 = 500 m. Nilai tahanan jenis terendah adalah 15 Ωm di titik
B-2000. Pola anomali Cupak relatif sama, namun nilai tahanan jenis relatif mengecil
sehingga sebaran anomali relatif melebar terutama ke arah barat dan timur.
Gambar 6. Peta tahanan jenis semu AB/2 = 1000 m, daerah panas bumi G. Talang,
Kab. Solok, Sumatera Barat
c. Penampang Tahanan Jenis Sebenarnya
Pemodelan tahanan jenis pada lintasan B dibuat dengan menggunakan empat data
sounding di titik B-2000, B-2900, B-4500, dan B-6000 dan dibantu dengan data
mapping lainnya (Gambar 7). Secara umum, struktur tahanan jenis dibagi menjadi
dua kelompok: kelompok di dalam anomali G. Talang dan di luar anomali .
Kelompok anomali G. Talang secara umum menunjukkan tiga lapisan tahanan jenis:
lapisan pertama adalah lapisan resistif dengan nilai tahanan jenis > 1000 Ωm dan
ketebalan berkisar antara 50 – 200 m. Lapisan resistif ini diinterpretasikan berkorelasi
dengan batuan vulkanik (piroklastik dan bongkah lava) yang masih segar. Lapisan
kedua adalah lapisan konduktif dengan nilai tahanan jenis berdegradasi dari 12 s.d. 30
Ωm, berarah baratlaut dengan ketebalan berkisar antara 500 – 1000 m.
21
Gambar 7. Struktur tahanan jenis Lintasan B, daerah panas bumi G. Talang, Kab.
Solok, Sumatera Barat
d. Struktur head-on
Lapisan konduktif diinterpretasikan berkorelasi dengan batuan vulkanik terubah
argilik dan berfungsi sebagai batuan penudung bagi sistem panas G. Talang. Lapisan
ketiga adalah basemen tahanan jenis bernilai sekitar 60 Ωm dan diinterpretasikan
sebagai berkorelasi dengan batuan vulkanik yang terubah propilitik yang merupakan
batuan reservoar. Sementara kelompok kedua adalah kelompok di luar reservoar yang
secara umum memiliki struktur dua lapisan tahanan jenis resistif: lapisan resisitif
pertama bernilai >1000 Ωm dengan ketebalan sampai 250 m dan berkorelasi dengan
batuan piroklastik dan bongkah lava yang masih segar, dan lapisan resistif kedua
bernilai 150 – 200 Ωm yang berkorelasi dengan batuan piroklastik yang sedikit
terubah/ terpengaruh oleh fluida panas bumi.
Pengukuran head-on dilakukan pada Lintasan-X dengan panjang lintasan pengukuran
2000 m, jarak titik ukur 100 m, arah lintasan baratdaya – timurlaut. Hasilnya
(Gambar 8) menunjukkan sebaran titik-titik potong tidak jelas membentuk
kelurusan-kelurusan yang mengarah pada pola struktur tegas, namun cenderung
membatasi zona tahanan jenis semu rendah (< 30 Ωm) di sekitar mata air panas Batu
Berjanjang.
22
Gambar 8. Penampang tahanan jenis semu dan struktur Head-on, Lintasan X, daerah
panas bumi G. Talang, Kab. Solok, Sumatera Barat
Model Tentatif Panas Bumi
Berdasarkan hasil penyelidikan terpadu dapat dibuat suatu model tentatif sistem panas
bumi di daerah G. Talang tersebut (Gambar 9). Secara umum, model tentatif ini
memuat dua buah sistem panas bumi yaitu sistem panas bumi G. Talang dan sistem
panas bumi Bukit Kili - Cupak.
Gambar 9. Model tentatif panas bumi daerah G. Talang, Kab. Solok, Sumatera Barat
a. Potensi Energi
Berdasarkan perhitungan suhu geotermometri T silika (SiO2) = 160°C dan
geotermometri gas = 219°C, luas areal prospek (A) dari penyebaran anomali tahanan
23
jenis rendah kelompok G.Talang sekitar 4 km2 dan kelompok Cupak sekitar 9 km2,
dan dengan formula :
Q = 0.2317 x A x (Tag – Tcut-off),
maka estimasi potensi energi pada kelompok G.Talang berkisar antara 36
– 37 MWe, dan kelompok Cupak didapat potensi energi sebesar 81 – 83 Mwe yang
cukup besar bila dikembangkan sebagai energi pembangkit listrik, dan dapat
dimanfaatkan secara langsung (‘direct used’) guna sterilisasi lahan pertanian dan
pengeringan hasil pertanian/perkebunan.
C. Geokimia
Hasil Analisis Air dan Tipe Air Panas
Hasil analisis kimia dari 8 sampel air panas dan tiga sampel air dingin tertera pada
Tabel 2. Komposisi kimia dari mata air panas menurut diagram segi tiga Cl - SO4 -
HCO3 (Gambar 2) dan Na-K-Mg terletak pada posisi sulfat dan bikarbonat dan
termasuk “immature water”.
Konsentrasi sulfat tinggi pada air panas Gabuo Atas di sebabkan oleh tingginya
konsentrasi gas dalam uap pada temperatur tinggi (di permukaan 95 oC), kaya dengan
gas-gas G.Api aktif Talang diantaranya H2S, bercampur dengan air meteorik dan
terjadi reaksi oksidasi membentuk air terlarut sulfat yang bersifat asam (pH = 2.22).
Sedangkan tipe air sulfat netral (pH = 8.26) di Buah Batuang, dimungkinkan terjadi
karena masih adanya bocoran gas H2S ke lokasi tersebut, namun telah terjadi
netralisasi air panas disebabkan tingginya konsentrasi kation terlarut dan tingginya
debit air panas. Sedangkan tipe air bikarbonat Batu Berjanjang, Sungai Jernih, Padang
Damar, Sonsang, Garara dan air panas Bukit Kili Kecil diindikasikan oleh konsentrasi
bikarbonat yang lebih tinggi.
24
Gambar 2.: Diagram segi tiga kandungan relatif Na-K-Mg, daerah panas bumi G.
Talang
Tabel 2.: Hasil analisis air panas dan air dingin di daerah panas bumi G. Talang, Kab.
Solok
Hasil Analisis Tanah dan Udara Tanah
Konsentrasi Hg tanah, bervariasi antara 45 ppb (di A8500) s.d. 6332 ppb (pada batuan
teralterasi) pada nilai background adalah 1069 ppb. Nilai Hg yang cukup signifikan
diindikasikan dengan nilai > 2500 ppb dan nilai antara 400- 2500 ppb yang terletak di
sekitar Gabuo Atas, Gabuo Bawah, Buah Batuang sampai mendekati Batu Berjanjang.
25
Luas anomali tinggi Hg ini diperkirakan 1,5 km2. Sedangkan nilai terendah kurang
dari 150 ppb terletak di bagian tenggara daerah penyelidikan.
Konsentrasi CO2 tanah terendah 0,13 % (C9500) dan tertinggi 3 %. Nilai background
diperoleh 1,41%. Nilai CO2 yang cukup signifikan diindikasikan oleh nilai > 1,5 %
dan antara 1,0–1,5%, terletak di sekitar manifestasi Gabuo Atas, Gabuo Bawah, Buah
Batuang sampai mendekati Batu Berjanjang. Luas anomali sebaran CO2 bernilai tinggi
ini mencapai ± 3 km2.
Hasil Analisis Gas
Fumarola Gabuo Atas (T = 94,5oC) ditandai dengan adanya sublimasi belerang
sedangkan fumarola Gabuo Bawah (T = 69 oC) tidak dijumpai sublimasi belerang.
Komposisi gas yang terdeteksi pada Gabuo Atas ditunjukkan oleh konsentrasi CO2
(93,77%) dan H2S (2,66%) yang lebih tinggi daripada konsentrasi N2 (2,06%).
Sedangkan pada Gabuo Bawah konsentrasi N2 (42,91%) sangat tinggi dan lebih tinggi
daripada konsentrasi gas lainnya, seperti CO2(19,56%) dan H2S (0,44%). Ini
mengindikasikan bahwa gas dari Gabuo Bawah sudah terkontaminasi oleh udara luar.
Standart konsentrasi N2 dalam udara normal sekitar 78%.
Pendugaan Suhu Bawah Permukaan
Temperatur bawah permukaan di daerah penyelidikan G. Talang adalah
160oC (geotermometer SiO2) sebagai temperatur minimum dan 219oC
(geotermometer gas) sebagai temperatur maksimum, (Fournier, 1981 dan Giggenbach,
1988).
26
BAB IV. KESIMPULAN
Satuan stratigrafi daerah panas bumi Talang disusun oleh batuan vulkanik
kuarter, dan batuan pre-tersier.Batuan tertua yang dianggap sebagai batuan dasar
(basement rock) di daerah penyelidikan adalah batuan metamorf yang berumur
Pra-Tersier, yang di ditutupi secara tidak selaras oleh batuan produk Vulkanik
Tua. Selanjutnya dijumpai Satuan Batuan produk Bk. Kili (batuan intrusi), Bk.
Bakar, Batuan Vulkanik D. Talang, G. Batino, dan G. Jantan, yang merupakan
kerucut termuda (4200 ± 100 B.P or Upper Quartenary). Satuan endapan
permukaan berupa lahar merupakan satuan batuan termuda yang ada di daerah
penyelidikan.
Terdapat dua daerah prospek panas bumi, yaitu; daerah prospek panas bumi G.
Talang dan daerah prospek Bk. Kili.
Manifestasi panas bumi di daerah penyelidikan terdiri atas mata air panas,
lapangan fumarola/solfatara, steaming ground, batuan teralterasi, dan letusan
freatik. Klasifikasi tipe air panas terdiri dari tipe air panas sulfat asam, sulfat
netral dan bikarbonat. Berdasarkan perhitungan suhu geotermometri T silika
(SiO2) = 160°C dan geotermometri gas = 219°C.
Struktur yang berkembang di daerah penyelidikan umumnya berjenis sesar
normal yang berarah baratlaut tenggara yang merupakan bagian dalam sistem
sesar besar Sumatera (Semangko) dan struktur kawah sebagai pusat erupsi
Sesar normal Batu Berjanjang merupakan struktur yang mengontrol pemunculan
mata air panas, dengan temperatur 40 - 55°C dan pH netral yang diinterpretasikan
sebagai ‘out flow’.
Klasifikasi tipe air panas terdiri dari tipe air panas sulfat asam, sulfat netral dan
bikarbonat.
Pola lineasi gaya berat memperlihatkan pola struktur berarah baratlaut - tenggara
Hasil magnet menunjukkan adanya kelurusan anomali magnet yang berkorelasi
dengan pola aliran sungai dan anak sungai atau alur yang terdapat di daerah
penyelidikan yang diduga mencerminkan keberadaan sesar-sesar berarah
baratlaut-tenggara dan hampir utara-selatan. Anomali tahanan jenis semu
mengindikasikan adanya dua sistem panas bumi di daerah survei: sistem G.
Talang dan sistem Bt. Kili – Cupak
27
Luas prospek sistem G. Talang diperkirakan dari luas tahanan jenis rendah sekitar
4 km2, dan 8 km
2, untuk daerah Talang, dan Cupak dengan potensi berkisar
antara 36 – 37 MWe, dan 81 – 83 MWe.
28
DAFTAR PUSTAKA
Fournier, R.O. 1981. “Application of Water Geochemistry Geothermal Exploration and
reservoir Engineering, Geothermal System: Principles and Case Histories”. New
York: John Willey & Sons
Giggenbach, W.F. 1988. “Geothermal Solute Equilibria Deviation of Na-K-Mg-Ca, Geo-
Indicators. Geochemica Acta No. 52. pp.2749 – 2765
Nikmatul Akbar dkk. 1972. “Inventarisasi Kenampakan Gejala Panas Bumi di Gunung
Talang, Sumatera Barat”, Direktorat Vulkanologi
Silitonga dkk. 1995, “Peta Geologi Lembar Solok, Skala 1:250.000”, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung
Telford, W.D et. al. 1982. “Applied Geophysics.”, Cambridge: Cambridge Universty Press.